PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

299

Transcript of PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

Page 1: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY
Page 2: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

i

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

“PERAN LESSON STUDY DALAM MENSUKSESKAN

KURIKULUM 2013”

Dilaksanakan Tanggal 16 Desember 2013

Di Aula Lantai III Kantor Universitas Jember

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2013

Page 3: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

ii

Prosiding

Seminar Nasional Lesson Study

“Peran Lesson Study dalam Mensukseskan Kurikulum 2013”

16 Desember 2013

Editor:

Prof. Dr. Sutarto, M.Pd

Prof. Dr. H. Joko Waluyo, M.Si

Prof. Dr. Sunardi, M.Pd

Prof. Dr. Suratno, M.Si

Prof. Drs. Dafik, M.Sc., Ph.D

Drs. Nuriman, Ph.D

Cover & Layout:

Mochammad Iqbal

Diterbitkan oleh:

Jurusan Pendidikan MIPA

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Jember

ISBN 978-602-17886-1-5

Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh

isi buku ini ke dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk fotokopi merekam,

atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa ijin tertulis dari penerbit.

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Hak Cipta, Bab XII

Ketentuan Pidana, Pasal 72, Ayat (1), (2), dan (6)

Page 4: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

iii

Prosiding

Seminar Nasional Lesson Study

Tema:

Peran Lesson Study dalam Mensukseskan Kurikulum 2013

Penyelenggara:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Jember

Gedung 3 FKIP Universitas Jember

Jalan Kalimantan 37 Jember

Kotak Pos 162. Telp/fax. (0331) 334988, Jember 68121

Web: http://fkip.unej.ac.id

Page 5: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

iv

SUSUNAN PANITIA

SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY:

Penasehat : Drs. Moch. Hasan, M.Sc, Ph.D

(Rektor Universitas Jember)

Penanggung Jawab : Prof. Dr. Sunardi, M.Pd

(Dekan FKIP Universitas Jember)

Ketua Umum : Prof. Dr. Suratno, M.Si

Sekretaris Umum : Mochammad Iqbal, S.Pd., M.Pd

Bendahara Umum : Dian Kurniawati, S.Pd, M.Pd

Bendahara I : Ervin Oktavianingtyas, S.Si, M.Pd

1. Sie Humas dan

Perlengkapan : Bevo Wahono, S.Pd., M.Pd.

Abi Suwito, S.Pd., M.Pd.

2. Sie Acara : Pramudya Dwi, S.Pd., M.Pd

Rayendra Wahyu Bachtiar, S.Pd, M.Pd

3. Sie Sekratariatan : Kamalia Fikri, S.Pd, M.Si

Arif Fatahillah, S.Pd., M.Pd.

4. Konsumsi : Sulifah H. A. S.Pd., M.Pd.

Dr. Iis Nur Asyiah, S.P, M.P

5. Dokumentasi : Tamyiz

Yudi

Page 6: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

v

KATA PENGANTAR

Perubahan paradigma pendidikan di era globalisasi ini mengharuskan adanya

perubahan pola pikir (mindset) dan pola tindak (actionset) bagi guru terutama dalam

mengimplementasikan dan mengembangkan kurikulum 2013 yang diterapkan saat ini.

Perubahan pola pikir dan pola tindak bagi guru dalam mengelola kelas dan melaksanakan

proses pembelajaran, guru/dosen dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam

meningkatkan mutu layanan pendidikan khususnya layanan proses pembelajaran sesuai

dengan standar proses (Permendiknas nomor 41 tahun 2007). Proses pembelajaran perlu

direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan

efisien.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan Lesson Study

(LS). LS merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian

pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandasan prinsip-prinsip

kolegialitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.

Pada kesempatan ini, kami Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, mengadakan

Seminar Nasional Lesson Study dengan tema “Peran Lesson Study dalam

Mensukseskan Kurikulum 2013”.

Sesuai tema tersebut, Seminar Nasional Lesson Study ditujukan kepada para

pendidik (dosen maupun guru), pelajar (mahasiswa) dan praktisi pendidikan sebagai

pemegang peranan penting dalam mengoptimalkan pembelajaran.

Akhir kata, kami segenap panitia Seminar Nasional Lesson Study mengucapkan

terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada Ibu Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc,

Ph.D., Bapak Ryo Suzuki dan Prof. Dr. Suratno, M.Si selaku pembicara utama, seluruh

peserta dan pemakalah, dan semua pihak yang membantu terselenggara kegiatan Seminar

Nasional Lesson Study ini. Permohonan maaf kepada semua pihak, jika dalam

penyelenggaraan kegiatan ini terdapat kekurangan dan kekeliruan baik yang kami sengaja

maupun tidak sengaja.

Jember, 2013

Panitia Pelaksana

Page 7: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

vi

DAFTAR ISI

Susunan Panitia ............................................................................................................ iv

Kata Pengantar ............................................................................................................... v

Daftar Isi ......................................................................................................................... vi

Ketentuan Sidang Paralel ............................................................................................ vii

Jadwal Seminar ........................................................................................................... viii

Jadwal Sidang Paralel ..................................................................................................... x

Daftar Makalah Paralel .............................................................................................. xiv

Makalah Utama

Prof. Dra. Herawati Susilo, M.S, Ph.D .................................................................... 2

Ryo Suzuki ................................................................................................................ 40

Prof. Dr. Suratno, M.Si ............................................................................................ 47

Makalah Seminar ......................................................................................................... 59

Page 8: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

vii

KETENTUAN SIDANG PARALEL

1. Dalam satu ruang sidang terdiri dari (5 – 10) pemakalah.

2. Waktu yang disediakan untuk sidang panel adalah jam 13.30 sampai dengan jam

16.00.

3. Dalam tiap sesi, pemakalah mempresentasikan makalah dengan jatah waktu

presentasi tidak lebih dari 10 menit, kemudian diikuti tanya jawab dari peserta

seminar.

4. Waktu tanya jawab yang disediakan adalah 10 menit.

5. Waktu antara pergantian tiap session dan hal-hal lain yang tidak terduga, seperti teknis

persiapan presentasi menggunakan media diberikan toleransi 5 menit.

6. Moderator dan notulen harap bersikap tegas terhadap pengelolaan waktu yang

didukung oleh semua peserta seminar.

7. Apabila terjadi pembengkakan waktu oleh satu pemakalah akan menunggu waktu

sesion berikutnya.

8. Selama sidang panel berlangsung, semua pemakalah dan peserta harap menonaktifkan

handphone atau diset silent.

9. Tidak ada waktu istirahat untuk makan/minum snack, untuk itu makan atau minum

diperbolehkan dibawa masuk ke dalam ruangan sidang.

10. Para pemakalah dan peserta tidak diperkenankan keluar masuk ruangan agar tidak

mengganggu jalannya sidang kecuali ada kepentingan darurat.

11. Semua pemakalah dan peserta seminar wajib mengisi daftar hadir yang telah

disediakan pada tiap sesion.

12. Sertifikat seminar diberikan kepada semua peserta dan pemakalah yang dapat

mengikuti seluruh acara sidang panel sampai selesai.

Page 9: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

viii

Jadwal Kegiatan Seminar Nasional

No Waktu Kegiatan Petugas Tempat

1 07.00 –

08.00

Registrasi Panitia

Gedung

Rektorat Lt 3

UNEJ

2 08.00 –

08.30

Opening Ceremony:

1. Menyanyikan Lagu

Nasional Indonesia

Raya

2. Laporan Ketua

Pelaksana

3. Sambutan Rektor

UNEJ

4. Pembacaan Doa

5. Pemutaran Video

Dokumenter LS

3 08.30 –

10.00

Sesi I

Pemakalah Utama

Prof. Dra. Herawati

Susilo, M.Sc., Ph.D.

(Pemakalah1)

Arif Fatahillah,

S.Pd., M.Si.

(Moderator)

4 10.00 –

12.00

Sesi II

Pemakalah Kedua

Ryo Suzuki

(Pemakalah 2)

Sri wahyuni, S.Pd.,

M.Pd (moderator)

5 12.00-

12.30

Sesi III

Pemakalah ketiga

Prof. Dr. Suratno,

M.Si

(pemakalah 3)

Sri wahyuni, S.Pd.,

M.Pd (moderator)

5 12.30 –

13.30

Ishoma

Page 10: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

ix

6 13.30 –

16.00

Sesi III

Sidang Paralel

Panitia, Pemakalah

dan Peserta

Gedung 3

FKIP UNEJ 7 16.00 –

16.30

Penutupan dan Pembagian

Sertifikat Panitia

Page 11: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

x

JADWAL SIDANG PARALEL

Nama Pemateri Judul Makalah Keterangan

Baso Amri

Mursyid

Implementasi Lesson Study pada

Pembelajaran Mipa di SMA untuk

Menunjang Revitalisasi Pendidikan Karakter

dan Perolehan Nilai Ujian Nasional

Ruang

PPG 1 Gedung 3

FKIP UNEJ

Waktu

13.30 – 16.00

Penanggung

Jawab

Abi Suwito

Enny Sudarwaty Sosialisasi dan Implementasi Kurikulum 13

Berbasis Lesson Study pada Guru dan Calon

Guru di SMK Negeri 13 Malang

Abi Suwito Lesson Study: Perbaikan Pembelajaran pada

Materi Frekuensi Relatif Ke Peluang

dengan Menggunakan Model STAD-

Penemuan Terbimbing

Iftitachiatur Rusda Peningkatan Keaktifan Siswa dalam

Pembelajaran Sistem Indera Manusia dengan

Strategi Picture and Picture Modification

melalui Lesson Study

Pujiastuti Respons Mahasiswa Pada Lesson Study

Mata Kuliah Struktur Perkembangan

Tumbuhan Ii Di Program Study Pendidikan

Biologi Fkip Universitas Jember Semester

Gasal Tahun Ajaran 2013/2014

Agustiningsih Peningkatan Kemampuan Mahasiswa dalam

Pengelolaan Pembelajaran bagi Mahasiswa

Program Studi PGSD Di SDN Ajung 01

Jember Melalui PPL Berbasis Lesson Study

Anggriani Implementasi Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA dengan Lesson Study (LS)

Ruang

PPG 2

Gedung 3 FKIP

UNEJ

Waktu

13.30-16.00

Penanggung

Jawab

Rayendra W

Umroatul Inayah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

STAD (Students Teams Achievement

Division) untuk Meningkatkan Interaksi

Siswa dan Pemahaman Konsep Sistem Saraf

Melalui Lesson Study

Heny Yudyastuti Media Percobaan Fotosintesis 4R dalam

Pembelajaran Biologi melalui Kegiatan

Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember

Page 12: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

xi

Komang Gde

Suastika

Implemenasi Model Peningkatan

Kompetensi Guru Sains SMA melalui

Bimbingan Teknis Terintegerasi Berbasis

Lesson Study di Kota Palangka Raya

Rayendra Wahyu

Bachtiar

Peran Lesson Study dalam Peningkatan

Keterampilan Proses Sains Mahasiswa pada

Perkuliahan Astronomi

Susanto Lesson Study dalam Perkuliahan Geometri

dengan Think Aload untuk Mengidentifikasi

Kesalahan Mahasiswa dalam Membuktikan

Teorema-Teorema Tentang Kesebangunan

Sri moerniah Peningkatan Hasil Belajar Konsep Asam,

Basa, Garam dengan Metode Eksperimen

pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 9

Jember melalui Lesson Study

Ruang

PPG3

Gedung 3

FKIP UNEJ

Waktu 13.30-

16.00

Penanggung

Jawab

Pramudya

Ika Lia Novenda Efektivitas Pelaksanaan PPL berbasis LS

pada mata kuliah Strategi belajar mengajar

Tutuk Mudjiastuti Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe

STAD (Student Team Achievement Division)

Terintegrasi Lesson Study Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Matematika

Pada Siswa Kelas IX F Semester Ganjil

Tahun Ajaran 2013/2014

Kamalia Fikri Upaya Peningkatan Kualitas Komunitas

Belajar Mahasiswa Melalui Kegiatan Lesson

Study

Nafilah Sonya Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Pada

Materi Sistem Koordinasi dengan Penerapan

Model Pembelajaran Kooperatif Group

Investigation (GI) Melalui Lesson Study

Kukuh Munandar Model Transformasi Pedagogik pada Konten

Mikrobiologi:

Suatu Model Hipotetik Untuk Memperbaiki

Lesson Study

Iis Nur Asyiah Implementasi Lesson Study dalam Mata

Kuliah Fisiologi Tumbuhan Prodi Ruang

PPG 4

Page 13: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

xii

Pendidikan Biologi FKIP Universitas

Jember

Waktu

13.30 -16.00

Penanggung

Jawab

M.Iqbal Anis Mubashiroh Penerapan Model Pembelajaran STAD

melalui Lesson Study Guna Meningkatkan

Pemahaman Konsep dan Retensi Siswa pada

Pokok Bahasan Sistem Indera di Smp Negeri

2 Wuluhan

Mei Sudarti 2013. Peningkatan Hasil Belajar Biologi

melalui Rangkuman Bertabel pada Siswa

Kelas VIII A SMP Negeri 1 Jember Tahun

Pelajaran 2013/2014

Mochammad Iqbal Respons Mahasiswa terhadap Praktik

Pengalaman Lapangan Berbasis Lesson

Study di SMP Negeri 9 Wuluhan Jember

Tri Asih Penerapan CIRC dipadu PBL berbasis

Lesson Study untuk Meningkatkan

Kemampuan Memecahkan Masalah dan

Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa

Universitas Negeri Malang Matakuliah

Strategi Belajar Mengajar Tahun Akademik

2013/ 2014

Maryani Analisis Keterampilan Bereksperimen

Mahasiswa Calon Guru Fisika Melalui

Lesson Study

Bevo Wahono Pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan

Berbasis Lesson Study pada Perkuliahan

Metodologi Penelitian sebagai Sarana

Peningkatan Profesionalitas Dosen Pemula

Ruang

PPG 5

Waktu

13.30 – 16.00

Penanggung

Jawab

Bevo W

Margy Eldyanti Implementasi Model Pembelajaran

Kooperatif Jigsaw dalam meningkatkan

Interaksi Siswa dan Pemahaman Konsep

Bagian-bagian Alat Indera serta Fungsinya

Melalui Lesson Study

Nur Ida

Wahyningsih

Penggunaan ‘EKSTEKI’ Dikombinasikan

dengan Power Point untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Peserta Didik pada Materi

Sistem Ekskresi pada Manusia di Kelas IX-

Page 14: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

xiii

D SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran

2013/2014

Dinawati

Trapsilasiwi

Penggunaan Lembar Kerja Mahasiswa

(LKM) Berbasis Lesson Study Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa

Pada Mata Kuliah Analisis Real

Sulifah Apriliani Penyiapan Calon Guru Biologi yang

Profesional melalui Penerapan Lesson Study

dalam Matakuliah Micro Teaching di

Program Studi Pendidikan Biologi FKIP

Universitas Jember

Sri Wahyuni Pengembangan Penilaian Kinerja untuk

Meningkatkan Kualitas Penilaian Praktikum

Elektronika Dasar i pada Prodi Pendidikan

Fisika FKIP Universitas Jember

Singgih Bektiarso Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa pada

Mata Kuliah Fisika Bumi Antariksa dengan

Menggunakan Model Direct Instruction

Melalui Setting Lesson Study

Page 15: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

xiv

Daftar Makalah Seminar nasional Lesson Study

Model Transformasi Pedagogik pada Konten Mikrobiologi: Suatu Model Hipotetik

Untuk Memperbaiki Lesson Study (Kukuh Munandar) ....................................... 60

Pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan Berbasis Lesson Study pada Perkuliahan

Metodologi Penelitian sebagai Sarana Peningkatan Profesionalitas Dosen Pemula

(Bevo Wahono)........................................................................................................ 70

Implementasi Lesson Study dalam Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan Prodi

Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember (Iis Nur Asyiah) ............................. 81

Penerapan CIRC dipadu PBL berbasis Lesson Study untuk Meningkatkan

Kemampuan Memecahkan Masalah dan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa

Universitas Negeri Malang Matakuliah Strategi Belajar Mengajar Tahun Akademik

2013/ 2014 (Tri Asih) ............................................................................................. 90

Lesson Study dalam Perkuliahan Geometri dengan Think Aload untuk

Mengidentifikasi Kesalahan Mahasiswa dalam Membuktikan Teorema-Teorema

Tentang Kesebangunan (Susanto) .......................................................................... 99

Penggunaan ‘EKSTEKI’ Dikombinasikan dengan Power Point untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Peserta Didik pada Materi Sistem Ekskresi pada Manusia di Kelas IX-

D SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran 2013/2014 (Nur Ida Wahyningsih) . 109

Implemenasi Model Peningkatan Kompetensi Guru Sains SMA melalui Bimbingan

Teknis Terintegerasi Berbasis Lesson Study di Kota Palangka Raya (Komang Gde

Suastika) ................................................................................................................ 122

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Students Teams Achievement

Division) untuk Meningkatkan Interaksi Siswa dan Pemahaman Konsep Sistem

Saraf Melalui Lesson Study (Umroatul Inayah) ................................................. 133

Perbaikan Pembelajaran Pengembangan dan Telaah Kurikulum Sekolah

Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Divisions

(STAD) Berbasis pada Lesson Study (Jekti Prihatin) .......................................... 145

Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw dalam meningkatkan Interaksi

Siswa dan Pemahaman Konsep Bagian-bagian Alat Indera serta Fungsinya Melalui

Lesson Study (Margy Eldyanti) ........................................................................... 156

Media Percobaan Fotosintesis 4R dalam Pembelajaran Biologi melalui Kegiatan

Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember (Heny Yudyastuti).................................. 167

Page 16: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

xv

Peningkatan Hasil Belajar Biologi melalui Rangkuman Bertabel pada Siswa Kelas

VIII A SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran 2013/2014 (Mei Sudarti) ........... 178

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement

Division) Terintegrasi Lesson Study Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika

Pada Siswa Kelas IX F Semester Ganjil Tahun Ajaran 2013/2014 (Tutuk

Mudjiastuti) .......................................................................................................... 199

Implementasi Lesson Study pada Pembelajaran Mipa di SMA untuk Menunjang

Revitalisasi Pendidikan Karakter dan Perolehan Nilai Ujian Nasional (Baso Amri

Mursyid ................................................................................................................. 211

Peningkatan Kemampuan Mahasiswa dalam Pengelolaan Pembelajaran bagi

Mahasiswa Program Studi PGSD Di SDN Ajung 01 Jember Melalui PPL Berbasis

Lesson Study (Agustiningsih) ............................................................................... 225

Penerapan Model Pembelajaran STAD melalui Lesson Study Guna Meningkatkan

Pemahaman Konsep dan Retensi Siswa pada Pokok Bahasan Sistem Indera di SMP

Negeri 2 Wuluhan (Anis Mubashiroh) ................................................................. 242

Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Pada Materi Sistem Koordinasi dengan

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI) Melalui Lesson

Study (Nafilah Sonya) ........................................................................................... 252

Upaya Peningkatan Kualitas Komunitas Belajar Mahasiswa Melalui Kegiatan

Lesson Study (Kamalia Fikri) ............................................................................... 261

Respons Mahasiswa terhadap Praktik Pengalaman Lapangan Berbasis Lesson Study

di SMP Negeri 9 Wuluhan Jember (Mochammad Iqbal) ................................... 268

Respons Mahasiswa Pada Lesson Study Mata Kuliah Struktur Perkembangan

Tumbuhan Ii Di Program Study Pendidikan Biologi Fkip Universitas Jember

Semester Gasal Tahun Ajaran 2013/2014 (Pujiastuti) ........................................ 276

Penggunaan Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) Berbasis Lesson Study untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa pada Mata Kuliah Analisis Real (Dian

Kurniati) ............................................................................................................... 287

Page 17: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

1

MAKALAH UTAMA

Page 18: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

2

Peran Lesson Study dalam Implementasi Kurikulum 20131

Herawati Susilo2

Lesson Study dapat dimanfaatkan dalam implementasi Kurikulum 2013 sebagai sarana untuk

memodelkan kepada siswa mengenai bagaimana mengembangkan karakter guru dalam

belajar membelajarkan siswa, juga dalam mengembangkan kecakapan hidup abad 21 yaitu

berpikir (kritis dan tingkat tinggi, untuk memecahkan masalah, kreatif, dan metakognitif),

bertindak (berkomunikasi dan berkolaborasi, menggunakan teknologi informasi dan

komunikasi, fleksibel dan berinisiatif) dan menjalani kehidupan (memiliki pemahaman

global, menjadi warganegara yang baik, memiliki kepemimpinan dan tanggungjawab, dan

siap mengembangkan profesi berkelanjutan). Banyak isu dalam implementasi Kurikulum

2013 yang dapat diperjelas dan diklarifikasi menggunakan Lesson Study, antara lain

bagaimana membelajarkan siswa dengan menggunakan pendekatan saintifik, terutama

melalui pembelajaran kooperatif, inkuiri atau diskoveri, problem-based learning, dan

project-based learning serta bagaimana melaksanakan asesmen autentik dalam pembelajaran.

Lesson Study diyakini dapat meningkatkan keprofesionalan guru dalam implementasi

Kurikulum 2013 apabila dilaksanakan secara benar dan konsisten. Guru yang melaksanakan

Lesson Study secara berkelanjutan akan berkembang menjadi pribadi yang memiliki

komitmen tinggi terhadap kemaslahatan siswanya. Komitmen ini membentuk karakter guru

untuk memberikan layanan terbaik kepada siswa dengan memberikan hak setiap siswa untuk

belajar. Keteladanan guru yang mau terus belajar mengenai bagaimana membelajarkan

siswanya menciptakan situasi yang kondusif bagi siswa untuk meneladani gurunya mengenai

bagaimana belajar dan mengembangkan karakternya sendiri. Siswa yang terus menerus

belajar dan mengembangkan karakter yang baik akan memiliki kemungkinan yang lebih besar

untuk mencapai kompetensi seperti yang dipersyaratkan dalam Standar Kompetensi Lulusan

(SKL). Kurikulum 2013 menyajikan kriteria minimum untuk diimplementasikan oleh guru,

melalui Lesson Study sekelompok guru diharapkan dapat mengembangkan proses

pembelajaran jauh di atas kriteria minimal yang dituntut dalam Kurikulum 2013.

Kata-kata kunci: Lesson Study, Implementasi Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 sudah dicanangkan dan diharapkan dapat diimplementasikan secara

bertahap di seluruh sekolah di Indonesia pada waktunya. Dalam sambutan pencanangan

Kurikulum 2013, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh (2013)

menegaskan bahwa Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari kurikulum

sebelumnya untuk merespon berbagai tantangan internal dan eksternal. Titik tekan

pengembangan Kurikulum 2013 adalah penyempurnaan pola pikir, penguatan tata kelola

kurikulum, pendalaman dan perluasan materi, penguatan proses pembelajaran, dan

penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan

dengan apa yang dihasilkan. Pengembangan kurikulum menjadi amat penting sejalan

dengan kontinuitas kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni budaya serta

perubahan masyarakat pada tataran lokal, nasional, regional, dan global di masa depan.

Aneka kemajuan dan perubahan itu melahirkan tantangan internal dan eksternal yang di

1 Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Lesson Study di Universitas Negeri Jember, 16 Desember

2013. 2 Prof. Dra. Herawati Susilo, M. Sc., Ph. D adalah gurujurusan Biologi di FMIPA dan Pascasarjana UM,

alamat email [email protected] HP 08123271741

Page 19: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

3

bidang pendidikan. Karena itu, implementasi Kurikulum 2013 merupakan langkah

strategis dalam menghadapi globalisasi dan tuntutan masyarakat Indonesia masa depan.

Menurut Nuh (2013) pengembangan Kurikulum 2013 dilaksanakan atas dasar beberapa

prinsip utama. Pertama, standar kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan. Kedua,

standar isi diturunkan dari standar kompetensi lulusan melalui kompetensi inti yang bebas

mata pelajaran. Ketiga, semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan

sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa. Keempat, mata pelajaran diturunkan dari

kompetensi yang ingin dicapai. Kelima, semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti.

Keenam, keselarasan tuntutan kompetensi lulusan, isi, proses pembelajaran, dan

penilaian. Aplikasi yang taat asas dari prinsip-prinsip ini menjadi sangat esensial dalam

mewujudkan keberhasilan implementasi Kurikulum 2013.

Agar prinsip-prinsip di atas diaplikasikan secara taat asas, pemerintah melalui Badan

Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan

Mutu Pendidikan (BPSDMPK dan PMP) telah berupaya keras mempersiapkan segala

sesuatu yang diperlukan di dalam implementasi Kurikulum 2013, yaitu antara lain dengan

mengembangkan modul implementasi Kurikulum 2013 yang berisi materi pelatihan bagi

guru setiap jenjang pendidikan, dan pelatihan bagi pengawas SD/SMP/SMA/SMK,

kepala sekolah SD/SMP/SMA/SMK, dan guru SD/SMP/SMA/SMK (Kemendikbud,

2013). Pelatihan dilaksanakan secara bertahap untuk kelas dan mata pelajaran tertentu

hingga untuk seluruh kelas dan seluruh mata pelajaran.

Meskipun belum mendapat giliran untuk mengikuti pelatihan implementasi Kurikulum

2013, guru diharapkan belajar terus menerus (belajar sepanjang hayat) untuk mencari pola

terbaik bagaimana membelajarkan siswa agar memiliki kompetensi yang diperlukan

untuk hidup di masa depan. Perubahan kurikulum harus memberikan dampak pada

perubahan pemanfaatan materi ajar, tidak hanya terbatas pada pergantian nama

pendekatan yang digunakan, melainkan menjadikannya sarana untuk pembentukan

kompetensi yang diharapkan.

Menurut Rhenald Khasali (2013) guru perlu memiliki perubahan mind-set dalam

menyikapi perubahan kurikulum, yaitu menunjukkan sikap menerima secara terbuka

terhadap perubahan Kurikulum dalam rangka menghadapi tantangan Indonesia dalam

Abad ke-21, menunjukkan sikap menghargai perubahan kurikulum, serta merespon

secara positif terhadap cara baru dalam belajar dan membelajarkan siswa yaitu tidak

memilih berpikir berbasis kendala (Constraint-Based Thinking) melainkan berpikir

berbasis kesempatan (Opportunity Based). Dalam hal implementasi Kurikulum 2013 ini

guru memiliki kesempatan untuk belajar mengenai bagaimana membelajarkan siswa agar

menguasai kecakapan hidup abad 21 sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)

yang telah ditetapkan.

Page 20: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

4

Berbekal pemikiran positif bahwa Kurikulum 2013 dirancang dan dikembangkan untuk

mempersiapkan siswa menghadapi kehidupan abad 21 dan bahwa pada waktunya guru

perlu mengembangkan kecakapan hidup abad 21 pada diri siswanya (yang tercantum

secara eksplisit di dalam Standar Kompetensi Lulusan atau SKL untuk setiap jenjang

pendidikan), maka guru terlebih dahulu perlu membekali diri dengan kecakapan hidup

abad 21 yang diperlukan untuk implementasi Kurikulum 2013. Sarana yang dianggap

tepat untuk memperoleh “bekal” dalam mengembangkan kecakapan hidup tersebut

adalah Lesson Study. Dalam makalah ini akan diuraikan mengenai kecakapan hidup abad

21 yang diperlukan guru untuk implementasi Kurikulum 2013, mengapa Lesson Study

dapat Membantu Guru dalam rangka Implementasi Kurikulum 2013, bagaimana guru

dapat mengembangkan Kecakapan hidup abad 21 melalui Lesson Study, dan apa saja isu-

isu kritis dalam implementasi Kurikulum 2013 yang dapat dijadikan fokus masalah oleh

guru dalam melaksanakan Lesson Study.

Apa Kecakapan Hidup abad 21 yang Diperlukan Guru dalam Implementasi Kurikulum

2013?

Secara ringkas, kecakapan hidup abad 21 yang diperlukan guru dalam implementasi

Kurikulum 2013 adalah tanggap terhadap perubahan dan tuntutan jaman, dengan cara:

1. menjadi teladan dari pebelajar sepanjang hayat;

2. menjadi teladan dalam mengembangkan diri sebagai “guru abad 21” yang

mengetahui apa, mengapa, dan bagaimana membelajarkan dirinya sendiri dan

siswanya mengenai “kecakapan hidup abad 21”

3. melaksanakan dan meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah melalui

Kegiatan Lesson Study untuk “Menjadikan Diri Berpunya”.

Guru harus menjadikan diri “berpunya” karena orang hanya bisa “memberikan sesuatu

yang dia punya”, dan agar dapat “memberi banyak”, harus “punya banyak”, termasuk

punya ILMU, WAWASAN, KETELADANAN DALAM BERSIKAP DAN

BERPERILAKU, serta KETERAMPILAN.

Greenstein (2012) melakukan sintesis dari hasil pengembangan oleh individual atau

kelompok “visioner” mengenai kecakapan hidup abad 21 yang diringkasnya menjadi 3

kecakapan yaitu THINKING (Kecakapan Berpikir); ACTING (Kecakapan Bertindak);

dan LIVING (Kecakapan Menjalani Kehidupan). Yang termasuk ke dalam kecakapan

berpikir adalah Berpikir Kritis dan Berpikir Tingkat Tinggi (HOT); Berpikir untuk

Memecahkan Masalah (Problem Solving); Berpikir Kreatif; dan Metakognisi. Yang

termasuk ke dalam kecakapan bertindak adalah Berkomunikasi dan Berkolaborasi;

Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi; Bertindak Fleksibel dan Penuh

Inisiatif. Yang termasuk kecakapan menjalani kehidupan adalah Memiliki Pemahaman

Global; Tahu Bagaimana Menjadi Warga Negara yang Baik; Memiliki Tanggung Jawab

Page 21: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

5

dan Jiwa Kepemimpinan; dan Siap untuk Melanjutkan Studi atau Mengembangkan Karier

di Dunia Kerja

Beberapa contoh Kecakapan Hidup abad 21 yang Diperlukan Guru dalam

Implementasi Kurikulum 2013 dapat diringkas dalam Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Beberapa Contoh Kecakapan Hidup Abad 21 yang Diperlukan Guru

dalamImplementasi Kurikulum 2013 (Greenstein, 2012: 24-33).

Kecakapan

Hidup Abad

21

Komponen

Kecakapan

Hidup Abad 21

Contoh Kecakapan Hidup yang Diperlukan

Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013

Berpikir Berpikir Kritis Menggunakan/menerapkan (informasi, pengalaman) yang lalu untuk masa

sekarang/yang akan datang

Mencari dan menggunakan informasi dan data

untuk memperkuat kesimpulan dan analisis

Secara obyektif mereviu bukti dan data untuk mendukung pernyataan

Menyarankan pilihan

Melakukan evaluasi terhadap keputusan,

eksperimen, argumen, produk

Melakukan analisis terhadap masalah, argumen, hubungan sebab akibat

Mencari dan menemukan pola dan keterkaitan antar unsur-unsur tertentu

Berpikir untuk

Memecahkan

Masalah

Mengidentifikasi dan menerapkan langkah-langkah dalam proses pemecahan masalah

Mendeskripsikan masalah den jelas dan menunjukkan bukti-bukti pendukungnya

Mengumpulkan informasi yang diperlukan yang

relevan dengan masalah

Memunculkan berbagai alternatif pemecahan masalah

Mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah dan kemungkinannya untuk

memecahkan masalah tertentu

Dengan penuh pertimbangan memilih salah satu cara pemecahan masalah untuk masalah yang

dihadapi

Mengevaluasi hasil pemecahan masalahnya, dan

menyesuaikan diri dengan situasi yang baru

Berpikir

Kreatif

Memiliki rasa keingintahuan yang besar

Menunjukkan pengetahuan mengenai proses kreatif

Page 22: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

6

Menggunakan berbagai tipe teknik kreatif

termasuk kelancaran (fluency), elaborasi, dan

keaslian (originality)

Menciptakan ide dan produk yang asli, baru, dan unik

Menghasilkan sejumlah ide baru yang baru dan tidak biasa

Berpikir secara divergen dan konvergen

Terbuka terdap berbagai ide, dan menggunakannya dalam proses yang kreatif

Secara terus menerus mengembangkan kreativitasnya melalui proses reflektif

Bekerja sama dengan orang lain untuk

mengembangkan, mengimplementasikan, dan

mengkomunikasikan ide baru

Metakognitif Merefleksikan hasil pemikirannya

Memantau hasil pemikirannya

Bersifat fleksibel dalam berpikir

Mengenali adanya perbedaan gaya belajar siswa

Mengenali kekuatan dan gaya belajarnya sendiri

Mengetahui pengaruh perasaan terhadap cara berpikir dan berperilaku

Mempertimbangkan pengaruh suatu pilihan dan tindakan terhadap orang lain

Bertindak Berkomunikasi Mendefinisikan berbagai cara komunikasi verbal (percakapan, diskusi, debat)

Mengidentifikasi berbagai macam cara berkomunikasi tertulis (formal, informal, ilmiah)

Menerapkan berbagai bentuk keterampilan

berkomunikasi dalam berbagai konteks

Membaca, mengamati, dan mendengarkan berbagai sumber

Memahami berbagai aturan penulisan

Membaca dan memahami berbagai macam bacaan

Menghasilkan komunikasi yang efektif melalui

berbagai media dan teknologi

Berkolaborasi Bekerja sama dengan orang lain secara produktif

Berpartisipasi dan memberikan kontribusi secara aktif

Di dalam kelompok dapat menyeimbangkan diri sebagai pendengar dan pembicara, pemimpin dan

pengikut

Menunjukkan kefleksibelan dan kompromi

Page 23: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

7

Dapat bekerja sama dengan baik dengan berbagai

macam orang

Menghargai ide orang lain

Literat Digital Dapat mengakses informasi dari berbagai sumber

Secara efektif dan efisien memilih informasi

Mencari, memilih, dan mengumpulkan informasi untuk berbagai keperluan

Menentukan manakah infomasi yang diperlukan

untuk tan tertentu

Literat

Teknologi

Memahami fungsi utama komputer

Menggunakan berbagai macam software, program, dan aplikasi electronik

Menciptakan berbagai produk media menggunakan teknologi tertentu yang dipilih

dengan tepat

Menggunakan teknologi untk berkomunikasi dan membentuk jejaring dengan orang lain

Menggunakan teknologi untukmenciptakan dan

rinovasi dalam berbagai konteks

Fleksibel dan

memiliki daya

adaptif

Menyesuaikan dengan perubahan dalam tugas,

dalam tanggung jawab, jadwal, dan lokasi

Membuat perubahan yang diperlukan dalam merespon masukan dan bukti

Mengakomodasi an menyesuaikan terhadap situasi dan setting yang berubah

Memodifikasi pemikiran, sikap, dan tingkah laku sebagai respon terhadap informasi baru

Bernegosiasi untuk mencari kesimpulan dan

pemecahan masalah yang dapat diterima

Mempertimbangkan adanya bias personal dalam belajar dan bertindak

Menerima dan bersikap terhadap pujian dan kritik

Berkomitmen untuk terus menerus berubah dan

bertumbuh

Berinisiatif dan

Mandiri

Dapat menerapkan prioritas

Merancang secara strategis dan sengaja

Menetapkan tujuan dan mengambil langkah aktif untuk mencapai tujuan

Bekerja secara mandiri untuk menyelesaikan tugas

Memahami bahwa kerja keras dan ketekunan

menghasilkan sukses

Mengembangkan citra diri positif melalui penggunaan strategi dan tindakan terpilih

Page 24: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

8

Menunjukkan pengelolaan diri yang efektif

Secara realistis menghadapi rintangan dan berupaya mengatasinya

Belajar dari pengalaman untuk membangun kesuksesan masa depan

Menjalankan

Kehidupan

Kewajiban

sebagai warga

negara

Bersedia berpartisipasi dalam proses demokrasi

Bekerja untuk meningkatkan kualitas hidup untuk semua individu

Paham akan implikasi tingkat global dari

keputusan tingkat lokal

Berpartisipasi di dalam kelas dengan menunjukkan diri sebagai warga negara yang

baik

Pemahaman

Global

Paham akan peristiwa-peristiwa, isu-isu, dan tantangan-tantangan global yang sedang terjadi

dan mengemuka

Belajar dari dan bekerja secara kolaboratif dengan orang lain yang berbeda budaya, agama,

dan gaya hidup dengan semangat saling

menghargai dan dialog terbuka dalam konteks

pribadi, kerja, dan masyarakat

Berpartisipasi dan memberi kontribusi terhadap masyarakat global

Menghargai perbedaan dan persamaan antar

budaya

Dapat mengambil perspektif dari orang yang berbeda kultur

Kepemimpinan

dan Tanggung

Jawab

Mengenali peran individu dalam memberikan kontribusi untuk kebaikan bersama

Menggunakan kecakapan interpersonal untuk bekerja dan mengarahkan orang lain dalam

mencapai tujuan

Memberi inspirasi dan membantu orang lain dalam mencapai tujuan bersama

Membuat keputusan yang meningkatkan hasil

kelompok

Bertanggung jawab secara pribadi untuk kesuksesan dan kegagalan

Kesiapan

untuk Studi

Lanjut dan

Karier

Mengembangkan rencana untuk pertumbuhan

personal dan profesional

Menerapkan keterampilan, pengetahuan, kecenderungan, dan kemampuan dalam berperan

secara pribadi dan profesional

Menyeimbangkan antara tujuan dan pengelolaan waktu

Page 25: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

9

Mengelola proyek jangka panjang dan jangka

pendek

Menunjukkan komitmen untuk perkembangan penguasaan dan studi lanjut

Berkontribusi melalui produktivitas yang bermakna

Mendukung orang lain agar sukses berproduksi

Bertanggungjawab atas kualitas dan keakuratan produk

Contoh-contoh kecakapan hidup abad 21 yang diberikan di atas sebagai contoh

kecakapan hidup yang diperlukan guru untuk implementasi Kurikulum 2013 itu dapat

juga dianggap sebagai kecakapan hidup yang perlu dikembangkan dalam diri siswa.

