Prospektif+Klinis Obi

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam praktek klinik, seorang dokter akan sering menjumpai peristiwa interaksi obat di mana aksi dari suatu obat berubah oleh karena pengaruh obat yang lain yang diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan. Kepentingan untuk membahas masalah interaksi obat tidak lepas dari kenyataan kebiasaan dalam praktek pengobatan, di mana umum sekali untuk memberikan obat lebih dari satu secara bersamaan kepada pada seorang penderita atau yang sering disebut sebagai polifarmasi. Interaksi obat tidak selamanya merugikan, tetapi jika kemungkinan terjadi interaksi ini dan tidak diwaspadai pada waktu memberikan obat pada pasien, maka terjadinya dampak negatif yang merugikan akan lebih besar. Pengaruh interaksi beberapa macam obat yang kita konsumsi secara bersamaan, atau yang lebih dikenal dengan istilah interaksi obat, merupakan salah satu kesalahan pengobatan yang paling banyak dilakukan saat ini. Namun, biasanya kesalahan pengobatan karena interaksi obat jarang terungkap, karena kekurang-pengetahuan, baik dokter, apoteker, apalagi pasien tentang interaksi obat. Jika terjadi kegagalan pengobatan, umumnya sangat jarang dikaitkan dengan interaksi obat. Padahal kemungkinan terjadinya interaksi obat ini cukup besar, terutama pada 1

Transcript of Prospektif+Klinis Obi

Page 1: Prospektif+Klinis Obi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam praktek klinik, seorang dokter akan sering menjumpai peristiwa

interaksi obat di mana aksi dari suatu obat berubah oleh karena pengaruh obat yang

lain yang diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan. Kepentingan untuk

membahas masalah interaksi obat tidak lepas dari kenyataan kebiasaan dalam

praktek pengobatan, di mana umum sekali untuk memberikan obat lebih dari satu

secara bersamaan kepada pada seorang penderita atau yang sering disebut sebagai

polifarmasi. Interaksi obat tidak selamanya merugikan, tetapi jika kemungkinan

terjadi interaksi ini dan tidak diwaspadai pada waktu memberikan obat pada pasien,

maka terjadinya dampak negatif yang merugikan akan lebih besar.

Pengaruh interaksi beberapa macam obat yang kita konsumsi secara

bersamaan, atau yang lebih dikenal dengan istilah interaksi obat, merupakan salah

satu kesalahan pengobatan yang paling banyak dilakukan saat ini. Namun, biasanya

kesalahan pengobatan karena interaksi obat jarang terungkap, karena kekurang-

pengetahuan, baik dokter, apoteker, apalagi pasien tentang interaksi obat. Jika terjadi

kegagalan pengobatan, umumnya sangat jarang dikaitkan dengan interaksi obat.

Padahal kemungkinan terjadinya interaksi obat ini cukup besar, terutama pada pasien

yang mengonsumsi lebih dari 5 macam obat pada saat yang bersamaan. Pada saat ini

lebih dari 25 jenis obat baru dilempar ke pasar setiap tahunnya. Dan, tampaknya

hampir mustahil jika seorang dokter atau apoteker harus menghafalkan dan

menguasai masalah interaksi obat dari sekian ribu macam obat yang beredar

sekarang ini. Oleh sebab itu. setiap pusat pengobatan modern, apakah itu rumah

sakit, puskesmas atau praktek dokter pribadi, dan juga apotek, sebaiknya atau bahkan

seharusnya memiliki akses paling tidak ke salah satu pusat data interaksi obat. Agar

berbagai macam obat yang diberikan kepada pasien dapat diperhitungkan terlebih

dahulu dengan seksama kemungkinan interaksinya.

Swamedikasi atau pengobatan sendiri yang kini banyak dilakukan juga sangat

potensial menimbulkan masalah interaksi obat. Demikian pula jika pasien

berkonsultasi dan mendapat obat dari beberapa orang dokter pada saat bersamaan.

1

Page 2: Prospektif+Klinis Obi

Karena itu, konsumen harus selalu memberi tahu dokter yang mengobatinya, obat

apa yang sedang dikonsumsinya saat itu. Selain itu, pasien juga harus

menginformasikan kepada dokter apakah pada saat itu ia juga sedang mengikuti

program KB tertentu, atau sedang minum jamu atau suplemen makanan tertentu.

