Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh...

88
1 Penelitian Individual Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh Identitas Sosial, Orientasi Dominasi Sosial, Persepsi Keterancaman Terhadap Dukungan Atas Kekerasan Disusun oleh: Gazi NIP. 197112142007011014 Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013

Transcript of Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh...

Page 1: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

1

Penelitian Individual

Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas :

Menguji Pengaruh Identitas Sosial, Orientasi Dominasi Sosial, Persepsi Keterancaman Terhadap Dukungan Atas Kekerasan

Disusun oleh:

Gazi

NIP. 197112142007011014

Pusat Penelitian dan Penerbitan

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2013

Page 2: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. : i

Bab I ................................................................................................. : 1

Bab II ................................................................................................. : 10

Bab III ................................................................................................. : 42

Bab IV ................................................................................................. : 49

Bab V ................................................................................................. : 64

RBA ................................................................................................. : 71

Curriculum Vitae ................................................................................................. : 72

Daftar Pustaka ................................................................................................. : 82

Page 3: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang Masalah

Ada asumsi yang berkembangan di kalangan komunitas ilmuwan psikologi yang

concern dengan perilaku ekstrim bahwa publik mulai mendukung aksi kekerasan dan

terorisme. Terhadap asumsi ini, Victoroff dan Kruglanski menolak keras karena fakta sejarah

terutama di Eropa dan Amerika tidak ada yang dapat dijadikan bukti bahwa ada dukungan

masyarakat terhadap kekerasan dan terorisme. Victoroff dan Kruglanski merujuk kepada

kasus Red Army Faction di Jerman dan Italian Red Brigades di Italia yang tidak mendapatkan

dukungan sama sekali dari masyarakat, bahkan mereka ditolak keras (Victoroff &

Kruglanski, 2009). Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk, penelitian Levin

dkk, dan penelitian Jim Sidanius dkk maka pernyataan Victoroff dan Kruglanski

terbantahkan. Penelitian mereka menunjukkan bahwa ada dukungan publik terhadap aksi

kekerasan dan terorisme terutama di Timur Tengah dan dunia Islam (Pyszczynski, et al.,

2009;Levin, Henry, Prato, & Sidanius, 2009; Sidanius, Henry, Pratto, & Levin, 2009).

Bagaimana dengan publik di Indonesia, apakah publik mendukung aksi kekerasan dan

terorisme yang dilakukan anggota ormas ekstrim dan fundamentalis? Sebagai negara Muslim

penganut Islam moderat, banyak kalangan meyakini bahwa Muslim Indonesia tidak mungkin

mendukung aksi kekerasan dan terorisme karena kekerasan dan terorisme itu sendiri

bertentangan dengan ajaran Islam (Jamhari, 2005). Tetapi banyak penelitian dan survei

menunjukkan ada indikasi dukungan terhadap radikalisme dan kekerasan terutama terhadap

kelompok-kelompok yang dianggap menistakan agama (Elhady, 2002; Baidlowi, 2011).

Page 4: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

4

Pasca penyerangan terhadap sejumlah jamaah Ahmadiyah di Desa Umbalan Cikeusik

Pandeglang Banten, jamaah Ahmadiyah di beberapa wilayah mulai merasa khawatir dalam

menjalankan ibadah. Mereka bertanya-tanya, “kenapa kami diserang?”1 Pertanyaan-

Pertanyaan semacam ini juga muncul dari sejumlah anggota kelompok Syiah di sejumlah

media sosial pasca peristiwa penyerangan Kaum Syiah di Sampang Madura. Paling tidak,

dari sejumlah wawancara penulis dengan beberapa orang dari berbagai kalangan termasuk

dari beberapa diskusi yang berkembang di media sosial, ditemukan jawaban bahwa mereka

diserang karena telah menghina dan menistakan ajaran Islam.

Serangan dan kekerasan terhadap kelompok lain selalu membuat identitas menjadi

sesuatu yang menonjol, baik pada kelompok penyerang maupun pada kelompok yang

diserang. Pyszczynski dkk (2003) mengemukakan tentang menonjolnya identitas nasional,

keagamaan dan etnis terkait kasus penyerangan WTC tanggal 11 September 2001. Temuan

mereka menyebutkan bahwa penyerangan tersebut memicu dan memunculkan rasa

permusuhan dan konflik bukan hanya bagi rakyat Amerika tetapi bagi semua orang dari

berbagai belahan dunia.

Dalam situasi ketidakpastian dan penuh ancaman, banyak orang termotivasi untuk

memperbaiki kesulitan-kesulitan psikologis seperti situasi penyerangan dan kekerasan dengan

mengidentifikasi orang-orang yang mereka definisikan memiliki keanggotan kelompok yang

sama seperti rekan sebangsa, seagama, seetnik, sebudaya atau orang-orang yang memiliki

cara pandang keagamaan dan kebudayaan yang sama (Hogg & Abrams, 1998). Bahaya

sosial paling besar dari situasi ini adalah bahwa ketika persaingan dan ancaman

antarkelompok meningkat maka identifikasi diri dengan suatu ingroup seringkali mendorong

orang untuk meremehkan dan melakukan diskriminasi terhadap kelompok lain (Brewer &

Gaertner, 2003). Ketika konflik kekerasan meledak dan mengancam untuk meledak di

1 Lihat International.okezone.com/read/2011

Page 5: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

5

banyak kawasan di berbagai belahan dunia terutama di Indonesia maka penting bagi kita

untuk memahami faktor-faktor psikologis yang berkaitan dengan mekanisme identifikasi

dengan berbagai kelompok sosial, dan bagaimana mekanisme identifikasi sosial tersebut

berhubungan dengan atribusi dan dukungan terhadap kekerasan yang ditujukan kepada

kelompok-kelompok tertentu.

Walaupun terdapat banyak penelitian empirik yang menguji peran identitas sosial

dalam menggerakkan konflik antarkelompok tetapi dipastikan tidak banyak perhatian yang

dicurahkan kepada faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan identifikasi ingroup atau

kelompok sendiri (Huddy, 2001). Teori dominasi sosial menawarkan satu kemungkinan.

Secara umum, teori dominasi sosial berasumsi bahwa konflik-konflik yang melanda banyak

kelompok merupakan hasil dari kecenderungan dasar manusia untuk membentuk sistem

dominasi berbasis kelompok di mana kelompok-kelompok tertentu berada pada bagian

puncak hirarki sosial dan kelompok lainnya berada pada bagian bawah (Sidanius, Henry,

Pratto, & Levin, 2009; Sidanius & Pratto, Social Dominance, 1999). Walaupun sistem

dominasi berbasis kelompok diciptakan dan dipertahankan oleh kekuatan-kekuatan yang

berinteraksi pada beberapa level analisa, satu variabel penyumbang terhadap fenomena ini

pada level perbedaan individual adalah hasrat atau keinginan orang untuk memperoleh

dominasi berbasis kelompok atau yang biasa disebut dalam psikologi sosial dengan sebutan

social dominance orientatin (SDO). Menurut teori dominasi sosial, identifikasi ingroup

memberikan kontribusi terhadap perseteruan antarkelompok tetapi identifikasi ingroup

sendiri berhubungan dengan tingkat SDO seseorang. Secara khusus, tingkat SDO seseorang

diperkirakan berhubungan dengan identifikasi kelompok sendiri yang lebih kuat pada anggota

kelompok berstatus tinggi dan identifikasi ingroup yang lebih lemah pada anggota kelompok

berstatus rendah. Menurut teori dominasi sosial, anggota kelompok berstatus tinggi dengan

hasrat yang lebih besar terhadap ketidaksetaraan kelompok diperkirakan memiliki tingkat

Page 6: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

6

identifkasi ingroup yang lebih tinggi karena koneksi dengan ingroup yang dominan

mempermudah akses kepada sumber daya sosial dan ekonomi yang dapat digunakan untuk

memperkuat perbedaan status berbasis kelompok (Sidanius, Henry, Pratto, & Levin, 2009;

Sidanius & Pratto, Social Dominance, 1999). Bagi anggota kelompok berstatus rendah, di

sisi lain, identifikasi ingroup menunjukkan secara tidak langsung suatu orientasi kontra

dominasi atau suatu penolakan terhadap sistem sosial di mana kelompok seseorang

diturunkan ke posisi subordinat. Sebagaimana diprediksi, penelitian terdahulu menunjukkan

bahwa anggota kelompok etnis berstatus lebih tinggi, baik di Amerika maupun di Israel,

mengidentifikasi kelompok sendiri secara lebih kuat sejauh mereka memiliki SDO yang

tinggi, sementara anggota kelompok berstatus rendah mengidentifikasi kelompok sendiri

secara lebih kuat sepanjang mereka memiliki tingkat SDO yang rendah.

Kendati demikian, karena penelitian ini bersifat korelasi maka peneliti tidak mungkin

menentukan apakah SDO yang lebih tinggi menimbulkan identifikasi ingroup yang lebih

tinggi pada anggota kelompok berstatus rendah. Hal yang sama berlaku untuk arah kausal

hubungan yang negatif antara SDO dan identifikasi ingroup pada anggota kelompok berstatus

rendah: SDO yang lebih tinggi bisa jadi berhubungan dengan identifikasi ingroup yang lebih

rendah atau identifikasi ingroup yang lebih rendah bisa jadi berhubungan dengan SDO yang

lebih tinggi pada anggota kelompok tersebut.

Teori identitas sosial paling mungkin berharap jika SDO menjadi satu fungsi identitas

sosial. Menurut teori identitas sosial, satu cara yang dapat ditempuh anggota kelompok

berstatus rendah untuk mereaksi identitas sosial negatif yang ditimbulkan oleh status yang

rendah adalah dengan mengadopsi struktur kepercayaan perubahan sosial (Tajfel & Turner,

1986). Karena identitas sosial yang negatif lebih mengancam bagi mereka yang

mengidentifikasi kelompok berstatus rendah secara kuat maka anggota kelompok tersebut

bisa jadi secara khusus akan mengadopsi struktur kepercayaan perubahan sosial yang dapat

Page 7: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

7

melindungi suatu identitas. Satu manifestasi struktur kepercayaan seperti itu bisa jadi berupa

keinginan yang lebih kuat terhadap kesetaraan kelompok dan kepercayaan bahwa kelompok

inferior tidak boleh bertahan di tempat.

Jika sebagian besar penelitian empirik yang diilhami oleh teori dominasi sosial sejauh

ini telah memodelkan kekuatan identitas sosial seseorang sebagai fungsi dari tingkat SDO

seseorang maka konsisten pula dengan teori dominasi sosial untuk menduga bahwa identitas

sosial mengandung status penyebab sebelumnya, yaitu orang-orang mengadopsi tingkat SDO

yang dipersepsikan akan menjadi bagian dari kepentingan kelompok sosial yang

diidentifikasi. Karena suatu identitas sosial yang positif lebih banyak memberikan

pengembangan diri bagi mereka yang mengidentifikasi ingroup berstatus tinggi dengan kuat

maka anggota kelompok ini secara khusus memperlihatkan hasrat yang lebih besar kepada

ketidaksetaraan kelompok dan kepercayaan yang lebih besar bahwa kelompok superior harus

mendominasi kelompok inferior. Inilah alasan utama kenapa para ahli teori dominasi sosial

menyatakan bahwa anggota kelompok berstatus tinggi pasti memiliki skor SDO yang lebih

tinggi dibandingkan anggota kelompok berstatus rendah. Pada saat yang sama, orang-orang

yang dipradisposisikan menyokong hubungan hirarki dan dominan/subordinat pada

kelompok-kelompok sosial juga lebih besar kemungkinan untuk mengidentifikasi kelompok

yang kuat dan dominan serta tidak mengidentifikasi kelompok yang lemah dan subordinat.

Dengan demikian, teori dominasi sosial akan bersepakat bahwa hubungan kausal yang

sesungguhnya adalah kemungkinan bersifat resiprokal dan dua arah.

Penelitian Levin dkk (2009) menyimpulkan bahwa identifikasi kelompok dan SDO

berpengaruh kuat dalam memediasi dampak variabel yang lain terhadap dukungan kepada

kekerasan antarkelompok. Levin dkk fokus terutama pada dukungan anggota kelompok

subordinat terhadap kekerasan yang dilakukan kepada kelompok dominan dalam suatu

konflik. Pertama, peneliti mengeksplorasi peran identifikasi kelompok subordinat dalam

Page 8: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

8

memediasi efek SDO atas dukungan terhadap kekerasan antarkelompok. Pada anggota

kelompok subordinat, SDO yang rendah cenderung mengarah kepada identifikasi ingroup

yang lebih besar dan dukungan yang lebih kuat terhadap kekerasan antarkelompok. Orang-

orang dengan SDO yang rendah memperlihatkan dukungan yang lebih besar akan kekerasan

terhadap kelompok dominan karena kekerasan semacam itu akan melemahkan struktur sosial

hirarkis yang mereka lawan.

B. Permasalahan Penelitian

Indonesia sebagai masyarakat yang penuh dengan keragaman, baik dari segi bahasa,

agama, keyakinan keagamaan, etnis dan kelompok politik memungkinkannya untuk menjadi

panorama hubungan antarkelompok yang menyimpan potensi konflik dan kekerasan yang

dahsyat di satu sisi, tetapi sekaligus membuatnya ideal untuk menjadi tempat bagi penelitian

tentang dinamika identifikasi sosial dan hubungannya dengan dukungan terhadap kekerasan

antarkelompok. Indonesia adalah negeri dengan penduduk mayoritas menganut agama Islam,

tetapi nasib mayoritas umat Islam di Indonesia tidak sama dengan mayoritas umat Islam

Melayu di negeri jiran Malaysia yang menikmati kesejahteraan ekonomi dan status sosial

yang lebih tinggi dibandingkan non Muslim. Di Indonesia, walaupun non Muslim merupakan

kelompok minoritas tetapi mereka memiliki tingkat kesejahteraan rata-rata yang lebih tinggi

dibandingkan umat Islam.

Umat Islam Indonesia secara umum adalah penganut Islam Sunni yang secara teologi

mengikuti faham Asyariah dan secara fikih menganut empat mazhab (Syafii, Hambali, Maliki

dan Hanafi), walaupun pada kenyataannya mereka lebih banyak menerapkan ajarah Mazhab

Imam Syafii dalam beribadah sehari-hari. Sementara di sisi lain, terdapat kelompok lain

Page 9: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

9

seperti Ahmadiyah dan Syiah yang dipandang sebagai kelompok lain yang dianggap merusak

dan menodai ajaran Islam.

Penelitian Levin dkk yang disebutkan di atas belum bisa menjawab fenomena

kekerasan antarkelompok di Indonesia di mana di negeri yang mayoritas Muslim ini, justeru

kelompok mayoritas dominan penganut Muslim Sunni melakukan tindak kekerasan terhadap

kelompok minoritas seperti Syiah dan Ahmadiyah. Lebih jauh, belum diteliti secara psikologi

kenapa kelompok mayoritas dominan mendukung aksi kekerasan terhadap kelompok

minoritas?

C. Pertanyaan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat dan mencaritahu:

1. Apakah identifikasi sosial yang kuat sebagai Muslim Sunni yang mayoritas

berkorelasi dengan dukungan atas kekerasan yang ditujukan kepada kelompok

minoritas Ahmadiyah dan Syiah?

2. Apakah SDO yang tinggi berkorelasi dengan dukungan atas kekerasan yang ditujukan

kepada kelompok minoritas Ahmadiyah dan Syiah?

3. Apakah persepsi keterancaman akan keyakinan kelompok mayoritas berpengaruh

terhadap dukungan kekerasan terhadap kelompok minoritas Ahmadiyah dan Syiah?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa:

1. Dukungan terhadap kekerasan yang ditujukan kepada kelompok minoritas di

Indonesia dipengaruhi oleh faktor identifikasi yang kuat terhadap kelompok dominan,

Page 10: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

10

dan bahwa SDO dan persepsi keterancaman menjadi variabel mediator antara

identifikasi yang kuat terhadap kelompok sosial dominan dengan dukungan atas

kekerasan yang ditujukan kepada kelompok minoritas yang dipandang mengancam

identitas mereka sebagai pengikut kaum beriman yang bersyahadat dengan dua

syahadat, yaitu syahadat tauhid dan syahadat rasul.

2. Persepsi keterancaman merupakan faktor penting yang mempengaruhi dukungan

terhadap aksi kekerasan kepada kelompok yang dipandang mengancam keberagamaan

mereka.

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis dan secara praktis,

yaitu:

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi,

ilmu pengetahuan dan teori bagi pengembangan psikologi sosial dan psikologi agama.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan praktis terkait

bagaimana mengatasi masalah hubungan antarkelompok di Indonesia terutama

hubungan antarkelompok berbasis agama dan spiritualitas.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan laporan hasil penelitian ini akan disusun berdasarkan sistematika sebagai

berikut:

Bab I berisi uraian tentang pendahaluan. Bab ini dibagi ke dalam beberapa sub

pembahasan menyangkut latar belakang masalah, masalah penelitian, pertanyaan penelitian,

tujuan dan manfaat penelitian.

Bab II berisi landasan teori yang membahas tentang dasar-dasar teoritis yang

digunakan dalam memilih variabel-variabel penelitian, baik variabel penyebab maupun

variabel minat penelitian. Pembahasan pada bab ini diawali dengan uraian tentang dependent

Page 11: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

11

variable, yaitu dukungan terhadap kekerasan, lalu dilanjutkan dengan pembahasan tentang

independen variabel yaitu identifikasi sosial, orientasi dominasi sosial, dan persepsi

keterancaman. Akhirnya, pembahasan bab ini diakhiri dengan kerangka berpikir dan

hipotesis.

Bab III berisi metode penelitian, yaitu pembahasa seputar isu-isu terkait metode

penelitian seperti pendekatan penelitian, partisipan penelitian, instrumen pengumpulan data,

dan tehnik analisa.

Bab IV berisi pembahasan tentang hasil penelitian. Secara umum, pembahasan hasil

penelitian ini dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pembahasan tentang hasil uji validitas

konstruk dengan menggunakan tehnik CFA, serta pembahasan tentang hasil penelitian

menyangkut uji hipotesis dengan menggunakan tehnik regresi berganda.

Bab V berisi kesimpulan, diskusi dan saran. Bab ini merupakan bab penutup dari

keseluruhan laporan penelitian ini.

Penulisan laporan penelitian ini juga dilengkapi dengan daftar pustaka yang memuat

seluruh literatur yang digunakan sebagai rujukan dalam penulisan. Selain itu, laporan ini

digenapkan dengan lampiran-lampiran penting yang terkait penelitian seperti instrumen

penelitian dan output analisa lisrel dan SPSS. Di awal laporan, juga dimuat abstrak, daftar isi

dan pengantar dari penulis.