Perkembangan informasi yang sangat cepat pada masa sekarang menyebabkan

guru tidak mungkin lagi membelajarkan setiap materi yang perlu dikuasai siswa, terutama

karena siswa dapat mengakses informasi tersebut dengan sangat mudah di ujung jarinya.

Sudah sangat jelas bahwa perlu perubahan dari kurikulum berbasis penguasaan

pengetahuan faktual ke kurikulum yang berbasis pemahaman dan penerapan

pengetahuan. Perubahan ini pada gilirannya juga akan mengubah perubahan dalam

penilaian.

Mengapa Lesson Study dapat Membantu Guru dalam rangka Implementasi Kurikulum

2013?

Lesson study memiliki peran strategis dalam menyiapkan dan membantu guru dalam

rangka implementasi Kurikulum 2013, yaitu sebagai sarana mengembangkan karakter

guru untuk memberikan layanan yang terbaik kepada siswanya. Karakter guru berupa

“pemberian layanan terbaik” kepada siswa itu perlu dikembangkan karena guru hanya

dapat memberikan layanan sesuai dengan yang dia mampu (kita hanya dapat memberikan

yang kita punya). Secara logika, tidak mudah bagi guru untuk belajar membelajarkan

siswanya memperoleh kecakapan hidup abad 21 apabila guru sendiri belum memiliki

kecakapan hidup abad 21 yang akan dibelajarkannya. Guru berada dalam posisi yang

SELALU perlu ditingkatkan keprofesionalannya dalam membelajarkan siswanya,

karena:

1. Guru cenderung membelajarkan siswanya seperti dulu dia dibelajarkan di sekolah

atau di LPTK.

2. Guru di Indonesia tidak diatur untuk “come back to campus” atau ke “LPMP” atau

semacamnya pada periode waktu tertentu sepanjang kariernya untuk “recharge”

pengetahuan dan keterampilan terbaru agar sesuai dengan tuntutan cara

membelajarkan terbaru.

Page 26: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

10

3. Guru sering kebingungan apabila menghadapi kurikulum baru karena tidak paham

filosofinya, apalagi pemberian pelatihan implementasi kurikulum baru tertentu

umumnya terbatas dan belum sampai pada tingkat yang diperlukan sebagai

landasan bertindak.

Salah satu sarana untuk meningkatkan keprofesionalan guru dalam membelajarkan

siswanya itu adalah Lesson Study. Lesson study di Indonesia didefinisikan sebagai suatu

model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif

dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas yang saling membantu dalam

belajar untuk membangun komunitas belajar. Lesson Study berasal dari Jepang (dari kata:

jugyokenkyu), yaitu suatu proses sistematik yang digunakan oleh guru-guru Jepang untuk

menguji keefektifan pengajarannya dalam rangka meningkatkan hasil pembelajaran

(Garfield, 2006). Proses sistematik yang dimaksud adalah kerja guru-guru secara

kolaboratif untuk mengembangkan rencana dan perangkat pembelajaran, melakukan

observasi, refleksi dan revisi rencana pembelajaran secara bersiklus dan terus menerus.

Menurut Lewis (2002) ide yang terkandung di dalam Lesson Study sebenarnya singkat

dan sederhana, yakni jika seorang guru ingin meningkatkan pembelajaran, salah satu cara

yang paling jelas adalah melakukan kolaborasi dengan guru lain untuk merancang,

mengamati dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Lesson Study

disarankan agar dapat dijadikan sarana bagi guru untuk saling asah, asih, dan asuh,

dengan asumsi bahwa hasil pemikiran banyak orang akan lebih baik daripada hasil

pemikiran satu orang saja. Seorang guru yang ingin meningkatkan pembelajaran,

sebaiknya melakukan kolaborasi dengan guru lain untuk merancang, mengamati dan

melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan.

Apabila kita cermati definisi Lesson Study, maka kita menemukan 7 kata kunci, yaitu

pembinaan profesi, pengkajian pembelajaran, kolaboratif, berkelanjutan, kolegialitas,

mutual learning, dan komunitas belajar. Lesson Study bertujuan untuk melakukan

pembinaan profesi pendidik secara berkelanjutan agar terjadi peningkatan

keprofesionalan pendidik terus menerus. Bagaimana membinanya, yaitu melalui

pengkajian pembelajaran secara terus menerus dan berkolaborasi. Pengkajian

pembelajaran harus dilakukan secara berkala, misalnya seminggu sekali atau dua minggu

sekali karena membangun komunitas belajar adalah membangun budaya yang

memfasilitasi anggotanya untuk saling belajar, saling koreksi, saling menghargai, saling

membantu, saling menahan ego. Membangun budaya tidak sebentar, memerlukan waktu

lama. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk membangun budaya komunitas belajar

tidak ada batasnya. Berkenaan dengan pembelajaran, tidak ada pembelajaran yang

sempurna, selalu ada celah untuk memperbaikinya, karena itu pembelajaran harus dikaji

secara terus menerus agar lebih baik dan lebih baik lagi. Pengkajian pembelajaran

dimaksudkan untuk mencari solusi terhadap permasalahan pembelajaran agar terjadi

peningkatan mutu pembelajaran. Objek kajian pembelajaran dapat meliputi: materi ajar,

Page 27: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

11

metoda/strategi/pendekatan pembelajaran, LKS (Lembar Kerja Siswa), media

pembelajaran, seting kelas, dan asesmen. Mengapa pengkajian pembelajaran dilakukan

secara berkolaborasi? Karena lebih banyak masukan perbaikan akan meningkatkan mutu

pembelajaran itu sendiri. Menurut diri sendiri rasanya persiapan pembelajaran sudah

bagus, tetapi ketika mendapat masukan dari orang lain ternyata masih ada hal-hal yang

bisa meningkatkan mutu persiapan pembelajaran.

Prinsip kolegialitas dan mutual learning (saling belajar) diterapkan dalam berkolaborasi

ketika melaksanakan kegiatan Lesson Study. Dengan kata lain, peserta kegiatan Lesson

Study tidak boleh merasa superior (merasa paling pintar) atau inferior (merasa rendah

diri) tetapi semua peserta kegiatan Lesson Study harus diniatkan untuk saling belajar.

Peserta yang sudah paham atau memiliki ilmu lebih harus mau berbagi dengan peserta

yang belum paham, sebaliknya peserta yang belum paham harus mau bertanya kepada

peserta yang sudah paham. Narasumber dalam forum Lesson Study harus bertindak

sebagai fasilitator, bukan instruktur. Fasilitator harus dapat memotivasi peserta untuk

mengembangkan potensi yang dimilikinya agar para peserta dapat maju bersama.

Siklus pengkajian pembelajaran dilaksanakan dalam tiga tahapan, seperti diperlihatkan

dalam Gambar 1.

Gambar 1. Siklus Pengkajian Pembelajaran dalam Lesson Study

Kalau pelatihan konvensional bersifat top-down, artinya materi pelatihan sudah disiapkan

dan diberikan oleh instruktur, sebaliknya pelatihan melalui Lesson Study bersifat bottom-

Page 28: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

12

up karena materi pelatihan berbasis permasalahan yang dihadapi guru, kemudian dikaji

secara kolaboratif dan berkelanjutan. Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu

tahapan pertama adalah Plan (merencanakan), tahapan kedua adalah Do (melaksanakan),

dan tahapan ketiga adalah See (merefleksi) yang berkelanjutan. Dengan kata lain Lesson

Study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir

(continous improvement).

Tahap perencanaan (Plan) bertujuan untuk menghasilkan rancangan pembelajaran yang

diyakini mampu membelajarkan siswa secara efektif serta membangkitkan partisipasi

siswa dalam pembelajaran. Perencanaan ini dilakukan secara kolaboratif oleh beberapa

orang guru yang termasuk dalam suatu kelompok Lesson Study (jumlah bervariasi 3-10

orang). Biasanya ditetapkan dulu siapa guru yang akan menjadi Guru Pengajar (Guru

Model), kemudian guru pengajar menyusun RPPnya. Para guru kemudian bertemu dan

berbagi ide menyempurnakan rancangan pembelajaran yang sudah disusun guru pengajar

untuk menghasilkan cara pengorganisasian bahan ajar, proses pembelajaran, maupun

penyiapan alat bantu pembelajaran yang dianggap paling baik. Semua komponen yang

tertuang dalam rancangan pembelajaran ini kemudian disimulasikan sebelum

dilaksanakan dalam kelas. Pada tahap ini juga ditetapkan prosedur pengamatan dan

instrumen yang diperlukan dalam pengamatan.

Tahap pelaksanaan (Do) dimaksudkan untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang

telah direncanakan. Salah satu anggota kelompok berperan sebagai guru model dan

anggota kelompok lainnya mengamati. Fokus pengamatan diarahkan pada kegiatan

belajar siswa dengan berpedoman pada prosedur dan instrumen yang telah disepakati

pada tahap perencanaan, bukan pada penampilan guru yang sedang bertugas mengajar.

Selama pembelajaran berlangsung, para pengamat tidak diperkenankan mengganggu

proses pembelajaran walaupun mereka boleh merekamnya dengan kamera video atau

kamera digital. Tujuan utama kehadiran pengamat adalah belajar dari pembelajaran yang

sedang berlangsung.

Tahap pengamatan dan refleksi (See) dimaksudkan untuk menemukan kelebihan dan

kekurangan pelaksanaan pembelajaran. Guru yang bertugas sebagai pengajar mengawali

diskusi dengan menyampaikan kesan dan pemikirannya mengenai pelaksanaan

pembelajaran. Kesempatan berikutnya diberikan kepada guru yang bertugas sebagai

pengamat. Selanjutnya pengamat dari luar juga mengemukakan apa Lesson Learned

yang dapat diperoleh dari pembelajaran yang baru berlangsung. Kritik dan saran

disampaikan secara bijak tanpa merendahkan atau menyakiti hati guru yang

membelajarkan, semuanya demi perbaikan praktik ke depan. Berdasarkan semua

masukan dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya yang lebih baik.

Page 29: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

13

Bagaimana Guru dapat Mengembangkan Kecakapan Hidup Abad 21 melalui

Lesson Study?

Lesson Study dapat menjadi salah satu sarana dalam membangun pembelajaran di

sekolah. Berikut diuraikan beberapa alasan bagaimana guru dapat mengembangkan

Kecakapan hidup abad 21 melalui Lesson Study yang dikemukakan berdasarkan beberapa

keunggulan Lesson Study.

1. Lesson Study merupakan cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas

pembelajaran.

Menurut Lewis dan Iverson (2002), Lesson Study memiliki peran yang cukup besar dalam

melakukan perubahan secara sistemik. Di Jepang Lesson Study tidak hanya memberikan

sumbangan terhadap pengetahuan keprofesionalan guru, tetapi juga terhadap peningkatan

sistem pendidikan yang lebih luas. Lewis menguraikan bagaimana hal tersebut dapat

terjadi dengan membahas lima jalur yang dapat ditempuh Lesson Study, yaitu (1)

membawa tujuan standar pendidikan ke alam nyata di dalam kelas, (2) menggalakkan

perbaikan dengan dasar data, (3) mentargetkan pencapaian berbagai kualitas siswa yang

mempengaruhi kegiatan belajar, (4) menciptakan tuntutan mendasar perlunya peningkatan

pembelajaran, dan (5) menjunjung tinggi nilai pendidik (Lewis, 2002).

Melalui Lesson Study guru secara kolaboratif berupaya menerjemahkan tujuan dan standar

pendidikan ke alam nyata di dalam kelas (berpikir kreatif). Mereka berupaya merancang

suatu skenario pembelajaran yang memperhatikan kompetensi dasar dan pengembangan

kebiasaan berpikir ilmiah dengan membantu siswa agar mengalami sendiri, misalnya

pentingnya mengendalikan variabel dan juga memperoleh pengetahuan tertentu yang

terkait materi pokok yang dibelajarkan. Setelah itu rancangan pembelajaran itu

dilaksanakan, diamati, didiskusikan, dan direvisi, dan kalau perlu dilaksanakan lagi.

Lesson Study melakukan perbaikan dengan dasar data, dan data ini tidak seperti

yang selama ini terbatas pada hasil tes tulis yang hanya mengukur kinerja akademik yang

sempit. Sebaliknya, di dalam mengkaji pembelajaran dalam Lesson Study, para guru

secara cermat mengamati siswa dan mengumpulkan data tentang (1) bagaimana

pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai topik tersebut dapat berubah sepanjang

proses pembelajaran? (2) apakah siswa benar-benar tertarik pada topik ini, atau apakah

mereka belajar dengan terpaksa? (3) apakah siswa memiliki kualitas individu mendasar

yang diperlukan untuk belajar? Misalnya, apakah mereka disiplin, bertanggung jawab dan

mampu mendengarkan dan memberi jawaban atau komentar terhadap gagasan teman

mereka satu sama lain? Jadi di dalam Lesson Study guru belajar berpikir kreatif dan kritis,

tidak hanya mengurus kegiatan belajar akademis saja, tetapi juga memperhatikan motivasi

belajar dan iklim sosial, yaitu faktor-faktor yang mungkin turut berkontribusi terhadap

kesuksesan akademis siswa dalam jangka panjang.

Page 30: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

14

Lesson Study mentargetkan pencapaian berbagai kualitas siswa yang mempengaruhi

kegiatan belajar yang disebut kecerdasan berpikir dan bersikap (the habits of mind and

heart that are fundamental to success in school). Kecerdasan berpikir dan bersikap yang

dikembangkan berupa antara lain: ketekunan (persistence), kerjasama (cooperation),

tanggungjawab (responsibility), dan kemauan untuk bekerja keras (willingness to

work hard). Mengacu pada kecakapan hidup abad 21 di atas, melalui Lesson Study juga

dapat ditargetkan pencapaian berbagai kecakapan berpikir, bertindak, dan menjalani

kehidupan yang diperlukan untuk hidup di abad 21. Agar dapat mengembangkan hal

tersebut, guru perlu bekerjasama sebagai suatu tim untuk memberikan lingkungan belajar

yang koheren dan konsisten. (menurut istilah di atas menumbuhkan budaya belajar,

bertindak kolaboratif dan komunikatif).

Lesson Study juga menciptakan tuntutan mendasar perlunya peningkatan mutu proses

pembelajaran. Seorang guru yang mengamati pelaksanaan pembelajaran yang diteliti

(research lesson) akan mengadopsi pembelajaran sejenis setelah mengamati respons

siswa yang tertarik dan termotivasi untuk belajar dengan cara seperti yang diamati.

Melalui pengamatan langsung terhadap pembelajaran yang diteliti (research lesson)

maupun laporan tertulis, video, ataupun berbagi pengalaman dengan kolega, telah tersebar

luas berbagai rancangan pembelajaran yang telah dikembangkan melalui Lesson Study

yang meliputi berbagai topik. Semuanya itu dimulai di tingkat lokal, dikelola secara lokal,

dan akan menyebar menjadi reformasi dalam sistem pendidikan yang lebih luas (menjalani

kehidupan sebagai warga negara yang baik).

Selanjutnya, Lesson Study juga menjunjung tinggi nilai pendidik, karena Lesson

Study mengenali pentingnya dan sulitnya membelajarkan siswa, yaitu secara nyata

menerjemahkan standar pendidikan, kerangka dasar pendidikan dan “praktik

pembelajaran” terbaik (kurikulum) ke kelas. Lesson Study menggunakan waktu dan

sumber daya guru untuk merancang, mengkaji dan memperbaiki apa yang secara nyata

terjadi di kelas. Lesson Study merupakan suatu sistem penelitian dan pengembangan di

mana guru-guru mengembangkan teori dan praktik melalui kajian cermat terhadap

“praktik terbaik” dalam kelas yang terus diuji dan dikembangkan.

2. Lesson Study akan menghasilkan guru yang profesional dan inovatif (berpikir

kritis, kreatif, dan metakognitif).

Dengan melakukan Lesson Study, pendidik (dosen dan guru) akan:

a. Lebih peduli akan hak siswa untuk belajar dengan sebaik-baiknya

b. Berpikir mengenai bagaimana melaksanakan pembelajaran dengan sebaik-baiknya

c. Lebih serius membuat Satuan Acara Perkuliahan (SAP) atau Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), sehingga rencana pembelajaran juga akan lebih baik karena

hasil pemikiran seorang guru akan diberi masukan oleh teman-teman guru lainnya

untuk memperbaiki/meningkatkan kualitas rencana pembelajaran.

Page 31: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

15

d. Secara bersama-sama memilih dan menerapkan berbagai strategi/metode

pembelajaran atau materi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, atau

permasalahan pembelajaran yang dihadapi (berpikir untuk pemecahan masalah)

e. Membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang dituliskan untuk suatu materi

pokok (yang di dalam kurikulum kita sekarang berarti siswa dibantu untuk

menguasai kompetensi dasar yang diharapkan).

f. Membantu siswa belajar mengembangkan kebiasaan berpikir ilmiah, atau belajar

mengembangkan salah satu kecakapan hidup.

g. Melakukan perbaikan dengan dasar data, yaitu dalam mengkaji pembelajaran dalam

Lesson Study, guru secara cermat mengamati siswa dan mengumpulkan data untuk

mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti berikut.

1) Bagaimana pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai topik tersebut dapat

berubah sepanjang proses pembelajaran?

2) Apakah siswa benar-benar tertarik pada topik ini, atau apakah mereka belajar

dengan terpaksa?

3) Apakah siswa memiliki kualitas individu mendasar yang diperlukan untuk

belajar? Misalnya, apakah mereka tertib, bertanggung jawab dan mampu

mendengarkan dan memberi jawaban atau komentar terhadap ide teman mereka

satu sama lain?

h. Memperhatikan motivasi dan iklim sosial, yaitu faktor-faktor yang mungkin turut

berkontribusi terhadap kesuksesan akademis siswa dalam jangka panjang.

i. Memperoleh masukan yang langsung dapat diterima, sesuai dengan kondisi siswa

saat itu, dan berdasarkan observasi terhadap keadaan nyata pembelajaran. Masukan

yang berasal dari mitra guru itu sangat berharga sebagai pertimbangan dalam

memperbaiki pembelajaran berikutnya.

j. Memberikan lingkungan belajar (menurut istilah kita menumbuhkan budaya belajar)

yang koheren dan konsisten.

k. Mengadopsi pembelajaran sejenis di kelasnya sendiri setelah mengamati respons

siswa yang tertarik dan termotivasi untuk belajar dengan cara seperti yang

dilaksanakan.

l. Mengembangkan keprofesionalannya, karena Lesson Study memungkinkan guru

untuk (1) memikirkan dengan cermat mengenai tujuan pembelajaran, materi pokok,

dan proses pembelajarannya, (2) mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang

terbaik yang dapat dikembangkan, (3) mengembangkan pengetahuan mengenai

materi pokok yang diajarkan, (4) memikirkan secara mendalam tujuan jangka

panjang (kecakapan hidup abad 21) yang akan dicapai para siswa, (5) merancang

pembelajaran secara kolaboratif, (6) mengkaji secara cermat cara dan proses belajar

serta tingkah laku siswa, (7) mengembangkan pengetahuan pedagogis yang sesuai

untuk membelajarkan siswa, dan (8) melihat hasil pembelajaran sendiri melalui

siswa dan kolega (berpikir kritis, kreatif, dan metakognitif).

3. Dampak dan Manfaat Lesson Study

Page 32: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

16

Melalui Lesson Study siswa akan mencapai berbagai kualitas individu yang

mempengaruhi kegiatan belajar yang disebut kecerdasan berpikir dan bersikap (the habits

of mind and heart that are fundamental to success in school). Kecerdasan berpikir dan

bersikap yang dapat dikembangkan berupa antara lain ketekunan (persistence), kerjasama

(cooperation), tanggungjawab (responsibility), dan kemauan untuk bekerja keras

(willingness to work hard). Dalam kerangka pikir kecakapan hidup abad 21, siswa

diharapkan mengembangkan kecakapan berpikir, bertindak, dan menjalani kehidupannya

seperti yang dicontohkan dalam Tabel 1.

Secara lebih rinci penerapan Lesson Study mempunyai beberapa manfaat, antara lain:

1. Mengurangi keterasingan guru (dari komunitasnya) dalam perencanaan dan

pelaksanaan pembelajaran dan perbaikannya.

2. Membantu guru untuk mengobservasi dan mengkritisi pembelajarannya

3. Memperdalam pemahaman guru tentang materi pelajaran, cakupan dan urutan

kurikulum.

4. Membantu guru memfokuskan bantuannya pada seluruh aktivitas belajar siswa.

5. Meningkatkan akuntabilitas kinerja guru.

6. Menciptakan terjadinya pertukaran pemahaman tentang cara berpikir dan belajar

siswa

7. Meningkatkan kolaborasi pada sesama guru dalam pembelajaran.

8. Peningkatan mutu guru dan mutu pembelajaran yang pada gilirannya berakibat pada

peningkatan mutu lulusan (siswa).

9. Guru memiliki banyak kesempatan untuk membuat bermakna ide-ide pendidikan

dalam praktik pembelajarannya sehingga dapat mengubah perspektif tentang

pembelajaran, dan belajar praktik pembelajaran dari perspektif siswa.

10. Perbaikan praktik pembelajaran di kelas.

11. Peningkatan keterampilan menulis karya tulis ilmiah atau buku ajar (berinisiatif dan

mandiri)

Isu-isu Kritis dalam Implementasi Kurikulum 2013 yang Dapat Dijadikan Fokus

Masalah oleh Guru dalam Melaksanakan Lesson Study.

Setiap kelompok guru yang melaksanakan Lesson Study dapat menentukan fokus yang

merupakan permasalahan dalam pembelajaran. Pemilihan fokus Lesson Study didasarkan

pada hasil identifikasi/observasi awal pada kelas yang akan digunakan untuk Lesson

Study, misalnya karakteristik siswa, suasana kelas, media dan alat pembelajaran yang

tersedia, dan materi pembelajaran. Jadi para guru juga dapat mengangkat fokus

permasalahan dalam pembelajarannya itu adalah peningkatan kualitas implementasi

Kurikulum 2013 dengan mengembangkan pembelajaran berbasis karakter. Berikut ini

contoh tema permasalahan/fokus yang dapat diupayakan pembelajarannya dengan

memasukkan ide-ide pengembangan karakternya dalam implementasi Kurikulum 2013.

Page 33: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

17

a. Kemandirian belajar siswa.

b. Pencapaian kemampuan berpikir kritis dan pada aspek kognitif pada level tinggi,

yaitu: analisis, evaluasi dan kreasi.

c. Tumbuhkembangnya keberanian mengemukakan pendapat yang bertanggung jawab

dan rasa percaya diri.

d. Membelajarkan siswa dengan pendekatan Saintifik

e. Pembelajaran Kooperatif, Project-based learning, Problem based learning, atau

Discovery learning.

f. Melibatkan siswa dalam menjawab tantangan global dengan mengembangkan

potensi lokal.

g. ICT based learning.

h. Pengembangan proses pembelajaran yang inovatif.

i. Pengembangan materi ajar yang kontekstual dengan realitas kehidupan.

j. Penerapan hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan pengembangan pembelajaran

atau materi ajar.

k. Pengembangan kompetensi siswa pada aspek afektif.

l. Pengembangan tugas autentik dan asesmen autentik untuk mengembangkan

kecakapan hidup abad 21 pada diri siswa dan mengukur ketercapaiannya

Beberapa hal di atas diuraikan di sini dengan mengambil naskah materi terutama dari

Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 untuk Guru IPA SMP/MTs.

(Kemendikbud, 2013) sebagai contoh yang dapat dijadikan fokus guru dalam berLesson

Study. Isu paling penting yang menjadi kebingungan guru adalah bagaimana

membelajarkan siswa dengan menggunakan pendekatan saintifik dan bagaimana

mengembangkan asesmen autentik. Itulah yang disajikan materinya di sini.

Penggunaan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran.

Menurut Kemendikbud (2013) proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua

jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran

harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses

pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi

atau materi ajar agar siswa tahu tentang ‘mengapa’. Ranah keterampilan menggamit

transformasi substansi atau materi ajar agar siswa tahu tentang ‘bagaimana’. Ranah

pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa tahu tentang

‘apa’.Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk

menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan

pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari siswa yang meliputi aspek

kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan (Lihat Gambar 2).

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam

pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.

Page 34: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

18

Pendekatan ilmiah

(scientific appoach)

dalam pembelajaran

semua mata pelajaran

meliputi menggali

informasi melalui

kegiatan mengamati,

mena-nya,

melaksanakan

percobaan, kemudian

mengolah data atau

informasi, menyajikan

data atau informasi,

dilanjutkan dengan

menganalisis, menalar,

kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi

tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara

prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap

menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat

nonilmiah. Pendekatan ilmiah pembelajaran disajikan berikut ini.

Gambar 2. Pengintegrasian Ranah Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan dalam

Pembelajaran (Kemendikbud, 2013)

1. Mengamati (Kemendikbud, 2013).

Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull

learning). Kegiatan ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek

Page 35: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

19

secara nyata, siswa senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja

kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu

persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak

terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.

Kegiatan mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa sehingga

proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan mengamati, siswa

menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi

pembelajaran yang digunakan oleh guru.

Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah

seperti berikut ini.

Menentukan objek apa yang akan diamati

Membuat pedoman pengamatan sesuai dengan lingkup objek yang akan

diamati

Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diamati, baik primer

maupun sekunder

Menentukan di mana tempat objek yang akan diamati

Menentukan secara jelas bagaimana pengamatan akan akan dilakukan untuk

mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar

Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil pengamatan, seperti

menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-

alat tulis lainnya.

2. Menanya (Kemendikbud, 2013).

Menanya dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “menanya” tidak

selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan,

asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah

ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimat

efektif!

a. Fungsi bertanya

Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian siswa tentang suatu tema

atau topik pembelajaran.

Mendorong dan menginspirasi siswa untuk aktif belajar, serta mengembangkan

pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.

Mendiagnosis kesulitan belajar siswa sekaligus menyampaikan ancangan

untuk mencari solusinya.

Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi

pembelajaran yang diberikan.

Page 36: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

20

Membangkitkan keterampilan siswa dalam berbicara, mengajukan pertanyaan,

dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang

baik dan benar.

Mendorong partisipasi siswa dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan

kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.

Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat

atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial

dalam hidup berkelompok.

Membiasakan siswa berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon

persoalan yang tiba-tiba muncul.

Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan

berempati satu sama lain.

b. Kriteria pertanyaan yang baik

Singkat dan jelas.

Contoh: (1) Seberapa jauh pemahaman Anda mengenai faktor-faktor yang menyebabkan

generasi muda terjerat kasus narkotika dan obat-obatan terlarang? (2) Faktor-faktor

apakah yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkotika dan obat-obatan

terlarang? Pertanyaan kedua lebih singkat dan lebih jelas dibandingkan dengan

pertanyaan pertama.

Menginspirasi jawaban.

Contoh: Membangun semangat kerukunan umat beragama itu sangat penting pada

bangsa yang multiagama. Jika suatu bangsa gagal membangun semangat kerukukan

beragama, akan muncul aneka persoalan sosial kemasyarakatan. Coba jelaskan dampak

sosial apa saja yang muncul, jika suatu bangsa gagal membangun kerukunan umat

beragama? Dua kalimat yang mengawali pertanyaan di muka merupakan contoh yang

diberikan guru untuk menginspirasi jawaban peserta menjawab pertanyaan.

Memiliki fokus.

Contoh: Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan? Untuk

pertanyaan seperti ini sebaiknya masing-masing siswa diminta memunculkan satu

jawaban. Siswa pertama hingga kelima misalnya menjawab: kebodohan, kemalasan, tidak

memiliki modal usaha, kelangkaan sumber daya alam, dan keterisolasian geografis. Jika

masih tersedia alternatif jawaban lain, siswa yang keenam dan seterusnya, bisa dimintai

jawaban. Pertanyaan yang luas seperti di atas dapat dipersempit, misalnya: Mengapa

kemalasan menjadi penyebab kemiskinan? Pertanyaan seperti ini dimintakan jawabannya

kepada siswa secara perorangan.

Bersifat probing atau divergen.

Page 37: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

21

Contoh: (1) Untuk meningkatkan kualitas hasil belajar, apakah siswa harus rajin

belajar?(2) Mengapa siswa yang sangat malas belajar cenderung menjadi putus

sekolah? Pertanyaan pertama cukup dijawab oleh siswa dengan Ya atau Tidak.

Sebaliknya, pertanyaan kedua menuntut jawaban yang bervariasi urutan jawaban dan

penjelasannya, yang kemungkinan memiliki bobot kebenaran yang sama.

Bersifat validatif atau penguatan.

Pertanyaan dapat diajukan dengan cara meminta kepada siswa yang berbeda untuk

menjawab pertanyaan yang sama. Jawaban atas pertanyaan itu dimaksudkan untuk

memvalidsi atau melakukan penguatan atas jawaban siswa sebelumnya. Ketika beberapa

orang siswa telah memberikan jawaban yang sama, sebaiknya guru menghentikan

pertanyaan itu atau meminta mereka memunculkan jawaban yang lain yang berbeda,

namun sifatnya menguatkan.

Contoh:

o Guru: “Mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan”?

o Siswa I: “Karena orang yang malas lebih banyak diam ketimbang bekerja.”

o Guru: “Siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”

o Siswa II: “Karena lebih banyak diam ketimbang bekerja, orang yang malas

tidak produktif”

o Guru : “Siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”

o Siswa III: “Orang malas tidak bertindak aktif, sehingga kehilangan waktu

terlalu banyak untuk bekerja, karena itu dia tidak produktif.”

Memberi kesempatan siswa untuk berpikir ulang.

Untuk menjawab pertanyaan dari guru, siswa memerlukan waktu yang cukup untuk

memikirkan jawabannya dan memverbalkannya dengan kata-kata. Karena itu, setelah

mengajukan pertanyaan, guru hendaknya menunggu beberapa saat sebelum meminta atau

menunjuk siswa untuk menjawab pertanyaan itu.

Jika dengan pertanyaan tertentu tidak ada siswa yang bisa menjawab dengan baik, sangat

dianjurkan guru mengubah pertanyaannya. Misalnya: (1) Apa faktor picu utama Belanda

menjajah Indonesia?; (2) Apa motif utama Belanda menjajah Indonesia? Jika dengan

pertanyaan pertama guru belum memperoleh jawaban yang memuaskan, ada baiknya

guru mengubah pertanyaan seperti pertanyaan kedua.

Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif.

Pertanyaan guru yang baik membuka peluang siswa untuk mengembangkan kemampuan

berpikir yang makin meningkat, sesuai dengan tuntunan tingkat kognitifnya. Guru

mengemas atau mengubah pertanyaan yang menuntut jawaban dengan tingkat kognitif

rendah ke makin tinggi, seperti dari sekadar mengingat fakta ke pertanyaan yang

Page 38: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

22

menggugah kemampuan kognitif yang lebih tinggi, seperti pemahaman, penerapan,

analisis, sintesis, dan evaluasi. Kata-kata kunci pertanyaan ini, seperti: apa, mengapa,

bagaimana, dan seterusnya.

Merangsang proses interaksi.

Pertanyaan guru yang baik mendorong munculnya interaksi dan suasana menyenangkan

pada diri siswa. Dalam kaitan ini, setelah menyampaikan pertanyaan, guru memberikan

kesempatan kepada siswa mendiskusikan jawabannya. Setelah itu, guru memberi

kesempatan kepada seorang atau beberapa orang siswa diminta menyampaikan jawaban

atas pertanyaan tersebut. Pola bertanya seperti ini memposisikan guru sebagai wahana

pemantul.

c. Tingkatan Pertanyaan

Pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi siswa untuk memberikan jawaban

yang baik dan benar pula. Guru harus memahami kualitas pertanyaan, sehingga

menggambarkan tingkatan kognitif seperti apa yang akan disentuh, mulai dari yang lebih

rendah hingga yang lebih tinggi. Bobot pertanyaan yang menggambarkan tingkatan

kognitif yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi disajikan dalam Tabel 2 berikut ini

(modifikasi dari sumber Materi Pelatihan Guru IPA SMP/MTs Implementasi Kurikulum

2013).

Tabel 2. Tingkatan dan Contoh Pertanyaan

Tingkatan Subtingkatan Contoh Kata-kata kunci pertanyaan

Kognitif

yang

lebih

rendah

Mengingat (to

recall/to

remember)

Apa...

Siapa...

Kapan...

Di mana...

Sebutkan...

Jodohkan atau pasangkan...

Persamaan kata...

Golongkan...

Berilah nama...

Memahami (to

comprehend)

Terangkahlah...

Bedakanlah...

Terjemahkanlah...

Simpulkan...

Bandingkan...

Ubahlah...

Berikanlah interpretasi...

Page 39: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

23

Menerapkan (to

apply)

Gunakanlah...

Tunjukkanlah...

Buatlah...

Demonstrasikanlah...

Carilah hubungan...

Tulislah contoh...

Siapkanlah...

Klasifikasikanlah...

Analisis (to

analyze)

Analisislah...