Agar dokter pemberi resep dapat mempertimbangkan dan memilih obat yang akan

diberikan kepada pasien, yang tidak ada atau paling sedikit efek negatif interaksi

obatnya. Konsumen juga sebaiknya tidak malas dan tidak bosan mencari informasi

sebanyak-banyaknya tentang berbagai obat yang dikonsumsinya, baik obat yang

diresepkan dokter ataupun obat-obat OTC (over the counter, atau yang biasa disebut

obat yang dapat dibeli bebas tanpa resep dokter). Informasi tentang obat dan interaksi

obat ini dapat ditanyakan pada dokter yang memberikan resep, pada apoteker di

apotek, atau dapat mencari sendiri di buku-buku farmasi dan kesehatan, atau di

pusat-pusat data interaksi obat yang dapat dipercaya, yang beberapa di antaranya

dapat diakses melalui internet.

Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang

pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat,

baik melalui penghambatan penyerapannya atau dengan mengganggu metabolisme

atau distribusi obat tersebut di dalam tubuh. Yang kedua, interaksi obat dapat

menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya

efek samping dari obat-obat tertentu. Risiko kesehatan dari interaksi obat ini sangat

bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula fatal.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

1. Memahami berbagai bentuk interaksi obat

2. Memahami mekanisme interaksi obat

3. Memahami dampak klinik dari intertaksi obat

4. Mampu menelaah interaksi dan melakukan upaya untuk menghindari terjadinya

dampak yang merugikan dari interaksi obat.

2

Page 3: Prospektif+Klinis Obi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau

dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan secara bersamaan. Kemungkinan

terjadinya peristiwa interaksi harus selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala

dua obat atau lebih diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan. Tidak semua

interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, tetapi beberapa interaksi justru

diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan, misalnya peristiwa interaksi antara

probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan menghambat sekresi penisilin

di tubuli ginjal, sehingga akan memperlambat ekskresi penisilin dan

mempertahankan penisilin lebih lama dalam tubuh. Interaksi dapat membawa

dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali

sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Sehingga dampak negatif

dari interaksi ini yang kemungkinan akan timbul antara lain:

- Terjadinya efek samping,

- Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan.

2.2 Obat – Obat Yang Terlibat Dalam Peristiwa Interaksi Obat

Interaksi obat sedikitnya melibatkan 2 jenis obat yaitu:

1. Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh

obat lain.

2. Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau

mengubah aksi atau menimbulkan efek obat lain.

2.2.1 Obat Obyek

Obat – obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau

efeknya dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat – obat yang memenuhi

ciri:

a. Obat – obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah

akan menyebabkan perubahan besar pada efek klinik yang timbul. Secara

3

Page 4: Prospektif+Klinis Obi

farmakologi obat – obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat – obat

dengan kurva dosis respons yang tajam (curam; steep dose response curve).

Misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat

mengurangi manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat.

b. Obat – obat dengan rasio toksis terapik yang rendah (low toxic:therapeutic

ratio), artinya antara dosis toksik dan dosis terapetik tersebut perbandinganya

(atau perbedaanya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar) obat

sudah menyebabkan terjadinya efek toksis.

Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat kliniknya

mudah dikurangi atau efek toksiknya mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan

saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Obat – obat seperti ini juga

sering dikenal dengan obat – obat dengan lingkup terapetik sempit (narrow

therapeutic range). Obat – obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering

menjadi obyek interaksi dalam klinik meliputi:

- antikoagulansia: warfarin,

- antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi,

- hipoglikemika: antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid dll,

- anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,

- glikosida jantung: digoksin,

- antihipertensi,

- kontrasepsi oral steroid,

- antibiotika aminoglikosida,

- Obat – obat sitotoksik,

- Obat – obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.

2.2.2 Obat presipitan

Obat – obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat

lain. Untuk dapat mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan

umumnya adalah obat – obat dengan ciri sebagai berikut:

a. Obat – obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian

akan menggusur ikatan-ikatan yang protein obat lain yang lebih lemah. Obat

– obat yang tergusur ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah

4

Page 5: Prospektif+Klinis Obi

akan meningkat dengan segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek

toksik. Obat – obat yang termasuk dalam kelompok obat dengan ikatan

protein kuat misalnya aspirin, fenilbutazon, sulfa dan lain lain.