Page 12: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

12

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini akan membahas landasan teori penelitian yang berisi penjelasan teoritis tentang

variabel penelitian yaitu landasan teori tentang dukungan terhadap kekerasan, identifikasi

sosial, dominasi sosial dan persepsi keterancaman.

A. Dukungan Terhadap Kekerasan

Konsep dukungan terhadap kekerasan merupakan konsep yang unik dan terbilang

membingungkan. Oleh karenanya, penjelasan tentang dukungan terhadap kekerasan juga

dipandang unik karena biasanya dukungan berkaitan dengan hal-hal yang positif. Tetapi

itulah salah satu daya tarik penelitian ini bagaimana dukungan kekerasan dianggap sebagai

suatu yang riil dalam kehidupan sosial-politik kita.

A.1. Pengertian Dukungan Kekerasan

Dalam ilmu psikologi konsep dukungan jamak digunakan oleh para peneliti untuk

menjelaskan bantuan sosial atau sokongan sosial terhadap orang lain, tetapi dalam konteks

penelitian ini dukungan lebih banyak dibahas dalam konteks psikologi sosial terutama dalam

konteks organisasi atau kelompok. Dengan demikian, dukungan di sini tetap harus difahami

sebagai dukungan sosial terhadap kekerasan yang diberikan individu-individu secara kolektif

maupun secara individual terhadap kekerasan yang ditujukan kepada kelompok tertentu atau

anggota kelompok tertentu.

Dalam suatu studi kombinasi kuantitatif-kualitatif dengan menggunakan tehnik

wawancara baku dengan sampel kaum urban dan pribumi di seluruh daratan Australia,

D’Abbas (1991) menguji tingkat ketergantungan berbagai orang anggota jaringan. Ia

menyebutkan bahwa keluarga cenderung merupakan sumber dukungan materi, praktis dan

Page 13: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

13

emosi yang penting. Secara lebih khusus ia menyebutkan bahwa keluarga, melebihi sumber

dukungan lainnya, merupakan sumber utama asistensi keuangan dalam sampel penelitiannya.

Ia juga menemukan bahwa keluarga cenderung menjadi sumber daya paling penting untuk

dukungan emosional umum dan untuk menjadi tempat bagi seseorang untuk mencurahkan isi

hati dan perasaan (Miller & Darlington, 2002).

Dalam pandangan peneliti, esensi penting dari pernyataan Miller dan Darlington ini

adalah bahwa orang-orang yang memiliki kedekatan hubungan seperti kekerabatan,

perkawanan, keanggotaan yang sama dalam suatu kelompok atau organisasi atau kedekatan

ideologi merupakan kelompok potensial yang akan memberikan dukungan kepada perilaku

tertentu yang dijalankan orang lain. Dalam penelitian ini, hemat saya, aksi kekerasan tentu

saja akan didukung oleh orang-orang yang memiliki kedekatan ideologi atau kesamaan

keanggotaan dengan para pelaku aksi kekerasan antarkelompok karena mereka beranggapan

aksi kekerasan dalam rangka pembelaan terhadap harga diri dan nilai yang dianut kelompok

ideologi.

Pentingnya dukungan sosial di dalam hidup kita tidak terbantahkan. Para peneliti di

bidang dukungan sosial telah menunjukkan bahwa aspek kuantitatif dan kualitatif dari

interaksi sosial kita berhubungan dengan variabel-variabel tertentu seperti penyesuaian

psikologis, fungsi keluarga, perlakuan salah terhadap anak, dan kesehatan fisik. Banyak

peneliti yang berminat dengan kajian dukungan sosial telah mencoba menggambarkan

berbagai sumber dukungan di dalam jaringan kerja pendukung (Miller & Darlington, 2002).

Persoalannya apakah dukungan terhadap kekerasan juga memiliki jaringan pendukung seperti

perilaku lainnya? Logika sederhana saya adalah setiap perilaku kolektif termasuk perilaku

ekstrim kolektif yang dimotivasi nilai dan keyakinan tertentu bisa jadi memiliki jaringan

pendukung yang luas terutama dari orang-orang yang memiliki kepentingan dengan aksi

kekerasan tersebut.

Page 14: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

14

Sejumlah peneliti mencoba membahas konsep dukungan sosial karena manusia adalah

makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari dukungan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.

Leavy (1983) menyebutkan bahwa walaupun konsep dukungan sosial telah banyak difahami

secara intuitif oleh banyak orang tetapi konsep ini bisa dikatakan sebagai salah satu konsep

yang sukar untuk dijelaskan. Dengan mengambil esensi dari berbagai literatur dan definisi

maka elemen dasar atau dimensi dasar dari dukungan sosial dapat dikonstruksi. Sejumlah

peneliti menyamakan dukungan sosial dengan konsep sumber daya yang diberikan orang lain

yang meliputi nasehat, informasi dan asistensi instrumental (Bates & Toro, 1999). Dengan

demikian, dukungan sosial bisa dalam bentuk nasehat atau saran, informasi penting yang bisa

dijadikan pijakan dalam memutuskan sesuatu dan dukungan yang bersifat instrumental

seperti sarana dan fasilitas tertentu.

Dalam sejumlah besar penelitian psikologi, konstruk dukungan sosial dijadikan

sebagai variabel penyebab atau independent variabel bagi konstruk psikologis dalam bidang

psikologi klinis dan kesehatan mental (Bates & Toro, 1999). Dapat dikatakan bahwa konstruk

dukungan sosial tidak banyak digunakan untuk menjelaskan dinamika psikologis dalam

bidang psikologi sosial (Nemoto, 1998), apalagi yang terkait dengan kekerasan, radikalisme

dan terorisme. Bahkan yang unik dari konsep dukungan sosial ini, tidak banyak peneliti yang

menempatkannya sebagai dependent variabel atau minat penelitian. Konstruk ini lebih

banyak ditempatkan sebagai variabel yang menjelaskan perilaku tertentu terutama dalam

bidang psikologi klinis dan kesehatan mental (Li, Wang, Shi, & Shi, 2006; Schrimshaw &

Siegel, 2003). Pada titik inilah pentingnya penelitian ini, yaitu melakukan studi tentang

dukungan sosial terhadap kekerasan sebagai independent variable atau minat kajian yang

sebab-sebabnya akan dikaji. Pentingnya penelitian ini juga dapat dilihat dari fakta dan data

dalam berbagai literatur yang selalu mengaitkan dukungan sosial dengan upaya memberi

bantuan psikologis dan sosial terhadap orang-orang yang membutuhkan bantuan dan

Page 15: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

15

kelompok kurang beruntung. Dengan kata lain, hampir semua penelitian mengaitkan

dukungan dengan upaya menormalisasikan perilaku, dan tidak banyak yang mengaitkannya

dengan dukungan terhadap perilaku ekstrim yang destruktif dan merugikan orang banyak.

Levin dkk (2003) serta Sidanius dkk (2004) adalah sedikit tim peneliti yang mencoba

menempatkan dukungan sosial sebagai minat kajian, apalagi dalam konteks terorisme dan

kekerasan ekstrim (Levin, Henry, Prato, & Sidanius, 2009). Penelitian ini juga mengambil

minat yang sama yaitu mengkaji dukungan terhadap kekerasan serta faktor-faktor psikologis

yang mempengaruhinya. Tentu saja, argumen ini menambah pentingnya nilai dan signifikansi

penelitian ini.

Dukungan terhadap kekerasan yang dimaksudkan di sini adalah dukungan terhadap

aksi kekerasan dan lembaga atau organisasi yang cenderung memilih jalan kekerasan untuk

mencapai tujuan dan penyelesaian masalah. Levin dkk menyebutkan ada dua dimensi

dukungan kekerasan yaitu dukungan terhadap organisasi kekerasan dan dukungan terhadap

aksi kekerasan yang dilakukan kelompok dalam mencapai maksud dan tujuan organisasi

(Levin, Henry, Prato, & Sidanius, 2009). Maka, menurut Levin dkk, dukungan sosial

terhadap kekerasan bisa berarti dukungan terhadap organisasi atau kelompok pelaku

kekerasan dan dukungan terhadap kekerasan itu sendiri.

Konsep tentang dukungan terhadap kekerasan dari Levin dkk akan digunakan sebagai

pijakan teorits dalam mengkonstruksi konstruk dan variabel dukungan terhadap kekerasan.

Dukungan terhadap kekerasan merupakan konstruk dan variabel penting yang mulai populer

terutama setelah peristiwa pengeboman WTC Washington 11 September 2001. Beberapa

poling pendapat yang dilakukan oleh sejumlah lembaga internasional memperlihatkan

dukungan yang tinggi terhadap aksi kekerasan tersebut karena faktor kemarahan terhadap

Amerika Serikat. Dukunga-dukungan tersebut sebagian besar muncul dari negara-negara

Arab dan negara-negara Islam sehingga kemudian memunculkan pertanyaan kenapa banyak

Page 16: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

16

orang mendukung kekerasan. Ada perkembangan apa sehingga kekerasan dan terorisme

seakan-akan dianggap sebagai tindakan yang sah di mata publik? (Levin, Henry, Prato, &

Sidanius, 2009)

Kesan keabsahan kekerasan dan terorisme di mata publik kemudian melahirkan kesan

lain seolah-olah publik atau masyarakat terutama asal pelaku memberikan dukungan yang

nyata, minimal simpati terhadap aksi kekerasan atau terorisme yang dilakukan segelintir atau

sekelompok orang. Victoroff dan Kruglanski (2009) memberikan memberikan bantahan

terhadap asumsi yang mengatakan bahwa ada dukungan publik terhadap aksi teror yang

dilakukan sejumlah kelompok. Keduanya mecontohkan misalnya bagaimana German Red

Army atau Kelompok Baader-Meinhof tidak terbukti mendapatkan dukungan yang luas atas

tindakan mereka dari publik, atau kelompok Italian Red Brigades yang tidak mendapatkan

dukungan sama sekali dari publik di tahun 1970-an atau kelompok terorist Lone Wolf,

Theodore Kaczynksi, yang terbukti secara nyata tidak mendapatkan dukungan sama sekali

dari publik. Fakta-fakta historis tersebut melemahkan asumsi bahwa masyarakat mendukung

gerakan teror dan kekerasan (Victoroff & Kruglanski, 2009).

Tetapi survei dan penelitian lain, misalnya Levin dkk (2003) atau penelitian Sidanius

dkk (2004) menunjukkan ada dukungan publik terhadap aksi teror dan kekerasan yang

dilakukan sejumlah kelompok teror. Para peneliti secara umum menunjuk ke wilayah Timur

Tengah sebagai kawasan yang dipenuhi aksi teror dan kekerasan karena mendapatkan

dukungan luas dari publik terutama umat Islam yang ada di sejumlah wilayah yang sedang

dilanda konflik berkepanjangan. Levin dkk misalnya menemukan bahwa dukungan publik

terhadap aksi kekerasan dan teror yang dilakukan sejumlah gerakan Islam seperti Hammas

dan Hizbullah berkaitan erat dengan tingkat identifikasi seseorang terhadap negara dan

agama, serta berkaitan erat pula dengan kecenderungan dominasi sosial yang melekat dalam

dinamika kepribadian responden penelitian (Levin, Henry, Prato, & Sidanius, 2009).

Page 17: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

17

Penelitian lain yang juga menggambarkan adanya dukungan publik terhadap aksi

kekerasan adalah penelitian yang dilakukan oleh Sidanius dkk (2004) mengenai atribusi

Bangsa Arab terhadap serangan yang ditujukan kepada simbol dan kepentingan Amerika di

Timur Tengah. Penelitian ini hendak membandingkan dua penjelasan penting tentang motif

di balik sikap permusuhan Bangsa Arab terutama kaum muda Arab terhadap Amerika dan

simbol-simbolnya. Dua penjelasan penting ini, yaitu tesis Huntington tentang benturan

peradaban atau perspektif dominasi sosial dari Sidanius, cukup mempengaruhi pola pikir para

ilmuwan dalam melihat hubungan antara Islam dan Barat (Victoroff & Kruglanski, 2009).

Simpulan penilaian menyebutkan bahwa motif di balik sikap permusuhan kaum muda

Arab bukan benturan peradaban antara Barat dan Islam, tetapi lebih berkaitan dengan

penolakan mereka terhadap dominasi Amerika atas Bangsa Arab. Sejumlah responden

menyebutkan bahwa mereka tidak menerima jika diperlakukan tidak adil oleh bangsa-bangsa

Barat terutama Amerika Serikat. Hasil penelitian seperti hendak menegaskan bahwa

kesetaraan di antara bangsa-bangsa adalah faktor utama kenapa kaum muda Arab

menunjukkan sikap permusuhan dan prasangka terhadap Amerika (Levin, Henry, Prato, &

Sidanius, 2009; Sidanius, Henry, Pratto, & Levin, 2009). Pada poin inilah maka teori

dominasi sosial memberikan harapan penting dalam menjelaskan kenapa kaum muda arab

mendukung kekerasan dan bahkan terlibat dalam berbagai aksi kekerasan yang kerapkali

dijadikan sebagai simbol perlawanan terhadap keangkuhan dan pertunjukan kekuasaan yang

membabi-buta oleh Amerika Serikat.

Penelitian lain menyebutkan bahwa dukungan terhadap permainan politik tertentu

seperti dukungan terhadap kekerasan lebih mungkin muncul dari kalangan politisi atau

aktivis partai dibandingkan dari publik umum. Sebab, para politisi umumnya memiliki tujuan

dan agenda tertentu yang bersifat politis di balik dukungan mereka terhadap konflik

antarkelompok termasuk kekerasan antarkelompok (Searing, 1986). Seringkali para politisi

Page 18: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

18

meraup banyak keuntungan politis dari berbagai kasus konflik dan kekerasan komunal yang

justeru merugikan masyarakat sendiri.

Penjelasan lain menyebutkan bahwa dukungan terhadap kekerasan, terutama terhadap

kelompok-kelompok yang dipersepsi mengancam keyakinan dan ajaran pokok agamanya

dimotivasi oleh kesamaan identitas dengan pelaku, sehingga identifikasi yang kuat yang

berkombinasi dengan perasaan terancam dari sisi keimanan dan keyakinan keagamaan dapat

menjadi penyebab dukungan terhadap aksi kekerasan (Ruth, 2010). Hemat penulis, dalam

kaitannya dengan hal ini, dukungan kekerasan umumnya berasal dari kelompok yang

mengalami keterancaman identitas atau kegalauan identitas akibat adanya ketimpangan

antara apa yang ada pada mereka dengan perkembangan zaman yang melaju pesat.

Kesimpulan penelitian dengan substansi yang sama disebutkan oleh Gazi Saloom (in

press) bahwa dukungan dan keterlibatan dalam sejumlah aksi kekerasan terhadap Ahmadiyah

dan kelompok Islam sempalan lainnya dimotivasi oleh semangat membela keyakinan agama

atau ideologi agama yang dipersepsi terancam. Studi kasus tentang radikalisme yang

dilakukan Gazi Saloom di Kabupaten Bogor menemukan bahwa orang-orang yang terlibat

dalam berbagai aksi kekerasan terhadap Ahmadiyah dan kelompok Islam minoritas lainnya

memiliki identifikasi yang kuat terhadap Islam Ahlunssunnah yang mereka yakini.

Keyakinan yang mendalam itulah yang kemudian membuat mereka merasa perlu melakukan

pembelaan terhadap agama yang dipersepsi terancam oleh kelompok dan kaum yang tidak

bertanggungjawab (Saloom, in press). Dengan kata lain, identifikasi yang kuat di satu sisi

berkombinasi dengan perasaan merasa lebih “dominan” secara teologi dan keagamaan, dan di

sisi lain, dengan perasaan terancam sebagai kelompok penganut keyakinan mainstream dan

mapan, dapat melahirkan sikap dukungan terhadap kekerasan tertentu yang ditujukan kepada

kelompok yang dipandang sebagai kelompok subordinat dan sumber ancaman identitas.

Page 19: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

19

Dalam kasus kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah, umumnya atribusi para

pelaku lebih bersifat eksternal, yaitu atribusi yang diarahkan kepada kaum Ahmadiyah sendiri

yang dipandang melecehkan ajaran Islam terutama berkaitan dengan kerasulan Nabi

Muhammad sebagai utusan terakhir Allah (Saloom, in press). Dalam perspektif teori identitas

sosial dan orientasi dominasi sosial, argumen dan atribusi ini menggambarkan persepsi para

penyerang sebagai kelompok paling benar dengan orientasi dominasi sosial yang tinggi

(Sidanius & Pratto, 1999). Indikator orientasi dominasi sosial yang tinggi dalam hal ini

adalah keinginan mereka agar Ahmadiyah dibubarkan karena bukan bagian dari umat Islam

yang berada di jalan lurus, atau jika mereka ingin bertahan dalam Islam maka mereka harus

mengubah keyakinan dan pemahaman keagamaan mereka menyangkut kerasulan terakhir

agar sesuai dengan keyakinan dan keimanan Islam mainstream (Saloom, in press).

A.2. Pengukuran Dukungan Terhadap Kekerasan.

Pengukuran dukungan terhadap kekerasan diupayakan dalam bentuk yang paling

sederhana agar data yang diperoleh sederhana dan mudah untuk dianalisa secara statistik.

Untuk mengukur dukungan terhadap kekerasan, penelitian akan mengadopsi dan

mengadaptasi instrumen dari Levin dkk yang pernah digunakan mereka dalam berbagai

penelitian yang mereka lakukan. Instrumen ini terdiri dari dua dimensi yaitu dukungan

terhadap organisasi yang dilabel teroris dan dukungan terhadap pengeboman WTC.

Levin dkk melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen yang mereka

gunakan. Uji validitas dan reliabilitas diperlukan guna mengetahui apakah instrumen ini

mengukur apa yang seharusnya diukur dan apakah ia juga bersifat ajeg dalam mengukur apa

yang hendak diukur. Bisa dikatakan bahwa uji realibilitas untuk skala ini sangat tinggi yaitu

α=0,93 (Levin, Henry, Prato, & Sidanius, 2009). Angka ini tergolong sangat tinggi dalam

pengujian suatu instrumen pengukuran psikologi, artinya bahwa instrumen ini layak untuk

Page 20: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

20

digunakan dalam penelitian yang lain. Kendati demikian, peneliti merasa perlu melakukan

adaptasi alat ukur karena secara metodologi hal ini memang harus dilakukan. Adaptasi

instrumen dilakukan karena konteks penelitian ini berbeda dengan konteks situasi dan

populasi penelitian Levin walaupun secara substansi sama. Penelitian Levin dilakukan di

Timur Tengah yang sedang dilanda konflik berkepanjangan, sedangkan penelitian ini

dilakukan di Indonesia yang relatif bebas dari berbagai konflik berkepanjangan seperti di

kawasan Arab.

