PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY
Transcript of PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY
i
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY
“PERAN LESSON STUDY DALAM MENSUKSESKAN
KURIKULUM 2013”
Dilaksanakan Tanggal 16 Desember 2013
Di Aula Lantai III Kantor Universitas Jember
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
ii
Prosiding
Seminar Nasional Lesson Study
“Peran Lesson Study dalam Mensukseskan Kurikulum 2013”
16 Desember 2013
Editor:
Prof. Dr. Sutarto, M.Pd
Prof. Dr. H. Joko Waluyo, M.Si
Prof. Dr. Sunardi, M.Pd
Prof. Dr. Suratno, M.Si
Prof. Drs. Dafik, M.Sc., Ph.D
Drs. Nuriman, Ph.D
Cover & Layout:
Mochammad Iqbal
Diterbitkan oleh:
Jurusan Pendidikan MIPA
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jember
ISBN 978-602-17886-1-5
Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh
isi buku ini ke dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk fotokopi merekam,
atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa ijin tertulis dari penerbit.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Hak Cipta, Bab XII
Ketentuan Pidana, Pasal 72, Ayat (1), (2), dan (6)
iii
Prosiding
Seminar Nasional Lesson Study
Tema:
Peran Lesson Study dalam Mensukseskan Kurikulum 2013
Penyelenggara:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jember
Gedung 3 FKIP Universitas Jember
Jalan Kalimantan 37 Jember
Kotak Pos 162. Telp/fax. (0331) 334988, Jember 68121
Web: http://fkip.unej.ac.id
iv
SUSUNAN PANITIA
SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY:
Penasehat : Drs. Moch. Hasan, M.Sc, Ph.D
(Rektor Universitas Jember)
Penanggung Jawab : Prof. Dr. Sunardi, M.Pd
(Dekan FKIP Universitas Jember)
Ketua Umum : Prof. Dr. Suratno, M.Si
Sekretaris Umum : Mochammad Iqbal, S.Pd., M.Pd
Bendahara Umum : Dian Kurniawati, S.Pd, M.Pd
Bendahara I : Ervin Oktavianingtyas, S.Si, M.Pd
1. Sie Humas dan
Perlengkapan : Bevo Wahono, S.Pd., M.Pd.
Abi Suwito, S.Pd., M.Pd.
2. Sie Acara : Pramudya Dwi, S.Pd., M.Pd
Rayendra Wahyu Bachtiar, S.Pd, M.Pd
3. Sie Sekratariatan : Kamalia Fikri, S.Pd, M.Si
Arif Fatahillah, S.Pd., M.Pd.
4. Konsumsi : Sulifah H. A. S.Pd., M.Pd.
Dr. Iis Nur Asyiah, S.P, M.P
5. Dokumentasi : Tamyiz
Yudi
v
KATA PENGANTAR
Perubahan paradigma pendidikan di era globalisasi ini mengharuskan adanya
perubahan pola pikir (mindset) dan pola tindak (actionset) bagi guru terutama dalam
mengimplementasikan dan mengembangkan kurikulum 2013 yang diterapkan saat ini.
Perubahan pola pikir dan pola tindak bagi guru dalam mengelola kelas dan melaksanakan
proses pembelajaran, guru/dosen dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam
meningkatkan mutu layanan pendidikan khususnya layanan proses pembelajaran sesuai
dengan standar proses (Permendiknas nomor 41 tahun 2007). Proses pembelajaran perlu
direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan
efisien.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan Lesson Study
(LS). LS merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandasan prinsip-prinsip
kolegialitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.
Pada kesempatan ini, kami Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, mengadakan
Seminar Nasional Lesson Study dengan tema “Peran Lesson Study dalam
Mensukseskan Kurikulum 2013”.
Sesuai tema tersebut, Seminar Nasional Lesson Study ditujukan kepada para
pendidik (dosen maupun guru), pelajar (mahasiswa) dan praktisi pendidikan sebagai
pemegang peranan penting dalam mengoptimalkan pembelajaran.
Akhir kata, kami segenap panitia Seminar Nasional Lesson Study mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada Ibu Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc,
Ph.D., Bapak Ryo Suzuki dan Prof. Dr. Suratno, M.Si selaku pembicara utama, seluruh
peserta dan pemakalah, dan semua pihak yang membantu terselenggara kegiatan Seminar
Nasional Lesson Study ini. Permohonan maaf kepada semua pihak, jika dalam
penyelenggaraan kegiatan ini terdapat kekurangan dan kekeliruan baik yang kami sengaja
maupun tidak sengaja.
Jember, 2013
Panitia Pelaksana
vi
DAFTAR ISI
Susunan Panitia ............................................................................................................ iv
Kata Pengantar ............................................................................................................... v
Daftar Isi ......................................................................................................................... vi
Ketentuan Sidang Paralel ............................................................................................ vii
Jadwal Seminar ........................................................................................................... viii
Jadwal Sidang Paralel ..................................................................................................... x
Daftar Makalah Paralel .............................................................................................. xiv
Makalah Utama
Prof. Dra. Herawati Susilo, M.S, Ph.D .................................................................... 2
Ryo Suzuki ................................................................................................................ 40
Prof. Dr. Suratno, M.Si ............................................................................................ 47
Makalah Seminar ......................................................................................................... 59
vii
KETENTUAN SIDANG PARALEL
1. Dalam satu ruang sidang terdiri dari (5 – 10) pemakalah.
2. Waktu yang disediakan untuk sidang panel adalah jam 13.30 sampai dengan jam
16.00.
3. Dalam tiap sesi, pemakalah mempresentasikan makalah dengan jatah waktu
presentasi tidak lebih dari 10 menit, kemudian diikuti tanya jawab dari peserta
seminar.
4. Waktu tanya jawab yang disediakan adalah 10 menit.
5. Waktu antara pergantian tiap session dan hal-hal lain yang tidak terduga, seperti teknis
persiapan presentasi menggunakan media diberikan toleransi 5 menit.
6. Moderator dan notulen harap bersikap tegas terhadap pengelolaan waktu yang
didukung oleh semua peserta seminar.
7. Apabila terjadi pembengkakan waktu oleh satu pemakalah akan menunggu waktu
sesion berikutnya.
8. Selama sidang panel berlangsung, semua pemakalah dan peserta harap menonaktifkan
handphone atau diset silent.
9. Tidak ada waktu istirahat untuk makan/minum snack, untuk itu makan atau minum
diperbolehkan dibawa masuk ke dalam ruangan sidang.
10. Para pemakalah dan peserta tidak diperkenankan keluar masuk ruangan agar tidak
mengganggu jalannya sidang kecuali ada kepentingan darurat.
11. Semua pemakalah dan peserta seminar wajib mengisi daftar hadir yang telah
disediakan pada tiap sesion.
12. Sertifikat seminar diberikan kepada semua peserta dan pemakalah yang dapat
mengikuti seluruh acara sidang panel sampai selesai.
viii
Jadwal Kegiatan Seminar Nasional
No Waktu Kegiatan Petugas Tempat
1 07.00 –
08.00
Registrasi Panitia
Gedung
Rektorat Lt 3
UNEJ
2 08.00 –
08.30
Opening Ceremony:
1. Menyanyikan Lagu
Nasional Indonesia
Raya
2. Laporan Ketua
Pelaksana
3. Sambutan Rektor
UNEJ
4. Pembacaan Doa
5. Pemutaran Video
Dokumenter LS
3 08.30 –
10.00
Sesi I
Pemakalah Utama
Prof. Dra. Herawati
Susilo, M.Sc., Ph.D.
(Pemakalah1)
Arif Fatahillah,
S.Pd., M.Si.
(Moderator)
4 10.00 –
12.00
Sesi II
Pemakalah Kedua
Ryo Suzuki
(Pemakalah 2)
Sri wahyuni, S.Pd.,
M.Pd (moderator)
5 12.00-
12.30
Sesi III
Pemakalah ketiga
Prof. Dr. Suratno,
M.Si
(pemakalah 3)
Sri wahyuni, S.Pd.,
M.Pd (moderator)
5 12.30 –
13.30
Ishoma
ix
6 13.30 –
16.00
Sesi III
Sidang Paralel
Panitia, Pemakalah
dan Peserta
Gedung 3
FKIP UNEJ 7 16.00 –
16.30
Penutupan dan Pembagian
Sertifikat Panitia
x
JADWAL SIDANG PARALEL
Nama Pemateri Judul Makalah Keterangan
Baso Amri
Mursyid
Implementasi Lesson Study pada
Pembelajaran Mipa di SMA untuk
Menunjang Revitalisasi Pendidikan Karakter
dan Perolehan Nilai Ujian Nasional
Ruang
PPG 1 Gedung 3
FKIP UNEJ
Waktu
13.30 – 16.00
Penanggung
Jawab
Abi Suwito
Enny Sudarwaty Sosialisasi dan Implementasi Kurikulum 13
Berbasis Lesson Study pada Guru dan Calon
Guru di SMK Negeri 13 Malang
Abi Suwito Lesson Study: Perbaikan Pembelajaran pada
Materi Frekuensi Relatif Ke Peluang
dengan Menggunakan Model STAD-
Penemuan Terbimbing
Iftitachiatur Rusda Peningkatan Keaktifan Siswa dalam
Pembelajaran Sistem Indera Manusia dengan
Strategi Picture and Picture Modification
melalui Lesson Study
Pujiastuti Respons Mahasiswa Pada Lesson Study
Mata Kuliah Struktur Perkembangan
Tumbuhan Ii Di Program Study Pendidikan
Biologi Fkip Universitas Jember Semester
Gasal Tahun Ajaran 2013/2014
Agustiningsih Peningkatan Kemampuan Mahasiswa dalam
Pengelolaan Pembelajaran bagi Mahasiswa
Program Studi PGSD Di SDN Ajung 01
Jember Melalui PPL Berbasis Lesson Study
Anggriani Implementasi Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA dengan Lesson Study (LS)
Ruang
PPG 2
Gedung 3 FKIP
UNEJ
Waktu
13.30-16.00
Penanggung
Jawab
Rayendra W
Umroatul Inayah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
STAD (Students Teams Achievement
Division) untuk Meningkatkan Interaksi
Siswa dan Pemahaman Konsep Sistem Saraf
Melalui Lesson Study
Heny Yudyastuti Media Percobaan Fotosintesis 4R dalam
Pembelajaran Biologi melalui Kegiatan
Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember
xi
Komang Gde
Suastika
Implemenasi Model Peningkatan
Kompetensi Guru Sains SMA melalui
Bimbingan Teknis Terintegerasi Berbasis
Lesson Study di Kota Palangka Raya
Rayendra Wahyu
Bachtiar
Peran Lesson Study dalam Peningkatan
Keterampilan Proses Sains Mahasiswa pada
Perkuliahan Astronomi
Susanto Lesson Study dalam Perkuliahan Geometri
dengan Think Aload untuk Mengidentifikasi
Kesalahan Mahasiswa dalam Membuktikan
Teorema-Teorema Tentang Kesebangunan
Sri moerniah Peningkatan Hasil Belajar Konsep Asam,
Basa, Garam dengan Metode Eksperimen
pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 9
Jember melalui Lesson Study
Ruang
PPG3
Gedung 3
FKIP UNEJ
Waktu 13.30-
16.00
Penanggung
Jawab
Pramudya
Ika Lia Novenda Efektivitas Pelaksanaan PPL berbasis LS
pada mata kuliah Strategi belajar mengajar
Tutuk Mudjiastuti Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD (Student Team Achievement Division)
Terintegrasi Lesson Study Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika
Pada Siswa Kelas IX F Semester Ganjil
Tahun Ajaran 2013/2014
Kamalia Fikri Upaya Peningkatan Kualitas Komunitas
Belajar Mahasiswa Melalui Kegiatan Lesson
Study
Nafilah Sonya Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Pada
Materi Sistem Koordinasi dengan Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif Group
Investigation (GI) Melalui Lesson Study
Kukuh Munandar Model Transformasi Pedagogik pada Konten
Mikrobiologi:
Suatu Model Hipotetik Untuk Memperbaiki
Lesson Study
Iis Nur Asyiah Implementasi Lesson Study dalam Mata
Kuliah Fisiologi Tumbuhan Prodi Ruang
PPG 4
xii
Pendidikan Biologi FKIP Universitas
Jember
Waktu
13.30 -16.00
Penanggung
Jawab
M.Iqbal Anis Mubashiroh Penerapan Model Pembelajaran STAD
melalui Lesson Study Guna Meningkatkan
Pemahaman Konsep dan Retensi Siswa pada
Pokok Bahasan Sistem Indera di Smp Negeri
2 Wuluhan
Mei Sudarti 2013. Peningkatan Hasil Belajar Biologi
melalui Rangkuman Bertabel pada Siswa
Kelas VIII A SMP Negeri 1 Jember Tahun
Pelajaran 2013/2014
Mochammad Iqbal Respons Mahasiswa terhadap Praktik
Pengalaman Lapangan Berbasis Lesson
Study di SMP Negeri 9 Wuluhan Jember
Tri Asih Penerapan CIRC dipadu PBL berbasis
Lesson Study untuk Meningkatkan
Kemampuan Memecahkan Masalah dan
Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa
Universitas Negeri Malang Matakuliah
Strategi Belajar Mengajar Tahun Akademik
2013/ 2014
Maryani Analisis Keterampilan Bereksperimen
Mahasiswa Calon Guru Fisika Melalui
Lesson Study
Bevo Wahono Pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan
Berbasis Lesson Study pada Perkuliahan
Metodologi Penelitian sebagai Sarana
Peningkatan Profesionalitas Dosen Pemula
Ruang
PPG 5
Waktu
13.30 – 16.00
Penanggung
Jawab
Bevo W
Margy Eldyanti Implementasi Model Pembelajaran
Kooperatif Jigsaw dalam meningkatkan
Interaksi Siswa dan Pemahaman Konsep
Bagian-bagian Alat Indera serta Fungsinya
Melalui Lesson Study
Nur Ida
Wahyningsih
Penggunaan ‘EKSTEKI’ Dikombinasikan
dengan Power Point untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Peserta Didik pada Materi
Sistem Ekskresi pada Manusia di Kelas IX-
xiii
D SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran
2013/2014
Dinawati
Trapsilasiwi
Penggunaan Lembar Kerja Mahasiswa
(LKM) Berbasis Lesson Study Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa
Pada Mata Kuliah Analisis Real
Sulifah Apriliani Penyiapan Calon Guru Biologi yang
Profesional melalui Penerapan Lesson Study
dalam Matakuliah Micro Teaching di
Program Studi Pendidikan Biologi FKIP
Universitas Jember
Sri Wahyuni Pengembangan Penilaian Kinerja untuk
Meningkatkan Kualitas Penilaian Praktikum
Elektronika Dasar i pada Prodi Pendidikan
Fisika FKIP Universitas Jember
Singgih Bektiarso Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa pada
Mata Kuliah Fisika Bumi Antariksa dengan
Menggunakan Model Direct Instruction
Melalui Setting Lesson Study
xiv
Daftar Makalah Seminar nasional Lesson Study
Model Transformasi Pedagogik pada Konten Mikrobiologi: Suatu Model Hipotetik
Untuk Memperbaiki Lesson Study (Kukuh Munandar) ....................................... 60
Pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan Berbasis Lesson Study pada Perkuliahan
Metodologi Penelitian sebagai Sarana Peningkatan Profesionalitas Dosen Pemula
(Bevo Wahono)........................................................................................................ 70
Implementasi Lesson Study dalam Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan Prodi
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember (Iis Nur Asyiah) ............................. 81
Penerapan CIRC dipadu PBL berbasis Lesson Study untuk Meningkatkan
Kemampuan Memecahkan Masalah dan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa
Universitas Negeri Malang Matakuliah Strategi Belajar Mengajar Tahun Akademik
2013/ 2014 (Tri Asih) ............................................................................................. 90
Lesson Study dalam Perkuliahan Geometri dengan Think Aload untuk
Mengidentifikasi Kesalahan Mahasiswa dalam Membuktikan Teorema-Teorema
Tentang Kesebangunan (Susanto) .......................................................................... 99
Penggunaan ‘EKSTEKI’ Dikombinasikan dengan Power Point untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Peserta Didik pada Materi Sistem Ekskresi pada Manusia di Kelas IX-
D SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran 2013/2014 (Nur Ida Wahyningsih) . 109
Implemenasi Model Peningkatan Kompetensi Guru Sains SMA melalui Bimbingan
Teknis Terintegerasi Berbasis Lesson Study di Kota Palangka Raya (Komang Gde
Suastika) ................................................................................................................ 122
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Students Teams Achievement
Division) untuk Meningkatkan Interaksi Siswa dan Pemahaman Konsep Sistem
Saraf Melalui Lesson Study (Umroatul Inayah) ................................................. 133
Perbaikan Pembelajaran Pengembangan dan Telaah Kurikulum Sekolah
Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Divisions
(STAD) Berbasis pada Lesson Study (Jekti Prihatin) .......................................... 145
Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw dalam meningkatkan Interaksi
Siswa dan Pemahaman Konsep Bagian-bagian Alat Indera serta Fungsinya Melalui
Lesson Study (Margy Eldyanti) ........................................................................... 156
Media Percobaan Fotosintesis 4R dalam Pembelajaran Biologi melalui Kegiatan
Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember (Heny Yudyastuti).................................. 167
xv
Peningkatan Hasil Belajar Biologi melalui Rangkuman Bertabel pada Siswa Kelas
VIII A SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran 2013/2014 (Mei Sudarti) ........... 178
Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement
Division) Terintegrasi Lesson Study Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika
Pada Siswa Kelas IX F Semester Ganjil Tahun Ajaran 2013/2014 (Tutuk
Mudjiastuti) .......................................................................................................... 199
Implementasi Lesson Study pada Pembelajaran Mipa di SMA untuk Menunjang
Revitalisasi Pendidikan Karakter dan Perolehan Nilai Ujian Nasional (Baso Amri
Mursyid ................................................................................................................. 211
Peningkatan Kemampuan Mahasiswa dalam Pengelolaan Pembelajaran bagi
Mahasiswa Program Studi PGSD Di SDN Ajung 01 Jember Melalui PPL Berbasis
Lesson Study (Agustiningsih) ............................................................................... 225
Penerapan Model Pembelajaran STAD melalui Lesson Study Guna Meningkatkan
Pemahaman Konsep dan Retensi Siswa pada Pokok Bahasan Sistem Indera di SMP
Negeri 2 Wuluhan (Anis Mubashiroh) ................................................................. 242
Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Pada Materi Sistem Koordinasi dengan
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI) Melalui Lesson
Study (Nafilah Sonya) ........................................................................................... 252
Upaya Peningkatan Kualitas Komunitas Belajar Mahasiswa Melalui Kegiatan
Lesson Study (Kamalia Fikri) ............................................................................... 261
Respons Mahasiswa terhadap Praktik Pengalaman Lapangan Berbasis Lesson Study
di SMP Negeri 9 Wuluhan Jember (Mochammad Iqbal) ................................... 268
Respons Mahasiswa Pada Lesson Study Mata Kuliah Struktur Perkembangan
Tumbuhan Ii Di Program Study Pendidikan Biologi Fkip Universitas Jember
Semester Gasal Tahun Ajaran 2013/2014 (Pujiastuti) ........................................ 276
Penggunaan Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) Berbasis Lesson Study untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa pada Mata Kuliah Analisis Real (Dian
Kurniati) ............................................................................................................... 287
1
MAKALAH UTAMA
2
Peran Lesson Study dalam Implementasi Kurikulum 20131
Herawati Susilo2
Lesson Study dapat dimanfaatkan dalam implementasi Kurikulum 2013 sebagai sarana untuk
memodelkan kepada siswa mengenai bagaimana mengembangkan karakter guru dalam
belajar membelajarkan siswa, juga dalam mengembangkan kecakapan hidup abad 21 yaitu
berpikir (kritis dan tingkat tinggi, untuk memecahkan masalah, kreatif, dan metakognitif),
bertindak (berkomunikasi dan berkolaborasi, menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi, fleksibel dan berinisiatif) dan menjalani kehidupan (memiliki pemahaman
global, menjadi warganegara yang baik, memiliki kepemimpinan dan tanggungjawab, dan
siap mengembangkan profesi berkelanjutan). Banyak isu dalam implementasi Kurikulum
2013 yang dapat diperjelas dan diklarifikasi menggunakan Lesson Study, antara lain
bagaimana membelajarkan siswa dengan menggunakan pendekatan saintifik, terutama
melalui pembelajaran kooperatif, inkuiri atau diskoveri, problem-based learning, dan
project-based learning serta bagaimana melaksanakan asesmen autentik dalam pembelajaran.
Lesson Study diyakini dapat meningkatkan keprofesionalan guru dalam implementasi
Kurikulum 2013 apabila dilaksanakan secara benar dan konsisten. Guru yang melaksanakan
Lesson Study secara berkelanjutan akan berkembang menjadi pribadi yang memiliki
komitmen tinggi terhadap kemaslahatan siswanya. Komitmen ini membentuk karakter guru
untuk memberikan layanan terbaik kepada siswa dengan memberikan hak setiap siswa untuk
belajar. Keteladanan guru yang mau terus belajar mengenai bagaimana membelajarkan
siswanya menciptakan situasi yang kondusif bagi siswa untuk meneladani gurunya mengenai
bagaimana belajar dan mengembangkan karakternya sendiri. Siswa yang terus menerus
belajar dan mengembangkan karakter yang baik akan memiliki kemungkinan yang lebih besar
untuk mencapai kompetensi seperti yang dipersyaratkan dalam Standar Kompetensi Lulusan
(SKL). Kurikulum 2013 menyajikan kriteria minimum untuk diimplementasikan oleh guru,
melalui Lesson Study sekelompok guru diharapkan dapat mengembangkan proses
pembelajaran jauh di atas kriteria minimal yang dituntut dalam Kurikulum 2013.
Kata-kata kunci: Lesson Study, Implementasi Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 sudah dicanangkan dan diharapkan dapat diimplementasikan secara
bertahap di seluruh sekolah di Indonesia pada waktunya. Dalam sambutan pencanangan
Kurikulum 2013, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh (2013)
menegaskan bahwa Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari kurikulum
sebelumnya untuk merespon berbagai tantangan internal dan eksternal. Titik tekan
pengembangan Kurikulum 2013 adalah penyempurnaan pola pikir, penguatan tata kelola
kurikulum, pendalaman dan perluasan materi, penguatan proses pembelajaran, dan
penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan
dengan apa yang dihasilkan. Pengembangan kurikulum menjadi amat penting sejalan
dengan kontinuitas kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni budaya serta
perubahan masyarakat pada tataran lokal, nasional, regional, dan global di masa depan.
Aneka kemajuan dan perubahan itu melahirkan tantangan internal dan eksternal yang di
1 Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Lesson Study di Universitas Negeri Jember, 16 Desember
2013. 2 Prof. Dra. Herawati Susilo, M. Sc., Ph. D adalah gurujurusan Biologi di FMIPA dan Pascasarjana UM,
alamat email [email protected] HP 08123271741
3
bidang pendidikan. Karena itu, implementasi Kurikulum 2013 merupakan langkah
strategis dalam menghadapi globalisasi dan tuntutan masyarakat Indonesia masa depan.
Menurut Nuh (2013) pengembangan Kurikulum 2013 dilaksanakan atas dasar beberapa
prinsip utama. Pertama, standar kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan. Kedua,
standar isi diturunkan dari standar kompetensi lulusan melalui kompetensi inti yang bebas
mata pelajaran. Ketiga, semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa. Keempat, mata pelajaran diturunkan dari
kompetensi yang ingin dicapai. Kelima, semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti.
Keenam, keselarasan tuntutan kompetensi lulusan, isi, proses pembelajaran, dan
penilaian. Aplikasi yang taat asas dari prinsip-prinsip ini menjadi sangat esensial dalam
mewujudkan keberhasilan implementasi Kurikulum 2013.
Agar prinsip-prinsip di atas diaplikasikan secara taat asas, pemerintah melalui Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan
Mutu Pendidikan (BPSDMPK dan PMP) telah berupaya keras mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan di dalam implementasi Kurikulum 2013, yaitu antara lain dengan
mengembangkan modul implementasi Kurikulum 2013 yang berisi materi pelatihan bagi
guru setiap jenjang pendidikan, dan pelatihan bagi pengawas SD/SMP/SMA/SMK,
kepala sekolah SD/SMP/SMA/SMK, dan guru SD/SMP/SMA/SMK (Kemendikbud,
2013). Pelatihan dilaksanakan secara bertahap untuk kelas dan mata pelajaran tertentu
hingga untuk seluruh kelas dan seluruh mata pelajaran.
Meskipun belum mendapat giliran untuk mengikuti pelatihan implementasi Kurikulum
2013, guru diharapkan belajar terus menerus (belajar sepanjang hayat) untuk mencari pola
terbaik bagaimana membelajarkan siswa agar memiliki kompetensi yang diperlukan
untuk hidup di masa depan. Perubahan kurikulum harus memberikan dampak pada
perubahan pemanfaatan materi ajar, tidak hanya terbatas pada pergantian nama
pendekatan yang digunakan, melainkan menjadikannya sarana untuk pembentukan
kompetensi yang diharapkan.
Menurut Rhenald Khasali (2013) guru perlu memiliki perubahan mind-set dalam
menyikapi perubahan kurikulum, yaitu menunjukkan sikap menerima secara terbuka
terhadap perubahan Kurikulum dalam rangka menghadapi tantangan Indonesia dalam
Abad ke-21, menunjukkan sikap menghargai perubahan kurikulum, serta merespon
secara positif terhadap cara baru dalam belajar dan membelajarkan siswa yaitu tidak
memilih berpikir berbasis kendala (Constraint-Based Thinking) melainkan berpikir
berbasis kesempatan (Opportunity Based). Dalam hal implementasi Kurikulum 2013 ini
guru memiliki kesempatan untuk belajar mengenai bagaimana membelajarkan siswa agar
menguasai kecakapan hidup abad 21 sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
yang telah ditetapkan.
4
Berbekal pemikiran positif bahwa Kurikulum 2013 dirancang dan dikembangkan untuk
mempersiapkan siswa menghadapi kehidupan abad 21 dan bahwa pada waktunya guru
perlu mengembangkan kecakapan hidup abad 21 pada diri siswanya (yang tercantum
secara eksplisit di dalam Standar Kompetensi Lulusan atau SKL untuk setiap jenjang
pendidikan), maka guru terlebih dahulu perlu membekali diri dengan kecakapan hidup
abad 21 yang diperlukan untuk implementasi Kurikulum 2013. Sarana yang dianggap
tepat untuk memperoleh “bekal” dalam mengembangkan kecakapan hidup tersebut
adalah Lesson Study. Dalam makalah ini akan diuraikan mengenai kecakapan hidup abad
21 yang diperlukan guru untuk implementasi Kurikulum 2013, mengapa Lesson Study
dapat Membantu Guru dalam rangka Implementasi Kurikulum 2013, bagaimana guru
dapat mengembangkan Kecakapan hidup abad 21 melalui Lesson Study, dan apa saja isu-
isu kritis dalam implementasi Kurikulum 2013 yang dapat dijadikan fokus masalah oleh
guru dalam melaksanakan Lesson Study.
Apa Kecakapan Hidup abad 21 yang Diperlukan Guru dalam Implementasi Kurikulum
2013?
Secara ringkas, kecakapan hidup abad 21 yang diperlukan guru dalam implementasi
Kurikulum 2013 adalah tanggap terhadap perubahan dan tuntutan jaman, dengan cara:
1. menjadi teladan dari pebelajar sepanjang hayat;
2. menjadi teladan dalam mengembangkan diri sebagai “guru abad 21” yang
mengetahui apa, mengapa, dan bagaimana membelajarkan dirinya sendiri dan
siswanya mengenai “kecakapan hidup abad 21”
3. melaksanakan dan meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah melalui
Kegiatan Lesson Study untuk “Menjadikan Diri Berpunya”.
Guru harus menjadikan diri “berpunya” karena orang hanya bisa “memberikan sesuatu
yang dia punya”, dan agar dapat “memberi banyak”, harus “punya banyak”, termasuk
punya ILMU, WAWASAN, KETELADANAN DALAM BERSIKAP DAN
BERPERILAKU, serta KETERAMPILAN.
Greenstein (2012) melakukan sintesis dari hasil pengembangan oleh individual atau
kelompok “visioner” mengenai kecakapan hidup abad 21 yang diringkasnya menjadi 3
kecakapan yaitu THINKING (Kecakapan Berpikir); ACTING (Kecakapan Bertindak);
dan LIVING (Kecakapan Menjalani Kehidupan). Yang termasuk ke dalam kecakapan
berpikir adalah Berpikir Kritis dan Berpikir Tingkat Tinggi (HOT); Berpikir untuk
Memecahkan Masalah (Problem Solving); Berpikir Kreatif; dan Metakognisi. Yang
termasuk ke dalam kecakapan bertindak adalah Berkomunikasi dan Berkolaborasi;
Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi; Bertindak Fleksibel dan Penuh
Inisiatif. Yang termasuk kecakapan menjalani kehidupan adalah Memiliki Pemahaman
Global; Tahu Bagaimana Menjadi Warga Negara yang Baik; Memiliki Tanggung Jawab
5
dan Jiwa Kepemimpinan; dan Siap untuk Melanjutkan Studi atau Mengembangkan Karier
di Dunia Kerja
Beberapa contoh Kecakapan Hidup abad 21 yang Diperlukan Guru dalam
Implementasi Kurikulum 2013 dapat diringkas dalam Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Beberapa Contoh Kecakapan Hidup Abad 21 yang Diperlukan Guru
dalamImplementasi Kurikulum 2013 (Greenstein, 2012: 24-33).
Kecakapan
Hidup Abad
21
Komponen
Kecakapan
Hidup Abad 21
Contoh Kecakapan Hidup yang Diperlukan
Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013
Berpikir Berpikir Kritis Menggunakan/menerapkan (informasi, pengalaman) yang lalu untuk masa
sekarang/yang akan datang
Mencari dan menggunakan informasi dan data
untuk memperkuat kesimpulan dan analisis
Secara obyektif mereviu bukti dan data untuk mendukung pernyataan
Menyarankan pilihan
Melakukan evaluasi terhadap keputusan,
eksperimen, argumen, produk
Melakukan analisis terhadap masalah, argumen, hubungan sebab akibat
Mencari dan menemukan pola dan keterkaitan antar unsur-unsur tertentu
Berpikir untuk
Memecahkan
Masalah
Mengidentifikasi dan menerapkan langkah-langkah dalam proses pemecahan masalah
Mendeskripsikan masalah den jelas dan menunjukkan bukti-bukti pendukungnya
Mengumpulkan informasi yang diperlukan yang
relevan dengan masalah
Memunculkan berbagai alternatif pemecahan masalah
Mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah dan kemungkinannya untuk
memecahkan masalah tertentu
Dengan penuh pertimbangan memilih salah satu cara pemecahan masalah untuk masalah yang
dihadapi
Mengevaluasi hasil pemecahan masalahnya, dan
menyesuaikan diri dengan situasi yang baru
Berpikir
Kreatif
Memiliki rasa keingintahuan yang besar
Menunjukkan pengetahuan mengenai proses kreatif
6
Menggunakan berbagai tipe teknik kreatif
termasuk kelancaran (fluency), elaborasi, dan
keaslian (originality)
Menciptakan ide dan produk yang asli, baru, dan unik
Menghasilkan sejumlah ide baru yang baru dan tidak biasa
Berpikir secara divergen dan konvergen
Terbuka terdap berbagai ide, dan menggunakannya dalam proses yang kreatif
Secara terus menerus mengembangkan kreativitasnya melalui proses reflektif
Bekerja sama dengan orang lain untuk
mengembangkan, mengimplementasikan, dan
mengkomunikasikan ide baru
Metakognitif Merefleksikan hasil pemikirannya
Memantau hasil pemikirannya
Bersifat fleksibel dalam berpikir
Mengenali adanya perbedaan gaya belajar siswa
Mengenali kekuatan dan gaya belajarnya sendiri
Mengetahui pengaruh perasaan terhadap cara berpikir dan berperilaku
Mempertimbangkan pengaruh suatu pilihan dan tindakan terhadap orang lain
Bertindak Berkomunikasi Mendefinisikan berbagai cara komunikasi verbal (percakapan, diskusi, debat)
Mengidentifikasi berbagai macam cara berkomunikasi tertulis (formal, informal, ilmiah)
Menerapkan berbagai bentuk keterampilan
berkomunikasi dalam berbagai konteks
Membaca, mengamati, dan mendengarkan berbagai sumber
Memahami berbagai aturan penulisan
Membaca dan memahami berbagai macam bacaan
Menghasilkan komunikasi yang efektif melalui
berbagai media dan teknologi
Berkolaborasi Bekerja sama dengan orang lain secara produktif
Berpartisipasi dan memberikan kontribusi secara aktif
Di dalam kelompok dapat menyeimbangkan diri sebagai pendengar dan pembicara, pemimpin dan
pengikut
Menunjukkan kefleksibelan dan kompromi
7
Dapat bekerja sama dengan baik dengan berbagai
macam orang
Menghargai ide orang lain
Literat Digital Dapat mengakses informasi dari berbagai sumber
Secara efektif dan efisien memilih informasi
Mencari, memilih, dan mengumpulkan informasi untuk berbagai keperluan
Menentukan manakah infomasi yang diperlukan
untuk tan tertentu
Literat
Teknologi
Memahami fungsi utama komputer
Menggunakan berbagai macam software, program, dan aplikasi electronik
Menciptakan berbagai produk media menggunakan teknologi tertentu yang dipilih
dengan tepat
Menggunakan teknologi untk berkomunikasi dan membentuk jejaring dengan orang lain
Menggunakan teknologi untukmenciptakan dan
rinovasi dalam berbagai konteks
Fleksibel dan
memiliki daya
adaptif
Menyesuaikan dengan perubahan dalam tugas,
dalam tanggung jawab, jadwal, dan lokasi
Membuat perubahan yang diperlukan dalam merespon masukan dan bukti
Mengakomodasi an menyesuaikan terhadap situasi dan setting yang berubah
Memodifikasi pemikiran, sikap, dan tingkah laku sebagai respon terhadap informasi baru
Bernegosiasi untuk mencari kesimpulan dan
pemecahan masalah yang dapat diterima
Mempertimbangkan adanya bias personal dalam belajar dan bertindak
Menerima dan bersikap terhadap pujian dan kritik
Berkomitmen untuk terus menerus berubah dan
bertumbuh
Berinisiatif dan
Mandiri
Dapat menerapkan prioritas
Merancang secara strategis dan sengaja
Menetapkan tujuan dan mengambil langkah aktif untuk mencapai tujuan
Bekerja secara mandiri untuk menyelesaikan tugas
Memahami bahwa kerja keras dan ketekunan
menghasilkan sukses
Mengembangkan citra diri positif melalui penggunaan strategi dan tindakan terpilih
8
Menunjukkan pengelolaan diri yang efektif
Secara realistis menghadapi rintangan dan berupaya mengatasinya
Belajar dari pengalaman untuk membangun kesuksesan masa depan
Menjalankan
Kehidupan
Kewajiban
sebagai warga
negara
Bersedia berpartisipasi dalam proses demokrasi
Bekerja untuk meningkatkan kualitas hidup untuk semua individu
Paham akan implikasi tingkat global dari
keputusan tingkat lokal
Berpartisipasi di dalam kelas dengan menunjukkan diri sebagai warga negara yang
baik
Pemahaman
Global
Paham akan peristiwa-peristiwa, isu-isu, dan tantangan-tantangan global yang sedang terjadi
dan mengemuka
Belajar dari dan bekerja secara kolaboratif dengan orang lain yang berbeda budaya, agama,
dan gaya hidup dengan semangat saling
menghargai dan dialog terbuka dalam konteks
pribadi, kerja, dan masyarakat
Berpartisipasi dan memberi kontribusi terhadap masyarakat global
Menghargai perbedaan dan persamaan antar
budaya
Dapat mengambil perspektif dari orang yang berbeda kultur
Kepemimpinan
dan Tanggung
Jawab
Mengenali peran individu dalam memberikan kontribusi untuk kebaikan bersama
Menggunakan kecakapan interpersonal untuk bekerja dan mengarahkan orang lain dalam
mencapai tujuan
Memberi inspirasi dan membantu orang lain dalam mencapai tujuan bersama
Membuat keputusan yang meningkatkan hasil
kelompok
Bertanggung jawab secara pribadi untuk kesuksesan dan kegagalan
Kesiapan
untuk Studi
Lanjut dan
Karier
Mengembangkan rencana untuk pertumbuhan
personal dan profesional
Menerapkan keterampilan, pengetahuan, kecenderungan, dan kemampuan dalam berperan
secara pribadi dan profesional
Menyeimbangkan antara tujuan dan pengelolaan waktu
9
Mengelola proyek jangka panjang dan jangka
pendek
Menunjukkan komitmen untuk perkembangan penguasaan dan studi lanjut
Berkontribusi melalui produktivitas yang bermakna
Mendukung orang lain agar sukses berproduksi
Bertanggungjawab atas kualitas dan keakuratan produk
Contoh-contoh kecakapan hidup abad 21 yang diberikan di atas sebagai contoh
kecakapan hidup yang diperlukan guru untuk implementasi Kurikulum 2013 itu dapat
juga dianggap sebagai kecakapan hidup yang perlu dikembangkan dalam diri siswa.
Perkembangan informasi yang sangat cepat pada masa sekarang menyebabkan
guru tidak mungkin lagi membelajarkan setiap materi yang perlu dikuasai siswa, terutama
karena siswa dapat mengakses informasi tersebut dengan sangat mudah di ujung jarinya.
Sudah sangat jelas bahwa perlu perubahan dari kurikulum berbasis penguasaan
pengetahuan faktual ke kurikulum yang berbasis pemahaman dan penerapan
pengetahuan. Perubahan ini pada gilirannya juga akan mengubah perubahan dalam
penilaian.
Mengapa Lesson Study dapat Membantu Guru dalam rangka Implementasi Kurikulum
2013?
Lesson study memiliki peran strategis dalam menyiapkan dan membantu guru dalam
rangka implementasi Kurikulum 2013, yaitu sebagai sarana mengembangkan karakter
guru untuk memberikan layanan yang terbaik kepada siswanya. Karakter guru berupa
“pemberian layanan terbaik” kepada siswa itu perlu dikembangkan karena guru hanya
dapat memberikan layanan sesuai dengan yang dia mampu (kita hanya dapat memberikan
yang kita punya). Secara logika, tidak mudah bagi guru untuk belajar membelajarkan
siswanya memperoleh kecakapan hidup abad 21 apabila guru sendiri belum memiliki
kecakapan hidup abad 21 yang akan dibelajarkannya. Guru berada dalam posisi yang
SELALU perlu ditingkatkan keprofesionalannya dalam membelajarkan siswanya,
karena:
1. Guru cenderung membelajarkan siswanya seperti dulu dia dibelajarkan di sekolah
atau di LPTK.
2. Guru di Indonesia tidak diatur untuk “come back to campus” atau ke “LPMP” atau
semacamnya pada periode waktu tertentu sepanjang kariernya untuk “recharge”
pengetahuan dan keterampilan terbaru agar sesuai dengan tuntutan cara
membelajarkan terbaru.
10
3. Guru sering kebingungan apabila menghadapi kurikulum baru karena tidak paham
filosofinya, apalagi pemberian pelatihan implementasi kurikulum baru tertentu
umumnya terbatas dan belum sampai pada tingkat yang diperlukan sebagai
landasan bertindak.
Salah satu sarana untuk meningkatkan keprofesionalan guru dalam membelajarkan
siswanya itu adalah Lesson Study. Lesson study di Indonesia didefinisikan sebagai suatu
model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif
dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas yang saling membantu dalam
belajar untuk membangun komunitas belajar. Lesson Study berasal dari Jepang (dari kata:
jugyokenkyu), yaitu suatu proses sistematik yang digunakan oleh guru-guru Jepang untuk
menguji keefektifan pengajarannya dalam rangka meningkatkan hasil pembelajaran
(Garfield, 2006). Proses sistematik yang dimaksud adalah kerja guru-guru secara
kolaboratif untuk mengembangkan rencana dan perangkat pembelajaran, melakukan
observasi, refleksi dan revisi rencana pembelajaran secara bersiklus dan terus menerus.
Menurut Lewis (2002) ide yang terkandung di dalam Lesson Study sebenarnya singkat
dan sederhana, yakni jika seorang guru ingin meningkatkan pembelajaran, salah satu cara
yang paling jelas adalah melakukan kolaborasi dengan guru lain untuk merancang,
mengamati dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Lesson Study
disarankan agar dapat dijadikan sarana bagi guru untuk saling asah, asih, dan asuh,
dengan asumsi bahwa hasil pemikiran banyak orang akan lebih baik daripada hasil
pemikiran satu orang saja. Seorang guru yang ingin meningkatkan pembelajaran,
sebaiknya melakukan kolaborasi dengan guru lain untuk merancang, mengamati dan
melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan.
Apabila kita cermati definisi Lesson Study, maka kita menemukan 7 kata kunci, yaitu
pembinaan profesi, pengkajian pembelajaran, kolaboratif, berkelanjutan, kolegialitas,
mutual learning, dan komunitas belajar. Lesson Study bertujuan untuk melakukan
pembinaan profesi pendidik secara berkelanjutan agar terjadi peningkatan
keprofesionalan pendidik terus menerus. Bagaimana membinanya, yaitu melalui
pengkajian pembelajaran secara terus menerus dan berkolaborasi. Pengkajian
pembelajaran harus dilakukan secara berkala, misalnya seminggu sekali atau dua minggu
sekali karena membangun komunitas belajar adalah membangun budaya yang
memfasilitasi anggotanya untuk saling belajar, saling koreksi, saling menghargai, saling
membantu, saling menahan ego. Membangun budaya tidak sebentar, memerlukan waktu
lama. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk membangun budaya komunitas belajar
tidak ada batasnya. Berkenaan dengan pembelajaran, tidak ada pembelajaran yang
sempurna, selalu ada celah untuk memperbaikinya, karena itu pembelajaran harus dikaji
secara terus menerus agar lebih baik dan lebih baik lagi. Pengkajian pembelajaran
dimaksudkan untuk mencari solusi terhadap permasalahan pembelajaran agar terjadi
peningkatan mutu pembelajaran. Objek kajian pembelajaran dapat meliputi: materi ajar,
11
metoda/strategi/pendekatan pembelajaran, LKS (Lembar Kerja Siswa), media
pembelajaran, seting kelas, dan asesmen. Mengapa pengkajian pembelajaran dilakukan
secara berkolaborasi? Karena lebih banyak masukan perbaikan akan meningkatkan mutu
pembelajaran itu sendiri. Menurut diri sendiri rasanya persiapan pembelajaran sudah
bagus, tetapi ketika mendapat masukan dari orang lain ternyata masih ada hal-hal yang
bisa meningkatkan mutu persiapan pembelajaran.
Prinsip kolegialitas dan mutual learning (saling belajar) diterapkan dalam berkolaborasi
ketika melaksanakan kegiatan Lesson Study. Dengan kata lain, peserta kegiatan Lesson
Study tidak boleh merasa superior (merasa paling pintar) atau inferior (merasa rendah
diri) tetapi semua peserta kegiatan Lesson Study harus diniatkan untuk saling belajar.
Peserta yang sudah paham atau memiliki ilmu lebih harus mau berbagi dengan peserta
yang belum paham, sebaliknya peserta yang belum paham harus mau bertanya kepada
peserta yang sudah paham. Narasumber dalam forum Lesson Study harus bertindak
sebagai fasilitator, bukan instruktur. Fasilitator harus dapat memotivasi peserta untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya agar para peserta dapat maju bersama.
Siklus pengkajian pembelajaran dilaksanakan dalam tiga tahapan, seperti diperlihatkan
dalam Gambar 1.
Gambar 1. Siklus Pengkajian Pembelajaran dalam Lesson Study
Kalau pelatihan konvensional bersifat top-down, artinya materi pelatihan sudah disiapkan
dan diberikan oleh instruktur, sebaliknya pelatihan melalui Lesson Study bersifat bottom-
12
up karena materi pelatihan berbasis permasalahan yang dihadapi guru, kemudian dikaji
secara kolaboratif dan berkelanjutan. Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu
tahapan pertama adalah Plan (merencanakan), tahapan kedua adalah Do (melaksanakan),
dan tahapan ketiga adalah See (merefleksi) yang berkelanjutan. Dengan kata lain Lesson
Study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir
(continous improvement).
Tahap perencanaan (Plan) bertujuan untuk menghasilkan rancangan pembelajaran yang
diyakini mampu membelajarkan siswa secara efektif serta membangkitkan partisipasi
siswa dalam pembelajaran. Perencanaan ini dilakukan secara kolaboratif oleh beberapa
orang guru yang termasuk dalam suatu kelompok Lesson Study (jumlah bervariasi 3-10
orang). Biasanya ditetapkan dulu siapa guru yang akan menjadi Guru Pengajar (Guru
Model), kemudian guru pengajar menyusun RPPnya. Para guru kemudian bertemu dan
berbagi ide menyempurnakan rancangan pembelajaran yang sudah disusun guru pengajar
untuk menghasilkan cara pengorganisasian bahan ajar, proses pembelajaran, maupun
penyiapan alat bantu pembelajaran yang dianggap paling baik. Semua komponen yang
tertuang dalam rancangan pembelajaran ini kemudian disimulasikan sebelum
dilaksanakan dalam kelas. Pada tahap ini juga ditetapkan prosedur pengamatan dan
instrumen yang diperlukan dalam pengamatan.
Tahap pelaksanaan (Do) dimaksudkan untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang
telah direncanakan. Salah satu anggota kelompok berperan sebagai guru model dan
anggota kelompok lainnya mengamati. Fokus pengamatan diarahkan pada kegiatan
belajar siswa dengan berpedoman pada prosedur dan instrumen yang telah disepakati
pada tahap perencanaan, bukan pada penampilan guru yang sedang bertugas mengajar.
Selama pembelajaran berlangsung, para pengamat tidak diperkenankan mengganggu
proses pembelajaran walaupun mereka boleh merekamnya dengan kamera video atau
kamera digital. Tujuan utama kehadiran pengamat adalah belajar dari pembelajaran yang
sedang berlangsung.
Tahap pengamatan dan refleksi (See) dimaksudkan untuk menemukan kelebihan dan
kekurangan pelaksanaan pembelajaran. Guru yang bertugas sebagai pengajar mengawali
diskusi dengan menyampaikan kesan dan pemikirannya mengenai pelaksanaan
pembelajaran. Kesempatan berikutnya diberikan kepada guru yang bertugas sebagai
pengamat. Selanjutnya pengamat dari luar juga mengemukakan apa Lesson Learned
yang dapat diperoleh dari pembelajaran yang baru berlangsung. Kritik dan saran
disampaikan secara bijak tanpa merendahkan atau menyakiti hati guru yang
membelajarkan, semuanya demi perbaikan praktik ke depan. Berdasarkan semua
masukan dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya yang lebih baik.
13
Bagaimana Guru dapat Mengembangkan Kecakapan Hidup Abad 21 melalui
Lesson Study?
Lesson Study dapat menjadi salah satu sarana dalam membangun pembelajaran di
sekolah. Berikut diuraikan beberapa alasan bagaimana guru dapat mengembangkan
Kecakapan hidup abad 21 melalui Lesson Study yang dikemukakan berdasarkan beberapa
keunggulan Lesson Study.
1. Lesson Study merupakan cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Menurut Lewis dan Iverson (2002), Lesson Study memiliki peran yang cukup besar dalam
melakukan perubahan secara sistemik. Di Jepang Lesson Study tidak hanya memberikan
sumbangan terhadap pengetahuan keprofesionalan guru, tetapi juga terhadap peningkatan
sistem pendidikan yang lebih luas. Lewis menguraikan bagaimana hal tersebut dapat
terjadi dengan membahas lima jalur yang dapat ditempuh Lesson Study, yaitu (1)
membawa tujuan standar pendidikan ke alam nyata di dalam kelas, (2) menggalakkan
perbaikan dengan dasar data, (3) mentargetkan pencapaian berbagai kualitas siswa yang
mempengaruhi kegiatan belajar, (4) menciptakan tuntutan mendasar perlunya peningkatan
pembelajaran, dan (5) menjunjung tinggi nilai pendidik (Lewis, 2002).
Melalui Lesson Study guru secara kolaboratif berupaya menerjemahkan tujuan dan standar
pendidikan ke alam nyata di dalam kelas (berpikir kreatif). Mereka berupaya merancang
suatu skenario pembelajaran yang memperhatikan kompetensi dasar dan pengembangan
kebiasaan berpikir ilmiah dengan membantu siswa agar mengalami sendiri, misalnya
pentingnya mengendalikan variabel dan juga memperoleh pengetahuan tertentu yang
terkait materi pokok yang dibelajarkan. Setelah itu rancangan pembelajaran itu
dilaksanakan, diamati, didiskusikan, dan direvisi, dan kalau perlu dilaksanakan lagi.
Lesson Study melakukan perbaikan dengan dasar data, dan data ini tidak seperti
yang selama ini terbatas pada hasil tes tulis yang hanya mengukur kinerja akademik yang
sempit. Sebaliknya, di dalam mengkaji pembelajaran dalam Lesson Study, para guru
secara cermat mengamati siswa dan mengumpulkan data tentang (1) bagaimana
pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai topik tersebut dapat berubah sepanjang
proses pembelajaran? (2) apakah siswa benar-benar tertarik pada topik ini, atau apakah
mereka belajar dengan terpaksa? (3) apakah siswa memiliki kualitas individu mendasar
yang diperlukan untuk belajar? Misalnya, apakah mereka disiplin, bertanggung jawab dan
mampu mendengarkan dan memberi jawaban atau komentar terhadap gagasan teman
mereka satu sama lain? Jadi di dalam Lesson Study guru belajar berpikir kreatif dan kritis,
tidak hanya mengurus kegiatan belajar akademis saja, tetapi juga memperhatikan motivasi
belajar dan iklim sosial, yaitu faktor-faktor yang mungkin turut berkontribusi terhadap
kesuksesan akademis siswa dalam jangka panjang.
14
Lesson Study mentargetkan pencapaian berbagai kualitas siswa yang mempengaruhi
kegiatan belajar yang disebut kecerdasan berpikir dan bersikap (the habits of mind and
heart that are fundamental to success in school). Kecerdasan berpikir dan bersikap yang
dikembangkan berupa antara lain: ketekunan (persistence), kerjasama (cooperation),
tanggungjawab (responsibility), dan kemauan untuk bekerja keras (willingness to
work hard). Mengacu pada kecakapan hidup abad 21 di atas, melalui Lesson Study juga
dapat ditargetkan pencapaian berbagai kecakapan berpikir, bertindak, dan menjalani
kehidupan yang diperlukan untuk hidup di abad 21. Agar dapat mengembangkan hal
tersebut, guru perlu bekerjasama sebagai suatu tim untuk memberikan lingkungan belajar
yang koheren dan konsisten. (menurut istilah di atas menumbuhkan budaya belajar,
bertindak kolaboratif dan komunikatif).
Lesson Study juga menciptakan tuntutan mendasar perlunya peningkatan mutu proses
pembelajaran. Seorang guru yang mengamati pelaksanaan pembelajaran yang diteliti
(research lesson) akan mengadopsi pembelajaran sejenis setelah mengamati respons
siswa yang tertarik dan termotivasi untuk belajar dengan cara seperti yang diamati.
Melalui pengamatan langsung terhadap pembelajaran yang diteliti (research lesson)
maupun laporan tertulis, video, ataupun berbagi pengalaman dengan kolega, telah tersebar
luas berbagai rancangan pembelajaran yang telah dikembangkan melalui Lesson Study
yang meliputi berbagai topik. Semuanya itu dimulai di tingkat lokal, dikelola secara lokal,
dan akan menyebar menjadi reformasi dalam sistem pendidikan yang lebih luas (menjalani
kehidupan sebagai warga negara yang baik).
Selanjutnya, Lesson Study juga menjunjung tinggi nilai pendidik, karena Lesson
Study mengenali pentingnya dan sulitnya membelajarkan siswa, yaitu secara nyata
menerjemahkan standar pendidikan, kerangka dasar pendidikan dan “praktik
pembelajaran” terbaik (kurikulum) ke kelas. Lesson Study menggunakan waktu dan
sumber daya guru untuk merancang, mengkaji dan memperbaiki apa yang secara nyata
terjadi di kelas. Lesson Study merupakan suatu sistem penelitian dan pengembangan di
mana guru-guru mengembangkan teori dan praktik melalui kajian cermat terhadap
“praktik terbaik” dalam kelas yang terus diuji dan dikembangkan.
2. Lesson Study akan menghasilkan guru yang profesional dan inovatif (berpikir
kritis, kreatif, dan metakognitif).
Dengan melakukan Lesson Study, pendidik (dosen dan guru) akan:
a. Lebih peduli akan hak siswa untuk belajar dengan sebaik-baiknya
b. Berpikir mengenai bagaimana melaksanakan pembelajaran dengan sebaik-baiknya
c. Lebih serius membuat Satuan Acara Perkuliahan (SAP) atau Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), sehingga rencana pembelajaran juga akan lebih baik karena
hasil pemikiran seorang guru akan diberi masukan oleh teman-teman guru lainnya
untuk memperbaiki/meningkatkan kualitas rencana pembelajaran.
15
d. Secara bersama-sama memilih dan menerapkan berbagai strategi/metode
pembelajaran atau materi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, atau
permasalahan pembelajaran yang dihadapi (berpikir untuk pemecahan masalah)
e. Membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang dituliskan untuk suatu materi
pokok (yang di dalam kurikulum kita sekarang berarti siswa dibantu untuk
menguasai kompetensi dasar yang diharapkan).
f. Membantu siswa belajar mengembangkan kebiasaan berpikir ilmiah, atau belajar
mengembangkan salah satu kecakapan hidup.
g. Melakukan perbaikan dengan dasar data, yaitu dalam mengkaji pembelajaran dalam
Lesson Study, guru secara cermat mengamati siswa dan mengumpulkan data untuk
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti berikut.
1) Bagaimana pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai topik tersebut dapat
berubah sepanjang proses pembelajaran?
2) Apakah siswa benar-benar tertarik pada topik ini, atau apakah mereka belajar
dengan terpaksa?
3) Apakah siswa memiliki kualitas individu mendasar yang diperlukan untuk
belajar? Misalnya, apakah mereka tertib, bertanggung jawab dan mampu
mendengarkan dan memberi jawaban atau komentar terhadap ide teman mereka
satu sama lain?
h. Memperhatikan motivasi dan iklim sosial, yaitu faktor-faktor yang mungkin turut
berkontribusi terhadap kesuksesan akademis siswa dalam jangka panjang.
i. Memperoleh masukan yang langsung dapat diterima, sesuai dengan kondisi siswa
saat itu, dan berdasarkan observasi terhadap keadaan nyata pembelajaran. Masukan
yang berasal dari mitra guru itu sangat berharga sebagai pertimbangan dalam
memperbaiki pembelajaran berikutnya.
j. Memberikan lingkungan belajar (menurut istilah kita menumbuhkan budaya belajar)
yang koheren dan konsisten.
k. Mengadopsi pembelajaran sejenis di kelasnya sendiri setelah mengamati respons
siswa yang tertarik dan termotivasi untuk belajar dengan cara seperti yang
dilaksanakan.
l. Mengembangkan keprofesionalannya, karena Lesson Study memungkinkan guru
untuk (1) memikirkan dengan cermat mengenai tujuan pembelajaran, materi pokok,
dan proses pembelajarannya, (2) mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang
terbaik yang dapat dikembangkan, (3) mengembangkan pengetahuan mengenai
materi pokok yang diajarkan, (4) memikirkan secara mendalam tujuan jangka
panjang (kecakapan hidup abad 21) yang akan dicapai para siswa, (5) merancang
pembelajaran secara kolaboratif, (6) mengkaji secara cermat cara dan proses belajar
serta tingkah laku siswa, (7) mengembangkan pengetahuan pedagogis yang sesuai
untuk membelajarkan siswa, dan (8) melihat hasil pembelajaran sendiri melalui
siswa dan kolega (berpikir kritis, kreatif, dan metakognitif).
3. Dampak dan Manfaat Lesson Study
16
Melalui Lesson Study siswa akan mencapai berbagai kualitas individu yang
mempengaruhi kegiatan belajar yang disebut kecerdasan berpikir dan bersikap (the habits
of mind and heart that are fundamental to success in school). Kecerdasan berpikir dan
bersikap yang dapat dikembangkan berupa antara lain ketekunan (persistence), kerjasama
(cooperation), tanggungjawab (responsibility), dan kemauan untuk bekerja keras
(willingness to work hard). Dalam kerangka pikir kecakapan hidup abad 21, siswa
diharapkan mengembangkan kecakapan berpikir, bertindak, dan menjalani kehidupannya
seperti yang dicontohkan dalam Tabel 1.
Secara lebih rinci penerapan Lesson Study mempunyai beberapa manfaat, antara lain:
1. Mengurangi keterasingan guru (dari komunitasnya) dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran dan perbaikannya.
2. Membantu guru untuk mengobservasi dan mengkritisi pembelajarannya
3. Memperdalam pemahaman guru tentang materi pelajaran, cakupan dan urutan
kurikulum.
4. Membantu guru memfokuskan bantuannya pada seluruh aktivitas belajar siswa.
5. Meningkatkan akuntabilitas kinerja guru.
6. Menciptakan terjadinya pertukaran pemahaman tentang cara berpikir dan belajar
siswa
7. Meningkatkan kolaborasi pada sesama guru dalam pembelajaran.
8. Peningkatan mutu guru dan mutu pembelajaran yang pada gilirannya berakibat pada
peningkatan mutu lulusan (siswa).
9. Guru memiliki banyak kesempatan untuk membuat bermakna ide-ide pendidikan
dalam praktik pembelajarannya sehingga dapat mengubah perspektif tentang
pembelajaran, dan belajar praktik pembelajaran dari perspektif siswa.
10. Perbaikan praktik pembelajaran di kelas.
11. Peningkatan keterampilan menulis karya tulis ilmiah atau buku ajar (berinisiatif dan
mandiri)
Isu-isu Kritis dalam Implementasi Kurikulum 2013 yang Dapat Dijadikan Fokus
Masalah oleh Guru dalam Melaksanakan Lesson Study.
Setiap kelompok guru yang melaksanakan Lesson Study dapat menentukan fokus yang
merupakan permasalahan dalam pembelajaran. Pemilihan fokus Lesson Study didasarkan
pada hasil identifikasi/observasi awal pada kelas yang akan digunakan untuk Lesson
Study, misalnya karakteristik siswa, suasana kelas, media dan alat pembelajaran yang
tersedia, dan materi pembelajaran. Jadi para guru juga dapat mengangkat fokus
permasalahan dalam pembelajarannya itu adalah peningkatan kualitas implementasi
Kurikulum 2013 dengan mengembangkan pembelajaran berbasis karakter. Berikut ini
contoh tema permasalahan/fokus yang dapat diupayakan pembelajarannya dengan
memasukkan ide-ide pengembangan karakternya dalam implementasi Kurikulum 2013.
17
a. Kemandirian belajar siswa.
b. Pencapaian kemampuan berpikir kritis dan pada aspek kognitif pada level tinggi,
yaitu: analisis, evaluasi dan kreasi.
c. Tumbuhkembangnya keberanian mengemukakan pendapat yang bertanggung jawab
dan rasa percaya diri.
d. Membelajarkan siswa dengan pendekatan Saintifik
e. Pembelajaran Kooperatif, Project-based learning, Problem based learning, atau
Discovery learning.
f. Melibatkan siswa dalam menjawab tantangan global dengan mengembangkan
potensi lokal.
g. ICT based learning.
h. Pengembangan proses pembelajaran yang inovatif.
i. Pengembangan materi ajar yang kontekstual dengan realitas kehidupan.
j. Penerapan hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan pengembangan pembelajaran
atau materi ajar.
k. Pengembangan kompetensi siswa pada aspek afektif.
l. Pengembangan tugas autentik dan asesmen autentik untuk mengembangkan
kecakapan hidup abad 21 pada diri siswa dan mengukur ketercapaiannya
Beberapa hal di atas diuraikan di sini dengan mengambil naskah materi terutama dari
Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 untuk Guru IPA SMP/MTs.
(Kemendikbud, 2013) sebagai contoh yang dapat dijadikan fokus guru dalam berLesson
Study. Isu paling penting yang menjadi kebingungan guru adalah bagaimana
membelajarkan siswa dengan menggunakan pendekatan saintifik dan bagaimana
mengembangkan asesmen autentik. Itulah yang disajikan materinya di sini.
Penggunaan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran.
Menurut Kemendikbud (2013) proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua
jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran
harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses
pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi
atau materi ajar agar siswa tahu tentang ‘mengapa’. Ranah keterampilan menggamit
transformasi substansi atau materi ajar agar siswa tahu tentang ‘bagaimana’. Ranah
pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa tahu tentang
‘apa’.Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk
menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan
pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari siswa yang meliputi aspek
kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan (Lihat Gambar 2).
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.
18
Pendekatan ilmiah
(scientific appoach)
dalam pembelajaran
semua mata pelajaran
meliputi menggali
informasi melalui
kegiatan mengamati,
mena-nya,
melaksanakan
percobaan, kemudian
mengolah data atau
informasi, menyajikan
data atau informasi,
dilanjutkan dengan
menganalisis, menalar,
kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi
tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara
prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap
menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat
nonilmiah. Pendekatan ilmiah pembelajaran disajikan berikut ini.
Gambar 2. Pengintegrasian Ranah Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan dalam
Pembelajaran (Kemendikbud, 2013)
1. Mengamati (Kemendikbud, 2013).
Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull
learning). Kegiatan ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek
19
secara nyata, siswa senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja
kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu
persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak
terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.
Kegiatan mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa sehingga
proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan mengamati, siswa
menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi
pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah
seperti berikut ini.
Menentukan objek apa yang akan diamati
Membuat pedoman pengamatan sesuai dengan lingkup objek yang akan
diamati
Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diamati, baik primer
maupun sekunder
Menentukan di mana tempat objek yang akan diamati
Menentukan secara jelas bagaimana pengamatan akan akan dilakukan untuk
mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil pengamatan, seperti
menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-
alat tulis lainnya.
2. Menanya (Kemendikbud, 2013).
Menanya dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “menanya” tidak
selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan,
asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah
ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimat
efektif!
a. Fungsi bertanya
Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian siswa tentang suatu tema
atau topik pembelajaran.
Mendorong dan menginspirasi siswa untuk aktif belajar, serta mengembangkan
pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
Mendiagnosis kesulitan belajar siswa sekaligus menyampaikan ancangan
untuk mencari solusinya.
Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi
pembelajaran yang diberikan.
20
Membangkitkan keterampilan siswa dalam berbicara, mengajukan pertanyaan,
dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang
baik dan benar.
Mendorong partisipasi siswa dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan
kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat
atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial
dalam hidup berkelompok.
Membiasakan siswa berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon
persoalan yang tiba-tiba muncul.
Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan
berempati satu sama lain.
b. Kriteria pertanyaan yang baik
Singkat dan jelas.
Contoh: (1) Seberapa jauh pemahaman Anda mengenai faktor-faktor yang menyebabkan
generasi muda terjerat kasus narkotika dan obat-obatan terlarang? (2) Faktor-faktor
apakah yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkotika dan obat-obatan
terlarang? Pertanyaan kedua lebih singkat dan lebih jelas dibandingkan dengan
pertanyaan pertama.
Menginspirasi jawaban.
Contoh: Membangun semangat kerukunan umat beragama itu sangat penting pada
bangsa yang multiagama. Jika suatu bangsa gagal membangun semangat kerukukan
beragama, akan muncul aneka persoalan sosial kemasyarakatan. Coba jelaskan dampak
sosial apa saja yang muncul, jika suatu bangsa gagal membangun kerukunan umat
beragama? Dua kalimat yang mengawali pertanyaan di muka merupakan contoh yang
diberikan guru untuk menginspirasi jawaban peserta menjawab pertanyaan.
Memiliki fokus.
Contoh: Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan? Untuk
pertanyaan seperti ini sebaiknya masing-masing siswa diminta memunculkan satu
jawaban. Siswa pertama hingga kelima misalnya menjawab: kebodohan, kemalasan, tidak
memiliki modal usaha, kelangkaan sumber daya alam, dan keterisolasian geografis. Jika
masih tersedia alternatif jawaban lain, siswa yang keenam dan seterusnya, bisa dimintai
jawaban. Pertanyaan yang luas seperti di atas dapat dipersempit, misalnya: Mengapa
kemalasan menjadi penyebab kemiskinan? Pertanyaan seperti ini dimintakan jawabannya
kepada siswa secara perorangan.
Bersifat probing atau divergen.
21
Contoh: (1) Untuk meningkatkan kualitas hasil belajar, apakah siswa harus rajin
belajar?(2) Mengapa siswa yang sangat malas belajar cenderung menjadi putus
sekolah? Pertanyaan pertama cukup dijawab oleh siswa dengan Ya atau Tidak.
Sebaliknya, pertanyaan kedua menuntut jawaban yang bervariasi urutan jawaban dan
penjelasannya, yang kemungkinan memiliki bobot kebenaran yang sama.
Bersifat validatif atau penguatan.
Pertanyaan dapat diajukan dengan cara meminta kepada siswa yang berbeda untuk
menjawab pertanyaan yang sama. Jawaban atas pertanyaan itu dimaksudkan untuk
memvalidsi atau melakukan penguatan atas jawaban siswa sebelumnya. Ketika beberapa
orang siswa telah memberikan jawaban yang sama, sebaiknya guru menghentikan
pertanyaan itu atau meminta mereka memunculkan jawaban yang lain yang berbeda,
namun sifatnya menguatkan.
Contoh:
o Guru: “Mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan”?
o Siswa I: “Karena orang yang malas lebih banyak diam ketimbang bekerja.”
o Guru: “Siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
o Siswa II: “Karena lebih banyak diam ketimbang bekerja, orang yang malas
tidak produktif”
o Guru : “Siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
o Siswa III: “Orang malas tidak bertindak aktif, sehingga kehilangan waktu
terlalu banyak untuk bekerja, karena itu dia tidak produktif.”
Memberi kesempatan siswa untuk berpikir ulang.
Untuk menjawab pertanyaan dari guru, siswa memerlukan waktu yang cukup untuk
memikirkan jawabannya dan memverbalkannya dengan kata-kata. Karena itu, setelah
mengajukan pertanyaan, guru hendaknya menunggu beberapa saat sebelum meminta atau
menunjuk siswa untuk menjawab pertanyaan itu.
Jika dengan pertanyaan tertentu tidak ada siswa yang bisa menjawab dengan baik, sangat
dianjurkan guru mengubah pertanyaannya. Misalnya: (1) Apa faktor picu utama Belanda
menjajah Indonesia?; (2) Apa motif utama Belanda menjajah Indonesia? Jika dengan
pertanyaan pertama guru belum memperoleh jawaban yang memuaskan, ada baiknya
guru mengubah pertanyaan seperti pertanyaan kedua.
Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif.
Pertanyaan guru yang baik membuka peluang siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir yang makin meningkat, sesuai dengan tuntunan tingkat kognitifnya. Guru
mengemas atau mengubah pertanyaan yang menuntut jawaban dengan tingkat kognitif
rendah ke makin tinggi, seperti dari sekadar mengingat fakta ke pertanyaan yang
22
menggugah kemampuan kognitif yang lebih tinggi, seperti pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Kata-kata kunci pertanyaan ini, seperti: apa, mengapa,
bagaimana, dan seterusnya.
Merangsang proses interaksi.
Pertanyaan guru yang baik mendorong munculnya interaksi dan suasana menyenangkan
pada diri siswa. Dalam kaitan ini, setelah menyampaikan pertanyaan, guru memberikan
kesempatan kepada siswa mendiskusikan jawabannya. Setelah itu, guru memberi
kesempatan kepada seorang atau beberapa orang siswa diminta menyampaikan jawaban
atas pertanyaan tersebut. Pola bertanya seperti ini memposisikan guru sebagai wahana
pemantul.
c. Tingkatan Pertanyaan
Pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi siswa untuk memberikan jawaban
yang baik dan benar pula. Guru harus memahami kualitas pertanyaan, sehingga
menggambarkan tingkatan kognitif seperti apa yang akan disentuh, mulai dari yang lebih
rendah hingga yang lebih tinggi. Bobot pertanyaan yang menggambarkan tingkatan
kognitif yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi disajikan dalam Tabel 2 berikut ini
(modifikasi dari sumber Materi Pelatihan Guru IPA SMP/MTs Implementasi Kurikulum
2013).
Tabel 2. Tingkatan dan Contoh Pertanyaan
Tingkatan Subtingkatan Contoh Kata-kata kunci pertanyaan
Kognitif
yang
lebih
rendah
Mengingat (to
recall/to
remember)
Apa...
Siapa...
Kapan...
Di mana...
Sebutkan...
Jodohkan atau pasangkan...
Persamaan kata...
Golongkan...
Berilah nama...
Memahami (to
comprehend)
Terangkahlah...
Bedakanlah...
Terjemahkanlah...
Simpulkan...
Bandingkan...
Ubahlah...
Berikanlah interpretasi...
23
Menerapkan (to
apply)
Gunakanlah...
Tunjukkanlah...
Buatlah...
Demonstrasikanlah...
Carilah hubungan...
Tulislah contoh...
Siapkanlah...
Klasifikasikanlah...
Analisis (to
analyze)
Analisislah...
Kemukakan bukti-bukti…
Mengapa…
Identifikasikan…
Tunjukkanlah sebabnya…
Berilah alasan-alasan…
Mengevaluasi
(to evaluate)
Berilah pendapat…
Alternatif mana yang lebih baik…
Setujukah kalian…
Kritiklah…
Berilah alasan…
Nilailah…
Bandingkan…
Bedakanlah…
Mencipta (to
create)
Ramalkanlah…
Bentuk…
Ciptakanlah…
Susunlah…
Rancanglah...
Tulislah…
Bagaimana kita dapat
memecahkan…
Apa yang terjadi seandainya…
Bagaimana kita dapat
memperbaiki…
Kembangkan…
3. Menalar
Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar siswa
dapat dilakukan dengan cara berikut ini.
Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai
dengan tuntutan kurikulum.
Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah. Tugas utama guru adalah
memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik
dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
24
Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari
yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan
tinggi).
Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati
Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat
menjadi kebiasaan atau pelaziman.
Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau autentik.
Guru mencatat semua kemajuan siswa untuk kemungkinan memberikan
tindakan pembelajaran perbaikan.
4. Mencoba (Kemendikbud, 2013)
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau autentik, siswa harus mencoba atau
melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata
pelajaran IPA, misalnya, siswa harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya
dengan kehidupan sehari-hari. Siswa pun harus memiliki keterampilan proses untuk
mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode
ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya
sehari-hari.
Keterampilan proses yang dilatihkan sering ini dikenal dengan keterampilan proses IPA.
American Association for the Advancement of Science (1970) mengklasifikasikan
menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Klasifikasi
keterampilan proses tersebut tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Keterampilan Proses Dasar dan Terpadu
Keterampilan Proses Dasar Keterampilan Proses Terpadu
Mengamati Mengontrol variabel
Mengukur Menginterpretasi data
Menyimpulkan Merumuskan hipotesis
Meramalkan Mendefinisikan
variabel
secara operasional Menggolongkan
Mengkomunikasikan Merancang eksperimen
Pada pembelajaran IPA pendekatan scientific dapat diterapkan melalui keterampilan
proses sains. Keterampilan proses sains merupakan seperangkat keterampilan yang
digunakan para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah. Menurut Rustaman
25
(2005), keterampilan proses perlu dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman
langsung sebagai pengalaman pembelajaran. Melalui pengalaman langsung seseorang
dapat lebih menghayati proses atau kegiatan yang sedang dilakukan. Pada Tabel 4 berikut
ini disajikan jenis-jenis indikator keterampilan proses beserta sub indikatornya.
Tabel 4. Jenis-jenis Indikator Keterampilan Proses beserta Sub indikatornya.
No Indikator Sub Indikator Keterampilan Proses Sains
1 Mengamati Menggunakan sebanyak mungkin alat indera
Mengumpulkan/menggunakan fakta yang relevan
2
Mengelompokkan/
Klasifikasi
Mencatat setiap pengamatan secara terpisah
Mencari perbedaan, persamaan;
Mengontraskan ciri-ciri;
Membandingkan
Mencari dasar pengelompokan atau penggolongan
3 Menafsirkan Menghubungkan hasil-hasil pengamatan
Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan;
Menyimpulkan
4 Meramalkan Menggunakan pola-pola hasil pengamatan
Mengungkapkan apa yang mungkin terjadi pada keadaan sebelum
diamati
5
Mengajukan
pertanyaan
Bertanya apa, mengapa, dan bagaimana.
Bertanya untuk meminta penjelasan;
Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis.
6
Merumuskan
hipotesis
Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari suatu kejadian.
Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara
pemecahan masalah.
7
Merencanakan
percobaan
Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan
Menentukan variabel/ faktor penentu;
Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dicatat;
Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja
8
Menggunakan
alat/bahan
Memakai alat/bahan
Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan;
Mengetahui bagaimana menggunakan alat/bahan.
9
Menerapkan
konsep
Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru
Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan
apa yang
sedang terjadi
10 Berkomunikasi Mengubah bentuk penyajian
Menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan
dengan
26
No Indikator Sub Indikator Keterampilan Proses Sains
grafik atau tabel atau diagram;
Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis;
Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian;
Membaca grafik atau tabel atau diagram;
Mendiskusikan hasil kegiatan mengenai suatu masalah atau suatu peristiwa.
Aplikasi keterampilan proses terpadu sering disebut sebagai metode eksperimen atau
mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap,
keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1)
menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan
kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus
disediakan; (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen
sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang
terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan;
dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya
merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan siswa (2) Guru bersama siswa
mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan
waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja atau lembar pengamatan untuk pengarahan
kegiatan siswa (5) Guru membicarakan masalah yang akan dijadikan eksperimen (6)
Membagi kertas kerja atau lembar pengamatan kepada siswa (7) Siswa melaksanakan
eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja siswa dan
mengevaluasinya, bila dianggap perlu mengajak siswa mendiskusikan secara klasikal.
Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui
tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen
atau mencoba dimaksud dijelaskan berikut ini.
a. Persiapan
Menetapkan tujuan eksperimen
Mempersiapkan alat atau bahan
Mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah siswa serta alat atau
bahan yang tersedia. Di sini guru perlu menimbang apakah siswa akan
melaksanakan eksperimen atau mencoba secara serentak atau dibagi menjadi
beberapa kelompok secara paralel atau bergiliran
Mempertimbangkan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat
memperkecil atau menghindari risiko yang mungkin timbul
27
Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan tahap-
tahap yang harus dilakukan siswa, termasuk hal-hal yang dilarang atau
membahayakan.
b. Pelaksanaan
Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan
mengamati proses percobaan. Di sini guru harus memberikan dorongan dan
bantuan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa agar kegiatan
itu berhasil dengan baik.
Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya memperhatikan
situasi secara keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan
masalah-masalah yang akan menghambat kegiatan pembelajaran.
c. Tindak lanjut
a. Siswa mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru
b. Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik
c. Guru memberikan umpan balik kepada siswa atas hasil eksperimen.
d. Guru dan siswa mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama
eksperimen.
e. Guru dan siswa memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat
yang digunakan
5. Jejaring Pembelajaran atau Pembelajaran Kolaboratif
Dalam naskah materi pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 dijelaskan bahwa
pembentukan jejaring yang dimaksud dalam pendekatan saintifik adalah pembelajaran
kolaboratif? Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari
sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan
filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama
sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk
memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Di dalam penjelasan selanjutnya disebutkan contoh-contoh pembelajaran kolaboratif itu
adalah Jigsaw, Student Team Achievement Divisions (STAD), Teams-Games-
Tournament (TGT), Team Accelerated Instruction (TAI), Group Investigation (GI),
dan Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), yaitu macam-macam
pembelajaran yang kita kenal sebagai pembelajaran kooperatif. Oleh karena itu saya pikir
guru sudah banyak mengenal pembelajaran kooperatif, saya tidak menguraikannya lebih
lanjut.
Asesmen Autentik dan Tuntutan Kurikulum 2013
28
Di dalam Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2013)
dijelaskan bahwa Asesmen autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah
dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013 karena asesmen semacam
ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar siswa, baik dalam rangka
mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membangun jejaring. Asesmen autentik
cenderung berfokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan siswa
untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih autentik.