b. Obat – obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang

(inducer) enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat – obat yang

mempunyai sifat sebagai perangsang enzim (enzyme inducer) misalnya

rifampisin, karbamazepin, fenitoin, fenobarbital dan lain-lain akan

mempercepat eliminasi (metabolisme) obat – obat yang lain sehingga kadar

dalam darah lebih cepat hilang. Sedangkan obat – obat yang dapat

menghambat metabolisme (enzyme inhibator) termasuk kloramfenikol,

fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-lain,akan meningkatkan kadar

obat obyek sehingga terjadi efek toksik.

c. Obat – obat yang dapat mempengaruhi/merubah fungsi ginjal sehingga

eliminasi obat – obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat –

obat golongan diuretika dan lain-lain. Ciri-ciri obat presipitan tersebut adalah

jika dilihat dari segi interaksi farmakokinetika, terutama pada proses

distribusi (ikatan protein), metabolisme dan ekskresi renal. Masih banyak

obat – obat lain yang dapat bertindak sebagai obat presipitan dengan

mekanisme yang berbeda-beda.

2.3 Pembagian Dan Mekanisme Interaksi

Interaksi obat berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 3 golongan

besar, yaitu:

1 Interaksi Farmasetik

2 Interaksi famakokinetik

3 Interaksi farmakodinamik.

2.3.1 Interaksi farmasetik

Interaksi ini merupakan interaksi fisika-kimia di mana terjadi reaksi

fisika-kimia antara obat – obat sehingga mengubah (menghilangkan) aktifitas

farmakologi obat. Yang sering terjadi misalnya reaksi antara obat – obat yang

dicampur dalam cairan secara bersamaan, misalnya dalam infus atau suntikan.

5

Page 6: Prospektif+Klinis Obi

Campuran penisilin (atau antibiotika β-laktam yang lain) dengan aminoglikosida

dalam satu larutan tidak dianjurkan. Walaupun obat – obat ini pemakaian kliniknya

sering bersamaan, jangan dicampur dalam satu suntikan. Beberapa tindakan hati-hati

(precaution) untuk menghindari interaksi farmasetik ini mencakup, jangan

memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul bahwa tidak ada

interaksi antar masing-masing obat.

Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-sama

lewat infus. Selalu perhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya

(manufacturer leaflet), untuk melihat peringatan-peringatan pada pencampuran dan

cara pemberian obat (terutama untuk obat – obat parenteral misalnya injeksi infus

dan lain-lain).

Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravena atau yang lain,

harus perhatikan bahwa tidak ada perubahan warna, kekeruhan, presipitasi dan lain-

lain dari larutan. Sediaan intravena sebaiknya disiapkan jika diperlukan, Jangan

menimbun terlalu lama larutan yang sudah dicampur, kecuali untuk obat – obat yang

memang sudah tersedia dalam bentuk larutan seperti metronidazol , lidakoin dan

lain-lain. Botol ifus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, obat – obat

yang sudah dimasukkan, termasuk dosis dan dan waktunya. Jika harus memberi per

infus dua macam obat, berikan lewat 2 jalur infus, kecuali kalau yakin tidak ada

interaksi

2.3.2 Interaksi Farmakokinetik

Interkasi farmakokinetik terjadi bila obat presipitan mempengaruhi atau

mengubah proses absorpsi, distribusi (ikatan protein), metabolisme, dan ekskresi dari

obat – obat obyek. Sehingga mekanisme interaksi inipun dapat dibedakan sesuai

dengan proses-proses biologik (kinetik) tersebut.

a. Interaksi dalam proses absorpsi

Interaksi dalam proses absorpsi dapat terjadi dengan berbagai cara misalnya,

1. Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat – obat

seperti morfin atau senyawa-senyawa antikolinergik dapat mengubah

absorpsi obat – obat lain.

6

Page 7: Prospektif+Klinis Obi

2. Tingkat pengikatan molekul obat – obat tertentu oleh senyawa logam

sehingga absorpsi akan dikurangi, oleh karena terbentuk senyawa kompleks

yang tidak diabsorpsi. Misalnya tingkat pengikatan antara tetrasiklin dengan

senyawa-senyawa logam berat akan menurunkan absorpsi tetrasiklin.

3. Makanan juga dapat mengubah absorpsi obat – obat tertentu, misalnya:

umumnya antibiotika akan menurun absorpsinya bila diberikan bersama

dengan makanan.