Salah satu contoh item dari instrumen ini adalah : “Saya mendukung pengikut

Ahmadiyah diusir dari tempat tinggal mereka. Instrumen ini direspon responden dengan

memilih salah satu alternatif jawaban dari 4 pilihan yang disediakan, mulai dari sangat tidak

mendukung sampai sangat mendukung. Pilihan terhadap skala 4 untuk respon responden

dimaksudkan untuk kepentingan kesederhanaan dan kemudahan penelitian, baik saat

pengumpulan data maupun saat analisa data dengan menggunakan statistik.

A.3. Faktor-Faktor Penyumbang Dukungan Terhadap Kekerasan

Merujuk kepada prinsip umum dalam ilmu psikologi bahwa perilaku manusia adalah

fungsi dari kepribadian dan lingkungan; atau fungsi dari faktor internal dan faktor eksternal;

atau fungsi dari nurture dan nature. Maka dukungan terhadap kekerasan sebagai salah satu

bentuk perilaku manusia juga harus dilihat dalam perspektif itu. Artinya, dukungan terhadap

kekerasan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal atau faktor kepribadian dan

faktor lingkungan.

Tidak banyak penelitian yang menempatkan dukungan sosial sebagai dependent

variabel, oleh karenanya, tidak banyak penjelasan yang memadai tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi dukungan sosial terhadap kekerasan. Salah satu contoh penelitian yang

menempatkan dukungan sosial sebagai penyebab perilaku adalah penelitian Cowman dkk.

Page 21: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

21

Penelitian mereka menguji hubungan antara rasa psikologis masyarakat, jaringan dukungan

sosial, stress dan kepuasan di kalangan pasukan pemadam kebakaran. Penelitian ini tidak

menemukan perbedaan jender yang signifikan, bahkan penelitian memperlihatkan hubungan

yang signifikan di antara keempat variabel. Di dalam penelitian ini disebutkan bahwa anggota

pemadam kebakaran yang merasa puas dengan dukungan sosial ternyata mendapatkan

pengalaman stress yang lebih kecil karena pelayanan mereka diandingkan mereka yang

mengalami tingkat kepuasan yang rendah (Cowman, Ferrari, & Liao-Troth, 2004).

Secara umum, dukungan terhadap kekerasan sangat berkaitan dengan sikap dan

identifikasi seseorang terhadap kelompoknya. Sebab, dalam rumusan psikologi sosial yang

paling umum, perilaku seseorang adalah gambaran dari apa yang ada di dalam pikirannya

termasuk gambaran sikap. Benyamin Disraeli pernah mengungkapkan suatu pernyataan yang

sangat populer tentang hubungan antara isi kognisi seseorang dengan perilakunya dalam

kehidupan sehari-hari. Katanya, “The thought is the son of behavior” Dalam bahasa yang

sederhana, pernyataan ini menggambarkan bahwa pikiran, persepsi atau sikap adalah modal

dasar seseorang dalam berperilaku. Dalam konteks ini, dukungan terhadap kekerasan adalah

gambaran pikiran, sikap, identifikasi sosial, dan posisi seseorang dalam kelompok terhadap

suatu isu.

Sejumlah survei dan penelitian yang jumlahnya relatif sedikit tentang dukungan

terhadap kekerasan memperlihatkan bahwa terdapat beberapa faktor penting yang

memberikan pengaruh signifikan terhadap dukungan atas kekerasan dan terorisme. Penelitian

Levin dkk (2003) dan penelitian Sidanius dkk (2004) menyimpulkan bahwa identifikasi

sosial, kecenderungan dominasi sosial dan persepsi keterancaman berpengaruh terhadap

dukungan untuk kekerasan.

Page 22: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

22

Berikut akan dibahas faktor-faktor penting yang berpengaruh terhadap dukungan atas

aksi kekerasan, yang telah dipilih dan ditentukan oleh peneliti untuk dijadikan penjelasan

terhadap dukungan kekerasan.

B. Identifikasi Sosial

Dalam perspektif teori evolusi termasuk psikologi evolusi, manusia adalah hewan

sosial. oleh karenanya sebagian besar waktu hidupnya dihabiskan di dalam kelompok. Masih

menurut psikologi evolusi, identitas sosial yang bersumber dari keanggotaan dalam suatu

kelompok merupakan bagian pentingan yang membentuk siapakah dia atau jati dirinya.

Beberapa psikolog beraliran evolusi menganggap kelompok sebagai tingkatan penting di

mana proses seleksi berlangsung dan karakteristik yang mengutamakan dan mengedepankan

kelompok lebih sering terjadi dalam kelompok (Castano, Leidner, & Slawuta, 2008).

Kecenderungan membela kelompok sendiri walaupun kelompok salah atau melakukan

tindakan salah yang disalahkan banyak orang adalah hal yang lumrah. Kecenderungan ini

menggambarkan gejala psikologis yang cenderungan berlaku tidak adil dan berat sebelah,

atau dalam bahasa psikologi sosial disebut dengan konsep “ingroup favoritism and outgroup

derogation atau mengutamakan kelompok sendiri dan memusuhi kelompok lain (Hogg, 2005;

Hogg & Abrams, 1998).

B.1. Pengertian Indentifikasi Sosial

Para ahli psikologi sosial sebagaimana disebutkan dalam sejumlah literatur, sejak

lama mengakui pentingnya identitas sosial dalam membentuk sikap dan perilaku. Pada tahun-

tahun terakhir ini, perhatian para ahli untuk memahami motif identifikasi sosial semakin

meningkat. Dengan kata lain, karena keterikatan dengan kelompok dianggap sebagai suatu

proses yang alamiah maka alasan kenapa individu mengindifikasi diri dengan kelompok

Page 23: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

23

sosial tertentu yang seringkali sangat kuat kemudian menjadi fokus penelitian para peneliti

termasuk bidang ilmu psikologi (Castano, Leidner, & Slawuta, 2008).

Konsep identifikasi sosial adalah khazanah intelektual yang diwariskan oleh para

penggagas Teori Identitas Sosial yaitu Tajfel, dan pada titik tertentu oleh penggagas Teori

Dominasi Sosial. oleh karenanya, untuk dapat memahami konsep identifikasi sosial secara

komprehensif maka penulis akan menguraikan sepintas tentang Teori Identitas Sosial, dan

pada bagian berikutnya penjelasan tentang orientasi dominasi sosial.

Tajfel (1972: 31 dalam Hogg dan Abrams, 1998) mendefinisikan identitas sosial

sebagai berikut: “The individual’s knowledge that he belongs to certain social groups

together with some emotional and value significance to him of the group memberships.”

Definisi dari Tajfel memberikan beberapa kata kunci penting bagi kita dalam upaya

memahami identitas sosial yaitu pengetahuan individu, memiliki kelompok sosial tertentu,

makna emosional dan nilai penting sebagai anggota. Dengan kalimat lain, dapat kita katakan

bahwa keanggotaan individu dalam suatu kelompok memberikan kelekatan emosi dan nilai

penting baginya dan hal itu sungguh-sungguh ia sadari sebagai suatu fakta yang terjadi dan

melekat pada dirinya.

Sedangkan Turner (1982:15, dalam Hogg dan Abrams, 1998) mendefinisikan

kelompok sosial melalui pernyataannya berikut ini: “Two or more individuals who share a

common social identification of themselves or which is nearly the same thing, perceive

themselves to be members of the same social category.” Pengertian kelompok sosial dari

Turner ini dapat dikatakan lebih sederhana dibandingkan pengertian dari Tajfel karena Turner

mengemukakan suatu definisi klasik yang jamak dianut oleh para ahli psikologi sosial atau

para sosiolog.

Page 24: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

24

B.2 Mekanisme Psikologis Identifikasi Sosial

Ada 4 mekanisme psikologis yang mendasari Social Identity Theory (SIT) yaitu

kategorisasi sosial, perbandingan sosial, identifikasi sosial dan distingsi kelompok yang

positif. Keempat mekanisme psikologis ini merupakan unsur penting dalam memahami teori

ini karena tanpa memahami mekanisme psikologis ini maka sulit untuk diperoleh pemahaman

atau gambaran tentang bagaimana identitas sosial bekerja dan mempengaruhi perilaku

seseorang, baik dalam konteks perilaku intrapersonal, interpersonal maupun intergroup.

Mekanisme psikologis yang pertama adalah kategorisasi sosial. Mekanisme

psikologis kategorisasi sosial adalah proses kognitif di mana objek, peristiwa dan manusia

diklasifikasikan menjadi beberapa kategori. Dengan melakukannya maka kita cenderung

mencari kesamaan pada kelompok sendiri dan mencari perbedaan pada kelompok lain.

Penekanan pada kesamaan karakteristik anggota kelompok dan pada perbedaan karakteristik

anggota kelompok lain akan memberikan dampak yang khas terhadap perilaku seseorang

terutama dalam melihat orang lain sebagai anggota kelompok sendiri maupun sebagai

anggota kelompok lain (Taylor & Moghaddam, 1994; Hogg & Abrams, 1998).

Sesungguhnya mekanisme ini merupakan mekanisme psikologis yang bersifat

otomatis dalam diri kita. Otomatisasi dari mekanisme akan terlihat ketika kita berada dalam

suatu situasi yang baru, misalnya ketika memasuki kelas kuliah perdana atau sesi pelatihan

pertama. Satu hal yang kita lakukan pertama kali adalah melihat siapa saja yang menjadi

bagian dari kelas atau sesi pelatihan, lalu pikiran kita secara otomatis akan mencari orang-

orang yang memiliki karakteristik yang sama dengan diri kita dan sekaligus menentukan

siapakah yang berbeda dengan kita. Hasil dari kategorisasi dan klasifikasi yang dilakukan

pikiran kita kemudian mengarahkan kita untuk berperilaku tertentu dalam konteks hubungan

interpersonal dan selanjutnya hubungan antarkelompok.

Page 25: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

25

Kedua, perbandingan sosial adalah kecenderungan membandingkan antara kelompok

sendiri dengan kelompok lain. Kita cenderung menjauhkan diri dari kelompok yang tidak

memiliki keyakinan dan ide yang sama serta mengambil keyakinan yang lebih banyak dari

diri kita dan kelompok kita. Kecenderungan ini sesungguhnya gambaran dari watak dasar

pikiran manusia yang lebih mendekat kepada hal-hal yang sama dan menjauh dari hal-hal

yang berbeda atau bertentangan. Mekanisme ini merupakan mekanisme psikologis yang

bersifat otomatis pada manusia dalam rangka menghindarkan pikiran dari apa yang disebut

dengan istilah disonansi kognitif, yaitu kebingungan karena keterjebakan dalam dua hal atau

dua elemen informasi yang saling bertentangan satu sama lain (Hogg, Abrams, Otten, &

Hankle, 2004). Perbandingan sosial yang kita lakukan ini juga bertujuan untuk memastikan

posisi dan kualitas kita dalam konteks pergaulan sosial. Posisi dan kualitas kita akan terlihat

manakala perbandingan sosial telah dilakukan karena posisi dan kualitas seseorang akan

semakin nyata dan terang-benderang bila dibandingkan dengan posisi dan kualitas orang lain.

Ketiga, identifikasi sosial yaitu bagian konsep diri individu yang bersumber dari

pengetahuannya mengenai keanggotaannya dalam suatu kelompok sosial. Mekanisme

psikologis ini bekerja secara tersembunyi di dalam pikiran dan perasaan manusia. Semakin

kuat identifikasi seseorang terhadap kelompoknya semakin kuat ia membangun jarak psikis

dengan kelompok lain. Pada titik inilah seringkali muncul gejala psikososial yang biasa

disebut dengan sebutan “ingroup favoritism and outgroup derogation.” (Hogg, 2001), yaitu

kecenderungan untuk menganggap baik semua hal yang ada di dalam kelompok sendiri dan

kecenderungan untuk menganggap buruk semua hal yang melekat pada kelompok lain.

Akibatnya terjadi semacam bias informasi yaitu kecenderungan memilih informasi atau hal-

hal yang mendukung nilai kebaikan dan nilai positif yang ada kelompok dan menolak

informasi negatif atau hal-hal yang mencoreng kelompok sendiri. Pada saat yang sama, orang

Page 26: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

26

yang memiliki identifikasi kelompok yang kuat cenderung menyepelekan atau mengabaikan

kebaikan kelompok lain dan membesar-besar kehebatan kelompok sendiri.

Keempat, distingsi positif adalah kecenderungan untuk menunjukkan bahwa

kelompok sendiri lebih baik dibandingkan kelompok lain. Mekanisme dilakukan melalui

etnosentrisme, ingroup favoritism, berpikir streotipe, dan konformitas terhadap norma

kelompok (Taylor & Moghaddam, 1994; Hogg & Abrams, 1998). Mekanisme psikologis

yang keempat ini sesungguhnya bagian penting yang tak terpisahkan dari mekanisme

sebelumnya. Mekanisme etnosentrisme adalah kecenderungan untuk mengedepankan dan

mengutamakan etnis sendiri dibandingkan etnis lain. Mekanisme ini sejatinya terjadi pada

level kelompok yang paling kecil sampai pada kelompok yang besar seperti etnis dan bangsa.

Biasanya kecenderungan etnosentris diikuti kecenderungan berpikir stereotip dan konformitas

yang tinggi terhadap nilai dan norma kelompok. Hal itu disebabkan karena kelompok sendiri

menjadi pusat perhatian dan pusat identifikasi yang paling kuat sehingga mengalahkan entitas

sosial lainnya.

Di atas semua itu, manusia cenderung menggunakan keanggotaan kelompok sebagai

sumber untuk meraih self-esteem yang positif. Dengan kata lain, keanggotaan dalam

kelompok yang bergengsi dan eksklusif dapat meningkatkan harga diri dan martabat

seseorang. Sebaliknya, keanggotaan dalam kelompok yang kurang beruntung dapat

menurunkan self-esteem seseorang.

Menariknya, semakin susah meninggalkan kelompok semakin banyak kita melakukan

perbandingan dengan kelompok berstatus rendah dalam rangka menaikkan self-esteem. Oleh

karenanya, jika tidak bisa meninggalkan kelompok kita cenderung meyakini bahwa

kelompok sendiri lebih baik dari semuanya dan kelompok lain lebih buruk dibandingkan

kelompok (Taylor & Moghaddam, 1994). Teori ini diperkuat oleh suatu penelitian di

kalangan penggemar sepak bola yang dilakukan oleh Breakwell (1978, dalam Brown 2010).

Page 27: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

27

Para penggemar sepak bola yang menonton pertandingan berbagai klub sepak bola yang

beragam dibandingkan dengan penggemar sepak bola yang hanya menonton pertandingan tim

kesayangannya. Hasilnya, mereka yang hanya menonton pertandingan tim kesayangannya

lebih banyak menunjukkan kegairahan dan kesetiaan serta lebih kuat menunjukkan ingroup

bias. Kemungkinan penyebabnya karena mereka memiliki kebutuhan yang lebih tinggi untuk

menunjukkan diri sebagai fans (Brown, 2010). Pesan di balik hasil penelitian Breakwell ini

adalah bahwa keterbukaan kognitif dan berkurangnya ingroup bias akan terjadi jika seseorang

mendapatkan stimulus sosial yang beragam dan akan mencegahnya untuk bersikap fanatik

kepada satu gagasan atau ide yang berasal dari satu kelompok eksklusif dan tertutup.

Dalam konteks ini, kategorisasi sosial dikonsepsi sebagai perangkat kognitif yang

berfungsi untuk melakukan segmentasi, klasifikasi, dan penataan lingkungan sosial sehingga

individu mampu membuat berbagai bentuk aksi sosial, tetapi kategori sosial tidak semata-

mata melakukan sistematisasi dunia sosial; kategori sosial juga memberikan satu sistem

orientasi bagi self-reference; kategori sosial juga menciptakan dan mendefinisikan tempat

seseorang di tengah masyarakat, kelompok-kelompok sosial, yang difahami dalam pengertian

ini, memberikan anggota-anggotanya mekanisme identifikasi diri mereka dalam pengertian

sosial (Tajfel & Turner, 1986).

B.3. Pengukuran Identifikasi Sosial

Identifikasi sosial akan diukur dengan skala dua item yang versi awalnya disusun oleh

Levin dkk. Skala ini digunakan oleh Levin untuk mengukur identifikasi sosial yang sampel

penelitiannya diambil dari kalangan orang Arab dan Libanon. Relibialitas alat ukur

identifikasi sosial termasuk tinggi (α=0,87 untuk identifikasi arab, dan α=0,88 untuk

identifikasi Libanon) (Levin, Henry, Prato, & Sidanius, 2009)

Page 28: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

28

Secara metodologis dan ilmu statistik, angka ini menunjukkan tingkat realibilitas yang

tinggi, baik dalam konteks identifikasi kearaban dan identifikasi kelibanonan. Keduanya

memperlihatkan angka di atas 8,5 yang berarti bahwa instrumen ini jika digunakan pada

populasi atau sampel yang lain diduga akan mencapai angka yang tidak jauh terpaut. Hal

lainnya termasuk untuk sampel dan populasi Indonesia yang mayoritas menganut Islam.

B.4. Pengaruh Identifikasi Sosial Terhadap Dukungan atas Kekerasan

Pengaruh identifikasi sosial terhadap perilaku tertentu telah dikaji secara luas oleh

para psikolog dan peneliti di bidang perilaku sosial. Sebagian besar penelitian menyimpulkan

bahwa identifikasi sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku tertentu, baik

secara langsung maupun secara tidak langsung melalui variabel moderator lainnya (Thye &

Lawler, 2005). Penelitian juga memperlihatkan bahwa pengaruh identifikasi sosial akan

menjadi signfikan terhadap variabel perilaku tertentu manakala dimediasi atau dimoderatori

oleh variabel lainnya yang relevan (Levin, Henry, Prato, & Sidanius, 2009). Jumlah

penelitian dengan model seperti ini relatif cukup banyak, termasuk studi-studi yang terkait

dinamika psikologis antarkelompok (Thye & Lawler, 2005).

Banyak penelitian yang mengkaji pengaruh identifikasi sosial terhadap konflik

antarkelompok, tetapi tidak banyak penelitian yang mengkaji faktor-faktor psikologis yang

mempengaruhi kekuatan identifikasi sosial. Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa

dukungan sosial tidak berpengaruh langsung terhadap dukungan atas aksi kekerasan, tetapi ia

harus dimediasi oleh faktor lain seperti orientasi dominasi sosial dan persepsi keterancaman.