Karenanya, asesmen autentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam
pembejajaran, khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
Kata lain dari asesmen autentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian proyek.
Asesmen autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode yang sangat
populer untuk menilai proses dan hasil belajar siswa yang miliki ciri-ciri khusus, mulai
dari mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga
yang jenius. Asesmen autentik dapat juga diterapkan dalam bidang ilmu tertentu seperti
seni atau ilmu pengetahuan pada umumnya, dengan orientasi utamanya pada proses atau
hasil pembelajaran.
Asesmen autentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunakan standar
tes berbasis norma, pilihan ganda, benar–salah, menjodohkan, atau membuat jawaban
singkat. Tentu saja, pola penilaian seperti ini tidak dilarang digunakan dalam proses
pembelajaran, karena memang lazim digunakan dan memperoleh legitimasi secara
akademik. Asesmen autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru
bekerja sama dengan siswa. Dalam asesmen autentik, seringkali pelibatan siswa sangat
penting. Asumsinya, siswa dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka
tahu bagaimana akan dinilai.
Siswa diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam
rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran serta
mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada asesmen autentik guru
menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan
pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah.
Asesmen autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa
belajar, motivasi dan keterlibatan siswa, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu
merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan siswa berbagi pemahaman tentang
kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, siswa bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan
harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.
Asesmen autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan siswa,
karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar
tentang subjek. Asesmen autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan,
29
dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh siswa, bagaimana mereka
menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu
menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat
mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula
kegiatan remidial harus dilakukan (Kemendikbud, 2013).
Asesmen Autentik dan Belajar Autentik
Menurut (Kemendikbud, 2013) Asesmen Autentik meniscayakan proses belajar yang
Autentik pula. Menurut Ormiston belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan
masalah yang dilakukan oleh siswa dikaitkan dengan realitas di luar sekolah atau
kehidupan pada umumnya. Asesmen semacam ini cenderung berfokus pada tugas-tugas
kompleks atau kontekstual bagi siswa, yang memungkinkan mereka secara nyata
menunjukkan kompetensi atau keterampilan yang dimilikinya. Contoh asesmen autentik
antara lain keterampilan kerja, kemampuan mengaplikasikan atau menunjukkan
perolehan pengetahuan tertentu, simulasi dan bermain peran, portofolio, memilih
kegiatan yang strategis, serta memamerkan dan menampilkan sesuatu.
Asesmen autentik mengharuskan pembelajaran yang autentik pula. Menurut Ormiston
belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang diperlukan dalam
kenyataannya di luar sekolah. Asesmen Autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian.
Pertama, pengukuran langsung keterampilan siswa yang berhubungan dengan hasil
jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua, penilaian atas
tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga,
analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon siswa atas perolehan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang ada (Kemendikbud, 2013).
Dengan demikian, asesmen autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-
cara terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan waktu
yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui
penyelesaian tugas di mana siswa telah memainkan peran aktif dan kreatif. Keterlibatan
siswa dalam melaksanakan tugas sangat bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.
Dalam pembelajaran autentik, siswa diminta mengumpulkan informasi dengan
pendekatan saintifik, memahami aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama
lain secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata yang luar
sekolah. Di sini, guru dan siswa memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi. Siswa
pun tahu apa yang mereka ingin pelajari, memiliki parameter waktu yang fleksibel, dan
bertanggungjawab untuk tetap pada tugas. Asesmen autentik pun mendorong siswa
mengkonstruksi, mengorganisasikan, menganalisis, mensintesis, menafsirkan,
menjelaskan, dan mengevaluasi informasi untuk kemudian mengubahnya menjadi
pengetahuan baru.
30
Sejalan dengan deskripsi di atas, pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi “guru
autentik.” Peran guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada
penilaian. Untuk bisa melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus memenuhi kriteria
tertentu seperti disajikan berikut ini (Kemendikbud, 2013).
1. Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan siswa serta desain
pembelajaran.
2. Mengetahui bagaimana cara membimbing siswa untuk mengembangkan pengetahuan
mereka sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan dan menyediakan
sumberdaya memadai bagi siswa agar dapat memperoleh pengetahuan.
3. Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan
mengasimilasikan pemahaman siswa.
4. Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar siswa dapat diperluas dengan
menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
Asesmen autentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak tahun
1990an. Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian tradisional untuk
mengukur prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan lain-lain
telah gagal mengetahui kinerja siswa yang sesungguhnya. Tes semacam ini telah gagal
memperoleh gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa
dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah atau masyarakat.
Asesmen hasil belajar yang tradisional bahkan cenderung mereduksi makna kurikulum,
karena tidak menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil belajar siswa. Ketika asesmen
tradisional cenderung mereduksi makna kurikulum, tidak mampu menggambarkan
kompetensi dasar, dan rendah daya prediksinya terhadap derajat sikap, keterampilan, dan
kemampuan berpikir yang diartikulasikan dalam banyak mata pelajaran atau disiplin
ilmu; ketika itu pula asesmen autentik memperoleh perhatian yang cukup kuat. Memang,
pendekatan apa pun yang dipakai dalam penilaian tetap tidak luput dari kelemahan dan
kelebihan. Namun demikian, sudah saatnya guru profesional pada semua satuan
pendidikan memandu gerakan memadukan potensi siswa, sekolah, dan lingkungannya
melalui asesmen proses dan hasil belajar yang autentik.
Data asesmen autentik digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan kelayakan
akuntabilitas implementasi kurikulum dan pembelajaran di kelas tertentu. Data asesmen
autentik dapat dianalisis dengan metode kualitatif, maupun kuantitatif. Analisis kualitatif
dari asesmen autentif berupa narasi atau deskripsi atas capaian hasil belajar siswa,
misalnya, mengenai keunggulan dan kelemahan, motivasi, keberanian berpendapat, dan
sebagainya. Analisis kuantitatif dari data asesmen autentik menerapkan rubrik skor atau
daftar cek (checklist) untuk menilai tanggapan relatif siswa terhadap kriteria dalam
31
kisaran terbatas dari empat atau lebih tingkat kemahiran (misalnya: sangat mahir, mahir,
sebagian mahir, dan tidak mahir). Rubrik penilaian dapat berupa analitik atau holistik.
Analisis holistik memberikan skor keseluruhan kinerja siswa, seperti menilai kompetisi
Olimpiade Sains Nasional (Kemendikbud, 2013).
Jenis-jenis Asesmen Autentik
Menurut Kemendikbud (2013) dalam rangka melaksanakan asesmen autentik yang baik,
guru harus memahami secara jelas tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru harus
bertanya pada diri sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1) sikap, keterampilan, dan
pengetahuan apa yang akan dinilai; (2) fokus penilaian akan dilakukan, misalnya,
berkaitan dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan; dan (3) tingkat pengetahuan apa
yang akan dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses. Beberapa jenis asesmen
autentik disajikan berikut ini.
1. Penilaian Kinerja (Kemendikbud, 2013)
Asesmen autentik sebisa mungkin melibatkan partisipasi siswa, khususnya dalam proses
dan aspek-aspek yangg akan dinilai. Guru dapat melakukannya dengan meminta para
siswa menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk
menentukan kriteria penyelesaiannya. Dengan menggunakan informasi ini, guru dapat
memberikan umpan balik terhadap kinerja siswa baik dalam bentuk laporan naratif
maupun laporan kelas. Ada beberapa cara berbeda untuk merekam hasil penilaian
berbasis kinerja:
a. Daftar cek (checklist). Digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya
unsur-unsur tertentu dari indikator atau subindikator yang harus muncul dalam
sebuah peristiwa atau tindakan.
b. Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records). Digunakan dengan cara
guru menulis laporan narasi tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing
siswa selama melakukan tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat
menentukan seberapa baik siswa memenuhi standar yang ditetapkan.
c. Skala penilaian (rating scale). Biasanya digunakan dengan menggunakan
skala numerik berikut predikatnya. Misalnya: 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 =
cukup, 2 = kurang, 1 = kurang sekali.
d. Memori atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh guru dengan cara
mengamati siswa ketika melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat catatan.
Guru menggunakan informasi dari memorinya untuk menentukan apakah
siswa sudah berhasil atau belum. Cara seperti ini tetap ada manfaatnya, namun
tidak dianjurkan.
32
Penilaian kinerja memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertama, langkah-
langkah kinerja harus dilakukan siswa untuk menunjukkan kinerja yang nyata untuk suatu
atau beberapa jenis kompetensi tertentu. Kedua, ketepatan dan kelengkapan aspek kinerja
yang dinilai. Ketiga, kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan oleh siswa untuk
menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran. Keempat, fokus utama dari kinerja yang akan
dinilai, khususnya indikator esensial yang akan diamati. Kelima, urutan dari kemampuan
atau keterampilan siswa yang akan diamati (Kemendikbud, 2013).
Pengamatan atas kinerja siswa perlu dilakukan dalam berbagai konteks
untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai keterampilan
berbahasa siswa, dari aspek keterampilan berbicara, misalnya, guru dapat
mengobservasinya pada konteks yang, seperti berpidato, berdiskusi, bercerita, dan
wawancara. Dari sini akan diperoleh keutuhan mengenai keterampilan berbicara
dimaksud. Untuk mengamati kinerja siswa dapat menggunakan alat atau instrumen,
seperti penilaian sikap, observasi perilaku, pertanyaan langsung, atau pertanyaan pribadi.
Penilaian-diri (self assessment) termasuk dalam rumpun penilaian kinerja. Penilaian diri
merupakan suatu teknik penilaian di mana siswa diminta untuk menilai dirinya sendiri
berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya
dalam mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur
kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.
Penilaian ranah sikap. Misalnya, siswa diminta mengungkapkan curahan
perasaannya terhadap suatu objek tertentu berdasarkan kriteria atau acuan yang
telah disiapkan.
Penilaian ranah keterampilan. Misalnya, siswa diminta untuk menilai kecakapan
atau keterampilan yang telah dikuasainya oleh dirinya berdasarkan kriteria atau
acuan yang telah disiapkan.
Penilaian ranah pengetahuan. Misalnya, siswa diminta untuk menilai penguasaan
pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dari suatu mata
pelajaran tertentu berdasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan
(Kemendikbud, 2013). Selain itu dapat juga dilakukan:
Penilaian metakognitif, misalnya siswa diminta melakukan refleksi untuk mereviu
bagaimana dia belajar, mengidentifikasi pertanyaan yang masih
membingungkannya, memberikan bukti bahwa dia belajar, mengevaluasi
kemajuan, dan mendefinisikan kriteria eksplisit untuk merancang langkah
selanjutnya dan meningkatkan hasil.
Contoh Pertanyaan yang dapat digunakan untuk melakukan Refleksi diri (Greenstein,
2012: 56. Pertanyaan Generik: Apa yang telah saya pelajari? Apa yang berfungsi dengan
33
baik, dan apa yang tidak? Apa yang akan saya lakukan berikutnya (dalam hal isi, proses,
dan pertanyaan-pertanyaan yang masih mengganggu saya?
Pertanyaan Khusus: apa langkah yang harus say tempuh untuk meningkatkan
kemampuan menulis saya? Apa tiga macam kebiasaan berpikir yang saya gunakan dan
bagaimana saya menerapkannya? Seberapa baiknya saya mendengarkan ide-ide teman
lain dan memberi kontribusi ke kelompok? Andaikan saya mendapat kesempatan untuk
mengerjakannya kembali, inilah hal yang akan saya lakukan dengan cara lainnya:......
Teknik penilaian-diri bermanfaat memiliki beberapa manfaat positif. Pertama,
menumbuhkan rasa percaya diri siswa. Kedua, siswa menyadari kekuatan dan kelemahan
dirinya. Ketiga, mendorong, membiasakan, dan melatih siswa berperilaku jujur.
Keempat, menumbuhkan semangat untuk maju secara personal.
2. Penilaian Proyek (Kemendikbud, 2013).
Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang
harus diselesaikan oleh siswa menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas
dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh siswa, mulai dari perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data. Dengan
demikian, penilaian proyek bersentuhan dengan aspek pemahaman, mengaplikasikan,
penyelidikan, dan lain-lain.
Selama mengerjakan sebuah proyek pembelajaran, siswa memperoleh kesempatan untuk
mengaplikasikan sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Karena itu, pada setiap
penilaian proyek, setidaknya ada tiga hal yang memerlukan perhatian khusus dari guru.
a. Keterampilan siswa dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan data,
mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh,
dan menulis laporan.
b. Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh siswa.
c. Orijinalitas atas keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau
dihasilkan oleh siswa.
Penilaian proyek berfokus pada perencanaan, pengerjaan, dan produk proyek. Dalam
kaitan ini rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh guru meliputi penyusunan
rancangan dan instrumen penilaian, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapan
laporan. Penilaian proyek dapat menggunakan instrumen daftar cek, skala penilaian, atau
narasi. Laporan penilaian dapat dituangkan dalam bentuk poster atau tertulis.
Produk akhir dari sebuah proyek sangat mungkin memerlukan penilaian khusus.
Penilaian produk dari sebuah proyek dimaksudkan untuk menilai kualitas dan bentuk
hasil akhir secara holistik dan analitik. Penilaian produk dimaksud meliputi penilaian
34
atas kemampuan siswa menghasilkan produk, seperti makanan, pakaian, hasil karya seni
(gambar, lukisan, patung, dan lain-lain), barang-barang terbuat dari kayu, kertas, kulit,
keramik, karet, plastik, dan karya logam.Penilaian secara analitik merujuk pada semua
kriteria yang harus dipenuhi untuk menghasilkan produk tertentu. Penilaian secara
holistik merujuk pada apresiasi atau kesan secara keseluruhan atas produk yang
dihasilkan (Kemendikbud, 2013).
Di dalam kegiatan proyek, dapat digunakan penilaian oleh teman untuk mereviu seberapa
besar kontribusi masing-masing anggota kelompok dalam menyelesaikan proyek
kelompok. Contoh penilaian oleh teman disajikan dalam Tabel 5 berikut ini (Greenstein,
2012: 57).
Tabel 5. Contoh Penilaian oleh Teman dalam Mengerjakan Proyek Kelompok
Petunjuk pengisian: Berilah skor untuk temanmu dalam mengerjakan proyek kelompok.
Isilah dengan 4= sangat setuju; 3=setuju; 2=tidak setuju, dan 1=sangat tidak setuju.
Berilah penjelasan atau alasan mengapa kamu memilih skor yang kamu berikan.
Nama penilai.................................... Yang dinilai: ..........................................
Aspek yang dinilai Skor
Semua anggota kelompok memberikan kontribusi yang sama
dalam menyelesaikan proyek.
Alasan:
..............................................................................................
Semua anggota kelompok bekerja sama dengan baik.
Alasan:
..............................................................................................
Ketika ada ketidaksepakatan, semua anggota kelompok dapat
segera menyelesaikannya tanpa melukai perasaan anggota
kelompok lainnya.
Alasan:
..............................................................................................
Semua anggota kelompok saling mendukung dalam mencapai
tujuan pembuatan proyek.
Alasan:
..............................................................................................
3. Penilaian Portofolio (Kemendikbud, 2013).
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan
kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa
berangkat dari hasil kerja siswa secara perorangan atau diproduksi secara berkelompok,
memerlukan refleksi siswa, dan dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.
35
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan
informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan siswa dalam satu periode
tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya siswa dari proses pembelajaran yang
dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang relevan dengan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh topik atau mata pelajaran tertentu.
Fokus penilaian portofolio adalah kumpulan karya siswa secara individu atau kelompok
pada satu periode pembelajaran tertentu. Penilaian terutama dilakukan oleh guru, meski
dapat juga oleh siswa sendiri.
Melalui penilaian portofolio guru akan mengetahui perkembangan atau kemajuan belajar
siswa. Misalnya, hasil karya mereka dalam menyusun atau membuat karangan, puisi,
surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/literatur, laporan penelitian,
sinopsis, dan lain-lain. Atas dasar penilaian itu, guru dan/atau siswa dapat melakukan
perbaikan sesuai dengan tuntutan pembelajaran.
Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah seperti berikut ini.
a. Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.
b. Guru atau guru bersama siswa merancang isi portofolio yang akan dibuat.
c. Siswa, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru
mengembangkan portofolio pembelajaran.
d. Guru menghimpun dan menyimpan portofolio siswa pada tempat yang sesuai,
disertai catatan tanggal pengumpulannya.
e. Guru meminta siswa menilai portofolionya sendiri, dapat pula meminta siswa
menilai portofolio temannya dengan kriteria tertentu, selain guru menilai
portofolio siswa.
f. Jika memungkinkan, guru bersama siswa membahas bersama dokumen
portofolio yang dihasilkan.
g. Guru memberi umpan balik kepada siswa atas hasil penilaian portofolio.
Selain bentuk-bentuk belajar autentik dan asesmen autentik yang telah diuraikan di atas,
belajar secara autentik yang merupakan pencerminan kecakapan hidup abad 21 dapat
diamati dalam Tabel 6 (Greenstein, 2012:54).
Penilaian Tertulis
Meski konsepsi asesmen autentik muncul dari ketidakpuasan terhadap tes tertulis yang
lazim dilaksanakan pada era sebelumnya, penilaian tertulis atas hasil pembelajaran tetap
lazim dilakukan. Tes tertulis terdiri dari memilih atau mensuplai jawaban dan uraian.
Memilih jawaban terdiri dari pilihan ganda, pilihan benar-salah, ya-tidak, menjodohkan,
dan sebab-akibat. Mensuplai jawaban terdiri dari isian atau melengkapi, jawaban singkat
atau pendek, dan uraian.
36
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut siswa mampu mengingat, memahami,
mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan
sebagainya atas materi yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa
mungkin bersifat komprehentif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuan siswa.
Pada tes tertulis berbentuk esai, siswa berkesempatan memberikan jawabannya sendiri
yang berbeda dengan teman-temannya, namun tetap terbuka memperoleh nilai yang
sama. Misalnya, siswa tertentu melihat fenomena kemiskinan dari sisi pandang kebiasaan
malas bekerja, rendahnya keterampilan, atau kelangkaan sumberdaya alam. Masing-
masing sisi pandang ini akan melahirkan jawaban berbeda, namun tetap terbuka memiliki
kebenaran yang sama, asalkan analisisnya benar. Tes tersulis berbentuk esai biasanya
menuntut dua jenis pola jawaban, yaitu jawaban terbuka (extended-response) atau
jawaban terbatas (restricted-response). Hal ini sangat tergantung pada bobot soal yang
diberikan oleh guru. Tes semacam ini memberi kesempatan pada guru untuk dapat
mengukur hasil belajar siswa pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks.
Penutup
Guru yang melaksanakan Lesson Study secara berkelanjutan akan berkembang menjadi
pribadi yang memiliki komitmen tinggi terhadap kemaslahatan siswanya. Guru ini akan
terus menerus berupaya agar siswanya mau belajar sepanjang hayat mempersiapkan diri
untuk hidup di masa depan. Komitmen ini membentuk karakter guru untuk memberikan
layanan terbaik kepada siswa dengan memberikan hak setiap siswa untuk belajar.
Keteladanan guru yang mau terus belajar mengenai bagaimana membelajarkan siswanya
menciptakan situasi yang kondusif bagi siswa untuk meneladani gurunya mengenai
bagaimana belajar dan mengembangkan karakternya sendiri. Siswa yang terus menerus
belajar dan mengembangkan karakter yang baik akan memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk mencapai kompetensi seperti yang dipersyaratkan dalam Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) Kurikulum 2013 yaitu antara lain memiliki keterampilan belajar dan
Tabel 6. Beberapa Contoh Hasil Belajar Secara Autentik yang Mencerminkan Kecakapan
Hidup Abad 21 Siswa (Greenstein, 2012: 54).
Kecakapan Hidup/Strategi
Produk Tulisan
Desain Asli
Presen-tasi
Posisi
Seni Dinamis
Multi-media
Portofo-lio
Berpikir Kritis Analisis hasil lab
Mengam-bil posisi
Debat Blog Contoh bukti
Berpikir untuk pemecahan masalah
Analisis studi kasus
Graphic organ-izer
Memeran-kan peris-tiwa sejarah
37
Berpikir Kreatif
Permain-an dengan papan atau virtual
Skrip TV atau film bios-kop
Musik dan lagu
Dansa inter-pretif
Wiki Peker-jaan dalam penye-lesaian
Bertindak: berkomunika-si dan Berkolaborasi
Siaran publik
Semi-nar ala Socra-tes
Cerita-foto
Bertindak: literat digital dan teknologi komunikasi
Situs Web
Webi-nar
Mengajar orang menggu-nakan teknologi
Power point, prezi
e-porto-folio
Menjalani Kehidupan: pemahaman global
Menu global
Kam-panye untuk peru-bahan global
Karya seni Multi-budaya
Kolabo-rasi glo-bal secara online
Menjalani Kehidupan: sebagai warganegara
Mengga-li dana
Menu-lis surat ke editor
Meng-ikuti peme-riksa-an umum
Situs web
Menjalani Kehidupan: kepemimpin-an dan tang-gung jawab
Mengajar orang lain
Meran-cang suatu pame-ran seni multi-budaya
Menjalani Kehidupan: studi lanjut/karier
Riwa-yat Hidup
Proto-tipe suatu minat karier
Wawan-cara kerja
Mela-mar studi lanjut dengan karya asli
Ran-cangan sukses elektro-lik
berinovasi, termasuk kreatif dan inovatif, mampu berpikir kritis dan memecahkan
masalah mampu berkomunikasi dan berkolaborasi.
38
Kualitas sekolah akan tercermin terutama pada kualitas lulusannya. Kualitas lulusan suatu
sekolah akan sangat tergantung terutama pada kualitas proses pembelajarannya, di
samping kualitas instrumental dan inputnya. Peningkatan keprofesionalan guru dalam
meningkatkan mutu proses pembelajaran merupakan cara mendasar dalam mewujudkan
kualitas lulusan sekolah yang berkarakter yang memenuhi persyaratan kecakapan hidup
abad 21. Oleh karena itu, selayaknya kelompok-kelompok guru mau berupaya secara
kolaboratif meningkatkan proses pembelajaran secara berkelanjutan melalui Lesson
Study. Semuanya ini sangat tergantung pada komitmen guru dalam menangani proses dan
mutu pembelajaran. Komitmen guru itu dapat ditumbuhkembangkan antara lain oleh
komitmen yang tinggi dari pejabat atasannya (kepala sekolah) dan pengawas dan tentu
juga kepedulian guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran. Lesson study adalah
sarana pilihan yang disarankan untuk dilaksanakan di sekolah, khususnya dalam
mengembangkan kompetensi siswa yang berkarakter menuju penguasaan kecakapan
berpikir, bertindak, dan menjalani kehidupan yang diperlukan dalam abad 21.
DAFTAR RUJUKAN
Fernandez, Clea and Yoshida, Makoto. 2004. Lesson Study: A Japanese Approach to
Improving Mathematics Teaching and Learning. London: Lawrence Eelbaum
Associates Publishers.
Greenstein, L. 2012. Assessing 21st Century Skills. A guide to evaluating mastery and
authentic learning. Thousand Oaks, California: Corwin, A SAGE Company.
Isoda, M (2005). Information for Workshop in APEC specialist session from January
17: APEC-Tsukuba meeting focus on Innovation of mathematics education
through the lesson study. Retrieved 2005 http://www.criced.tsukuba.ac.jp/
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Pelatihan Guru IPA-SMP:
Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud.
Lewis, C. 2002. Lesson Study: A Handbook of Teacher-led Intructional Change.
Philadelphia: Research for Better Schools.
Nuh, M. 2013. Sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam pencanangan
berlakunya Kurikulum 2013.
Takashi A. (2006). Implementing lesson study in North American schools and school
(makalah yang dipresentasikan pada seminar “APEC International
Symposium on Innovation and Good Practice for Teaching and Learning
Mathematics through Lesson Study”, 14-17 Juni 2006). Thailand: Khon Kaen
University.
39
Yoshida, M. (1999). Lesson Study: A Case Study of a Japanese Approach to Improving
Instruction Through School-Based Teacher Development. Chicago: University
of Chicago.
40
LESSON STUDY
Ryo Suzuki
Abstrack
What is Lesson Study
It is said or you may know, to conduct PLAN, DO and See is Lesson Study but this is just
the format. While doing this cycle, we can improve and change the mind toward the
position as a teacher gradually.
However, the important thing is whether you can feel, think, and get the experience
below.
- Observing the children, try to learn from them and share your learning with colleagues.
- By getting the sense or understanding what a good lesson is, you can create your own
lessons that guarantee the quality of all children’s learning.
Condition of LS in Indonesia
LS has already been disseminated all over Indonesia, but it may be just the name. What
about the contents and quality of what they are doing?
- one side (they have been doing LS for more than 6 years)
there are many teachers said they were really bored and didn’t want to keep doing LS.
- the other side (those who joined the boring LS realized the ineffectiveness and wanted
to improve this condition)
We are supporting the members (Lesson Study club) to create very high quality lessons
that can make all children in front of them happy. This is also in line with the purpose of
our new curriculum.
What is the difference between them even though both of them have already started LS?
- Today, let’s learn together how to become a happy teacher and to make happy children
41
Share dari Bapak Ryo Suzuki tentang Kegiatan LS di UNY
Bapak Ibu yang terhormat
Selamat siang. Saya berharap Bapak Ibu semua tetap semangat berLS.
saya mau share mengenai kegiatan saya di Universitas Negeri Yogjakarta kemarin.
Kali ini saya diundang oleh Pak Ali yang ikut Short-Term Training on Lesson Study di
Jepang tahun ini.
Saya dan team PELITA sangat appreciate mengenai tantangan Pak Ali.
Orang kantor JICA, JICA expert semua termasuk Ibu Takasawa, Pak Murase, Pak
Masaaki Sato dan Pak Manabu Sato juga sangat merasa bahagia karena peserta Pelatihan
Jepang kemarin sudah cepat mulai berpikir bagaimana mereka melaksanakan atau share
apa yang mereka pelajari di Jepang.
UNY juga sudah merencanakan mahasiswa S2 pendidikan dasar untuk mempraktekkan
berLS di lapangan.
mudah-mudahan langkah ini bisa diikuti oleh peserta pelatihan LS lainnya.
Saya sangat berterima kasih usaha Pak Ali dan UNY supaya bisa kerja sama kami.
Dan senangnya tantangan Pak Ali adalah coba mau diseminasi kepada Mahasiswa S2 dan
S3. Jadi kali ini semua pesertanya Mahasiswa.
Kami kira investasi seperti ini sangat penting karena generasi berikutnya adalah mereka
dan kalau mereka tidak paham, susah melanjutkan LS di daerah.
Hasil ini, saya akan sampaikan ke DIKNAS juga.
Mari kita meningkatkan kualitas berLS ya.
Salam
Dokumentasi:
42
43
44
45
46
47
IMPLEMENTASI LESSON STUDY DAN PENINGKATAN
KUALITAS PEMBELAJARAN
Prof. Dr. Suratno. M.Si
Universitas Jember
Latar Belakang
Peningkatan kualitas pendidikan menjadi tanggung jawab bersama masyarakat,
pemerintah dan swasta. Salah satu tugas pokok pemerintah dalam bidang pendidikan
adalah mengupayakan mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan
(SNP) yang telah ditetapkan. Kunci utama dalam pencapaian SNP adalah kualitas proses
pembelajaran. Untuk meningkatkan mutu pembelajaran, maka inovasi pembelajaran
dalam berbagai bentuk dapat ditumbuhkan di setiap jenjang pendidikan. Pengalaman
menunjukkan bahwa inovasi dapat meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu cara
menumbuhkan inovasi dalam pembelajaran dapat melalui Lesson Study (LS). Oleh karena
itu sudah sewajarnya LS ditingkatkan kualitas dan intensitasnya diberbagai jenjang
pendidikan.
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan
acuan tentang guru profesional. Pengakuan terhadap guru sebagai tenaga profesional
ketika guru telah memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik yang
dipersyaratkan (Pasal 8). Kualifikasi akademik tersebut harus diperoleh melalui
pendidikan tinggi program sarjana atau diploma empat“ (Pasal 9). Sertifikat pendidik
diperoleh guru setelah mengikuti pendidikan profesi (Pasal 10 ayat (1)). Adapun jenis-
jenis kompetensi yang dimaksud pada Undang-undang tersebut meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
(Pasal 10 ayat (1)).
Guru Profesional
Jenis-jenis kompetensi yang diperlukan agar menjadi guru profesioanal.
a. Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
48
evaluasi pembelajaran, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya. Indikator esensial sebagai berikut.
1) Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial dengan
memanfaatkan prinsip-prinsip: perkembangan kognitif; kepribadian; dan
mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik.
2) Merancang pembelajaran, memahami landasan pendidikan untuk kepentingan
pembelajaran. Indikatornya adalah: memahami landasan kependidikan;
menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran
berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi
ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
3) Melaksanakan pembelajaran, indikatornya melaksanakan pembelajaran yang
kondusif inovatif dan kreatif.
4) Melasanakan evaluasi pembelajaran: merancang dan melaksanakan evaluasi
proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode;
menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat
ketuntasan belajar; dan memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan
pembelajaran.
5) Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya:
memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan
memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi
nonakademik.
b. Kompetensi kepribadian yaitu memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa,
arif, dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.
Kompetensi ini meliputi:
1) Kepribadian yang mantap dan stabil, bertindak sesuai dengan norma hukum;
bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki
konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
49
2) Kepribadian yang dewasa, menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai
pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
3) Kepribadian yang arif, menampilkan tindakan yang didasarkan pada
kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan
keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
4) Kepribadian yang berwibawa, memiliki perilaku yang berpengaruh positif
terhadap peserta didik.
5) Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak
sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan
memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
c. Kompetensi profesional yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi
standar kompetensi. Kompetensi ini mencakup:
1) Menguasai substansi keilmuan, memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum
sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau
koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran
terkait; dan menerapkan keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
2) Menguasai struktur dan metode keilmuan, menguasai langkah-langkah penelitian
dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
d. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar. Dengan kompetensi ini, guru diharapkan dapat:
1) Berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
2) Berkomunikasi secara efektif dengan tenaga kependidikan lain.
3) Berkomunikasi dengan orang tua peserta didik dan masyarakat sekitar.
Kompetensi (kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial) tersebut dalam
praktiknya merupakan satu kesatuan yang utuh. Beberapa ahli mengatakan istilah
50
kompetensi profesional sebenarnya merupakan “payung”, karena telah mencakup semua
kompetensi lainnya. Sedangkan penguasaan materi ajar secara luas dan mendalam lebih
tepat disebut dengan penguasaan sumber bahan ajar. Hal ini mengacu pandangan yang
menyebutkan bahwa sebagai guru yang berkompeten memiliki (1) pemahaman terhadap
karakteristik peserta didik, (2) penguasaan bidang studi, baik dari sisi keilmuan maupun
kependidikan, (3) kemampuan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik, dan (4)
kemauan dan kemampuan mengembangkan profesionalitas dan kepribadian secara
berkelanjutan. Dalam menciptakan suasana belajar bagi pendidik dan tenaga
kependidikan, pembinaan guru perlu diarahkan untuk mencapai keempat kompetensi
tersebut.
Peran Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
Pada umumnya dalam meningkatkan kualitas guru agar menjadi guru profesional
dilakukan melalui pelatihan. Guru direkrut kemudian dilakukan pelatihan dalam waktu
tertentu. Pendekatan pelatihan yang dilakukan bersifat top-down karena materi pelatihan
sudah ditetapkan oleh pusat dan tidak ada partisipasi stake holder dan masyarakat.
Padahal kebutuhan dan permasalahan guru belum tentu sama dari satu daerah ke daerah
lain.
Persiapan pembentukan guru dapat dilaksanakan sedini mungkin dan peran LPTK
sangat diperlukan. Keberadaan Lesson Study diharapkan calon-calon guru dapat terbentuk
seawal mungkin yang mempunyai kemampuan analisis dan evaluasi yang tinggi di
samping mempunyai pemahaman yang tinggi tentang aspek afektif. Lesson Study yang
dilaksanakan di LPTK diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mempersiapkan
materi ajar, metode dan strategi pembelajaran yang inovatif. Selanjutnya dengan
penerapan Lesson Study diharapkan merupakan model alternatif pembinaan calon guru
berkelanjutan dalam peningkatan keprofesionalan guru melalui kesejawatan.
Pengalaman pelaksanaan kegiatan LS di FKIP Universitas Jember memberikan
kontribusi terhadap peningkatan kualitas pembelajaran. Selain itu juga meningkatkan
mutu dosen dalam menyiapkan perkuliahan, media pembelajaran dan alat evaluasi serta
51
bahan ajarnya mengalami peningkatan dan perbaikan. Di fihak lain mahasiwa juga
mengalami peningkatan kualitas perkuliahan dan partisipasi mahasiswa dalam
perkuliahan. Minat dan aktivitas belajar mahasiswa pada umumnya juga mengalami
perbaikan. Dampak lain, selain melangsungkan proses pembelajaran, dosen juga
melakukan penelitian yang berkaitan dengan perbaikan proses pembelajaran baik
menyangkut perencanaan, iplementasi, dan evaluasi. Dengan demikian membawa
dampak terhadap peningkatan dosen dalam mempublikasikan hasil temuannya dalam
pembelajaran. Kegiatan LS juga memberikan dampak positif terhadap peningkatan
akademik atmosfer di jurusan PMIPA pada khususnya dan FKIP Universitas Jember pada
umumnya.
Model pengembangan keprofesionalan dosen melalui LS merupakan alternatif
peningkatan keprofesionalan. Hal ini disebabkan LS adalah model pembinaan profesi
pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan
berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun
komunitas belajar. Siklus pengkajian pembelajaran dalam LS dilakukan dengan
pentahapan plan, do, dan see.
Gambar 1. Siklus Pengkajian Pembelajaran dalam Lesson Study (LS)
Do
Seorang guru melaksanakan
pembelajaran yang berpusat pada siswa sementara guru lain
mengobservasi aktivitas belajar siswa
SEE
Dengan prinsip kolegalitas,secara
kolaborasi merefleksikan
efektivitas pembelajaran dan saling
belajar
PLAN
Secara kolaborasi , merencanakan
pembelajaran yang berpusat pada siswa
berbasis permasalahan di kelas
52
Adapun gambaran umum dan Tujuan utama Lesson Study (LS) serta hubungannya
dengan kompetensi guru adalah sebagai berikut.
Gambaran UmumLesson Study
Merencanakanpembelajaranberdasarkan tujuandan perkembangansiswa
Mengobservasipembelajaran untukmengumpulkan data tentang aktivitasbelajar siswa
Menggunakan datahasil observasi untukmelakukan refleksipembelajaran secaramendalam & luas
Jika perlu melakukanre-planning dg topiksama untukpembelajaran padakelas lain
Tujuan UtamaLesson Study
Meningkatnyapengetahuan tentangmateri ajar
Meningkatnyapengetahuan tentangpembelajaran
Meningkatnyakemampuanmengobservasi aktivitasbelajar
Semakin kuatnyahubungan antarapelaksanaanpembelajaran sehari-haridengan tujuan jangkapanjang
Meningkatnya kualitasrencana pembelajaran
Semakin kuatnyahubungan kolegalitas
Semakin meningkatnyamotivasi untuk selaluberkembang
Perbaikanmutu
pembelajaranterus
menerus
Kompetensiprofesional
Kompetensipedagogik
KompetensiSosial
Kompetensikepribadian
Gambar 2. Gambaran umum dan Tujuan utama Lesson Study (LS) serta hubungannya
dengan kompetensi guru
Pentahapan LS
Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan (merencanakan), Do
(melaksanakan), dan See (merefleksi) secara berkelanjutan. Dengan kata lain Lesson
53
Study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir
(continous improvement).
Tahap Pertama, perencanaan (Plan) bertujuan merancang pembelajaran yang
dapat membelajarkan peserta didik agar berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
Perencanaan yang baik tidak dilakukan sendirian tetapi dilakukan bersama, beberapa
dosen/guru dapat berkolaborasi untuk memperkaya ide-ide. Perencanaan diawali dari
analisis permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Permasalahan dapat berupa
materi pembelajaran, bagaimana menjelaskan suatu konsep. Permasalahan dapat juga
berupa pedagogi tentang metoda pembelajaran yang tepat agar pembelajaran lebih efektif
dan efisien atau permasalahan fasilitas, bagaimana mensiasati kekurangan fasilitas
pembelajaran. Selanjutnya bersama-sama mencari solusi terhadap permasalahan yang
dihadapi yang dituangkan dalam rancangan pembelajaran atau lesson plan, teaching
materials, media pembelajaran dan lembar kerja siswa serta metoda evaluasi. Kegiatan
perencanaan dapat dilakukan beberapa kali pertemuan (2 – 3 kali) agar lebih mantap.
Pertemuan-pertemuan yang sering dilakukan antara dosen-dosen/ guru-guru dalam
perencanaan pembelajaran menyebabkan terbentuknya kolegalitas antara dosen dengan
dosen (guru-guru), sehingga saling berbagi pengalaman dan saling belajar sehingga
sehingga terbentuklah konsep mutual learning (saling belajar).
Tahap kedua dalam LS adalah pelaksanaan (do) untuk menerapkan rancangan
pembelajaran yang telah dirumuskan dalam perencanaan. Dalam perencanaan disepakati
siapa dosen/guru model yang akan mengimplementasikan pembelajaran dan mata
kuliah/pelajaran yang dipilih. Langkah ini bertujuan mengujicoba efektivitas model
pembelajaran yang telah dirancang. Dosen/guru lain dari program studi yang sama/ mata
pelajaran sama dapat bertindak sebagai pengamat (observer) pembelajaran. Sebelum
pembelajaran dimulai sebaiknya dilakukan briefieng kepada para pengamat untuk
menginformasikan kegiatan pembelajaran yang direncanakan dan mengingatkan bahwa
selama pembelajaran berlangsung pengamat tidak mengganggu kegiatan pembelajaran
tetapi mengamati aktivitas mahasiswa/siswa selama pembelajaran. Fokus pengamatan
ditujukan pada interaksi mahasiswa-mahasiswa (siswa-siswa), mahasiswa-bahan ajar
(siswa-bahan ajar), mahasiswa-dosen (siswa-guru), dan mahasiswa-lingkungan (siswa-
54
lingkungan) yang terkait dengan 4 kompetensi guru sesuai dengan UU No. 14 tentang
guru dan dosen.
Lembar observasi pembelajaran perlu dimiliki para pengamat sebelum
pembelajaran dimulai. Para pengamat dipersilahkan mengambil tempat di ruang kelas
yang memungkinkan dapat mengamati aktivitas mahasiswa/siswa. Biasanya para
pengamat berdiri di sisi kiri dan kanan di dalam ruang kelas agar aktivitas
mahasiswa/siswa teramati dengan baik. Selama pembelajaran berlangsung para pengamat
tidak boleh berbicara dengan sesama pengamat dan tidak menganggu aktivitas dan
konsentrasi mahasiswa/siswa. Para pengamat dapat melakukan perekaman kegiatan
pembelajaran melalui video camera atau foto untuk keperluan dokumentasi dan bahan
studi lebih lanjut. Keberadaan para pengamat di dalam ruang kelas disamping
mengumpulkan informasi juga dimaksudkan untuk belajar dari pembelajaran yang
sedang berlangsung dan bukan untuk mengevaluasi dosen/guru model.
Tahap ketiga dalam kegiatan LS adalah refleksi (See). Setelah selesai
pembelajaran langsung dilakukan diskusi antara dosen/guru model dan pengamat yang
dipandu oleh dosen/guru senior atau personel yang ditunjuk untuk membahas
pembelajaran sebagai moderator. Dosen/guru model mengawali diskusi dengan
menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan pembelajaran. Selanjutnya pengamat
diminta menyampaikan komentar dan lesson learn dari pembelajaran terutama berkenaan
dengan aktivitas mahasiswa/siswa. Tentunya, kritik dan saran untuk dosen/guru model
disampaikan secara bijak demi perbaikan pembelajaran. Sebaliknya, dosen /guru model
harus dapat menerima masukan dari pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya.
Berdasarkan masukan dari diskusi ini dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya.
Keberadaan nara sumber (tim ahli) yang berkesempatan hadir bukan untuk
menceramahi peserta tetapi lebih sebagai fasilitator untuk memfasiltasi agar terjadi
sharing pendapat dan pengalaman diantara peserta sehingga komunitas belajar terbangun
sebagai forum pengembangan diri. Oleh karenanya dengan mengimplementasikan LS
maka secara bertahap dan berkelanjutan kualitas pembelajaran dapat meningkat. Peran
LPTK sangat strategis dalam menyiapkan calon guru yang profesional.
55
Adapun rincian pelaksanaan kegiatan LS di LPTK dapat dilakukan dengan
pentahapan sebagai berikut: 1) workshop sosialisasi LS, 2) Workshop penyusunan
teaching plan dan teaching materials, 3) open class, 4) pendokumentasian, 5) monitoring
dan evaluasi, 6) workshop hasil monitoring dan evaluasi, 7) Publikasi karya ilmiah yang
terkait LS, dan 8) seminar hasil LS, 9) Exchange of Experience LS.
Penutup
LS selayaknya tidak hanya sebagai bahan diskusi dan wacana namun perlu
implementasi. Semakin sering mengimplementasikan LS semakin mendapatkan manfaat
dari ber LS. Dalam mengimplementasikan LS seringkali tidak sabar, kebanyakkan dari
mereka terlalu terburu-buru ingin secepatnya mendapatkan perubahan yang signifikan
dari sebelum melaksanakan LS dibandingkan dengan sesudah melaksanakan LS.
Perlunya mengingat kembali bahwa dalam ber LS mengedepankan prinsip perbaikan
dilaksanakan secar terus menerus. LS adalah model pembinaan profesi pendidik melalui
pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-
prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar
MAKALAH SIDANG PARALEL
60
MODEL TRANSFORMASI PEDAGOGIK PADA KONTEN
MIKROBIOLOGI: Suatu Model Hipotetik Untuk Memperbaiki
Lesson Study
Kukuh Munandar1), Muslimin Ibrahim2) dan Leny Yuanita2)
1Mahasiswa S3 Prodi Sains Unesa dan Prodi Pend. Biologi UNMUH Jember, 2Prodi Sains Unesa Surabaya
e-mail: [email protected]
Abstrak: Pembelajaran Konten Mikrobiologi di SMA/MA pada kurikulum 2013 yang menekankan
scientific inquiry terdapat kendala, yang antara lain banyak mikroba (virus, bakteri, jamur) bersifat
pathogen atau infeksius bagi manusia, dan sarana prasarana laboratorium biologi SMA/MA ada
keterbatasan berhubungan dengan keselamatan kerja atau biosafety. Disisi lain guru biologi masih
menemui kendala dalam pedagogik sehubungan dengan kurikulum 2013 dan teknologi berkembang
sangat pesat, termasuk TIK tetapi ada keterbatasan dalam implementasinya oleh guru biologi,
karena: i) manajemen, ii) budaya dan nilai di lingkungan sekolah, iii) kemampuan guru biologi
terhadap TIK, dan iv) dana personal guru (untuk membeli perangkat TIK, pelatihan, dll.) Solusi
yang dilakukan oleh pemerintah antara lain dengan In-service training pada guru dalam bentuk
Lesson Study (LS).
LS yang dilakukan tahapan Plan-Do-See (Saito, 2005 dalam Ibrohim, 2010), sedangkan menurut
Lewis & Hurd (2011): i) Build a lesson study group, ii) Focus the group’s inquiry, iii) Study the
topic & plan the research lesson, iv) Conduct & discuss the research lesson, v) Reflect & plan the
next steps, dan vi) Undertaking lesson stusy is important work to build our profession. Sedangkan
model Inquiry untuk scientific menurut Alberta (2004) dilakukan dengan tahapan: i) Planning, ii)
Retrieving, iii) Processing, iv) Creating, v) Sharing, dan vi) Evaluating.
Alternatif penggabungan LS dengan inquiry yang ditawarkan adalah Model Transformasi
Pedagogik, dengan tahapan secara siklus:
1. Need assessment
2. Planning
3. Implementation & Monitoring
4. Evaluation
Pada setiap tahapan siklus dilakukan immersion dan reflection.
Kata kunci: Model transformasi pedagogik, Lesson study, scientific inquiry, dan Konten
mikrobiologi.
PENDAHULUAN
Abad ke 21 mengharuskan sistem pendidikan dapat mempersiapkan siswanya untuk
kemenangan dalam lomba keterampilan global dan masalah daya saing ekonomi untuk
dekade berikutnya (The Partnership for 21st Century Skills, 2008). Oleh karenanya
memerlukan perubahan dalam pedagogi yang digunakan dalam sistem pendidikan saat ini.
Penggunaan yang efektif dan inovatif dari teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam
mengajar dan strategi belajar berpotensi dapat memecahkan masalah ini. Penggunaan TIK
dalam pendidikan menyediakan lingkungan belajar-mengajar yang baru dan memberikan cara
61
baru dalam pendekatan mengajar dan belajar (Alev, 2004), mengembangkan keterampilan
tingkat tinggi seperti berkolaborasi di seluruh waktu dan tempat, dan memecahkan masalah
dunia nyata (Ghodke, 2013). Penelitian Levy dan Murnane bahwa mampu bekerja dengan
informasi dan teknologi komunikasi (TIK) diakui sebagai salah satu dari kompetensi kunci
yang diperlukan untuk sukses dalam hidup dan persaingan di pasar tenaga kerja (Sorgo et al.,
2010).
Dalam Framework for 21st Century Learning dinjelaskan bahwa keterampilan belajar
dan inovasi yang diperlukan siswa untuk kehidupan yang semakin kompleks dan lingkungan
kerja di dunia abad ke 21 ini adalah: 1) Kreativitas dan Inovasi, 2) Berpikir Kritis dan
Problem Solving, dan 3) Komunikasi dan Kolaborasi. Oleh karena itu sekolah dan perguruan
tinggi harus mempersiapkan siswa/mahasiswa untuk memahami dan menangani isu-isu
global. Guru dan dosen harus memeriksa kembali kurikulum dan strategi mengajarnya
sehingga semua siswa/mahasiswa dapat berkembang dalam masyarakat global dan saling
tergantung. John Dewey (Kemendikbud, 2010) mengatakan “If we teach today as we taught
yesterday, then we rob our children of tomorrow”. Oleh karena itu, guru harus dibekali
dengan mengubah bagaimana mereka membimbing siswa dalam belajar (pedagogi). Guru
yang disiapkan dengan baik dan guru yang mempunyai motivasi merupakan variabel yang
paling penting di dalam suksesnya pembelajaran (Kemendikbud, 2010). Bentuk-bentuk
pendidikan partisipatif dengan menerapkan metode belajar aktif (active learning) dan belajar
bersama (cooperative learning) sangat diperlukan (BSNP, 2010).
Berdasarkan penelitian pendahuluan di beberapa sekolah, terdapat kendala yang dihadapi
guru dalam melaksanakan pembelajaran biologi (khususnya materi mikrobiologi) yang
berlandaskan kurikulum 2013 (sebagai contoh KD 3.4 di SMA/MA kelas X yaitu
mengidentifikasi ciri-ciri Archaeobacteria dan Eubacteria dan peranannya bagi kehidupan
berdasarkan percobaan secara teliti dan sistematis) (Kemendikbud, 2013). Materi pelajaran
ini mewajibkan pembelajaran secara saintifik, tetapi kenyataannya jauh dari hakekat sains
yang seharusnya, yaitu sebagai proses, produk dan sikap. Guru biologi menemui banyak
kendala. Kendala utama adalah keterbatasan guru dalam mengelola pembelajaran praktikum,
laboratorium biologi yang kurang lengkap atau sebagian alat rusak dan bahan yang mahal,
masalah target waktu untuk pencapaian isi pembelajaran, dan kelas yang terlalu besar.
62
Dalam penelitian pendahuluan tersebut juga ditemukan bahwa pembelajaran berbasis
praktikum sesungguhnya bukan hal baru dalam pembelajaran biologi (termasuk konten
mikrobiologi), akan tetapi dalam kenyataannya pembelajaran berbasis praktikum jarang
dilakukan. Ketiadaan alat praktikum di laboratorium yang tidak ada ataupun rusak, bahan
praktikum yang mahal, persiapan yang memerukan waktu tersendiri dan tenaga teknis yang
tidak ada, menjadikan faktor kendala tersendiri. Padahal laboratorium sangat diperlukan
untuk eksperimen maupun observasi dalam rangka membentuk konsep biologi dan hubungan
konsep satu dengan konsep lainnya (Atav & Altunoglu, 2010), untuk latihan, investigasi/
penyelidikan dan pengalaman belajar (Nuryani, 2005).
Disamping itu hasil pengamatan secara empiris di lapangan (Sudargo dan Asiah, 2009)
pembelajaran biologi di SMA lebih mengutamakan pengembangan kognitif siswa yang
tercemin dari pengembangan soal evaluasi. Kemampuan kognitif inipun terbatas pada jenjang
kognitif C1, C2, C3, sementara jenjang kognitif C4, C5, dan C6 sangat jarang dikembangkan
dalam penyusunan soal tes. Padahal jenjang kognitig C4, C5, dan C6 untuk mengembangkan
berpikir tingkat tinggi dan kemampuan berpikir kritis yang diperlukan untuk melakukan
analisis, sintesis, dan evaluasi terhadap berbagai masalah biologi (termasuk konten
mikrobiologi).
Oleh karena itu calon guru biologi perlu dilatih untuk mampu mengelola pembelajaran
biologi berbasis praktikum agar setelah menjadi guru kelak mereka mampu menerapkan di
kelasnya. Dimana fungsi kegiatan praktikum dapat menjadi pengalaman praktek kritis yang
sangat bermanfaat bagi pendidikan guru berkualitas (Burant & Kirby, 2002; Moore, 2003 in
Grootenboer, 2005/2006), mampu memahami konsep secara konstruktivis, terutama konsep-
konsep yang abstrak untuk mengembangkan keterampilan proses dan keterampilan berpikir
kritis (Sudargo dan Asiah, 2009).
Ada kesulitan tersendiri dalam pembelajaran berbasis praktikum pada konten
mikrobiologi (Munandar, 2005) dikarenakan: 1) Di laboratorium mikrobiologi terdapat alat
yang mudah pecah dan senyawa kimia berbahaya bagi siswa, 2) Alat-alat dengan harga yang
cukup mahal, 3) Mikroorganisme (virus, jamur, bakteri) sebagian bersipat parasitis dan
pathogenik bagi manusia, dan 4) Sulitnya mendapatkan preparat awetan patobiologik yang
berhubungan dengan penyakit manusia.
63
MEMADUKAN LS DAN INQUIRY SEBAGAI MODEL PEDAGOGIK PADA
KONTEN MIKROBIOLOGI
Mahasiswa calon guru biologi diharapkan dapat merencanakan pembelajaran biologi
berbasis praktikum/inkuiri, dapat memfasilitasi belajar siswa, dapat menilai belajar siswa,
dapat menciptakan komunitas belajar bagi siswa. Calon guru biologi hendaknya memiliki
keterampilan dasar mengajar, strategi dan metodologi mengajar biologi, berinteraksi dengan
siswa untuk meningkatkan belajar dan hasil belajar, melaksanakan organisasi kelas yang
efektif, menggunakan perkembangan teknologi untuk meningkatkan proses belajar, dan
menggunakan konsepsi awal dan ketertarikan siswa untuk belajar konsep baru.
Ada banyak alasan mengapa pendidikan calon guru sains (in-service science teachers)
gagal untuk mengajar dengan inkuiri (Costensen & Lawson, 1986 in Wenning, 2011).
Diantaranya adalah bahwa guru sains sendiri sering tidak memiliki pemahaman yang
holistik dari upaya ilmiah. Hal ini kemungkinan berasal dari sifat pengajaran sains
tradisional di tingkat perguruan tinggi dan universitas yang biasanya menggunakan sebuah
didaktik/ mengajar dengan pendekatan menceritakan/ceramah (teaching by
telling) (Wenning, 2011).
Bahwa imersi (immersion= berkecimpung terus-menerus) dalam proses inkuiri
membantu untuk mempromosikan keterampilan penyelidikan (inquiry skills) para guru.
Dengan kata lain jika guru memiliki pengalaman dengan proses, praktek dan model inquiry,
maka keterampilan mengajar berbasis inquiry akan meningkat. Hal ini seperti penelitian pada
calon guru sains yang diajarkan oleh seorang ilmuwan (Lunsford, Melear dan Hickok, 2005
in Melear & Lunsford, 2008). Disamping sudah banyak sekolah yang memiliki sarana
prasarana laboratorium biologi yang dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran
tersebut. Sebagai contoh SMA di Kabupaten Jember dengan status SSN baik negeri maupun
swasta telah memiliki laboratorium biologi (Munandar, 2013).
Pengetahuan guru dibutuhkan secara efektif dalam transformasi pengalaman belajar
bagi siswa pada abad 21 dalam dunia digital yang komplek (Lock & Redmond, 2010). Oleh
karenanya Asan & Haliloglu (2005) menyarankan sekolah harus mengintegrasikan kurikulum
dengan menggunakan teknologi sebagai alat untuk pengajaran dan pembelajaran, dan bahwa
siswa menghargai pengalaman yang otentik dan relevan dalam belajar. Akan tetapi hal itu
tidaklah mungkin kita berharap guru-guru sains di lapangan nanti akan melaksanakan
64
kegiatan belajar mengajar sains yang memberikan pengalaman berdasarkan aktivitas, apabila
semasa menempuh studi di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) hanya
mendengarkan saja, tidak mengalami sendiri (Nuryani, 2005).
Implikasi serius bagi sifat dan tujuan pembelajaran bagi lembaga pencetak calon guru
dalam era global ini. LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) sebagai lembaga
pencetak calon guru wajib berbenah diri sesuai tuntutan zaman abad 21 dan kurikulum 2013.
Karena ada kepercayaan bahwa lembaga LPTK dapat membantu mahasiswa calon guru
mengembangkan pengetahuan konten, keterampilan pedagogis, dan pemahaman sosial yang
akan menguntungkan siswa masa depan mereka (Spencer et al., 2005), dan mempromosikan
pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkan terus belajar sepanjang hidup (Ghodke,
2013).
LPTK harus sering memberikan pengalaman melalui praktek mengajar, praktikum, atau
mengajar siswa (Grootenboer, 2005/2006), sehingga dihasilkan guru yang dapat
memfasilitasi siswanya untuk mencapai kompetensi yang diharapkan (Devi, 2010), guru yang
efektif: 1) sebagai manajer kelas yang sangat baik, 2) memahami bagaimana mengajar,
sehingga siswa menguasai apa yang dipelajari, dan 3) memiliki harapan yang tinggi terhadap
keberhasilan siswa (Kemendikbud, 2010).
In-service training melalui LS terdapat kelemahan apabila diterapkan pada mahasiswa
calon guru, karena refleksi dilakukan setelah proses dilaksanakan. Padahal calon guru harus
segera diberikan refleksi dan penguatan untuk dapat segera memperbaiki proses. Disamping
itu pada konten mikrobiologi banyak ditemui mikroba bersifat pathogen dan parasitis,
sehingga dalam berinkuiri terdapat kendala tersendiri.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu adanya pengembangan suatu model
transformasi pedagogik pembelajaran mikrobiologi dibuat berdasarkan pengembangan
Lesson Study dan Model Inkuiri. Pada Lesson study (Saito, 2005 dalam Ibrohin, 2010)
skema kegiatan dalam 3 tahapan, yaitu: Plan (merencanakan), Do (melaksanakan) dan See
(merefleksi) yang berkelanjutan. Sedangkan model inkuiri (Alberta, 2004) dengan tahapan:
Planning, Retreving, Processing, Creating, Sharing, dan Evaluating.
65
Pada model pedagogic yang ditawarkan dengan alur sebagai berikut:
Gambar 1. Model Pengembangan Berdasar Lesson Study dan Inquiry
Planning
Implentation &
Monitoring
Need
Assessm
ent
Evaluatio
n
Immersion &
Reflection
or
Reflection
66
KERANGKA BERPIKIR :
MODEL TRANSFORMASI PEDAGOGIK PADA KONTEN MIKROBIOLOGI:
Suatu Model Hipotetik Untuk Memperbaiki Lesson Study
Pembelajaran Konten Mikrobiologi
Kendala:
1. KD Biologi SMA/MA Kurikulum
2013 pada konten mikrobiologi
mengharuskan behubungan langsung
dengan mikroba (virus, bakteri,
jamur);
2. Banyak mikroba bersifat pathogen
atau infeksius bagi manusia;
3. Sarana prasarana laboratorium
biologi SMA/MA ada keterbatasan
berhubungan dengan keselamatan
kerja atau biosafety.
Guru Biologi Profesional (UU No. 14 Tahun 2005
tantang Guru dan Dosen)
Kendala:
1. Kualitas pedagogik sehubungan dengan kurikulum
2013;
2. Teknologi berkembangan sangat pesat, termasuk
TIK tetapi ada keterbatasan dalam
implementasinya oleh guru biologi, karena:
a) Manajemen (visi sekolah, belum adanya/
standar minimal sarana prasarana).
b) Budaya dan nilai di masyarakat lingkungan
sekolah.
c) Kemampuan guru biologi terhadap TIK.
d) Dana personal guru (untuk membeli perangkat
TIK, pelatihan)
SOLUSI:
In-service training pada mahasiswa calon guru biologi
Lesson Study:
1. Sementara dilakukan berbasis sekolah dan
MGMP;
2. Tahapan menurut Saito (2005 dalam Ibrohim,
2010): Plan-Do-See.
3. Tahapan menurut Lewis & Hurd (2011)
i) Build a lesson study group;
ii) Focus the group’s inquiry;
iii) Study the topic & plan the research lesson;
iv) Conduct & discuss the research lesson;
v) Reflect & plan the next steps
vi) Undertaking lesson stusy is important work
to build our profession.
Model Inquiry (Alberta,
2004):
Tahapan/siklus cukup
panjang, yi:
1. Planning;
2. Retrieving;
3. Processing;
4. Creating;
5. Sharing;
6. Evaluating
Model Transformasi Pedagogik yang ditawarkan, dengan tahapan secara siklus:
1. Penilaian Situasi (Need assessment)
2. Perencanaan (Planning)
3. Pelaksanaan & Monitoring (Implementation & Monitoring)
4. Evaluasi (Evaluation)
Pada setiap tahapan siklus dilakukan imersi (immersion) maupun refleksi (reflection).
67
Daftar Pustaka
Alberta. 2004. Focus on Inquiry: A Teacher’s Guide to Implementing Inquiry-Based
Learning. Canada: Alberta Learning-Learning and Teaching Resources Branch.
Alev, N. 2004. Understanding Change: Perceived Impacts of Educational and Information
Technology (E&IT) on Teaching and Learning. Journal of Turkish Science Education,
Volume 1, Issue 1, July 2004, : 3-20 (Online) http://www.tused.org diakses 9 Maret
2013
Anastopoulou, S.; M. Sharples, S. Ainsworth, C. Crook, C. O’Malley and M. Wright. 2012.
Creating Personal Meaning through Technology-Supported Science Inquiry Learning
across Formal and Informal Settings. International Journal of Science Education, Vol.
34, No. 2, 15 January 2012, pp. 251–273
Asan, A. & Z. Haliloglu. 2005. Implementing Project Based Learning In Computer
Classroom. The Turkish Online Journal of Educational Technology – TOJET July
2005, Volume 4 Issue 3, pp. 68-81
Atav, E. & B.D. Altunoglu, 2010. Pre-Service Teachers’ Views about Their Competencies in
Biology Applications. Journal of Turkish Science Education. Vol.7, Issue 1, March
2010: 37-46, (Online) http://www.tused.org diakses 2 Mei 2013.
BSNP. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. Jakarta: Badan Standar Nasional
Pendidikan. Alev, N. 2004. Understanding Change: Perceived Impacts of Educational
and Information Technology (E&IT) on Teaching and Learning. Journal of Turkish
Science Education, Volume 1, Issue 1, July 2004, : 3-20 (Online) http://www.tused.org
diakses 9 Maret 2013
Devi, PK. 2010. Keterampilan Proses Dalam Pembelajaran IPA. Jakarta: Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu
Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA).
Ghodke, S.N. 2013. Use of ICT Applications In Teaching and Learning Mathematics.
Applied Research And Development Institute Journal, 7(6): 50-58. (online)
www.pgspcf.org
Grootenboer, P. 2005/2006. The Impact of the School-based Practicum on Pre-service
Teachers’ Affective Development in Mathematics. Mathematics Teacher Education
and Development 2005/2006, Vol. 7, 18–32
Ibrohim. 2010. Panduan Pelaksanaan Lesson Study di KKG. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Kemendikbud. 2010. Tantangan, Kebijakan dan Program Menuju Guru Profesional. Jakarta:
Kemendikbud RI.
68
Kemendikbud. 2013. Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah
(MA). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Lock, J.V. & P. Redmond. 2010. Transforming Pre-Service Teacher Curriculum:
Observation Throught a TPACK Lens. In C.H. Steel, M.J. Keppell, P. Gerbic & S.
Housego (Eds.). Curriculum, Technology & Transformation for an Unknown Future.
Proceeding Ascilite Sydney 2010 (p. 559-564), (Online)
http://ascilite.org.au/conferences/sydney10/procs/Lock-concise.pdf diakses 1 Nopember
2012
Melear , C.T. and E. Lunsford . 2008. An Emphasis On Inquiry and Inscription Notebooks:
Professional Development for Middle School and High School Biology Teachers. In
Ollington, G.F. (Ed.) 2008. Teachers and Teaching: Strategies, Innovations and Problem
Solving. New York: Nova Science Publishers, Inc.
Munandar, K. 2005. Pengenalan Laboratorium: Pengantar Pengelolaan Laboratorium di
Sekolah. Jember: Pandea.
Munandar, K. 2013. Sarana Prasana Laboratorium Biologi di SMA Jember Sebagai
Penunjang Pembelajaran Berbasis Praktikum. Makalah disampaikan pada Seminar
Nasional Biologi-IPA 2013 “Implementasi Biologi, Pendidikan Biologi dan Pendidikan
Lingkungan Hidup Untuk Mendukung Pendidikan Karakter”. Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Negeri Surabaya, 19 Januari 2013.
Nuryani, R. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Cetakan I, Malang: Penerbit
Universitas Negeri Malang
Sorgo, A., T. Verčkovnik and S. Kocijančič. 2010. Information and Communication
Technologies (ICT) in Biology Teaching in Slovenian Secondary Schools. Eurasia
Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2010, 6(1), 37-46
Spencer, B.H., A.M. Cox-Petersen & T. Crawford. 2005. Assessing the Impact of Service
Learning on Preservice Teachers in an After-School Program. Teacher Education
Quarterly, Fall 2005: 119-135.
Sudargo, F dan S. Asiah. 2009. Pembelajaran Biologi Berbasis Praktikum Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Siswa SMA.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. (Online)
http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/195107261978032-
FRANSISCA_SUDARGO/ARTIKEL_HIBAH_KOMPETITIF.pdf diakses 28 Februari
2013.
The Partnership for 21st Century Skills. 2008. 21st Century Skills, Education &
Competitiveness: A Resource and Policy Guide. (Online)
http://www.21stcenturyskills.org
69
The Partnership for 21st Century Skills. Framework for 21st Century Learning. Washington,
DC. (Online) http://www.P21.org
Wenning, C.J. 2011. The Levels of Inquiry Model of Science Teaching. J.Phys.Tchr.Educ.
Online, 6(2), Summer 2011: 9-16.
70
PELAKSANAAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN
BERBASIS LESSON STUDY PADA PERKULIAHAN
METODOLOGI PENELITIAN SEBAGAI SARANA
PENINGKATAN PROFESIONALITAS DOSEN PEMULA
Bevo Wahono1, Erik Perdana2, Faisal3, Abbasyakirin4 1 Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember
2 Fakultas Tarbiah IAIN Bengkulu 3 Pendidikan Biologi FKIP Universitas Negeri Makassar
4 Pendidikan Biologi STKIP BIMA
e-mail: [email protected]
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimanakah keterlaksanaan PPL berbasis LS
pada mahasiswa strata dua sebagai sarana peningkatan profesionalitas dosen pemula.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif berbasis Lesson Study. Jenis data dalam
penelitian ini adalah kualitatif yaitu sebagai berikut: 1) Deskripsi keterlaksanaan Lesson
Study. 2) Deskripsi pembelajaran dalam kegiatan Lesson Study dan 3) Lembar hasil
wawancara. Setelah dilakukan analisis data, ada 7 (tujuh) hal yang diperoleh oleh dosen
model dalam pelaksanaan lesson study ini dalam hal kaitannya dengan pengembangan
profesionalisme, yaitu (1) memikirkan dengan cermat mengenai tujuan pembelajaran,
materi pokok, dan bidang studi, (2) mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang
terbaik yang dapat dikembangkan, (3) memperdalam pengetahuan mengenai materi
pokok yang diajarkan, (4) merancang pembelajaran secara kolaboratif, (5) mengkaji
secara cermat cara dan proses belajar serta tingkah laku mahasiswa, (6)
mengembangkan pengetahuan pedagogis yang kuat penuh daya, dan (7) melihat hasil
pembelajaran sendiri melalui mata mahasiswa dan kolega. Berdasarkan hasil penelitian
ini, peneliti menyarankan agar praktik pengalaman lapangan selalu dilakukan berbasis
lesson study. Hal ini sangat berguna terutama bagi dosen-dosen pemula yang jam
terbangya belum terlalu banyak, sehingga profesionalitasnya semakin meningkat.
Namun tidak menutup kemungkinan juga untuk dilaksanakan di tingkat strata satu yang
juga mempersiapkan calon guru.
Kata Kunci: Praktik Pengalaman Lapangan, Lesson Study, Profesionalitas, Dosen Pemula
PENDAHULUAN
Mata kuliah Metodologi Penelitian merupakan mata kuliah wajib bagi setiap
mahasiswa dalam mengikuti kuliah di program studi yang dipilihnya. Mata kuliah
Metodologi Penelitian membekali mahasiswa agar mampu menguasai metode atau cara-
cara melakukan penelitian yang benar. Melakukan penelitian merupakan kewajiban yang
harus dilakukan oleh setiap mahasiswa untuk menyusun tugas akhir skripsi untuk Strata
Satu maupun tesis bagi yang menempuh Strata Dua yang merupakan tugas wajib bagi
setiap mahasiswa prodi pendidikan biologi untuk meraih gelar kesarjanaan (S1) dan S2.
71
Dengan mengikuti perkuliahan Metodologi Penelitian diharapkan mahasiswa mampu
melakukan penelitian dengan benar sesuai kaidah-kaidah metodologi penelitian.
Ketercapaian tujuan mata kuliah Metodologi Penelitian segera terwujud jika
kegiatan perkuliahannya dilaksanakan dengan optimal, artinya kegiatan perkuliahan yang
melibatkan dosen dan mahasiswa harus dilaksanakan se-ideal mungkin. Dosen dan
mahasiswa harus aktif dalam kegiatan perkuliahan tersebut. Sarana dan prasarana
perkuliahan haruslah tersedia dengan baik dan media perkuliahan memadai sesuai silabus
mata kuliah Metodologi Penelitian. Disamping itu yang paling penting ialah bahwa
kegiatan perkuliahan haruslah terpusat pada mahasiswa (student centered). Mahasiswa
harus aktif dalam kegiatan perkuliahan untuk dapat mengkonstruksi dan menemukan
konsep-konsep ilmu tentang metode penelitian. Kemampuan mengkonstruksi mahasiswa
dapat dibangun melalui kegiatan perkuliahan dengan pendekatan konstruktivis.
Perkuliahan dengan pendekatan konstruktivis menempatkan mahasiswa sebagai subjek
belajar yang mandiri untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri. Namun demikian
untuk melaksanakan pembelajaran dengan baik, tentu kualitas dan profesionalitas dosen
merupakan suatu yang sangat penting.
Pendidikan bermutu tidak akan terwujud tanpa adanya guru dan dosen berkualitas.
Sejalan dengan kenyataan tersebut,upaya awal yang harus dilakukan untuk mewujudkan
pendidikan bermutu adalah meningkatkan kualitas guru dan dosen. Melalui peningkatan
mutu guru dan dosen akan mampu mengembangkan mutu pembelajaran (learning
process) yang akan berdampak pada peningkatan mutu lulusan. Pada akhirnya
kepemilikan karakter yang kuat dan cerdas bagi guru dan dosen akan berdampak pada
peningkatan mutu pendidikan. Melalui guru dan dosen yang berkualitas, pendidikan
bermutu akan segera terwujud (Usman, 1996).
Ada banyak cara yang dilakukan untuk meningkatkan profesionalitas dan kualitas
dosen yaitu berkolaborasi dengan dosen lain dalam hal belajar membelajarkan mahasiswa
atau lebih dikenal dengan istilah Lesson Study. Lesson Study bertujuan untuk melakukan
pembinaan profesi pendidik secara berkelanjutan agar terjadi peningkatan profesionalitas
pendidik terus menerus tercermin dari peningkatan mutu pembelajaran. Kalau tidak
dilakukan pembinaan terus menerus maka profesionalitas guru/ dosen dapat menurun
72
dengan bertambahnya waktu. Bagaimana membinanya, yaitu melalui pengkajian
pembelajaran secara terus menerus dan berkolaborasi.
Seperti yang telah dijelaskan diatas, salah satu point penting yang tidak boleh
dilupakan dalam suatu pengajaran di perguruan tinggi adalah dosen. Setiap tahun, suatu
perguruan tinggi baik negeri maupun swasta biasanya selalu mendapat tambahan tenaga
pengajar/ dosen baru. Kualitas dosen muda bermacam-macam, tergantung dengan
kemampuan individu dan lulusan mana berasal. Dosen baru atau dosen pemula atau calon
dosen yang sedang menempuh Strata dua ini harus diasah keprofesionalitasannya agar
dapat mengajar dengan baik dan dapat mencapai tujuan tiap-tiap mata kuliah dengan
memuaskan. Salah satu upaya atau sarana untuk meningkatkan profesionalitas dosen
muda ini yaitu dengan pelaksanan PPL berbasis lesson study.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif berbasis Lesson Study. Usman
(1996) menyatakan bahwa apabila seorang ingin meningkatkan pembelajaran salah satu
cara yang dapat ditempuh yakni berkolaborasi dengan guru lain dalam merancang,
mengamati, dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Susilo (2011)
mengatakan bahwa melalui Lesson Study guru mengamati peserta didik belajar, dengan
demikian, tidak difokuskan pada bagaimana guru mengajar sehingga jika ada masukan
mengenai apa yang terjadi di kelas, guru sudah berlatih mendengarkan komentar tanpa
harus tersinggung atau sakit hati.
Pada penelitian ini, kehadiran peneliti mutlak diperlukan, karena peneliti
bertindak sebagai perancang kegiatan, pelaksana pembelajaran, pengumpul data,
penganalisis dan pelapor hasil penelitian. Mengacu pada salah satu karakteristik lesson
study yakni perlu adanya kolaboratif, maka peneliti berkolaborasi dengan 3 orang kolega
masing-masing adalah mahasiwa Jurusan Pendidikan Biologi Program Pascasarjana
Universitas Negeri Malang angkatan tahun 2010/2011. Subyek penelitian ini adalah dosen
muda yang melaksanakan praktik pengalaman lapangan (PPL) berbasis lesson study (LS)
di offering A, B dan C mahasiswa semester 3 mata kuliah metodologi penelitian tahun
ajaran 2011/2012 program studi pendidikan biologi Universitas Negeri Malang.
73
Jenis data dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu sebagai berikut: 1) Deskripsi
keterlaksanaan Lesson Study, sumber data berasal dari mahasiswa, dosen model, observer,
teknik pengumpulan data dengan observasi. 2) Deskripsi pembelajaran dalam kegiatan
Lesson Study, sumber data berasal dari mahasiswa, teknik pengumpulan data dengan
observasi. 3) Lembar hasil wawancara.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman. Miles dan Huberman
(1984) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga
sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu 1)
mereduksi data (data reduction), 2) menyajikan data (data display), 3) menarik
kesimpulan/ verifikasi (Conclusions drawing/verification). Model interaktif dalam
analisis data ditunjukkan pada Gambar berikut
Gambar 1. Komponen dalam Analisis Data (Miles dan Huberman, 1984)
Penelitian ini, terdiri dari lima siklus dan setiap siklus terdiri dari empat fase.
Berikut penjelasan pada setiap siklus.
Siklus 1
1. Perencanaan
Pada tahap ini dilakukan hal-hal sebagai berikut: Telaah (penyempurnaan) buku
teks, menyiapkan LKM, menyiapkan RPP, menyiapkan lembar observasi keterlaksanaan
Lesson Study kegiatan perencanaan (Plan), menyiapkan lembar observasi keterlaksanaan
Data
collection Data
display
Data reduction
Conclusions:
drawing/verifyin
Data
collection Data
display
Data
reduction
Conclusions:
drawing/verifyin
g
74
Lesson Study kegiatan pelaksanaan (Do), menyiapkan lembar observasi keterlaksanaan
Lesson Study kegiatan refleksi (See), menyiapkan lembar observasi pembelajaran dalam
kegiatan Lesson Study. Setelah hal-hal yang perlu disiapkan pada tahap perencanaan
selesai dilanjutkan dengan tahap validasi instrumen yang telah disiapkan tersebut.
Selanjutnya dilakukan Plan dalam Lesson Study dengan melakukan diskusi bersama
anggota kelompok Lesson Study. Dalam Plan didiskusikan RPP yang didalamnya dibahas
tujuan pembelajaran, apersepsi untuk membuka pelajaraan,, metode/strategi
pembelajaran, media pembelajaran, materi pembelajaran, pengelolaan waktu, evaluasi
dan instrumen evaluasi. Pada saat Plan juga dilakukan sosialisasi lembar observasi
kepada seluruh anggota kelompok Lesson Study yang akan menjadi obsever.
2. Pelaksanaan
Pada tahap ini merupakan implementasi dari dari tahap perencanaan yaitu
melaksanakan pengajaran di kelas sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Tahap ini bersesuaian dengan tahap Do dalam Lesson Study. Pada tahap Do, guru model
menerapkan rancangan pembelajaran yang telah direncanakan, anggota Lesson Study
yang lain mengamati dengan lembar keterlaksanaan observasi pembelajaran dalam
kegiatan Lesson Study.
3. Pengamatan
Tahap pengamatan berlangsung bersamaan dengan dengan tahap pelaksanaan.
Pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Pengamatan dilakukan
dengan menggunakan lembar observasi keterlaksanaan Lesson study yang sudah
disiapkan pada tahap perencanaan. Tahap ini bersesuaian dengan tahap Do dalam Lesson
Study. Pada tahap Do, disamping guru model menerapkan rancangan pembelajaran yang
telah direncanakan, dan anggota Lesson Study yang lain mengamati dengan lembar
keterlaksanaan observasi pembelajaran dalam kegiatan Lesson Study, juga diamati
bagaimana keterlaksanaan Do itu sendiri dengan menggunakan lembar observasi
keterlaksanaan Lesson Study kegiatan pelaksanaan (Do).
4. Refleksi
Pada tahap ini dilakukan diskusi olah peneliti, guru pelaksana dan observer
tentang implementasi rancangan tindakan, hal-hal yang sudah berjalan dengan baik dan
bagian mana yang belum. Dengan kata lain dilakukan diskusi untuk menemukan hal-hal
75
yang sudah sesuai dengan rancangan dan hal-hal yang masih perlu diperbaiki. Tahap ini
bersesuaian dengan tahap See dalam Lesson Study, dosen model mengawali diskusi
dengaan menyampaikan kesan dan pemikirannya mengenai pelaksanaan pembelajaran.
Kesempatan berikutnya diberikan kepada guru yang bertugas sebagai pengamat.
Keterlaksanaan See dalam Lesson Study diamati dengan lembar observasi keterlaksanaan
Lesson Study kegiatan refleksi (See).