Contoh interaksi obat dalam proses absorbsi

Obat Objek Obat presipitan Mekanisme interaksi

efek yang terjadi

Solusi

Fe (diabsorbsi paling baik jika cairan lambung sangat asam)

Antasid (mengurangi keasaman lambung)

Perubahan pH cairan saluran cerna

Penurunan absorpsi Fe

Diberikan jarak waktu pemberian obat yang berinteraksi minimal 2 jam

Digoksin (sukar larut dalam cairan saluran cerna)

Metoklopramid (memperpendek waktu pengosongan lambung)

Perubahan motilitas usus

Penurunan absorpsi digoksin

Diberikan jarak waktu pemberian obat yang berinteraksi minimal 2 jam

b. Interaksi dalam proses distribusi

Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat – obat dengan

ikatan protein yang lebih kuat menggusur obat – obat lain dengan ikatan protein

yang lebih lemah dari tempat ikatannya pada protein plasma. Akibatnya maka

kadar obat bebas yang tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala

konsekuensinya, terutama terjadinya peningkatan efek toksik. Sebagai contoh,

misalnya meningkatnya efek toksik dari antikoagulan warfarin atau obat – obat

hipoglikemik (tolbutamid, klorpropamid) karena pemberian bersamaan dengan

fenilbutason, sulfa atau aspirin. Hampir sama dengan interaksi ini adalah

dampak pemakaian obat – obat dengan ikatan protein yang tinggi pada keadaan

malnutrisi (hipoproteinemia). Karena kadar protein rendah, maka obat – obat

dengan ikatan protein yang tinggi akan lebih banyak dalam keadaan bebas karena

kekurangan protein untuk mengikat obat sehingga dengan dosis yang sama akan

memberikan kadar obat bebas yang lebih tinggi dengan akibat meningkatnya efek

7

Page 8: Prospektif+Klinis Obi

toksik. Disamping itu interaksi dalam proses distribusi dapat terjadi bila terjadi

perubahan kemampuan transport atau uptake seluler suatu obat oleh karena

obat – obat lain. Misalnya obat – obat antidepresan trisiklik atau fenotiasin akan

menghambat transport aktif ke akhiran saraf simpatis dari obat – obat

antihipertensif (guanetidin, debrisokuin), sehingga mengurangi/menghilangkan

efek antihipertensi.

Contoh interaksi obat dalam proses distribusi

Obat Objek Obat Presipitan Mekanisme Efek yang terjadi Solusi Tolbutamid (ikatan protein 96%)

Fenilbutazon (dapat menggeser antikoagulan oral dari ikatannya dengan albumin plasma)

Penggusuran ikatan protein tolbutamid oleh fenilbutazon

Hipoglikemia Dosis antikoagulan diperkecil.

Warfarin (ikatan protein 99%)

Fenilbutazon (dapat menggeser antikoagulan oral dari ikatannya dengan albumin plasma)

Penggusuran ikatan protein (ada mekanisme dinamik lain)

Perdarahan Dosis antikoagulan diperkecil.

c. interaksi dalam proses metabolisme

Interaksi dalam proses metabolisme dapat terjadi dengan dua kemungkinan,

yaitu Pemacuan enzim (enzyme induction) Suatu obat (presipitan) dapat memacu

metabolisme obat lain (obat obyek) sehingga mempercepat eliminasi obat

tersebut. Kenaikan kecepatan eliminasi (pembuangan atau inaktivasi) akan diikuti

dengan menurunnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya. Obat

– obat yang dapat memacu enzim metabolisme obat disebut sebagai enzyme

inducer. Dikenal beberapa obat yang mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni:

- Rifampisin

- Antiepileptika: fenitoin, karbamasepin, fenobarbital.

8

Page 9: Prospektif+Klinis Obi

Dari berbagai reaksi metabolism obat, maka reaksi oksidasi fase I yang

dikatalisir oleh enzim sitokrom P-450 dalam mikrosom hepar yang paling banyak

dan paling mudah dipicu. Penghambatan enzim (enzyme inhibitor).

Metabolisme suatu obat juga dapat dihambat oleh obat lain. Obat – obat

yang punya kemampuan untuk menghambat enzim yang memetabolisir obat lain

dikenal sebagai penghambat enzim (enzyme inhibitor). Akibat dari penghambatan

metabolisme obat ini adalah meningkatnya kadar obat dalam darah dengan segala

konsekuensinya, oleh karena terhambatnya proses eliminasi obat. Obat – obat

yang dikenal dapat menghambat aktifitas enzim metabolisme obat adalah:

- kloramfenikol

- isoniazid

- simetidin

- propanolol

- eritromisin

- fenilbutason

- alopurinol, dll.