Kemukakan bukti-bukti…

Mengapa…

Identifikasikan…

Tunjukkanlah sebabnya…

Berilah alasan-alasan…

Mengevaluasi

(to evaluate)

Berilah pendapat…

Alternatif mana yang lebih baik…

Setujukah kalian…

Kritiklah…

Berilah alasan…

Nilailah…

Bandingkan…

Bedakanlah…

Mencipta (to

create)

Ramalkanlah…

Bentuk…

Ciptakanlah…

Susunlah…

Rancanglah...

Tulislah…

Bagaimana kita dapat

memecahkan…

Apa yang terjadi seandainya…

Bagaimana kita dapat

memperbaiki…

Kembangkan…

3. Menalar

Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar siswa

dapat dilakukan dengan cara berikut ini.

Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai

dengan tuntutan kurikulum.

Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah. Tugas utama guru adalah

memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik

dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.

Page 40: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

24

Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari

yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan

tinggi).

Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati

Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki

Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat

menjadi kebiasaan atau pelaziman.

Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau autentik.

Guru mencatat semua kemajuan siswa untuk kemungkinan memberikan

tindakan pembelajaran perbaikan.

4. Mencoba (Kemendikbud, 2013)

Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau autentik, siswa harus mencoba atau

melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata

pelajaran IPA, misalnya, siswa harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya

dengan kehidupan sehari-hari. Siswa pun harus memiliki keterampilan proses untuk

mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode

ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya

sehari-hari.

Keterampilan proses yang dilatihkan sering ini dikenal dengan keterampilan proses IPA.

American Association for the Advancement of Science (1970) mengklasifikasikan

menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Klasifikasi

keterampilan proses tersebut tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Keterampilan Proses Dasar dan Terpadu

Keterampilan Proses Dasar Keterampilan Proses Terpadu

Mengamati Mengontrol variabel

Mengukur Menginterpretasi data

Menyimpulkan Merumuskan hipotesis

Meramalkan Mendefinisikan

variabel

secara operasional Menggolongkan

Mengkomunikasikan Merancang eksperimen

Pada pembelajaran IPA pendekatan scientific dapat diterapkan melalui keterampilan

proses sains. Keterampilan proses sains merupakan seperangkat keterampilan yang

digunakan para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah. Menurut Rustaman

Page 41: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

25

(2005), keterampilan proses perlu dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman

langsung sebagai pengalaman pembelajaran. Melalui pengalaman langsung seseorang

dapat lebih menghayati proses atau kegiatan yang sedang dilakukan. Pada Tabel 4 berikut

ini disajikan jenis-jenis indikator keterampilan proses beserta sub indikatornya.

Tabel 4. Jenis-jenis Indikator Keterampilan Proses beserta Sub indikatornya.

No Indikator Sub Indikator Keterampilan Proses Sains

1 Mengamati Menggunakan sebanyak mungkin alat indera

Mengumpulkan/menggunakan fakta yang relevan

2

Mengelompokkan/

Klasifikasi

Mencatat setiap pengamatan secara terpisah

Mencari perbedaan, persamaan;

Mengontraskan ciri-ciri;

Membandingkan

Mencari dasar pengelompokan atau penggolongan

3 Menafsirkan Menghubungkan hasil-hasil pengamatan

Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan;

Menyimpulkan

4 Meramalkan Menggunakan pola-pola hasil pengamatan

Mengungkapkan apa yang mungkin terjadi pada keadaan sebelum

diamati

5

Mengajukan

pertanyaan

Bertanya apa, mengapa, dan bagaimana.

Bertanya untuk meminta penjelasan;

Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis.

6

Merumuskan

hipotesis

Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari suatu kejadian.

Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara

pemecahan masalah.

7

Merencanakan

percobaan

Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan

Menentukan variabel/ faktor penentu;

Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dicatat;

Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja

8

Menggunakan

alat/bahan

Memakai alat/bahan

Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan;

Mengetahui bagaimana menggunakan alat/bahan.

9

Menerapkan

konsep

Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru

Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan

apa yang

sedang terjadi

10 Berkomunikasi Mengubah bentuk penyajian

Menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan

dengan

Page 42: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

26

No Indikator Sub Indikator Keterampilan Proses Sains

grafik atau tabel atau diagram;

Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis;

Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian;

Membaca grafik atau tabel atau diagram;

Mendiskusikan hasil kegiatan mengenai suatu masalah atau suatu peristiwa.

Aplikasi keterampilan proses terpadu sering disebut sebagai metode eksperimen atau

mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap,

keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1)

menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan

kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus

disediakan; (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen

sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang

terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan;

dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.

Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya

merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan siswa (2) Guru bersama siswa

mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan

waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja atau lembar pengamatan untuk pengarahan

kegiatan siswa (5) Guru membicarakan masalah yang akan dijadikan eksperimen (6)

Membagi kertas kerja atau lembar pengamatan kepada siswa (7) Siswa melaksanakan

eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja siswa dan

mengevaluasinya, bila dianggap perlu mengajak siswa mendiskusikan secara klasikal.

Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui

tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen

atau mencoba dimaksud dijelaskan berikut ini.

a. Persiapan

Menetapkan tujuan eksperimen

Mempersiapkan alat atau bahan

Mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah siswa serta alat atau

bahan yang tersedia. Di sini guru perlu menimbang apakah siswa akan

melaksanakan eksperimen atau mencoba secara serentak atau dibagi menjadi

beberapa kelompok secara paralel atau bergiliran

Mempertimbangkan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat

memperkecil atau menghindari risiko yang mungkin timbul

Page 43: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

27

Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan tahap-

tahap yang harus dilakukan siswa, termasuk hal-hal yang dilarang atau

membahayakan.

b. Pelaksanaan

Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan

mengamati proses percobaan. Di sini guru harus memberikan dorongan dan

bantuan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa agar kegiatan

itu berhasil dengan baik.

Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya memperhatikan

situasi secara keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan

masalah-masalah yang akan menghambat kegiatan pembelajaran.

c. Tindak lanjut

a. Siswa mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru

b. Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik

c. Guru memberikan umpan balik kepada siswa atas hasil eksperimen.

d. Guru dan siswa mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama

eksperimen.

e. Guru dan siswa memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat

yang digunakan

5. Jejaring Pembelajaran atau Pembelajaran Kolaboratif

Dalam naskah materi pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 dijelaskan bahwa

pembentukan jejaring yang dimaksud dalam pendekatan saintifik adalah pembelajaran

kolaboratif? Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari

sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan

filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama

sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk

memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Di dalam penjelasan selanjutnya disebutkan contoh-contoh pembelajaran kolaboratif itu

adalah Jigsaw, Student Team Achievement Divisions (STAD), Teams-Games-

Tournament (TGT), Team Accelerated Instruction (TAI), Group Investigation (GI),

dan Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), yaitu macam-macam

pembelajaran yang kita kenal sebagai pembelajaran kooperatif. Oleh karena itu saya pikir

guru sudah banyak mengenal pembelajaran kooperatif, saya tidak menguraikannya lebih

lanjut.

Asesmen Autentik dan Tuntutan Kurikulum 2013

Page 44: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

28

Di dalam Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2013)

dijelaskan bahwa Asesmen autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah

dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013 karena asesmen semacam

ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar siswa, baik dalam rangka

mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membangun jejaring. Asesmen autentik

cenderung berfokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan siswa

untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih autentik.

Karenanya, asesmen autentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam

pembejajaran, khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.

Kata lain dari asesmen autentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian proyek.

Asesmen autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode yang sangat

populer untuk menilai proses dan hasil belajar siswa yang miliki ciri-ciri khusus, mulai

dari mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga

yang jenius. Asesmen autentik dapat juga diterapkan dalam bidang ilmu tertentu seperti

seni atau ilmu pengetahuan pada umumnya, dengan orientasi utamanya pada proses atau

hasil pembelajaran.

Asesmen autentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunakan standar

tes berbasis norma, pilihan ganda, benar–salah, menjodohkan, atau membuat jawaban

singkat. Tentu saja, pola penilaian seperti ini tidak dilarang digunakan dalam proses

pembelajaran, karena memang lazim digunakan dan memperoleh legitimasi secara

akademik. Asesmen autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru

bekerja sama dengan siswa. Dalam asesmen autentik, seringkali pelibatan siswa sangat

penting. Asumsinya, siswa dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka

tahu bagaimana akan dinilai.

Siswa diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam

rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran serta

mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada asesmen autentik guru

menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan

pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah.

Asesmen autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa

belajar, motivasi dan keterlibatan siswa, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu

merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan siswa berbagi pemahaman tentang

kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, siswa bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan

harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.

Asesmen autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan siswa,

karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar

tentang subjek. Asesmen autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan,

Page 45: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

29

dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh siswa, bagaimana mereka

menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu

menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat

mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula

kegiatan remidial harus dilakukan (Kemendikbud, 2013).

Asesmen Autentik dan Belajar Autentik

Menurut (Kemendikbud, 2013) Asesmen Autentik meniscayakan proses belajar yang

Autentik pula. Menurut Ormiston belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan

masalah yang dilakukan oleh siswa dikaitkan dengan realitas di luar sekolah atau

kehidupan pada umumnya. Asesmen semacam ini cenderung berfokus pada tugas-tugas

kompleks atau kontekstual bagi siswa, yang memungkinkan mereka secara nyata

menunjukkan kompetensi atau keterampilan yang dimilikinya. Contoh asesmen autentik

antara lain keterampilan kerja, kemampuan mengaplikasikan atau menunjukkan

perolehan pengetahuan tertentu, simulasi dan bermain peran, portofolio, memilih

kegiatan yang strategis, serta memamerkan dan menampilkan sesuatu.

Asesmen autentik mengharuskan pembelajaran yang autentik pula. Menurut Ormiston

belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang diperlukan dalam

kenyataannya di luar sekolah. Asesmen Autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian.

Pertama, pengukuran langsung keterampilan siswa yang berhubungan dengan hasil

jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua, penilaian atas

tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga,

analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon siswa atas perolehan sikap,

keterampilan, dan pengetahuan yang ada (Kemendikbud, 2013).

Dengan demikian, asesmen autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-

cara terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan waktu

yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui

penyelesaian tugas di mana siswa telah memainkan peran aktif dan kreatif. Keterlibatan

siswa dalam melaksanakan tugas sangat bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.

Dalam pembelajaran autentik, siswa diminta mengumpulkan informasi dengan

pendekatan saintifik, memahami aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama

lain secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata yang luar

sekolah. Di sini, guru dan siswa memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi. Siswa

pun tahu apa yang mereka ingin pelajari, memiliki parameter waktu yang fleksibel, dan

bertanggungjawab untuk tetap pada tugas. Asesmen autentik pun mendorong siswa

mengkonstruksi, mengorganisasikan, menganalisis, mensintesis, menafsirkan,

menjelaskan, dan mengevaluasi informasi untuk kemudian mengubahnya menjadi

pengetahuan baru.

Page 46: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

30

Sejalan dengan deskripsi di atas, pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi “guru

autentik.” Peran guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada

penilaian. Untuk bisa melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus memenuhi kriteria

tertentu seperti disajikan berikut ini (Kemendikbud, 2013).

1. Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan siswa serta desain

pembelajaran.

2. Mengetahui bagaimana cara membimbing siswa untuk mengembangkan pengetahuan

mereka sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan dan menyediakan

sumberdaya memadai bagi siswa agar dapat memperoleh pengetahuan.

3. Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan

mengasimilasikan pemahaman siswa.

4. Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar siswa dapat diperluas dengan

menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.

Asesmen autentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak tahun

1990an. Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian tradisional untuk

mengukur prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan lain-lain

telah gagal mengetahui kinerja siswa yang sesungguhnya. Tes semacam ini telah gagal

memperoleh gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa

dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah atau masyarakat.

Asesmen hasil belajar yang tradisional bahkan cenderung mereduksi makna kurikulum,

karena tidak menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil belajar siswa. Ketika asesmen

tradisional cenderung mereduksi makna kurikulum, tidak mampu menggambarkan

kompetensi dasar, dan rendah daya prediksinya terhadap derajat sikap, keterampilan, dan

kemampuan berpikir yang diartikulasikan dalam banyak mata pelajaran atau disiplin

ilmu; ketika itu pula asesmen autentik memperoleh perhatian yang cukup kuat. Memang,

pendekatan apa pun yang dipakai dalam penilaian tetap tidak luput dari kelemahan dan

kelebihan. Namun demikian, sudah saatnya guru profesional pada semua satuan

pendidikan memandu gerakan memadukan potensi siswa, sekolah, dan lingkungannya

melalui asesmen proses dan hasil belajar yang autentik.

Data asesmen autentik digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan kelayakan

akuntabilitas implementasi kurikulum dan pembelajaran di kelas tertentu. Data asesmen

autentik dapat dianalisis dengan metode kualitatif, maupun kuantitatif. Analisis kualitatif

dari asesmen autentif berupa narasi atau deskripsi atas capaian hasil belajar siswa,

misalnya, mengenai keunggulan dan kelemahan, motivasi, keberanian berpendapat, dan

sebagainya. Analisis kuantitatif dari data asesmen autentik menerapkan rubrik skor atau

daftar cek (checklist) untuk menilai tanggapan relatif siswa terhadap kriteria dalam

Page 47: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

31

kisaran terbatas dari empat atau lebih tingkat kemahiran (misalnya: sangat mahir, mahir,

sebagian mahir, dan tidak mahir). Rubrik penilaian dapat berupa analitik atau holistik.

Analisis holistik memberikan skor keseluruhan kinerja siswa, seperti menilai kompetisi

Olimpiade Sains Nasional (Kemendikbud, 2013).

Jenis-jenis Asesmen Autentik

Menurut Kemendikbud (2013) dalam rangka melaksanakan asesmen autentik yang baik,

guru harus memahami secara jelas tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru harus

bertanya pada diri sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1) sikap, keterampilan, dan

pengetahuan apa yang akan dinilai; (2) fokus penilaian akan dilakukan, misalnya,

berkaitan dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan; dan (3) tingkat pengetahuan apa

yang akan dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses. Beberapa jenis asesmen

autentik disajikan berikut ini.

1. Penilaian Kinerja (Kemendikbud, 2013)

Asesmen autentik sebisa mungkin melibatkan partisipasi siswa, khususnya dalam proses

dan aspek-aspek yangg akan dinilai. Guru dapat melakukannya dengan meminta para

siswa menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk

menentukan kriteria penyelesaiannya. Dengan menggunakan informasi ini, guru dapat

memberikan umpan balik terhadap kinerja siswa baik dalam bentuk laporan naratif

maupun laporan kelas. Ada beberapa cara berbeda untuk merekam hasil penilaian

berbasis kinerja:

a. Daftar cek (checklist). Digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya

unsur-unsur tertentu dari indikator atau subindikator yang harus muncul dalam

sebuah peristiwa atau tindakan.

b. Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records). Digunakan dengan cara

guru menulis laporan narasi tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing

siswa selama melakukan tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat

menentukan seberapa baik siswa memenuhi standar yang ditetapkan.

c. Skala penilaian (rating scale). Biasanya digunakan dengan menggunakan

skala numerik berikut predikatnya. Misalnya: 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 =

cukup, 2 = kurang, 1 = kurang sekali.

d. Memori atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh guru dengan cara

mengamati siswa ketika melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat catatan.

Guru menggunakan informasi dari memorinya untuk menentukan apakah

siswa sudah berhasil atau belum. Cara seperti ini tetap ada manfaatnya, namun

tidak dianjurkan.

Page 48: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

32

Penilaian kinerja memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertama, langkah-

langkah kinerja harus dilakukan siswa untuk menunjukkan kinerja yang nyata untuk suatu

atau beberapa jenis kompetensi tertentu. Kedua, ketepatan dan kelengkapan aspek kinerja

yang dinilai. Ketiga, kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan oleh siswa untuk

menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran. Keempat, fokus utama dari kinerja yang akan

dinilai, khususnya indikator esensial yang akan diamati. Kelima, urutan dari kemampuan

atau keterampilan siswa yang akan diamati (Kemendikbud, 2013).

Pengamatan atas kinerja siswa perlu dilakukan dalam berbagai konteks

untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai keterampilan

berbahasa siswa, dari aspek keterampilan berbicara, misalnya, guru dapat

mengobservasinya pada konteks yang, seperti berpidato, berdiskusi, bercerita, dan

wawancara. Dari sini akan diperoleh keutuhan mengenai keterampilan berbicara

dimaksud. Untuk mengamati kinerja siswa dapat menggunakan alat atau instrumen,

seperti penilaian sikap, observasi perilaku, pertanyaan langsung, atau pertanyaan pribadi.

Penilaian-diri (self assessment) termasuk dalam rumpun penilaian kinerja. Penilaian diri

merupakan suatu teknik penilaian di mana siswa diminta untuk menilai dirinya sendiri

berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya

dalam mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur

kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.

Penilaian ranah sikap. Misalnya, siswa diminta mengungkapkan curahan

perasaannya terhadap suatu objek tertentu berdasarkan kriteria atau acuan yang

telah disiapkan.

Penilaian ranah keterampilan. Misalnya, siswa diminta untuk menilai kecakapan

atau keterampilan yang telah dikuasainya oleh dirinya berdasarkan kriteria atau

acuan yang telah disiapkan.

Penilaian ranah pengetahuan. Misalnya, siswa diminta untuk menilai penguasaan

pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dari suatu mata

pelajaran tertentu berdasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan

(Kemendikbud, 2013). Selain itu dapat juga dilakukan:

Penilaian metakognitif, misalnya siswa diminta melakukan refleksi untuk mereviu

bagaimana dia belajar, mengidentifikasi pertanyaan yang masih

membingungkannya, memberikan bukti bahwa dia belajar, mengevaluasi

kemajuan, dan mendefinisikan kriteria eksplisit untuk merancang langkah

selanjutnya dan meningkatkan hasil.

Contoh Pertanyaan yang dapat digunakan untuk melakukan Refleksi diri (Greenstein,

2012: 56. Pertanyaan Generik: Apa yang telah saya pelajari? Apa yang berfungsi dengan

Page 49: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

33

baik, dan apa yang tidak? Apa yang akan saya lakukan berikutnya (dalam hal isi, proses,

dan pertanyaan-pertanyaan yang masih mengganggu saya?

Pertanyaan Khusus: apa langkah yang harus say tempuh untuk meningkatkan

kemampuan menulis saya? Apa tiga macam kebiasaan berpikir yang saya gunakan dan

bagaimana saya menerapkannya? Seberapa baiknya saya mendengarkan ide-ide teman

lain dan memberi kontribusi ke kelompok? Andaikan saya mendapat kesempatan untuk

mengerjakannya kembali, inilah hal yang akan saya lakukan dengan cara lainnya:......

Teknik penilaian-diri bermanfaat memiliki beberapa manfaat positif. Pertama,

menumbuhkan rasa percaya diri siswa. Kedua, siswa menyadari kekuatan dan kelemahan

dirinya. Ketiga, mendorong, membiasakan, dan melatih siswa berperilaku jujur.

Keempat, menumbuhkan semangat untuk maju secara personal.

2. Penilaian Proyek (Kemendikbud, 2013).

Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang

harus diselesaikan oleh siswa menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas

dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh siswa, mulai dari perencanaan,

pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data. Dengan

demikian, penilaian proyek bersentuhan dengan aspek pemahaman, mengaplikasikan,

penyelidikan, dan lain-lain.

Selama mengerjakan sebuah proyek pembelajaran, siswa memperoleh kesempatan untuk

mengaplikasikan sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Karena itu, pada setiap

penilaian proyek, setidaknya ada tiga hal yang memerlukan perhatian khusus dari guru.

a. Keterampilan siswa dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan data,

mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh,

dan menulis laporan.

b. Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan sikap,

keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh siswa.

c. Orijinalitas atas keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau

dihasilkan oleh siswa.

Penilaian proyek berfokus pada perencanaan, pengerjaan, dan produk proyek. Dalam

kaitan ini rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh guru meliputi penyusunan

rancangan dan instrumen penilaian, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapan

laporan. Penilaian proyek dapat menggunakan instrumen daftar cek, skala penilaian, atau

narasi. Laporan penilaian dapat dituangkan dalam bentuk poster atau tertulis.

Produk akhir dari sebuah proyek sangat mungkin memerlukan penilaian khusus.

Penilaian produk dari sebuah proyek dimaksudkan untuk menilai kualitas dan bentuk

hasil akhir secara holistik dan analitik. Penilaian produk dimaksud meliputi penilaian

Page 50: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

34

atas kemampuan siswa menghasilkan produk, seperti makanan, pakaian, hasil karya seni

(gambar, lukisan, patung, dan lain-lain), barang-barang terbuat dari kayu, kertas, kulit,

keramik, karet, plastik, dan karya logam.Penilaian secara analitik merujuk pada semua

kriteria yang harus dipenuhi untuk menghasilkan produk tertentu. Penilaian secara

holistik merujuk pada apresiasi atau kesan secara keseluruhan atas produk yang

dihasilkan (Kemendikbud, 2013).

Di dalam kegiatan proyek, dapat digunakan penilaian oleh teman untuk mereviu seberapa

besar kontribusi masing-masing anggota kelompok dalam menyelesaikan proyek

kelompok. Contoh penilaian oleh teman disajikan dalam Tabel 5 berikut ini (Greenstein,

2012: 57).

Tabel 5. Contoh Penilaian oleh Teman dalam Mengerjakan Proyek Kelompok

Petunjuk pengisian: Berilah skor untuk temanmu dalam mengerjakan proyek kelompok.

Isilah dengan 4= sangat setuju; 3=setuju; 2=tidak setuju, dan 1=sangat tidak setuju.

Berilah penjelasan atau alasan mengapa kamu memilih skor yang kamu berikan.

Nama penilai.................................... Yang dinilai: ..........................................

Aspek yang dinilai Skor

Semua anggota kelompok memberikan kontribusi yang sama

dalam menyelesaikan proyek.

Alasan:

..............................................................................................

Semua anggota kelompok bekerja sama dengan baik.

Alasan:

..............................................................................................

Ketika ada ketidaksepakatan, semua anggota kelompok dapat

segera menyelesaikannya tanpa melukai perasaan anggota

kelompok lainnya.

Alasan:

..............................................................................................

Semua anggota kelompok saling mendukung dalam mencapai

tujuan pembuatan proyek.

Alasan:

..............................................................................................

3. Penilaian Portofolio (Kemendikbud, 2013).

Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan

kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa

berangkat dari hasil kerja siswa secara perorangan atau diproduksi secara berkelompok,

memerlukan refleksi siswa, dan dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.

Page 51: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

35

Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan

informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan siswa dalam satu periode

tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya siswa dari proses pembelajaran yang

dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang relevan dengan sikap,

keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh topik atau mata pelajaran tertentu.

Fokus penilaian portofolio adalah kumpulan karya siswa secara individu atau kelompok

pada satu periode pembelajaran tertentu. Penilaian terutama dilakukan oleh guru, meski

dapat juga oleh siswa sendiri.

Melalui penilaian portofolio guru akan mengetahui perkembangan atau kemajuan belajar

siswa. Misalnya, hasil karya mereka dalam menyusun atau membuat karangan, puisi,

surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/literatur, laporan penelitian,

sinopsis, dan lain-lain. Atas dasar penilaian itu, guru dan/atau siswa dapat melakukan

perbaikan sesuai dengan tuntutan pembelajaran.

Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah seperti berikut ini.

a. Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.

b. Guru atau guru bersama siswa merancang isi portofolio yang akan dibuat.

c. Siswa, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru

mengembangkan portofolio pembelajaran.

d. Guru menghimpun dan menyimpan portofolio siswa pada tempat yang sesuai,

disertai catatan tanggal pengumpulannya.

e. Guru meminta siswa menilai portofolionya sendiri, dapat pula meminta siswa

menilai portofolio temannya dengan kriteria tertentu, selain guru menilai

portofolio siswa.

f. Jika memungkinkan, guru bersama siswa membahas bersama dokumen

portofolio yang dihasilkan.

g. Guru memberi umpan balik kepada siswa atas hasil penilaian portofolio.

Selain bentuk-bentuk belajar autentik dan asesmen autentik yang telah diuraikan di atas,

belajar secara autentik yang merupakan pencerminan kecakapan hidup abad 21 dapat

diamati dalam Tabel 6 (Greenstein, 2012:54).

Penilaian Tertulis

Meski konsepsi asesmen autentik muncul dari ketidakpuasan terhadap tes tertulis yang

lazim dilaksanakan pada era sebelumnya, penilaian tertulis atas hasil pembelajaran tetap

lazim dilakukan. Tes tertulis terdiri dari memilih atau mensuplai jawaban dan uraian.

Memilih jawaban terdiri dari pilihan ganda, pilihan benar-salah, ya-tidak, menjodohkan,

dan sebab-akibat. Mensuplai jawaban terdiri dari isian atau melengkapi, jawaban singkat

atau pendek, dan uraian.

Page 52: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

36

Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut siswa mampu mengingat, memahami,

mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan

sebagainya atas materi yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa

mungkin bersifat komprehentif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap,

keterampilan, dan pengetahuan siswa.

Pada tes tertulis berbentuk esai, siswa berkesempatan memberikan jawabannya sendiri

yang berbeda dengan teman-temannya, namun tetap terbuka memperoleh nilai yang

sama. Misalnya, siswa tertentu melihat fenomena kemiskinan dari sisi pandang kebiasaan

malas bekerja, rendahnya keterampilan, atau kelangkaan sumberdaya alam. Masing-

masing sisi pandang ini akan melahirkan jawaban berbeda, namun tetap terbuka memiliki

kebenaran yang sama, asalkan analisisnya benar. Tes tersulis berbentuk esai biasanya

menuntut dua jenis pola jawaban, yaitu jawaban terbuka (extended-response) atau

jawaban terbatas (restricted-response). Hal ini sangat tergantung pada bobot soal yang

diberikan oleh guru. Tes semacam ini memberi kesempatan pada guru untuk dapat

mengukur hasil belajar siswa pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks.

Penutup

Guru yang melaksanakan Lesson Study secara berkelanjutan akan berkembang menjadi

pribadi yang memiliki komitmen tinggi terhadap kemaslahatan siswanya. Guru ini akan

terus menerus berupaya agar siswanya mau belajar sepanjang hayat mempersiapkan diri

untuk hidup di masa depan. Komitmen ini membentuk karakter guru untuk memberikan

layanan terbaik kepada siswa dengan memberikan hak setiap siswa untuk belajar.

Keteladanan guru yang mau terus belajar mengenai bagaimana membelajarkan siswanya

menciptakan situasi yang kondusif bagi siswa untuk meneladani gurunya mengenai

bagaimana belajar dan mengembangkan karakternya sendiri. Siswa yang terus menerus

belajar dan mengembangkan karakter yang baik akan memiliki kemungkinan yang lebih

besar untuk mencapai kompetensi seperti yang dipersyaratkan dalam Standar Kompetensi

Lulusan (SKL) Kurikulum 2013 yaitu antara lain memiliki keterampilan belajar dan

Tabel 6. Beberapa Contoh Hasil Belajar Secara Autentik yang Mencerminkan Kecakapan

Hidup Abad 21 Siswa (Greenstein, 2012: 54).

Kecakapan Hidup/Strategi

Produk Tulisan

Desain Asli

Presen-tasi

Posisi

Seni Dinamis

Multi-media

Portofo-lio

Berpikir Kritis Analisis hasil lab

Mengam-bil posisi

Debat Blog Contoh bukti

Berpikir untuk pemecahan masalah

Analisis studi kasus

Graphic organ-izer

Memeran-kan peris-tiwa sejarah

Page 53: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

37

Berpikir Kreatif

Permain-an dengan papan atau virtual

Skrip TV atau film bios-kop

Musik dan lagu

Dansa inter-pretif

Wiki Peker-jaan dalam penye-lesaian

Bertindak: berkomunika-si dan Berkolaborasi

Siaran publik

Semi-nar ala Socra-tes

Cerita-foto

Bertindak: literat digital dan teknologi komunikasi

Situs Web

Webi-nar

Mengajar orang menggu-nakan teknologi

Power point, prezi

e-porto-folio

Menjalani Kehidupan: pemahaman global

Menu global

Kam-panye untuk peru-bahan global

Karya seni Multi-budaya

Kolabo-rasi glo-bal secara online

Menjalani Kehidupan: sebagai warganegara

Mengga-li dana

Menu-lis surat ke editor

Meng-ikuti peme-riksa-an umum

Situs web

Menjalani Kehidupan: kepemimpin-an dan tang-gung jawab

Mengajar orang lain

Meran-cang suatu pame-ran seni multi-budaya

Menjalani Kehidupan: studi lanjut/karier

Riwa-yat Hidup

Proto-tipe suatu minat karier

Wawan-cara kerja

Mela-mar studi lanjut dengan karya asli

Ran-cangan sukses elektro-lik

berinovasi, termasuk kreatif dan inovatif, mampu berpikir kritis dan memecahkan

masalah mampu berkomunikasi dan berkolaborasi.

Page 54: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

38

Kualitas sekolah akan tercermin terutama pada kualitas lulusannya. Kualitas lulusan suatu

sekolah akan sangat tergantung terutama pada kualitas proses pembelajarannya, di

samping kualitas instrumental dan inputnya. Peningkatan keprofesionalan guru dalam

meningkatkan mutu proses pembelajaran merupakan cara mendasar dalam mewujudkan

kualitas lulusan sekolah yang berkarakter yang memenuhi persyaratan kecakapan hidup

abad 21. Oleh karena itu, selayaknya kelompok-kelompok guru mau berupaya secara

kolaboratif meningkatkan proses pembelajaran secara berkelanjutan melalui Lesson

Study. Semuanya ini sangat tergantung pada komitmen guru dalam menangani proses dan

mutu pembelajaran. Komitmen guru itu dapat ditumbuhkembangkan antara lain oleh

komitmen yang tinggi dari pejabat atasannya (kepala sekolah) dan pengawas dan tentu

juga kepedulian guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran. Lesson study adalah

sarana pilihan yang disarankan untuk dilaksanakan di sekolah, khususnya dalam

mengembangkan kompetensi siswa yang berkarakter menuju penguasaan kecakapan

berpikir, bertindak, dan menjalani kehidupan yang diperlukan dalam abad 21.

DAFTAR RUJUKAN

Fernandez, Clea and Yoshida, Makoto. 2004. Lesson Study: A Japanese Approach to

Improving Mathematics Teaching and Learning. London: Lawrence Eelbaum

Associates Publishers.

Greenstein, L. 2012. Assessing 21st Century Skills. A guide to evaluating mastery and

authentic learning. Thousand Oaks, California: Corwin, A SAGE Company.

Isoda, M (2005). Information for Workshop in APEC specialist session from January

17: APEC-Tsukuba meeting focus on Innovation of mathematics education

through the lesson study. Retrieved 2005 http://www.criced.tsukuba.ac.jp/

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Pelatihan Guru IPA-SMP:

Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud.

Lewis, C. 2002. Lesson Study: A Handbook of Teacher-led Intructional Change.

Philadelphia: Research for Better Schools.

Nuh, M. 2013. Sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam pencanangan

berlakunya Kurikulum 2013.

Takashi A. (2006). Implementing lesson study in North American schools and school

(makalah yang dipresentasikan pada seminar “APEC International

Symposium on Innovation and Good Practice for Teaching and Learning

Mathematics through Lesson Study”, 14-17 Juni 2006). Thailand: Khon Kaen

University.

Page 55: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

39

Yoshida, M. (1999). Lesson Study: A Case Study of a Japanese Approach to Improving

Instruction Through School-Based Teacher Development. Chicago: University

of Chicago.

Page 56: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

40

LESSON STUDY

Ryo Suzuki

Abstrack

What is Lesson Study

It is said or you may know, to conduct PLAN, DO and See is Lesson Study but this is just

the format. While doing this cycle, we can improve and change the mind toward the

position as a teacher gradually.

However, the important thing is whether you can feel, think, and get the experience

below.

- Observing the children, try to learn from them and share your learning with colleagues.

- By getting the sense or understanding what a good lesson is, you can create your own

lessons that guarantee the quality of all children’s learning.

Condition of LS in Indonesia

LS has already been disseminated all over Indonesia, but it may be just the name. What

about the contents and quality of what they are doing?

- one side (they have been doing LS for more than 6 years)

there are many teachers said they were really bored and didn’t want to keep doing LS.

- the other side (those who joined the boring LS realized the ineffectiveness and wanted

to improve this condition)

We are supporting the members (Lesson Study club) to create very high quality lessons

that can make all children in front of them happy. This is also in line with the purpose of

our new curriculum.

What is the difference between them even though both of them have already started LS?

- Today, let’s learn together how to become a happy teacher and to make happy children

Page 57: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

41

Share dari Bapak Ryo Suzuki tentang Kegiatan LS di UNY

Bapak Ibu yang terhormat

Selamat siang. Saya berharap Bapak Ibu semua tetap semangat berLS.

saya mau share mengenai kegiatan saya di Universitas Negeri Yogjakarta kemarin.

Kali ini saya diundang oleh Pak Ali yang ikut Short-Term Training on Lesson Study di

Jepang tahun ini.

Saya dan team PELITA sangat appreciate mengenai tantangan Pak Ali.

Orang kantor JICA, JICA expert semua termasuk Ibu Takasawa, Pak Murase, Pak

Masaaki Sato dan Pak Manabu Sato juga sangat merasa bahagia karena peserta Pelatihan

Jepang kemarin sudah cepat mulai berpikir bagaimana mereka melaksanakan atau share

apa yang mereka pelajari di Jepang.

UNY juga sudah merencanakan mahasiswa S2 pendidikan dasar untuk mempraktekkan

berLS di lapangan.

mudah-mudahan langkah ini bisa diikuti oleh peserta pelatihan LS lainnya.

Saya sangat berterima kasih usaha Pak Ali dan UNY supaya bisa kerja sama kami.

Dan senangnya tantangan Pak Ali adalah coba mau diseminasi kepada Mahasiswa S2 dan

S3. Jadi kali ini semua pesertanya Mahasiswa.

Kami kira investasi seperti ini sangat penting karena generasi berikutnya adalah mereka

dan kalau mereka tidak paham, susah melanjutkan LS di daerah.

Hasil ini, saya akan sampaikan ke DIKNAS juga.

Mari kita meningkatkan kualitas berLS ya.

Salam

Dokumentasi:

Page 58: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

42

Page 59: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

43

Page 60: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

44

Page 61: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

45

Page 62: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

46

Page 63: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

47

IMPLEMENTASI LESSON STUDY DAN PENINGKATAN

KUALITAS PEMBELAJARAN

Prof. Dr. Suratno. M.Si

Universitas Jember

Latar Belakang

Peningkatan kualitas pendidikan menjadi tanggung jawab bersama masyarakat,

pemerintah dan swasta. Salah satu tugas pokok pemerintah dalam bidang pendidikan

adalah mengupayakan mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan

(SNP) yang telah ditetapkan. Kunci utama dalam pencapaian SNP adalah kualitas proses

pembelajaran. Untuk meningkatkan mutu pembelajaran, maka inovasi pembelajaran

dalam berbagai bentuk dapat ditumbuhkan di setiap jenjang pendidikan. Pengalaman

menunjukkan bahwa inovasi dapat meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu cara

menumbuhkan inovasi dalam pembelajaran dapat melalui Lesson Study (LS). Oleh karena

itu sudah sewajarnya LS ditingkatkan kualitas dan intensitasnya diberbagai jenjang

pendidikan.

Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan

acuan tentang guru profesional. Pengakuan terhadap guru sebagai tenaga profesional

ketika guru telah memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik yang

dipersyaratkan (Pasal 8). Kualifikasi akademik tersebut harus diperoleh melalui

pendidikan tinggi program sarjana atau diploma empat“ (Pasal 9). Sertifikat pendidik

diperoleh guru setelah mengikuti pendidikan profesi (Pasal 10 ayat (1)). Adapun jenis-

jenis kompetensi yang dimaksud pada Undang-undang tersebut meliputi kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional

(Pasal 10 ayat (1)).

Guru Profesional

Jenis-jenis kompetensi yang diperlukan agar menjadi guru profesioanal.

a. Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi

pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,

Page 64: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

48

evaluasi pembelajaran, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensi yang dimilikinya. Indikator esensial sebagai berikut.

1) Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial dengan

memanfaatkan prinsip-prinsip: perkembangan kognitif; kepribadian; dan

mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik.

2) Merancang pembelajaran, memahami landasan pendidikan untuk kepentingan

pembelajaran. Indikatornya adalah: memahami landasan kependidikan;

menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran

berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi

ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.

3) Melaksanakan pembelajaran, indikatornya melaksanakan pembelajaran yang

kondusif inovatif dan kreatif.

4) Melasanakan evaluasi pembelajaran: merancang dan melaksanakan evaluasi

proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode;

menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat

ketuntasan belajar; dan memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan

pembelajaran.

5) Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya:

memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan

memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi

nonakademik.

b. Kompetensi kepribadian yaitu memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa,

arif, dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.

Kompetensi ini meliputi:

1) Kepribadian yang mantap dan stabil, bertindak sesuai dengan norma hukum;

bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki

konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.

Page 65: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

49

2) Kepribadian yang dewasa, menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai

pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.

3) Kepribadian yang arif, menampilkan tindakan yang didasarkan pada

kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan

keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.

4) Kepribadian yang berwibawa, memiliki perilaku yang berpengaruh positif

terhadap peserta didik.

5) Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak

sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan

memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.

c. Kompetensi profesional yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara

luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi

standar kompetensi. Kompetensi ini mencakup:

1) Menguasai substansi keilmuan, memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum

sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau

koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran

terkait; dan menerapkan keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.

2) Menguasai struktur dan metode keilmuan, menguasai langkah-langkah penelitian

dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.

d. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta

didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan

masyarakat sekitar. Dengan kompetensi ini, guru diharapkan dapat:

1) Berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.

2) Berkomunikasi secara efektif dengan tenaga kependidikan lain.

3) Berkomunikasi dengan orang tua peserta didik dan masyarakat sekitar.

Kompetensi (kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial) tersebut dalam

praktiknya merupakan satu kesatuan yang utuh. Beberapa ahli mengatakan istilah

Page 66: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

50

kompetensi profesional sebenarnya merupakan “payung”, karena telah mencakup semua

kompetensi lainnya. Sedangkan penguasaan materi ajar secara luas dan mendalam lebih

tepat disebut dengan penguasaan sumber bahan ajar. Hal ini mengacu pandangan yang

menyebutkan bahwa sebagai guru yang berkompeten memiliki (1) pemahaman terhadap

karakteristik peserta didik, (2) penguasaan bidang studi, baik dari sisi keilmuan maupun

kependidikan, (3) kemampuan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik, dan (4)

kemauan dan kemampuan mengembangkan profesionalitas dan kepribadian secara

berkelanjutan. Dalam menciptakan suasana belajar bagi pendidik dan tenaga

kependidikan, pembinaan guru perlu diarahkan untuk mencapai keempat kompetensi

tersebut.

Peran Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)

Pada umumnya dalam meningkatkan kualitas guru agar menjadi guru profesional

dilakukan melalui pelatihan. Guru direkrut kemudian dilakukan pelatihan dalam waktu

tertentu. Pendekatan pelatihan yang dilakukan bersifat top-down karena materi pelatihan

sudah ditetapkan oleh pusat dan tidak ada partisipasi stake holder dan masyarakat.

Padahal kebutuhan dan permasalahan guru belum tentu sama dari satu daerah ke daerah

lain.

Persiapan pembentukan guru dapat dilaksanakan sedini mungkin dan peran LPTK

sangat diperlukan. Keberadaan Lesson Study diharapkan calon-calon guru dapat terbentuk

seawal mungkin yang mempunyai kemampuan analisis dan evaluasi yang tinggi di

samping mempunyai pemahaman yang tinggi tentang aspek afektif. Lesson Study yang

dilaksanakan di LPTK diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mempersiapkan

materi ajar, metode dan strategi pembelajaran yang inovatif. Selanjutnya dengan

penerapan Lesson Study diharapkan merupakan model alternatif pembinaan calon guru

berkelanjutan dalam peningkatan keprofesionalan guru melalui kesejawatan.

Pengalaman pelaksanaan kegiatan LS di FKIP Universitas Jember memberikan

kontribusi terhadap peningkatan kualitas pembelajaran. Selain itu juga meningkatkan

mutu dosen dalam menyiapkan perkuliahan, media pembelajaran dan alat evaluasi serta

Page 67: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

51

bahan ajarnya mengalami peningkatan dan perbaikan. Di fihak lain mahasiwa juga

mengalami peningkatan kualitas perkuliahan dan partisipasi mahasiswa dalam

perkuliahan. Minat dan aktivitas belajar mahasiswa pada umumnya juga mengalami

perbaikan. Dampak lain, selain melangsungkan proses pembelajaran, dosen juga

melakukan penelitian yang berkaitan dengan perbaikan proses pembelajaran baik

menyangkut perencanaan, iplementasi, dan evaluasi. Dengan demikian membawa

dampak terhadap peningkatan dosen dalam mempublikasikan hasil temuannya dalam

pembelajaran. Kegiatan LS juga memberikan dampak positif terhadap peningkatan

akademik atmosfer di jurusan PMIPA pada khususnya dan FKIP Universitas Jember pada

umumnya.

Model pengembangan keprofesionalan dosen melalui LS merupakan alternatif

peningkatan keprofesionalan. Hal ini disebabkan LS adalah model pembinaan profesi

pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan

berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun

komunitas belajar. Siklus pengkajian pembelajaran dalam LS dilakukan dengan

pentahapan plan, do, dan see.

Gambar 1. Siklus Pengkajian Pembelajaran dalam Lesson Study (LS)

Do

Seorang guru melaksanakan

pembelajaran yang berpusat pada siswa sementara guru lain

mengobservasi aktivitas belajar siswa

SEE

Dengan prinsip kolegalitas,secara

kolaborasi merefleksikan

efektivitas pembelajaran dan saling

belajar

PLAN

Secara kolaborasi , merencanakan

pembelajaran yang berpusat pada siswa

berbasis permasalahan di kelas

Page 68: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

52

Adapun gambaran umum dan Tujuan utama Lesson Study (LS) serta hubungannya

dengan kompetensi guru adalah sebagai berikut.

Gambaran UmumLesson Study

Merencanakanpembelajaranberdasarkan tujuandan perkembangansiswa

Mengobservasipembelajaran untukmengumpulkan data tentang aktivitasbelajar siswa

Menggunakan datahasil observasi untukmelakukan refleksipembelajaran secaramendalam & luas

Jika perlu melakukanre-planning dg topiksama untukpembelajaran padakelas lain

Tujuan UtamaLesson Study

Meningkatnyapengetahuan tentangmateri ajar

Meningkatnyapengetahuan tentangpembelajaran

Meningkatnyakemampuanmengobservasi aktivitasbelajar

Semakin kuatnyahubungan antarapelaksanaanpembelajaran sehari-haridengan tujuan jangkapanjang

Meningkatnya kualitasrencana pembelajaran

Semakin kuatnyahubungan kolegalitas

Semakin meningkatnyamotivasi untuk selaluberkembang

Perbaikanmutu

pembelajaranterus

menerus

Kompetensiprofesional

Kompetensipedagogik

KompetensiSosial

Kompetensikepribadian

Gambar 2. Gambaran umum dan Tujuan utama Lesson Study (LS) serta hubungannya

dengan kompetensi guru

Pentahapan LS

Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan (merencanakan), Do

(melaksanakan), dan See (merefleksi) secara berkelanjutan. Dengan kata lain Lesson

Page 69: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

53

Study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir

(continous improvement).

Tahap Pertama, perencanaan (Plan) bertujuan merancang pembelajaran yang

dapat membelajarkan peserta didik agar berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

Perencanaan yang baik tidak dilakukan sendirian tetapi dilakukan bersama, beberapa

dosen/guru dapat berkolaborasi untuk memperkaya ide-ide. Perencanaan diawali dari

analisis permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Permasalahan dapat berupa

materi pembelajaran, bagaimana menjelaskan suatu konsep. Permasalahan dapat juga

berupa pedagogi tentang metoda pembelajaran yang tepat agar pembelajaran lebih efektif

dan efisien atau permasalahan fasilitas, bagaimana mensiasati kekurangan fasilitas

pembelajaran. Selanjutnya bersama-sama mencari solusi terhadap permasalahan yang

dihadapi yang dituangkan dalam rancangan pembelajaran atau lesson plan, teaching

materials, media pembelajaran dan lembar kerja siswa serta metoda evaluasi. Kegiatan

perencanaan dapat dilakukan beberapa kali pertemuan (2 – 3 kali) agar lebih mantap.

Pertemuan-pertemuan yang sering dilakukan antara dosen-dosen/ guru-guru dalam

perencanaan pembelajaran menyebabkan terbentuknya kolegalitas antara dosen dengan

dosen (guru-guru), sehingga saling berbagi pengalaman dan saling belajar sehingga

sehingga terbentuklah konsep mutual learning (saling belajar).

Tahap kedua dalam LS adalah pelaksanaan (do) untuk menerapkan rancangan

pembelajaran yang telah dirumuskan dalam perencanaan. Dalam perencanaan disepakati

siapa dosen/guru model yang akan mengimplementasikan pembelajaran dan mata

kuliah/pelajaran yang dipilih. Langkah ini bertujuan mengujicoba efektivitas model

pembelajaran yang telah dirancang. Dosen/guru lain dari program studi yang sama/ mata

pelajaran sama dapat bertindak sebagai pengamat (observer) pembelajaran. Sebelum

pembelajaran dimulai sebaiknya dilakukan briefieng kepada para pengamat untuk

menginformasikan kegiatan pembelajaran yang direncanakan dan mengingatkan bahwa

selama pembelajaran berlangsung pengamat tidak mengganggu kegiatan pembelajaran

tetapi mengamati aktivitas mahasiswa/siswa selama pembelajaran. Fokus pengamatan

ditujukan pada interaksi mahasiswa-mahasiswa (siswa-siswa), mahasiswa-bahan ajar

(siswa-bahan ajar), mahasiswa-dosen (siswa-guru), dan mahasiswa-lingkungan (siswa-

Page 70: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

54

lingkungan) yang terkait dengan 4 kompetensi guru sesuai dengan UU No. 14 tentang

guru dan dosen.

Lembar observasi pembelajaran perlu dimiliki para pengamat sebelum

pembelajaran dimulai. Para pengamat dipersilahkan mengambil tempat di ruang kelas

yang memungkinkan dapat mengamati aktivitas mahasiswa/siswa. Biasanya para

pengamat berdiri di sisi kiri dan kanan di dalam ruang kelas agar aktivitas

mahasiswa/siswa teramati dengan baik. Selama pembelajaran berlangsung para pengamat

tidak boleh berbicara dengan sesama pengamat dan tidak menganggu aktivitas dan

konsentrasi mahasiswa/siswa. Para pengamat dapat melakukan perekaman kegiatan

pembelajaran melalui video camera atau foto untuk keperluan dokumentasi dan bahan

studi lebih lanjut. Keberadaan para pengamat di dalam ruang kelas disamping

mengumpulkan informasi juga dimaksudkan untuk belajar dari pembelajaran yang

sedang berlangsung dan bukan untuk mengevaluasi dosen/guru model.

Tahap ketiga dalam kegiatan LS adalah refleksi (See). Setelah selesai

pembelajaran langsung dilakukan diskusi antara dosen/guru model dan pengamat yang

dipandu oleh dosen/guru senior atau personel yang ditunjuk untuk membahas

pembelajaran sebagai moderator. Dosen/guru model mengawali diskusi dengan

menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan pembelajaran. Selanjutnya pengamat

diminta menyampaikan komentar dan lesson learn dari pembelajaran terutama berkenaan

dengan aktivitas mahasiswa/siswa. Tentunya, kritik dan saran untuk dosen/guru model

disampaikan secara bijak demi perbaikan pembelajaran. Sebaliknya, dosen /guru model

harus dapat menerima masukan dari pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya.

Berdasarkan masukan dari diskusi ini dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya.

Keberadaan nara sumber (tim ahli) yang berkesempatan hadir bukan untuk

menceramahi peserta tetapi lebih sebagai fasilitator untuk memfasiltasi agar terjadi

sharing pendapat dan pengalaman diantara peserta sehingga komunitas belajar terbangun

sebagai forum pengembangan diri. Oleh karenanya dengan mengimplementasikan LS

maka secara bertahap dan berkelanjutan kualitas pembelajaran dapat meningkat. Peran

LPTK sangat strategis dalam menyiapkan calon guru yang profesional.

Page 71: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

55

Adapun rincian pelaksanaan kegiatan LS di LPTK dapat dilakukan dengan

pentahapan sebagai berikut: 1) workshop sosialisasi LS, 2) Workshop penyusunan

teaching plan dan teaching materials, 3) open class, 4) pendokumentasian, 5) monitoring

dan evaluasi, 6) workshop hasil monitoring dan evaluasi, 7) Publikasi karya ilmiah yang

terkait LS, dan 8) seminar hasil LS, 9) Exchange of Experience LS.

Penutup

LS selayaknya tidak hanya sebagai bahan diskusi dan wacana namun perlu

implementasi. Semakin sering mengimplementasikan LS semakin mendapatkan manfaat

dari ber LS. Dalam mengimplementasikan LS seringkali tidak sabar, kebanyakkan dari

mereka terlalu terburu-buru ingin secepatnya mendapatkan perubahan yang signifikan

dari sebelum melaksanakan LS dibandingkan dengan sesudah melaksanakan LS.

Perlunya mengingat kembali bahwa dalam ber LS mengedepankan prinsip perbaikan

dilaksanakan secar terus menerus. LS adalah model pembinaan profesi pendidik melalui

pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-

prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar

Page 72: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

MAKALAH SIDANG PARALEL

Page 73: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

60

MODEL TRANSFORMASI PEDAGOGIK PADA KONTEN

MIKROBIOLOGI: Suatu Model Hipotetik Untuk Memperbaiki

Lesson Study

Kukuh Munandar1), Muslimin Ibrahim2) dan Leny Yuanita2)

1Mahasiswa S3 Prodi Sains Unesa dan Prodi Pend. Biologi UNMUH Jember, 2Prodi Sains Unesa Surabaya

e-mail: [email protected]

Abstrak: Pembelajaran Konten Mikrobiologi di SMA/MA pada kurikulum 2013 yang menekankan

scientific inquiry terdapat kendala, yang antara lain banyak mikroba (virus, bakteri, jamur) bersifat

pathogen atau infeksius bagi manusia, dan sarana prasarana laboratorium biologi SMA/MA ada

keterbatasan berhubungan dengan keselamatan kerja atau biosafety. Disisi lain guru biologi masih

menemui kendala dalam pedagogik sehubungan dengan kurikulum 2013 dan teknologi berkembang

sangat pesat, termasuk TIK tetapi ada keterbatasan dalam implementasinya oleh guru biologi,

karena: i) manajemen, ii) budaya dan nilai di lingkungan sekolah, iii) kemampuan guru biologi

terhadap TIK, dan iv) dana personal guru (untuk membeli perangkat TIK, pelatihan, dll.) Solusi

yang dilakukan oleh pemerintah antara lain dengan In-service training pada guru dalam bentuk

Lesson Study (LS).

LS yang dilakukan tahapan Plan-Do-See (Saito, 2005 dalam Ibrohim, 2010), sedangkan menurut

Lewis & Hurd (2011): i) Build a lesson study group, ii) Focus the group’s inquiry, iii) Study the

topic & plan the research lesson, iv) Conduct & discuss the research lesson, v) Reflect & plan the

next steps, dan vi) Undertaking lesson stusy is important work to build our profession. Sedangkan

model Inquiry untuk scientific menurut Alberta (2004) dilakukan dengan tahapan: i) Planning, ii)

Retrieving, iii) Processing, iv) Creating, v) Sharing, dan vi) Evaluating.

Alternatif penggabungan LS dengan inquiry yang ditawarkan adalah Model Transformasi

Pedagogik, dengan tahapan secara siklus:

1. Need assessment

2. Planning

3. Implementation & Monitoring

4. Evaluation

Pada setiap tahapan siklus dilakukan immersion dan reflection.

Kata kunci: Model transformasi pedagogik, Lesson study, scientific inquiry, dan Konten

mikrobiologi.

PENDAHULUAN

Abad ke 21 mengharuskan sistem pendidikan dapat mempersiapkan siswanya untuk

kemenangan dalam lomba keterampilan global dan masalah daya saing ekonomi untuk

dekade berikutnya (The Partnership for 21st Century Skills, 2008). Oleh karenanya

memerlukan perubahan dalam pedagogi yang digunakan dalam sistem pendidikan saat ini.

Penggunaan yang efektif dan inovatif dari teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam

mengajar dan strategi belajar berpotensi dapat memecahkan masalah ini. Penggunaan TIK

dalam pendidikan menyediakan lingkungan belajar-mengajar yang baru dan memberikan cara

Page 74: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

61

baru dalam pendekatan mengajar dan belajar (Alev, 2004), mengembangkan keterampilan

tingkat tinggi seperti berkolaborasi di seluruh waktu dan tempat, dan memecahkan masalah

dunia nyata (Ghodke, 2013). Penelitian Levy dan Murnane bahwa mampu bekerja dengan

informasi dan teknologi komunikasi (TIK) diakui sebagai salah satu dari kompetensi kunci

yang diperlukan untuk sukses dalam hidup dan persaingan di pasar tenaga kerja (Sorgo et al.,

2010).

Dalam Framework for 21st Century Learning dinjelaskan bahwa keterampilan belajar

dan inovasi yang diperlukan siswa untuk kehidupan yang semakin kompleks dan lingkungan

kerja di dunia abad ke 21 ini adalah: 1) Kreativitas dan Inovasi, 2) Berpikir Kritis dan

Problem Solving, dan 3) Komunikasi dan Kolaborasi. Oleh karena itu sekolah dan perguruan

tinggi harus mempersiapkan siswa/mahasiswa untuk memahami dan menangani isu-isu

global. Guru dan dosen harus memeriksa kembali kurikulum dan strategi mengajarnya

sehingga semua siswa/mahasiswa dapat berkembang dalam masyarakat global dan saling

tergantung. John Dewey (Kemendikbud, 2010) mengatakan “If we teach today as we taught

yesterday, then we rob our children of tomorrow”. Oleh karena itu, guru harus dibekali

dengan mengubah bagaimana mereka membimbing siswa dalam belajar (pedagogi). Guru

yang disiapkan dengan baik dan guru yang mempunyai motivasi merupakan variabel yang

paling penting di dalam suksesnya pembelajaran (Kemendikbud, 2010). Bentuk-bentuk

pendidikan partisipatif dengan menerapkan metode belajar aktif (active learning) dan belajar

bersama (cooperative learning) sangat diperlukan (BSNP, 2010).

Berdasarkan penelitian pendahuluan di beberapa sekolah, terdapat kendala yang dihadapi

guru dalam melaksanakan pembelajaran biologi (khususnya materi mikrobiologi) yang

berlandaskan kurikulum 2013 (sebagai contoh KD 3.4 di SMA/MA kelas X yaitu

mengidentifikasi ciri-ciri Archaeobacteria dan Eubacteria dan peranannya bagi kehidupan

berdasarkan percobaan secara teliti dan sistematis) (Kemendikbud, 2013). Materi pelajaran

ini mewajibkan pembelajaran secara saintifik, tetapi kenyataannya jauh dari hakekat sains

yang seharusnya, yaitu sebagai proses, produk dan sikap. Guru biologi menemui banyak

kendala. Kendala utama adalah keterbatasan guru dalam mengelola pembelajaran praktikum,

laboratorium biologi yang kurang lengkap atau sebagian alat rusak dan bahan yang mahal,

masalah target waktu untuk pencapaian isi pembelajaran, dan kelas yang terlalu besar.

Page 75: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

62

Dalam penelitian pendahuluan tersebut juga ditemukan bahwa pembelajaran berbasis

praktikum sesungguhnya bukan hal baru dalam pembelajaran biologi (termasuk konten

mikrobiologi), akan tetapi dalam kenyataannya pembelajaran berbasis praktikum jarang

dilakukan. Ketiadaan alat praktikum di laboratorium yang tidak ada ataupun rusak, bahan

praktikum yang mahal, persiapan yang memerukan waktu tersendiri dan tenaga teknis yang

tidak ada, menjadikan faktor kendala tersendiri. Padahal laboratorium sangat diperlukan

untuk eksperimen maupun observasi dalam rangka membentuk konsep biologi dan hubungan

konsep satu dengan konsep lainnya (Atav & Altunoglu, 2010), untuk latihan, investigasi/

penyelidikan dan pengalaman belajar (Nuryani, 2005).

Disamping itu hasil pengamatan secara empiris di lapangan (Sudargo dan Asiah, 2009)

pembelajaran biologi di SMA lebih mengutamakan pengembangan kognitif siswa yang

tercemin dari pengembangan soal evaluasi. Kemampuan kognitif inipun terbatas pada jenjang

kognitif C1, C2, C3, sementara jenjang kognitif C4, C5, dan C6 sangat jarang dikembangkan

dalam penyusunan soal tes. Padahal jenjang kognitig C4, C5, dan C6 untuk mengembangkan

berpikir tingkat tinggi dan kemampuan berpikir kritis yang diperlukan untuk melakukan

analisis, sintesis, dan evaluasi terhadap berbagai masalah biologi (termasuk konten

mikrobiologi).

Oleh karena itu calon guru biologi perlu dilatih untuk mampu mengelola pembelajaran

biologi berbasis praktikum agar setelah menjadi guru kelak mereka mampu menerapkan di

kelasnya. Dimana fungsi kegiatan praktikum dapat menjadi pengalaman praktek kritis yang

sangat bermanfaat bagi pendidikan guru berkualitas (Burant & Kirby, 2002; Moore, 2003 in

Grootenboer, 2005/2006), mampu memahami konsep secara konstruktivis, terutama konsep-

konsep yang abstrak untuk mengembangkan keterampilan proses dan keterampilan berpikir

kritis (Sudargo dan Asiah, 2009).

Ada kesulitan tersendiri dalam pembelajaran berbasis praktikum pada konten

mikrobiologi (Munandar, 2005) dikarenakan: 1) Di laboratorium mikrobiologi terdapat alat

yang mudah pecah dan senyawa kimia berbahaya bagi siswa, 2) Alat-alat dengan harga yang

cukup mahal, 3) Mikroorganisme (virus, jamur, bakteri) sebagian bersipat parasitis dan

pathogenik bagi manusia, dan 4) Sulitnya mendapatkan preparat awetan patobiologik yang

berhubungan dengan penyakit manusia.

Page 76: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

63

MEMADUKAN LS DAN INQUIRY SEBAGAI MODEL PEDAGOGIK PADA

KONTEN MIKROBIOLOGI

Mahasiswa calon guru biologi diharapkan dapat merencanakan pembelajaran biologi

berbasis praktikum/inkuiri, dapat memfasilitasi belajar siswa, dapat menilai belajar siswa,

dapat menciptakan komunitas belajar bagi siswa. Calon guru biologi hendaknya memiliki

keterampilan dasar mengajar, strategi dan metodologi mengajar biologi, berinteraksi dengan

siswa untuk meningkatkan belajar dan hasil belajar, melaksanakan organisasi kelas yang

efektif, menggunakan perkembangan teknologi untuk meningkatkan proses belajar, dan

menggunakan konsepsi awal dan ketertarikan siswa untuk belajar konsep baru.

Ada banyak alasan mengapa pendidikan calon guru sains (in-service science teachers)

gagal untuk mengajar dengan inkuiri (Costensen & Lawson, 1986 in Wenning, 2011).

Diantaranya adalah bahwa guru sains sendiri sering tidak memiliki pemahaman yang

holistik dari upaya ilmiah. Hal ini kemungkinan berasal dari sifat pengajaran sains

tradisional di tingkat perguruan tinggi dan universitas yang biasanya menggunakan sebuah

didaktik/ mengajar dengan pendekatan menceritakan/ceramah (teaching by

telling) (Wenning, 2011).

Bahwa imersi (immersion= berkecimpung terus-menerus) dalam proses inkuiri

membantu untuk mempromosikan keterampilan penyelidikan (inquiry skills) para guru.

Dengan kata lain jika guru memiliki pengalaman dengan proses, praktek dan model inquiry,

maka keterampilan mengajar berbasis inquiry akan meningkat. Hal ini seperti penelitian pada

calon guru sains yang diajarkan oleh seorang ilmuwan (Lunsford, Melear dan Hickok, 2005

in Melear & Lunsford, 2008). Disamping sudah banyak sekolah yang memiliki sarana

prasarana laboratorium biologi yang dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran

tersebut. Sebagai contoh SMA di Kabupaten Jember dengan status SSN baik negeri maupun

swasta telah memiliki laboratorium biologi (Munandar, 2013).

Pengetahuan guru dibutuhkan secara efektif dalam transformasi pengalaman belajar

bagi siswa pada abad 21 dalam dunia digital yang komplek (Lock & Redmond, 2010). Oleh

karenanya Asan & Haliloglu (2005) menyarankan sekolah harus mengintegrasikan kurikulum

dengan menggunakan teknologi sebagai alat untuk pengajaran dan pembelajaran, dan bahwa

siswa menghargai pengalaman yang otentik dan relevan dalam belajar. Akan tetapi hal itu

tidaklah mungkin kita berharap guru-guru sains di lapangan nanti akan melaksanakan

Page 77: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

64

kegiatan belajar mengajar sains yang memberikan pengalaman berdasarkan aktivitas, apabila

semasa menempuh studi di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) hanya

mendengarkan saja, tidak mengalami sendiri (Nuryani, 2005).

Implikasi serius bagi sifat dan tujuan pembelajaran bagi lembaga pencetak calon guru

dalam era global ini. LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) sebagai lembaga

pencetak calon guru wajib berbenah diri sesuai tuntutan zaman abad 21 dan kurikulum 2013.

Karena ada kepercayaan bahwa lembaga LPTK dapat membantu mahasiswa calon guru

mengembangkan pengetahuan konten, keterampilan pedagogis, dan pemahaman sosial yang

akan menguntungkan siswa masa depan mereka (Spencer et al., 2005), dan mempromosikan

pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkan terus belajar sepanjang hidup (Ghodke,

2013).

LPTK harus sering memberikan pengalaman melalui praktek mengajar, praktikum, atau

mengajar siswa (Grootenboer, 2005/2006), sehingga dihasilkan guru yang dapat

memfasilitasi siswanya untuk mencapai kompetensi yang diharapkan (Devi, 2010), guru yang

efektif: 1) sebagai manajer kelas yang sangat baik, 2) memahami bagaimana mengajar,

sehingga siswa menguasai apa yang dipelajari, dan 3) memiliki harapan yang tinggi terhadap

keberhasilan siswa (Kemendikbud, 2010).

In-service training melalui LS terdapat kelemahan apabila diterapkan pada mahasiswa

calon guru, karena refleksi dilakukan setelah proses dilaksanakan. Padahal calon guru harus

segera diberikan refleksi dan penguatan untuk dapat segera memperbaiki proses. Disamping

itu pada konten mikrobiologi banyak ditemui mikroba bersifat pathogen dan parasitis,

sehingga dalam berinkuiri terdapat kendala tersendiri.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu adanya pengembangan suatu model

transformasi pedagogik pembelajaran mikrobiologi dibuat berdasarkan pengembangan

Lesson Study dan Model Inkuiri. Pada Lesson study (Saito, 2005 dalam Ibrohin, 2010)

skema kegiatan dalam 3 tahapan, yaitu: Plan (merencanakan), Do (melaksanakan) dan See

(merefleksi) yang berkelanjutan. Sedangkan model inkuiri (Alberta, 2004) dengan tahapan:

Planning, Retreving, Processing, Creating, Sharing, dan Evaluating.

Page 78: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

65

Pada model pedagogic yang ditawarkan dengan alur sebagai berikut:

Gambar 1. Model Pengembangan Berdasar Lesson Study dan Inquiry

Planning

Implentation &

Monitoring

Need

Assessm

ent

Evaluatio

n

Immersion &

Reflection

or

Reflection

Page 79: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

66

KERANGKA BERPIKIR :

MODEL TRANSFORMASI PEDAGOGIK PADA KONTEN MIKROBIOLOGI:

Suatu Model Hipotetik Untuk Memperbaiki Lesson Study

Pembelajaran Konten Mikrobiologi

Kendala:

1. KD Biologi SMA/MA Kurikulum

2013 pada konten mikrobiologi

mengharuskan behubungan langsung

dengan mikroba (virus, bakteri,

jamur);

2. Banyak mikroba bersifat pathogen

atau infeksius bagi manusia;

3. Sarana prasarana laboratorium

biologi SMA/MA ada keterbatasan

berhubungan dengan keselamatan

kerja atau biosafety.

Guru Biologi Profesional (UU No. 14 Tahun 2005

tantang Guru dan Dosen)

Kendala:

1. Kualitas pedagogik sehubungan dengan kurikulum

2013;

2. Teknologi berkembangan sangat pesat, termasuk

TIK tetapi ada keterbatasan dalam

implementasinya oleh guru biologi, karena:

a) Manajemen (visi sekolah, belum adanya/

standar minimal sarana prasarana).

b) Budaya dan nilai di masyarakat lingkungan

sekolah.

c) Kemampuan guru biologi terhadap TIK.

d) Dana personal guru (untuk membeli perangkat

TIK, pelatihan)

SOLUSI:

In-service training pada mahasiswa calon guru biologi

Lesson Study:

1. Sementara dilakukan berbasis sekolah dan

MGMP;

2. Tahapan menurut Saito (2005 dalam Ibrohim,

2010): Plan-Do-See.

3. Tahapan menurut Lewis & Hurd (2011)

i) Build a lesson study group;

ii) Focus the group’s inquiry;

iii) Study the topic & plan the research lesson;

iv) Conduct & discuss the research lesson;

v) Reflect & plan the next steps

vi) Undertaking lesson stusy is important work

to build our profession.

Model Inquiry (Alberta,

2004):

Tahapan/siklus cukup

panjang, yi:

1. Planning;

2. Retrieving;

3. Processing;

4. Creating;

5. Sharing;

6. Evaluating

Model Transformasi Pedagogik yang ditawarkan, dengan tahapan secara siklus:

1. Penilaian Situasi (Need assessment)

2. Perencanaan (Planning)

3. Pelaksanaan & Monitoring (Implementation & Monitoring)

4. Evaluasi (Evaluation)

Pada setiap tahapan siklus dilakukan imersi (immersion) maupun refleksi (reflection).

Page 80: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

67

Daftar Pustaka

Alberta. 2004. Focus on Inquiry: A Teacher’s Guide to Implementing Inquiry-Based

Learning. Canada: Alberta Learning-Learning and Teaching Resources Branch.

Alev, N. 2004. Understanding Change: Perceived Impacts of Educational and Information

Technology (E&IT) on Teaching and Learning. Journal of Turkish Science Education,

Volume 1, Issue 1, July 2004, : 3-20 (Online) http://www.tused.org diakses 9 Maret

2013

Anastopoulou, S.; M. Sharples, S. Ainsworth, C. Crook, C. O’Malley and M. Wright. 2012.

Creating Personal Meaning through Technology-Supported Science Inquiry Learning

across Formal and Informal Settings. International Journal of Science Education, Vol.

34, No. 2, 15 January 2012, pp. 251–273

Asan, A. & Z. Haliloglu. 2005. Implementing Project Based Learning In Computer

Classroom. The Turkish Online Journal of Educational Technology – TOJET July

2005, Volume 4 Issue 3, pp. 68-81

Atav, E. & B.D. Altunoglu, 2010. Pre-Service Teachers’ Views about Their Competencies in

Biology Applications. Journal of Turkish Science Education. Vol.7, Issue 1, March

2010: 37-46, (Online) http://www.tused.org diakses 2 Mei 2013.

BSNP. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. Jakarta: Badan Standar Nasional

Pendidikan. Alev, N. 2004. Understanding Change: Perceived Impacts of Educational

and Information Technology (E&IT) on Teaching and Learning. Journal of Turkish

Science Education, Volume 1, Issue 1, July 2004, : 3-20 (Online) http://www.tused.org

diakses 9 Maret 2013

Devi, PK. 2010. Keterampilan Proses Dalam Pembelajaran IPA. Jakarta: Pusat

Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu

Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA).

Ghodke, S.N. 2013. Use of ICT Applications In Teaching and Learning Mathematics.

Applied Research And Development Institute Journal, 7(6): 50-58. (online)

www.pgspcf.org

Grootenboer, P. 2005/2006. The Impact of the School-based Practicum on Pre-service

Teachers’ Affective Development in Mathematics. Mathematics Teacher Education

and Development 2005/2006, Vol. 7, 18–32

Ibrohim. 2010. Panduan Pelaksanaan Lesson Study di KKG. Malang: Universitas Negeri

Malang.

Kemendikbud. 2010. Tantangan, Kebijakan dan Program Menuju Guru Profesional. Jakarta:

Kemendikbud RI.

Page 81: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

68

Kemendikbud. 2013. Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah

(MA). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Lock, J.V. & P. Redmond. 2010. Transforming Pre-Service Teacher Curriculum:

Observation Throught a TPACK Lens. In C.H. Steel, M.J. Keppell, P. Gerbic & S.

Housego (Eds.). Curriculum, Technology & Transformation for an Unknown Future.

Proceeding Ascilite Sydney 2010 (p. 559-564), (Online)

http://ascilite.org.au/conferences/sydney10/procs/Lock-concise.pdf diakses 1 Nopember

2012

Melear , C.T. and E. Lunsford . 2008. An Emphasis On Inquiry and Inscription Notebooks:

Professional Development for Middle School and High School Biology Teachers. In

Ollington, G.F. (Ed.) 2008. Teachers and Teaching: Strategies, Innovations and Problem

Solving. New York: Nova Science Publishers, Inc.

Munandar, K. 2005. Pengenalan Laboratorium: Pengantar Pengelolaan Laboratorium di

Sekolah. Jember: Pandea.

Munandar, K. 2013. Sarana Prasana Laboratorium Biologi di SMA Jember Sebagai

Penunjang Pembelajaran Berbasis Praktikum. Makalah disampaikan pada Seminar

Nasional Biologi-IPA 2013 “Implementasi Biologi, Pendidikan Biologi dan Pendidikan

Lingkungan Hidup Untuk Mendukung Pendidikan Karakter”. Jurusan Biologi FMIPA

Universitas Negeri Surabaya, 19 Januari 2013.

Nuryani, R. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Cetakan I, Malang: Penerbit

Universitas Negeri Malang

Sorgo, A., T. Verčkovnik and S. Kocijančič. 2010. Information and Communication

Technologies (ICT) in Biology Teaching in Slovenian Secondary Schools. Eurasia

Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2010, 6(1), 37-46

Spencer, B.H., A.M. Cox-Petersen & T. Crawford. 2005. Assessing the Impact of Service

Learning on Preservice Teachers in an After-School Program. Teacher Education

Quarterly, Fall 2005: 119-135.

