Ghaitsa - CBM Sebagai Energi Nonkonvensional Prospektif Indonesia

24
 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS DIPONEGORO FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI COAL BE D ME THANE   SEBAGAI ENERGI NONKONVENSIONAL PROSPEKTIF INDONESIA  SEMINAR Disusun Oleh: Ghaitsa Rizka Myatkhan NIM 21100110120043 SEMARANG DESEMBER 2013 

description

introduction to coal bed methane (CBM)

Transcript of Ghaitsa - CBM Sebagai Energi Nonkonvensional Prospektif Indonesia

  • KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

    UNIVERSITAS DIPONEGORO

    FAKULTAS TEKNIK

    PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

    COAL BED METHANE SEBAGAI ENERGI

    NONKONVENSIONAL PROSPEKTIF INDONESIA

    SEMINAR

    Disusun Oleh:

    Ghaitsa Rizka Myatkhan

    NIM 21100110120043

    SEMARANG

    DESEMBER 2013

  • i

    LEMBAR PENGESAHAN

    COAL BED METHANE SEBAGAI ENERGI NONKONVENSIONAL

    PROSPEKTIF INDONESIA

    SEMINAR 2013

    Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

    Kurikulum Program S-1 Program Studi Teknik Geologi

    Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

    Oleh:

    Ghaitsa Rizka Myatkhan

    21100110120043

    Telah disetujui dan disahkan pada:

    Hari/Tanggal:..

    Menyetujui,

    Dosen Pembimbing

    Seminar,

    Edi Bambang Setyobudi

    Penyusun Seminar,

    Ghaitsa R. Myatkhan

    NIM. 21100110120043

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME, karena atas segala

    rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan seminar sesuai dengan waktu yang

    ditentukan.

    Terima kasih kepada Bapak Edi B. Setyobudi yang senantiasa membimbing dan

    mengayomi penulis serta kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam

    penyelesaian seminar ini baik secara moril maupun materil.

    Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan seminar ini masih terdapat banyak

    kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

    Semoga karya tulis ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada para

    pembaca pada umumnya dan pada penulis pada khususnya.

    Semarang, 16 Desember 2013

    Penulis

  • iii

    ABSTRAK

    Myatkhan . 2013. Coal Bed Methane Sebagai Energi Nonkonvensional Prospektif

    Indonesia. Departemen Teknik Geologi. Universitas Diponegoro Semarang.

    Indonesia merupakan negara dengan sumber daya energi cukup besar, hal ini

    adalah karunia dari Yang Maha Kuasa bagi negara ini. Salah satu yang bernilai ekonomis

    dengan kualitas kelas dunia yang dimiliki Indonesia adalah cadangan batubaranya.

    Batubara ini bisa dimanfaatkan sebagai energi nonkonvensional, salah satu alternatif

    mengatasi kelangkaan bahan bakar minyak di Indonesia, yaitu gas metana batubara (coal

    bed methane) atau biasa disebut CBM.

    Dengan menggunakan studi pustaka antara lain studi literatur melalui buku-buku

    panduan, karya tulis berupa makalah ilmiah, jurnal, laporan penelitian, maupun artikel-

    artikel yang diperoleh dari media elektronik atau internet maka dapat diperoleh informasi

    tentang konsep dasar dan sistem CBM serta keterdapatan dan potensinya di Indonesia.

    Gas metana batubara adalah gas yang terbentuk pada saat proses pembatubaraan

    (coalification). Sistem yang terdapat dalam CBM hanya terdiri atas satu komponen yaitu

    batubara yang bertindak sebagai batuan sumber, batuan penyimpan dan batuan penutup

    pada saat bersamaan. Gas yang terkandung di dalam suatu tubuh batubara mengalami

    transport melalui sistem cleat. Semakin tinggi peringkat suatu batubara maka semakin

    besar kandungan gasnya tetapi sedikit cleat yang bisa dijumpai di dalamnya, oleh karena

    itu batubara dengan rank sub-bituminus sampai bituminus yang paling prospektif dalam

    bisnis CBM. Batubara di Indonesia memiliki potensi CBM yang sangat besar. Diperoleh

    nilai 450 tcf untuk jumlah gas metana yang terdapat pada batubara di Indonesia.. Hal ini

    membuat Indonesia menjadi negara dengan peringkat ke-4 pemilik sumber daya CBM di

    dunia.

    kata kunci : coal bed methane, CBM, batubara, Indonesia, nonkonvensional.

