PTK Biologi1
-
Upload
hardi-sidhi -
Category
Documents
-
view
258 -
download
2
Transcript of PTK Biologi1
-
8/3/2019 PTK Biologi1
1/38
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak ditetapkannya Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tetang Standar Isi dan berikutnya
Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), maka di sekolah-
sekolah dari jenjang pendidikan dasar dan menengah diterapkan kurikulum baru yang dikenal
dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, disingkat KTSP, sebagai penyempurnaan
dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tahun 2004. Semangat yang mendasari pemberlakuan
KTSP ini adalah semangat perubahan, perubahan dari suasana keterpasungan menjadi suasana yang
penuh dengan kebebasan dan kreativitas. Dari segi proses pembelajaran, KTSP menghembuskan
perubahan dari model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi model
pembelajaran yang berpusat pada subyek didik ( students centered), perubahan dari kegiatan
mengajar menjadi kegiatan membelajarkan, dan seterusnya, dan seterusnya.
Penerapan KTSP membuat guru semakin pintar dan kreatif, karena mereka dituntut harus
mampu menyusun sendiri kurikulum yang sesuai dan tepat bagi peserta didiknya, guru dituntut
harus mampu merencanakan sendiri materi pelajarannya untuk mencapai kompetensi yang telah
ditetapkan. Hal ini jelas berbeda dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya yang datang dari dan
dibuat oleh Pemerintah Pusat, dan guru hanya tinggal menerapkannya, sehingga nyaris tidak
memberikan ruang dan tantangan bagi perkembangan ide dan kreativitas dari guru.
Namun demikian, di balik perubahan-perubahan besar dan mendasar yang dihembuskan
oleh KTSP, tantangan yang dihadapi oleh guru tidaklah semakin ringan, melainkan semakin berat.
Penerapan Standar Isi dan Standar Kompetensi sebagai acuan dasar dalam penyusunan KTSP
membawa konsekuensi yang tidak ringan dalam implementasinya di lapangan. Itu berarti KTSP
menuntut adanya profesionalisme yang tinggi dari guru.
Dan dalam kaitannya dengan konsep pembelajaran biologi, KTSP menghendaki
dilakukakannya perubahan mendasar dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kesalahan yang selama
ini terjadi dalam penyelenggaraan pembelajaran biologi tidak boleh terulang lagi. Tugas guru
sekarang ini bukanlah mengajar biologi, tetapi membelajarkan siswa tentang biologi. Itu berarti
bahwa kegiatan pembelajaran harus berpusat pada siswa, dan bukan pada guru. Guru tidak lagi
harus mendominasi kegiatan pembelajaran dengan metode ceramah sampai berbusa-busa,
-
8/3/2019 PTK Biologi1
2/38
sementara siswa hanya duduk manis mendengarkan sambil bengong atau bahkan sampai terkantuk-
kantuk.
Biologi sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang lahir dan
berkembang berdasarkan observasi dan eksperimen. Dengan demikian, belajar Biologi tidak cukup
hanya dengan menghafalkanfakta dan konsep yang sudah jadi, tetapi dituntut pula menemukan
fakta-fakta dan konsep-konsep tersebut melalui observasi dan eksperimen. Melalui pembelajaran
biologi (IPA) siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan eksplorasi alam. Melalui proses inilah
dapat dikembangkan Keterampilan Sains(Keterampilan Proses Ilmiah), sehingga pengalaman
belajar yang benar-benar bermakna tentang Sains dapat diperoleh subyek didik.
Keterampilan-keterampilan dalam bidang Sains (Biologi) meliputi:
Observasi
Klasifikasi, prediksi, inferensi
Membuat hipotesis
Mendisain dan melakukan percobaan
Menggunakan alat ukur (pengamatan)
Identifikasi variabel
Mengontrol variabel
Mengumpulkan data
Mengorganisasi data (tabel, grafik, dll)
Memaknakan data, tabel, dan grafik
Menyusun kesimpulan
Mengkomunikasikan hasil/ide/secara tertulis atau lisan
Keterampilan Sains yang dimiliki siswa merupakan pintu gerbang untuk menguasai
pengetahuan yang lebih tinggi dan akhirnya merupakan kecakapan hidup (Life Skill), karena dengan
keterampilan Sains yang dimiliki, maka siswa secara mental siap untuk menghadapi permasalahan
yang terjadi dalam hidupnya.
Dengan demikian proses belajar mengajar Biologi bukan sekedar transfer ilmu dari guru
kepada siswa. Pola interaksi seharusnya terjadi antara siswa dengan materi (obyek), dan guru hanya
bertindak sebagai motivator, fasilitator dan supervisor. Itulah perubahan mendasar dalam pola
-
8/3/2019 PTK Biologi1
3/38
-
8/3/2019 PTK Biologi1
4/38
Melihat data aktivitas dan prestasi belajar siswa yang demikian rendah tersebut jelas hal itu
mengindikasikan adanya permasalahan serius dalam kegiatan pembelajaran yang harus segera
dicarikan pemecahannya.
Bertolak dari permasalahan tersebut kemudian dilakukan refleksi dan konsultasi dengan
guru sejawat untuk mendiagnosis faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab timbulnya
masalah. Dari situ diperoleh beberapa faktor kemungkinan penyebab, di antaranya adalah:
1. faktor rendahnya minat dan motivasi belajar siswa;
2. faktor penyampaian materi dari guru;
3. faktor pengelolaan kelas; dan
4. faktor kesulitan adaptasi dan kerjasama di antara siswa.
Dari berbagai faktor kemungkinan penyebab tersebut Guru lebih condong pada faktor ke-4,
yaitu faktor kesulitan adaptasi dan kerjasama di antara siswa, dan diduga kuat sebagai faktor utama
penyebab rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat
Tahun Pelajaran 2007/2008 pada mata pelajaran Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi
Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan. Dugaan tersebut
sangat beralasan, karena bagi siswa kelas X, suasana sekolah di lingkungan SMA adalah suasana
baru, yang jelas berbeda dalam segala sesuatunya dengan suasana dan lingkungan sekolah mereka
sebelumnya, baik itu menyangkut tempat, teman sekolah, mata pelajaran, guru, dan lain sebagainya,
yang kesemuanya masih memerlukan waktu bagi mereka untuk beradaptasi dengan baik. Kesulitan
siswa dalam beradaptasi, terutama dengan materi pelajaran di SMA dan dengan teman-
teman sekelas, sangat mungkin menjadi penyebab utama rendahnya aktivitas mereka dalam
pembelajaran dan juga rendahnya prestasi belajar yang mereka capai.
Sebagai langkah dan upaya pemecahan terhadap masalah yang timbul dalam pembelajaran
biologi di Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat tersebut maka dilakukan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) atau disebut pula dengan istilah Classroom Action Research. Pendekatan dari segi
metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams-Achievement Divisions).
Banyak ahli berpendapat bahwa metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
memiliki keunggulan dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Pembelajaran
kooperatif juga dinilai bisa menumbuhkan sikap multikultural dan sikap penerimaan terhadap
-
8/3/2019 PTK Biologi1
5/38
perbedaan antar-individu, baik itu menyangkut perbedaan kecerdasan, status sosial ekonomi,
agama, ras, gender, budaya, dan lain sebagainya. Selain itu yang lebih penting lagi, pembelajaran
kooperatif mengajarkan keterampilan bekerja sama dalam kelompok atau teamwork. Pembelajaran
kooperatif sangat menekankan tumbuhnya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling
memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran demi tercapainya prestasi
belajar yang optimal.
Berdasarkan latar pemikiran yang telah terurai maka penelitian tindakan kelas ini
diformulasikan dengan judul sebagai berikut: UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN
PRESTASI BELAJAR SISWA PADA BIDANG STUDI BIOLOGI MELALUI PENERAPAN
METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa
Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008).
Pada akhirnya diharapkan, melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD
itu nantinya bisa memicu dan memacu tumbuhnya semangat kebersamaan, saling membantu dan
saling memotivasi di antara siswa, yang pada gilirannya juga bisa meningkatkan aktivitas belajar
dan prestasi belajar mereka pada bidang studi biologi, khususnya pada materi dan atau Kompetensi
Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan.