Sudargo, F dan S. Asiah. 2009. Pembelajaran Biologi Berbasis Praktikum Untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Siswa SMA.

Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. (Online)

http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/195107261978032-

FRANSISCA_SUDARGO/ARTIKEL_HIBAH_KOMPETITIF.pdf diakses 28 Februari

2013.

The Partnership for 21st Century Skills. 2008. 21st Century Skills, Education &

Competitiveness: A Resource and Policy Guide. (Online)

http://www.21stcenturyskills.org

Page 82: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

69

The Partnership for 21st Century Skills. Framework for 21st Century Learning. Washington,

DC. (Online) http://www.P21.org

Wenning, C.J. 2011. The Levels of Inquiry Model of Science Teaching. J.Phys.Tchr.Educ.

Online, 6(2), Summer 2011: 9-16.

Page 83: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

70

PELAKSANAAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN

BERBASIS LESSON STUDY PADA PERKULIAHAN

METODOLOGI PENELITIAN SEBAGAI SARANA

PENINGKATAN PROFESIONALITAS DOSEN PEMULA

Bevo Wahono1, Erik Perdana2, Faisal3, Abbasyakirin4 1 Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember

2 Fakultas Tarbiah IAIN Bengkulu 3 Pendidikan Biologi FKIP Universitas Negeri Makassar

4 Pendidikan Biologi STKIP BIMA

e-mail: [email protected]

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimanakah keterlaksanaan PPL berbasis LS

pada mahasiswa strata dua sebagai sarana peningkatan profesionalitas dosen pemula.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif berbasis Lesson Study. Jenis data dalam

penelitian ini adalah kualitatif yaitu sebagai berikut: 1) Deskripsi keterlaksanaan Lesson

Study. 2) Deskripsi pembelajaran dalam kegiatan Lesson Study dan 3) Lembar hasil

wawancara. Setelah dilakukan analisis data, ada 7 (tujuh) hal yang diperoleh oleh dosen

model dalam pelaksanaan lesson study ini dalam hal kaitannya dengan pengembangan

profesionalisme, yaitu (1) memikirkan dengan cermat mengenai tujuan pembelajaran,

materi pokok, dan bidang studi, (2) mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang

terbaik yang dapat dikembangkan, (3) memperdalam pengetahuan mengenai materi

pokok yang diajarkan, (4) merancang pembelajaran secara kolaboratif, (5) mengkaji

secara cermat cara dan proses belajar serta tingkah laku mahasiswa, (6)

mengembangkan pengetahuan pedagogis yang kuat penuh daya, dan (7) melihat hasil

pembelajaran sendiri melalui mata mahasiswa dan kolega. Berdasarkan hasil penelitian

ini, peneliti menyarankan agar praktik pengalaman lapangan selalu dilakukan berbasis

lesson study. Hal ini sangat berguna terutama bagi dosen-dosen pemula yang jam

terbangya belum terlalu banyak, sehingga profesionalitasnya semakin meningkat.

Namun tidak menutup kemungkinan juga untuk dilaksanakan di tingkat strata satu yang

juga mempersiapkan calon guru.

Kata Kunci: Praktik Pengalaman Lapangan, Lesson Study, Profesionalitas, Dosen Pemula

PENDAHULUAN

Mata kuliah Metodologi Penelitian merupakan mata kuliah wajib bagi setiap

mahasiswa dalam mengikuti kuliah di program studi yang dipilihnya. Mata kuliah

Metodologi Penelitian membekali mahasiswa agar mampu menguasai metode atau cara-

cara melakukan penelitian yang benar. Melakukan penelitian merupakan kewajiban yang

harus dilakukan oleh setiap mahasiswa untuk menyusun tugas akhir skripsi untuk Strata

Satu maupun tesis bagi yang menempuh Strata Dua yang merupakan tugas wajib bagi

setiap mahasiswa prodi pendidikan biologi untuk meraih gelar kesarjanaan (S1) dan S2.

Page 84: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

71

Dengan mengikuti perkuliahan Metodologi Penelitian diharapkan mahasiswa mampu

melakukan penelitian dengan benar sesuai kaidah-kaidah metodologi penelitian.

Ketercapaian tujuan mata kuliah Metodologi Penelitian segera terwujud jika

kegiatan perkuliahannya dilaksanakan dengan optimal, artinya kegiatan perkuliahan yang

melibatkan dosen dan mahasiswa harus dilaksanakan se-ideal mungkin. Dosen dan

mahasiswa harus aktif dalam kegiatan perkuliahan tersebut. Sarana dan prasarana

perkuliahan haruslah tersedia dengan baik dan media perkuliahan memadai sesuai silabus

mata kuliah Metodologi Penelitian. Disamping itu yang paling penting ialah bahwa

kegiatan perkuliahan haruslah terpusat pada mahasiswa (student centered). Mahasiswa

harus aktif dalam kegiatan perkuliahan untuk dapat mengkonstruksi dan menemukan

konsep-konsep ilmu tentang metode penelitian. Kemampuan mengkonstruksi mahasiswa

dapat dibangun melalui kegiatan perkuliahan dengan pendekatan konstruktivis.

Perkuliahan dengan pendekatan konstruktivis menempatkan mahasiswa sebagai subjek

belajar yang mandiri untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri. Namun demikian

untuk melaksanakan pembelajaran dengan baik, tentu kualitas dan profesionalitas dosen

merupakan suatu yang sangat penting.

Pendidikan bermutu tidak akan terwujud tanpa adanya guru dan dosen berkualitas.

Sejalan dengan kenyataan tersebut,upaya awal yang harus dilakukan untuk mewujudkan

pendidikan bermutu adalah meningkatkan kualitas guru dan dosen. Melalui peningkatan

mutu guru dan dosen akan mampu mengembangkan mutu pembelajaran (learning

process) yang akan berdampak pada peningkatan mutu lulusan. Pada akhirnya

kepemilikan karakter yang kuat dan cerdas bagi guru dan dosen akan berdampak pada

peningkatan mutu pendidikan. Melalui guru dan dosen yang berkualitas, pendidikan

bermutu akan segera terwujud (Usman, 1996).

Ada banyak cara yang dilakukan untuk meningkatkan profesionalitas dan kualitas

dosen yaitu berkolaborasi dengan dosen lain dalam hal belajar membelajarkan mahasiswa

atau lebih dikenal dengan istilah Lesson Study. Lesson Study bertujuan untuk melakukan

pembinaan profesi pendidik secara berkelanjutan agar terjadi peningkatan profesionalitas

pendidik terus menerus tercermin dari peningkatan mutu pembelajaran. Kalau tidak

dilakukan pembinaan terus menerus maka profesionalitas guru/ dosen dapat menurun

Page 85: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

72

dengan bertambahnya waktu. Bagaimana membinanya, yaitu melalui pengkajian

pembelajaran secara terus menerus dan berkolaborasi.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, salah satu point penting yang tidak boleh

dilupakan dalam suatu pengajaran di perguruan tinggi adalah dosen. Setiap tahun, suatu

perguruan tinggi baik negeri maupun swasta biasanya selalu mendapat tambahan tenaga

pengajar/ dosen baru. Kualitas dosen muda bermacam-macam, tergantung dengan

kemampuan individu dan lulusan mana berasal. Dosen baru atau dosen pemula atau calon

dosen yang sedang menempuh Strata dua ini harus diasah keprofesionalitasannya agar

dapat mengajar dengan baik dan dapat mencapai tujuan tiap-tiap mata kuliah dengan

memuaskan. Salah satu upaya atau sarana untuk meningkatkan profesionalitas dosen

muda ini yaitu dengan pelaksanan PPL berbasis lesson study.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif berbasis Lesson Study. Usman

(1996) menyatakan bahwa apabila seorang ingin meningkatkan pembelajaran salah satu

cara yang dapat ditempuh yakni berkolaborasi dengan guru lain dalam merancang,

mengamati, dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Susilo (2011)

mengatakan bahwa melalui Lesson Study guru mengamati peserta didik belajar, dengan

demikian, tidak difokuskan pada bagaimana guru mengajar sehingga jika ada masukan

mengenai apa yang terjadi di kelas, guru sudah berlatih mendengarkan komentar tanpa

harus tersinggung atau sakit hati.

Pada penelitian ini, kehadiran peneliti mutlak diperlukan, karena peneliti

bertindak sebagai perancang kegiatan, pelaksana pembelajaran, pengumpul data,

penganalisis dan pelapor hasil penelitian. Mengacu pada salah satu karakteristik lesson

study yakni perlu adanya kolaboratif, maka peneliti berkolaborasi dengan 3 orang kolega

masing-masing adalah mahasiwa Jurusan Pendidikan Biologi Program Pascasarjana

Universitas Negeri Malang angkatan tahun 2010/2011. Subyek penelitian ini adalah dosen

muda yang melaksanakan praktik pengalaman lapangan (PPL) berbasis lesson study (LS)

di offering A, B dan C mahasiswa semester 3 mata kuliah metodologi penelitian tahun

ajaran 2011/2012 program studi pendidikan biologi Universitas Negeri Malang.

Page 86: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

73

Jenis data dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu sebagai berikut: 1) Deskripsi

keterlaksanaan Lesson Study, sumber data berasal dari mahasiswa, dosen model, observer,

teknik pengumpulan data dengan observasi. 2) Deskripsi pembelajaran dalam kegiatan

Lesson Study, sumber data berasal dari mahasiswa, teknik pengumpulan data dengan

observasi. 3) Lembar hasil wawancara.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman. Miles dan Huberman

(1984) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara

interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga

sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu 1)

mereduksi data (data reduction), 2) menyajikan data (data display), 3) menarik

kesimpulan/ verifikasi (Conclusions drawing/verification). Model interaktif dalam

analisis data ditunjukkan pada Gambar berikut

Gambar 1. Komponen dalam Analisis Data (Miles dan Huberman, 1984)

Penelitian ini, terdiri dari lima siklus dan setiap siklus terdiri dari empat fase.

Berikut penjelasan pada setiap siklus.

Siklus 1

1. Perencanaan

Pada tahap ini dilakukan hal-hal sebagai berikut: Telaah (penyempurnaan) buku

teks, menyiapkan LKM, menyiapkan RPP, menyiapkan lembar observasi keterlaksanaan

Lesson Study kegiatan perencanaan (Plan), menyiapkan lembar observasi keterlaksanaan

Data

collection Data

display

Data reduction

Conclusions:

drawing/verifyin

Data

collection Data

display

Data

reduction

Conclusions:

drawing/verifyin

g

Page 87: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

74

Lesson Study kegiatan pelaksanaan (Do), menyiapkan lembar observasi keterlaksanaan

Lesson Study kegiatan refleksi (See), menyiapkan lembar observasi pembelajaran dalam

kegiatan Lesson Study. Setelah hal-hal yang perlu disiapkan pada tahap perencanaan

selesai dilanjutkan dengan tahap validasi instrumen yang telah disiapkan tersebut.

Selanjutnya dilakukan Plan dalam Lesson Study dengan melakukan diskusi bersama

anggota kelompok Lesson Study. Dalam Plan didiskusikan RPP yang didalamnya dibahas

tujuan pembelajaran, apersepsi untuk membuka pelajaraan,, metode/strategi

pembelajaran, media pembelajaran, materi pembelajaran, pengelolaan waktu, evaluasi

dan instrumen evaluasi. Pada saat Plan juga dilakukan sosialisasi lembar observasi

kepada seluruh anggota kelompok Lesson Study yang akan menjadi obsever.

2. Pelaksanaan

Pada tahap ini merupakan implementasi dari dari tahap perencanaan yaitu

melaksanakan pengajaran di kelas sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

Tahap ini bersesuaian dengan tahap Do dalam Lesson Study. Pada tahap Do, guru model

menerapkan rancangan pembelajaran yang telah direncanakan, anggota Lesson Study

yang lain mengamati dengan lembar keterlaksanaan observasi pembelajaran dalam

kegiatan Lesson Study.

3. Pengamatan

Tahap pengamatan berlangsung bersamaan dengan dengan tahap pelaksanaan.

Pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Pengamatan dilakukan

dengan menggunakan lembar observasi keterlaksanaan Lesson study yang sudah

disiapkan pada tahap perencanaan. Tahap ini bersesuaian dengan tahap Do dalam Lesson

Study. Pada tahap Do, disamping guru model menerapkan rancangan pembelajaran yang

telah direncanakan, dan anggota Lesson Study yang lain mengamati dengan lembar

keterlaksanaan observasi pembelajaran dalam kegiatan Lesson Study, juga diamati

bagaimana keterlaksanaan Do itu sendiri dengan menggunakan lembar observasi

keterlaksanaan Lesson Study kegiatan pelaksanaan (Do).

4. Refleksi

Pada tahap ini dilakukan diskusi olah peneliti, guru pelaksana dan observer

tentang implementasi rancangan tindakan, hal-hal yang sudah berjalan dengan baik dan

bagian mana yang belum. Dengan kata lain dilakukan diskusi untuk menemukan hal-hal

Page 88: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

75

yang sudah sesuai dengan rancangan dan hal-hal yang masih perlu diperbaiki. Tahap ini

bersesuaian dengan tahap See dalam Lesson Study, dosen model mengawali diskusi

dengaan menyampaikan kesan dan pemikirannya mengenai pelaksanaan pembelajaran.

Kesempatan berikutnya diberikan kepada guru yang bertugas sebagai pengamat.

Keterlaksanaan See dalam Lesson Study diamati dengan lembar observasi keterlaksanaan

Lesson Study kegiatan refleksi (See).

Siklus 2, 3, 4, dan 5

Hasil refleksi pada siklus satu digunakan sebagai acuan untuk pelaksanaan siklus

kedua dan seterusnya. Keputusan untuk mengulangi kesuksesan atau menguatkan hasil,

atau akan memperbaiki langkah terhadap hambatan yang ditemukan pada siklus pertama

dijadikan rancangan untuk siklus kedua. Setelah menyusun rancangan untuk siklus kedua,

dilanjutkan ke tahap pelaksanaan, observasi dan refleksi, seperti langkah pada siklus satu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum pelaksanaan pembelajaran (do) dilaksanakan dikelas, tentunya semua

anggota lesson study melaksanakan perencanaan atau di dalam lesson study dikenal

dengan istilah plan. Perencanaan ini tidak dilakukan sendiri oleh dosen, akan tetapai

dilakukan dan dibahas secara bersama-sama. Sehingga diharapkan hasilnya juga akan

lebih maksimal. Kekurangan pada perencanaan dari dosen model akan ditambah dan

diperbaiki oleh anggota timnya. Dengan demikian ini sangat membantu bagi dosen

pemula atau dosen muda. Namun tidak menutup kemungkinan berlaku juga untuk dosen-

dosen yang sudah senior. Beberapa hal yang disepakati oleh anggota LS untuk

dilaksanakan pada saat pengajaran dikelas yaitu pemberian time on task.

Pemberian time on task sebagai upaya pemberian kesempatan kepada mahasiswa

untuk mengajukan pertanyaan merupakan salah satu upaya dosen dalam menciptakan

iklim belajar yang dapat merangsang mahasiswa untuk ikut berpartisipasi aktif dalam

proses pembelajaran. Nurhadi (2004) mengemukakan bahwa kebebasan merupakan

unsure esensial dalam lingkungan belajar. Dalam pandangan konstruktifistik, kebebasan

dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar, karena kontrol belajar dipegang siswa itu

sendiri.

Pemberian kesempatan yang diberikan dosen model kepada mahasiswa untuk

bertindak sebagai partisipan dalam proses pembelajaran merupakan upaya dosen model

Page 89: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

76

untuk membantu mahasiswa dalam memperoleh pemahaman konsepnya sendiri. Dengan

demikian, mahasiswa memiliki kesempatan yang luas untuk mengembangkan self

regulated learning-nya untuk memamahami materi-materi perkuliahan.

Crabb (1982) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif (dalam hal ini adalah

metode diskusi tanya jawab yang dielaborasikan dengan metode yang lainnya)

memberdayakan keterampilan berpikir tinggi. Dikatakan bahwa para siswa yang

bekerjasama selama pembelajaran diberdayakan/ diaktifkan dan tidak hanya duduk pasif

mendengarkan informasi yang disampaikan dosen.

Berikut ada 7 (tujuh) hal yang diperoleh oleh dosen model dalam pelaksanaan

lesson study ini, setelah dilakukan analisis data. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan

pengembangan profesionalisme guru/dosen Usman (1996), yaitu (1) memikirkan dengan

cermat mengenai tujuan pembelajaran, materi pokok, dan bidang studi, (2) mengkaji dan

mengembangkan pembelajaran yang terbaik yang dapat dikembangkan, (3) memperdalam

pengetahuan mengenai materi pokok yang diajarkan, (4) merancang pembelajaran secara

kolaboratif, (5) mengkaji secara cermat cara dan proses belajar serta tingkah laku

mahasiswa, (6) mengembangkan pengetahuan pedagogis yang kuat penuh daya, dan (7)

melihat hasil pembelajaran sendiri melalui mata mahasiswa dan kolega.

1. Dengan LS Dosen Model Memikirkan Dengan Cermat Mengenai Tujuan

Pembelajaran, Materi Pokok, dan Bidang Studi

LS tidak hanya memperhatikan pembelajaran untuk satu kali pertemuan atau satu

pokok bahasan saja, melainkan bagaimana membelajarkan satu unit materi pokok dan

bahkan bidang studi, dan juga memperhatikan perkembangan siswa dalam jangka

panjang. Karena itu, ketika memilih bidang kajian akademis dan topik LS, dosen sering

(a) menargetkan dalam mengatasi kelemahan siswa dalam belajar, (b) memilih topik yang

bagi guru sulit mengajarkannya, (c) memilih subjek terkini, misalnya aspek kebaharuan

segi isi, teknologi, dan pendekatan pembelajaran, (d) memusatkan perhatian pada hal

terpenting yang mendasar yang berpengaruh terhadap pembelajaran lainnya. Hal ini

tentunya akan sangat berguna terhadap dosen muda yang akan memulai kariernya

didalam dunia perencanaan dalam pemmbelajaran dikelas.

2. Dengan LS Dosen Mengkaji dan Mengembangkan Pembelajaran yang Terbaik yang

Dapat Dikembangkan

Page 90: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

77

Melalui LS, dosen muda dapat mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang

terbaik, misalnya dosen mampu menghasilkan produk buku atau modul. Buku atau modul

tersebut memuat tujuan jangka panjang yang ingin dicapai, filosofi pembelajaran yang

dianut, rancangan pembelajaran dan rancangan seluruh unit, contoh hasil kerja

mahasiswa, hasil refleksi mengenai kekuatan dan kesulitan dalam pembelajaran, serta

petunjuk praktis bagi dosen lain yang ingin mencoba pembelajaran tersebut. Dalam hal

ini, dosen yang lain tidak hanya diharapkan mencoba membelajarkan, tetapi yang lebih

penting mereka sedapat mungkin menambah, menguji, dan melaporkan perbaikan yang

mereka lakukan. Proses tersebut akan bermuara pada peningkatan kualitas pembelajaran

dan profesionalitas dosen muda tersebut yang tentunya masih sangat kurang

berpengalaman.

3. Dengan LS dosen muda dapat Memperdalam Pengetahuan Mengenai Materi Pokok

Yang Diajarkan

LS juga memperdalam pengetahuan dosen mengenai materi pokok yang diajarkan.

Dengan melaksanakan LS, dosen dapat mengidentifikasi dan mengorganisasi informasi

apa yang mereka perlukan untuk memecahkan masalah pembelajaran yang menjadi fokus

kajian dalam LS. Melalui LS dosen secara bersama-sama berkesempatan untuk

memikirkan pengetahuan yang dianggap penting, apa saja yang belum mereka ketahui

mengenai hal itu, dan berusaha mencari informasi yang mereka perlukan untuk

membelajarkan mahasiswa. Dosen yang muda dapat belajar dan melihat dosen yang lebih

senior begitupun sebaliknya.

4. LS Memungkinkan Dosen muda Merancang Pembelajaran Secara Kolaboratif

LS memberi kesempatan kepada dosen secara kolaboratif merancang

pembelajaran. Menurut Ibrahim (2009), rata-rata guru di Jepang mengamati sekitar 10

pembelajaran yang diteliti setiap tahun. Guru di Jepang mempersepsi bahwa aktivitas

kolaboratif sangat menguntungkan. Aktivitas kolaboratif dapat memberikan kesempatan

kepada guru untuk memikirkan pembelajarannya sendiri setelah mempertimbangkannya

dengan pengalaman yang dilakukan oleh guru yang lain. Melalui LS guru dapat saling

membelajarkan melalui aktivitas-aktivitas shared knowledge.

5. LS Memungkinkan Dosen Mengkaji Secara Cermat Cara dan Proses Belajar Serta

Tingkah Laku mahasiswa

Page 91: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

78

LS memberi kesempatan kepada dosen untuk mengkaji secara cermat cara dan

proses belajar serta aktivitas mahasiswa. Fokus LS hendaknya diarahkan pada

peningkatan pembelajaran melalui pengamatan terhadap aktivitas belajar mahasiswa.

Pengamatan tersebut bertujuan untuk menemukan cara-cara untuk meningkatkan kegiatan

belajar dan kegiatan berpikir mahasiswa, bukan pada kegiatan dosen. Oleh sebab itu,

aktivitas LS sesungguhnya buka menyalahkan dosen atau mengkritik kesalahan dosen. Di

dalam LS, dosen perlu mencari bukti bahwa mahasiswa memang belajar, termotivasi, dan

berkembang. Berdasarkan data yang dikumpulkan, dosen dapat melihat pembelajarannya

melalui tanggapan siswa. Untuk memperoleh respon mahasiswa tersebut, pertanyaan yang

dapat diajukan, adalah: bagaimana pemahaman mahasiswa mengenai materi

pembelajarannya? Apakah mahasiswa tertarik untuk belajar? Apakah mereka

memperhatikan ide mahasiswa lainnya? Secara singkat, ada 5 hal penting terkait dengan

data siswa yang perlu dikumpulkan, yaitu hasil belajar akademis, motivasi dan persepsi,

tingkah laku sosial, sikap terhadap belajar, dan interaksi guru-siswa dalam proses

pembelajaran.

6. Dengan LS Dosen Mengembangkan Pengetahuan Pedagogis Yang Kuat Penuh Daya

LS dapat memberi peluang kepada dosen untuk mengembangkan pengetahuan

pedagogis secara optimal. Hal ini disebabkan karena melalui LS dosen secara terus

menerus berupaya untuk mengembangkan dan meningkatkan strategi pembelajaran yang

dapat diterapkan untuk menerjemahkan kurikulum. Dosen dapat secara terus menerus

memikirkan bagaimana kualitas pertanyaan yang mampu dipecahkan oleh mahasiswa

dalam pembelajaran. Pertanyaan tersebut diharapkan dapat memotivasi mahasiswa untuk

mempertahankan minat belajarnya secara konsisten. Dosen juga memikirkan bagaimana

menggunakan debat agar mampu memaksimalkan partisipasi mahasiswa dalam diskusi

dan bagaimana mendorong mahasiswa untuk dapat membuat catatan yang baik dan

melakukan refleksi diri.

7. LS Memungkinkan Dosen Melihat Hasil Pembelajaran Sendiri Melalui Respon Siswa

dan Tanggapan Para Kolega

LS memberi kesempatan kepada dosen model melihat hasil pembelajarannya

sendiri melalui respon mahasiswa dan tangapan para kolega. Data yang diberikan oleh

kolega menjadi “cermin” bagi dosen yang melaksanakan LS. Kolega dapat membantu

Page 92: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

79

dosen mencatat kegiatan diskusi dalam kelompok kecil, menghitung jumlah mahasiswa

yang angkat tangan, atau mencatat pertanyaan dan jawaban dosen. Dosen pelaksana LS

dapat pula memita kepada kolega untuk mencatat interaksi mahasiswa, misalnya

difokuskan pada interaksi 3 orang mahasiswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang,

dan rendah, dan menilai karya mereka. Dengan cara ini, dosen model dapat melihat

bagaimana mahasiswa mengalami pembelajaran yang efektif.

KESIMPULAN

Pelaksanaan praktik pengalaman lapangan berbasis lesson study dapat berfungsi

sebagai sarana peningkatan profesionalitas dosen pemula. Hal in terbukti dengan

banyaknya perubahan yang didapatkan terhadap pengajaran dosen setelah beberapa kali

open class dan menjadi observer ketika dosen lain mengajar. Perubahan dan pengaruh

tersebut diantaranya adalah memikirkan dengan cermat mengenai tujuan pembelajaran,

materi pokok, dan bidang studi, mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang

terbaik yang dapat dikembangkan, memperdalam pengetahuan mengenai materi pokok

yang diajarkan, merancang pembelajaran secara kolaboratif, mengkaji secara cermat cara

dan proses belajar serta tingkah laku mahasiswa, mengembangkan pengetahuan

pedagogis yang kuat penuh daya, dan melihat hasil pembelajaran sendiri melalui mata

mahasiswa dan kolega.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan agar praktik pengalaman

lapangan selalu dilakukan berbasis lesson study. Hal ini sangat berguna terutama bagi

dosen-dosen pemula yang jam terbangya belum terlalu banyak, sehingga

profesionalitasnya semakin meningkat. Namun tidak menutup kemungkinan juga untuk

dilaksanakan di tingkat strata satu yang juga mempersiapkan calon guru.

DAFTAR RUJUKAN

Page 93: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

80

Ibrohim. 2009. Pengaruh Model Implementasi Lesson Study dalam Kegiatan MGMP

Terhadap Peningkatan Kompetensi Guru dan Hasil Belajar Biologi Siswa.

Disertasi tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UM Malang.

I Wayan, S. 2009. Implementasi Lesson Study Dalam Pembelajaran. Makalah Disajikan

dalam ”Seminar Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran bagi Guru- Guru

TK, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Nusa Penida,

Tanggal 24 Januari 2009, di Nusa Penida.

Milles, M.B and Huberman, M.A. 1984. Qulitative Data Analysis. London: Sage

Publication.

Nurhadi, B.Y dan A.G. Senduk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya

dalam KBK. Malang: UM Press.

Pannen, P. 1994. Strategi Kognitif, Mengajar di Perguruan Tinggi Bagian 1. Jakarta:

PAU PPAI Dikti Depdikbud.

Susilo, H., Chotimah, H., Joharmawan, R., Jumiati, Sari, Y.D., Sunarjo. 2011. Lesson

Study Berbasis Sekolah. Malang: Bayumedia Publishing.

Tim Lesson Study. 2007. Rambu-rambu Pelaksanaan Lesson Study.Yogyakarta: FMIPA

UNY.

Usman, U.M. 1996. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Gramedia.

Page 94: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

81

Implementasi Lesson Study dalam Mata Kuliah Fisiologi

Tumbuhan Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember

Iis Nur Asyiah1 1 Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, UNEJ

email: [email protected]

Abstrak: Lesson study merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara

kolaboratif dan berkesinambungan berdasarkan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk

membangun komunitas belajar. Lesson study dapat diimplementasikan pada berbagai jenjang

pendidikan, termasuk perguruan tinggi. Lesson study mata kuliah Fisiologi Tumbuhan dilaksanakan

pada semester ganjil 2011/2012. Tahap implementasi Lesson study yang dilakukan adalah

perencanaan pembelajaran (plan), pelaksanaan pembelajaran (do), dan refleksi (see). Siklus lesson

study dilakukan 3 kali dengan topik Metabolisme, Fotoperiodisme, dan Fotomorfogenesis. Hasil

Lesson study menunjukkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran Mata Kuliah Fisiologi

Tumbuhan yaitu dengan variasi metode pembelajaran, variasi media, dan cara evaluasi. Implementasi

Lesson study secara berkelanjutan akan mempercepat peningkatan profesionalisme dosen dalam

pelaksanaan perkuliahan.

Kata Kunci: Lesson study, Fisiologi Tumbuhan

PENDAHULUAN

Lesson study merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian

pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas

dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Lesson study bukan merupakan

metode atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan Lesson study dapat menerapkan berbagai

metode ataupun strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan

yang dihadapi pendidik (Hendayana, 2007: 10). Lesson study adalah suatu metode analisis

kasus pada model pembelajaran, ditujukan untuk membantu pengembangan profesional para

guru (dosen) dan membuka kesempatan bagi mereka untuk saling belajar berdasarkan

praktik-praktik nyata di tingkat kelas (Pelita, 2009b: 2).

Catherine Lewis (2004) dalam Sudrajat (2008: 1) mengemukakan pula tentang ciri-

ciri esensial dari Lesson Study, yang diperolehnya berdasarkan hasil observasi terhadap

beberapa sekolah di Jepang, yaitu:

1. Tujuan bersama untuk jangka panjang. Lesson study didahului adanya kesepakatan

dari para guru (dosen) tentang tujuan bersama yang ingin ditingkatkan dalam kurun

waktu jangka panjang dengan cakupan tujuan yang lebih luas, misalnya tentang:

pengembangan kemampuan akademik mahasiswa, pengembangan kemampuan

individual mahasiswa, pemenuhan kebutuhan belajar mahasiswa, pengembangan

pembelajaran yang menyenangkan, pengembangan kerajinan mahasiswa dalam

belajar, dan sebagainya.

Page 95: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

82

2. Materi pelajaran yang penting. Lesson study memfokuskan pada materi atau bahan

pelajaran yang dianggap penting dan menjadi titik lemah dalam pembelajaran

mahasiswa serta sangat sulit untuk dipelajari mahasiswa.

3. Studi tentang mahasiswa secara cermat. Fokus yang paling utama dari Lesson Study

adalah pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan mahasiswa, misalnya,

apakah mahasiswa menunjukkan minat dan motivasinya dalam belajar, bagaimana

siswa bekerja dalam kelompok kecil, bagaimana siswa melakukan tugas-tugas yang

diberikan guru, serta hal-hal lainya yang berkaitan dengan aktivitas, partisipasi, serta

kondisi dari setiap mahasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan

demikian, pusat perhatian tidak lagi hanya tertuju pada bagaimana cara dosen dalam

mengajar sebagaimana lazimnya dalam sebuah supervisi kelas yang dilaksanakan oleh

ketua jurusan atau pejabat lain yang berwenang.

4. Observasi pembelajaran secara langsung. Observasi langsung boleh dikatakan

merupakan jantungnya Lesson Study. Penilaian kegiatan pengembangan dan

pembelajaran yang dilaksanakan siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan cara

melihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lesson Plan) atau hanya melihat

dari tayangan video, namun juga harus mengamati proses pembelajaran secara

langsung. Dengan melakukan pengamatan langsung, data yang diperoleh tentang

proses pembelajaran akan jauh lebih akurat dan utuh, bahkan sampai hal-hal yang

detail sekali pun dapat digali. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja

digunakan hanya sebatas pelengkap, dan bukan sebagai pengganti.

Lesson Study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan

kesempatan kepada para guru untuk dapat: (1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang

tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa, (2) memikirkan secara

mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa,

misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara

berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, (3) mengkaji tentang

hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain

(peserta atau partisipan Lesson Study), (4) belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru

lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa,

(5) mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran

maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui

pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang

dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam

membelajarkan siswa, dan (7) mengembangkan “The Eyes to See Students” (kodomo wo miru

me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (obeserver), pengamatan tentang

perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan jelas (Catherine Lewis (2004) dalam Sudrajat,

2008: 1) .

Lesson study dapat diterapkan pada berbagai jenjang pendidikan dari tingkat sekolah

dasar sampai perguruan tinggi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember

Page 96: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

83

Jurusan Pendidikan MIPA mulai menyelenggarakan Lesson study pada tahun akademik

2010/2011. Tujuan program ini yaitu agar dosen dapat melakukan inovasi pembelajaran

secara kolaborasi diantara dosen sebidang, sehingga diharapkan dapat terjadi peningkatan

kualitas pembelajaran. Pelaksanaan dikelompokkan dalam rumpun-rumpun mata kuliah

sejenis dan dikelola pada tingkat program studi.

Fisiologi Tumbuhan merupakan salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa Prodi

Pendidikan Biologi. Mata kuliah ini merupakan mata kuliah yang terintegrasi dengan

praktikum dan memiliki bobot SKS 3/1. Mata kuliah Fisiologi Tumbuhan merupakan mata

kuliah rumpun botani yang ditawarkan pada semester 5 dengan mata kuliah prasyarat yang

wajib sudah ditempuh oleh mahasiswa adalah Struktur dan Pertumbuhan Tumbuhan I dan II,

Taksonomi Tumbuhan, dan Biokimia. Dengan demikian pemahaman terhadap setiap sub-sub

kompetensi mata kuliah Fisiologi Tumbuhan diprediksi akan memberikan kemudahan bagi

mahasiswa untuk mencapai perolehan hasil belajar mata kuliah tersebut secara optimal.

Berdasarkan pengalaman kegiatan kuliah Fisiologi Tumbuhan tahun sebelumnya,

dosen pengampu mayoritas menggunakan metode pembelajaran ceramah dan presentasi.

Suwarna dkk (2005: 106) mengemukakan bahwa dalam metode ceramah maka dosen sebagai

subyek penyampai informasi serta sebagai pusat perhatian. Dosen lebih banyak bicara

sedangkan mahasiswa hanya mendengarkan atau mencatat hal-hal yang penting. Komunikasi

yang terjadi cenderung satu arah (one way traffic communication). Karena itu, proses

pembelajaran menjadi membosankan dan kurang menarik. Penggunaan metode presentasi

telah melibatkan mahasiswa secara aktif dalam pembelajaran, tetapi ada kecenderungan

mahasiswa hanya memahami materi yang menjadi tanggung jawabnya, sedangkan materi lain

tidak dipahami sepenuhnya.

Media yang digunakan selama proses pembelajaran kadang terbatas hanya dengan

power point. Hal ini juga menyebabkan kesulitan bagi mahasiswa untuk memahami konsep

Fisiologi Tumbuhan yang kompleks dan abstrak. Mata kuliah Fisiologi Tumbuhan pada

dasarnya merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji konsep-konsep aktivitas hidup yang

dilakukan tumbuhan. Karena itu, membutuhkan media pembelajaran yang berbeda dengan

mata kuliah lain.

Hambatan lain yang ditemukan dalam pelaksanaan mata kuliah Fisiologi Tumbuhan

adalah cara evaluasi yang dilakukan hanya berdasarkan nilai tugas, ujian midsemester, dan

ujian akhir semester. Cara evaluasi seperti ini menyebabkan nilai akhir mahasiswa kurang

memuaskan. Persentase nilai akhir Fisiologi Tumbuhan mahasiswa tahun ajaran 2010/2011

masih didominasi nilai C (46%) sehingga pada tahun ajaran 2011/2012 jumlah mahasiswa

mengulang mencapai hampir 25%.

Permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan tersebut perlu segera diatasi

sehingga pembelajaran berlangsung lebih optimal. Kualitas pembelajaran Mata kuliah

Page 97: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

84

Fisiologi Tumbuhan perlu dilakukan perbaikan atau peningkatan salah satunya dengan

pelaksanaan Lesson study.