Tergantung dari jenis obat obyek yang mengalami interaksi, yakni terutama obat

dengan lingkup terapi yang sempit, maka interaksi metabolisme dapat membawa

dampak merugikan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa:

- Pemacuan enzim akan berakibat kegagalan terapi, karena kadar optimal tidak

tercapai.

- Penghambatan enzim akan berakibat mengingkatnya kadar obat melampaui

ambang toksik, sehingga efek toksik meningkat

Contoh-contoh interaksi dalam metabolisme baik berupa pemacuan enzim atau

penghambatan enzim ditampilkan

Contoh-contoh interaksi pada proses metabolisme

Obat Objek Obat Presipitan Mekanisme Akibat Klinik Solusi warfarin (banyak disimpan di hati)

Fenobarbital (larut lemak dan dapat menginduksi sintesis enzim metabolisme di hati dan mukosa

Mempercepat metabolisme warfarin.

Penurunan efek antikoagulan

Dosis warfarin diperbesar 2- 10 kali, tetapi jika fenobarbital dihentikan, dosis warfarin diturunkan kembali.

9

Page 10: Prospektif+Klinis Obi

saluran cerna)Estradiol Rifampisin

(menginduksi sintesis enzim metabolisme di hati dan mukosa saluran cerna)

Mempercepat metabolisme estradiol.

Kegagalan kontrasepsi

Diberikan jarak waktu pemakaian.

d. Interaksi dalam proses ekskresi

Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi terutama ginjal

dapat dipengaruhi oleh obat – obat lain. Yang paling dikenal adalah interaksi

antara probenesid dengan penisilin melalui kompetisi sekresi tubuli sehingga

proses sekresi penisilin terhambat, maka kadaar penisilin dapat dipertahankan

dalam tubuh. Interaksi probenesid dan penisilin adalah contoh interaksi yang

menguntungkan secara terapetik. Klinidin juga menghambat sekresi aktif

digoksin dengan akibat peningkatan kadar digoksin dalam darah, kira-kira

sampai 2 kali, sehingga terjadi peningkatan kejadian efek toksik digoksin.

Salisilat menghambat sekresi aktif metotreksat. Obat – obat diuretika

menyebabkan retensi lithium karena hambatan pada proses ekskresinya.

Furosemid juga dapat meningkatkan efek toksik ginjal dari

aminoglikosida,kemungkinan oleh karena perubahan ekskresi aminoglkosida.

Interaksi obat pada proses ekskresi

Obat objek Obat presipitan

Mekanisme interaksi

Akibat klinik Solusi

Digoksin (ekskresi melalui ginjal)

Kinidin,(dapat menghambat p-glikoprotein yaitu transporter di usus dan tubulus ginjal)

Menghambat sekresi aktif di tubuli ginjal

Menurunkan sekresi digoksin di tubulus ginjal dan menaikkan absorbsi di usus halus, sehingga efek digoksin meningkat

Menurunkan dosis digoksin menjadi separuhnya.

Metotreksat (diekskresi hanya

Salisilat (ekskresi dalam bentuk

Menghambat sekresi aktif di tubuli

kadar metotreksat tinggi, sehingga toksisitas hebat

Dosis metotreksat diturunkan.

10

Page 11: Prospektif+Klinis Obi

melalui ginjal)

metabolitnya melalui ginjal)

ginjal (juga akibat kerusakkan ginjal oleh AINS)

2.3.3 Interaksi farmakodinamik

Pada interaksi farmakokinetik terjadi perubahan kadar obat obyek oleh karena

perubahan pada proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Pada

interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah.

Tetapi yang terjadi adalah perubahan efek obat obyek yang disebabkan oleh obat

presipitan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat . Interaksi farmakodinamik

dapat dibedakan menjadi Interaksi langsung (direct interaction) dan interaksi tidak

langsung (indirect interaction). Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih

bekerja pada tempat atau reseptor yang sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda

tetapi dengan hasil efek akhir yang sama atau hampir sama. Sedangkan interaksi

tidak langsung terjadi bila obat presipitan punya efek yang berbeda dengan obat

obyek, tetapi efek obat presipitan tersebut akhirnya dapat mengubah efek obat

obyek.

