Genesa Nikel
Transcript of Genesa Nikel
xl1. Formasi Laterit
Laterit didefinisikan sebagai produk yang dihasilkan dari pelapukan yang kuat pada daerah-
daerah tropis, lembab, dan hangat yang kaya akan lempung kalolinit sebagai oksida dan oksihidroksida
dari Fe dan Al. Laterit penting secara ekonomi karena mengandung logam alumunium (bauksit). Berikut
merupakan kandungan unsur-unsur yang terdapat pada profil laterit.
2. Formasi bauksit
Bijih bauksit, sebagai sumber utama logam alumunium, mengandung mineral gibsit, boehmit,
dan diaspor. Akumulasi dari residu kaya alumina, pada bagian atas dari profil laterit, sebagai hasil dari
curah hujan yang tinggi, temperatur yang agak rendah (22°C), dengan kelembaban yang tinggi. Proses
yang berlangsung pada bagian atas dari profil laterit berupa pelarutan inkongruen yaitu :
Feldspar – (kehilangan Si) kaolinit – (kehilangan Si)→ gibsit (Al(OH)→3)
Variasi iklim musiman juga dianggap penting dalam pembentukan formasi bauksit. Musim panas
dan dingin membuat fluktuasi pada muka air tanah, yang membuat terjadinya pelarutan dan transfer
massa. Variasi pada profil bauksit sebagai transformasi dari gibsit yang terdehidrasi menjadi versi yang
terhidrasi secara relatif, boehemit atau diaspor (ALO(OH)), dihasilkan dari fluktuasi tersebut. Profil
mineralogical untuk zona mineralisasi bauksit dapat bervariabel.
3. Laterit Nikel
Laterit nikel berasal dari batuan ultramafik yang mengandung olivin dan ortopiroksen dengan
berlimpah, dan karenanya kaya akan nikel. Laterit nikel mengandung konsentrasi nikel silikat atau nikel
oksida yang mencapai 10 kali lipat dari konsentrasi aslinya. Penambangan laterit nikel jauh lebih mudah
daripada penambangan bijih sulfida magmatik. Bijih nikel berhubungan dengan eluviasi nikel dari residu
pada lapisan laterit teratas dan konsenrasi di dasar illuvium saprolit sebagai talk nikeliferous, serpentin,
atau smektit, dan bersamaan dengan geotit meskipun jarang.Mineral olivin dan ortopiroksen sebagai
sumber nikel utama merupakan penyusun utama dari batuan ultramafik mungkin berasal dari bagian
kompleks ofiolit obduksi atau berupa intrusi mafik. Alterasi olivin terjadi karena proses hidrasi dari silika,
serpentinit, dan limonit .
Pada tanah laterit, keasaman air tanah semakin berkurang seiring dengan bertambahnya
kedalaman dan bikabornat bertindak sebagai anion utama dalam proses pelarutan ini. Olivin bereaksi
pada kondisi ini, diikuti dengan ortopiroksen, serpentin, klorit, dan talk. Berikut ini merupakan contoh
reaksi pada olivin.
4(Fe2,Mg3)SiO4 + 8H+ + 4O2 (Fe→2,Mg3)Si4O10(OH)2 + 6FeO(OH) + 5Mg2+
olivin smektit goetit
Konsentrasi nikel dipengaruhi oleh pertukaran kation, kemungkinan oleh Mg2+. Hasilnya adalah
suatu jenis mineral pilosilikat yang kaya nikel seperti kerolit (Ni-talk), nepouit (Ni-serpentin), dan pimelit
(Ni-smektit). Salah satu contoh dari reaksi pertukaran kation adalah sebagai berikut :
Mg2Si2O5(OH)4 + 3Ni2+(aq) Ni→3Si2O5(OH)4 + 3Mg2+(aq)
serpentin nepouit
Konsentrasi dari nikel juga sering berasosiasi dengan goetit, sekalipun mekanismenya belum
diketahui. Kemungkinan absorbs dari nikel pada koloid goetit terjadi pada alam karena pH yang agak
basa. Zona limonit yang ada pada bagian atas dari profil laterit pada umumnya tidak mengandung nikel.
Laterit yang sangat tebal dan sangat kaya dengan garnierit terjadi pada batuan dasar yang mengalami
sirkulasi air tanah maksimum dan peran dari interaksi air antar batuan. Konsentrasi nikel juga dikontrol
oleh keadaan topografi dan cenderung terjadi dibawah perbukitan atau pinggiran plato atau teras. Hal
ini dikarenakan deposit sensitif untuk mengalami erosi permukaan dan fluktuasi muka air dikonrol oleh
distribusi zona eluviasi dan iluviasi.
4. Emas pada laterit
Telah diketahui dengan baik bahwa emas dapat terbentuk pada bagian pedolitik atas pada zona
pelapukan laterit. Bentuk
emas yang dihasikan bermacam-macam dari yang berukuran besar, partikel membundar seperti nugget,
dan dendritus emas
pada celah dan retakan, sampai kristal-kristal kecil pada pori-pori tanah. Sebenarnya sumber emas
secara primer adalah
pada lingkungan yang juga kaya akan perak. Emas dapat berada pada profil laterit karena proses
kimiawi. Berbeda dengan
proses mobilisasi dan penghilangan perak, dimana Ag berperan sebagai air meteorik pada zona
pelapukan. Proses
perpindahan Au dan Ag hanya terjadi pada kondisi spesifik tertentu. Mungkin perpindahan tersebut
berhubungan dengan
asamnya air tanah dekat permukaan pada lingkungan laterit. Kedua reaksi berikut merupakan contoh
dari proses
pengasaman yang berlangsung pada profil laterit.