Siklus 2, 3, 4, dan 5
Hasil refleksi pada siklus satu digunakan sebagai acuan untuk pelaksanaan siklus
kedua dan seterusnya. Keputusan untuk mengulangi kesuksesan atau menguatkan hasil,
atau akan memperbaiki langkah terhadap hambatan yang ditemukan pada siklus pertama
dijadikan rancangan untuk siklus kedua. Setelah menyusun rancangan untuk siklus kedua,
dilanjutkan ke tahap pelaksanaan, observasi dan refleksi, seperti langkah pada siklus satu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum pelaksanaan pembelajaran (do) dilaksanakan dikelas, tentunya semua
anggota lesson study melaksanakan perencanaan atau di dalam lesson study dikenal
dengan istilah plan. Perencanaan ini tidak dilakukan sendiri oleh dosen, akan tetapai
dilakukan dan dibahas secara bersama-sama. Sehingga diharapkan hasilnya juga akan
lebih maksimal. Kekurangan pada perencanaan dari dosen model akan ditambah dan
diperbaiki oleh anggota timnya. Dengan demikian ini sangat membantu bagi dosen
pemula atau dosen muda. Namun tidak menutup kemungkinan berlaku juga untuk dosen-
dosen yang sudah senior. Beberapa hal yang disepakati oleh anggota LS untuk
dilaksanakan pada saat pengajaran dikelas yaitu pemberian time on task.
Pemberian time on task sebagai upaya pemberian kesempatan kepada mahasiswa
untuk mengajukan pertanyaan merupakan salah satu upaya dosen dalam menciptakan
iklim belajar yang dapat merangsang mahasiswa untuk ikut berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran. Nurhadi (2004) mengemukakan bahwa kebebasan merupakan
unsure esensial dalam lingkungan belajar. Dalam pandangan konstruktifistik, kebebasan
dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar, karena kontrol belajar dipegang siswa itu
sendiri.
Pemberian kesempatan yang diberikan dosen model kepada mahasiswa untuk
bertindak sebagai partisipan dalam proses pembelajaran merupakan upaya dosen model
76
untuk membantu mahasiswa dalam memperoleh pemahaman konsepnya sendiri. Dengan
demikian, mahasiswa memiliki kesempatan yang luas untuk mengembangkan self
regulated learning-nya untuk memamahami materi-materi perkuliahan.
Crabb (1982) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif (dalam hal ini adalah
metode diskusi tanya jawab yang dielaborasikan dengan metode yang lainnya)
memberdayakan keterampilan berpikir tinggi. Dikatakan bahwa para siswa yang
bekerjasama selama pembelajaran diberdayakan/ diaktifkan dan tidak hanya duduk pasif
mendengarkan informasi yang disampaikan dosen.
Berikut ada 7 (tujuh) hal yang diperoleh oleh dosen model dalam pelaksanaan
lesson study ini, setelah dilakukan analisis data. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan
pengembangan profesionalisme guru/dosen Usman (1996), yaitu (1) memikirkan dengan
cermat mengenai tujuan pembelajaran, materi pokok, dan bidang studi, (2) mengkaji dan
mengembangkan pembelajaran yang terbaik yang dapat dikembangkan, (3) memperdalam
pengetahuan mengenai materi pokok yang diajarkan, (4) merancang pembelajaran secara
kolaboratif, (5) mengkaji secara cermat cara dan proses belajar serta tingkah laku
mahasiswa, (6) mengembangkan pengetahuan pedagogis yang kuat penuh daya, dan (7)
melihat hasil pembelajaran sendiri melalui mata mahasiswa dan kolega.
1. Dengan LS Dosen Model Memikirkan Dengan Cermat Mengenai Tujuan
Pembelajaran, Materi Pokok, dan Bidang Studi
LS tidak hanya memperhatikan pembelajaran untuk satu kali pertemuan atau satu
pokok bahasan saja, melainkan bagaimana membelajarkan satu unit materi pokok dan
bahkan bidang studi, dan juga memperhatikan perkembangan siswa dalam jangka
panjang. Karena itu, ketika memilih bidang kajian akademis dan topik LS, dosen sering
(a) menargetkan dalam mengatasi kelemahan siswa dalam belajar, (b) memilih topik yang
bagi guru sulit mengajarkannya, (c) memilih subjek terkini, misalnya aspek kebaharuan
segi isi, teknologi, dan pendekatan pembelajaran, (d) memusatkan perhatian pada hal
terpenting yang mendasar yang berpengaruh terhadap pembelajaran lainnya. Hal ini
tentunya akan sangat berguna terhadap dosen muda yang akan memulai kariernya
didalam dunia perencanaan dalam pemmbelajaran dikelas.
2. Dengan LS Dosen Mengkaji dan Mengembangkan Pembelajaran yang Terbaik yang
Dapat Dikembangkan
77
Melalui LS, dosen muda dapat mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang
terbaik, misalnya dosen mampu menghasilkan produk buku atau modul. Buku atau modul
tersebut memuat tujuan jangka panjang yang ingin dicapai, filosofi pembelajaran yang
dianut, rancangan pembelajaran dan rancangan seluruh unit, contoh hasil kerja
mahasiswa, hasil refleksi mengenai kekuatan dan kesulitan dalam pembelajaran, serta
petunjuk praktis bagi dosen lain yang ingin mencoba pembelajaran tersebut. Dalam hal
ini, dosen yang lain tidak hanya diharapkan mencoba membelajarkan, tetapi yang lebih
penting mereka sedapat mungkin menambah, menguji, dan melaporkan perbaikan yang
mereka lakukan. Proses tersebut akan bermuara pada peningkatan kualitas pembelajaran
dan profesionalitas dosen muda tersebut yang tentunya masih sangat kurang
berpengalaman.
3. Dengan LS dosen muda dapat Memperdalam Pengetahuan Mengenai Materi Pokok
Yang Diajarkan
LS juga memperdalam pengetahuan dosen mengenai materi pokok yang diajarkan.
Dengan melaksanakan LS, dosen dapat mengidentifikasi dan mengorganisasi informasi
apa yang mereka perlukan untuk memecahkan masalah pembelajaran yang menjadi fokus
kajian dalam LS. Melalui LS dosen secara bersama-sama berkesempatan untuk
memikirkan pengetahuan yang dianggap penting, apa saja yang belum mereka ketahui
mengenai hal itu, dan berusaha mencari informasi yang mereka perlukan untuk
membelajarkan mahasiswa. Dosen yang muda dapat belajar dan melihat dosen yang lebih
senior begitupun sebaliknya.
4. LS Memungkinkan Dosen muda Merancang Pembelajaran Secara Kolaboratif
LS memberi kesempatan kepada dosen secara kolaboratif merancang
pembelajaran. Menurut Ibrahim (2009), rata-rata guru di Jepang mengamati sekitar 10
pembelajaran yang diteliti setiap tahun. Guru di Jepang mempersepsi bahwa aktivitas
kolaboratif sangat menguntungkan. Aktivitas kolaboratif dapat memberikan kesempatan
kepada guru untuk memikirkan pembelajarannya sendiri setelah mempertimbangkannya
dengan pengalaman yang dilakukan oleh guru yang lain. Melalui LS guru dapat saling
membelajarkan melalui aktivitas-aktivitas shared knowledge.
5. LS Memungkinkan Dosen Mengkaji Secara Cermat Cara dan Proses Belajar Serta
Tingkah Laku mahasiswa
78
LS memberi kesempatan kepada dosen untuk mengkaji secara cermat cara dan
proses belajar serta aktivitas mahasiswa. Fokus LS hendaknya diarahkan pada
peningkatan pembelajaran melalui pengamatan terhadap aktivitas belajar mahasiswa.
Pengamatan tersebut bertujuan untuk menemukan cara-cara untuk meningkatkan kegiatan
belajar dan kegiatan berpikir mahasiswa, bukan pada kegiatan dosen. Oleh sebab itu,
aktivitas LS sesungguhnya buka menyalahkan dosen atau mengkritik kesalahan dosen. Di
dalam LS, dosen perlu mencari bukti bahwa mahasiswa memang belajar, termotivasi, dan
berkembang. Berdasarkan data yang dikumpulkan, dosen dapat melihat pembelajarannya
melalui tanggapan siswa. Untuk memperoleh respon mahasiswa tersebut, pertanyaan yang
dapat diajukan, adalah: bagaimana pemahaman mahasiswa mengenai materi
pembelajarannya? Apakah mahasiswa tertarik untuk belajar? Apakah mereka
memperhatikan ide mahasiswa lainnya? Secara singkat, ada 5 hal penting terkait dengan
data siswa yang perlu dikumpulkan, yaitu hasil belajar akademis, motivasi dan persepsi,
tingkah laku sosial, sikap terhadap belajar, dan interaksi guru-siswa dalam proses
pembelajaran.
6. Dengan LS Dosen Mengembangkan Pengetahuan Pedagogis Yang Kuat Penuh Daya
LS dapat memberi peluang kepada dosen untuk mengembangkan pengetahuan
pedagogis secara optimal. Hal ini disebabkan karena melalui LS dosen secara terus
menerus berupaya untuk mengembangkan dan meningkatkan strategi pembelajaran yang
dapat diterapkan untuk menerjemahkan kurikulum. Dosen dapat secara terus menerus
memikirkan bagaimana kualitas pertanyaan yang mampu dipecahkan oleh mahasiswa
dalam pembelajaran. Pertanyaan tersebut diharapkan dapat memotivasi mahasiswa untuk
mempertahankan minat belajarnya secara konsisten. Dosen juga memikirkan bagaimana
menggunakan debat agar mampu memaksimalkan partisipasi mahasiswa dalam diskusi
dan bagaimana mendorong mahasiswa untuk dapat membuat catatan yang baik dan
melakukan refleksi diri.
7. LS Memungkinkan Dosen Melihat Hasil Pembelajaran Sendiri Melalui Respon Siswa
dan Tanggapan Para Kolega
LS memberi kesempatan kepada dosen model melihat hasil pembelajarannya
sendiri melalui respon mahasiswa dan tangapan para kolega. Data yang diberikan oleh
kolega menjadi “cermin” bagi dosen yang melaksanakan LS. Kolega dapat membantu
79
dosen mencatat kegiatan diskusi dalam kelompok kecil, menghitung jumlah mahasiswa
yang angkat tangan, atau mencatat pertanyaan dan jawaban dosen. Dosen pelaksana LS
dapat pula memita kepada kolega untuk mencatat interaksi mahasiswa, misalnya
difokuskan pada interaksi 3 orang mahasiswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang,
dan rendah, dan menilai karya mereka. Dengan cara ini, dosen model dapat melihat
bagaimana mahasiswa mengalami pembelajaran yang efektif.
KESIMPULAN
Pelaksanaan praktik pengalaman lapangan berbasis lesson study dapat berfungsi
sebagai sarana peningkatan profesionalitas dosen pemula. Hal in terbukti dengan
banyaknya perubahan yang didapatkan terhadap pengajaran dosen setelah beberapa kali
open class dan menjadi observer ketika dosen lain mengajar. Perubahan dan pengaruh
tersebut diantaranya adalah memikirkan dengan cermat mengenai tujuan pembelajaran,
materi pokok, dan bidang studi, mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang
terbaik yang dapat dikembangkan, memperdalam pengetahuan mengenai materi pokok
yang diajarkan, merancang pembelajaran secara kolaboratif, mengkaji secara cermat cara
dan proses belajar serta tingkah laku mahasiswa, mengembangkan pengetahuan
pedagogis yang kuat penuh daya, dan melihat hasil pembelajaran sendiri melalui mata
mahasiswa dan kolega.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan agar praktik pengalaman
lapangan selalu dilakukan berbasis lesson study. Hal ini sangat berguna terutama bagi
dosen-dosen pemula yang jam terbangya belum terlalu banyak, sehingga
profesionalitasnya semakin meningkat. Namun tidak menutup kemungkinan juga untuk
dilaksanakan di tingkat strata satu yang juga mempersiapkan calon guru.
DAFTAR RUJUKAN
80
Ibrohim. 2009. Pengaruh Model Implementasi Lesson Study dalam Kegiatan MGMP
Terhadap Peningkatan Kompetensi Guru dan Hasil Belajar Biologi Siswa.
Disertasi tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UM Malang.
I Wayan, S. 2009. Implementasi Lesson Study Dalam Pembelajaran. Makalah Disajikan
dalam ”Seminar Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran bagi Guru- Guru
TK, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Nusa Penida,
Tanggal 24 Januari 2009, di Nusa Penida.
Milles, M.B and Huberman, M.A. 1984. Qulitative Data Analysis. London: Sage
Publication.
Nurhadi, B.Y dan A.G. Senduk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya
dalam KBK. Malang: UM Press.
Pannen, P. 1994. Strategi Kognitif, Mengajar di Perguruan Tinggi Bagian 1. Jakarta:
PAU PPAI Dikti Depdikbud.
Susilo, H., Chotimah, H., Joharmawan, R., Jumiati, Sari, Y.D., Sunarjo. 2011. Lesson
Study Berbasis Sekolah. Malang: Bayumedia Publishing.
Tim Lesson Study. 2007. Rambu-rambu Pelaksanaan Lesson Study.Yogyakarta: FMIPA
UNY.
Usman, U.M. 1996. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Gramedia.
81
Implementasi Lesson Study dalam Mata Kuliah Fisiologi
Tumbuhan Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember
Iis Nur Asyiah1 1 Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, UNEJ
email: [email protected]
Abstrak: Lesson study merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara
kolaboratif dan berkesinambungan berdasarkan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk
membangun komunitas belajar. Lesson study dapat diimplementasikan pada berbagai jenjang
pendidikan, termasuk perguruan tinggi. Lesson study mata kuliah Fisiologi Tumbuhan dilaksanakan
pada semester ganjil 2011/2012. Tahap implementasi Lesson study yang dilakukan adalah
perencanaan pembelajaran (plan), pelaksanaan pembelajaran (do), dan refleksi (see). Siklus lesson
study dilakukan 3 kali dengan topik Metabolisme, Fotoperiodisme, dan Fotomorfogenesis. Hasil
Lesson study menunjukkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran Mata Kuliah Fisiologi
Tumbuhan yaitu dengan variasi metode pembelajaran, variasi media, dan cara evaluasi. Implementasi
Lesson study secara berkelanjutan akan mempercepat peningkatan profesionalisme dosen dalam
pelaksanaan perkuliahan.
Kata Kunci: Lesson study, Fisiologi Tumbuhan
PENDAHULUAN
Lesson study merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas
dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Lesson study bukan merupakan
metode atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan Lesson study dapat menerapkan berbagai
metode ataupun strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan
yang dihadapi pendidik (Hendayana, 2007: 10). Lesson study adalah suatu metode analisis
kasus pada model pembelajaran, ditujukan untuk membantu pengembangan profesional para
guru (dosen) dan membuka kesempatan bagi mereka untuk saling belajar berdasarkan
praktik-praktik nyata di tingkat kelas (Pelita, 2009b: 2).
Catherine Lewis (2004) dalam Sudrajat (2008: 1) mengemukakan pula tentang ciri-
ciri esensial dari Lesson Study, yang diperolehnya berdasarkan hasil observasi terhadap
beberapa sekolah di Jepang, yaitu:
1. Tujuan bersama untuk jangka panjang. Lesson study didahului adanya kesepakatan
dari para guru (dosen) tentang tujuan bersama yang ingin ditingkatkan dalam kurun
waktu jangka panjang dengan cakupan tujuan yang lebih luas, misalnya tentang:
pengembangan kemampuan akademik mahasiswa, pengembangan kemampuan
individual mahasiswa, pemenuhan kebutuhan belajar mahasiswa, pengembangan
pembelajaran yang menyenangkan, pengembangan kerajinan mahasiswa dalam
belajar, dan sebagainya.
82
2. Materi pelajaran yang penting. Lesson study memfokuskan pada materi atau bahan
pelajaran yang dianggap penting dan menjadi titik lemah dalam pembelajaran
mahasiswa serta sangat sulit untuk dipelajari mahasiswa.
3. Studi tentang mahasiswa secara cermat. Fokus yang paling utama dari Lesson Study
adalah pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan mahasiswa, misalnya,
apakah mahasiswa menunjukkan minat dan motivasinya dalam belajar, bagaimana
siswa bekerja dalam kelompok kecil, bagaimana siswa melakukan tugas-tugas yang
diberikan guru, serta hal-hal lainya yang berkaitan dengan aktivitas, partisipasi, serta
kondisi dari setiap mahasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan
demikian, pusat perhatian tidak lagi hanya tertuju pada bagaimana cara dosen dalam
mengajar sebagaimana lazimnya dalam sebuah supervisi kelas yang dilaksanakan oleh
ketua jurusan atau pejabat lain yang berwenang.
4. Observasi pembelajaran secara langsung. Observasi langsung boleh dikatakan
merupakan jantungnya Lesson Study. Penilaian kegiatan pengembangan dan
pembelajaran yang dilaksanakan siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan cara
melihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lesson Plan) atau hanya melihat
dari tayangan video, namun juga harus mengamati proses pembelajaran secara
langsung. Dengan melakukan pengamatan langsung, data yang diperoleh tentang
proses pembelajaran akan jauh lebih akurat dan utuh, bahkan sampai hal-hal yang
detail sekali pun dapat digali. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja
digunakan hanya sebatas pelengkap, dan bukan sebagai pengganti.
Lesson Study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan
kesempatan kepada para guru untuk dapat: (1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang
tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa, (2) memikirkan secara
mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa,
misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara
berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, (3) mengkaji tentang
hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain
(peserta atau partisipan Lesson Study), (4) belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru
lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa,
(5) mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran
maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui
pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang
dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam
membelajarkan siswa, dan (7) mengembangkan “The Eyes to See Students” (kodomo wo miru
me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (obeserver), pengamatan tentang
perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan jelas (Catherine Lewis (2004) dalam Sudrajat,
2008: 1) .
Lesson study dapat diterapkan pada berbagai jenjang pendidikan dari tingkat sekolah
dasar sampai perguruan tinggi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember
83
Jurusan Pendidikan MIPA mulai menyelenggarakan Lesson study pada tahun akademik
2010/2011. Tujuan program ini yaitu agar dosen dapat melakukan inovasi pembelajaran
secara kolaborasi diantara dosen sebidang, sehingga diharapkan dapat terjadi peningkatan
kualitas pembelajaran. Pelaksanaan dikelompokkan dalam rumpun-rumpun mata kuliah
sejenis dan dikelola pada tingkat program studi.
Fisiologi Tumbuhan merupakan salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa Prodi
Pendidikan Biologi. Mata kuliah ini merupakan mata kuliah yang terintegrasi dengan
praktikum dan memiliki bobot SKS 3/1. Mata kuliah Fisiologi Tumbuhan merupakan mata
kuliah rumpun botani yang ditawarkan pada semester 5 dengan mata kuliah prasyarat yang
wajib sudah ditempuh oleh mahasiswa adalah Struktur dan Pertumbuhan Tumbuhan I dan II,
Taksonomi Tumbuhan, dan Biokimia. Dengan demikian pemahaman terhadap setiap sub-sub
kompetensi mata kuliah Fisiologi Tumbuhan diprediksi akan memberikan kemudahan bagi
mahasiswa untuk mencapai perolehan hasil belajar mata kuliah tersebut secara optimal.
Berdasarkan pengalaman kegiatan kuliah Fisiologi Tumbuhan tahun sebelumnya,
dosen pengampu mayoritas menggunakan metode pembelajaran ceramah dan presentasi.
Suwarna dkk (2005: 106) mengemukakan bahwa dalam metode ceramah maka dosen sebagai
subyek penyampai informasi serta sebagai pusat perhatian. Dosen lebih banyak bicara
sedangkan mahasiswa hanya mendengarkan atau mencatat hal-hal yang penting. Komunikasi
yang terjadi cenderung satu arah (one way traffic communication). Karena itu, proses
pembelajaran menjadi membosankan dan kurang menarik. Penggunaan metode presentasi
telah melibatkan mahasiswa secara aktif dalam pembelajaran, tetapi ada kecenderungan
mahasiswa hanya memahami materi yang menjadi tanggung jawabnya, sedangkan materi lain
tidak dipahami sepenuhnya.
Media yang digunakan selama proses pembelajaran kadang terbatas hanya dengan
power point. Hal ini juga menyebabkan kesulitan bagi mahasiswa untuk memahami konsep
Fisiologi Tumbuhan yang kompleks dan abstrak. Mata kuliah Fisiologi Tumbuhan pada
dasarnya merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji konsep-konsep aktivitas hidup yang
dilakukan tumbuhan. Karena itu, membutuhkan media pembelajaran yang berbeda dengan
mata kuliah lain.
Hambatan lain yang ditemukan dalam pelaksanaan mata kuliah Fisiologi Tumbuhan
adalah cara evaluasi yang dilakukan hanya berdasarkan nilai tugas, ujian midsemester, dan
ujian akhir semester. Cara evaluasi seperti ini menyebabkan nilai akhir mahasiswa kurang
memuaskan. Persentase nilai akhir Fisiologi Tumbuhan mahasiswa tahun ajaran 2010/2011
masih didominasi nilai C (46%) sehingga pada tahun ajaran 2011/2012 jumlah mahasiswa
mengulang mencapai hampir 25%.
Permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan tersebut perlu segera diatasi
sehingga pembelajaran berlangsung lebih optimal. Kualitas pembelajaran Mata kuliah
84
Fisiologi Tumbuhan perlu dilakukan perbaikan atau peningkatan salah satunya dengan
pelaksanaan Lesson study.
METODE
Lesson study dilaksanakan pada semester ganjil 2011/2012. Model pembelajaran
yang akan dipilih yaitu dengan inovasi yang meliputi variasi metode, media, dan evaluasi
pembelajaran. Materi pembelajaran yang dipilih adalah (1) metabolisme, (2) fotoperiodisme ,
dan (3) fotomorfogenesis. Kelas yang dipilih untuk pelaksanaan Lesson study adalah kelas A
semester 5 yang menempuh mata kuliah Fisiologi Tumbuhan semester ganjil tahun ajaran
2011/2012. Pemilihan kelas didasarkan pada jumlah mahasiswa yang tidak terlalu besar (34
mahasiswa). Selain itu, 90% peserta kuliah kelas A adalah mahasiswa yang baru menempuh
mata kuliah Fisiologi Tumbuhan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mata kuliah Fisiologi Tumbuhan merupakan mata kuliah dengan bobot 4 (3-1) sks
sehingga pelaksanaan untuk setiap pertemuan 2x50 menit. Kegiatan lesson study (LS) mata
kuliah Fisiologi Tumbuhan sudah dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklusnya meliputi
perencanaan (plan), pelaksanaan (do), dan refleksi (see). Tahap awal yang dilakukan adalah
pemilihan 3 topik. Topik terpilih yaitu: (1) metabolisme, (2) fotoperiodisme, dan (3)
fotomorfogenesis. Pemilihan topik berdasarkan topik tersulit bagi mahasiswa yang dilihat
berdasarkan nilai mata kuliah Fisiologi Tumbuhan tahun sebelumnya. Santyasa (2009: 8)
mengemukakan alasan pemilihan topik dalam pelaksanaan LS yaitu target dalam mengatasi
kelemahan mahasiswa dalam belajar, topik yang bagi dosen sulit mengajarkannya, subjek
terkini, misalnya aspek kebaharuan segi isi, teknologi, dan pendekatan pembelajaran, dan
memusatkan perhatian pada hal terpenting yang mendasar yang berpengaruh terhadap
pembelajaran lainnya.
Tahap perencanaan (plan) yang pertama dilakukan untuk merencanakan pelaksanaan
perkuliahan termasuk memperbaiki Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
pembuatan Lembar Kegiatan Mahasiswa (LKM). RPP sebagai rambu-rambu pelaksanaan
proses pembelajaran proses pembelajaran sangat perlu dibuat agar pelaksanaannya berjalan
lancar. LKM dibuat untuk pegangan mahasiswa dalam melaksanakan diskusi sehingga
mahasiswa memahami materi perkuliahan. LKM dibuat dalam bentuk pertanyaan terbuka
sehingga lebih bermakna. Surachman (2001) menyatakan bahwa Lembar Kegiatan
Mahasiswa yang bersifat terbuka (unstructured, unguided, free inquiry,free discovery)
memberi makna adanya pemberian peluang besar bagi mahasiswa untuk mengembangkan
kreatifitas dan daya nalarnya. Arahan yang diberikan oleh dosen biasanya lebih bersifat
sebagai stimulasi bagi mahasiswa untuk mengerjakan sesuatu kegiatan belajar.
Pembentukan kelompok perlu dilakukan terlebih dahulu setelah plan pertama. Salah
satu faktor yang menjadi pertimbangan adalah kemampuan atau pemahaman dasar Fisiologi
Tumbuhan setiap mahasiswa. Hal ini diantisipasi dengan pelaksanaan test general bagi semua
85
mahasiswa. Kelompok disusun dengan tingkat pemahaman awal yang beragam. Mahasiswa
yang nilai test general agak kurang dijadikan koordinator kelompok. Pelita (2009c: 15, 36)
mengemukakan bahwa alasan kegiatan kelompok yaitu bagi mahasiswa yang lambat dapat
belajar lebih baik dengan bantuan mahasiswa yang cepat menangkap pelajaran, mahasiswa
yang cepat menangkap pelajaran dapat memperdalam pemahaman dengan memberi
penjelasan atas subyek pada mahasiswa yang lambat, bagi seluruh mahasiswa dapat
menyelesaikan permasalahan dengan mendengarkan dan memanfaatkan pemikiran dan
gagasan mahasiswa lain serta dapat membangun hubungan yang lebih baik satu sama lain.
Inovasi dalam tahap pelaksanaan (do) mengikuti skenario pembelajaran untuk
masing-masing dengan berbagai variasi metode pembelajaran. Topik 1 menggunakan metode
pembelajaran ceramah interaktif, diskusi, dan tanya jawab. Topik 2 dan 3 menggunakan
metode pembelajaran diskusi dan tanya jawab. Variasi metode pembelajaran bertujuan agar
kualitas perkuliahan meningkat. Mulyasa (1996, 102-103) menyatakan bahwa kualitas
pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran
dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidaknya 75% peserta didik
(mahasiswa) terlibat secara aktif. Keterlibatan ini baik secara fisik, mental maupun sosial
dalam pembelajaran. Selain itu juga menunjukkan kegiatan belajar yang tinggi, semangat
yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran
dikatakan berhasil dan berkualitas apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri
mahasiswa seluruhnya atau setidak-tidaknya 75%.
Metode yang digunakan tersebut masing-masing mempunyai keunggulan dan
kelemahan. Sehingga dengan adanya variasi metode maka keunggulan metode yang satu
dapat menutupi kelemahan metode yang lain. Metode ceramah masih digunakan untuk proses
pemberian motivasi oleh dosen kepada mahasiswa, menyimpulkan konsep-konsep penting
yang dipelajari sehingga memungkinkan mahasiswa melihat lebih jelas hubungan antara
materi satu dengan yang lain. Metode diskusi diterapkan terutama dengan strategi group to
group. Dua atau tiga kelompok memperoleh materi diskusi sama. Strategi Group to group
atau yang dalam bahasa Indonesia bermakna pertukaran kelompok dengan kelompok
merupakan salah satu strategi active learning dimana tugas-tugas yang berbeda diberikan
pada kelompok siswa yang berbeda. Setiap kelompok mengajarkan kepada siswa lain yang
dia pelajari. Setiap kelompok ditugaskan untuk mendiskusikan materi yang diberikan dan
berkewajiban mempresentasikan hasil diskusi dalam kelompoknya. Metode tanya jawab
diterapkan agar kelas menjadi lebih hidup dan dan lebih aktif, memberi kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya sehingga dosen mengetahui hal-hal yang belum dimengerti oleh
mahasiswa, serta komunikasi dan interaksi yang terjadi tidak hanya satu arah.
Hasil refleksi (see) topik 1 menunjukkan mahasiswa sudah aktif mengikuti
perkuliahan dan diskusi. Hambatan yang masih ditemui yaitu waktu pembelajaran belum
optimal karena melebihi waktu seharusnya. Hal ini dapat diantisipasi yaitu presentasi
dilaksanakan tanpa harus menunggu semua kelompok selesai mengerjakan LKM. Presentasi
dilakukan di akhir perkuliahan dengan tujuan terjadi pertukaran informasi antar kelompok.
86
Materi Metabolisme merupakan materi cukup kompleks sehingga menarik minat mahasiswa
untuk bertanya. Pertanyaan beragam dari mahasiswa pada akhir perkuliahan (sesi tanya
jawab) merupakan salah satu indikator peningkatan kualitas pembelajaran.
Waktu pelaksanaan (do) topik 2 kurang optimal melebihi waktu yang sudah
ditentukan. LKM masih ada yang belum selesai dikerjakan. Dosen memberi dorongan kepada
kelompok yang tidak dapat menyelesaikan tugas dan menampilkan presentasi yang tidak
lengkap. Hal ini diatasi dengan pemberian masukan dari kelompok lain yang mendapat topik
sama. Cara ini merupakan cara yang baik agar mahasiswa saling menunjukkan kesulitan yang
dialami dan memandu kelompok tersebut untuk mencapa kesimpulan dengan bantuan
mahasiswa lain. LKM kemudian dikumpulkan karena presentasi juga tidak harus selalu
berbentuk ucapan lisan di depan kelas tetapi mengumpulkan LKM juga bisa dikatakan cukup.
Pelita (2009c: 39) mengemukakan bahwa presentasi tidak harus selalu berbentuk ucapan lisan
di depan kelas. Pengumpulan Lembar Kegitan serta menuliskan jawaban atau tabel
rangkuman di papan tulis bisa dikatakan sudah cukup.
Hambatan lain yang dihadapi pada do topik 2 adalah masih adanya anggota kelompok
yang tidak aktif mengikuti diskusi. Mahasiswa yang tidak aktif justru merupakan koordinator
kelompok. Hal ini sebenarnya sudah diantisipasi terlebih dahulu yaitu mahasiswa yang hasil
test general kurang justru dijadikan koordinator kelompok. Namun dalam kenyataannya tetap
kurang optimal mengkoordinasi kelompoknya. Dosen akhirnya meminta yang melakukan
presentasi adalah koordinator kelompok. Pelita (2009c: 39) menyatakan bahwa guru (dosen)
juga harus mendorong siswa yang pasif dan pendiam untuk melakukan presentasi. Hal ini
dapat dilakukan dengan sangat hati-hati.
Penilaian antar teman dilakukan untuk mengetahui inisiatif, kerjasama, keaktifan dan
tanggungjawab masing-masing anggota dari sudut pandang anggota lain dalam kelompok
tersebut. Koordinator kelompok di semua kelompok (1 sampai 5) memiliki nilai inisiatif dan
aktivitas paling rendah dibandingkan dengan anggota kelompok lain. Hal ini juga teramati
selama proses pembelajaran yang menunjukkan koordinator kelompok tidak mengkoordinasi
kelompoknya dan justru cenderung pasif. Mahasiswa dengan nilai general test lebih baik
cenderung memiliki nilai inisiatif, kerjasama, aktivitas, dan tanggung jawab lebih tinggi
dibandingkan anggota kelompok lain.
Pelaksanaan topik 3 sudah tidak mengalami hambatan dalam hal waktu. Mahasiswa
aktif dalam perkuliahan, diskusi dan tanya jawab. Materi perkuliahan telah disiapkan dan
mahasiswa sebelumnya sudah diminta membaca materinya terlebih dahulu. Dosen setelah
memberi ceramah meminta mahasiswa berdiskusi bagian materi yang belum dipahami. Hasil
diskusi kemudian memunculkan pertanyaan mengenai materi yang belum dimengerti
sehingga dilakukan sesi tanya jawab. Sesi ini dilaksanakan dengan lancar dan mahasiswa
aktif mengikutinya. Akhir perkuliahan dilaksanakan postest mengenai fotomorfogenesis.
Hasil postest jumlah mahasiswa yang mendapat nilai 70 (3); 80 (7); 90 (20) 100 (4). Nilai
87
diatas 80 mencapai 88% yang merupakan salah satu indikator bahwa materi sudah dipahami
oleh mahasiswa.
Hasil refleksi dari ke-3 topik menunjukkan variasi media yaitu power point dan flash
tentang materi dapat mendekatkan mahasiswa pada obyek yang dipelajari. Dalam kegiatan
pembelajaran media merupakan salah satu sumber belajar yang dapat menyampaikan pesan-
pesan pendidikan kepada para mahasiswa. Briggs dalam Sudiman (1984: 6) berpendapat
bahwa media merupakan segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang
siswa untuk belajar. Perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan indra, hambatan
jarak dan waktu, dan lain-lain dapat dibantu dengan memanfaatkan media. Oleh karena itu,
kehadiran media dalam pembelajaran tidak mungkin diabaikan. Dalam proses pembelajaran,
kehadiran media sangat penting terutama dalam menyajikan model kompetensi target yang
ingin dicapai (modelling). Pelita (2009c: 22) mengemukakan salah satu efektif membuat
pembelajaran atraktif adalah menggunakan hal-hal yang konkrit.
Implementasi Lesson study Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan menunjukkan adanya
peningkatan kualitas pembelajaran baik dari segi proses maupun hasil. Selain itu,
pelaksanaan ini diharapkan dapat mencapai tujuan Lesson study. Bill Cerbin & Bryan Kopp
dalam Sudrajat (2008: 2) mengemukakan bahwa Lesson Study memiliki 4 (empat) tujuan
utama, yaitu untuk : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana
mahasiswa belajar dan dosen mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat
dimanfaatkan oleh para dosen lainnya, di luar peserta Lesson Study; (3) meningkatkan
pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah
pengetahuan pedagogis, dimana seorang dosen dapat menimba pengetahuan dari dosen
lainnya. Sedangkan itu Argawinata (2009: 1) menyatakan bahwa lesson study pada dasarnya
melibatkan sekelompok orang yang melakukan perencanaan, implementasi, dan refleksi
pasca pembelajaran secara bersama-sama sehingga membentuk suatu komunitas belajar yang
secara sinergis diharapkan mampu menciptakan terobosan-terobosan baru dalam menciptakan
pembelajaran inovatif. Dengan cara seperti ini, maka setiap anggota komunitas yang terlibat
sangat potensial untuk mampu melakukan self-development sehingga memiliki kemandirian
untuk berkembang bersama-sama dengan anggota komunitas belajar lainnya.
Implementasi Lesson study secara berkelanjutan akan mempercepat peningkatan
profesionalisme dosen dalam pelaksanaan perkuliahan. Putra (2008: 1) menyatakan bahwa
peningkatan keprofesionalan guru (dosen) akan diikuti oleh peningkatan efektifitas kegiatan
belajar mengajar dan secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan mutu
pendidikan.
KESIMPULAN
1. Tahap implementasi Lesson study Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan Tahun Akademik
2011/2012 yang dilakukan adalah perencanaan pembelajaran (plan), pelaksanaan
pembelajaran (do), dan refleksi (see).
88
2. Siklus lesson study dilakukan 3 kali dengan topik (1) metabolisme, (2)
fotoperiodisme, dan (3) fotomorfogenesis
3. Hasil Lesson study menunjukkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran Mata
Kuliah Fisiologi Tumbuhan yaitu dengan variasi metode pembelajaran, variasi media,
dan cara evaluasi.
4. Implementasi Lesson study secara berkelanjutan akan mempercepat peningkatan
profesionalisme dosen dalam pelaksanaan perkuliahan. Peningkatan keprofesionalan
dosen akan diikuti oleh peningkatan efektifitas kegiatan belajar mengajar dan secara
tidak langsung akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Argawinata, A. 2009. Bagaimana melaksanakan Lesson study. http://www.lpmpjabar.go.id.
Hendayana, dkk. 2007. Lesson study suatu strategi untuk meningkatakan keprofesionalan
pendidik (Pengalaman IMSTEP-JICA). UPI Press. Bandung.
Madigan, M.T., J.M. Martinko, and J.Parker. 2009. Brock Biology of Microorganisms. 12th
ed. Prentice Hall International. Inc. USA
Mulyasa, E. 1996. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Remaja Rosda Karya, Bandung.
PELITA. 2009a. Panduan untuk peningkatan proses belajar dan mengajar.
Depdiknas/Depag-JICA. Jakarta
PELITA. 2009b. Panduan untuk Lesson study berbasis MGMP dan Lesson study berbasis
Sekolah. Depdiknas/Depag-JICA. Jakarta
PELITA. 2009c.Buku Petunjuk Guru untuk pembelajaran yang lebih baik. Depdiknas/Depag-
JICA. Jakarta
Putra, W.E., 2008. Peningkatan profesionalisme guru melalui Lesson study.
http://www.lessonstudy.0308widarso.html.
Santyasa, I.W. 2009. Implementasi Lesson study dalam pembelajaran. Disajikan dalam
Seminar Lesson study dalam pembelajaran bagi guru-guru TK, Sekolah Dasar, dan
sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Nusa Penida.
Sudiman, A. 1984. Media pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Sudrajat, A. 2008. Lesson study untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran. http://
www.lessonstudy.Blogwordpress.com.
Surachman. 2001. Pengembangan bahan ajar. FMIPA UNY, Yogyakarta
89
Suwarna. 2005. Pengajaran Mikro, pendekatan praktis menyiapkan pendidik profesional.
Tiara Wacana, Yogyakarta
Tim Lesson study. 2007. Rambu-rambu pelaksanaan Lesson study. FMIPA UNY.
Yogyakarta
90
Penerapan Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dipadu
dengan Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Kemampuan
Memecahkan Masalah dan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Kelas A
Semester V tahun Akademik 2013 2014 Matakuliah SBM Biologi Universitas
Negeri Malang
Tri Asih Wahyu H 1
1 Universitas Negeri Malang
email: [email protected]
Abstrak: Perubahan paradigma dalam pembelajaran adalah paradigma Sains sebagai produk berubah menjadi
Sains sebagai proses, belajar berbasis pengetahuan berubah menjadi berbasis kompetensi, pembelajaran
sebagai kegiatan instruktif menjadi pembelajaran sebagai kegiatan fasilitatif, serta penilaian konseptual
berubah menjadi penilaian autentik. Hudoyo (dalam Figianti, 2013) berpendapat bahwa memecahkan
masalah merupakan aktivitas intelektual tingkat tinggi. Hal ini senada dengan teori belajar yang
dikemukakan oleh Gagne (dalam Figianti, 2013). Berdasarkan teori belajar tersebut dapat diketahui
bahwa ketrampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah.
Memecahkan masalah merupakan tipe belajar yang paling tinggi dari tipe belajar yang dikemukakan oleh
Gagne (dalam Figianti, 2013), yaitu belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal,
membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan masalah. Dengan demikian,
antara ketrampilan intelektual tingkat tinggi dengan kemampuan memecahkan masalah memiliki
keterkaitan. Namun, berdasarkan hasil observasi di kelas SBM dapat diketahui bahwa belum pernah
diterapkan model-model pembelajaran khusus secara runtut dan sistematis, selain itu metode yang
digunakan adalah diskusi kelompok, dalam diskusi kelompok yang maju presentasi belum dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan tingkat tinggi. Untuk itulah diperlukan model pembelajaran inovatif
yang dapat memberdayakan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan berpikir kritis. Model
pembelajaran yang dapat diterapkan adalah CIRC yang dipadu PBL untuk menyiapkan generasi yang
mampu memecahkan masalah dan berpikir kritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan
kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis dengan penerapan model CIRC
dipadu PBL. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas berbasis Lesson study yang dilaksanakan
dalam dua siklus. Data kemampuan memecahkan masalah dan berpikir kritis diperoleh dari skor Lembar
Kerja Mahasiswa dan tes tulis yang dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan memecahkan masalah mengalami peningkatan sebesar 24,03% dari siklus I ke siklus II,
sedangkan kemampuan berpikir kritis mengalami peningkatan sebesar 24% dari siklus I ke siklus II.
Kata kunci: CIRC dipadu PBL, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berpikir kritis, PTKLS
PENDAHULUAN
Perubahan paradigma dalam pembelajaran adalah paradigma Sains sebagai produk
berubah menjadi Sains sebagai proses, belajar berbasis pengetahuan berubah menjadi
berbasis kompetensi, pembelajaran sebagai kegiatan instruktif menjadi pembelajaran sebagai
kegiatan fasilitatif, serta penilaian konseptual berubah menjadi penilaian autentik.
Pemberdayaan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah sangat penting dalam
kegiatan pembelajaran Pendidikan Biologi demi menciptakan lulusan sarjana pendidikan
91
yang kelak akan menjadi guru yang profesional. Hudoyo (dalam Figianti, 2013) berpendapat
bahwa memecahkan masalah merupakan aktivitas intelektual tingkat tinggi. Hal ini senada
dengan teori belajar yang dikemukakan oleh Gagne (dalam Figianti, 2013). Berdasarkan
teori belajar tersebut dapat diketahui bahwa ketrampilan intelektual tingkat tinggi dapat
dikembangkan melalui pemecahan masalah. Memecahkan masalah merupakan tipe belajar
yang paling tinggi dari tipe belajar yang dikemukakan oleh Gagne (dalam Figianti, 2013),
yaitu belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan,
pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan masalah. Dengan demikian,
antara ketrampilan intelektual tingkat tinggi dengan kemampuan memecahkan masalah
memiliki keterkaitan. Namun, berdasarkan hasil observasi di kelas SBM dapat diketahui
bahwa belum pernah diterapkan model-model pembelajaran khusus secara runtut dan
sistematis, selain itu metode yang digunakan adalah diskusi kelompok, dalam diskusi
kelompok yang maju presentasi belum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tingkat
tinggi. Untuk itulah diperlukan model pembelajaran inovatif yang dapat memberdayakan
kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan berpikir kritis.
Model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan untuk membantu siswa
dalam memecahkan masalah adalah model pembelajaran CIRC karena langkah-langkah
dalam CIRC dapat mengarahkan siswa untuk memecahkan masalah. Penggunaan model
CIRC akan mengajak siswa untuk berfikir tentang masalah yang berkaitan dengan materi.
Siswa akan berusaha untuk memecahkan masalah tersebut dan menyampaikan hasil
pemikirannya kepada siswa lain, sehingga siswa akan saling bertukar pikiran untuk
memecahkan masalah tersebut. Siswa akan berpikir kritis atau berpikir tingkat tinggi untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga kemampuan berpikir kritis akan
meningkat apabila kemampuan memecahkan masalah juga meningkat. Penelitian ini akan
menggunakan sintaks dari Steven dan Slavin yang akan disesuaikan dengan tujuan
penelitian ini.
Tahap pertama adalah pembagian kelompok. Pembagian kelompok dimaksudkan
agar siswa dapat belajar secara berkelompok. Belajar dengan berkelompok lebih banyak
memberikan keuntungan pada siswa dan pembelajaran itu sendiri karena dengan
berkelompok siswa dapat saling membantu apabila mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.
Tahap kedua adalah pembagian bahan bacaan. Bahan bacaan sangat membantu siswa
dalam memecahkan masalah. Ketika siswa melakukan proses membaca, banyak hal yang
akan diperoleh siswa. Thorndike (dalam Figianti, 2013) berpendapat bahwa membaca itu
sebenarnya merupakan proses ketika seseorang sedang berfikir dan bernalar. Proses
membaca akan melibatkan aspek-aspek berpikir seperti mengingat, memahami,
membedakan, membandingkan, menemukan, menganalisis, mengorganisasikan, dan pada
92
akhirnya menerapkan apa-apa yang terkandung dalam abcaan. Hal ini berarti siswa
mengalami beberapa aspek berpikir ketika membaca bahan bacaan yang telah diberikan oleh
guru. Siswa juga akan mendapat banyak informasi dari bahan bacaan tersebut, sehingga
dapat membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang ada, khususnya soal yang
termasuk tingkat analisis, sehingga mendapatkan hasil belaajr yang lebih baik. Hal ini
didukung oleh penelitian Jensen (2009) dalam Figianti (2013) yang menunjukkan bahwa
membaca merupakan salah satu kemampuan motorik yang mendukung kemampuan
akademik siswa, dalam hal ini adalah hasil belajar.
Tahap ketiga adalah kegiatan diskusi. Diskusi mempermudah siswa menyelesaikan
soal-soal yang ada karena siswa dalam kelompok dapat saling membantu menyelesaikan
soal-soal tersebut dengan cara saling memberikan pendapat. Keuntungan lain yang diperoleh
dengan berdiskusi siswa mempunyai kesempatan untuk membahas soal-soal dalam lembar
diskusi, menyampaikan pendapat, saling berbagi informasi, dan memberikan komentar
sanggahan, maupun kritikan atas pernyataan yang diberikan oleh anggota lain dalam
kelompok. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan diskusi yang dikemukakan oleh Beard
(dalam Figianti, 2013). tujuan diskusi yang dimaksud adalah mengembangkan kemampuan
mental yang terdiri dari empat tujuan khusus, yaitu: membina pengetahuan,
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan
mengembangkan cara berpikir kritis.
Tahap keempat adalah pesntasi kelompok. preentsi kelompok bertujuan utnuk
mengetahui sejauh mana setiap siswa dalam kelompok ikut melakukan diskusi atau ikut
menyelesaikan soal-soal yang ada. Tujuan lainnya adalah utnuk mengukur penguasaan
materi siswa terhadap tugas yang diberikan dan melatih keberanian dalam berpendapat dan
menjawab pertanyaan. Proses tersebut menyebabkan siswa akan banyak memperoleh
pemahaman baru mengenai materi yang terkait karena siswa dapat bertukar pendapat.
Tahap kelima adalah pengambilan kesimpulan. Pengambilan kesimpulan dalam
setiap pembelajaran memang diperlukan. Hal ini dikarenakan dengan pengambilan
kesimpulan, siswa akan mengetahui lebih jauh tentang materi yang telah dibahas dan
membantu siswa dalam mengingat materi tersebut. Pengambilan kesimpulan dapat
dilakukan oleh siswa dengan bantuan guru, guru itu sendiri, atau siswa dan guru secara
bersama-sama mengambil kesimpulan dari materi yang telah dibahas.
Langkah-langkah tersebut diatas sesuai dengan tujuan utama CIRC, yaitu
menggunakan tim-tim kooperatif untuk membantu para siswa mempelajari kemampuan
memahami bacaan yang dapat diaplikasikan secara luas. Artinya, dengan kemampuan
memahami bacaan tersebut, siswa tidak hanya mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan
93
yang muncul, tetapi juga lebih peka terhadap masalah-masalah yang ada, dan memotivasi
siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
Salah satu tahap CIRC, yaitu pembagian bahan bacaan yang berisi masalah memang
diarahkan untuk tujuan ini (Slavin, 2005). Selama masa tindak lanjut, para siswa bekerja
secara kelompok untuk mengidentifikasi lima unsur penting dari sebuah bacaan. Kelima
unsur tersebut adalah karakter, latar belakang kejadian, masalah, usaha yang dilakukan, dan
solusi akhir (Slavin, 2005). Dengan demikian, siswa akan diarahkan untuk membuat
penjelasan terhadap prediksi mengenai bagaimana memecahkan masalah.
Model pembelajaran yang berbasis konstruktivisme adalah model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL). PBL terutama dikembangkan untuk mengembangkan
kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual; belajar berbagai
peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan
menjadi pebelajar siswa yang mandiri (Sudibyo, 2003). Model pembelajaran CIRC yang
dipadu dengan PBL diharapkan akan lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah dan berpikir kritis karena siswa akan bekerja dalam kelompok untuk
mencari alternatif pemecahan masalah atas rumusan masalah yang ditemukannya.
Problem Based Learning yaitu proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran
berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata dan lalu dari masalah ini siswa dirangsang
untuk mempelajari masalah ini berdasarkan pengetahuan dan pengalaman baru. Problem
Based Learning (Pembelajaran berbasis masalah) yang dinyatakan oleh kunandar bahwa
tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran
ide secara terbuka. Secara garis besar pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan
kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan
kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
PBL terdiri atas lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa
dengan suatu situasi masalah (orientasi siswa pada masalah), mengorganisasikan siswa
untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan
dan menyajikan hasil karya, dan diakhiri dengan menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang berbasis Lesson Study dengan
menggunakan pendekatan kualitatif yang dilaksanakan dua siklus. Penelitian ini dilaksanakan di
Universitas Negeri Malang yang beralamat di Jl. Semarang no. 5, Malang. Subjek dalam
penelitian ini adalah mahasiswa peserta mata kuliah Strategi Belajar Mengajar semester V tahun
akademik 2013/2014 yang berjumlah 24 mahasiswi. Prosedur penelitian tindakan kelas yang
94
dilakukan guru sebagai tim peneliti merupakan suatu rangkaian siklus yang berkelanjutan
(Ebbut (1985) dalam Ibrahim, 2011) . Di dalam dan di antara siklus-siklus itu ada informasi yang
merupakan balikan dari apa yang telah dilakukan oleh peneliti. Sebagian dari balikan itu
diharapkan diperoleh secara mendalam dan lengkap, dan dari sisi siswa karena dilaksanakan
dalam kaitannya dengan kegiatan Lesson Study. Jadi PTK dilaksanakan berbasis Lesson Study
dalam rangka terutama agar dapat memperkuat pelaksanaan PTK yang merupakan proses yang
dinamis di mana ada empat tahap yaitu 1) perencanaan tindakan, 2) pelaksanaan atau
implementasi tindakan, observasi dan asesmen 3) análisis hasil observasi dan asesmen
dilanjutkan dengan interpretasi, 4) refleksi. Setiap pertemuan dalam PTK tersebut dilaksanakan
dalam siklus LS dalam arti melalui tahapan plan, do, dan see.
Instrumen penelitian yang digunakan meliputi daftar wawancara dosen, lembar kerja
mahasiswa, rubrik kemampuan memecahkan masalah, soal tes tulis, rubrik kemampuan
berpikir kritis, silabus, RPP, dan angket balikan mahasiswa. Data kemampuan memecahkan
masalah diperoleh dari lembar kerja mahasiswa sedangkan kemampuan berpikir kritis
diperoleh dari tes akhir siklus. Data-data tersebut dianalisis secara deskriptif untuk
mengetahui peningkatan dalam tiap siklusnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keterlaksanaan Pembelajaran dan Lesson Study
Pembelajaran dengan model CIRC dipadu PBL telah diterapkan 100% artinya semua
tahapan telah dilaksanakan baik pada siklus I maupun siklus II. Begitu pula dengan pelaksanaan
Lesson Study telah terlaksana dengan baik.
Pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan peserta didik dapat didiskusikan
dalam suatu perencanaan yang terstruktur, hal ini erat kaitannya dengan pelaksanaan Lesson
Study sebagai salah satu alternatif yang dapat digunakan oleh guru untuk mengatasi praktik
pembelajaran yang kurang efektif. Dengan adanya Lesson study dalam penelitian tindakan kelas
ini memberikan warna tersendiri bagi guru, guru memiliki kesempatan untuk berdiskusi dengan
guru lain dan merancang pembelajaran yang efektif untuk dibelajarkan kepada siswanya. Pada
penelitian tindakan kelas ini juga di warnai dengan Lesson study, guru model merancang RPP
sesuai dengan permasalahan di kelas dan didiskusikan selama kegiatan Plan kemudian ketika
guru menerapkan RPP di kelas di dampingi oleh beberapa observer, terdapat lembar monitoring
untuk mengetahui sejauh mana proses Lesson Study tersebut berjalan sesuai rencana, dan terakhir
adalah dari apa yang telah dikerjakan oleh guru model direfleksikan berdasarkan lembar
monitoring kegiatan See. Dari lembar monitoring dapat diketahui bahwa selama menjalankan
siklus PTK pada masing-masing kegiatan Open Class telah terlaksana pula kegiatan Lesson
Study. Peran Lesson Study dalam Penelitian Tindakan Kelas sangat besar terutama memperbaiki
95
proses pembelajaran secara teknis yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Misalnya pada
kemampuan memecahkan masalah pada aspek merumuskan masalah mahasiswa pada pertemuan
2 dan pertemuan 3 pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 10 %. Hal ini dikarenakan
bacaan yang digunakan sebagai pemicu munculnya masalah segera diperbaiki. Adanya perbaikan
pada bacaan merupakan hasil See (Refleksi) pada Lesson Study sehingga kemampuan
memecahkan masalah mahasiswa semakin baik dari pertemuan satu ke pertemuan berikutnya
dalam satu siklus.
B. Kemampuan Memecahkan Masalah
Penilaian kemampuan memecahkan masalah mahasiswa pada siklus I dan II ditentukan
berdasarkan skor yang ada pada rubrik kemampuan memecahkan masalah. Rata-rata kemampuan
memecahkan masalah adalah 88,8% dan terjadi peningkatan sebesar 24,03% jika dibandingkan
dengan siklus I. Slavin (1995) dalam Figianti (2013) yang berpendapat bahwa model
pembelajaran CIRC dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
pemecahan masalah dan memberikan solusi terhadap permasalahan yang diberikan oleh guru.
Siswa akan berpikir kritis atau berpikir tingkat tinggi untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya sehingga kemampuan berpikir kritis akan meningkat apabila kemampuan
memecahkan masalah juga meningkat. Selain itu model pembelajaran lain yang berbasis
konstruktivisme yaitu PBL juga mampu meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. PBL
sangat efektif digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa,
membantu siswa dalam memproses informasi yang dimiliki, dan membantu siswa untuk
membangun pengetahuannya tentang dunia sosial dan dunia fisik yang ada di sekitarnya. Sintaks
model pembelajaran PBL memungkinkan siswa untuk mengemukakan masalah dan
memecahkannya secara individu atau berkelompok. Pada tahap oreintasi pada masalah disajikan
bacaan yang mengandung fenomena sehingga mahasiswa dapat merumuskan masalah kemudian
berusaha memecahkan masalah tersebut pada tahap selanjutnya yaitu pengorganisasian siswa
untuk belajar dan pengembangan dan penyajian hasil karya. Berdasarkan sintaks ini maka
kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah akan meningkat.
C. Kemampuan Berpikir Kritis
Rata-rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa adalah sebesar 93,75%, terjadi peningkatan
sebesar 29,8% jika dibandingkan dengan siklus I. Kemampuan berpikir kritis dihitung
berdasarkan rubrik kemampuan berpikir kritis.
Kemampuan berpikir kritis juga dihitung dari hasil tes di akhir siklus II yang dinilai
berdasarkan rubrik kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan tabel pada Lampiran 18 dapat
96
diketahui bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa sebesar 71%, terjadi
peningkatan sebesar 24% jika dibandingkan dengan hasil tes siklus I.
Slavin (1995) dalam Figianti (2013) yang berpendapat bahwa model pembelajaran CIRC
dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah dan
memberikan solusi terhadap permasalahan yang diberikan oleh guru. Siswa akan berpikir kritis
atau berpikir tingkat tinggi untuk memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga kemampuan
berpikir kritis akan meningkat apabila kemampuan memecahkan masalah juga meningkat. Selain
itu model pembelajaran lain yang berbasis konstruktivisme yaitu PBL juga mampu
meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. PBL sangat efektif digunakan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, membantu siswa dalam memproses
informasi yang dimiliki, dan membantu siswa untuk membangun pengetahuannya tentang dunia
sosial dan dunia fisik yang ada di sekitarnya. Sintaks model pembelajaran PBL memungkinkan
siswa untuk mengemukakan masalah dan memecahkannya secara individu atau berkelompok.
Pada tahap oreintasi pada masalah disajikan bacaan yang mengandung fenomena sehingga
mahasiswa dapat merumuskan masalah kemudian berusaha memecahkan masalah tersebut pada
tahap selanjutnya yaitu pengorganisasian siswa untuk belajar dan pengembangan dan penyajian
hasil karya. Berdasarkan sintaks ini maka kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah
akan meningkat.
Hasil penelitian oleh Afriani (2010) menunjukkan bahwa model pembelajaran CIRC dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam memberikan suatu solusi terhadap suatu permaslahan
yang diberikan oleh guru dan dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa kerena mereka bisa
menemukan sendiri konsep dari materi yang dipelajari dan berani menyampaikan pendapat di
dalam kelas. Kemampuan dalam memberikan solusi terhadap suatu permasalahan yang diberikan
merupakan salah satu aspek atau indikator dari berpikir kritis.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilaksanakan pada penelitian ini maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.(1) Penerapan pembelajaran CIRC dipadu dengan PBL
dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah mahasiswa Kelas A Semester V tahun
Akademik 2013/ 2014 Matakuliah SBM Universitas Negeri Malang, hal ini didasarkan pada
meningkatnya nilai rata-rata prosentase kemampuan memecahkan masalah pada siklus I dan
siklus II berturut-turut 71,66% dan 88,88%, sehingga dapat dikatakan terjadi peningkatan sebesar
24,03% dibanding dengan perolehan rata-rata kemampuan memecahkan masalah pada siklus I,
(2) Penerapan pembelajaran CIRC dipadu dengan PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis mahasiswa Kelas A Semester V tahun Akademik 2013/ 2014 Matakuliah SBM Universitas
Negeri Malang, hal ini didasarkan pada meningkatnya nilai rata-rata prosentase kemampuan
97
berpikir kritis berdasarkan LKM pada siklus I dan siklus II berturut-turut 72,22% dan 93,75%,
sehingga dapat dikatakan terjadi peningkatan sebesar 29,80% dibanding dengan perolehan rata-
rata kemampuan berpikir kritis pada siklus I, sedangkan kemampuan berpikir kritis berdasarkan
nilai postes pada siklus I dan siklus II berturut-turut 57% dan 71%, sehingga dapat dikatakan
terjadi peningkatan sebesar 24% dibanding dengan perolehan rata-rata kemampuan berpikir kritis
pada siklus I.
Daftar Pustaka
Afriani, Dini. 2010. Pengaruh penerapan model pembelajaran CIRC terhadap hasil belajar IPS
geografi Siswa kelas VIII SMPN 8 Malang tahun pelajaran 2010/ 2011. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: UM.
Figianti, Arista Dini. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) terhadap Kemampuan memecahkan Masalah pada Mata pelajaran
Geografi di SMA Taman Siswa Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas
negeri Malang.
Holil, Anwar. 2008. Menjadi Manusia Pembelajar, (Online) (http://anwarholil.blogspot.com/
2010/05/permudah-pemahaman-konsep-pembelajaran.html, diakses 22 Oktober 2013).
Ibrohim, dkk. 2011. Prosedur standar Pembimbingan PPL Mahasiswa FIS UM dengan
Pendekatan Lesson Study. Malang: FIS UM.
Marsaja. 2008. Mendidik dengan Strategi Inkuiri, (Online)
(http://marsaja.wordpress.com/2009/05/25/mendidik-dengan-strategi-inkuiri, diakses 22
Oktober 2013).
Mudawati, Sri. 2008. Peningkatan aktivitas belajar melalui penerapan model pembelajaran
terpadu membaca dan menulis (CIRC) pada pokok bahasan lingkungan hidup dan
pelestariannya di kelas VIII MTsN Gandusari Blitar. Tesis tidak diterbitkan. Malang:
Program pascasarjana Univ. Negeri Malang.
Sholikhah, Wiwik Fitri. 2009. Penerapan pembelajaran kooperatif model CIRC untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS geografi siswa kelas VIII D SMPN 2 Balerejo
Kabupaten Madiun pada KD mengidentifikasi permasalahan kependudukan dan upaya
penanggulangannya. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: UM.
Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: second edition. Boston: Allyn and Bacon.
98
Sudibyo, Elok. 2003. Beberapa model pengajaran dan strategi pembelajaran IPA-Fisika.
Depdiknas: Jakarta.
99
Lesson Study dalam Perkuliahan Geometri dengan Think Aload
untuk Mengidentifikasi Kesalahan Mahasiswa dalam
Membuktikan Teorema-teorema tentang Kesebangunan
Susanto1 1 Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember
email: [email protected]
Abstrak: Mahasiswa program studi Pendidikan Matematika perlu mengetahui dan memahami bagaimana
membuktikan teorema berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya baik berupa
pengertian pangkal (undefined), postulat, definisi, mengkonstruksi, dan teorema yang dipilih untuk
membuktikan teorema berikutnya. Kaitannya dengan pembuktian teorema ini, dosen perlu
mengetahui sejauh mana langkah-langkah yang telah dilakukan mahasiswa, termasuk kesalahan yang
dilakukan dalam membuktikan teorema. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan
memberikan beberapa teorema untuk dibuktikan mahasiswa, kemudian langkah yang mereka lalui
dalam membuktikan teorema tersebut dapat diketahui dengan menggunakan metode think aloud. Jika
metode tersebut diterapkan dan direkam, maka akan terlihat dengan jelas dan dapat diidentifikasi
kesalahan maupun kesulitan yang dialami mahasiswa dalam membuktikan teorema-teorema yang
ditugaskan untuk membuktikannya. Untuk mendapatkan data penelitian dilakukan dengan
memberikan tugas membuktikan beberapa teorema tentang kesebangunan. Kemudian mahasiswa
menuliskan hasilnya diikuti dengan menyuarakan apa yang dipikirkannya. Suara mahasiswa tersebut
kemudian dideskripsikan dan kemudian dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui hasilnya. Dari
hasil analisis akhirnya diketahui bahwa beberapa kesalahan yang terjadi pada saat membuktikan
teorema antara lain: (1) mahasiswa masih terpengaruh pengalaman belajar geometri yang telah lalu
dan sudah terekam dalam pikirannya yang ternyata tidak cocok dengan struktur geometri yang sedang
dipelajari; (2) mahasiswa masih bingung dalam mengaitkan pengertian pangkal (undefined), postulat,
definisi, konstruksi dan teorema, sehingga masih belum sistematis menggunakannya; (3) mahasiswa
kurang memiliki kerangka berpikir yang benar dalam membuktikan teorema; dan (4) mahasiswa
kurang kreatif dalam membuktikan teorema, sehingga tidak ada ide untuk pembuktian teorema pada
langkah selanjutnya.
Kata kunci: lesson study, think aloud, identifikasi kesalahan, teorema kesebangunan
PENDAHULUAN
Lesson Study merupakan upaya yang dilakukan guna meningkatkan proses dan hasil pembelajaran
yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok dosen, dalam hal ini
dosen pengampu matakuliah geometri. Pada prinsipnya, pembelajaran yang dikembangkan
lewat Lesson Study mendorong terjadinya perubahan dalam praktik pembelajaran yang lebih
efektif, dari sebatas dosen mengajar ke dosen dan mahasiswa belajar, melalui adopsi inovasi
strategi atau model pembelajaran yang digagas bersama, serta implementasi dan internalisasi
pendidikan karakter yang ada di dalamnya, untuk memperoleh hasil lebih baik. Kegiatan
Lesson Study yang dilaksanakan tim dosen geometri di Program Studi Pendidikan
Matematika FKIP Universitas Jember ini secara spesifik bertujuan agar dosen geometri dapat
100
mengembangkan dan mengimplementasikan pembelajaran geometri yag optimal. Sebagai
agen pembelajaran, seorang dosen harus menguasai 3 pertanyaan kunci sebagai agen
pembelajaran, yaitu (1) apa yang dibelajarkan (menguasi konten); (2) bagaimana
membelajarkan (menguasai berbagai cara membelajarkan yang mendidik); dan (3) bagaimana
mengetahui bahwa mahasiswa telah belajar (menguasi berbagai teknik asesmen).
Geometri sebagai salah satu cabang ilmu matematika lahir berabad tahun silam dari
kondisi riil kehidupan sehari-hari sekelompok masyarakat. Misalnya lebih dari 2000 tahun
silam orang Mesir mempunyai kebiasaan bekerja dengan dasar-dasar geometri, dikarenakan
pertimbangan praktis seperti banjir berkala yang selalu menghanyutkan garis batas tanah
milik mereka. Sehingga memaksa mereka untuk merekonstruksi garis-garis batas tanah
tersebut. Bangsa Yunani yang banyak dipengaruhi oleh daerah Mediterania memiliki sedikit
pandangan lebih maju terhadap geometri. Geometri telah dianggap sebagai sebuah abstraksi
dari dunia nyata atau sebuah model yang membantu pikiran atau logika. Sampai akhirnya
pada tahun 250 sebelum masehi Euclide menghasilkan karya monumental yang dituangkan
ke dalam buku Element, yang hingga sekarang karyanya masih dipelajari dan digunakan.
Dasar-dasar geometri seperti titik, garis, bidang, ruang, sinar garis, ruas garis, sudut, dan
kurva sebagian besar hasil buah pemikiran Euclide. Walaupun pada perkembangannya
sekarang sudah banyak sentuhan para akhli geometri modern seperti David Helbert dan G. D.
Birkhoff. Kesebangunan dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di
sekitar kita. Sebagai contoh, kesebangunan dapat digunakan untuk menghitung tinggi suatu
benda yang sulit diukur secara langsung.
Dalam geometri, sangat erat keterkaitan antara pengertian pangkal (undefined),
postulat, definisi, konstruksi, dan teorema. Mengaitkan antara istilah tersebut dalam
membuktikan suatu teorema, mahasiswa banyak mengalami kesulitan. Hal ini terbukti ketika
membuktikan teorema tentang kesebangunan, beberapa hal yang dilakukan mahasiswa ketika
membuktikan teorema: “Bisektor dari satu sudut dari suatu segitiga membagi sisi
dihadapannya kedalam rasio yang sama dengan panjang dua sisi lainnya”; banyak mahasiswa
yang masih salah langkah dalam pembuktian teorema tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka makalah ini menjawab pertanyaan: (1) bagaimana
proses pembuktian yang dilakukan untuk membuktikan teorema tentang kesebangunan; dan
(2) kesalahan apa saja yang dilakukan oleh mahasiswa dalam membuktikan teorema tentang
kesebangunan.
101
METODE
Penelitian ini akan mengungkap proses berpikir mahasiswa dalam membuktikan teorema
tentang kesebangunan segitiga. Proses berpikir yang dikaji menggunakan kerangka kerja
asimilasi dan akomodasi. Di samping itu juga dibahas tentang keadaan yang berkaitan dengan
proses berpikir, yaitu disequilibrium dan equilibrium. Asimilasi merupakan proses
pengintegrasian secara langsung informasi baru ke dalam skema yang sudah terbentuk.
Sedangkan akomodasi merupakan pengubahan skema lama atau pembentukan skema baru
untuk menyesuaikan dengan informasi yang diterima. Selanjutnya akan dideskripsikan proses
berpikir mahasiswa tersebut dalam membuktikan teorema kesebangunan segitiga
berdasarkan kerangka kerja asimilasi dan akomodasi. Karena itu jenis penelitian ini adalah
penelitian eksploratif; sedangkan pendekatan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Penelitian ini akan dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas
Jember. Subjek penelitian ditetapkan 4 orang mahasiswa dari 25 mahasiswa yang menempuh
mata kuliah geometri pada semester ganjil 2013/2014, dengan mempertimbangkan keaktifan
dan kemampuan komunikasinya. Dalam penelitian ini, ingin mendeskripsikan proses
berpikir mahasiswa dengan tujuan mengidentifikasi kesalahan yang dilakukan dalam
membuktikan teorema tentang kesebangunan segitiga. Selanjutnya keempat subjek ini
masing-masing disebut dengan S1, S2, S3, dan S4.
Tujuan penelitian ini ingin mengungkap proses berpikir mahasiswa dalam
membuktikan teorema secara objektif. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri; dan
untuk mengeksplorasi proses berpikir digunakan lembar berisi teorema-teorema
kesebangunan segitiga. Dalam penelitian ini, peneliti selain berperan sebagai pengelola
penelitian juga sebagai satu-satunya instrumen dalam mengumpulkan data yang tidak dapat
digantikan dengan instrumen lainnya. Sehingga peneliti berperan sebagai perencana,
pengumpul, analisator, penafsir dan akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Moleong
(2004) mengungkapkan beberapa hal yang perlu diperhatikan peran peneliti sebagai
instrumen penelitian, yaitu (a) Responsif, yakni dapat merespon lingkungan dan pribadi-
pribadi yang menciptakan lingkungan sehingga menyadari perlunya merasakan dimensi-
dimensi konteks dan berusaha agar dimensi-dimensi itu menjadi eksplisit; (b) dapat
menyesuaikan diri, yakni dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi pada saat
pengumpulan data; (c) menekankan keutuhan, yakni mampu memanfaatkan imajinasi dan
kreativitasnya dan memandang dunia ini sebagai suatu keutuhan; (d) mendasarkan diri atas
102
perluasan pengetahuan, yakni dapat memperluas dan meningkatkan pengetahuannya
berdasarkan pengalaman-pengalaman praktisnya; (e) memproses data secepatnya, yakni
dapat memproses data secepatnya setelah diperoleh, menyusun kembali, dan mengubah arah
inkuiri atas dasar temuannya, dan mengadakan pengamatan dan wawancara yang lebih
mendalam lagi dalam proses pengumpulan data; (f) memanfaatkan kesempatan untuk
mengklarifikasi dan mengihtisarkan, yakni mampu menjelaskan sesuatu yang kurang
dipahami oleh subjek atau responden; dan (g) memanfaatkan kesempatan untuk mencari
respon yang lazim terjadi, yakni dapat mempermudah menggali informasi berbeda dari yang
lain yang tidak direncanakan semula, yang tidak diduga terlebih dahulu atau yang tidak
lazim.
Adapun teorema yang diberikan sebagai berikut: ”Bisektor dari satu sudut dari suatu
segitiga membagi sisi dihadapannya kedalam rasio yang sama dengan panjang dua sisi
lainnya”. Untuk melihat proses berpikir, mahasiswa diminta untuk mengatakan apa yang
sedang dipikirkan dalam membuktikan teorema, baik diperoleh dengan metode Think Out
Louds (TOL) atau juga dikenal dengan sebutan Think Aloud maupun wawancara mendalam
(Dept interview). Wawancara mendalam dilakukan dengan tujuan untuk lebih mendalami apa
yang sedang dipikirkan mahasiswa.
Wawancara yang digunakan adalah wawancara tak berstruktur, yaitu untuk
menemukan informasi yang tidak baku dan untuk lebih mendalami suatu masalah yang
menekankan pada penyimpangan, penafsiran yang tidak lazim, penafsiran kembali, atau
pendekatan baru. Pada wawancara tak terstruktur, pertanyaan tidak disusun terlebih dahulu,
tetapi disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik dari subjek penelitian. Oleh karena itu
dalam wawancara, yang penting diciptakan suasana yang akrab dan santai (Supradly, 1979).
Wawancara yang mendalam hampir sama dengan pembicaraan yang akrab, sehingga
peneliti dapat memanfaatkan pendekatan ini untuk mengumpulkan data selengkap-
lengkapnya. Hal yang perlu diperhatikan bahwa agar wawancara diupayakan sedemikian rupa
sehingga secara pelan-pelan peneliti memasuki serta mengalami suasana baru dalam
membantu subjek agar dapat menyampaikan tanggapan. Sedang wawancara yang
dilaksanakan secara tergesa-gesa akan mengubah suasana yang akrab menjadi suasana yang
tegang seperti halnya wawancara tersruktur yang kaku tersebut. Jenis wawancara yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara tak berstruktur, secara terus terang, dan
wawancara yang memposisikan subjek/informan sebagai teman sejawat.
103
Dalam wawancara tak berstruktur, peneliti mangajukan pertanyaan-pertanyaan secara
lebih bebas dan leluasa tidak terikat dan terkungkung oleh pertanyaan-pertanyaan yang kaku
yang disusun sebelumnya oleh peneliti. Hal ini memungkinkan wawancara berlangsung
luwes dan tidak menjenuhkan. Tetapi peneliti harus memiliki kemampuan mengingat dan
menyimpan pertanyaan-pertanyaan terkait dengan variabel/gejala penelitian yang diteliti yang
akan diwawancarakan dengan subjek penelitian. Peneliti juga perlu ingat kapan pertanyaan
tersebut diberikan, kepada subjek siapa, urutan pertanyaannya, dan dengan bagaimana
pertanyaan itu dilontarkan kepada subjek. Keterbatasan peneliti untuk melakukan hal tersebut
kadang-kadang membikin wawancara berhenti dan bahkan bisa tidak terfokus pada
variabel/gejala yang diteliti. Oleh karenanya, untuk mengatasi masalah tersebut boleh dibantu
dengan menuliskan/mencatat hal-hal yang esensial yang akan ditanyakan kepada subjek
melalui pedoman wawancara yang tak berstruktur yang sifatnya sangat fleksibel dan tentatif
yang bisa berkembang ketika wawancara di lapangan.
Sebagaimana dikatakan oleh Subanji (2007:60-62), penelitian ini juga mengkaji proses
berpikir mahasiswa dalam membuktikan teorema kesebangunan segitiga. Pengumpulan data
dilakukan dengan memberikan teorema kepada subjek untuk dibuktikan. Dalam proses
pembuktian, mahasiswa mengungkapkan secara tertulis dan atau mengungkapkan secara
lisan apa yang sedang dipikirkan. Peneliti merekam perilaku subjek baik berupa ungkapan
verbal maupun nonverbal dengan handycam. Apabila sudah selesai, dilakukan hal yang sama
kepada 3 mahasiswa lainnya hingga keempat mahasiswa yang dijadikan subjek penelitian
telah terekam. Pengumpulan data semacam ini tergolong dalam metode Think Out Loud
(Olson, Duffy, dan Mack, 1988). Untuk masalah yang sama, peneliti lain (Erricson and
Simon, 1996, Calder & Sarah, 2002) menggunakan istilah Think Alouds. Metode ini
dilakukan dengan meminta subjek penelitian untuk menyelesaikan masalah sekaligus
menceritakan proses berpikirnya.
Calder & Sarah (2002) menjelaskan tentang think alouds sebagai berikut.
Think alouds are a research tool originally developed by cognitive psychologists for
the purpose of studying how people solve problems. The basic idea behind a think
aloud is that if a subject can be trained to think out loud while completing a defined
task, then the introspections can be recorded and analyzed by researchers to
determine what cognitive processes were employed to deal with the problem.
Think alouds dikembangkan oleh ahli psikologi kognitif dengan tujuan untuk
mempelajari bagaimana orang menyelesaikan masalah yang dalam hal ini membuktikan
104
teorema. Ketika seseorang menyelesaikan masalah, maka apa yang dipikirkan dapat direkam
dan dianalisis untuk menentukan proses kognitif apakah yang terkait dengan masalahnya.
Olson, Duffy, dan Mack (1988) menegaskan bahwa metode Think Out Loud atau Think
Aloud, dikhususkan untuk mengkaji proses berpikir. Dua langkah penting dari metode Think
Out Loud dijelaskan oleh Olson, Duffy, dan Mack (1988) yaitu (1) mahasiswa menuliskan
atau menyatakan kesadaran berpikirnya ketika menyelesaikan masalah, lebih dalam dari
sekedar menjelaskan perilaku yang ditampakkan; dan (2) mahasiswa harus melaporkan apa
yang benar-benar mereka pikirkan saat ini dan bukan sekedar apa yang diingat pada saat yang
telah lalu. Metode Think Aloud merupakan salah satu cara khusus mengungkap proses
berpikir seseorang. Namun demikian metode ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain :
(1) kesulitan mengungkap proses berpikir mahasiswa yang mengalami kesulitan
mengutarakan berpikirnya secara verbal; (2) keterbatasan apa yang dapat diingat; dan (3)
kemampuan mahasiswa untuk menjelaskan atau menjustifikasi dari perilakunya sendiri.
Pada dasarnya tipe mahasiswa adalah berbeda-beda; ada mahasiswa yang mampu
mengungkapkan apa yang dipikirkan secara verbal, ada juga mahasiswa yang sebenarnya
mampu bernalar menyelesaikan suatu masalah, tetapi tidak dapat mengungkapkannya secara
verbal. Karena itu disarankan oleh Calder dan Sarah (2006) bahwa dalam pengambilan data
perlu adanya pengkondisian mahasiswa dalam mengungkapkan apa yang dipikirkan. Dalam
pengambilan data penelitian, untuk mengurangi keterbatasan, maka peneliti mengkondisikan
mahasiswa untuk mengungkapkan apa yang sedang dipikirkan dengan bahasa bebas (bahasa
Indonesia, jawa, atau pun madura).
Untuk memperoleh proses berpikir subjek dalam membuktikan teorema, maka dapat
dilakukan dengan langkah-langkah yaitu (1) mahasiswa diberi tugas untuk menyelesaikan
membuktikan teorema, sekaligus menuliskan dan atau mengungkapkan secara verbal apa
yang dipikirkan saat membuktikan teorema tersebut; (2) peneliti merekam ungkapan verbal
mahasiswa; dan (3) peneliti mengemukakan pertanyaan hanya jika diperlukan, untuk lebih
mendalami apa yang sedang dipikirkan mahasiswa. Selanjutnya data verbal dan atau data
tertulis yang terkumpul dari siswa dikaji konsistensinya. Apabila terdapat data yang tidak
konsisten, maka dilakukan klarifikasi dengan mengadakan wawancara ulang. Apabila tetap
tidak konsisten, maka data tersebut tidak digunakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
105
Di dalam geometri, kesebangunan adalah jiwa dari setiap materi. Banyak
permasalahan yang dapat diselesaikan dengan konsep kesebangunan dari yang sederhana
sampai dengan yang amat rumit. Demikian pula banyak permasalahan geometri yang bisa
diselesaikan dengan kesebangunan dengan level kesulitan yang jauh lebih tinggi dari soal-
soal di tingkat sekolah. Kesulitan terbesar untuk menyelesaikan soal-soal yang berhubungan
dengan dengan kesebangunan adalah mencari dan menggunakan kesebangunan itu sendiri.
