diagnosa klinis

43
. DIAGNOSIS KLINIS Kunjungan pertama Pada saat kunjungan pertama ini, seorang dokter gigi perlu menilai beberapa hal seperti: 1. Penilaian pasien secara keseluruhan Seorang operator harus mencoba menilai pasien secara keseluruhan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah status mental dan emosional pasien, tabiat, sikap, dan umur fisiologi (Carranza, 1990). 2. Riwayat sistemik Menurut Carranza (1990), suatu riwayat sistemik akan menolong operator dalam hal (1) diagnosis manifestasi oral dari penyakit sistemik, (2) penemuan kondisi sistemik yang dapat mempengaruhi respon jaringan periodontal terhadap faktor lokal, (3) penemuan kondisi sistemik yang membutuhkan suatu tindakan pencegahan dan modifikasi dalam perawatannya. Suatu riwayat sistemik harus mengacu pada hal-hal sebagai berikut:

description

diagnosa klinis

Transcript of diagnosa klinis

Page 1: diagnosa klinis

.

DIAGNOSIS KLINIS

Kunjungan pertama

Pada saat kunjungan pertama ini, seorang dokter gigi perlu menilai beberapa hal seperti:

1. Penilaian pasien secara keseluruhan

Seorang operator harus mencoba menilai pasien secara keseluruhan. Hal-hal yang perlu

dipertimbangkan adalah status mental dan emosional pasien, tabiat, sikap, dan umur

fisiologi (Carranza, 1990).

2. Riwayat sistemik

Menurut Carranza (1990), suatu riwayat sistemik akan menolong operator dalam hal (1)

diagnosis manifestasi oral dari penyakit sistemik, (2) penemuan kondisi sistemik yang

dapat mempengaruhi respon jaringan periodontal terhadap faktor lokal, (3) penemuan

kondisi sistemik yang membutuhkan suatu tindakan pencegahan dan modifikasi dalam

perawatannya. Suatu riwayat sistemik harus mengacu pada hal-hal sebagai berikut:

a. Apakah pasien sedang dalam perawatan dokter; jika iya, tanyakan asal, durasi

penyakit serta terapinya. Penyidikan dapat dilakukan berdasarkan dosis dan

durasi terapi dengan antikoagulan dan kortikosteroid.

b. Riwayat rheumatic fever, rheumatic atau penyakit jantung

kongenital,hipertensi, angina pectoris, myocardial infarction, nefritis, penyakit

ginjal, diabetes, dan/atau pingsan.

c. Kecendrungan perdarahan yang abnornal seperti hidung yang berdarah,

perdarahan yang lama pada luka kecil, ecchymosis spontan, kecendrungan

terhadap memar yang berlebihan, dan perdarahan menstruasi yang berlebihan.

Page 2: diagnosa klinis

d. Penyakit infeksi, termasuk berkontak dengan penyakit infeksi di rumah atau di

kantor, atau baru saja mendapat rontgen di bagian dada.

e. Kemungkinan memiliki penyakit akibat pekerjaannya.

f. Riwayat alegi, termasuk hay fever, asma, sensitif terhadap makanan, atau

sensitif terhadap obat misalnya aspirin, codeine, barbiturat, sulfonamide,

antibiotik, prokain, dan laxatives atau terhadap bahan dental seperti eugenol

atau resin akrilik.

g. Informasi onset pubertas dan menopause dan mengenai kelainan menstrual

atau hysterectomy, kehamilan, atau keguguran.

3. Riwayat kesehatan gigi

Pada saat mencari riwayat kesehatan gigi, praktisi mendapat kesempatan untuk

menulai perilaku pasien, membangun hubungan, danmempelajari penyakit gigi yang

telah lalu serta responya terhadap perawatan. Juga penting untuk mengetahui cara

pemeliharaan kebersihan mulut yang selama ini dilakukan oleh pasien di rumah yang

mencerminkan pengetahuan pasien tentang kesehatan gigi (Fedi dkk, 2005). Menurut

Carranza (1990), pada saat pengumpulan riwayat kesehatan gigi, harus ditanyakan pula

keluhan utama pasien. Gejala pasien dengan penyakit gingival dan periodontal

berhubungan dengan perdarahan pada gusi, spacing pada gigi yang sebelumnya tidak

ada, bau mulut, dan rasa gatal pada gusi yang dapat berkurang melalui pencungkilan

dengan tusuk gigi. Selain itu juga terdapat rasa nyeri dengan variasi tipe dan durasi,

misalnya konstan, tumpul, gnawing pain, rasa nyeri yang tumpul setelah makan, rasa

nyeri yang dalam rahang, rasa nyeri akut, sensitif ketika mengunyah, sensitif terhadap

panas dan dingin, sensasi terbakar pada gusi, dan sensitif terhadap udara yang dihirup.

Riwayat dental harus meliputi acuan seperti:

a. Kunjungan ke dokter gigi meliputi frekuensi, tanggal terakhir kunjungan,

dan perawatannya. Profilaksis oral atau “pembersihan” oleh dokter gigi

Page 3: diagnosa klinis

frekuensi dan tanggal terakhir dibersihkan.

b. Menyikat gigi – frekuensi, sebelum atau sesudah makan, metode, tipe sikat

gigi dan pasta, serta interval waktu digantinya sikat gigi.

c. Perawatan ortodontik – durasi dan perkiraan waktu selesai.

d.Rasa nyeri di gigi atau di gusi – cara rasa nyeri terpancing, asal dan

durasinya, dan cara menghilangkan rasa nyeri tersebut.

e.Gusi berdarah – kapan pertama kali diketahui; terjadi spontan atau tidak,

terjadi saat sikat gigi atau saat makan, terjadi pada malam hari atau pada

periode yang teratur; apakah gusi berdarah berhubungan dengan periode

menstruasi atau faktor spesifik; durasi perdarahan dan cara menghentikannya.

f. Bau mulut dan daerah impaksi makanan

g. Kegohayan gigi – apakah terasa hilang atau tidak nyaman pada gigi?

