FIQIH MINORITAS (FIQH AL...

26
FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak Pada masa yang semakin berkembang saat ini, umat Islam dihadapkan pada suatu kondisi dimana peraturan (hukum) yang telah ditetapkan dan disyari‘atkan dalam agama Islam adakalanya tidak dapat menyesuaikan zaman moderat. Memang, bukanlah bersifat statis apa yang telah terkandung dalam sumber hukum agama Islam. Akan tetapi, hukum-hukum tersebut terkadang terlalu bersifat “kurang sesuai” dengan apa yang harusnya, menjadi sumber hukum yang kita butuhkan di jaman liberalis ini. Banyak terjadi ketimpangan yang terkadang berakhir menjadi sikap radikalisme. Satu pihak merasa, hukum yang sudah lama tertulis tersebut, tidak dapat terbantahkan. Sedangkan, hidup kita ini tidak selamanya akan berdampingan hanya dengan kaum sesama Muslim. Hal itu membuktikan bahwa, agama sesungguhnya tidak hanya mengandung unsur keilahiahan (ketuhanan) tetapi juga keinsaniahan (kemanusiaan). Oleh karenanya kajian tentang agama mencakup kajian teologis dan juga antropologis, dalam arti agama tidak hanya dapat didekati dengan pendekatan teologi tetapi juga dapat didekati dengan pendekatan antropologi. Pendekatan pertama diarahkan pada aspek normatifitas agama, sedangkan pendekatan kedua diarahkan pada aspek historisitasnya. 1 Oleh karenanya, sekiranya umat Muslim yang terhimpit oleh keadaan inilah yang menjadikan mereka sebagai kaum minoritas, yang sangat memerlukan adanya hukum fiqh (yang sesuai berdasarkan aspek historis maupun antropologis) bagi mereka, agar dapat berdampingan dengan kaum mayoritas yang ada di lingkungan mereka. Sehingga, di lain sisi tidak menyalahi aturan agama Islam yang ada, namun juga tidak bersnggungan dengan adat atau segala peraturan kaum mayoritas (non-muslim) yang telah ada. Kata Kunci: minoritas, non-muslim, fiqh. 1 Mahsun, “Faham Keagamaan Komunitas ‘Islam Bugis’ Di Lereng Gunung Merapi Magelang, Jawa Tengah”, (Riset Doktoral, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2015), 31.

Transcript of FIQIH MINORITAS (FIQH AL...

Page 1: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT)

Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini

Abstrak

Pada masa yang semakin berkembang saat ini, umat Islam

dihadapkan pada suatu kondisi dimana peraturan (hukum) yang

telah ditetapkan dan disyari‘atkan dalam agama Islam adakalanya

tidak dapat menyesuaikan zaman moderat. Memang, bukanlah

bersifat statis apa yang telah terkandung dalam sumber hukum

agama Islam. Akan tetapi, hukum-hukum tersebut terkadang

terlalu bersifat “kurang sesuai” dengan apa yang harusnya, menjadi

sumber hukum yang kita butuhkan di jaman liberalis ini. Banyak

terjadi ketimpangan yang terkadang berakhir menjadi sikap

radikalisme. Satu pihak merasa, hukum yang sudah lama tertulis

tersebut, tidak dapat terbantahkan. Sedangkan, hidup kita ini tidak

selamanya akan berdampingan hanya dengan kaum sesama

Muslim. Hal itu membuktikan bahwa, agama sesungguhnya tidak

hanya mengandung unsur

keilahiahan (ketuhanan) tetapi juga keinsaniahan

(kemanusiaan). Oleh karenanya kajian tentang agama

mencakup kajian teologis dan juga antropologis, dalam arti agama

tidak hanya dapat didekati dengan pendekatan teologi tetapi juga

dapat didekati dengan pendekatan antropologi. Pendekatan

pertama diarahkan pada aspek normatifitas agama, sedangkan

pendekatan kedua diarahkan pada aspek historisitasnya.1 Oleh

karenanya, sekiranya umat Muslim yang terhimpit oleh keadaan

inilah yang menjadikan mereka sebagai kaum minoritas, yang

sangat memerlukan adanya hukum fiqh (yang sesuai berdasarkan

aspek historis maupun antropologis) bagi mereka, agar dapat

berdampingan dengan kaum mayoritas yang ada di lingkungan

mereka. Sehingga, di lain sisi tidak menyalahi aturan agama Islam

yang ada, namun juga tidak bersnggungan dengan adat atau segala

peraturan kaum mayoritas (non-muslim) yang telah ada.

Kata Kunci: minoritas, non-muslim, fiqh.

1 Mahsun, “Faham Keagamaan Komunitas ‘Islam Bugis’ Di Lereng

Gunung Merapi Magelang, Jawa Tengah”, (Riset Doktoral, Universitas Islam

Negeri Walisongo Semarang, 2015), 31.

Page 2: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

Pencetus Fiqh al Aqalliyat

1) Taha Jabir al Alwani

Taha Jabir al Alwani lahir dari keluarga Sunni, yang

bermukim di negara Iraq, pada tahun 1935. menempuh

pendidikan di Kairo, Mesir yakni pada Universitas al Azhar,

dan menerima gelar doktoral nya pada tahun 1973, dalam

metodologi hukum atau ushul fiqh (yang secara harfiah,

merupakan akar dari kebijakan Islam), yang mana hal tersebut

merupakan dasar terbaik untuk mengkualifikasi seorang mufti.

Sejak tahun 1963 hingga 1969, al Alwani diterima sebagai

pengajar dalam bidang Studi Islam pada Akademi Militer

Iraq, dan dari tahun 1975 hingga 1985, beliau mengajar

Hukum Islam pada Universitas al Imam Muhammad bin

Sa‘ud di Riyadh, Arab.