Tidak mudah mencari adanya kesebangunan antara dua bangun. Terlebih lagi, tidak mudah
mencari kesebangunan mana yang mau dipakai, masih sering kebingungan dan buntu ketika
dihadapkan dengan soal yang berkaitan dengan kesebangunan. Akan tetapi, selalu belajar dan
tidak mudah menyerah adalah kuncinya; semuanya butuh latihan dan pembiasaan yang
panjang.
Membuktikan teorema dapat dipandang sebagai tugas yang menggali representasi
mahasiswa terhadap kemampuannya dalam memahami pengertian pangkal (undefined),
postulat, definisi, mengkonstruksi, dan teorema. Dengan kata lain merupakan tugas yang
melatihkan cara memahami struktur deduktif aksiomatika matematika, khususnya geometri.
Representasi merupakan gambaran mental hasil proses belajar yang dapat dimengerti dari
pengembangan mental yang sudah dimiliki setiap mahasiswa. Hasil tersebut diwujudkan
dalam bentuk verbal, gambar atau benda kongkret (Hudojo,2002:427). Representasi eksternal
diwujudkan dalam bentuk visual seperti bahasa tertulis, gambar atau benda kongret.
Representasi eksternal tersebut merupakan sarana dalam mengkomunikasikan ide matematika
sebagai buah representasi internal (proses berpikir dalam otak). Tulisan ini masih
menekankan pada aspek representasi eksternal dalam mengamati kemampuan mmahasiswa
dalam membuktikan teorema dan mengidentifikasi kesalahannya. Dengan demikian untuk
kajian yang mendalam diperlukan identifikasi representasi internal mahasiswa yang
ditunjukkan dalam proses berpikirnya.
Dalam tugas tersebut kurang lebih teridentifikasi 4 jenis kesalahan mahasiswa dalam
membuktikan teorema. Kesalahan tersebut mengidikasikan kesulitan-kesulitan yang dialami
mahasiswa. Keempat jenis kesalahan tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut.
1) Mahasiswa masih terpengaruh pengalaman belajar geometri yang telah lalu dan sudah
terekam dalam pikirannya yang ternyata tidak cocok dengan struktur geometri yang
sedang dipelajari. Mahasiswa beranggapan definisi yang digunakan dalam pembuktian
teorema sama dengan definisi yang sudah dikenalnya selama ini. Informasi yang
106
diketahui (sistem aksioma maupun materi dasar) belum terinternalisasi dalam diri
mahasiswa atau belum menjadi skemata-skemata; mahasiswa masih berada pada tingkat
berpikir 0 (visualisasi) atau 1 (analisis/deskriptif) menurut level berpikir geometri Van
Hiele. Pada tingkat berpikir 0 ditunjukkan bahwa kemampuan pebelajar mengidentifikasi
atau memanipulasi berdasarkan penampakannya. Sedang tingkat berpikir 1, pebelajar
menganalisis hubungan-hubungan dan menemukan sifat-sifat (aturan-aturan) secara
empirik (Sunardi, 2000:37). Ini terlihat dari garis-garis sejajar yang dibuat dalam gambar
(sketsa) menunjukkan jawaban yang digunakan mahasiswa, meskipun salah. Untuk
mahasiswa paling tidak berada tingkat 3 (deduksi) atau 4 (rigor).
2) Mahasiswa masih bingung dalam mengaitkan pengertian pangkal (undefined), postulat,
definisi, konstruksi dan teorema, sehingga masih belum sistematis menggunakannya.
Mahasiswa cenderung lebih menggunakan cara berpikir konseptual, yaitu cara berpikir
yang mementingkan pengertian akan konsep-konsep dan hubungan-hubungan di antara
mereka dan penggunaannya dalam membuktikan teorema.
3) Mahasiswa kurang memiliki kerangka berpikir yang benar dalam membuktikan teorema.
Mahasiswa melakukan kesalahan memahami definisi atau tidak menuliskan definisi
dalam struktur yang dibuat; kesalahan ini bukan karena kekurangcermatan atau kelalaian,
tetapi karena peran definisi dalam menyusun langkah pembuktian kurang dipahami
seutuhnya. Mahasiswa kesulitan dalam menggunakan semua informasi yang diketahui
(konsep-konsep) untuk diwujudkan dalam sketsa (gambar) dan selanjutnya sktesa
(gambar) yang dibuat digunakan untuk membangun sebuah konsep. Di sini tampak
terdapat dua masalah yang muncul, yaitu masalah konstruksi model dan aplikasi konsep.
Konstruksi model dapat dipadankan dengan pemodelan dalam pemecahan masalah,
sedang aplikasi konsep merupakan kegiatan menggunakan sketsa (model) untuk
menurunkan sifat-sifat (aturan-aturan) yang lebih khusus maupun umum.
4) Mahasiswa kurang kreatif dalam membuktikan teorema, sehingga tidak ada ide untuk
pembuktian teorema pada langkah selanjutnya. Fleksibilitas berpikir mahasiswa yang
konsisten dan koheren dalam satu struktur geometri dengan struktur geometri yang lain
belum tampak; proses akomodasi dalam pemikiran internal mahasiswa belum berjalan.
Mahasiswa tidak menyebutkan/menuliskan teorema, tetapi menuliskan penjelasan untuk
mendapatkan gambar sebagai bukti; kesalahan ini lebih pada aspek teknis.
107
KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) mahasiswa masih terpengaruh
pengalaman belajar geometri yang telah lalu dan sudah terekam dalam pikirannya yang
ternyata tidak cocok dengan struktur geometri yang sedang dipelajari; (2) mahasiswa masih
bingung dalam mengaitkan pengertian pangkal (undefined), postulat, definisi, konstruksi dan
teorema, sehingga masih belum sistematis menggunakannya; (3) mahasiswa kurang memiliki
kerangka berpikir yang benar dalam membuktikan teorema; dan (4) Mahasiswa kurang
kreatif dalam membuktikan teorema, sehingga tidak ada ide untuk pembuktian teorema pada
langkah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bogdan, Robert C. and Biklen. 1992. Sari Knoop. Quality Research for Education: An
Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Calder dan Sarah, 2002. Using “Think Alouds” to Evaluate Deep Understanding.
http://www.brevard.edu/fyc/listserv/remarks/calderandcarlson.htm. Diakses pada
tanggal 11 Pebruari 2008.
Glasersfeld, E. (1995). A Construktivist Approach to Teaching. In L.P. Steff and J. Gale
(Eds.), Constructivism in Education. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associate,
Publishers.
Martin, W.V., Ivonne, F.B., and Jacobijn, A.C. 1994. The Think Aloud Method. A Practical
Guide to Modelling Cognitive Processes. London: Academic Press.
Miles. B. dan Huberman, M. 1992. Qualitative Data Analysis. Sage Publications
International Educational and Professional Publisher Thousand Oaks London New
Delhi.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Offset.
Siswono, TYE. 2007. Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Identifikasi Tahap
Berpikir Kreatif Siswa Dalam Memecahkan dan Mengajukan Masalah Matematika.
Disertasi Doktor, Universitas Negeri Surabaya.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia, Konstatasi Keadaan Masa
Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.
Subanji. 2007. Proses Berpikir Pseudo Penalaran Kovariasional Dalam Mengkonstruksi
Grafik Fungsi Kejadian Dinamik Berkebalikan. Disertasi Doktor, Universitas Negeri
Surabaya.
Sunardi. (2000). Hubungan tingkat Berpikir siswa dalam Geometri dengan Kemampuan
siswa dalam Geometri. Jurnal matematika atau Pembelajarannya. Tahun VI. No. 2
Agustus 2000. Jurusan Pendidikan matematika FMIPA Universitas Negeri Malang.
108
Wallace, Edward C and West, Stepen F. (1992). Roads to Geometry. Englewood Cliff, New
Jersey: Prentice Hall.
109
Penggunaan ‘EKSTEKI’ Dikombinasikan dengan Power Point
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Pada Peserta Didik
Kelas IX D melalui Kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember
Tahun Pelajaran 2013/2014
Nur Ida Wahyuningsih1 1 SMP Negeri 1 Jember
email:[email protected]
Abstrak: Sistem Ekskresi pada manusia merupakan materi yang menarik untuk dipelajari karena terkait langsung
dengan tubuh peserta didik. Dengan KKM 79 untuk materi tersebut mestinya menjadi tantangan yang
harus disertai belajar dengan penuh semangat agar semua peserta didik dapat tuntas mencapai tujuan
pembelajarannya. Namun pada materi ini banyak ditemui gambar organ yang memerlukan strategi khusus
untuk memahaminya.Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan penggunaan ‘EKSTEKI’
dikombinasikan dengan Power Point untuk meningkatkan hasil belajar Biologi pada peserta didik kelas
IX D melalui kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran 2013/2014. Subyek
penelitian 34 peserta didik kelas IX D. Pengolahan data menggunakan rumus persentase. Penelitian ini
merupakan Penelitian Tindalan Kelas (PTK) yang terdiri dari 3 siklus. Untuk mendapatkan hasil
penelitian yang akurat maka dilaksanakan melalui kegiatan Lesson Study. Dari hasil pembahasan
diperoleh peningkatan hasil belajar siklus I ke siklus II 2,1 % dan siklus II ke siklus III 3,9 %.
Kesimpulan penelitian ini adalah penggunaan ‘EKSTEKI’ dikombinasikan dengan Power Point dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi Sistem Ekskresi pada Manusia di kelas IX D SMP
Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran 2013/2014.
Kata kunci: ‘EKSTEKI’ Dikombinasikan Power Point, Hasil Belajar
PENDAHULUAN
Sebagai guru IPA dengan latar belakang pendidikan Fisika yang lebih dari 3 dekade
mengajar IPA-Fisika secara terus-menerus bukan hal yang mudah untuk dapat mengatasi
permasalahan-permasalahan yang ada pada saat mengajar IPA-Biologi. Pengalaman selama 1
tahun melaksanakan tugas sebagai guru IPA terpadu, dirasa masih jauh dari cukup untuk dapat
menemukan solusi-solusi dari permasalahan pembelajaran di kelas. Pembelajaran pada enam
kelas IX di SMP Negeri 1 Jember yaitu IX A (kelas unggulan) dan IX B sampai dengan IX F
(kelas reguler/ bukan unggulan), diharapkan mendapat layanan maksimal demi keberhasilan
peserta didik. Oleh karena itu tindakan melakukan observasi peserta didik di masing-masing
kelas sangat dibutuhkan guna mengenal karakteristik peserta didik. Pemberian pretes sebagai
langkah awal untuk mengetahui pemahaman awal peserta didik, dibutuhkan untuk memberikan
pelayanan yang baik dan menentukan desain pembelajaran yang akan dirancang melalui Rencana
110
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Demikian pula metode/strategi dan model-model
pembelajaran yang akan dirancang memerlukan diskusi dengan guru yang sudah kompeten
dalam bidang IPA-Biologi.
Sistem Ekskresi pada manusia merupakan materi yang menarik untuk dipelajari karena
terkait langsung dengan tubuh peserta didik. Dengan KKM 79 untuk materi tersebut mestinya
menjadi tantangan tersendiri agar peserta didik dapat menuntaskan tujuan yang ingin dicapai.
Namun pada materi ini banyak ditemui gambar-gambar organ pengeluaran yang memerlukan
strategi khusus untuk dipelajari.
Berdasarkan pretes/pra siklus yang diberikan pada 6 kelas IX yang diampu
teridentifikasi rerata nilai terendah yaitu 69 pada kelas IX D. Dari nilai raport kelas VIII tahun
pelajaran 2012/2013 diperoleh data peserta didik kelas IX D merupakan kelas reguler yang
memiliki kemampuan hasil belajar yang heterogen. Berdasarkan dokumen-dokumen tersebut
maka peneliti perlu merancang pembelajaran yang sesuai di kelas IX D untuk mendapatkan
ketuntasan hasil belajar secara klasikal.
Adanya kelebihan dari peserta didik kelas IX D membantu dalam penentuan strategi
yang dipilih dalam pembelajarannya. Hal ini akan membantu memberi solusi dalam menentukan
strategi pembelajaran yang akan dirancang. Hasil angket ditemukan 29/86% peserta didik dari
34 peserta didik sudah terbiasa menggunakan media Power Point pada saat mereka masih di
kelas VIII. Pembiasaan ini menjadi kelebihan dalam penentuan strategi pembelajaran dengan
berbasis Informasi Teknologi (IT) yaitu dengan menggunakan media pembelajaran Power Point.
Hal ini menjadi pertimbangan tersendiri yaitu: 1) dengan berlatar belakang pendidikan Fisika
yang harus mengampu IPA terpadu, maka pada materi Biologi harus dipersiapkan dengan
sungguh-sungguh, 2) adanya kesulitan dalam menggambar sistem organ tubuh manusia; 3)
keinginan dalam mengembangkan kemampuan menggunakan Teknologi Informasi (TI) dalam
proses pembelajaran, 4) diyakini bahwa Power Point merupakan cara yang mudah, efektif dan
efisien dalam pembelajaran materi Biologi, 5) keinginan agar peserta didik mendapat kemudahan
111
memahami dalam mengidentifikasi gambar bagian-bagian organ tubuh manusia dan 6) file
materi Power Point dapat diberikan pada peserta didik untuk dipelajari secara mandiri di rumah.
Agar pembelajaran menjadi menyenangkan maka dalam kegiatan pembelajaran
digunakan teknik ‘EKSTEKI’ berupa tayangan teka-teki yang dipadukan dalam program Power
Point untuk mempermudah peserta didik dalam memahami materi berupa gambar-gambar organ
sistem pengeluaran. Penentuan di kelas IX D, sebagai awal pembelajaran pada semester gasal
tahun pelajaran 2013/2014 meskipun peserta didiknya belum dikenal secara langsung menjadi
tantangan tersendiri untuk mencapai keberhasilan dalam penelitian ini.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dalam penelitian ini diambil judul:
Penggunaan ‘EKSTEKI’ Dikombinasikan dengan Power Point untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Biologi Pada Peserta Didik Kelas IX D Melalui Kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1
Jember Tahun Pelajaran 2013/2014.
METODE
Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kwalitatif yaitu suatu tindakan guru yang
diberikan dalam upaya perbaikan pelaksanaan pembelajaran di kelas yang memiliki masalah
pembelajaran. Bentuk penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdiri dari 3 siklus.
PTK dilakukan melalui kegiatan Lesson Study (LS) yang terdiri dari kegiatan Plan, Do, dan See.
LS dilakukan dalam forum MGMP SMP Negeri 1 Jember. Kegiatan Plan dalam bentuk seminar
proposal yang disertai dengan penjelasan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan
digunakan dalam tindakan kelas. Pelaksanaan Do pada siklus I dilaksanakan dengan diobservasi
oleh asesor Penilaian Kinerja Guru (PKG) IPA dan beberapa guru sebagai observer. Pelaksanaan
Do pada siklus II dan III dilaksanakan dengan diobservasi oleh beberapa guru. Demikian juga
kegiatan See dilakukan di forum MGMP IPA Wilayah Tengah Kabupaten Jember. Subyek
penelitian adalah peserta didik kelas IX D semester 5 Tahun Pelajaran 2013/2014 yang
berjumlah 34 peserta didik. Instrumen penelitian yang digunakan terdiri dari:
112
1. Postes berupa soal uraian yang terdiri dari 6 butir untuk siklus I, 8 butir untuk siklus II
dan 6 butir untuk siklus III. Postes dilengkapi dengan kisi-kisi soal untuk mendapatkan
validitas internal/content vadidity (terlampir dalam RPP);
2. Lembar Observasi Aktivitas Guru dalam pembelajaran dengan pendekatan Contekstual
Teaching and Learning (CTL);
3. Lembar observasi langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dalam RPP;
4. Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik untuk mengukur aktivitas belajar yang diambil
dari form penilaian kurikulum SMP Negeri 1 Jember menyatu dengan lembar penilaian
kognitif dan ketrampilan sosial.
Jadwal Penelitian
Agenda pertama yang dilakukan peneliti adalah mengikuti kegiatan desiminasi hasil
kegiatan seminar tentang Lesson Study di sekolah dalam bentuk Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) SMP Negeri 1 Jember pada bulan Juli 2013 yang dihadiri oleh Kasi
Kurikulum Dinas Pendidikan Kabupaten Jember Tatang Prijanggono, SPd., MPd. dan
didampingi Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Jember. Sebagai tindak lanjut MGMPS, dilaksanakan
penyusunan proposal dalam bentuk kegiatan LS Berbasis Sekolah. Kegiatan LS disepakati
bersama dengan dewan guru SMP Negeri 1 Jember yang akan ditindaklanjuti dengan kegiatan
Plan, Do, dan See. Kegiatan Pra Siklus dilakukan oleh peneliti pada tanggal 22 Juli 2013,
mengadakan pretes pada 6 kelas IX yang dibina oleh peneliti yaitu kelas IX A sampai IX F untuk
menentukan kelas yang akan diteliti. Dari hasil pretes kemudian dihitung nilai rerata pretes dan
ditentukan kelas yang akan diteliti.
Jadwal penelitian Siklus I
a) Plan
Dilaksanakan pada tanggal 24 Juli 2013, dihadiri oleh Kepala Sekolah dan 20 guru.
Peneliti memaparkan RPP, LDS, soal postes untuk materi Ginjal dan intrumen yang
diperlukan pada siklus I. Dalam kegiatan plan peserta MGMPS memberi masukan:
1. Mawan Eko Defrianto, S.Pd.: Mengindonesiakan ‘tubulus’ pada ginjal dengan
‘saluran’.
113
2. Dra. Tutuk Mudjiastuti, S.Pd.: Dalam RPP disarankan untuk dilakukan penilaian
karakter yang akan diamati.
3. Dra. Heny Yudyastuti, M.Pd.: Dalam membuat kisi-kisi soal postes disarankan agar
dibuat indikator RPP selain indikator soal, karena soal postes digunakan untuk
mengukur ketercapaian indikator RPP.
b) Do
Dilaksanakan pada tanggal 20 Agustus 2013. Dalam pelaksanaan Do dilaksanakan
kegiatan pembelajaran Siklus I yang bersamaan dengan kegiatan Penilaian Kinerja Guru
(PKG) oleh assesor PKG IPA, Mei Sudarti, S,Pd. dibantu oleh: Dra. Tutuk Mudjiastuti S.Pd.
(sebagai observer guru dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL); Drs Sutrisno Hadi
(sebagai observer langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dalam RPP): Destrika
Kumalasari, mahasiswa PPL di SMP Negeri 1 Jember dari FKIP UNEJ (sebagai observer
aktivitas pesta didik dalam pembelajaran) dan Fajar Shodiq, A.Md. (sebagai petugas
dokumentasi).
c). See
Dilaksanakan setelah selesai kegiatan Do, masing-masing observer memberikan data
hasil observasi melalui instrumen yang sudah diperoleh. Pembahasan hasil evaluasi dari
masing-masing lembar instrumen didiskusikan bersama guru serumpun. Peneliti mendapat
masukan agar pembuatan LDS disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan indikator
pencapaian dalam RPP.
Jadwal penelitian siklus II adalah sebagai berikut:
a). Plan
Dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 2013. Dalam kegiatan Plan dipaparkan RPP
yang sudah direvisi berdasarkan hasil masukan pada See siklus I, LDS dan soal postes untuk
materi Kulit dan semua instrumen yang digunakan untuk siklus II, pada kegiatan forum
MGMPS.
114
b). Do
Dilaksanakan tanggal 27 Agustus 2013. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran Siklus II
dibantu oleh: Susi Hidayanti, S.Pd. (sebagai observer guru dalam pembelajaran dengan
pendekatan CTL); Ainul Yakin, S.Pd. (sebagai observer langkah-langkah pelaksanaan
pembelajaran dalam RPP), Rohmad, S.Pd. (sebagai observer aktivitas peserta didik dalam
pembelajaran) dan Aditya Pratama, S.Kom. (sebagai petugas dokumentasi).
c). See
Dilaksanakan setelah selesai kegiatan Do, masing-masing observer memberikan data
hasil observasi melalui instrumen yang diperoleh. Pembahasan hasil evaluasi dari masing-
masing lembar instrumen didiskusikan bersama guru serumpun. Peneliti mendapat masukan
agar digunakan teknik ‘EKSTEKI’ pada tahap konfirmasi kegiatan pembelajaran untuk
memudahkan peserta didik memahami dan menghafal bagian-bagian organ yang berupa
gambar.
Jadwal penelitian siklus III sebagai berikut:
a). Plan
Dilaksanakan pada tanggal 28 Agustus 2013. Dalam kegiatan Plan dipaparkan RPP
yang sudah direvisi berdasarkan hasil masukan pada See siklus II, LDS dan soal postes
untuk materi Hati dan Paru-paru dan semua instrumen yang digunakan untuk siklus III, pada
kegiatan forum MGMPS.
b). Do
Dilaksanakan tanggal 28 Agustus 2013. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran
Siklus III yang dibantu oleh: Dra. Heny Yudyastuti, M.Pd. (sebagai observer guru dalam
115
pembelajaran dengan pendekatan CTL); Susi Hidayanti, S.Pd. (sebagai observer langkah-
langkah pelaksanaan pembelajaran dalam RPP), Rohmad, S.Pd. (sebagai observer aktivitas
peserta didik dalam pembelajaran) dan Ainul Yakin, S.Pd. (sebagai petugas dokumentasi).
c). See
Dilaksanakan pada tanggal 2 September 2013, masing-masing observer memberikan
data hasil observasi melalui instrumen yang diperoleh. Pembahasan hasil evaluasi dari
masing-masing lembar instrumen didiskusikan bersama guru serumpun.
Analisa data yang digunakan adalah analisa kwantitatif yang diperoleh dari prosentase data
masing-masing intrumen penelitian dan diubah dalam bentuk data kwantitatif. Secara sederhana
prinsip penghitungan prosentase sesuai dengan rumus berikut:
Nilai Prosentase = x 100 % (1)
NA = Nilai yang diperoleh
Nmaks = Nilai maksimal
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data hasil belajar peserta didik, aktivitas guru dan aktivitas peserta didik dalam
pembelajaran yang diperoleh dari instrumen-instrumen yang telah dipersiapkan sebelumnya
ditunjukkan pada grafik berikut:
116
Pembahasan hasil belajar, aktivitas guru dan aktivitas peserta didik untuk tiap-tiap siklus dapat
dijelaskan sebagai berikut:
SIKLUS I
Evaluasi Hasil Belajar
Ketuntasan klasikal hasil belajar pada siklus I dari hasil postes adalah 87,5 % dari KKM = 79.
Selanjutnya ketuntasan dari masing-masing soal dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. soal no1, Hasil ekskresi ginjal, tuntas, ketercapaian klasikal 93 % (KKM soal 82);
2. soal no2, Gambar sistem pembentukan urine, tuntas, ketercapaian klasikal 92 %, (KKM
soal 80);
3. soal no 3, Fungsi ginjal, tuntas, ketercapaian klasikal 80 %, (KKM soal 77);
4. soal no 4, Struktur ginjal, tidak tuntas, ketercapaian klasikal 77 % ( KKM soal 79);
5. soal no 5, Gambar bagian-bagian korteks, tuntas, ketercapaian klasikal 83 % ( KKM soal
78);
6. soal no 6,Gambar bagian-bagian modulla, tuntas, ketercapaian klasikal 100 % ( KKM
soal 78).
Penyebab ketidak tuntasan pada soal no 4, ditemukan ketidaksesuaian antara materi diskusi
struktur ginjal pada LDS dengan soal struktur ginjal yang diberikan pada postes. Pada LDS
ditampilkan gambar ginjal di mana peserta didik harus mengidentifikasi 5 bagian ginjal sesuai
dengan nomornya, sedangkan pada soal postes peserta didik hanya diminta mengidentifikasi 3
bagian ginjal sesuai dengan nomornya. Hal ini yang membuat peserta didik bingung meskipun
dalam tahap konfirmasi sudah diberikan penguatan konsep secara berulang-ulang.
Evaluasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran
Berdasarkan lembar pengamatan guru dalam pendekatan CTL, diperoleh hasil baik, 3,41
dengan skala 0 - 4 atau 85%. Rincian perolehan nilai sebagai berikut: 1) Apersepsi mendapat
117
nilai 3,25, 2) penggunaan metode mendapat nilai 3,5, 3) penggunaan strategi mendapat nilai
penggunaan media 3, 4) mendapat nilai 3,25, 5) penguasaan kompetensi mendapat nilai 3,5,
6) pembelajaran menyenangkan mendapat nilai 3, 7) keterkaitan metode dengan pengembangan
kecakapan mendapat nilai 3,75, 8) refleksi mendapat nilai 3,5, 9) penilaian mendapat nilai 3,
penggunaan bahasa mendapat nilai 3,75 dan 10) rasa percaya diri mendapat nilai 3,5.
Berdasarkan lembar pengamatan langkah-langkah pelaksanaan RPP: Kegiatan pendahuluan
(apersepsi dan motivasi )mendapat nilai amat baik, kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi) mendapat
nilai baik, konfirmasi mendapat nilai cukup dan kegiatan penutup mendapat nilai cukup. Hal
yang perlu mendapat perhatian adalah guru perlu meningkatkan dalam memberi kesempatan
peserta didik untuk menilai diri sendiri (self assesment) dan menilai antar teman ( peer
assesment) dan harus meningkatkan penguasaan pengelolaan waktu.
Evaluasi Aktivitas Peserta Didik dalam Pembelajaran
Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik yang ada diperoleh nilai aktivitas-aktivitas
karakter dan keterampilan sosial peserta didik sebagai berikut: Nilai karakter klasikal peserta
didik mendapat nilai 86 dan nilai ketrampilan sosial mendapat nilai 91. Rerata nilai klasikal
aktivitas peserta didik pada siklus I adalah 88,5. Hal yang perlu mendapat perhatian adalah guru
harus berupaya untuk meningkatkan bimbingan agar peserta didik mau bertanya jika tidak
memahami materi pembelajaran, sehingga dapat menjawab pertanyaan dengan baik sesuai
dengan kompetensi.
SIKLUS II
Evaluasi Hasil Belajar
Ketuntasan klasikal hasil belajar pada siklus I hasil postes adalah 89,6 % dari KKM = 79.
Selanjutnya ketuntasan dari masing-masing soal dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. soal no1, Hasil ekskresi kulit, tuntas, ketercapaian klasikal 100 % (KKM soal 81);
2. soal no2, Fungsi kulit, tuntas, ketercapaian klasikal 83 %, (KM soal 77);
3. soal no 3, Gambar struktur kulit, tuntas, ketercapaian klasikal 99 %, (KKM soal 79);
118
4. soal no 4, Gambar letak kelenjar keringat, tidak tuntas, ketercapaian klasikal 62 % (KKM
soal 78);
5. soal no 5, Komposisi keringat, tuntas, ketercapaian klasikal 98 % (KKM soal 79);
6. soal no 6, Gangguan pada kulit, tuntas, ketercapaian klasikal 96 % (KKM soal 80).
Soal no 4, meskipun antara Gambar letak kelenjar keringat pada materi yang didiskusikan
pada LDS dengan materi pada soal postes sama hanya urutan pelabelannya dibalik meskipun
dalam tahap konfirmasi sudah diberikan penguatan konsep secara berulang-ulang. Sehingga guru
perlu menggunakan ‘EKSTEKI” untuk memudahkan peserta didik memahami materi yang
berupa gambar.
Evaluasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran
Berdasarkan lembar pengamatan guru dalam pendekatan CTL, diperoleh hasil baik, 3,75
dengan skala 0 - 4 atau 93,8%. Dengan rincian perolehan nilai sebagai berikut: 1) Apersepsi
mendapat nilai 3,75, 2) penggunaan metode mendapat nilai 4,0, 3) penggunaan strategi mendapat
nilai 4,0, 4) penggunaan media mendapat nilai 3,75, 5) penguasaan kompetensi mendapat nilai
3,50, 6) pembelajaran menyenangkan mendapat nilai 3,50, 7) keterkaitan metode dengan
pengembangan kecakapan mendapat nilai 3,75, 8) refleksi mendapat nilai 3,75, 9) penilaian
mendapat nilai 3,25, 10) penggunaan bahasa mendapat nilai 4,0 dan rasa percaya diri mendapat
nilai 4,0,
Berdasarkan lembar pengamatan langkah-langkah pelaksanaan RPP: 1) Kegiatan
pendahuluan (apersepsi dan motivasi) mendapat nilai amat baik, 2) kegiatan inti (eksplorasi,
elaborasi dan konfirmasi) mendapat nilai baik, dan 3) kegiatan penutup mendapat nilai baik. Hal
yang perlu mendapat perhatian adalah guru perlu meningkatkan dalam memberi bimbingan pada
peserta didik untuk membuat rangkuman dan kesimpulan.
Evaluasi Aktivitas Peserta Didik dalam Pembelajaran
Berdasarkan Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik yang ada diperoleh nilai aktivitas-
aktivitas karakter dan keterampilan sosial peserta didik sebagai berikut: Nilai karakter klasikal
119
peserta didik mendapat nilai 87 dan nilai ketrampilan sosial mendapat nilai 90. Rerata nilai
klasikal aktivitas peserta didik pada siklus I adalah 88,5. Hal yang perlu mendapat perhatian
adalah guru mengingatkan peserta didik bahwa selama proses pembelajaran guru mengadakan
penilaian karakter dan ketrampilan sosial.
SIKLUS III
Evaluasi Hasil Belajar
Ketuntasan klasikal hasil belajar pada siklus I hasil postes adalah 93,5 % dari KKM = 79.
Selanjutnya ketuntasan dari masing-masing soal dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. soal no1,Fungsi hati, tuntas, ketercapaian klasikal 85 % (KKM soal 77);
2. soal no2,Gambar letak kelenjar empedu, tuntas, ketercapaian klasikal 98 %, (KM soal
79);
3. soal no 3, Fungsi empedu, tuntas, ketercapaian klasikal 94 %, (KKM soal 79);
4. soal no 4,Gangguan pada hati, tuntas, ketercapaian klasikal 100 % (KKM soal 80);
5. soal no 5, Hasil ekskresi paru-paru, tuntas,ketercapaian klasikal 96 % (KKM soal 96);
6. soal no 6, Gambar bagian-bagian paru-paru, tuntas, ketercapaian klasikal 96 % (KKM
soal 80);
7. soal no 7, Cara kerja paru-paru, tuntas, ketercapaian klasikal 85 % (KKM soal 77);
8. soal no 8, Gangguan pada paru-paru, tuntas, ketercapaian klasikal 94 % (KKM soal
79%).
Berdasarkan hasil analisa data pada siklus III yang diperoleh dari hasil postes ditemukan
ketuntasan secara klasikal.
Evaluasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran
Berdasarkan lembar pengamatan guru dalam pendekatan CTL, diperoleh hasil baik, 38,2
dengan skala 0 - 4 atau 95,0%. Dengan rincian perolehan nilai sebagai berikut: 1) Apersepsi
mendapat nilai 4,0, 2) penggunaan metode mendapat nilai 4, 3) penggunaan strategi mendapat
nilai 4, 4) penggunaan media mendapat nilai 3,75, 5) penguasaan kompetensi mendapat nilai
120
3,50, 6) pembelajaran menyenangkan mendapat nilai 3,50, 7) keterkaitan metode dengan
pengembangan kecakapan mendapat nilai 3,75, 8) refleksi mendapat nilai 3,75, 9) penilaian
mendapat nilai 3,25, dan 10) penggunaan bahasa mendapat nilai 4 dan rasa percaya diri
mendapat nilai 4.
Berdasarkan lembar pengamatan langkah-langkah pelaksanaan RPP: Kegiatan pendahuluan
(apersepsi dan motivasi) mendapat nilai amat baik, kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi) mendapat nilai baik, dan kegiatan penutup mendapat nilai baik.
Evaluasi Aktivitas Peserta Didik dalam Pembelajaran
Berdasarkan Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik yang ada diperoleh nilai aktivitas-
aktivitas karakter dan keterampilan sosial peserta didik sebagai berikut: Nilai karakter klasikal
peserta didik mendapat nilai 87 dan nilai ketrampilan sosial mendapat nilai 91. Rerata nilai
klasikal aktivitas peserta didik pada siklus I adalah 89,0.
Pembahasan untuk Siklus I, II dan III
Dari hasil pembahasan siklus I,II dan II di atas diperoleh adanya peningkatan hasil belajar
dari siklus I ke siklus II sebesar 2,1 % dan peningkatan hasil belajar dari siklus II ke siklus III
sebesar 3,9 %. Peningkatan hasil belajar peserta didik tersebut disebabkan oleh: a) peningkatan
aktivitas guru menyebabkan aktivitas peserta didik meningkat, b) penerapan “EKSTEKI’
menyebabkan peserta didik mengalami kemudahan dalam memahami dan dapat meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam mempelajari bagian organ yang berbentuk gambar dan
c.) penggunaan ‘EKSTEKI’ menimbulkan rasa senang pada peserta didik sehingga proses
pembelajaran menjadi lebih konsentrasi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa
penggunaan ‘EKSTEKI’ Dikombinasikan dengan Power Point dapat meningkatkan hasil belajar
121
biologi pada peserta didik kelas IX D melalui kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember
tahun pelajaran 2013/2014.
Daftar Pustaka
Purwoko, dkk. 2009. IPA Terpadu SMP dan MTs untuk Kelas IX. Jakarta: Yudhistira.
Sakiyono. 2007. IPA Biologi 3 SMP dan MTs untuk Kelas IX. Jakarta: Esis.
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suyitno, Imam. 2011. MemahamiTindakanPembelajaran Cara Mudah dalam Perencanaan PTK.
Jakarta: Refika Aditama.
Yukaliana. 2009. Mandiri Biologi SMP dan MTs untuk Kelas IX. Jakarta: Erlangga.
122
Implemenasi Model Peningkatan Kompetensi Guru Sains SMA
melalui Bimbingan Teknis Terintegerasi Berbasis Lesson Study
di Kota Palangka Raya
Komang G. Suastika1, I Nyoman Sudyana1, Liswara Neneng1
1Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Palangka Raya
email: [email protected]
Abstrak: Salah satu penyebab rendahnya nilai UN adalah proses pembelajaran yang belum berkualitas. Hasil
Penelitian Pemetaan Mutu Pendidikan tahun 2011 menemukan bahwa guru belum sepenuhnya
memahami materi ajar dan bagaimana merancang silabus, RPP serta media pembelajaran yang dapat
mendorong siswa aktif dalam kelas. Karena itu perlu adanya program pendampingan guru-guru di
Kalimantan Tengah oleh para ahli dan praktisi pendidikan. Pendampingan tersebut dilaksanakan melalui
kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat. Diambilnya Kota Palangka Raya sebagai tempat pelaksanaan
kegiatan dengan sasaran SMAN-1 dan SMA Nusantara Palangka Raya mengingat Kota Palangka Raya
sebagai barometer pendidikan di Kalimantan Tengah. Luaran yang diharapkan dari implementasi
model peningkatan kompetensi guru sains SMA ini adalah (a) penguasaan konsep materi yang telah
dipetakan dalam Penelitian Pemetaan Mutu Pendidikan Tahun 2011 yang terjadi dalam proses
pembelajaran mata pelajaran Ujian Nasional SMA di Provinsi Kalimantan Tengah, (b) penguatan
perancangan dan implementasi perangkat pembelajaran sains berbasis lesson study dan (c) adanya
sebuah model Theacher Quality Improvement Program yang berbasis Lesson Study. Hasil workshop dan
implementasi Model Peningkatan Kompetensi Guru Sains SMA Melalui Bimbingan Teknis Terintegrasi
Berbasis lesson study Di Kota Palangka Raya dapat meningkatkan pencapaian kompetensi mata pelajaran
sains di SMAN-1 Palangka Raya dan SMA Nusantara Palangka Raya. Upaya ini diketahui dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas. Hal itu didasarkan pada prinsip lesson study yang
dilakukan secara kolegalitas, kolaborasi antara guru yang sebidang untuk menghasilkan teaching
material yang baik, terjadi diskusi dan sharing untuk meningkatkan pemahaman materi ajar.
Kata kunci: model, kompetensi, lesson study, sains.
PENDAHULUAN
Kota Palangka Raya merupakan salah satu ibukota dari 14 Kab/Kota di Propinsi
Kalimantan Tengah. Dalam hal mutu pendidikan di Kota Palangka Raya, berdasarkan
hasil Ujian Nasional (UN) mata pelajaran sains (fisika, kimia dan biologi) dari sejak
tahun 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013 dari dua sekolah yang diambil sebagai mitra
dalam kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) yaitu SMAN 1 dan SMA
123
Nusantara Palangka Raya cendrung mengalami fluktuasi dan di tahun 2013 ke -3
mata pelajaran tersebut mengalami penurunan, hal ini nampak pada tabel 1 dan
tabel 2.
Tabel 1 Nilai rata-rata UN Mata Pelajaran IPA SMAN 1 Palangka Raya Tahun 2009-2013
Tahun Nilai
Fisika Kimia Biologi
2009 8.23 8.21 7.75
2010 6.49 6.50 4.70
2011 7.87 8.53 7.27
2012 4.90 8.48 7.38
2013 4.03 4.95 4.60
Sumber: TU SMAN 1 Palangka Raya
Tabel 2 Nilai rata-rata UN Mata Pelajaran IPA SMA Nusantara Palangka Raya Tahun 2009-2013
Tahun Nilai
Fisika Kimia Biologi
2009 8.70 8.87 6.11
2010 8.19 5.10 3.45
2011 7.81 6.73 7.40
2012 7.33 7.99 7.30
2013 5.81 4.02 5.40
Sumber: TU SMA Nusantara Palangka Raya
Salah satu penyeebab rendahnya mutu lulusan adalah belum efektifnya proses
pembelajaran. Proses pembelajaran selama ini belum mengarah pada konteks
pembelajaran bermakna, dan masih terlalu berorientasi terhadap penguasaan teori dan
124
hafalan yang menyebabkan kemampuan belajar peserta didik menjadi terhambat. Metode
pembelajaran yang terlalu berorientasi pada guru (teacher oriented) cenderung
mengabaikan hak-hak dan kebutuhan, serta pertumbuhan dan perkembangan anak,
sehingga proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan, dan mencerdaskan
kurang dioptimalkan
Bertitik tolak bahwa dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), pelaku utamanya
adalah guru bersama siswa di kelas, maka sangat mendesak untuk dilakukan langkah-
langkah nyata memecahkan masalah-masalah dan akar masalah terkait dengan perbaikan
mutu pembelajaran melalui implementasi peningkatan kompetensi guru melalui bimbingan
teknis yang berbasis kaji tindak.
Berdasarkan faktor-faktor penyebab, masalah utama yang terjadi di Kota Palangka
Raya adalah proses belajar yang belum sesuai dimana guru yang lebih dominan dalam kelas.
Siswa cenderung pasif. Padahal makna pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme
meliputi empat tahap yaktu:
1. tahap apersepsi ( mengungkap konsepsi awal dan membangkitkan motivasi belajar peserta
didik),
2. tahap eksplorasi.
3. tahap diskusi dan penjelasan konsep, dan
4. tahap pengembangan dan aplikasi konsep [1]
Dengan demikian, kegiatan bimbingan teknis terintegerasi berbasis lesson study
dimaksudkan untuk menghasilkan Model Pengembangan Mutu Pendidikan di Kota
Palangka Raya. Model ini berupa pengembangan perangkat pembelajaran (RPP, Silabus dan
Media Pembelajaran) dan implementasinya di ruang kelas. Model ini diimplementasikan di 2
sekolah m i t r a di Kota Palangka Raya yaitu : SMAN-1 Palangka Raya dan SMA Nusantara
Palangka Raya
Solusi-solusi dalam pengembangan model dapat dirangkum menjadi Model
Pengembangan Mutu Pendidikan melalui Implementasi Model Peningkatan Kompetensi
Guru yang berbasis lesson study, dimana merupakan salah satu bentuk kegiatan pengembangan
125
profesional guru yang bercirikan guru membuka pelajaran yang dikelolanya untuk teman
sejawat lainnya sebagai observer, sehingga memungkinkan guru-guru dapat membagi
pengalaman pembelajaran dengan sejawatnya.
Pemecahan masalah yang diterapkan dalam kegiatan ini adalah pengembangan model
pembelajaran yang mengacu pada Lesson Study model Lewis (2002) [2]. Rencana yang dibuat
dalam lesson study adalah sebagai berikut: (a) menentukan guru model dan observer, (b)
menentukan mata pelajaran yang akan di lesson study, (c) menentukan kelas, (d) menentukan
kelompok, (e) membahas RPP dan materi pembelajaran.
Menurut Lewis (2002) [2] ide yang terkandung di dalam lesson study adalah singkat dan
sederhana, yakni jika seorang guru ingin meningkatkan pembelajaran, salah satu cara yang
paling jelas adalah melakukan kolaborasi dengan guru sebidang untuk merancang, mengamati
dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Lesson study dapat dijadika
sarana bagi guru untuk saling asah, asih dan asuh dengan asumsi bahwa hasil pemikiran banyak
orang akan lebih baik dari pada hasil pemikiran satu orang saja. Seorang guru yang ingin
meningkatkan kompetensinya dalam pembelajaran akan lebih baik melakukan kolaborasi dengan
guru yang sebidang.
METODE
Metode yang digunakan dalam menerapkan Model Peningkatan Kompetensi Guru Sains di Kota
Palangkaraya melalui Bimbingan Teknis Terintegrasi Berbasis Lesson Study meliputi :
(1) Pendidikan dan Latihan (Diklat) Peningkatan Kompetensi Guru Sains
(2) Kaji Tindak ( Action Research ) Pembelajaran melalui Lesson Study
(3) Fokus Group Discussion (FGD) perumusan tindak lanjut kebijakan pengembangan mutu pendidikan
di Kota Palangka Raya
Diklat Peningkatan Kompetensi Guru Sains SMA
Peserta Diklat
Peserta diklat adalah guru-guru mata pelajaran sains (Fisika, Kimia dan Biologi) di ke-2 sekolah
mitra tempat dilaksanakan PPM yaitu SMAN-1 dan SMA Nusantara Palangka Raya masing-masing 2
orang sehingga guru sains yang akan mengikuti diklat berjumlah 12 orang ditambah calon guru sains di
126
masing-masing sekolah 1 orang dengan jumlah 6 orang sehingga jumlah keseluruhan 18 orang.
Materi Diklat
Materi diklat terdiri atas :
(1) Teori-teori belajar, model pembelajaran inovatif, asesmen dan pengembangan media;
(2) Penguatan Bidang studi Sains (Fisika, Kiimia dan Biologi); dan
(3) Standar Proses dan Standar penilaian.
Nara Sumber Diklat
Nara sumber diklat : (Tim pelaksana PPM Unpar yang sesuai dengan bidang studi sains (fisika, kimia
dan biologi)
Kaji Tindak Pembelajaran
Kaji tindak pembelajaran berbasis lesson study dilaksanakan dengan prinsip kolegialitas
dan mulual learning (saling belajar) diterapkan dalam berkolaborasi ketika melaksanakan lesson
study, Dengan kata lain, peserta kegiatan lesson study tidak merasa superior (merasa paling
pintar) atau inferior (merasa rendah diri). Untuk menerapkan pengetahuan konten dan pedagogi
guru sains digunakan dengan menerapkan lesson study yang terdiri dari fase-fase perencanaan
(plan), Tindakan (action) dan Pengamatan (observe) atau Do dan Refleksi (See).
Kegiatan Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan
(merencanakan), Do(melaksanakan), dan See(merefleksi) yang berkelanjutan. Dengan kata
lain, lesson study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir
(continous improvement). Skema kegiatan lesson study diperlihatkan pada Gambar 1
Gambar 1. Skema kegiatan Lesson Study
127
Adapun tahap-tahap dari kegiatan Lesson Study adalah sebagai berikut.
(a) Penyusunan perangkat pembelajaran (Silabus, RPP, media pembelajaran,dan alat
evaluasi)
(b) Praktek peer teaching di depan guru-guru bidang studi yang sama,
(c) Implementasi perangkat pembelajaran di ruang kelas oleh guru yang menjadi
model.
(d) Refleksi untuk mengetahui kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatan dalam
implementasi. Selain itu, refleksi dilakukan untuk melihat peningkatan kompetensi siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemberdayaan Guru Sains di Kota Palangka Raya yang diikuti oleh guru-sains
SMAN 1 Palangka Raya dan SMA Nusantara Palangka Raya melalui Program Bimbingan
Teknis Terintegrasi berbasis lesson study, kegiatan workshop yang dilaksanakan bermanfaat
untuk meningkatkan kompetensi guru sains sekaligus dapat mempersiapkan calon guru inti
untuk bidang sains di Kota Palangka Raya. Tujuan khusus kegiatan workshop adalah untuk
dapat meningkatkan kompetensi guru dan kinerjanya dilakukan dengan cara :
1. Pembekalan dan penguatan penguasaan bahan ajar Sains;
2. Pembekalan dan penguatan penguasaan model/metode pembelajaran aktif; dan
3. Mempersiapkan calon guru inti yang nantinya dapat berperan untuk melakukan
desiminasi pada kelompok MGMP sains.
Lesson study dapat menjadi salah satu sarana dalam membangun komunitas pembelajar
di sekolah. Melalui lesson study guru secara kolaboratif berupaya untuk mempersiapkan
rancangan pembelajaran dengan menerjemahkan tujuan dan standar pendidikan dan
mengimplementasikan di kelas. Harapannya adalah guru lebih memahami kurikulum dan
terampil dalam menjabarkan kurikulum tersebut ke dalam perangkat pembelajarannya. Guru-
guru dilatih bagaimana membuat RPP yang baik, memilih model dan metode yang sesuai
dengan karakteristik materi, sampai pada teknik mengevaluasi kegiatan belajar mengajar
dikelasnya.
128
1. Implementasi Kegiatan Lesson Study
Lesson study merupakan pembinaan profesi pendidik berbasis kelas dan berkelanjutan
melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-
prinsip kolegialitas yang saling belajar untuk membangun masyarakat belajar.
Secara garis besar kegiatan Lesson Study terdiri dari tiga hal, yaitu merencanakan (plan),
melaksanaan (do), dan merefleksi (see) seperti yang disajikan pada Gambar 1. Prinsip dasar
dari kegiatan ini adalah bahwa proses pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem karena
memiliki sejumlah komponen yang saling berinteraksi dan berinterelasi serta berfungsi
masing-masing untuk mencapai tujuan pembelajaran, dan membentuk kompetensi peserta
didik.
Untuk itu, agar seluruh komponen dapat berdaya guna secara efektif, maka guru sebagai
seorang yang bertugas sebagai pengelola belajar mengajar hendaknya mampu merencanakan
dan mengembangkan terhadap seluruh komponen dalam sistem belajar mengajar. Hal ini
sesuai dengan proses pembelajaran yang dirancang pada kurikulum 2013 yang mulai diuji
cobakan, dimana proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang
dilaksanakan dengan menerapkan pendekatan ilmiah [3].
Pengembangan Kurikulum 2013 dilaksanakan atas dasar beberapa prinsip utama; (1)
standar kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan; (2) standar isi diturunkan dari standar
kompetensi lulusan melalui kompetensi inti yang bebas mata pelajaran; (3) semua mata
pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan dan pengetahuan
siswa; (4) mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai; (5) semua mata
pelajaran diikat oleh kompetensi inti, dan (6) keselarasan tuntutan kompetensi lulusan, isi,
proses pembelajaran dan penilaian. Aplikasi yang taat asas dari prinsip-prinsip ini menjadi
sangat esensial dalam mewujudkan keberhasilan implementasi kurikulum 2013 [4].
Menurut Herawati S. (2013) [5] Lesson study mempunyai peran penting dalam
Implementasi Kurikulum 2013. Lebih lanjut dikatakan bahwa lesson study dapat
dimanfaatkan dalam implementasi kurikulum 2013 sebagai sarana untuk memodelkan
kepada siswa mengenai bagaimana mengembangkan karakter guru dalam belajar
membelajarkan siswa, juga dalam mengembangkan kecakapan hidup abad 21 yaitu berfikir
129
(kritis dan tingkat tinggi, untuk memecahkan masalah, kreatif, dan metakognitif), bertindak
(berkomunikasi dan berkolaborasi, menggunakan teknologi informasidan komunikasi,
fleksibel dan berinisiatif) dan menjalani kehidupan (memiliki pemahaman gelobal, menjadi
warga Negara yang baik, memiliki kepemimpinan dan tanggung jawab serta siap
mengembangkan profesi berkelanjutan [5].
Dalam implementasi lesson study memperhatikan beberapa acuan dalam rangka
menjalankan sistem pembelajaran, yaitu:
1. Untuk siapa program tersebut dirancang? (siswa).
2. Kemampuan apa yang diinginkan untuk dipelajari? (tujuan).
3. Bagaimana isi pelajaran atau keterampilan dapat dipelajari dengan baik? (metode dan
kegiatan belajar mengajar).
4. Bagaimana menentukan tingkat penguasaan pelajaran yang sudah dicapai? (evaluasi)
Keempat pertanyaan pokok di atas telah nampak pada implementasi lesson study yang
dilaksanakan oleh guru model dan hal ini merupakan kerangka acuan dalam proses
perencanaan pembelajaran. Sistem tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan
guru model sebagai seorang yang bertugas sebagai pengelola belajar mengajar benar-benar
mampu merencanakan, mengembangkan dan mengevaluasi terhadap seluruh komponen
yang terdapat dalam sistem belajar mengajar.
Peningkatan kompetensi guru berdampak langsung terhadap peningkatan kompetensi
siswa. Peningkatan kompetensi guru dan siswa akan berdampak pada peningkatan mutu
pendidikan. Mutu pendidikan yang meningkat akan berakibat peningkatan nilai siswa-siswa,
khususnya di SMAN 1 dan SMA Nusantara Palangka Raya.
130
Gambar 2 Guru Model sedang melakukan Open Lesson (Do) di Klas XI IPA-4
SMAN 1 Palangka Raya
Berdasarkan hasil observasi pada kegiatan lesson study di SMAN 1 Palangka Raya, seperti
tampak pada gambar 2, dimana guru model biologi sudah cukup baik dalam melaksanakan
pembelajaran biologi sesuai RPP yang sebelumnya sudah didiskusikan pada kegiatan Plan.
Secara garis besar, guru biologi yang menjadi guru model yang dipilih untuk melaksanakan
kegiatan ini sudah bisa melakukan plan, do, dan see. Ketiga kegiatan tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut.
a. Perencanaan (Planning)
Pada tahap ini, guru-guru di SMAN 1 Palangka Raya melakukan beberapa kegiatan.
Kegiatan-kegiatan tersebut adalah:
1) Menetapkan tujuan secara bersama-sama;
2) Memilih topik kajian;
3) Berbagi permasalahan yang dirasakan;
4) Mencari alternatif pemecahan; dan
5) Merancang RPP untuk pertemuan yang akan dilaksanakan.
b. Implementasi (Do)
131
Pada tahap ini, guru di SMAN 1 Palangka Raya melakukan beberapa kegiatan. Kegiatan-
kegiatan tersebut adalah:
1) Seorang guru mengajar, sedangkan yang lain mengamati; dan
2) Memperlihatkan pembelajaran yang bersifat student-center;
c. Refleksi (See)
Pada tahap ini, guru di SMAN 1 Palangka Raya melakukan beberapa kegiatan. Kegiatan-
kegiatan tersebut adalah:
1) Berbagi berdasarkan fakta pada kegiatan do;
2) Diskusi yang diawali penyampaian kesan oleh guru model, dilanjutkan dengan
penyampaian temuan dari beberapa pengamat; dan
3) Membahas tindak lanjut dari hasil do dan see.
2. Kendala-kendala Implementasi Lesson Study
Secara umum pelaksanaan kegiatan lesson study di SMAN 1 Palangka Raya sudah
cukup baik. Namun demikian, masih ada beberapa kendala yang dihadapi selama
pelaksanaan kegiatan ini. Kendala-kendala tersebut seperti terdapat pada Tabel 1 dan ada
beberapa kendala lain yang dirasakan peneliti selama implementasi. Kendala-kendala
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pemahaman guru terhadap konsep-konsep sains masih belum sepenuhnya dikuasai.
b. Guru sains masih belum memiliki pengusaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
penguasaan bahan ajar, penguasaan model-model pembelajaran dan penguasaan asesmen
pembelajaran.
c. Guru-guru masih terlihat canggung ketika melakukan kegiatan plan dan do. Hal ini
mungkin saja disebabkan karena kegiatan seperti ini baru bagi mereka. Mereka terbiasa
merancang dan merencanakan kegiatan pembelajaran seorang diri,sehingga ketika
merancang dan melaksanakan dibawah pengamatan rekan sejawatnya, guru terlihat
canggung.
d. Pemahaman terhadap penyusunan perangkat pembelajaran yang berbasis pada scientific
method masih belum sepenuhnya dikuasai.
132
e. Siswa masih belum terbiasa dengan pembelajaran aktif dan percobaan. Hal ini
mengakibatkan tujuan yang telah dirancang sebelumnya masih ada yang belum tercapai.
f. Ketersediaan peralatan untuk kegiatan percobaan masih belum mencukupi, sehingga
pembelajaran dilaksanakan dengan jumlah anggota kelompok yang kurang ideal.
KESIMPULAN
Implementasi Model Peningkatan Kompetensi Guru Sains SMA Melalui Bimbingan
Teknis Terintegrasi Berbasis Lesson Study Di Kota Palangka Raya dapat meningkatkan
pencapaian kompetensi mata pelajaran sains di SMAN-1 Palangka Raya dan SMA Nusantara
Palangka Raya. Upaya ini diketahui dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas.
Hal itu didasarkan pada prinsip kaji tindak pembelajaran yang berbasis lesson study yang
dilakukan secara kolegalitas, kolaborasi antara guru yang sebidang untuk menghasilkan
teaching material yang baik, terjadi diskusi dan sharing untuk meningkatkan pemahaman materi
ajar.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Pelatihan Guru IPA-SMP: Implementasi
Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud.
Lewis, Catherine C. 2002. Lesson Study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change, Philadelphia,
PA: Research for Better Schools, Inc.
Loucks-Horsley, S. et al. 1990. Elementary school science for the 90's, Alexandria, VA: ASCD
Nuh, M. 2013. Sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam pencanangan berlakunya
Kurikulum 2013.
Herawati, S. 2013. Peran Lesson Study dalam Implementasi Kurikulum 2013. Makalah, Disajikan dalam
Seminar Nasional Lesson Study di Universitas Negeri Jember. 16 Desember 2013.
133
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Students Teams
Achievement Division) untuk Meningkatkan Interaksi Siswa dan
Pemahaman Konsep Sistem Saraf Melalui Lesson Study
Umroatul Inayah1, Mochammad Iqbal2, Ir. Heriyanto3
1Mahasiawa Biologi FKIP Universitas Jember 2 Dosen Biologi FKIP Universitas Jember
3 Guru IPA SMP Negeri 2 Wuluhan
email: [email protected]
Abstrak: Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang termasuk
dalam pendekatan konstruktivisme yang pembelajarannya terpusat pada siswa (students centered) dan
tidak lagi terpusat pada guru (teacher centered). Sehingga dalam pembelajaran kooperatif siswa
mendapatkan kesempatan untuk membangun sendiri pemahamannya melalui interaksi dengan siswa
lain dan guru sebagai fasilitator. Penerapan model pembelajaran kooperatif melalui Lesson study (LS)
diharapkan dapat memberikan pembelajaran kolaboratif antar guru bidang studi dan berkelanjutan
untuk memecahkan serta meningkatkan proses pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif STAD
melalui Lesson study yang dilaksanakan di SMP Negeri 2 Wuluhan kelas IX C, diharapkan dapat
meningkatkan interaksi antar siswa dan pemahaman konsep siswa pada topik sistem saraf. Data
observasi Lesson study menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar kognitif siswa mengenai
pemahaman konsep siswa pada topik sistem saraf yang menggunakan STAD dan LS adalah 95,2,
sedangkan rata-rata hasil belajar kognitif siswa mengenai pemahaman konsep siswa pada topik
sebelumnya yang tanpa menggunakan STAD dan LS adalah 84,47. Selain itu data observasi Lesson
study yang menunjukkan bahwa hasil belajar afektif siswa mengenai interaksi siswa pada topik sistem
saraf yang menggunakan STAD dan LS adalah 75% dengan kriteria sangat baik, sedangkan hasil
belajar afektif siswa mengenai interaksi siswa pada topik sebelumnya yang tanpa menggunakan
STAD dan LS adalah 65% dengan kriteria sangat baik. Dari hasil analisis data tersebut diketahui
bahwa model pembelajaran kooperatif STAD dapat meningkatkan interaksi siswa serta pemahaman
konsep siswa pada topik sistem saraf sebesar ±10% yang dibuktikan dengan hasil diskusi dan posttest.
Kata kunci: lesson study, model pembelajaran kooperatif, posttest, student centered, teacher centered
PENDAHULUAN
Potensi yang dimiliki oleh siswa dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan model
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Siswa yang berperan aktif mengindikasikan
bahwa mereka yang mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan demikian mereka secara aktif
menggunakan otak untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan,
maupun mengaplikasikan apa yang baru dipelajari ke dalam suatu persoalan yang ada dalam
kehidupan nyata (Zaini dkk, 2004).
134
Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal.
Hal ini didasarkan pada beberapa karakteristik pembelajaran yang baik adalah menyenangkan,
menantang, mengembangkan keterampilan berpikir, mendorong siswa untuk bereksplorasi,
memberi kesempatan untuk sukses sehingga tumbuh rasa percaya diri, dan memberi umpan balik
dengan segera sehingga siswa tahu keberhasilan dan kegagalannya (Depdiknas, 2005).
Slavin (1990) mengemukakan bahwa pembelajaran kelompok merupakan strategi yang
efektif dalam prektek pembelajaran dan banyak dipakai oleh guru-guru IPA di Amerika. Dalam
hal ini, strategi pembelajaran kelompok telah dikembangkan menjadi model pembelajaran
kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu jenis strategi pembelajaran
yang menerapkan interaksi kelompok teman sebaya (Damon dan Phelps, 1989). Strategi ini
mengelompokkan siswa secara heterogen dengan pola anggota seorang siswa dengan
pemahaman tinggi, seorang siswa dengan pemahaman rendah dan dua atau tiga siswa dengan
pemahaman rata-rata, sehingga akan terjadi interaksi dan komunikasi diantara anggota kelompok
(Kagan, 1994).
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang di dalamnya siswa
bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan khusus atau menyelesaikan sebuah tugas. Selain
itu, pembelajaran ini dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan penting
pembelajaran yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan
keterampilan sosial (Arends, 1997). Di dalamnya terdapat komponen-komponen utama dari
pembelajaran kooperatif yang merupakan bagian integral dari setiap model pembelajaran
kooperatif. Pertama, pembelajaran kooperatif mengajak siswa bekerja bersama-sama untuk
menyelesaikan tugas-tugas, menyelesaiakan masalah, mereview kuis, mengerjakan aktivitas
laboratorium, melengkapi lembar kerja. Kedua, pengaturan siswa dalam kelompok kecil yang
heterogen menantang siswa untuk saling membantu, berbagi tugas, dan mendukung belajar
teman lainnya dalam kelompok. Ketiga, adanya saling ketergantungan positif diantara anggota
kelompok. Keempat, penumbuhan rasa tanggung jawab untuk belajar dan bekerjasama. Kelima,
terjadinya pemrosesan kelompok dalam belajar.
135
Model pembelajaran kooperatif STAD sangat cocok digunakan untuk mengajarkan
konsep-konsep seperti yang terdapat dalam matematika dan IPA (Nur, 1998). Dengan demikian,
model tersebut juga cocok diterapkan di dalam Biologi. Karuru (2005) mengungkapkan bahwa
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD diperoleh beberapa temuan, antara lain
guru memperoleh pembelajaran cukup baik, dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa selama
pembelajaran, guru mampu melatihkan keterampilan proses dengan baik, mengubah
pembelajaran yang teacher centered menjadi student centered dan dapat meningkatkan proporsi
jawaban benar siswa.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan praktek
pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif adalah melalui LS. Lesson Study (LS)
merupakan salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran
secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual
learning untuk membangun komunitas belajar (Mulyana, 2007). Sehingga dapat meningkatkan
kualitas pendidikan. Menurut Bloom (1968), tugas pokok program-program pendidikan yang
berhubungan dengan mempelajari cara belajar yang baik (learning to learn) dan pendidikan
umum seharusnya menghasilkan perubahan-perubahan yang positif di dalam kecerdasan-
kecerdasan dasar para siswa.
Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan interaksi siswa dan pemahaman konsep siswa
pada topik sistem saraf kelas IX SMP Negeri 2 Wuluhan melalui penggunaan model
pembelajaran kooperatif STAD. Hal ini didasarkan pada rendahnya kualitas proses dan hasil
belajar siswa yang disebabkan penggunaan metode atau pendekatan yang digunakan guru dalam
proses belajar mengajar. Menurut informasi guru bidang studi Biologi, selama ini penyampaian
materi pelajaran oleh guru masih didominasi dengan metode ceramah (pendekatan behaviorism),
sehingga proses pembelajaran terpusat pada guru (teacher centered) dan siswa bersifat pasif.
Sampai saat ini belum pernah dilakukan penggunaan pendekatan konstruktivisme (learning
cycle, science technology and society/sts, cooperative learning, problem posing, dll) pada mata
pelajaran Biologi kelas IX SMP Negeri 2 Wuluhan.
136
METODE
Plan
Kegiatan LS diawali dengan plan yang dilaksanakan di SMP Negeri 2 Wuluhan pada
Jum’at, 04 Oktober 2013 yang dihadiri oleh beberapa guru rumpun mata pelajaran Biologi dan
dosen pembimbing. Pada saat plan disepakati penulis pertama (Umroatul Inayah) sebagai guru
model yang akan menerapkan rancangan kegiatan pembelajaran sesuai plan. Pada tahap ini
dilakukan pengkajian standar kompetensi dan kompetensi dasar, perumusan indikator dan tujuan
pembelajaran, pemilihan media pembelajaran, penyusunan skenario pembelajaran dan penulisan
RPP. Bahan ajar yang dipilih adalah Standar Kompetensi : Memahami Berbagai Sistem dalam
Kehidupan Manusia, dengan Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan Sistem Koordinasi dan Alat
Indera pada Manusia serta Hubungannya dengan Kesehatan. Tujuan yang diharapkan pada saat
pembelajaran adalah : Siswa mampu menjelaskan pengertian sistem saraf, bagian-bagian sel
saraf dan macam sel saraf, serta mekanisme terjadinya gerak biasa dan gerak refleks (kognitif).
Selain itu, siswa diharapkan berani mengungkapkan pendapatnya sendiri melalui jawaban dari
pertanyaan yang diberikan oleh guru, dapat menghargai jawaban yang disampaikan siswa
lainnya, dan mampu bekerjasama dengan anggota kelompoknya (afektif).
Pada saat plan dihasilkan rencana pelaksanaan pembelajaran beserta lembar kerja siswa
(LKS) yang akan diterapkan pada tahap do (open class). Model pembelajaran yang dipilih adalah
STAD yang akan melibatkan peran siswa.
Do
Tahap do dilaksanakan pada Selasa, 08 Oktober 2013 di SMP Negeri 2 Wuluhan.
Pembelajaran Biologi – materi Sistem Saraf dilaksanakan di kelas IX C smester ganjil
2013/2014. Kegiatan do ini dihadiri oleh guru rumpun Biologi.
Pembelajaran pada tahap open class ini diawali dengan kegiatan pengecekan kehadiran
siswa, dilanjutkan dengan pemberian nomor dada pada tiap siswa. Sebelum membuka pelajaran,
guru mengkondisikan kelas serta meminta siswa memfokuskan diri pada mata pelajaran yang
akan berlangsung. Kemudian guru menggali pengetahuan awal siswa dengan mengajukan
137
beberapa pertanyaan apersepsi. Dilanjutkan dengan menuliskan konsep materi yang akan
dipelajari, indikator dan menyampaikan tujuan pembelajarannya. Kegiatan selanjutnya adalah
guru menyampaikan pokok materi yang dipelajari siswa dan memberikan kesempatan pada siswa
untuk bertanya jika ada yang belum paham. Selanjutnya guru menjelaskan tentang model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan komponen-komponennya.
Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan pertimbangan kemampuan
akademik dan jenis kelamin secara heterogen. Setelah siswa duduk dengan kelompok masing-
masing, guru membagikan handout kepada masing-masing anggota kelompok sebagai bahan
materi yang dapat dipelajari untuk melengkapi LKS yang akan dibagikan. Kemudian guru
membagi tugas (LKS) kepada setiap kelompok dan memberikan waktu selama 30 menit kepada
siswa untuk berdiskusi dengan kelompok. Selama diskusi, guru melakukan observasi dan
membimbing kegiatan kelompok untuk memberikan arahan dan memperingatkan anggota
kelompok yang kurang aktif dalam diskusi.
Setelah kegiatan kelompok selesai, guru memberi kuis (posttest) untuk mengetahui
pemahaman konsep yang dipelajari siswa secara individual dalam kelompok. Kemudian guru
mengakhiri pembelajaran dengan membimbing siswa membuat kesimpulan yang mengacu pada
tujuan pembelajaran.
See
Kegiatan See (merefleksi) dilaksanakan langsung setelah open class yang dipimpin oleh
moderator. Moderator mengingatkan kepada observer bahwa obyek observasi adalah siswa dan
aktivitasnya selama proses pembelajaran. Kegiatan refleksi bukan kegiatan menghakimi guru.
Namun, diharapkan adanya temuan masalah, penyebabnya, dan pemberian solusi, sehingga dapat
diketahui pelajaran berharga yang dapat dipetik dari pembelajaran tersebut.
138
Gambar 1. Siswa melakukan diskusi kelompok dalam STAD
Gambar 2. Siswa mengerjakan posttest
Kegiatan refleksi dimulai oleh moderator dengan memeberi ucapan selamat pada guru
model yang bersedia mengimplementasikan perangkat pembelajaran yang telah disusun bersama.
Selanjutnya moderator memberi kesempatan kepada guru model untuk menyampaikan
pengalaman mengajarnya, melakukan refleksi apakah pembelajaran sudah dilaksanakan sesuai
dengan RPP yang dibuat pada saat plan ? Guru model menjelaskan perasaannya waktu mengajar,
ketercapaian keterlaksanaan pembelajaran, kesesuaian langkah pembelajaran dengan RPP yang
dipersiapkan dan hasil pengamatan selama proses pembelajaran. Pada kegiatan do, penulis (guru
model) belum melakukan beberapa langkah pembelajaran (seperti pada RPP), belum melakukan
refleksi terhadap siswa mengenai kegiatan pembelajaran dan belum melakukan kegiatan
membaca secara bersama.
139
Selanjutnya penyampaian hasil observasi dari semua observer tentang kegiatan belajar
siswa, diantaranya sebagai berikut :
Bagaimana kesiapan belajar peserta didik ? (respon ketika guru mempersiapkan
belajar siswa)
Bagaimana interaksi yang terjadi dalam pembelajaran : siswa dengan siswa lain, dan
siswa dengan guru ? (kapan dimulai dan sampai kapan terjadi)
Mengapa siswa tidak belajar / konsentrasi ?
Bagaimana jalan keluar mengatasi siswa yang tidak belajar ?
Bagaimana siswa terlibat dalam kegiatan penutup (melakukan refleksi, merangkum,
dan sebagainya) ?
Pelajaran apa yang dapat dipetik dari kejadian tersebut ?
Kritik dan saran disampaikan secara bijak tanpa merendahkan guru (80% memuji,
20% memberikan masukan / saran dan kritikan yang bersifat positif)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Observasi
Hasil observasi berikut didasarkan pada lembar pengamatan LS.
Kegiatan Pendahuluan
Bagaimana kesiapan belajar peserta didik ? (respon ketika guru mempersiapkan
belajar siswa)
Pada awal pembelajaran hampir 85% siswa telah siap dan antusias dan 15% lainnya
belum siap. Hal ini terlihat pada saat pembagian kelompok heterogen, terdapat beberapa
siswa yang tidak mau bergabung dengan kelompok, karena tidak suka dengan anggota
kelompoknya.
Bagaimana kondisi / respon siswa ketika guru menyampaikan kegiatan apersepsi /
motivasi / pemanasan berpikir / advance organizer
Siswa merespon dengan baik, terbukti dengan Kris Cahyanti yang menjawab pertanyaan
apersepsi dengan sigap, cepat dan tepat. Kemudian ketika guru meminta beberapa siswa
140
untuk melengkapi jawaban temannya dan menunjukkan kepada siswa lain bagian-bagian
sistem saraf pada gambar, dapat menjelaskan dengan baik.
Kegiatan Inti
Bagaimana interaksi yang terjadi dalam pembelajaran : siswa dengan siswa lain,
dan siswa dengan guru ? (kapan dimulai dan sampai kapan terjadi)
Interaksi yang terjadi antar siswa dengan siswa lain terjadi pada saat diskusi. Hal ini
terlihat pada saat diskusi, siswa bertanya kepada temannya mengenai jawaban dan
pemecahan soal pada LKS. Kemudian siswa lain yang telah menemukan jawaban terlebih
dahulu dan lebih paham menjelaskan kepada temannya yang lain. Sedangkan interaksi
yang terjasi antara guru dengan siswa pada saat guru membuka pelajaran dan
memberikan pertanyaan apersepsi.
Siswa mana yang tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik (atau tergangggu
dalam belajar) pada hari itu ?
Siswa yang kurang bisa mengikuti pembelajaran adalah Abdul Mukti, Ahmad Vicky
Kurniawan, dan Mahendra Alhamdany.
Mengapa siswa tersebut tidak belajar / konsentrasi ? menurut anda apa
penyebabnya.
Siswa-siswa tersebut kurang bisa mengikuti pembelajaran karena kurang bisa berinteraksi
dengan teman, ada perasaan tidak enak dan minder (merasa kurang mampu) dalam
belajar.
Bagaimana usaha guru untuk mengatasi gangguan belajar tersebut ? kapan
gangguan belajar tersebut teratasi ?
Gangguan belajar pada beberapa siswa dapat teratasi ketika guru memberikan arahan dan
motivasi kepada siswa. Guru juga menjelaskan kepada siswa bahwa kegiatan diskusi
merupakan tempat bertukar informasi, pendapat dan bertanya pada teman ketika mereka
tidak mengerti atau paham (sarana interaksi dan sosialisasi). Selain itu, dengan kegiatan
diskusi diharapkan siswa lebih mudah memahami materi karena dijelaskan oleh temannya
dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.
141
Menurut anda, alternatif apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi siswa yang
terganggu dalam belajar ?
Guru lebih sering memantau dan memberikan bimbingan lebih selama proses
pembelajaran, dan lebih sering menggunakan strategi pembelajaran dengan menggunakan
diskusi agar lebih sering terjadi interaksi positif antar siswa.
Bagaimana usaha guru dalam mendorong siswa yang tidak aktif belajar ?
Pada saat kegiatan do, siswa yang tidak aktif belajar (belum paham, namun tidak
bertanya) telah dibimbing guru secara langsung dengan menjelaskan ulang tahap demi
tahap.
Kegiatan Penutup
Bagaimana siswa terlibat dalam kegiatan penutup (melakukan refleksi,
merangkum, dan sebagainya) ?
Guru agak cepat memberikan kegiatan refleksi karena keterbatasan waktu, sebab alokasi
waktu lebih banyak pada kegiatan diskusi dan posttest.
Bagaimana respon siswa, ketika guru menyampaikan tindak lanjut pembelajaran
(seperti memberikan arahan, memberi tugas sebagai bagian dari remidi) ?
Siswa langsung menjawab “iya”, ketika guru menyampaikan tugas yang harus disiapkan
pada pertemuan yang akan datang
Hikmah Pembelajaran
Pelajaran berharga apa yang dapat Anda dipetik dari pengamatan pembelajaran
hari ini ?
Pelajaran berharga yang dapat ditemukan dari pelaksanaan do adalah :
1) Kelompok hendaknya dibagi sebelum pelaksanaan pembelajaran, yaitu sehari
sebelum pelaksanaan pembelajaran atau pada saat akhir pembelajaran materi
sebelumnya, agar siswa tidak gaduh
2) STAD maupun kegiatan pembelajaran lain dengan model diskusi perlu digalakkan
untuk meningkatkan interaksi antar siswa dan pemahaman konsep siswa
142
3) Hendaknya setiap selesai pembelajaran guru melakukan refleksi dengan bertanya
kepada siswa, dan akan lebih baik lagi jika dilakukan tes tulis untuk mengetahui
kemampuan pemahaman konsep siswa yaitu dengan melakukan posttest
4) Bisa mengatur waktu dengan baik, agar pembelajaran efektif dan efisien
5) Persiapan pembelajaran akan menghasilkan kegiatan pembelajaran yang baik,
menyenangkan dan teratur
Sehingga hasil pembelajaran dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 3. Grafik Persentase Hasil Belajar Kognitif Siswa (Pemahaman Konsep Siswa)
143
Gambar 4. Grafik Persentase Hasil Belajar Afektif Siswa (Interaksi antar Siswa)
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif STAD pada siswa
kelas IX C SMP Negeri 2 Wuluhan Tahun Pelajaran 2013/2014 dapat meningkatkan
interaksi antar siswa dan pemahaman konsep siswa pada topik sistem saraf pada mata
pelajaran Biologi sebesar 10% yang dapat diukur dari hasil kegiatan diskusi kelompok
dan hasil pemberian kuis (posttest).
2. Respon peserta didik kelas IX C SMP Negeri 2 Wuluhan Tahun Pelajaran 2013/2014
melalui strategi pembelajaran kooperatif STAD sangat baik, hal ini dapat dilihat dari
tanggapan siswa setelah pelaksanaan pembelajaran yang lebih menyukai kegiatan diskusi,
dan antusiasme siswa dalam menjawab pertanyaan LKS.
DAFTAR PUSTAKA
Bloom, S. Benyamin. 1968. Mastery Learning. New York : Holt, Rinehart and Winston, Inc.
144
Damon, W., dan Pelps, E. 1989. Critical Distictions Among Three Approaches to Peer
Education. International Journal of Educational Research, 13, 9-19
Kagan, S. 1994. Cooperative Learning. San Clemente, CA : Kagan Publishing, (online), diakses
28 Oktober 2013.
Karuru, Perdy. 2005. Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA Siswa SLTP (online).
(http://www.Depdiknas.go.id/jurnal/45/perdy-karuru.htm, diakses 14 Maret 2005)
Mulyana, Slamet. 2007. Lesson Study (makalah). Kuningan : LPMP-Jawa Barat
Nur, M., Wikandari, Prima, R., Sugiarto. 1998. Teori Pembelajaran Kognitif. Surabaya : IKIP
Surabaya
Slavin, R.E. 1990. Cooperative Learning : Theory, Research, and Practice. Englewood Cliffs,
NJ : Prentice HallLinn, M. C., Songer, N. B., & Eylon, B. S. 1996. Shifts and
convergences in science learning and instruction. In R. Calfee & D. Berliner (Ed.),
Handbook of Educational Psychology, 438-490. NY: Mcmillan.
145
Perbaikan Pembelajaran Pengembangan dan Telaah Kurikulum Sekolah
Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement
Divisions (STAD) Berbasis pada Lesson Study
Jekti Prihatin 1
1 Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember
email: [email protected]
Abstrak: Pembelajaran di Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember dewasa ini
umumnya menggunakan Pendekatan Student Centered Learning (SCL). Mahasiswa diminta
aktif untuk mempresentasikan hasil kajiannya secara kelompok di depan kelas. Akan tetapi,
evaluasi proses dan hasil pembelajaran yang mereka lakukan jarang diteliti. Penelitian ini
bertujuan untuk: (1) meningkatkan aktivitas dan sikap mahasiswa selama proses
pembelajaran, (2) meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Penelitian dilakukan selama tiga
bulan pada tahun ajaran 2012/2013 menggunakan Lesson Study (LS) dengan tiga siklus.
