PT Asian Agri

26
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber penerimaan Negara disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas. Dengan posisi yang sedemikian penting itu pajak merupakan penerimaan strategis yang harus dikelola dengan baik oleh negara. Dalam struktur keuangan Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.Dari tahun ke tahun telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan Negara. Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui penyempurnaan undang-undang, penerbitan peraturan perundang-undangan baru dibidang perpajakan, guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber hukum pajak lainnya Berbagai upaya yang dilakukan belum menunjukkan perubahan yang signifikan bagi penerimaan Negara. Bahkan kondisi ini makin diperparah pada tahun 1997 dengan terjadinya krisis ekonomi bahkan krisis multi dimensi yang sampai sekarang ini belum terselesaikan di Indonesia. Pada umumnya dinegara berkembang, penerimaan pajaknya yang terbesar berasal dari pajak tidak langsung, Hal ini disebabkan Negara berkembang golongan berpenghasilan tinggi lebih rendah persentasenya.namun dalam hal ini masih saja banyak terjadi pengusaha yang menghindarkan diri dari pajak atau dalam arti lainnya melakukan penyelewengan pajak dimana penghindaran diri dari pajak ini bisa saja di sebut dengan pelanggaran undang undang dan resikonya dapat merugikan negara selain itu juga masih banyak terjadi kasus penggelapan pajak yang masih bisa lolos dari jerat hukum dan mengambang kasusnya dikarenakan aparat penegak hukum kita tidak tegas dan sungguh- sungguh dalam menegakkan keadilan malah berusaha menyiasati hukum dengan segala cara tidak lain tidak bukan tujuannya adalah untuk melindungi tersangka mafia pajak. Dalam hal ini saya akan membahas mengenai salah kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group yang telah terungkap namun belum jelas mengenai tuntutan hukum dan proses peradilan bagi tersangkanya.

description

makalah hukum dagang

Transcript of PT Asian Agri

Page 1: PT Asian Agri

BAB IPENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pajak merupakan sumber penerimaan  Negara disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas. Dengan posisi yang sedemikian penting itu pajak merupakan penerimaan strategis yang harus dikelola dengan baik oleh negara. Dalam struktur keuangan Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.Dari tahun ke tahun telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan Negara. Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui penyempurnaan undang-undang, penerbitan peraturan perundang-undangan baru dibidang perpajakan, guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak  maupun menggali sumber hukum pajak lainnya Berbagai upaya yang dilakukan belum menunjukkan perubahan yang signifikan bagi penerimaan Negara. Bahkan kondisi ini makin diperparah pada tahun 1997 dengan terjadinya krisis ekonomi bahkan krisis multi dimensi yang sampai sekarang ini belum terselesaikan di Indonesia.

Pada umumnya dinegara berkembang, penerimaan pajaknya yang terbesar berasal dari pajak tidak langsung, Hal ini disebabkan Negara berkembang golongan berpenghasilan tinggi lebih rendah persentasenya.namun dalam hal ini masih saja banyak terjadi pengusaha yang menghindarkan diri dari pajak atau dalam arti lainnya melakukan penyelewengan pajak dimana penghindaran diri dari pajak ini bisa saja di sebut dengan pelanggaran undang undang dan resikonya dapat merugikan negara selain itu juga masih banyak terjadi kasus penggelapan pajak yang masih bisa lolos dari jerat hukum dan mengambang kasusnya dikarenakan aparat penegak hukum kita tidak tegas dan sungguh-sungguh dalam menegakkan keadilan malah berusaha menyiasati hukum dengan segala cara tidak lain tidak bukan tujuannya adalah untuk melindungi tersangka mafia pajak. Dalam hal ini saya akan membahas mengenai salah kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian  Agri Group yang telah terungkap namun belum jelas mengenai tuntutan hukum dan proses peradilan bagi tersangkanya.

RUMUSAN MASALAH

1.Siapakah Pemilik dari PT.Asian Agri Group ?2.Berapakah Kerugian Negara yang di Derita Akibat dari Penggelapan Pajak yang     dilakukan Oleh PT Asian Agri Group ?3.Bagaimana Awal Mula Kasus Penggelapan Pajak yang dilakukan Oleh PT   Asian  Agri Group hingga  Bisa  Terbongkar dan Diketahui Oleh Negara ?4.Bagaimana Penyelesaian dalam kasus ini ?

Page 2: PT Asian Agri

BAB IIPEMBAHASAN MASALAH

PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun).  Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di bawah naungan Grup Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech,  Sateri International, dan Pacific Oil & Gas.Secara khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain tiga pabrik minyak goreng.

Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.

Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.

Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan.Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.

Berdasarkan hasil penyelidikan  tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan Terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan

Page 3: PT Asian Agri

Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL.

Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan investigatif Tempo – baik koran maupun majalah – dan pengungkapan dari Vincent. Dalam konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong perkara kakap, mustinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai whistle blower. Kenyataannya, dua pihak ini di-blaming. Alih-alih memberikan perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para whistle blower ini. Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang – karena memang dia, bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG. Bahkan Vincent telah divonis dan dihukum 11 tahun penjara. Sementara itu, pesan pendek (SMS) Metta Dharmasaputra – wartawan Tempo – disadap aparat penegak hukum, print-out-nya beredar di kalangan pers. Pemberitaan investigatif Metta Dharmasaputra dan komunikasinya dengan Vincent sempat menjadi urusan Dewan Pers, bahkan nyaris diproses secara pidana.Selain itu, pemberitaan Tempo juga di-blaming melalui riset di bidang komunikasi publik oleh dosen Fisipol UGM atas pesanan PT AAG – yang menyatakan bahwa pemberitaan-pemberitaan seputar kasus penggelapan pajak tersebut tidak mencari solusi yang komprehensif. Sedangkan P3-ISIP UI – yang melakukan riset serupa atas pesanan PT AAG – menyimpulkan bahwa pers (pemberitaan Tempo) cenderung melakukan bias dan keberpihakan yang secara etis patut direnungi. Bisa jadi hasil-hasil riset tersebut sebagai legitimasi untuk memperkarakan Tempo.Apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut sebenarnya merupakan cermin buram bagi perlindungan saksi di Indonesia selama ini. Kejadian ini bukanlah yang pertama dialami para pengungkap fakta. Tetapi kejadian berulang yang tujuannya tidak lain adalah untuk menutupi kejahatan yang sesungguhnya. Para pengungkap fakta semacam ini sering mengalami berbagai bentuk kekerasan – intimidasi dan teror, bahkan diperkarakan secara hukum – baik perdata maupun pidana. Lihat saja misalnya Kasus Udin, kasus Endin Wahyudi, Kasus Ny Maria Leonita, Kasus Romo Frans Amanue, dan banyak lagi.Jangan sampai apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut menjadi alat untuk membungkam pengungkapan kasus yang sesungguhnya, dalam hal ini dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG.