Saudi. Kemudian, beliau beralih dari benteng Wahabi ini ke

Amerika Serikat, dimana beliau terlibat dalam berbagai

kegiatan intelektualis. Transisi luar biasa inilah yang

mengindikasi al Alwani untuk lebih terbuka akan sikapnya

pada pemikiran-pemikiran atau segala hal yang berkaitan

dengan "Westernisasi”, yang beliau curahkan ke dalam

komunitas Muslim Amerika untuk “menjadi yang terbaik

dalam komunitas Amerika”. Beliau juga merupakan anggota

pada International Fiqh Council (Dewan Fikih Internasional)

di Jeddah, yang berperan sebagai pusat untuk Fiqh Councils

(Dewan Fikih) di seluruh dunia (termasuk pula di dalamnya

adalah North American Fiqh Council (Dewan Fikih bagian

Page 3: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

Amerika Utara)), dan membawahi Organization of the Islamic

Conference (Organisasi Konferensi Islam).2

2) Yusuf Qardhawi

Beliau merupakan sosok luarbiasa dalam dunia Islam. Beliau

telah banyak menuliskan berbagai karya yang mencapai lebih

dari seribu buku dalam berbagai subjek Islam dan dianggap

sebagai figur pemimpin pada International Muslim

Brotherhood Movement (Pergerakan Persaudaraan Muslim

Internasional). Dalam fatwa nya, beliau mengungkapkan

dukungan untuk perlawanan kekerasan oleh Israel dan

melawan kaum Amerika yang berada di Iraq. Al Qardhawi

membuat berta utama dunia dengan aksi kunjungan

kontroversialnya ke kota London (Inggris), dimana beliau

mengemukakan pembentukan International Councils of

Muslim Clerics (Dewan Internasional Ulama Muslim).

Beliau lahir pada tahun 1926 di sebuah desa Negeri Mesir,

yakni Saft-Turab. Seperti halnya, Taha Jabir al Alwani, beliau

juga menempuh pendidikan di Universitas al Azhar, yang

mana beliau mendapatkan gelar doktoralnya pada tahun 1973.

Beliau bekerja sebagai mubaligh (pendakwah) dan juga

sebagai seorang Guru di masjid, dan juga berperan sebagai

anggota pemerintahan yang resmi di Egypt’s Bureau of

Religious Endowments (Awqaf) (Biro Wakaf Keagamaan

Mesir). Pada tahun 1961 beliau pindah ke Qatar, dimana

1 2 Shammai Fishman, “Fiqh al Aqalliyat: A Legal Theory for Muslim

Minorities”, Research Monograph on the Muslim World, Series No.1 Paper No.2,

Oktober 2006, hlm.2.

Page 4: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

beliau mengembangkan serta memimpin berbagai institusi

prndidikan Islam. Pada tahun 1997 al Qardhawi membentuk

European Council for Fatwa and Research (ECFR) (Dewan

Fatwa dan Riset Eropa), yang bertujuan untuk menyediakan

para minoritas Muslim di Eropa perlindungan yang legal.

Pada Fiqh al Aqalliyat al Muslima---Hayat al Muslimin Wasat

al Mujtama‘at al Ukhra (Fikih Muslim Minoritas—

Kehidupan Komunitas Muslim di tengah Komunitas lainnya),

al Qardhawi menguraikan peraturan-peraturan resmi yang

umum untuk fiqh al aqalliyat dan memberikan contoh serta

aplikasinya. Sebagai seorang tokoh media, beliau

berpartisipasi dalam sebuah acara televisi pada jaringan al-

Jazira yang disebut “al-Shari‘a wal Hayat” (Hukum dan

Kehidupan dalam Islam). Beliau juga memiliki website

pribadi yakni qaradawi.net, dan juga berperan dalam

menjalankan sebuah website yang sangat penting dan terkenal,

yakni website Islamonline.net.3

Sejarah Fiqh al-Aqalliyat

Istilah fiqh al-aqalliyat ini sebenarnya muncul pada awal tahun

1990-an. Tokoh pendirinya adalah Thaha Jabir al-Awani dan

Yusuf al-Qardlawi. Tepatnya, Thaha Jabir menggunakan istilah ini

pertama kali pada tahun 1994 di saat Fiqh Council of North

America yang dipimpinnya memberikan fatwa boleh bagi umat

muslim Amerika memberikan suaranya pada pemilihan presiden di

2 3 Shammai Fishman, “Fiqh al Aqalliyat: A Legal Theory for Muslim

Minorities”...................., hlm.2-3.

Page 5: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

Amerika, yang notabene calonnya adalah non-muslim. Sementara

itu, Yusuf Qardlawi mendirikan European Council for Fatwa and

Research (ECFR) di London pada tahun 1997 dengan tujuan

utama, memberikan layanan hukum Islam pada masyarakat

minoritas muslim di Eropa.4

Asal Usul Muslim Minoritas

Asal usul terbentuknya minoritas Muslim di berbagai

Negara, bereda-beda anara satu negara dengan yang lainnya. M.

Ali Kettani menjelaskan ada tiga bentuk munculnya kaum

minoritas Muslim.

1) Suatu komunitas Muslim dijadikan tidak efektif oleh

kelompok non-muslim yang menduduki wilayah komunitas

Muslim, meskipun umat Islam di wilayah itu secara jumlah

tergolong mayoritas. Dalam rentangan waktu yang lama

karena pengaruh kependudukan oleh komunitas non-Muslim

tersebut, komunitas Muslim yang tadinya secara jumlah

mayoritas, berubah menjadi minoritas karena pengusiran

secara besar-besaran oleh komunitas non-Muslim. Di sisi lain,

terjadi gelombang imigran non-Muslim secara besar-besaran.

2) Ketika pemerintah Muslim di suatu negara tidak berlangsung

cukup lama, atau usaha menyebarkan Islam tidak cukup

efektif untuk mengubah Muslim menjadi mayoritas dalam

jumlah di negeri-negeri yang mereka kuasai. Berbagai

kekuasaan politiknya tumbang dan umat Islam mendapati

4 Ahmad Imam Mawardi, “Fiqh Aqalliyat: Pergeseran Makna Fiqh dan

Ushul Fiqh”, Asy Syir’ah, Vol.48, No.2, Desember 2014, hlm.320.