Oleh karenanya, jika pengaruh identifikasi sosial dilihat pengaruhnya secara langsung

terhadap dukungan atas aksi kekerasan maka besar kemungkinan pengaruhnya tidak akan

signifikan (Levin, Henry, Prato, & Sidanius, 2009).

Page 29: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

29

Pengaruh identifikasi sosial terhadap kolaborasi dan kinerja kelompok dalam seting

kelompok berdasarakan penelitian dari Rink dkk memperlihatkan nilai yang sangat

signifikan. Penelitian yang dilakukan Rink dkk menyimpulkan bahwa identifikasi sosial akan

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku tertentu, dalam hal ini kolaborasi

dan kinerja kelompok sesungguhnya bergantung pada sifat identitas dan distingsi norma yang

ada pada kelompok. Rink dkk menyatakan bahwa semakin beririsan keanggotaan kelompok

seseorang dengan keanggotaan orang lain maka semakin rendah tingkat identifikasi

kelompok pada seseorang. Sebaliknya, semakin tunggal keanggotaan seseorang dalam suatu

kelompok tanpa ada irisan dengan kelompok lain atau orang lain maka semakin tinggi tingkat

identifiksi kelompoknya (Rink, 2005). Intinya, keanggotaan seseorang yang beragam dalam

berbagai kelompok dan organisasi akan membuat identifikasi sosialnya terbagi-bagi kepada

banyak afiliasi. Hal ini merupakan sesuatu yang logis meningat seseorang harus berbagi

pikiran, perasaan dan komitmen dengan berbagai kelompok yang beragam.

Penelitian lain menunjukkan bahwa identitas yang diverifikasi akan menimbulkan

emosi positif sedangkan identitas yang tidak diverifikasi akan memunculkan emosi negatif.

Kesimpulan ini merupakan data empirik yang memperkuat teori tentang kontrol identitas

terhadap perilaku manusia termasuk dalam konteks hubungan antarkelompok (Stets & Burke,

2005). Dalam bahasa yang lain, semakin jelas identitas seseorang maka semakin positif

emosinya sebagai akibat dari kejelasan identitasnya, dan sebaliknya, semakin kabur identitas

seseorang semakin tinggi kemungkinan menyebabkan emosi negatif. Emosi positif lahir dari

kejelasan identitas dan emosi negatif lahir dari ketidakjelasan identitas.

Dalam konteks dukungan terhadap kekerasan, hasil penelitian ini memperkuat hasil

penelitian lain tentang dukungan terhadap kekerasan seperti penelitian Levin dkk (2003) dan

penelitian Sidanius dkk (2004) yaitu bahwa identifikasi sosial yang kuat dan disertai dengan

Page 30: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

30

orientasi dominasi sosial yang tinggi atau persepsi keterancaman yang tinggi berpengaruh

signifikan terhadap dukungan atas aksi kekerasan dan terorisme.

Terkati dengan hal ini, Lovaglia dkk (2005) menyebutkan bahwa suatu teori tentang

diri dan identitas-identitas yang terdapat di dalamnya bisa menjelaskan perbedaan kinerja

akademik dan kognitif karena kinerja yang sukses berkaitan dengan motivasi internal yang

kuat. Teori kontrol identitas dan teori kontrol afeksi beranggapan bahwa individu berbuat

dalam rangkat memperkuat identitas, walaupun perbuatan-perbuatan itu memiliki

konsekuensi yang negatif terhadap dirinya (Lovaglia, Youngreen, & Robinson, 2005). Apa

yang dikatakan Lovaglia dkk bisa dijadikan dasar untuk memahami bagaimana seseorang

memberikan dukungan terhadap kekerasan. Intinya, dukungan terhadap kekerasan diberikan

karena keinginan memperkuat identitas atau bisa juga sebaliknya, karena identifikasi yang

kuat terhadap kelompok maka dukungan atas kekerasan terhadap kelompok-kelompok yang

mengancam kelompok sendiri akan diberikan, walaupun ada konsekuensi, misalnya

konsekuensi hukum yang harus ditanggung.

C. Orientasi Dominasi Sosial (ODS)

Orientasi dominasi sosial merupakan variabel psikologis yang digunakan dalam

penelitian ini untuk menjelaskan dukungan terhadap kekerasan. Berikut ini akan dijelaskan

tentang pengertian orientasi dominasi sosial, pengaruhnya terhadap dukungan atas kekerasan,

dan instrumen orientasi dominasi sosial.

C.1. Pengeritan Orientasi Dominasi Sosial

Orientasi dominasi sosial (ODS) atau dalam bahasa Inggris “Social dominance

orientation” adalah salah satu konstruk psikologi sosial yang membentuk teori dominasi

sosial. Orientasi dominasi sosial sendiri didefinisikan sebagai hasrat individu untuk meraih

Page 31: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

31

dominasi sosial, dukungan terhadap hirarki dan dominasi berbasis kelompok dalam wujud

dominasi kelompok superior atas kelompok inferior (Sidanius & Pratto, 1999). Merujuk

kepada definisi ODS dari Sidanius dan Pratto ini maka ada tiga poin penting ODS yaitu

keinginan individu untuk menguasai secara sosial, kecenderungan individu untuk mendukung

struktur sosial yang hirarkis dan berdasarkan kasta, serta keinginan individu agar

kelompoknya senantiasa mendominasi kelompok lain.

Orientasi dominasi sosial (SDO) adalah perbedaan individual yang mencerminkan

suatu preferensi bagi hubungan kelompok yang hirarkis; suatu preferensi bagi superioritas

dan dominasi kelompok sendiri atas kelompok lain. Orang-orang yang memiliki SDO yang

tinggi cenderung memfavoritkan ideologi dan kebijakan yang meningkatkan hirarki,

sementara yang memiliki SDO rendah cenderung memfavoritkan ideologi dan kebijakan

yang memberantas hirarki (Li, Wang, Shi, & Shi, 2006). Temuan lain justeru bertentangan

dengan apa yang dikemukakan Li dkk, bila Li dkk menemukan bahwa orang-orang yang

memiliki SDO rendah cenderungan mendukung ideologi dan kebijakan yang memberantas

hirarki maka ditemukan orang-orang yang memiliki SDO rendah justeru mendukung struktur

yang hirarkis karena mereka terbiasa dan bahkan menikmati suasana dan struktur yang

hirarkis tersebut (Sidanius & Pratto, 1999).

Sebagai suatu orientasi umum, SDO atau ODS berkaitan dengan apapun yang menjadi

distingsi kelompok yang menonjol dalam suatu konteks sosial yang ada. Distingsi kelompok

ini bisa jadi dalam bentuk jenis kelamin, jender, ras, kelas sosial, kebangsaan, wilayah,

agama, kelompok bahasa, tingkatan hidup, tim olah raga atau apapun yang secara esensial

bisa menimbulkan distingsi potensial di antara kelompok manusia (Sidanius & Pratto, 1999).

Dengan kata lain, distingsi kelompok ada yang muncul sebagai bawaan manusia, ada yang

muncul sebagai hasil kesepakatan, dan ada pula yang muncul sebagai konsekuensi dari

pilihan seseorang.

Page 32: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

32

SDO dianggap berpengaruh luas terhadap sifat dan intensitas hirarki sosial berbasis

kelompok, bukan hanya karena ia mempengaruhi ideologi sosial yang luas dan mitos yang

dilegitimasi, tetapi barangkali yang paling penting adalah karena ia mempengaruhi output

kebijakan publik HE (Hierarchy-enhancing) yaitu peningkatan hirarki dan HA (Hierarchy-

attenuating) yaitu penipisan hirarki. Cakupan empirik dan konseptual dari SDO diharapkan

sangat meluas karena ia berkaitan dengan sikap terhadap semua ideologi sosial, sikap,

kepercayaan, jalur karir, atau kebijakan sosial dengan implikasi yang kuat terhadap distribusi

nilai sosial di antara kelompok sosial yang ada. Nilai sosial tersebut muncul dalam bentuk

yang beragam termasuk kesejahteraan, kekuasaan, status, pekerjaan, kesehatan dan prestige

(Sidanius & Pratto, 1999).

SDO dipengaruhi secara signifikan oleh minimal empat faktor, yaitu: Pertama, SDO

akan dipengaruhi oleh keanggotaan seseorang dan identifikasi dengan kelompok yang paling

menonjol dan diatur secara hirarkis. Secara umum dan dengan kesetaraan setiap orang

berharap bahwa anggota kelompok dominan dan atau siapa saja yang mengidentifikasi diri

dengan kelompok dominan akan memiliki SDO yang lebih tinggi dibandingkan anggota

kelompok subordinat dan atau siapa saja yang mengidentifikasi diri dengan kelompok

subordinat (Sidanius & Pratto, 1999). Intinya, SDO sangat dipengaruhi oleh seberapa besar

tingkat identifikasi seseorang dalam suatu kelompok yang dominan atau suatu kelompok

yang subordinat. Semakin tinggi identifikasi terhadap kelompok sosial yang dominan maka

semakin tinggi kecenderungan SDO seseorang.

Kedua, tingkat SDO seseorang juga dipengaruhi oleh latarbelakang dan faktor

sosialisasi seperti tingkat pendidikan, keyakinan keagamaan, dan seluruh pengalaman

sosialisasi lainnya seperti perang, depresi, bencana alam (Sidanius & Pratto, 1999). Dengan

kata lain, pengalaman positif atau pengalaman negatif seseorang dalam berbagai konteks

Page 33: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

33

pergaulan sosial akan menimbulkan SDO yang tinggi atau sebaliknya akan menimbulkan

SDO yang rendah.

Ketiga, ada alasan untuk percaya bahwa orang-orang yang dilahirkan dengan

pradisposisi tempramen dan kepribadian yang berbeda. Salah satu contoh pradisposisi itu

adalah empati. Ada alasan untuk percaya bahwa semakin tinggi empati seseorang maka

semakin rendah SDOnya (Sidanius & Pratto, 1999). Kepribadian dan tempramen merupakan

determinan penting yang mempengaruhi SDO seseorang. Semakin individualis seseorang

maka semakin tinggi SDO nya dan semakin pro-sosial seseorang maka semakin rendah SDO

nya.

Keempat, tingkat SDO seseorang bergantung pada jender. Segala sesuatu diharapkan

setara, laki-laki akan memiliki tingkat SDO yang relatif dan secara rerata lebih tinggi

dibandingkan perempuan (Sidanius & Pratto, 1999; Nelson, 2002). Dengan kata lain,

kecenderungan untuk mendominasi lebih kuat pada pria dibandingkan pada perempuan.

Pratto dkk mengembangkan skala SDO 16 item untuk mengukur sikap terhadap

perbedaan kelompok dan hirarki sosial. Terdapat bukti yang banyak mengenai realibilitas dan

validitas skala ini atau variasinya yang diperoleh melalui penelitian di Swedia, Australia,

negara-negara bekas Uni Soviet, dan beberapa populasi etnik di Amerika Serikat. Kendati

demikian, studi tentang dimensionalitas skala SDO menghasilkan hasil yang tidak dapat

disimpulkan dengan dukungan tertentu, yaitu suatu struktur yang unidimensi dan dukungan

lain, suatu struktur dua faktor. Dalam sampel mahasiswa Israel dan Amerika, Sidanius dan

Pratto menemukan bahwa SDO terdiri dari dua faktor yang sangat berkaitan, yaitu: Pertama,

egalitarianisme berbasis kelompok, dan kedua, dominasi berbasis kelompok. Oleh karena

korelasi yang tinggi dan kesamaan konseptual, Sidanius dan Pratto menyatakan bahwa skala

ini bersifat unidimensi. Sebaliknya, Jost dan Thompson di tahun 2000 juga menemukan dua

faktor yaitu oposisi terhadap kesetaraan dan dukungan terhadap dominasi berbasis kelompok,

Page 34: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

34

dan karenanya mereka menyatakan bahwa SDO memiliki suatu struktur dua faktor (Li,

Wang, Shi, & Shi, 2006; Hogg & Abrams, 1998; Levin, Henry, Prato, & Sidanius, 2009).

Di daratan Cina, Li dkk melakukan tiga studi dengan menggunakan analisa

eksploratori dan konfirmatori. Studi-studi ini memberikan bukti empirik yang konsisten

terhadap model 3 faktor SDO di daratan Cina. Dukungan terhadap pengeluaran yang tidak

ditemukan dalam penelitian sebelumnya muncul sebagai faktor SDO yang independen.

Dalam studi kedua, faktor tersebut memprediksi perbedaan SDO antara kelompok status

tinggi (kelompok manajer) dan kelompok status rendah (pekerja yang baru bekerja). Dalam

studi ketiga, faktor eksklusi berkorelasi secara positif dengan otoritarianisme dan

berhubungan secara negatif dengan altruisme sehingga dapat dikatakan bahwa keseluruhan

hasil studi ini memberikan bukti empirik yang memadai atas validitas faktor SDO yang baru

ini (Li, Wang, Shi, & Shi, 2006).

C.2. Pengukuran Orientasi Dominasi Sosial

Walaupun terdapat banyak model skala SDO yang diperoleh dari sejumlah studi,

tetapi penelitian ini akan menggunakan instrumen yang paling awal dan klasik karena alasan

kemudahan dan kesederhanaan penelitian.

SDO akan diukur dengan skala SDO yang terdiri dari 16 item. Item disusun dan telah

diujicobakan oleh Pratto dkk pada tahun 1994 dengan tingkat reliabilitas yang cukup tinggi

(α=0,89). Pratto dkk menggunakan suatu skala respon dari 1 sampai 7 (1=sangat tidak setuju

dan 7=sangat setuju), tetapi dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan skala 1 sampai 4

(1=sangat tidak setuju, 4=sangat setuju). Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan

kemudahan dan kesederhanaan saat pengumpulan data atau saat analisa secara statistik.

C.3. Pengaruh SDO Terhadap Dukungan Kepada Kekerasan

Page 35: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

35

Penelitian tentang pengaruh SDO terhadap dukungan atas aksi kekerasan telah

dilakukan oleh Levin dkk. Penelitian mereka menyimpulkan bahwa SDO memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap dukungan atas aksi kekerasan (Levin, Henry, Prato, &

Sidanius, 2009).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sidanius dkk juga menemukan bahwa atribusi

permusuhan kaum muda Arab terhadap Amerika dan simbol-simbolnya tidak disebabkan

oleh benturan peradaban sebagaimana yang menjadi tesis Huttington, tetapi lebih disebabkan

oleh sikap perlawanan yang didorong oleh perasaan sebagai kelompok subordinat yang

diperlakukan semena-mena oleh negara adi daya seperti Amerika Serikat (Victoroff &

Kruglanski, 2009).

Dengan kata lain, SDO merupakan penjelasan penting yang bisa menjelaskan secara

tuntas kenapa kaum muda Arab sangat benci terhadap intervensi Amerika di negara mereka.

Di dalam penelitian ini disebutkan sikap perlawanan sebagai kelompok tertindas terhadap

kelompok penindas merupakan atribusi penting perilaku heroik dan perlawanan mereka. Oleh

karenanya, dukungan mereka terhadap kekerasan sebagai perlawanan simbolik terhadap

orientasi dominasi sosial yang dipersepsikan melekat pada Amerika dan sekutu-sekutunya

(Sidanius, Henry, Pratto, & Levin, 2009).

D. Persepsi Keterancaman

Persepsi keterancaman merupakan salah satu variabel yang digunakan oleh sejumlah

peneliti seperti Sidanius dkk (2004) dan Levin dkk (2003) dalam menjelaskan dukungan

terhadap kekerasan dan atribusi tentang kekerasan.

D1. Pengertian Persepsi Keterancaman

Page 36: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

36

Persepsi keterancaman adalah perasaan terancam yang dirasakan seseorang

karena adanya ancaman dari pihak lain, baik dalam bentuk ancaman riil maupun ancaman

simbolik. Persepsi keterancaman ini kemudian membentuk sikap permusuhan dan bahkan

tindakan kekerasan terhadap anggota kelompok yang dipersepsi menjadi sumber ancaman.

Ancaman yang lebih banyak dirasakan secara individual menimbulkan rasa takut dan

ancaman yang lebih banyak dirasakan secara kelompok akan melahirkan perilaku balas

dendam atau kekerasan balasan yang ditujukan kepada pihak tertentu yang dipandang

mengancam (Putra & Pitaloka, 2012; Nelson, 2002).

Menurut Stephan dkk, ada empat jenis ancaman atau persepsi keterancaman, yaitu

ancaman simbolik, ancaman riil, kecemasan antarkelompok, dan stereonegatif. Ancaman

simbolik adalah ancaman yang berupa perbedaan moral, nilai, standar, keyakinan dan sikap;

ancaman riil adalah ancaman yang jelas dan nyata; kecemasan antarkelompok adalah

perasaan terancam yang terjadi karena interaksi kelompok di mana dalam proses itu muncul

perasaan terhina atau diremehkan; dan terakhir stereonegatif yaitu ancaman yang disebabkan

oleh label atau pandangan negatif dari kelompok lain (Putra & Pitaloka, 2012).

Teori kategorisasi diri dan teori atraksi-kesamaan dapat digunakan untuk menjelaskan

bagaimana perbedaan menimbulkan perilaku negatif. Teori kategorisasi diri menyebutkan

bahwa konsep diri kita didasarkan atas kategori sosial yang menjadi dasar dalam melihat diri

kita, misalnya usia, jender, ras, kepribadian dan lain-lain. Teori ini juga menyebutkan bahwa

kita ingin meraih identitas diri yang positif. Kebutuhan terhadap identitas diri yang positif

mendorong kita untuk melakukan preferensi dan mengevaluasi mengevaluasi secara lebih

positif orang-orang yang sama dengan diri kita dalam kategori sosial tertentu yang menjadi

basis identitas kita (Strauss, Connerley, & Ammermann, 2003).

Teori daya tarik kesamaan dari Byrne (1971) di sisi lain menggunakan kerangka kerja

penguatan untuk menjelaskan kenapa kesamaan mempengaruhi evaluasi kita terhadap orang

Page 37: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

37

lain. Stimulus yang menguatkan (seperti kesamaan ras) menimbulkan respon afektif seperti

daya tarik interpersonal yang pada gilirannya menimbulkan suatu respon evaluatif. Untuk

mendukung teori-teori terkait, Strauss dkk (2001) menemukan bahwa para pengawas yang

mempersepsi kepribadian subordinat sama dengan kepribadian mereka, cenderung lebih

menyukai kaum subordinat dan memperingkat kinerja lebih tinggi dibanding subordinat yang

kepribadian mereka dilihat tidak sama (Strauss, Connerley, & Ammermann, 2003).