  • iv

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

    LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii

    KATA PENGANTAR ................................................................................ iii

    ABSTRAK ................................................................................ iv

    DAFTAR ISI ................................................................................ v

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vii

    BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

    1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................ 1

    1.3 Batasan Masalah ................................................................................ 1

    1.4 Metode Penulisan ................................................................................ 2

    1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................. 2

    BAB II KUALITAS DAN KLASIFIKASI BATUBARA ......................................... 3

    2.1 Kualitas Batubara ............................................................................... 3

    2.2 Peringkat Batubara (Coal Rank) ............................................................. 4

    BAB III KONSEP DASAR COAL BED METHANE ......................... 7

    3.1 Sistem CBM .............................................................................. 9

    3.2 Gas di Dalam Batubara ............................................................................ 11

    3.3 Eksplorasi dan Produksi CBM ................................................................. 11

    BAB III COAL BED METHANE DI INDONESIA ............................ 13

    BAB V KESIMPULAN ................................................................................ 16

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 17

  • v

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 . Material utama penyusun batubara. (Kentucky Geological

    Survey. 1997) 3

    Gambar 2.2 Perubahan dalam peringkat batubara (Setiawan, 2013 ................................ 5

    Gambar 3.1. Segitiga sumber daya minyak dan gas bumi (after A. Holditch.

    2006) 7 ..............................................................................................................

    Gambar 3.1.1 proses pembentukan gas metana batubara (Sekitan no Hon,

    2009. hal 119) .................................................................................................................. 9

    Gambar 3.2.1 Cleat sebagai permeabilitas dalam sistem gas metana

    batubara ....................................................................................................................... 10

    Gambar 3.2.2. pengaruh peringkat (rank) batubara terhadap jumlah gas (gas

    content) dan permeabilitasnya 11

    Gambar 3.3.1 perbandingan kurva produksi gas hidrokarbon dengan gas

    metana batubara ........................................................................................................... 12

    Gambar 4.1. Ledakan gas metana di tambang batubara Sawahlunto,

    Sijunjung, Sumatera Barat, 16 Juni 2009. (www.kompas.com) ...................................... 13

    Gambar 4.2. Sumber daya gas metana batubara (diperkirakan) di dunia ........................ 14

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kelangkaan bahan bakar minyak menjadi salah satu masalah yang tengah

    dihadapi Indonesia saat ini. Indonesia yang dulu dikenal sebagai negara

    penghasil minyak dan gas bumi yang cukup besar kini mengalami kenaikan

    harga BBM yang disebabkan oleh ketergantungan masyarakat terhadap bahan

    bakar minyak sehingga Indonesia harus mengimpor minyak bumi dari negara

    lain. Padahal di lain sisi masih banyak sumber energi di Indonesia yang apabila

    dikelola dengan baik tidak akan kalah kualitasnya dengan bahan bakar minyak,

    seperti energi panas bumi (geothermal), gas metana batubara (coal bed

    methane/CBM), shale gas, dan gasifikasi batubara bawah tanah (underground

    coal gasification) yang merupakan energi nonkonvensional dan sangat besar

    keterdapatannya namun membutuhkan teknologi tingkat tinggi untuk

    mengelolanya.

    Indonesia merupakan negara dengan sumber daya energi cukup besar, hal

    ini adalah karunia dari Yang Maha Kuasa bagi negara ini. Salah satu yang

    bernilai ekonomis dengan kualitas kelas dunia yang dimiliki Indonesia adalah

    cadangan batubaranya. Batubara ini bisa dimanfaatkan sebagai energi gas

    metana batubara (coal bed methane). Dengan jumlah cadangan yang mencapai

    450 tcf (ARI, 2003 dalam Setiawan 2013), negara ini menduduki peringkat ke-

    4 sebagai pemilik sumber daya gas metana batubara terbanyak di dunia. Selain

    bersifat nonkonvensional energi jenis ini juga ramah lingkungan serta tidak

    membutuhkan lahan yang sangat luas untuk pengelolaannya. Apabila proses

    eksplorasi dan produksi ini dilanjutkan, Indonesia bisa menyiasati kelangkaan

    bahan bakar minyak di Indonesia.