B. Rumusan Masalah
Untuk memberikan arahan bagi pelaksanaan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah-
masalah pokok yang ingin dicarikan jawaban pemecahannya melalui penelitian tindakan ini,
sebagai berikut:
1. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa meningkatkan aktivitas
belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008 pada
bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri,
replikasi dan peranan virus dalam kehidupan?
2. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa meningkatkan prestasi
belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008 pada
bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi Dasar: Mendiskripsikan ciri-ciri,
replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan?
C. Tujuan Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan ini bertujuan:
-
8/3/2019 PTK Biologi1
6/38
1. Ingin mengetahui ada tidaknya peningkatan aktivitas belajar melalui penerapan metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat
Tahun Pelajaran 2007/2008 dalam bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi
Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan.
2. Ingin mengetahui ada tidaknya peningkatan prestasi belajar melalui penerapan metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat
Tahun Pelajaran 2007/2008 dalam bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi
Dasar: Mendiskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan.
D. Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang tidak diinginkan, maka perlu diberikan
batasan-batasan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Penelitian tindakan ini hanya dilakukan terhadap siswa kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1
Babat Tahun Pelajaran 2007/2008.
2. Penelitian ini berlaku dalam ruang lingkup kegiatan pembelajaran bidang studi Biologi,
khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan
peranan virus dalam kehidupan.
3. Rentang waktu pelaksanaan penelitian tindakan ini hanya berlangsung selama kurang lebih 3
(bulan) mulai dari awal bulan September sampai dengan akhir Nopember 2007.
4. Pelaku dan pelaksana penelitian tindakan ini dilakukan secara individual oleh guru bidang
studi yang bersangkutan sendiri.
E. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat, sekecil apapun, kepada:
1. Siswa; mereka diharapkan bisa mengambil pelajaran yang berharga tentang betapa pentingnya
kerjasama, saling membantu dan saling memotivasi demi tercapainya tujuan bersama yang
diinginkan, termasuk salah satu di antaranya adalah demi tercapainya tujuan pembelajaran dan
prestasi belajar yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga, kelas atau kelompok. Lebih dari itu,
siswa secara sadar belajar menerapkan prinsip simbiosis mutualisme dalam kehidupan riil di
kelas, sebagaimana diajarkan dalam ilmu biologi, demi kelangsungan hidup dan kemajuan
ekosistem sekolah. Dengan kata lain, hasil penelitian ini diharapkan bisa semakin meningkatkan
aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun
-
8/3/2019 PTK Biologi1
7/38
Pelajaran 2007/2008 pada bidang studi Biologi, khususnya pada penguasaan materi atau
Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peran virus dalam kehidupan.
2. Guru; hasil penelitian ini diharapkan bisa semakin meningkatkan kompetensi dan
profesionalisme guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang aktif,
kreatif, inovatif dan menyenangkan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Sehingga dengan begitu aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa bisa ditingkatkan
secara optimal.
3. Sekolah; hasil penelitian ini setidaknya bisa menambah referensi dan khazanah bagi
kepustakaan sekolah, yang suatu saat mungkin berguna sebagai bahan pertimbangan dalam
menetapkan kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di sekolah setempat.
-
8/3/2019 PTK Biologi1
8/38
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Aktivitas Belajar Siswa
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang
paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada
bagaimana proses belajar itu dilakukan oleh peserta didik. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah
belajar itu?
Dari pertanyaan sederhana tersebut tentu akan kita dapatkan beragam jawaban dengan
berbagai argumen yang tidak bisa dibilang sederhana. Hal itu wajar mengingat perbuatan yang
disebut belajar itu dalam kenyataannya memang ada bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Ada
yang berpendapat bahwa belajar merupakan kegiatan menghafal fakta-fakta. Guru yang
berpendapat demikian akan merasa puas jika murid-muridnya telah sanggup menghafal sejumlah
fakta di luar kepala. Pendapat lain mengatakan bahwa belajar adalah sama dengan latihan, sehingga
hasil belajar akan nampak dalam keterampilan-keterampilan tertentu yang bersifat mekanis atau
otomatis. Alhasil, banyak definisi tentang apa itu belajar, dan setiap orang mempunyai pandangan
yang berbeda satu sama lain.
Menurut James O. Whittaker (dalam Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991), belajar
dapat didefinisikan sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan
atau pengalaman (Learning may be difined as the process by which behavior originates or is
altered through training or experience).
Hampir senada dengan pendapat di atas, Howard L. Kingsley (dalam Abu Ahmadi dan
Widodo Supriyono, 1991) menyatakan sebagai berikut: Learning is the process by which behavior
(in the broader sense) is originated or changed through practice or training {Belajar adalah proses
di mana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan}.
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam
pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan
bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar.
Menurut Winarno Surakhmad (1980), belajar dapat dipandang sebagai hasil,
sebagaiproses dan sebagai sebuahfungsi. Belajar dipandang sebagai hasil bilamana guru terutama
hanya melihat bentuk terakhir dari berbagai pengalaman interaksi edukatif. Yang diperhatikan
-
8/3/2019 PTK Biologi1
9/38
adalah menampaknya sifat dan tanda-tanda tingkah laku yang dipelajari. Adapun belajar dipandang
sebagai proses dimaksudkan adalah sebagai proses di mana guru terutama melihat apa yang terjadi
selama murid menjalani pengalaman-pengalaman edukatif untuk mencapai sesuatu tujuan. Yang
diperhatikan adalah pola-pola tingkah laku selama pengalaman belajar itu berlangsung. Selanjutnya,
belajar dipandang sebagai fungsi dimaksudkan adalah bilamana perhatian ditujukan pada aspek-
aspek yang menentukan atau yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku manusia di
dalam pengalaman edukatif.
Sementara itu menurut Moh. Surya (1997) : belajar dapat diartikan sebagai suatu proses
yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan,
sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Jadi, kata kunci dari belajar menurut pendapat tersebut adalah perubahan perilaku. Lebih
lanjut Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku yang diperoleh dari
belajar, sebagai berikut:
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang
bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa
dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau
keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar.
2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan
kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga,
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu akan menjadi dasar bagi
pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya.
3. Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu
yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.
4. Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya,
seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam
proses belajar mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau
-
8/3/2019 PTK Biologi1
10/38
perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran
Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip-prinsip
perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi
guru.
5. Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan
perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang Psikologi
Pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-
buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan
sebagainya.
6. Perubahan yang bersifat permanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian
yang melekat dalam dirinya. Misalnya, siswa belajar mengoperasikan komputer, maka
penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam
diri siswa tersebut.
7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka
pendek, jangka menengah maupun jangka panjang
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi
termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa
belajar tentang Teori-Teori Belajar, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan
tentang Teori-Teori Belajar, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru
menguasai Teori-Teori Belajar. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan
Teori-Teori Belajar.
Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan
hasil belajar dapat berbentuk :
1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis
maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan
sebagainya.
-
8/3/2019 PTK Biologi1
11/38
2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan
lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika.
Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan
(discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini
sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan
keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu
kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif.
Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif
lebih menekankan pada proses pemikiran.
4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam
tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap adalah keadaan dalam diri individu yang
akan memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, di
dalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk
bertindak.
5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh
otot dan fisik.
Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi
perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta tingkatan aspek-
aspeknya. Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan akumulatif,
mengarah kepada kesempurnaan, misalnya dari tidak mampu menjadi mampu, dari tidak mengerti
menjadi mengerti, baik mencakup aspek pengetahuan (cognitive domain), aspek afektif (affective
domain) maupun aspek psikomotorik (psychomotoric domain).
Selanjutnya, perlu pula diketengahkan di sini empat pilar belajar sebagai landasan
pendidikan yang dikemukakan oleh organisasi pendidikan sedunia, yakni UNESCO (dalam Nana
Syaodih Sukmadinata, 2005), dalam rangka membangun kebersamaan masa depan memasuki abad
ke-21 dan dalam rangka menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan dunia yang semakin
cepat. Keempat pilar belajar dimaksud adalah: : belajar mengetahui (learning to know), belajar
berkarya (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar berkembang
secara utuh (learning to be).
-
8/3/2019 PTK Biologi1
12/38
1. Belajar mengetahui (learning to know)
Belajar mengetahui berkenaan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan informasi.