Jika kesamaan dipandang sebagai ganjaran atau dukungan terhadap identitas diri yang

positif maka ketidaksamaan atau keragaman dipandang sebagai ancaman terhadap identitas

diri individu sebagaimana kata Jackson dkk (1991):

“The entry of a new member into a new team and the ensuing process of socialization

may be perceived as potentially threatening for particular identities and/or as

opportunities for identity enhancement . whether this time of transition will be

perceived as a threat to one’s identities is likely to be partially determined by

demographic similarity.” (p. 78)

Intinya, sesuatu yang baru dan berbeda bisa menjadi ancaman identitas di satu sisi

tetapi bisa menjadi peluang untuk pengayaan identitas. Oleh karenanya, persepsi

keterancaman terhadap identitas berkaitan dengan banyak hal terutama perasaan berbeda atau

persepsi bahwa kita berbeda. Jadi, persepsi keterancaman muncul dari persepsi perbedaan

dan ketidaksiapan menerima keragamaan atau perbedaan yang dibawa oleh orang lain atau

kelompok lain.

Lalonde, Doan dan Patterson di tahun 2000 melakukan suatu penelitian. Mereka

mengukur sikap terhadap perbaikan politik. Mereka menemukan bahwa sikap individu

berhubungan dengan ideologi mereka, dan bahwa sikap yang tidak mendukung ideologi

individu pasti dianggap sebagai ancamana potensial terhadap identitis. Contoh, kaum gay dan

Page 38: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

38

lesbian dalam studi tersebut lebih besar kemungkinan untuk setuju dengan stereotipe bahwa

para pendukung anti perbaikan politik merupakan pengikut kelompok ekstrim sayap kanan

yang tidak toleran (Strauss, Connerley, & Ammermann, 2003).

Salah satu temuan paling menarik dalam penelitian Strauss dkk adalah hubungan yang

kuat antara agreeableness dengan sikap terhadap keragaman. Sebenarnya hubungan seperti

ini tidak mengherankan karena agreebleness adalah trait seperti sifat tidak mengutamakan

diri sendiri, toleransi, sifat menolong, sopan dan kemampuan melakukan kerjasama, dan

bahwa tingkat agreebleness yang rendah ditemukan berhubungan dengan sikap antisosial dan

perilaku yang disfungsional. Temuan Strauss dkk mendukung hasil penelitian terdahulu

seperti Maunt dkk (1998); dan Witt dkk (2002) yang menekankan pentingnya agreebleness

dalam tugas di mana suasana saling ketergantungan dan kerjasama merupakan persyaratan

penting untuk meraih kinerja kontekstual. Trend peningkatan keragaman terkait dan

perubahan lingkungan kerja melahirkan kebutuhan yang lebih banyak terhadap orang-orang

yang mampu berinteraksi secara positif dengan keragaman orang lain dalam seting kerja

(Strauss, Connerley, & Ammermann, 2003).

Ancaman atau persepsi keterancaman dalam hal ini berkaitan pula dengan trait atau

karakter atau kepribadian seseorang. Orang yang memiliki kecenderungan dan kemampuan

bekerjasama dengan orang lain yang berbeda adalah orang yang bebas dari perasaan terancam

atau persepsi keterancaman. Sebab, baginya tidak ada ancaman yang patut dikhawatirkan

karena semua orang adalah kawan dan mitra yang bisa diajak bekerjasama dalam

menciptakan suatu perubahan atau proyek kemajuan bersama.

D.2. Pengukuran Persepsi Keterancaman

Dalam penelitian ini, hanya persepsi keterancaman simbolik yang akan digunakan

karena lebih relevan dengan konteks hubungan antarkelompok yang terjadi pada sampel

Page 39: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

39

penelitian yang dipilih. Persepsi keterancaman simbolik untuk penelitian ini akan

dikonstruksi sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang digunakan dan disesuaikan dengan

kondisi dan karakteristik partisipan penelitian.

Konstruksi alat ukur persepsi keterancaman didasarkan atas teori persepsi

keterancaman yang dikembangkan oleh Stephen. Teori ini dipandang mampu mendasari

pembuatan alat ukur yang mengukur persepsi atau perasaan terancam seseorang atas ideologi

atau keyakinan yang ia anut.

Salah satu contoh item yang digunakan dalam alat ukur ini adalah “Ajaran

Ahmadiyah mengusik keimanan umat Islam di Indonesia karena meyakini ada nabi setelah

Nabi Muhammad”. Untuk merespon pernyataan ini, responden disediakan 4 pilihan alternatif

jawaban mulai dari sangat terancam sampai sangat tidak terancam.

Kenapa keterancaman riil tidak digunakan? Hal itu didasarkan atas pendapat para ahli

psikologis sosial seperti Prato dan Sidanius yang mengatakan bahwa keterancaman riil

umumnya bersifat ekonomi dan politik, sedangkan keterancaman simbolik hanya mencakup

hal-hal yang bersifat psikologis dan persepsi semata (Sidanius & Pratto, 1999). Hemat saya,

sebagai bagian dari penelitian ilmu psikologi, bentuk persepsi keterancaman ini lebih relevan

dengan konteks penelitian ini.

D.3. Pengaruh Persepsi Keterancaman Terhadap Dukungan Kekerasan

Ketidakpastian, diri maupun kolektif, dapat melahirkan persepsi keterancaman pribadi

maupun kelompok. Kondisi ini memotifikasi seseorang untuk melakukan identifikasi diri

yang kuat terhadap kelompoknya serta perilaku yang dapat mempromosikan entitavitas

kelompok. Pada kondisi ketidakpastian yang lebih ekstrim, identifikasi terkesan lebih tegas

dan entitavitas (jiwa moksa) berkaitan dengan ortodoksi, hirarki dan ekstrimisme serta

berhubungan pula dengan sistem keyakinan yang bersifat ideologis (Hogg, 2005).

Page 40: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

40

Pernyataan Hogg ini memperjelas asumsi yang berkembang selama ini di kalangan

para peneliti radikalisme, kekerasan ekstrim dan terorisme yang menyebutkan bahwa

dukungan terhadap kekerasan lebih banyak datang dari anggota kelompok yang memiliki

pemahaman keagamaan ortodoks, keyakinan yang berbasis kelas dan strata sosial, dan

ideologi-ideologi tertentu seperti ideologi kekerasan dan kebencian (Solahuddin, Gazi, &

Mukhtadirin, 2011; Al-Makassary, 2004; Hogg, 2005).

Maka, para pendukung kekerasan terhadap kelompok minoritas adalah mereka yang

memiliki pemahaman keagamaan yang sempit, menganggap ada kelas dan strata yang

memisahkan antara mereka dengan orang lain atau diinspirasi oleh ideologi dan mitos

tertentu sebagai dasar pembenaran atas pembelaan dan dukungan mereka terhadap kekerasan

yang ditujukan kepada minoritas atau kelompok sempalan yang dianggap menyimpang.

Penelitian yang dilakukan oleh tim dari CSRC memperlihatkan bahwa ada

kecenderungan anggota kelompok ekstrim untuk memainkan situasi chaos dan konflik di

masyarakat serta memanfaatkannya untuk menyebarkan ideologi-ideologi permusuhan dan

kebencian terhadap anggota kelompok lain (Bakar & Bamualim, 2006). Hal yang sama

diungkapkan oleh Baidhowi bahwa kelompok Islam ekstrim di Indonesia sering

memanfaatkan berbagai konflik di tengah masyarakat untuk menyebarkan propaganda dan

pemikiran garis keras, sehingga dapat dikatakan bahwa peran individu-individu dari

kelompok garis keras terasa sangat kuat dalam berbagai kasus kekerasan antarkelompok yang

terjadi di Indonesia (Baidlowi, 2011).

Keterlibatan dalam konflik dan kekerasan dalam kasus tertentu berkaitan dengan

perasaan empati atas korban konflik dari kalangan anak-anak dan wanita. Hal ini misalnya

tergambar dari keputusan seorang narapidana teroris untuk bergabung dalam kelompok jihad

setelah mengalami perasaan sedih yang mendalam karena melihat umat Islam terzolimi dan

terancam. Perasaan terancam atau persepsi keterancaman simbolik yang menyangkut masa

Page 41: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

41

depan agama dan umat inilah yang mendorongnya untuk terlibat dalam berbagai aksi

kekerasan sebagai ekspresi pembelaan terhadap nasib umat Islam di berbagai belahan dunia

seperti Afganistan dan Chechniya (Ismail, 2010).

Motif pembelaan kelompok adalah akibat dari persepsi keterancaman yang ada pada

seseorang menyangkut kelompoknya. Sejumlah penelitian, misalnya penelitian Milla (2010)

menyimpulkan bahwa salah satu alasan kenapa seseorang bergabung dalam kelompok jihad

atau terlibat dalam aksi kekerasan adalah karena keterancaman identitas terutama identitas

sosial. Wawancara Milla dengan para pelaku utama Bom Bali menunjukkan bahwa dorongan

untuk membela kelompok atau umat adalah salah satu alasan yang mengemuka ketika para

responden ditanyakan tentang motif bergabungnya mereka ke dalam kelompok teror atau

keterlibatan mereka dalam aksi teror (Milla, 2010).

E. Kerangka Berpikir

Dukungan terhadap terorisme merupakan fenomena yang mulai muncul setidaknya

menurut Victoroff dan Kruglanski di sejumlah kawasan di Timur Tengah yang mayoritas

penganut Islam. Fenomena semacam ini tidak pernah muncul sebelumnya di belahan dunia

lain seperti di Jerman atau Italia, dua negara yang pernah diwarnai oleh aksi teror oleh

sejumlah organisasi dan gerakan teror. Tentu saja, dua kondisi yang kontradiktif ini

menimbulkan sejumlah pertanyaan mengapa kedua kondisi itu berbeda? Faktor apa saja yang

mempengaruhi munculnya dukungan terhadap terorisme kekerasan di Timur Tengah dan

belahan dunia Islam lainnya termasuk di Indonesia?

Salah satu dugaan yang dimunculkan adalah bahwa terdapat sejumlah faktor

psikologis yang mempengaruhi munculnya dukungan terhadap terorisme dan kekerasan di

dunia Islam. Faktor-faktor psikologis tersebut diduga memberikan pengaruh yang kuat

terhadap dukungan akan kekerasan dan terorisme di Timur Tengah dan dunia Islam. Levin

Page 42: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

42

dkk (2003) menyimpulkan orientasi dominasi sosial dan identifikasi sosial merupakan dua

determinan penting yang mempengaruhi dukungan terhadap kekerasan. Penelitian lain dari

Sidanius dkk (2004) menyebutkan bahwa persepsi keterancaman berpengaruh terhadap sikap

permusuhan terhadap Amerikan dan dukungan riil terhadap penyerangan simbol-simbol

kebesaran Amerikan Serikat.

Bila digabungkan antara kedua hasil penelitian ini maka diperoleh suatu hasil bahwa

dukungan terhadap kekerasan sangat dipengaruhi oleh orientasi dominasi sosial, identifikasi

sosial dan persepsi keterancaman. Ketiga faktor psikologis ini secara bersama-sama dan

sendiri-sendiri memberikan pengaruh dan kontribusi yang kuat terhadap dukungan kekerasan.

Mekanisme penelitian ini akan disusun dalam suatu kerangka konsep yang melihat

bagaimana hubungan antar variabel dan posisi masing-masing dalam penelitian ini. Dalam

penelitian ini, dukungan terhadap kekerasan ditempatkan sebagai minat kajian atau dependent

variabel yang hendak dikaji, terutama untuk mencari faktor apa saja yang mempengaruhi atau

yang berhubungan dengannya. Ada beberapa variabel yang ditempatkan sebagai penyebab

atau perantara penyebab dari dukungan terhadap kekerasan. Identifikasi sosial diposisikan

sebagai independent variabel yang menjadi faktor penting dukungan terhadap kekerasan,

tetapi identifikasi sosial tidak akan efektif mempengaruhi dukungan terhadap kekerasan jika

tidak diperantarai oleh orientasi dominasi sosial dan persepsi keterancaman.

Oleh karenanya, berdasarakan apa yang telah diuraikan di atas maka penelitian

tentang dukungan kekerasan yang dilakukan penelitian ini disusun berdasarkan kerangka

berpikir sebagaimana tergambar berikut ini.

Page 43: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

43

Tabel 1

Kerangka Berpikir Penelitian

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan telaah dan uraian teoritis di atas maka peneliti menegakkan sejumlah

hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Identifikasi sosial berpengaruh positif terhadap dukungan terhadap kekerasan.

Semakin kuat tingkat identifikasi sosial semakin kuat dukungan terhadap kekerasan.

2. Orientasi dominasi sosial berpengaruh positif terhadap dukungan kepada kekerasan.

Semakin tinggi orientasi dominasi sosial maka semakin tinggi dukungan terhadap

kekerasan.

3. Persepsi keterancaman berpengaruh positif terhadap dukungan kepada kekerasan.

Semakin tinggi persepsi keterancaman maka semakin tinggi dukungan terhadap

kekerasan.

Orientasi Dominasi

Sosial

Dukungan Terhadap

Kekerasan Identifikasi Sosial

Persepsi

Keterancaman

Page 44: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

44

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan metode penelitian yang berisi pembahasan singkat tentang

pendekatan penelitian, prosedur penelitian, sampel dan tehnik sampling, serta tehnik analisa

data yang digunakan dalam penelitian ini.

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan non eksprimen dan metode

kuantitatif. Penjelasan tentang metode penelitian ini akan mencakup : Satu, prosedur

penelitian,yaitu prosedur dan mekanisme yang akan dilalui dalam pelaksanaan penelitian.

Kedua, partisipan, yaitu sampel atu subyek penelitian yang akan dipilih sesuai dengan tujuan

dan kepentingan penelitian. Ketiga, instrumen atau pengukuran yaitu alat pengumpul data

yang akan digunakan. Keempat, tehnik analisa data yang akan dipilih untuk mengetahui

validitas konstruk dan uji hipotesis penelitian.

A.1. Prosedur Penelitian

Suatu kuisioner yang mengukur reaksi terhadap kekerasan dan serangan kepada

kelompok Islam Jamaah dan Syiah, serta sikap terhadap berbagai ormas Islam atau kelompok

Islam yang sering melakukan kekerasan terhadap Islam Jamaah dan Syiah (seperti FPI dan

lain-lain) akan dibagikan kepada kurang lebih kepada 200 responden mahasiswa.

Para responden diambil dari mahasiswa yang mengikuti mata kuliah yang diampu

peneliti yaitu sebanyak 5 kelas. Setiap responden pada kuliah perdana diminta mengisi

kuisioner di kelas dengan waktu yang telah ditentukan sehingga peluang untuk mengisi

kuisioner secara asal-asalan atau mengisi atas dasar social desirability menjadi berkurang.

Page 45: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

45

A.2. Partisipan Penelitian

Sampel atau partisipan penelitian akan mencerminkan trend demografis keagamaan

dari universitas secara lebih seimbang. Partisipan penelitian yang terdiri dari mahasiswa

diharapkan adalah mereka yang berafiliasi kepada kelompok-kelompok organisasi mahasiswa

karena akan mencerminkan keragaman dari segi pemikiran keagamaan dan latarbelakang

keagamaan.

Jumlah kuisioner yang disebar sekitar 220 paket tetapi yang dipakai untuk penelitian

sebanyak 198 paket karena yang lain dipandang tidak memenuhi syarat untuk dianalisis,

misalnya karena banyak respon atau jawaban yang kosong.

A.3. Instrumen Penelitian

Pengukuran identifikasi sosial, SDO, dukungan terhadap FPI dan dukungan terhadap

kekerasan kepada Kelompok Ahmadiyah dan Kelompok Syiah dilakukan. Instrumen

penelitian untuk mengukur variabel-variabel penelitian ini dilakukan melalui proses kajian

literatur terkait, kemudian sebagian diadopsi dan diadaptasi, sedangkan sebagian lainnya

dibuat sendiri oleh peneliti dengan merujuk kepada teori dan konstruk yang dipilih dan

digunakan dalam penelitian ini.

Identifikasi kelompok keagamaan diasesmen dengan skala identifikasi yang terdiri

dari dua item, yaitu seberapa kuat anda mengidentifikasi diri anda sebagai Muslim Sunni

(1=tidak sama sekali, 4=sangat kuat) dan seberapa dekat anda merasa sebagai Muslim Sunni

(1=tidak sama sekali, 5=sangat dekat).

Berikut contoh item-item untuk mengukur identifikasi sosial dalam penelitian ini.

Instrumen ini hanya berisi dua item yang menggambarkan identifikasi sebagai penganut

Page 46: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

46

mazhab ahlussunnah wal jamaah dan menggambarkan perasaan sebagai penganut mazhab

ahlussunnah wal jamaah.

Tabel 1

Instrumen Identifikasi Sosial

No Pertanyaan

1 Seberapa kuat anda mengenal diri anda sebagai orang Islam bermazhab ahlussunnah

wal jamaah

2 Seberapa kuat anda merasa sebagai orang Islam ahlussunnah wal jamaah

SDO akan diukur dengan skala SDO dari Prato dkk (1994) yaitu pengukuran dengan

16 item dengan respon skala 4 mulai dari sangat setuju (4) sampai sangat tidak setuju (1).

Berikut contoh item-item yang mengukur orientasi dominasi sosial yang ada pada seseorang.

Tabel 2

Instrumen SDO

No Pernyataan

1 Beberapa kelompok lebih berguna dibandingkan kelompok lain

2

Dalam meraih keinginan kelompok saya, kadang-kadang diperlukan cara-cara

kekerasan terhadap kelompok lain

3 Kelompok unggul pasti akan menguasai kelompok bawah

4 Untuk bertahan hidup, boleh saja meremehkan kelompok lain

Page 47: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

47

5

Jika kelompok-kelompok tertentu tingggal di tempat mereka maka kita tidak akan

mendapatkan banyak masalah

6

Jika satu kelompok di atas dan kelompok lain berada di bawah maka itulah kondisi

yang baik

7 Kelompok rendahan harus tinggal di tempat mereka sendiri

8 Kelompok lain mesti bertahan di tempat mereka

9 Jika semua kelompok setara maka itulah kondisi yang baik

10 Kami mencita-citakan kesetaraan kelompok

11 Semua kelompok harus diberikan kesempatan yang sama dalam hidup

12

Kita harus melakukan apapun yang dapat kita lakukan untuk menciptakaan kesetaraan

di antara kelompok-kelompok yang beragam.