Obat objek Obat presipitan

Mekanisme interaksi

Akibat klinik Solusi

Digoksin Furosemida Peningkatan ekskresi kalium dan magnesium sehingga mempengaruhi kerja jantung.

Furosemid menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit sehingga mempengaruhi digiksin yang menyebabkan aritmia.

Penambahan diuretic hemat kalium dan pengukuran kadar kalium dan magnesium dalam darah.

Warfarin Salisilat Aspirin menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan

Efek koagulan meningkat sehingga resiko pendarahan meningkat.

Diberikan jarak waktu pemakaian

11

Page 12: Prospektif+Klinis Obi

terhambatnya pembentukan thrombus terutama ditemukan pada system arteri

2.4 Interaksi Obat dengan Makanan

Pada interaksi jenis ini efek suatu obat akan dipengaruhi oleh makanan atau

minuman. Interaksi jenis ini tidak mudah dikelompokkan, tetapi lebih mudah

diperkirakan dari efek farmakologi obat yang dipengaruhi. Dalam hal ini

makanan atau minuman dapat memberikan efek sinergisme ataupun antagonis

( berlawanan ). Akibat dari interaksi jenis ini adalah terjadinya peningkatan efek

samping karena terjadinya peningkatan obat atau manfaat obat dapat berkurang

bahkanmenghilang jika makanan atau minuman yang dikonsumsi memberikan

efek antagonis terhadap obat. Gunakan obat berikut ini satu jam sebelum atau dua

jam sesudah makan untuk mencegah interaksi yang mungkin menurunkan efek

obat:

Interaksi obat dengan makanan dapat terjadi karena:

- Penundaan absorbsi karena perubahan pH lambung

- Perubahan motilitas usus

Pengetahuan mengenai pengaruh obat terhadap makanan terhadap kerja

obat masih sangat kurang. Karena itu, pada banyak bahan obat, masih belum jelas

bagaimana pengaruh pemberian makanan pada saat yang sama terhadap kinetika

obat. Pada sejumlah senyawa makanan menyebabkan penundaan absorbsi karena

perubahan harga pH dalam lambung serta motilitas usus. Misalnya,

tuberkulostatika rifampisisn dan isoniazid, absorpsinya ditunda dan diabsorpsi

dalam jumlah lebih kecil pada pemakaian setelah makan dibandingkan dengan

apabila obat-obat ini digunakan pada waktu lambung kosong.

12

Page 13: Prospektif+Klinis Obi

1. Kinidin (Cardioquin, Duraquin, Quinaglute Dura-Tabs, Quinidex Extentabs,

Quinora)

Kinidin digunakan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak

beraturan. Makanan beralkali; seperti: amandel, susu mentega, kastanye, sari

buah jeruk, kelapa, kepala susu, buah-buahan (kecuali jagung, miju-miju);

dapat meningkatkan efek kinidin. Dengan peningkatan efek tersebut dapat

mengakibatkan kemungkinan terjadinya efek samping merugikan karena

terlalu banyak kinidin disertai gejala jantung berdebar, atau denyut jantung

tidak teratur, pusing, sakit kepala, telinga berdenging, dan gangguan

penglihatan.

2. Golongan Teofilin

Obat asma golongan Teofilin bekerja sebagai stimulant system saraf pusat

dengan cara melebarkan jalan udara dan memudahkan pernapasan penderita

asma. Makanan yang mengandung kofein dapat meningkatkan efek obat

asma karena makanan berkofein dapat menstimulasi system saraf pusat

sehingga menyebabkan terjadinya rangsangan berlebihan. Akibatnya

mungkin terjadi efek samping merugikan karena terlalu banyak teofilin

(rangsangan berlebih), disertai gejala mual, pusing sakit kepala, mudah

tersinggung, tremor, insomnia, takikardia, denyut jantung tidak teratur, dan

mungkin terjadi serangan. Contoh makanan yang merupakan sumber kofein

adalah: kopi, teh, kola dan minuman ringan, coklat, beberapa pil pelangsing

yang dijual bebas, sediaan untuk flu/batuk; nyeri; dan sakit yang mengganggu

akibat haid.