METODE

Lesson study dilaksanakan pada semester ganjil 2011/2012. Model pembelajaran

yang akan dipilih yaitu dengan inovasi yang meliputi variasi metode, media, dan evaluasi

pembelajaran. Materi pembelajaran yang dipilih adalah (1) metabolisme, (2) fotoperiodisme ,

dan (3) fotomorfogenesis. Kelas yang dipilih untuk pelaksanaan Lesson study adalah kelas A

semester 5 yang menempuh mata kuliah Fisiologi Tumbuhan semester ganjil tahun ajaran

2011/2012. Pemilihan kelas didasarkan pada jumlah mahasiswa yang tidak terlalu besar (34

mahasiswa). Selain itu, 90% peserta kuliah kelas A adalah mahasiswa yang baru menempuh

mata kuliah Fisiologi Tumbuhan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mata kuliah Fisiologi Tumbuhan merupakan mata kuliah dengan bobot 4 (3-1) sks

sehingga pelaksanaan untuk setiap pertemuan 2x50 menit. Kegiatan lesson study (LS) mata

kuliah Fisiologi Tumbuhan sudah dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklusnya meliputi

perencanaan (plan), pelaksanaan (do), dan refleksi (see). Tahap awal yang dilakukan adalah

pemilihan 3 topik. Topik terpilih yaitu: (1) metabolisme, (2) fotoperiodisme, dan (3)

fotomorfogenesis. Pemilihan topik berdasarkan topik tersulit bagi mahasiswa yang dilihat

berdasarkan nilai mata kuliah Fisiologi Tumbuhan tahun sebelumnya. Santyasa (2009: 8)

mengemukakan alasan pemilihan topik dalam pelaksanaan LS yaitu target dalam mengatasi

kelemahan mahasiswa dalam belajar, topik yang bagi dosen sulit mengajarkannya, subjek

terkini, misalnya aspek kebaharuan segi isi, teknologi, dan pendekatan pembelajaran, dan

memusatkan perhatian pada hal terpenting yang mendasar yang berpengaruh terhadap

pembelajaran lainnya.

Tahap perencanaan (plan) yang pertama dilakukan untuk merencanakan pelaksanaan

perkuliahan termasuk memperbaiki Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan

pembuatan Lembar Kegiatan Mahasiswa (LKM). RPP sebagai rambu-rambu pelaksanaan

proses pembelajaran proses pembelajaran sangat perlu dibuat agar pelaksanaannya berjalan

lancar. LKM dibuat untuk pegangan mahasiswa dalam melaksanakan diskusi sehingga

mahasiswa memahami materi perkuliahan. LKM dibuat dalam bentuk pertanyaan terbuka

sehingga lebih bermakna. Surachman (2001) menyatakan bahwa Lembar Kegiatan

Mahasiswa yang bersifat terbuka (unstructured, unguided, free inquiry,free discovery)

memberi makna adanya pemberian peluang besar bagi mahasiswa untuk mengembangkan

kreatifitas dan daya nalarnya. Arahan yang diberikan oleh dosen biasanya lebih bersifat

sebagai stimulasi bagi mahasiswa untuk mengerjakan sesuatu kegiatan belajar.

Pembentukan kelompok perlu dilakukan terlebih dahulu setelah plan pertama. Salah

satu faktor yang menjadi pertimbangan adalah kemampuan atau pemahaman dasar Fisiologi

Tumbuhan setiap mahasiswa. Hal ini diantisipasi dengan pelaksanaan test general bagi semua

Page 98: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

85

mahasiswa. Kelompok disusun dengan tingkat pemahaman awal yang beragam. Mahasiswa

yang nilai test general agak kurang dijadikan koordinator kelompok. Pelita (2009c: 15, 36)

mengemukakan bahwa alasan kegiatan kelompok yaitu bagi mahasiswa yang lambat dapat

belajar lebih baik dengan bantuan mahasiswa yang cepat menangkap pelajaran, mahasiswa

yang cepat menangkap pelajaran dapat memperdalam pemahaman dengan memberi

penjelasan atas subyek pada mahasiswa yang lambat, bagi seluruh mahasiswa dapat

menyelesaikan permasalahan dengan mendengarkan dan memanfaatkan pemikiran dan

gagasan mahasiswa lain serta dapat membangun hubungan yang lebih baik satu sama lain.

Inovasi dalam tahap pelaksanaan (do) mengikuti skenario pembelajaran untuk

masing-masing dengan berbagai variasi metode pembelajaran. Topik 1 menggunakan metode

pembelajaran ceramah interaktif, diskusi, dan tanya jawab. Topik 2 dan 3 menggunakan

metode pembelajaran diskusi dan tanya jawab. Variasi metode pembelajaran bertujuan agar

kualitas perkuliahan meningkat. Mulyasa (1996, 102-103) menyatakan bahwa kualitas

pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran

dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidaknya 75% peserta didik

(mahasiswa) terlibat secara aktif. Keterlibatan ini baik secara fisik, mental maupun sosial

dalam pembelajaran. Selain itu juga menunjukkan kegiatan belajar yang tinggi, semangat

yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran

dikatakan berhasil dan berkualitas apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri

mahasiswa seluruhnya atau setidak-tidaknya 75%.

Metode yang digunakan tersebut masing-masing mempunyai keunggulan dan

kelemahan. Sehingga dengan adanya variasi metode maka keunggulan metode yang satu

dapat menutupi kelemahan metode yang lain. Metode ceramah masih digunakan untuk proses

pemberian motivasi oleh dosen kepada mahasiswa, menyimpulkan konsep-konsep penting

yang dipelajari sehingga memungkinkan mahasiswa melihat lebih jelas hubungan antara

materi satu dengan yang lain. Metode diskusi diterapkan terutama dengan strategi group to

group. Dua atau tiga kelompok memperoleh materi diskusi sama. Strategi Group to group

atau yang dalam bahasa Indonesia bermakna pertukaran kelompok dengan kelompok

merupakan salah satu strategi active learning dimana tugas-tugas yang berbeda diberikan

pada kelompok siswa yang berbeda. Setiap kelompok mengajarkan kepada siswa lain yang

dia pelajari. Setiap kelompok ditugaskan untuk mendiskusikan materi yang diberikan dan

berkewajiban mempresentasikan hasil diskusi dalam kelompoknya. Metode tanya jawab

diterapkan agar kelas menjadi lebih hidup dan dan lebih aktif, memberi kesempatan kepada

mahasiswa untuk bertanya sehingga dosen mengetahui hal-hal yang belum dimengerti oleh

mahasiswa, serta komunikasi dan interaksi yang terjadi tidak hanya satu arah.

Hasil refleksi (see) topik 1 menunjukkan mahasiswa sudah aktif mengikuti

perkuliahan dan diskusi. Hambatan yang masih ditemui yaitu waktu pembelajaran belum

optimal karena melebihi waktu seharusnya. Hal ini dapat diantisipasi yaitu presentasi

dilaksanakan tanpa harus menunggu semua kelompok selesai mengerjakan LKM. Presentasi

dilakukan di akhir perkuliahan dengan tujuan terjadi pertukaran informasi antar kelompok.

Page 99: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

86

Materi Metabolisme merupakan materi cukup kompleks sehingga menarik minat mahasiswa

untuk bertanya. Pertanyaan beragam dari mahasiswa pada akhir perkuliahan (sesi tanya

jawab) merupakan salah satu indikator peningkatan kualitas pembelajaran.

Waktu pelaksanaan (do) topik 2 kurang optimal melebihi waktu yang sudah

ditentukan. LKM masih ada yang belum selesai dikerjakan. Dosen memberi dorongan kepada

kelompok yang tidak dapat menyelesaikan tugas dan menampilkan presentasi yang tidak

lengkap. Hal ini diatasi dengan pemberian masukan dari kelompok lain yang mendapat topik

sama. Cara ini merupakan cara yang baik agar mahasiswa saling menunjukkan kesulitan yang

dialami dan memandu kelompok tersebut untuk mencapa kesimpulan dengan bantuan

mahasiswa lain. LKM kemudian dikumpulkan karena presentasi juga tidak harus selalu

berbentuk ucapan lisan di depan kelas tetapi mengumpulkan LKM juga bisa dikatakan cukup.

Pelita (2009c: 39) mengemukakan bahwa presentasi tidak harus selalu berbentuk ucapan lisan

di depan kelas. Pengumpulan Lembar Kegitan serta menuliskan jawaban atau tabel

rangkuman di papan tulis bisa dikatakan sudah cukup.

Hambatan lain yang dihadapi pada do topik 2 adalah masih adanya anggota kelompok

yang tidak aktif mengikuti diskusi. Mahasiswa yang tidak aktif justru merupakan koordinator

kelompok. Hal ini sebenarnya sudah diantisipasi terlebih dahulu yaitu mahasiswa yang hasil

test general kurang justru dijadikan koordinator kelompok. Namun dalam kenyataannya tetap

kurang optimal mengkoordinasi kelompoknya. Dosen akhirnya meminta yang melakukan

presentasi adalah koordinator kelompok. Pelita (2009c: 39) menyatakan bahwa guru (dosen)

juga harus mendorong siswa yang pasif dan pendiam untuk melakukan presentasi. Hal ini

dapat dilakukan dengan sangat hati-hati.

Penilaian antar teman dilakukan untuk mengetahui inisiatif, kerjasama, keaktifan dan

tanggungjawab masing-masing anggota dari sudut pandang anggota lain dalam kelompok

tersebut. Koordinator kelompok di semua kelompok (1 sampai 5) memiliki nilai inisiatif dan

aktivitas paling rendah dibandingkan dengan anggota kelompok lain. Hal ini juga teramati

selama proses pembelajaran yang menunjukkan koordinator kelompok tidak mengkoordinasi

kelompoknya dan justru cenderung pasif. Mahasiswa dengan nilai general test lebih baik

cenderung memiliki nilai inisiatif, kerjasama, aktivitas, dan tanggung jawab lebih tinggi

dibandingkan anggota kelompok lain.

Pelaksanaan topik 3 sudah tidak mengalami hambatan dalam hal waktu. Mahasiswa

aktif dalam perkuliahan, diskusi dan tanya jawab. Materi perkuliahan telah disiapkan dan

mahasiswa sebelumnya sudah diminta membaca materinya terlebih dahulu. Dosen setelah

memberi ceramah meminta mahasiswa berdiskusi bagian materi yang belum dipahami. Hasil

diskusi kemudian memunculkan pertanyaan mengenai materi yang belum dimengerti

sehingga dilakukan sesi tanya jawab. Sesi ini dilaksanakan dengan lancar dan mahasiswa

aktif mengikutinya. Akhir perkuliahan dilaksanakan postest mengenai fotomorfogenesis.

Hasil postest jumlah mahasiswa yang mendapat nilai 70 (3); 80 (7); 90 (20) 100 (4). Nilai

Page 100: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

87

diatas 80 mencapai 88% yang merupakan salah satu indikator bahwa materi sudah dipahami

oleh mahasiswa.

Hasil refleksi dari ke-3 topik menunjukkan variasi media yaitu power point dan flash

tentang materi dapat mendekatkan mahasiswa pada obyek yang dipelajari. Dalam kegiatan

pembelajaran media merupakan salah satu sumber belajar yang dapat menyampaikan pesan-

pesan pendidikan kepada para mahasiswa. Briggs dalam Sudiman (1984: 6) berpendapat

bahwa media merupakan segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang

siswa untuk belajar. Perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan indra, hambatan

jarak dan waktu, dan lain-lain dapat dibantu dengan memanfaatkan media. Oleh karena itu,

kehadiran media dalam pembelajaran tidak mungkin diabaikan. Dalam proses pembelajaran,

kehadiran media sangat penting terutama dalam menyajikan model kompetensi target yang

ingin dicapai (modelling). Pelita (2009c: 22) mengemukakan salah satu efektif membuat

pembelajaran atraktif adalah menggunakan hal-hal yang konkrit.

Implementasi Lesson study Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan menunjukkan adanya

peningkatan kualitas pembelajaran baik dari segi proses maupun hasil. Selain itu,

pelaksanaan ini diharapkan dapat mencapai tujuan Lesson study. Bill Cerbin & Bryan Kopp

dalam Sudrajat (2008: 2) mengemukakan bahwa Lesson Study memiliki 4 (empat) tujuan

utama, yaitu untuk : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana

mahasiswa belajar dan dosen mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat

dimanfaatkan oleh para dosen lainnya, di luar peserta Lesson Study; (3) meningkatkan

pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah

pengetahuan pedagogis, dimana seorang dosen dapat menimba pengetahuan dari dosen

lainnya. Sedangkan itu Argawinata (2009: 1) menyatakan bahwa lesson study pada dasarnya

melibatkan sekelompok orang yang melakukan perencanaan, implementasi, dan refleksi

pasca pembelajaran secara bersama-sama sehingga membentuk suatu komunitas belajar yang

secara sinergis diharapkan mampu menciptakan terobosan-terobosan baru dalam menciptakan

pembelajaran inovatif. Dengan cara seperti ini, maka setiap anggota komunitas yang terlibat

sangat potensial untuk mampu melakukan self-development sehingga memiliki kemandirian

untuk berkembang bersama-sama dengan anggota komunitas belajar lainnya.

Implementasi Lesson study secara berkelanjutan akan mempercepat peningkatan

profesionalisme dosen dalam pelaksanaan perkuliahan. Putra (2008: 1) menyatakan bahwa

peningkatan keprofesionalan guru (dosen) akan diikuti oleh peningkatan efektifitas kegiatan

belajar mengajar dan secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan mutu

pendidikan.

KESIMPULAN

1. Tahap implementasi Lesson study Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan Tahun Akademik

2011/2012 yang dilakukan adalah perencanaan pembelajaran (plan), pelaksanaan

pembelajaran (do), dan refleksi (see).

Page 101: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

88

2. Siklus lesson study dilakukan 3 kali dengan topik (1) metabolisme, (2)

fotoperiodisme, dan (3) fotomorfogenesis

3. Hasil Lesson study menunjukkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran Mata

Kuliah Fisiologi Tumbuhan yaitu dengan variasi metode pembelajaran, variasi media,

dan cara evaluasi.

4. Implementasi Lesson study secara berkelanjutan akan mempercepat peningkatan

profesionalisme dosen dalam pelaksanaan perkuliahan. Peningkatan keprofesionalan

dosen akan diikuti oleh peningkatan efektifitas kegiatan belajar mengajar dan secara

tidak langsung akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Argawinata, A. 2009. Bagaimana melaksanakan Lesson study. http://www.lpmpjabar.go.id.

Hendayana, dkk. 2007. Lesson study suatu strategi untuk meningkatakan keprofesionalan

pendidik (Pengalaman IMSTEP-JICA). UPI Press. Bandung.

Madigan, M.T., J.M. Martinko, and J.Parker. 2009. Brock Biology of Microorganisms. 12th

ed. Prentice Hall International. Inc. USA

Mulyasa, E. 1996. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Remaja Rosda Karya, Bandung.

PELITA. 2009a. Panduan untuk peningkatan proses belajar dan mengajar.

Depdiknas/Depag-JICA. Jakarta

PELITA. 2009b. Panduan untuk Lesson study berbasis MGMP dan Lesson study berbasis

Sekolah. Depdiknas/Depag-JICA. Jakarta

PELITA. 2009c.Buku Petunjuk Guru untuk pembelajaran yang lebih baik. Depdiknas/Depag-

JICA. Jakarta

Putra, W.E., 2008. Peningkatan profesionalisme guru melalui Lesson study.

http://www.lessonstudy.0308widarso.html.

Santyasa, I.W. 2009. Implementasi Lesson study dalam pembelajaran. Disajikan dalam

Seminar Lesson study dalam pembelajaran bagi guru-guru TK, Sekolah Dasar, dan

sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Nusa Penida.

Sudiman, A. 1984. Media pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Sudrajat, A. 2008. Lesson study untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran. http://

www.lessonstudy.Blogwordpress.com.

Surachman. 2001. Pengembangan bahan ajar. FMIPA UNY, Yogyakarta

Page 102: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

89

Suwarna. 2005. Pengajaran Mikro, pendekatan praktis menyiapkan pendidik profesional.

Tiara Wacana, Yogyakarta

Tim Lesson study. 2007. Rambu-rambu pelaksanaan Lesson study. FMIPA UNY.

Yogyakarta

Page 103: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

90

Penerapan Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dipadu

dengan Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Kemampuan

Memecahkan Masalah dan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Kelas A

Semester V tahun Akademik 2013 2014 Matakuliah SBM Biologi Universitas

Negeri Malang

Tri Asih Wahyu H 1

1 Universitas Negeri Malang

email: [email protected]

Abstrak: Perubahan paradigma dalam pembelajaran adalah paradigma Sains sebagai produk berubah menjadi

Sains sebagai proses, belajar berbasis pengetahuan berubah menjadi berbasis kompetensi, pembelajaran

sebagai kegiatan instruktif menjadi pembelajaran sebagai kegiatan fasilitatif, serta penilaian konseptual

berubah menjadi penilaian autentik. Hudoyo (dalam Figianti, 2013) berpendapat bahwa memecahkan

masalah merupakan aktivitas intelektual tingkat tinggi. Hal ini senada dengan teori belajar yang

dikemukakan oleh Gagne (dalam Figianti, 2013). Berdasarkan teori belajar tersebut dapat diketahui

bahwa ketrampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah.

Memecahkan masalah merupakan tipe belajar yang paling tinggi dari tipe belajar yang dikemukakan oleh

Gagne (dalam Figianti, 2013), yaitu belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal,

membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan masalah. Dengan demikian,

antara ketrampilan intelektual tingkat tinggi dengan kemampuan memecahkan masalah memiliki

keterkaitan. Namun, berdasarkan hasil observasi di kelas SBM dapat diketahui bahwa belum pernah

diterapkan model-model pembelajaran khusus secara runtut dan sistematis, selain itu metode yang

digunakan adalah diskusi kelompok, dalam diskusi kelompok yang maju presentasi belum dapat

menjawab pertanyaan-pertanyaan tingkat tinggi. Untuk itulah diperlukan model pembelajaran inovatif

yang dapat memberdayakan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan berpikir kritis. Model

pembelajaran yang dapat diterapkan adalah CIRC yang dipadu PBL untuk menyiapkan generasi yang

mampu memecahkan masalah dan berpikir kritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan

kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis dengan penerapan model CIRC

dipadu PBL. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas berbasis Lesson study yang dilaksanakan

dalam dua siklus. Data kemampuan memecahkan masalah dan berpikir kritis diperoleh dari skor Lembar

Kerja Mahasiswa dan tes tulis yang dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kemampuan memecahkan masalah mengalami peningkatan sebesar 24,03% dari siklus I ke siklus II,

sedangkan kemampuan berpikir kritis mengalami peningkatan sebesar 24% dari siklus I ke siklus II.

Kata kunci: CIRC dipadu PBL, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berpikir kritis, PTKLS

PENDAHULUAN

Perubahan paradigma dalam pembelajaran adalah paradigma Sains sebagai produk

berubah menjadi Sains sebagai proses, belajar berbasis pengetahuan berubah menjadi

berbasis kompetensi, pembelajaran sebagai kegiatan instruktif menjadi pembelajaran sebagai

kegiatan fasilitatif, serta penilaian konseptual berubah menjadi penilaian autentik.

Pemberdayaan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah sangat penting dalam

kegiatan pembelajaran Pendidikan Biologi demi menciptakan lulusan sarjana pendidikan

Page 104: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

91

yang kelak akan menjadi guru yang profesional. Hudoyo (dalam Figianti, 2013) berpendapat

bahwa memecahkan masalah merupakan aktivitas intelektual tingkat tinggi. Hal ini senada

dengan teori belajar yang dikemukakan oleh Gagne (dalam Figianti, 2013). Berdasarkan

teori belajar tersebut dapat diketahui bahwa ketrampilan intelektual tingkat tinggi dapat

dikembangkan melalui pemecahan masalah. Memecahkan masalah merupakan tipe belajar

yang paling tinggi dari tipe belajar yang dikemukakan oleh Gagne (dalam Figianti, 2013),

yaitu belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan,

pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan masalah. Dengan demikian,

antara ketrampilan intelektual tingkat tinggi dengan kemampuan memecahkan masalah

memiliki keterkaitan. Namun, berdasarkan hasil observasi di kelas SBM dapat diketahui

bahwa belum pernah diterapkan model-model pembelajaran khusus secara runtut dan

sistematis, selain itu metode yang digunakan adalah diskusi kelompok, dalam diskusi

kelompok yang maju presentasi belum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tingkat

tinggi. Untuk itulah diperlukan model pembelajaran inovatif yang dapat memberdayakan

kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan berpikir kritis.

Model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan untuk membantu siswa

dalam memecahkan masalah adalah model pembelajaran CIRC karena langkah-langkah

dalam CIRC dapat mengarahkan siswa untuk memecahkan masalah. Penggunaan model

CIRC akan mengajak siswa untuk berfikir tentang masalah yang berkaitan dengan materi.

Siswa akan berusaha untuk memecahkan masalah tersebut dan menyampaikan hasil

pemikirannya kepada siswa lain, sehingga siswa akan saling bertukar pikiran untuk

memecahkan masalah tersebut. Siswa akan berpikir kritis atau berpikir tingkat tinggi untuk

memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga kemampuan berpikir kritis akan

meningkat apabila kemampuan memecahkan masalah juga meningkat. Penelitian ini akan

menggunakan sintaks dari Steven dan Slavin yang akan disesuaikan dengan tujuan

penelitian ini.

Tahap pertama adalah pembagian kelompok. Pembagian kelompok dimaksudkan

agar siswa dapat belajar secara berkelompok. Belajar dengan berkelompok lebih banyak

memberikan keuntungan pada siswa dan pembelajaran itu sendiri karena dengan

berkelompok siswa dapat saling membantu apabila mengalami kesulitan dalam

menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.

Tahap kedua adalah pembagian bahan bacaan. Bahan bacaan sangat membantu siswa

dalam memecahkan masalah. Ketika siswa melakukan proses membaca, banyak hal yang

akan diperoleh siswa. Thorndike (dalam Figianti, 2013) berpendapat bahwa membaca itu

sebenarnya merupakan proses ketika seseorang sedang berfikir dan bernalar. Proses

membaca akan melibatkan aspek-aspek berpikir seperti mengingat, memahami,

membedakan, membandingkan, menemukan, menganalisis, mengorganisasikan, dan pada

Page 105: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

92

akhirnya menerapkan apa-apa yang terkandung dalam abcaan. Hal ini berarti siswa

mengalami beberapa aspek berpikir ketika membaca bahan bacaan yang telah diberikan oleh

guru. Siswa juga akan mendapat banyak informasi dari bahan bacaan tersebut, sehingga

dapat membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang ada, khususnya soal yang

termasuk tingkat analisis, sehingga mendapatkan hasil belaajr yang lebih baik. Hal ini

didukung oleh penelitian Jensen (2009) dalam Figianti (2013) yang menunjukkan bahwa

membaca merupakan salah satu kemampuan motorik yang mendukung kemampuan

akademik siswa, dalam hal ini adalah hasil belajar.

Tahap ketiga adalah kegiatan diskusi. Diskusi mempermudah siswa menyelesaikan

soal-soal yang ada karena siswa dalam kelompok dapat saling membantu menyelesaikan

soal-soal tersebut dengan cara saling memberikan pendapat. Keuntungan lain yang diperoleh

dengan berdiskusi siswa mempunyai kesempatan untuk membahas soal-soal dalam lembar

diskusi, menyampaikan pendapat, saling berbagi informasi, dan memberikan komentar

sanggahan, maupun kritikan atas pernyataan yang diberikan oleh anggota lain dalam

kelompok. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan diskusi yang dikemukakan oleh Beard

(dalam Figianti, 2013). tujuan diskusi yang dimaksud adalah mengembangkan kemampuan

mental yang terdiri dari empat tujuan khusus, yaitu: membina pengetahuan,

mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan

mengembangkan cara berpikir kritis.

Tahap keempat adalah pesntasi kelompok. preentsi kelompok bertujuan utnuk

mengetahui sejauh mana setiap siswa dalam kelompok ikut melakukan diskusi atau ikut

menyelesaikan soal-soal yang ada. Tujuan lainnya adalah utnuk mengukur penguasaan

materi siswa terhadap tugas yang diberikan dan melatih keberanian dalam berpendapat dan

menjawab pertanyaan. Proses tersebut menyebabkan siswa akan banyak memperoleh

pemahaman baru mengenai materi yang terkait karena siswa dapat bertukar pendapat.

Tahap kelima adalah pengambilan kesimpulan. Pengambilan kesimpulan dalam

setiap pembelajaran memang diperlukan. Hal ini dikarenakan dengan pengambilan

kesimpulan, siswa akan mengetahui lebih jauh tentang materi yang telah dibahas dan

membantu siswa dalam mengingat materi tersebut. Pengambilan kesimpulan dapat

dilakukan oleh siswa dengan bantuan guru, guru itu sendiri, atau siswa dan guru secara

bersama-sama mengambil kesimpulan dari materi yang telah dibahas.

Langkah-langkah tersebut diatas sesuai dengan tujuan utama CIRC, yaitu

menggunakan tim-tim kooperatif untuk membantu para siswa mempelajari kemampuan

memahami bacaan yang dapat diaplikasikan secara luas. Artinya, dengan kemampuan

memahami bacaan tersebut, siswa tidak hanya mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan

Page 106: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

93

yang muncul, tetapi juga lebih peka terhadap masalah-masalah yang ada, dan memotivasi

siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

Salah satu tahap CIRC, yaitu pembagian bahan bacaan yang berisi masalah memang

diarahkan untuk tujuan ini (Slavin, 2005). Selama masa tindak lanjut, para siswa bekerja

secara kelompok untuk mengidentifikasi lima unsur penting dari sebuah bacaan. Kelima

unsur tersebut adalah karakter, latar belakang kejadian, masalah, usaha yang dilakukan, dan

solusi akhir (Slavin, 2005). Dengan demikian, siswa akan diarahkan untuk membuat

penjelasan terhadap prediksi mengenai bagaimana memecahkan masalah.

Model pembelajaran yang berbasis konstruktivisme adalah model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL). PBL terutama dikembangkan untuk mengembangkan

kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual; belajar berbagai

peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan

menjadi pebelajar siswa yang mandiri (Sudibyo, 2003). Model pembelajaran CIRC yang

dipadu dengan PBL diharapkan akan lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan

memecahkan masalah dan berpikir kritis karena siswa akan bekerja dalam kelompok untuk

mencari alternatif pemecahan masalah atas rumusan masalah yang ditemukannya.

Problem Based Learning yaitu proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran

berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata dan lalu dari masalah ini siswa dirangsang

untuk mempelajari masalah ini berdasarkan pengetahuan dan pengalaman baru. Problem

Based Learning (Pembelajaran berbasis masalah) yang dinyatakan oleh kunandar bahwa

tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran

ide secara terbuka. Secara garis besar pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan

kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan

kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

PBL terdiri atas lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa

dengan suatu situasi masalah (orientasi siswa pada masalah), mengorganisasikan siswa

untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan

dan menyajikan hasil karya, dan diakhiri dengan menganalisis dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang berbasis Lesson Study dengan

menggunakan pendekatan kualitatif yang dilaksanakan dua siklus. Penelitian ini dilaksanakan di

Universitas Negeri Malang yang beralamat di Jl. Semarang no. 5, Malang. Subjek dalam

penelitian ini adalah mahasiswa peserta mata kuliah Strategi Belajar Mengajar semester V tahun

akademik 2013/2014 yang berjumlah 24 mahasiswi. Prosedur penelitian tindakan kelas yang

Page 107: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

94

dilakukan guru sebagai tim peneliti merupakan suatu rangkaian siklus yang berkelanjutan

(Ebbut (1985) dalam Ibrahim, 2011) . Di dalam dan di antara siklus-siklus itu ada informasi yang

merupakan balikan dari apa yang telah dilakukan oleh peneliti. Sebagian dari balikan itu

diharapkan diperoleh secara mendalam dan lengkap, dan dari sisi siswa karena dilaksanakan

dalam kaitannya dengan kegiatan Lesson Study. Jadi PTK dilaksanakan berbasis Lesson Study

dalam rangka terutama agar dapat memperkuat pelaksanaan PTK yang merupakan proses yang

dinamis di mana ada empat tahap yaitu 1) perencanaan tindakan, 2) pelaksanaan atau

implementasi tindakan, observasi dan asesmen 3) análisis hasil observasi dan asesmen

dilanjutkan dengan interpretasi, 4) refleksi. Setiap pertemuan dalam PTK tersebut dilaksanakan

dalam siklus LS dalam arti melalui tahapan plan, do, dan see.

Instrumen penelitian yang digunakan meliputi daftar wawancara dosen, lembar kerja

mahasiswa, rubrik kemampuan memecahkan masalah, soal tes tulis, rubrik kemampuan

berpikir kritis, silabus, RPP, dan angket balikan mahasiswa. Data kemampuan memecahkan

masalah diperoleh dari lembar kerja mahasiswa sedangkan kemampuan berpikir kritis

diperoleh dari tes akhir siklus. Data-data tersebut dianalisis secara deskriptif untuk

mengetahui peningkatan dalam tiap siklusnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keterlaksanaan Pembelajaran dan Lesson Study

Pembelajaran dengan model CIRC dipadu PBL telah diterapkan 100% artinya semua

tahapan telah dilaksanakan baik pada siklus I maupun siklus II. Begitu pula dengan pelaksanaan

Lesson Study telah terlaksana dengan baik.

Pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan peserta didik dapat didiskusikan

dalam suatu perencanaan yang terstruktur, hal ini erat kaitannya dengan pelaksanaan Lesson

Study sebagai salah satu alternatif yang dapat digunakan oleh guru untuk mengatasi praktik

pembelajaran yang kurang efektif. Dengan adanya Lesson study dalam penelitian tindakan kelas

ini memberikan warna tersendiri bagi guru, guru memiliki kesempatan untuk berdiskusi dengan

guru lain dan merancang pembelajaran yang efektif untuk dibelajarkan kepada siswanya. Pada

penelitian tindakan kelas ini juga di warnai dengan Lesson study, guru model merancang RPP

sesuai dengan permasalahan di kelas dan didiskusikan selama kegiatan Plan kemudian ketika

guru menerapkan RPP di kelas di dampingi oleh beberapa observer, terdapat lembar monitoring

untuk mengetahui sejauh mana proses Lesson Study tersebut berjalan sesuai rencana, dan terakhir

adalah dari apa yang telah dikerjakan oleh guru model direfleksikan berdasarkan lembar

monitoring kegiatan See. Dari lembar monitoring dapat diketahui bahwa selama menjalankan

siklus PTK pada masing-masing kegiatan Open Class telah terlaksana pula kegiatan Lesson

Study. Peran Lesson Study dalam Penelitian Tindakan Kelas sangat besar terutama memperbaiki

Page 108: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

95

proses pembelajaran secara teknis yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Misalnya pada

kemampuan memecahkan masalah pada aspek merumuskan masalah mahasiswa pada pertemuan

2 dan pertemuan 3 pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 10 %. Hal ini dikarenakan

bacaan yang digunakan sebagai pemicu munculnya masalah segera diperbaiki. Adanya perbaikan

pada bacaan merupakan hasil See (Refleksi) pada Lesson Study sehingga kemampuan

memecahkan masalah mahasiswa semakin baik dari pertemuan satu ke pertemuan berikutnya

dalam satu siklus.

B. Kemampuan Memecahkan Masalah

Penilaian kemampuan memecahkan masalah mahasiswa pada siklus I dan II ditentukan

berdasarkan skor yang ada pada rubrik kemampuan memecahkan masalah. Rata-rata kemampuan

memecahkan masalah adalah 88,8% dan terjadi peningkatan sebesar 24,03% jika dibandingkan

dengan siklus I. Slavin (1995) dalam Figianti (2013) yang berpendapat bahwa model

pembelajaran CIRC dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal

pemecahan masalah dan memberikan solusi terhadap permasalahan yang diberikan oleh guru.

Siswa akan berpikir kritis atau berpikir tingkat tinggi untuk memecahkan masalah yang

dihadapinya sehingga kemampuan berpikir kritis akan meningkat apabila kemampuan

memecahkan masalah juga meningkat. Selain itu model pembelajaran lain yang berbasis

konstruktivisme yaitu PBL juga mampu meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. PBL

sangat efektif digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa,

membantu siswa dalam memproses informasi yang dimiliki, dan membantu siswa untuk

membangun pengetahuannya tentang dunia sosial dan dunia fisik yang ada di sekitarnya. Sintaks

model pembelajaran PBL memungkinkan siswa untuk mengemukakan masalah dan

memecahkannya secara individu atau berkelompok. Pada tahap oreintasi pada masalah disajikan

bacaan yang mengandung fenomena sehingga mahasiswa dapat merumuskan masalah kemudian

berusaha memecahkan masalah tersebut pada tahap selanjutnya yaitu pengorganisasian siswa

untuk belajar dan pengembangan dan penyajian hasil karya. Berdasarkan sintaks ini maka

kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah akan meningkat.

C. Kemampuan Berpikir Kritis

Rata-rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa adalah sebesar 93,75%, terjadi peningkatan

sebesar 29,8% jika dibandingkan dengan siklus I. Kemampuan berpikir kritis dihitung

berdasarkan rubrik kemampuan berpikir kritis.

Kemampuan berpikir kritis juga dihitung dari hasil tes di akhir siklus II yang dinilai

berdasarkan rubrik kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan tabel pada Lampiran 18 dapat

Page 109: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

96

diketahui bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa sebesar 71%, terjadi

peningkatan sebesar 24% jika dibandingkan dengan hasil tes siklus I.

Slavin (1995) dalam Figianti (2013) yang berpendapat bahwa model pembelajaran CIRC

dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah dan

memberikan solusi terhadap permasalahan yang diberikan oleh guru. Siswa akan berpikir kritis

atau berpikir tingkat tinggi untuk memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga kemampuan

berpikir kritis akan meningkat apabila kemampuan memecahkan masalah juga meningkat. Selain

itu model pembelajaran lain yang berbasis konstruktivisme yaitu PBL juga mampu

meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. PBL sangat efektif digunakan untuk

mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, membantu siswa dalam memproses

informasi yang dimiliki, dan membantu siswa untuk membangun pengetahuannya tentang dunia

sosial dan dunia fisik yang ada di sekitarnya. Sintaks model pembelajaran PBL memungkinkan

siswa untuk mengemukakan masalah dan memecahkannya secara individu atau berkelompok.

Pada tahap oreintasi pada masalah disajikan bacaan yang mengandung fenomena sehingga

mahasiswa dapat merumuskan masalah kemudian berusaha memecahkan masalah tersebut pada

tahap selanjutnya yaitu pengorganisasian siswa untuk belajar dan pengembangan dan penyajian

hasil karya. Berdasarkan sintaks ini maka kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah

akan meningkat.

Hasil penelitian oleh Afriani (2010) menunjukkan bahwa model pembelajaran CIRC dapat

meningkatkan kemampuan siswa dalam memberikan suatu solusi terhadap suatu permaslahan

yang diberikan oleh guru dan dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa kerena mereka bisa

menemukan sendiri konsep dari materi yang dipelajari dan berani menyampaikan pendapat di

dalam kelas. Kemampuan dalam memberikan solusi terhadap suatu permasalahan yang diberikan

merupakan salah satu aspek atau indikator dari berpikir kritis.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilaksanakan pada penelitian ini maka

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.(1) Penerapan pembelajaran CIRC dipadu dengan PBL

dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah mahasiswa Kelas A Semester V tahun

Akademik 2013/ 2014 Matakuliah SBM Universitas Negeri Malang, hal ini didasarkan pada

meningkatnya nilai rata-rata prosentase kemampuan memecahkan masalah pada siklus I dan

siklus II berturut-turut 71,66% dan 88,88%, sehingga dapat dikatakan terjadi peningkatan sebesar

24,03% dibanding dengan perolehan rata-rata kemampuan memecahkan masalah pada siklus I,

(2) Penerapan pembelajaran CIRC dipadu dengan PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir

kritis mahasiswa Kelas A Semester V tahun Akademik 2013/ 2014 Matakuliah SBM Universitas

Negeri Malang, hal ini didasarkan pada meningkatnya nilai rata-rata prosentase kemampuan

Page 110: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

97

berpikir kritis berdasarkan LKM pada siklus I dan siklus II berturut-turut 72,22% dan 93,75%,

sehingga dapat dikatakan terjadi peningkatan sebesar 29,80% dibanding dengan perolehan rata-

rata kemampuan berpikir kritis pada siklus I, sedangkan kemampuan berpikir kritis berdasarkan

nilai postes pada siklus I dan siklus II berturut-turut 57% dan 71%, sehingga dapat dikatakan

terjadi peningkatan sebesar 24% dibanding dengan perolehan rata-rata kemampuan berpikir kritis

pada siklus I.