2FeS
2
+ 2H
2
O +7O
2
2Fe→
2+
+ 4SO
42-
+ 4H
+
2Fe
2+
+ 3H
2
O + O
2
2 FeOOH + 4H→
+
Percobaan yang dilakukan menunjukan bahwa pada keadaan pH rendah, Eh tinggi, dan keberadan ion Cl
-
, emas yang berada
di dekat permukaan dapat menjadi AuCl
4-
. Hal ini dikontrol oleh oksidasi dari Fe
2+
yang berhubungan dengan ketersedian
oksigen. Sebagai perbandingan, perak akan bereaksi dengan lebih cepat, pada daerah reduksi, sebagai
AgCl,
AgCl
2-
, dan
AgCl
32-
. Reaksi berikut mengasilkan Au murni pada kondisi reduksi yang terjadi pada bagian yang kaya akan ion
Fe
2+
dan
Mg
2+
.
AuCl
4-
+ 3Fe
+
+ 6H
2
O Au + 3FeOOH + 4Cl→
-
+9H
+
Perlu diketahui bahwa mikroorganisme juga berhubungan dengan konsentrasi emas pada tanah laterit.
Emas sekunden yang
berbentuk nugget dapat ditemukan pada lingkungan yang berbeda dari tempat deposit emas terjadi. Hal
ini disebabkan oleh
bakteri pada tanah yang memiliki kemampuan untuk mengakumulasi emas melaluiproses difusi
melewati dinding selnya dan
masuk ke dalam cytoplasmanya. Diagenesis subsekuen dari sedimen yang mengandung mikroorganisme
yang kaya akan
emas akan menyebabkan terjadinya rekristalisasi dari emas menjadi bentuk seperti nugget.
5. PGE pada laterit
Unsur-unsur kelompok platinum juga terdapat pada laterit. Kristal-kristal Pt-Fe atau Os-Ir-Ru dapat
ditemukan pada
pedolith, sebagai hasil perpindahan PGE pada zona pelapukan. Dipercaya bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi
konsentrasi PGE juga sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi Au dam Ag. Pada daerah non
laterit, PGE tidak akan
tertransportasi sebagai senyawa klorit (PdCl
42-
dan PtCl
42-
), tetapi sebagai senyawa hidroksida (PdOH
2
dan Pt OH
2
). Proses
laterisasi menyebabkan berpindahnya komponen-komponen bijih berpindah, dengan mineral dasar
terbentuk pada oksida
Mn dan Au-Pt-Pd terbentuk bersamaan dengan karbon nonkristal, dan oksida atau oksihidroksida dari
De-Mn.
6. Deposit lempung
Mineral-mineral lempung merupakan produk pelapukan yang sangat berlimpah, baik yang terdapat in
situ maupun yang
berpindah dan mengalami deposisi. Mineral-mineral ini penting secara ekonomi pada industry kertas,
keramik, filtrasi, dan
minyak pelumas. Mineral-mineral lempng yang penting ini diantaranya adalah kaolinit, illit, dan
kelompok smektit
(termasuk monmorilonit). Kaolinit berasal dari kondisi lembab yang mendukung terjadinya hidrolisis
asam pada batuan
feldspar. Illit terjadi pada kondisi basa dengan pelapukan feldspar dan mika. Sedangkan smektit
merupakan hasil pelapukan
dari batuan intermediet sampai basa dibawah kondisi basa, dengan lapisan-lapisan intrakristalin air dan
kation-kation yang
dapat berganti-ganti. Mineral-mineral lempung tidak hanya dihasilkan dari pelapukan batuan saja, tetapi
dapat ditemukan
sebagai produk dari alterasi hidrotermal bertemperatur rendah.
Eksplorasi mineral merupakan salah satu kegiatan penting untuk mendapatkan informasi dimana lokasi
mineral
berada, namun selama ini proses tersebut membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar
terutama jika
dilakukan pada daerah yang luas. Di dalam penelitian ini penulis akan menyajikan aplikasi penginderaan
jauh
diterapkan dalam pemetaan mineral deposit nikel laterit. Dengan menggunakan metode defoliant
technique dan
citra sensor ASTER, akan ditunjukkan bagaimana pemetaan potensi deposit mineral dilakukan
padawilayah
tropis. Sorowako merupakan contoh menarik untuk dikaji, wilayahnya yang merupakan bagian dari
singkapan
ultramafik terbesar di dunia disertai lingkungan mendukung menjadikan sorowako kaya akan deposit
nikel
laterit.
Kata kunci : Eksplorasi mineral, Defoliant technique, ASTER
I. Pendahuluan
Nikel merupakan salah satu barang tambang penting di dunia. Manfaatnya yang begitu besar bagi
kehidupan
sehari-hari, seperti pembuatan logam anti karat, campuran dalam pembuatan stainless steel, baterai
Nickel-metal
hybride, dan berbagai jenis barang lainnya. Keserbagunaan ini pula yang menjadikan nikel sangat
berharga dan
memiliki nilai jual tinggi di pasaran dunia. Setidaknya sejak 1950 permintaan akan nikel rata-rata
mengalami
kenaikan 4% tiap tahun, dan diperkirakan sepuluh tahun mendatang terus mengalami peningkatan
(Dalvi et al.,
2004).