Page 6: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

dirinya turun status dari yang mayoritas menjadi minoritas

dalam negerinya sendiri. Hal ini dapat kita lihat contohnya,

yakni di negara India dan Balkan.

Minoritas Muslim terjadi, ketika non-Muslim di lingkungan

non-Muslim pindah agama menjadi Muslim. Jika pemeluk

Islam yang baru ini menyadari akan pentingnya keyakinan

Islam mereka dan memberikan prioritas atas ciri-ciri lain, dan

mencapai solidaritas sesama karena memiliki keyakinan yang

sama maka terbentuklah suatu minoritas Muslim baru.

Biasanya arus imigran dari muallaf menyatu untuk

membentuk suatu minoritas Muslim seperti kasus yang terjadi

di negara Srilangka. Di negara tersebut, umat islam

merupakan penyatuan antara imigran Arab Selatan dan

Muslim muallaf di Srilangka.5

Terminologi Fiqh al-Aqalliyat

Fiqh al Aqalliyat (yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia berartikan sebagai fikih minoritas), terdiri atas dua kata,

yakni fiqh dan aqalliyah. Kata fiqh, secara etimologi (kebahasaan)

berarti “paham yang mendalam”. Secara terminologis, fikih berarti

ilmu tentang hukum-hukum syarak yang bersifat ‘amaliyyah atau

praktis yang digali dan ditemukan dari dalil-dalail yang terperinci.

Kata ‘amaliyyah tersebut berarti menjelaskan bahwa fikih itu

hanya menyangkut tindak tanduk manusia yang bersifat lahiriyah.

Dengan demikian, hal-hal yang diluar ruang lingkup tersebut,

4 5 Mubasirun, “Persoalan Dilematis Muslim Minoritas dan Solusinya”

Episteme, Vol.10, No.1, Juni 2015, hlm.102-103.

Page 7: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

seperti masalah keimanan atau akidah tidak termasuk dalam ruang

lingkup fikih. Kata “aqalliyat” berasal dari kata qallala yang

berarti sedikit, lawan dari banyak. Taha Jabir al Alwani

menyatakan bahwa, secara etimologis aqalliyah bermakna

minoritas atau kelompok, merupakan istilah politik yang

didefinisikan sebagai kelompok masyaraat dalam suatu

pemerintahan yang dalam hal etnis, bahasa, ras atau agama,

berbeda dengan kelompok mayoritas yang berkembang. Menurut

Kamal Sa‘id Habib, minoritas sebagai sebuah istilah kontemporer

tidak dikenal oleh budaya Islam, sebagaimana pengertian yang

dipahami oleh isilah sosiologi sekarang. Akan tetapi, karena telah

tersebar luas, maka diterima dan dikembalikan bentuk dan

definisinya sesuai dengan budaya Islam.6

Konsep Fiqh al-Aqalliyat

Menurut Khalid Mas‘ud, kata “minoritas” disini sangatlah

problematik, dikarenakan tiga hal:

1) Ketidak jelasan simantiknya, memunculkan sub-nation dalam

kerangka sebuah nation-state. Minoritas keagamaan malah

lebih lemah dari sub-nation tadi karena merupakan pecahan

yang lebih kecil lagi;

2) Permasalahan minoritas ini berkaitan dengan situasi minoritas

lainnya, seperti situasi muslim minoritas di negara non-

muslim mayoritas;

6 Nurhayati, “Fikih Minoritas: Suatu Kajian Teoritis”, Ahkam,

Vol.XIII, No.2, Juli 2013, hlm.193-194.

Page 8: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

3) Kondisi minoritas muslim di Barat tidak sama dengan

minoritas muslim di non-Barat, seperti India dan Cina.

Dari defiisi di atas, jelas bahwa fiqh al-aqalliyat tetap merupakan

salah satu jenis fikih yang merupakan bagian dari fikih pada

umumnya, hanya saja ia memiliki karakter khusus karena akan

diterapkan pada masyarakat dengan karakter yang khusus, di

tempat yang juga memiliki karakter yang khusus, yang berbeda

dengan fikih pada umumnya, yakni minoritas muslim di suatu

tempat tertentu. Dari sisi sumber hukum, fiqh al-aqaliyat sama

dengan fikih pada umumnya, yakni bersumber pada alquran dan

hadits, yang dibangun berdasarkan ijma’, qiyas, istishhan, al-

maslahah mursalah, sad al-dharra’i, ‘urf, dan dalil-dalil lain yang

telah disampaikan oleh para Ulama’ Ushul Fiqh. Akan tetapi dari

sisi bentuk yang baru, karena pelaku hukumnya adalah masyarakat

yang minoritas muslim yang memiliki karakter khusus, yang tidak

dimiliki oleh mayoritas muslim lainnya.7

Taha Jabir al Alwani, sang penggagas fiqh al-aqalliyat

mengatakan dalam tulisan intinya mengenai fiqh al-aqalliyat

bahwa metode ushul fiqh yang digunakan dalam fiqh al-aqalliyat

tersebut, terdapat 6 (enam) prinsip besar, yakni:

1) Menemukan kesatuan prinsip dalam quran dan melakukan

pembacaan atasnya berdasarkan kenyataan hidup dan

dinamikanya. Disaming itu, Sunnah dipandang sebagai

penguat atas nash alquran itu sendiri, yang harus dipandang

sebagai kesatuan yang fully integrated dengan alquran yang

7 Miskari, “Fikih Muslim Minoritas di Non Muslim Mayoritas”, STAI

Mempawah, hlm.3.

Page 9: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

bersama-sama menjadi dasar aplikasi ajaran agama pada

kondisi tertentu.

2) Mengakui kebijaksanaan dan prioritas alquran atas lainnya.