  • 2

    1.2 Maksud dan Tujuan

    Maksud penulisan karya seminar ini adalah untuk mengetahui konsep

    dasar pada CBM meliputi sistem CBM dan tahapan eksplorasi CBM.

    1.3 Batasan Masalah

    Pembatasan masalah pada karya tulis ini meliputi konsep dasar serta

    keterdapatan dan potensi Coal Bed Methane di Indonesia.

    1.4 Metode Penulisan

    Metode penulisan karya seminar ini dilakukan dengan metode deskriptif

    yaitu dengan menggunakan studi pustaka antara lain studi literatur melalui

    buku-buku panduan, karya tulis berupa makalah ilmiah, jurnal, laporan

    penelitian, maupun artikel-artikel yang diperoleh dari media elektronik atau

    internet.

    1.5 Sistematika Penulisan

    Dalam penulisan karya seminar ini, dibagi ke dalam beberapa bab yang

    saling terkait satu dengan yang lainnya. Sistematika penulisan karya

    seminar ini terdiri atas lima bab. Dimulai dari bab I yaitu Pendahuluan yang

    berisi tentang latar belakang penulis untuk mengangkat topik bahasan

    tentang CBM ini yang kemudian pembahasan diawali oleh bab II yang

    menjelaskan tentang kualitas dan peringkat batubara (coal rank) dan diikuti

    oleh bab III konsep dasar CBM, di sini penulis memaparkan komponen-

    komponen yang terdapat dalam proses eksplorasi CBM, meliputi sistem

    CBM serta tahapan eksplorasi produksinya. Kemudian dilanjutkan oleh bab

    IV CBM di Indonesia, di bab ini penulis memaparkan mengenai

    keterdapatan sumber daya CBM di Indonesia, meliputi sejarah CBM,

    sumber daya terhitung dan peringkat CBM Indonesia di pasar global. Dan

    kemudian ditutup oleh bab V yang merupakan kesimpulan dari penulisan

    seminar ini.

  • 3

    BAB II

    KUALITAS DAN KLASIFIKASI BATUBARA

    2.1 Kualitas Batubara

    Kualitas batubara yaitu sifat fisika dan kimia dari batubara yang

    mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh

    material penyusunnya (maceral) dan derajat pembatubaraan (coalification).

    Gambar 2.1 . Material utama penyusun batubara. (Kentucky Geological

    Survey. 1997)

    Berdasarkan gambar di atas (gambar 2.1a) batubara tersusun atas 3 material

    utama, yaitu :

    Vitrinite

    Kelompok ini berasal dari tumbuhan yang mengandung serat kayu

    (woody tissues) seperti batang, dahan, akar, dan serat-serat daun. Vitrinit

    adalah bahan utama penyusun batubara (biasanya lebih dari 50%) kecuali

    untuk batubara Gondwana (Ting, 1978 dalam Ofanda. F 2012).

    Pengamatan dengan mikroskop sinar langsung (transmitted light

    microscope) kelompok vitrinit menunjukkan warna cokelat kemerahan

    sampai gelap, tergantung dari tingkat ubahan (metamorfosa) batubara itu.

    Semakin tinggi tingkatan suatu batubara semakin gelap terlihatnya maseral

    tersebut di bawah mikroskop dan demikian pula sebaliknya.

  • 4

    Liptinite

    Kelompok ini sering juga disebut eksinit berasal dari jenis tanaman

    yang relatif rendah tingkatannya seperti spora (spores), ganggang (algae),

    kulit luar (cuticles), getah tanaman (resin), dan serbuk sari (pollen).