Daftar Pustaka

Afriani, Dini. 2010. Pengaruh penerapan model pembelajaran CIRC terhadap hasil belajar IPS

geografi Siswa kelas VIII SMPN 8 Malang tahun pelajaran 2010/ 2011. Skripsi tidak

diterbitkan. Malang: UM.

Figianti, Arista Dini. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and

Composition (CIRC) terhadap Kemampuan memecahkan Masalah pada Mata pelajaran

Geografi di SMA Taman Siswa Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas

negeri Malang.

Holil, Anwar. 2008. Menjadi Manusia Pembelajar, (Online) (http://anwarholil.blogspot.com/

2010/05/permudah-pemahaman-konsep-pembelajaran.html, diakses 22 Oktober 2013).

Ibrohim, dkk. 2011. Prosedur standar Pembimbingan PPL Mahasiswa FIS UM dengan

Pendekatan Lesson Study. Malang: FIS UM.

Marsaja. 2008. Mendidik dengan Strategi Inkuiri, (Online)

(http://marsaja.wordpress.com/2009/05/25/mendidik-dengan-strategi-inkuiri, diakses 22

Oktober 2013).

Mudawati, Sri. 2008. Peningkatan aktivitas belajar melalui penerapan model pembelajaran

terpadu membaca dan menulis (CIRC) pada pokok bahasan lingkungan hidup dan

pelestariannya di kelas VIII MTsN Gandusari Blitar. Tesis tidak diterbitkan. Malang:

Program pascasarjana Univ. Negeri Malang.

Sholikhah, Wiwik Fitri. 2009. Penerapan pembelajaran kooperatif model CIRC untuk

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS geografi siswa kelas VIII D SMPN 2 Balerejo

Kabupaten Madiun pada KD mengidentifikasi permasalahan kependudukan dan upaya

penanggulangannya. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: UM.

Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: second edition. Boston: Allyn and Bacon.

Page 111: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

98

Sudibyo, Elok. 2003. Beberapa model pengajaran dan strategi pembelajaran IPA-Fisika.

Depdiknas: Jakarta.

Page 112: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

99

Lesson Study dalam Perkuliahan Geometri dengan Think Aload

untuk Mengidentifikasi Kesalahan Mahasiswa dalam

Membuktikan Teorema-teorema tentang Kesebangunan

Susanto1 1 Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember

email: [email protected]

Abstrak: Mahasiswa program studi Pendidikan Matematika perlu mengetahui dan memahami bagaimana

membuktikan teorema berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya baik berupa

pengertian pangkal (undefined), postulat, definisi, mengkonstruksi, dan teorema yang dipilih untuk

membuktikan teorema berikutnya. Kaitannya dengan pembuktian teorema ini, dosen perlu

mengetahui sejauh mana langkah-langkah yang telah dilakukan mahasiswa, termasuk kesalahan yang

dilakukan dalam membuktikan teorema. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan

memberikan beberapa teorema untuk dibuktikan mahasiswa, kemudian langkah yang mereka lalui

dalam membuktikan teorema tersebut dapat diketahui dengan menggunakan metode think aloud. Jika

metode tersebut diterapkan dan direkam, maka akan terlihat dengan jelas dan dapat diidentifikasi

kesalahan maupun kesulitan yang dialami mahasiswa dalam membuktikan teorema-teorema yang

ditugaskan untuk membuktikannya. Untuk mendapatkan data penelitian dilakukan dengan

memberikan tugas membuktikan beberapa teorema tentang kesebangunan. Kemudian mahasiswa

menuliskan hasilnya diikuti dengan menyuarakan apa yang dipikirkannya. Suara mahasiswa tersebut

kemudian dideskripsikan dan kemudian dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui hasilnya. Dari

hasil analisis akhirnya diketahui bahwa beberapa kesalahan yang terjadi pada saat membuktikan

teorema antara lain: (1) mahasiswa masih terpengaruh pengalaman belajar geometri yang telah lalu

dan sudah terekam dalam pikirannya yang ternyata tidak cocok dengan struktur geometri yang sedang

dipelajari; (2) mahasiswa masih bingung dalam mengaitkan pengertian pangkal (undefined), postulat,

definisi, konstruksi dan teorema, sehingga masih belum sistematis menggunakannya; (3) mahasiswa

kurang memiliki kerangka berpikir yang benar dalam membuktikan teorema; dan (4) mahasiswa

kurang kreatif dalam membuktikan teorema, sehingga tidak ada ide untuk pembuktian teorema pada

langkah selanjutnya.

Kata kunci: lesson study, think aloud, identifikasi kesalahan, teorema kesebangunan

PENDAHULUAN

Lesson Study merupakan upaya yang dilakukan guna meningkatkan proses dan hasil pembelajaran

yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok dosen, dalam hal ini

dosen pengampu matakuliah geometri. Pada prinsipnya, pembelajaran yang dikembangkan

lewat Lesson Study mendorong terjadinya perubahan dalam praktik pembelajaran yang lebih

efektif, dari sebatas dosen mengajar ke dosen dan mahasiswa belajar, melalui adopsi inovasi

strategi atau model pembelajaran yang digagas bersama, serta implementasi dan internalisasi

pendidikan karakter yang ada di dalamnya, untuk memperoleh hasil lebih baik. Kegiatan

Lesson Study yang dilaksanakan tim dosen geometri di Program Studi Pendidikan

Matematika FKIP Universitas Jember ini secara spesifik bertujuan agar dosen geometri dapat

Page 113: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

100

mengembangkan dan mengimplementasikan pembelajaran geometri yag optimal. Sebagai

agen pembelajaran, seorang dosen harus menguasai 3 pertanyaan kunci sebagai agen

pembelajaran, yaitu (1) apa yang dibelajarkan (menguasi konten); (2) bagaimana

membelajarkan (menguasai berbagai cara membelajarkan yang mendidik); dan (3) bagaimana

mengetahui bahwa mahasiswa telah belajar (menguasi berbagai teknik asesmen).

Geometri sebagai salah satu cabang ilmu matematika lahir berabad tahun silam dari

kondisi riil kehidupan sehari-hari sekelompok masyarakat. Misalnya lebih dari 2000 tahun

silam orang Mesir mempunyai kebiasaan bekerja dengan dasar-dasar geometri, dikarenakan

pertimbangan praktis seperti banjir berkala yang selalu menghanyutkan garis batas tanah

milik mereka. Sehingga memaksa mereka untuk merekonstruksi garis-garis batas tanah

tersebut. Bangsa Yunani yang banyak dipengaruhi oleh daerah Mediterania memiliki sedikit

pandangan lebih maju terhadap geometri. Geometri telah dianggap sebagai sebuah abstraksi

dari dunia nyata atau sebuah model yang membantu pikiran atau logika. Sampai akhirnya

pada tahun 250 sebelum masehi Euclide menghasilkan karya monumental yang dituangkan

ke dalam buku Element, yang hingga sekarang karyanya masih dipelajari dan digunakan.

Dasar-dasar geometri seperti titik, garis, bidang, ruang, sinar garis, ruas garis, sudut, dan

kurva sebagian besar hasil buah pemikiran Euclide. Walaupun pada perkembangannya

sekarang sudah banyak sentuhan para akhli geometri modern seperti David Helbert dan G. D.

Birkhoff. Kesebangunan dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di

sekitar kita. Sebagai contoh, kesebangunan dapat digunakan untuk menghitung tinggi suatu

benda yang sulit diukur secara langsung.

Dalam geometri, sangat erat keterkaitan antara pengertian pangkal (undefined),

postulat, definisi, konstruksi, dan teorema. Mengaitkan antara istilah tersebut dalam

membuktikan suatu teorema, mahasiswa banyak mengalami kesulitan. Hal ini terbukti ketika

membuktikan teorema tentang kesebangunan, beberapa hal yang dilakukan mahasiswa ketika

membuktikan teorema: “Bisektor dari satu sudut dari suatu segitiga membagi sisi

dihadapannya kedalam rasio yang sama dengan panjang dua sisi lainnya”; banyak mahasiswa

yang masih salah langkah dalam pembuktian teorema tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, maka makalah ini menjawab pertanyaan: (1) bagaimana

proses pembuktian yang dilakukan untuk membuktikan teorema tentang kesebangunan; dan

(2) kesalahan apa saja yang dilakukan oleh mahasiswa dalam membuktikan teorema tentang

kesebangunan.

Page 114: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

101

METODE

Penelitian ini akan mengungkap proses berpikir mahasiswa dalam membuktikan teorema

tentang kesebangunan segitiga. Proses berpikir yang dikaji menggunakan kerangka kerja

asimilasi dan akomodasi. Di samping itu juga dibahas tentang keadaan yang berkaitan dengan

proses berpikir, yaitu disequilibrium dan equilibrium. Asimilasi merupakan proses

pengintegrasian secara langsung informasi baru ke dalam skema yang sudah terbentuk.

Sedangkan akomodasi merupakan pengubahan skema lama atau pembentukan skema baru

untuk menyesuaikan dengan informasi yang diterima. Selanjutnya akan dideskripsikan proses

berpikir mahasiswa tersebut dalam membuktikan teorema kesebangunan segitiga

berdasarkan kerangka kerja asimilasi dan akomodasi. Karena itu jenis penelitian ini adalah

penelitian eksploratif; sedangkan pendekatan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Penelitian ini akan dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas

Jember. Subjek penelitian ditetapkan 4 orang mahasiswa dari 25 mahasiswa yang menempuh

mata kuliah geometri pada semester ganjil 2013/2014, dengan mempertimbangkan keaktifan

dan kemampuan komunikasinya. Dalam penelitian ini, ingin mendeskripsikan proses

berpikir mahasiswa dengan tujuan mengidentifikasi kesalahan yang dilakukan dalam

membuktikan teorema tentang kesebangunan segitiga. Selanjutnya keempat subjek ini

masing-masing disebut dengan S1, S2, S3, dan S4.

Tujuan penelitian ini ingin mengungkap proses berpikir mahasiswa dalam

membuktikan teorema secara objektif. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri; dan

untuk mengeksplorasi proses berpikir digunakan lembar berisi teorema-teorema

kesebangunan segitiga. Dalam penelitian ini, peneliti selain berperan sebagai pengelola

penelitian juga sebagai satu-satunya instrumen dalam mengumpulkan data yang tidak dapat

digantikan dengan instrumen lainnya. Sehingga peneliti berperan sebagai perencana,

pengumpul, analisator, penafsir dan akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Moleong

(2004) mengungkapkan beberapa hal yang perlu diperhatikan peran peneliti sebagai

instrumen penelitian, yaitu (a) Responsif, yakni dapat merespon lingkungan dan pribadi-

pribadi yang menciptakan lingkungan sehingga menyadari perlunya merasakan dimensi-

dimensi konteks dan berusaha agar dimensi-dimensi itu menjadi eksplisit; (b) dapat

menyesuaikan diri, yakni dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi pada saat

pengumpulan data; (c) menekankan keutuhan, yakni mampu memanfaatkan imajinasi dan

kreativitasnya dan memandang dunia ini sebagai suatu keutuhan; (d) mendasarkan diri atas

Page 115: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

102

perluasan pengetahuan, yakni dapat memperluas dan meningkatkan pengetahuannya

berdasarkan pengalaman-pengalaman praktisnya; (e) memproses data secepatnya, yakni

dapat memproses data secepatnya setelah diperoleh, menyusun kembali, dan mengubah arah

inkuiri atas dasar temuannya, dan mengadakan pengamatan dan wawancara yang lebih

mendalam lagi dalam proses pengumpulan data; (f) memanfaatkan kesempatan untuk

mengklarifikasi dan mengihtisarkan, yakni mampu menjelaskan sesuatu yang kurang

dipahami oleh subjek atau responden; dan (g) memanfaatkan kesempatan untuk mencari

respon yang lazim terjadi, yakni dapat mempermudah menggali informasi berbeda dari yang

lain yang tidak direncanakan semula, yang tidak diduga terlebih dahulu atau yang tidak

lazim.

Adapun teorema yang diberikan sebagai berikut: ”Bisektor dari satu sudut dari suatu

segitiga membagi sisi dihadapannya kedalam rasio yang sama dengan panjang dua sisi

lainnya”. Untuk melihat proses berpikir, mahasiswa diminta untuk mengatakan apa yang

sedang dipikirkan dalam membuktikan teorema, baik diperoleh dengan metode Think Out

Louds (TOL) atau juga dikenal dengan sebutan Think Aloud maupun wawancara mendalam

(Dept interview). Wawancara mendalam dilakukan dengan tujuan untuk lebih mendalami apa

yang sedang dipikirkan mahasiswa.

Wawancara yang digunakan adalah wawancara tak berstruktur, yaitu untuk

menemukan informasi yang tidak baku dan untuk lebih mendalami suatu masalah yang

menekankan pada penyimpangan, penafsiran yang tidak lazim, penafsiran kembali, atau

pendekatan baru. Pada wawancara tak terstruktur, pertanyaan tidak disusun terlebih dahulu,

tetapi disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik dari subjek penelitian. Oleh karena itu

dalam wawancara, yang penting diciptakan suasana yang akrab dan santai (Supradly, 1979).

Wawancara yang mendalam hampir sama dengan pembicaraan yang akrab, sehingga

peneliti dapat memanfaatkan pendekatan ini untuk mengumpulkan data selengkap-

lengkapnya. Hal yang perlu diperhatikan bahwa agar wawancara diupayakan sedemikian rupa

sehingga secara pelan-pelan peneliti memasuki serta mengalami suasana baru dalam

membantu subjek agar dapat menyampaikan tanggapan. Sedang wawancara yang

dilaksanakan secara tergesa-gesa akan mengubah suasana yang akrab menjadi suasana yang

tegang seperti halnya wawancara tersruktur yang kaku tersebut. Jenis wawancara yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara tak berstruktur, secara terus terang, dan

wawancara yang memposisikan subjek/informan sebagai teman sejawat.

Page 116: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

103

Dalam wawancara tak berstruktur, peneliti mangajukan pertanyaan-pertanyaan secara

lebih bebas dan leluasa tidak terikat dan terkungkung oleh pertanyaan-pertanyaan yang kaku

yang disusun sebelumnya oleh peneliti. Hal ini memungkinkan wawancara berlangsung

luwes dan tidak menjenuhkan. Tetapi peneliti harus memiliki kemampuan mengingat dan

menyimpan pertanyaan-pertanyaan terkait dengan variabel/gejala penelitian yang diteliti yang

akan diwawancarakan dengan subjek penelitian. Peneliti juga perlu ingat kapan pertanyaan

tersebut diberikan, kepada subjek siapa, urutan pertanyaannya, dan dengan bagaimana

pertanyaan itu dilontarkan kepada subjek. Keterbatasan peneliti untuk melakukan hal tersebut

kadang-kadang membikin wawancara berhenti dan bahkan bisa tidak terfokus pada

variabel/gejala yang diteliti. Oleh karenanya, untuk mengatasi masalah tersebut boleh dibantu

dengan menuliskan/mencatat hal-hal yang esensial yang akan ditanyakan kepada subjek

melalui pedoman wawancara yang tak berstruktur yang sifatnya sangat fleksibel dan tentatif

yang bisa berkembang ketika wawancara di lapangan.

Sebagaimana dikatakan oleh Subanji (2007:60-62), penelitian ini juga mengkaji proses

berpikir mahasiswa dalam membuktikan teorema kesebangunan segitiga. Pengumpulan data

dilakukan dengan memberikan teorema kepada subjek untuk dibuktikan. Dalam proses

pembuktian, mahasiswa mengungkapkan secara tertulis dan atau mengungkapkan secara

lisan apa yang sedang dipikirkan. Peneliti merekam perilaku subjek baik berupa ungkapan

verbal maupun nonverbal dengan handycam. Apabila sudah selesai, dilakukan hal yang sama

kepada 3 mahasiswa lainnya hingga keempat mahasiswa yang dijadikan subjek penelitian

telah terekam. Pengumpulan data semacam ini tergolong dalam metode Think Out Loud

(Olson, Duffy, dan Mack, 1988). Untuk masalah yang sama, peneliti lain (Erricson and

Simon, 1996, Calder & Sarah, 2002) menggunakan istilah Think Alouds. Metode ini

dilakukan dengan meminta subjek penelitian untuk menyelesaikan masalah sekaligus

menceritakan proses berpikirnya.

Calder & Sarah (2002) menjelaskan tentang think alouds sebagai berikut.

Think alouds are a research tool originally developed by cognitive psychologists for

the purpose of studying how people solve problems. The basic idea behind a think

aloud is that if a subject can be trained to think out loud while completing a defined

task, then the introspections can be recorded and analyzed by researchers to

determine what cognitive processes were employed to deal with the problem.

Think alouds dikembangkan oleh ahli psikologi kognitif dengan tujuan untuk

mempelajari bagaimana orang menyelesaikan masalah yang dalam hal ini membuktikan

Page 117: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

104

teorema. Ketika seseorang menyelesaikan masalah, maka apa yang dipikirkan dapat direkam

dan dianalisis untuk menentukan proses kognitif apakah yang terkait dengan masalahnya.

Olson, Duffy, dan Mack (1988) menegaskan bahwa metode Think Out Loud atau Think

Aloud, dikhususkan untuk mengkaji proses berpikir. Dua langkah penting dari metode Think

Out Loud dijelaskan oleh Olson, Duffy, dan Mack (1988) yaitu (1) mahasiswa menuliskan

atau menyatakan kesadaran berpikirnya ketika menyelesaikan masalah, lebih dalam dari

sekedar menjelaskan perilaku yang ditampakkan; dan (2) mahasiswa harus melaporkan apa

yang benar-benar mereka pikirkan saat ini dan bukan sekedar apa yang diingat pada saat yang

telah lalu. Metode Think Aloud merupakan salah satu cara khusus mengungkap proses

berpikir seseorang. Namun demikian metode ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain :

(1) kesulitan mengungkap proses berpikir mahasiswa yang mengalami kesulitan

mengutarakan berpikirnya secara verbal; (2) keterbatasan apa yang dapat diingat; dan (3)

kemampuan mahasiswa untuk menjelaskan atau menjustifikasi dari perilakunya sendiri.

Pada dasarnya tipe mahasiswa adalah berbeda-beda; ada mahasiswa yang mampu

mengungkapkan apa yang dipikirkan secara verbal, ada juga mahasiswa yang sebenarnya

mampu bernalar menyelesaikan suatu masalah, tetapi tidak dapat mengungkapkannya secara

verbal. Karena itu disarankan oleh Calder dan Sarah (2006) bahwa dalam pengambilan data

perlu adanya pengkondisian mahasiswa dalam mengungkapkan apa yang dipikirkan. Dalam

pengambilan data penelitian, untuk mengurangi keterbatasan, maka peneliti mengkondisikan

mahasiswa untuk mengungkapkan apa yang sedang dipikirkan dengan bahasa bebas (bahasa

Indonesia, jawa, atau pun madura).

Untuk memperoleh proses berpikir subjek dalam membuktikan teorema, maka dapat

dilakukan dengan langkah-langkah yaitu (1) mahasiswa diberi tugas untuk menyelesaikan

membuktikan teorema, sekaligus menuliskan dan atau mengungkapkan secara verbal apa

yang dipikirkan saat membuktikan teorema tersebut; (2) peneliti merekam ungkapan verbal

mahasiswa; dan (3) peneliti mengemukakan pertanyaan hanya jika diperlukan, untuk lebih

mendalami apa yang sedang dipikirkan mahasiswa. Selanjutnya data verbal dan atau data

tertulis yang terkumpul dari siswa dikaji konsistensinya. Apabila terdapat data yang tidak

konsisten, maka dilakukan klarifikasi dengan mengadakan wawancara ulang. Apabila tetap

tidak konsisten, maka data tersebut tidak digunakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 118: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

105

Di dalam geometri, kesebangunan adalah jiwa dari setiap materi. Banyak

permasalahan yang dapat diselesaikan dengan konsep kesebangunan dari yang sederhana

sampai dengan yang amat rumit. Demikian pula banyak permasalahan geometri yang bisa

diselesaikan dengan kesebangunan dengan level kesulitan yang jauh lebih tinggi dari soal-

soal di tingkat sekolah. Kesulitan terbesar untuk menyelesaikan soal-soal yang berhubungan

dengan dengan kesebangunan adalah mencari dan menggunakan kesebangunan itu sendiri.

Tidak mudah mencari adanya kesebangunan antara dua bangun. Terlebih lagi, tidak mudah

mencari kesebangunan mana yang mau dipakai, masih sering kebingungan dan buntu ketika

dihadapkan dengan soal yang berkaitan dengan kesebangunan. Akan tetapi, selalu belajar dan

tidak mudah menyerah adalah kuncinya; semuanya butuh latihan dan pembiasaan yang

panjang.

Membuktikan teorema dapat dipandang sebagai tugas yang menggali representasi

mahasiswa terhadap kemampuannya dalam memahami pengertian pangkal (undefined),

postulat, definisi, mengkonstruksi, dan teorema. Dengan kata lain merupakan tugas yang

melatihkan cara memahami struktur deduktif aksiomatika matematika, khususnya geometri.

Representasi merupakan gambaran mental hasil proses belajar yang dapat dimengerti dari

pengembangan mental yang sudah dimiliki setiap mahasiswa. Hasil tersebut diwujudkan

dalam bentuk verbal, gambar atau benda kongkret (Hudojo,2002:427). Representasi eksternal

diwujudkan dalam bentuk visual seperti bahasa tertulis, gambar atau benda kongret.

Representasi eksternal tersebut merupakan sarana dalam mengkomunikasikan ide matematika

sebagai buah representasi internal (proses berpikir dalam otak). Tulisan ini masih

menekankan pada aspek representasi eksternal dalam mengamati kemampuan mmahasiswa

dalam membuktikan teorema dan mengidentifikasi kesalahannya. Dengan demikian untuk

kajian yang mendalam diperlukan identifikasi representasi internal mahasiswa yang

ditunjukkan dalam proses berpikirnya.

Dalam tugas tersebut kurang lebih teridentifikasi 4 jenis kesalahan mahasiswa dalam

membuktikan teorema. Kesalahan tersebut mengidikasikan kesulitan-kesulitan yang dialami

mahasiswa. Keempat jenis kesalahan tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut.

1) Mahasiswa masih terpengaruh pengalaman belajar geometri yang telah lalu dan sudah

terekam dalam pikirannya yang ternyata tidak cocok dengan struktur geometri yang

sedang dipelajari. Mahasiswa beranggapan definisi yang digunakan dalam pembuktian

teorema sama dengan definisi yang sudah dikenalnya selama ini. Informasi yang

Page 119: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

106

diketahui (sistem aksioma maupun materi dasar) belum terinternalisasi dalam diri

mahasiswa atau belum menjadi skemata-skemata; mahasiswa masih berada pada tingkat

berpikir 0 (visualisasi) atau 1 (analisis/deskriptif) menurut level berpikir geometri Van

Hiele. Pada tingkat berpikir 0 ditunjukkan bahwa kemampuan pebelajar mengidentifikasi

atau memanipulasi berdasarkan penampakannya. Sedang tingkat berpikir 1, pebelajar

menganalisis hubungan-hubungan dan menemukan sifat-sifat (aturan-aturan) secara

empirik (Sunardi, 2000:37). Ini terlihat dari garis-garis sejajar yang dibuat dalam gambar

(sketsa) menunjukkan jawaban yang digunakan mahasiswa, meskipun salah. Untuk

mahasiswa paling tidak berada tingkat 3 (deduksi) atau 4 (rigor).

2) Mahasiswa masih bingung dalam mengaitkan pengertian pangkal (undefined), postulat,

definisi, konstruksi dan teorema, sehingga masih belum sistematis menggunakannya.

Mahasiswa cenderung lebih menggunakan cara berpikir konseptual, yaitu cara berpikir

yang mementingkan pengertian akan konsep-konsep dan hubungan-hubungan di antara

mereka dan penggunaannya dalam membuktikan teorema.

3) Mahasiswa kurang memiliki kerangka berpikir yang benar dalam membuktikan teorema.

Mahasiswa melakukan kesalahan memahami definisi atau tidak menuliskan definisi

dalam struktur yang dibuat; kesalahan ini bukan karena kekurangcermatan atau kelalaian,

tetapi karena peran definisi dalam menyusun langkah pembuktian kurang dipahami

seutuhnya. Mahasiswa kesulitan dalam menggunakan semua informasi yang diketahui

(konsep-konsep) untuk diwujudkan dalam sketsa (gambar) dan selanjutnya sktesa

(gambar) yang dibuat digunakan untuk membangun sebuah konsep. Di sini tampak

terdapat dua masalah yang muncul, yaitu masalah konstruksi model dan aplikasi konsep.

Konstruksi model dapat dipadankan dengan pemodelan dalam pemecahan masalah,

sedang aplikasi konsep merupakan kegiatan menggunakan sketsa (model) untuk

menurunkan sifat-sifat (aturan-aturan) yang lebih khusus maupun umum.

4) Mahasiswa kurang kreatif dalam membuktikan teorema, sehingga tidak ada ide untuk

pembuktian teorema pada langkah selanjutnya. Fleksibilitas berpikir mahasiswa yang

konsisten dan koheren dalam satu struktur geometri dengan struktur geometri yang lain

belum tampak; proses akomodasi dalam pemikiran internal mahasiswa belum berjalan.

Mahasiswa tidak menyebutkan/menuliskan teorema, tetapi menuliskan penjelasan untuk

mendapatkan gambar sebagai bukti; kesalahan ini lebih pada aspek teknis.

Page 120: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

107

KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) mahasiswa masih terpengaruh

pengalaman belajar geometri yang telah lalu dan sudah terekam dalam pikirannya yang

ternyata tidak cocok dengan struktur geometri yang sedang dipelajari; (2) mahasiswa masih

bingung dalam mengaitkan pengertian pangkal (undefined), postulat, definisi, konstruksi dan

teorema, sehingga masih belum sistematis menggunakannya; (3) mahasiswa kurang memiliki

kerangka berpikir yang benar dalam membuktikan teorema; dan (4) Mahasiswa kurang

kreatif dalam membuktikan teorema, sehingga tidak ada ide untuk pembuktian teorema pada

langkah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bogdan, Robert C. and Biklen. 1992. Sari Knoop. Quality Research for Education: An

Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Calder dan Sarah, 2002. Using “Think Alouds” to Evaluate Deep Understanding.

http://www.brevard.edu/fyc/listserv/remarks/calderandcarlson.htm. Diakses pada

tanggal 11 Pebruari 2008.

Glasersfeld, E. (1995). A Construktivist Approach to Teaching. In L.P. Steff and J. Gale

(Eds.), Constructivism in Education. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associate,

Publishers.

Martin, W.V., Ivonne, F.B., and Jacobijn, A.C. 1994. The Think Aloud Method. A Practical

Guide to Modelling Cognitive Processes. London: Academic Press.

Miles. B. dan Huberman, M. 1992. Qualitative Data Analysis. Sage Publications

International Educational and Professional Publisher Thousand Oaks London New

Delhi.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Offset.

Siswono, TYE. 2007. Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Identifikasi Tahap

Berpikir Kreatif Siswa Dalam Memecahkan dan Mengajukan Masalah Matematika.

Disertasi Doktor, Universitas Negeri Surabaya.

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia, Konstatasi Keadaan Masa

Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Departemen Pendidikan Nasional.

Subanji. 2007. Proses Berpikir Pseudo Penalaran Kovariasional Dalam Mengkonstruksi

Grafik Fungsi Kejadian Dinamik Berkebalikan. Disertasi Doktor, Universitas Negeri

Surabaya.

Sunardi. (2000). Hubungan tingkat Berpikir siswa dalam Geometri dengan Kemampuan

siswa dalam Geometri. Jurnal matematika atau Pembelajarannya. Tahun VI. No. 2

Agustus 2000. Jurusan Pendidikan matematika FMIPA Universitas Negeri Malang.

Page 121: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

108

Wallace, Edward C and West, Stepen F. (1992). Roads to Geometry. Englewood Cliff, New

Jersey: Prentice Hall.

Page 122: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

109

Penggunaan ‘EKSTEKI’ Dikombinasikan dengan Power Point

untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Pada Peserta Didik

Kelas IX D melalui Kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember

Tahun Pelajaran 2013/2014

Nur Ida Wahyuningsih1 1 SMP Negeri 1 Jember

email:[email protected]

Abstrak: Sistem Ekskresi pada manusia merupakan materi yang menarik untuk dipelajari karena terkait langsung

dengan tubuh peserta didik. Dengan KKM 79 untuk materi tersebut mestinya menjadi tantangan yang

harus disertai belajar dengan penuh semangat agar semua peserta didik dapat tuntas mencapai tujuan

pembelajarannya. Namun pada materi ini banyak ditemui gambar organ yang memerlukan strategi khusus

untuk memahaminya.Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan penggunaan ‘EKSTEKI’

dikombinasikan dengan Power Point untuk meningkatkan hasil belajar Biologi pada peserta didik kelas

IX D melalui kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran 2013/2014. Subyek

penelitian 34 peserta didik kelas IX D. Pengolahan data menggunakan rumus persentase. Penelitian ini

merupakan Penelitian Tindalan Kelas (PTK) yang terdiri dari 3 siklus. Untuk mendapatkan hasil

penelitian yang akurat maka dilaksanakan melalui kegiatan Lesson Study. Dari hasil pembahasan

diperoleh peningkatan hasil belajar siklus I ke siklus II 2,1 % dan siklus II ke siklus III 3,9 %.

Kesimpulan penelitian ini adalah penggunaan ‘EKSTEKI’ dikombinasikan dengan Power Point dapat

meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi Sistem Ekskresi pada Manusia di kelas IX D SMP

Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran 2013/2014.

Kata kunci: ‘EKSTEKI’ Dikombinasikan Power Point, Hasil Belajar

PENDAHULUAN

Sebagai guru IPA dengan latar belakang pendidikan Fisika yang lebih dari 3 dekade

mengajar IPA-Fisika secara terus-menerus bukan hal yang mudah untuk dapat mengatasi

permasalahan-permasalahan yang ada pada saat mengajar IPA-Biologi. Pengalaman selama 1

tahun melaksanakan tugas sebagai guru IPA terpadu, dirasa masih jauh dari cukup untuk dapat

menemukan solusi-solusi dari permasalahan pembelajaran di kelas. Pembelajaran pada enam

kelas IX di SMP Negeri 1 Jember yaitu IX A (kelas unggulan) dan IX B sampai dengan IX F

(kelas reguler/ bukan unggulan), diharapkan mendapat layanan maksimal demi keberhasilan

peserta didik. Oleh karena itu tindakan melakukan observasi peserta didik di masing-masing

kelas sangat dibutuhkan guna mengenal karakteristik peserta didik. Pemberian pretes sebagai

langkah awal untuk mengetahui pemahaman awal peserta didik, dibutuhkan untuk memberikan

pelayanan yang baik dan menentukan desain pembelajaran yang akan dirancang melalui Rencana

Page 123: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

110

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Demikian pula metode/strategi dan model-model

pembelajaran yang akan dirancang memerlukan diskusi dengan guru yang sudah kompeten

dalam bidang IPA-Biologi.

Sistem Ekskresi pada manusia merupakan materi yang menarik untuk dipelajari karena

terkait langsung dengan tubuh peserta didik. Dengan KKM 79 untuk materi tersebut mestinya

menjadi tantangan tersendiri agar peserta didik dapat menuntaskan tujuan yang ingin dicapai.

Namun pada materi ini banyak ditemui gambar-gambar organ pengeluaran yang memerlukan

strategi khusus untuk dipelajari.

Berdasarkan pretes/pra siklus yang diberikan pada 6 kelas IX yang diampu

teridentifikasi rerata nilai terendah yaitu 69 pada kelas IX D. Dari nilai raport kelas VIII tahun

pelajaran 2012/2013 diperoleh data peserta didik kelas IX D merupakan kelas reguler yang

memiliki kemampuan hasil belajar yang heterogen. Berdasarkan dokumen-dokumen tersebut

maka peneliti perlu merancang pembelajaran yang sesuai di kelas IX D untuk mendapatkan

ketuntasan hasil belajar secara klasikal.

Adanya kelebihan dari peserta didik kelas IX D membantu dalam penentuan strategi

yang dipilih dalam pembelajarannya. Hal ini akan membantu memberi solusi dalam menentukan

strategi pembelajaran yang akan dirancang. Hasil angket ditemukan 29/86% peserta didik dari

34 peserta didik sudah terbiasa menggunakan media Power Point pada saat mereka masih di

kelas VIII. Pembiasaan ini menjadi kelebihan dalam penentuan strategi pembelajaran dengan

berbasis Informasi Teknologi (IT) yaitu dengan menggunakan media pembelajaran Power Point.

Hal ini menjadi pertimbangan tersendiri yaitu: 1) dengan berlatar belakang pendidikan Fisika

yang harus mengampu IPA terpadu, maka pada materi Biologi harus dipersiapkan dengan

sungguh-sungguh, 2) adanya kesulitan dalam menggambar sistem organ tubuh manusia; 3)

keinginan dalam mengembangkan kemampuan menggunakan Teknologi Informasi (TI) dalam

proses pembelajaran, 4) diyakini bahwa Power Point merupakan cara yang mudah, efektif dan

efisien dalam pembelajaran materi Biologi, 5) keinginan agar peserta didik mendapat kemudahan

Page 124: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

111

memahami dalam mengidentifikasi gambar bagian-bagian organ tubuh manusia dan 6) file

materi Power Point dapat diberikan pada peserta didik untuk dipelajari secara mandiri di rumah.

Agar pembelajaran menjadi menyenangkan maka dalam kegiatan pembelajaran

digunakan teknik ‘EKSTEKI’ berupa tayangan teka-teki yang dipadukan dalam program Power

Point untuk mempermudah peserta didik dalam memahami materi berupa gambar-gambar organ

sistem pengeluaran. Penentuan di kelas IX D, sebagai awal pembelajaran pada semester gasal

tahun pelajaran 2013/2014 meskipun peserta didiknya belum dikenal secara langsung menjadi

tantangan tersendiri untuk mencapai keberhasilan dalam penelitian ini.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dalam penelitian ini diambil judul:

Penggunaan ‘EKSTEKI’ Dikombinasikan dengan Power Point untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Biologi Pada Peserta Didik Kelas IX D Melalui Kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1

Jember Tahun Pelajaran 2013/2014.

METODE

Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kwalitatif yaitu suatu tindakan guru yang

diberikan dalam upaya perbaikan pelaksanaan pembelajaran di kelas yang memiliki masalah

pembelajaran. Bentuk penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdiri dari 3 siklus.