Dewasa ini terdapat ledakan informasi dan pengetahuan. Hal itu bukan saja disebabkan karena
adanya perkembangan yang sangat cepat dalam bidang ilmu dan teknologi, tetapi juga karena
perkembangan teknologi yang sangat cepat, terutama dalam bidang elektronika, memungkinkan
sejumlah besar informasi dan pengetahuan tersimpan, bisa diperoleh dan disebarkan secara cepat
dan hampir menjangkau seluruh planet bumi. Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk
memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dengan
berbagai upaya perolehan pengetahuan, melalui membaca, mengakses internet, bertanya, mengikuti
kuliah, dll.Pengetahuan dikuasai melalui hafalan, tanya-jawab, diskusi, latihan pemecahan masalah,
penerapan, dll. Pengetahuan dimanfaatkan untuk mencapai berbagai tujuan: memperluas wawasan,
meningkatakan kemampuan, memecahkan masalah, belajar lebih lanjut, dll. Pengetahuan terus
berkembang, setiap saat ditemukan pengetahuan baru. Oleh karena itu belajar mengetahui harus
terus dilakukan, bahkan ditingkatkan menjadi knowing much (berusaha tahu banyak).
2. Belajar berkarya (learning to do)
Agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat yang berkembang sangat
cepat, maka individu perlu belajar berkarya. Belajar berkarya berhubungan erat dengan belajar
mengetahui, sebab pengetahuan mendasari perbuatan. Dalam konsep komisi Unesco, belajar
berkarya ini mempunyai makna khusus, yaitu dalam kaitan dengan vokasional. Belajar berkarya
adalah balajar atau berlatih menguasai keterampilan dan kompetensi kerja. Sejalan dengan tuntutan
perkembangan industri dan perusahaan, maka keterampilan dan kompetisi kerja ini, juga
berkembang semakin tinggi, tidak hanya pada tingkat keterampilan, kompetensi teknis atau
operasional, tetapi sampai dengan kompetensi profesional. Karena tuntutan pekerjaan didunia
industri dan perusahaan terus meningkat, maka individu yang akan memasuki dan/atau telah masuk
di dunia industri dan perusahaan perlu terus bekarya. Mereka harus mampu doing much (berusaha
berkarya banyak).
3. Belajar hidup bersama (learning to live together)
Dalam kehidupan global, kita tidak hanya berinteraksi dengan beraneka kelompok etnik,
daerah, budaya, ras, agama, kepakaran, dan profesi, tetapi hidup bersama dan bekerja sama dengan
aneka kelompok tersebut. Agar mampu berinteraksi, berkomonikasi, bekerja sama dan hidup
-
8/3/2019 PTK Biologi1
13/38
bersama antar kelompok dituntut belajar hidup bersama. Tiap kelompok memiliki latar belakang
pendidikan, kebudayaan, tradisi, dan tahap perkembangan yang berbeda, agar bisa bekerjasama dan
hidup rukun, mereka harus banyak belajar hidup bersama, being sociable (berusaha membina
kehidupan bersama)
4. Belajar berkembang utuh (learning to be)
Tantangan kehidupan yang berkembang cepat dan sangat kompleks, menuntut
pengembangan manusia secara utuh. Manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang
secara optimal dan seimbang, baik aspek intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral. Untuk
mencapai sasaran demikian individu dituntut banyak belajar mengembangkan seluruh aspek
kepribadiannya. Sebenarnya tuntutan perkembangan kehidupan global, bukan hanya menuntut
berkembangnya manusia secara menyeluruh dan utuh, tetapi juga manusia utuh yang unggul. Untuk
itu mereka harus berusaha banyak mencapai keunggulan (being excellence). Keunggulan diperkuat
dengan moral yang kuat. Individu-individu global harus berupaya bermoral kuat atau being morally.
Masalahnya sekarang adalah bagaimana meningkatkan aktivitas dan kreativitas belajar dari
siswa atau subyek didik dalam suatu proses pembelajaran? Pertanyaan demikian sangatlah penting
dikemukakan mengingat lembaga pendidikan (baca, sekolah) dengan segala komponennya itu
didirikan dan diselenggarakan tidak lain adalah untuk memfasilitasi kepentingan belajar siswa.
Tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa pada hekekatnya mereka (siswa) itulah yang
menjadi pemilik sekolah. Berbagai pembekalan yang diberikan oleh para guru di sekolah pada
hakikatnya, menurut Wardiman Djojonegoro, untuk menginternalisasikan tiga nilai dasar. Masing-
masing adalah (1) membangun atau membentuk siswa yang memiliki orientasi ke depandengan ciri-
ciri, antara lain luwes, tanggap terhadap perubahan, dan memiliki semangat berinovasi; (2)
senantiasa punya hasrat untuk mengeksploitasi lingkungan dan kekuatan-kekuatan alam, artinya
tidak tunduk pada nasib, senantiasa memecahkan masalah yang dihadapi dan berusaha menguasai
iptek, dan (3) memiliki orientasi terhadap karya yang bermutu atau punya achievement orientation,
antara lain ditandai oleh penilain yang tinggi terhadap hasil karya. Untuk menuju pada tiga nilai
dasar tersebut siswa harus dipacu kemauan belajarnya (Suyanto dan M.S. Abbas, 2001: 148).
Proses pembelajaran pada hakekatnya dimaksudkan untuk mengembangkan aktivitas dan
kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Namun dalam
-
8/3/2019 PTK Biologi1
14/38
pelaksanaannya seringkali kita tidak sadar, bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan justru menghambat aktivitas dan kreativitas peserta didik.
Banyak resep untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif, di mana para peserta didik
dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas belajarnya secara optimal, sesuai dengan
kemampuannya masing-masing.
Gibbs (dalam E. Mulyasa, 2003:106) berdasarkan berbagai hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi
yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Hasil penelitian tersebut
dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini peserta didik akan lebih kreatif jika:
a. dikembangkannya rasa percaya diri pada peserta didik, dan mengurangi rasa takut;
b. memberi kesempatan kepada seluruh peserta didik untuk berkomunikasi ilmiah seara bebas
dan terarah;
c. melibatkan peserta didik dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya;
d. memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter; dan
e. melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.
Kendatipun begitu, menurut E. Mulyasa (2003:107), kualitas pembelajaran sangat
ditentukan oleh aktivitas dan kreativitas guru dengan segala kompetensi profesionalnya. Aktivitas
dan kreativitas peserta didik dalam belajar sangat bergantung pada aktivitas dan kreativitas guru
dalam mempersiapkan rencana pembelajaran, penyampaian dan pengembangan materi pelajaran,
pemilihan metode dan media pembelajaran, serta penciptaan lingkungan belajar yang kondusif.
Guru dapat menggunakan berbagai pendekatan untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta
didik. Pendekatan mana yang digunakan, harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan, kebutuhan
peserta didik, dan tujuan yang ingin dicapai.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan aktivitas belajar siswa di sini adalah segala bentuk
kegiatan yang dilakukan oleh siswa terutama dalam proses pembelajaran di kelas atau di sekolah.
Bentuk kegiatan yang disebut aktivitas belajar itu dapat bermacam-macam, bisa berupa
mendengarkan, mencatat, membaca, membuat ringkasan, bertanya, menjawab pertanyaan,
berdiskusi, melakukan eksperimen, dan lain sebagainya, yang dengan itu semua dapat diketahui
bahwa kegitan pembelajaran berpusat pada siswa dan bukan pada guru. Guru hanya sekedar
-
8/3/2019 PTK Biologi1
15/38
berperan untuk memfasilitasi, membelajarkan, membimbing dan mengarahkan, serta mengkoreksi
dan mengevaluasi hasil belajar dari siswa.
B. Prestasi Belajar
Istilah prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan hasil belajar.
Sebenarnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar. Ada
yang berpendapat bahwa pengertian prestasi belajar sama dengan hasil belajar. Akan tetapi ada
pula yang mengatakan bahwa hasil belajar berbeda secara prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil
belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya satu cawu, satu semester
dan sebagainya. Sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu
pokok bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari
yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Sedangkan prestasi belajar diartikan sebagai
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya
ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Nawawi (1981:100) mengemukakan pengertian hasil belajar sebagai keberhasilan murid
dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari
hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.