Ketika alquran menetapkan sebuah kaidah umum, seperti

masalah dasar kebaikan dan keadilan dalam hubungan (social

interrelation) antara muslim dengan lainnya, namun

kemudian terdapat hadits atau sunnah yang bertentangan

dengan kaidah umum tersebut, seperti tentang hadits tentang

berdesakan di jalan dan tidak perlunya menjawab salam non-

muslim, maka kaidah alquran lah yang digunakan, semetara

hadits dan sunnah harus ditakwil, atau jika tidak

memungkinkan maka hadits tersebut akan ditolak.

3) Meyakini bahwa alquran dapat menjadi menarik kembali

(membatalkan) turat nubuwwat, mengkritisi dan membersikan

dari deviasi (penyimpangan). Hal ini dilakukan untuk

menyatukan rujukan misi kemanusiaan.

Memahami alquran dengan pendekatan geografi. Bumi ini

milik Allah, Islam adalah agama Nya, maka setiap negara

sesungguhnya adalah negara Islam (dar Islam), sebagaimana

yang terjadi pada saat ini atau dari sisi potensinya pada masa

yang akan datang. Di samping itu, manusia seluruhnya

sesungguhnya merupakan “umat Islam”, baik dari makna

umat millah (agama) atau umat dakwah diana kita

berkewajiban mengarahkannya untuk memeluk agama Islam.

5) Mempertimbangkan universalitas objek perintah alquran. Jika

kita yakini bahwa kitab alquran adalah untuk seluruh umat

Page 10: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

manusia, maka ia harus menjadi satu-satunya kitab yang

mampu menghadapi berbagai permasalahan alam yang selalu

ada.

6) Fikih yang kita warisi saat ini, sebenarnya bukanlah rujukan

fatwa atau model hukum yang senantiasa mampu

berdialektika dengan persoalan kia saat ini. Ketidak mampuan

fikih lama membaca masalah kita saat ini, bukanlah sebuah

kekurangan melainkan sebuah hal yang wajar karena mereka

hidup bukan berada pada zaman kita.

Dari ringkasan kutipan tersebut, sangat jelas terdapat tiga poin

besar yang diusung oleh fiqh al-aqalliyat dari sisi ushuliyah, yakni:

1) Adanya upaya perombakan metodologi yang sudah dianggap

mapan dalam fikih tradisionalis, yaitu secara hierarkis

mendasarkan secara istinbath hukum kepada nash alquran,

hadits, ijma’, qiyas, kepada dominasi alquran dan

pertimbangan kondisi melalui doktrin maslahah dan konsep

adat atau ‘urf.

2) Melakukan pergeseran makna maqasid al-syari‘ah dari

konsepsi al-daruriyat al-khams yang diambil dari kosep

daruriyat, hajiyat dan tahsiniyat menjadi prinsip umum yang

berintikan kebaikan dan keadilan.

3) Generalisasi bahwa universalitas alquran adalah untuk proyek

kemanusiaan secara umum, hal ini meruntuhkan tembok

pemisah antara umat Islam dan non-muslim.8

8 Ahmad Imam Mawardi, “Fiqh Aqalliyat Pergeseran Makna Ushul

Fiqh dan Usul Fiqh”, Asy-Syir‘ah, Vol.48, No.2, Desember 2014, hlm.323-324.

Page 11: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

Ukuran dalam Penetapan Fikih Muslim Minoritas

1) Fikih minoritas dilihat sebagai upaya membangun

fleksibilitas hukum Islam ketika umat Islam berada dalam

posisi minoritas dalam sebuah negara atau ketika umat Islam

hidup bukan di negara yang tidak menjadikan Islam sebagai

dasar negara. Dalam konteks sosial politik, fikih minoritas

merupakan fikihnya orang kalah dan tidak berdaya. Dalam

ketidakberdayaan itu, tema tema yang dipermaslahkan seperti

memilih pemimpin non-Muslim, soal sembelihan binatang

yang diduga tanpa baca bacaan basmallah, hukum seorang

Muslim yang bekerja di rsetoran untuk berjualan minuman

keras, memberi salam kepada non-Muslim dan sebagainya.

2) Melalui cara berpikir tersebut, maka fikih minoritas

cenderung diletakkan sebagai “langkah darurat” dari situasi

yang dianggap “tidak normal”. Dengan menggunakan logika

darurat ini, maka umat Islam diperbolehkan melakukan

sesuatu yang semula diwajibkan.9

Kaidah fikih yang biasa digunakan untuk melegitimasi hal ini

adalah adh-dharuratu tubth almahzhurat (kondisi darurat

memperbolehkan seserang untuk melakukan sesuatu yang

dilarang). Dengan demikian, fiqh al aqalliyat mendasarkan

argumentasi-argumentasinya pada logika dan metodologi hukum

Islam yang dirumuskan para Ulama’. Landasan paling dasar yang

biasa digunakan, doktrin kemaslahatan dan ‘urf (tradisi). Dengan

demikian, sumber-sumber penetapan hukum seperti al Quran,

9 Ahmad Suaedy, Alamsyah M. Dja’far, dkk., Islam dan Kaum

Minoritas, (Jakarta: The Wahid Institute, 2012), hlm.27.

Page 12: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

hadits, ijma’ dan qiyas (analogi) harus diletakkan dalam konsepsi

tersebut. Disamping itu, konsepsi maqashid asy syari‘ah (tujuan

dasar pemberlakuan hukum Islam) yang berintikan perlindunan

pada lima hal pokok (dharuriyat al khamsah) baik pada tingkatan

dharuriyat, hajiyyat maupun tahsiniyyat, merupakan prisnsip

umum yang berintikan pada keadilan dan kebaikan. Maka, inti

ajaran Islam yang terdapat dalam universalitas al Quran adalah

penegakan prinsip kemanusiaan, dimana perbedaan Muslim dan

non-Muslim menjadi tidak terlalu relevan diperdebatkan.10

Produk Fatwa dalam Fiqh al Aqalliyat

ECFR yang diketuai oleh Yusuf al Qardhawi barangkali adalah

satu-satunya lembaga fatwa di Eropa yang terorgansasi dengan

baik. Hal ini dapat dilihat dari tiga sisi:

1) Sarjana dan tokoh agama yang terlibat di dalamnya memiliki

kualifikasi pendidikan yang mumpuni dalam bidang-bidang

yang diperlukan untuk memberikan fatwa yang tepat bagi

permasalahan hukum Islam di Barat. Sarjana-sarjana yang

terlibat di dalamnya tidak hanya dari sarjana yang bertempat

tinggan di Eropa, namun juga yang bertempat tinggal di luar

Eropa. Bahkan, terdapat pula yang bertempat tinggal di negara

non-Barat.