Page 4: PT Asian Agri

BAB IIIPROSES PENYELESAIAN KASUS

Majelis kasasi menghukum Manajer Perpajakan PT Asian Agri, Suwir Laut dengan hukuman penjara selama dua tahun dengan masa percobaan tiga tahun. Dalam putusannya, majelis kasasi juga mencantumkan syarat khusus yakni dalam jangka waktu satu tahun, 14 perusahaan yang tergabung dalam Asian Agri Group diharuskan membayar 2 kali pajak terhutang Rp1.259.977.695.652, sehingga totalnya sekitar Rp2,519 triliun.

“Putusan itu sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan putusan PN Jakarta Pusat,” tutur Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur di Gedung MA, Jumat (28/12).

Putusan kasasi bernomor 2239 K/PID.SUS/2012 ini diputus oleh majelis hakim yang diketuai Djoko Sarwoko dengan anggota masing-masing Prof Komariah E Sapardjaja dan Sri Murwahyuni.

Ridwan mengatakan Suwir Laut alias Lie Che Sui terbukti secara sah melakukan tindak pidana menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap secara berlanjut. Perbuatan itu mengakibatkan negara rugi sekitar Rp1,259 triliun.

“Perbuatan terdakwa memasukkan data yang tidak sebenarnya (palsu) melanggar prinsip pemungutan pajak (self assesment system), wajib pajak menghitung atau menyetor dan melaporkan hutang pajaknya sendiri,” jelas Ridwan.

Menurut Ridwan, putusan ini cukup menarik karena walaupun penggelapan pajak biasanya dianggap sebagai administration penal (pidana administratif). Namun, majelis kasasi langsung menjatuhkan sanksi pidana yang seharusnya sifatnya ultimum remedium (upaya terakhir).

“Bisa dikatakan perkara kejahatan pajak yang dilakukan eks manager pajak PT Asian Agri itu merupakan terobosan baru dalam hukum,” kata Ridwan.

Awalnya, Suwir didakwa telah melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c jo Pasal 43 ayat (1) UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan UU No 16 Tahun 2000 tentang Tata Cara Prosedur Pembayaran Pajak jo Pasal 64 KUHP untuk dakwaan primer. Atau melanggar Pasal 38 huruf b jo Pasal 43 ayat (1) UU No 16 Tahun 2000 jo Pasal 64 KUHP sebagai dakwaan subsider.

Terdakwa didakwa telah memanipulasi Surat Pemberitahuan Laporan Pajak Tahun (SPT) Asian Agri Group dalam kurun waktu 2002-2005. Suwir diduga mengubah dokumen pada beberapa pendapatan anak perusahaan (fiktif). Dengan begitu, keuntungan Asian Agri berkurang, sehingga pembayaran pajak mereka pun menjadi ikut berkurang.

Akibatnya, pendapatan negara dirugikan sekitar Rp1,25 triliun. Rinciannya: tahun 2002 sebesar Rp301,4 miliar, 2003 sebesar Rp309,6 miliar, 2004 sebesar Rp358,7

Page 5: PT Asian Agri

miliar, dan tahun 2005 sebesar Rp280,4 miliar. Kasus ini juga telah menyeret tujuh orang direktur dan tiga orang staf Ditjen Pajak.

Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Martin Ponto Bidara justru membebaskan Suwir Laut pada 15 Maret 2012 lalu. Putusan itu dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Jakarta pada 23 Juli 2012. Tak puas dengan vonis bebas itu, jaksa mengajukan kasasi

Penyelesaian Kasus Asian Agri: Di Dalam atau Luar Pegadilan?PT Asian Agri Group (AAG) diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax

evasion) selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah. Belum lagi kelar penyidikan, berkembang wacana mengenai penyelesaian kasus itu di luar pengadilan (out of court settlement). Hal ini sangat menggelisahkan kalangan yang menginginkan tegaknya hukum dan terwujudnya keadilan, tanpa pandang bulu. Sangat ironis jika para penjahat kelas teri ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui, sementara itu penjahat kerah putih (white collar criminal) yang mengakibatkan kerugian besar pada negara justru dibiarkan melenggang karena kekuatan kapital nya.

Celah Keluar dari PengadilanMeski peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan

dengan sanksi pidana penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda. Ketentuan hukum nyatanya begitu lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan. Peluang out of court settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan. Peluang itu tidak hanya berlaku untuk “Perlawanan Pasif terhadap Pajak”, yaitu perlawanan yang tidak dilakukan secara sadar atau disertai niat dari warga masyarakat untuk merintangi aparat pajak dalam melakukan tugasnya. Penghentian penyidikan dan penyelesaian di luar sidang juga berlaku untuk “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” yang perbuatannya dilakukan lewat cara-cara ilegal dan langsung ditujukan pada fiskus/pemerintah.Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan di luar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.