Apakah terdapat kesulitan pada saat mengunyah?

h. Riwayat masalah gusi sebelumnya

i. Kebiasaan – grinding teeth atau clenching teeth pada malam hari atau

setiap waktu. Apakah otot gigi terasa sakit pada pagi hari? Kebiasaan

lainnya seperti merokok, menggigit kuku, dan menggigit benda asing.

4. Survey radiografi intraoral

Survey radiografi minimum terdiri dari 14 film intraoral dan 4 bitewing posterior.

Survey lengkung gigi dan struktur sekitarnya dapat dilihat dengan mudah melalui

radiograf panoramik. Radiograf panoramik menyediakan gambar radiografi keseluruhan

yang informatif untuk melihat distribusi dan keparahan kerusakan tulang pada penyakit

periodontal, namunfilm intraoral yang lengkap dibutuhkan untuk diagnosis periodontal

dan rencana perawatan.

5. Cetakan rahang

Page 4: diagnosa klinis

Cetakan rahang berguna sebagai bantuan visual dalam diskusi dengan pasien dan

berguna untuk perbandingan antara sebelum dan sesudah perawatan maupun untuk

acuan pada kunjungan check-up (Carranza, 1990).

6. Foto klinis

Foto tidaklah begitu penting, namun foto berguna untuk merekam tampilan jaringan

sebelum dan setelah perawatan (Carranza, 1990).

7. Peninjauan kembali pemeriksaan awal

Untuk menegakkan diagnosa, kita harus melakukan anamnesis dan berbagai

pemeriksaan agar diagnosis penyakit pasien tepat dan rencana perawatan dan

pengobatan yang akan dilakukan pun menjadi efektif. Dalam melakukan anmnesis, kita

melakukan komunikasi interpersonal antara dokter dan pasien.

1. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan kepada pihak lain

untuk mendapatkan umpan balik, baik secara langsung (face to face) maupun dengan

media. Berdasarkan definisi ini maka terdapat kelompok maya atau faktual (Burgon &

Huffner, 2002). Contoh kelompok maya, misalnya komunikasi melalui internet

(chatting, face book, email, etc.). Berkembangnya kelompok maya ini karena

perkembangan teknologi media komunikasi.

Terdapat definisi lain tentang komunikasi interpersonal, yaitu suatu proses

komunikasi yang bersetting pada objek-objek sosial untuk mengetahui pemaknaan suatu

stimulus (dalam hal ini: informasi/pesan) (McDavid & Harari).

Fungsi Komunikasi Interpersonal

Page 5: diagnosa klinis

1. Untuk mendapatkan respon/ umpan balik. Hal ini sebagai salah satu tanda

efektivitas proses komunikasi. Bayangkan bagaimana kalau tidak ada umpan

balik, saat Anda berkomunikasi dengan orang lain.

2. Untuk melakukan antisipasi setelah mengevaluasi respon/ umpan balik.

Contohnya, setelah apa yang akan kita lakukan setelah mengetahui lawan bicara

kita kurang nyaman diajak berbincang.

3. Untuk melakukan kontrol terhadap lingkungan sosial, yaitu kita dapat

melakukan modifikasi perilaku orang lain dengan cara persuasi. Misalnya, iklan

yang arahnya membujuk orang lain.

Beberapa unsur atau elemen komunikasi interpersonal adalah sebagai berikut

(Burgon & Huffner, 2002):

Kisi-kisi dalam Melakukan Konsultasi Gigi :

1. Membangun Hubungan Dokter Gigi – Pasien

a. Perilaku Non Verbal :

Kontak mata, ekspresi wajah, postur, posisi dan pergerakan, fokal (termasuk

kecepatan, volume dan kekerasan bicara)

Jika harus menulis atau menggunakan komputer dilakukan tanpa

menghambat dialog dan pengumpulan data

Memperlihatkan sikap percaya diri

b. Pengembangan Penyusunan Data :

Menerima legitimasi sudut pandang dan perasaan pasein tanpa menghakimi

Berempati selama berkomunikasi dan menghargai perasaan pasien

Memberikan dukungan dengan memperlihatkan sikap pengertian, keinginan

menolong dan membangun kemitraan

Bersikap senhsitif terhadap topik pembicaraan yang bersifat rahasia yang

berkaitan dengan pemeriksaan fisik

c. Keterlibatan Pasien :

Page 6: diagnosa klinis

Berbagi pendapat dengan pasien untuk meningkatkan keterlibatan di dalam

proses

Menjelaskan secara rasional setiap pertanyaan atau langkah-langkah

pemeriksaan fisik yang dapat timbul selama proses tetapi tidak berhubungan.

Jelaskan proses danh mintalah ijin pesien selama pemeriksaan dan perawatan

berlangsung.

2. Tahapan Keterampilan Khusus

1. Tahap Inisiasi

Membuat hubungan dengan pasien

Menyapa dengan hangat , kontak mata dan kontak fisik jika diperlukan

Konfirmasi nama pasien dan memperkenalkan diri

Orientasi pada pasien, ekspresi wajah dan suara ramah

Mempersilahkan pasien duduk dengan nyaman, mempertimbangkan adanya

temen atau pendamping pasien bila diperlukan

Menunjukkan kepedulian terhadap perasaan dan keperluan pasien

2. Tahap Identifikasi Keluhan Pasien Saat Ini (Patient’s Presenting Problem)

Menggunakan pertanyaan pembuka yang layak seperti :

Apa yang menyebabkan pasien datang hari ini ?

Apa yang ingin pasien diskusikan hari ini ?

3. Tahap Pengumpulan Informasi

Penggalian Masalah Pasien :

Menggali dan mendengarkan secara aktif pendapat, kebutuhan , dan harapan

pasien melalui pertanyaan-pertanyaan terbuka. Mempersilakan pasien bicara

dengan bebas tentang masalah dan sejarah masalah yang dihadapi.

Mendengar secara aktif yang didukung dengan ketrampilan mem-parafrase,

menyimpulkan dan merefleksikan.

Page 7: diagnosa klinis

Identifikasi masalah-masaalh yang berhubungan termasuk menggali dampak

psikososial masalah, persepsi pasien terhadap perawatan gigi (misalnya rasa

takut terehadap perawatan). Diskusikan prioritas masalah.