    Kelompok eksinit ini terlihat sebagai maseral yang berwarna terang,

    kuning sampai kuning tua di bawah sinar langsung, sedangkan di bawah

    sinar pantul kelompok eksinit menunjukkan pantulan berwarna abu-abu

    sampai gelap. Kelompok eksinit mengandung unsur hidrogen (H) yang

    paling banyak di antara maseral lainnya. Berdasarkan morfologi dan bahan

    asalnya kelompok eksinit dibedakan menjadi sporinit, kutinit, alginit,

    fluorinit, suberinit, exudatinit, bituminit, liptodetrinit, dan resinit.

    Intertinite

    Kelompok inertinit diduga berasal dari tumbuhan yang sudah

    terbakar (charcoal) dan sebagian lagi diperkirakan berasal dari maseral

    lainnya yang telah mengalami proses oksidasi atau proses

    decarboxylation yang disebabkan oleh jamur dan bakteri (proses

    biokimia). Dalam proses karbonisasi, kelompok inertinit sangat lamban

    bereaksi (inert). Kelompok inertinit mengandung unsur hidrogen yang

    terendah di antara dua kelompok lainnya. Berdasarkan struktur, tingkat

    pengawetan (preservation), dan intensitas pembakaran, kelompok inertinit

    dibedakan menjadi fusinit, semifusinit, sclerotinit, mikirinit, inertodetrinit,

    dan macrinit.

    2.2 Peringkat Batubara (Coal Rank)

    Coal rank merupakan penggolongan batubara berdasarkan kandungan

    kalori yang terdapat dalam suatu batubara, hal ini dipengaruhi oleh

    metamorfisme organik yang dimulai setelah organisme mati kemudian

  • 5

    mengalami pembusukan dan berlangsung jutaan tahun, menghasilkan unsur-

    unsur yang berbeda-beda jenisnya, yaitu jenis petroleum, gas dan batubara.

    Gambar 2.2 Perubahan dalam peringkat batubara (Setiawan, 2013)

    Gambut (Peat)

    Gambut menurut wikipedia adalah jenis tanah yang terbentuk dari

    akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk. oleh sebab itu,

    kandungan bahan organiknya tinggi. Gambut merupakan kelas batubara

    yang paling rendah, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai

    kalori yang paling rendah. Jika merujuk ke standar Amerika Serikat,

    gambut (Peat) tidak dimasukkan ke dalam kelas batubara. Meskipun nilai

    energinya paling rendah namun ini terdapat banyak sekali di dunia. Kalau

    di Indonesia banyak terdapat di Kalimantan dan Papua.

    Lignit

    Disebut juga batubara cokelat (brown coal), lignit adalah batubara yang

    sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya. Lignit

  • 6

    merupakan kelas batubara rendah. Lignit berasal dari kata Lignum dari

    bahasa latin, yang artinya kayu, dinamakan begitu karena warnanya yang

    cokelat. Kandungan energinya hanya setengah dari Antrasit yaitu 14500-

    19300 kJ/kg.

    Sub-bituminus

    Batubara dengan kelas sub-bituminus ini merupakan kelas yang paling

    banyak dijumpai di Indonesia. Kelas ini mengandung sedikit karbon dan

    banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien

    dibandingkan dengan bituminus. Batubara ini yang biasanya jadi bahan

    bakar PLTU di Indonesia. Biasanya batubara ini dilumatkan dulu sebelum

    dibakar. Kandungan energinya 19300-26750 kJ/kg.

    Bituminus

    Kelas ini mengandung 46 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 20-

    40% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di

    Australia. Kelas ini dibagi lagi menjadi 5 subkelas yaitu Low volatile,

    Medium volatile, High volatile A, High volatile B dan High volatile C.

    Kandungan energy dari kelas ini sekitar 25600-32500 kJ/kg.

    Antrasit

    Merupakan kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan

    (luster) metalik, mengandung antara 86% 98% unsur karbon (C) dengan

    kadar air kurang dari 8%. Ciri-ciri dari antrasit sangat mencolok yaitu

    hitam/metalik mengkilap, keras dan padat dibandingkan kelas yang lain.