Bijih nikel diperoleh dari endapan nikel laterit yang terbentuk akibat pelapukan batuan ultramafik yang
mengandung nikel 0.2 - 0.4 % (Golightly, 1981). Jenis-jenis batuan tersebut antara lain olivine, piroksin,
dan
amphibole (Rajesh, 2004). Nikel laterit umumnya ditemukan pada daerah tropis, dikarenakan iklim yang
mendukung terjadinya pelapukan, selain topografi, drainase, tenaga tektonik, batuan induk, dan
struktur geologi
(Elias, 2001).
Selama ini eksplorasi terhadap nikel laterit dilakukan dengan mencari singkapan ultramafik, pemetaan
lapangan,
pengeboran, dan analisa laboratorium untuk mengetahui kandungan mineral dan kimiawi nikel. Namun
salah
satu hambatan besar dari kegiatan tersebut adalah pada tahap pemetaan lapangan, dimana
membutuhkan waktu
yang lama dan berbiaya besar, terutama untuk daerah baru, sehingga seringkali sulit untuk dilakukan
pada
wilayah luas. Namun seiring berkembangnya teknologi dalam bidang pemetaan, keterbatasan tersebut
kini dapat
diatasi dengan menggunakan aplikasi dari teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis
(SIG)
(Rajesh, 2004).
Aplikasi penginderaan jauh dan SIG dalam eksplorasi mineral memiliki banyak keuntungan, antara lain
cakupan
wilayahnya luas, hemat biaya, data yang mudah diperbaharui (up date) dan memungkinkan integrasi
dengan
berbagai jenis data satelit, geofisika, geokimia, Digital Elevation Model (DEM), dan sebagainya. Sehingga
proses analisa semakin efisien, cepat, dan akurasi yang meningkat.
Penggunaan penginderaan jauh dalam eksplorasi pertambangan telah lama digunakan dan sudah
berkembang
luas, beberapa pendekatan yang banyak diaplikasikan antara lain, pemetaan lithologi, struktur, dan
alterasi
(Rajesh, 2004; Siegal dan Gillespie, 1991). Pemetaan lithologi merupakan pemetaan sumberdaya
mineral,
dengan menarik kesimpulan dari beberapa parameter utama yang diperoleh melalui observasi
penginderaan jauh,
seperti mengidentifikasi nilai spektral batuan, penampakan struktural, pelapukan dan bentuk daratan
(landform),
serta pola aliran sungai. Pemetaan struktur didasarkan pada hubungan antara deposit mineral dengan
beberapa
tipe deformasi, seperti patahan, lipatan atau struktur geologi lainnya. Sedangkan pendekatan alterasi
merupakan
teknik pemetaan mineral yang mengasosiasikan deposit mineral dengan alterasi hidrothermal dan
batuan sekitar,
jenis dan luasnya zona alterasi menggambarkan tipe dari deposit mineral (Rajesh, 2004). Distribusi
spasial dari
batuan hasil alterasi hidrothermal merupakan kunci utama untuk mengetahui zona aliran dari
hidrothermal dan
sebagai petunjuk penting untuk mengenali deposit mineral (Pirajno, 1992 dalam Rajesh, 2004).
Identifikasi sebaran nikel laterit melalui teknologi penginderaan jauh dalam penelitian ini dilakukan
dengan
pendekatan alterasi, yaitu dengan memetakan mineral permukaan hasil lapukan batuan ultramafik pada
lapisan
limonite, antara lain mineral goethite, hematite dan chlorite. Metode yang digunakan untuk mendeteksi
mineral
tersebut yaitu Defoliant Technique atau Directed Principal Component (DPC). Pemilihan metode
tersebut
didasarkan pada karakteristik wilayah tropis yang bervegetasi rapat, sehingga menjadi hambatan
tersendiri dalam
mendeteksi deposit mineral. Untuk itu metode yang mampu meminimalisir pengaruh vegetasi, seperti
Defoliant
Technique sangat cocok untuk digunakan (Carranza, 2003; Rojas, 2003).
Defoliant Technique pada dasarnya adalah teknik penajaman yang dilakukan dengan menggabungkan
dua rasio
saluran (Carranza, 2002; Fraser dan Green, 1987 dalam Rojas, 2003), adapun hasil dari proses ini adalah
sebaran
mineral permukaan yang digambarkan dalam citra skala keabuan (grayscale). Beberapa penelitian
sebelumnya
menunjukkan bahwa Defoliant Technique mampu mengidentifikasi keberadaan alterasi hidrothermal di
daerah
bervegetasi, seperti yang dilakukan oleh Carranza dan Hale pada tahun 2001 di wilayah Baugio, Filipina.
Kemudian untuk menguji tingkat akurasi, hasil pencitraan akan diverifikasi dengan data titik bor.