Gunakan gaya bertanya yang sesuai (pada umumnya dari pertanyaan terbuka

berlanjut ke arah pertanyaan tertutup)

4. Tahap Pemeriksaan Fisik

Menempatkan pasien pada keadaan nyaman, tidak merasa terancam dengan

tindakan pemeriksaan fisik yang akan dilakukan :

Memperkenalkan dan menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan

Memberi kesempatan pasien untuk terlibat dan fokus kepada persoalan

pasien.

Menanyakan pasien apakah proses pemeriksaan dapat dilanjutkan

2. Pemeriksaan Subjektif dan Objektif

Perawatan yang tepat dimulai dengan diagnosis yang tepat. Untuk sampai pada

diagnosis yang tepat diperlukan ilmu pengetahuan, keterampilan dan seni : ilmu

pengetahuan penyakit serta gejala-gejalanya, keterampilan untuk melakukan cara

menguji yang tepat, dan seni menyatakan impresi, fakta dan pengalaman ke dalam

pengertian.

Page 8: diagnosa klinis

Gejala adalah kesatuan informasi, yang dicari di dalam diagnosis klinis dan

diidefinisikan sebagai fenomena atau tanda-tanda suatu permulaan keadaan sakit yang

normal dan indikatif. Gejala dapat diklasifikasikan sebagai berikut : gejala subjektif

adalah gejala yang dialami dan dilaporkan oleh pasien kepada dokter, gejala objektif

adalah gejala yang dipastikan oleh dokter melalui berbagai uji/tes. Pengertian mengenai

keduanya adalah penting agar sampai pada identifikasi penyakit yang tepat dan

disamping itu sampai pada suatu diagnosis masalah yang membawa pasien kepada

seorang klinisi.

a. Pemeriksaan Subjektif (Anamnesis)

Anamnesis merupakan percakapan professional antara dokter dengan pasien

untuk mendapatkan data/riwayat penyakit yang dikeluhkan pasien. Informasi tentang

riwayat pasien dibagi menjadi 3 bagian : riwayat sosial, dental dan medis. Riwayat ini

memberikan informasi yang berguna merupakan dasar dari rencana perawatan.

1. Pengenalan dan pembukaan diri terdiri dari :

Mengucapkan salam

Memperkenalkan diri

Melakukan kontak mata dengan pasien

2. Menanyakan identitas pasien, terdiri dari :

Nama : Tn/Ny.

Usia

Jenis Kelamin

Alamat

Pekerjaan

Gambar 1. Prosedur menegakkan diagnose untuk menentukan perawatan yang tepat Sumber : Pathway of the Pulp. 6th ed.

Page 9: diagnosa klinis

3. Menanyakan Keluhan Utama saat ini (presenting complaint) : keluhan saat

pasien datang atau keluhan yang membuat pasien datang menemui dokter gigi

4. Menanyakan sejarah keluhan utama, meliputi :

Kapan keluhan terjadi (onset)

Lamanya keluhan berlangsung (duration)

Lokasi keluhan

Faktor-faktor yang memperingan

Faktor-faktor yang memperberat

Kronologis (investigation thus far) :

Perawatan yang telah diterima

5. Riwayat medis sebelumnya : riwayat penyakit sistemik yang pernah diderita

sebelumnya

Guna menghindari informasi yang tidak relevan dan untuk mencegah kesalahan

kelalaian dalam uji klinis, klinisi harus melakukan pemeriksaan rutin. Rangkaian

pemeriksaan harus dicatat pada kartu pasien dan harus dijadikan sebagai petunjuk untuk

melakukan kebiasaan diagnostik yang tepat. Yang termasuk dengan penyakit sistemik

adalah :

a. Penyakit jantung congenital

b. Demam rematik

c. Kelainan darah

d. Penyakit saluran pernapasan

e. Asma

f. Hepatitis

g. Penyakit gastrointestinal

h. Penyakit ginjal atau saluran kencing

i. Penyakit tulang atau sendi

j. Penyakit diabetes

Page 10: diagnosa klinis

k. Penyakit kulit

l. Kelainan congenital

m. Alergi

n. Pengobatan belakangan atau yang sedang dilakukan

o. Operasi sebelumnya atau penyakit serius

p. Kelainan subnormal mental

q. Epilepsy

r. Riwayat penyakit serius dalam keluarga

6. Riwayat dental sebelumnya : riwayat penyakit dental yang pernah diderita

sebelumnya

7. Riwayat penyakit keluarga : riwayat penyakit yang bersifat herediter

8. Kebiasaan kultural dan sosial : dapat berupa informasi yang berhubungan

dengan lingkungan sosioekonomi dan pekerjaan, riwayat perjalanan keluar

negeri, riwayat seksual, hobby dan kebiasaan-kebiasaan pasien yang relevant.

9. Harapan pasien

Pemeriksaan Ekstraoral

Setiap kelainan ektraoral yang nampak yang dicatat selama pencatatan riwayat

dapat diperiksa lebih lanjut. Penampilan umum-besar dan berat, corak kulit, mata, bibir,

simetri wajah, dan kelenjar limfe.

Kunjungan kedua

1. Pemeriksaan rongga mulut

Menurut Carranza (1990), pemeriksaan rongga mulut meliputi oral hygiene, bau mulut,

pemeriksaan rongga mulut, dan pemeriksaan kelenjar getah bening.

Page 11: diagnosa klinis

Oral hygiene

Oral hygiene atau kebersihan rongga mulut dinilai dari tingkat akumulasi debris

makanan, plak, material alba, dan stain permukaan gigi. Pemeriksaan jumlah kualitatif

plak dapat membantu menegakkan diagnosis.