13 Kesetaraan sosial terus meningkat

14

Jika kita memperlakukan kelompok berdasarakan kesetaraan maka tidak banyak

masalah yang akan muncul

15 Kita harus berjuang untuk meraih kesetaraan penghasilan

16 Tidak ada satupun kelompok yang boleh menguasai kelompok lain

Persepsi keterancaman simbolik dibuat sendiri oleh peneliti dengan merujuk kepada

konsep dan teori tentang persepsi keterancaman setelah melihat contoh instrumen penelitian

lain seperti penelitian Levin dkk (2003).

Page 48: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

48

Tabel 3

Instrumen Persepsi Keterancaman

No Pernyataan

1 Ajaran Ahmadiyah mengusik keimanan umat Islam di Indonesia karena meyakini ada

nabi setelah Nabi Muhammad

2 Ajaran Syiah tidak sesuai dengan ajaran Islam karena memiliki cara beribadah yang

berbeda dengan umat Islam

3 Bila Kaum Ahmadiyah dibiarkan berkembang di Indonesia maka umat Islam akan

tersingkir

4 Kaum Syiah tidak pantas hidup di Indonesia karena merusak ajaran Islam yang dianut

mayoritas penduduk Indonesia

Dukungan terhadap ormas Islam atau Kelompok Islam Pro Kekerasan diukur dengan

menghitung tingkat dukungan mulai dari sangat menolak (1) sampai sangat mendukung (4).

Dalam penelitian ini, yang dipilih sebagai ormas Islam pro kekerasan di antaranya adalah FPI

dan ormas lokal yang terlibat dalam berbagai kekerasan terhadap Ahmadiyah dan Syiah.

Dukungan terhadap kekerasan kepada Ahmadiyah dan Syiah akan diukur dengan

menanyakan keabsahan kekerasan terhadap kedua kelompok tersebut melalui item yang

berbunyi “seberapa besar anda merasa bahwa kekerasan terhadap Ahmadiyah dan Kelompok

Syiah dibenarkan?” Respon atas pertanyaan terdiri dari tidak benar sama sekali (4) dan sangat

benar (1).

Berikut contoh instrumen penelitian untuk mengukur dukungan terhadap kekerasan

yang dibuat dengan mengadopsi dan mengadaptasi instrumen yang telah ada dari Levin dkk

Page 49: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

49

(2003). Adaptasi yang dilakukan terhadap instrumen penelitian ini tergolong menyeluruh

karena konteks dan situasi penelitian Levin dkk berbeda jauh dengan konteks penelitian yang

peneliti lakukan. Levin dkk melakukan penelitian di Libanon, salah satu kawasan yang secara

sosiologis-antropologis tentu berbeda jauh dengan Indonesia sebagai tempat penelitian ini.

Tabel 4

Item-item instrumen dukungan terhadap kekerasan

No Pernyataan

1 Saya mendukung umat Islam yang mengusir Ahmadiyah dari tempat tinggal mereka

2 Saya mendukung ormas-ormas Islam melawan Syiah walaupun harus dengan cara yang

keras.

3 Saya sepakat untuk memaksa Ahmadiyah keluar dari Islam karena bertentangan dengan

ajaran inti Islam

4 Saya setuju jika Syiah dilarang di Indonesia karena merusak akidah Islam

A.4. Analisa Data Penelitian

Analisa data dilakukan dengan dua tehnik, yaitu tehnik analisa CFA dan regresi.

Tehnika analisa CFA dilakukan untuk melihat validitas konstruk dan tehnik analisa regresi

untuk melihat pengaruh iv terhadap dv serta bobot sumbangan masing-masing iv terhadap dv.

Tehnik CFA dilakukan dengan bantuan program Lisrel 8.8 dan analisa regresi dilakukan

dengan bantuan program SPSS 14.00.

Page 50: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

50

B. Waktu Penelitian

Penelitian in dilaksanakan selama 6 bulan, yaitu bulan pertama akan digunakan untuk

membuat proposal dan pengumpulan daftar pustaka, bulan kedua digunakan untuk perbaikan

proposal dan pembuatan instrumen penelitian, bulan ketiga digunakan untuk pengumpulan

data lapangan, bulan keempat digunakan untuk untuk analisa hasil penelitian dan pembuatan

laporan awal, bulan kelima digunakan untuk perbaikan laporan penelitian, dan bulan keenam

digunakan untuk perbaikan akhir laporan penelitian dan penyerahan kepada lemlit.

Page 51: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

51

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Bab ini berisi uraian hasil penelitian terutama yang berkaitan dengan hasil uji validitas

dan realibilitas serta uji regresi berganda terhadap faktor-faktor psikologis yang

mempengaruhi dukungan terhadap kekerasan.

A. Uji Validitas Konstruk

Langkah pertama yang dilakukan terkait hasil penelitian adalah menguji validitas

konstruk yang digunakan dalam penelitian ini. Penulis menguji validitas konstruk pada

masing – masing variabel. Teknik uji validitas yang penulis gunakan adalah uji validitas

confirmatory factor analysis (CFA). Pada CFA peneliti berteori bahwa terdapat faktor yang

diukur oleh item atau observed variables, kemudian model teoritis tersebut dibandingkan

dengan data empiris. Jika kedua data tersebut fit atau tidak ada perbedaan, maka model

teoritis dinyatakan tidak ditolak dan sebaliknya. Kriteria model teoritis dan data dinyatakan

fit atau tidak ialah apabila nilai chi-square pada model tersebut lebih besar dari 0.05 (p >

0.05). Dengan kata lain, jika tidak signifikan maka tidak ada perbedaan antara model teoritis

dibandingkan dengan model dari data empiris. Jika model tersebut sudah fit, maka

selanjutnya dapat diinterpretasikan berdasarkan masing – masing item. Item dikatakan valid

apabila memenuhi kedua unsur sebagai berikut, yaitu pertama koefisien item tidak

bertentangan dengan sifat item. Maksudnya, jika item tersebut sudah diskor secara positif

atau favoravle, maka koefisien itemt tersebut harus positif, dan sebaliknya. Kedua, item

dinyatakan valid apabila koefisien muatan faktor item lebih besar dari 1.96 (t > 1.96)

Page 52: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

52

(Wijayanto, 2008). Hasil uji CFA terhadap masing – masing skala akan dijelaskan sebagai

berikut:

A.1. Orientasi Dominasi Sosial

Skala orientasi dominan sosial memiliki item sejumlah 16, dengan pilihan respon

jawaban sejumlah 4 kategori. Banyaknya respon jawaban tersebut berlaku juga untuk skala

yang lain. Hasil pertama analisis CFA pada variabel dominan sosial menunjukkan bahwa

model pengukuran skala dominan sosial tidak fit dengan data (p < 0.05), pada nilai chi-square

= 628.04; df = 104; dan RMSEA = 0.167. namun penulis memodifikasi model tersebut

dengan cara membebaskan korelasi kesalahan pengukuran antar item, sehingga diperoleh

model fit sebagai berikut:

Page 53: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

53

Gambar 1. Model Fit Skala DS

Berdasarkan gambar diatas, model teoritis orientasi dominasi sosial dinyatakan fit

dengan data (p > 0.05) pada nilai chi-square = 83.02; df = 64; RMSEA = 0.041. Dengan

demikian tidak ada perbedaan antara model teoritis DS dengan model empiris orientasi

dominasi sosial. Selanjutnya yang peneliti lakukan adalah menguji signifikan atau tidaknya

item – item skala ODS dalam mengukur apa yang hendak diukur. Hasil uji tersebut dapat

dilihat sebagai berikut:

Tabel 1

Uji Signifikan Koefisien Item ODS

Item Koefisien Item Standar Eror Nilai-t Keterangan

1 0.41 0.07 5.69 Valid

2 0.57 0.07 8.14 Valid

3 0.56 0.07 8.16 Valid

4 0.65 0.07 9.73 Valid

5 0.31 0.07 4.31 Valid

6 0.68 0.06 10.55 Valid

7 0.68 0.07 10.44 Valid

8 0.2 0.08 2.56 Valid

9 0.80 0.06 12.93 Valid

10 0.91 0.06 15.93 Valid

11 0.96 0.06 17.33 Valid

12 0.84 0.06 14.04 Valid

13 0.71 0.06 10.92 Valid

14 0.82 0.06 13.44 Valid

Page 54: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

54

15 0.83 0.06 13.68 Valid

16 0.82 0.06 13.41 Valid

Berdasarkan tabel diatas, maka terlihat bahwa seluruh item orientasi dominasi sosial

(ODS atau SDO) dinyatakan valid mengukur faktornya. Dengan demikian, berdasarkan

informasi diatas, tidak ada satupun item DS yang didrop pada saat menghitung faktor skor.

A.2. Persepsi Keterancaman

Skala persepsi keterancaman terdiri dari 4 item. Sama seperti skala dominasi sosial, tiap

item skala PK juga memiliki empat kategori respon jawaban. Kemudian hasil analisis awal

CFA pada skala persepsi keterancaman menunjukkan bahwa model pengukuran persepsi

keterancaman dinyatakan tidak fit dengan data empiris (p < 0.05). Nilai chi-square awal pada

model ini yaitu 12.47, df = 2 dan RMSEA = 0.171. Maka itu, selanjutnya penulis

membebaskan korelasi kesalahan pengukuran antar item dengan tujuan mendapatkan model

fit. Adapun hasil model fit pada skala persepsi keterancaman seperti berikut ini:

Gambar 2. Model Fit Pengukuran Skala PK

Page 55: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

55

Berdasarkan gambar 2 diatas, maka model pengukuran skala persepsi keterancaman

dinyatakan fit dengan data empiris (p > 0.05). Nilai chi-square pada model tersebut yaitu

0.00; df = 1; dan RMSEA = 0.000. Kemudian hasil uji signifikan pada masing – masing item

skala PK yaitu sebagai berikut:

Tabel 2

Hasil Uji Signifikan Item Skala PK

Item Koefisien Item Standar Eror Nilai-t Keterangan

1 0.63 0.07 9.04 Valid

2 1.07 0.06 17.4 Valid

3 0.72 0.08 9.16 Valid

4 0.75 0.07 11.05 Valid

Berdasarkan tabel 2 diatas, seluruh item skala persepsi keterancaman dinyatakan valid

mengukur faktor yang diniatkan untuk diukur. Dengan demikian keempat item tesebut

digunakan pada saat menghitung faktor skor variabel PK.

A.3. Dukungan Terhadap Kekerasan (DTK) dan Identifikasi Sosial (IS)

Pada skala DTK dan IS, penulis menggabungkan kedua skala tersebut dikarenakan item

pada skala IS hanya ada dua. Jika item hanya ada dua, maka analisis CFA pada Lisrel tidak

dapat dilakukan sebab derajat kebebasan menjadi negatif. Salah satu cara untuk mengatasinya

adalah menggabungkan data item tersebut dengan data item yang lain. Hasil awal analisis

CFA atas kedua variabel tersebut menunjukkan model teoritis yang tidak fit, dengan nilai chi-

Page 56: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

56

square = 6.19; df = 4; dan RMSEA = 0.055. Maka itu, penulis memodifikasi model

pengukuran tersebut sehingga diperoleh model fit berikut ini:

Gambar 3. Model Fit Pengukuran DTK dan IS

Berdasarkan gambar 3 diatas, model fit skala DTK dan IS memiliki nilai chi-square

sebesar 6.19 (p > 0.05); df = 4; RMSEA = 0.055. Dengan demikian baik pada model DTK

dan IS tidak ada perbedaan antara model teoirits dengan model empirisnya. Informasi

terakhir yaitu mengenai signifikan tidaknya tiap item pada masing – masing skala tersebut

dalam mengukur faktornya, hasilnya sebagai berikut:

Tabel 3

Uji Signifikan Item Skala DTK dan IS

Item Koefisien Item Standar Eror Nilai-t Keterangan

DTK1 0.23 0.08 2.80 Valid

Page 57: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

57

DTK2 0.23 0.08 2.82 Valid

DTK3 0.50 0.08 6.08 Valid

DTK4 0.90 0.10 9.45 Valid

IS1 0.99 0.08 13.12 Valid

IS2 0.71 0.07 9.50 Valid

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa seluruh item baik pada DTK

maupun IS dinyatakan valid mengukur masing – masing faktornya. Dengan demikian,

seluruh item tersebut digunakan pada saat mengitung faktor skor masing – masing

variabelnya.

B . Uji Hipotesis

Pada subbab ini penulis menguji hipotesis hubungan antar variabel. Variabel

independen dalam penelitian ini ialah identifikasi sosial, orientasi dominan hasil, dan persepsi

keterancaman, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini ialah dukungan terhadap

perilaku kekerasan. Analisis statistik yang digunakan ialah analisis regresi. Pada analisis

regresi, peneliti menguji dampak variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun

hasil analisis regresi sebagai berikut

B.1 Rsquare

Rsquare merupakan informasi mengenai seberapa besar bervariasinya variabel

dependen yang dijelaskan oleh variabel independen. Dengan kata lain, penulis ingin

mengetahui seberapa banyak varian dari dukungan terhadap perilaku kekerasan yang

Page 58: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

58

dijelaskan atas bervariasinya variabel identifikasi sosial, orientasi dominan hasil dan persepsi

keterancaman. Hasilnya sebagai berikut:

Tabel 4

Tabel Rsquare

Variabel

R

Square

Change Statistics

R Square

Change

F

Change

df1 df2

Sig. F

Change

Dominasi Sosial ,033 ,033 6,023 1 179 ,015

Persepsi

Keterancaman

,325 ,293 77,186 1 178 ,000

Identifikasi Sosial ,332 ,007 1,813 1 177 ,180

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diceritakan sebagai berikut:

Variabel dominasi sosial memberikan kontribusi rsquare sebesar 0.033. Atau

3.3% bervariasinya variabel dukungan terhadap kekerasan disebabkan oleh

variabel dominasi sosial. Sumbangan varians tersebut signifikan (p < 0.05).

Variabel persepsi keterancaman memberikan kontribusi varian sebesar 0.293

atau 29.3% atas bervariasinya variabel dukungan terhadap kekerasan.

Sumbangan tersebut signfikan (p < 0.05).

Terakhir, variabel identifikasi sosial memberikan kontribusi varian yang tidak

signifikan (p > .05) yaitu sebesar 0.007 atau 0.7% atas bervariasinya variabel

dukungan terhadap kekerasan.

Page 59: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

59

B.2. Uji F & Uji T

Pada tahapan analisis ini penulis menguji pengaruh secara keseluruhan atau simultan

variabel dominan sosial, persepsi keterancaman dan identifikasi sosial terhadap variabel

dukungan terhadap kekerasan. Apabila nilai uji-F signifikan (p < 0.05), maka artinya seluruh

IV tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dukungan terhadap kekerasan.

Hasilnya sebagai berikut:

Tabel 5

Uji-F

Model

Sum of

Squares Df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 207.827 3 69.276 29.326 .000a

Residual 418.127 177 2.362

Total 625.955 180

Berdasrkan tabel diatas, maka dapat dinyatakan bahwa seluruh variabel independen

yaitu orientasi dominasi sosial, persepsi keterancaman dan identifikasi sosial berpengaruh

secara simultan terhadap variabel dukungan terhadap kekerasan. Untuk mengetahui

pengaruhnya secara detail satu persatu, maka berikut penulis laporkan uji-t terhadap masing-

masing koefisien regresi variabel independen.

Page 60: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

60

Tabel 6

Uji T

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 7.325E-5 .114 .001 .999

Dominasi Sosial .486 .159 .246 3.051 .003

Persepsi Keterancaman .917 .108 .649 8.455 .000

Identifikasi Sosial .072 .054 .096 1.346 .180

Berdasarkan tabel 6 diatas, maka dapat diceritakan sebagai berikut:

Koefisien regresi variabel dominasi sosial sebesar 0.486 (p < 0.05). Artinya

variabel dominasi sosial berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dukungan

terhadap kekerasan. Semakin tinggi dominasi sosial seseorang maka semakin

tinggi pula dukungan terhadap kekerasan tersebut.

Kemudian variabel persepsi keterancaman memiliki koefisien regresi sebesar 0.917

(p < 0.05). Artinya variabel persepsi keterancaman juga memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap variabel dukungan terhadap kekerasan. Dikarenakan koefisien

regresi tersebut positif, maka artinya semakin tinggi persepsi seseorang atas

keterancaman, maka semakin tinggi pula dukungan seseorang terhadap kekerasan.

Koefisien regresi variabel identifikasi sosial tidak berpengaruh secara signifikan (p

> 0.05), dengan koefisien regresi yaitu 0.072. Dengan demikian variabel

identifikasi sosial tidak berpengaruh terhadap variabel dukungan terhadap

kekerasan.

Page 61: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

61

Berdasarkan informasi koefisien beta (kolom standardized coefficient) variabel

persepsi keterancaman memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap

dukungan kekerasan dibandingkan dengan pengaruh variabel independen lainnya.

Hal ini dapat dilihat melalui koefisien beta variabel persepsi atas keterancaman

paling besar diantara koefisien beta variabel independen lainnya yaitu sebesar

0.649.

B.3. Variabel Mediator Orientasi Dominasi Sosial dan Persepsi Keterancaman

Penulis menguji model penelitian yang telah digambar pada bab 2 sebelumnya, yang

mana variabel orientasi dominasi sosial dan persepsi keterancaman berperan sebagai variabel

mediator atas pengaruh identifikasi sosial terhadap dukungan terhadap kekerasan. Adapun

hasil uji model tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 4

Hasil Uji Model Variabel Mediator

Model diatas memiliki beberapa indek kriteria fit. Berikut penulis laporkan hasilnya:

Page 62: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

62

Tabel 7

Kriteria Fit Model Struktural

No Indeks Fit Kriteria Fit Nilai pada Model Keterangan

1 Chi-Square P > 0.05 0.82 (p > 0.05) Fit

2 RMSEA < 0.05 0.00 (< 0.05) Fit

3 CFI ≥ 0.95 1.00 (> 0.95) Fit

4 AGFI ≥ 0.90 1.00 (> 0.90) Fit

5 SRMR ≤ 0.08 0.0041 (< 0.08) Fit

Berdasarkan informasi pada tabel 7 diatas, maka model yang menyatakan bahwa

variabel dominasi sosial dan persepsi keterancaman berperan sebagai variabel mediator atas

pengaruh variabel identifikasi sosial terhadap dukungan terhadap kekerasan dinyatakan fit

dengan data. Dengan demikian model tersebut dinyatakan tidak ditolak pada data empiris

penelitian ini. Artinya secara model teoritis variabel dominasi sosial dan persepsi memang

berperan sebagai variabel mediator. Informasi selanjutnya yang dapat diperoleh yaitu

mengenai koefisien regresi tiap variabel independen. Hasilnya sebagai berikut:

Page 63: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

63

Tabel 8

Uji Koefisien Regresi tiap IV

Variabel

Independen

Dependent Variabel

Direct Effect Indirect Effect Total Effect

Dukungan Kekerasan Dukungan Kekerasan Dukungan Kekerasan Dominasi Sosial Persepsi Keterancaman

Koefisien

Std.