    Dalam penggunaannya, batubara ini lebih cocok langsung dibakar dalam

    stocker daripada dilumatkan dahulu. Di Indonesia, batubara ini ditambang

    dan dijadikan komoditas jual ke luar negeri. Kandungan energinya adalah

    sekitar 32500-34000 kJ/kg.

    Grafit

  • 7

    Grafit menurut Rahayu (2009) adalah suatu modifikasi dari karbon dengan

    sifat yang mirip logam (penghantar panas dan listrik yang baik). Di

    samping tidak cukup padat, grafit tidak terdapat dalam jumlah banyak di

    alam. Sedangkan sumber lain mengatakan bahwa grafit adalah batubara yang telah mengalami proses metamorfisme regional.

  • 8

    BAB III

    KONSEP DASAR COAL BED METHANE

    Gambar 3.1. Segitiga sumber daya minyak dan gas bumi (after

    A. Holditch. 2006 dalam Setiawan T. 2013)

    Berdasarkan segitiga sumber daya Holditch, 2006 (Gambar 2), sumber daya

    nonkonvensional memiliki jumlah yang lebih besar dari sumber daya

    konvensional, sehingga ketika permintaan energi meningkat dan teknologi telah

    mumpuni, eksplorasi dan eksploitasinya tidak terhindarkan. Untuk minyak,

    cadangan konvensionalnya adalah minyak ringan, sementara cadangan

    nonkonvensionalnya adalah minyak berat, minyak ekstra berat, serta oil shale.

    Untuk gas, cadangan konvensionalnya adalah gas kualitas tinggi (high quality

    gas), sedangkan cadangan nonkonvensionalnya adalah CBM, shale gas, gas mutu

    rendah, dan tight gas.

    Batubara adalah salah satu batuan sedimen organik yang memiliki

    kemampuan menyimpan gas dalam jumlah yang banyak, karena permukaannya

    mempunyai kemampuan mengadsorpsi gas. Meskipun batubara berupa benda

    padat dan terlihat seperti batu yang keras, tapi di dalamnya banyak sekali terdapat

    pori-pori yang berukuran lebih kecil dari skala mikron. Kondisi inilah yang

    menyebabkan permukaan batubara mampu menyerap gas dalam jumlah yang

  • 9

    besar. Jika tekanan gas semakin tinggi, maka kemampuan batubara untuk

    mengadsorpsi gas juga semakin besar.

    Gas metana batubara itu sendiri adalah gas yang terbentuk pada saat

    proses pembatubaraan (coalification) yang tersusun atas gas metana mencapai

    angka lebih besar dari 80%. Gas tersebut tersimpan di dalam matriks batubara

    akibat penyerapan dari batubara tersebut. Gas metana batubara terbentuk akibat

    dekomposisi dari bahan-bahan kayu pada saat pengendapan gambut di rawa-rawa.

    Gambar 3.2 Struktur molekul yang terdapat pada gas metana batubara (Telchmuller

    and Telchmuller, 1982)

    3.1 Sistem CBM

    Berbeda dengan sistem yang terdapat pada minyak bumi (petroleum

    system) yang membutuhkan batuan sumber (source rock), batuan penyimpan

    (reservoir) dan batuan penutup (seal) pada litologi dan umur yang berbeda,

    pada sistem CBM hanya membutuhkan satu komponen yaitu batubara itu

    sendiri. Batubara bertindak sebagai batuan sumber, batuan penyimpan dan

    batuan penutup pada saat bersamaan. Hal ini dikarenakan gas metana yang

    terdapat pada batubara adalah gas yang terserap dan menempel di permukaan

    batubara dan berpindah melalui media bidang belah (cleat) pada batubara,

    bukan gas bebas yang bisa bermigrasi seperti yang terdapat dalam sistem

    minyak bumi.

  • 10

    Gambar 3.1.1 proses pembentukan gas metana batubara (Sekitan no Hon,

    2009. hal 119 dalam Budiharjo. 2010)

    Gas Metana batubara ini sebagian besar terbentuk akibat adanya perubahan

    susunan kimia yang diakibatkan oleh adanya pengaruh suhu di bawah

    permukaan tanah (thermogenesis). Sedangkan untuk kelas brown coal yaitu

    batubara yang terdapat pada kedalaman kurang dari 200m, gas metana ini

    terbentuk akibat aktivitas mikroorganisme anaerob.

    3.2 Gas di Dalam Batubara

    Semakin baik kualitas suatu batubara, maka semakin besar pula gas

    metana yang terdapat di dalamnya, sedangkan hal ini berbanding terbalik

    dengan permeabilitasnya. Semakin tinggi peringkat suatu batubara maka

    semakin sedikit cleat yang bisa dijumpai di dalamnya yang artinya

    permeabilitas dari batubara tersebut adalah buruk dan tidak baik sebagai

    untuk dijadikan sebagai media transport gas metana dalam suatu sistem coal

    bed methane.

  • 11

    Gambar 3.2.1 Cleat sebagai permeabilitas dalam sistem gas

    metana batubara.

    Seperti telah dibahas sebelumnya, bahwa gas metana yang terdapat pada

    batubara ini mengalami transport dengan jaringan rekahan (cleat) pada

    batubara yaitu serangkaian retakan yang sejajar yang biasanya berorientasi

    tegak lurus terhadap perlapisan. Cleat ini umumnya dijumpai pada batubara

    dengan rank sub-bituminus. Satu rangkaian retakan disebut face cleat,

    biasanya dominan dengan bidang individu yang lurus dan kokoh sepanjang

    beberapa meter. Pola lainnya yang disebut butt cleat, retakannya lebih

    pendek, sering melengkung dan cenderung berakhir pada bidang face cleat.

    Jarak antar bidang cleat bervariasi dari 1 mm sampai sekitar 30 cm.

    Pola cleat dapat juga dihubungkan dengan terjadinya ledakan gas dalam

    tambang bawah tanah. Terjadinya cleat pada hubungannya dengan pola kekar

    pada lapisan pembawa batubara, sehingga dapat digunakan untuk

    menghubungkan pula cleat dengan struktur geologi suatu daerah . Face cleat

    tampaknya sangat umum sebagai hasil dari perpanjangan rekahan dalam

    bidang sejajar dengan paleostress kompresif maksimum suatu daerah

    (Nickelsen & Hough 1967. Hanes & Shepherd 1981)

  • 12

    Gambar 3.2.2. pengaruh peringkat (rank) batubara terhadap jumlah gas

    (gas content) dan permeabilitasnya.

    Pada gambar di atas (gambar 3.2b) dapat dilihat kandungan gas dengan

    warna kuning kehijauan sampai abu-abu yang menandakan semakin menuju

    peringkat antrasit (antrachite), maka semakin besar jumlah gas yang terdapat

    pada batubara tersebut. Sedangkan pada kurva permeabilitas dengan garis

    berwarna hijau putus-putus menandakan bahwa semakin tinggi peringkat

    suatu batubara maka semakin kecil permeabilitasnya, sehingga batubara yang

    memiliki potensi terbaik untuk diambil gas metana di dalamnya adalah

    batubara dengan peringkat sub-bituminus sampai bituminus seperti sumur

    CBM yang terdapat di San Juan Basin.

    3.3 Eksplorasi dan Produksi CBM

    Pada tahapan eksplorasi CBM tidak serumit seperti yang biasa dilakukan

    pada eksplorasi minyak dan gas bumi. Apabila ditemukan batubara pada

    kedalaman tertentu kita hanya tinggal perlu menghitung luasan area serta

    menentukan rank dari suatu batubara tersebut dan menguji gas yang terdapat

    di dalamnya.

  • 13

    Proses yang terdapat pada produksi CBM sebelum dapat memproduksi

    gas terlebih dahulu akan memproduksi air secara besar-besaran, proses ini

    dinamakan dewatering yaitu pengambilan air yang terdapat pada lapisan

    batubara untuk dikeluarkan terlebih dahulu. Karena seperti yang kita ketahui

    bahwa batubara diendapkan pada lingkungan perairan sehingga ketika proses

    kompaksi dan litifikasi air tersebut tidak sepenuhnya terbuang namun

    sebagian terperangkap dalam tubuh batubara tersebut.

    Setelah proses dewatering selesai maka gas akan menyusul keluar dalam

    kapasitas yang besar. Pada fase inilah gas bisa diambil dan diolah untuk

    dijadikan sumber energi.

    Gambar 3.3.1 perbandingan kurva produksi gas hidrokarbon dengan gas

    metana batubara.

    Gambar di atas (gambar 3.3a) menunjukkan bahwa gas dalam produksi

    hidrokarbon sangat besar pada awal produksi namun drastis menurun hingga

    akhirnya sumur ditinggalkan, sedangkan pada produksi gas metana batubara

    dapat dilihat bahwa tingkat produksi pada tahap awal relatif kecil dan

    didominasi oleh air yang melimpah, seiring dengan berjalannya waktu,

    kadar air dalam batubara yang menutupi jalur transport gas mulai berkurang

    dan gas yang terdapat dalam cleat batubara mulai keluar dalam jumlah besar

    hingga gas tersebut habis.

  • 14

    BAB IV

    COAL BED METHANE DI INDONESIA

    Indonesia sempat gempar dengan adanya ledakan tambang batubara

    Sawahlunto yang merupakan tambang batubara tertua di Indonesia yang berlokasi

    di daerah Sijunjung, propinsi Sumatera Barat.

    Gambar 4.1. Ledakan gas metana di tambang batubara

    Sawahlunto, Sijunjung, Sumatera

    Barat, 16 Juni 2009.

    (www.kompas.com)

    Tambang ini merupakan tambang jenis bawah tanah (underground mining)

    dengan kedalaman lebih dari 100m. Ledakan ini terjadi akibat gas metana yang

    sangat besar yang terdapat dalam tubuh batubara. Hal ini menunjukkan bahwa

    batubara di Indonesia memiliki potensi CBM yang sangat besar pula. Setelah

    menghitung sumber daya diperkirakan, maka diperoleh nilai 450 tcf untuk jumlah

    gas metana yang terdapat pada batubara di Indonesia.. Hal ini membuat Indonesia

    menjadi negara dengan peringkat ke-4 pemilik sumber daya CBM di dunia.

  • 15

    Gambar 4.2. Sumber daya gas metana batubara (diperkirakan) di dunia.

    Indonesia memiliki potensi CBM yang sangat prospektif, yang terbesar

    berada di pulau Sumatera yaitu cekungan Sumatera Selatan dengan total sumber

    daya diperkirakan sebesar 183 tcf dan Kalimantan pada cekungan Barito sebesar

    101,6 tcf. Pada dasarnya batubara di Indonesia memiliki umur yang relatif muda

    (Miosen), deposit yang sangat tebal dan kadar abu rendah (< 5 %) . Lapisan

    batubara di Indonesia memiliki peringkat termal yang relatif rendah (sub-

    bituminous) dan memiliki kandungan gas rendah sampai sedang dengan

    permeabilitas yang cukup tinggi .

    Eksplorasi dan pengembangan CBM telah meningkat di Indonesia dalam

    beberapa tahun terakhir, terutama sejak pertama Kontrak Bagi Hasil yang

    diberikan pada tahun 2008 . Pada saat yang sama harga gas telah meningkat tajam

    menjadi $ 11/Mcf di Sumatera Tengah dan $ 15/Mcf di Kalimantan Timur .

    Banyak catatan yang menjelaskan bahwa gas di Indonesia dihargai 5 sampai 10

    kali lebih tinggi daripada di Amerika Utara.

    Berdasarkan presentasi Setiawan (2013) selaku ahli geologi

    pengembangan CBM dari VICO Indonesia, pada bulan Maret 2011 BP dan ENI

    (VICO) memulai produksi CBM komersial pertama di Indonesia. ENI

    memperkirakan produksi CBM bisa mencapai 420 MMcfd pada tahun 2020 dari

  • 16

    13 blok yang mereka miliki. ExxonMobil , TOTAL , Dart Energy , dan Santos

    juga menguji kualitas CBM pada blok-blok mereka dan hasilnya, beberapa cukup

    memenuhi kriteria sebagai kepentingan CBM Asia kelas dunia.

  • 17

    BAB V

    KESIMPULAN

    Coal Bed Methane atau Gas metana batubara adalah gas yang terbentuk pada

    saat proses pembatubaraan (coalification) yang tersusun atas gas metana

    mencapai angka lebih besar dari 80%.

    Dalam sistem CBM, batubara bertindak sebagai batuan sumber, batuan

    penyimpan dan batuan penutup pada saat bersamaan karena gas metana yang

    terdapat pada batubara adalah gas yang terserap dan menempel di permukaan

    batubara.

    Gas metana yang terdapat pada batubara mengalami transport dengan jaringan

    rekahan (cleat).

    Batubara dengan peringkat sub-bituminus sampai bituminus merupakan yang

    terbaik dalam eksplorasi CBM, karena memiliki kandungan gas sedang sampai

    cukup tinggi dengan permeabilitas baik.

    Indonesia merupakan negara dengan peringkat ke-4 pemilik sumber daya

    CBM di dunia dengan total sumber daya diperkirakan sebesar 450 tcf.

    Banyak catatan yang menjelaskan bahwa gas di Indonesia dihargai 5 sampai 10

    kali lebih tinggi daripada di Amerika Utara.

  • 18

    DAFTAR PUSTAKA

    Nickelsen & Hough 1967. Dalam Ward, C.R.. 1984. Coal Geology and Coal

    Technology. Blackwell Scientific Publications.Singapore.

    Nuroniah, N., dkk., 1995, Pengkajian Karakterisasi Batubara Indonesia,

    Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan

    Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung.

    Setiawan, T. 2013. Presentation to Undip Participants: Introduction of Coal bed

    Methane (CBM) Exploration. Universitas Diponegoro Student Chapter of

    AAPG. Semarang.

    Ward, C.R.. 1984. Coal Geology and Coal Technology. Blackwell Scientific

    Publications.Singapore.

    Budiharjo. 2010. Mengenal Coal Bed Methane. http://imambudiraharjo.

    wordpress.com/2010/01/19/mengenal-cbm-coal-bed-methane/. Diakses

    pada tanggal 5 Desember 2013, pukul 10.22 WIB

    CBM Asia Development Corp.. 2012. Coal Bed Methane in Indonesia.

    http://www.cbmasia.ca/CBM-In-Indonesia. Diakses pada tanggal 3

    Desember 2013, pukul 11:28 WIB.

    Hamidi, I. 2011. Sumber Energi Potensial Coal Bed Methane di Indonesia.

    http://geoball.blogspot.com/2011/11/sumber-energi-potensial-coal-bed-

    methan.html. Diakses pada tanggal 3 Desember 2013, pukul 10:03 WIB.

    Kentucky Geological Survey. 1997. Main Maceral Types. Dalam How is Coal

    Formed. University of Kentucky. www.uky.edu/KGS/coal/coalform.htm.

    Diakses pada tanggal 11 Desember 2013 pada pukul 16.34 WIB

    Kompas. 2009. Ledakan di Sawahlunto Dipicu Gas Metana.

    http://travel.kompas.com/read/2009/06/16/18061792/Ledakan.di.Sawahlunt

    o.Diduga.Dipicu.Gas.Metana. Diakses pada tanggal 3 Desember 2011.

    Pukul 09.36 WIB

    Ofanda. F. 2012. Metode Klasifikasi Batubara. http://fyofa.blogspot.com/

    2012/10/metode-klasifikasi-batubara.html. Diakses pada tanggal 7

    Desember 2013, Pukul 07.25 WIB

    Rahayu. 2009. Bahan Nonmetal Grafit. Situs Kimia Indonesia.

    http://www.chem-is-try.org/materi_kimia /kimia-industri/utilitas-pabrik/

    bahan-non-metal-grafit/. Diakses pada tanggal 7 Desember 2013, pukul

    08:33 WIB.