Tiap-tiap siklus dilakukan plan (merencanakan), do (melaksanakan), dan see (merefleksi)
oleh tim LS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas dan sikap mahasiswa
meningkat sebesar 5,63% dan hasil belajar mahasiswa meningkat dari Indeks Prestasi kelas
sebesar 3,65 menjadi 3,88.
Kata Kunci: Pembelajaran kooperatif tipe STAD, aktivitas, lesson study.
PENDAHULUAN
Kurikulum 2013 yang dicanangkan oleh Pemerintah mulai diterapkan tahun 2013 di SD,
SMP, dan SMA memberi dampak pada perubahan pola pembelajaran di FKIP sebagai lembaga
pencetak guru. Kurikulum 2013 lebih menyelaraskan keseimbangan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor, serta menyiapkan peserta didik menghadapi abad ke-21. Ciri abad 21 adalah
informasi (tersedia di mana saja, kapan saja), komputasi (lebih cepat memakai mesin), otomasi
(menjangkau segala pekerjaan rutin), dan komunikasi (dari mana saja, ke mana saja). Dengan
demikian, terjadi pergeseran paradigma pembelajaran abad 21, yaitu model pembelajaran
diarahkan untuk mendorong peserta didik: (1) mencari tahu informasi dari berbagai sumber
observasi, bukan diberi tahu, (2) mampu merumuskan masalah (menanya), bukan hanya
menyelesaikan masalah (menjawab), (3) berlatih berfikir analitis (pengambilan keputusan) bukan
146
berfikir mekanistik (rutin), (4) mampu bekerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan
masalah (Sidiknas Kemdikbud, 2012).
Pembelajaran biologi di kampus yang sebelumnya teacher-centered learning berubah
menjadi student-centered learning. Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional (SISDIKNAS) pasal 40 ayat (2) poin (a) menyatakan bahwa pendidik dan
tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. Pendidikan yang bermakna dapat terselenggara
jika dosen mengkaitkan materi perkuliahan dengan kondisi riil yang ada di masyarakat, sehingga
pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
Optimalisasi kualitas pembelajaran dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan
lesson study. Perbaikan pembelajaran menggunakan lesson study dewasa ini sedang digalakkan
untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Sato (2007), menyatakan bahwa pada dasarnya ada
empat bidang dan kombinasinya yang penting dalam lesson study, yaitu guru-siswa-materi-
lingkungan belajar. Saling hubungan antara keempat bidang tersebut sangat yang rumit, sehingga
dalam satu lesson study hanya berfokus pada tema tertentu yang mengacu pada kasus-kasus
spesifik. Dalam kaitannya dengan pemilihan model pembelajaran, untuk meningkatkan
hubungan siswa – guru – materi – lingkungan belajar diperlukan pembelajaran konstruktivistik
yang mengakomodasi empat hal di atas.
Pembelajaran yang konstruktivistik antara lain adalah pembelajaran kooperatif STAD
(Student Team Achievement Divisions). Pembelajaran STAD merupakan pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana. Menurut Johnson et al. (2000), pembelajaran kooperatif
STAD termasuk dalam kategori pembelajaran yang mudah metodenya, mudah diterapkan di
kelas, mudah pemeliharaan penggunaan metode dalam jangka panjang, dapat diaplikasikan
dalam berbagai macam pokok bahasan dan berbagai tingkatan, serta merupakan metode yang
mudah diadaptasikan terhadap perubahan kondisi.
Langkah-langkah pembelajaran STAD meliputi: (1) merumuskan tujuan, (2) memberikan
informasi, (3) membuat kelompok, (4) memberikan permasalahan untuk diselesaikan, (5)
evaluasi, dan (6) memberi penghargaan. Mahasiswa dalam kelas dibagi menjadi 4 sampai 5
orang tiap kelompok yang diacak berdasarkan jenis kelaminnya, ras atau suku, dan tingkat hasil
147
belajarnya (tinggi, menengah, rendah). Menurut Slavin (1991), setelah guru memberikan
pengantar materi pelajaran, siswa diminta mengerjakan lembar kerja sesuai materi hari itu.
Adapun guru memberi tutorial dan mendorong siswa untuk aktif berdiskusi. Siswa diarahkan
untuk memahami pentingnya belajar suatu konsep daripada hanya sekedar mengisi lembar kerja.
Setelah itu, siswa diminta mengerjakan kuis. Kuis kemudian dinilai, dan masing-masing siswa
dinilai peningkatan skornya dibandingkan pencapaian sebelumnya. Siswa yang mendapatkan
skor terbaik mendapat penghargaan.
Penilaian pembelajaran tidak hanya dilakukan pada akhir pembelajaran saja. Penilaian
keseluruhan pembelajaran sebaiknya mampu mengukur kemampuan mahasiswa dari aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Sesuai dengan semangat Kurikulum 2013, dosen sebaiknya
juga menilai aktivitas yang dilakukan mahasiswa selama pembelajaran, karena selama
melakukan aktivitas dapat diukur pula sikap mahasiswa.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas mahasiswa selama proses
pembelajaran, dan meningkatkan hasil belajar mahasiswa.
METODE
Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Juli 2013 pada semester genap tahun
ajaran 2012/2013 pada mata kuliah Pengembangan dan Telaah Kurikulum Sekolah. Subjek
penelitian adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Jember
semester IV sebanyak 33 mahasiswa. Pengembangan penelitian menggunakan Lesson Study
dengan 3 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari plan – do – see. Materi siklus I adalah
perbandingan KTSP dan Kurikulum 201. Materi siklus II adalah telaah buku IPA-Biologi kelas
VII dan kaitannya dengan ketercapaian SK dan KD. Materi siklus III adalah tentang kurikulum
negara berkembang dan negara maju. Perencanaan (plan) terdiri perencanaan perkuliahan
berupa penyusunan rancangan pembelajaran dan slide power point materi kuliah. Plan
dilaksanakan bersama-sama tim LS dengan metode diskusi. Masukan dari tim LS digunakan
untuk perbaikan RPP dan persiapan pelaksanaan pembelajaran (Do). Do (open class) dilakukan
menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe Students Teams Achievement Divisions
(STAD). Adapun langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut.
148
a. Dosen mengemukakan tujuan pembelajaran hari itu;
b. Dosen memberikan pengarahan tentang materi hari itu yang harus didiskusikan.
c. Dibentuk kelompok-kelompok mahasiswa, masing-masing kelompok terdiri dari 4-5
mahasiswa;
d. Mahasiswa diberi suatu permasalahan yang tertuang pada lembar kerja mahasiswa (LKM).
Mahasiswa bekerja dalam kelompok dan diminta mendiskusikan masalah yang diberikan.
e. Pada akhir perkuliahan, mahasiswa diminta mempresentasikan hasil diskusinya. Sebagai tugas
portofolio, mahasiswa diminta membuat pertanyaan tentang materi yang belum dikuasai dan
membuat refleksi diri tertulis terhadap pengerjaan tugas yang diberikan.
f. Dosen memberikan penghargaan terhadap penampilan mahasiswa yang terbaik.
Beberapa dosen dalam tim LS mengamati dan mencatat jalannya pembelajaran di kelas.
See dilakukan segera setelah do dilakukan. See dilakukan menggunakan metode diskusi untuk
memberi masukan terhadap siklus LS berikutnya. Untuk keperluan dokumentasi dan umpan
balik dilakukan perekaman LS saat plan, do, see menggunakan video.
Aktivitas mahasiswa ditingkatkan menggunakan lembar kerja mahasiswa (LKM) yang
berisi permasalahan-permasalahan riil di lapangan. Penilaian proses pembelajaran dilakukan
terhadap mahasiswa yang presentasi. Sikap yang dinilai berupa kedisiplinan, kepercayaan diri,
aktivitas presentasi, kerjasama, dan kesediaan menerima pendapat. Adapun penugasan
perkuliahan dinilai menggunakan portfolio assesment. Penilaian akhir mata kuliah merupakan
gabungan dari nilai Mid Term (25%), UAS (25%), kemampuan presentasi (25%), dan portofolio
(25%).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Proses pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif STAD secara umum
membawa dampak aktifnya pembelajaran di kelas. Mahasiswa lebih aktif karena didukung
instrumen pembelajaran yang mendorong mereka untuk aktif mencari materi pembelajaran dan
pemecahan masalah yang tercantum pada lembar kerja mahasiswa (LKM). Presentasi kelompok
149
dilakukan secara bergiliran. Saat mahasiswa presentasi, dilakukan penilaian aktivitas dan sikap
mahasiswa seperti yang tercantum pada Gambar 1.
Gambar 1. Aktivitas dan sikap mahasiswa selama pembelajaran menggunakan STAD
Gambar 1 menunjukkan persentase aktivitas dan sikap mahasiswa dari siklus I, siklus II,
dan siklus III yang umumnya makin lama makin meningkat. Kedisiplinan meliputi ketepatan
pengumpulan makalah dan ketepatan pengaturan waktu presentasi. Percaya diri mahasiswa
dilihat dari gesture, kelancaran, dan keluwesan mahasiswa saat presentasi. Aktivitas presentasi
dilihat dari frekuensi berbicara dan kualitas paparan yang disampaikan. Kerjasama dilihat dari
pemerataan pembagian kesempatan berbicara dan menjawab pertanyaan. Kesediaan menerima
pendapat dilihat dari keterbukaan dalam menerima kritik dan saran serta kesantunan dalam
menjawab pertanyaan saat presentasi.
Kedisiplinan, percaya diri, dan aktivitas diskusi semakin meningkat pada siklus kedua.
Kerjasama tampak berfluktuasi, tergantung dari topik yang didiskusikan. Kesediaan menerima
pendapat baru meningkat saat siklus ketiga. Secara keseluruhan, aktivitas dan sikap mahasiswa
dalam presentasi sudah baik, karena nilai di atas 70. Kedisiplinan dan percaya diri masuk
68
70
72
74
76
78
80
82
84
86
88
90
Kedisiplinan Percaya diri Aktivitas
presentasi
Kerjasama kesediaan
menerima
pendapat
Siklus I
Siklus II
Siklus III
150
kategori sangat baik, karena di atas nilai 80 pada siklus ketiga. Peningkatan keseluruhan aspek
sikap cukup kecil, yaitu rata-rata 5,63%.
Pembelajaran kooperatif STAD memiliki sintaks yang mendorong munculnya aktivitas,
kerjasama, percaya diri, kesediaan menerima pendapat saat diskusi, dan kedisiplinan (Tabel 1).
Pengerjaan tugas secara kelompok tampak membentuk kekuatan tim. Mahasiswa yang
berkemampuan akademik lebih tinggi tampak lebih mendominasi diskusi, akan tetapi mahasiswa
yang berkemampuan rendah lebih banyak menyimak dan mencatat hasil diskusi.
Tabel 1. Nilai aktivitas dan sikap mahasiswa dalam presentasi
Kondisi awal aktivitas dan sikap mahasiswa siklus I sudah dalam kategori baik,
yaitu sebesar 76,87. Pada siklus III, nilai aktivitas dan sikap mahasiswa dalam kategori
sangat baik, yaitu sebesar 82,5. Adapun peningkatan nilai akademik mahasiswa dapat
diketahui dengan membandingkan nilai rata-rata mata kuliah Pengembangan dan
Telaah Kurikulum Sekolah tahun ajaran sebelumnya, yaitu IP kelas sebesar 3,65.
Adapun rata-rata nilai mata kuliah pada penelitian ini adalah seperti yang tertera pada
Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Akhir Semester Mahasiswa Penempuh Mata Kuliah
Pengembangan dan Telaah Kurikulum Sekolah
Siklus Rerata
Siklus I 76,87 ± 7,04
Siklus II 80,00 ± 5,98
Siklus III 82,5 ± 4,63
Peningkatan Siklus I ke Siklus III
5,63
Jenis Penilaian Rerata
Mid Term (25%) 83,80 ± 10,16
UAS (25%) 83,10 ± 9,02
Portofolio (25%) 83,00 ± 2,80
Presentasi (25%) 81,30 ± 4,05
Indeks Prestasi Kelas (IPk) 3,88
Kisaran Nilai 73,20 - 89,38
151
Tabel 2 menunjukkan adanya peningkatan rata-rata IP kelas dari 3,65 menjadi
3,88. Kisaran nilai juga menunjukkan hasil yang baik, karena diatas nilai 70.
PEMBAHASAN
Pada LS siklus I topik tentang Perbedaan KTSP dan Kurikulum 2013, aktivitas diskusi
pada awalnya berjalan kurang baik. Beberapa mahasiswa masih terlihat mendominasi diskusi,
dan yang lain pasif. Akan tetapi, setelah ada masukan tim LS, maka diskusi selanjutnya berjalan
lebih baik maka diskusi selanjutnya berjalan lebih baik. Misalnya, tentang pengaturan kursi saat
diskusi yang seharusnya diberi ruang kosong antara kelompok diskusi dan di tepi-tepi kelas
untuk memudahkan bergerak observer, waktu diskusi perlu ditambah, partisipasi mahasiswa
belum merata karena sibuk dengan persiapan presentasi. Selain itu, tim LS juga melihat bahwa
media LCD pada awalnya terdapat masalah sehingga media belum siap; hadiah sebagai reward
tidak terserap, karena tidak ada mahasiswa yang berprestasi paling bagus; dan ada kasus
mahasiswa saat diskusi, posisi laptop di sebelah kanan sehingga mahasiswa lain sulit melihat.
Seharusnya, letak laptop ada di tengah kelompok.
Pada LS siklus II dengan topik Telaah Buku Teks IPA SMP dan Buku Biologi,
perencanaan perkuliahan dirancang dalam bentuk RPP dengan strategi yang sama, yaitu strategi
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pertemuan pertama menggunakan metode diskusi, dan
pertemuan kedua menggunakan metode presentasi. Masukan sesi plan dari Tim LS meliputi: (1)
Perbaikan LKM; (2) masukan antisipasi perkuliahan SMA. Saat pelaksanaan pembelajaran (do)
tampak mahasiswa belajar dengan baik, interaksi kelas cukup baik, meskipun ada 2 mahasiswa
yang asyik dengan laptopnya. Masukan dari tim LS saat See, antara lain (1) mahasiswa diminta
siap untuk keseluruhan materi yang akan dipresentasikan, tidak hanya sebagian topik saja yang
dikuasai; (2) penentuan urutan mahasiswa yang presentasi dalam satu kelompok ditentukan oleh
dosen; dan (3) media power point mahasiswa perlu diperbaiki.
Pada LS siklus III dengan topik Perbandingan Kurikulum Negara Berkembang dengan
Negara Maju, tampak puncak dari antusiasme mahasiswa yang diketahui dari banyaknya
mahasiswa yang angkat tangan saat diberikan kesempatan bertanya. Selain karena topik yang
cukup menarik, pembelajaran sudah dibenahi berdasarkan masukan dari Tim LS. Refleksi dari
152
dosen model menilai bahwa tugas portofolio dilakukan sangat bagus dan lengkap; penugasan
untuk matakuliah yang sama pada tahun depan perlu dikurangi.
Penilaian akhir semester antara lain menggunakan portofolio. Semua artefak
atau hasil pekerjaan mahasiswa dikumpulkan, diurutkan, dan diberi refleksi diri.
Menurut Blumberg (2008), alat penilaian terhadap diri sendiri (self-assesment tool)
dapat menggunakan rubrik, yang dapat mulai diterapkan pada awal proses perubahan
ke arah pembelajaran berpusat pada siswa. Melalui rubrik tersebut, status siswa dapat
ditentukan dan membantu guru mengidentifikasi komponen khusus pada rubrik yang
ingin diubah. Tingkatan (grade) siswa berdasarkan rubrik memberikan gambaran
terhadap perubahan tingkah laku yang telah dibuat selama pembelajaran. Nilai rata-rata
portofolio mahasiswa pada penelitian ini sangat baik, yaitu sebesar 83. Meskipun
demikian, peningkatan skor aktivitas dan sikap mahasiswa menggunakan strategi
STAD sebesar 5,63% tampak belum menunjukkan peningkatan yang berarti.
Pengubahan perilaku (afektif) mahasiswa memang memerlukan waktu yang lama. Jika
aspek kognitif mudah dilakukan hanya pada beberapa pertemuan perkuliahan, akan tetapi sikap
mahasiswa memerlukan pembiasaan dan konsistensi yang tinggi. Adanya tim observer dalam LS
tidak dipungkiri menyebabkan meningkatnya semangat belajar mahasiswa yang ditunjukkan
dengan aktivitas dan sikap positif, karena mereka tidak mau terlihat kelemahan mereka dalam
pembelajaran. Untuk aspek aktivitas dan sikap dalam presentasi, tidak tampak perbedaan antara
mahasiswa berkemampuan akademik lemah dan akademik tinggi. Semua mahasiswa tampak
aktif dan berpenampilan baik. Bahkan, pada penelitian Adesoji & Ibraeem (2009) di bidang
matematika, menunjukkan bahwa siswa berkemampuan matematika rendah memiliki sikap
positif yang lebih baik dibandingkan siswa berkemampuan menengah dan tinggi. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa siswa yang lebih lemah kemampuannya cenderung akan meningkatkan
performansinya saat dikelompokkan dengan siswa berkemampuan tinggi pada lingkungan
pembelajaran kooperatif. Jacobs et al., (1996), memberikan esensi strategi STAD, yaitu termasuk
ke dalam strategi pembelajaran yang mengedepankan aspek saling ketergantungan positip dalam
satu kelompok. Anggota tim yang berasal dari latar belakang dan kemampuan yang berbeda
saling melengkapi kekurangan masing-masing.
153
Strategi pembelajaran kooperatif STAD memiliki efek positif terhadap mahasiswa, yaitu
meningkatkan hasil belajar kognitif mahasiswa dan meningkatkan sikap sosial. Prinsip umum
dalam pembelajaran kooperatif adalah mahasiswa bekerjasa sama dalam tim untuk mencapai
tujuan bersama. Miller & Peterson (2013) menyatakan, meskipun aktivitas pembelajaran
kooperatif memerlukan persiapan guru yang lebih banyak untuk menyiapkan materi
pembelajaran dan selalu memonitor aktivitas kelompok, akan tetapi keuntungan yang didapatkan
sangat banyak. Selain itu, Annensted (2010) menyatakan bahwa guru harus mendukung siswa
karena guru belajar bagaimana menetapkan tujuan kelompok, membagi tanggung jawab proyek,
mengelola tenggat waktu, dan masalah yang berkaitan dengan dinamika kelompok.
Pada dasarnya, strategi STAD merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa
(student-centered learning). Weimer (2002) dalam Blumberg (2008) menjabarkan 5 hal yang
diperlukan untuk mencapai hasil belajar, yaitu pemahaman materi, peran instruktur, tanggung
jawab belajar, proses dan tujuan asesmen, dan keseimbangan kekuatan. Pemahaman materi
termasuk membangun fondasi pengetahuan yang kuat dan mengembangkan keterampilan
pembelajaran dan kesadaran diri pebelajar. Peran instruktur lebih kepada peran sebagai fasiltator
daripada sebagai pengajar. Tanggung jawab belajar berpindah dari instruktur kepada siswa.
Instruktur menciptakan lingkungan pembelajaran yang memotivasi siswa untuk menerima
tanggung jawab belajar. Proses dan tujuan asesmen berubah dari hanya penilai hasil akhir
menjadi pemberi balikan dan pembantu peningkatan hasil belajar. Pembelajaran berpusat pada
siswa menggunakan asesmen sebagai bagian dari proses pembelajaran. Keseimbangan kekuatan
berubah, dengan demikian instuktur membagi beberapa keputusan tentang pelajaran dengan
siswa. Dengan demikian, instruktur dan siswa berkolaborasi dalam pembelajaran. Pada
penelitian ini, banyaknya tugas yang diberikan kepada mahasiswa sebanyak 12 tugas selama satu
semester membuat mahasiswa kesulitan membagi waktu. Selanjutnya, dosen sebaiknya bijaksana
dalam memberi tugas, mengingat bahwa hampir semua dosen di Prodi Pendidikan Biologi FKIP
Unej menerapkan student-centered learning.
KESIMPULAN
154
Strategi STAD meningkatkan aktivitas dan sikap positif mahasiswa sebesar 5,63%, dari
rata-rata 76,87±7,04 menjadi 82,5±4,63 dan meningkatkan Indeks Prestasi kelas mata kuliah
Pengembangan dan Telaah Kurikulum Sekolah dari 3,65 menjadi 3,88.
DAFTAR PUSTAKA
Adesoji, F.A. & Ibraheem. 2009. Effect of Sudent-Teams Achievement Division Strategy and
Mathematics Knowledge On Learning Outcomes In Chemical Kinetics. The Journal of
International Social Research. Volume 2/6 Winter: p23.
Blumberg, P. 2008. Developing Learner-Centered Teachers: A Practical Guide for Faculty. San
Francisco: Jossey-Bass. http://www.usciences.edu/teaching/Learner-Centered/
Froyd, J. and Simpson, N. 2010. Student-Centered Learning Addressing Faculty Questions about
Student-centered Learning. http://ccliconference.org/files/2010/03/Froyd_Stu-
CenteredLearning.pdf
Jacobs, G.M, Lee, G.S., and Ball, J. 1996. Learning Cooperative Learning via Cooperative
Learning: A Sourcebook of Lesson Plans for Teacher Education on Cooperative
Learning. SEAMEO: Singapore.
Johnson, D.W., Johnson, R.T., and Stanne, M.B. Cooperative Learning Methods: A Meta-
Analysis. University of Minnesota. http://tablelearning.com/uploads/File/EXHIBIT-
B.pdf
Sato, M. 2007. Dunia Pelajaran Lesson Study Dasar. Dalam SISTTEMS (Strengthening In-
Service Teacher Training of Mathematics and Science Education at Junior Secondary
Level. Dirjen PMPTK Depdiknas – JICA.
Sidiknas-Kemdikbud. 2012. Pergeseran Abad ke 21. http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/uji-
publik-kurikulum-2013-2.
Slavin, R.E. 1991. Synthesis of Research of Cooperative Learning. Educational Leadership.
Association for Supervision and Curriculum Development.
http://www.ascd.org/ASCD/pdf/journals/ed_lead/el_199102_slavin.pdf
Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. 2nd Ed. Boston: Allyn
and Bacon.
Susilo, H. 2007. Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Assessmen dalam Strategi Kooperatif
Makalah dalam Pelatihan Pengembangan Asesmen Autentik dan Kemampuan Berpikir
155
serta Implementasinya dalam Pembelajaran Kooperatif di Universitas Muhammadiyah.
Malang, 29 Januari 2007.
Michaelsen, L. K., Fink, L. D., & Knight, A. 1997. Designing Effective Group Activities:
Lessons for Classroom Teaching and Faculty Development. In To Improve the
Academy: Resourcesfor Faculty, Instructional and Organizational Development,
DeZure, D. (Ed.). Stillwater, OK: New Forums.
Miller, C.K. & Peterson, R.L. 2013. Cooperative Learning.
http://www.indiana.edu/~safeschl/cooperative_learning.pdf
Undang Undang No 20. 2003. Sistem Pendidikan Nasional.
156
Implementasi model pembelajaran kooperatif jigsaw dalam
meningkatkan interaksi siswa dan pemahaman konsep pada topik
alat indera melalui lesson study
Margi Eldayanti1, Mochammad Iqbal2, Heriyanto3
1 Mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember 2 Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember
3 Guru SMP Negeri 2 Wuluhan
email: [email protected]
Abstrak: Lesson study bukan merupakan suatu metode maupun strategi pembelajaran tetapi kegiatan
Lesson study dapat menerapkan berbagai metode maupun strategi pembelajaran yang sesuai dengan
situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. Pelaksanaan Lesson study dilakukan dengan
cara berkolaborasi antar guru bidang studi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas,
melalui peran observer yang mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Lesson
study ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Wuluhan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif Jigsaw pada topik alat indera. Jigsaw dipilih terutama untuk meningkatkan interaksi antar
siswa dalam berdiskusi, dengan adanya interaksi tersebut diharapkan siswa lebih mudah dalam
memahami konsep materi yang dipelajari. Berdasarkan hasil observasi dari observer menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan interaksi siswa dengan kriteria sangat baik sebanyak 20%, dengan kriteria
baik sebanyak 30%. Sedangkan untuk kriteria cukup baik berkurang 28% dan untuk kriteria kurang
baik berkurang 22%. Namun, Jigsaw belum dapat secara efektif meningkatkan pemahaman konsep
tentang bagian-bagian alat indera dan fungsinya yang telah dibuktikan melalui hasil lembar kerja
kelompok (LKD) dengan rata-rata nilai LDK Jigsaw sebesar 87,5 sedangkan nilai rata-rata LDK
diskusi konvensional sebesar 88,3.
Kata kunci: Jigsaw, Lesson study, Model Pembelajaran Kooperatif
PENDAHULUAN
Penyelenggaraan pendidikan yang baik dan tepat diharapkan dapat membantu
mengimbangi berkembangnya teknologi yang semakin melesat, sehingga peningkatan kualitas
pendidikan sangat diperlukan. Proses belajar mengajar saat ini lebih disoroti dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan. Menurut Nuryani (2005 : 5), proses belajar mengajar
merupakan proses yang mengandung kegiatan interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal
balik yang berlangsung dalam situasi edukasif untuk mencapai tujuan belajar. Dahulu proses
pembelajaran lebih mengutamakan pada interaksi antara guru dan siswa saja, namun akhir-akhir
157
ini sangat disadari bahwa dalam proses belajar mengajar, bukan hanya interaksi antara guru dan
siswa saja yang diperlukan melainkan interaksi antara siswa satu dengan siswa lainnya juga
sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan pendidikan di sekolah bukan lagi usaha yang hanya
menanamkan ilmu berdasarakan teori saja, melainkan hal-hal lain juga perlu diajarkan pada
siswa tentang sikap dan perilakunya sebagai makhluk sosial.
Piaget dan Vygotsky mengemukakan adanya hakikat sosial dari sebuah proses belajar,
keduanya mengemukakan tentang penggunaan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan
anggota-anggotanya yang beragam sehingga terjadi perubahan konseptual. Hal itu akan
membantunya untuk melihat sesuatu dengan jelas, bahkan melihat ketidaksesuaian pandangan
mareka sendiri. Jadi, bukan lagi guru yang mendominasi, sudah saatnya siswa dapat bebas (aktif)
dalam menyampaikan pemikirannya kepada guru maupun temannya. Hal ini ditekankan oleh
Piaget bahwa belajar adalah sebuah proses aktif dan pengetahuan disusun dalam pemikiran
siswa.
Di dalam proses belajar mengajar, berfikir bukan hanya sebagai tugas utama untuk siswa,
melainkan juga untuk guru. Guru dituntut untuk memikirkan dan mengupayakan agar proses
pembelajaran yang dilaksanakannya dapat berlangsung secara optimal, efektif dan efisien sesuai
tujuan pembelajaran yang akan dicapai, dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Upaya untuk dapat mencapai proses pembelajaran tersebut, guru diharapkan dapat mampu
menciptakan inovasi-inovasi di dalam proses pembelajarannya. Bukan hal mudah, namun guru
tidak harus bekerja sendiri. Guru bisa melakukan kolaborasi dengan guru-guru lain yang
mengajar pada bidang studi sama.
Kolaborasi tersebut, dapat dilakukan melalui Lesson Study. Melalui aktivitas Lesson
study, pembelajaran dikembangkan secara bersama-sama dengan menentukan salah satu guru
untuk melaksanakan pembelajaran tersebut, sedangkan guru lainnya mengamati aktivitas belajar
siswa selama pembelajaran berlangsung. Pada akhir kegiatan, guru berkumpul kembali dan
melakukan diskusi tentang pembelajaran yang telah berlangsung, merevisi dan menyusun
program pembelajaran berikutnya berdasarkan hasil diskusi. Lesson study memberi dorongan
kepada guru untuk mengembangkan dan memperbaiki pembelajaran di kelas (Sadia, 2008).
158
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW
Menurut Thompson, dalam pembelajaran kooperatif, siswa belajar bersama dalam
kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok
yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa dengan kemampuan yang heterogen (Jauhar, 2011 : 52-53).
Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari
model tersebut, salah satunya adalah Jigsaw. (Jauhar, 2011 : 53).
Jigsaw diperkenalkan oleh Areson, Blaney, Stephen , Sikes, dan Snap pada tahun 1978
(Aqib, 2013:21). Jigsaw memberikan banyak kesempatan bagi siswa untuk mengemukanakan
pendapat, mengelolah informasi yang didapat, dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi,
anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian
materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya. Berikut tahap-tahap
pembelajaran Jigsaw yang penulis terapkan di kelas IXB SMP Negeri 2 Wuluhan.
Membagi siswa dalam beberapa kelompok secara heterogen (kelompok asal)
Memberi undian pada masing-masing anggota kelompok sesuai dengan materi yang akan
dipelajari
Memberi handout materi berbeda kepada masing-masing anggota kelompok (kelompok
asal)
Memberi intruksi agar setiap siswa pada masing-masing kelompok bergabung dengan
anggota kelompok yang mendapat materi sama untuk mempelajari materi yang didapatkan
(kelompok ahli)
Membagikan Lembar Diskusi Kelompok (LDK) kepada masing-masing anggota kelompok
ahli untuk dikerjakan dengan cara berdiskusi bersama anggota kelompok
Mengintruksikan agar masing-masing anggota kelompok pada kelompok ahli kembali
bergabung menjadi kelompok asal
Meminta masing-masing anggota dari kelompok ahli menjelaskan materi yang telah mereka
diskusikan dengan kelompok ahli kepada anggota kelompok asal secara bergiliran
Meminta setiap anggota kelompok asal yang bertanggung jawab mendengarkan
Membimbing peserta didik mengambil kesimpulan masing-masing materi yang
disampaikan oleh anggota kelompok ahli ketika di kelompok asal
159
METODE
Implementasi Jigsaw pada topik alat indera ini dilaksanakan melalui Lesson study. Lesson
study bukan merupakan suatu metode maupun strategi pembelajaran tetapi kegiatan Lesson study
dapat menerapkan berbagai metode maupun strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi,
kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. Lesson study terdiri atas 3 tahap, yakni
perencanaan (plan), pelaksanaan (do), refleksi (see). Melalui aktivitas Lesson study,
pembelajaran dikembangkan secara bersama-sama (kolaborasi) dengan menentukan salah satu
guru untuk melaksanakan pembelajaran tersebut, sedangkan guru lainnya mengamati aktivitas
belajar siswa selama pembelajaran berlangsung. Pada akhir kegiatan, guru berkumpul kembali
dan melakukan diskusi tentang pembelajaran yang telah berlangsung, merevisi dan menyusun
program pembelajaran berikutnya berdasarkan hasil diskusi. Lesson study memberi dorongan
kepada guru untuk mengembangkan dan memperbaiki pembelajaran di kelas (Sadia, 2008).
Penulis melaksanakan Lesson study ketika penulis sedang mengikuti program
Pemantapan Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Wuluhan. SMP Negeri 2 Wuluhan
merupakan salah satu SMP di daerah Jember selatan yang terletak jauh dari pusat kota. Penulis
melaksanakan Lesson Study dengan menggunakan model kooperatif Jigsaw untuk penyampaian
materi IPA (biologi) pada Bab Sistem Koordinasi dengan topik alat indera. Pemilihan Jigsaw,
selain untuk meminimalisir kecenderungan siswa bosan saat mengikuti pembelajaran, juga
sebagai upaya meningkatkan interaksi siswa dalam bentuk kelompok. Lesson study yang
diterapkan oleh penulis di kalas IXB SMP Negeri 2 Wuluhan dilaksanakan mulai tanggal 1
Oktober 2013. Pelaksanaan Lesson study terdiri atas 3 tahap, yakni
Perencanaan (Plan)
Tahap ini merupakan tahap merancang pembelajaran. Tahap ini dilaksanakan pada
tanggal 1 Oktober 2013 yang diikuti oleh 4 rekan penulis yang nantinya bertindak sebagai
observer dan 1 dosen pembimbing serta guru pamong yang membimbing serta memantau
jalannya tahap perencanaan. Tahap ini sudah ditentukan guru modelnya, yakni penulis. Bahan
ajar yang dipilih adalah Standart Kompetensi: Memahami berbagai sistem dalam kehidupan
160
manusia, dengan tujuan yang diharapkan dapat dicapai adalah menjelaskan bagian dan fungsi
bagian dari organ-organ yang termasuk dalam sistem indera manusia
Tahap ini penulis bersama-sama rekan penulis beserta dosen pembimbing dan guru
pamong berdiskusi untuk membuat rancangan pembelajaran yang akan diterapkan pada topik
alat indera. Diskusi ini berkaitan dengan pemilihan metode, alat evaluasi hingga upaya-upaya
lainnya yang dapat menunjang ketercapaian tujuan pembelajaran.
Berdasarkan hasil diskusi didapatkan saran dari dosen pembimbing dan teman sejawat
agar dalam proses diskusi, siswa juga diberi penugasan dalam bentuk LDK untuk
menghindari kepasifan dari siswa. Hal ini dikarenakan kondisi siswa masih tergolong anak-
anak, sehingga dikhawatirkan siswa tidak benar-benar berdiskusi. Selain itu, guru model juga
mendapat saran agar manajemen waktu lebih banyak difokuskan ketika siswa kembali pada
kelompok asal, karena masing-masing siswa akan menjelaskan pada masing-maisng anggota
kelompok asal.
Pelaksanaan (Implementasi/Do)
Tahap ini untuk menguji coba rancangan pembelajaran. Tahap ini dilaksanakan pada
tanggal 7 Oktober 2013. Disini observer hanya sebagai pengamat aktivitas siswa. Pada tahap
pelaksanaaan, langkah-langkah yang tertera di dalam rancangan pembelajaran yang telah
disusun dan didiskusikan bersama observer dapat berjalan dengan baik. Diskusi siswa masih
dapat diatur dan tidak terlalu menimbulkan kegaduhan. Setiap tahap dari perencanaan dapat
diselesaikan.
Gambar 1. Suasana diskusi pada kelompok ahli
161
Gambar 2. Pengamatan oleh observer
Refleksi (See)
Setelah selesai pembelajaran, langsung dilakukan diskusi antara guru model dan
observer. Meskipun banyak kekurangan, tetapi proses pembelajaran yang telah berlangsung
sudah cukup baik. Hal yang sama juga disampaikan oleh keempat observer, walaupun masih
ada siswa yang kurang bisa menjelaskan materi yang ia dapat di kelompok ahli kepada
kelompok asal, tetapi mereka masih dapat berupaya menjelaskan dengan bahasa sehari-hari.
Kecenderungan siswa untuk gaduh sendiri didalam kelas, menjadi cukup berkurang
karena siswa memiliki tanggung jawab untuk memahami materinya dan menyelesaikan LDK-
nya. LDK dapat terjawab dengan baik, namun pemberian soal yang terlalu banyak pada LDK
mengurangi waktu konsentrasi siswa untuk materi yang perlu dipahami agar dapat
disampaikan pada kelompok asal, sehingga pada tahap refleksi ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa Model Kooperatif Jigsaw yang telah diterapkan di SMP Negeri 2 Wuluhan kelas IXB
pada materi bagian-bagian alat indera dan fungsinya dapat berlangsung baik meskipun belum
terlalu maksimal, masih terdapat kekurangan yang dapat dibenahi pada pembelajaran
selanjutnya, yakni pemberian penugasan bagi siswa dalam diskusi harus disesuaikan dengan
waktu yang tersedia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Observasi (Interaksi Siswa)
Hasil observasi berikut didasarkan pada lembar pengamatan Lesson study.
162
a) Kapan siswa mulai berkonsentrasi belajar? Apa penyebabnya?
Sebagian besar siswa sudah mulai berkonsentrasi setelah guru model selesai membagi
nomor urut dada pada siswa. Ada sekitar 3-4 siswa yang belum sepenuhnya
berkonsentrasi mendengarkan guru menyampaikan metode pembelajaran yang akan
digunakan, mereka umumnya sibuk mencari buku dan masih ngobrol dengan teman
sebangku.
b) Siswa mana yang tidak dapat berkonsentrasi pada saat mengikuti kegiatan
pembelajaran? (Sebut nama/nomor siswa).
Secara keseluruhan semua siswa dapat berkonsentrasi, namun ada kalanya mereka bicara
sendiri diluar konten pelajaran dengan teman disampingnya, terutama pada saat
mengerjakan LDK. Sigit, Ikhsan dan Huda, mungkin hal ini merupakan usaha siswa
tersebut untuk mengurangi kejenuhan akibat terlalu tegangnya dalam melangsungkan
proses diskusi. Untuk selebihnya siswa tampak berusaha tetap konsentrasi karena
mungkin mereka menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab masing-masing
terhadap materi yang akan disampaikan pada kelompok asal.
c) Kapan siswa tersebut mulai berhenti berkonsentrasi dalam belajar?
Hingga proses pembelajaran berakhir, hanya beberapa siswa yang kurang berkonsentrasi,
tetapi tidak ada yang sepenuhnya berhenti berkonsentrasi. Mereka tetap melanjutkan
diskusi dengan baik.
d) Menurut Anda, apakah yang menyebabkan siswa tersebut tidak dapat
berkonsentrasi belajar?
Beberapa siswa ada yang mulai membuat kegaduhan seperti dengan candaan atau sekedar
bertanya diluar konten pelajaran.
e) Menurut Anda, solusi apakah yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
tersebut?
Guru harus sering memantau siswa dengan cara berkeliling disetiap kelompok. Upaya ini
juga untuk membantu siswa yang merasa kesulitan dalam kelompoknya.
f) Apakah interaksi antara siswa dalam belajar kelompok efektif?
163
Tidak sepenuhnya efektif, dari 6 kelompok asal hanya ada 2 kelompok yang benar-benar
melaksanakan dengan cukup baik, sedangkan lainnya belum dikatakan berhasil. Hal ini
merupakan hal yang cukup wajar, karena merupakan pengalaman pertama, sehingga
masih banyak siswa yang belum terbiasa dengan kondisi demikian.
g) Apakah setiap individu telah belajar dengan baik? (Berikan penjelasan seperlunya)
Tidak, masih ada siswa yang kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran ini, terutama
bagi kelompok yang memiliki anggota sulit menyampaikan materinya, sehingga
pemahaman anggota kelompok lain terhadap materi tersebut kurang
h) Hal apa yang dapat ditiru dari guru model?
Guru model benar-benar memperhatikan proses dikusi dengan melakukan pemantauan
secara bergilir pada masing-masing kelompok, mencoba membantu siswa yang kesulitan
memahami penjelasan temannya dengan menggunakan bahasa sehari-hari sehingga
tampak seperti sharing karena guru mendekati siswa dengan suasana santai, sehingga
siswa tidak takut untuk menyampaikan pertanyaan maupun berpendapat.
i) Apa pelajaran berharga dari kegiatan pengamatan pembelajaran hari ini?
Memberi kesempatan pada siswa untuk mengeksplorasi pengetahuannnya saat ini
merupakan hal yang cukup penting. Mungkin untuk pertama kali, akan banyak kendala.
Namun jika teknik seperti ini sering digunakan dalam proses pembelajaran, lama-lama
siswa menjadi terbiasa, terbiasa berpendapat, terbiasa menyampaikan pendapatnya di
orang banyak, karena interaksi-interaksi inilah yang dapat membuat siswa lebih
komunikatif dan menemukan banyak hal dari perbedaan-perbedaan pendapat teman-
temannya.
Selain menilai setiap kejadian yang aktivitas di dalam kelas, observer juga bertanggung
jawab untuk menilai interaksi siswa melalui kerjasama dalam kelompok dan menghargai
pendapat anggota kelompok lain. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwan
melalui metode Jigsaw, interaksi siswa dalam kegiatan belajar lebih meningkat dibandingkan
dengan kegiatan diskusi konvensional yang telah di laksanakan oleh siswa sebelumnya
dengan persentase sebagai berikut.
164
Tabel 1. Persentase Interaksi Siswa
Interaksi Siswa Kriteria Afektif
(%) Sangat Baik (%) Baik (%) Cukup Baik (%) Kurang Baik
Melalui Jigsaw 30 60 7 3
Tanpa Jigsaw 10 30 35 25
Gambar 3. Grafik Perbandingan Persentase Penilaian Interaksi Siswa oleh Penulis pada Kegiatan
Diskusi Biasa dengan Kegiatan Jigsaw oleh Observer
Berdasarkan hasil observasi dari observer menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
interaksi siswa dengan kriteria sangat baik sebanyak 20%, dengan kriteria baik sebanyak
30%. Sedangkan untuk kriteria cukup baik berkurang 28% dan untuk kriteria kurang baik
berkurang 22%.
Hasil Penilaian (Pemahaman Konsep)
Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap konsep
materi yang telah dipelajari. Hasil penilaian ini diambil dari nilai LDK yang dikerjakan pada saat
siswa berdiskusi bersama kelompok dengan cara membandingkan antara LDK pada topik
165
bagian-bagian alat reproduksi pria beserta fungsinya (diskusi konvensional) dengan LDK pada
topik bagian-bagian alat indera manusia beserta fungsinya (Jigsaw).. Hasil LDK pada topik
bagian-bagian alat reproduksi pria beserta fungsinya memiliki nilai lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nilai dari topik bagian-bagian alat indera manusia beserta fungsinya.
Jigsaw belum dapat secara efektif meningkatkan pemahaman konsep tentang bagian-bagian alat
indera dan yakni rata-rata nilai LDK Jigsaw sebesar 87,5 sedangkan nilai rata-rata LDK diskusi
konvensional sebesar 88,3. Hal ini menunjukkan bahwa Jigsaw belum terlalu efektif jika
diterapkan pada siswa usia SMP sebab dimungkinkan siswa SMP belum bisa sepenuhnya diberi
tanggung jawab untuk dapat menjelaskan pemahamannya kepada temannya, sehingga Jigsaw
belum bisa diterapkan untuk tujuan meningkatkan pemahaman konsep bagi siswa SMP. Berikut
grafik yang menunjukkan perbandingan keduanya.
Gambar 4. Grafik Perbandingan Hasil LDK
PENUTUP
166
Kegiatan pembelajaran IPA biologi yang dilaksanakan melalui Lesson study di kelas IXB
SMP Negeri 2 Wuluhan pada topik alat indera melalui Jigsaw mampu meningkatkan interaksi
siswa dengan kriteria sangat baik sebanyak 20%, dengan kriteria baik sebanyak 30%.kriteria
cukup baik berkurang 28% dan untuk kriteria kurang baik berkurang 22%. Namun, Jigsaw belum
dapat secara efektif meningkatkan pemahaman konsep tentang bagian-bagian alat indera dan
fungsinya yang telah dibuktikan melalui hasil lembar kerja kelompok (LKD) dengan rata-rata
nilai LDK Jigsaw sebesar 87,5 sedangkan nilai rata-rata LDK diskusi konvensional sebesar 88,3.
DAFTAR RUJUKAN
Aqib, Zainal. 2013. Model-Model, Media dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif).
Bandung: Yrama Widya.
Jauhar, Mohammad. 2011. Implementasi PAIKEM. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Nurhayati, R. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang.
Sadia, I Wayan. 2008. Lesson Study (Suatu Strategi Penigkatan Profesionalisme Guru).
Universitas Pendidikan Ganesha.
167
Peningkatan Hasil Belajar Biologi melalui Percobaan Fotosintesis
4R (Reuse, Reduce, Recycle, and Repair)
dalam Kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember
Heny Yudyastuti 1 1 SMP Negeri 1 Jember
email: [email protected]
Abstrak: Materi fotosintesis sebagai salah satu materi pembelajaran Biologi di kelas VIII
semester gasal SMP merupakan materi penting karena termasuk dalam Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) Ujian Nasional. Temuan dari hasil tanya jawab dengan 43 siswa melalui
jejaring sosial Facebook diperoleh sebanyak 65 % siswa tidak pernah melakukan kegiatan
praktikum fotosintesis. Sedangkan temuan dari hasil angket yang disebarkan kepada 40 guru
IPA di MGMP Wilayah Tengah Kabupaten Jember menunjukkan 62% guru tidak pernah
melakukan kegiatan praktikum fotosintesis. Solusi itu adalah penulis membuat media
percobaan fotosintesis dari botol-botol dan bahan bekas. Dalam penelitian ini menggunakan
konsep 4R dalam membuat media percobaan fotosintesis tersebut. Konsep 4R yaitu Reuse,
Reduce. Recycle, and Repair. Kegiatan pembelajaran dilakukan dalam bentuk Lesson Study
dengan memanfaatkan kegiatan MGMPS dan MGMP IPA Wilayah Tengah untuk
mendapatkan hasil penelitian yang akurat.Tujuan penelitian ini adalah:1) mendeskripsikan
bentuk rancangan media percobaan fotosintesis 4R, dan 2) mendeskripsikan penerapan media
percobaan fotosintesis 4R dalam kegiatan pembelajaran melalui Kegiatan Lesson Study di SMP
Negeri 1 Jember.
Media fotosintesis 4R mampu menunjukkan proses fotosintesis dengan baik sehingga
memberi pemahaman yang jelas kepada siswa tentang proses fotosintesis melalui kegiatan
percobaan. Hasil belajar yang telah dilakukan pada tahun pelajaran 2012/2013 menunjukkan
ketercapaian indikator dan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan ditunjukkan ketuntas
87,5% secara klasikal mencapai KKM 76. Sedangkan pada tahun 2013/2014 dengan adanya
pengembangan pada indikator ketercapaian faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesi dapat
mencapai nilai rata-rata 94 dengan ketuntasan 100% dengan KKM 78. Kegiatan Lesson Study
telah membantu peneliti dalam menerapkan pendekatan scientific sesuai dengan Kurikulum
2013.
Kata Kunci: media percobaan fotosintesis 4R
PENDAHULUAN
Pada kurikulum 2013 materi fotosintesis dialihkan pada kelas VII, di mana kompetensi
inti yang diharapkan adalah terbentuknya hasil belajar yang diperoleh dari proses
pembelajaran dengan memunculkan tiga ranah kognitif, afektif, dan spimotorik
(Kemendikbud. 2013). Bukan hanya guru yang dituntut untuk memiliki kreatifitas dalam
pembelajarannya, namun ketrampilan guru untuk mendesain sebuah pembelajaran yang
menuntut siswa memiliki kreatifitas berfikir dan mencipta. Dengan demikian ketercapaian
pendekatan yang dianjurkan dalam BNSP yaitu Contektual Teaching and Learning (CTL) dan
168
Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Menyenangkan (PAIKEM) benar-benar dapat
diterapkan dengan sebaik-baiknya.
Temuan dari hasil tanya jawab dengan 43 siswa melalui jejaring sosial Facebook
diperoleh sebanyak 65 % siswa tidak pernah melakukan kegiatan praktikum fotosintesis
(Anddini, dkk, 2012). Sedangkan temuan dari hasil angket yang disebarkan kepada 40 guru
IPA di MGMP Wilayah Tengah Kabupaten Jember menunjukkan 62% guru tidak pernah
melakukan kegiatan praktikum fotosintesis.
Demikian pula media uji fotosintesis yang selama ini digunakan di setiap sekolah
secara umum memiliki jumlah terbatas. Secara umum, kriteria yang harus dipertimbangkan
dalam pemilihan media pembelajaran menurut Sudjana (2005) mengikuti prinsip-prinsip
penggunaan media. Menurut Sumarwan, dkk (2007:126) fotosintesis adalah proses
pembentukan bahan organik (gula atau karbohidrat) dari sederhana zat-zat anorganik (air dan
karbohidrat) dengan bantuan cahaya matahari. Lebih lanjut dijelaskan tumbuhan hijau mampu
melakukan fotosintesis karena memiliki klorofil (zat hijau daun). Selain menghasilkan gula
sederhana (glukosa), fotosintesis juga memproduksi hasil sampingan berupa O2 (oksigen) dan
membebaskan sejumlah energi.
Di SMPN 1 Jember dengan jumlah rombongan belajar kelas VIII sebanyak 10 kelas,
media tersebut hanya tersedia lima set. Percobaan hanya berkisar pada uji coba fotosintesis
menghasilkan oksigen seperti temuan percobaan Ingenhouz. Sedangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi fotosintesis tidak pernah diuji cobakan karena membutuhkan media yang
banyak. Berdasarkan permasalahan dan pemecahan masalah di atas, tujuan penulisan karya
inovasi ini adalah:1) mendeskripsikan bentuk rancangan media percobaan fotosintesis 4R, dan
2) mendeskripsikan penerapan media percobaan fotosintesis 4R dalam kegiatan pembelajaran
melalui Kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember.
METODE
Rancangan /Desain Media Fotosintesis 4R
Ide dasar penciptaan karya inovasi berupa media percobaan fotosintesis ini berangkat
dari konsep Jan Ingenhousz (1730-1799) sebagai orang yang pertama kali melakukan
penelitian tentang fotosintesis untuk membuktikan bahwa fotosintesis menghasilkan oksigen.
Ingenhousz memasukkan tumbuhan air Hydrilla verticillata ke dalam bejana yang diisi air.
Bejana gelas itu ditutup dengan corong terbalik dan di atasnya diberi tabung reaksi yang diisi
air hingga penuh. Bejana itu diletakkan di terik matahari. Tak lama kemudian muncul
gelembung udara dari tumbuhan air tersebut. Gelembung udara tersebut menandakan adanya
gas. Setelah diuji ternyata adalah oksigen (Saeful Karim, dkk., 2008:100). Ingenhousz
menyimpulkan fotosintesis menghasilkan oksigen. Pada desain uji ini ingenhousz sekaligus
diberikan beberapa perlakuan untuk membuktikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
169
fotosintesis. (Mustahib, 2011. http://biologi.blogsome.com/2011/09/08/uji-ingenhousz/).
Media percobaan fotosintesis Ingenhousz adalah sebagai berikut:
Tahap Uji Media
Dalam tahap uji dilakukam bersama guru-guru MGMP IPA Wilayah Tengah
Kabupaten Jember mengukur kualitas media dengan menggunakan instrumen lembar obervasi
uji alat percobaan. Tahap uji media ini merupakan rangkaian dari kegiatan Lesson Study tahap
”Plan”. Hasil pengamatan setiap percobaan adalah sebagai berikut: a) Hasil percobaan I
menunjukkan adanya persamaan dari kedua media yaitu, terlihat ada gelembung air pada
bekerglass dan menunjukkan ada rongga udara yang terdapat pada tabung reaksi sebagai
akibat dari gelembung air/oksigen yang dihasilkan tumbuhan menuju ke permukaan tabung
reaksi, b) Percobaan II menunjukkan pada media virtual tidak tampak adanya gelembung air
pada bekerglass dan adanya rongga udara yang terdapat pada tabung reaksi sebagai akibat dari
gelembung air/oksigen yang dihasilkan tumbuhan menuju ke permukaan tabung reaksi.
Sedangkan percobaan II pada media media percobaan fotosintesis 4R tidak tampak adanya
gelembung air dan terlihat ada rongga udara yang terdapat pada tabung media percobaan
fotosintesis 4R sebagai akibat dari gelembung air/oksigen yang dihasilkan tumbuhan menuju
ke permukaan tabung reaksi, c) Percobaan III pada media virtual menunjukkan terlihat ada
gelembung air pada bekerglass dan ada rongga udara yang terdapat pada tabung reaksi sebagai
akibat dari gelembung air/oksigen yang dihasilkan tumbuhan menuju ke permukaan tabung
reaksi. Sedangkan pada media fotosintesis 4R menunjukkan ada gelembung air lebih banyak,
tampak adanya rongga udara yang terdapat pada media percobaan fotosintesis 4R lebih
banyak sebagai akibat dari gelembung air/oksigen yang dihasilkan tumbuhan menuju ke
permukaan tabung reaksi, dan suhu air lebih tinggi.
Berdasarkan uji media yang telah dilaksanakan disimpulkan bahwa media percobaan
fotosintesis 4R memiliki kelebihan sebagai berikut: a) Keterbatasan media percobaan
fotosintesis di sekolah dapat diatasi dengan pembuatan media percobaan fotosintesis 4R, b)
Penggunaan bahan botol-botol bekas memungkinkan siswa mampu membuat dan melakukan
percobaan secara mandiri di rumah, c) Percobaan yang belum berhasil dilakukan di sekolah
karena faktor cuaca yang kurang mendukung, dapat diulang dengan cara merakit sendiri, d)
Percobaan yang dilakukan secara berkelompok karena keterbatasan alat, memungkinkan siswa
Gambar 1. Media Percobaan Fotosintesis Ingenhousz dan Modifikasi
170
tidak dapat mengikuti kegiatan praktikum dengan sebaik-baiknya, d) Adanya siswa yang tidak
dapat mengikuti kegiatan praktikum karena tidak hadir disekolah (sakit/izin) dapat melakukan
dan merakit sendiri di rumah karena tidak terbatas waktu khusus, e) Kegiatan praktikum di
rumah dapat dilakukan pada hari minggu sepanjang hari dengan merakit lebih dari 2 botol
untuk diletakkan pada tempat yang memiliki intensitas cahaya yang berbeda sehingga dapat
diketahui pengaruh instensitas cahaya terhadap hasil fotosintesis, f) Media percobaan
fotosintesis 4R dapat dijadikan tugas proyek siswa dalam menggali informasi adanya faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap proses fotosintesis. Cara dilakukan diantaranya memberikan
variabel pengaruh intensitas cahaya melalui warna botol yang berbeda, adanya variabel faktor
pengaruh karbondioksida dengan cara memberikan reaksi fermentasi melalui ragi, f) Kegiatan
yang dilakukan di rumah dapat memotivasi anggota keluarga untuk belajar bersama dan
menanamkan konsep dengan menemukan sendiri melalui percobaan fotosintesis, g) Konsep
4R (Reduce, Reuse, Recycle dan Repair) menjadi bentuk nyata pemanfaatan botol plastik
bekas sehingga dapat mengurangi sampah plastik yang selama ini menjadi polusi tanah
dilingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa.
Tahap Plan (Merancang Skenario Pembelajaran dengan Media Fotosintesis 4R)
Uji Coba Rancangan Media melalui Kegiatan Lesson Study pada Forum MGMP
Program BERMUTU. Pembuatan media percobaan fotosintesis ini dilaksanakan di SMP
Negeri 1 Jember. Pada tahapan Plan dirancang media percobaan fotosintesis di laboratorium
biologi SMP Negeri 1 Jember yang dibantu oleh siswa ekstra Karya Ilmiah Remaja (KIR)
pada bulan September 2012. Meskipun telah dilakukan inovasi oleh orang lain pada media
percobaan fotosintesis ini namun media yang digunakan masih menggunakan alat virtual yang
ada di laboratorium IPA seperti bekerglass, corong kaca dan tabung reaksi. Informasi ini
diunduh dari internetdalam Mutiara Hapsari, Selasa, 02 Juli 2013. http://muthie-
muthie.blogspot.com/.
Pada tahap dirancang kembali hasil media yang sudah diujicobakan sebelumnya untuk
dikembangkan menjadi media yang memiliki inovasi lebih tinggi dalam hal-hal faktor-faktor
yang mempengaruhi fotosintesis. Dalam hal ini instrumen yang dikembangkan lebih dari 1
berkembang dari biasanya. Pada tahap plan diungkap kembali hasil percobaan sebelumnya
untuk menunjukkan efektifitas media melalui presentasi di forum MGMP. Dijelaskan pula
tahapan dari proses pengembangan dan uji rancangan media percobaan fotosintesis 4R yang
telah dilakukan pada bulan Oktober 2012 dalam bentuk kegiatan seminar on service MGMP
IPA Wilayah Tengah Kabupaten Jember Program BERMUTU di laboratorium biologi SMP
Negeri 1 Jember. Tahapan penerapan media percobaan fotosintesis 4R dalam pembelajaran
dilaksanakan dalam kegiatan Lesson Study MGMP IPA Wilayah Tengah Kabupaten Jember
Program BERMUTU di laboratorium biologi SMP Negeri 1 Jember pada bulan November
171
2012. Sedangkan tahapan evaluasi efektivitas media fotosintesis 4R juga dilaksanakan
sekaligus. Dari hasil diskusi banyak memberikan masukan dengan memberi cahaya lampu
sebagai pengganti cahaya matahari.
Penulis menggunakan konsep 4R dalam membuat media percobaan fotosintesis yaitu:
Reduce, Reuse, Recycle, and Repair. Reuse berarti menggunakan kembali barang-barang
bekas, Reduce adalah mengurangi penggunaan barang-barang yang sebenarnya tidak
dibutuhkan. Recycle berarti mendaur ulang barang-barang bekas untuk diolah menjadi barang
baru, dan Repair yaitu memperbaiki barang-barang yang dianggap rusak dan tidak dibutuhkan
lagi. Hasil rancangan media fotosintesis 4R dibandingkan dengan media virtual seperti
gambar di samping ini:
Uji efektivitas rancangan media yang telah dilakukan sebelumnya dalam pelaksanaan
open class di kelas VIII E pada bulan Oktober 2012 melalui kegiatan Lesson Study pada
forum MGMP dihadiri oleh guru-guru IPA sejumlah 15 SMP Negeri di Wilayah Tengah
Kabupaten Jember. Evaluasi hasil belajar berdasarkan data nilai postes menunjukkan
kemampuan siswa mencapai skor kriteria ketuntasan minimal (KKM= 76) yaitu 35 siswa atau
87,5% tuntas dan 5 siswa atau 12,5% yang tidak tuntas. Nilai rata-rata postes mencapai 92,5.
Data lembar observasi hasil evaluasi penerapan Media Percobaan Fotosintesis 4R dalam
Pembelajaran adalah sebagai berikut: a) Langkah-langkah persiapan, memotivasi siswa, dan
apersepsi dilakukan penulis sebagai guru dengan hasil amat baik, b) Tahap eksplorasi dinilai
amat baik dengan ketepatan alokasi waktu yang telah direncanakan. Aktivitas mengamati,
menanya, mencari informasi, menalar dan mengkomunikasikan nampak terlaksana dengan
baik dalam pelasanaan pembelajaran, c) Tujuan pembelajaran selain dibacakan juga
ditayangkan dalam bentuk power point sehingga pengamat memberikan penilaian amat baik,
d) Tahap elaborasi, guru memberikan peta konsep dibantu LCD untuk memberikan informasi
tentang fotosintesis reaksi terang dan gelap, e) Pengorganisasian dan skenario pembelajaran
melalui srategi pembelajaran yang digunakan guru dapat teramati dengan baik, f) Proses
bimbingan masing-masing kelompok dapat dilakukan secara merata sehingga pengamat
memberi penilaian sangat baik, g) Tayangan video fotosintesis yang direncanakan dapat
Gambar 2. Media Percobaan Fotosintesis 4R
dan Media Virtual
172
efektif dan efisien mengisi waktu saat menunggu berlangsungnya proses fotosintesis, h)
Aktivitas siswa yang terukur melalui instrumen penilaian aktivitas kerja ilmiah mencapai rata-
rata-rata indikator afektif dan psikomotor yaitu 100%. i) Evaluasi hasil belajar berdasarkan
data nilai postes menunjukkan kemampuan siswa mencapai skor kriteria ketuntasan minimal
(KKM 76) yaitu dari jumlah siswa di kelas sebanyak 40 siswa, siswa yang mencapai nilai
tuntas (nilai 76) sebanyak 35 siswa atau 87,5 %. Siswa yang belum mencapai nilai KKM
sebanyak 5 siswa atau 12,5 %. Nilai rata-rata postes mencapai 92,5. Ketercapaian indikator
dapat dilihat pada nilai rata-rata masing-masing indikator yaitu 1) 100, indikator 2) 92,5,
indikator 3) 100, indikator 4) 87,5 dan indikator 5) 45. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa secara klasikal pembelajaran konsep fotosintesis melalui metode eksperimen dengan
media fotosintesis 4R dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar
(KD) yang disampaikan.
Refleksi akan kebermanfaatan Media Fotosintesis 4R Hasil Musyawarah Forum
MGMP IPA, dengan memberikan saran sebagai berikut: 1) Perlu pembahasan tentang
karakteristik bahan media, 2) Perlu petunjuk langkah kerja dalam LKS yang lebih jelas, 3)
Perlu paparan pembahasan inovasi dari media suapa lebih inovati , perlu ditemukan alternatif
pengganti sumber cahaya. Oleh karena itu dilakukan pengembangan penggunaan media
fotosintesis 4R dilengkapi dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang menjadi rangkaian
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada materi Fotosintesis dan LKS serta instrumen
postest.
Tahap Do (Uji Rancangan Media Fotosintesis 4R dalam Pembelajaran)
Pelaksanaan pembelajaran dari RPP hasil pengembangan dan uji coba kedua
dilaksanakan pada tanggal 19 September 2013 TP. 2013/2014. Pelaksanaanya observsi dengan
memanfaatkan kegiatan On Job Learning (OJL) Sekolah Model Pembelajaran Kurikulum
2013 binaan LPMP Provinsi Jawa Timur dan sekaligus pelaksanaan supervisi untuk
pengambilan Penilaian Kinerja Guru (PKG). Kegiatan open class yang dilakukan pada kamis
tanggal 19 September 2013 bersamaam dengan kegiatan supervisi guru model dalam On Job
Learning (OJL) dari sekolah model pembelajaran Kurikulum 2013 oleh Widyaiswara dari
LPMP Provinsi Jawa Timur yaitu Al Badratus Tsaniyah, MPd,. Dalam kegiatan supervisi
tersebut dilaksanakan pula kegiatan open class dari kegiatan Lesson Study berbasis Sekolah
dengan dan dilakukan pula kegiatan supervisi oleh Tim Assesor Penilaian Kinerja Sekolah
(PKG) SMP Negeri 1 Jember kelompok mata pelajaran Ilmu Pengaetahuan Alam (IPA) yaitu
Mei Sudarti, S.Pd. Supervisor dibantu oleh mahasiswa PPL Universitas Negeri Jember yang
bertugas sebagai pengamat aktivitas guru yaitu Vina Aulia dan pengamat aktivitas siswa yaitu
Umwatul Hasanah.
173
Uraian langkah-langkah pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut: 1) Langkah
pembelajaran eksplorasi berupa kegiatan apersepsi dengan tujuan menggali pemahaman awal
konsep fotosintesis dan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan melalui
kegiatan eksperimen uji oksigen sebagai hasil fotosintesis, 2) Langkah pembelajaran elaborasi
berupa kegiatan eksperimen yang dilakukan siswa secara berkelompok dibantu dengan lembar
kerja siswa (LKS), 3) Langkah pembelajaran konfirmasi dilakukan kegiatan diskusi dan
presentasi untuk menemukan konsep fotosintesis menghasilkan oksigen, 4) Langkah
pembelajaran diakhiri dengan memberikan postes berupa soal pilihan ganda sebanyak 10 butir
soal. Tujuan postest ini untuk mengukur ketercapaian indikator yang akan terukur dari hasil
belajar siswa. Penilaia proses dilakukan guru melalui instrumen penilain karakter yang
dikembangkan di kurikulum SMP Negeri 1 Jember.
Tahap See (deskripsi hasil pembelajaran)
Dalam penelitian ini dikembangkan untuk menemukan kelebihan yang lain dari karya
inovatisi fotosintesis 4R yang mengarah pada kreativitas siswa. Hasil mengikuti workshop
Sekolah Model Pembelajaran Kurikulum 2013 guru dituntut untuk mengembangkan daya
cipta dan kreasi siswa. Media ini dapat dikembangkan sebagai media dalam menggali
kreativitas siswa dan pendekatan scientific yaitu dengan menggunakan berbagai macam
variabel dalam pengamatan siswa pada percobaan fotosintesis. Enam variabel yaitu faktor
dalam yaitu jumlah klorofil atau stoma dalam hal ini menggunakan tanaman air yang berbeda,
dan faktor luar yaitu perbedaan suhu, intensitas cahaya, spektrum warna, kadar CO2 dan jenis
cahaya. Dengan demikian indikator yang dikembangkan menjadi semakin bervariasi dengan
adanya kegiatan praktikum percobaan fotosintesis dengan menggunakan perbedaan variabel
dari 6 faktor dari dalam dan luar yang mempengaruhi laju fotosintesis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Hasil Pembelajaran
Hasil dari lembar instrumen dan lembar observasi diperoleh data sebagai berikut:
a. Hasil Nilai Belajar Siswa (Postes)
Diperoleh data 100% siswa yang tuntas mencapai tujuan pembelajaran yang
direncanakan dengan KKM KD pada materi fotosintesis 78.
Indikator ketercapaian:
Pertemuan I: 1) Menjelaskan pengertian fotosinteis mencapai nilai rata-rata 75 dari KKM
72, 2) Menjelaskan proses fotosintesis mencapai nilai rata-rata 98 dari KKM 78, dan 3)
Menjelaskan reaksi gelap dan terang mencapai nilai rata-rata 97 dari KKM 78.
174
Pertemuan II: 1) Melakukan percobaan fotosintesis mencapai nilai rata-rata 100 dari
KKM 78, 2) Membuat laporan hasil percobaan fotosintesis mencapai nilai rata-rata 97 dari
KKM indikator 78, dan 3) Menyebutkan faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis
mencapai nilai rata-rata 92 dari KKM 83.
b. Hasil Nilai Karakter dan Ketrampilan Sosial
Hasil laporan dari LKS yang dikumpulkan secara berkelompok 36 siswa dapat
mendokumenkan hasil kegiatan praktikum dengan baik dan teliti. Nilai aktivitas siswa
dalam merakit percobaan dan mengamati percobaan serta memasukkan data dalam bentuk
laporan kegiatan praktikum/percobaan 100% siswa dapat melakukan kegiatan dengan baik.
Nilai Karakter yang muncul:1) percaya diri dan kreatif dari hasil presentasi di depan kelas
muncul 9 siswa, 2) ketrampilan sosial bertanya 2 siswa, 3) menjawab 21 siswa, 4)
menanggapi 8 siswa dan 5) trampil dan komunikatif dalam bekerjasama 4 siswa.
c. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Kegitan Pembelajaran.
Hasil observasi adalah: 1) Hasil diskusi melalui LKS dapat dilihat ke enam kelompok
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Psikomotorik siswa nampak berkembang
dengan baik saat observasi mengamati ketrampilan siswa dalam merakit percobaan
fotosintesis dengan media 4R. Pengisian data dapat dilakukan dengan kejujuran dari hasil
pengamatan yang dimasukkan dalam tabel. Meskipun hipotesa yang diajukan diawal
sebelum pelaksanaan percobaan ada yang ditolak, namun kerja tim dengan model
pembelajaran Group Investigasi (GI) yang dipadukan dengan Learning Together (LT)
membuat pembelajaran berpusat pada siswa (Student Center), 2) Hasil dari lembar aktivitas
siswa dalam proses kegiatan praktikum berupa karakter teliti, perhatian, disiplin, percaya
diri dan kreatif dapat diambil nilaianya oleh guru. Demikian juga ketrampilan sosial pada
saat siswa beraktivitas dalam diskusi kelas mempresentasikan kerja kelompoknya muncul
siswa yang bertanya, menjawab, menghargai pendapat, trampil dan komunikatif dalam
bekerjasama dapat didokumentasikan oleh guru dalam lembar penilaian yang dipersipkan
sebelumnya dan 3) pendekatan saintific yang dilakukan nampak terlaksana dengan baik.
d. Hasil Jurnal Belajar Siswa
Hasil jurnal siswa yang diperoleh setelah pelaksanaan PBM, yaitu: 1) Mengetahui
banyak faktor yang mempengaruhi fotosintesis meskipun susuh tetapi menyenangkan, 2)
Senang dengan kegiatan praktikum karena bisa bekerjasama dengan teman, 3) Lebih tau
tentang fotosintesis dengan faktor penyebabnya dari media daur ulang/sampah, 4) Dapat
mengetahui oksigen yang dikeluarkan tumbuhan melalui media yang dibuat dari sisa botol
yang dipakai siswa SMPN 1 Jember dan dapat dibuat sendiri oleh siswa, 5) Lampu juga
dapat dijadikan sumber cahaya ketika mendung untuk percobaan fotosintesis, 6) Setiap
175
tumbuhan memiliki karakter tersendiri dalam laju fotosintesisnya, 7) Mengetahui cahaya
untuk memecahkan molekul air menjadi hidrogen dan oksigen, 8) Praktikum ini membuat
rasa ingin tau banyak hal tentang fotosintesis sehingga menambah wawasan, 9)Bisa
membuat siswa jadi lebih teliti dan sabar dalam praktikum menghitung/meneliti jumlah
gelembung/oksigen yang muncul, 10) Senang sekali bisa melakukan percobaan sendiri dari
bahan yang alami tidak merusak lingkungan, pokoknya “I love Biologi”, dan 11) Dapat
menceritakan pengalamannya sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi laju
fotosintesis.
e. Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran.
Hasil akvitas guru meliputi: 1) Berdasarkan Lembar Pengamatan Guru dalam
Pembelajaran dengan Pendekatan Contektual Teachinga and Learning (CTL) diperoleh
score 3,7 dengan kriteria baik mendekati sangat baik yaitu score 4. Hal ini menunjukkan
bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan CTL menurut pengamatan observer
dari LPMP dapat dilaksanakan dengan baik /mendekati sangat baik, dan 2) Berdasarkan
hasil pengamatan langkah-langkah kegiatan pembelajaran dalam RPP yang dirancang,
observer dari LPMP mendokumentasikan. Guru dalam menyampaikan pembelajarannya
sesuai dengan skenario pembelajaran yang dirancang. Langkah-langkah pembelajaran yang
sudah dipersiapkan sebelumnya dapat teramati dengan hasil sebagai berikut: i) tahap
motivasi dan eksplorasi rata-rata score 3,3 (mendekati sangat baik), ii) tahap elaborasi rata-
rata score 3,6 (mendekatai sangat baik, dan iii) tahap konfirmasi rata-rata score 2,5
mendekati baik, dan pada bagian penutu rata-rata score 1,8 mendekati cukup baik.
f. Desiminasi Karya Inovasi Pembelajaran di Forum MGMP IPA Wilayah Tengah
Kabupaten Jember
Rekap Jurnal Belajar di MGMP (Pengalaman berharga) pada pertemuan hari Rabu
tanggal 25 September 2013, yang dihadiri oleh 16 sekolah dan 32 guru dengan agenda
Publikasi Ilmiah Karya Inovasi Pembelajaran, sebagian besar guru merasa termotivasi ingin
mencoba membuat media inovasi pembelajaran dan berkeinginan mencoba membuat alat
peraga fotosintesis seperti yang telah diuji cobakan. Berikut hasil rekapitulasi pengalaman
berharga dari pertemuan tersebut: 1) Mengetahui cara membuat karya inovasi pembelajaran
fotosintesis dengan beberapa perlakuan, 2) Memperoleh motivasi untuk pengembangan
pelaksanaan pembelajaran dan cara membuat karya inovasi tentang pembelajaran fotosintesis
dengan beberapa perlakuan, 3) Mendapatkan pengetahuan baru tentang bagaimana langkah-
langkah untuk dapat membuat suatu karya inovasi pada materi (fotosintesis), dan
Mendapatkan tambahan pengetahuan tentang fotosintesis menggunakan alat-alat 4R dan
cahayanya bisa menggunakan cahaya lampu atau cahaya matahari.
176
Gambar 3. Kegiatan MGMP IPA Wilayah Tengah dalam Desiminasi Pengembangan Media
Fotosintesisi 4R
KESIMPULAN
Media percobaan fotosintesis 4R mampu menunjukkan proses fotosintesis dengan baik
sehingga memberi pemahaman yang jelas kepada siswa tentang proses fotosintesis melalui
kegiatan percobaan. Media ini juga dapat memotivasi siswa untuk memiliki kreatifitas dalam
berfikir dan berkarya dengan konsep 4R. Variabel percobaan fotosintesis seperti faktor-faktor
yang mempengaruhi laju fotosintesis dalam penelitian ini dapat berkembang dengan adanya
media yang mudah didapatkan disekitar kita dan dapat dibuat dalam jumlah yang tak terbatas.
Konsep 4R (Reuse, Reduce, Recycle dan Repair) menjadikan media percobaan fotosintesis 4R
sebagai media pembelajaran yang murah, mudah, dan bermanfaat. Murah karena
menggunakan botol plastik bekas sebagai bahan rancangan media, mudah karena guru dan
siswa dapat merakit sendiri media percobaan fotosintesis 4R dan mudah pula dipraktikkan
secara mandiri percobaan fotosintesis ini, dan bermanfaat karena penggunaan botol plastik
bekas sebagai bahan media dapat menjadi satu alternatif cara mengurangi sampah plastik dan
membuat setiap sekolah dapat melakukan kegiatan percobaan fotosintesis tanpa terhambat
keterbatasan pengadaan alat percobaan fotosintesis di laboratorium sekolah. Dalam
pelaksanaan pembelajaran media ini dapat menuntaskan tujuan yang akan dicapai melalui
pendekatan scientific.
Daftar Pustaka
Andini, dkk. 2012. Merancang Percobaan Fotosintesis dengan Konsep 4R. Makalah Karya
Tulis Ilmiah Remaja. (1)
177
Kemendikbud. 2013. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu
Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Mustahib . 2011. http://biologi.blogsome.com/2011/09/08/uji-ingenhousz/. Diakses 14
Agustus 2012.
Saiful Karim, dkk. 2008. Belajar IPA Jilid 2. BSE. PT. Septia Purna Inves: Jakarta.
Sudjana, Nana dan Rivai, Ahmad. 2005. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru
Algendindo.
Sumarwan, dkk. 2007. IPA SMP untuk Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.
Sumber:http://abhsscience.wikispaces.com/Photosynthesis+TD
178
Peningkatan Hasil Belajar Biologi melalui Rangkuman Bertabel pada Siswa
Kelas VIII A dalam Kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember Tahun
Pelajaran 2013/2014 Mei Sudarti 1
1 SMP Negeri 1 Jember
email: [email protected]
Abstrak: Pengalaman mengajar IPA: 1) banyak menemukan konsep-konsep yang pada dasarnya
membandingkan atau membedakan satu atau lebih permasalahan atau materi dalam bahasan, 2) hasil
belajar pada materi pertumbuhan perkembangan dan materi alat gerak pasif pada kelas VIII A tahun
pelajaran 2013/2014 memiliki nilai rata-rata 81,3 dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
78,3) nilai rata-rata kelas VIII A sebagai kelas unggulan ditargetkan 2 angka di atas rata-rata kelas
reguler VIII B yang dibimbing oleh peneliti, namun dalam kenyataannya tidak ada bedanya dengan
kelas reguler VIII B, 4) tingkat ketuntasan kelas VIII A secara klasikal belum memenuhi 100% di atas
KKM masing-masing Kompetensi Dasar yang diajarkan dan 5) metode yang digunakan dalam
pembelajaran belum dapat menuntaskan indikator pembelajaran. Tujuan penelitian untuk
mendiskripsikan adanya peningkatan hasil belajar Biologi melalui Rangkungan Bertabel pada Kelas
VIII A dalam kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian
ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari 2 siklus. Kegiatan pelaksanaan
pembelajaran dilaksanakan dengan kegiatan Lesson Study yang terdiri dari kegiatan Plan, Do, dan
See, yang dilakukan dalam forum MGMP SMPN 1 Jember. Berdasarkan data hasil belajar dari siklus I
dan II dapat dijelaskan adanya peningkatan hasil belajar. Besarnya peningkatan mencapai 29 % dari
ketercapaian 59% menjadi 88%. Peningkatan hasil belajar diakibatkan pemberian rangkuman bertabel
sehingga dapat membantu siswa dalam kegiatan konfirmasi pengalaman belajarnya. Kesimpulan
dalam penelitian ini adalah ditemukan adanya peningkatan hasil belajar Biologi melalui Rangkuman
Bertabel pada kelas VIII A dalam kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran
2013/2014.
Kata kunci : Hasil Belajar Biologi dan Rangkuman bertabel
PENDAHULUAN
Materi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), meliputi konsep-konsep dan fenomena yang
terjadi di alam. Menurut Mariana (2009:6) hakikat IPA merupakan makna alam dan berbagai
fenomenanya/perilaku/karakteristik yang dikemas menjadi sekumpulan teori maupun konsep
melalui serangkaian proses ilmiah yang dilakukan manusia. Teori maupun konsep yang
terorganisir menjadi sebuah inspirasi terciptanya teknologi yang dapat dimanfaatkan bagi
kehidupan manusia. Pendidikan IPA merupakan materi pemahaman tentang pentingnya
mempelajari alam hingga akan membawa manusia pada kehidupan yang bermakna dan
bermanfaat. Lebih lanjut pada topik ini secara filosofis menjelaskan bagaimana pembentukan
berpikir manusia dalam kaitannya dengan mempelajari alam. Sehingga manusia menjadi
mengerti, beretika dan lebih dekat dengan Tuhannya.