Error Nilai-t Koefisien

Std.

Error Nilai-t Koefisien

Std.

Error Nilai-t Koefisien

Std.

Error Nilai-t Koefisien

Std.

Error Nilai-t

Dominasi Sosial -0.007 0.07 -1.08 - - - - - - - - - - - -

Persepsi

Keterancaman 0.53 0.06 8.78* - - - - - - - - - - - -

Identifikasi Sosial

0.25 0.06 4.46* 0.25 0.06 4.46* -0.49 0.06 -7.61* 0.40 0.07 5.92*

Ket: tanda* menunjukkan signifian (p < 0.05)

Page 64: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

64

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat ditulis sebagai berikut:

Variabel persepsi keterancaman berpengaruh signifikan terhadap variabel

dukungan kekerasan dengan nilai koefisien regresi sebesar 0.53 (t=8.78; p <

0.05).

Variabel dominasi sosial memiliki koefisien regresi sebesar -0.007. Koefisien

regresi tersebut tidak signifikan (p < 0.05).

Variabel identifikasi sosial berpengaruh signifikan terhadap dukungan

kekerasan dengan koefisien regresi sebesar 0.25 (t=4.46; p < 0.05).

Variabel identifikasi sosial berpengaruh signifikan terhadap variabel dominasi

sosial dengan koefisien regresi sebesar -0.49 (t=7.61; p < 0.05). Koefisien

regresi tersebut negatif, artinya semakin tinggi identifikasi sosial seseorang,

maka semakin rendah dominasi sosial orang tersebut.

Kemudian koefisien regresi identifikasi sosial pada persepsi keterancaman

sebesar 0.40 (t=5.92; p < 0.05). Artinya variabel identifikasi sosial berpengaruh

signifikan terhadap variabel persepsi keterancaman.

Pada kolom total effect, variabel identifikasi sosial berpengaruh signifikan baik

terhadap dukungan kekerasan, dominasi sosial maupun terhadap persepsi

keterancaman. Namun begitu, variabel mediator yang hanya berpengaruh

signifiakn terhadap dukungan kekerasan hanyalah variabel persepsi

keterancaman, sedangkan variabel dominasi sosial tidak berpengaruh signifikan

terhadap dukungan kekerasan. Dengan demikian, berdasarkan koefisien regresi,

variabel yang berperan sebagai mediator atas pengaruh identifikasi sosial

terhadap dukungan kekerasan hanyalah variabel persepsi keterancaman.

Page 65: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

65

Page 66: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

66

BAB V

KESIMPULAN, DISKUSI DAN REKOMENDASI

Bab ini berisi kesimpulan, diskusi dan saran atau rekomendasi, baik teoritis maupun

praktis.

A. Kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan:

Secara keseluruhan atau bersama-sama, seluruh independent variables (identifikasi

sosial, orientasi dominasi sosial, dan persepsi keterancaman) berpengaruh

signifikan terhadap dukungan atas kekerasan.

Secara sendiri-sendiri, orientasi dominasi sosial dan persepsi keterancaman

berpengaruh signifikan terhadap dukungan atas aksi kekerasan, sedangkan

identifikasi sosial tidak berpengaruh terhadap dukungan atas aksi kekerasan.

Orientasi dominasi sosial memberikan sumbangan sebesar 3,3% terhadap

dukungan atas perilaku kekerasan, sedangkan persepsi keterancaman memberikan

sumbangan sebesar 29,3% terhadap dukungan atas perilaku kekerasan. Untuk

identifikasi sosial sumbangannya terhadap dukungan atas perilaku kekerasan hanya

sebesar 0,07% dan karenanya tidak signifikan.

B. Diskusi

Penelitian ini menyimpulkan bahwa variabel independen yaitu identifikasi sosial,

orientasi dominasi sosial, dan persepsi keterancaman secara keseluruhan dan bersama-sama

berpengaruh terhadap dukungan atas aksi kekerasan. Kesimpulan ini menunjukkan bahwa

identifikasi sosial, orientasi dominasi sosial dan persepsi keterancaman merupakan variabel

penting yang bisa menjelaskan kenapa ada dukungan atas aksi kekerasan. Dengan kata lain,

Page 67: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

67

orang yang mengindetifikasi dirinya secara kuat kepada kelompok agama atau mazhab

tertentu dan memiliki orientasi dominasi kelompok atau sosial yang tinggi serta memiliki

persepsi adanya ancaman tertentu terhadap kelompok dan mazhabnya maka kecenderungan

untuk memberikan dukungan atas aksi kekerasan terhadap kelompok yang mengancam akan

tinggi juga. Hal ini terbukti secara jelas dan nyata dalam penelitian ini.

Dalam konteks penelitian ini, ancaman berasal dari dugaan bahwa kelompok

Ahmadiyah telah menodai ajaran Islam dengan meyakini bahwa Muhammad bukanlah nabi

dan rasul terakhir. Tetapi ada Mirza Ghulam Ahmad yang datang setelah Nabi Muhammad

adalah nabi dan rasul juga, walaupun tidak membawa ajaran dan syariat baru yang

bertentangan dengan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad. Di sinilah letak masalahnya. Ada

perbedaan persepsi keterancaman dalam hal ini. Jika umat Islam di luar kelompok

Ahmadiyah menganggap keyakinan dan ajaran ini bertentangan dengan ajaran pokok Islam

maka penganut Ahmadiyah menganggap bahwa mereka bukan ancaman bagi ajaran Islam.

Oleh karenanya, mereka mengklaim diri sebagai bagian dari umat Islam walaupun sebagian

besar umat Islam menolaknya karena adanya keyakinan mengenai kerasulan Mirza Ghulam

Ahmad (Saloom, in press).

Penelitian ini menyimpulkan bahwa orientasi dominasi sosial dan persepsi

keterancaman berpengaruh positif dan signfikan terhadap dukungan atas aksi kekerasan.

Sedangkan identifikasi sosial tidak signifikan dalam mempengaruhi dukungan terhadap aksi

kekerasan.

Kesimpulan penelitian ini sesungguhnya sejalan dengan penelitian Levin dkk.

Penelitian mereka memperlihatkan bahwa identifikasi sosial hanya akan berpengaruh

terhadap dukungan atas aksi kekerasan manakala diperantarai oleh variabel lainnya, yaitu

orientasi dominasi sosial dan persepsi keterancaman. Dalam penelitian Levin dkk, ada dua

jalur pengaruh identifikasi sosial, yaitu jalur pertama melalui orientasi dominasi sosial dan

Page 68: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

68

jalur kedua melalui persepsi keterancaman (Levin, Henry, Prato, & Sidanius, 2009). Dengan

demikian, menurut penelitian Levin dkk, identifikasi yang kuat terhadap kelompok sosial

yang disertai dengan orientasi dominasi sosial yang tinggi akan berdampak kepada pemberian

dukungan terhadap aksi kekerasan, atau bisa juga identifikasi yang kuat terhadap kelompok

yang disertai dengan adanya persepsi keterancaman akan membuat seseorang bersikap pro

terhadap aksi kekerasan yang mengancam nilai pribadi dan kelompok (Sidanius & Pratto,

1999).

Jika dilihat dari bobot sumbangan masing-masing faktor penyebab terhadap dukungan

atas kekerasan maka ditemukan bahwa sumbangan persepsi keterancaman merupakan

penyumbang paling besar yaitu sebesar 29,3, lalu disusul oleh sumbangan dari orientasi

dominasi sosial sebesar 3,3% dan sumbangan identifikasi sosial di bawah 1%. Menurut hemat

saya, hal ini memberikan beberapa penafsiran. Pertama, identifikasi kemazhaban, dalam hal

ini mazhab ahlussunnah tidak tinggi karena sumbangannya terhadap dukungan atas aksi

kekerasan di bawah 1%. Fakta empirik ini menunjukkan beberapa kemungkinan di antaranya

adalah bahwa istilah ahlussunnah wal jamaah kurang begitu dikenal atau difahami di

kalangan sampel penelitian.

Mengapa persepsi keterancaman merupakan penyumbang paling besar terhadap

dukungan atas kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah dan Syiah dalam penelitian ini? Hal

itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kelompok Ahmadiyah adalah kelompok yang menjadi sumber ancaman bagi umat

Islam mainstream karena mereka memiliki ajaran yang bertentangan dengan ajaran

pokok dalam Islam, yaitu mengenai ajaran kerasulan Nabi Muhammad. Dalam

pandangan umat Islam mainstream, termasuk sebagian besar sampel penelitian,

kedudukan Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir tidak dapat ditawar-

tawar. Kerasulan Muhammad adalah bagian dari syahadat seorang muslim sehingga

Page 69: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

69

menjadi ajaran yang terinternalisasi secara kuat dalam kognisi dan afeksi umat Islam.

Ketika ada kelompok tertentu yang mengklaim, dalam hal ini kelompok Ahmadiyah,

yang menganggap ada nabi setelah Nabi Muhammad, maka tentu saja ini menjadi

ancaman besar terhadap identitas mereka sebagai orang Islam. Berislam ditandai salah

satunya dengan mengucapkan syahadat yang berisi persaksian bahwa Muhammad

adalah utusan Allah terakhir.

2. Dalam sejumlah wawancara dan dialog peneliti dengan sejumlah narasumber

penelitian tentang “Infiltrasi radikalisme masjid: Studi kasus di Bogor”, ditemukan

bahwa keyakinan bahwa tidak ada nabi dan rasul setelah Nabi Muhammad adalah

harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar. Jika ada klaim dari kelompok tertentu

bahwa ada nabi setelah Nabi Muhammad maka klaim tersebut telah melukai hati dan

perasaannya sebagai bagian dari umat Islam. Pada saat yang sama, kelompok tersebut

telah mengancam identitasnya sebagai pengikut Nabi Muhammad, nabi dan rasul

terakhir yang diutus Allah SWT kepada umat manusia (Saloom, in press).

3. Beragama dan berislam adalah satu bentuk ekpresi identitas sosial yang dijunjung

tinggi maka ketika identitas sosial dipersepsikan terancam oleh kelompok tertentu

maka segala bentuk aksi perlawanan bahkan kekerasan terhadap kelompok yang

dipersepsikan mengancam akan didukung sepenuhnya. Hal ini tidak akan terjadi

manakala beragama dan berislam dipandangan sebagai ekspresi identitas personal

atau ditempatkan sebagai urusan personal antara manusia dengan Tuhan.

Penelitian ini juga melakukan analisa model hubungan antarvariabel. Model teoritis

hubungan antar-variabel dalam penelitian ini menggabarkan bahwa pengaruh identifikasi

sosial berpengaruh tidak langsung melalui dua jalur. Jalur pertama, identifikasi sosial

berpengaruh terhadap dukungan kekerasan melalui orientasi dominasi sosial dan jalur kedua

Page 70: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

70

melalui persepsi keterancaman. Analisa model teoritik hubungan antara independen variabel,

moderator variabel dan dependen variable menegaskan kesesuaiannya dengan data.

Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Levin dkk (2003) dalam penelitian mereka

tentang dukungan terhadap kekerasan di Libanon. Penelitian Levin menemukan bahwa

identifikasi sosial berpengaruh secara tidak langsung terhadap dukungan atas kekerasan

melalui orientasi dominasi sosial di satu sisi, dan di sisi lain, identifikasi sosial juga

berpengaruh secara tidak langsung melalui persepsi keterancaman.

Tentu saja, penelitian ini tidak luput dari sejumlah kelemahan dan keterbatasan. Salah

satunya yang paling penting untuk disampaikan adalah dalam hal pemilihan sampel

penelitian yang diambil dari kalangan mahasiswa. Idealnya, sampel penelitian diambil dari

luar kelompok mahasiswa yaitu kelompok masyarakat yang diduga mendukung aksi

kekerasan terhadap kelompok minoritas seperti Ahmadiyah dan Syiah. Pengambilan sampel

dari masyarakat pendukung aksi kekerasan paling tidak akan memberikan jaminan kepada

peneliti bahwa mereka memenuhi syarat minimal sebagai responden yang relevan dengan

penelitian ini, yaitu ingin mencaritahu faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan terhadap

aksi kekerasan.

C. Saran dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian ini maka dipandang perlu memberikan

saran dan rekomendasi yang relevan, baik saran yang bersifat teoritis maupun saran yang

bersifat praktis.

Saran dan rekomendasi teoritis yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian

adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini sesungguhnya ingin mengetahui faktor-faktor psikologis yang

mempengaruhi dukungan terhadap kekerasan yang jumlahnya cukup banyak, tetapi

Page 71: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

71

dalam penelitian ini faktor penyebab psikologis yang diteliti hanya tiga variabel.

Tentu saja jumlah ini masih jauh dari memadai dalam menjelaskan dukungan

terhadap kekerasan. Oleh karenanya, penelitian selanjutnya sebaiknya memperluas

variabel penelitian penyebab dukungan terhadap kekerasan, misalnya menguji faktor-

faktor psikologis di luar teori identitas sosial dan orientasi dominasi sosial.

2. Dalam penelitian ini, sampel penelitian diambil dari kalangan mahasiswa yang masih

aktif. Sebenarnya, tidak ada masalah jika mahasiswa dijadikan sebagai sampel

penelitian dalam konteks ini karena mahasiswa menggambarkan keragaman

masyarakat, tetapi jika diambil dari luar kelompok mahasiswa tentu akan lebih baik

lagi. Sampel dalam penelitian berikutnya sebaiknya diambil dari segmen masyarakat

tertentu yang diduga atau diyakini mendukung kekerasan, misalnya masyarakat di

mana seorang pelaku kekerasan atau pelaku teror berasal. Di samping relevansinya

dengan penelitian cukup tinggi.

Sedangkan rekomendasi atau saran praktis terkait penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Penelitian menunjukkan bahwa identifikasi yang kuat terhadap unit sosial tertentu,

dalam hal ini sebagai umat Islam, yang berkombinasi dengan persepsi

keterancaman simbolik yang tinggi berpengaruh kuat terhadap dukungan atas

kekerasan atas nama agama. Maka, berdasarkan hal ini diperlukan sosialisasi

mengenai ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin yang menolak segala bentuk

kekerasan terhadap apapun dan siapapun.

2. Hasil penelitian ini secara tersirat menunjukkan bahwa radikalisme masih menjadi

ancaman nyata yang akan mencengkeram masyarakat terutama mahasiswa sebagai

calon pemimpin bangsa dan masyarakat. Oleh karenanya, diperlukan upaya

Page 72: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

72

deradikalisasi dan kontra-radikalisme yang dilakukan baik oleh pemerintah

maupun oleh masyarakat.

Page 73: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

73

RBA DANA PENELITIAN 2013

PUSAT PENELITIAN DAN PENERBITAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Penelitian Individual

Penelitian

Individual

Belanja gaji dan tunjangan

BLU

Honor Peneliti 1 Org X 5 Bulan 5 OB 500.000 2.500.000

Balanja Jasa

Pembuatan instrumen

penelitian

1 Paket 500.000 500.000

Belanja Barang

Fotokopi dan ATK 1 Paket 1.500.000 1.500.000

Pengadaan Sumber

Kepustakaan

1 Paket 2.000.000 2.000.000

Publikasi dan Dokumentasi 1 Paket 1.000.000 1.000.000

Pembuatan Laporan 1 Paket 500.000 500.000

Total 8.000.000

Page 74: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

74

CURRICULUM VITAE

Nama : Gazi, S.Psi, M.Si

Tempat dan Tanggal Lahir : Mataram, 14 Desember 1971

Pekerjaan dan Jabatan : Dosen tetap PNS/Lektor (IIId) pada Fakultas Psikologi UIN

Jakarta

NIP : 19711214 200701 1 014

Alamat Rumah : Kp. Curug Rt.05 Rw.01 No. 21 Babakan Setu Tangerang

Selatan Banten

Alamat Kantor : Fakultas Psikologi UIN Jakarta

Kampus 2 Jl. Kertamukti 5 Pisangan Ciputat Timur

Tangerang Selatan

Nomor HP : 08128480195

Alamat e-mail : [email protected] atau [email protected] atau

[email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun

Lulus Program Pendidikan

Perguruan

Tinggi

Jurusan/

Program Studi

2001 Pendidikan Sarjana Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah

Jakarta (Fakultas

Psikologi)

Psikologi

2001 Program Akta IV UIN Syarif

Hidayatullah

Jakarta (Fakultas

Tarbiyah dan

Keguruan)

Bimbingan dan

konseling

2005 Pendidikan Magister Psikologi Universitas

Indonesia

(Fakultas

Psikologi)

Psikologi sosial

2010 Pendidikan Doktor Psikologi (kandidat Universitas Psikologi Sosial/

Psikologi

Page 75: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

75

doktor) Indonesia Terorisme

PRODUK BAHAN AJAR

Mata Kuliah Program

Pendidikan

Jenis Bahan Ajar

(cetak dan noncetak)

Tahun

Psikologi Politik Pendidikan sarjana Cetak 2013

Psikologi Sosial

2

Pendidikan Sarjana Non Cetak 2011

Psikologi

Agama

(Individual)

Pendidikan Sarjana Cetak 2010

Psikologi Sosial

(Tim)

Pendidikan Sarjana Cetak 2009

Pendidikan

Antikorupsi Utk

PTAIS (Tim)

Pendidikan Sarjana Cetak 2006

PENGALAMAN PENELITIAN

Tahun Judul Penelitian

Ketua/anggota

Tim

Sumber Dana

2012 Infiltrasi Radikalisme di Masjid:

Studi Kasus di Bogor

Anggota Tim

Peneliti

Lazuardi Birru

dan CSRC UIN

Jakarta

2011 Tahap-Tahap Menjadi Teroris:

Studi Psikologis atas Biografi dan

Autobiografi Para Teroris dan

Mantan Teroris

Ketua Tim

Peneliti

BLU UIN

Jakarta

2011 Pandangan Para Tokoh Agama

Tentang Eksklusivitas

Keagamaan

Tim Peneliti

Lapangan

Balitbang

Kemenag RI

2010 Relijiusitas dan Self-efficacy

Mahasiswa Fakultas Psikologi

UIN Jakarta

Penelitian

individual

DIPA Fakultas

Psikologi UIN

Jakarta

2009 Self-Efficacy dan Task

Commitment Pada Dosen Muda

Alumni Pondok Pesantren (UIN

Jakarta)