Sensor yang digunakan untuk mengidentifikasi deposit mineral adalah Advanced Spaceborne Thermal
Emission
Radiometer (ASTER). Salah satu kelebihan citra ASTER dalam memetakan sebaran mineral permukaan
adalah
ketersediaan saluran (band) yang lebih banyak (VNIR saluran 1 – 3, SWIR saluran 4 – 9, dan TIR saluran
10 –
14) dan resolusi spasial yang lebih baik dibandingkan citra Landsat, oleh karena itu ASTER cocok dalam
memetakan berbagai jenis batuan dan mineral. Kemudian harga citra ASTER yang jauh lebih murah
dibandingkan menggunakan satelit hyperspectral ataupun pemetaan udara menjadikan ASTER menarik
untuk
digunakan lebih jauh. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan kemampuan ASTER yang baik
dalam
pemetaan geologi, seperti yang dilakukan oleh Simpson, Mars, dan Rowan pada tahun 2004 dalam
pemetaan
lithologic komplek ultramafik di Australia serta Debgani dan Gingerich tahun 2005 untuk ekstrasi mineral
di
Iran.
Sorowako merupakan salah satu wilayah Sulawesi yang kaya akan kandungan nikel laterit dalam jumlah
besar.
Hal ini didukung oleh bentukan geologi yang terdiri atas volcano plutonic arc, methamorphic belt,
ophiolite belt,
banggai-sula dan tukang besi disisi Barat dan Utara, Tengah, Timur, serta beberapa pecahan fragmen di
Timur
dan Tenggara. Selain itu kondisi ini juga tidak terlepas oleh iklim, reaksi kimia, struktur, dan topografi
Sulawesi
yang cocok terhadap pementukan nikel laterit. Endapan nikel laterit di Sorowako terbentuk karena
proses
pelapukan dari batuan ultramafik yang terbentang dalam suatu singkapan tunggal terbesar di dunia
seluas lebih
dari 120 km x 60 km, dimana sejumlah endapan lainnya tersebar di provinsi Sulawesi Tengah dan
Tenggara
(Waheed, 2005).
Salah satu perusahaan yang melakukan eksplorasi dan penambangan nikel laterit di beberapa wilayah
Sulawesi
bagian Tengah, Tenggara dan Selatan adalah PT. International Nickel Indonesia, Tbk (PT INCO).
Perusahaan
multinasional yang diakuisisi sahamnya sejak tahun 2007 oleh Companhia Vale do Rio Doce (CVRD) yang
kini
bernama Vale, dan berubah menjadi Vale Inco, ltd; telah beroperasi sejak tahun 1968, terutama di
wilayah
Sorowako. Nikel laterit PT INCO diperoleh dengan mengambil mineral dari endapan nikel laterit yang
mengandung unsur nikel dalam jumlah besar, antara lain limonite dan saprolite, kemudian diolah secara
pyrometallurgical atau hydrometallurgical dan dihasilkan nikel dalam bentuk matte.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola sebaran potensi, tingkat akurasi pencitraan dan ASTER di
areal
eksplorasi tambang PT INCO blok Sorowako. Hasil penelitian dapat menyediakan informasi sebaran
potensi
nikel laterit secara spasial dengan metode yang lebih cepat dan efisien, mempermudah dalam pemetaan
awal
(reconnaissance mapping) geologi dan mineral pada daerah yang luas, serta sebagai decision maker
support
system bagi kepentingan PT INCO dalam melakukan eksplorasi tambang nikel laterit.
II. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola sebaran potensi deposit nikel laterit di
areal
eksplorasi tambang PT INCO berdasarkan interpretasi citra satelit dan kaitannya dengan variabel fisik
batuan
induk, struktur geologi, dan lereng. Sehingga hasil penelitian diharapkan dapat menyediakan informasi
sebaran
potensi nikel laterit secara spasial dengan metode yang lebih cepat dan efisien, mempermudah dalam
pemetaan
awal geologi (reconnaissance mapping) dan mineral pada daerah yang luas, serta sebagai decision
maker support
system bagi kepentingan PT INCO dalam melakukan eksplorasi tambang nikel laterit.
III. Kondisi Geologi
Beberapa penelitian yang menjelaskan mengenai proses tektonik dan geologi di daerah sulawesi, antara
lain
adalah Sukamto (1975) yang membagi pulau Sulawesi dan sekitarnya terdiri dari 3 Mandala Geologi
yaitu :
1) Mandala Geologi Sulawesi Barat, dicirikan oleh adanya jalur gunung api paleogen, intrusi neogen dan
sedimen mesozoikum.
2) Mandala Geologi Sulawesi Timur, dicirikan oleh batuan ofiolit yang berupa batuan ultramafik
peridotite,
harzburgit, dunit, piroksenit dan serpentinit yang diperkirakan berumur kapur.
3) Mandala Geologi Banggai Sula, dicirikan oleh batuan dasar berupa batuan metamorf permo-karbon,
batuan
plutonik yang bersifat granitis berumur trias dan batuan sedimen mesozoikum.
Menurut Hamilton (1979) dan Simanjuntak (1991), Mandala Geologi banggai Sula merupakan mikro
kontinen
yang merupakan pecahan dari lempeng New Guinea yang bergerak kearah barat sepanjang sesar
sorong.
( Gambar 1 )
Gambar 3.1 Garis Besar Kondisi Lithologi dan Struktur Geologi Pulau Sulawesi (Ahmad, 2006)
Geologi daerah Sorowako dan sekitarnya sudah dideskripsikan sebelumnya secara umum oleh Brouwer,
1934;
Van Bemmelen, 1949; Soeria Atmadja et al., 1974; dan Ahmad, 1977 dalam Mustaring, 2006. Namun
yang
secara spesifik membahas tentang geologi deposit nikel laterit adalah Golightly pada tahun 1979,
dimana ia
membagi geologi daerah Sorowako menjadi tiga bagian, yaitu :
1) Satuan batuan sedimen yang berumur kapur, terdiri dari batu gamping laut dalam dan rijang.