179
Pengalaman mengajar IPA: 1) banyak menemukan konsep-konsep yang pada dasarnya
membandingkan atau membedakan satu atau lebih permasalahan atau materi dalam bahasan
kompetensi dasar khususnya materi klas VIII semester ganjil, 2) hasil belajar pada materi
pertumbuhan perkembangan dan materi alat gerak pasif pada kelas VIII A tahun pelajaran
2013/2014 memiliki nilai rata-rata 81,3 dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 78, 3)
nilai rata-rata kelas VIII A sebagai kelas unggulan ditargetkan 2 angka di atas rata-rata kelas
reguler VIII B, namun dalam kenyataannya tidak ada bedanya dengan kelas reguler kelas VIII
B, dan 4) tingkat ketuntasan kelas VIII A secara klasikal belum memenuhi 100% di atas KKM
masing-masing Kompetensi Dasar yang diajarkan.
Dengan demikian sebagai kelas yang diunggulan di SMP Negeri 1 Jember dan sekaligus
wali kelas VIII A, melalui kegiatan Lesson Study bersama-sama dengan dewan guru SMP Negeri
1 Jember dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran di SMP N 1 Jember (MGMPS) yang
dilaksanakan secara rutin pada hari sabtu, permasalahan di kelas VIII A dipresentasikan sebagai
penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sebagai harapan kelas unggulan di SMP Negeri 1 Jember,
siswa kelas VIII A selalu memiliki ketuntasan 100% dalam pembelajarannya, dan memiliki nilai
rata-rata di atas 9 kelas reguler lainnya. Hal ini karena kelas VIII A mendapatkan jam tambahan
materi IPA, Bahasa Inggris, dan Matematika. Adanya perlakuan yang berbeda ini dengan
ditunjang oleh sistem penyeleksian/input dari kelas VIII A yang sangat ketat.
Dengan adanya permasalahan-permasalahan tersebut di atas peneliti mendapatkan
pemikiran untuk memberikan rangkungan bertabel pada kegiatan konfirmasi dalam langkah-
langkah skenario pembelajarannya. Permasalahan yang muncul seringnya metode yang
digunakan dalam pembelajaran belum dapat mengoptimalkan ketercapaian tujuan pembelajaran.
Adanya bantuan pemikiran dari teman-teman serumpun mata pelajaran IPA untuk kiranya
permasalahan pembelajaran ini diangkat sebagai PTK melalui kegiatan Lesson Study, maka judul
dalam penelitian ini adalah: Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Melalui Rangkungan Bertabel
pada Kelas VIII A dalam Kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran
2013/2014. Berdasarkan rumusan yang ada dalam penelitian ini maka tujuan yang ingin dicapai
adalah: Mendiskripsikan adanya peningkatan hasil belajar Biologi melalui Rangkungan Bertabel
pada Kelas VIII A dalam kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran
2013/2014.
METODE
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus. Kegiatan
pelaksanaan pembelajaran (PBM) didahului dengan kegiatan Lesson Study. Pemahaman kegiatan
Lesson Study merupakan hasil seminar di UNEJ dengan pendekatan berbasis sekolah. Lesson
Study yang terdiri dari kegiatan Plan, Do, dan See, dilakukan dalam forum MGMP SMPN 1
180
Jember. Kegiatan ini merupakan aktivitas rutin yang dilakukan oleh guru-guru SMPN 1 Jember
dalam rangka kegiatan pengembangan diri. Kegiatan Plan dalam bentuk seminar proposal dan
disertai dengan penjelasan rancangan pelaksanaan pembelajaran/RPP yang akan digunakan
dalam tindakan kelas. Pelaksanaan Do dilaksanakan dengan diobservasi oleh assesor Penilaian
Kinerja Guru (PKG) dan beberapa guru sebagai observer. Demikian juga kegiatan See dilakukan
di forum MGMP SMPN 1 Jember. Guru mata pelajaran serumpun memberikan evaluasi.
Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut
Arikunto dalam Suhardjono, yang dimaksud dengan “tindakan” adalah suatu kegiatan yang
diberikan oleh guru kepada siswa agar mereka melakukan sesuatu yang berbeda dari biasanya,
bukan hanya mengerjakan soal yang ditulis di papan tulis, atau mengerjakan LKS. Lebih lanjut
dijelaskan tujuan dari PTK untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas,
dan juga sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan
tindakan yang dilakukan (2011:12). Pokok-pokok rencana kegiatan dalam PTK yaitu:
1) Perencanaan, 2) Tindakan, 3) Pengamatan, dan 4) Refleksi. Karena penelitian ini merupakan
PTK yang dilaksanakan melalui Lesson Study, maka pokok-pokok rencana kegiatan PTK seperti
tersebut di atas dilaksanakan dengan tahapan kegiatan 1: Plan (Perencanaan), 2: Do (Tindakan)
dan 3: See (Pengamatan), dan 4: See ( Refleksi ). Dalam kegiatan Plan, merupakan kegiatan
perencanaan dalam langkah PTK. Menurut Suhardjono dalam perencanaan yang dilakukan
adalah: 1) merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam PBM, 2) menentukan pokok
bahasan, 3) mengembangkan skenario pembelajaran, 4) menyususn RPP, 5) menyiapkan sumber
belajar, 6) mengembangakn format evaluasi, dan 7) mengembangkan format observasi
pembelajaran. Pada kegiatan refleksi hal-hal yang dilakukan adalah: 1) melakukan evaluasi
tindakan yang telah dilakukan yang meliputi evaluasi mutu, jumlah dan waktu dari setiap macam
tindakan, 2) melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang skenario, dan
3) memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan pada siklus
berikutnya (Suhardjono, 2011:27).
Analisa data yang digunakan adalah analisa kwantitatif yang diperoleh dari prosentasi
data masing-masing intrumen penelitian dan di rubah dalam bentu data kwantitatif. Secara
sederhana prinsip penghitungan prosentase seperti berikut ini:
NP =R/SM x 100%
Keterangan:
NP = nilai prosentase
R = skor yang di capai
SM= skor maksimum
Sumber : Purwanto (2001:102)
Penelitian di katakan layak jika peningkatan aktivitas belajar siswa memenuhi lebih 70%
181
Populasi Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII A semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014
sejumlah 34 siswa, yang terdiri dari 12 laki-laki dan 22 perempuan. Kelas VIII A merupakan
kelas unggulan di SMPN 1 Jember selain kelas VIII J. Sedangkan kelas VIII reguler lainnya
berjumlah 8 kelas.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan terdiri dari:
1. Postes berupa soal subyektif yang terdiri dari 3 item yang dilengkapi kisi-kisi soal untuk
mendapatkan validitas internal/content validity (terlampir dalam RPP).
2. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) untuk mengukur aktivitas belajar yang diambil dari form
kurikulum SMPN 1 Jember menyatu dengan lembar penilain kognitif dan ketrampilan
sosial.
3. Lembar pengamatan guru dalam pembelajaran dengan pendekatan Contekstual Teaching
and Learning (CTL).
4. Lembar observasi langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dalam RPP.
Jadwal Penelitian
Agenda pertama yang dilakukan peneliti adalah setelah mengikuti kegiatan seminar di
Universitas Negeri Jember pada bulan Juli 2013 dengan Widya Iswara Dr. Ibrahim, dari
Universitas Negeri Malang. Dilanjutkan dengan desiminasi di sekolah dalam bentuk
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) SMPN 1 Jember pada bulan Agustus 2013 yang
dihadiri oleh Kasi. Kurikulum Dinas Pendidikan Kabupaten Jember Tatang Prijohanggono, SPd.
MPd. dan diketahui Kepala Sekolah SMPN 1 Jember.
Pelaksanaan Penelitian Siklus I
a) Plan
Dilaksanakan pada tanggal 2 Oktober 2013 dihadiri oleh Kepala Sekolah dan 8 guru.
Sebagai tindak lanjut MGMPS dilaksanakan penyusunan proposal dan dilaksanakan dalam
bentuk kegiatan Lesson Study (LS) Berbasis Sekolah. Kegiatan Plan dipresentasikan proposal
PTK dengan dilengkapi RPP dan instrumen penelitiannya. Kegiatan LS disepakati bersama
dengan dewan guru SMPN 1 Jember yang akan ditindak lanjuti dengan kegiatan Do, dan See.
Dalam kegiatan plan peserta MGMPS menyarankan dilakukan revisi pada bagian-bagian:
1 . RPP :
Untuk mengoptimalkan fungsi tabel pada tahap kesimpulan maka saran dari peserta
MGMP untuk diperhatikan pada bagian:
182
1) indikator kognitif untuk dipilah antara indikator kognitif produk dan indikator
proses. Untuk indikator 1 dan 3 termasuk kognitif produk, sedangkan indikator 2
termasuk kognitif proses karena ada proses pengamatan;
2) langkah elaborasi terdapat kegiatan penggunaan mikroskop yang seharusnya
tertulis pada indikator;
3) kegiatan pembelajaran presentasi harus masuk pada kegiatan elaborasi dan
kegiatan inti harus dipecah-pecah/dibagi dengan kegiatan inti (ekplorasi, elaborasi
dan konfirmasi);
4) penilaian, perlu dilakukan penilaian karakter supaya lebih terinci sesuai indikator
yang diharapkan.
2. LKS
Bagian LKS/VIII/Ganjil/macam-macam otot yang direvisi pada bagian;
1) langkah kerja 1, 2, 3 tidak perlu digunakan karena siswa tidak diharapkan untuk
trampil menggunakan mikroskop. Mikroskop hanya sebagai alat untuk
mengamati preparat jaringan otot yang sudah disediakan di meja objek
mikroskop;
2) mengganti kalimat pada langkah kerja nomor 4 dan 6 sesuai dengan rencana
kegiatan yang diharapkan (peserta didik hanya mengamati preparat yang sudah
tersedia jadi untuk keperluan digambar dan dibandingkan).
3. Alat/Media pembelajaran
Disarankan menggunakan mikroskop berbasis Informasi Teknologi (IT)
(Mikroskop berkamera) sehingga struktur jaringan otot dapat diperlihatkan pada
peserta didik langsung melalui viuwer/ lebih kontektual.
b) Do
Pada kegiatan Do dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan Penilaian Kinerja Guru
(PKG) pada tanggal 4 Oktober 2013 oleh assesor Suryaningsih, S,Pd. dan dibantu oleh
observer–observer yaitu:
1) Nur Ida Wahyunginsih, S.Pd. sebagai observer aktivitas guru dalam pelaksanaan
langkah-langkah pembelajaran dalam RPP;
2) Rofikh Anis, S.Pd. sebagai observer pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan CTL;
3) Mahasiswa PPL di SMPN 1 Jember dari FKIP UNEJ sebagai observer aktivitas siswa
dalam pembelajaran. Dalam kegiatan Do dalam LS, merupakan langkah tindakan dalam
PTK, yaitu menerapkan tindakan mengacu pada skenario dan RPP.
c) See
183
Pada langkah kegiatan See, masing-masing observer memberikan data hasil observasi
melalui instrumen yang suda dipersiapkan. Observer memberikan masukan dalam bentuk
dokumen hasil instrumen. Pembahasan hasil evaluasi dari masing-masing lembar instrumen
didiskusikan di forum MGMP IPA Wilayah Tengah Kabupaten Jember pada hari Rabu
tanggal 9 Oktober 2013 yang dihadiri oleh 23 guru dari 15 SMPN di Wilayah Kota. Hasil
evaluasi disusun refleksi sebagai tindak lanjut dari aktivitas peneliti untuk siklus ke II.
Pelaksanaan Penelitian Siklus II
Jadwal penelitian siklus II adalah sebagai berikut:
1. Do dan See pada siklus II pada tanggal, 8 Nopember 2013.
2. Analisa data dan pelaporan pada minggu pertama bulan Desember.
3. Persiapan seminar hasil pada minggu ke dua bulan Desember 2013.
Dalam kegiatan “See” peneliti dibantu observer untuk pengambilan data sesuai intrumen
yang dipersiapkan dan sekaligus menilai hasil tindakan dengan menggunakan format RPP. Pada
langkah ini dilakukan pengamatan. Hasil dari data yang ada dievaluasi dan dilakukan tindakan
refleksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Data Siklus I
Evaluasi Data Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan data dari hasil analisis postes dapat dijelaskan bahwa pembelajaran belum
dapat tuntas secara klasikal yaitu 59 % dan masih di bawah 85% ketuntasan yang diharapkan
dari KKM yang ditentukan yaitu 79. Diperoleh data 20 siswa yang dapat tuntas dan siswa yang
tidak tuntas ditemukan 14. Sedangkan masing-masing indikator dapat dijelaska bahwa:
1. pada indikator 1 yang terdiri dari 1 soal pada nomor 1, dapat tuntas dengan nilai daya
serap siswa 57 % dapat di atas KKM indikator 1 yaitu 80;
2. pada indikator 2 yang terdiri dari 1 soal pada nomor 2, dapat tuntas dengan nilai daya
serap siswa 97% dapat di atas KKM indikator 2 yaitu 78;
3. pada indikator 3 yang terdiri dari 1 soal pada nomor 3, dapat tuntas dengan nilai daya
serap siswa 95% dapat di atas KKM indikator 3 yaitu 79;
Ketidak tuntasan secara klasikal dikarenakan ketidak tuntasan pada indikator ke 1. Pada
indikator tersebut ditemukan ketidak konsistenan guru dalam menyusun kesimpulan bertabel.
Guru menyusun kesimpulan dalam bentuk tabel hanya untuk materi pada indikator 2 dan 3.
184
KKM indikator yang ditargetkan adalah 80, namun daya serap siswa hanya mencapai 57.
Dengan demikian maka kegagalan dalam menuntaskan hasil belajar dihambat oleh adanya sikap
guru yaitu kurang memperhatikan penyimpulan secara menyeluruh.
Evaluasi Data Aktivitas Belajar Siswa
Berdasarkan lembar penilaian berkarakter yang ada maka dapat ditemukan aktivitas-
aktivitas siswa dari instrumen karakter yaitu: a) nilai kejujuran siswa: 100%; b) perhatian siswa:
100%; c) tanggung jawab: 100%: d) percaya diri: 100%. Rata-rata penilaian berkarakter: 100%.
Sedangkan nilai dari instrumen ketrampilan sosial yaitu: a) ketrampilan bertanya siswa:
85%; b) ketrampilan memberikan pendapat: 76%; c) komunikatif dalam bekerjasama: 88%:
d) menghargai pendapat: 100%. Rata-rata nilai ketrampilan sosial: 87%.
Evaluasi Data Hasil Aktivitas Guru Hasil Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran
dengan Pendekatan CTL
Berdasarkan lembar observasi aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran CTL yang
digunakan kurikulum SMPN 1 Jember sebagai dokumen supervisi guru diperoleh data yang
menunjukkan pelaksanaan kategori sangat baik (4) dan kategori baik (3). Berikut penjelasan satu
persatu pada masing-masing aspek penilaian:
a. membuka pelajaran (apersepsi) mendapatkan score 3,5;
b. pelaksanaan kegiatan inti yang meliputi:
1) penggunaan metode memperoleh score 3;
2) penggunaan strategi memperoleh score 3;
3) penggunaan media memperoleh score 3;
4) penguasaan kompetensi memperoleh score 3,3;
5) pembelajaran menyenangkan memperoleh score 3;
6) keterkaitan metode dengan pengembangan kecakapan memperoleh score 3;
7) refleksi memperoleh score 3;
8) penilaian memperoleh score 3; dan
9) faktor penunjang (rasa percaya diri) memperoleh score 3.
Nilai rata-rata score yaitu 3,1. Angka ini dapat dikategorikan baik. Simpulan penilaian
dan rekomendasi dari kepala sekolah menyebutkan perlu adanya upaya guru dalam
meningkatkan secara keseluruhan dari masing-masing komponen yang ada dalam lembar
observasi supaya pemilihan strategi yang dikembangkan guru dalam upaya menemukan solusi
permasalahan di kelas dapat teratasi dengan sebaik-baiknya.
Evaluasi Data Hasil Observasi Langkah-langkah Kegiatan dalam RPP
185
Penilaian pelaksanaan langkah-langkah dalam pembelajaran pada RPP yang digunakan
guru menunjukkan data sebagai berikut:
a. pada kegiatan pendahuluan yang terdiri dari apersepsi, motivasi menujukkan ketercapaian
dalam kategori baik (B);
b. pada kegiatan inti, elaborasi juga terlaksana dengan ditunjukkan ketercapaian dalam kategori
baik (B). Meskipun ditemukan ada bagian dari langkah-langkah guru yang cukup baik yaitu
pada langkah penyampaian penilaian karakter dan ketrampilan sosial pada siswa. Sedangkan
pada kegiatan konfirmasi yang diakhiri dengan membuat kesimpulan dengan tabel dengan
cara menuliskan pada tabel yang sudah disiapkan di papan whiteboard ditemukan satu
indikator tidak disusun dalam bentuk tabel karena materinya merupakan pengertian/definisi
konsep. Pada kesempatan ini guru juga memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya dan
sekaligus memberikan penilaian karakter tanggung jawab dan perhatian. Hasil pengamatan
observer memberikan kategori terlaksana dengan baik;
c. pada kegiatan penutup, observer memberikan penilaian terlaksana dengan baik;
d. penggunaan waktu terlaksana dengan tepat sesuai dengan skenario langkah-langkah dalam
RPP.
Refleksi
Berdasarkan evaluasi dari 4 instrumen yang ada maka refleksi yang dilakukan peneliti
sebagai langkah perbaikan dalam siklus ke II yaitu:
a. bagian dari langkah-langkah guru yang cukup baik yaitu pada langkah penyampaian penilaian
karakter dan ketrampilan sosial pada siswa, perlu senantiasa dijelaskan oleh guru dan bahkan
guru perlu meminta ataupun melibatkan siswa untuk melakukan penilaian antar siswa yang
dipandu oleh ketua kelompok;
b. pada bagian konfirmasi guru hendaknya dapat melaksanakan dengan sangat baik, bukan
hanya baik. Hal ini karena pada bagian konfirmasi inilah peran dari strategi menyusun
kesimpulan dalam bentuk tabel menjadi peran yang penting dan menjadi solusi utama dalam
permasalahan pembelajaran;
c. guru harus benar-benar mempersiapkan tabel yang menjadi media dalam menyusun
kesimpulan. Guru perlu melibatkan seluruh siswa dalam memanfaatkan tabel sebagai bagian
dari konfirmasi secara individual. Demikian pula materi yang diretensikan dalam kegiatan
konfirmasi dalam bentuk kesimpulan bertabel harus dibuat guru dengan cara mengajak siswa
mengarahkan tabel kesimpulan dalam belajarnya;
d. materi pada setiap indikator ketercapaian hasil belajar harus dipersiapkan guru dalam bentuk
kesimpulan bertabel.
Analisa Data Siklus II
Evaluasi Data Hasil Belajar Siswa
186
Berdasarkan data dari hasil analisis postes dapat dijelaskan bahwa pembelajaran dapat
tuntas secara klasikal yaitu 88% di atas 85% ketuntasan yang diharapkan dari KKM yang
ditentukan yaitu 76. Diperoleh data 30 siswa tuntas dan 4 siswa yang tidak tuntas. Sedangkan
masing-masing indikator dapat dijelaska bahwa:
1. pada indikator 1 yang terdiri dari 2 soal pada nomor 1 dan 2, dapat tuntas dengan nilai daya
serap siswa 92% dapat di atas KKM indikator 1 yaitu 78;
2. pada indikator 2 yang terdiri dari 3 soal pada nomor 3,4, dan 5, dapat tuntas dengan nilai daya
serap siswa 82% dapat di atas KKM indikator 1 yaitu 74;
Evaluasi Data Aktivitas Belajar Siswa
Berdasarkan lembar penilaian berkarakter yang ada maka dapat ditemukan aktivitas-
aktivitas siswa dari instrumen karakter adalah sebagai berikut: 1) nilai kejujuran siswa: 100%;
2) perhatian siswa: 100%; 3) tanggung jawab: 100% dan 4) percaya diri: 100%. Rata-rata
penilaian berkarakter: 100%.
Sedangkan nilai dari instrumen ketrampilan sosial yaitu: 1) ketrampilan bertanya siswa:
100%; 2) ketrampilan memberikan pendapat: 97%; 3) komunikatif dalam bekerjasama: 94%, dan
4) menghargai pendapat: 100%. Rata-rata nilai ketrampilan sosial: 98%.
Evaluasi Data Hasil Aktivitas Guru Hasil Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran
dengan Pendekatan CTL
Berdasarkan lembar observasi aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran CTL yang
digunakan kurikulum SMPN 1 Jember sebagai dokumen supervisi guru diperoleh data yang
menunjukkan pelaksanaan kategori sangat baik (4) dan kategori baik (3). Berikut penjelasan
satu persatu pada masing-masing aspek peilaian:
a. membuka pelajaran (apersepsi) mendapatkan score 4; dan
b. pelaksanaan kegiatan inti yang meliputi:
1) penggunaan metode memperoleh score 4;
2) penggunaan strategi memperoleh score 3,5;
3) penggunaan media memperoleh score 4;
4) penguasaan kompetensi memperoleh score 4;
5) pembelajaran menyenangkan memperoleh score 3,5;
6) keterkaitan metode dengan pengembangan kecakapan memperoleh score 4;
7) refleksi memperoleh score 3,5;
8) penilaian memperoleh score 4; dan
9) faktor penunjang (rasa percaya diri) memperoleh score 3,75
Nilai rata-rata score yaitu 3,5. Angka ini dapat dikategorikan baik menuju sangat baik.
Simpulan penilaian dan rekomendasi dari kepala sekolah menyebutkan guru perlu membiasakan
187
siswa yang lain meski bukan kelas VIII A untuk menggunakan teknik yang sudah terbukti
memberikan solusi dalam pemecahan permasalahan di kelas.
Evaluasi Data Hasil Observasi Langkah-langkah Kegiatan dalam RPP
Penilaian pelaksanaan langkah-langkah dalam pembelajaran pada RPP yang digunakan
guru menunjukkan data sebagai berikut:
a. pada kegiatan pendahuluan yang terdiri dari apersepsi, motivasi menujukkan ketercapaian
dalam kategori baik (B);
b. pada kegiatan inti, elaborasi juga terlaksana dengan ditunjukkan ketercapaian dalam kategori
baik (B). Sedangkan pada kegiatan konfirmasi yang diakhiri dengan membuat kesimpulan
dengan tabel dengan cara menuliskan pada tabel yang sudah disiapkan secara individu oleh
guru. Hasil pengamatan observer memberikan kategori terlaksana dengan baik (B);
c. guru memberikan peringatan bahwa guru akan selalu memberikan penilaian proses dari
aktivitas siswa;
d. pada kegiatan penutup, observer memberikan penilaian terlaksana dengan baik;
e. penggunaan waktu terlaksana dengan tepat sesuai dengan skenario langkah-langkah dalam
RPP.
Pembahasan
Berdasarkan kedua data dari siklus I dan II maka dapat dijelaskan bahwa ditemukan
adanya peningkatan hasil belajar dengan ditunjukkan dari data hasil belajar. Besarnya
peningkatan mencapai 29 % dari ketercapaian 59 % menjadi 88 %. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada grafik berikut ini:
Siklus I Siklus II
188
Adanya peningkatan hasil belajar tersebut dikarenakan adanya peningkatan aktivitas
siswa dalam pelaksanaan belajar di masing-masing kelompoknya. Hasil instrumen karakter dan
ketrampilan sosial yang diperoleh dari data observer dan data dari ketua kelompok menunjukkan
adanya peningkatan yang signifikan setelah guru memberikan peringatan akan adanya penilai
proses yang dilakukan oleh guru dibantu penilaian antar siswa dalam kelompok. Dengan
memanfaatkan ketua kelompok sebagai penanggung jawab penilaian antar siswa, maka guru
dapat terbantukan untuk melakukan penilaian proses dengan baik.
Adanya peningkatan aktivitas belajar yang diperoleh dari nilai karakter dan nilai
ketrampilan sosial sebesar 9% dari siklus I ke siklus II yaitu dari 87% ke 98%. Adanya
peningkatan hasil belajar disebabkan teknik membuat rangkuman yang digunakan siswa dapat
membantu siswa dalam kegiatan konfirmasi pada pengalaman belajarnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil PTK yang dilaksanakan dengan tindakan Lesson Study maka dapat
disimpulakan adanya peningkatan hasil belajar Biologi melalui Rangkuman Bertabel pada Kelas
VIII A dalam kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran 2013/2014.
Perlu adanya kegiatan berkelanjutan dalam melakukan tindakan kelas sebagai solusi
permasalahan di kelas-kelas yang memiliki masalah pembelajaran. Refleksi harus secara
konsisten dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, melalui diskusi pada forum-
forum musyawarah guru baik MGMP IPA Wilayah Tengah atau MGMP SMP Negeri 1 Jember.
Hasil penelitian perlu dilakukan seminar hasil sebagai upaya publikasi ilmiah dan membantu
guru dalam memberikan tuntunan dalam menemukan solusi permasalahan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Anitah, Sri. 2009. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Mariana, I Made Ade dan Wandy Praginda. 2009. Hakikat IPA dan Pendidikan IPA. Jakarta:
PPPTK IPA untuk Program BERMUTU.
Sapriati, Amalia. 2010. Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sudjana, Nana. 1989. Penilai Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya.
189
Suhardjono. 2011. Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah. Malang:
Cakrawala Indonesia bekerjasama dengan LP3M.
Tayibnapis, Farida Yusuf. 2000. Evalusi Program. Jakarta: Rineka Cipta.
199
Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team
Achievement Division) Terintegrasi Lesson Study untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas IX-F
SMPN 1 Jember Semester Ganjil Tahun Ajaran 2013/2014
Tutuk Mudjiastuti 1 1 SMP Negeri 1 Jember
email: [email protected]
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil penerapan pembelajaran kooperatif tipe
STAD yang diintegrasikan dengan lesson study. Penerapan lesson study pada siklus I dan siklus II
meliputi tiga tahap, yakni plan atau perencanaan; do atau pelaksanaan; dan see atau evaluasi. Tahap
perencanaan dilaksanakan oleh guru model dan beberapa guru lainnya dalam merencanakan
pembelajaran dengan model STAD yang akan dilaksanakan di kelas. Tahap pelaksanaan merupakan
eksekusi pembelajaran di kelas oleh guru model, sedangkan tahap evaluasi merupakan kegiatan
refleksi dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Jember
pada siswa kelas IXF Semester Ganjil Tahun Ajaran 2013/2014. Pada siklus I, tingkat ketuntasan hasil
belajar siswa mencapai 76,47% sedangkan pada siklus II, tingkat ketuntasan mencapai 88,24%.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif dengan
integrasi lesson study dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
.
Kata kunci: pembelajaran koopertif, STAD, lesson study, hasil belajar
PENDAHULUAN
Fenomena umum yang muncul dari pembelajaran matematika melibatkan banyak
komponen utama dari proses pembelajaran itu sendiri, baik dari kondisi peserta didik, guru
sebagai fasilatator, media, dan sebagainya. Masih merupakan isu klasik jika matematika adalah
subjek pembelajaran yang memuat banyak data numerik dan tumpukan rumus. Kesan semacam
ini dialami sendiri oleh peserta didik yang telah lama mendiami pembelajaran konvensional.
Pembelajaran konvensional yang membosankan lebih cenderung menggunakan metode ceramah
dan banyak latihan soal. Kondisi ini sesuai dengan laporan World Bank yang menyatakan bahwa
metode dan strategi yang digunakan dalam pembelajaran di Indonesia lebih didominasi oleh
metode ceramah dengan persentase 52%, sedangkan sisanya adalah problem solving (20%),
diskusi (15%), aktivitas praktikum (10%) dan investigasi (3%).
200
Sebagai 'juru kemudi' di kelas, guru tentu telah mengetahui dan menyadari bahwa konten
matematika yang harus dipelajari siswa cukuplah banyak. Namun hal penting lainnya yang perlu
disadari oleh guru bahwa matematika yang diajarkan bukanlah rumusnya, bukan pula
hafalannya, melainkan konsep matematika itu sendiri yang melahirkan rumusnya. Menanamkan
konsep kepada setiap siswa bukanlah pekerjaan yang mudah jika dilakukan dalam waktu singkat
satu pertemuan atau 2 × 40 menit, terlebih lagi jika kondisi siswa cukup pasif.
Diskusi yang dikemas dalam pembelajaran kooperatif adalah salah satu solusi untuk
meningkatkan aktivitas kelas. Menurut Isjoni (2010: 89) belajar kooperatif memiliki potensi
untuk mengurangi kelas-kelas pasif ke dalam kelas dinamik dan orientasi kelompok. Slavin
(dalam Isjoni, 2010: 15) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang untuk
memahami bersama sebuah materi yang diawali dengan penyajian materi oleh guru.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mudjiastuti & Rubiyanti (2012: 99) menyebutkan
bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIII-G SMPN 1 Jember dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis karakter mengalami peningkatan dari siklus I ke
siklus II. Pada siklus I nilai rata-rata kelas sebesar 75,6 % dan siklus II meningkat menjadi 81%.
Sedangkan hasil belajar Matematika siswa kelas IX-A SMPN 1 Jember dengan menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis karakter mengalami peningkatan dari siklus I
ke siklus II. Pada siklus I nilai rata-rata kelas sebesar 77,5 % dan siklus II meningkat menjadi
90%.
Sintaks pembelajaran kooperatif tipe STAD meliputi 6 fase dan diuraikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sintaks Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Sintaks Kegiatan
Menyampaikan tujuan belajar dan
memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi siswa
belajar.
201
Sintaks Kegiatan
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan cara demonstrasi atau melalui
bahan bacaan
Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana cara membentuk kelompok-
kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi secara
efisien.
Membimbing kelompok bekerja dan
belajar.
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan
tugas mereka.
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing-
masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya.
Memberikan penghargaan Guru menentukan cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun hasil
belajar individu maupun kelompok.
Isu-isu pembelajaran yang muncul dan terus berkembang tidak hanya berasal dari kondisi
peserta didik, namun juga menyangkut kualitas guru, penggunaan media, serta penggunaan
strategi dan teknik selama pembelajaran. Solusi mutlak yang perlu dilakukan adalah pembenahan
kualitas pembelajaran dengan membudayakan guru-guru untuk menuju praktik dan
kecenderungan mengajar inovatif.
Lesson study merupakan sebuah metode untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan
mengembangkan profesionalisme guru. Lesson study yang dalam Bahasa Jepang adalah
"Jugyokenkyu" lahir dan berkembang di Jepang dan kemudian diadaptasi di Amerika Serikat dan
202
menyebar hingga ke Indonesia. Pelaksanaan lesson study menekankan pada tiga tahap, yakni
plan (merencanakan atau merancang), do (melaksanakan), dan see (mengamati dan merefleksi).
Menurut Styler dan Hiebert (dalam Susilo, 2010:3), lesson study adalah suatu proses
kolaboratif pada sekelompok guru ketika mengidentifikasi masalah pembelajaran, merancang
suatu skenario pembelajaran (yang meliputi kegiatan mencari buku dan artikel mengenai topik
yang akan dibelajarkan); membelajarkan peserta didik sesuai skenario (salah seorang guru
melaksanakan pembelajaran sementara yang lain mengamati), mengevaluasi dan merevisi
skenario pembelajaran, membelajarkan lagi skenario pembelajaran yang telah direvisi,
mengevaluasi lagi pembelajaran dan membagikan hasilnya dengan guru-guru lain.
Siklus pengkajian pembelajaran dengan lesson study dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Siklus Pengkajian Pembelajaran dalam Lesson Study di Indonesia
Plan Do
See
Secara kolaborasi
merencanakan pembe-
lajaran yang berpusat
pada siswa berbasis
permasalahan kelas.
Seorang guru melak-
sanakan pembelajaran
yang berpusat pada
siswa sementara guru
lain mengobservasi
aktivitas belajar
siswa
Dengan prinsip kole-
galitas secara kolabo-
rasi merefleksikan
efektivitas pembela-
jaran dan saling
belajar.
203
METODE
Dalam penelitian ini, pendekatan penelitian yang digunakan ialah pendekatan kualitatif
dimana hasilnya mendeskripsikan penerapan dan efektivitas pembelajaran kooperatif tipe STAD
dengan integrasi lesson study. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IXF sebanyak 34
siswa di SMP Negeri 1 Jember, seorang guru model dan 4 observer. Instrument yang digunakan
dalam pengumpulan data berupa: (1) lembar keterlaksanaan langkah-langkah skenario
pembelajaran dalam RPP, (2) lembar penilaian karakter dan keterampilan sosial siswa, (3)
lembar penilaian pendekatan Contextual Teachinng and Learning (CTL) dan (4) soal posttest.
Keberadaan CTL bukanlah komponen utama pada penelitian ini. Pendekatan CTL digunakan
sebagai pendekatan dalam pembelajaran dikarenakan peneliti menyesuaikan dengan misi sekolah
tempat penelitian, yakni melaksanakan pembelajaran melalui pendekatan CTL, sehingga setiap
pelaksanaan pembe-lajaran yang dilaksanakan di SMPN 1 Jember diharapkan menggunakan
pendekatan CTL.
Tahap perencanaan diawali dengan proses pembuatan RPP yang dilengkapi dengan
perangkat pembelajaran yang dibutuhkan seperti lembar kerja siswa. RPP yang telah rampung
tersebut kemudian dipresentasikan di hadapan tim lesson study, yang beranggotakan guru dan
narasumber. Pada akhir pemaparan rencana pembelajaran tersebut, guru dan tim lesson study
akan mendiskusikan hal-hal yang perlu diperbaiki, dan menjadi bahan untuk penyempurnaan
rencana dan seluruh perangkat yang telah disiapkan.
Pelaksanaan (do) merupakan eksekusi dari tahap perencanaan oleh guru model dengan
beberapa observer. Tugas observer adalah mengamati aktivitas siswa dan guru selama
pembelajaran berlangsung. Tahap refleksi (see) merupakan evaluasi yang terhadap pembelajaran
yang telah berlangsung. Evaluasi ini diberikan oleh observer kepada guru model, atau evaluasi
itu dapat muncul dari guru model itu sendiri.
Tabel 2 menyajikan pelaksanaan tahapan lesson study selama dua siklus berlangsung.
Tabel 2. Waktu Pelaksanaan Lesson Study
Siklus Materi Plan Do See
204
Pembelajaran
Siklus I Kesebangunan Rabu,
24 Juli 2013
Kamis,
22 Agustus 2013
Kamis,
22 Agustus 2013
Siklus II Luas
Permukaan
dan Volume
Bola
Sabtu,
28 September 2013
Kamis,
17 Oktober 2013
Kamis,
17 Oktober 2013
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Tahap Perencanaan
Tahapan perencanaan (plan) bertujuan untuk menghasilkan rencana pembelajaran
yang diharapkan mampu menciptakan pembelajaran yang optimal. Tahap perencanaan untuk
siklus I ini dilaksanakan pada tanggal 24 Juli 2013 dan dihadiri oleh 17 orang, yakni Tatang
Prihanggono, S.Pd., M.Pd. selaku Pejabat Dinas Pendidikan dan narasumber MGMPS forum
kegiatan pengembangan diri, Drs. H. Sunaryono, M.M., selaku Kepala SMPN 1 Jember,
Drs. Heny Yudyastuti, M.Pd. selaku penanggung jawab standar proses SMPN 1 Jember, dan
guru-guru SMPN 1 Jember.
Kegiatan inti dari tahap perencanaan adalah presentasi dari pemateri atau guru yang
akan melakukan pembelajaran, yakni Dra. Tutuk Mudjiastuti, S.Pd. Selama presentasi
materi, guru model memaparkan skenario pembelajaran yang terangkum dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran dan media yang akan digunakan selama proses pembelajaran.
Pada pembelajaran yang akan dilaksanakan, guru akan melakukan pembelajaran materi
kesebangunan di kelas IXF. Sedangkan media yang digunakan selama pembelajaran adalah
lembar kerja siswa dan media presentasi.
Setelah sesi pemaparan rampung, diskusi antara guru model, peserta atau tim lesson
study, dan narasumber dilaksanakan. Hasil dari diskusi tersebut adalah: (1) perlunya
205
penulisan sintaks STAD pada skenario pembelajaran RPP; (2) tujuan pembelajaran untuk
ranah afektif tidak perlu dijabarkan; (3) guru perlu menyampaikan kepada siswa mengenai
model pembelajaran yang akan digunakan beserta aturan jalannya pembelajaran.
Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan ini merupakan tahapan implementasi dan eksekusi dari tahapan
perencanaan. Pada tahapan ini, guru model menyampaikan materi tentang kesebangunan.
Seluruh proses pembelajaran dikelola menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD yang mencakup seluruh sintaks yang ada pada pembelajaran kooperatif itu sendiri.
Pembelajaran dimulai dengan memberikan apersepsi dan motivasi berkaitan dengan materi
yang akan dipelajari, dan dilanjutkan dengan penyampaian tujuan pembelajaran.
Untuk menanamkan konsep kesebangunan pada siswa, guru menggunakan lembar
kerja siswa dengan basis penemuan terbimbing. Konsep yang perlu ditanamkan dari
pembelajaran ini adalah pengertian sebangun dan syarat-syarat dua bangun yang sebangun.
Untuk mengukur hasil kemampuan siswa selama pembelajaran guru menggunakan
posttest, yang juga akan digunakan sebagai analisis pembelajaran pada siklus I. Pada akhir
proses pembelajaran guru menetapkan kelompok terbaik sebagai bentuk penghargaan bagi
kinerja dan kerjasama dalam kelompok.
Tahap Refleksi
Pembelajaran yang telah dilaksanakan di kelas kemudian dievaluasi bersama tim
lesson study. Observer guru maupun siswa menemukan beberapa hal yang perlu diperbaiki.
Salah satu yang perlu diperbaiki ialah pemahaman siswa mengenai konsep kesebangunan
antar dua segitiga dan kesebangunan antar dua bangun bukan segitiga. Yang menjadi
permasalahan pada pemahaman tersebut adalah tertukarnya konsep mengenai syarat dua
buah bangun non segitiga yang sebangun dengan konsep kesebangunan dua buah segitiga.
Berdasarkan pendapat guru matematika lainnya yang juga merupakan salah satu tim lesson
study, guru model perlu memberikan contoh konkret dari dua buah bangun yang tidak
sebangun, artinya contoh bangun non-konsep perlu disajikan secara konkret. Hal ini tentu
206
berkaitan dengan konsep matematika yang abstrak sehingga perlu dikonkretkan dengan
contoh bangun nyatanya.
Hasil diskusi pada tahap see ini menjadi bahan perbaikan untuk tahap perencanaan
pada siklus selanjutnya.
Siklus II
Tahap Perencanaan
Konten pelaksanaan tahap perencanaan untuk siklus II masih sama dengan tahap
perencanaan siklus II. Tahap perencanaan ini mencakup dua kegiatan utama, yakni
pemaparan dan diskusi. Berdasarkan hasil pemaparan, guru model akan melaksankan
pembelajaran materi luas permukaan dan volume bola. Guru model masih tetap
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan strategi penemuan
terbimbing. Penempatan penemuan terbimbing selama proses pembelajaran berada pada
langkah diskusi untuk menemukan luas permukaan dan volume bola, dimana penemuan
tersebut terbimbing oleh lembar kerja siswa.
Dalam menemukan formula luas permukaan dan volume bola, guru memanfaatkan alat
peraga kerucut dan belahan bola. Penggunaan alat peraga ini merupakan hasil tahap see atau
refleksi pada siklus I, dimana guru perlu memperkenalkan konsep kepada siswa dengan
benda yang lebih konkret.
Untuk siklus II, guru berencana untuk menginstruksikan setiap kelompok agar
menyiapkan alat peraga kerucut tanpa tutup dan setengah bola. Tugas ini akan menjadi tugas
terstruktur siswa. Penugasan terstruktur ini akan bermanfaat pula bagi pemahaman siswa
tentang ukuran kerucut dan bola yang dibuat.
Hal lain yang direncanakan oleh guru adalah aktivitas presentasi. Guru masih tetap
menggunakan aktivitas presentasi salah satu kelompok. Namun berdasarkan masukan salah
satu tim lesson study, guru model diminta untuk menambah satu kelompok untuk presentasi
sehingga kelompok yang presentasi adalah dua kelompok. Tujuan dari penambahan
kelompok yang presentasi adalah sebagai perbandingan hasil kerja siswa.
Tahap Pelaksanaan
207
Pelaksanaan pembelajaran luas permuakaan dan volume bola masih menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Aktivitas utama pada pembelajaran ini mencakup
menyampaikan tujuan pembelajaran, menyampaikan informasi atau materi, diskusi
kelompok, presentasi, hingga evaluasi.
Diskusi kelompok dilakukan untuk menemukan formula luas permukaan dan volume
bola. Untuk menentukan formula luas permuakaan bola, siswa diminta untuk melilitkan
sumbu kompor pada sebuah area lingkaran dan pada luas selimut setengah bola. Kemudian
siswa diminta untuk membandingkan panjang tali yang dibutuhkan untuk melilitkan area
lingkaran dan luasan permuakaan setengah bola tanpa tutup.
Proses kinerja siswa terbimbing oleh lembar kerja siswa dan panduan dari guru model.
Untuk menentukan volume bola, siswa diminta untuk mengisi kerucut dengan beras. Setelah
itu siswa diminta untuk mengisikan beras pada setengah bola dengan bantuan takaran
kerucut. Yang menjadi permasalahan pada aktivitas diskusi tersebut adalah berapa banyak
takaran kerucut yang diperlukan untuk mengisi penuh setengah bola.
Setelah aktivitas kinerja siswa dengan diskusi, dua kelompok diminta untuk
mempresentasikan hasil kinerja siswa. Dua kelompok tersebut ternyata mendapatkan hasil
yang sama, yaitu (1) panjang tali yang dibutuhkan untuk melilitkan penuh pada permukaan
setengah bola adalah dua kali panjang tali yang dibutuhkan untuk melilitkan area lingkaran;
dan (2) untuk mengisi penuh setengah bola dengan beras, dibutuhkan tiga takaran kerucut.
Hasil kinerja tersebut menyimpulkan bahwa luas permukaan setengah bola dua kali luas
lingkaran dan volume bola tiga kali luas volume kerucut. Hasil kesimpulan yang didapatkan
tersebut, menjadi modal bagi siswa untuk menurunkan rumus atau formula luas permukaan
dan volume bola. Hasil kesimpulan kinerja siswa kemudian ditransfer pada lembar kerja
siswa dimana siswa menuliskan kesimpulan kemudian menurunkan formula luas permukaan
dan volume bola.
Pembelajaran diakhiri dengan kesimpulan dan dilanjutkan dengan evaluasi hasil
belajar siswa dengan posttest. Pada siklus II ini guru kembali menetapkan kelompok terbaik
sebagai bentuk penghargaan bagi kinerja dan kerjasama dalam kelompok.
208
Tahap Refleksi
Tahap refleksi dilakukan bersama tim lesson study. Hasil refleksi dari tim lesson study
menyampaikan bahwa pelaksanaan pembelajaran dari sisi aktivitas guru sudah baik.
Pembelajaran yang sudah baik ini dipengaruhi oleh suasana pembelajaran yang
menyenangkan di mana siswa terlibat langsung dalam pembelajaran sehingga siswa merasa
senang.
Hasil Belajar
Pada penelitian ini model yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dengan integrasi lesson study. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
diharapkan mampu mengubah kelas yang cenderung pasif menjadi kelas yang lebih aktif,
sedangkan penerapan lesson study diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran
secara holistik agar menjadi pembelajaran yang optimal bagi siswa maupun bagi guru
sendiri.
Penelitian ini dilaksanakan melalui dua siklus dimana setiap siklus memiliki analisis
hasil belajar. Gambar 2 menyajikan nilai ketuntasan klasikal dari siklus I dan siklus II.
Gambar 2. Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II
Pada siklus I, ketuntasan klasikal hasil belajar siswa mencapai 76,47%; artinya sekitar
26 siswa dari 34 siswa memperoleh nilai di atas nilai 75 atau KKM, sedangkan sisanya tidak
70.00%
72.00%
74.00%
76.00%
78.00%
80.00%
82.00%
84.00%
86.00%
88.00%
90.00%
Siklus II Siklus II
Hasil Belajar Siswa
209
mencapai nilai KKM. Hal ini mengindikasikan bahwa pembelajaran pada siklus I belum
berhasil. Jika ditilik dari hasil tahap see atau refleksi, presentase yang kurang baik ini
disebabkan oleh kesalahan pemahaman konsep. Kesalahan pemahaman ini juga disebabkan
karena guru tidak memberikan contoh konkret dari dua buah bangun yang tidak sebangun,
sehingga konsep kesebangunan antar dua segitiga dan non segitiga tertukar.
Berdasarkan hasil penilaian pendekatan CTL, ketercapaian pendekatan CTL sudah
sangat baik dimana sembilan indikator memperoleh skor 4 sedangkan dua indikator lainnya
memperoleh skor 3,75. Dari perolehan skor pada indikator-indikator tersebut, maka jumlah
seluruh skor adalah 43,5 dengan rata-rata 3,95 dengan kategori sangat baik.
Ketuntasan siklus II mencapai 88,24% artinya sekitar 30 dari 34 siswa mencapai
ketuntasan. Dengan demikian pembelajaran pada siklus II dapat dikatakan telah berhasil.
Tentu hasil yang membaik ini dipacu oleh perbaikan-perbaikan dari siklus sebelumnya.
Selain itu hasil penilaian pendekatan CTL sudah sangat baik, dimana hanya ada satu
indikator yang memperoleh skor 3,75 sedangkan 10 indikator lainnya memperoleh skor 4.
Dengan demikian perolehan jumlah skor keseluruhan adalah 43,75 dengan rata-rata 3,98 dan
berkategori sangat baik. Hasil ketercapaian pendekatan CTL ini mengalami peningkatan dari
siklus I ke siklus II.
KESIMPULAN
Hasil belajar matematika siswa kelas IXF SMPN 1 Jember dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD terintegrasi lesson study mengalami peningkatan dari siklus
I ke siklus II. Pada siklus I ketuntasan klasikal kelas mencapai 76,47%; sedangkan pada siklus II
mencapai 88,24%. Hasil ini menunjukkan peningkatan ketuntasan dari siklus I ke siklus II.
Dengan demikian penerapan pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD terintegrasi lesson
study dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IXF pada semester ganjil tahun
ajaran 2013/2014.
DAFTAR PUSTAKA
210
Isjoni. 2010. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
Susilo, H.,Chotimah, H., Joharmawan, R., Jumiati, Dwita, Y.S., dan Sunarjo. 2011. Lesson Study
Berbasis Sekolah (Guru Konservatif menuju Guru Inovatif). Malang: Bayumedia
Publishing.
World Bank Human Development Department East Asia and Pacific Region. 2010. Inside
Indonesia’s Mathematics Classrooms: A TIMSS Video Study of Teaching Practices and
Student Achievement. Jakarta: World Bank Office Jakarta.
Mudjiastuti, Tutuk dan Rubiyanti, Ida. 2012. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan
Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Karakter pada Sub
Pokok Bahasan Suku Banyak Di Kelas VIII-G dan Kesebangunan di Kelas IX-A SMP
Negeri 1 Jember. Prosiding Seminar Pendidikan Nasional di Universitas Jember, 91-
100. Jember, 19 Februari 2012.
211
Implementasi Lesson Study pada Pembelajaran MIPA di SMA
untuk Menunjang Revitalisasi Pendidikan Karakter dan
Perolehan Nilai Ujian Nasional
Baso Amri Mursyd1, Suherman2, dan Sri Mulyani S2 1 Program Studi Pendidikan matematika FKIP Univ. Tadulako
2 Program Studi Pendidikan kimia FKIP Univ. Tadulako
Abstrak. Pelaksanaan lesson study dimaksudkan untuk pembinaan profesi guru
secara berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Lesson Study
menuntun siswa untuk menemukan konsep dan mampu menerapkannnya,
sehingga siswa lebih cerdas, kreatif, dan mandiri. Tujuan penelitian ini adalah
mendampingi guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, membangun
kreativitas, inovasi, kemandirian, dan kejujuran kepada siswa serta membangun
kepedulian guru terhadap perkembangan olah pikir dan olah hati siswa sehingga
terbangun karakter positif bagi siswa. Metode yang digunakan adalah Identifikasi
karakter siswa menggunakan rancangan expost facto perubahan waktu
berdasarkan “ trend” atau “time series”. Instrumen yang digunakan adalah angket.
Mengamati perkembangan karakter siswa melalui implementasi pembelajaran LS.
Setiap akhir pokok bahasan dilakukan evaluasi hasil pembelajaran. Hasil yang
diperoleh adalah Dekskripsi sikap dan keterampilan proses sains siswa. Secara
rata-rata sikap dan keterampilan sains siswa SMA SeKabupaten Parigi-Mouton
masih rendah. Karena itu, perlu peningkatkan perhatian sekolah dan guru terhadap
karakter positif siswa (Kognitif, sikap, dan keterampilan) .
Kata kunci: Lesson Study, Karakter, dan Nilai ujian
PENDAHULUAN
Mutu pendidikan di Negara Indonesia yang masih rendah, banyak mendapat sorotan
di masyarakat, terutama produk/lulusan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan termasuk
pendidikan sekolah menengah. Sorotan-sorotan yang umum terdengar adalah proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang berkualitas. Guru lebih banyak
menyampaikan informasi fakta-fakta, tetapi kurang menfasilitasi dan memotivasi siswa untuk
menemukan, menerapkan fakta-fakta yang ditemukan sehingga siswa lebih memahami fakta-
fakta tersebut. Muslimin, 2012 mengatakan bahwa suatu pembelajaran yang menyajikan dan
menjelaskan fakta-fakta tidak bermakna bagi siswa dari pada menemukan, menerapkan dan
memahaminya. Pembelajaran yang menyajikan dan menjelaskan fakta-fakta tidak
mengaktifkan potensi yang dimiliki siswa, sehingga siswa sulit menemukan jati dirinya. UU
212
Sisdiknas, 2003, pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sampai saat ini pembangunan pendidikan nasional secara umum masih dihadapkan
pada berbagai permasalahan terkait dengan masih rendahnya kualitas proses pembelajaran
dan hasil pendidikan termasuk di dalamnya rendahnya daya saing lulusan dan kurangnya
kepercayaan masyarakat. Permasalahan kualitas pendidikan tidak berdiri sendiri, tetapi
terkait dalam satu sistem yang saling berpengaruh. Mutu keluaran dipengaruhi oleh mutu
masukan dan mutu proses. Secara eksternal, komponen masukan pendidikan yang secara
signifikan berpengaruh terhadap mutu pendidikan yang meliputi: (1) ketersediaan pendidik
dan tenaga kependidikan yang belum memadai secara kuantitas dan kualitas, serta
kesejahteraan yang juga belum memadai, (2) prasarana dan sarana belajar yang belum
tersedia dan belum didayagunakan secara optimal, (3) pendanaan pendidikan yang belum
memadai untuk menunjang mutu pembelajaran, dan (4) proses pembelajaran yang belum
efisien dan efektif (Depdiknas, 2005). Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa guru
merupakan komponen yang sangat sentral dalam menentukan upaya meningkatan mutu
pendidikan.
Namun ironis sekali bahwa sebagian besar guru MIPA di SLTP, SLTA dan SMK (di
Jakarta) tidak dapat menjawab soal- soal yang seharusnya dapat dikerjakan oleh siswa dari
skala 1-10. Guru yang mendapat angka 7,5 keatas hanya 3%, dan yang lulus skor seadanya
hanya 57% (Tempo, Januari 2001). Uji kompetensi yang dilakukan LPMP yaitu dari 3.651
orang guru, yang mendapatkan nilai dibawah 60 adalah sekitar 90% padahal soal yang
diujikan masih dibawah soal ujian nasional (Yunita,2009). Selain kompetensi profesional
guru yang rendah, juga kompetensi paedagogiknya. Sejumlah 95 orang guru IPA yang
melaksanakan pembelajaran di kelas, umunya hanya menyampaikan informasi fakta kepada
siswa dengan tingkat kognitif rendah, yang merupakan salah satu penyebab siswa kurang
kreatif, kurang memahami konsep-konsep IPA. Dengan demikian kualitas hasil belajar siswa
menjadi rendah (Ibrohim, 2011).
213
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu dan
daya kompetisi lulusan sekolah menengah dan perguruan tinggi, salah satunya adalah
melalui peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru dan dosen. Pada tahun 2005
pemerintah telah menerbitkan payung hukum dalam peningkatan mutu pendidikan termasuk
mutu lulusan dan daya saingnya yaitu dengan mengeluarkan Undang-Undang No.14 tentang
Guru dan Dosen, serta peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang standar Nasional
Pendidikan. Hal tersebut dimaksudkan agar standar proses, pelaksanaan, dan lulusan suatu
lembaga pendidikan formal adalah sama. Indikator ketercapaian standar tersebut di sekolah
menengah adalah Nilai Ujian Nasional (UN). Namun ketercapaian nilai standar nasional
tersebut belum memenuhi harapan masyarakat.
Nilai UN di setiap propinsi di Indonesia masih bervariasi, ini dimaksudkan untuk
mengetahui bobot pendidikan setiap propinsi/kabupaten/kota. Umumnya nilai UN di tingkat
nasional, Propinsi Sulawesi Tengah masih berada pada urutan di bawah. Demikian nilai UN
tahun 2010,2011, dan 2012 tingkat SMU di Kabupaten Parigi Moutong masih berada pada
urutan /peringkat 6 – 8 di Propinsi Sulawesi Tengah. Salah satu penyebab utama adalah
proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru MIPA di SMU Kabupaten Parigi Moutong
masih rendah. Sekitar 30 orang guru MIPA yang melaksanakan proses pembelajaran ternyata
26 orang guru tidak lengkap perangkatnya (Silabus, RPP, LKS, dan Program kerja tahunan).
Selain itu juga data hasil evaluasi pembelajaran siswa tidak dijadikan pedoman oleh guru
untuk merefleksi pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan. Selanjutnya belum
ditemukan guru yang memperhatikan kesulitan belajar siswa dan memberikan hak belajar
kepada semua siswa.
Rencana penelitian ini memiliki tujuan khususn yaitu; Mendampingi guru membuat
perencanaan pembelajaran yang mampu meningkatkan kreatifitas, aktivitas, motivasi, dan
inovasi (“KAMI”) bagi siswa. Mendampingi melaksanakan penbelajaran untuk
meningkatkan “KAMI” dan memenuhi hak belajar semua siswa. Mendampingi guru
merefleksi pembelajaran yang telah dilakukan yang kemudian melakukan redesign untuk
lebih meningkatkan kualitas pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran, guru senantiasa
menyampaikan pesan moral melalui materi pembelajaran yang diberikan.
Berdasarkan hal tersebut maka urgensi penelitian ini adalah membentuk
keprofesionalan bagi tenaga pendidik (Guru) yang mampu memberikan pelayanan optimal
kepada semua siswa yang diajar secara berkelanjutan dan kontinu. Akhirnya lulusan menjadi
214
lebih mandiri dan memiliki ketangguhan bersaing secara nasional maupun internasional.
Akhirnya mutuh pendidikan Indonesia dapat berada pada kelompok negara yang kualitas
pendidikannya tinggi seperti Jepang.
Dengan demikian, kedua masalah mendasar yang dialami oleh dunia pendidikan
(khususnya di Sulawesi Tengah) yaitu tentang tingkat ketercapaian nilai ujian nasional yaitu
kompetensi siswa kurang manpu bersaing secara nasional karena telah dipengaruhi oleh
karakter siswa yang kurang kreatif, kurang mandiri, dan kurang disiplin, dapat ditingkatkan
dengan memperhatiakn hak belajar siswa dengan menguatkan kompetensinya sehingga siswa
lebih bersemangat dengan karakter yang positif. Hal tersebut diungkap dalam suatu kata-
kata bijak pada pendidikan karakter di sekolah yaitu kompetensi membuat seseorang bisa
melakukan tugasnya denga baik, namun karakterlah yang membuatnya bertekad mencapai
yang terbaik dan selalu ingin lebih baik. Orang dengan kompetensi yang (berkualitas) tinggi
tanpa disertai karakter yang baik dapat menjadi sumber masalah bagi lingkungannya (Gede
Raka, 2011). Kompetensi dan karakter siswa dapat dibentuk oleh lingkungan sekolah,
terutama pada proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan kebijakan kedisiplinan
sekolah.
Bila disimak kejadian yang sering terjadi mengenai kekerasan yang dilakukan oleh
siswa, disebabkan karena karakter yang dimilikinya kurang terarah. Hal ini berpengaruh
pada tingkat pengembangan kompetensi siswa.Umumnya siswa yang karakternya kurang
terarah ia menjadi kurang disiplin, kurang mandiri, dan keingintahuan rendah, tingkat
pengembangan kompetensinya menjadi rendah. Akibatnya kurang percaya diri dan ingin
selalu mendapatkan bimbingan langsung, karena itu penguasaan materi pelajaran sangat
lemah, sehingga dapat mempengaruhi rendahnya nilai ujian mereka (terutama nilai UN). Hal
ini umumnya terjadi pada siswa SMA di kabupaten/kota di Indonesia (Femmy., dkk, . 2011
dan Sa’dun, 2012). Solusi yang dapat mengatasi masalah karakter dan meningkatkan
kompetensi siswa untuk menguasai materi pelajaran sehingga nilai ujiannya (UN) dapat
meningkat adalah meningkatkan kualitas pembelajaran dan memenuhi hak belajar semua
siswa. Pemenuhan hal tersebut diperlukan perencanaan pembelajaran yang lebih detail dan
sempurnah, seperti perencanaan dan peleksanaan “Lesson Study”
Umumnya proses pembelajaran yang terjadi di sekolah menengah (SMA) di wilayah
ini (Sulawesi Tengah) tidak disertai perencanaan yang mapan oleh guru, pelaksanaan
pembelajaran di kelas tidak memperhatikan hak belajar semua siswa, dan tidak ada tekad
215
guru untuk memperbaiki keingintahuan dan kemandirian siswa dalam proses pembelajaran
yang dilakukan. Bila terjadi masalah ketidaktuntasan hasil belajar siswa, sangat kecil unsur
mendidik yang diberikan guru terhadap siswanya. Contohnya seorang siswa yang tidak tuntas
hasil belajarnya terhadap mata pelajaran IPA tertentu, agar hasil belajarnya menjadi tuntas,
maka guru hanya memberikan tugas tetapi tidak berkaitan dengan mata pelajaran yang tidak
tuntas. Dampak yang terjadi dari sistem pembelajaran tersebut adalah tidak meningkatkan
kompetensi siswa, siswa menjadi angkuh, siswa ingin selalu memdapatkan hasil yang
maksimal tanpa usaha yang sunggu-sunggu serta siswa tidak punya visi untuk masa
depannya. Dengan demikian, siswa sebagai harapan penerus pembangunan bangsa tidak
memiliki kekuatan. Akibatnya Indonesia menjadi terancang seperti kata-kata bijak yaitu
Kalau suatu bangsa tidak punya kekuatan untuk menentukan masa depannya sendiri, maka
masa depan akan ditentukan oleh bangsa lain.
Berbagai macam kebijakan proses pendidikan yang dilakukan pemerintah kepada
guru-guru di SMA seperti pelatihan dan program sertifikasi, tetapi tidak signifikan
dampaknya terhadap peningkatan kualitas kompetensi dan karakter baik pada siswa. Karena
hal demikian, guru tidak punya beban untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan
menjadi guru yang profesional. Suatu hasil penelitian yang telah dilakukan pada mahasiswa
tahun pertama diprogram studi pendidikan kimia tentang kompetensi dan karakter mereka.
Kesimpulan yang diperoleh adalah 62,5% mahasiswa yang kompetensinya rendah juga
karakternya kurang baik (Suherman, 2012). Hal ini merupakan bawaan dari sekolah
menengah (SMP dan SMA), karena sewaktu meraka di SMP dan di SMA kurang mendapat
tantangan dan perhatian untuk membentuk kompetensi dan karakter yang baik.
Peningkatan kualitas pembelajaran, profesionalisme guru, karakter positif siswa, dan
nilai ujian siswa dapat terjadi melalui implementasi Lesson study terhadap pembelajaran yang
dilakukan setiap guru di kelas. Lesson study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik
melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan
prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual learning untuk membangun learning community. Hal
ini dimungkinkan karena pembelajaran yang berbasis lesson study menekankan kepada, (1)
kerjasama untuk saling membelajarkan, (2) kerjasama dan saling menghargai, (3) Adil dalam
memenuhi hak belajar semua siswa, (4) Jujur dan bijaksana mengungkapkan pengalaman
berharga untuk membangun pendidikan yang berkualitas, (5) Kreatif,aktif, motivasi, dan
inofatif untuk mengembangkan pendidikan berkualitas, dan (6) Rasa ingin tahu yang dalam
216
secara sistematis. Karena itu, implementasi lesson study pada pembelajaran IPA (Kimia,
Fisika, dan Biologi) di SMA mampu menanamkan olah pikir dan olah hati yang lebih baik.
Karena LS dilakukan bersiklus dengan tahapan plan, do, dan see serta redesign. Melalui
pembelajaran yang berbasis LS siswa menjadi kreatif, aktif, termotivasi, dan inovatif yang
mampu mengembangkan pikiran siswa yang berimplikasi pada peningkatan hasil belajar.
Selain itu, juga mampu memperhatikan sikap siswa. Dengan demikian kualitas pendidikan
Indonesia untuk jangkah waktu beberapa tahun kemudian mampu berada pada 10 negara
yang memiliki kualitas pendidikan yang tertinggi, termasuk di Kabupaten Parigi Moutong.
Hasil yang diharapkan pada penelitian ini adalah:
1. Ditemukan jenis karakter siswa dan perlakuan yang optimal untuk meningkatkan
karakter positif siswa
2. Menemukan suatu pola sinergisitas ranah kognitif, ranah affektif, dan ranah skill
3. Menemukan suatu pola karakter siswa terhadap kecerdasan siswa
Berdasarkan salah satu payung penelitian FKIP Universitas Tadulako yaitu tentang
pengembangan penelitian pendidikan. Penelitian ini dilaksanakan untuk membentuk guru
yang profesional dalam meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga terbangun motivasi
dan rasa senang siswa dalam pelaksanaan pembelajaran. Akibatnya terwujud kemandirian,
tanggung jawab, kejujuran dan percaya diri pada diri siswa untuk berkreasi dan berinovasi
dalam mengembangkan SDMnya. Hasil penelitian ini adalah diperoleh suatu Kajian
Pembelajaran atau Lesson Study alah Indonesia. Selanjutnya hasil ini dapat dijadikan sebagai
suatu rujukan pada mata kuliah kependidikan berkarya di Program Studi Pendidikan Kimia
khususnya dan di FKIP umumnya. Karena itu,lulusan yang dihasilkan memiliki keunggulan
kompetensi guru yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasal 28
ayat 3 tentang standar nasional pendidikan menyatakan bahwa ada empat kompetensi yang
harus dimiliki oleh guru sebagai agem pembelajaran, yaitu kompetensi pedagogik,
kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian.
Penelitian Lesson Study merupakan penelitian pengembangan setelah melakukan
penelitian lesson study di Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP Universitas
Tadulako tahun 2010 sampai 2012 dan SMPN 1, SMPN 2, dan SMAN 1 Kota Palu tahun
2012. Penelitian ini termuat beberapa atikel ilmiah tentang lesson study pada prosiding
seminar nasional lesson study/ pendidikan yaitu:
217
1. Lesson Study untuk meningkatkan”KAMI”(Kreatif, Aktifitas, Mativasi, dan Inovasi) pada
pembelajaran kimia fisik, Prosiding Seminar Nasional Lesson Study IV, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang, Malang, tahun 2011
2. Implementasi lesson study berbasis sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
guru IPA SMPN 2 PALU, Prosiding seminar Nasional MIPA, FMIPAI Universitas Negeri
Malang, Malang 2012
3. Meningkatkan kemampuan siswa berfikir cepat pada pembelajaran ipa berbasis lesson
study DI SMPN 2 PALU, Prosiding Seminar Nasional Sains, Prorgam Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2012
4. Implemtasi lesson study berbasis sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA
di sekolah mitra di KOTA PALU, Seminar Nasional Lesson Study II, Jurusan PMIPA
FKIP Universitas Tadulako, Palu, 2012
Sesuai dengan sifatnya yaitu lesson study mampu meningkatkan kualitas
pembelajaran yang berdampak pada peningkatan kualitas hasil belajar baik kognitif,
psikomotor, maupun attitude, namun memerlukan proses sehingga penelitian ini dituhkan
waktu 3 tahun.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan induktif dengan menggunakan rancangan
ekspofacto (Muhamad, 2000). 4 SMA se Kota Parigi-Moutong jurusan IPA (kelas XI dan
XII) menjadi populasi untuk diidentifikai karakternya dan kompetensi akademiknya.
Selanjutnya diberi perlakuan dengan rancangan pembelajaran berbasis lesson study. Pada
akhir tahun ajaran ditentukan kualitas hasil belajar siswa dan membandingkan dengan
perolehan nilai ujian nasional. Tahapan pelaksanaan sebagai berikut:
1. Sosialisasi program penelitian kepada Ka. Diknas Pendidikan Kabupaten Parigi Moutong,
kepala sekolah SMA dan guru MIPA se Kabupaten tersebut
2. Melakukan identifikasi kompetensi akademik MIPA (KI,FI,BI, dan MA) dan karakter
siswa (relegius, kejujuran, toleransi,disiplin,kerja keras, kreatif, kemandirian, rasa ingin
tahu, Menghargai prestasi, cinta tanah air, cinta damai, senang membaca, peduli sosia dan
lingkungan, dan semangat kebangsaan). Data karakter diambil dengan menggunakan
angket tertutup dan simulasi identifikasi karakter. Sedang data kompetensi akademik siswa
menggunakan data sekunder
218
SKEMA PENELITIAN
Tahun I, II, dan III
SMAN. I SMAN. III SMAN. V SMAN. VII SMAN.VIII
SMAN. II SMAN.IV SMAN. VI
kros cek kros cek
Pembelajaran berbasis LS
Siswa SMAN Se-Kota Palu
Identifikasi karakter
Identifikasi potensi akademik
Plan, do, see, dan redesign
Kualitas hasi belajar dan karakter
TINGKAT KARAKTER TINGKAT KARAKTER TINGKAT KARAKTER
219
Perlakuan Perlakuan Perlakuan
Observasi Observasi Observasi
Data primer Data primer Data primer
Perlakuan pengembangan
HASIL PENELITIAN
Penilitian ini telah berhasil mengidentifikasi ranah kognif, ranah perkembangan sikap
dan ranah keterampilan siswa. Sampel diambil dari 8 SMA Negeri Jurusan IPA Kelas II dan
Kelas I se Kabupaten Parimo. Masing-masing sekolah diedarkan 30 eksamplar angket untuk
kelas II IPA dan 30 eksamplar angket untuk kelas 1. Pengambilan angket diedarkan secara
acak yang dibantu oleh guru kimia di setiap sekolah.Angket sikap dan keterampilan proses
sains siswa adalah lampira 1 Teknik pengambilan data karakter (sikap dan keterampilan
proses sains) siswa adalah lampiran 2. Ranah kognitif diambil dari hasil semester genap tahun
ajaran 2012/2013 untuk mata pelajaran matematika, fisika, kimia, dan biologi. Hasil yang
diperoleh adalah tabel 1
Tabel 1. ANALISIS KOGNITIF, PSIKOMOTOR,DAN SIKAP SISWA SMAN KAB. PARIGI 2012/2013
(UNTUK MATA PELAJARAM MIPA)
KOGNI MA FI KI BI
LESSON STUDY
TINGKAT KARAKTER
Tingkat karakter TINGKAT KARAKTER TINGKAT KARAKTER
TINGKAT KARAKTER
TINGKAT KARAKTER
KOMPETENSI SISWA Kompetensi siswa
Data Primer DATA PRIMER KOMPETENSI
SISWA TINGKAT
KARAKTER
TINGKAT
KARAKTER
KOMPETENSI SISWA
TINGKAT KARAKTER
220
83 77,14 79,88 84,86
PSIKIS P Q R S T U
29,2 21,91 50,67 4,72 18,66 34,83
SIKAP A B C D E F G H I J K L M N O P Q R
47,15 45,73 56,34 70,49 45,37 64,51 42,93 47,31 76,58 79,51 16,1 50,24 35,85 54,76 78,76 55,12 33,98 23,41
KETERANGAN:
KOGNITIF : MA = MATEMATIKA FI = FISIKA KI = KIMIA BI = BIOLOGI
PSIKIS : P = PENGAMATAN Q = KOMUNIKASI R = PENGUKURAN S = KLASIFIKASI T = SIMPULAN U = PREDIKSI
SIKAP : A . Relegius B. Jujur C. Toleransi D. Disiplin E. Kerja keras F. Kreatif
G. Mandiri H. Demokrat I. Curiosity J. Semangat kebangsaan K. Cinta Tanah Air L.
Menghargai Prestasi M. Bersahabat N. Cinta damai O. Gemar Membaca P. Peduli Lingkungan Q. Peduli
Sosial R. Tanggung Jawab
Informasi yang diperoleh dari tabel 1 adalah untuk ranah kognitif setiap mata
pelajaran MIPA (Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi) lebih besar dari 75,0. Artinya nilai
pengetahuan siswa termasuk baik. Namun nilai keterampilan proses sains mereka masih
tergolong rendah. Hal ini mencerminkan bahwa alat evaluasi yang digunakan oleh guru
memiliki tingkat analisis dan tingkat kesukaran yang rendah. Karena itu, tidak
mengembangkan sikap positif pada siswa seperti sikap kreatif, kerja keras, mandiri, dan
tanggung jawab. Bila dilakukan analisis pada tabel 1 mengenai ranah sikap, diperoleh
informasi bahwa sikap kreatif siswa berada pada nilai 64,51, sikap kerja keras berada pada
nilai 45,37, sikap mandiri berada pada nilai 42,93, dan sikap tanggungjawab berada pada nilai
23,41. Secara rata-rata sumbangan sikap yang dapat ditanamkan pada diri siswa mengenai
sistem penilaian kognitif adalah sebesar 44,05. Nilai tersebut tergolong rendah sehingga
siswa daya pikir tergolong rendah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh TIMSS 2011 tentang tingkat
kecerdasan siswa seluruh dunia, Indonesia berada pada urutan rangkin ke 3 dari belakang
untuk kelompok IPA dan berada pada urutan rangkin ke 1 dari belakang untuk kelompok
Matematika. Informasi ini sangat memprihatinkan mengenai kondisi anak Indonesia di masa
akan datang yang lebih cendrun menjadi anak konsumtif dari pada anak yang produktif. Hal
ini, akan memberikan presenden negatif bagi bangsa Indonesia. Hal lain yang akan terjadi
bagi anak bangsa Indonesia ke depan adalah kurang manpu mengurus negaranya karena tidak
221
mampu bekerja keras, tidak bertanggung jawab, dan kurang mandiri. Untuk itu, sistem
pembelajaran dan sistem evaluasi yang dilakukan oleh guru disekolah perlu diperbaiki.
Solusi yang ditawarkan adalah melaksanakan pembelajaran pembentukan karakter
yang berbasis Lesson Stdy, pada pembelajaran ini ditekankan keatifan, kreatifitas dan daya
analisis siswa. Pembelajaran ini, guru menyadari mengenai kualitas dirinya melaksanakan
pembelajaran sehingga terbentuk sistem keatifan, kreatifitas, kemandirian dan tanggung
jawab pada diri siswa. Olehnya itu, kondisi anak indonesia pada masa yang akan datang lebih
baik dari pada kondisi sekarang. Anak indonesia menjadi anak yang produktif, hal tersebut
terlihat dari informasi karakter sikap siswa yaitu disiplin, kreatif, sifat ingin tahu, semangat
kebangsaan, dan gemar membaca, walaupun berkisar pada nilai 60 sampai 70. Hal ini berarti
anak-anak indonesia (yang berada di SMA Kabupaten Parigi-Moutong, Propinsi Sulawesi
Tengah) masih menaru harapan untuk diarahkan menjadi anak indonesia yang produktif dan
berahlak.
Bila diperhatikan gambar 1. Akan diperoleh informasi bahwa prestasi akademik siswa
dapat ditunjang oleh sikap semangat disiplin, kreatif, sifat ingin tahu, semangat kebangsaan,
dan gemar membaca. Sikap ini dibutuhkan bimbingan dan arahan untuk ditingkatkan
demikian pula yang masih rendah. Berdasarkan hal tersebut dibutuhkan juga kerja keras,
kreatifitas dari guru agar dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran selalu
ditanamkan sikap positif dan ketrampilan proses sains. Dengan demikian hasil pembelajaran
yang dapat diperoleh lebih mencerdaskan siswa, artinya siswa memperoleh pemahaman
pengetahuan yang baik, trampil dan inovatif dalam mengaplikasikan serta selalu ingin
mengembangkan ilmunya untuk lebih bermanfaat untuk kepentingan bangsa dan negara.
222
Gb.1 ini menginformasikan kombinasi 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah affektif,
dan ranah psikomotor. Ketiga ranah tersebut (secara rata-rata) tidak signifikan nilainya.
Artinya nilai ranah kognitif yang tinggi tidak diiringi dengan nilai ranah affektif dan
psikomotor. Hal seperti demikian menyebabkan siswa kurang cerdas dan kurang inovatif.
VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil sementara dari penelitian ini yang dapat disimpulkan adalah:
1. Rata-rata ranah kognitif siswa untuk mata pelajaran matematika, fisika, kimia, dan
biologi termasuk memenuhi kriteria ketuntasan hasil belajar
2. Rata-rata ranah affektif dan ranah psikomotor siswa masih rendah
3. Karena tidak signifikan nilai ketiga ranah, daya saing siswa masih rendah
B. Saran
1. Diperlukan perhatian dalam membentuk karakter positif (sikap positif dan
psikomotor) pada setiap siswa
2. Setiap sekolah mengimbau kepada setiap guru untuk dapat melaksanakan
pembelajaran yang berbasis Lesson Study karena disitu dapat meningkatkan ranah
kognitif bagi siswa dan membangun karakter positif (sikap positif dan psikomotor)
pada diri setiap siswa
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90 8377.14
79.8884.86
29.2
21.91
50.67
4.72
18.66
34.83
47.1545.73
56.34
70.49
45.37
64.51
42.9347.31
76.5879.51
16.1
50.24
35.85
54.76
78.76
55.12
33.98
23.41
Gb.1 Analisis Kognitif, psikomotor, dan sikap siswa SMA Kab. Parigi 2012/2013
223
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Anonimous, 2005. UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Anonimous, 2005. Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan
Depdiknas, 2005. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009
Menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang. Jakarta.
E. Kosasih Danasasmita, 2010. Peran Lembaga Pendidikan Guru Dalam Menyiapkan Guru
yang Berkarakter, Proceedings of the 4th international Confrence on
Teacher Education; Join Confrence UPI & UPSI, Bandung, Indonesia
Femmy Eka Kartika Putri, dkk., 2011. Pedoman Pembinaan Pendidikan Akhlak Mulia Siswa
Melalui Pengembangan Budaya Sekolah, Kementerian Pendidikan Nasional
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Jakarta
Gede Raka, dkk.,2011, Pendidikan Karakter di Sekolah, Seri Pendidikan Karakter Yayasan
Jati Diri Bangsa, Penerbit PT Elex Media Komputindo Kompas Gramedia,
Jakarta
Ibrohim, 2011. Kajian Komparasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) IPA Guru
Indonesia dan Lesson Plan Guru Jepang, Prosiding Seminar Nasional LS
IV, FMIPA UM, Malang
Istamar Syamsuri dan Ibrohim, 2008, Lesson Study , Penerbit Universitas negeri Malang (UM
Press), Malang
Muhamad Zainudin, 2000. Metodologi Penelitian, Airlangga University Press, Surabaya
Muslimin Ibrahim, 2012. Model Pembelajaran Pemaknaan Sebagai Strategi Membangun
Siswa Komprehensif Melalui Sains untuk Kemandirian Bangsa, Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Sains, Program Studi Pendidikan Sains
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Rella Turella, Muhammad Sohib, dan Tati Setiawati, 2009. Peningkatan Kinerja Guru IPA
SMP Melalui Lesson Study, Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam,
Vol. VII-No.8
224
Sa’dun Akbar, 2012. Revitalisasi Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran MIPA di Kelas,
Prosiding Seminar Nasional MIPA dan Pembelajaran, FMIPA UM,
Malang
Soedarsono dan Soemarno, 2010. Karakter Mengantar Bangsa: Dari Gelap Menuju Terang.