Tidak Hanya Urusan PajakMenilik modus operandi dalam kasus ini, penggelapan pajak bukanlah satu-

satunya perbuatan pidana yang bisa didakwakan kepada Asian Agri Group. Penyidikan terhadap Asian Agri Group juga dapat dikembangkan pada tindak pidana pencucian uang (money laundering). Dalam hal itu, penggelapan pajak oleh Asian Agri Group perlu dilihat sebagai kejahatan asal (predict crime) dari tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana lazimnya, kejahatan pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait dengan kejahatan lain. Kegiatan pencucian uang adalah cara

Page 6: PT Asian Agri

untuk menghapuskan bukti dan menyamarkan asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus ini, penggelapan pajak dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan pencucian uang.

Asian Agri Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri (Mauritius, Hongkong Macao, dan British Virgin Island). Modus semacam itu memang biasa dilakukan dalam kejahatan pencucian uang, sebagaimana juga diungkapkan oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Hussein mengenai profile, karakteristik, dan pola transaksi keuangan yang tidak beres sebagai indikasi kuat adanya money laundering (Metro TV, 8/1/2008). Kuatnya dugaan tindak pidana pencucian uang oleh Asian Agri Group semakin didukung fakta-fakta yang diperoleh lewat penelusuran Tempo. Investigasi wartawan Tempo memperlihatkan adanya transaksi mencurigakan melalui perbankan untuk mengalirkan uang hasil penggelapan pajak Asian Agri Group ke afiliasinya di luar negeri yang ternyata adalah perusahaan fiktif. Salah satu perusahaan fiktif itu adalah Twin Bonus Edible Oil and Fat, yang setelah dilakukan pengecekan rupanya menggunakan alamat pabrik payung yang berkedudukan hukum di Hongkong (Tempo, 4/2/2007).Catatan/profile transaksi keuangan yang tidak beres dan adanya transaksi dengan perusahaan fiktif merupakan bukti permulaan yang bisa digunakan untuk membuat terang dugaan tindak pidana pencucian uang. Penyidikan selanjutnya bisa dilakukan dengan menyelusuri tiga tahapan dalam kejahatan pencucian uang. Penempatan (placement) yang dimulai dengan menyelundupakan penghasilan yang diduga dari laba perusahaan ke negara lain.

Berujung di PengadilanBerbeda dengan tindak pidana perpajakan, dalam proses penyelesaian tindak

pidana pencucian uang tidak ada satu pihak pun yang diberi kewenangan untuk menghentikan penyidikan. Dengan demikian, jika PPATK dan penyidik dapat melakukan koordinasi dengan baik untuk menuntaskan penyidikan tindak pidana pencucian uang itu, maka persidangan kasus ini pun dapat segera digelar. Akhirnya, lemahnya ketentuan hukum mengenai perpajakan harus menjadi catatan lembaga legislatif. Ketentuan yang memberikan kewenangan untuk menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan jelas tidak mampu menghadirkan keadilan. Persetujuan kita bersama terhadap filosofi pajak yang tidak bertujuan membangkrutkan usaha, semestinya juga tidak diinterpretasikan lewat kebijakan yang membeda-beda kan kedudukan warga negara di hadapan hukum.

Page 7: PT Asian Agri

BAB IVANALISA DAN PENDAPAT DARI BEBERAPA SUMBER

Judul : Pakar Hukum Ingatkan Kejagung Hati-hati Eksekusi Asian AgriTanggal :12-11-2013 09:37 Media :Bisnis.comJurnalis : Ismail Fahmi Page/URL : http://news.bisnis.com/read/20131112/16/185838/pakar-hukum- ingatkan-kejagung-hati-hati-eksekusi-asian-agri

Bisnis.com, JAKARTA–Pakar hukum mengingatkan Kejagung agar berhati-hati dalam mengeksekusi aset Asian Agri Group (AAG),  menyusul pemblokiran tanah dan bangunan milik kelompok usaha itu di sejumlah tempat pascaputusan Mahkamah Agung.

“Aset berupa tanah dan bangunan sudah diblokir,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Mahfud Manan, Senin (11/11/2013) sore.

Jaksa Agung Basrief Arief sebelumnya menyatakan akan tetap mengeksekusi aset 14 perusahaan kelapa sawit yang tergabung dalam Asian Agri Group (AAG), setelah diputus oleh MA  bersalah atas kasus pajak senilai Rp2,5 triliun.

Tapi, pakar hukum pidana Romli Atmasasmita,  mengingatkan Kejagung agar mempertimbangkan beberapa hal supaya proses eksekusi asset AAG tidak menjadi perbuatan melawan hukum.

Menurut Guru Besar Hukum Universitas Padjadjaran ini, Kejagung perlu meminta MA mempercepat proses peninjauan kembali (PK) kasus AAG karena ada masalah di sana.

Ia menyebutkan dari 14 perusahaan AAG, ada delapan perusahaan yang telah diputus oleh Pengadilan Pajak yang sifatnya final dan mengikat. “Ini harus dipertimbangkan agar tidak salah mengeksekusi dan menimbulkan persoalan baru di kemudian hari.”

Romli berpendapat eksekusi memang dimungkinkan, tetapi akan menjadi persoalan jika putusan PK nantinya berbeda dengan kasasi karena sita aset telah dilakukan. Sambil menunggu proses PK, tambahnya, Kejagung sebenarnya bisa meneliti aset-aset milik  AAG agar tidak bermasalah.

“Perlu pertimbangan matang ketika melakukan sita aset korporasi karena berbeda dengan pidana badan,” tegasnya.

Sementara itu General Manager PT Asian Agri Freddy Widjaya menyatakan secara hukum, Asian Agri bukan pihak yang terkait dalam perkara Suwir Laut. Asian Agri, katanya, tidak pernah diperiksa, tidak pernah diadili maupun diberi kesempatan untuk membela diri di muka pengadilan. Namun dikaitkan sebagai syarat khusus dalam putusan Suwir Laut tersebut.