Terdapat
dibagian barat Sorowako dan dibatasi oleh sesar naik dengan kemiringan kearah barat.
2) Satuan batuan ultrabasa yang berumur awal tersier, umumnya terdiri dari jenis peridotit, sebagian
mengalami
serpentinisasi dengan derajat yang bervariasi dan umumnya terdapat dibagian timur. Pada satuan ini
juga
terdapat intrusi-intrusi pegmatit yang bersifat gabroik dan terdapat dibagian utara.
3) Satuan alluvial dan sedimen danau (lacustrine) yang berumur kuarter, umumnya terdapat dibagian
utara dekat
desa Sorowako.
Batuan induk dari endapan nikel laterit adalah batuan ultrabasa dengan kandungan mineral
ferromagnesian
(olivine, piroksin, dan amphibole) dalam jumlah besar yang berasosiasi dengan struktur geologi yang
terbentuk
pada masa Precambrian hingga Tersier (Ahmad, 2006). Batuan ultrabasa wilayah Sorowako tersusun dari
batuan
peridotite yang dapat dibagi menjadi empat satuan batuan, yang merupakan batuan induk pembawa
nikel dengan
kadar sekitar 2 %. Batuan-batuan sejenis peridotite antara lain :
1) Dunite, yang mengandung olivine lebih dari 90% dan piroksen sekitar 5%.
2) High Serpentinized, yang mengandung olivine 85% dan piroksen 15%.
3) Low Serpentinized, yang mengandung olivine 65% dan piroksen 35%.
Bijih nikel yang terdapat di bagian Tengah dan Timur Sulawesi tepatnya di daerah Sorowako termasuk ke
dalam
jenis nikel laterite dan bijih nikel silikat (garnierit). Bijih nikel tersebut terbentuk akibat pelapukan dan
pelindihan (leaching) batuan ultrabasa seperti peridotit dan serpentinit dari rombakan batuan ultrabasa.
Namun
berdasarkan ciri fisik dan kimiawinya, endapan nikel laterit di Sorowako dapat dibagi menjadi dua, yaitu
Blok
Barat (West Block) dan Blok Timur (East Block) yang berbeda satu sama lainnya (gambar 2).
Perbedaan topografi sangat menyolok, pada umumnya di East Block memiliki topografi yang landai
sedikit
berbukit sedangkan di West Block pada umumnya topografi terjal membentuk pegunungan. West Block
meliputi
36 bukit dengan luas sekitar 46,5 km persegi, secara umum merupakan batuan peridortite yang tidak
terserpentinisasi dengan bentuk morfologi yang relatif lebih terjal dibandingkan East Block (karena
pengaruh
struktur yang kuat), banyak dijumpai bongkah – bongkah segar peridotit (Boulder) sisa proses pelapukan
sehingga recovery menjadi kecil. Umumnya boulder dilapisi oleh zona pelapukan tipis dibagian luarnya.
Daerah
West banyak mengandung urat-urat kuarsa yang sulit dikontrol pola penyebarannya. Sedangkan East
Block
meliputi 44 bukit menempati area seluas 36,3 km persegi. Topografi pada daerah ini relatif lebih landai
dari pada
daerah West Block. Batuan dasar dari tipe ini umumnya adalah serpentine peridotite, lherzolite, dengan
derajat
serpentin yang bervariasi.
Estimasi dan pemodelan cadangan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam tahap evaluasi
penambangan,
karena keputusan teknis yang berhubungan dengan kegiatan penambangan sangat bergantung pada
jumlah
cadangan. Metode estimasi cadangan yang berkembang saat ini cukup banyak, namun salah satu
metode
estimasi yang terbaik yang berhubungan dengan pemodelan dan perhitungan cadangan adalah metode
geostatistik berupa kriging. Metode kriging tersebut diterapkan dalam penelitian ini untuk melakukan
estimasi
dan pemodelan cadangan nikel laterit daerah Pulau Gee, Halmahera timur, Propinsi Maluku Utara.
Metode kriging yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ordinary kriging blok 3 (tiga) dimensi
karena mempertimbangkan penggunaan data dalam aspek ruang tiga dimensi. Pemodelan dan
perhitungan
cadangan dilakukan berdasarkan konsep model blok, dimana cadangan dibagi menjadi unit-unit blok
untuk
memperoleh variabel taksiran cadangan secara detail. Adapun variabel taksiran yang digunakan dalam
melakukan estimasi cadangan nikel laterit ini yaitu data kadar nikel (Ni) dan besi (Fe). Dimensi unit-unit
blok
cadangan yang digunakan adalah 25 25 1 meter yang disesuaikan dengan daerah pengaruh lubang bor
dan spasi
assay per meter kedalaman yang dilakukan terhadap conto bor.
Berdasarkan analisis variogram, dapat diketahui karakterisik spasial antar data. Dimana, data pada arah
horizontal memiliki daerah pengaruh (range) sebesar 35-43 meter dan pada arah vertikal memiliki
daerah
pengaruh sebesar 10-15 meter. Pada beberapa lokasi yaitu Blok Utara dan Blok Selatan A, variogram
memiliki
nugget effect yang cukup tinggi yang menunjukkan adanya data yang bersifat erratic.