Bau Mulut

Halitosis atau fetor ex ore atau fetor oris, adalah bau atau aroma menyengat yang

berasal dari rongga mulut. Adanya halitosis dapat membantu dalam menegakkan

diagnosa. Halitosis berhubungan dengan penyakitpenyakit tertentu, dan dapat berasal

dari faktor lokal maupun ekstraoral. Sumber lokal penyebab halitosis dapat berasal dari

impaksi makanan diantara gigi, coated tongue, acute necrotizing ulcerative gingivitis

(ANUG), dehidrasi, karies, gigi palsu, nafas perokok, dan penyembuhan pasca operasi

atau pencabutan gigi. Karakteristik bau busuk dari ANUG sangat mudah diidentifikasi.

Ekstraoral atau sumber bau mulut yang jauh berasal dari penyakit atau struktur yang

berdekatan berhubungan dengan rhinitis, sinusitis, atau tonsillitis; penyakit pada paru-

paru dan bronkus; dan bau yang dikeluarkan melalui paru-paru dari substansi aromatik

dalam aliran darah seperti metabolit dari infus makanan atau produk eksretori dari

metabolisme sel.

Pemeriksaan Rongga Mulut

Pemeriksaan rongga mulut meliputi bibir, dasar mulut, lidah, palatum, dan daerah

oropharyngeal, serta kualitas dan kuantitas saliva. Walaupun hasil pemeriksaan tidak

berhubungan dengan penyakit peridontal, seorang dokter gigi harus mendeteksi

perubahan patologis yang terjadi.

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening

Kelenjar getah bening dapat membesar dan/atau mengeras sebagai respon episode

Page 12: diagnosa klinis

infeksi, metastase malignant, atau perubahan residual fibrotik. Kelenjar yang inflamasi

menjadi membesar, terpalpasi, empuk, dan tidak bergerak. Acute herpetic

gingivostomatitis, ANUG, dan abses periodontal akut menghasilkan pembesaran

kelenjar getah bening.

Pemeriksaan soft tissue

Index yang dipakai untuk mengevaluasi status klinis gingiva yang di rancang

oleh loe dan silness. Dengan score gingiva: 0= gingiva sehat; 1= inflamasi ringan; 2 =

inflamasi sedang dan berdarah jika ditekan; 3 = inflamasi parah dan berdarah secara

spontan. Lalu loe dan silness memodifikasi score nomor 2 tentang berdarah saat ditekan

menjadi berdarah saat probing. Modifikasi di modifikasi oleh Gordon et al,

menggunakan sistem scor noninvasif dari 0 sampai 4. Loe dan silness membagi score

nomor 1 menjadi 2 kategori: inflamasi ringan pada beberapa gingiva dan inflamasi

ringan pada seluruh gingiva.

Perdarahan saat probing menunjukan status dari bawah poket yaitu epithelium/

connective tissue interface dan juga merukan progres dari penyakit periodontal sehingga

sangat membantu untuk diagnosis penyakit pada periodontal tersebut. Loesche

memaparkan score untuk papila berdarah adalah 0 sampai 5 setelah stimudent

interdental cleaner (Johnson and Johnson) yang dimasukan secara interproksimal.

Koefisien score papila berdarah adalah 0,94 dan 0,68 untuk index gingiva.

Sehingga dapat disimpulkan score papila berdarah produksinya tinggi dan cocok

digunakan untuk evaluasi terapi periodontal. Untuk kuantitatif score inflamasi localized

yaitu 1 dan score 2 untuk inflamasi pada pada seluruh kondisi gigi.

2. Pemeriksaan gigi

Menurut Carranza (1990), aspek-aspek pada gigi yang diperiksa adalah kariesnya,

Page 13: diagnosa klinis

perkembangan kecacatan, anomali bentuk gigi, wasting, hipersensitifitas, dan hubungan

kontak proksimal.

Wasting disease of the teeth

Wasting diartikan sebagai pengurangan substansi gigi secara berangsur-angsur yang

terkarakteristik oleh pembentukan permukaan yang halus, dan mengkilat. Bentuk dari

wasting adalah erosi, abrasi, dan atrisi. Erosi adalah depresi berbentuk baji pada daerah

servik permukaan fasial gigi. Abrasi adalah hilangnya substansi gigi yang disebabkan

oleh penggunaan mekanis mastikasi. Atrisi adalah terkikisnya permukaan oklusal akibat

kontak fungsional dengan gigi antagonis.

Dental Stains

Dental stains adalah deposit yang terpigmentasi pada gigi. Dental stain harus diperiksa

dengan teliti untuk menentukan penyebabnya.

Hipersensitifitas

Akar gigi yang terbuka akibat resesi gingiva menjadi sensitif terhadap perubahan suhu

atau stimulasi taktil. Pasien sering menunjuk langsung lokasi yang sensitif.

Hipersensitifitas dapat diketahui melalui eksplorasi dengan probe atau udara dingin.

Hubungan kontak proksimal

Terbukanya kontak yang tipis menyebabkan impaksi makanan. Hal ini dapat dicek

melalui obeservasi klinis dan dengan dental floss.

Kegoyahan gigi Kegoyahan gigi terjadi dalam dua tahapan:

i. Inisial atau tahap intrasoket, yakni pergerakan gigi yang masih dalambatas

ligamen periodontal. Hal ini berbungan dengan distorsi viskoelastisitas ligamen

Page 14: diagnosa klinis

periodontal dan redistribusi cairan peridontal, isi interbundle, dan fiber.

Pergerakan inisial ini terjadi dengan tekanan sekitar 100 pon dan pergerakan

yang terjadi sebesar 0.05 sampai 0.1 mm (50 hingga 100 mikro)

ii.Tahapan kedua, terjadi secara bertahap dan memerlukan deformasi elastik

tulang alveolar sebagai respon terhadap meningkatnya tekanan horizontal.

Ketika mahkota diberi tekanan sebesar 500 pon maka pemindahan yang terjadi

sebesar 100-200 mikro untuk incisivus, 50-90 mikro untuk caninus,8-10 mikro

untuk premolar dan 40-80 mikro untuk molar.

Kegoyahan gigi dapat diperiksa secara klinis dengan cara: gigi dipegang dengan

kuat diantara dua instrumen atau dengan satu instrumen dan satu jari, dan diberikan

sebuah usaha untuk menggerakkannya ke segala arah (Carranza, 1990). Pada gambar

dibawah ini, peningkatan kegoyangan gigi ditentukan dengan memberikan gaya 500 g

pada permukaan labiolingual dengan menggunakan dua instrumen dental (Rateitschak

dkk, 1985).