Page 8: PT Asian Agri

“Asian agri yang saat ini mempekerjakan 25.000 orang dan membina 29.000 keluarga petani plasma, tetap melakukan kegiatan operasional sebagaimana mestinya,”  tutur  Freddy. (Antara)

Judul : Eksekusi Dinilai Butuh Pertimbangan MatangTanggal : 2013-11-12 05:50Media : MetrotvnewsJurnalis : Edwin TiraniPage/URL : http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/11/11 /5/193850 /-Eksekusi- Dinilai- Butuh-Pertimbangan-Matang

Metrotvnews.com, Jakarta: Pakar hukum mengingatkan Kejagung agar berhati-hati dalam pelaksanaan proses eksekusi sebagaimana Kejaksaan Agung berencana akan mengeksekusi 14 perusahaan dalam kelompok Asian Agri pada Februari 2014.

Pakar hukum pidana Romli Atmasasmita meminta Kejagung mempertimbangkan beberapa hal agar proses eksekusi itu tidak menjadi perbuatan melawan hukum. Guru Besar Emeritus dari Universitas Padjadjaran ini meminta Kejagung mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk mempercepat proses peninjauan kembali (PK) karena ada masalah di sana.

Ia menyebutkan dari 14 perusahaan, ada delapan perusahaan yang telah diputus oleh Pengadilan Pajak yang sifatnya final dan mengikat. “Ini harus dipertimbangkan agar tidak salah mengeksekusi dan menimbulkan persoalan baru di kemudian hari,” kata Romli Senin (11/11).

Romli berpendapat eksekusi memang dimungkinkan, tetapi akan menjadi persoalan jika putusan PK nantinya berbeda dengan kasasi karena sita aset telah dilakukan. Sambil menunggu proses PK, tambahnya, Kejagung sebenarnya bisa meneliti aset-aset milik perusahaan itu agar tidak bermasalah di kemudian hari. “Perlu pertimbangan matang ketika melakukan sita aset korporasi karena berbeda dengan pidana badan,” katanya menambahkan.

Sementara itu General Manager PT Asian Agri Freddy Widjaya menyatakan secara hukum, Asian Agri bukan pihak dalam perkara Bapak Suwir Laut. Asian Agri tidak pernah diperiksa, tidak pernah diadili maupun diberi kesempatan untuk membela diri di muka pengadilan namun dikaitkan sebagai syarat khusus dalam putusan Suwir Laut tersebut.

“Asian agri yang saat ini mempekerjakan 25.000 orang dan membina 29.000 keluarga petani plasma, tetap melakukan kegiatan operasional sebagaimana mestinya,” ujar Freddy.

Seperti diketahui, putusan MA menuntut Suwir Laut dengan hukuman 2 tahun penjara dengan masa percobaan 3 tahun dan memerintahkan 14 perusahaan dalam Asian Agri Group untuk membayar ganti rugi sebesar Rp2,5 triliun atau setara dua kali lipat pajak yang dituduhkan tidak dilaporkan dengan benar.

Page 9: PT Asian Agri

Pada kesempatan terpisah, Ketua Apindo Sofjan Wanandi mengatakan, disaat negara membutuhkan peran partisipasi swasta/ pengusaha terutama saat kita butuh investor ataupun devisa, pemerintah seharusnya bersikap bijak dan hati-hati.

“Termasuk dalam mengambil sikap dan pernyataan, khususnya kasus pajak seperti Asian Agri yang masih ada proses keberatan dan banding pajak. Jangan sampai para investor jadi tidak nyaman atau ketakutan karena ketidapastian berusaha,” jelasnya.

Sofjan mengingatkan, pemerintah juga tidak bisa seenaknya melakukan tekanan dengan ancaman akan membekukan aset anak perusahaan ketika ada persoalan pajak. “AAG sudah memenuhi sebagian kewajibannya, namun tetap ada tekanan untuk membekukan aset perusahaan,” kata Sofjan.

Menurut Sofjan, pengusaha mempunyai peran penting karena membuka peluang kerja dan memberi kontribusi bagi perekonomian di Indonesia. “Jadi tidak bisa seenaknya langsung mengancam untuk membekukan aset anak perusahaan karena ada ribuan tenaga kerja di dalamnya,” tuturnya.

Pemerintah, kata Sofjan, harus memahami bahwa masalah yang dihadapi dunia usaha tidak ringan. “Dunia usaha apalagi perusahaan-perusahaan besar pastinya mempunyai komitmen untuk melakukan usahanya secara benar,”kata Sofjan.

Judul : Romli: Kasus Asian Agri Masuk Ranah AdministrasiTanggal : 2013-10-28 13:41Media : Investor.co.idJurnalis : hrbPage/URL : http://www.investor.co.id/national/romli-kasus-asian-agri-masuk-ranah-administrasi/71509

JAKARTA – Pakar hukum pidana Romli Atmasasmita menilai kasus yang menimpa PT Asian Agri (AA) merupakan administrasi pajak karena masalahnya berawal dari sengketa pajak.

“Tidak benar, kalau menyebut kasus ini sebagai pidana pajak karena Dirjen Pajak tidak pernah memeriksa SPT Asian Agri,” katanya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta , Minggu.

Selain itu, lanjutnya, jika hal itu merupakan pidana pajak, kedua belah pihak seharusnya diperiksa, artinya sudah dapat dipastikan ada oknum pajak yang terlibat.

“Hingga kini tidak ada oknum pajak yang diperiksa dalam  kasus tersebut,” katanya.

Romli mengungkapkan, masih banyak persoalan yang mengganjal dalam keputusan tersebut,  misalnya, pengadilan mendakwa perusahaaan bersalah tanpa mengadilinya, sehingga ada kesan  keputusan MA lebih merupakan opini daripada produk hukum.

Page 10: PT Asian Agri

“Mereka mengganggap karena perusahaan memperoleh keuntungan dari tindakan hukum yang dilakukan Suwir Laut dan langsung memutuskan perusahaan bersalah,” katanya.