2) Metodologi yang digunakan dalam menentukan hukum itu

tegas, yakni ijtihad yang didasarkan pada maqashid al

syari‘ah.

9 10 Ahmad Suaedy, Alamsyah M. Dja’far, dkk., Islam dan Kaum

Minoritas...................., hlm.27-28.

Page 13: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

3) Masalah-masalah yang diberikan fatwa atau diputuskan

hukumnya oleh ECFR didokumentasikan dengan baik.11

Sementara itu, FCNA yang juga giat membahas dan memberikan

jawaban atas permasalahan masyarakat minoritas muslim, belum

mendokumentasikan kajiannya dalam bentuk buku, tetapi masih

dalam bentuk format arsip digital dalam situs resmi yang

dimilikinya. Meskipun demikian, beberapa sarjana yang terlbat di

dalamnya, seperti Thaha Jabir al-Alwani dan Salah Sultan

menuangkan beberapa putusan atau pandangan fiqh al aqalliyat

dalam beberapa tulisan mereka.

Berikut adalah beberapa contoh kasus hukum yang telah diberikan

fatwanya dan diterbitkan oleh lembaga ECFR sendiri, terutama

yang dikutip dalam kita fiqh al aqalliyat yang ditulis oleh

pemimpin lembaga tersebut, Yusuf al Qardhawi serta salah satu

anggotanya, Bin Bayyah serta yang dilansir oleh FCNA yang

sebagian disampaikan oleh mantan pemimpinnya, yakni Thaha

Jabir al Alwani:

1. Bidang Keyakinan dan Ibadah Ritual

Merupakan bidang kajian utama dalam setiap agama.

Berbagai persoalan dalam bidang ini menjadi persoalan yang

paling sensitif, krusial dan penting jika dibandingkan dengan

bidang lainnya.

Contoh yang terdapat dalam bidang ini salah satunya yakni

‘Ucapan Selamat atas Hari Raya Ahli Kitab’.

10 11 Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas (Fiqh al Aqalliyat dan

Evolusi Maqashid al Syari‘ah dari Konsep ke Pendekatan), (Yogyakarta: LkiS,

2010), hlm.153-154.

Page 14: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

Masalah ini merupakan hal yang senantiasa dipertanyakan,

baik di negara yang Muslim nya menjadi mayoritas maupun

Muslimnya merupakan minoritas. Pertanyaan ini juga pernah

disampaikan oleh seorang Muslim kandidat doktor dari

Jerman pada ECFR.12

Jawaban yang diberikan adalah bahwa menyampaikan

selamat atas hari raya ahli kitab itu diperbolehkan, berdasarkan

pada dalil al Quran, yang berada pada Surat ke 60, al Mumtahanah

ayat 8 dan 9:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku

adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena

agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.

Sesungguhnya Allah menyukai orang -orang yang

berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang

kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang

memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari

negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu.

Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka

mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Menurut Yusuf Qardhawi, ayat ini secara jelas dan tegas

mengajarkan dua pola interaksi dengan non- Muslim, yakni:

berlaku baik dan adil kepada mereka yang tidak memusuhi, serta

tidak menjadikan mereka yang memusuhi atau memerangi umat

Islam sebagai kawan. Berbuat adil yang dimaksud adalah, tidak

mengurangi hak mereka, sementara kita berbuat baik yang

dimaksud adalah memberikan sebagian hak kita kepada mereka.

12 Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas..............hlm.154-155.

Page 15: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

Menyampaikan ucapan selamat hari raya kepada mereka adalah

suatu perbuatan yang diperbolehkan, karena bagian dari perbuatan

yang baik ketika memberikan efek yang positif dalam pola

interaksi kemanusiaan (yang tidak diperbolehkan dalam hal ini

adalah mengikuti acara ritual keagamaan mereka).13

Selain itu, orang-orang Ahlul Kitab14 memiliki kedudukan

khusus yang tidak dimiliki oleh orang- orang non-Muslim

selain mereka, dalam perlakuan umum maupun penentuan

hukum.15

Memanglah banyak para Ulama’ yang dengan tegas

mengharamkan ucapan selamat dan mengikuti hari raya Ahli

Kitab. Ibnu Taymiyyah seorang yang secara tegas mengulas

hal ini dalam kitabnya, Iqtidha’ al Shirath al Mustaqim

Mukhalafah Ahl al Jahim. Yusuf Qardhawi menyatakan

kesepakatannya dengan Ibnu Taymiyyah dalam hal

keharaman umat Islam mengikuti hari raya mereka atau

mereka mengikuti hari raya umat Islam. Namun, Yusuf

Qardhawi dengan ECFR-nya tidak sependapat dengan

keharaman ucapan selamat hari raya kepada non-Muslim,

apalagi jika mereka masih terdapat ikatan kekeluargaan,

tetangga ataupun hubungan kerja. Yusuf Qardhawi

13 Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas ............, hlm.155-156.

14 Yang dimaksud dengan ahlul Kitab ialah mereka yang agamanya

(pada mulanya) berdasarkan Kitab Samawi meskipun kemudian mengalami

perusakan dan penggantian, seperti kaum Yahudi dan Nasrani yang agama

mereka berdasarkan Taurat dan Injil. Lihat pada Yusuf Qardhawi, Minoritas Non-

Muslim di dalam Masyarakat Islam, hlm.16. 15 Yusuf Qardhawi, Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam,

yang diterjemahkan oleh Muhammad Baqir, (Bandung: Mizan, Oktober 1985),

hlm.16.