Selanjutnya Nawawi (1981:127) membedakan hasil belajar menjadi tiga macam yaitu:
a. Hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecakapan di dalam melakukan atau
mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat.
b. Hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang
dikerjakan, dan
c. Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar memiliki cakupan
makna yang lebih luas dibanding prestasi belajar. Dengan kata lain, prestasi belajar adalah sebagian
dari hasil belajar pada mata pelajaran atau materi pelajaran tertentu yang dinyatakan dengan nilai
atau angka berdasarkan tes yang dikembangkan dan diberikan oleh guru. Meskipun demikian,
dalam tulisan ini kedua istilah tersebut dianggap identik dan karenanya bisa saling dipertukarkan
pemakaiannya.
-
8/3/2019 PTK Biologi1
16/38
Selanjutnya perlu dikemukakan di sini, bahwa hasil belajar (baca, prestasi belajar)
merupakan hasil dari proses yang kompleks. Hal itu disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi
hasil atau prestasi belajar. Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil atau prestasi
belajar itu dapat dibedakan atas dua macam, yaitu faktor dari dalam diri individu (baca, subyek
didik) atau disebut faktor internal, dan faktor dari luar diri subyek didik, atau disebut faktor
eksternal. Baik buruknya kualitas kedua faktor ini akan banyak berpengaruh terhadap baik
buruknya hasil atau prestasi belajar. Semakin baik kondisi atau kualitas kedua faktor tersebut
dimiliki oleh subyek didik, maka cenderung semakin baik hasil atau prestasi belajar yang bisa
dicapai. Demikian pula sebaliknya, semakin buruk kondisi atau kualitas kedua faktor dimaksud,
maka cenderung semakin buruk pula hasil atau prestasi belajar yang dicapai.
Adapun faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:
Faktor fisiologi, seperti kondisi fisik dan kondisi indera.
Faktor Psikologi, meliputi bakat, minat, kecerdasan, motivasi, kemampuan kognitif.
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar adalah:
Lingkungan, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, lingkungan alam.
Faktor Instrumental, seperti kurikulum, bahan pengajaran, sarana dan fasilitas.
C. Pembelajaran Kooperatif
Metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dikembangkan oleh Robert Slavin
dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins. Tipe ini dipandang sebagai yang paling
sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif.
Belajar secara koperatif adalah strategi mengajar yang menyertakan partisipasi anak dalam
aktivitas belajar kelompok kecil yang mengembangkan interaksi positif. Pemikiran ini
mendiskusikan alasan untuk menggunakan strategi belajar secara koperatif di pusat dan kelas-kelas,
cara menerapkan strategi, dan keuntungan jangka panjang bagi pendidikan anak.
Belajar secara kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik, ini relatif mudah
diterapkan, dan tidak mahal. Anak-anak bertambah baik tingkah laku dan kehadirannya, serta
senang bersekolah adalah beberapa keuntungah belajar secara kooperatif (Slavin, 1987).
Abdurrahman dan Bintoro (2000:78) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yangsilih asah, silih asih,
dan silih asuh antara sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.
-
8/3/2019 PTK Biologi1
17/38
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang
saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya (1) saling
ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual dan (4) keterampilan
untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja
diajarkan(Abdurrahman &Bintoro, 2000:78-790). Itulah unsur dasar yang terdapat dalam metode
pembelajaran kooperatif, yang perlu mendapatkan penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Saling ketergantungan positif;
Dalam pembelajaran kooperatif guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa
merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud
dengan saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling
ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui (a) saling ketergantungan pencapaian tujuan (b)
saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan dan sumber,
(d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling ketergantungan hadiah.
2. Interaksi tatap muka;
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka
sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama
siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar
sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa
yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.
3. Akuntabilitas individual;
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun
demikan, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran
secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru
kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang
memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai
kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, dan karena itu tiap anggota
kelompok harus memberikan urunan atau kontribusi demi kemajuan kelompok. Penilaian
kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas individual.
4. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi;
-
8/3/2019 PTK Biologi1
18/38
-
8/3/2019 PTK Biologi1
19/38
berorientasi pada tugas (task oriented). Kelompok belajar kooperatif yang berorientasi
bukan pada tugas tidak menuntut adanya pembagian tugas untuk tiap angota kelompok.
Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa mengerjakan soal-soal LKS
atau soal-soal latihan yang diberikan guru yang berbentuk prosedur penyelesaian dan
mencocokan pendapatnya antar kelompok satu dengan yang lain. Sedangkan kelompok
belajar yang berorientasi pada tugas menekankan adanya pembagian tugas yang jelas bagi
semua anggota kelompok. Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa
melakukan kunjungan ke kebun binatang sehingga harus disusun oleh panitia untuk
menentukan siapa yang menjadi ketua, sekretaris, bendahara, seksi transportasi, seksi
konsumsi, dan sebagainya. Siswa yang baru mengenal belajar kooperatif dapat ditempatkan
dalam kelompok belajar yang berorientasi pada tugas, dari jenis tugas yang
sederhana hingga yang kompleks.
3. Siswa bebas memilih teman atau ditentukan oleh guru? Kebebasan memilih teman sering
menyebabkan kelompok belajar menjadi homogen sehingga tujuan belajar kooperatif tidak
tercapai. Anggota tiap kelompok belajar hendaknya ditentukan secara acak oleh guru. Ada
tiga teknik untuk menentukan anggota kelompok secara acak yang dapat digunakan oleh
guru. Ketiga teknik tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) Berdasarkan metode sosiemetri. Melalui metode sosiometri guru dapat menentukan
siswa yang tergolong disukai oleh banyak teman (bintang kelas) hingga yang paling
tidak disukai atau tidak memiliki teman (terisolasi). Berdasarkan metode sosiometri
tersebut guru menyusun kelompol-kelompok belajar yang di dalam tiap kelompok ada
siswa yang tergolong banyak teman, yang tergolong biasa, dan yang terisolasi.
2) Berdasarkan kesamaan nomor. Jika jumlah siswa dalam kelas terdiri atas 30 siswa
misalnya, dan guru ingin membentuk 10 kelompok belajar yang terdiri dari 1 hingga 10,
maka para siswa yang bernomor sama dikelompokkan sehingga terbentuk 10 kelompok
siswa dengan masing-masing beranggotakan 3 orang siswa yang memiliki karakteristik
heterogen.
3) Menggunakan teknik acak berstrata. Para siswa dalam kelas lebih dahulu
dikelompokkan secara homogen atas dasar jenis kelamin dan atas dasar kemampuannya
(tinggi, sedang, rendah) dan sebagainya. Setelah itu, secara acak siswa diambil dari
-
8/3/2019 PTK Biologi1
20/38
kelompok homogen tersebut dan dimasukkan ke dalam sejumlah kelompok-kelompok
belajar yang heterogen.
4. Bagaimana menentukan tempat duduk siswa? Tempat duduk siswa hendaknya disusun agar
tiap kelompok dapat saling bertatap muka tetapi cukup terpisah antara kelompok yang
satu dengan kelompok lainnya. Susunan tempat duduk dapat dalam bentuk lingkaran atau
berhadap-hadapan.
c. Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Cara menyusun bahan
ajar dan penggunaannya dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat menentukan tidak hanya
efektifitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan ajar hendaknya dibagikan kepada semua
siswa agar mereka dapat berpartisipasi dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Jika kelompok belajar telah memiliki cukup pengalaman, guru tidak perlu
membagikan bahan ajar dengan berbagai petunjuk khusus. Jika kelompok belajar belum banyak
pengalaman atau masih baru, guru perlu memberi tahu para siswa bahwa mereka harus bekerja
sama, bukan bekerja sendiri-sendiri. Ada sedikitnya 3 (tiga) macam cara untuk meningkatkan
saling ketergantungan positif. Ketiga macam cara tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) Saling ketergantungan bahan. Tiap kelompok hanya diberi satu bahan ajar dan kelompok
harus bekerja sama untuk mempelajarinya.