Padahal, menurut dia, dalam UU Perseroan Terbatas (PT), sanksi hukum terhadap korporasi hanya bisa dilakukan jika pelanggaran dilakukan Dewan Komisaris.

“Suwir Laut hanya pegawai dan bukan dewan komisaris. UU PT juga tidak menyebutkan tanggung jawab perdata tidak menimbulkan pidana,” kata dia.

Sekali lagi, kata Romli, putusan tersebut, hanya ingin mengesankan bahwa Dirjen Pajak telah bekerja keras untuk memperoleh pendapatan negara, namun mengindahkan aturan hukum yang ada.

Putusan ganjil lain, tambahnya, adalah sanksi terhadap 8 perusahaan dalam kelompok Asian Agri yang telah diadili.

“Ini membingungkan. Apakah keputusan ini merupakan terobosan hukum atau pelanggaran karena keputusannya begitu progesif dengan semangatnya hanya untuk menghukum korporasi,” katanya.

Menurut Romli, jika semangat ini dibiarkan, setiap perusahaan punya potensi untuk dibenturkan dengan hukum dan dunia usaha semakin tidak mempunyai kepastian hukum.

Romli  mengingatkan, bahwa UU pajak sebagai produk hokum perlu diharmonisasi dengan melibatkan praktisi hukum. Banyak kelemahan dalam UU pajak karena disusun oleh pegawai pajak dan Kadin, tanpa melibatkan praktisi hukum sehingga bias.

“Sebagai produk hukum, seharusnya UU Pajak harus tegas, pasti serta tidak multitafsir,” katanya.

Pendapat senada diungkapkan pengamat pajak, Yustinus Prastowo, bahwa  UU pajak harus mendukung kepatuhan Wajib Pajak (WP) untuk mengumpulkan penerimaan negara.

“Sanksi pidana merupakan upaya terakhir, jika seluruh upaya sudah dilakukan. Artinya, sanksi itu bisa dilakukan jika kesempatan membayar sanksi finansial sudah maksimal oleh kedua belah pihak,” katanya.

Prastowo meragukan putusan Pengadilan negeri (PT) , pegadilan tinggi (PT) dan Mahkamah Agung  (MA) dalam pengujian kebenaran kerugian negara.

“Saya tidak yakin apakah PN, PT dan MA benar-benar telah menguji dari kebenaran negara yang didakwakan,” katanya.

Menurut dia, putusan MA membingungkan karena tidak menjelaskan apakah sanksi denda yang ditetapkan sudah termasuk pokok dana terutang.

Page 11: PT Asian Agri

“Kalau putusan MA sudah inkrah kenapa Dirjen Pajak mengeluarkan SAPKBP atas dasar putusan MA atas jenis pajak sehingga perlu pembuktian material atas transfer pricing,” katanya.(*/hrb)

This entry was posted in Kliping Berita on December 20, 2013.

Pakar: Korporasi Asian Agri Tidak Bisa Dituntut Judul: Pakar: Korporasi Asian Agri Tidak Bisa DituntutTanggal: 2013-10-26 11:32Media: beritasatu.comJurnalis: E-11Page/URL: http://www.beritasatu.com/nasional/146752-pakar-korporasi-asian-agri-tidak-bisa-dituntut.html

Jakarta – Pakar hukum pidana, Romli Atmasasmita mengatakan, PT Asian Agri Group tidak bisa dituntut secara korporasi, apalagi dalam perkara pajak. Alasannya menurut Romli, Asian Agri sudah dikenakan denda oleh Mahkamah Agung (MA) sebagaimana dalam putusan Suwir Laut.

“Dituntut untuk apa lagi? Penuntutan itu ada tujuannya. Mungkin untuk negara. Tetapi kenapa tidak dulu-dulu didakwa bersama-sama?” kata Romli, di Jakarta, Jumat (25/10).

Menurut Romli, tidak mudah menuntut korporasi dalam tindak pidana. Selain karena payung hukum yang tidak memadai, hal itu juga disebabkan pertimbangan pendapatan negara.

“Di negara maju juga sangat hati-hati menuntut korporasi. Apalagi jika korporasi itu menghasilkan devisa yang besar. Kalau kebijakan korporasi dihabisi, akan diambilalih oleh perusahaan asing yang lebih besar. Ini yang disebut pendekatan ekonomi dalam perspektif hukum. Tidak ada yang membuat efek jera,” ujarnya.

Diketahui, MA menjatuhkan pidana denda pajak terhadap Asian Agri sebesar Rp2,5 triliun, dan juga harus membayar kewajiban pajak kepada Dirjen Pajak Rp1,29 triliun. Sementara untuk terdakwa Suwir Laut, dijatuhkan hukuman 3 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun. MA menilai perbuatan Suwir Laut menguntungkan korporasi, sehingga membebankan denda dua kali lipat dari kekurangan pajak kepada korporasinya.

Romli memaparkan, jika Kejaksaan Agung (Kejagung) ingin menuntut Asian Agri dengan kejahatan korporasi, seharusnya itu dilakukan sejak awal. Termasuk juga dengan menjerat jajaran direksinya. Dijatuhkannya denda kepada Asian Agri sendiri menurutnya merupakan terobosan hukum dari MA.

Sementara, Ketua Satgassus Barang Rampasan dan Sita Eksekusi Kejagung, Chuck Suryosumpeno mengakui, putusan MA terhadap Suwir Laut dan Asian Agri

Page 12: PT Asian Agri

memang membingungkan. Namun, dengan adanya putusan tersebut, maka pihaknya wajib melakukan eksekusi.

Sejauh ini, ujar Chuck, pihaknya telah melakukan pembekuan terhadap pabrik dan kebun sawit milik 14 perusahaan di bawah bendera Asian Agri Group, yang dapat dikembalikan jika perusahaan milik Sukanto Tanoto itu membayar denda Rp2,5 triliun.