Elex Media Komputindo, Jakarta
Suherman, 2011, Lesson study untuk meningkatkan kami (kreativitas, aktivitas, motivasi, dan
inovasi) pada pembelajaran kimia fisik, Prosiding Seminar Nasional Lesson
Study IV, Universitas Negeri Malang, Malang
Suherman, 2012. Pendidikan karakter dan tugas profesional guru, Makalah disampaikan
pada pelatihan pendidikan berkarakter di sekolah, Palu
Sumar, 2007. Mutu Sumber Daya Manusia, makalah disampaikan pada seminar nasional
Yunita, 2009. Mengapa SDM Guru MIPA Perlu Berkualitas Dalam Menghadapi Ujian
Nasional?. Makalah di Presentasikan Pada Seminar Nasional Pendidikan
Kimia FKIP, Universitas Tadulako. Palu
225
Peningkatan Kemampuan Mahasiswa dalam Pengelolaan
Pembelajaran bagi Mahasiswa Program Studi PGSD di
SDN Ajung 01 Jember Melalui PPL Berbasis
Lesson Study
Agustiningsih1 1 Program Studi PGSD FKIP Universitas Jember
Abstrak : Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) yang dilaksanakan oleh Program Studi
PGSD sudah menerapkan PPL berbasis Lesson Study. Tujuan pelaksanaan PPL berbasis
lesson study adalah meningkatkan pengalaman mahasiswa dalam mengelola
pembelajaran. Waktu pelaksanaan PPL mahasiswa PGSD adalah selama 3 bulan. Praktik
mengajar yang dilakukan ditentukan sebanyak 3 putaran. Pelaksanaan praktik putaran
pembelajaran mengacu pada tahapan lesson study yaitu plan, do, see. PPL berbasis
lesson study memberikan banyak manfaat terutama bagi mahasiswa dalam rangka
meningkatkan kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran. Melalui lesson study banyak
hal yang bermanfaat dan berdampak positif terhadap peningkatan kemampuan mahasiswa
dalam pengelolaan pembelajaran. Ketika mahasiswa menjadi guru model salah satu
manfaatnya adalah mahasiswa dapat mengetahui kelemahan pembelajaran yang
dilakukannya sehingga mahasiswa mengetahui bagaimana cara memperbaikinya.
Sedangkan manfaat menjadi observer adalah mahasiswa dapat melihat guru model dalam
pengelolaan pembelajaran dan membelajarkan siswa-siswanya. Manfaat lain dalam
pelaksanaan lesson study adalah saat kegiatan plan mahasiswa belajar memberikan
masukan dan menyumbangkan ide untuk perbaikan perangkat pembelajaran, sedangkan
pada saat kegiatan see mahasiswa dapat memberikan masukan berdasarkan hasil
observasi pada saat pembelajaran. Hal yang paling penting adalah mahasiswa dapat
belajar tentang cara guru dalam mengelola pembelajaran yang membuat siswa aktif
selama kegiatan pembelajaran. Melalui lesson study mahasiswa dapat berbagi
pengalaman tentang pengelolaan pembelajaran yang efektif dan cara memilih metode
pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran.
Kata kunci : pengelolaan pembelajaran, aktivitas belajar, lesson study di SDN Ajung 01
PENDAHULUAN
Program Pemantapan Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan titik
kulminasi dari seluruh program pendidikan yang telah dipelajari dan dialami oleh
mahasiswa. Sehubungan itu maka PPL dapat diartikan sebagai suatu program
yang merupakan ajang pelatihan dan pemantapan untuk menerapkan berbagai
pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam rangka pembentukan guru yang
profesional. PPL juga merupakan suatu program yang mempersyaratkan
226
kemampuan aplikatif dan terpadu dari seluruh pengalaman belajar sebelumnya
kedalam program latihan berupa kinerja dalam semua hal yang berkaitan dengan
jabatan keguruan, baik kegiatan mengajar maupun tugas-tugas keguruan lainnya
yang diwujudkan dalam bentuk pelatihan terbatas, pelatihan terbimbing, dan
pelatihan mandiri yang diarahkan kepada terbentuknya kemampuan keguruan,
yang terjadwal secara sistematis dibawah bimbingan dosen pembimbing dan guru
pamong yang memenuhi syarat. Program Pemantapan Pengalaman Lapangan
adalah suatu program bagi mahasiswa S-1 PGSD yang merupakan bagian
intrakurikuler dan dilaksanakan oleh mahasiswa yang mencakup latihan
mengajar maupun tugas kependidikan.
Program Pemantapan Pengalaman Lapangan merupakan suatu proses
perpaduan berbagai komponen pengajaran dan pengetahuan teoritik dengan
praktik. Praktik Pemantapan Pengalaman Lapangan merupakan muara dari segala
teori yang harus dilaksanakan langsung di lapangan. Hal yang ingin dicapai dalam
Praktik Pemantapan Pengalaman Lapangan adalah pembentukan pribadi calon
pendidik yang ahli dalam kependidikan dan memiliki seperangkat pengetahuan,
ketrampilan nilai dan sikap serta tingkah laku yang diperlukan bagi profesinya.
Guru yang profesional adalah guru yang ahli dalam bidangnya yang
merupakan kristalisasi dari nilai-nilai teoritis yang telah diperoleh salama di
kampus, sehingga nantinya calon guru dapat melaksanakan kegiatan, perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian serta dapat berperan dalam melaksanakan tugas
pokoknya antara lain:
a. Tugas pedagogik, yaitu guru harus mampu malaksanakan tugas-tugas
kependidikan.
b. Tugas profesional yaitu seorang guru mendidik murid dalam rangka
mengembangkan kemampuan berfikir dan melatih keterampilan
penerapan teknologi.
c. Tugas personal/ manusiawi yaitu mendidik diri sendiri (otodidak) dan
menempatkan diri pada kepentingan subyek didik. Disinilah guru
menjadi orang tua kedua di sekolah.
227
d. Tugas sosial/kemasyarakatan yaitu membentuk manusia serta warga
negara yang baik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dalam hal ini
guru berperan sebagai pengantar masa depan anak didik dan penggerak
kemajuan.
e. Untuk dapat mencapai itu bagi calon guru diperlukan penerapan
berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui praktik Pemantapan
Pengalaman Lapangan.
Pelaksanaan pemantapan lapangan (PPL) Progeam Studi S1 PGSD saat ini
menerapakan sistem Lesson Study yaitu model pembinaan profesi pendidik
melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan
berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun
komonitas belajar. Lesson Study bukan metode atau strategi pembelajaran, tetapi
kegiatan Lesson Study dapat menerapkan beberapa metode atau strategi
pembelajaran yang sesuai dengan situasi atau kondisi dan permasalahan yang
dihadapi. Lesson study dipilih dan diimplementasikan dalam rangka peningkatan
profesionalisme guru karena empat alasan utama.
Pertama, lesson study merupakan suatu cara efektif untuk meningkatkan
kualitas belajar dan mengajar di kelas, dengan alasan (1) pengembangan lesson
study dilakukan dan didasarkan pada hasil “sharing” pengetahuan profesional
yang berlandaskan pada praktek dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan para
guru; (2) penekanan mendasar suatu lesson study adalah para siswa memiliki
kualitas belajar yang baik; (3) tujuan pembelajaran digunakan sebagai fokus dan
titik perhatian utama dalam pembelajaran di kelas; (4) berdasarkan pengalaman
real di kelas, lesson study mampu menjadi landasan bagi pengembangan
pembelajaran; dan (5) lesson study akan menempatkan peran para guru sebagai
peneliti pembelajaran (Lewis, 2002).
Kedua, lesson study yang didesain dengan baik akan menghasilkan guru
yang prefesional dan inovatif. Dengan melaksanakan lesson study para guru dapat
(1) menentukan tujuan, satuan pelajaran (unit lesson), dan mata pelajaran yang
efektif, (2) mengkaji dan meningkatkan pelajaran yang bermanfaat bagi siswa, (3)
memperdalam pengetahuan tentang mata pelajaran yang disajikan para guru, ( 4)
228
menentukan tujuan jangka panjang yang akan dicapai para siswa, (5)
merencanakan pelajaran secara kolaboratif, (6) mengkaji secara teliti belajar dan
perilaku siswa, (7) mengembangkan pengetahuan tentang pembelajaran yang
dapat diandalkan, (8) melakukan refleksi terhadap pengajaran yang
dilaksnakannya berdasarkan pandangan siswa dan koleganya (Muchtar, 2006).
Ketiga, lesson study memiliki beberapa manfaat, antara lain: (1) mereduksi
isolasi guru, (2) membantu guru untuk mengobservasi dan memberi kritik
terhadap suatu pembelajaran, (3) memperdalam pemahaman guru terhadap isi
(content) dan sekuen atau urutan materi pelajaran, (4) memberi wahana bagi guru
untuk memfokuskan pada bantuan belajar bagi siswa, dan (5) meningkatkan
kolaborasi dan respek guru satu dengan lainnya.
Keempat, lesson study memiliki beberapa keistimewaan, antara lain (1)
lesson study mendorong para guru untuk belajar sepanjang hayat dalam upaya
meningkatkan profesionalismenya, (2) lesson study dirancang secara kolaboratif
dalam kurun waktu tertentu melalui suatu studi yang intensif terhadap materi ajar,
karakteristik siswa, dan strategi pembelajaran, (3) lesson study menawarkan suatu
proses dalam menumbuhkembnagkan motivasi belajar siswa, (4) lesson study
memberi dorongan untuk memberi fokus pada berpikir siswa melalui observasi
kela, (5) lesson study memicu terjadinya refleksi berbasis pada data observasi di
kelas, dan (6) lesson study memunculkan perpektif baru tentang belajar dan
mengajar.
Interaksi yang dikembangkan dalam suatu diskusi akan sangat berperan
dalam proses berkembangnya pengetahuan pada diri seseorang. Lesson study
sebagai suatu kegiatan yang yang diawali dengan pengembangan perencanaan
pembelajaran secara kolaboratif, pelaksanaan proses pembelajaran yang
dilangsungkan secara terbuka dengan melibatkan sejumlah observer, dan
ditindaklanjuti dengan diskusi dan refleksi pasca pembelajaran, merupakan suatu
kegitan yang sangat potensial untuk menciptakan suasana interaksi yang kondusif
antar berbagai pihak yaitu mahasiswa PPL, guru pamong, dosen pembimbing
PPL, Kepala Sekolah, pengawas, komite sekolah, dan lain sebagainya. Melalui
interaksi yang terjadi dalam berbagai tahapan kegiatan lesson study akan sangat
229
dimungkinkan terjadinya tukar gagasan (sharing) pengetahuan. Dengan
berkembangnya pengetahuan secara konstruktif berbasis pada data observasi yang
objektif di kelas, masing-masing pihak akan memperoleh input dan umpan balik,
dan juga akan sangat mungkin dapat memunculkan berbagai inovasi
pembelajaran.
Persiapan lesson study meliputi beberapa kegiatan, antara lain indentifikasi
masalah pembelajaran, analisis masalah pembelajaran dari aspek materi ajar, serta
alternatif strategi pembelajaran yang mungkin diterapkan, dan penyusunan
rencana pembelajaran. Pada tahap ini, para guru berkolaborasi melakukan analisis
terhadap pembelajaran yang biasa dilakukan untuk topik tertentu, mendiskusikan
cara-cara yang mungkin untuk mengatasi masalah pembelajaran, memilih
alternatif yang terbaik yang akan diuji-cobakan, menyiapkan teaching material
serta merancang strategi pembelajaran yang inovatif untuk topik terpilih. Karena
fokus diskusi meliputi materi ajar, teaching material, strategi pembelajaran yang
inovatif, pihak-pihak yang terlibat dalam diskusi akan berkontribusi sesuai dengan
kemampuan dan pengalamannya. Dengan demikian, berarti terjadi sharing
pengalaman dan pengetahuan secara konstruktif, sehingga wawasannya tentang
masalah pembelajaran semakin berkembang.
Ada beberapa persyaratan yang perlu disiapkan agar lesson study dapat
dilaksanakan dengan baik, yakni (1) diperlukan semangat introspeksi diri
terhadap apa yang sudah dilakukan selama ini dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Pertanyaan-pertanyaan seperti apakah saya sudah melakukan tugas
mendidik dengan baik, apakah saya sudah dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa, apakah saya telah mengidentifikasi dan mengenali miskonsepsi siswa,
apakah saya sudah mengembangkan keterampilan berpikir siswa, apakah saya
sudah dapat meminimalkan kesulitan belajar siswa, adalah pertanyaan-pertanyaan
yang harus dijawab secara jujur. Jawaban-jawaban tersebut akan memberi
dorongan untuk mencari cara gunba menyempurnakan kekurangan-kekurangan
atas jawaban tersebut; (2) diperlukan keberanian membuka diri untuk dapat
menerima kritik dan saran dari pihak lain dalam upaya meningkatkan kualitas diri;
(3) diperlukan keberanian untuk mengakui kesalahan diri sendiri; (4) diperlukan
230
keberanian untuk mengakui dan menggunakan ide orang lain yang lebih baik; (5)
diperlukan keberanian untuk memberi kritik dan masukan secara objektif kepada
orang lain; dan (6) diperlukan komitmen pengelola sekolah, MGMP, Dinas
Pendidikan, Perguruan Tinggi, Komite Sekolah, dan pemerhati pendidikan
(Joharmawan, 2006:2).
I. PEMBAHASAN
Pelaksanaan KK-PPL Program Studi PGSD meliputi 2 kegiatran yaitu
KK-PPL Pembelajaran dan KK-PPL non Pembelajaran. Pada kegiatan KK-PPL
pembelajaran dilaksanakan melalui PPL berbasis lesson study. Pelaksanaan
praktik mengajar yang dilaksanakan oleh setiap mahasiswa PPL adalah sebanyak
tiga putaran dengan masing-masing putaran terdiri dari 3 siklus. Tahap
pelaksanaan KK-PPL putaran pertama adalah latihan mengajar terbimbing
pertama kali yang dilaksanakan di kelas rendah yakni di kelas III B dengan mata
pelajaran IPS. Dalam pelaksanaanya KK-PPL putaran pertama ini terdiri dari tiga
siklus yakni siklus I, siklus II, dan siklus III. Dimana setiap siklusnya terdapat
tiga tahapan lesson study yaitu: plan dalam rangka perencanaan dan pembahasan
RPP, berikutnya adalah tahapan do adalah tahapan implementasi RPP, dan see
adalaha refleksi pembelajaran sebagai wujud implementasi RPP. Berikut adalah
penjabaran dari ketiga siklus tersebut
Kegiatan Siklus I
Kegiatan siklus 1 adalah latihan mengajar terbimbing yang dilaksanakan
pertama kali oleh mahasiwa (praktikan) pada putaran pertama. Kegiatan ini terdiri
dari tiga tahapan sebagai berikut :
Perencanaan (Plan)
Hal utama yang harus dilakukan seorang guru sebelum melasanakan praktik
mengajar adalah penyusunan RPP. Dengan adanya RPP ini kegiatan belajar
mengajar akan terarah sesuai dengan urutan waktu, sesuai dengan materi yang
tersusun dan tentunya semuanya terarah dengan baik. Sebelum menyusun RPP,
mahasiswa praktikan terlebih dahulu meminta materi kepada guru pamong.
Setelah menerima materi yang diberikan oleh guru pamong, mahasiswa praktikan
231
bergabung bersam teman satu kelompoknya untuk membahas dan mendiskusikan
penyususan RPP yang kemudian mengkonsultasikannya kepada guru pamong dan
dosen pembimbing.
Perencanaan penyusunan RPP berlangsung pada pada hari sabtu, 31
Agustus 2013 diawali dengan menganalisis KD, materi ,dan indikator yang
diberikan oleh guru pamong. Materi yang diberikan merupakan materi lanjutan
dari yang telah diajarkan oleh guru pamong. Kemudian dilanjutkan dengan
membahas tentang penggunaan metode, media, skenario pembelajaran dan
penilaian yang cocok untuk materi tersebut. Dan juga menetukan tema yang
sesuai dengan KD dan materi yang diajarkan. Sebab RPP yang disusun adalah
RPP untuk kelas rendah sehingga harus mencantumkan tema.
Hasil diskusi pembahasan RPP bersama teman sekelompok dengan materi
tentang manfaat lingkungan alam dan buatan adalah indikator yang diberikan guru
pamong dikembangkan menjadi 3 aspek yakni kognitif, afektif, dan psikomotor.
Metode yang dipilih yakni tanya jawab, diskusi kelompok, presentasi, ceramah
aktif, dan penugasan. Alasan penggunaan diskusi kelompok karena melalui
diskusi siswa dilatih untuk saling bekerjasama dan bertukar pendapat dalam
pembelajaran dan juga karena pengaturan tempat duduk pada kelas III-B telah
dibentuk kelompok. Dan untuk skenario pembelajaranya terbagi atas pendahuluan
(15 menit), kegiatan inti (70 menit), dan penutup (20 menit). Sedangkan media
pembelajaran yang dirasa cocok ialah media audio visual yakni media gambar
lingkungan dan manfaatnya yang ditayangkan lewat viewer. Alasan penggunaan
media tersebut adalah karena anak kelas rendah masih memerlukan pengajaran
yang bersifat konkrit. Sehingga dengan menampilkan gambar-gambar nyata, anak
akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dan untuk instrumen
penilaian yang digunakan adalah tes tulis dan performansi. Dengan penilaian
tersebut baik hasil maupun proses akan mendapat penilaian, sehingga ke tiga
aspek pada indikator dapat tercapai.
Kegiatan perencanaan penyusunan RPP selanjutnya adalah
mengkonsultasikan RPP yang telah disusun melalui diskusi kepada guru pamong
dan dosen pembimbing. Konsultasi ini berkaitan dengan kesesuaian RPP dan
232
jenis evaluasi dengan materi dan karakteristik siswa di kelas, dan juga
kelengkapan komponen dari RPP tersebut. Dalam pembahasan ini, guru pamong
meminta agar indikator pada kognitif proses disamakan dengan indikator
kognitif produk. Serta alokasi waktu pada tahap pendahuluan dirasa terlalu lama.
Dosen pembimbing menyarankan bahwa media pembelajaran disarankan
menggunakan media yang dekat dengan lingkungan siswa. Berdasarkan saran
yang diberikan oleh guru pamong dan dosen pembimbing dijadikan sebagai dasar
untuk memperbaiki rencana pelaksanaan pembelajaran.
Implementasi Pembelajaran (Do)
Implementasi RPP merupakan tahap pelaksanaan RPP yang telah disusun
melalui diskusi dan konsultasi sebelumnya. Kegiatan praktik mengajar ini
merupakan praktik pertama kalinya oleh mahasiswa praktikan yang berlangsung
pada hari selasa tanggal 03 September 2013. Sebelum praktik mengajar,
Praktikan terlebih dahulu menyerahkan RPP dan lembar penilaian kepada guru
pamong dan lembar observasi pada observer.
Sesuai skenario pembelajaran, Praktikan memulai pelajaran dengan
memberi salam, mengajak siswa berdoa bersama, mengabsen siswa sambil
berkenalan dan memperkenalkan diri, dan membuat kesepakatan dalam
pembelajaran. Salah satunya adalah bagi setiap siswa yang terlibat aktif dalam
pembelajaran, akan diberikan penghargaan berupa simbol senyum untuk individu
dan kelompok. Bagi siswa yang memiliki simbol terbanyak, di akhir praktik
mengajar akan diberikan hadiah oleh praktikan. Setelah itu praktikan menguraikan
apersepsi. Pada saat apersepsi guru mengajak siswa bersama-sama menyanyikan
lagu anak “Paman Datang”. Kemudian siswa diminta menyebutkan lingkungan
alam dan buatan yang ada di lagu tersebut. Setelah apersepsi, praktikan
menyampaikan tujuan pembelajaran.
Pada kegiatan inti, praktikan memulai dengan menampilkan gambar melalui
viewer. Namun karena viewer tidak bisa digunakan, praktikan menggunakan
alternatif lain yaitu menunjukkan gambar lingkungan secara langsung. Praktikan
menunjukkan gambar pemandangan dan meminta siswa menyebutkan lingkungan
alam dan buatan yang ada dalam gambar tersebut. Kemudian dengan
233
menunjukkan gambar lingkungan secara langsung dan gambar manfaat
lingkungan melalui laptop, Praktikan menjelaskan manfaat lingkungan alam dan
buatan bagi manusia. Setelah itu, Praktikan membentuk kelas menjadi 6 kelompok
dan memberikan tugas kelompok. Praktikan menjelaskan tugas kelompok yang
diberikan. Kemudian masing-masing kelompok mendiskusikan dan
mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas. Selanjutnya praktikan
memberikan tugas mandiri dengan menceritakan lingkungan di sekitar sekolah di
depan kelas.
Kegiatan akhir dalam pembelajaran ini, praktikan menanyakan materi yang
belum dimengerti siswa dan melakukan refleksi dengan mengarahkan siswa untuk
menyimpulkan materi. Selanjutnya praktikan memberikan tindak lanjut berupa PR
yang dikerjakan secara individu. Kemudian praktikan mengakhiri pelajaran
dengan mengucapkan salam.
Observasi serta Refleksi Pembelajaran (See)
Setelah kegiatan pembelajaran dilaksanakan, praktikan, observer, guru
pamong dan dosen pembimbing dibimbing untuk merefleksi jalannya
pembelajaran yang telah dilaksanakan berdasarkan hasil analisis pengamatan guru
pamong dan teman mahasiswa sebagai observer. Kegiatan refleksi dilaksanakan
pada hari selasa, 03 September 2013. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk diskusi
yang dipandu oleh guru pamong dan diikuti oleh anggota kelompok. Diskusi
dimulai dengan penyampaian kesan dan komentar kepada praktikan seputar
pembelajaran yang telah dilakukan.
Menurut teman yang bertindak sebagai observer, pembelajaran sudah cukup
baik dan menarik. Siswa sangat antusias mengikuti pelajarannya. Namun
kekurangannya, pada saat penugasan kelompok, hanya ketua kelompok saja yang
mengerjakan tugasnya, sedangkan anggotanya hanya bermain saja. Sehingga
dalam hal ini, praktikan kurang mampu memotivasi siswa untuk bekerjasama
dalam kelompok.
Sedangkan menurut guru pamong, media yang digunakan sudah cukup
menarik. Karena penggunaan media tersebut mampu menarik perhatian siswa.
Begitu juga dengan reward yang diberikan oleh praktikan, mampu memotivasi
234
siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Siswa secara bergantian menjawab
pertanyaan dari praktikan. Namun kekurangannya, Praktikan terlalu cepat dalam
penyampaian materi. Dan bahasa yang digunakan dalam penyampaian materi
masih sedikit sulit untuk dipahami siswa SD.
Kegiatan Siklus II
Kegiatan siklus II adalah latihan mengajar terbimbing yang dilaksanakan
kedua kalinya oleh mahasiswa (praktikan) pada putaran pertama. Kegiatan ini
juga terdiri dari tiga tahapan sebagai berikut :
Perencanaan (Plan)
Pada siklus II ini praktikan mendapatkan KD yang berbeda dengan KD pada
siklus I. Materi yang akan disampaikan pada siklus II adalah tentang cara
memelihara lingkungan alam dan buatan. Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I,
maka penyusunan RPP untuk siklus II merupakan perbaikan dari RPP siklus I.
Dalam penyusunannya masih sama dengan siklus I yaitu dengan cara
mendiskusikan dengan teman sekelompok mengenai indikator yang sesuai dengan
KD, materi, media dan metode yang sesuai, skenario pembelajaran, dan penilaian
yang akan diterapkan di kelas. Kegiatan diskusi ini berlangsung pada hari sabtu,
07 September 2013.
Dari hasil diskusi, indikator dikembangkan sesuai dengan kriteria yang
diberikan oleh guru pamong. Metode yang digunakan masih sama dengan metode
pada siklus I yaitu ceramah, tanya jawab, diskusi, presentasi dan penugasan.
Media yang digunakanpun masih sama seperti sebelumnya yaitu media gambar
lingkungan. Karena media ini memberi kemudahan kepada siswa untuk
memahami materi yang diajarkan. Dan juga siswa lebih antusias untuk aktif dalam
pembelajaran. Sedangkan untuk skenario pembelajarannya disusun dengan
mengingatkan siswa pada materi sebelumya. Karena materi yang akan diajarkan
masih berkaitan dengan materi sebelumnya. Dan mengkaitkannya dengan
kegiatan siswa sehari-hari. Hal ini dilakukan agar siswa lebih mudah untuk
memahami materi yang akan diajarkan. Untuk instrumen penilaian yang
digunakan adalah tes tulis dan performansi.
235
Selanjutnya RPP yang telah disusun melalui diskusi, dikonsultasikan kepada
guru pamong. Dalam pembahasan ini, menurut guru pamong RPP yang dibuat
sudah cukup baik dari yang pertama. Namun dalam lampirannya perlu
ditambahkan tentang cara penggunaan media. Selain itu, media yang digunakan
lebih baik jika menggunakan viewer. Namun karena viewer di sekolah masih
belum bisa digunakan maka media nyata pun juga baik.
Implementasi Pembelajaran (Do)
Implementasi RPP pada latihan mengajar siklus II ini dilaksanakan pada
hari selasa tanggal 10 September 2013. Materi yang diajarkan tentang cara
memelihara lingkungan alam dan buatan. Sesuai skenario pembelajaran, Praktikan
membuka pelajaran dengan salam, berdoa bersama dan dilanjutkan dengan
mengabsen siswa. Kemudian praktikan menguraikan apersepsi melalui tanya
jawab dengan siswa mengenai kegiatan siswa di rumah sebelum berangkat
sekolah berkaitan dengan cara memelihara lingkungan rumah. Contohnya,
membersihkan tempat tidur, menyapu halaman, dan membantu mencuci piring.
Kemudian praktikan menyampaikan tujuan pembelajaran.
Pada kegiatan inti, Praktikan memulai pelajaran dengan menempelkan
beberapa gambar lingkungan di papan tulis. Kemudian praktikan bertanya jawab
tentang manfaat lingkungan tersebut seperti yang telah dijelaskan pada materi
sebelumnya. Karena banyaknya manfaat dari suatu lingkungan, maka lingkungan
harus dipelihara. Selanjutnya melalui gambar-gambar tersebut praktikan
menjelaskan cara-cara memelihara lingkungan. Selesai menjelaskan, praktikan
membentuk kelas menjadi 6 kelompok dan memberikan tugas kelompok.
Praktikan menjelaskan cara mengerjakan tugas kelompok yang diberikan.
Kemudian masing-masing kelompok mendiskusikan dan mempresentasikan hasil
pekerjaannya di depan kelas. Selanjutnya praktikan memberikan tugas mandiri
dengan menggolongkan lingkungan alam dan buatan serta cara memeliharanya.
Pada kegiatan akhir, praktikan menanyakan materi yang belum dimengerti
siswa. Kemudian melakukan refleksi dengan menyimpulkan materi dan
memberikan tindak lanjut berupa PR. Selanjutnya praktikan mengakhiri pelajaran
dengan mengucapkan salam.
236
Observasi serta Refleksi Pembelajaran (See)
Setelah kegiatan pembelajaran dilaksanakan, Praktikan dibimbing untuk
merefleksi jalannya pembelajaran yang telah dilaksanakan berdasarkan hasil
analisis pengamatan guru pamong dan 1 teman mahasiswa sebagai observer.
Kegiatan refleksi dilaksanakan pada hari selasa tanggal 10 September 2013.
Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk diskusi yang dipandu oleh guru pamong dan
diikuti oleh anggota kelompok. Diskusi dimulai dengan penyampaian kesan dan
komentar kepada praktikan seputar pembelajaran yang telah dilakukan.
Menurut teman yang bertindak sebagai observer, praktikan sudah mampu
mengkondisikan seluruh anggota kelompok untuk bekerjasama dengan baik dalam
mengerjakan tugas kelompok. Dengan memberi hukuman bagi anggota kelompok
yang tidak aktif dalam kelompok. Namun kekurangannya, hukuman yang
diberikan disalahartikan oleh beberapa siswa. Sebab siswa tersebut beranggapan
hukuman yang diberikan merupakan bentuk perhatian dari praktikan.
Menurut guru pamong, pembelajaran pada siklus II ini sudah lebih baik dari
siklus I. Selain itu, Praktikan dianggap sudah mampu menguasai kelas. Terlihat
dari antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran. Namun kekurangannya,
praktikan belum menggunakan media papan tulis secara optimal. Sehingga saat
penyampaian materi, siswa hanya memperhatikan dan mendengarkan saja tetapi
tidak mencatat materi yang dijelaskan oleh praktikan.
Kegiatan Siklus III
Kegiatan siklus III adalah latihan mengajar terbimbing yang dilaksanakan
terakhir kalinya oleh mahasiwa (praktikan) pada putaran pertama. Kegiatan ini
juga terdiri dari tiga tahapan sebagai berikut :
Perencanaan (Plan)
Latihan mengajar terbimbing pada siklus yang terakhir ini, praktikan
mendapatkan KD yang sama dengan KD pada siklus II. Namun materi yang akan
diajarkan berbeda. Pada siklus III ini mengajarkan materi tentang manfaat
memelihara lingkungan dan dampak tidak memelihara lingkungan. Dalam
penyusunannya masih sama dengan siklus I dan II yaitu dengan cara
237
mendiskusikan dengan teman sekelompok mengenai indikator yang sesuai dengan
KD, materi, media dan metode yang sesuai, skenario pembelajaran, dan penilaian
yang akan diterapkan di kelas. Kegiatan diskusi ini berlangsung pada hari sabtu
tanggal 14 September 2013.
Dari hasil diskusi bersama teman 1 kelompok, metode yang digunakan
masih sama, yakni ceramah, diskusi, presentasi, dan penugasan. Media yang
digunakan pun masih tetap sama dengan siklus-siklus sebelumnya yakni media
gambar lingkungan. Alasannya pada materi lingkungan ini tidak memungkinkan
untuk menampilkan media aslinya. Ditambah viewer di sekolah masih belum bisa
digunakan. Sehingga untuk menghindari kebosanan pada siswa dalam menerima
pembelajaran, Praktikan menambahkan permainan dalam skenario
pembelajarannya. Permainan ini berupa permainan kelompok dengan mengisi
TTS pada pohon jawaban yang ditempel di papan tulis. Dan untuk instrumen
penilaian yang digunakan adalah tes tulis dan performansi.
Setelah RPP hasil diskusi disusun, dilanjutkan dengan
mengkonsultasikannya kepada guru pamong. Karena RPP pada siklus III
merupakan RPP perbaikan dari siklus-siklus sebelumnya, maka RPP ini telah
memenuhi kriteria-kriteria yang diberikan oleh guru pamong. Oleh karena itu,
menurut guru pamong RPP pada siklus III sudah sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan siswa. Ditambah lagi dengan adanya permainan dalam skenario akan
menambah keaktifan siswa dalam belajar.
Implementasi Pembelajaran (Do)
Implementasi RPP pada latihan mengajar siklus III ini dilaksanakan pada
hari selasa tanggal 17 September 2013. Materi yang diajarkan tentang manfaat
memelihara lingkungan dan akibat tidak memlihara lingkungan
Sesuai skenario pembelajaran, praktikan membuka pelajaran dengan salam,
berdoa bersama dan dilanjutkan dengan mengabsen siswa Setelah selelsai,
praktikan menguraikan apersepsi. Apersepsi diawali praktikan dengan
memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa tentang peristiwa alam yang
diketahui siswa. Misalnya,siapa yang pernah melihat banjir? Bagaimana bisa
238
terjadi banjir?. Selanjutnya, praktikan menyampaikan tujuan pembelajaran terkait
indikator yang akan dicapai.
Pada kegiatan inti, praktikan memulai dengan menempelkan gambar-
gambar peristiwa alam dan bertanya jawab dengan siswa terkait gambar tersebut.
Kemudian praktikan menjelaskan bahwa gambar tersebut merupakan akibat dari
tidak memelihara lingkungan. Sambil menjelaskan, praktikan meminta bantuan
siswa secara bergantian maju ke depan kelas untuk menuliskan penyebab
terjadinya peristiwa alam berdasarkan gambar di papan tulis sesuai dengan yang
dijelaskan oleh praktikan. Setelah menjelaskan akibat dari tidak memelihara
lingkungan, praktikan menjelaskan manfaat dari memelihara lingkungan. Setelah
semua materi disampaikan, praktikan mengadakan permainan kelompok.
Permainan ini dilakukan dengan meminta setiap perwakilan kelompok
secara bergantian maju kedepan untuk mengambil sedotan yang berisi soal.
Setelah mendapatkan soal, setiap kelompok mendiskusikan jawaban dan
menuliskannya pada lembar jawaban (mengisi TTS). Satu soal diberikan waktu
mengerjakan selama 2 menit. Yang selesai terlebih dahulu boleh maju ke depan
untuk mengambil sedotan selanjutnya. Setelah semua soal terjawab,semua lembar
kerja dikumpulkan dan bagi kelompok yang selesai pertama boleh menuliskan
salah satu jawabannya pada pohon jawaban. Jika jawabannya benar, maka
kelompok tersebut boleh memilih gambar lingkungan dan menempelkan di papan
tulis berdasarkan lingkungan terpelihara atau tidak. Setelah itu guru memberikan
tugas mandiri yang dikerjakan di buku dan dikumpulkan.
Pada kegiatan penutup, praktikan menanyakan materi yang belum
dimengerti siswa. Kemudian praktikan melakukan refleksi dengan mengarahkan
siswa menyimpulkan materi yang baru saja diajarkan. Sebelum menutup
pelajaran, praktikan meminta waktu untuk membagikan hadiah pada 3 orang
siswa yang memiliki simbol senyum paling banyak. Setelah itu, praktikan
mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam.
Observasi serta Refleksi Pembelajaran (See)
Setelah kegiatan pembelajaran dilaksanakan, Praktikan dibimbing untuk
merefleksi jalannya pembelajaran yang telah dilaksanakan berdasarkan hasil
239
analisis pengamatan guru pamong dan teman mahasiswa sebagai observer.
Kegiatan refleksi dilaksanakan pada hari selasa tanggal 10 September 2013.
Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk diskusi yang dipandu oleh guru pamong dan
diikuti oleh anggota kelompok. Diskusi dimulai dengan penyampaian kesan dan
komentar kepada praktikan seputar pembelajaran yang telah dilakukan.
Menurut teman yang bertindak sebagai observer. Pembelajaran pada siklus
III sudah lebih baik dari siklus sebelumnya. Media yang digunakan cukup
menarik terlebih pada media dalam permainan. Sehingga membuat siswa antusias
untuk mengikuti pembelajaran. Dan juga motivasi yang diberikan terhadap siswa
untuk bekerja sama dalam kelompok sudah cukup baik walupun masih ada
beberapa siswa yang mau mengerjakan bila diperintah atau dibimbing oleh
praktikan.
Sedangkan menurut guru pamong, secara keseluruhan sudah baik. Terdapat
peningkatan baik dalam pembuatan RPP, penggunaan media, dan praktik
mengajarnya dari siklus-siklus sebelumnya. Namun, kekurangannya, pada hasil
belajar siswa. Sebab masih ada beberapa siswa yang nilainya masih kurang. Hal
ini diakibatkan oleh keadaan dan latar belakang siswa yang bermasalah sehingga
berpengaruh pada hasil belajar.
II. PENUTUP
Berdasarkan uraian pelaksanaan KK-PPL pembelajaran selama 3 siklus
pembelajaran maka dapat diambil simpulan sebagai berikut.
Pertama, lesson study muncul sebagai salah satu alternatif guna mengatasi
masalah praktik pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif. Lesson
study juga merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Lesson
study merupakan pendekatan yang komprehensif menuju pembelajaran yang
profesional serta mendukung mahasiswa sebagai calon guru dalam rangka belajar
menjadi guru profesional serta menjadi pembelajar sepanjang hayat dalam upaya
mengembangkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.
240
Kedua, melalui lesson study dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa
sebagai calon guru untuk meningkatkan kualitas belajar dan mengajar di kelas
mengingat pengembangan lesson study dilakukan dan didasarkan pada hasil
“sharing” pengetahuan profesional yang berlandaskan pada praktek dan hasil
pembelajaran yang dilaksanakan para guru. Melalui lesson study guru akan
terbantu dalam hal (1) mengembangkan pemikiran kritis tentang belajar dan
mengajar di kelas, (2) merancang program pembelajaran (RPP) yang berkualitas,
(3) mengobservasi bagaimana siswa berpikir dan belajar serta melakukan tindakan
yang cocok, (4) mendiskusikan dan merefleksikan aktivitas pembelajaran, dan (5)
mengidentifikasi pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
meningkatkan praktek pembelajaran.
Ketiga, pelaksanaan lesson study yang dilakukan dengan tiga tahapan
yaitu: perencanaan (plan), implementasi pembelajaran (do), dan observasi serta
refleksi pembelajaran (see) . Ketiga tahapan tersebut dilaksanakan dalam bentuk
siklus plan-do-see (reflection). Melalui lesson study diharapkan terjadi
peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru, peningkatan kualitas
pembelajaran, peningkatan hasil belajar, dan membangun serta mengembangkan
pembelajaran yang demokratis berbasis filosofi konstruktivisme.
Keempat, melalui lesson study menjadikan mahasiswa PPL lebih peka
terhadap permasalahan pengelolaan pembelajaran, sehingga menjadikan lebih
kreatif lagi dalam memilih dan menentukan model/metode pembelajaran dan
media pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa selama
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Mulyati dkk. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam dan Lingkunganku untuk Kelas
III SD/MI. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Lewis, Catherine C. 2002. Lesson Study: A Handbook of Teacher-Led
Instructional Change. Philadelphia, PA: Research for Better Schools. Inc.
241
Muchtar, A. Karim. 2006. Apa, Mengapa, dan Bagaimana Lesson Study. Makalah
disajikan pada Pelatihan Lesson Study Untuk Mengingkatkan Kompetensi
Guru Berprestasi dan Pengurus MGMP Bidang MIPA dan Bidang Studi
lainnya Jenjang SMP/MTS dan SMA?MA Wilayah Indonesia Timur.
Ridwan Joharmawan. 2006. Pengalaman Lesson Study di Malang. Makalah
Pelatihan Lesson Study untuk Meningkatkan Kompetensi Guru
Berprestasi dan Pengurus MGMP Bidang MIPA dan Bidang Study
Lainnya Jenjang SMP/MTs dan SMA/MA Wilayah Indonesia Timur.
242
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN STAD MELALUI LESSON STUDY
GUNA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN RETENSI SISWA PADA
POKOK BAHASAN SISTEM INDERA DI SMP NEGERI 2 WULUHAN
Anis Mubashiroh1, Mochammad Iqbal, S.Pd, M.Pd.2, Ir. Heriyanto3 1 Mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember
2 Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember 3 Guru IPA SMP Negeri 2 Wuluhan
Abstrak : Pemahaman konsep dan daya ingat sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil
belajar yang maksimal. Siswa yang memiliki daya ingat yang rendah cenderung melupakan apa saja yang telah
dipelajari. Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu
pembelajaran kooperatif dimana pada pembelajaran kooperatif tersebut siswa dapat berperan aktif membangun
pengetahuan, sehingga dapat mengingat informasi baru dan menyimpannya. Kelebihan dari model pembelajaran
STAD ini adalah dengan diadakannya postest, sehingga seorang guru bisa langsung mengetahui tingkat
keberhasilannya dalam pembelajaran dan juga akan membuat siswa lebih serius dalam mengikuti proses
pembelajaran. Lesson study dilakukan sebagai upaya untuk mengkaji kegiatan pembelajaran melalui kegiatan
perencanaan (plan), pelaksanaan (do), dan refleksi (see). Kegiatan Lesson Study ini dilaksanakan di SMPN 2
Wuluhan pada peserta didik kelas IX D. Dari hasil observasi tampak adanya peningkatan pemahaman siswa
yaitu dengan perolehan rerata 82, sedangkan sebelum dilakukan Lesson Study nilai reratanya 77. Kemudian
untuk retensi siswa juga mengalami peningkatan yaitu dengan perolehan rerata 93, sedangkan sebelum
dilakukan Lesson Study hanya 80,2. Dari hasil analisa data yang telah dilakukan bahwa pembelajaran kooperatif
Tipe STAD melalui Lesson Study dapat meningkatkan pemahaman konsep dan retensi siswa pada materi sistem
indera.
Kata kunci : Lesson Study, Pembelajaran kooperatif, postest, Student Teams Achievement Division (STAD)
PENDAHULUAN
Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan dan
perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara (Depdiknas: 2004).
Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia bagi
kehidupan dimasa yang akan datang. Pendidikan merupakan usaha manusia agar dapat
mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses pembelajaran di sekolah, baik
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Umum (SMU),
maupun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), serta Perguruan Tinggi (PT), yang masing-
masing memiliki visi, misi dan tujuan yang spesifik. Proses pendidikan itulah yang akan
banyak dinilai karena proses pendidikan sebagai salah satu titik tolak keberhasilan dan
kemajuan suatu bangsa. Beberapa karakteristik pembelajaran yang baik adalah
menyenangkan , menantang, mengembangkan keterampilan berfikir, mendorong peserta
didik untuk bereksplorasi, , memberi kesempatan untuk sukses, sehingga tumbuh ras
apercaya diri, dan memberi umpan balik dengan segera, sehingga peserta didik tahu
keberhasilan dan kegagalannya (Depdiknas, 2005, dalam Chotimah 2009). Karakteristik
243
pembelajaran ini dimaksudkan untuk dapat dipenuhi dalam rangka memperbaiki dan
meningkatkan kualitas pendidikan secara menyeluruh.
Berhasil dan tidaknya pencapaian hasil belajar seringkali dipengaruhi oleh proses
pembelajaran yang dirancang dan metode pembelajaran yang dipakai. Setiap kegiatan selalu
melibatkan dua pelaku aktif, yaitu pendidik dan peserta didik.
Belajar aktif sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar
yang maksimal. Peserta didik yang pasif atau hanya menerima informasi dari guru ada
kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diterima. Higgins (dalam O’Connell,
2007: 85) menyatakan bahwa peserta didik akan lebih bisa memahami dan memaknai konsep
yang menjadi tujuan pembelajaran jika peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran yang
berlangsung. Selain itu suatu konsep akan lebih dipahami dan diingat oleh peserta didik
apabila konsep tersebut disajikan melalui prosedur atau langkah-langkah yang menarik,
meskipun waktu yang disediakan terbatas. Maka dari itu sangat diperlukan adanya
pengembangan model pembelajaran yang menarik, melibatkan keaktifan peserta didik dan
dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika, salah satunya dengan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD).
Dalam proses belajar mengajar pendidik mempunyai tugas untuk memilih strategi
pembelajaran berikut media yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi
tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh karenan itu pendidik diharapkan mampu melakukan
inovasi – inovasi dalam pembelajaran. Dalam melakukan inovasi tersebut, pendidik dapat
berkolaborasi dengan sekelompok pendidik.
Bentuk dari kolaborasi tersebut dapat dilakukan melalui lesson study, dimana lesson
study Lesson Study merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas
dan mutual learning untuk membangun learning community. Lesson Study bukan suatu
metode pembelajaran atau suatu strategi pembelajaran, tetapi dalam kegiatan Lesson Study
dapat memilih dan menerapkan berbagai metode/strategi pembelajaran yang sesuai dengan
situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi pendidik. Lesson study dapat merupakan
suatu kegiatan pembelajaran dari sejumlah guru dan pakar pembelajaran yang mencakup 3
(tiga) tahap kegiatan, yaitu perencanaan (planning), implementasi (action) pembelajaran dan
244
observasi serta refleksi (reflection) terhadap perencanaan dan implementasi pembelajaran
tersebut, dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.(Mulyasa,E:2006).
Tujuan observasi ini adalah meningkatkan pemahaman konsep dan retensi siswa kelas
IX SMP Negeri 2 Wuluhan melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif STAD, pada
materi sistem indera. Hal ini didasarkan pada rendahnya kualitas proses dan hasil belajar
siswa yang disebabkan penggunaan metode atau pendekatan yang digunakan guru dalam
proses belajar mengajar. Selama ini guru hanya menggunakan metode ceramah dalam
melakukan proses belajar – mengajar.
Kegiatan Lesson study
Kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 2 Wuluhan diawali dengan sosialisasi oleh
Bapak Mochammad Iqbal, S.Pd., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Bidang Studi Biologi.
Beliau ingin mengembangkan dan memberika pengalaman LS di SMP Negeri 2 Wuluhan.
Kegiatan lesson study diawali dengan kegiatan persiapan ( plan),dalam kegiatan plan ini guru
model dengan guru satu timnya melakukan perencanaan yang akan dilakukan saat proses
pembelajaran nantinya, jadi meliputi pembahasan RPP. Kemudian tahab yang kedua yaitu
pelaksanaan (do), pada tahab ini guru model melakukan pembelajaran sesuai dengan
rancangan yang telah dibuat sebelumnya, pada saat pelaksanaan (do) juga dihadiri oleh tim
guru lainnya yang bertindak sebagai observer. Yang akan mencatat hal – hal apa saja yang
terjadi di dalam kelas tersebut. Kemudian untuk tahab yang terakhir yaitu refleksi, pada tahab
ini para observer akan menyampaikan segala hal yang sudah ditemukan dalam
pengamatannya tadi. Pada dasarnya tidak ada pembelajaran yang sempurna. Setiap
pembelajaran pasti memiliki aspek yang perlu dikembangkan dan menuntut kreativitas
dengan kerja keras, cerdas, dan profesional (Susilo,2009).
Dalam kegiatan LS ini seorang penulis juga pernah menjadi seorang guru model dan
juga sebagai observer. Dalam kegiatan LS ini banyak sekali keuntungan yang di dapat oleh
penulis, karena penulis bisa memperbaiki cara mengajarnya dari pembenahan dan saran-
saran yang telah disampaikan oleh para observer. Penulis juga bisa mendapatkan banyak
pengalaman dari hasil observasinya pada saat penulis jadi observer.
Pada saat menjadi guru model LS, penulis mengawalinya dengan kegiatan
perencanaan,yaitu dengan membuat RPP, LDS, hand out dan soal post test. Kemudian
pelaksanaan dan yang terakhir tahab refleksi.
245
METODE PENELITIAN
Lesson study ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Wuluhan, pada siswa kelas IX D, semester
ganjil tahun ajaran 2013-2014 yang terdiri dari 3 tahab. Yaitu Perencanaan (Plan),
Pelaksanaan ( Do), Dan Refleksi (See).
a. Perencanaan tindakan (Plan)
Menyusun rencana pembelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), RPP disusun sebagai persiapan guru
sebelum mengajar, agar dalam memberikan materi dapat berjalan sesuai dengan rencana.
Pada perencanaan ini guru model menyampaikan rancangan pembelajarannya, meliputi
metode yang akan digunakan, perangkat yang akan dipakai dan juga evaluasi yang akan
dipakai. Pada pelaksanaan Plan ini guru model menyampaikan bahwasanya akan memakai
model pembelajaran STAD, dengan diadakannya diskusi, kemudian postest di akhir
pembelajaran. Sehingga guru model menyiapkan handout, LDS, dan juga soal yang akan
digunakan sebagai postest. Plan disini dilakukan oleh guru model dan juga tiga guru lainnya
yang berperan sebagai observer nantinya. Tiga guru lainnya itu ada yang jadi moderator,
notulen dan anggota. Plan dilakukan pada tanggal 04 Oktober 2013.
b. Pelaksanaan tindakan(Do)
Pelaksanaan tindakan merupakan penerapan dari strategi pembelajaran yang telah
disusun oleh guru model sebelumnya. Pelaksanaan (do) merupakan tahap kegiatan
pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru model untuk mempraktikkan RPP yang
telah disusun sebelumnya. Do dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 2013.
Pada kegiatan awal guru mengkondisikan siswa supaya siap menerima pelajaran.
Adapun kegiatannya yaitu, guru memberi salam kepada siswa, memimpin doa selanjutnya
mengisi jurnal dan presensi untuk mengetahui jumlah siswa yang mengikuti pelajaran saat
itu, selanjutnya melakukan apersepsi atau memotivasi siswa dengan menggali daya ingat
siswa tentang materi sebelumnya, kemudian setelah siswa dapat menjawab, dilanjutkan
dengan menyampaikan materi yang akan diberikan, selanjutnya menuliskan judul materi di
papan tulis, dan yang terakhir adalah menyampaikan serta menuliskan tujuan pembelajaran
kepada siswa agar siswa mengetahui cakupan hasil belajar.
Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan inti, dimana siswa lebih banyak dilibatkan
dalam kegiatan ini. Dalam kegiatan inti tersebut guru menggunakan metode STAD , dimana
246
siswa dituntut aktif untuk memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru terlebih dahulu,
karena nanti pada waktu guru menyampaikan materi, di sela-sela penjelasan guru akan
memberikan pertanyaan pada siswa mengenai materi yang dijelaskan, maka dari itu siswa
disini dituntut aktif untuk menjawab pertanyaan dari guru karena setiap pertanyaan yang di
berikan pada siswa akan diberikan poin bagi siswa yang bisa menjawab, akan tetapi apabila
siswa tidak menjawab sama sekali maka siswa tersebut tidak akan mendapatkan poin.
Setelah guru selesai menyampaikan materi, guru memberi instruksi kepada peserta
didik untuk membentuk kelompok, setiap kelompok terdiri dari 6 orang. Jadi total ada 5
kelompok. Kemudian guru membagikan hand out dan juga LDS untuk dilakukan diskusi.
Pembagian LDS diberikan pada masing – masing siswa, hal ini bertujuan agar setiap siswa
merasa mempunyai tanggung jawab. Pada diskusi kali ini keadaan tiap – tiap kelompok sudah
mulai tertib. Pada saat diskusi berlangsung guru model berkeliling mendekati tiap – tiap
siswanya untuk memberikan suatu pengarahan. Setelah diskusi siswa mengumpulkan hasil
diskusinya dan siap – siap melakukan postest.
Saat postest berlangsung, siswa juga terlihat tertib, tidak gaduh. Hal ini karena siswa
sudah mengetahui di awal pembelajaran seorang guru model sudah menginstruksikan
bahwasanya nantinya akan ada postest, sehingga siswa benar – benar telah siap.
Kegiatan yang ketiga adalah kegiatan akhir yang meliputi kegiatan penutup. Dalam
kegiatan ini, guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah didiskusikan bersama.
Kemudian guru memberikan tugas terstruktur pada siswa.
Gambar1. proses diskusi siswa
247
Gambar 2. siswa saat melakukan postest
Pada kegiatan Do ini, para observer melakukan observasi. Observasi yang dilakukan
oleh para observer adalah murni mengamati proses belajar para peserta didik, karena para
observer tidak diperbolehkan menghakimi guru model.
c. Refleksi
Kegiatan refleksi dilaksanakan setelah selesai pelaksanaan pembelajaran dan
observasi. Tahapan ini merupakan refleksi dari proses pembelajaran yang baru saja
dilaksakan berdasarkan analisis hasil pengamatan dari para observer. Kegiatan refleksi
dilakukan dalam bentuk diskusi yang diikuti seluruh anggota kelompok yang dipandu oleh
salah satu anggota kelompok yang telah ditunjuk sebagai moderator.
Proses diskusi ini dimulai dengan penyampaian kesan dan komentar praktikan dalam
mempraktikkan kegiatan pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Sebelumnya
terlebih dahulu moderator mempersilahkan guru model untuk menyampaikan hal - hal yang
dialami selama proses pembelajaran tadi. Kemudian para observer menyampaikan hasil
belajar siswa, tentang hal berikut :
Bagaimana kesiapan belajar peserta didik ? (respon ketika guru mempersiapkan
belajar siswa)
Bagaimana interaksi yang terjadi dalam pembelajaran : siswa dengan siswa lain, dan
siswa dengan guru ? (kapan dimulai dan sampai kapan terjadi)
Mengapa siswa tidak belajar / konsentrasi ?
Bagaimana jalan keluar mengatasi siswa yang tidak belajar ?
Bagaimana siswa terlibat dalam kegiatan penutup (melakukan refleksi, merangkum,
dan sebagainya) ?
Pelajaran apa yang dapat dipetik dari kejadian tersebut ?
Kritik dan saran disampaikan secara bijak tanpa merendahkan guru (80% memuji,
20% memberikan masukan / saran dan kritikan yang bersifat positif).
248
HASIL DAN DISKUSI
Hasil Observasi
Hasil observasi berikut didasarkan pada lembar pengamatan LS.
Kegiatan Pendahuluan
Bagaimana kesiapan belajar peserta didik ? (respon ketika guru mempersiapkan
belajar siswa)
Saat awal pembelajaran dimulai hampir 90% siswa telah siap dan antusias dan 10%
lainnya belum siap. Hal ini dikarenakan siswa yang masih belum siap menerima
pelajaran, dikarenakan waktu pelaksanaannya siang hari. Sehingga mereka mungkin
merasa lelah.
Bagaimana kondisi / respon siswa ketika guru menyampaikan kegiatan apersepsi
/ motivasi / pemanasan berpikir / advance oragnizer
Ketika guru model memberikan apersepsi. Siswa merespon dengan baik, hal ini
kemungkinan dikarenakan siswa merasa takut dengan adanya para observer. Sehingga
mereka sangat aktif dan antusias mengikuti proses pembelajaran. Ini merupakan salah
satu keuntungan dengan didakannya Lesson Study ini.
Kegiatan Inti
Bagaimana interaksi yang terjadi dalam pembelajaran : siswa dengan siswa lain,
dan siswa dengan guru ? (kapan dimulai dan sampai kapan terjadi)
Interaksi yang terjadi antar siswa dengan siswa lain terjadi pada saat diskusi. Hal ini
terlihat pada saat diskusi, siswa bertanya kepada temannya mengenai jawaban dan
pemecahan soal pada LDS.
Siswa mana yang tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik (atau tergangggu
dalam belajar) pada hari itu ?
Siswa yang kurang bisa mengikuti pembelajaran adalah M.yuyus.
Mengapa siswa tersebut tidak belajar / konsentrasi ? menurut anda apa
penyebabnya.
Siswa tersebut pada dasarnya memang sulit diatur, sehingga walaupun sudah ditegur
ia tetap mengabaikan.
Bagaimana usaha guru untuk mengatasi gangguan belajar tersebut ? kapan
gangguan belajar tersebut teratasi ?
249
Gangguan belajar pada siswa tersebut dapat diatasi dengan melakukan pendekatan dan
memberi perhatian yang lebih kepadanya.
Menurut anda, alternatif apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi siswa yang
terganggu dalam belajar ?
Guru lebih sering memantau dan memberikan bimbingan lebih selama proses
pembelajaran, dan lebih sering menggunakan stratesi pembelajaran dengan
menggunakan diskusi agar lebih sering terjadi interaksi positif antar siswa.
Bagaimana usaha guru dalam mendorong siswa yang tidak aktif belajar ?
Pada saat kegiatan do, siswa yang tidak aktif belajar (belum paham, namun tidak
bertanya) telah dibimbing guru secara langsung dengan menjelaskan ulang tahap demi
tahap.
Kegiatan Penutup
Bagaimana siswa terlibat dalam kegiatan penutup (melakukan refleksi,
merangkum, dan sebagainya) ?
Guru agak cepat memberikan kegiatan refleksi karena keterbatasan waktu, sebab
alokasi waktu lebih banyak pada kegiatan diskusi dan posttest.
Bagaimana respon siswa, ketika guru menyampaikan tindak lanjut
pembelajaran (seperti memberikan arahan, memberi tugas sebagai bagian dari
remidi) ?
Siswa langsung menjawab “iya”, ketika guru menyampaikan tugas yang harus
disiapkan pada pertemuan yang akan datang
Hikmah Pembelajaran
Pelajaran berharga apa yang dapat Anda dipetik dari pengamatan
pembelajaran hari ini ?
Pelajaran berharga yang dapat ditemukan dari pelaksanaan do adalah:
1) Persiapan pembelajaran yang maksimal akan menghasilkan kegiatan
pembelajaran yang baik, menyenangkan dan teratur.
Berikut adalah hasil belajar yang diperoleh :
250
PEMBAHASAN
Dari hasil perencanaan, pelaksanaan dan refleksi diperoleh bahasan sebagai berikut .
Pada tahap perencanaan, penulis mendapat masukan dari observer agar memberi LDS pada
masing – masing siswa supaya setiap siswa merasa dirinya mempunyai tanggung jawab. .
Pada kegiatan pelaksanaan, guru model masuk kelas beserta para observer.
Selanjutnya, pendidik melaksanakan langkah-langkah pembelajaran yang telah disusun yaitu
menjelaskan pokok-pokok materi, membagi siswa dalam kelompok heterogen dan meminta
siswa duduk sesuai kelompok, membagi hand-out pada tiap siswa dalam kelompok. Setelah
itu, guru model membagikan lembar diskusi siswa (LDS) untuk melakukan interaksi diskusi
dengan siswa lain dan mencari jawaban dari partanyaan yang ada. Kegiatan diskusi dilakukan
agar siswa lebih mudah memahami materi dengan bertanya kepada siswa yang lebih mampu.
Setelah kegiatan kelompok selesai, dilanjutkan dengan diskusi kelas yang dipandu oleh
peneliti (guru) untuk membahas hal-hal yang tidak / belum terselesaikan dalam kegiatan
kelompok. Guru memberi kuis (postest) untuk mengetahui pemahaman konsep yang
dipelajari secara individual. Pada saat pelaksanaan postest berjalan dengan baik. Presentasi
diakhiri dengan membuat kesimpulan yang dibimbing oleh penulis dengan mengarahkan
siswa menyusun kalimat yang mengacu pada tujuan pembelajaran.
Pada tahap refleksi, pendidik mendapat saran dari para observer dan memberikan
masukan pada kegiatan pelaksanaan yang telah dilakukan. Hasil refleksi mengindikasikan
bahwa kegiatan LS yang telah dilakukan oleh peneliti telah berjalan dengan baik dan sesuai
dengan tahap perencanaan. Hasil diskusi siswa menunjukkan bahwa siswa telah melakukan
diskusi dengan baik dengan rata-rata nilai diskusi kelompok baik yaitu diatas KKM.
251
Data observasi LS menunjukkan bahwa tampak adanya peningkatan pemahaman
siswa yaitu dengan perolehan rerata 82, sedangkan sebelum dilakukan Lesson Study nilai
reratanya 77. Kemudian untuk retensi siswa juga mengalami peningkatan yaitu dengan
perolehan rerata 93, sedangkan sebelum dilakukan Lesson Study hanya 80,2. Dari hasil
analisa data yang telah dilakukan bahwa pembelajaran kooperatif Tipe STAD melalui Lesson
Study dapat meningkatkan pemahaman konsep dan retensi siswa pada materi sistem indera.
KESIMPULAN
Model pembelajaran STAD yang telah dilakukan di kelas IX D melaui Lesson Study
terbukti dapat meningkatkan pemahaman konsep dan retensi siswa pada materi sistem
indera.
DAFTAR PUSTAKA
Chotimah, Dwitasari. 2009. Strategi – Strategi Pembelajaran Untuk Penelitian Tindakan
Kelas. Malang: Surya Pena Gemilang
Depdiknas. 2004. Pedoman Pembelajaran.Jakarta: Dirjen Depdiknas
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
O’Connel, Susan.(2007).Introduction to Problem Solving. Portsmouth:Heinemann
Sudjana, N dan I. 2001. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru
Algensindo
Susilo , Chotimah. 2009. Bagaimana Menjadi Guru Masa Depan Yang Cerdas Dan
Profesional?. Malang : Surya Pena Gemilang.
Susilo, dkk. 2009. Lesson Study Berbasis Sekolah ( Guru konservatif menuju Guru Inovatif).
Malang : Bayus Media Publishing.
252
Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Pada Materi Sistem Koordinasi
Dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation
(GI) Melalui Lesson Study
Nafilah Sonya Sarwilujeng1, Mochammad Iqbal2, Ir. Heriyanto3
1 Mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember 2 Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember
3 Guru IPA SMP Negeri 2 Wuluhan
email: [email protected]
Abstrak : Aktivitas siswa dalam pembelajaran menjadi salah satu bagian yang penting dalam proses
pembelajaran IPA. Model Pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) merupakan salah satu
pembelajaran kooperatif yang pada pembelajaran tersebut memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada siswa untuk terlibat secara langsung dan aktif dalam proses pembelajaran. Tahap implementasi
Lesson study yang dilakukan adalah perencanaan (plan), pelaksanaan (do), dan refleksi (see).
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi sistem koordinasi kelas
IX-A di SMP Negeri 2 Wuluhan. Berdasarkan data hasil observasi, kegiatan Lesson Study dengan
model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) mampu meningkatkan aktivitas belajar
peserta didik. Hal tersebut terlihat pada hasil observasi dari observer menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan aktivitas siswa dengan kriteria sangat baik sebanyak 25%, dengan kriteria baik berkurang
sebanyak 15%, untuk kriteria cukup baik berkurang 3% dan untuk kriteria kurang baik berkurang 7%.
Pendidik diharapkan lebih kreatif dalam memilih serta menggunakan model pembelajaran agar peserta
didik tidak bosan dan menjadi terlatih untuk menyelesaikan masalah pembelajaran secara mandiri
maupun berkelompok.
Kata Kunci : Aktifitas Siswa, Group Investigation (GI), Lesson Study
PENDAHULUAN
Di dalam proses belajar-mengajar, guru harus memiliki model, agar siswa dapat
belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah
untuk memiliki model itu ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya
disebut metode mengajar. (Parmin, 2009). Guru / pendidik sebagai pencipta kondisi belajar
yang disesain secara sengaja, sistematis, berkesinambungan, sedangkan siswa / peserta didik
sebagai subjek pembelajaran merupakan pihak penikmat kondisi belajar yang diciptakan
oleh pendidik. Peranan pendidik berusaha mengatur kelas agar kondusif, menyenangkan
demi tercapainya keberhasilan peserta didik dan sangat penting dalam memberdayakan
kemampuan berpikir peserta didik seperti mengenali proses berpikir dan meningkatkan
kecerdasan dalam memecahkan permasalahan kehidupan nyata. (Depdiknas, 2006)
253
Kemampuan mengamati proses berpikir dan perilaku peserta didik merupakan
prasyarat bagaimana pendidik dapat membantu dan memfasilitasi proses pembelajaran
peserta didik. (Sudarwaty, 2012). Kemampuan semacam ini yang dilatih dan dikembangkan
melalui kegiatan Lesson Study (LS). Kegiatan Lesson study diawali dengan pengembangan
perencanaan secara bersama, proses pembelajaran terbuka dengan melibatkan sejumlah
observer dan refleksi atau diskusi pasca pembelajaran. (Hendayana, S. 2006). Jadi melalui
lesson study sangat potensial untuk menciptakan proses interaksi antar berbagai komponen
pembelajaran. Interaksi terjadi sharing pengetahuan serta tacit knowledge yang diperoleh
melalui pengamatan pelaksanaan pembelajaran. Berkembangnya pengetahuan secara
konstruktif akan dapat memunculkan berbagai inovasi pembelajaran. Lesson Study (LS)
dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu plan (perencanaan), do (pelaksanaan), see (refleksi).
(Parmin, 2009)
Berdasarkan pengalaman pembelajaran di kelas IX A bahwa peserta didik kurang aktif
dalam pembelajaran IPA serta berdasarkan pengamatan, saat pembelajaran IPA belum
berpusat pada siswa, sehingga siswa kurang aktif dalam belajar.
Pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) adalah kelompok kecil untuk
menuntun dan mendorong siswa dalam keterlibatan belajar. Metode ini menuntut siswa
untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan
proses kelompok (group process skills). Hasil akhir dari kelompok adalah sumbangan ide
dari tiap anggota serta pembelajaran kelompok yang notabene lebih mengasah kemampuan
intelektual siswa dibandingkan belajar secara individual. Group Investigation (GI) melatih
siswa untuk bekaerja secara kooperatif dalam memecahkan suatu masalah. Dengan adanya
kegiatan tersebut, siswa dibekali keterampilan hidup (life skill) yang berharga dalam
kehidupan bermasyarakat. Jadi guru menerapkan model pembelajaran Group Investigation
(GI) dapat mencapai tiga hal, yaitu dapat belajar dengan penemuan, belajar isi dan belajar
untuk bekerja secara kooperatif. (Eko, 2011)
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dituliskan maka pada kegiatan ini
bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi Sistem Koordinasi kelas
IX A SMP Negeri 2 Wuluhan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif Group
Investigation (GI) melalui Lesson Study.
Model GI Melalui Lesson Study
Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI) yang dilaksanakan
dalam kegiatan ini terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
254
Penulis membuat desain pembelajaran, menyiapkan tugas dan membagi peserta didik
menjadi 6 kelompok heterogen dengan masing-masing kelompok beranggota 5 orang yang
dipilih sesuai latar belakang dan kondisi peserta didik. Setiap kelompok memiliki kewajiban
untuk membahas materi tugas secra kooperatif dan menyampaikan hasil pembahasannya ke
dalam diskusi kelasdan kelompok yang lain memberikan tanggapan terhadap hasil tersebut.
2. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan awal yang dilaksanakan penulis adalah masuk ke dalam kelas bersama
observer, mengucapkan salam, mengkondisikan kelas dan mengabsen peserta didik, mengisi
jurnal kelas serta mempersiapkan lembar diskusi dan hand out. Kemudian penulis menulis
topic, menyampaikan tujuan pembelajaran, membagikan hand out. Selanjutnya menjelaskan
langkah pembelajaran Group Investigation (GI) dan mengingatkan peran masing-masing
kelompok.
3. Kegiatan Kelompok
Peserta duduk sesuai dengan anggota kelompok, setiap kelompok menerima Lembar
diskusi dan hand out. Setiap anggota kelompok mengerjakan permasalahan dalam lembar
diskusi secara bersama kemudian mengumpulkan lembar.
4. Kegiatan Diskusi Kelas
Setiap kelompok diberi kesempatan menyampaikan hasil diskusinya dan kelompok
lain melakukan penilaian serta memberikan tanggapan maupun pertanyaan. Selama diskusi
kelompok, penulis melakukan observasi dibantu oleh para observer. Dalam diskusi kelas,
penulis melakukan pengamatan terhadap hasil diskusi siswa. Bersama peserta didik
menyimpulkan materi yang diajarkan sesuai tujuan pembelajaran.
5. Evaluasi kelompok, personal dan penghargaan
Hasil belajar yang diharapkan adalah mencakup seluruh perubahan pada peserta didik
secara intelektual, emosional dan fisik. Kemampuan belajar dinilai dengan menggunakan tes
dan alat evaluasi lainnya untuk mengukur seberapa besar peserta didik memahami materi
yang diperoleh dari diskusi dengan model pembelajaran kooperatif Group Investigation
(GI).
METODE
Penulis berperan sebagai perancang, pelaksana, pengumpul data, dan pengevaluasi
data. Yang bertindak sebagai observer adalah mahasiswa FKIP Biologi yang tegabung
dalam kelompok KKPPL di SMP Negeri 2 Wuluhan. Banyaknya observer pada kegiatan ini
dikarenakan sejalan dengan salah satu kewajiban PPL untuk mengajar menggunakan Lesson
Study. Penulis adalah sebagai salah satu anggota kelompok KKPPL di SMP Negeri 2
Wuluhan yang diberikan kepercayaan untuk mengajar di kelas IX A SMP Negeri 2
Wuluhan.
255
Plan
Kegiatan Lesson Study diawali dengan plan yang dilaksanakan di SMP Negeri 2
Wuluhan yang dihadiri oleh Dosen Pembimbing dan rekan anggota kelompok KKPPL FKIP
Biologi di SMP Negeri 2 Wuluhan. Pada saat plan disepakati Nafilah Sonya S sebagai guru
model yang akan menerapkan rancangan kegiatan pembelajaran sesuai plan. Pada tahap ini
dilakukan pengkajian SK, KD perumusan indikator dan tujuan pembelajaran dalam
penulisan RPP. Pada saat plan ini dihasilkan rencana pelaksanaan pembelajaran beserta
lembar kerja peserta didik yang akan diterapkan pada tahap do. Model pembelajaran
kooperatif yang dipilih adalah Group Investigation (GI) yang melibatkan peserta didik.
Gambar 1. Kegiatan plan (perencanaan)
Do
Tahap do dilaksanakan di SMP Negeri 2 Wuluhan pembelajaran IPA Terpadu materi
Sistem Koordinasi dilaksanakan di kelas IX A semester ganjil 2013/2014. Kegiatan do
dihadiri oleh Dosen Pembimbing, Guru IPA serta anggota KKPPL FKIP Biologi kelompok
SMP Negeri 2 Wuluhan.
Pembelajaran pada tahap ini diawali dengan mengucapkan salam, mengkondisikan
kelas dan mengabsen peserta didik, mengisi jurnal kelas serta mempersiapkan lembar
diskusi dan hand out. Kemudian penulis menulis topic, menyampaikan tujuan pembelajaran,
membagikan hand out. Selanjutnya menjelaskan langkah pembelajaran Group Investigation
(GI) dan mengingatkan peran masing-masing kelompok. Setiap kelompok diberi
kesempatan menyampaikan hasil diskusinya dan kelompok lain melakukan penilaian serta
memberikan tanggapan maupun pertanyaan. Dalam diskusi kelas, penulis melakukan
pengamatan terhadap hasil diskusi siswa. Kemudian, bersama peserta didik menyimpulkan
materi yang diajarkan sesuai tujuan pembelajaran.
256
Gambar 2. Kegiatan Diskusi kelompok (kiri) dan kegiatan diskusi kelas (kanan)
See
Kegiatan see (merefleksi) dilaksanakan langsung setelah do, kegiatan refleksi
dipimpin oleh moderator. Moderator mengingatkan kepada observer bahwa objek observasi
adalah peserta didik dan aktivitasnya selama proses pembelajaran. Kegiatan refleksi bukan
menghakimi guru. Kegiatan refleksi diharapkan adanya temuan masalah, penyebabnya dan
pemberian solusi sehingga dapat diketahui pelajaran berharga yang dapat dipetik dari
pembelajaran tersebut. . Pada tahap ini, guru model mengutarakan kekurangan dari
pembelajaran di kelas yang telah dilakukan serta kesesuaian langkah pembelajaran dengan
RPP. Setelah itu, secara bergantian observer menyatakan hasil observasinya.
Selanjutnya penyampaian hasil observasi dari semua observer tentang kegiatan
belajara peserta didik, diantaranya sebagai berikut :
Bagaimana kesiapan belajar peserta didik? (respon ketika guru mempersiapkan
belajar peserta didik)
Bagaimana interaksi yang terjadi dalam pembelajaran: peserta didik dengan
peserta didik, dan peserta didik dengan guru? (kapan dimulai dan sampai kapan
terjadi)
Mengapa peserta didik tidak belajar/konsentrasi?
Bagaimana jalan keluar mengatasi peserta didik yang tidak belajar?
Bagaimana peserta didik terlibat dalam kegiatan penutup? (melakukan refleksi,
merangkum, dan sebagainya)?
Pelajaran apa yang dapat dipetik dari kejadian tersebut?
Kritik dan saran disampaikan secara bijak tanpa merendahkan guru (80%
memuji, 20%memberikan masukan / saran dan kritikan yang bersifat positif)
HASIL DAN DISKUSI
Hasil Observasi
257
Hasil observasi berikut didasarkan pada lembar pengamatan Lesson Study.
Kegiatan Pendahuluan
Bagaimana kesiapan belajar peserta didik? (respon ketika guru mempersiapkan
belajar peserta didik)
Peserta didik pada awal pembelajaran seluruhnya telah siap dan antusias. Hal ini terbukti
dengan tempat duduk siswa yang sudah berkelompok dengan teman sekelompoknya.
Bagaimana kondisi / respon peserta didik ketika guru menyampaikan kegiatan
apersepsi/ motivasi / pemanasan berpikir / advance organizer?
Peserta didik merespon dengan baik, terbukti dengan Ning Ayu ZN dan Candra Crisdian
yang menjawab pertanyaan apersepsi dengan sigap, dan tepat.
Kegiatan Inti
Bagaimana interaksi yang terjadi dalam pembelajaran: peserta didik dengan
peserta didik, dan peserta didik dengan guru? (kapan dimulai dan sampai kapan
terjadi)
Interaksi dalam pembelajaran terjadi cukup baik, antara peserta didik dengan peserta didik
tampak adanya kerja sama untuk memecahkan suatu masalah berjalan dengan baik, begitu
pula dengan interaksi antara peserta didik dengan guru yang terjadi mulai kegiatan apersepsi
hingga saat diskusi berlangsung, tiap kelompok tampak menanyakan beberapa hal yang
kurang dimengerti pada guru. Hal ini menunjukkan peran guru sebagai fasilitas belajar
sangat dimanfaatkan dengan baik oleh peserta didik.
Peserta didik mana yang tidak bisa mengikuti pelajaran secara baik (atau
terganggu dalam belajar) pada hari itu?
Peserta didik yang kurang bisa mengikuti pembelajaran adalah kelompok 1 (Ning Ayu,
Galih, Miftahul Huda, Faridatul, Basit). Peserta didik pada kelompok ini mulai tidak bisa
mengikuti pelajaran dengan baik kuarng lebih selama 6 menit,
Mengapa peserta didik tersebut tidak dapat belajar/konsentrasi dengan baik?
Kelompok 1 kurang bisa mengikuti pelajaran dengan baik, bahkan beberapa anggota
kelompoknya tampak santai dan bermain sendiri. Hal ini teerjadi karena dalam kelompok
tersebut yang mengerjakan di dominasi oleh 1 orang saja yaitu Ning Ayu, siswi tersebut
merasa jawabannya benar sehingga tidak memberikan kesempatan kepada teman 1
kelompoknya.
Bagaimana usaha guru untuk mengatasi gangguan belajar tersebut? Kapan
gangguan tersebut teratasi?
258
Gangguan belajar pada kelompok 1 teratasi ketika guru memberikan pengertian maksud dan
tujuan pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) untuk saling berkerja sama antar
anggota kelompok, bukan tugas mandiri, sehingga harus saling membantu antar teman.
Menurut anda, alternative apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi peserta didik
yang terganggu dalam belajar?
Sebaiknya guru lebih sering memantau dengan pendekatan terhadap siswa serta memberikan
bimbingan lebih selama proses pembelajaran
Bagaimana usaha guru dalam mendorong peserta didik yang tidak aktif belajar?
Pada saat kegiatan do, peserta didik yang tidak aktif belajar telah dibimbing guru dan
dijelaskan kembali materi yang kurang dimengerti.
Kegiatan Penutup
Bagaimana peserta didik terlibat dalam kegiatan penutup? (melakukan refleksi,
merangkum, dan sebagainya)?
Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang berani mengungkapkan untuk
menyimpulkan materi yang telah dipelajari, serta guru membimbing siswa untuk bersama –
sama memberikan kesimpulan.
Bagaimana respon peserta didik, ketika guru menyampaikan tindak lanjut
pembelajaran?
Peserta didik langsung menjawab “baik bu” saat guru menyampaikan beberapa tugas yang
harus disiapkan untuk pembelajaran selanjutnya.
Hikmah Pembelajaran
Pelajaran apa yang dapat dipetik dari kejadian tersebut?
Pelajaran berharga yang dapat ditemukan dari pelaksanaan do adalah : 1) persiapan
pembelajaran akan menghasilkan kegiatan pembelajaran yang baik, menyenangkan dan
teratur. 2) interaksi antar peserta didik sangat diperlukan dalam kegiatan diskusi sebagai
salah satu cara umtuk memecahkan suatu masalah secara bekerja sama. 3) kegiatan diskusi
perlu digalakkan untuk kegiatan pembelajaran, sehingga peserta didik akan terbiasa bekerja
sama / berinteraksi dengan sesama teman dalam belajar.
Hasil Pembelajaran Lesson Study
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI) Melalui Lesson study
Terhadap Aktivitas Belajar Siswa
Lesson study terdiri dari dari tiga tahap yaitu tahap perencanaan (plan), pelaksanaan (do)
dan refleksi(see). Pada kelas IX A sebagai kelas yang digunakan untuk penerapan
pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) melalaui Lesson study.
259
Dari pelaksanaan lesson study yang terdiri atas plan, do, see, dapat disimpulkan bahwa
untuk aktivitas belajar siswa telah mengalami peningkatan, adapaun peningkatan aktivitas
belajar siswa seperti tertera pada grafik berikut.