Batuan induk bijih nikel
adalah batuan peridotit
. Menurut Vinogradov
batuan ultra basa
rata-rata
mempunyai kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal
mineral olivin
dan piroksin
, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya
substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat diterangkan karena radius ion dan muatan ion yang hampir
bersamaan di antara unsur-unsur tersebut. Proses serpentinisasi
yang terjadi pada batuan peridotit
akibat pengaruh larutan hydrothermal
, akan merubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit
atau
batuan serpentinit peroditit. Sedangkan proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas
dingin yang bekerja kontinu, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.
Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara dan pembusukan
tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan
ultra basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut; Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel
silika yang sangat halus. Didalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-hydroksida,
akhirnya membentuk mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan haematit dekat permukaan. Bersama
mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur cobalt dalam jumlah kecil.
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama larutannya bersifat asam,
hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan,
maka ada kecenderungan untuk membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai
silikat atau hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan mengendap pada
celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan krisopras. Sedangkan
larutan residunya akan membentuk suatu senyawa yang disebut saprolit yang berwarna coklat kuning
kemerahan. Unsur-unsur lainnya seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa
kebawah sampai batas pelapukan dan akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa mengisi
celah-celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Dilapangan urat-urat ini dikenal sebagai batas
petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar pelapukan (root of
weathering).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit ini adalah:
a. Batuan asal. Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit,
macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa tersebut: -
terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya - mempunyai mineral-mineral yang
paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin - mempunyai komponen-komponen
yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
b. Iklim. Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan
penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi
unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis,
dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia
pada batuan.
c. Reagen-reagen kimia dan vegetasi. Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur
dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung
CO2 memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan
dekomposisi batuan dan dapat merubah pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan
vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: • penetrasi air dapat lebih dalam dan
lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan • akumulasi air hujan akan lebih banyak •
humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan
yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu,
vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.
d. Struktur. Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah struktur kekar
(joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai
porositas
dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-
rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih
intensif.
e. Topografi. Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen-
reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan
mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-
pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan
sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang
curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak daripada air yang meresap ini
dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.
f. Waktu. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena
akumulasi unsur nikel cukup tinggi.
Profil nikel
laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut :
1. Iron Capping : Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang laterit. Komposisinya
adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa organik lainnya. Warna khas adalah coklat tua
kehitaman dan bersifat gembur. Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam
penambangan. Ketebalan lapisan tanah penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m. berwarna merah tua, merupakan
kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar
nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite, chromiferous.
2. Limonite Layer : Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa. Komposisinya
meliputi oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit. Ketebalan lapisan ini rata-rata 8-15 m.
Dalam limonit dapat dijumpai adanya akar tumbuhan, meskipun dalam persentase yang sangat kecil.
Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak dominan atau hampir tidak
ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basa-ultrabasa telah terubah menjadi serpentin akibat
hasil dari pelapukan yang belum tuntas. fine grained, merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari
limonit soil menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang
karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite.
Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz, gibsite, maghemite.
3. Silika Boxwork : putih - orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian
menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian mengawetkan struktur dan
tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi dari garnierite-
pimelite di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika. Zona boxwork jarang
terdapat pada bedrock yang serpentinized.
4. Saprolite : Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa oksida besi,
serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang masih terlihat. Ketebalan lapisan
ini berkisar 5-18 m. Kemunculan bongkah-bongkah sangat sering dan pada rekahan-rekahan batuan
asal dijumpai magnesit, serpentin, krisopras dan garnierit. Bongkah batuan asal yang muncul pada
umumnya memiliki kadar SiO2 dan MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang rendah. campuran dari sisa-
sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic rims, vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz,
mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari
limonite ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-mineral primer
yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan
lebih atau kurang nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
5. Bedrock : bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih besar dari 75 cm dan
blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis (kadar
logam sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Batuan dasar merupakan batuan asal dari
nikel laterit yang umumnya merupakan batuan beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang pada
rekahannya telah terisi oleh oksida besi 5-10%, garnierit minor dan silika > 35%. Permeabilitas batuan
dasar meningkat sebanding dengan intensitas serpentinisasi.Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang
membuka, terisi oleh mineral garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab
adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.
Nikel laterite merupakan sumber bahan tambang yang sangat penting, menyumbang terhadap 40% dari
produksi
nikel dunia. Endapan nikel laterite terbentuk dari hasil pelapukan yang dalam dari batuan induk dari
jenis
ultrabasa. Umumnya terbentuk pada iklim tropis sampai sub-tropis. Saat ini kebanyakan nikel laterite
memang
terbentuk di daerah ekuator. Negara penghasil nikel laterite di dunia diantaranya New Caledonia, Kuba,
Philippines, Indonesia, Columbia dan Australia.
yang kaya akan Nikel; Garnierite ( max. Ni 40%). Ni terlarut (leached) dari fase limonite (Fe
Oxyhydroxide) dan
terendapkan bersama mineral silicate hydrous atau mensubtitusi unsure Mg pada serpentinite yang
teralterasi
(Pelletier,1996). Jadi, meskipun nikel laterite adalah produk pelapukan, tapi dapat dikatakan juga bahwa
proses
enrichment supergene sangat penting dalam pembentukan formasi dan nilai ekonomis dari endapan
hydrous
silicate ini. Type ini dapat ditemui dibeberapa tempat seperti di New Caledonia, Indonesia,
Philippines.Dominika
dan Columbia.