“Kita telah melacak, dan kita petakan aset-aset 14 perusahaan ini kekayaannya berapa. Ketemu beberapa, kita lakukan pengamanan. Proses masih berjalan. Namun, kalau Asian Agri mau membayar, ya, kita kembalikan,” jelasnya.

Suara Pembaruan

Penulis: E-11/SIT

This entry was posted in Kliping Berita on December 20, 2013.

Perkara Asian Agri Merupakan Administrasi Perpajakan Judul: Perkara Asian Agri Merupakan Administrasi PerpajakanTanggal: 2013-10-07 14:16Media: Investor.co.idJurnalis: *Page/URL: http://www.investor.co.id/national/perkara-asian-agri-merupakan-administrasi-perpajakan/70232

JAKARTA- Kuasa Hukum Asian Agri, Sahari Banong menegaskan bahwa perkara Asian Agri merupakan persoalan administrasi perpajakan dan bukan kasus korupsi.

“Kasus Asian Agri murni permasalahan administrasi perpajakan. Putusan Mahkamah Agung (MA) secara jelas menyatakan Saudara Suwir Laut, Mantan Manajer Pajak Asian Agri, dihukum 2 tahun dengan masa percobaan 3 tahun karena dianggap mengisi laporan SPT dengan tidak benar. Jadi bukan permasalahan  korupsi,”kata , Sahari Banong dalam keterangan tertulis, Senin (7/10).

Pernyataan tersebut disampaikan Sahari Banong untuk mengklarifikasi pemberitaan di media masa yang menyebutkan bahwa perkara yang dihadapi oleh Asian Agri adalah kasus korupsi.

Sahari mengungkapkan, dalam kasus tersebut, pihak Asian Agri bukanlah pihak yang berperkara. ”Kami tidak pernah didakwa, tidak pernah diadili serta tidak pernah diberi kesempatan untuk membela diri namun telah dikaitkan dalam perkara tersebut serta diperintahkan membayar denda sebesar 2,5 triliun sebagai bagian syarat khusus hukuman terhadap Saudara Suwir Laut,” lanjut Sahari Banong.

Page 13: PT Asian Agri

Sahari Banong menambahkan, Asian Agri yang saat ini membina lebih dari 29 ribu petani plasma yang menggantungkan hidup dari perkebunan kelapa sawit dari grup Asian Agri dan memperkerjakan lebih dari 25 ribu karyawan.

Oleh karena itu, Sahari Banong berkeyakinan bahwa pihak Kejaksaan Agung tentunya senantiasa menjalankan tugas berlandaskan pranata hukum yang  berlaku di Indonesia tanpa dipengaruhi oleh pihak-pihak manapun. Menurut Sari Dalam kesempatan itu Sari Banongjuga  menyampaikan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah menyadari permasalahan ini secara jernih dan benar.(*/hrb)

This entry was posted in Kliping Berita on December 20, 2013.

Putusan MA Soal Asian Agri Dianggap Salah Alamat Judul: Putusan MA Soal Asian Agri Dianggap Salah AlamatTanggal: 2013-07-13 08:30Media: JPNN.comJurnalis: AwaPage/URL: http://www.jpnn.com/read/2013/07/12/181506/Putusan-MA-Soal-Asian-Agri-Dianggap-Salah-Alamat-

JAKARTA – Pakar hukum pidana Prof Romli Atmasasmita mengatakan putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara pajak Asian Agri Group merupakan gugatan yang dialamatkan kepada orang yang salah. Menurutnya, kasus yang menimpa Asian Agri masuk kategori pidana pajak bukan korupsi pajak.

Romli menjelaskan dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) Tahun 1983 yang bisa dikenai dakwaan korupsi pajak adalah petugas pajak (fiscus) bukan wajib pajaknya.

“Apalagi ini wajib pajaknya sudah kooperatif dengan bersedia membayar denda. Pengadilan harus memutuskan suatu perbuatan yang didakwakan kepada seseorang dalam hal ini Suwir Laut, bukan Asian Agri Group,” kata Romli ketika dihubungi wartawan, Kamis (11/7).

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran itu menjelaskan sejak awal pihak Asian Agri tidak pernah diperiksa hingga diadili oleh pihak pengadilan. Namun, mendadak MA memutuskan bahwa Asian Agri bersalah dan harus membayar denda pajak.

“Kasus ini aneh karena PT Asian Agri Group tidak pernah didakwa sebelumnya. Yang didakwa Suwir Laut (mantan Manager Pajak Asian Agri yang kini divonis 2 tahun penjara dengan masa percobaan 3 tahun),” katanya.

Pada 18 Desember 2012 lalu, MA sudah memutus bersalah Asian Agri karena melanggar Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan Tahun 1983. Asian Agri dinilai telah menggelapkan pajak sepanjang 2002-2005 total

Page 14: PT Asian Agri

sebesar Rp1,25 triliun. MA pun menghukum Asian Agri membayar pajak sebesar Rp 2,5 triliun kepada kelompok perusahaan yang bernaung dalam bendera Asian Agri Group.

Atas putusan kasasi MA itu, mantan Dirjen Adiministrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM ini menilai error in persona atau suatu dakwaan/gugatan dialamatkan kepada orang yang salah. Oleh karena itu, menurut Romli, aset perusahaan tidak boleh disita karena tidak terkait. (awa/jpnn)

This entry was posted in Kliping Berita on December 20, 2013.

Pakar Hukum: Putusan MA Atas Asian Agri, Non Executable Judul: Pakar Hukum: Putusan MA Atas Asian Agri, Non ExecutableTanggal: 2013-07-13 08:21Media: beritasatu.comJurnalis: Markus Junianto SihalohoPage/URL: http://www.beritasatu.com/nasional/125508-pakar-hukum-putusan-ma-atas-asian-agri-non-executable.html

Jakarta – Pakar Hukum, Romli Atmasasmita, menilai aneh soal keluarnya putusan perkara pajak PT Asian Agri Group dari Mahkamah Agung (MA), yang memutuskan perusahaan itu harus membayar denda pajak.