Menurut Fedi dkk (2004), kegoyahan gigi dibedakan menjadi :

i. Derajat 1 – kegoyangan gigi yang sedikit lebih besar dari normal

ii. Derajat 2 – kegoyangan gigi sekitar 1 mm

iii. Derajat 3 – kegoyangan gigi lebih dari 1 mm pada segala arah atau gigi

dapat ditekan ke arah apikal.

Kegoyangan gigi yang patologis terutama disebabkan oleh (1) infamasi gingiva dan

jaringan periodontal, (2) kebiasaan parafungsi oklusal, (3) oklusi prematur, (4)

kehilangan tulang pendukung, (5) gaya torsi yang menyebabkan trauma pada gigi yang

dijadikan pegangan cengkraman gigi, (6) terapi periodontal, terapi endodontik, dan

trauma dapat menyebabkan kegoyahan gigi sementara (Fedi dkk, 2004).

Trauma dari oklusi

Trauma dari oklusi mengacu pada luka jaringan yang diakibatkan tekanan

Page 15: diagnosa klinis

oklusal. Tanda pada jaringan periodontal yang dicurigai sebagai akibat adanya trauma

dari oklusi antara lain: kegoyangan gigi yang berlebihan; pada gambar radiografi

terlihat jarak periodontal yang melebar; kerusakan tulang vertikal atau angular; poket

infraboni; dan migrasi patologis, terutama pada gigi anterior. Tanda lainnya yang

dicurigai adanya hubungan oklusal yang abnormal adalah migrasi gigi anterior yang

patologis (Carranza, 1990).

Migrasi gigi yang patologis

Kontak prematur pada gigi posterior yang membelokkan mandibula ke arah

anterior ikut berperan serta terhadap rusaknya periodonsium gigi maksila bagian

anterior dan terhadap migrasi patologis. Migrasi patologis gigi anterior pada orang

muda mungkin sebagai tanda adanya localized juvenileperiodontitis (Carranza, 1990).

Sensitifitas terhadap perkusi

Sensitifitas terhadap perkusi merupakan ciri adanya inflamasi akut pada

ligamen periodontal. Perkusi yang keras pada gigi dengan sudut yang berbeda terhadap

aksis gigi membantu menentukan lokasi yang terlibat inflamasi (Carranza, 1990).

Kedaan gigi pada saat rahang tertutup

Pemeriksaan keadaan gigi pada saat rahang tertutup tidak memberikan

informansi seperti saat pemeriksaan rahang ketika berfungsi, namun pemeriksaan ini

dapat menunjukkan kondisi peridontal. Gigi yang tersusun secara ireguler, gigi yang

ekstrusi, kontak proksimal yang tidak tepat, dan daerah impaksi makanan merupakan

faktor yang mendukung akumulasi bakteri plak. Misalnya pada kasus hubungan open

bite, dimana terdapat celah yang abnormal antara maksila dan mandibula. Kurangnya

pembersihan mekanis oleh jalan lintas makanan, dapat menyebabkan akumulasi debris,

pembentukan kalkulus, dan ekstrusi gigi (Carranza, 1990).

Page 16: diagnosa klinis

Relasi oklusi fungsional

Peeriksaan relasi oklusi fungsional merupakan bagian penting dari prosedur diagnosa.

3. Pemeriksaan periodonsium

Pemeriksaan periodonsium harus sistematik, dimulai dari regio molar baik pada

maksilla maupun mandibula kemudian diteruskan ke seluruh rahang. Semua temuan

pada pemeriksaan periodonsium ini dicatat pada periodontal chart sehingga berguna

sebagai catatan kondisi pasien dan untuk evaluasi respon pasien terhadap perawatan.

Hal-hal yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah pemeriksaan plak dan kalkulus,

gingiva, poket periodontal, penentuan aktivitas penyakit, jumlah gingiva cekat, alveolar

bone loss, palpasi, supurasi, dan abses peridontal (Carranza, 1990).

Plak dan Kalkulus

Pemeriksaan jumlah plak dan kalkulus dapat dilakukan melalui berbagai

macam metode. Pemeriksaan plak dapat menggunakan plak indeks. Jaringan yang

mengelilingi gigi dibagi menjadi 4 bagian, yaitu papilla distofasial, margin fasial,

papilla mesiofasial, dan bagian lingual (Carranza, 1990). Visualisasi plak dapat

dilakukan dengan mengeringkan gigi denganudara. Plak adalah bagian yang tidak

memiliki stain (Rateitschak dkk, 1985)

Adanya kalkulus supragingiva dapat terlihat melalui observasi langsung, dan

jumlahnya dapat diukur dengan probe yang terkalibrasi. Untuk mendeteksi kalkulus

subgingiva, setiap permukaan gigi diperiksa hingga batas perlekatan gingiva dengan

menggunakan eksplorer no.17 atau no.3A. Udara yang hangat dapat digunakan untuk

sedikit membuka gingiva sehingga visualisasi terhadap kalkulus lebih jelas (Carranza,

1990).

Page 17: diagnosa klinis

Gingiva

Gingiva harus dikeringkan terlebih dahulu untuk mendapatkan observasi yang

akurat. Selain melalui pemeriksaan secara visual dan eksplorasi dengan instrumen,

pemeriksaan dilakukan dengan palpasi yang erat namun halus. Hal ini dilakukan untuk

mendeteksi kelainan patologis pada kelentingan normal dan mengetahui lokasi

pembentukan pus. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan pada saat pemeriksaan

gingiva antara lain: warna, ukuran, kontur, konsistensi, tekstur permukaan, posisi,

kemudahan untukberdarah, dan rasa nyeri.

Dari pemeriksaan klinis, inflamasi gingiva menghasilkan dua respon dasar

jaringan, yaitu edematous dan fibrotik. Respon jaringan yang edematous memiliki

karakteristik halus, glossy, halus dan gingiva berwarna merah. Respon jaringan yang

fibrotik memiliki karakteristik seerti gingiva normal namun lebih kuat, berstippling, dan

opaque, walaupun terkadang lebih tebal dan marginnya terlihat membulat.