Istilah “laterite” bisa diartikan sebagai endapan yang kaya akan iron-oxide, miskin unsure silica dan
secara
intensif ditemukan pada endapan lapukan di iklim tropis (eggleton, 2001). Ada juga yang mengartikan
nikel
laterite sebagai endapan lapukan yang mengandung nikel dan secara ekonomis dapat di tambang.
Batuan induk dari endapan Nikel Laterite adalah batuan ultrabasa; umumnya harzburgite (peridotite
yang kaya
akan unsur ortopiroksen), dunite dan jenis peridotite yang lain.
Proses Kimia Pembentukan Nikel
Nikel terbentuk bersama mineral silikat kaya akan unsur Mg (ex;olivin). Olivin adalah jenis mineral yang
tidak
stabil selama pelapukan berlangsung. Saprolite adalah produk pelapukan pertama, meninggalkan
sedikitnya 20%
fabric dari batuan aslinya (parent rock). Batas antara batuan dasar, saprolite dan wathering front tidak
jelas dan
bahkan perubahannya gradasional. Endapan nikel laterite dicirikan dengan adanya speroidal weathering
sepanjang joints dan fractures ( boulder saprolite). Selama pelapukan berlangsung, Mg larut dan Silika
larut
bersama groundwater. Ini menyebabkan fabric dari batuan induknya is totally change. Sebagai hasilnya,
Fe-
Oxide mendominasi dengan membentuk lapisan horizontal diatas saprolite yang sekarang kita kenal
sebagai
Limonite. Benar bahwa Nikel berasosiasi dengan Fe-Oxide terutama dari jenis Goethite. Rata-rata nikel
berjumlah 1.2 %.
Kondisi Mineralogy
Endapan nikel laterite terbentuk baik pada mineral jenis silicate atau oxide. Kemiripan radius ion Ni2+
dan
Mg2+ memungkinkan substitusi ion diantara keduanya. Umumnya, mineral bijih dari jenis hidrous
silicate
seperti talc, smectite, sepiolite, dan chlorite terbentuk selama proses metamorphisme temperature
rendah dan
selama proses pelapukan dari batuan induk. Umumnya, mineral – mineral tersebut mempunyai variasi
ratio Mg
dan Ni. Mineral garnierite dari jenis silicate mempunyai ciri poor kristalin, texture afanitik, dan
berstuktur
seperti serpentinite (Brindley,1978).
Genesis of Nikel Laterite
Umunya Nikel deposit terbentuk pada batuan ultrabasa dengan kandungan Fe di olivine yang tinggi dan
Nikel
berkadar antara 0.2% – 0.4% wt. Secara mineralogi nikel laterite dapat dibagi kedalam tiga kategori
(Brand et
all.,1998)
1.Hydrous Silicate Deposits
Profil dari type ini dari vertical dari bawah ke atas : Ore horizon pada lapisan saprolite (Mg-Ni silicate),
grade
Nikel antara 1.8% – 2.5%. Pada zona ini berkembang box-works (apa tuh..), veining, relic structure,
fracture dan
grain boundaries dan dapat terbentuk mineral
1.Clay Silicate Deposits
Pada jenis endapan ini, Si hanya sebagian terlarut oleh melalui groundwater. Si yang tersisa akan
bergabung
dengan Fe,Ni,dan Al untuk membentuk mineral lempung (clay minerals) seperti Ni-rich Notronite pada
bagian
tengah profil saprolite (see profile). Ni-rich serpentine juga dapat di replace oleh smectite atau kuarsa
jika profile
deposit ini tetap kontak dalam waktu lama dengan groundwater. Ni grade pada endapan ini lebih
rendah dari
Hydrosilicate deposit (1.2%;Brand et all,1998).
1.Oxide Deposits
Type terakhir adalah Oxide. Profile bawah menunjukkan Protolith dari jenis harzburgitic peridotites
(mostly
mineral olivine,serpentine, piroksen), sangat rentan terhadap pelapukan terutama di daerah tropis.
Diatasnya
terbentuk saprolite dan mendekati permukaan terbentuk limonite dan ferricrete (dipermukaan) ( see
profile).
Pada tipe deposit oxide ini, Nikel berasosiasi dengan Goethite (FeOOH) dan Mn Oxide.
Sebagai tambahan, Nikel laterite sangat jarang atau tidak sama sekali terbentuk pada batuan carbonate
mengandung mineral talc.
Tektonik Setting
Nikel laterite berkembang di kompleks Ophiolite pada rentang waktu Phanerozoic, terutama
Cretaseous-Miosen.
Ophiolite ini telah mengalami fault dan joint sebagai efek dari tectonic uplift yang dapat memicu
intensitas
pelapukan dan perubahan pada water table level. Deposit Nikel lainnya ditemukan pada Archean Craton
yang
tergolong stabil berasosiasi dengan layer mafic complexes and komatiite (Butt,1975). Semakin banyak
zona
shear dan steep fault ( normal??), semakin tinggi pula tingkat enrichment proses untuk menghasilkan
grade
Nikel yang tinggi. Sebaliknya, zona thrust fault berasosiasi dengan emplacement kompleks ophiolite dan
bersama dengan greenstone membentuk zona serpentine milonite atau talc-carbonates-altered
ultramafic rocks.