“Kasus ini aneh karena PT Asian Agri Group tidak pernah didakwa sebelumnya. Yang didakwa Suwir Laut, yang mantan Manager Pajak Asian Agri yang kini divonis 2 tahun penjara,” kata Romli di Jakarta, Jumat (12/7).

Guru Besar Unpad Bandung itu menyatakan kasus Asian Agri bukan korupsi pajak melainkan pidana pajak.

Dikatakan Romli, dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) Tahun 1983, yang bisa dikenai dakwaan korupsi pajak adalah petugas pajak (fiscus) bukan wajib pajak.

“Apalagi ini wajib pajaknya sudah kooperatif dengan bersedia membayar denda,” lanjut Romli. “Pengadilan harus memutuskan suatu perbuatan yang didakwakan kepada seseorang dalam hal ini Suwir Laut, bukan Asian Agri Group.”

Seperti diberitakan, pada 18 Desember 2012 lalu, MA sudah memutus bersalah Asian Agri karena melanggar Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan Tahun 1983.

Asian Agri dinilai telah menggelapkan pajak sepanjang 2002-2005 total sebesar Rp1,25 triliun. MA pun menghukum Asian Agri membayar pajak sebesar Rp 2,5 triliun kepada kelompok perusahaan yang bernaung dalam bendera Asian Agri Group.

Page 15: PT Asian Agri

Atas putusan kasasi MA itu, Romli, menyatakan ada error in persona atau suatu dakwaan atau gugatan dialamatkan kepada orang yang salah. Oleh karena itu, aset perusahaan tidak boleh disita karena tidak terkait.

Lebih jauh dia menilai situasi dilematis seperti ini bisa menjadi ancaman bagi iklim usaha pada umumnya. Tentunya pengusaha akan menjadi takut berinvestasi karena tidak adanya ketidakpastian hukum.

Lebih lanjut Romli mengatakan putusan MA tersebut non executable atau tidak berdasar karena dari 14 perusahaan yang bernaung di bawah Asian Agri Group, 8 perusahaan sudah membayar pajak sedangkan 6 perusahaan masih dalam proses penyelesaian pajaknya. Bahkan, putusan MA itu bisa jadi preseden buruk ke depannya.

“Jadi cukup bayar denda saja,” tegasnya. Diapun menyarankan pihak Asian Agri mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Machfud Sidik mengatakan sebelum Dirjen Pajak mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) biasanya ada closing conference.

Jika Wajib Pajak (WP) keberatan dinyatakan kurang bayar ia akan menandatangani closing conference kemudian bisa mengajukan banding sampai tingkat kasasi.

Dalam kasus Asian Agri, Machfud mengkategorikan kasus pajak Asian Agri bukanlah tergolong dalam kasus pidana melainkan kasus administrasi pajak.

“Kalau melihat urutannya dari pengadilan pajak sampai ke MA itu merupakan kasus administrasi pajak. Kalau Asian Agri sudah membayar pajak berikut dendanya kasus itu dianggap selesai,” jelas Mahfud.

Penulis: Markus Junianto Sihaloho/FER

This entry was posted in Kliping Berita on December 20, 2013.

Putusan Pengadilan Sering Subjektif Judul: Putusan Pengadilan Sering SubjektifTanggal: 2013-08-12Media: Suara Karya OnlineJurnalis: Budi SenoPage/URL: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=332229

JAKARTA (Suara Karya): Dalam sebuah sengketa pajak, keputusan pengadilan kerap subjektif. Banyak putusan ditetapkan hanya dengan mengacu pada pendapat pegawai pajak. Padahal, pegawai itu belum tentu mempunyai pengetahuan pajak yang mumpuni.

Page 16: PT Asian Agri

    Pewrnyataan itu dilontarkan pengamat Pajak Prijohandojo Kristanto, usai diskusi bertajuk Pajak Sebagai Modal Pembangunan, yang digelar Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) DKI Jakarta, di Jakarta, belum lama ini.

    “Jangankan MA, keputusan yang ditetapkan pengadilan pajak sering subjektif,” ujarnya. Dicontohkannya, putusan Mahkamah Agung (MA) untuk menghukum Asian Agri membayar pajak sebesar Rp 2,5 triliun merupakan keputusan yang tidak lazim dan satu-satunya di dunia.

    Ketidaklaziman itu, kata Prijohandojo, karena persoalan pajak adalah lex spesialis dan hanya bisa diputuskan oleh orang-orang pajak, yang sangat mengerti betul mengenai seluk beluk perpajakan.

    “Jadi sangat tidak rasional orang di luar pajak, tiba-tiba mengerti dan menjatuhkan putusan atas denda pajak terhadap wajib pajak (WP),” tutunya.

    Karenanya, terkait putusan pajak Asian Agri, Prijohandojo yang juga Wakil Ketua Komite Tetap Pajak Kadin menilai, keputusan itu lebih bermuatan politis. Walau begitu, ujarnya, masih terbuka peluang untuk mengajukan peninjauan kasasi (PK) karena dalam pajak berlaku prinsip keadilan.

    Wajib pajak berhak untuk menyatakan keberatan dan banding, jika memang keputusan itu merugikan wajib pajak.

    Dirjen Pajak harus membuka pintu bagi wajib pajak yang menyatakan keberatan. Menurut dia, dalam keputusan pajak, segala sesuatu harus dapat dibicarakan karena metode yang diterapkan Dirjen Pajak dalah self assessment. (Budi Seno)

This entry was posted in Kliping Berita on December 20, 2013.