Poket Periodontal

Pemeriksaan poket periodontal harus mempertimbangkan: keberadaan dan

distribusi pada semua permukaan gigi, kedalaman poket, batas perlekatan pada akar

gigi, dan tipe poket (supraboni atau infaboni; simple, compound atau kompleks).

Metode satu-satunya yang paling akurat untuk mendeteksi poket peridontal adalah

eksplorasi menggunakan probe peridontal. Poket tidak terdeteksi oleh pemeriksaan

radiografi. Periodontal poket adalah perubahan jaringan lunak. Radiografi menunjukkan

area yang kehilangan tulang dimana dicurigai adanya poket. Radiografi tidak

menunjukkan kedalaman poket sehingga radiografi tidak menunjukkan perbedaan

antara sebelum dan sesudah penyisihan poket kecuali kalau tulangnya sudah diperbaiki.

Ujung gutta percha atau ujung perak yang terkalibrasi dapat digunakan dengan

radiografiuntuk menentukan tingkat perlekatan poket peridontal.

Menurut Carranza (1990), kedalaman poket dibedakan menjadi dua

Page 18: diagnosa klinis

jenis, antara lain:

1. Kedalaman biologis

Kedalaman biologis adalah jarak antara margin gingiva dengan dasar poket

(ujung koronal dari junctional epithelium).

2. Kedalaman klinis atau kedalaman probing

Kedalaman klinis adalah jarak dimana sebuah instrumen ad hoc (probe) masuk

kedalam poket. Kedalaman penetrasi probe tergantung pada ukuran probe, gaya

yang diberikan, arah penetrasi, resistansi jaringan, dan kecembungan mahkota.

Kedalaman penetrasi probe dari apeks jaringan ikat ke junctional epithelium

adalah ± 0.3 mm. Gaya tekan pada probe yang dapat ditoleransi dan akurat adalah 0.75

N. Teknik probing yang benar adalah probe dimasukkan pararel dengan aksis vertikal

gigi dan “berjalan” secara sirkumferensial mengelilingi permukaan setiap gigi untuk

mendeteksi daerah dengan penetrasi terdalam (Carranza, 1990). Jika terdapat banyak

kalkulus, biasanya sulit untuk mengukur kedalaman poket karena kalkulus menghalangi

masuknya probe. Maka,dilakukan pembuangan kalkulus terlebih dahulu secara kasar

(gross scaling) sebelum dilakukan pengukuran poket (Fedi dkk, 2004).

Untuk mendeteksi adanya interdental craters, maka probe diletakkan secara

oblique baik dari permukaan fasial dan lingual sehingga dapat mengekplorasi titik

terdalam pada poket yang terletak dibawah titik kontak (Carranza, 1990).

Insersi probe secara vertikal (kiri) tidak mendeteksiinterdental crater; probe

dengan posisi oblique (kanan)mencapai titik terdalam crater.(Carranza, 1990) Pada gigi

berakar jamak harus diperiksa dengan teliti adanya keterlibatan furkasi. Probe dengan

desain khusus (Nabers probe) memudahkan dan lebih akurat untuk mengekplorasi

komponen horizontal pada lesi furkasi (Carranza, 1990).

Selain kedalaman poket, hal lain yang penting dalam diagnostik adalah

penentuan tingkat perlekatan (level of attachment). Kedalaman poket adalah jarak

Page 19: diagnosa klinis

antara dasar poket dan margin gingiva. Kedalaman poket dapat berubah dari waktu ke

waktu walaupun pada kasus yang tidak dirawat sehingga posisi margin gingiva pun

berubah. Poket yang dangkal pada 1/3 apikal akar memiliki kerusakan yang lebih parah

dibandingkan dengan poket dalam yang melekat pada 1/3 koronal akar. Cara untuk

menentukan tingkat perlekatan adalah pada saat margin gingiva berada pada mahkota

anatomis, tingkat perlekatan ditentukan dengan mengurangi kedalaman poket dengan

jarak antara margin gingiva hingga cemento-enamel junction (Carranza, 1990).

Insersi probe pada dasar poket akan mengeluarkan darah apabila gingiva

mengalami inflamasi dan epithelium poket atrofi atau terulserasi. Untuk mengecek

perdarahan setelah probing, probe perlahan-lahan dumasukkan ke dasar poket dan

dengan berpindah sepanjang dinding poket. Perdarahan seringkali muncul segera setelah

penarikan probe, namun perdarahan juga sering tertunda hingga 30-60 detik setelah

probing (Carranza,1990).

Penentuan aktivitas penyakit

Penentuan kedalaman poket dan tingkat perlekatan tidak memberikaninformasi

apakah lesi tersebut berada dalam kondisi aktif atau inaktif. Suatu lesi inaktif

menunjukkan tidak sama sekali atau sedikit perdarahan pada probing dan jumlah cairan

gingiva yang minimal; flora bakteri didominasi oleh bentuk sel coccoid. Lesi yang aktif

berdarah lebih cepat saat probing dan memiliki sejumlah cairan dan eksudat; bakteri

yang dominan adalah spirochetes dan motile. Pada kasus localized juvenile

periodontitis, baik progressing dan nonprogressing, tidak memiliki perbedaan tempat

saat bleeding on probing. Penentuan aktivitas yang cermat akan langsung

mempengaruhi dignosis, prognosis, dan terapi (Carranza, 1990).

Jumlah Gingiva Cekat

Menurut Carranza (1990), lebar gingiva cekat adalah jarak antara mucogingival

Page 20: diagnosa klinis

junction dan proyeksi pada permukaan eksternal dari dasar sulkus gingiva atau poket

peridontal. Lebar gingiva cekat ditentukan dengan mengurangi kedalaman sulkus atau

poket dari kedalaman total gingiva (margin gingiva hingga garis mucogingival).

Derajat Resesi Gingiva

Selama pemeriksaan periodontal, untuk meyakinkan menggunakan dental probe dari

CEJ ke gingiva crest.