2) Saling ketergantungan informasi. Tiap anggota kelompok diberi bahan ajar yang berbeda
bentuk untuk selanjutnya disatukan untuk disintesiskan. Bahan ajar juga dapat disajikan
dalam bentuk jigsaw puzzle sehingga dengan demikian tiap siswa memiliki bagian dari
bahan yang diperlukan untuk melengkapi atau menyelesaikan tugas.
3) Saling ketergantungan menghadapi lawan dari luar. Bahan ajar disusun dalam suatu bentuk
pertandingan antara kelompok yang memiliki kekuatan seimbang sebagai dasar untuk
meningkatkan saling ketergantungan positif antar anggota kelompok. Keseimbangan
kekuatan antar kelompok perlu diperhatikan karena pretandingan antar kelompok yang
memiliki kekuatan seimbang atau memiliki peluang untuk kalah atau menang yang sama
dapat meningkatkan motivasi belajar.
d. Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan
positif dapat diciptakan melalui pembagian tugas kepada tiap anggota kelompok dan mereka
bekerja untuk saling melengkapi. Dalam mata pelajaran Biologi misalnya, seorang anggota
-
8/3/2019 PTK Biologi1
21/38
kelompok diberi tugas sebagai peneliti, yang lainnya sebagai penyimpul, yang lainnya lagi
sebagai penulis, dan yang lainnya lagi sebagai pemberi semangat dan ada pula yang menjadi
pengawas terjalinnya keja sama. Penugasan untuk memerankan suatu fungsi semacam itu
merupakan metode yang efektif untuk melatih keterampilan menjalin kerja sama.
e. Menjelaskan tugas akademik. Ada beberapa aspek yang perlu disadari oleh para guru
dalam menjelaskan tugas akademik kepada para siswa. Beberapa aspek dimaksud dapat
dikemukanan sebagai berikut:
1) Menyusun tugas sehingga siswa menjadi jelas mengenai tugas tersebut. Kejelasan tugas
sangat penting bagi para siswa karena dapat menghindarkan mereka dari frustasi atau
kebingungan. Dalam pembelajran kooperatif siswa yang tidak dapat memahami tugasnya
dapat bertanya kepada kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.
2) Menjelaskan tujuan belajar dan mengaitkannya dengan pengalaman siswa di masa lampau.
3) Menjelaskan berbagai konsep atau pengertian atau istilah, prosedur yang harus diikuti atau
pengertian contoh kepada para siswa.
4) Mengajukan berbagai pertanyaan khusus untuk mengetahui pemahaman para
siswa mengenai tugas mereka.
f. Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama. Menjelaskan tujuan
dan keharusan bekerja sama kepada para siswa dilakukan dengan contoh sebagai berikut:
1) Meminta kepada kelompok untuk menghasilkan suatu karya atau produk tertentu. Jika
karya kelompok berupa laporan, tiap anggota kelompok harus menandatangani laporan
tersebut sebagai tanda bahwa ia setuju dengan isi laporan kelompok dan dapat menjelaskan
alasan isi laporan tersebut.
2) Menyediakan hadiah bagi kelompok. Pemberian hadiah merupakan salah satu cara untuk
mendorong kelompok menjalin kerja sama sehingga terjalin pula rasa kebersamaan antara
anggota kelompok. Semua anggota kelompok harus saling membantu agar masing-
masing memperoleh skor hasil belajar yang optimal karena keberhasilan kelompok
ditentukan oleh keberhasilan tiap anggota.
g. Menyusun akuntabilitas individual. Suatu kelompok belajar tidak dapat dikatakan benar-benar
kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota kelompok tertentu saja yang mengerjakan
seluruh pekerjaan kelompok. Suatu kelompok belajar juga tidak dapat dikatakan benar-benar
-
8/3/2019 PTK Biologi1
22/38
kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota yang tidak melakukan apapun
demi kelompoknya. Oleh karena itu, untuk menjamin agar seluruh anggota kelompok benar-
benar menjalin kerjasama dan agar kelompok mengetahui adanya anggota kelompok yang
memerlukan bantuan atau dorongan, guru harus sering melakukan pengukuran untuk
mengetahui taraf penguasaan tiap siswa terhadap materi yang sedang dipelajari.
h. Menyusun kerja sama antara kelompok. Hasil positif yang ditemukan dalam suatu kelompok
belajar kooperatif dapat diperluas ke seluruh kelas dengan menciptakan kerja sama antar
kelompok. Nilai tambahan dapat diberikan jika seluruh siswa di dalam kelas meraih standar
mutu yang tinggi. Jika suatu kelompok telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik para
anggotanya dapat diminta untuk membantu kelompok-kelompok lain yang belum selesai.
Upaya semacam ini memungkinkan terciptanya suasana kehidupan kelas yang sehat, yang
memungkinkan semua potensi siswa berkembang optimal dan terintegrasi.
i. Menjelaskan kriteria keberhasilan. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bertolak dari
penilaian acuan patokan (criterium referenced). Pada awal kegiatan belajar guru hendaknya
menerangkan secara jelas kepada siswa mengenai bagaimana pekerjaan mereka akan dinilai.
j. Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan. Perkataan kerjasama atau gotong royong sering
memiliki konotasi dan penggunaan yang bermacam-macam. Oleh karena itu guru perlu
mendefinisikan perkataan kerja sama tersebut secara operasional dalam bentuk berbagai
perilaku, antara lain dapat dikemukakan dengan kata-kata seperti Tetaplah berada dalam
kelompokmu, Berbicaralah pelan-pelan, Berbicaralah menurut giliran, dan sebagainya.
Jika kelompok mulai berfungsi secara efektif, perilaku yang diharapkan dapat mencakup hal-hal
sebagai berikut:
1) Tiap anggota kelompok menjelaskan bagaimana memperoleh jawaban.
2) Meminta kepada tiap anggota kelompok untuk mengaitkan pelajaran baru dengan yang telah
dipelajari sebelumnya.
3) Memeriksa untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok memahami bahan yang
dipelajari dan menyetujui jawaban-jawabannya.
4) Mendorong semua anggota kelompok agar berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas.
5) Memperhatikan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang dikatakan oleh anggota lain.
-
8/3/2019 PTK Biologi1
23/38
6) Jangan mengubah pikiran karena berbeda dari pikiran anggota lain tanpa penjelasan yang
logis.
7) Memberikan kritik kepada ide, bukan kepada pribadi.
k. Memantau perilaku siswa. Setelah semua kelompok mulai bekerja, guru harus menggunakan
sebagian besar waktunya untuk memantau kegiatan siswa. Tujuan pemantauan, guru harus
menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab
pertanyaan dan mengajarkan keterampilan menyelesaikjan tugas kalau perlu.
l. Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas. Pada saat melakukan
pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk
menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengerjakan keterampilan menyelesaikan
tugas kalau perlu.
m. Melakukan intervensi untuk mengerjakan keterampilan bekerja sama. Pada saat memantau
kelompok-kelompok yang sedang belajar, guru kadang-kadang menemukan siswa yang
tidak memiliki keterampilan untuk menjalin kerja sama yang cukup dan adanya
kelompok yang memiliki masalah dalam menjalin kerja sama. Dalam kondisi semacam itu,
guru perlu memberikan nasihat agar siswa dapat bekerja efektif.
n. Menutup pelajaran. Pada saat pelajaran berakhir, guru perlu meringkas pokok-poko pelajaran,
meminta kepada siswa untuk mengemukakan ide atau contoh, menjawab pertanyaan dan
mengevaluasi hasil belajar mereka.
o. Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa. Guru menilai kualitas pekerjaan atau hasil
belajar para siswa berdasarkan penilaian acuan patokan. Para anggota kelompok hendaknya
juga diminta untuk memberikan umpan balik mengenai kualitas pekerjaan dan hasil belajar
mereka.
p. Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok. Meskipun waktu belajar di kelas terbatas,
diperlukan waktu untuk berdiskusi dengan para siswa untuk membahas kualitas kerja sama antar
anggota kelompok pada hari itu. Pembicaraan dengan para siswa dilakukan untuk mengetahui
apa yang telah dilakukan dengan baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan pada hari
berikutnya.
Demikian itulah gambaran umum tentang peran yang harus dilakukan oleh guru dalam
penerapan metode pembelajaran kooperatif.