Komposisi seperti itu tidak memungkinkan terbentuknya Nikel pada endapan residu (regolith/lapukan).
Kondisi Topografi dan Morfologi
Dua faktor tersebut sangat penting dalam endapan nikel laterit karena kaitannya dengan posisi water
table,
stuktur dan drainage. Zona enrichment nikel laterite berada di topografi bagian atas (upper hill
slope,crest,
plateau, atau terrace). Kondisi water table pada zona ini dangkal,apalagi ditambah dengan adanya zona
patahan n
shear or joint. In consequence, akan mempercepat proses palarutan kimia (leaching processes) yang
pada
akhirnya akan terbentuk endapan saprolite mengandung nikel yang cukup tebal. Kondisi seperti ini
dapat
dijumpai di beberapa tempat sepeti Indonesia,New Caledonia, Ural (Russia) dan Columbia. Sebaliknya,
pada
topografi yang rendah, water table yang dalam akan menghambat proses pelarutan unsur – unsur dari
batuan
induk (baca:enrichment proses).
Iklim
Tempat – tempat yang beriklim tropis seperti Indonesia, Columbia memungkinkan untuk terjadinya
endapan
Nikel laterite. Kondisi curah hujan yang tinggi,temperatur yang hangat ditambah dengan aktivitas
biogenic akan
mempercepat proses pelapukan kimia, dimana Nikel laterite bisa mudah terbentuk.
4. NIKEL
Sifat-sifat nikel :
• Putih mengkilat
• Sangat keras
• Tidak berkarat
• Tahan terhadap asam encer
Bijih nikel yang utam adalah nikel sulfida . Nikel-nikel yang diekspor dalam bentuk 3 macam yaitu bijih,
nikel
kasar, dan ferronikel. Daerah penambangan nikel ada di Koala, Soroako, Maluku Utara. Cara
penambangan nikel
melalui berbagai cara , antara lain ;
• Penebangan pohon dan semak
• Pengupasan tanah permukaan
• Penggalian dengan sistem tangga (benching system) yaitu dimulai dari bawah ke atas mengikuti garis
kontur
dengan alat gali power shovel atau dozer shovel
Pengolahan nikel melalui beberapa tahap , yaitu :
• Pemanggangan
• Peleburan
• Elektrolisis
Penggunaan Nikel
• Untuk melapisi barang yang terbuat dari besi, tembaga, baja karena nikel mempunyai sifat keras,
tahan korosi
dan mudah mengkilap jika digosok.
• Untuk membuat baja tahan karat (stailess stell)
• Untuk membuat aliase dengan tembaga dan beberapa logam lain seperti :
a. Monel (Ni, Cu, Fe)
Digunakan untuk membuat instrumen tranmisi listrik
b. Nikrom(Ni,Fe,Cr)
Digunakan sebagai kawat pemanas
c. Alniko (Al, Ni, fe, Co)
Untuk membuat magnet.
d. Palinit dan Invar yaitu paduan nikel yang mempunyai koefisien muai yang sama dengan gelas yang
digunakan
sebagai kawat listrik yang ditanam dalam kaca, misalnya pada bolam lampu pijar.
e. Serbuk nikel digunakan sebagai katalisator, misalnya pada hidrogenansi (pemadatan) minyak kelapa,
juga
pada cracking minyak bumi.
Genesa Endapan Nikel Akibat Replacement
Unsure logam Ni dan Co sebagai penyusun utama magma basa hadir dalam Kristal olivine dan enstatite
karena adanya kesamaan jari-jari ion (Ni= 0,78 A dan Co = 0,82 A) dengan jari-jari mg dan Fe sehingga Ni
dan Co dapat bertukar (proses replacement) dengan Mgf dan Fe pada jaringan mineral asli. Ni dan Co
menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam batuan peridotit, dimana dalam keadaan segar mengandung
Ni
sebesar 0,1% sampai 0,3 % ( Prijono, 1977)
Genesa Endapan Nikel Laterit
Tubuh endapan nikel laterit terbentuk setelah tubuh batuan beku tersingkap di permukaan dan
mengalami
pelapukan secara terus – menerus yang mengakibatkan batuan menjadi
Batuan induk bijih nikel adalah batuan peridotit. Menurut Vinogradov batuan ultra basa rata-rata
mempunyai
kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan
piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan
Mg
dapat diterangkan karena radius ion dan muatan ion yang hampir bersamaan di antara unsur-unsur
tersebut.
Proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan
merubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit peroditit. Sedangkan
proses
kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas dingin yang bekerja kontinu, menyebabkan
disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.
Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara dan pembusukan
tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan
ultra
basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut; Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika
yang
sangat halus. Didalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-hydroksida, akhirnya
membentuk
mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan haematit dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini
selalu
ikut serta unsur cobalt dalam jumlah kecil.
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama larutannya bersifat asam,
hingga
pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka
ada
kecenderungan untuk membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau
hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan mengendap pada celah-celah atau
rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan krisopras. Sedangkan larutan residunya
akan
membentuk suatu senyawa yang disebut saprolit yang berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur
lainnya seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa kebawah sampai batas
pelapukan
dan akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan
pada
batuan induk. Dilapangan urat-urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan
zona
batuan segar yang disebut dengan akar pelapukan (root of weathering).