Alveolar Bone Loss

Menurut Carranza (1990), alveolar bone loss dievaluasi melalui pemeriksaan

klinis dan radiografi. Probing berguna untuk menentukan tinggi dan kontur tulang

bagian fasial dan lingual yang kabur pada radiograf akibat kepadatan akar dan untuk

menentukan arsitektur tulang interdental. Pada daerah yang teranestesi, informasi

arsitektur tulang dapat diperoleh dengan melakukan transgingival probing.

Palpasi

Palpasi mukosa oral pada daerah lateral dan apikal gigi dapat membantu untuk

menunjuk tempat asal rasa nyeri yang tidak dapat ditunjukkan oleh pasien. Palpasi juga

dapat mendeteksi infeksi jauh didalam jaringan peridontal dan tahap awal abses

peridontal (Carranza, 1990).

Abses Periodontal

Abses peridontal adalah akumulasi pus yang terlokalisasi dalam dinding

gingiva pada poket peridontal. Abses periodontal dapat akut dan kronis. Peridontal

abses akut terlihat sebagai peninggian ovoid pada gingiva sepanjang aspek lateral akar.

Gingiva terlihat edematous dan merah, dengan permukaan yang halus dan mengkilat.

Bentuk dan konsistensi pada area yang meninggi bervariasi; bisa berbentuk seperti

Page 21: diagnosa klinis

kubah, agak keras, dan halus. Seringkali pasien memiliki gejala peridontal abses akut

tanpa tanda klinis dan radiografi yang terlihat. Peridontal abses akut memiliki gejala

seperti rasa nyeri berdenyut, sensitif terhadap palpasi gigi, kegoyangan gigi,

lymphadenitis, dan sedikit tanda sistematik seperti demam, leukositosis, dan malaise.

Abses peridontal kronis terlihat sebagai sinus yang membuka ke arah mukosa gingiva

sepanjang akar gigi. Abses peridontal kronis biasanya asimptomatik. Pasien seringkali

mengeluhkan rasa nyeri yang tumpul, sedikit peninggian pada gigi, dan keinginan untuk

menggigit dan menggesekkan gigi (Carranza, 1990).

Pitting test

Pitting test merupakan test untuk edema atau yang sering disebut pitting edema. Edema

merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih dari jumlah yang

biasa atau di  dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi

pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial. Jika edema

mengumpul di  dalam rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura dan

pericardium. Penimbunan cairan di  dalam rongga peritoneal dinamakan asites.

(Syarifuddin, 2001).

o Derajat I : kedalamannya 1- 3 mm dengan waktu kembali 3 detik

o   Derajat I I : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik

o   Derajat III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik

o   Derajat IV : kedalamannya 7 mm atau lebih dengan waktu kembali 7 detik

Page 22: diagnosa klinis

(Sumber gambar: mosby ,2010)

Stippling test

Gingiva biasanya memiliki permukaan bertekstur yang disebut sebagai yang dibintiki

(poin terukir). stippling hanya ada pada gingiva cekat yang terikat tulang alveolar,

bukan bergerak secara bebas mukosa alveolar. Stippling digunakan untuk menunjukkan

gusi yang sehat, tetapi jika gingiva halus sudah ada sejak lama maka bukan merupakan

indikasi dari penyakit, kecuali halus karena hilangnya stippling yang sudah ada

sebelumnya.

GAMBARAN RADIOGRAFI

Radiograf merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting dalam menegakkan

diagnosa penyakit periodontal, tetapi radiograf semata tidak dapat

menentukan diagnosa. Beberapa persyaratan umum dalam pemeriksaan

radiografik yang lengkap, yaitu:

1. Rangkaian film yang dibuat, meliputi:

a) Rangkaian foto rontgen periapikal seluruh gigi (full-mouth)

b) Empat foto rontgen sayap gigit periodontal

Page 23: diagnosa klinis

c) Foto panoramik sebagai tambahan

2. Kualitas foto rontgen yang baik, melipuit densitas, kontras dan pengambilan

sudut yang tepat, serta harus mencakup seluruh detail anatomi daerah yang

dimaksud

Gambaran yang diperoleh dari foto rontgen, antara lain:

1. Morfologi dan panjang akar

2. Perbandingan mahkota : akar klinis

3. Perkiraan banyaknya kerusakan tulang

4. Hubungan antara sinus maksillaris dengan kelainan bentuk jaringan

periodontal

5. Resorpsi tulang horizontal dan vertikal pada puncak tulang interproksimal.

Harus diingat bahwa tinggi tulang interseptal yang normal biasanya sejajar

dan sekitar 1-2 mm lebih ke apikal bila dibandingkan dengan garis khayal

yang ditarik melalui pertemuan sementoemail gigi-gigi.

6. Pelebaran ruang ligamen periodonsium di daerah mesial dan distal akar.

7. Keterlibatan furkasi tingkat lanjut

8. Kelaianan periapeks

9. Kalkulus

10. Restorasi yang mengemper (overhang)

11. Fraktur akar

12. Karies

13. Resorpsi akar

Radiografi tidak dapat memperlihatkan aktivitas penyakit, tetapi dapat

menunjukkan efek penyakit. Hal-hal yang tidak dapat ditunjukan rontgen adalah

1. Ada atau tidaknya poket

2. Morfologi kelainan bentuk tulang yang pasti, khususnya cacat uang berliikuliku,

dehisensi, dan fenestrasi

Page 24: diagnosa klinis

3. Kegoyangan gigi

4. Posisi dan kondisi prosesus alveolar di permukaan fasial dan lingual

5. Keterlibatan furkasi tahap awal

6. Tingkat perlekatan jaringan ikat dan epitel jungsional

ADVANCE TECHNIQUE

Advance technique diagnostik merupakan pengembangan teknik atau teknik lanjutan

yang digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit, misalnya:

1. Pemeriksaan tingkat inflamasi gingiva.

Pada pemeriksaan klinis, tingkat inflamasi gingiva hanya dilihat

berdasarkan kondisi klinis melalui tanda kemerahan, bengkak dan

perdarahan. Namun saat ini tingkat inflamasi gingiva dapat diketahui

dengan pengukuran aliran cairan crevicular gingiva. Cairan clevicular

gingiva dikumpulkan dengan microcapillary tubes dan dengan

menempatkan filter paper strips pada celah jalan masuk dan mengukur

jumlah cairan yang meresap dalam filter paper. Selajutnya pengukuran

dapat dilakukan dengan ninhydrin area methode (NAM) atau dengan

alat elektronik, Periotron 6000 (Carranza, 1990).