Page 16: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

menyatakan bahwa pernyataan Ibnu Taymiyyah tersebut

sesuai dengan konteks zamannya ketika fatwa itu

disampaikan.16

2. Bidang Ekonomi

Masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi menjadi

masalah hukum yang secara nyata dihadapi secara langsung

oleh masyarakat muslim minoritas di Barat. Banyak masalah

ekonomi yang mereka ajukan pada lembaga fatwa ECFR, di

antaranya adalah tentang hukum membeli rumah tempat

tinggal secara kredit bank di Barat.

Permasalahn ini menjadi urgent, karena rumah merupakan

tempat tinggal yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat

Muslim di Barat, tetapi menjadi problematis ketika mayoritas

Ulama’ mengharamkan semua transaksi yang memiliki unsur

riba. Akan tetapi, hal ini merupakan sesuatu yang urgent

mendapatkan perhatian dan kepastian hukum ketika

diletakkan dalam konteks kebutuhan primer masyarakat

minoritas Muslim di Barat.17

Yusuf al Qardhawi mengetahui bahwa mayoritasUlama’

mengharamkan praktik riba dalam bentuk apapun dan

menganggapnya sebagai salah satu dosa dari tujuh dosa besar

yang harus dihindari. Namun, ketika melihat realitas yang

terjadi, beliau menganggap bahwa adanya kebutuhan yang

bisa menempati posisi sebagai kondisi darurat yang dalam

16 Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas ............, hlm.156.

17 Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas ............, hlm.159-160.

Page 17: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

kaidah fikih menjadi sebab bolehnya sesuatu yang dilarang (al

hajatu tanzilu manzilat al dharurah). Pandangan Yusuf

Qardhawi ini didasarkan kepada beberapa pendapat fuqaha

kontemporer seperti Muhammad Rasyid Ridha, Musthafa al

Zarqa dan keputusan beberapa lembaga fatwa internasional

seperti Lembaga Fatwa Kuwait, Majlis Ulama Dunia, ECFR

dan FCNA yang memiliki kesimpulan sama tentang bolehnya

membeli rumah dengan memanfaatkan kredit bank berbunga

(ribawi) karena suatu kebutuhan yang mendesak. Alasan

lainnya yang dikemukakan adalah analisis manfaat dan

keuntungan yang akan mengantarkan pada kemaslahatan

hidup minoritas Muslim di Barat.18

3. Bidang Politik

Salah satu contoh dari bidang politik fiqih minoritas, adalah

hukum ikut serta dalam masalah politik. Jika dilihat dalam

konteks dar al Islam fiqh al siyasah, menegaskam bahwa

berpartisipasi dalam masalah politik merupakan sesuatu yang

disyari‘atkan dalam upaya membangun kemaslahatan bersama

dan menegakkan prinsip-prinsip Islam yang agung. Partisipasi

yang dimaksud disini adalah partisipasi yang berkaitan

dengan hal yang bersifat umum, mulai dari yang paling dasar,

yakni memenuhi hak dan kewajiban politik sebagai warga

negara, mengikuti pemilu, mencalonkan diri untuk suatu

jabatan politis, dan lain sebagainya. Hal ini menjadi sebuah

permasalahan, jika diletakkan dalam konteks partisipasi umat

18 Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas ............, hlm.160.

Page 18: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

Islam dalam kegiatan politik di negara-negara non-Islam di

Barat.

Pertanyaan tentang kebolehan umat Islam di Barat ikut

pemilihan presiden yang mana calon-calonnya tersebut

beragama non-Islam merupakan satu contoh permasalahan,

sebab syarat menjadi pemimpin menurut fikih klasik sangat

ketat meliputi masalah agama, kepribadian, keilmuan serta

syarat lainnya.

19Atas permaslahan inilah, ECFR memberi pandangan hukum

sebagai berikut:

1) Tujuan kerjasama atau ikut serta dalam politik adalah

untuk ikut menjaga hak, kebebasan dan mempertahankan

nilai-nilai diri serta eksistensi umat Islam di negara

tersebut.

2) Hukum asal menentukan disyari‘atkannya kerjasama

politik bagi umat Islam di negara Eropa dengan status

hukum boleh, sunnah dan wajib atas

dasar ayat al Quran, yakni surat ke-5, surat al Maidah

ayat 2,

“....dan tolong menolonglah kamu dalam

(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong

menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”

3) Kerjasama politik meliputi, menjadi anggota lembaga

kemasyarakatan, ikut serta dalam partai politik dan lain

sebagainya.

19 Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas ............, hlm.165.

Page 19: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

4) Kaidah yang pling penting dalam kerjasama politik ini

adalah tetap berpegang teguh pada akhak Islami seperti

kejujuran, keadilan, tanggung jawab serta menghargai

pluralisme dan pandangan yang berbeda.

5) Ikut serta dalam pemilihan umum dengan syarat

berpegang pada kaidah-kaidah syari‘at, etika dan

perundang-undangan, dengan niat kemaslahatan dan tidak

didasarkan pada kepentingan individu.

6) Bolehnya menggunakan harta benda untuk kepentingan

pemilihan umum tersebut walaupun yang dipilih bukan

seorang Muslim, sepanjang dipandang mampu

mewujudkan kemaslahatan umum.

7) Kebolehan kerjasama poloitik tersebut berlaku sama bagi

perempuan Muslimah sebagaimana yang berlaku pada

laki-laki.20

Pandangan ECFR di atas lebih menekankan kepada konteks

dan berorientasi pada kemaslahatan, yang merupakan inti dari

maqashid al syari‘ah. Teks-teks dalil yang digunakan sebagai

dasar dalam fikih klasik, seperti karya al-Ghazali, al-Mawardi

dan al-Farra’, lebih dipahami sisi tujuannya dibandingkan

dengan sisi makna harfiyyah teks itu sendiri. Pandangan

ECFR ini sangat sesuai dengan pandangan FCNA dan

beberapa sarjana Muslim Amerika kontemporer seperti

Muqtedar Khan yang jelas-jelas mendukung Obama pada

Pemilu Amerika tahun 2008 dengan menjadikan terwujudnya

20 Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas ............, hlm.166.