3. Tetrasiklin adalah antibiotik yang digunakan untuk melawan infeksi.

Absorpsi tetrasiklin akan berkurang oleh ion logam bervalensi banyak

(misalnya kalsium, magnesium atau ion besi) serta kloestiramin. Tetrasiklin

akan membentuk khelat dengan logam, sehingga pemberiannya tidak boleh

bersamaan dengan pemberian susu dan produknya, antasida, atau ferrous

sulfate. Untuk menghindari pengendapan dalam gigi atau tulang yang sedang

berkembang, tetrasiklin harus dihindarkan bagi ibu hamil, dan anak-anak

13

Page 14: Prospektif+Klinis Obi

dibawah usia 8 tahun karena tetrasiklin dapat langsung terikat pada kalsium

dan mengakibatkan pendaran (fluorescence, pemudaran warna, dan displasia

enamel. Obat juga dapat tersimpan dalam tulang dan mengakibatkan kelainan

bentuk atau hambatan pertumbuhan.

4. Litium

Litium digunakan untuk menaggulangi beberapa gangguan jiwa yang berat.

Makanan berkadar garam rendah dapat meningkatkan efek litium, sedangkan

yang berkadar garam tinggi dapat menurunkan efek litium.

Makanan yang terlalu sedikit mengandung garam dapat menimbulkan

keracunan litium dengan gejala pusing, mulut kering, lemah, bingung, tak

bertenaga, kehilangan selera makan, mual, nyeri perut, nanar, dan bicara tidak

jelas.

Contoh obat yang berinteraksi dengan makanan.

Obat objek Obat presipitan

Mekanisme interaksi

Akibat klinik Solusi

Tetrasiklin Kalium, Kalsium

Membentuk kelat dengan logam.

Pendarahan Diberikan 1 sampai 2 jam setelah makan.

2.5 Interaksi Obat pada Kasus khusus

Interaksi obat pada kasus khusus misalnya pada kasus kardiovaskuler. Obat

kardiovaskular secara umum terbagi menjadi obat gagal jantung, antiaritmia,

antiangina, antihipertensi dan hipolipidemik. Golongan obat kardiovaskular oleh

dokter penulis resep obat oral kardiovaskular pada 138 sampel di apotek “x” adalah

golongan obat ACE Inhibitors, golongan β-Blocker, golongan Ca Antagonis,

Golongan Diuretik dan Digoxin. Frekuensi terbesar dan merek dagang yang

berjumlah paling banyak digunakan dalam sampel adalah golongan ACE Inhibitor,

hal ini seiring dengan cakrawala pengobatan gagal jantung mulai berubah setelah

melalui penelitian klinis lebih dari 15 tahun ACE Inhibitor yang ditemukan oleh

14

Page 15: Prospektif+Klinis Obi

Cushman dan Ondetti pada tahun 1977, tidak saja bermanfaat sebagai obat untuk

hipertensi, tapi juga efektif untuk pengobatan gagal jantung.

Interaksi antara Capoten yang berisi captopril golongan ACE Inhibitor

dengan KSR yang mengandung Kalium. Kejadian hiperkalemia ini dapat

diminimalisasi dengan menghentikan pemberian diuretik atau dengan memberikan

Natrium satu minggu sebelum pengobatan dengan ACE Inhibitor. Penghambat ACE

ini mengurangi pembentukan Angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan

penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya ekskresi natrium dan air,

serta retensi kalium. Bila obat ini diberikan bersama obat diuretik hemat kalium atau

suplemen kalium akan meningkatkan resiko terjadinya hiperkalemia.

Interaksi yang terjadi karena adanya efek farmakologi obat yang berlawanan.

Misalnya Furosemide adalah diuretik yang dapat berperan sebagai antihipertensi

berawal dari efeknya meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air sehingga

mengurangi volume plasma dan cairan ekstra sel. Tekanan darah akan menurun

akibat berkurangnya curah jantung. Teronac yang mengandung mazindol adalah obat

adrenergik yang bekerja secara tidak langsung artinya menimbulkan efek adrenergik

melalui penglepasan Norepinefrin yang tersimpan dalam ujung syaraf, mazindol

merangsang susunan syaraf pusat yang dapat meningkatkan denyut jantung dan

kekuatan kontraksi. Sehingga bila kedua obat ini diberikan secara bersamaan akan

menyebabkan terjadinya efek yang berlawanan.

Obat objek Obat presipitan

Mekanisme interaksi

Akibat klinik Solusi

Captopril golongan ACE Inhibitor

Kalium Hiperkalemia memberikan Natrium satu minggu sebelum pengobatan dengan ACE Inhibitor.