Ketua

merangkap

anggota

(individual)

DIPA UIN

Jakarta (Lemlit

UIN Jakarta)

Page 76: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

76

2009 Penelitian Perilaku Keagamaan

(Bali)

Anggota Tim

Peneliti

Lapangan

Balitbang

Kementerian

Agama RI

2008 Respon Masyarakat Jabodetabek

Terhadap Aliran-Aliran

Keagamaan Baru di Indonesia

Ketua Tim

Peneliti

(Kolektif)

DIPA UIN

Jakarta (Lemlit)

2008 Ujicoba Instrumen Keagamaan

(Kota Padang dan Bukit Tinggi)

Anggota Tim

Peneliti

Lapangan

Balitbang

Kementerian

Agama RI

2008 Penyelenggaraan Pendidikan

Agama dan Keagamaan di

Indonesia (DKI Jakarta)

Anggota Tim

Peneliti

Lapangan

Puslitbang

mapenda

Kementerian

Agama RI

2008 Penelitian Kebijakan Publik:

Studi Kasus di Aceh

Anggota Balitbang

Depdagri

2007 Arah Pengembangan

STAIN/IAIN Se-Indonesia (IAIN

Mataram)

Anggota Depag RI &

Cerdev UIN

Jakarta

2007 Penelitian Evaluasi Program

Kerjasama UIN-McGill

University

Anggota PIC UIN Jakarta

2006 Penelitian Persepsi Masyarakat

Tentang Korupsi

Anggota CSRC UIN

Jakarta

2006 Ujicoba Buku Ajar Pendidikan

Antikorupsi (Di Aceh)

Anggota CSRC UIN

Jakarta

2004

Penelitian Tesis:

Hubungan antara orientasi

religius dan kuantitas kontak

dengan kualitas kontak (Studi

Kasus di Kota Mataram NTB)

Beasiswa

Kopertais I

Wilayah DKI

Jakarta dan

sekitarnya

2000

Penelitian naskah:

Konsep Kepribadian dalam

Pandangan Ibnu Qayyim Al-

Jauziyyah

Ketua

merangkap

anggota

Beasiswa

Djarum dan

donatur pribadi

Page 77: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

77

KARYA ILMIAH

Buku/Bab Buku/Jurnal

Tahun Judul Penerbit/Jurnal

2013 Analisa Kebutuhan Resosialisasi BNPT

2013 Meninggalkan Jalan Teror: Perspektif Identitas

Sosial (dalam Isu-isu penelitian psikologi sosial

kontemporer)

Darussyahadah

Pekanbaru Riau

2012 Hubungan Mayoritas-Minoritas di Bogor: Studi

Psikologi Sosial Hubungan Antarkelompok

Jurnal Dialog Litbang

Kemenag RI, 2012

2008

Ageisme dan Sikap Gerontokratik di Budaya

Barat, Timur dan Islam

Jurnal Tazkiya

Volume Nomor 1,

April 2008, halaman

448-453. ISSN: 1412-

1735

2008

Psikologi Sosial dan Perkembangan Mutakhir.

Jurnal Enlightment

Universitas Al-Azhar

Indonesia Volume 1

Nomor 2, Juli-

Desember 2008,

halaman 29-43. ISSN:

1979-1682.

2007 Teori-Teori Hubungan Antarkelompok,

Jurnal Tazkiya

Fakultas Psikologi

UIN Jakarta.

2007

Hubungan Identitas, Orientasi Keagamaan dan

Kuantitas Kontak Sosial dengan Kualitas

Hubungan Sosial (Penelitian di Kota Mataram

NTB

Jurnal Tazkiya

Volume 7 Nomor 2

Tahun 2007, halaman

324-336. ISSN: 1412-

173

2007

KH. Abdullah Syukri Zarkasyi : Sang Pendidik

dari Gontor, kumpulan tulisan “Pemikiran

Pendidikan Islam Indonesia”.

Depag RI

2001 Serba-Serbi Wanita (Terjemahan) Penerbit Almahira

Page 78: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

78

Jakarta

2001 Ketika Menikah Jadi Pilihan (Terjemahan)

Penerbit Almahira

Jakarta

Makalah Diskusi

Tahun Judul Penyelenggara

2007 Hubungan Sasak Muslim dan Hindu Bali

di Mataram NTB: Tinjauan Psikologi Sosial

Komunitas Mahasiswa

Sasak Jakarta

2008 Kaum lansia Dalam Pandangan Islam dan

Psikologi

Fakultas Psikologi

UIN Jakarta

2009 Dakwah Berbasis Psikologi Yayasan Kebajikan

Muslim Asia-Afrika

(Islamic Center

Usman bin Affan

Ceger Jakarta Timur

2009 Memahami Psikologi Lingkungan Kelompok Mahasiswa

Pecinta Alam

(Mahacala) BEM

Fakultas Psikologi

UIN Jakarta

Penyunting/Editor/Reviewer/Resensi

Tahun Judul Penerbit/Jurnal

2002 Memori Kolektif : Titik Taut Antara Sejarah

dan Psikologi Sosial (Resensi buku

berbahasa Inggris yang berjudul “Collective

Memory of Political Events: Social

Psychology Perspective), sebagai peresensi.

Tazkiya Journal of

Psychology, Fakultas

Psikologi UIN Jakarta,

Volume 2, Nomor 2,

Tahun 2002

2002 Memahami Pikiran Lewat Emosi (Resensi

buku berbahasa Inggris “Emotion and Belief:

How emotion influence Thought), sebagai

peresensi

Jurnal Tazkiya

Volume 2, Nomor 3,

Desember 2002,

halaman 261-266.

ISSN: 1412-1735

Page 79: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

79

2004 Sex Education 4 Teen: Pendidikan Seks

Remaja Dalam Islam, sebagai editor.

Penerbit Hikmah

Kelompok Mizan, Cet.

1, Januari 2004

2005 Pendidikan Multikultur Dalam Perspektif

Psikologi, sebagai peresensi

Buletin Swara Diklat

Depag RI

KONFERENSI/SEMINAR/LOKAKARYA/SIMPOSIUM

Tahun Judul Kegiatan Penyelenggara

Panitia/

peserta/pembicara

2013 International Confrence on

Social Psychology

Asian Asociation

Social Psychology

in cooperation with

Faculty of

Psychology UGM

Yogyakarta

Pembicara

2012 Temu Ilmiah dan Workshop

Nasional

Ikatan Psikologi

Sosial Indonesia

bekerjasama

dengan Fakultas

Psikologi UIN

Riau

Pembicara

2010

24-27 Juli

Di UGM

Yogyakarta

International Confrence of

Indigenous and Cultural

Psychology

UGM Yogyakarta

Peserta dan Penyaji

25 Januari

2010

Di Kampus

UIN

Seminar Implementasi

Pendidikan Anti-Korupsi di

Perguruan Tinggi: Mahasiswa

dan Integritas Bangsa

CSRC, UIN

Jakarta, Tiri, dan

Universitas

Paramadina

Peserta

31 Maret

2010 di

Hotel

Syahid

Yogyakarta

Annual Meeting

Penyelenggaraan Pendidikan

Keagamaan

Puslitbang

Pendidikan Agama

dan Keagamaan

Balitbangdiklat

Kementerian

Agama RI

Peserta Aktif dari

akademisi

berlatarbelakang

psikologi

Page 80: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

80

2009

di Syahida

Inn

Seminar Pemuda yang

bertemakan : Peran Pemuda

Dalam Memajukan

Tangerang Selatan.

KNPI Tangerang

Selatan

Moderator

10 Agustus

2009

Workshop Kurikulum

Psikologi

Fakultas Psikologi

UIN Jakarta

Peserta

2009

Seminar Cinta Lingkungan

Lokasi: Kampus Psikologi

Kelompok

Mahacala

(Mahasiswa

Pecinta Alam)

Fakultas Psikologi

UIN Jakarta

Narasumber untuk

materi psikologi

lingkungan

5 Maret

2009

Diskusi Sehari: Psikologi

Intervensi Sosial Untuk

Pemberdayaan Komunitas

Lokasi : Kampus UI Depok

Fakultas Psikologi

Universitas

Indonesia

Peserta

29 Maret

2008

Workshop Pembimbing

Skripsi dan Karya Ilmiah

Fakultas Psikologi

UIN Jakarta

Peserta

22 Februari

2009

Seminar Nasional

Pengembangan Pondok

Pesantren

Lokasi: Hotel Horison Bekasi

Puslitbang

Pendidikan Agama

dan Keagamaan

Badan Litbang dan

Diklat Depag RI

Peserta aktif dari

akademisi yang

berlatarbelakang

psikologi

20 April

2008

Diskusi Serial “Paranoia” Lembaga

Konsultan dan

Terapi Psikologi

Kita Jakarta

Peserta

15 Februari

2007

Round Table Discussion

“Legal Practice of the Islamic

Court After the Application

of KHI: State, Judge and

Ulama”

Center for Study

for Religion and

Culture

Peserta aktif

berlatarbelakang

psikologi

3-5

Agustus

2006

Workshop “Draft Buku Ajar

Pendidikan Antikorupsi di

UIN/IAIN Se-Indonesia

Uni Eropa,

Kemitraan dan

CSRC

Peserta aktif

berlatarbelakang

psikologi

29

September

Diskusi Serial

“Mainstreaming Pendidikan

Pusat Bahasa dan Peserta aktif

berlatarbelakang

Page 81: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

81

2005 Antikorupsi di Perguruan

Tinggi Islam Indonesia”

dengan tema “Pendidikan

Tinggi Islam dan Upaya

Antikorupsi”

Budaya psikologi

22

September

2005

Diskusi Serial

“Mainstreaming Pendidikan

Antikorupsi di Perguruan

Tinggi Islam Indonesia”

dengan tema “Islam dan

Antikorupsi”

Pusat Bahasa dan

Budaya

Peserta aktif

berlatarbelakang

psikologi

3 Oktober

2005

Workshop dan Seminar

Nasional “Psikologi

Mayoritas-Minoritas”

Fakultas Psikologi

UIN Jakarta

Peserta

24-25

Agustus

2002

Seminar dan Lokakarya

Nasional Pengembangan

Psikologi Islam

Fakultas Psikologi

UIN Jakarta

Peserta

Page 82: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

82

Page 83: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

83

DAFTAR PUSTAKA

Baidlowi, M. (2011, Juni Edisi 351). Di balik jaringan Islam radikal. Mimbal Ulama, hal. 3-7.

Bakar, I. A., & Bamualim, C. S. (2006). Modul Resolusi Konflik Agama dan Etnis di

Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Jakarta.

Bates, D. S., & Toro, P. A. (1999). Developing measures to asses social support among

homeless and poor people. Journal of Community Psychology, Vol. 27, No. 2, 137-

156.

Brewer, M. B., & Gaertner, S. L. (2003). Toward reduction of prejudice: Intergroup contact

and social categorization. Dalam R. Brown, & S. L. Gaertner, Handbooks of

Psychology: Intergroup Process (hal. 451-474). Melden : Blackwell Publishing.

Castano, E., Leidner, B., & Slawuta, P. (2008). Social identification processes, group

dynamics and the behaviour of combatants. International Review of Red Cross

Volume 90 Number 870 June, 259-271.

Cowman, S. E., Ferrari, J. R., & Liao-Troth, M. (2004). Mediating effect of social support on

firefighter's sense of community and perception of care. JOURNAL OF

COMMUNITY PSYCHOLOGY, Vol. 32, No. 2, 121-126. DOI: 10.1002/jcop.10089 .

Descamps, Claude, J., & Devos, T. (1998). Regarding the relationship between social identity

and personal identity. Dalam S. Worchel, Social Identity: International Perspektive

(hal. 123-140). London: Sage Publication.

Dovidio, J. F., Gaertner, S. L., & Kawakami, K. (2003). Intergroup contact: the past, present,

and the future. Group Process & Intergroup Relations, 5-20.

Page 84: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

84

Elhady, A. (2002). Simbolisasi agama: antara ketaatan dan kekerasan atas nama agama dalam

masyarakat. Harmon, Jurnal Multikultural dan Multireligius, Volume 1, Nomor 3,

Juli-September. Halaman 37-48.

Ellemers, N., Spears, R., & Doosje, B. (2002). Self and Social Identity. Annual Review of

Psychology 53, 161-186.

Fiedler, K., & Schmid, J. (2003). How language contributes to persistence of streotypes as

well as other, more general, intergroup issues. Dalam R. Brown, & S. Gaertner,

Intergroup Process: Handbook of Social Psychology (hal. 261-280). Oxford:

Blackwell Publishing.

Hamm, M. S. (2009). Prison Islam in the age of sacred terror. Brit. J. Criminol, 49, 667-685;

doi:10.1093/bcj/azp035.

Hasan, N., & Abubakar, I. (2011). Islam di ruang publik: politik identitas dan masa depan

demokrasi di Indonesia. Jakarta: Center for Study of Religion and Culture.

Hogg, M. A., & Abrams, D. (1998). Social Identifications: A Social Psychology of Intergroup

Relations and Group Processes. London: Routledge.

Huddy, L. (2001). From social to political identity: A critical examination of social identity

theory. Political Psychology, 22 No. 1 Maret 2001, 127-156.

Ismail, N. H. (2010). Temanku, Teroris? Saat Dua Santri Ngruki Menempuh Jalan Berbeda.

Jakarta: Penerbit Hikmah.

Jamhari. (2005). Fundamentalism and the implementation of sharia in Indonesia. Dalam C.

Bamualim, A Potrait of Contemporary Indonesian Islam (hal. 67-76). Jakarta : Center

for Languages and Cultures.

Page 85: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

85

Levin, S., Henry, P., Prato, F., & Sidanius, J. (2009). Social dominance and social identity in

Lebanon: Implication for support of violence against the west. Dalam J. Victoroff, &

A. W. Kruglanski, Psychology of Terrorism (hal. 253-267). East Sussex: Psychology

Press.

Levin, S., Henry, P., Prato, F., & Sidanius, J. (2009). Social dominance and social identity in

Lebanon: Implications for support of violence against the west. Dalam J. Victoroff, &

A. W. Kruglanski, Psychology of Terrorism: Classic and Contemporary Insights (hal.

253-268). New York: Psychology Press.

Li, Z., Wang, L., Shi, J., & Shi, a. W. (2006). Support for exclusionism as an independent

dimension of social dominance orientation in mainland China. Asian Journal of Social

Psychology 9, 203–209.

Lovaglia, M. J., Youngreen, R., & Robinson, D. T. (2005). Identity maintenance, affect

control, and cognitive performance. Dalam S. R. Thye, & E. J. Lawler, Social

Identification in Groups Advances in Group Processes, Volume 22 (hal. 65-91).

Oxford: Elsevier.

Milla, M. N. (2010). Mengapa memilih jalan teror: Analisa psikologis pelaku teror.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Miller, R. J., & Darlington, Y. (2002). Who supports? The provider of social support to dual

parent families caring for young children. JOURNAL OF COMMUNITY

PSYCHOLOGY, Vol. 30, No. 5, 461–473, 461-473.

Nelson, T. D. (2002). The Psychology of Prejudice. Boston: Allyn & Bacon.

Page 86: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

86

Nemoto, T. (1998). Subjective Norms Toward Social Support Among Japanese American

Elderly in New York City: Why Help Does Not Always Help. Journal Of Community

Psychology, Vol. 26, No. 4, 293-316.

Putra, I. E., & Pitaloka, A. (2012). Psikologi Prasangka: Sebab, Dampak, dan Solusi. Bogor:

Penerbit Ghalia Indonesia.

Pyszczynski, T., Abdollahi, A., Solomon, S., Greenberg, J., Cohen, F., & Weise, D. (2009).

Mortality salience, martyrdom and military might: The great satan versus the axis of

evil. Dalam J. Victoroff, & A. W. Kruglanski, The Psychology of Terrorism (hal. 281-

297). New York: Psychology Press.

Rink, N. E. (2005). Identitiy in work groups: The beneficial and detramental consequences of

multiple identities and group norms for collaboration and performance. Dalam S. R.

Thye, & E. J. Lawler, Social Identification in Groups (hal. 1-42). Oxford: Elsevier.

Ruth, D. M. (2010). Memutus Mata Rantai Radikalisme dan Terorisme. Jakarta: Lazuardi

Birru.

Saloom, G. (in press). Infiltrasi radikalisme di masjid: Studi kasus di Bogor. Jakarta: Center

for Study of Religion and Culture.

Searing, D. D. (1986). A Theory of Political Socialization: Institutional Support and

Deradicalization in Britain. British Journal of Political Science, Vol. 16, No. 3. (Jul.,

1986), , pp. 341-376.

Sidanius, J., & Pratto, F. (1999). Social Dominance. New York: Cambridge University Press.

Page 87: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

87

Sidanius, J., Henry, P., Pratto, F., & Levin, S. (2009). Arab attribution for the attack on

America: the case of Lebanese subelites. Dalam J. Victoroff, & A. W. Kruglanski,

The Psychology of Terrorism (hal. 269-279). East Sussex: Psychology Press.

Stets, J. E., & Burke, P. J. (2005). New directions in identity control theory. Dalam E. J.

Lawler, & S. R. Thye, Social Identification in Groups Advances in Group Processes,

Volume 22, 43–64 ISSN: 0882-6145/doi:10.1016/S0882-6145(05)22002-7 (hal. 43-

64). Oxford : Elsevier.

Strauss, J. P., Connerley, M. L., & Ammermann, P. A. (2003). The “Threat Hypothesis,”

Personality and Attitudes Toward Diversity. THE JOURNAL OF APPLIED

BEHAVIORAL SCIENCE, Vol. 39 No. 1, March DOI: 10.1177/0021886303252594,

35-52.

Tajfel, H., & Turner, J. C. (1986). The social identity theory of intergroup behavior. Dalam S.

Worchel, & W. G. Austin, Psychology of Intergroup Relations (hal. 7-24). Illinois:

Nelson-Hall Inc.

Thye, S. R., & Lawler, E. J. (2005). Social identification in group: Advances in group

process Volume 22. Oxford: Elsevier Ltd.

Victoroff, J., & Kruglanski, A. W. (2009). Psychology of Terrorism. New York: Psychology

Press.

Wijayanto, S. H. (2008). Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8: Konsep dan

Tutorial. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Page 88: Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas : Menguji Pengaruh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28323/3/Gazi... · Namun jika merujuk kepada penelitian Pyszczynski dkk,

88