-
8/3/2019 PTK Biologi1
24/38
Badeni (1998), menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan
pengajaran yang efektif dalam pencapaian tujuan pendidikan, khususnya dalam keterampilan
interpersonal siswa.
Nur (1996: 25) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul
dalam membantu siswa memahami konsep-konsep IPA yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk
menumbuhkan kerjasama, berfikir kritis, kemauan membantu teman dan sebagainya. Pada
prinsipnya model pembelajaran kooperatif bertujuan mengembangkan tingkah laku kooperatif antar
siswa sekaligus membantu siswa dalam pelajaran akademisnya.
Ada banyak variasi pendekatan dalam model pembelajaran kooperatif. Setiap pendekatan
memberi penekanan pada tujuan tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa. Salah satu dari model pemebelajaran kooperatif adalah model atau tipe STAD (Sudent
Teams-Achievement Divisions) atau dapat diterjemahkan dengan istilah Tim Siswa Kelompok
Prestasi.
Keunggulan dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu adanya kerja sama
dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok ter tergantung keberhasilan
individu. Namun demikian, setiap anggota kelompok tidak bisa menggantungkan pada anggota
yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara
siswa untuk saling memotivasi, saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna
mencapai prestasi yang optimal.
Model pembelajaran Student Teams-Achievement Divisions (STAD) yang dikembangkan
oleh Slavin, dkk tersebut secara garis besar terdiri dari 6 (enam) langkah, sebagai berikut:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut
prestasi, jenis kelamin, suku, dll);
2. Guru menyajikan pelajaran;
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok.
Anggota yang tahu dan mengerti menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota
dalam kelompok itu mengerti dan memahami materi yang dipelajari;
4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis, anggota
dalam suatu kelompok tidak boleh saling membantu;
5. Memberi evaluasi; dan
-
8/3/2019 PTK Biologi1
25/38
6. Kesimpulan.
Dari berbagai pendapat tersebut kiranya bisa diambil suatu kesimpulan, bahwa metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa
di kelas. Dan dari situ pula diduga kuat bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
menjadi salah satu solusi alternatif untuk memecahkan masalah yang timbul dalam pembelajaran
biologi di kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008, khususnya
terhadap materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus
dalam kehidupan.
D. Hipotesis Tindakan
Bertolak dari kerangka pemikiran yang telah terurai kiranya dapat dirumuskan hipotesis
tindakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Bahwa penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran Biologi,
dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun
Pelajaran 2007/2008, khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-
ciri, replikasi dan peranan virus dalam kehidupan.
2. Bahwa penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran Biologi,
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun
Pelajaran 2007/2008, khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-
ciri, replikasi dan peranan virus dalam kehidupan.
-
8/3/2019 PTK Biologi1
26/38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi, Subyek dan Waktu Penelitian
Seperti telah disinggung pada bagian terdahulu, lokasi atau tempat dilaksanakannya
penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Babat yang terletak di ibu kota wilayah Kecamatan Babat,
Kabupaten Lamongan, Propinsi Jawa Timur.
Dari segi letak geografis, ibu wilayah Kecamatan Babat ini berada di persimpangan jalan ke
arah wilayah kabupaten Jombang, Bojonegoro dan Tuban. Bahkan dari segi batas wilayah,
Kecamatan Babat ini berbatasan dekat dengan wilayah Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten
Tuban. Karena itu maklum jika siswa-siswi SMA Negeri 1 Babat ini juga banyak yang berasal dari
luar wilayah Kabupaten Lamongan, atau dengan kata lain banyak yang berasal dari wilayah
Kabupaten Bojonegoro dan Tuban.
Adapun subyek penelitian dalam hal ini adalah siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1
Babat Tahun Pelajaran 2007/2008.
Selanjutnya berkaitan dengan masalah waktu, penelitian ini dilaksanakan dalam rentang
waktu selama kurang lebih 3 (tiga) bulan, mencakup keseluruhan tahapan yang diperlukan, mulai
dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penulisan laporan penelitian. Tepatnya, penelitian
ini dijadwalkan dan dilaksanakan mulai awal bulan September sampai dengan akhir bulan
Nopember 2007.
B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas, disingkat PTK. Penelitian tindakan
kelas berasal dari istilah bahasa InggrisClassroom Action Research,
yang berarti penelitian yang
dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang dilakukan terhadap subyek
penelitian di kelas tersebut.
Menurut DR.Sulipan,M.Pd, dalam tulisannya yang disusun untuk Program Bimbingan
Karya Tulis Ilmiah Online (http://www.ktiguru.org) berjudul Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research), pertama kali penelitian tindakan kelas diperkenalkan oleh Kurt
Lewin pada tahun 1946, yang selanjutnya dikembangkan oleh Stephen Kemmis, Robin Mc Taggart,
John Elliot, Dave Ebbutt dan lainnya. Pada awalnya penelitian tindakan menjadi salah satu model
http://www.ktiguru.org/http://www.ktiguru.org/ -
8/3/2019 PTK Biologi1
27/38
penelitian yang dilakukan pada bidang pekerjaan tertentu di mana peneliti melakukan pekerjaannya,
baik di bidang pendidikan, kesehatan maupun pengelolaan sumber daya manusia. Salah satu contoh
pekerjaan utama dalam bidang pendidikan adalah mengajar di kelas, menangani bimbingan dan
konseling, dan mengelola sekolah. Dengan demikian para guru atau kepala sekolah dapat
melakukan kegiatan penelitiannya tanpa harus pergi ke tempat lain seperti para peneliti
konvensional pada umumnya. Adapun tujuan penelitian tindakan kelas itu tidak lain adalah untuk
memecahkan masalah, memperbaiki kondisi, mengembangkan dan meningkatkan kualitas
pembelajaran di kelas.
Menurut Suharsimi Arikunto (2002:82), penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-
hal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran dan hasilnya langsung dapat
dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan. Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian
tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok
sasaran. Penelitian tindakan adalah salah satu strategi pemecahana masalah yang memanfaatkan
tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang dicoba sambil jalan dalam
mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan
tersebut dapat saling mendukung satu sama lain.
Sedangkan tujuan penelitian tindakan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut;
1. Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benar-benar nyata dan
penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta dalam jangkauan kewenangan peneliti
untuk melakukan perubahan.
2. Kegiatan penelitian, baik inferensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh sampai
mengganggu atau menghambat kegiatan utama.
3. Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih dengan tepat sasaran
dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga.
4. Metodologi yang digunalkan harus jelas, rinci dan terbuka, setiap langkah dari tindakan
dirumuskan dengan tegas sehingga orang yang berminat terhadap penelitian tersebut dapat
mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya.
5. Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan (on-
going), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang
tidak dapat berhenti tetapi menjadi tantangan sepanjang waktu (Arikunto, Suharsimi, 2002:82).
-
8/3/2019 PTK Biologi1
28/38
Menurut Sukidin, dkk (2002:54), ada 4 (empat) macam bentuk penelitian tindakan kelas,
yaitu : (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaborasi, (3)
penelitian tindakan simultan terintegratif dan (4) penelitian tindakan sosial eksperimental. Keempat
bentuk penelitian tindakan itu ada persamaan dan perbedaannya.
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian tindakan guru sebagai peneliti, dimana
guru terlibat langsung secara penuh dalam proses pelaksanaan penelitian, mulai dari tahap
menyusun perencanaan, melakukan tindakan, melakukan observasi dan tahap refleksi. Kehadiran
pihak lain dalam penelitian ini, kalaupun ada, peranannya sangat kecil dan tidak dominan.
Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan.
banyak model penelitian tindakan yang dikemukakan oleh para ahli, tetapi secara garis
besar suatu penelitian tindakan lazimnya memiliki 4 (empat) tahapan yang harus dilalui, yaitu tahap
perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi.
Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa model penelitian tindakan adalah
berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi empat tahapan, yaitu tahap
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan tahap refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan
jika dirasa sudah cukup memenuhi kebutuhan dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.
Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan kelas, maka
penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto,
Suharsimi, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap
siklus meliputiplanning(rencana), action (tindakan) , observasi(pengamatan)
dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi,
tindakan, pengamatan dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan
yang berupa identifikasi permasalahan.
Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar 1 berikut:
-
8/3/2019 PTK Biologi1
29/38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun
Pelajaran 2007/2008 yang berjumlah 40 orang siswa, terdiri dari 19 putra dan 21 putri.
Adapun obyek penelitian tindakan kelas ini tidak lain adalah variabel tindakan dan variable
masalah. Variabel tindakan dimaksud adalah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD,
sedangkan variabel masalah terdiri dari aktivitas belajar siswa dan prestasi belajar siswa. Hasil
penelitian terkait dengan kedua variabel penelitian tersebut dapat dilihat pada bagian berikut ini.
B. Hasil Penelitian
Penelitian ini berjalan dalam dua siklus, yang dalam setiap siklusnya berlangsung dua kali
pertemuan atau pembelajaran tatap muka (setiap pertemuan = 2 x 45 menit). Setiap siklus penelitian
terdiri dari 4 (empat) tahap kegiatan utama, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
Data yang dikumpulkan dalamsetiap siklus adalah data yang berhubungan dengan aktivitas belajar
dan prestasi belajar siswa melalui instrumen pengumpul data yang telah ditetapkan, dalam hal ini
adalah melalui format observasi dan lembar soal tes yang telah disiapkan oleh guru.
Hasil Observasi terhadap aktivitas belajar siswa dari siklus ke siklus setelah diolah dapat
dilihat pada tabel 6 berikut ini :
Tabel 6
Data Aktivitas Belajar Siswa (N = 40)
No INDIKATOR PROSES Ketercapaian
Siklus I Siklus II
f % f %
1 Keberanian siswa dalam bertanya danmengemukakan pendapat
22 55 33 82,5
2 Motivasi dan kegairahan dalam proses
belajar (meyelesaikan tugas mandiri
atau tugas kelompok)
26 65 35 87,5
3 Kerjasama dalam kelompok 26 65 37 92,5
4 Kreativitas belajar siswa (membuat
catatan, ringkasan)
28 70 35 87,5
5 Interaksi dan komunikasi dengan
sesama siswa selama pembelajaran
(dalam kerja kelompok)
25 62,5 34 85
6 Interaksi dan komunikasi dengan guru 24 60 36 90
-
8/3/2019 PTK Biologi1
30/38
selama kegiatan pembelajaran
7 Partisipasi siswa dalam pembelajaran
(memperhatikan dan mendengarkan,
ikut melakukan kegiatan kelompok,
selalu mengikuti petunjuk guru).
25 62,5 38 95
Rata-rata 25 62,5 35 87,5
Berdasarkan data pada tabel 6 tersebut diketahui bahwa aktivitas belajar siswa mengalami
peningkatan dari 62,5% pada siklus I meningkat menjadi 87,5% pada siklus II, yang berarti
mengalami peningkatan sebesar 25%.
Selanjutnya, bagaimana data aktivitas siswa yang kurang relevan dengan pembelajaran,
dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini.
Tabel 7
Data Aktivitas Siswa Yang Kurang Relevan Dengan Pembelajaran
(N = 40)
No INDIKATOR PROSES Ketercapaian
Siklus I Siklus II
f % f %
1 Asyik bermain sendiri 16 40 7 17,5
2 Tidak/kurang memperhatikan
penjelasan dari guru atau teman sekelas
18 45 5 12,5
3 Mengobrol dan bercanda sendiri
dengan teman
12 30 6 15
4 Melamun dan kurang bergairah belajar 22 55 8 20
5 Mengerjakan tugas pelajaran lain 10 25 0 100
Rata-rata 16 40 5 12,5
Berdasarkan data pada tabel 7 diatas terlihat bahwa aktivitas siswa yang kurang relevan
dengan kegiatan pembelajaran mengalami penurunan, dari 40% pada siklus I menjadi 12,5% pada
siklus II, yang berarti mengalami penurunan sebesar 27,5% pada akhir siklus II.
Selanjutnya, prestasi hasil belajar dan atau ketuntasan belajar siswa terhadap materi pokok
pembelajaran virus, berikut ciri-ciri, replikasi dan peranannya dalam kehidupan setelah data
diolah dan disederhanakan dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini (Data mentahnya dapat dilihat pada
Lampiran 8).
Tabel 8
Data Prestasi Belajar SiswaNo Kriteria Penilaian Ketercapaian
-
8/3/2019 PTK Biologi1
31/38
-
8/3/2019 PTK Biologi1
32/38
Apalagi setelah mereka mengetahui tentang aturan main dalam penilaian proses maupun penilaian
hasil.
Itulah kiranya yang mendorong siswa untuk, sepertinya, berlomba dan terpacu
meningkatkan aktivitas belajar mereka di kelas. Dari yang semula kelihatan pemalu dan pendiam
berubah menjadi pro-aktif dalam berinteraksi dan berkomunikasi, baik dengan guru maupun apalagi
dengan teman sekelas atau teman kelompok belajarnya; dari yang semula pemalas, pelamun dan
kurang bergairah belajar mendadak menjadi rajin dan bersemangat belajar; dari yang semula
kelihatan peragu dan penakut berubah menjadi penuh percaya diri dalam kegiatan tanya jawab; dari
yang semula kelihatan cuek dan egois berubah menjadi penuh atensi dan mau berbagi dengan
teman. Hal itu semua terbukti dari data hasil penelitian sebagaimana tersajikan pada tabel 6 di atas,
di mana aktivitas belajar siswa dalam segala aspek pengamatan dari 62,5% pada siklus I meningkat
menjadi 87,5% pada akhir siklus II, yang berarti naik sebesar 25%. Berdasarkan kriteria
penilaian aktivitas belajar yang telah ditetapkan (lihat tabel 4 Bab III), prosentase aktivitas belajar
sebesar 87,5% itu tergolong tinggi sekali. Demikian pula angka prosentase kenaikan sebesar 25%
tersebut jelas jauh melampaui kriteria keberhasilan penilaian proses sekaligus kriteria pengujian
hipotesis yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, yakni sebesar 10%. Dengan demikian maka
hipotesis penelitian (tindakan) pertama yang dirumuskan di bagian terdahulu dalam penelitian ini
bisa diterima kebenarannya secara meyakinkan. Hal itu berarti, bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran Biologi, khususnya pada
materi/Kompetensi Dasar Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus dalam kehidupan
terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat
Tahun Pelajaran 2007/2008.
Memang harus diakui, bahwa dengan model pembelajaran kooperatif seperti yang
diterapkan dalam penelitian tindakan ini suasana belajar di kelas menjadi kesannya agak ramai
dan cenderung gaduh. Sesekali sering terdengar suara tepukan meriah dan gelak tawa riang dari
para siswa untuk memberikan applause dan support atau karena munculnya spontanitas perilaku
jenaka dari teman sekelas ketika berdiskusi ataupun saat mengerjakan tugas-tugas kelompok dan
tanya jawab.. Meskipun begitu suasana kelas tetap kondusif bagi proses pembelajaran, dan bahkan
siswa sepertinya merasakan adanya suasana belajar yang menyenangkan (joyful
-
8/3/2019 PTK Biologi1
33/38
learningatau learning is fun). Hal ini setidaknya terbukti dari semakin menurunnya secara
signifikan aktivitas siswa yang tidak relevan dengan belajar dari siklus I ke siklus berikutnya,
sebagaimana terlihat dari sajian data pada tabel 7 di atas, dari 40% aktivitas siswa yang kurang
relevan dengan pembelajaran pada siklus I turun menjadi 12,5% pada siklus II. Dan berdasarkan
kriteria penilaian yang telah ditetapkan untuk ini (lihat tabel 5 Bab III), angka prosentase 12,5% itu
tergolong rendah sekali. Itu artinya apa? Penerapan tindakan melalui pembelajaran kooperatif tipe
STAD terbukti bisa mereduksi atau mengurangi sampai seminimal mungkin aktivitas siswa yang
tidak relevan dengan pembelajaran.