15

Page 16: Prospektif+Klinis Obi

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Dampak Klinik Interaksi Obat

Secara teoritis banyak sekali interaksi yang mungkin terjadi dengan

mekanisme yang telah diuraikan di muka. Namun demikian, tidak semuanya

memberikan dampak klinik yang penting. Dampak klinik akan sangat tergantung

pada ciri-ciri obat obyek. Jika profil hubungan dosis (kadar) dengan respons dari obat

obyek. Di mana perubahan sedikit kadar atau jumlah obat akan berpengaruh besar

terhadap efek obat, maka setiap perubahan kadar karena interaksi obat akan

memberikan perubahan efek yang sangat berarti.

Obat – obat dengan resiko toksik terapetik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio),

atau sering dikenal juga sebagai obat dengan lingkup terapi sempit. Di samping

kedua hal di atas, makna klinik interaksi obat juga akan sangat tergantung kepada

jenis dari efek yang terjadi, terutama untuk interaksi farmakodinamik, yakni apabila

efek obat obyek yang mengalami perubahan tersebut merupakan efek farmakologik

utama/penting terhadap timbulnya efek terapetik maupun efek toksik dari obat.

Misalnya perubahan sedikit saja dari efek antikoagulasi, bisa terjadi perdarahan atau

kegagalan antikoagulasi yaitu meningkatnya efek toksik baik disertai dengan

meningkatnya kadar obat obyek atau tidak dan dapat pula terjadi kegagalan efek

terapetik.

Mekanisme interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik tidak selamanya

berdiri sendiri-sendiri. Adakalanya interaksi tersebut terjadi karena kedua mekanisme

tersebut, sehingga untuk ini yang penting adalah mengevaluasi/mengobservasi efek

yang terjadi. Sebagai contoh interaksi antara aspirin dengan obat – obat hipoglikemik

atau dengan antikoagulan warfarin. Disamping interaksi kinetik pada ikatan protein,

juga ada interaksi dinamik yang memperberat efek yang terjadi.

3.2 Upaya Menghindari Dampak Negatif

Tindakan berhati-hati atau kewaspadaan diperlukan untuk menghindari

dampak negatif dari interaksi obat. Berikut ini adalah upaya – upaya untuk

menghindari dampak negatif dari interaksi obat:

16

Page 17: Prospektif+Klinis Obi

1. Hindari semaksimal mungkin pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali

jika memang kondisi penyakit yang diobati memerlukan gabungan obat dan

pengobatan gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara ilmiah

manfaatnya. Misalnya:

- pengobatan tuberkulosis,

- pengobatan infeksi berat seperti sepsis, dan lain-lain

2. Jika memang harus memberikan obat gabungan (lebih dari satu) bersamaan,

yakinkan bahwa tidak ada interaksi yang merugikan, baik secara kinetik atau

dinamik

3. Kenalilah sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada obat –

obat yang sering diberikan bersamaan dalam praktek polifarmasi.

4. Jika ada interaksi segera lakukan tindakan-tindakan: Apakah perlu pengurangan

dosis obat obyek, Atau dapatkah obat obyek atau obat presipitan diganti

5. Evaluasi efek sesudah pemberian obat – obat secara bersamaan untuk menilai ada

tidaknya efek samping/toksik dari salah satu atau kedua obat .

6. Ikutilah sedini mungkin pemakaian obat secara bersamaan bila ternyata ada efek

samping atau efek toksik yang timbul.Beberapa interaksi yang pernah dilaporkan

mempunyai anti klinik.

17

Page 18: Prospektif+Klinis Obi

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Interaksi obat tidak lepas dari kenyataan kebiasaan dalam praktek

pengobatan, di mana umum sekali untuk memberikan obat lebih dari satu secara

bersamaan kepada pada seorang penderita atau yang sering disebut sebagai

polifarmasi. Interaksi obat tidak selamanya merugikan, tetapi jika kemungkinan

terjadi interaksi ini dan tidak diwaspadai pada waktu memberikan obat pada pasien,

maka terjadinya dampak negatif yang merugikan akan lebih besar.

Dampak klinik dari interaksi obat sangat tergantung pada ciri-ciri obat obyek.

Jika profil hubungan dosis (kadar) dengan respons dari obat obyek. Di mana

perubahan sedikit kadar atau jumlah obat akan berpengaruh besar terhadap efek obat,

maka setiap perubahan kadar karena interaksi obat akan memberikan perubahan efek

yang sangat berarti.

18