2. Pemeriksaan kedalaman poket dengan electronic periodontal probe

Menurut Carranza (1990), kelebihan electronic periodontal probe

dibandingkan periodontal probe klasik, antara lain:

a) Presisi hingga 0.1 mm

b) Jangkauan hingga 10 mm

c) Tekanan saat probing yang konstan

d) Non-invasif, ringan, dan nyaman digunakan

Page 25: diagnosa klinis

e) Dapat mengakses seluruh lokasi pada semua gigi

f) Sistem panduan untuk menjamin angulasi probe

g) Tidak terdapat bahaya material dan shok elektris

h) Output digital

3. Xeroradiography

Xeroradiography adalah sistem penggambaran menggunakan proses

duplikasi xerographic untuk merekam gambaran x-ray. Jika

dibandingkan dengan radiografi intraoral, hasil xeroradiography

menunjukkan gambar yang lebih bagus, terutama pada struktur yang

tajam seperti trabekula dan daerah dengan perbedaan kepadatan

misalnya jaringan lunak. Dengan hasil gambar yang lebih bagus, maka

memudahkan operator untuk menilai kerusakan tulang yang

berhubungan dengan periodontitis (Carranza, 1990).

4. ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay)

ELISA digunakan untuk mendeteksi antigen atau antibodi. ELISA

terutama digunakan untuk menentukan serum antibodi pada

periodontophatogen (Carranza, 1990).

LABORATORY AIDS TO CLINICAL DIAGNOSIS

Ketika seorang dokter gigi melihat penyakit gusi yang tidak normal atau

periodontal yang tidak dapat di jelaskan dengan penyebab lokal, kemungkinan

disebakan karena faktor sistemik yang menimbulkan oral manifestasi.

a. Status nutrisi

Adanya defisiensi nutrisi saat evaluasi medikal status nutrisi pasien. Nutrisi

pasien ini dapa membantu daam masa penyembuhan jaringan periodontal secara

Page 26: diagnosa klinis

baik apabila asupan nutrisinya benar. Pasien yang mempunyai penyakit yang

berhubungan dengan defisiensi nutrisi dapat dikonsul terlebih dahulu kepada

ahli nutrisi klinis dari kekurangan nutrisi spesifik dapat berhubungan dengan

manifestasi oral dan dapat menyebabkan kelainan nutrisi atau gizi.

b. Pasien dengan diet khusus untuk alasan medis

Pasien ini misalnya adalah pasien yang mempunyai penyakit diabetes milius

yang mana saat dilakukan perrawatan kita harus hati-hati serta dalam pemberian

obatnya dan juga dalam lama perawatannya, kalau perlu sebelum dilakukan

perawatan kita harus konsul terlebih dahulu kepada dokter yang merawatnya.

c. Test darah

Tes ini dapat dilakukan jika pasien mempunyai kelainan pendarahan serta dapat

mengganggu pada saat akan dilakukan perawatan giginya. Analisis dari pulasan

darah, jumlah sel darah merah dan darah putih, perbedaan jumlah sel darah

putih, serta laju endap darah dapat digunakan untuk evaluasi dari adanya

dyscrasias dan infeksi yang menyeluruh. Pemeriksaan waktu pembekuan, waktu

pendarahan, waktu clot retraction, waktu protrombin, tes kapiler, dan sumsum

tulang dapat digunakan juga untuk analisis. Tes tersebut diatas dapat digunakan

untuk mediagnosis adanya kelainan darah yang dapat mempengaruhi penyakit

periodontal.

SKRINING PERIODONTAL

Skrining periodontal dan sistem pencatatan didesain secara mudah dan cepat

untuk pengisian status pasien oleh dokter gigi. Digunakan probe dengan ujungnya

mempunyai ukuran 0,5 mm dan mempunyai kode yang berwarna pada alat tersebut

serta terdapat ukuran mulai dari 3.5 sampai 5.5 mm. rongga mulut pasien dibagi

menurut enam segmen yaitu rahang atas kanan, anterior, dan kiri, rahang bawah kiri,

anterior, kanan. Pembagian kodenya adalah (Simarmata, 2008):

Page 27: diagnosa klinis

· Kode 0 adalah gusinya sehat tidak ada pendarahan saat probing serta tidak ada

kalkulus

· Kode 1 adalah tidak ada kalkulus tetapi terdapat pendarahan saat probing ,

pengobatannya dengan pembuangan plak subgingival dan mejaga kebersihan rongga

mulutnya.

· Kode 2 adalah terjadi pendarahan saat probing , kalkulus supragingival dan

subgingival, pengobatannya dengan pembuangan kalkulus, koreksi jika ada tambalan

serta menjaga kebersihan rongga mulutnya.

· Kode 3 adalah jika probe masuk sebagian terdapat pada dua atau lebih regio maka

harus dilakukan pemeriksaan mulut secara keseluruhan serta pemeriksaan jaringan

periodontal.

· Kode 4 adalah jika ukuran probe masuk semua maka harus dilakukan

pemeriksaan mulut secara keleseuruhan serta juga pemeriksaan jaringan periodontal.

· Kode * adalah jika sudah terjadi kegoyangan gigi, masalah mucogingival,

gingival resesi (Simarmata, 2008).

Page 28: diagnosa klinis

Sumber:

Itoiz, ME; Carranza, FA: The Gingiva. In Newman, MG; Takei, HH; Carranza, FA;

editors: Carranza’s Clinical Periodontology, 7th Edition. Philadelphia: W.B. Saunders

Company, 1990.

Lindhe's Clinical Periodontology and Implant Dentistry, 4th Ed.