Demikian pula halnya bila ditinjau dari segi hasil, data hasil belajar atau prestasi belajar
siswa sebagaimana tersajikan pada tabel 8 di atas dengan jelas membuktikan bahwa telah terjadi
peningkatan yang sangat signifikan pada prestasi belajar siswa, dari semula hanya 29 siswa (18 + 8
+ 3 ) atau sebesar 72,5% yang tuntas belajar pada siklus I meningkat menjadi 35 siswa (21 + 10 + 4)
atau sebesar 87,5% pada akhir siklus II, yang berarti mengalami peningkatan sebesar 15% untuk
kategori ini. Sementara itu untuk kategori penilaian hasil yang lain, yakni kategori siswa yang tidak
tuntas, dari semula sebanyak 11 siswa (27,5%) yang tidak tuntas pada siklus I berkurang secara
drastis menjadi hanya 5 siswa (12,5%) yang tidak tuntas pada akhir siklus II, yang berarti berkurang
sebesar 15%.
Meskipun angka prosentase kenaikan bagi yang tuntas maupun prosesntase pengurangan
bagi yang tidak tuntas dari siklus I ke siklus II tersebut tidak terlalu fantastis, yakni masing-masing
hanya, kebetulan sama 15%, namun bila dihubungkan dengan kriteria keberhasilan yang telah
ditetapkan sebelumnya untuk pengujian hipotesis, yakni kenaikan 10%, maka hal itu sudah lebih
dari cukup membanggakan. Terlebih lagi bila dilihat dari segi kriteria keberhasilan secara klasikal
yang telah ditetapkan, yakni sebesar 85% dari seluruh siswa dalam kelas harus mencapai ketuntasan
belajar, sementara dari penilaian hasil di akhir siklus II ini hanya menyisakan 12,5% yang tidak
tuntas (yang berarti 87,5% siswa telah mencapai ketuntasan belajar), maka dari situ dapat dipahami
lebih jauh bahwa tindakan guru melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini telah
berhasil mencapai tujuannya. Dengan demikian pula maka hipotesis penelitian (tindakan) kedua
yang dirumuskan dalam penelitian ini terbukti dapat diterima kebenarannya secara sah dan
meyakinkan. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran Biologi,
-
8/3/2019 PTK Biologi1
34/38
khususnya pada materi atau kompetensi dasar mendeskripisikan ciri-ciri virus, replikasi dan
peranannya dalam kehidupan terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar siswa Kelas X-1
Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008.
-
8/3/2019 PTK Biologi1
35/38
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Simpulan utama yang dihasilkan dalam penelitian tindakan kelas ini merupakan jawaban
terhadap masalah penelitian yang telah dirumuskan, sebagai berikut:
1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada bidang studi Biologi, khususnya
pada materi atau kompetensi dasar mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus dalam
kehidupan terbukti telah berhasil meningkatkan sebesar 25% (dari semula 62,5% pada siklus I
menjadi 87,5% pada akhir siklus II) dari aktivitas belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA
Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008.
2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada bidang studi Biologi, khususnya
pada materi atau kompetensi dasar mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus dalam
kehidupan terbukti juga telah berhasil meningkatkan sebesar 15% (dari semula 27,5% yang
tidak tuntas pada siklus I berkurang menjadi 12,5% yang tidak tuntas pada akhir siklus II) dari
prestasi belajar atau ketuntasan belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun
Pelajaran 2007/2008.
Dengan demikian maka tindakan guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD pada bidang studi Biologi di sini telah berhasil mencapai tujuan yang diinginkan.
B. Saran
Mengingat hasil-hasil penelitian yang telah dicapai di sini, maka disarankan:
1. Kepada siswa; mereka para siswa hendaknya lebih meningkatkan kerjasamanya dalam
kegiatan pembelajaran, terutama dalam mengerjakan tugas-tugas kelompok yang diberikan oleh
guru. Dengan begitu maka selain akan menimbulkan rasa saling asah, saling asih dan saling
asuh di antara siswa juga akan mempermudah upaya pencapaian tujuan pembelajaran di
sekolah.
2. Kepada teman sejawat, guru; jika menghadapi masalah pembelajaran yang sama atau yang
mirip dengan masalah yang ada dalam penelitian ini, kiranya patut dicoba untuk diatasi dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, pada bidang studi yang sama dengan
ini ataupun untuk bidang studi yang lain. Mengingat satu dan lain hal, model pembelajaran
kooperatif tipe STAD selain prosedurnya mudah dan sederhana, dampaknya sangat terasa bagi
-
8/3/2019 PTK Biologi1
36/38
peningkatan aktivitas belajar siswa sesuai dengan tuntutan dan trend pembelajaran yang
berkembang akhir-akhir ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,Abu,Drs., dan Supriyono,Widodo,Drs.,Psikologi Belajar, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta,
1991.
De Porter,Bobbi dan Hernacki,Mike dalam Abdurrahman,Alwiyah (penerjemah), Quantum
Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan,, Kaifa,
2002.
Departemen Pendidikan dan ;Kamus Besar Bahasa Indonesia, , Balai Pustaka, 1990.
Mulyasa,E., Dr.,M.Pd., Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan Implementasi,
Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2003.
--------------------------, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi, dan Implementasi,
Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2003.
Gordon,Thomas, dalam Mudjito,Drs.,MA. (Penyadur); Guru Yang Efektif, Cara Mengatasi
Kesulitan Dalam Kelas, Jakarta, CV Rajawali, 1984.
Hamalik,Oemar,Dr.,Perencanaan dan Manajemen Pendidikan, Bandung, Penerbit CV MandarMaju, 1991.
Madya,Suwarsih,Prof.,Ph.D., Teori dan Praktik, Penelitian Tindakan (Action Research), Bandung,Penerbit Alfabeta, 2006.
Pemerintah RI; UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, Penerbit
Cemerlang, 2003.
-------------------; UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Bandung, Penerbit Citra
Umbara, 2006.
Surakhmad,Winarno,Dr.,M.Sc.,Ed.; Metodologi Pengajaran Nasional, Bandung, Penerbit Jemmars,
1980.
Sunarto,H.,Prof.,Dr. dan Hartono, Ny.B.Agung,Dra.; Perkembangan Peserta Didik, , Penerbit
Rineka Cipta, 1999.Sudjana,Nana,Dr.;Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, , Penerbit PT Remaja, 1989.Suyanto,Prof.,Drs.,M.Ed.,Ph.D. dan Abbas,M.S.,Drs.,M.Si.; Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak
Bangsa, Yogyakarta, Penerbit Adi Cita Karya Nusa, 2001.
Sulipan,Dr.,Artikel Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Online, Penelitian Tindakan Kelas (ClassroomAction Research), http://www.ktiguru.org/
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran I
Format Observasi Aktivitas Belajar Siswa
Siklus I dan II
No NAMA
SISW
A
Keberanianbertanya
Motivasibelajar
KerjaSama dlm
ke-
lompok
Kreativi-tas
belajar
InteraksiSesama
siswa
InteraksiDengan
guru
Partisipasi dalam
pembelajaran
Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Y T Y T Y T Y T
1
2
3
4
5
6
7
http://www.ktiguru.org/http://www.ktiguru.org/ -
8/3/2019 PTK Biologi1
37/38
8
9
40
Lampiran II
Format Observasi
Aktivitas Siswa Yang Kurang Relevan Dengan Pembelajaran
Siklus I dan II
No NAMA
SISW
A
Asyik bermain
sendiri
Kurang
memperhatikan
penjelasan guru
Berbicara
sendiri dengan
teman
Melamun dan
kurang
bergairah
Mengerjakan
tugas pelajaran
lain
Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk
1
2
3
4
5
6
7
8
9
40
Lampiran IIIINTRUMEN PENILAIAN MEMBUAT RANGKUMAN MATERI
Standar Kompetensi :
Kompetensi Dasar :
Tanggal Penilaian :
No Nama siswaKriteria /Aspek
SkorNilai
1 2 3 3 5 6
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
40.
Kriteria:
1. Kelengkapan dan keluasan cakupan materi
2. Keruntutan sitematika rangkuman3. Kecermatan dan ketepatan bahasa
4. Kerapian tulisan
-
8/3/2019 PTK Biologi1
38/38
5. Ketepatan waktu pengumpulan
6. Keanekaragaman sumber informasi
Lampiran IV
INSTRUMEN PENILAIAN KLIPING
Standar Kompetensi :
Kompetensi Dasar :
Indikator :Tanggal Penilaian :
No Nama siswaKriteria /Aspek
SkorNilai
1 2 3 3 5 6
1.
2.
3.
4.
5.
6.