Page 20: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

kemaslahatan bagi umat Islam khususnya dan dunia pada

umumnya, sebagai konsiderasi utama.21

4. Bidang Hukum Keluarga

Salah satu konsentrasi dalam bidang hukum keluarga pada

fikih minoritas adalah tentang konversi agama seorang Istri

menjadi muslimah, sementara suaminya tetap memeluk

agama asalnya.

Maka timbullah pertanyaan, apakah Istri tersebut harus

bercerai dengan suaminya ataukah tidak? Konteks pertanyaan

ini adalah adanya konflik psikologis, karena di stu sisi

mayoritas Ulama berpendapat bahwa Istri tersebut harus

mengajukan cerai, sementara pada sisi yang lain Istri

keberatan meninggalkan Suami yang dicintainya dan

mengorbankan anak dan keluarga yang telah terbangun secara

harmonis.

Jawaban fikih klasik atas permasalahan tersebut di atas cukup

beragam, namun mayoitas masyarakat dan Ulama’

berkeyakinan akan keharusan cerai di antara keduanya, dan

hal ini pula lah yang meyakinkan Yusuf Qardhawi untuk ikut

memberi fatwa bahwa perceraian harus terjadi di antara

keduanya, sebelum beliau mengetahui betul bahwa Muslimah

tersebut berada pada ranah minoritas Muslim di Barat. Setelah

mengetahui hal tersebut, lantas beliau merubah pandangannya

serta menyatakan bahwa Istri tersebut berhak tinggal bersama

Suaminya atas dasar kemaslahatan yang ingin dipeliharanya.

21 Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas ............, hlm.166-167.

Page 21: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

Pandangan ini dihasilkan dari metode tarjih maqashidi22 atas

beberapa pendapat yang ada di kalangan Ulama’. Yusuf al

Qardhawi mengemukakan 9 (sembilan) pendapat Ibn Qayyim

atas permasalahan tersebut:

1) Batalnya pernikahan setelah masuk agama Islam;

2) Pernikahan batal apabila Suami tidak mau diajak masuk

Islam;

3) Batalnya pernikahan setelah masa ‘iddah jika Istri telah

digauli dan langsung batal tanpa menunggu ‘iddah jika

belum digauli;

4) Jika Istri masuk Islam sebelum Suami masuk Islam, maka

perceraian terjadi seketika itu juga. Namun, jika Suami

masuk Islam sebelum Istri, kemudian Istri masuk Islam

dalam masa ‘Iddah, maka ia tetap sah menjadi Istrinya.

Sementara jia tidak, maka terjadilah perceraian dengan

berakhirnya ‘iddah;

5) Mempertimbangkan ‘iddah bagi pasangan Suami-Istri,

yakni bahwa jika salah satu masuk Islam sebelum

berhubungan badan maka batallah nikahnya. Jika masuk

Islam setelah berhubungan badan, dan pasangannya

masuk Islam ketika masih dalam keadaan ‘iddah maka

tetap sah perkawinannya. Sementara jika ‘iddah berakhir

sebelum pasangannya masuk Islam maka batallah

pernikahannya;

22 Pengunggulan suatu pendapat atas beberapa pendapat atas

beberapa pendapat yang didasarkan pada dominasi nilai kemaslahatannya.

Page 22: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

6) Istri tetap bersama dengan Suaminya dan menunggu

untiuk memeluk Islam walaupun membutuhkan waktu

penantian bertahun-tahun;

7) Suami lebih berhak terhadap Istrinya selama Istri tidak

keluar dari rumahnya;

8) Suami-Istri tersebut tetap dalam pernikahannya selama

tidak dipisahkan oleh Sultan;

9) Istri tetap bersama dengan Suaminya, tetapi tidak boleh

terjadi hubungan Suami-Istri.23

Ibnu Qayyim dan gurunya, Ibn Taymiyyah memilih pendapat

keenam sebagai pendapat yang paling tepat, yakni

memberikan kesempatan walaupun berthaun-tahun bagi Istri

untuk tetap bersama Suami seraya berharap Suaminya masuk

Islam, dengan catatan bahwa keduanya tidak boleh melakukan

hubungan Suami-Istri. Sementara itu, Yusuf Qardhawi

menganggapnya sebagai pilihan yang kurang tepat

dikarenakan bertentangan dengan tabiat serta kecenderungan

psikologis manusia untuk tetap melaksanakan hubungan

Suami-Istri, terlebih ketika cinta dan kasih sayang di antara

mereka berdua masihlah ada. Sehingga, Yusuf al Qardhawi

memilih pendapat ketujuh serta kedelapan yang memberikan

keleluasaan bagi Suami-Istri tersebut untuk tetap sebagai

Suami-Istri selama tidak dipisahkan oleh penguasa (Sultan).

Pendapat inilah yang dianggap lebih memberikan

kemaslahatan.

23 Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas ............, hlm.166-171.

Page 23: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

Paradigma Pembentukan Fiqh Minoritas di Indonesia

M. Amin Abdullah merupakan salah seorang

cendekiawan muslim Indonesia yang dikenal telah memunculkan

dan mendorong pentingnya paradigma fiqh aqalliyah (fiqh

minoritas) bagi kaum Muslim yang berada dalam wilayah

mayoritas nonMuslim. Dalam kajian ini, term fiqh aqalliyah

dikembangkan dengan tambahan bahwa kaum Muslim juga perlu

memberikan perlindungan terhadap warga minoritas non-Muslim

melalui paradigma fiqh aqalliyah. Semua ini bertujuan

membangun tantanan hukum fiqh yang bisa saling menghormati

dan menghargai secara totalitas, termasuk jiwa, pikiran, naluri,

keyakinan dan agama. Dengan paradigma ini, kerukunan hidup

beragama yang tulus akan dapat diciptakan secara baik dan

optimal, bukan kerukunan agama yang palsu (having religious).