Gambar 1. Grafik Hasil Aktifitas Belajar Siswa
Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator
adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan
apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru atau siswa lain,
mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi
tugas belajar, dan lain sebagainya.
Pada kegiatan ini aktivitas siswa dinilai berdasarkan beberapa kriteria yaitu cara siswa
berdiskusi dengan kelompok, merumuskan argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan,
menyimpulkan dan berinteraksi dengan sesama teman. Untuk mengetahui bahwa aktivitas
belajar siswa dengan menggunakan model pembelaaran kooperatif Group Investigation (GI)
meningkat atau tidak, maka nilai aktivitas ini dibandingkan dengan nilai aktivitas materi
sebelumnya yang tidak menggunakan Lesson study dan model pembelajaran kooperatif
Group Investigation (GI).
Pada penilaian afektif untuk melihat aktivitas belajar siswa pada materi sistem
reproduksi yang tanpa menggunakan Lesson study dan model Group Investigation (GI)
didapatkan untuk kriteria sangat baik 40%, baik 35%, cukup baik 15%, dan kurang baik
10%. Pada penilaian afektif untuk melihat aktivitas belajar siswa pada materi sistem
koordinasi yang menggunakan Lesson study dan model Group Investigation (GI) didapatkan
untuk kriteria sangat baik 65%, baik 20%, cukup baik 12%, dan kurang baik 3%. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan penerapan
model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat meningkatkan aktivitas
260
belajar siswa di dalam kelas, serta siswa juga semakin minat terhadap pembelajaran yang
dilaksanakan dengan model tersebut.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi
antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan
suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing - masing siswa dapat melibatkan
kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan
pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan
prestasi.
KESIMPULAN
Kegiatan pembelajaran IPA Terpadu yang dilaksanakan pada Lesson Study di kelas IX A
SMP Negeri 2 Wuluhan dengan materi sistem Koordinasi melalui model pembelajaran
kooperatif Group Investigation (GI) mampu meningkatkan keaktifan belajar peserta didik untuk
menguasai materi dan menciptakan suasana pembelajaran yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Pusat
Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Depdiknas.
Eko.2011. Model Pembelajaran Group Investigasi. http:// ekofree.blogspot.model
pembelajaran-group-investigation.html. Diakses pada 4 Oktober 2013
Hendayana, S. 2006. Lesson Study Suatu Model untuk Meningkatkan
Keprofesionalan Guru (Pengalaman IMSTEP-JICA). Bandung: UPI Press.
Parmin. 2009. AKTIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MELALUI LESSON
STUDY. Semarang : Universitas Negeri Semarang
Sudarwaty, Enny. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Think Pair Share
Melalui Lesson Study Untuk Menigkatkan Hasil Belajar Konsep
Pertumbuhan Dan Perkembangan Makhluk Hidup Siswa. Prosiding Seminar Nasional
MIPA dan Pembelajaran 2012 di Universitas Negeri Malang, 736-746, Malang 13
Oktober 2013
261
Implementasi Lesson Study dalam Membentuk Learning Community
di Program Studi Pendidikan Biologi
Kamalia Fikri1
1Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA,FKIP, Universitas Jember,
email: [email protected]
Abstrak: Lesson Study (LS) merupakan suatu inovasi pembelajaran guna
meningkatkan mutu pembelajaran dengan suatu proses yang kompleks,
didukung oleh penataan tujuan secara kolaboratif, percermatan dalam
pengumpulan data tentang belajar siswa, dan kesepakatan yang memberi
peluang diskusi yang produktif tentang isu-isu yang sulit. LS pada hakikatnya
merupakan aktivitas siklikal berkesinambungan yang memiliki implikasi praktis
dalam pendidikan. Peningkatan profesionalisme bagi seorang dosen adalah
keniscayaan. Berbagai upaya harus terus dilakukan, baik secara individual
maupun kelompok. Paradigma pembelajaran dewasa ini yang semakin terbuka,
menuntut dosen untuk menyikapinya. Lembaga pendidikan kini bukan sekedar
tempat mengajar, tetapi juga tempat kegiatan belajar semua pihak, baik dosen,
mahasiswa maupun masyarakat. Pergeseran paradigma mengenai lembaga
pendidikan sebagai tempat belajar ini menciptakan suatu suasana baru yang
disebut komunitas belajar (learning community). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui implementasi lesson study dalam membentuk learning community di
program studi pendidikan biologi. Adapun rancangan penelitian ini bersifat
deskriptif kualitatif dengan melakukan pengamatan langsung atau observasi,
wawancara dan dokumentasi. Indikator pengamatan pada penelitian ini adalah
adanya aktivitas berbagi nilai norma mengajar, fokus kolektif terhadap belajar
mahasiswa, kolaborasi mengajar, serta munculnya dialog reflektif pasca
pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa implementasi
lesson study di program studi pendidikan biologi telah terbentuk dengan
munculnya empat elemen dasar learning community.
Kata kunci: Implementasi, Lesson Study, Learning Community, Pendidikan
Biologi
262
PENDAHULUAN
Lesson Study (LS) merupakan suatu inovasi pembelajaran guna meningkatkan mutu
pembelajaran. LS merupakan terjemahan dari bahasa Jepang jugyou (instruction = pengajaran,
atau lesson = pembelajaran) dan kenkyuu (research = penelitian atau study = kajian). Lesson
study, yang dalam bahasa Jepangnya jugyou kenkyuu, adalah sebuah pendekatan untuk
melakukan perbaikan-perbaikan pembelajaran di Jepang. Perbaikan-perbaikan pembelajaran
tersebut dilakukan melalui proses-proses kolaborasi antar para guru. Lewis (2002)
mendeskripsikan proses-proses tersebut sebagai langkah-langkah kolaborasi dengan guru-guru
untuk merencanakan (plan), mengamati (observe), dan melakukan refleksi (reflect) terhadap
pembelajaran (lessons). Lebih lanjut, lesson study merupakan suatu proses yang kompleks,
didukung oleh penataan tujuan secara kolaboratif, percermatan dalam pengumpulan data tentang
belajar siswa, dan kesepakatan yang memberi peluang diskusi yang produktif tentang isu-isu
yang sulit. LS pada hakikatnya merupakan aktivitas siklikal berkesinambungan yang memiliki
implikasi praktis dalam pendidikan.
Lesson study berkembang di Indonesia melalui IMSTEP (Indonesia Mathtematic and
Science Teacher Education Project) yang diimplementasikan sejak oktober tahun 1998 ditiga
IKIP yaitu di UPI,UNY,UNM, bekerja sama dengan JICA (Jepang international Agency)
(Juwariyah, 2010). Namun semenjak terdapatnya program perluasan lesson study untuk
penguatan LPTK, pengembangan lesson study merambah ke berbagai universitas-universitas.
Universitas Jember mengembangkan program lesson study sejak tahun 2011 dimulai dari
program PMIPA FKIP. Melalui LS diharapkan kegiatan pembinaan profesi dosen melalui
pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar dapat berlangsung secara
terus menerus.
Peningkatan profesionalisme bagi seorang dosen adalah keniscayaan. Berbagai upaya
harus terus dilakukan, baik secara individual maupun kelompok. Paradigma pembelajaran
263
dewasa ini yang semakin terbuka, menuntut dosen untuk menyikapinya. Lembaga pendidikan
kini bukan sekedar tempat mengajar, tetapi juga tempat kegiatan belajar semua pihak, baik
dosen, mahasiswa maupun masyarakat. Pergeseran paradigma mengenai lembaga pendidikan
sebagai tempat belajar ini menciptakan suatu suasana baru yang disebut komunitas belajar
(Learning Community). Senge (1990) mendefinisikan komunitas belajar sebagai: Sebuah
organisasi dimana anggotanya mengembangkan kapasitasnya secara terus menerus untuk
mencapai hasil yang diinginkan, mendorong pola berpikir yang baru dan luas, dan terus belajar
bagaimana belajar bersama-sama. Misi dari komunitas belajar ini diantaranya adalah bahwa : a)
lembaga pendidikan menjamin hak-hak belajar setiap peserta didik, b) lembaga pendidikan
memastikan bahwa pembelajaran berkualitas tinggi, dan c) lembaga pendidikan mendorong
pertumbuhan profesional dosen sebagai ahli pendidikan. Berdasarkan latar belakang di atas maka
penelitian ini ingin mengorek informasi tentang sejauh mana implementasi lesson study dalam
membentuk learning community di program studi pendidikan biologi.
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan melakukan pengamatan
langsung atau observasi, wawancara dan dokumentasi. Tujuan dari satuan penelitian deskriptif
ini adalah untuk membuat eksplorasi gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta. Eksplorasi pengamatan dilakukan pada setiap siklus LS dalam empat mata
kuliah yaitu genetika, fisiologi tumbuhan, struktur dan perkembangan tumbuhan dan telaah
kurikulum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, kegiatan lesson study memunculkan komunitas
belajar di kalangan dosen. Adapun indikator yang menjadi fokus pengamatan adalah adanya
aktivitas berbagi nilai norma mengajar, fokus kolektif terhadap belajar mahasiswa, kolaborasi
mengajar serta munculnya dialog reflektif pasca pembelajaran (Supriatna, 2012).
1) Berbagi nilai dan norma mengajar.
264
Kegiatan berbagi nilai dan norma mengajar terjadi diawali dengan adanya sharing
pengalaman mengajar antar kolega atau dosen. Sehingga dengan demikian akan tercipta norma
kebersamaan, yang akan menghindari adanya konflik internal yang negative dan destruktif,
sehingga akan ada kesamaan dalam mencapai kompetensi mata kuliah, yang akan bersinergis
dengan visi dan misi program studi.
Dengan adanya kegiatan LS ini, maka dosen semakin terbuka dalam menyikapi
permasalahan pembelajaran di kelas. Adanya kebijakan bersama serta kontribusi kolega semakin
memperkuat profesionalitas dosen serta memberi warna dalam kegiatannya di ruang belajar.
2) Fokus secara kolektif terhadap belajar mahasiswa
Mengacu pada kurikulum saat ini yang menekankan pada proses pembelajaran. Maka
akan menjadi sangat penting pengamatan bersama terhadap proses belajar mahasiswa.
Mengindra dan menganalisis segala aktifitas mahasiswa di dalam kelas sehingga dapat dievaluasi
bersama tentang bagaimana mengembangkan proses belajar mahasiswa di dalam kelas. Sehingga
dengan demikian mahasiswa memiliki pemahaman yang optimal dan dosem dapat memiliki
ekspektasi yang tinggi terhadap hasil akademis belajar mahasiswa.
3) Kolaborasi mengajar
Kolaborasi mengajar terbentuk sebagai bentuk dari kegiatan refleksi pada siklus LS.
Dosen dituntut terlibat secara penuh dan aktif dalam setiap pertemuan dan diskusi yang
membahas tentang kontribusi dosen dalam meningkatkan proses belajar mahasiswa. Oleh
karenanya dalam hai ini dosen dilatih memiliki sikap rela untuk dikritik dan mengritik tentang
gaya mengajar masing-masing, termasuk kolaborasi dalam penyiapan material dan teknis
mengajar serta menyusun instrument evaluasi.
Dalam proses saling memberi kontribusi dan kritik dalam mengajar, dosen tidak akan
merasa bahwa metoda dan strategi mengajarnya dianggap paling benar. Dosen memiliki
keleluasaan untuk sesegera mungkin memperoleh masukan melalui proses observasi teman
sejawat. Dosen akan lebih banyak berdiskusi untuk saling memberi masukan secara intensif
265
mengenai gaya mengajar yang tepat sehingga rasa percaya diri dan saling menghormati
diantarapara dosen akan terjadi sehingga menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif.
4) Dialog reflektif Pasca Pembelajaran
Dalam dialog reflektif, dosen akan mudah untuk menyadari kekurangan dan
kesalahannya dalam mengajar. Dalam dialog ini juga akan saling mempertanyakan asumsi dasar
yang mereka miliki tentang mengajar. Selain itu, dalam dialog reflektif ini anggota komunitas
akan saling membangun komitmen serta memberi kontribusi dalam upaya peningkatan kualitas
pembelajaran.
Lesson study bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan
salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh
sekelompok guru/ dosen secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan,
melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson study bukan sebuah
proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah
upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality Management, yakni
memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa secara terus-menerus, berdasarkan data.
Krisnawan, 2010.
Lesson study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas
belajar (learning society) yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik
pada tataran individual maupun manajerial. Lesson study memberi kesempatan nyata kepada para
dosen menyaksikan pembelajaran (teaching) dan proses belajar mahasiswa (learning) di ruang
kelas. Lesson study membimbing dosen untuk memfokuskan diskusi mereka pada perencanaan,
pelaksanaan, observasi/pengamatan, dan refleksi pada praktik pembelajaran di kelas. Dengan
menyaksikan praktik pembelajaran yang sebenarnya di ruang kelas, dosen-dosen dapat
mengembangkan pemahaman atau gambaran yang sama tentang apa yang dimaksud dengan
pembelajaran efektif, yang pada gilirannya dapat membantu mahasiswa memahami apa yang
sedang mereka pelajari.
Karakteristik unik yang lain dari lesson study adalah bahwa lesson study menjaga agar
mahasiswa selalu menjadi inti dari kegiatan pengembangan profesi dosen. Lesson study memberi
266
kesempatan pada dosen untuk dengan cermat mengamati, meneliti serta mendiskusikan proses
belajar serta pemahaman mahasiswa di kelas. Hal tersebut memberikan penguatan peran dosen
sebagai peneliti di dalam kelas. Dosen membuat hipotesis (misalnya, jika kami mengajar dengan
cara tertentu, mahasiswa akan belajar) dan mengujinya di dalam kelas bersama mahasiswanya.
Kemudian dosen mengumpulkan data ketika melakukan pengamatan terhadap mahasiswa selama
berlangsungnya perkuliahan dan menentukan apakah hipotesis itu terbukti atau tidak di kelas.
Ciri lain dari lesson study adalah bahwa ia merupakan pengembangan profesi yang dimotori
dosen. Melalui lesson study, dosen dapat secara aktif terlibat dalam proses perubahan
pembelajaran dan pengembangan kurikulum. Selain itu, kolaborasi dapat membantu mengurangi
isolasi di antara sesama dosen dan mengembangkan pemahaman bersama tentang bagaimana
secara sistematik dan konsisten memperbaiki proses pembelajaran dan proses belajar di bangku
kuliah secara keseluruhan. Selain itu, lesson study merupakan bentuk penelitian yang
memungkinkan para dosen mengambil peran sentral sebagai peneliti praktik kelas mereka sendiri
dan menjadi pemikir dan peneliti yang otonom tentang pembelajaran (teaching) dan proses
belajar mahasiswa (learning) di ruang kelas sepanjang hidupnya.
KESIMPULAN
Implementasi lesson study telah membentuk komunitas belajar di program studi
pendidikan biologi. Lembaga pendidikan kini bukan sekedar tempat mengajar, tetapi juga
tempat kegiatan belajar semua pihak, baik dosen, mahasiswa maupun masyarakat. Pergeseran
paradigma mengenai lembaga pendidikan sebagai tempat belajar ini menciptakan suatu suasana
baru yang disebut komunitas belajar. Munculnya aktivitas learning community ditandai dengan
indikator yang menjadi fokus pengamatan yakni adanya aktivitas berbagi nilai norma mengajar,
fokus kolektif terhadap belajar mahasiswa, kolaborasi mengajar serta munculnya dialog reflektif
pasca pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Juwariyah. 2010. Professionalisme Guru Melalui Lesson Study. Online:
http://sumut.kemenag.go.id
267
Krisnawan, SR. 2010. Penerapan metode Lesson Study dalam Pembentukan Pendidikan yang
Berkarakter. Karya tulis Ilmiah. Surakarta. Universitas Sebelas Maret
Lewis, C. 2002. Lesson study: A handbook of teacher-led instructional change. Philadelphia:
Research for Better Schools.
Purwanti, H., et al. 2010. Meningkatkan Kompetensi dan Profesionalisme Dosen melalui Lesson
Study. Online: portalgaruda.org/download_article.php.
Senge, P.M. 1990. The Fifth Disicipline: The Art and Practice of The Learning Organization.
New York: Doubleday/ Currency
Supriatna, U. 2012. Lesson Study Membangun Komunitas Belajar. Online:
http://m.kompasiana.com/post/read/508024/2
268
Respons Mahasiswa terhadap Praktik Pengalaman Lapangan
Berbasis Lesson Study di SMP Negeri 9 Wuluhan Jember
Mochammad Iqbal1
1 Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember
email: [email protected]
Abstrak : Pendidikan merupakan salah satu sektor yang mendapatkan perhatian besar dari
pemerintah. Penerbitan Undang-undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen,
pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, pemberian beasiswa, sertifikasi guru dan dosen
merupakan sebagian dari usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita. FKIP
UNEJ sebagai institusi yang menyiapkan calon guru yang nantinya akan berperan di berbagai
institusi pendidikan telah berusaha maksimal untuk menjalankan tugasnya, salah satunya dengan
penyelenggaraan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Dalam rangka meningkatkan kualitas dan
efektifitas PPL di SMP Negeri Wuluhan, penulis selaku dosen pembimbing merancang program
PPL berbasis Lesson Study (LS). Bersama dukungan penuh dari pihak sekolah, penyelenggaraan
PPL berbasis LS telah berhasil dilaksanakan tanpa halangan yang berarti. Berdasarkan hasil analisis
angket yang disebarkan kepada mahasiswa praktikan, didapatkan kesimpulan bahwa respon
mahasiswa terhadap PPL berbasis LS sangat bagus. Hampir keseluruhan responden menyatakan
bahwa PPL berbasis LS memberikan pengalaman baru dan meningkatkan motivasi mahasiswa.
Kata kunci: Respons Mahasiswa, PPL berbasis LS
PENDAHULUAN
LPTK sebagai institusi pencetak para calon pendidik, berada di lini depan program
pengembangan pendidikan di Indonesia. LPTK bertanggung jawab secara langsung terhadap
kualitas lulusan yang dihasilkan. Sederhananya, bagus-buruknya kualitas calon guru kita berada
di tangan LPTK. Memang LPTK bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap kualitas
guru apalagi kualitas pendidikan, namun bagaimanapun juga, jika kompetensi guru yang
dihasilkan kurang berkualitas, akan sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran di sekolah.
Sebagaimana diungkapkan oleh Putra (2008) bahwa peningkatan keprofesionalan guru akan
diikuti oleh peningkatan efektifitas kegiatan belajar mengajar dan secara tidak langsung akan
berdampak pada peningkatan mutu pendidikan.
269
Salah satu aspek penting dalam penyiapan calon guru di LPTK adalah Program Pengalaman
Lapangan (PPL). PPL dicanangkan oleh institusi untuk memberikan bekal awal dan latihan nyata
bagi para calon guru sebelum benar-benar terjun dan memegang tanggung jawab sebagai guru.
PPL dirancang dengan system terpadu, yaitu adanya pembimbingan dari dosen, disaat yang sama
juga dibimbing oleh guru pamong. Model pembimbingan terpadu ini diharapkan dapat
memberikan backup pengetahuan dan pelatihan lapangan yang maksimal bagi mahasiswa calon
dosen. Hadirnya dosen dalam pembimbingan, dapat menjadi garansi keterbaruan metode,
pendekatan dan kedalaman konten ilmu yang diajarkan oleh mahasiswa PPL. Di sisi yang lain,
guru pembimbing memberikan arahan praktis dan latihan secara langsung dalam mengaplikasikan
pengetahuan mahasiswa dalam konteks sekolah.
Penyelenggaraan PPL diharapkan mampu memberikan pengalaman yang berharga dan
bermakna bagi mahasiswa praktikan. Salah satu yang dianggap mampu memberikan tambahan
pengalaman berharga adalah dengan menerapkan Lesson Study di dalam pelaksanaan PPL atau
dikenal dengan PPL berbasis Lesso Study. Lesson Study merupakan sebuah usaha peningkatan
kualitas pembelajaran yang muncul dan berkembang pertama kali di Jepang. Lesson study, yang
dalam bahasa Jepangnya jugyou kenkyuu, bertujuan untuk melakukan perbaikan-perbaikan
pembelajaran di Jepang. Perbaikan-perbaikan pembelajaran tersebut dilakukan melalui proses-
proses kolaborasi diantara para guru. Lewis (2002) dalam tulisannya yang terkenal “Lesson study:
A handbook of teacher-led instructional change” mendeskripsikan proses-proses tersebut sebagai
langkah-langkah kolaborasi dengan guru-guru untuk merencanakan (plan), mengamati (observe),
dan melakukan refleksi (reflect) terhadap pembelajaran (lessons). Lebih lanjut, lesson study
merupakan suatu proses yang kompleks, didukung oleh penataan tujuan secara kolaboratif,
percermatan dalam pengumpulan data tentang belajar siswa, dan kesepakatan yang memberi
peluang diskusi yang produktif tentang isu-isu yang sulit. LS pada hakikatnya merupakan aktivitas
siklikal berkesinambungan yang memiliki implikasi praktis dalam pendidikan.
Lesson Study telah lama diakui sebagai cara yang cukup ampuh untuk meningkatkan
kemampuan sekaligus keprofesionalan guru, sehingga telah banyak diadopsi oleh berbagai sistem
pendidikan dari bermacam Negara. Di Indonesia, Lesson Study telah dikenalkan di berbagai
270
perkuruan tinggi pencetak calon guru. Penerapan Lesson Study dalam penyelenggaraan PPL
dianggap sebagai langskah yang sangat strategis untuk meningkatkan kualitas dan keprofesionalan
calon guru.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan desain cross-
sectional survey designs, yaitu metode pengambilan data secara langsung pada waktu tertentu,
bukan berkala maupun periodik (Creswell, 2012) metode survey untuk mengumpulkan data
tentang respon mahasiswa peserta PPL terhadap pelaksanaan PPL berbasis Lesson Study. Creswell
(2012) juga menyebutkan bahwa survey memiliki keunggulan yaitu dapat menyediakan informasi
yang berharga untuk mengevaluasi sebuah program atau kebijakan. Survey yang dilakukan dalam
penelitian ini berupa angket. Angket yang digunakan terdiri dari dua tipe, yaitu angket modifikasi
skala likert yang berisi pilihan-pilihan jawaban, serta angket isian bebas. Dua tipe angket ini dipilih
karena kelebihan yang dimilikinya masing-masing, angket skala likert memiliki kelebihan untuk
mengukur parameter yang telah ditentukan sebelumnya, sedangkan angket bebas memberikan
kesempatan bagi mahasiswa untuk memberikan respon yang lebih luas. Respon yang luas sangat
penting untuk memberikan penjelasan dan analisis lebih mendalam pada respon mahasiswa dalam
angket skala likert.
Sesuai dengan judul penelitian ini, yaitu respon mahasiswa PPL di SMP Negeri 9 Wuluhan,
dalam penelitian ini tidak dilakukan penarikan sampel. Data yang diperoleh merupakan data
respon keseluruhan mahasiswa yang mengikuti PPL di SMP Negeri 9 Wuluhan pada tahun 2013,
hal ini memungkinkan karena jumlah peserta PPL di SMP Negeri 9 Wuluhan tidak terlalu banyak,
yaitu 19 mahasiswa.
Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan juga kualitatif. Data kuantitatif dianalisis
dengan analisis deskriptif sederhana sehingga memberikan gambaran tentang respon mahasiswa
terhadap penyelenggaraan Lesson Study di SMP Negeri 9 Wuluhan. Data kualitatif yang
271
didapatkan di gunakan sebagai penguat kesimpulan yang diperoleh, juga dianalisis sebagai
pembahasan dan penjelasan atas kesimpulan yang dihasilkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut merupakan hasil survey yang telah di lakukan kepada 19 mahasiswa oeserta PPL di
SMP Negeri 9 Wuluhan.
Skoring (modifikasi skala likert):
ST (10), S (8), TY (6), TS (4) dan STS (2)
Skor diperoleh dengan menjumlahkan poin dari keseluruhan respon pernyataan,
dikalikan 10 (skor maksimal 100)
Kriteria skor respon mahasiswa; sangat baik (81-100), baik (61-80), cukup (41-
60), kurang baik (21-40), dan buruk (0-20)
Responden 19 mahasiswa
Berasal dari program studi yang beragam
No Nama Prodi Skor Kriteria
1 Margi Eldayanti Pendidikan Biologi 74 Baik
2 Nafilah Sonya S. Pendidikan Biologi 88 Sangat Baik
3 Umrotul Inayah Pendidikan Biologi 82 Sangat Baik
4 Anis Mubashiroh Pendidikan Biologi 84 Sangat Baik
5 Iftitachiatur Rusda Pendidikan Biologi 92 Sangat Baik
6 David Kurniawan Pendidikan Sejarah 78 Baik
7 Yuli Candra Irawan Pendidikan Sejarah 90 Sangat Baik
8 Ageng Pristiwasakti Pendidikan Sejarah 84 Sangat Baik
9 Edy Supriyadi Pendidikan Sejarah 84 Sangat Baik
10 Martha Hardhini W. Pendidikan Ekonomi 90 Sangat Baik
11 Ahmad Nurhadi Pendidikan Ekonomi 82 Sangat Baik
12 Bayu Enggal R. Pendidikan Ekonomi 90 Sangat Baik
13 Nanang Dwi Cahyono Pendidikan Ekonomi 82 Sangat Baik
14 M. Lukman Febri Pendidikan Ekonomi 88 Sangat Baik
272
15 Bima Nur Dianto Pendidikan Ekonomi 88 Sangat Baik
16 Aginta Novtadhoh Pendidikan Ekonomi 84 Sangat Baik
17 Uswatun Hasanah Pendidikan Fisika 66 Baik
18 Alfi Yusfika D.F. Pendidikan Fisika 64 Baik
19 Ruly Ayu P. Pendidikan Fisika 86 Sangat Baik
Tabel 1. Data hasil analisis angket terbatas
Dari data hasil angket di atas, diketahui bahwa mahasiswa memberikan respon positif
terhadap penerapan PPL berbasis Lesson Study. Dari rentang 1-100, hanya 2 mahasiswa (5%) yang
menghasilkan skor kurang dari 70, selebihnya memberikan skor di atas 70. Bahkan, 10% (4
mahasiswa) memberikan skor 90 dan lebih. Rata skor respon mahasiswa terhadap pelaksanaan
Lesson Study mencapai 82,95.
Hasil analisis di atas, telah dikatagorikan menjadi empat rentang nilai yaitu sangat baik (81-100),
baik (61-80), cukup (41-60), kurang baik (21-40), dan buruk (0-20), data respon siswa berdasarkan
rentang nilai ini disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut.
Gambar 1. Grafik hasil katagori respon mahasiswa terhadap pelaksanaan PPL berbasis LS
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kategori Sangat Baik
Kategori Baik
273
Data hasil analisis angket di atas terlihat bahwa mahasiswa yang memberikan respon
buruk maupun kurang baik adalah 0%, mahasiswa yang memberikan respon baik sebanyak 21%,
sedangkan mahasiswa yang memberikan respon sangat baik mencapai 79%. Data ini diperkuat
lagi dengan data hasil rata-rata skor angket yang menunjukkan angka 82,95 yang berarti
berkatagori sangat baik.
Berdasarkan data hasil survey di atas, tampak dengan jelas bahwa mahasiswa peserta PPL
di SMP Negeri 9 Wuluhan menyambut baik adanya program PPL berbasis Lesson Study.
Tanggapan yang sangat baik dari mahasiswa ini diperjelas dengan dengan komentar yang mereka
tuliskan di dalam jawaban angket bebas. Berikut beberapa tanggapan mahasiswa dalam angket
bebas.
“Ini pertama kalinya saya melaksanakan Lesson Study secara utuh, namun saya langsung suka
dan juga merasakan manfaatnya”
Tanggapan mahasiswa di atas menunjukkan bahwa mahasiswa senang dengan pengalaman
barunya menyelenggaran Lesson Study, dan yang paling penting adalah mahasiswa merasakan
manfaat dari penyelenggaran Lesson Study tersebut. Pendapat di atas, diperkuat dengan pendapat
lain, sebagai berikut.
“Penyelenggaraan LS memberi saya pengalaman baru, walaupun cukup malu ketika diamati
oleh teman sejawat dan guru (juga dosen), tapi saran-saran yang diberikan sangat bermanfaat”
“Walaupun saya tidak melaksanakan LS (mungkin maksudnya tidak melakukan open class),
tapi saya senang ikut menjadi observer, saya mendapatkan pelajaran baru tentang cara
mengajar di kelas”
Dari komentar-komentar yang masuk, beberapa menyiratkan saran yang sangat penting bagi
pelaksanaan Lesson Study dalam PPL berikutnya,
“Sebaiknya semua dosen diwajibkan untuk membimbing mahasiswa untuk melaksanakan
Lesson Study, karena tidak semua guru pamong mengerti tentang LS”
274
Komentar di atas, cukup unik, karena memang faktanya, tidak semua dosen pembimbing
memberikan pembimbingan Lesson Study. Harapan kedepannya, penerapan PPL berbasis LS ini
dijadikan program wajib dalam penyelenggaraan PPL, sebagaimana telah diterapkan diberbagai
LPTK lain di Indonesia.
Penerapan Lesson Study, selain dapat meningkatkan profesionalisme guru, juga diyakini
dapat meningkatkan kolaborasi para guru dalam mempersiapkan proses pembelajaran. Lesson
Study dapat menjadi sarana untuk membentuk komunitas bagi para guru yang ingin meningkatkan
keprofesionalannya. Supriatna (2012) melaporkan pengamatannya di kalangan dosen bahwa,
kegiatan Lesson Study memunculkan komunitas belajar di kalangan dosen. Adapun indikator yang
menjadi fokus pengamatan adalah adanya aktivitas berbagi nilai norma mengajar, fokus kolektif
terhadap belajar mahasiswa, kolaborasi mengajar serta munculnya dialog reflektif pasca
pembelajaran. Dengan penerapan PPL berbasis Lesson Study, kolaborasi ini juga terbangun dalam
diri mahasiswa praktikan dan akhirnya menjadi tambahan kompetensi yang dimiliki oleh guru-
guru yang dihasilkan oleh LPTK.
KESIMPULAN
Penyelenggaraan Lesson Study dalam pelaksanaan PPL di SMP Negeri 9 Wuluhan
Jember, mendapatkan respon yang sangat baik dari mahasiswa praktikan. Mahasiswa
mendapatkan pengalaman baru yang cukup berkesan bagi mereka. Penyelenggaraan PPLberbasis
Lesson Study juga dirasakan memberikan manfaat yang besar kepada mahasiswa. Dengan
demikian diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi awal penelitian yang lebih komprehensif
dan luas, sehingga dapat menjadi dasar pertimbangan untuk menentukan kebijakan terkait
penyelenggaraan PPL di FKIP Universitas Jember.
DAFTAR PUSTAKA
275
Creswell, J.W. 2012. Educational Research, Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative
and Qualitative Research. Pearson, Boston.
Lewis, C. 2002. Lesson study: A handbook of teacher-led instructional change. Philadelphia:
Research for Better Schools.
PELITA. 2009b. Panduan untuk Lesson study berbasis MGMP dan Lesson study berbasis Sekolah.
Depdiknas/Depag-JICA. Jakarta
Putra, W.E., 2008. Peningkatan profesionalisme guru melalui Lesson study.
http://www.lessonstudy.0308widarso.html.
Supriatna, U. 2012. Lesson Study Membangun Komunitas Belajar. Online:
http://m.kompasiana.com/post/read/508024/2
276
Respons Mahasiswa pada Lesson study Mata Kuliah Struktur dan
Perkembangan Tumbuhan II di Program Study Pendidikan Biologi
FKIP Universitas Jember Semester Gasal Tahun Ajaran 2013/2014
Pujiastuti 1
1 Dosen Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember
email: [email protected]
Abstrak: Munculnya Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
merupakan salah satu langkah pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Mutu
pendidikan merupakan dampak dari keprofesionalan pendidiknya. Untuk menjadi
Pendidik profesional yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 14 tahun2005 dan PP
19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,diperlukan usaha yang sistemik,
konsisten dan berkesinambungan oleh para pendidik dan pengambil kebijakan. Lesson
study sebagai model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran
secara kolaboratif dan berkelanjutan,telah diakui keunggulannya dalam
mengembangkan kompetensi dosen dan guru.Sejak tahun 2008, Dirjen Dikti
mengadakan program perluasan dan penguatan Lesson study di LPTK. Universitas
jember dalam hal ini FKIP, berpartisipasi aktif melaksanakan program tersebut.Program
Study Pendidikan Biologi adalah salah satu program study yang melaksanakan LS pada
beberapa mata kuliah. Mata kuliah Struktur dan Perkembangan Tumbuhan II adalah
salah satunya. Pada bulan Oktober dan November tahun 2013, telah dilaksanakan open
lesson yang melibatkan 2 kelas yang terdiri dari 63 mahasiswa dan 7 orang dosen P.
Biologi. Pada akhir siklus, 20 mahasiswa diminta untuk mengisi angket terkait dengan
pembelajaran yang dialaminya,untuk mengetahui respons mereka. Data menunjukkan
bahwa rata –rata 86 % jawaban mahasiswa positif sedangkan 14 % negatif. Rata-rata
mahasiswa berpendapat bahwa pembelajaran menarik, menyenangkan, menyebabkan
lebih mudah memahami bahan ajar. Pembelajaran juga memungkinkan adanya
kemandirian belajar, meskipun tetap ada unsur kerja sama. Model dan media
pembelajaran mendukung untuk mudahnya pemahaman terhadap bahan ajar.Titik lemah
yang masih dirasakan oleh mahasiswa adalah mengenai LKM, tugas, dan bahan ajar
yang disiapkan. Hasil tes akhir siklus menunjukkan 25 % memperoleh skor 90-95, 35 %
mahasiswa memperoleh skor 80-89, 30 % mahasiswa memperoleh skor 70-79 dan
masih terdapat 10 % mahasiswa memperoleh skor 60- 69. Dapat disimpulkan bahwa
Lesson study yang dilaksanakan pada mata kuliah Struktur dan Perkembangan
Tumbuhan II berdampak positif yang dirasakan oleh mahasiswa dan perbaikan bagi
kemampuan dosen, meskipun dalam pelaksanaanya masih perlu perbaikan.
Kata kunci: lesson study, respon mahasiswa
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal penting bagi suatu bangsa, demikian pula bagi bangsa
Indonesia. Suatu hal yang wajar, jika Pemerintah selalu berupaya meningkatkan kwalitas
277
pendidikannya. Munculnya Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan
dosen, merupakan salah satu langkah pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Mutu pendidikan merupakan dampak dari keprofesionalan pendidiknya
(Hendayana,2007).Untuk menjadi Pendidik professional, mengacu pada Undang-Undang RI
Nomor 14 tahun 2005 dan PP 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan.
Undang-Undang tersebut menuntut agar guru dan dosen menjadi professional, serta adanya
penyesuaian penyelenggaraan pendidikan. Seorang pendidik baik guru maupun dosen yang
diakui sebagai seorang professional, harus memiliki kwalitas akademik yang dipersyaratkan
sesuai peraturan dan bersertifikat Pendidik, serta mempunyai kompetensi yang
dipersyaratkan. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi professional dan kompetensi sosial. Kompetensi-kompetensi ini
harus selalu diupayakan untuk ditingkatkan. Salah satu pilihan cara untuk meningkatkan
kompetensi pendidik adalah dengan Lesson study. Lesson study adalah model pembinaan
profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkesinambungan
berdasarkan prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual learning, untuk membangun komunitas
belajar (Hendayana,2007).
Lesson study telah diakui keunggulannya oleh pemerintah, dalam hal ini Dirjen Dikti
dan Dirjen PMPTK, untuk mengembangkan kompetensi dosen dan guru (Susilo,2009).
Maka sejak tahun 2008 Dirjen Dikti melalui Ditnaga ( Direktorat Pengembangan
Ketenagaan Pendidikan) berupaya menyebar luaskan lesson study melalui Program
Perluasan dan Penguatan Lesson study di LPTK. Universitas Jember dalam hal ini FKIP,
berpartisipasi aktif melaksanakan program tersebut. Program Study PendidikanBiologi
adalah salah satu program study yang melaksanakan Lesson Study pada beberapa mata
kuliah. Mata kuliah Struktur dan Perkembangan Tumbuhan II ( SPT II ) adalah salah
satunya.
Lesson study (LS)
Lesson study dalam bahasa Indonesia disebut sebagai kaji pembelajaran atau study
pembelajaran; merupakan suatu pendekatan peningkatan kualitas pembelajaran yang awal
mulanya berasal dari jepang (Susilo,2009). Sedangkan Hendayana (2007) mendefinisikan
Lesson study sebagai suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas
dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Lesson study dilaksanakan
dalam tiga tahapan yaitu Plan ( merencanakan), Do ( melaksanakan) dan See ( merefleksi)
(Hendayana,2007). Tahap Plan, yaitu merencanakan atau merancang pembelajaran, yang
hasilnya adalah suatu rancangan pembelajaran untuk membelajarkan peserta didik secara
efektif, berpusat pada peserta didik, atau yang bisa membangkitkan partisipasi aktif peserta
didik dalam pembelajaran. Sesuai dengan prinsip-prinsip yang menjadi landasan Lesson
278
study, yaitu prinsip kolegial kolaboratif, maka perencanaan yang baik adalah dilakukan
bersama sama oleh beberapa guru. Atau guru berkolaborasi dengan dosen, atau jika Lesson
study dilaksanakan di Perguruan Tinggi, maka perencanaan dilakukan bersama oleh
beberapa dosen. Perencanaan bisa bermula dari permasalahan yang sering ditemui dalam
pembelajaran. Permasalahan bisa dari segi metode pembelajaran, bahan ajar, atau dari segi
sumber atau media pembelajaran. Selanjutnya secara bersama sama guru-guru atau para
dosen, jika pada perguruan tinggi, mencari pemecahan terhadap permasalahan yang telah
dianalisis. Pemecahan masalah kemudian dituangkan dalam sebuah rancangan
pembelajaran. Kegiatan perencanaan memerlukan beberapa kali pertemuan agar lebih
mantap (Hendayana,2007). Tahap Do(melaksanakan), yaitu melaksanakan pembelajaran
berdasarkan rancangan pembelajaran yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Cara
pelaksanaannya adalah; salahsatu guru atau dosen anggota kelompok LS menjadi guru atau
dosen model, sedangkan yang lainnya mengamati. Pengamatan difokuskan pada kegiatan
belajar peserta didik, dengan prosedur dan instrument yang sudah disepakati. Pengamat
mengamati bagaimana peserta didik belajar, dengan tujuan belajar dari pembelajaran yang
berlangsung. Pengamat diperbolehkan memfoto atau merekam, tetapi tidak boleh
mengganggu proses pembelajaran(Susilo, 2009). Sesama pengamat juga tidak diperbolehkan
saling berbicara. Tahap See(merefleksikan). Refleksi dilakukan langsung setelah
pembelajaran selesai, dengan cara diskusi untuk menemukan kelebihan dan kekurangan
dalm pelaksanaan pembelajaran. Salah satu anggota LS ditunjuk untuk memandu jalannya
diskusi. Kesempatan pertama diberikan kepada guru atau dosen model, sehingga dia bisa
mengungkapkan pendapatnya atau pemikirannya tentang pembelajaran yang sudah
berlangsung. Kemungkinan guru atau dosen model merasa pembelajaran tidak seperti yang
diinginkan, atau masih terjadi kekurangan yang perlu diperbaiki. Kesempatan berikutnya
diberikan kepada pengamat, dimulai dari pengamat yang merupakan anggota LS, baru
kemudian pengamat dari luar anggota jika ada. Dengan demikian semua pengamat dapat
menyampaikan pendapatnya tentang pelajaran apa yang bisa dipetik dari pembelajaran yang
telah diamati. Kesan dan pesan terutama dari aktifitas belajar peserta didik.Kritik dan saran
harus disampaikan secara bijak, tanpa harus menyakiti perasaan guru atau dosen
model,kritik dan saran dipakai untuk perbaikan pembelajaran berikutnya (Susilo,2009).
Mata Kuliah Struktur dan Perkembangan Tumbuhan (SPT II)
Mata KuliahStruktur dan Perkembangan Tumbuhan II adalah salah satu mata kuliah
bidang study yang ada pada kurikulum Program Study Pendidikan Biologi FKIP
Universitas Jember. Mata kuliah ini ber SKS 3, dengan penyelenggaraan 1 X tatap muka
perkuliahan dan 1 X kegiatan praktikum dalam satu minggu. Dalam silabus yang disusun
oleh tim dosen pengampu mata kuliah, ditentukan standar kompetensi sebagai berikut:
setelah menempuh mata kuliah ini peserta didik mampu menganalisis anatomi tumbuhan
279
yang meliputi organisasi tingkat sel, jaringan, organ serta memahami perkembangan organ
reproduksi generatif tumbuhan berbiji (Spermatophyta). Cakap, terampil, bertanggungjawab,
dalam aplikasi terkait kehidupan sehari-hari. Mata kuliah ini mempelajari struktur tumbuhan
secara mikroskopis,sehingga menuntut keterampilan peserta didik dalam mengoperasikan
mikroskop dan perangkatnya. Karena sifat bahan ajarnya yang lebih berorientasi
mikroskopis, seringkali penguasaan terhadap bahan ajar kurang, walaupun sudah sering
digunakan media dari pengamatan sayatan mikroskopis, untuk membantu memudahkan
penguasaan atau pemahaman peserta didik. Pemahaman yang kurang, mengakibatkan retensi
terhadap materi mata kuliah ini rendah, dengan gejala sedikit yang masih tersisa dalam
ingatan para peserta didik. Oleh sebab itu perlu upaya peningkatan kwalitas belajarannya.
Kwalitas belajar peserta didik, selain dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti tenaga
pendidik dan proses pembelajaran, juga dipengaruhi oleh masalah individual peserta didik,
seperti sulit berkonsentrasi, kurang bersemangat, egois, pemalu,atau kurang bergaul dengan
teman (Rusydie, 2011). Peserta didik yang kurang bersemangat menunjukkan kurangnya
motivasi. Motivasi menentukan ketekunan belajar. Seseorang yang telah termotivasi untuk
belajar sesuatu, akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun untuk memperoleh
hasil yang baik ( Uno, 2011). Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses yang
kompleks karena melibatkan beberapa aspek dan komponen yang saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya, sehingga diperlukan kemampuan yang baik dalam pengelolaannya (
Sobri dkk, 2009).
METODE
Penerapan Lesson study pada mata kuliah SPT II bertujuan meningkatkan kwalitas
belajar peserta didik pada satu sisi, serta meningkatkan kompetensi pendidik pada sisi yang
lain, melalui perbaikan kwalitas pembelajaran. Lesson study diterapkan pada mata kuliah
SPT II dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang termaktub pada Undang-Undang Sis
Dik Nas Nomor 20 tahun 2003. Aspek-aspek tersebut merupakan unsur yang dimasukkan
dalam rancangan pembelajaran yang dirancang dan dibuat pada tahap Plan, diaplikasikan
pada tahap Do dan direfleksi pada tahap See, pada Lesson study. Lesson study diterapkan
dalam mata kuliah SPT II di dua kelas, yaitu kelas A dan kelas X. Total jumlah mahasiswa
adalah 63 orang, serta melibatkan 3 orang tim dosen pengampu mata kuliah sebagai anggota
Lesson study, serta seluruh dosen Prodi Pendidikan Biologi FKIP yang sedang aktif,juga
sebagai anggota Lesson study.
Lesson study ini dirancang untuk dilakukan sebanyak 3 siklus, dengan Open Lesson
dilaksanakan pada bulan Oktober, November serta Desember tahun 2013.Tahap Plan yang
pertama dilakukan pada bulan September 2013 pada saat awal semester gasal tahun ajaran
280
2013/2014, selanjutnya dilakukan di setiap siklus. Tahap Do dilakukan dengan Open
Lesson, tahap See segera setelah tahap Do dilakukan. Open Lesson yang telah dilaksanakan
dihadiri oleh 7 orang dosen P.Biologi dan 1 orang dosen model. Selain hal-hal penting yang
dipelajari oleh para pengamat pada saat proses pembelajaran, serta disampaikan pada saat
refleksi sebagai masukan untuk perbaikan pada proses pembelajaran siklus selanjutnya,perlu
dilihat hasil Lesson study ini dari respons peserta didik ( Mahasiswa peserta mata kuliah
SPT II). Setiap selesai satu siklus, peserta didik ( Maha Siswa) diberi angket, untuk melihat
respons mereka, selain data yang diperoleh dari hasil pengamatan para pengamat. Setiap
akhir siklus, sebanyak 20 peserta didik ( Maha Siswa ), mengisi angket. Dari dua siklus yang
telah dilakukan, dapat dilihat respons peserta didik, dari jawaban angket.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Pertanyaan dan Respons Peserta Didik (Mahasiswa)
No Butir Pertanyaan Ya Tidak Alasan
1 Apakah pembelajaran yang telah
dilaksanakan menarik?
100% 0 % Ya. Siswa aktif, tidak
membuat ngantuk,
banyak tampilan
gambar, menarik dan
menyenangkan.
2 Apakah pembelajaran menyenangkan? 90 % 10 % Ya, banyak tampilan
gambar, siswa
dapat memahami
materi yang sulit
dengan mudah.
Tidak, karena menjadi
bosan dan bingung.
3 Apakah pembelajaran mudah
dimengerti?
90 % 10 % Ya, karena banyak
pengetahuan yang
kami dapat
dengan mencari
sendiri, berdiskusi
bersama, evaluasi,
dan disampaikan
secara menarik.
Tidak, karena
terkadang diskusi
dengan teman
membingungkan.
4 Apakah Anda termotivasi untuk belajar? 100 % 0 % Ya. Menjadikan kami
mendapat banyak
sumber baru, metode
yang digunakan
memotivasi kami dan
membangkitkan
281
semangat serta
memberikan tantangan
untuk mengasah
kemampuan.
5 Apakah pembelajaran mendorong Anda
untuk bekerja sama dengan teman?
100 % 0 % Ya, karena kami bisa
saling sharing dengan
teman sehingga
pemahaman dan
informasi yang didapat
semakin luas.
6 Apakah pembelajaran mendorong Anda
dalam kemandirian belajar?
80 % 20 % Ya, karena masing-
masing dari kami
dituntut
memahami materi
secara jelas dan
metode presentasi
yang diacak
membuat kami
merasa lebih
bertanggung
jawab.
Tidak, karena ada yang
menggantungkan diri
pada teman.
7 Apakah media yang digunakan
menarik?
90 % 10 % Ya, beraneka media
yang digunakan,
banyak terdapat
gambar, Power
point menarik.
Tidak karena tidak ada
hadiah.
8 Apakah media yang digunakan dapat
membantu untuk memahami
materi yang dibelajarkan?
100 % 0 % Ya. Media sangat
memperjelas materi dan
gambar yang disajikan
menarik.
9 Apakah bahan ajar yang tertulis dalam
LKM membantu Anda dalam
belajar?
50 % 50 % Ya. LKM menuntun
dalam langkah-
langkah diskusi.
Ada referensi
yang bisa diakses
untuk
ketercapaian
indikator,
sehingga bisa
membuat
kesimpulan
dengan mudah.
Tidak, karena kurang
jelas dan tidak ada
uraian materi yg
banyak.
10 Apakah bahan ajar yang tertulis dalam 50 % 50 % Ya. Materi terangkum
282
LKM mudah dipahami? dengan jelas,
sederhana dan
langsung pada
topik bahasan
sehingga mudah
dipahami.
Tidak, karena bahan
pembelajaran kurang
jelas , hanya sedikit.
11 Apakah tugas-tugas dalam LKM
memberi tantangan belajar?
60 % 40 % Ya, karena terpacu
untuk menyiapkan
bahan diskusi
sendiri, lebih
termotivasi untuk
belajar dan
memberikan
pengetahuan baru.
Tidak, beberapa ada
yang malas dan
menyontek.
12 Apakah asesmen dan evaluasi
dilaksanakan secara transparan?
80 % 20 % Ya, evaluasi dilakukan
secara jelas,
dengan petunjuk
yang mudah
dipahami, hasil
penilaian
dikembalikan
pada siswa.
Tidak, karena tidak
mengetahui itu
penilaian UTS atau
UAS.
13 Apakah asesmen sesuai dengan materi
yang dibelajarkan?
100 % 0 % Ya, materi yang
dijelaskan dan
didiskusikan sesuai
dengan yang diujikan.
14 Apakah instrumen asesmen mudah
dipahami maksudnya ?
100 % 0 % Ya, karena bahasa yang
digunakan mudah
dipahami.
15 Apakah menurut Anda soal-soal dalam
tes sesuai dengan kompetensi yang
dituntut?
100 % 0 % Ya, sesuai dengan
kompetensi yang
dituntut.
Jumlah persentase 1290% 210 %
Rata-rata persentase 86 % 14 %
Data menunjukkan bahwa jawaban positif ( iya ), dari 15 poin pertanyaan, rata-rata
sebesar 86 %, sedangkan sisanya, yaitu sebesar 14 % adalah jawaban negatif ( tidak).
Pertanyaan yang berkenaan dengan kemenarikan pembelajaran, poin 1,2,3, oleh para peserta
283
didik dirasa menarik, menyenangkan dan mudah dimengerti. walaupun masih ada 10 %
peserta yg menjawab tidak mudah mengerti. Rata-rata mereka merasa bahwa dengan diskusi
dan presentasi, dengan menampilkan banyak gambar / foto mikrograf, membuat mereka
tidak ngantuk. Suasana kelas berbeda, karena bisa bertukar pendapat dengan teman. Selain
dituntut untuk bisa memahami dan menjelaskan pada teman, mereka juga merasa mendapat
informasi dari sumber yang banyak dan beraneka ragam sehingga membantu pemahaman..
Peserta didik yang menjawab bahwa diskusi menyebabkan bosan dan bingung merasa
informasi dari teman diskusinya tidak jelas bagi dia. Metode diskusi yang dipakai dalam
pembelajaran sebenarnya memberikan peluang pada semua anggota kelompok untuk
berpartisipasi aktif,berpikir kritis, mengekspresikan pendapatnya secara bebas,
menyumbangkan buah pikirannya untuk memecahkan masalah bersama. Diskusi menjadi
tidak efektif jika kelompoknya terlalu besar, bisa juga didominasi oleh orang-orang tertentu
yang suka berbicara (Asmani,2010).
Mengenai motivasi, kerjasama dan kemandirian belajar yang ada pada butir
pertanyaan 4,5 dan 6. Rata-rata peserta didik merasa bahwa dengan diberi kesempatan
mencari bahan ajar dari berbagai sumber, disharingkan kepada teman, semua itu
membangkitkan semangat belajar. Suasana belajar dan proses pembelajaran yang
memungkinkan paserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, adalah salah satu
hal yang tersirat dalam Undang-Undang Sis Dik Nas No 20 thn 2003 (Muhaimin, 2011).
Sifat materi kuliah yang lebih mikroskopik, menjadikan mereka terdorong mencari
fotomikrograf nya. Mata kuliah SPT II, membahas tentang anatomi tumbuhan. Untuk
memahami fungsi bagian tumbuhan bertumpu pada pengetahuan yang baik tentang sel dan
jaringan tumbuhan yang berkaitan dengan fungsi tersebut (Hidayat, 1995). Memperoleh
gambar-gambar organ dan jaringan tumbuhan membuat mereka merasa senang terhadap
materi ajar, serta termotivasi untuk belajar. Kemandirian belajar mereka peroleh ketika harus
menguasai bagian yang ditugaskan pada setiap individu untuk dijelaskan pada kelompok.
Kebersamaan juga terbangun ketika mereka masing- masing harus berbicara dan
mendengarkan anggota kelompoknya yang sedang berbicara.
Butir pertanyaan 7 dan 8 berkaitan dengan media belajar, rata-rata (95 %) direspons
oleh peserta didik dengan jawaban positif iya. Mereka merasa bahwa dengan media gambar,
baik yang berupa kartu maupun dalam powerpoint, mempermudah mereka memahami
materi. gambar- gambar sel, jaringan dan organ tumbuhan tersebut sangat memudahkan
mereka untuk mengerti, mengingat serta memahamkan mengenai struktur anatomi
tumbuhan, yang pada akhirnya akan membantu dalam memahami fungsinya. Kerucut
pengalaman Dale memposisikan symbol visual lebih kongkrit dibandingkan symbol verbal
284
(kata-kata) ( Daryanto, 2012) sehingga tingkat memberikan kontribusi diingat lebih besar
dibandingkan kata-kata.
Butir pertanyaan 9,10,11, adalah tentang Lembar Kerja Mahasiswa (LKM), merupakan
hal yang paling dirasa kurang oleh para peserta didik. Rata-rata ( 53,3%) direspons
positif,sedangkan 46,7 % sisanya adalah respons negatif. Ini berarti LKM yang dibuat oleh
tim dosen pengampu mata kuliah SPT II, masih terlalu jauh dari kata baik. LKM masih
sangatmemerlukan penyempurnaan, untuk dipakai pada siklus selanjutnya.
Butir pertanyaan 12,13,14 dan 15 mengenai asesmen. Rata-rata sebesar (95 %)di
respons positif oleh peserta didik, sedangkan 5 % sisanya masih negatif. Sebagian besar
mereka merasa bahwa asesmen telah dilaksanakan secara terbuka, transparan, dengan
petunjuk yang mudah dipahami, bahasanya sederhana dan mudah dimengerti, serta sesuai
dengan indikator yang akan dicapai. Mereka merasa bahwa asesmen dan evaluasi
dilaksanakan dengan transparan, karena hasil tes, dikembalikan pada mereka setelah
dikoreksi dan direkap. Mereka tahu mana jawaban yang salah, mengapa salah, dan
seharusnya bagaimana jawaban yang benar. Karena itu mereka merasa lebih puas meskipun
hasil yang diperolehnya mungkin belum bagus. Data menunjukkan bahwa dari 20 orang
mahasiswa yang dilihat nilainya setelah selesai siklus I, lima orang peserta didik atau 25 %
mendapatkan skor 90 -95, tujuh orang atau 35 % peserta didik mendapatkan skor 80-89,
enam orang atau 30 % peserta didik mendapatkan skor 70-79, sedangkan sisanya dua orang
atau 10 % peserta didik masih mendapatkan skor 60-69. Hal ini sudah kelihatan bahwa hasil
dari kegiatan perbaikan pembelajaran melalui Lesson study, berdampak pada penguasaan
atau pemahaman yang lebih baik disbanding sebelumnya yang ditunjukkan dari rata- rata
skor hasil tes yang kurang dari 75.
KESIMPULAN
1. Lesson study yang dilaksanakan pada mata kuliah Struktur dan Perkembangan
Tumbuhan II di Program Study Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember
semester gasal tahun akademik 2013/2014 mendapat respons positif dari peserta
didik, dengan tingkat jawaban positif dari lima belas pertanyaan terkait
pembelajaran. Rata-rata jawaban positif sebesar 86 % sedangkan jawaban negatif
sebesar 14 %
2. Titik lemah pada pembelajaran, menurut respons peserta didik ( Mahasiswa),
terutama pada kwalitas LKM. Informasi ini penting untuk menjadi unsur perbaikan
285
pada perancangan pembelajaran dan proses pembelajaran selanjutnya, dan menjadi
sarana peningkatan kompetensi pendidik dalam hal ini dosen pengampu mata kuliah.
3. Lesson study pada mata kuliah SPT II di Program Study Pendidikan Biologi FKIP
Universitas Jember semester gasal tahun akademik 2013/2014 terbukti dapat
meningkatkan pemahaman peserta didik, yang selanjutnya dapat meningkatkan
hasilbelajarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Asmani,J.M. 2011. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif, 138-142. Jogjakarta: Diva
Press.
Daryanto.2011 Media Pembelajaran, 11-13. Bandung: PT Sarana Tutorial Nurani sejahtera.
Hadis,A. dan B. Nurhayati. 2010.Manajemen Mutu Pendidikan, 18-30. Bandung : Alfabeta.
Hendayana,S., Suryadi,D., A. Karim, M.,Sukirman, Ariswan, Sutopo,Supriatna, A.,
Sutiman,Santoso, Imansyah,H., Paidi, Ibrohim, Sriyati,S.,Permanasari,A., Hikmat,
Nurjanah, Joharmawan, R. 2007. Lesson study (Suatu Strategi untuk Meningkatkan
Keprofesionalan Pendidik),1-19. Bandung : FPMIPA UPI dan JICA.
Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji, 1-3. Bandung : ITB
Muhaimin, Akhmad, A. 2011. Pendidikan yang Membebaskan, 15-18. Jogjakarta : Ar-ruzz
Media.
Rusydie, S. 2011. Prinsip- prinsip Manajemen Kelas, 77-100. Jogjakarta : Diva Press.
Sobri, Jihad, A., Rochman, C.H. 2009. Pengelolaan Pendidikan,23-34.Jogjakarta : Multi
Pressindo.
Susilo,H., Chotimah Husnul, Joharmawan, R., Jumiati, Dwita Y.S., Sunaryo. 2009. Lesson Study
Berbasis Sekolah, 1-35. Malang : Bayumedia Publishing.
286
287
PENGGUNAAN LEMBAR KERJA MAHASISWA (LKM) BERBASIS LESSON
STUDY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATA
KULIAH ANALISIS REAL
Dian kurniati, Dinawati Trapsilasiwi
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember
Abstrak: Mata kuliah Analisis Real merupakan mata kuliah wajib di Program Studi
Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember, dengan kode mata kuliah KPM 1501.
Mata kuliah ini merupakan salah satu mata kuliah yang menuntut mahasiswa untuk dapat
melakukan analisa terhadap suatu teorema, rumus ataupun formula dalam matematika yang
dilakukan dengan melakukan pembuktian terhadap kebenarannya. Oleh karena itu, mata
kuliah ini termasuk mata kuliah yang kurang diminati oleh mahasiswa karena obyek
kajiannya yang kering. Mahasiswa tidak terbiasa berpikir secara induktif, dengan didasarkan
pada teorema-teorema atau sifat-sifat yang sudah dipelajari sebelumnya. Padahal proses
berpikir yang demikian itu akan sangat bermanfaat bagi mereka dalam terjun ke dunia nyata.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan dengan berbasis lesson study yang terdiri dari 3
(tiga) siklus, dan subyek penelitian adalah mahasiswa semester V angkatan 2010/2011 yang
menempuh perkuliahan pada semester ganjil tahun ajaran 2012-2013 sebanyak 83
mahasiswa. Setiap siklus terdiri dari 2 (dua) tatap muka. Pada siklus I dilakukan
pembelajaran dengan bantuan LKM dalam membimbing siswa membuktikan teorema-
teorema. Pada siklus II selain LKM juga digunakan metode Quick on the Draw dalam
menyelesaikan permasalahan yang ada. Pada siklus III juga digunakan LKM yang diberikan
sebelum perkuliahan dilakukan dan digunakan strategi Two Stay Two Stray dalam
pembahasannya. Pada siklus pertama terdapat 56 mahasiswa yang tuntas dalam belajar,
sedangkan pada siklus kedua terdapat 67 mahasiswa yang tuntas. Pada siklus ketiga terdapat
78 mahasiswa yang tuntas dalam belajar, sehingga dapat dikatakan bahwa LKM berbasis
Lesson Study mampu meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Analisa Real,
meskipun tidak 100% mahasiswa tuntas.
Kata Kunci : Lembar Kerja Mahasiswa, Lesson Study, Hasil Belajar, Analisa Real
PENDAHULUAN
Mata kuliah Analisis Real merupakan mata kuliah wajib di Program Studi Pendidikan
Matematika FKIP Universitas Jember, dengan kode mata kuliah KPM 1501. Menurut Dian
(2011), Mata kuliah ini merupakan salah satu mata kuliah yang menuntut mahasiswa untuk
dapat melakukan analisa terhadap suatu teorema, rumus ataupun formula dalam matematika
yang dilakukan dengan melakukan pembuktian terhadap kebenarannya. Oleh karena itu, mata
kuliah ini termasuk mata kuliah yang kurang diminati oleh mahasiswa karena obyek
kajiannya yang kering. Mahasiswa tidak terbiasa berpikir secara induktif, dengan didasarkan
pada teorema-teorema atau sifat-sifat yang sudah dipelajari sebelumnya. Padahal proses
berpikir yang demikian itu akan sangat bermanfaat bagi mereka dalam terjun ke dunia nyata.
Mengacu pada penjelasan sebelumnya, kegiatan perkuliahan analisa real yang awalnya
berfokus pada penjelasan dosen akan diubah yaitu berfokus pada mahasiswa dengan bantuan
Lembar Kerja Mahasiswa. Artinya melalui penggunaan Lembar Kerja Mahasiswa, setiap
288
mahasiswa diharapkan dapat memahami definisi dan teorema yang ada dengan cara
menjelaskan definisi atau membuktikan teorema-teorema berdasarkan definisi atau teorema
sebelumnya. Sehingga kemampuan berfikir deduktif mereka dapat terbentuk dengan
sempurna ketika proses mereka melakukan pembuktian secara konsisten dan berlaku secara
umum.
Akan tetapi pada kenyataannya, masih banyak mahasiswa yang belum mampu berfikir
deduktif ketika mereka mendefinisikan ataupun membuktikan teorema. Mereka hanya
berfokus pada proses pembuktian yang pernah mereka lakukan ketika di jenjang SMA
maupun ketika menempuh mata kuliah kalkulus. Hal inilah yang menyebabkan mahasiswa
belum mampu menguasai materi yang diajarkan pada mata kuliah Analisis Real, karena inti
kegiatan dari mata kuliah ini adalah kemampuan berfikir secara deduktif. Ketika mahasiswa
belum menguasai materi yang diajarkan, maka secara langsung akan berdampak pada
rendahnya ketuntasan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Analisis Real. Oleh karena
itu perlu dilakukan suatu perubahan dalam pembelajaran, sehingga ketuntasan hasil belajar
mahasiswa meningkat. Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan berfokus pada
penggunaan Lembar Kerja Mahasiswa berbasis Lesson Study. Hal ini dirancang dengan
alasan bahwa melalui lesson study , tim dosen dapat berdiskusi mengenai model LKM yang
dapat digunakan berdasarkan hasil pengamatan observer atau tim dosen lainnya terhadap cara
belajar mahasiswa selama di kelas.
Terdapat beberapa alasan mengapa lesson study dipilih sebagai salah satu cara untuk
mengatasi ketuntasan belajar yang rendah dari mahasiswa pada mata kuliah Analisis Real,
yaitu : (1) lesson study merupakan suatu cara efektif untuk meningkatkan kualitas belajar dan
mengajar di kelas, (2) lesson study mendorong para dosen untuk belajar sepanjang hayat
dalam upaya meningkatkan profesionalismenya, (3) lesson study dirancang secara kolaboratif
dalam kurun waktu tertentu melalui suatu studi yang intensif terhadap materi ajar,
karakteristik mahasiswa, dan strategi pembelajaran, (4) lesson study menawarkan suatu
proses dalam menumbuhkembangkan motivasi belajar mahasiswa, (5) lesson study memberi
dorongan untuk memberi fokus pada pola berpikir mahasiswa melalui observasi kelas, (6)
lesson study memunculkan perpektif baru tentang belajar dan mengajar (Hendayana, 2006).
Melalui Lesson study, tim dosen mata kuliah Analisis Real secara kolaboratif berupaya
membahas kesulitan mahasiswa dalam mempelajari materi analisis real khususnya materi
sifat kelengkapan bilangan real dan aplikasi dari sifat supremum bilangan real. Dosen
berupaya merancang perkuliahan sedemikian rupa sehingga mahasiswa dapat dibantu untuk
mengetahui kesulitan yang dialami selama proses pembuktian teorema pada kedua materi
289
yang diajarkan. Setelah tim dosen mampu membuat perkuliahan dapat dipahami oleh
mahasiswa, salah satu cara untuk peningkatan pemahaman tersebut dipilihlah penggunaan
LKM.
Berdasarkan penjelasan di atas, adapun tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah untuk
mengetahui ketuntasan belajar mahasiswa beserta peningkatannya melalui penggunaan LKM
berbasis lesson study pada materi sifat kelengkapan bilangan real dan aplikasi dari sifat
supremum bilangan real.
METODE PENELITIAN
Daerah penelitian merupakan tempat atau lokasi yang menjadi pusat pelaksanaan
suatu kegiatan penelitian. Dalam penelitian ini, daerah penelitian adalah Program Studi
Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember. Dalam penelitian ini subyek penelitiannya
adalah mahasiswa semester V angkatan 2010/2011 yang menempuh perkuliahan analisis real
pada semester ganjil tahun ajaran 2012-2013 sebanyak 83 mahasiswa.
Dalam kegiatan perkuliahan ini, setiap mahasiswa diminta untuk membuat LKM
dengan materi sifat kelengkapan dari bilangan real dan aplikasi dari sifat supremum bilangan
real. Kegiatan penyusunan dan presentasi LKM oleh beberapa siswa dilakukan dengan
menerapkan Lesson study. Kegiatan ini bertujuan agar guru dan observer mengetahui
kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam proses membuktikan suatu teorema yang ada di
LKM yang telah mereka susun. Sehingga guru dan observer dapat menentukan solusi dari
kesulitan tersebut dan akan mengakibatkan pada peningkatan ketuntasan belajar mahasiswa
pada dua materi tersebut.
Kegiatan lesson study pada penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada tahapan atau
siklus lesson study yaitu plan, do, dan see. Siklus dalam kegiatan ini terdapat 3, dimana setiap
siklus menerapkan LKM dengan berbeda model. Pelaksanaannya disesuaikan dengan
kebutuhan pada setiap perkuliahan dengan mengacu pada perkuliahan sebelumnya. Adapun
tiga tahapan dalam setiap siklus lesson study dapat dirinci sebagai berikut:
1. Tahap Plan (Perencanaan)
Perencanaan dilaksanakan secara kolaboratif oleh tiga orang dosen Pembina mata kuliah
yang termasuk dalam suatu kelompok Lesson Study. Satu orang dosen sebagai dosen model
dan dua dosen lainnya sebagai observer. Tim tersebut kemudian bertemu dan berbagi ide
menyempurnakan kegiatan perkuliahan yang sudah disusun dosen model untuk penerapan
atau penggunaan LKM. Pada tahap ini juga ditetapkan prosedur pengamatan dan instrumen
290
yang diperlukan dalam pengamatan yaitu berfokus pada keefektifan penggunaan LKM serta
proses berfikir deduktif mahasiswa dalam membuktikan suatu teorema.
2. Tahap Do (Pelaksanaan)
Tahapan ini dimaksudkan untuk menerapkan rancangan perkuliahan yang telah
direncanakan. Dosen model memberikan materi perkuliahan atau mengajar sesuai rancangan
sedangkan anggota kelompok Lesson Study yang lain mengamati mahasiswa. Focus
pengamatan adalah proses penyusunan LKm serta cara berfikir deduktif siswa yang terlihat
dalam proses pembuktian teorema dari LKmM yang mahasiswa susun. Selama proses
perkuliahan berlangsung, observer tidak diperbolehkan mengganggu proses perkuliahan
walaupun mereka merekam kegiatan masiswa. Tujuan utama pengamat adalah mengamati
masiswa selama proses perkuliahan berlangsung.
3. Tahap See (Refleksi)
Tahap ini dimaksudkan untuk menemukan kelebihan atau kekurangan dalam
perkuliahan khususnya terkait dengan penggunaan LKM oleh mahasiswa. Dosen model
bertugas mengawali diskusi dengan menyampaikan kesan dan pemikirannya selama proses
perkuliahan berlangsung. Kesempatan berikutnya diberikan kepada observer untuk
menyampaikan hasil pengamatnnya terhadap mahasiswa selama perkuliahan. Kritik dan saran
diberikan dengan tujuan pembelajaran berikutnya dapat berjalan dengan baik, khusunya
model LKM seperti apa yang dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari materi sifat
kelengkapan dari bilangan read an aplikasi dari sifat supremum bilangan real. Melalui
kegiatan see, tim lesson study dapat menentukan siswa yang tuntas dalam belajarnya ataupun
yang belum tuntas. Dasar penilaian dari ketuntasan ini digunakan sebagai pertimbangan
model perkuliahan berikutnya juga penetapan model LKM yanga akan digunakan di kelas.
Adapun diagram alur penelitian berbasis lesson study pada penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 1.
Identifikasi Masalah
Analisis (Penetapan Masalah dan Alternatif
Pembelajaran)
See
(Refleksi)
Siklus 1
291
Gambar 1. Diagram Alur Penelitian (modifikasi dari Herawati, 2010 : 4)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lesson Study adalah model pembinaan keprofesionalan guru/dosen secara
berkelanjutan dan juga terdapat tiga tahapan yaitu plan, do, dan see. Lesson Study
dilaksanakan dengan tujuan agar terjadi sebuah kolaborasi yang baik antar dosen dan dapat
meningkatkan kualitas perkuliahan dari setiap pertemuan dnegan mengacu pada pertemuan
sebelumnya. Karena dengan Lesson Study, tim dosen akan terus belajar serta memperbaiki
kekurangan, sehingga dapat meningkatkan kualitas mengajar secara terus menerus.
292
Pembelajaran berbasis Lesson Study sangat membantu dosen dalam perkuliahan, baik
sebelum perkuliahan maupun sesudah perkuliahan berlangsung. Guru secara kolaboratif
bersama Tim Lesson Study menyusun perangkat pembelajaran sehingga menjadi sempurna.
Kemudian Tim juga menjadi observer dalam kegiatan perkuliahan, sehingga seluruh kegiatan
siswa bisa diamati melalui bantuan observer. Setelah perkuliahan, dilakukan refleksi untuk
mengetahui kekurangan dari perkuliahan yang telah dilaksanakan. Kritik dan saran juga
disampaikan dengan tujuan bahwa perkuliahan selanjutnya menjadi lebih baik daripada
perkuliahan sebelumnya. Penggunaan LKM berbasis Lesson Study pada penelitian ini
berjalan dengan lancar sesuai dengan jadwal dan tahapan yang telah direncanakan. LKM
yang dibuat oleh mahasiswa juga sudah mengacu pada tata cara penyusunan LKM yaitu
runtut dan jelas beserta menuliskan alasan dari tiap langkah pembuktian teorema.
Pada siklus I dilakukan perkuliahan dengan bantuan LKM dalam membimbing siswa
membuktikan teorema-teorema sifat kelengkapan dari bilangan real. Pada siklus II selain
LKM juga digunakan metode Quick on the Draw dalam menyelesaikan permasalahan yang
ada. Pada siklus III juga digunakan LKM yang diberikan sebelum perkuliahan dilakukan dan
digunakan strategi Two Stay Two Stray dalam pembahasannya.
Ketuntasan belajar mahasiswa dalam penggunaan LKM pada materi awal di siklus I
menunjukkan peningkatan daripada kegiatan perkuliahan sebelumnya. Terdapat 56
mahasiswa yang tuntas dalam belajarnya untuk materi pertama di siklus I. Ketuntasan
tersebut mengacu pada skor LKM yang didapat dari setiap mahasiswa. Akan tetapi masih
terdapat 27 mahasiswa yang belum tuntas. Berdasarkan hasil pengamatan observer, 27
mahasiswa tersebut masih belum bisa menyusun LKM dengan runtut dan sistematis. Mereka
masih mengikuti tahapan pembuktian yanga ada di buku yang masih bersifat umum. Oleh
karena itu mereka mengalami kesulitan dalam pemahaman materi sifat kelengkapan dari
bilangan real. Selain itu penyebab berikutnya adalah ketidakpahaman mahasiswa dalam cara
menulis proses pembuktian yaitu mahasiswa masih salah dalam menentukan yang diketaui
dan apa yang akan dibuktikan. Selain itu mahasiswa juga salah menentukan tahapan awal
atau teorema awal atau definisi dasar yang akan digunakan untuk membuktikan teorema pada
LKM.
Mengacu pada hasil atau see siklus I, maka tim dosen pengampu mata kuliah analisis
real merancang kembali perkuliahan pada pertemuan berikutnya. Pada pertemuan yang kedua
penggunaan LKM tetap dilakukan dengan alasan bahwa mahasiswa senang dengan adanya
LKM. Mahasiswa dapat menyusun sendiri pembuktiannya dan meminta mahasiswa lain
293
untuk mengerjakan LKM yang telah mereka susun. Terdapat eprubahan dalam kegiatan
perkuliahan pada siklus II yaitu metode tes yang digunakan adalah menggunakan quick and
the draw yaitu mahasiswa secara spontan atau berlomba-lomba menjawab permasalahan dari
dosen. Sehingga setiap mahasiswa akan secara antusias untuk mempelajari materi yang ada di
LKM yang telah mereka buat. Bagi mahasiswa yang salah menjawab tidak diberi kesmepatan
untuk menjawab lagi di soal yang sama. Sehingga mereka akan lebih berhati-hati dalam
menjawab soal. Dengan model kegiatan perkuliahan seperti ini, masih terdapat 16 mahasiswa
yang tidak tuntas dan terdapat 67 mahasiswa yang tuntas pembelajarannya. Sehingga terdapat
peningkatan ketuntasan belajar mahasiswa yaitu 13,2 %. Ketuntasan tersebut tidak signifikan
akan tetapi sudah ada mahasiswa yang memulai paham dalam menyusun LKM dan
memahami materi yang kedua tentang sifat kelengkapan dari bilangan real. Dengan model
quick and the draw, mahasiswa masih merasa belum bisa memahami secara maksimal materi
yang disampikan dalam LKM. Hal ini dikarenakan bahwa mahasiswa masih bekerja secara
individu dan tidak dapat saling berdiskusi dengan teman lainnya ketika terjadi
ketidakpahaman dalam menyusun LKM.
Mengacu pada hasil observasi pada siklus II, maka pada siklus III tim dosen
pengampu mata kuliah mendesain perkuliahan dnegan model yang lain yang berfokus pada
pembentukan kelompok kecil, meskipun penggunaan LKM tetap dilakukan. Pada siklus III
materi yang disajikan yaitu aplikasi dari sifat supremum bilangan real. Perkuliahan dirancang
dengan model pembelajaran two stay two stray. Sehingga mahasiswa bisa berdiskusi dengan
tiga teman lainnya dalam kelompok. Selain itu mahasiswa juga bisa mempelajari materi atau
LKM lainnya dari kelompok lainnya ketika berkunjung. Sehingga mahasiswa dengan mudah
mempelajari materi dengan berdiskusi antar teman dalam kelompok ataupun kelompok
berbeda. Dari 83 mahasiswa, terdapat 78 mahasiswa yang tuntas dan 5 mahasiswa yang tidak
tuntas. Ketidaktuntasan 5 mahasiswa tersebut dikarenakan mereka masih tidak mau bertanya
kepada teman sekelompok atau kelompok lainnya jika megalami kesulitan dalam memahami
tahapan pembuktian yang ada di LKM. Sehingga mereka belum bisa menguasai materi
ketigas ecara utuh, dan ketika dilkaukan tes akhir, 5 siswa tersebut mengalami kesulitan.
Berdasarkan perhitungan ketuntasan hasil belajar mahasiswa, maka terdapat peningkatan
banyaknya mahasiswa yang awalnya terdapat 67 mahasiswa dan meningkat menjadi 78
mahasiswa atau terdapt peningkatan sebesar 13,2 %.
KESIMPULAN
294
Adapun kesimpulan dari kegiatan penelitian ini adalah pada siklus pertama terdapat 56
mahasiswa yang tuntas dalam belajar pada materi sifat kelengkapan bilangan real, sedangkan
pada siklus kedua terdapat 67 mahasiswa yang tuntas pada materi yang sama. Pada siklus
ketiga terdapat 78 mahasiswa yang tuntas dalam belajar dalam materi apliaksi dari sifat
supremum bilangan real. Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan LKM berbasis Lesson
Study mampu meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Analisa Real,
meskipun tidak 100% mahasiswa tuntas dalam belajarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bartle, Robert G. 2000. Introduction to Real Analysis Third Edition. John Waley and Sons.
New York
Hendayana, S. dkk. 2006. LESSON STUDY Suatu Strategi untuk Meningkatkan
Kepropesionalan Pendidik. UPI Press. Bandung.
Susilo, Herawati dkk. 2010. Lesson Study Berbasis Sekolah, Guru Konservatif Menuju Guru
Inovatif. Bayumedia Publishing. Malang.
. 2011. Pedoman Penulisan Makalah Lesson Study Seminar Exchange of
Experience. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional. Jakarta.