Putusan Pajak Asian Agri Dinilai Tak Masuk Akal Judul: Putusan Pajak Asian Agri Dinilai Tak Masuk AkalTanggal: 2013-08-06 07:57Media: Neraca.co.idJurnalis: redPage/URL: http://www.neraca.co.id/harian/article/31492/Putusan.Pajak.Asian.Agri.Dinilai.Tak.Masuk.Akal

Jakarta – Pengamat Pajak Prijohandojo Kristanto menilai putusan Mahkamah Agung (MA) untuk menghukum Asian Agri membayar pajak sebesar Rp 2,5 triliun merupakan keputusan yang tidak lazim dan satu-satunya di dunia.

Ketidaklaziman itu, kata Prijohandojo karena persoalan pajak adalah lex spesialis dan hanya bisa diputuskan oleh orang-orang pajak yang sangat mengerti betul mengenai seluk beluk perpajakan. “Jadi sangat tidak rasional orang di luar pajak

Page 17: PT Asian Agri

tiba-tiba mengerti dan menjatuhkan putusan atas denda pajak terhadap wajib Pajak (WP).”

 Prijohandojo yang juga Wakil Ketua Komite Tetap Pajak Kadin menilai, dalam banyak kasus sengketa pajak, putusan pengadilan pajak kerap subyektif. “Jangankan MA, keputusan  yang ditetapkan  pengadilan pajak sering subyektif. Ini karena banyak putusan ditetapkan hanya dengan mengacu kepada pendapat pegawai pajak yang juga belum tentu mempunyai pengetahuan pajak yang mumpuni,” kata Prijohandojo seusai diskusi bertajuk Pajak Sebagai Modal Pembangunan yang digelar Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) DKI Jakarta di Jakarta, pekan lalu.

Terkait putusan pajak Asian Agri, Prijohandojo menilai keputusan itu lebih bermuatan politis, tapi masih terbuka peluang untuk mengajukan peninjauan kasasi (PK) karena dalam pajak berlaku prinsip keadilan.

“Wajib pajak berhak untuk menyatakan keberatan dan banding jika memang keputusan itu merugikan wajib pajak. Dirjen Pajak harus membuka pintu bagi wajib pajak yang menyatakan keberatan,” ujarnya.

Menurut dia, dalam keputusan pajak, segala sesuatu harus dapat dibicarakan karena metode yang diterapkan Dirjen Pajak dalah self assessment. “Penentuan kesalahan dalam mengisi SPT baik itu kekurangan bayar atau kelebihan harus bisa dibicarakan karena tidak ada yang baku dengan penghitungan self assessment,” tuturnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi Faisal Basri menilai, sanksi denda dan pembayaran pajak Asian Agri sangat tidak masuk akal.

Bagaimana mungkin Asian Agri dinilai telah menggelapkan pajak sepanjang 2002-2005 total sebesar Rp1,25 triliun yang sama dengan pendapatannya pada tahun bersangkutan. “Ini tidak rasional dan berpeluang untuk ditinjau kembali,” tukasnya.

Faisal mengatakan, dia dapat menjelaskan berapa seharusnya pajak yang harus dibayar Asian Agri jika diminta. “Perhitungannya harus mengacu kepada laporan keuangan perusahaan agar tidak ada sentimen tertentu,” kata Faisal.

Dia menduga, dalam banyak sengketa pajak, ada pihak tertentu yang sengaja menggiring opini publik untuk menyalahkan wajib pajak, sehingga harus dilihat latar belakang permasalahan dan melihat latar belakang orang-orang yang memutuskannya.

 Faisal menyebut, Asian Agri masih jauh lebih baik dibandingkan dengan kebanyakan perusahaan sawit lainnya karena merupakan salah satu pembayar pajak yang cukup besar. “Masih banyak perusahaan sawit yang besar membayar pajak dengan nilai sangat kecil,” tegasnya.

Page 18: PT Asian Agri

BAB VPENUTUP

KESIMPULAN

Page 19: PT Asian Agri

kasus Asian Agri adalah cermin sempurna bagi penegak hukum kita.Dari situ tergambar, sebagian dari mereka tidak sungguh-sungguh menegakkan keadilan, malah berusaha menyiasati hukum dengan segala cara. Tujuannya boleh jadi buat melindungi orang kaya yang diduga melakukan kejahatan. Dan kalau perlu dilakukan dengan cara mengorbankan orang yang lemah.Persepsi itu muncul setelah petugas Kepolisian Daerah Metro Jaya bersentuhan dengan kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri, salah satu perusahaan milik taipan superkaya, Sukanto Tanoto. Kejahatan ini diperkirakan merugikan negara Rp 786 miliar. Polisi amat bersemangat mengusut Vincentius Amin Sutanto, bekas pengontrol keuangan perusahaan itu, hingga akhirnya dihukum 11 tahun penjara pada Agustus lalu. Padahal justru dialah yang membongkar dugaan penggelapan pajak dan money laundering oleh Asian Agri. Pemerintah mestinya berterima kasih kepada mereka. Dugaan penggelapan pajak itu bukannya mengada-ada. Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan hina anggota direksi Asian Agri sebagai tersangka kasus pidana pajak. Jika kasus ini segera ditangani dengan tuntas, amat besar uang negara yang bisa diselamatkan.Upaya ini juga akan mencegah pengusaha lain melakukan penyelewengan serupa, sehingga tujuan pemerintah mendongkrak penerimaan pajak tercapai.Tidak sewajarnya polisi mengkhianati program pemerintah. Mereka seharusnya segera mengusut pula dugaan pencucian uang yang dilakukan Asian Agri. Perusahaan ini diduga menyembunyikan hasil "penghematan" pajak ke berbagai bank di luar negeri. Inilah yang mestinya diprioritaskan dibanding membidik orang yang justru membantu membongkar dugaan penggelapan pajak.

SARAN

BAB VPENUTUP

DAFTAR PUSTAKA1. Marpaung, Leden, S.H., 1992. Tindak Pidana Korupsi : Masalah dan Pemecahannya

Bagian kedua. Sinar Grafika : Jakarta2. Simanjuntak, B, S.H., 1981. Pengantar Kriminologi dan Pantologi Sosial. Tarsino :

Bandung

3. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi