-CBM-COAL-Genesa-Eksploitasi (ISO).docx

20

description

CBM

Transcript of -CBM-COAL-Genesa-Eksploitasi (ISO).docx

Geologi Populer

CBM - Gas Methan dalam Batubara Calon Bahan Bakar Masa Depan

Oleh: SS Rita Susilawati

T entu para pembaca sependapat dengan saya bahwa kita ingin suatu waktu Indonesia tidak mengalami krisis energi, khususnya bahan bakar

minyak seperti yang selama ini kita alami.

Krisis energi mengakibatkan pemadaman

listrik, antrian gas dan minyak tanah dan

banyak lagi efek negatif sebagai akibatnya.

Penyebabnya karena harga bahan bakar

minyak (BBM) melonjak tajam. Pertanyaannya,

bisakah keinginan tersebut terwujud?

Jawabannya bisa, dengan mengurangi

ketergantungan kepada BBM.

Penambangan Gas Konvensional

Oil& Gas Sales

Penambangan CBM Produces Lets of Water No Gas Sales

Perbedaan Sumur Gas Konvensional dan Sumur CBM.

Ada beberapa pilihan pengganti sebagai alternatif, salah satunya adalah beralih kepada batubara dan bahan ini tersedia di bumi pertiwi Indonesia. Batubara mengandung gas methan yang dikenal dengan Coal Bed Methane (CBM). "Pendatang baru" ini sering diartikan sebagai Calon Bahan bakar Masa depan dan keberadaannya sangat menjanjikan.

Mengenal Coal Bed Methane (CBM) Coal bed methan adalah gas methan yang terperangkap di dalam lapisan batubara. Gas ini terbentuk secara alamiah dalam proses pembentukan batubara (coalification). CBM pertamakali dikenal karena keberadaannya yang sering menimbulkan masalah dalam penambangan batubara bawah tanah. Dalam sejarah pertambangan batubara, kecelakaan akibat ledakan gas tercatat telah banyak memakan korban jiwa. Apabila gas methan yang terakumulasi di bawah tanah terganggu keberadaannya, misalnya terkena oksigen karena proses penambangan, maka akan meledak. Selain itu, gas ini juga beracun jika terhirup dalam jangka waktu yang cukup lama. Tetapi bila dikelola dan dikemas dengan baik, maka gas methan ini akan bermanfaat dan dapat diandalkan sebagai alternatif pengganti BBM. CBM mulai dilirik dan diproduksi secara komersial untuk kepentingan sumber energi sekitar 15 hingga 20 tahun lalu, terutama di negara-negara Amerika, Canada, China dan Australia.

Secara prinsip antara CBM dan gas konvensional,

"melahirkannya" atau source rock-nya. Yang bertindak sebagai reservoir maupun source rock dari CBM adalah lapisan batubara, sedangkan pada gas bumi konvensional adalah batuan yang berbeda atau bukan batubara. Walaupun source rock gas bumi itu serpih bitumen ataupun batubara misalnya, tetapi gas tersebut bermigrasi keatas melalui lapisan batuan yang porous dan terkumpul/terperangkap di dalam berbagai tipe reservoir pada batuan lain, bisa batupasir, batugamping ataupun batuan beku.

Hal lain yang membedakan antara keduanya adalah dalam hal cara penambangannya. Jika gas bumi bisa langsung dieksploitasi, tetapi pada CBM tidak demikian. Sebelum gas ini mengalir keluar, reservoir batubaranya harus direkayasa terlebih dahulu.

Bagaimana CBM terbentuk? Seperti telah dikemukan diatas, gas methan dalam batubara terbentuk sebagai akibat proses pembatubaraan. Proses pembentukan batubara diawali oleh pertumbuhan tanaman pembentuk batubara di lingkungan rawa-rawa. Tumbuhan tersebut kemudian mati dan terbenam. Pada akhirnya sisa-sisa tumbuhan yang mati tersebut membentuk suatu lapisan dan terawetkan melalui proses biokimia.

Dalam proses biokimia, aktivitas bakteri mengubah sisa tumbuhan menjadi gambut (peat), lambat- laun tertimbun oleh endapan-endapan lainnya seperti batulempung, batulanau dan batupasir.

misalnya LPG tidak ada perbedaan karena Dalam perjalanan waktu yang sangat lama, sama-sama berasal dari dalam bumi. Yang puluhan juta tahun misalnya, gambut ini akan membedakannya adalah batuan yang mengalami perubahan sifat fisik dan kimia

Geologi Populer

Proses pembatubaraan dimulai dari penumpukan sisa-sisa tumbuhan yang telah mati di rawa-rawa. Sisa-sisa tumbuhan tersebut kemudian mengalami proses biokimia sehingga membentuk gambut (peat). Seiring dengan berjalannya waktu dan dengan pengaruh panas dan tekanan dari lapisan-lapisan diatasnya, gambut kemudian berubah menjadi lignit dan batubara (sumber http://waterquality.montana.edu/)

akibat pengaruh tekanan (P) dan temperatur (T), sehingga berubah menjadi batubara. Pada tahap ini proses pembentukan batubara lebih didominasi oleh proses fisika dan geokimia. Sebagai gambaran untuk batubara dengan tebal +2 m, dibutuhkan lapisan sisa-sisa tumbuhan dengan ketebalan + 60m.

Selama proses pembentukan batubara, sejumlah besar air dihasilkan bersama-sama dengan gas. Pada proses pembatubaraan, gambut berubah menjadi batubara lignit, bituminous sampai batubara antrasit. Proses perubahan dari gambut menjadi batubara dikenal dengan nama proses pembatubaraan (coalification). Peringkat atau tingkat kematangan batubara ini berhubungan

matter seperti methan, CO2 dan air.

Gas methan di dalam batubara terdapat dalam dua bentuk, terserap (adsorbed) dan bebas. Methane yang terserap terdapat pada rangkaian monomolecular di dalam batubara, sedangkan methane dalam bentuk bebas terdapat di dalam pori-pori dan rekahan-rekahan di dalam batubara. Walaupun methan bukan satu-satunya gas yang terdapat di dalam batubara, namun keterdapatannya mencapai 80 - 95% dari total gas yang ada. Gas lain yang umum terdapat di dalam batubara adalah Ethane, Propane, Carbon Dioxide (Co2), Alkanes, Nitrogen (N2), Argon (Ar), Hydrogen (H2), Helium (He) dan Hydrogen Sulphide (H2S).

langsung dengan temperature, tekanan,

kedalaman burial, geothermal gradien dan juga lamanya waktu pembebanan.

Gas dalam batubara dapat terbentuk secara biogenik maupun thermogenik. Secara biogenic gas yang terbentuk ketika material organik mengalami dekomposisi oleh mikroorganisma, menghasilkan gas methan dan CO2. Gas biogenik ini dapat terbentuk pada tahap awal dari proses pembatubaraan (Lignit-sub bituminus) dan pada tahap akhir dari proses pembatubaraan. Sedangkan, secara thermogenic gas yang terbentuk pada tahapan yang lebih tinggi dari proses pembatubaraan. Biasanya pada saat batubara mencapai kualitas high volatile bituminous atau lebih. Proses bituminisasi akan memproduksi batubara yang kaya akan karbon dengan melepaskan kandungan utama volatile

Dalam lapisan batubara, methan terperangkap dalam salah satu dari 3 bentuk ini ; 1) sebagai "free gas" dalam rekahan-rekahan, 2). sebagai molekul gas yang terserap (adsorbed) dalam "mikropore" dan rekahan, dan 3) sebagai molekul yang larut (dissolved) dalam air yang terdapat dalam lapisan batubara.

Berbagai tipe batubara memiliki tingkat penyerapan gas yang berbeda sehingga peringkat batubara berperan penting dalam menentukan kandungan gas dalam suatu lapisan. Kapasitas penyerapan batubara meningkat seiring dengan meningkatnya peringkat mulai dari lignit hingga batubara bituminus, kemudian mengalami penurunan pada batubara bituminus peringkat tinggi hingga antrasit. Hal ini disebabkan pada batubara peringkat tinggi, tekanan, suhu dan

11 Warta Geologi . Desember 1008

juga kedalaman burial menyebabkan gas dipaksa keluar karena tekanan geologi dan juga tekanan hidrostatik. Tingkat kematangan batubara akan mengontrol volume gas methan yang dihasilkan dan disimpan. Oleh karena itu peringkat atau kematangan batubara sangat menentukan potensi batubara tersebut dalam menghasilkan gas.

Kontrol kandungan gas dalam batubara Produksibilitas CBM sangat dipengaruhi oleh faktor geologi seperti, sistem lingkungan pengendapan, geometri/distribusi batubara, peringkat batubara, besarnya kandungan gas, permeabilitas serta tektonik/struktur geologi dan juga oleh kondisi hidrogeologi.

Karena lapisan batubara bertindak sebagai batuan sumber (source bed) dari gas methane dan juga sebagai reservoir untuk gas tersebut, penyebaran/ distribusi batubara yang luas di suatu cekungan akan sangat berpengaruh terhadap besarnya sumberdaya gas methane. Penyebaran vertikal dan lateral batubara sangat dipengaruhi oleh kondisi tektonik, struktur geologi, dan kerangka sedimentasinya. Hal ini disebabkan karena perkembangan/pertumbuhan batubara dikontrol oleh keseimbangan antara penurunan cekungan sedimen dan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan pada saat batubara terbentuk. Dalam hal ini, pemahaman terhadap lingkungan pengendapan batubara akan sangat membantu dalam proses eksplorasi CBM.

Kandungan gas dalam batubara dapat berubah apabila kondisi batuan reservoir terganggu. Kandungan gas di dalam batubara dapat bertambah, baik secara lokal maupun regional, oleh pembentukan gas biogenik sekunder atau oleh aliran gas dari tempat lain yang terserap oleh lapisan batubara ditempat itu. Air meteorik di dalam recharge yang aktif atau aliran yang konvergen dapat mengurangi kandungan gas, seperti pada batubara yang terangkat dan tererosi menyebabkan tekanan reservoir lebih rendah sehingga gas methane akan lepas dari lapisan batubara tersebut.

Permeabilitas batubara dan aliran air bawah tanah juga merupakan faktor yang mengontrol produksibilitas methane. Kedua variabel ini berhubungan erat dengan distribusi batubara dan kerangka tektonik pengendapannya. Hal ini disebabkan aliran air tanah yang melalui lapisan batubara membutuhkan lapisan batubara yang secara lateral bersifat permeabel. Batubara merupakan reservoir yang memiliki permeabilitas yang rendah. Permeabilitas batubara dipengaruhi oleh sistim dari rekahannya (cleat system). Gas dan airtanah akan bermigrasi melalui rekahan

Diagram kiri: cara keluarnya gas dari dalam batubara; kanan: gambaran ideal face dan butt cleats dalam batubara (Sumber USGS)

(fracture/cleat) tersebut. Sedangkan keberadaan rekahan/cleats tersebut secara langsung dikontrol oleh aktivitas tektonik/sruktur geologi.

Rekahan/cleat dalam batubara terdapat dalam dua tipe, dikenal dengan nama "butt cleats" dan "face cleats". Keduanya terbentuk hampir tegak lurus satu sama lainnya. Face cleat biasanya menerus sehingga menyediakan jalan untuk permeabilitas yang tinggi sedangkan butt cleats tidak menerus dan biasanya berakhir pada face cleats. Permeabilitas rekahan dalam batubara merupakan jalan utama mengalirnya gas, semakin besar permeabilitas semakin besar produksi gas. Kapasiatas penyerapan batubara (adsorption capacity) terhadap gas didefinisikan sebagai volume gas yang bisa terserap per unit masa batubara yang biasanya disebutkan dalam satuan SCF (standar cubic feet), yaitu volume pada kondisi tekanan dan temperatur standar. Kapasitas penyerapan batubara tergantung pada peringkat dan kualitasnya.

Secara normal semakin tebal lapisan batubara biasanya semakin tinggi pula kandungan gasnya, tetapi apabila kondisi geologinya tidak mendukung, misalnya bentuk struktur (fracture/cleat), keberadaan air (hidrogeologi), maka volume gas akan kecil. Sebagai contoh, di Cekungan Cherokee Kansas, sumur CBM pada lapisan batubara berketebalan 1-2 ft dapat memproduksi gas dengan jumlah yang cukup besar sementara di daerah lain, lapisan batubara yang memiliki ketebalan dua kali lipat dari lapisan tersebut sama sekali tidak menghasilkan gas karena kondisi geologinya tidak mendukung. Faktor-faktor tersebut diatas merupakan hal yang saling berhubungan satu sama lain dan secara sinergi akan berpengaruh pada produksibilitas CBM.

Geologi Populer 11

Geologi Populer

Eksploitasi CBM Berbeda dengan gas konvensional, reservoir batubara harus mengalami rekayasa terlebih dahulu sebelum akhirnya bisa mengeluarkan gas. Rekahan-rekahan atau cleat dalam batubara biasanya dipenuhi oleh air. Semakin dalam lapisan batubara semakin berkurang kandungan air di dalamnya. Untuk mengeluarkan gas dari dalam batubara, tekanan dalam reservoir tersebut harus dikurangi dengan cara memompa air keluar dari lapisan batubara.

Proses ekstraksi methan dari dalam lapisan

Pada tahap awal produksi sumur CBM belum menghasilkan gas dalam jumlah yang ekonomis karena memproduksi sejumlah besar air. Tidak seperti pada gas konvensional, yang puncak produksinya bisa dicapai dalam kurun waktu hanya satu tahun dari masa operasional. Puncak produksi CBM berkaitan dengan dewatering yang diperoleh dalam jangka waktu yang lebih lama, biasanya 5 hingga 7 tahun dari masa awal produksi.

Pada awal produksi, industri CBM memang membutuhkan biaya yang relatif lebih besar

batubara dilakukan dengan melakukan dibandingkan dengan konvensional gas. Tetapi

pengeboran pada kedalaman 300 hingga 1500 m kemudian air dipompa keluar. Aliran air pada lubang bor bisa menurunkan tekanan dalam lapisan batubara. Karena CBM memiliki tingkat pelarutan yang sangat rendah dalam air, maka CBM bisa dengan mudah terpisah dari air ketika tekanan reservoir menurun. Pengeboran dan pemompaan air mendorong keluarnya gas dari lapisan batubara ke dalam lubang bor. Gas methan ini selanjutnya dikirim ke stasiun kompresor untuk selanjutnya dialirkan pada pipa-pipa gas. Sementara itu air hasil dewatering dapat dibuang ke dalam sistem air setempat, untuk pengairan irigasi misalnya.

Bagan perbedaan antara kurva produksi CBM dan konvensional gas (Sumber USGS)

Konsep penambangan CBM (Sumber : British Geological Survey, 2005)

pada tahap operasional selanjutnya, menurut pengalaman, biaya produksi CBM bisa lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi gas alam konvensional.

Manfaat CBM CBM dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misalnya sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik, untuk keperluan rumah tangga, maupun digunakan dalam berbagai macam indusri. Melalui proses pemurnian sampai 95%, CBM dapat digunakan sebagai pengganti BBM.

Ada dua manfaat menggunakan CBM untuk sumber energi listrik. Pertama ramah lingkungan, yang kedua menghasilkan panas yang lebih tinggi dibanding dengan batubara. Jika pemakaian batubara sebagai energi pengganti minyak dan gas bumi banyak mendapat kecaman karena dianggap mencemari lingkungan dan dianggap memicu terjadinya pemanasan global, CBM dianggap sebagai sumber energi yang lebih ramah terhadap lingkungan. Pembakaran CBM menghasilkan emisi CO2 yang jauh lebih sedikit daripada pembakaran batubara.

Sebagai contoh, emisi CO2 per unit listrik yang dihasilkan dari pembakaran batubara sub bituminus adalah 1180 ton per GWH (Gega Watt Hour), batubara bituminus menghasilkan 600 ton CO2 per GWH, sedangkan hasil pembakaran CBM hanya menghasilkan 25 ton per GWH. Pembakaran CBM juga bebas sulfur sehingga tidak menghailkan sulfur oxides yang dikenal bisa mengakibatkan polusi dan hujan asam.

Saat ini para pemerhati lingkungan di dunia sangat peduli terhadap emisi gas CO2 yang dianggap memicu terjadinya pemanasan global. Untuk mengurangi emisi gas ini, para ahli berhasil mengembangkan apa yang dinamakan "CO2 sequestration" atau penyimpanan CO2 secara permanen dengan jalan menginjeksikan gas ini ke dalam lapisan batuan jauh didalam bumi.

meningkat, memicu pencarian energi alternatif sebagai pengganti BBM merupakan keharusan yang tidak bisa ditunda lagi. Pemanasan global yang menjadi issue hangat lingkungan dewasa ini, dianggap dipicu oleh emisi green house gas yang diakibatkan pembakaran energi fosil seperti misalnya batubara. Sehingga pemakaian sumber energi yang jauh lebih ramah lingkungan semakin banyak dituntut.

Data terbaru mencatat jumlah sumber daya batubara Indonesia sebesar total 90.451,87 juta ton, yang sebagian besar berupa batubara peringkat rendah dan menengah. Dengan kandungan batubara sebesar itu, diyakini bahwa Indonesia juga memiliki kandungan CBM yang besar. Survei terbaru mengenai CBM di Indonesia yang menghasilkan prediksi potensi CBM di

Diagram pemanfaatan CBM

Batubara, dikenal sebagai salah satu batuan yang bisa digunakan untuk menyimpan CO2. Secara alamiah molekul CO2 lebih mudah terserap oleh lapisan batubara daripada molekul methan. Sehingga secara sederhana jika 1 molekul CO2 mengisi komponen batubara akan ada 1 molekul gas methan yang dibebaskan dalam rangka menjaga kestabilan kimiawinya. Sehingga penyimpanan CO2 pada lapisan batubara yang akan meningkatkan produksi CBMnya, inilah yang dikenal dalam istilah asing, sebagai "enchance CBM recovery".

CBM di Indonesia Penyelidikan CBM sebagai sumber energi alternatif di Indonesia mulai intensif dilakukan sekitar tahun 1990an, mengikuti sukses pengembangan CBM di beberapa negara yang sudah berhasil sebelumnya. Pada tahun 1998, perusahaan minyak Caltex memprakarsai penyelidikan potensi gas methan dalam batubara di Cekungan Sumatera bagian tengah. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sendiri yang saat itu masih bernama Departemen Pertambangan dan Energi memprakarsai pembentukan kelompok kerja CBM yang bertugas mengkaji kemungkinan pemanfaatan CBM di Indonesia.

beberapa cekungan batubara Indonesia dilakukan oleh Advances Resources International (ARI) pada tahun 2002. Survei ini dilakukan atas pemintaan Dirjen Migas dan atas biaya Asian Development Bank (ADB). Hasil survei tersebut diketahui bahwa potensi CBM Indonesia sebesar 453 Triliun Cubic Feef (Tcf) potensial gas in place yang terdapat pada lapisan batubara pada kedalaman 500- 4500 m.

Selain yang dilakukan oleh ARI, hingga saat ini belum ada survei terpadu komprehensif lainnya yang dilakukan untuk menghitung potensi CBM di seluruh cekungan batubara Indonesia secara lebih akurat. Survei yang dilakukan ARI barulah merupakan survei pendahuluan dengan menggunakan data-data sekunder, sehingga pembuktian potensi CBM Indonesia dengan menggunakan data-data primer masih harus terus dilakukan.

Lemigas bekerjasama dengan CSIRO Australia telah mulai membuat pilot project sumur CBM di cekungan Sumatra Selatan. Hasil yang didapat sejauh ini cukup menggembirakan,

Ada beberapa hal yang mendukung pengembangan CBM di Indonesia, diantaranya adalah; kekayaan sumber daya batubara yang berlimpah, krisis energi, serta kesadaran global penggunaan sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Kekayaan sumberdaya batubara di Indonesia memungkinkan kehadiran

sumberdaya CBM yang potensial. Krisis energi yang diakibatkan menurunnya pasokan bahan bakar minyak (BBM), sementara kebutuhan terus

Road map pengembangan industri CBM di Indonesia (Sumber Dirjen Migas).

Geologi Populer 11

Geologi Populer

mengindikasikan kehadiran gas methan dalam lapisan batubara di cekungan Sumatra Selatan yang cukup potensial.

Pemerintah Indonesia mempunyai perhatian yang besar dalam pengembangan energi alternatif termasuk pengembangan CBM. Saat ini, pemerintah telah menyediakan Peraturan Pengusahaan Gas Methan dalam batubara. Bahkan melalui Dirjen Migas, pemerintah telah mulai melakukan penawaran wilayah kerja gas methan batubara. Banyaknya aplikasi penawaran menunjukkan bahwa banyak perusahaan yang tertarik melakukan investasi dalam pengusahaan CBM di Indonesia, karena percaya pada keberadaan CBM potensial di Indonesia, termasuk diantaranya beberapa perusahaan asing. Mengacu pada data Dirjen Migas, hingga tahun ini tercatat 3 perusahaan telah mengantongi ijin pengusahaan CBM di Indonesia.

Potensi CBM Indonesia Secara umum, di Indonesia terdapat dua endapan batubara yang dianggap prospek mengandung CBM. Endapan batubara berumur Miosen dianggap sebagai endapan yang paling prospektif. Walaupun memiliki kualitas yang rendah, tetapi endapannya sangat tebal berada pada kedalaman target CBM serta memiliki kandungan abu yang sangat rendah. Kekurangannya, karena batubara Miosen masih muda, maka memiliki kandungan moisture yang tinggi, sehingga kemungkinan membutuhkan penanganan khusus dalam proses dewatering ketika ekploitasi CBM nantinya.

Sebaliknya batubara yang berumur Eosen yang memiliki kualitas yang lebih tinggi dianggap kurang prospektif untuk pengembangan CBM karena ketebalan endapannya tipis dan terdapat pada kedalaman yang sangat dalam. Walaupun demikian pada beberapa area, batubara jenis ini kemungkinan juga cukup prospektif mengandung CBM.

Road map pengembangan industri CBM di Indonesia (Sumber Dirjen Migas).

Secara umum, terdapat anggapan bahwa batubara Indonesia terlalu rendah dan terlalu dangkal untuk bisa mengandung prospektif CBM. Tetapi, dengan keberhasilan eksploitasi CBM batubara peringkat rendah di Powder River Basin, Amerika Serikat, maka anggapan ini berhasil dipatahkan. Fakta bahwa batubara pada kedalaman dangkal yang ditambang secara open pit di Indonesia memiliki arah jurus yang searah dengan kedalaman cekungan sehingga menjadi gas charged pada kedalaman target CBM pada areal yang luas. Selain itu, juga adanya gas kick pada beberapa sumur minyak yang menembus lapisan batubara, membuat para ahli geologi optimis bahwa CBM yang potensial juga mungkin terdapat pada batubara peringkat rendah yang dimiliki Indonesia.

Peranan Badan Geologi Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Badan Geologi melalui Pusat Sumber Daya Geologi hingga saat ini banyak melakukan kegiatan eksplorasi CBM dengan fokus pada pengumpulan data dasar secara primer serta membangun database batubara Indonesia yang cukup komprehensif. Data dasar yang diambil secara langsung ini sangat diperlukan dalam pengkajian potensi CBM di suatu daerah secara lebih akurat.

Penghitungan kandungan gas secara langsung (gas desorption) pada lapisan batubara di beberapa cekungan pembawa batubara telah mulai dilakukan semenjak tahun 2002, demikian juga dengan pengukuran permeabilitas batubara. Kandungan gas dan permeabilitas adalah data yang sangat penting untuk diketahui guna melakukan kajian potensi CBM di suatu area. Berbagai bentuk workshop dan pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri juga dilakukan dalam rangka mempersiapkan tenaga ahli yang kompeten menangani CBM. Hingga saat ini Indonesia belum memiliki tenaga ahli yang berpengalaman dalam mengeksplorasi maupun mengeksploitasi CBM.

Badan Geologi juga mempersiapkan diri dengan kelengkapan peralatan eksplorasi CBM yang cukup lengkap. Saat ini Badan Geologi memiliki satu unit Mobile CBM yang bisa digunakan untuk melakukan pengukuran kandungan gas secara langsung di lapangan, disamping alat gas kromatograf untuk menentukan kandungan gas dalam batubara.

Penutup Suatu keinginan jika dipendam bak mimpi di siang bolong. Untuk mewujudkannya diperlukan kerja keras. Bumi Pertiwi telah menyediakan sesuatu yang sangat berharga untuk dipergunakan. Tugas kita adalah mengeluarkan gas dari "kungkungan

18 Warta Geologi . Desember 1008

Rank (4 tertinggi)

3.7 3.1 3.1 3.0

Cekungan

Sumatra Selatan Barito Kutai Sumatra Tengah Semua Cekungan

Daerah Prospeksi (km2) 7,350 6,330 6,100 5,150 30,248

Sumber daya CBM (Tcf-Triliun Cubic feet) 183 102 80 53 453

Sumber daya CBM di Indonesia berdasarkan hasil survey ARI, 2002, berurutan mulai dari cekungan dengan sumberdaya terbesar pertama hingga terbesar keempat.

No. PULAU KUALITAS SUMBER DAYA CADANGAN KALORI KRITERIA (Juta Ton) (Juta Ton)

1. JAWA Rendah - sedang < 5100 - 6100 11,24 0,00 Tinggi - sangat tinggi 6100 - >7100 2,97 0,00 2. SUMATERA Rendah - sedang < 5100 - 6100 51.092,29 11.296,52 Tinggi - sangat tinggi 6100 - 7100 1.432,29 525,05 3. KALIMANTAN Rendah - sedang < 5100 - 6100 28.530,11 5.285,91 Tinggi - sangat tinggi 6100 - 7100 11.937,95 1877,07 4SULAWESI Rendah - sedang < 5100 - 6100 218,42 0,00 Tinggi - sangat tinggi 6100 - 7100 14,68 0,00 5MALUKU Rendah < 5100 2,13 0,00 6PAPUA Rendah - sedang < 5100 - 6100 122,51 0,00 Tinggi - sangat tinggi 6100 - 7100 30,91 18.711,55 TOTAL 93.402,51 18.711,55

Sumber daya Batubara Indonesia 2007 (Pusat Sumber Daya Geologi, 2007)

negeri hitam" itu agar kita bangun dari mimpi. Begitu dia burst out, Insya Allah akan memberikan pasokan listrik yang berlimpah sehingga kita tidak akan lagi mendapat giliran pemadaman, memberikan langit yang lebih biru, jauh dari polusi, sehingga kita menyediakan lingkungan yang lebih aman bagi generasi kemudian.n Penulis adalah Pemerhati dan Pencinta CBM

Peta Lokasi Daerah Pengukuran kandungan gas dalam batubara di Kalimantan (Sumber: KPP Energi Fosil, Pusat Sumber Daya Geologi, 2007)

Geo