Umat beragama harus membangun dialog antara para pemeluk

agama untuk membangun cara berpikir, cara bersikap dan cara

bertindak yang santun, menahan diri, terbuka, dan bijaksana dalam

menyikapi kemajemukan hidup beragama di negeri ini.

Hal ini perlu dalam membangun keharmonisan hubungan

antaragama secara de jure dan juga membangun pola hidup

antaragama yang bercorak being religious, yakni sikap dan tingkah

laku yang rendah hati, mampu menerima dan mengakui perbedaan

sebagai modal konstruktif untuk membangun kehidupan beragama

dan bermasyarakat yang berkeadilan. Dalam upaya membangun

fiqh aqalliyah di Indonesia perlu dibangun rancangan pembacaan

teks keagamaan yang berbasis nilai-nilai agama yang universal

Page 24: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

sebagaimana telah diungkapkan dimuka, yakni berdasakan

konsepsi qat’i - zanni. Sebab, tafsir-tafsir itu pada dasarnya adalah

contoh kajian tafsir fiqhi yang relevan pada masa itu, dan belum

tentu relevan untuk masa sekarang, sehingga bisa diganti sesuai

dengan kepentingan situasi dan kondisi masa kini. Sebab, situasi

dan kondisi sosio-budaya dan politik masa Nabi dan para sahabat

juga telah mewarnai karakter tafsiran fiqh dalam memahami ayat-

ayat al-Qur’an pada waktu itu, yang sudah pasti berbeda dengan

kondisi dan situasi sosiobudaya dan politik masa kini.

Pengaruh warisan sejarah kehidupan manusia itulah yang perlu

dikritisi dengan menawarkan fiqh aqalliyah (fiqh minoritas)

sebagai ganti dari wacana fiqh aghlabiyyah (fiqh mayoritas).

Asumsinya, dengan membela kepentingan setiap person, maka

pada akhirnya sama dengan membela banyak person. Fiqh juga

menandaskan hukum qishash sebagai upaya membela hak

minoritas, sebab asumsinya membunuh satu jiwa sama dengan

membunuh banyak jiwa. Inilah dasar utama lahirnya fiqh aqalliyah

dibangun.

Dengan demikian, wawasan kebangsaan yang sudah dan

sedang dikembangkan untuk melindungi seluruh elemen bangsa,

terutama kelompok minoritas perlu dilestarikan karena hal itu

memiliki kesamaan tujuan dengan ajaran fiqh, yakni membangun

persamaan nasib dan tujuan untuk mencapai kesejahteraan

bersama.49 Fiqh aqalliyah pada era kemajemukan ini memiliki

nilai penting untuk menata kehidupan antarumat beragama,

sehingga orientasi fiqh itu mampu melindungi komunitas kecil,

sekaligus juga memberikan ruang gerak untuk melakukan ijtihad

Page 25: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

tersendiri yang berbeda dari wacana fiqh di negara yang mayoritas

Muslim.

Tawaran fiqh aqalliyah tentu perlu mendapat apresiasi yang

memadai sebagai upaya meng-counter wacana kaum radikalis yang

masih memandang bahwa karya-karya fiqh aglabiyyah ulama masa

lalu harus dipertahankan di era kemajemukan dan globalisasi ini.

Padahal, adanya pandangan fiqh yang menyakralkan paham fiqh

masa lalu perlu dikritisi. Semua pendapat fiqh ulama masa lalu

tidak perlu disakralkan, bahkan sebaliknya, boleh diperdebatkan.

Inilah masalah yang perlu mendapat perhatian dari kaum Muslim

yang hidup di negara yang majemuk dan era global ini, sehingga

wawasan fiqh (kaum Muslim) terbuka dan kaum non-Muslim

minoritas dapat terlindung.24

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Suaedy, Alamsyah M. Dja’far, dkk., Islam dan Kaum

Minoritas, (Jakarta: The Wahid Institute, 2012).

Dahlan, Moh, “Paradigma Itihad Fiqh Minoritas di Indonesia”,

Analisis, Vol.XII, No.1, Juni 2012.

Fishman, Shammai, “Fiqh al Aqalliyat: A Legal Theory for

Muslim Minorities”, Research Monograph on the Muslim

World, Series No.1 Paper No.2, Oktober 2006.

Imam Mawardi, Ahmad, “Fiqh Aqalliyat Pergeseran Makna

Ushul Fiqh dan Usul Fiqh”, Asy-Syir‘ah, Vol.48, No.2,

Desember 2014.

24 Moh Dahlan, “Paradigma Itihad Fiqh Minoritas di Indonesia”,

Analisis, Vol.XII, No.1, Juni 2012, hlm.64-65.

Page 26: FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYATif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/FIQIH-MINORI… · FIQIH MINORITAS (FIQH AL AQALLIYAT) Oleh: Fiki Nuafi Qurrota Aini Abstrak

Imam Mawardi, Ahmad, Fiqh Minoritas (Fiqh al Aqalliyat dan

Evolusi Maqashid al Syari‘ah dari Konsep ke

Pendekatan), (Yogyakarta: LkiS, 2010).

Mahsun, “Faham Keagamaan Komunitas ‘Islam Bugis’ Di Lereng

Gunung Merapi Magelang, Jawa Tengah”, Riset Doktoral,

Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2015.

Miskari, “Fikih Muslim Minoritas di Non Muslim Mayoritas”,

STAI Mempawah.

Mubasirun, “Persoalan Dilematis Muslim Minoritas dan

Solusinya” Episteme, Vol.10, No.1, Juni 2015.

Nurhayati, “Fikih Minoritas: Suatu Kajian Teoritis”, Ahkam,

Vol.XIII, No.2, Juli 2013.

Qardhawi, Yusuf, Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat

Islam, yang diterjemahkan oleh Muhammad Baqir,

(Bandung: Mizan, Oktober 1985).