PTK dilakukan melalui kegiatan Lesson Study (LS) yang terdiri dari kegiatan Plan, Do, dan See.

LS dilakukan dalam forum MGMP SMP Negeri 1 Jember. Kegiatan Plan dalam bentuk seminar

proposal yang disertai dengan penjelasan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan

digunakan dalam tindakan kelas. Pelaksanaan Do pada siklus I dilaksanakan dengan diobservasi

oleh asesor Penilaian Kinerja Guru (PKG) IPA dan beberapa guru sebagai observer. Pelaksanaan

Do pada siklus II dan III dilaksanakan dengan diobservasi oleh beberapa guru. Demikian juga

kegiatan See dilakukan di forum MGMP IPA Wilayah Tengah Kabupaten Jember. Subyek

penelitian adalah peserta didik kelas IX D semester 5 Tahun Pelajaran 2013/2014 yang

berjumlah 34 peserta didik. Instrumen penelitian yang digunakan terdiri dari:

Page 125: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

112

1. Postes berupa soal uraian yang terdiri dari 6 butir untuk siklus I, 8 butir untuk siklus II

dan 6 butir untuk siklus III. Postes dilengkapi dengan kisi-kisi soal untuk mendapatkan

validitas internal/content vadidity (terlampir dalam RPP);

2. Lembar Observasi Aktivitas Guru dalam pembelajaran dengan pendekatan Contekstual

Teaching and Learning (CTL);

3. Lembar observasi langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dalam RPP;

4. Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik untuk mengukur aktivitas belajar yang diambil

dari form penilaian kurikulum SMP Negeri 1 Jember menyatu dengan lembar penilaian

kognitif dan ketrampilan sosial.

Jadwal Penelitian

Agenda pertama yang dilakukan peneliti adalah mengikuti kegiatan desiminasi hasil

kegiatan seminar tentang Lesson Study di sekolah dalam bentuk Musyawarah Guru Mata

Pelajaran (MGMP) SMP Negeri 1 Jember pada bulan Juli 2013 yang dihadiri oleh Kasi

Kurikulum Dinas Pendidikan Kabupaten Jember Tatang Prijanggono, SPd., MPd. dan

didampingi Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Jember. Sebagai tindak lanjut MGMPS, dilaksanakan

penyusunan proposal dalam bentuk kegiatan LS Berbasis Sekolah. Kegiatan LS disepakati

bersama dengan dewan guru SMP Negeri 1 Jember yang akan ditindaklanjuti dengan kegiatan

Plan, Do, dan See. Kegiatan Pra Siklus dilakukan oleh peneliti pada tanggal 22 Juli 2013,

mengadakan pretes pada 6 kelas IX yang dibina oleh peneliti yaitu kelas IX A sampai IX F untuk

menentukan kelas yang akan diteliti. Dari hasil pretes kemudian dihitung nilai rerata pretes dan

ditentukan kelas yang akan diteliti.

Jadwal penelitian Siklus I

a) Plan

Dilaksanakan pada tanggal 24 Juli 2013, dihadiri oleh Kepala Sekolah dan 20 guru.

Peneliti memaparkan RPP, LDS, soal postes untuk materi Ginjal dan intrumen yang

diperlukan pada siklus I. Dalam kegiatan plan peserta MGMPS memberi masukan:

1. Mawan Eko Defrianto, S.Pd.: Mengindonesiakan ‘tubulus’ pada ginjal dengan

‘saluran’.

Page 126: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

113

2. Dra. Tutuk Mudjiastuti, S.Pd.: Dalam RPP disarankan untuk dilakukan penilaian

karakter yang akan diamati.

3. Dra. Heny Yudyastuti, M.Pd.: Dalam membuat kisi-kisi soal postes disarankan agar

dibuat indikator RPP selain indikator soal, karena soal postes digunakan untuk

mengukur ketercapaian indikator RPP.

b) Do

Dilaksanakan pada tanggal 20 Agustus 2013. Dalam pelaksanaan Do dilaksanakan

kegiatan pembelajaran Siklus I yang bersamaan dengan kegiatan Penilaian Kinerja Guru

(PKG) oleh assesor PKG IPA, Mei Sudarti, S,Pd. dibantu oleh: Dra. Tutuk Mudjiastuti S.Pd.

(sebagai observer guru dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL); Drs Sutrisno Hadi

(sebagai observer langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dalam RPP): Destrika

Kumalasari, mahasiswa PPL di SMP Negeri 1 Jember dari FKIP UNEJ (sebagai observer

aktivitas pesta didik dalam pembelajaran) dan Fajar Shodiq, A.Md. (sebagai petugas

dokumentasi).

c). See

Dilaksanakan setelah selesai kegiatan Do, masing-masing observer memberikan data

hasil observasi melalui instrumen yang sudah diperoleh. Pembahasan hasil evaluasi dari

masing-masing lembar instrumen didiskusikan bersama guru serumpun. Peneliti mendapat

masukan agar pembuatan LDS disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan indikator

pencapaian dalam RPP.

Jadwal penelitian siklus II adalah sebagai berikut:

a). Plan

Dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 2013. Dalam kegiatan Plan dipaparkan RPP

yang sudah direvisi berdasarkan hasil masukan pada See siklus I, LDS dan soal postes untuk

materi Kulit dan semua instrumen yang digunakan untuk siklus II, pada kegiatan forum

MGMPS.

Page 127: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

114

b). Do

Dilaksanakan tanggal 27 Agustus 2013. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran Siklus II

dibantu oleh: Susi Hidayanti, S.Pd. (sebagai observer guru dalam pembelajaran dengan

pendekatan CTL); Ainul Yakin, S.Pd. (sebagai observer langkah-langkah pelaksanaan

pembelajaran dalam RPP), Rohmad, S.Pd. (sebagai observer aktivitas peserta didik dalam

pembelajaran) dan Aditya Pratama, S.Kom. (sebagai petugas dokumentasi).

c). See

Dilaksanakan setelah selesai kegiatan Do, masing-masing observer memberikan data

hasil observasi melalui instrumen yang diperoleh. Pembahasan hasil evaluasi dari masing-

masing lembar instrumen didiskusikan bersama guru serumpun. Peneliti mendapat masukan

agar digunakan teknik ‘EKSTEKI’ pada tahap konfirmasi kegiatan pembelajaran untuk

memudahkan peserta didik memahami dan menghafal bagian-bagian organ yang berupa

gambar.

Jadwal penelitian siklus III sebagai berikut:

a). Plan

Dilaksanakan pada tanggal 28 Agustus 2013. Dalam kegiatan Plan dipaparkan RPP

yang sudah direvisi berdasarkan hasil masukan pada See siklus II, LDS dan soal postes

untuk materi Hati dan Paru-paru dan semua instrumen yang digunakan untuk siklus III, pada

kegiatan forum MGMPS.

b). Do

Dilaksanakan tanggal 28 Agustus 2013. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran

Siklus III yang dibantu oleh: Dra. Heny Yudyastuti, M.Pd. (sebagai observer guru dalam

Page 128: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

115

pembelajaran dengan pendekatan CTL); Susi Hidayanti, S.Pd. (sebagai observer langkah-

langkah pelaksanaan pembelajaran dalam RPP), Rohmad, S.Pd. (sebagai observer aktivitas

peserta didik dalam pembelajaran) dan Ainul Yakin, S.Pd. (sebagai petugas dokumentasi).

c). See

Dilaksanakan pada tanggal 2 September 2013, masing-masing observer memberikan

data hasil observasi melalui instrumen yang diperoleh. Pembahasan hasil evaluasi dari

masing-masing lembar instrumen didiskusikan bersama guru serumpun.

Analisa data yang digunakan adalah analisa kwantitatif yang diperoleh dari prosentase data

masing-masing intrumen penelitian dan diubah dalam bentuk data kwantitatif. Secara sederhana

prinsip penghitungan prosentase sesuai dengan rumus berikut:

Nilai Prosentase = x 100 % (1)

NA = Nilai yang diperoleh

Nmaks = Nilai maksimal

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hasil belajar peserta didik, aktivitas guru dan aktivitas peserta didik dalam

pembelajaran yang diperoleh dari instrumen-instrumen yang telah dipersiapkan sebelumnya

ditunjukkan pada grafik berikut:

Page 129: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

116

Pembahasan hasil belajar, aktivitas guru dan aktivitas peserta didik untuk tiap-tiap siklus dapat

dijelaskan sebagai berikut:

SIKLUS I

Evaluasi Hasil Belajar

Ketuntasan klasikal hasil belajar pada siklus I dari hasil postes adalah 87,5 % dari KKM = 79.

Selanjutnya ketuntasan dari masing-masing soal dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. soal no1, Hasil ekskresi ginjal, tuntas, ketercapaian klasikal 93 % (KKM soal 82);

2. soal no2, Gambar sistem pembentukan urine, tuntas, ketercapaian klasikal 92 %, (KKM

soal 80);

3. soal no 3, Fungsi ginjal, tuntas, ketercapaian klasikal 80 %, (KKM soal 77);

4. soal no 4, Struktur ginjal, tidak tuntas, ketercapaian klasikal 77 % ( KKM soal 79);

5. soal no 5, Gambar bagian-bagian korteks, tuntas, ketercapaian klasikal 83 % ( KKM soal

78);

6. soal no 6,Gambar bagian-bagian modulla, tuntas, ketercapaian klasikal 100 % ( KKM

soal 78).

Penyebab ketidak tuntasan pada soal no 4, ditemukan ketidaksesuaian antara materi diskusi

struktur ginjal pada LDS dengan soal struktur ginjal yang diberikan pada postes. Pada LDS

ditampilkan gambar ginjal di mana peserta didik harus mengidentifikasi 5 bagian ginjal sesuai

dengan nomornya, sedangkan pada soal postes peserta didik hanya diminta mengidentifikasi 3

bagian ginjal sesuai dengan nomornya. Hal ini yang membuat peserta didik bingung meskipun

dalam tahap konfirmasi sudah diberikan penguatan konsep secara berulang-ulang.

Evaluasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran

Berdasarkan lembar pengamatan guru dalam pendekatan CTL, diperoleh hasil baik, 3,41

dengan skala 0 - 4 atau 85%. Rincian perolehan nilai sebagai berikut: 1) Apersepsi mendapat

Page 130: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

117

nilai 3,25, 2) penggunaan metode mendapat nilai 3,5, 3) penggunaan strategi mendapat nilai

penggunaan media 3, 4) mendapat nilai 3,25, 5) penguasaan kompetensi mendapat nilai 3,5,

6) pembelajaran menyenangkan mendapat nilai 3, 7) keterkaitan metode dengan pengembangan

kecakapan mendapat nilai 3,75, 8) refleksi mendapat nilai 3,5, 9) penilaian mendapat nilai 3,

penggunaan bahasa mendapat nilai 3,75 dan 10) rasa percaya diri mendapat nilai 3,5.

Berdasarkan lembar pengamatan langkah-langkah pelaksanaan RPP: Kegiatan pendahuluan

(apersepsi dan motivasi )mendapat nilai amat baik, kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi) mendapat

nilai baik, konfirmasi mendapat nilai cukup dan kegiatan penutup mendapat nilai cukup. Hal

yang perlu mendapat perhatian adalah guru perlu meningkatkan dalam memberi kesempatan

peserta didik untuk menilai diri sendiri (self assesment) dan menilai antar teman ( peer

assesment) dan harus meningkatkan penguasaan pengelolaan waktu.

Evaluasi Aktivitas Peserta Didik dalam Pembelajaran

Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik yang ada diperoleh nilai aktivitas-aktivitas

karakter dan keterampilan sosial peserta didik sebagai berikut: Nilai karakter klasikal peserta

didik mendapat nilai 86 dan nilai ketrampilan sosial mendapat nilai 91. Rerata nilai klasikal

aktivitas peserta didik pada siklus I adalah 88,5. Hal yang perlu mendapat perhatian adalah guru

harus berupaya untuk meningkatkan bimbingan agar peserta didik mau bertanya jika tidak

memahami materi pembelajaran, sehingga dapat menjawab pertanyaan dengan baik sesuai

dengan kompetensi.

SIKLUS II

Evaluasi Hasil Belajar

Ketuntasan klasikal hasil belajar pada siklus I hasil postes adalah 89,6 % dari KKM = 79.

Selanjutnya ketuntasan dari masing-masing soal dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. soal no1, Hasil ekskresi kulit, tuntas, ketercapaian klasikal 100 % (KKM soal 81);

2. soal no2, Fungsi kulit, tuntas, ketercapaian klasikal 83 %, (KM soal 77);

3. soal no 3, Gambar struktur kulit, tuntas, ketercapaian klasikal 99 %, (KKM soal 79);

Page 131: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

118

4. soal no 4, Gambar letak kelenjar keringat, tidak tuntas, ketercapaian klasikal 62 % (KKM

soal 78);

5. soal no 5, Komposisi keringat, tuntas, ketercapaian klasikal 98 % (KKM soal 79);

6. soal no 6, Gangguan pada kulit, tuntas, ketercapaian klasikal 96 % (KKM soal 80).

Soal no 4, meskipun antara Gambar letak kelenjar keringat pada materi yang didiskusikan

pada LDS dengan materi pada soal postes sama hanya urutan pelabelannya dibalik meskipun

dalam tahap konfirmasi sudah diberikan penguatan konsep secara berulang-ulang. Sehingga guru

perlu menggunakan ‘EKSTEKI” untuk memudahkan peserta didik memahami materi yang

berupa gambar.

Evaluasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran

Berdasarkan lembar pengamatan guru dalam pendekatan CTL, diperoleh hasil baik, 3,75

dengan skala 0 - 4 atau 93,8%. Dengan rincian perolehan nilai sebagai berikut: 1) Apersepsi

mendapat nilai 3,75, 2) penggunaan metode mendapat nilai 4,0, 3) penggunaan strategi mendapat

nilai 4,0, 4) penggunaan media mendapat nilai 3,75, 5) penguasaan kompetensi mendapat nilai

3,50, 6) pembelajaran menyenangkan mendapat nilai 3,50, 7) keterkaitan metode dengan

pengembangan kecakapan mendapat nilai 3,75, 8) refleksi mendapat nilai 3,75, 9) penilaian

mendapat nilai 3,25, 10) penggunaan bahasa mendapat nilai 4,0 dan rasa percaya diri mendapat

nilai 4,0,

Berdasarkan lembar pengamatan langkah-langkah pelaksanaan RPP: 1) Kegiatan

pendahuluan (apersepsi dan motivasi) mendapat nilai amat baik, 2) kegiatan inti (eksplorasi,

elaborasi dan konfirmasi) mendapat nilai baik, dan 3) kegiatan penutup mendapat nilai baik. Hal

yang perlu mendapat perhatian adalah guru perlu meningkatkan dalam memberi bimbingan pada

peserta didik untuk membuat rangkuman dan kesimpulan.

Evaluasi Aktivitas Peserta Didik dalam Pembelajaran

Berdasarkan Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik yang ada diperoleh nilai aktivitas-

aktivitas karakter dan keterampilan sosial peserta didik sebagai berikut: Nilai karakter klasikal

Page 132: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

119

peserta didik mendapat nilai 87 dan nilai ketrampilan sosial mendapat nilai 90. Rerata nilai

klasikal aktivitas peserta didik pada siklus I adalah 88,5. Hal yang perlu mendapat perhatian

adalah guru mengingatkan peserta didik bahwa selama proses pembelajaran guru mengadakan

penilaian karakter dan ketrampilan sosial.

SIKLUS III

Evaluasi Hasil Belajar

Ketuntasan klasikal hasil belajar pada siklus I hasil postes adalah 93,5 % dari KKM = 79.

Selanjutnya ketuntasan dari masing-masing soal dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. soal no1,Fungsi hati, tuntas, ketercapaian klasikal 85 % (KKM soal 77);

2. soal no2,Gambar letak kelenjar empedu, tuntas, ketercapaian klasikal 98 %, (KM soal

79);

3. soal no 3, Fungsi empedu, tuntas, ketercapaian klasikal 94 %, (KKM soal 79);

4. soal no 4,Gangguan pada hati, tuntas, ketercapaian klasikal 100 % (KKM soal 80);

5. soal no 5, Hasil ekskresi paru-paru, tuntas,ketercapaian klasikal 96 % (KKM soal 96);

6. soal no 6, Gambar bagian-bagian paru-paru, tuntas, ketercapaian klasikal 96 % (KKM

soal 80);

7. soal no 7, Cara kerja paru-paru, tuntas, ketercapaian klasikal 85 % (KKM soal 77);

8. soal no 8, Gangguan pada paru-paru, tuntas, ketercapaian klasikal 94 % (KKM soal

79%).

Berdasarkan hasil analisa data pada siklus III yang diperoleh dari hasil postes ditemukan

ketuntasan secara klasikal.

Evaluasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran

Berdasarkan lembar pengamatan guru dalam pendekatan CTL, diperoleh hasil baik, 38,2

dengan skala 0 - 4 atau 95,0%. Dengan rincian perolehan nilai sebagai berikut: 1) Apersepsi

mendapat nilai 4,0, 2) penggunaan metode mendapat nilai 4, 3) penggunaan strategi mendapat

nilai 4, 4) penggunaan media mendapat nilai 3,75, 5) penguasaan kompetensi mendapat nilai

Page 133: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

120

3,50, 6) pembelajaran menyenangkan mendapat nilai 3,50, 7) keterkaitan metode dengan

pengembangan kecakapan mendapat nilai 3,75, 8) refleksi mendapat nilai 3,75, 9) penilaian

mendapat nilai 3,25, dan 10) penggunaan bahasa mendapat nilai 4 dan rasa percaya diri

mendapat nilai 4.

Berdasarkan lembar pengamatan langkah-langkah pelaksanaan RPP: Kegiatan pendahuluan

(apersepsi dan motivasi) mendapat nilai amat baik, kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi dan

konfirmasi) mendapat nilai baik, dan kegiatan penutup mendapat nilai baik.

Evaluasi Aktivitas Peserta Didik dalam Pembelajaran

Berdasarkan Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik yang ada diperoleh nilai aktivitas-

aktivitas karakter dan keterampilan sosial peserta didik sebagai berikut: Nilai karakter klasikal

peserta didik mendapat nilai 87 dan nilai ketrampilan sosial mendapat nilai 91. Rerata nilai

klasikal aktivitas peserta didik pada siklus I adalah 89,0.

Pembahasan untuk Siklus I, II dan III

Dari hasil pembahasan siklus I,II dan II di atas diperoleh adanya peningkatan hasil belajar

dari siklus I ke siklus II sebesar 2,1 % dan peningkatan hasil belajar dari siklus II ke siklus III

sebesar 3,9 %. Peningkatan hasil belajar peserta didik tersebut disebabkan oleh: a) peningkatan

aktivitas guru menyebabkan aktivitas peserta didik meningkat, b) penerapan “EKSTEKI’

menyebabkan peserta didik mengalami kemudahan dalam memahami dan dapat meningkatkan

kemampuan peserta didik dalam mempelajari bagian organ yang berbentuk gambar dan

c.) penggunaan ‘EKSTEKI’ menimbulkan rasa senang pada peserta didik sehingga proses

pembelajaran menjadi lebih konsentrasi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa

penggunaan ‘EKSTEKI’ Dikombinasikan dengan Power Point dapat meningkatkan hasil belajar

Page 134: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

121

biologi pada peserta didik kelas IX D melalui kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember

tahun pelajaran 2013/2014.

Daftar Pustaka

Purwoko, dkk. 2009. IPA Terpadu SMP dan MTs untuk Kelas IX. Jakarta: Yudhistira.

Sakiyono. 2007. IPA Biologi 3 SMP dan MTs untuk Kelas IX. Jakarta: Esis.

Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Suyitno, Imam. 2011. MemahamiTindakanPembelajaran Cara Mudah dalam Perencanaan PTK.

Jakarta: Refika Aditama.

Yukaliana. 2009. Mandiri Biologi SMP dan MTs untuk Kelas IX. Jakarta: Erlangga.

Page 135: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

122

Implemenasi Model Peningkatan Kompetensi Guru Sains SMA

melalui Bimbingan Teknis Terintegerasi Berbasis Lesson Study

di Kota Palangka Raya

Komang G. Suastika1, I Nyoman Sudyana1, Liswara Neneng1

1Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Palangka Raya

email: [email protected]

Abstrak: Salah satu penyebab rendahnya nilai UN adalah proses pembelajaran yang belum berkualitas. Hasil

Penelitian Pemetaan Mutu Pendidikan tahun 2011 menemukan bahwa guru belum sepenuhnya

memahami materi ajar dan bagaimana merancang silabus, RPP serta media pembelajaran yang dapat

mendorong siswa aktif dalam kelas. Karena itu perlu adanya program pendampingan guru-guru di

Kalimantan Tengah oleh para ahli dan praktisi pendidikan. Pendampingan tersebut dilaksanakan melalui

kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat. Diambilnya Kota Palangka Raya sebagai tempat pelaksanaan

kegiatan dengan sasaran SMAN-1 dan SMA Nusantara Palangka Raya mengingat Kota Palangka Raya

sebagai barometer pendidikan di Kalimantan Tengah. Luaran yang diharapkan dari implementasi

model peningkatan kompetensi guru sains SMA ini adalah (a) penguasaan konsep materi yang telah

dipetakan dalam Penelitian Pemetaan Mutu Pendidikan Tahun 2011 yang terjadi dalam proses

pembelajaran mata pelajaran Ujian Nasional SMA di Provinsi Kalimantan Tengah, (b) penguatan

perancangan dan implementasi perangkat pembelajaran sains berbasis lesson study dan (c) adanya

sebuah model Theacher Quality Improvement Program yang berbasis Lesson Study. Hasil workshop dan

implementasi Model Peningkatan Kompetensi Guru Sains SMA Melalui Bimbingan Teknis Terintegrasi

Berbasis lesson study Di Kota Palangka Raya dapat meningkatkan pencapaian kompetensi mata pelajaran

sains di SMAN-1 Palangka Raya dan SMA Nusantara Palangka Raya. Upaya ini diketahui dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas. Hal itu didasarkan pada prinsip lesson study yang

dilakukan secara kolegalitas, kolaborasi antara guru yang sebidang untuk menghasilkan teaching

material yang baik, terjadi diskusi dan sharing untuk meningkatkan pemahaman materi ajar.

Kata kunci: model, kompetensi, lesson study, sains.

PENDAHULUAN

Kota Palangka Raya merupakan salah satu ibukota dari 14 Kab/Kota di Propinsi

Kalimantan Tengah. Dalam hal mutu pendidikan di Kota Palangka Raya, berdasarkan

hasil Ujian Nasional (UN) mata pelajaran sains (fisika, kimia dan biologi) dari sejak

tahun 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013 dari dua sekolah yang diambil sebagai mitra

dalam kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) yaitu SMAN 1 dan SMA

Page 136: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

123

Nusantara Palangka Raya cendrung mengalami fluktuasi dan di tahun 2013 ke -3

mata pelajaran tersebut mengalami penurunan, hal ini nampak pada tabel 1 dan

tabel 2.

Tabel 1 Nilai rata-rata UN Mata Pelajaran IPA SMAN 1 Palangka Raya Tahun 2009-2013

Tahun Nilai

Fisika Kimia Biologi

2009 8.23 8.21 7.75

2010 6.49 6.50 4.70

2011 7.87 8.53 7.27

2012 4.90 8.48 7.38

2013 4.03 4.95 4.60

Sumber: TU SMAN 1 Palangka Raya

Tabel 2 Nilai rata-rata UN Mata Pelajaran IPA SMA Nusantara Palangka Raya Tahun 2009-2013

Tahun Nilai

Fisika Kimia Biologi

2009 8.70 8.87 6.11

2010 8.19 5.10 3.45

2011 7.81 6.73 7.40

2012 7.33 7.99 7.30

2013 5.81 4.02 5.40

Sumber: TU SMA Nusantara Palangka Raya

Salah satu penyeebab rendahnya mutu lulusan adalah belum efektifnya proses

pembelajaran. Proses pembelajaran selama ini belum mengarah pada konteks

pembelajaran bermakna, dan masih terlalu berorientasi terhadap penguasaan teori dan

Page 137: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

124

hafalan yang menyebabkan kemampuan belajar peserta didik menjadi terhambat. Metode

pembelajaran yang terlalu berorientasi pada guru (teacher oriented) cenderung

mengabaikan hak-hak dan kebutuhan, serta pertumbuhan dan perkembangan anak,

sehingga proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan, dan mencerdaskan

kurang dioptimalkan

Bertitik tolak bahwa dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), pelaku utamanya

adalah guru bersama siswa di kelas, maka sangat mendesak untuk dilakukan langkah-

langkah nyata memecahkan masalah-masalah dan akar masalah terkait dengan perbaikan

mutu pembelajaran melalui implementasi peningkatan kompetensi guru melalui bimbingan

teknis yang berbasis kaji tindak.

Berdasarkan faktor-faktor penyebab, masalah utama yang terjadi di Kota Palangka

Raya adalah proses belajar yang belum sesuai dimana guru yang lebih dominan dalam kelas.

Siswa cenderung pasif. Padahal makna pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme

meliputi empat tahap yaktu:

1. tahap apersepsi ( mengungkap konsepsi awal dan membangkitkan motivasi belajar peserta

didik),

2. tahap eksplorasi.

3. tahap diskusi dan penjelasan konsep, dan

4. tahap pengembangan dan aplikasi konsep [1]

Dengan demikian, kegiatan bimbingan teknis terintegerasi berbasis lesson study

dimaksudkan untuk menghasilkan Model Pengembangan Mutu Pendidikan di Kota

Palangka Raya. Model ini berupa pengembangan perangkat pembelajaran (RPP, Silabus dan

Media Pembelajaran) dan implementasinya di ruang kelas. Model ini diimplementasikan di 2

sekolah m i t r a di Kota Palangka Raya yaitu : SMAN-1 Palangka Raya dan SMA Nusantara

Palangka Raya

Solusi-solusi dalam pengembangan model dapat dirangkum menjadi Model

Pengembangan Mutu Pendidikan melalui Implementasi Model Peningkatan Kompetensi

Guru yang berbasis lesson study, dimana merupakan salah satu bentuk kegiatan pengembangan

Page 138: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

125

profesional guru yang bercirikan guru membuka pelajaran yang dikelolanya untuk teman

sejawat lainnya sebagai observer, sehingga memungkinkan guru-guru dapat membagi

pengalaman pembelajaran dengan sejawatnya.

Pemecahan masalah yang diterapkan dalam kegiatan ini adalah pengembangan model

pembelajaran yang mengacu pada Lesson Study model Lewis (2002) [2]. Rencana yang dibuat

dalam lesson study adalah sebagai berikut: (a) menentukan guru model dan observer, (b)

menentukan mata pelajaran yang akan di lesson study, (c) menentukan kelas, (d) menentukan

kelompok, (e) membahas RPP dan materi pembelajaran.

Menurut Lewis (2002) [2] ide yang terkandung di dalam lesson study adalah singkat dan

sederhana, yakni jika seorang guru ingin meningkatkan pembelajaran, salah satu cara yang

paling jelas adalah melakukan kolaborasi dengan guru sebidang untuk merancang, mengamati

dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Lesson study dapat dijadika

sarana bagi guru untuk saling asah, asih dan asuh dengan asumsi bahwa hasil pemikiran banyak

orang akan lebih baik dari pada hasil pemikiran satu orang saja. Seorang guru yang ingin

meningkatkan kompetensinya dalam pembelajaran akan lebih baik melakukan kolaborasi dengan

guru yang sebidang.

METODE

Metode yang digunakan dalam menerapkan Model Peningkatan Kompetensi Guru Sains di Kota

Palangkaraya melalui Bimbingan Teknis Terintegrasi Berbasis Lesson Study meliputi :

(1) Pendidikan dan Latihan (Diklat) Peningkatan Kompetensi Guru Sains

(2) Kaji Tindak ( Action Research ) Pembelajaran melalui Lesson Study

(3) Fokus Group Discussion (FGD) perumusan tindak lanjut kebijakan pengembangan mutu pendidikan

di Kota Palangka Raya

Diklat Peningkatan Kompetensi Guru Sains SMA

Peserta Diklat

Peserta diklat adalah guru-guru mata pelajaran sains (Fisika, Kimia dan Biologi) di ke-2 sekolah

mitra tempat dilaksanakan PPM yaitu SMAN-1 dan SMA Nusantara Palangka Raya masing-masing 2

orang sehingga guru sains yang akan mengikuti diklat berjumlah 12 orang ditambah calon guru sains di

Page 139: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

126

masing-masing sekolah 1 orang dengan jumlah 6 orang sehingga jumlah keseluruhan 18 orang.

Materi Diklat

Materi diklat terdiri atas :

(1) Teori-teori belajar, model pembelajaran inovatif, asesmen dan pengembangan media;

(2) Penguatan Bidang studi Sains (Fisika, Kiimia dan Biologi); dan

(3) Standar Proses dan Standar penilaian.

Nara Sumber Diklat

Nara sumber diklat : (Tim pelaksana PPM Unpar yang sesuai dengan bidang studi sains (fisika, kimia

dan biologi)

Kaji Tindak Pembelajaran

Kaji tindak pembelajaran berbasis lesson study dilaksanakan dengan prinsip kolegialitas

dan mulual learning (saling belajar) diterapkan dalam berkolaborasi ketika melaksanakan lesson

study, Dengan kata lain, peserta kegiatan lesson study tidak merasa superior (merasa paling

pintar) atau inferior (merasa rendah diri). Untuk menerapkan pengetahuan konten dan pedagogi

guru sains digunakan dengan menerapkan lesson study yang terdiri dari fase-fase perencanaan

(plan), Tindakan (action) dan Pengamatan (observe) atau Do dan Refleksi (See).

Kegiatan Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan

(merencanakan), Do(melaksanakan), dan See(merefleksi) yang berkelanjutan. Dengan kata

lain, lesson study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir

(continous improvement). Skema kegiatan lesson study diperlihatkan pada Gambar 1

Gambar 1. Skema kegiatan Lesson Study

Page 140: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

127

Adapun tahap-tahap dari kegiatan Lesson Study adalah sebagai berikut.

(a) Penyusunan perangkat pembelajaran (Silabus, RPP, media pembelajaran,dan alat

evaluasi)

(b) Praktek peer teaching di depan guru-guru bidang studi yang sama,

(c) Implementasi perangkat pembelajaran di ruang kelas oleh guru yang menjadi

model.

(d) Refleksi untuk mengetahui kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatan dalam

implementasi. Selain itu, refleksi dilakukan untuk melihat peningkatan kompetensi siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemberdayaan Guru Sains di Kota Palangka Raya yang diikuti oleh guru-sains

SMAN 1 Palangka Raya dan SMA Nusantara Palangka Raya melalui Program Bimbingan

Teknis Terintegrasi berbasis lesson study, kegiatan workshop yang dilaksanakan bermanfaat

untuk meningkatkan kompetensi guru sains sekaligus dapat mempersiapkan calon guru inti

untuk bidang sains di Kota Palangka Raya. Tujuan khusus kegiatan workshop adalah untuk

dapat meningkatkan kompetensi guru dan kinerjanya dilakukan dengan cara :

1. Pembekalan dan penguatan penguasaan bahan ajar Sains;

2. Pembekalan dan penguatan penguasaan model/metode pembelajaran aktif; dan

3. Mempersiapkan calon guru inti yang nantinya dapat berperan untuk melakukan

desiminasi pada kelompok MGMP sains.

Lesson study dapat menjadi salah satu sarana dalam membangun komunitas pembelajar

di sekolah. Melalui lesson study guru secara kolaboratif berupaya untuk mempersiapkan

rancangan pembelajaran dengan menerjemahkan tujuan dan standar pendidikan dan

mengimplementasikan di kelas. Harapannya adalah guru lebih memahami kurikulum dan

terampil dalam menjabarkan kurikulum tersebut ke dalam perangkat pembelajarannya. Guru-

guru dilatih bagaimana membuat RPP yang baik, memilih model dan metode yang sesuai

dengan karakteristik materi, sampai pada teknik mengevaluasi kegiatan belajar mengajar

dikelasnya.

Page 141: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

128

1. Implementasi Kegiatan Lesson Study

Lesson study merupakan pembinaan profesi pendidik berbasis kelas dan berkelanjutan

melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-

prinsip kolegialitas yang saling belajar untuk membangun masyarakat belajar.

Secara garis besar kegiatan Lesson Study terdiri dari tiga hal, yaitu merencanakan (plan),

melaksanaan (do), dan merefleksi (see) seperti yang disajikan pada Gambar 1. Prinsip dasar

dari kegiatan ini adalah bahwa proses pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem karena

memiliki sejumlah komponen yang saling berinteraksi dan berinterelasi serta berfungsi

masing-masing untuk mencapai tujuan pembelajaran, dan membentuk kompetensi peserta

didik.

Untuk itu, agar seluruh komponen dapat berdaya guna secara efektif, maka guru sebagai

seorang yang bertugas sebagai pengelola belajar mengajar hendaknya mampu merencanakan

dan mengembangkan terhadap seluruh komponen dalam sistem belajar mengajar. Hal ini

sesuai dengan proses pembelajaran yang dirancang pada kurikulum 2013 yang mulai diuji

cobakan, dimana proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang

dilaksanakan dengan menerapkan pendekatan ilmiah [3].

Pengembangan Kurikulum 2013 dilaksanakan atas dasar beberapa prinsip utama; (1)

standar kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan; (2) standar isi diturunkan dari standar

kompetensi lulusan melalui kompetensi inti yang bebas mata pelajaran; (3) semua mata

pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan dan pengetahuan

siswa; (4) mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai; (5) semua mata

pelajaran diikat oleh kompetensi inti, dan (6) keselarasan tuntutan kompetensi lulusan, isi,

proses pembelajaran dan penilaian. Aplikasi yang taat asas dari prinsip-prinsip ini menjadi

sangat esensial dalam mewujudkan keberhasilan implementasi kurikulum 2013 [4].

Menurut Herawati S. (2013) [5] Lesson study mempunyai peran penting dalam

Implementasi Kurikulum 2013. Lebih lanjut dikatakan bahwa lesson study dapat

dimanfaatkan dalam implementasi kurikulum 2013 sebagai sarana untuk memodelkan

kepada siswa mengenai bagaimana mengembangkan karakter guru dalam belajar

membelajarkan siswa, juga dalam mengembangkan kecakapan hidup abad 21 yaitu berfikir

Page 142: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

129

(kritis dan tingkat tinggi, untuk memecahkan masalah, kreatif, dan metakognitif), bertindak

(berkomunikasi dan berkolaborasi, menggunakan teknologi informasidan komunikasi,

fleksibel dan berinisiatif) dan menjalani kehidupan (memiliki pemahaman gelobal, menjadi

warga Negara yang baik, memiliki kepemimpinan dan tanggung jawab serta siap

mengembangkan profesi berkelanjutan [5].

Dalam implementasi lesson study memperhatikan beberapa acuan dalam rangka

menjalankan sistem pembelajaran, yaitu:

1. Untuk siapa program tersebut dirancang? (siswa).

2. Kemampuan apa yang diinginkan untuk dipelajari? (tujuan).

3. Bagaimana isi pelajaran atau keterampilan dapat dipelajari dengan baik? (metode dan

kegiatan belajar mengajar).

4. Bagaimana menentukan tingkat penguasaan pelajaran yang sudah dicapai? (evaluasi)

Keempat pertanyaan pokok di atas telah nampak pada implementasi lesson study yang

dilaksanakan oleh guru model dan hal ini merupakan kerangka acuan dalam proses

perencanaan pembelajaran. Sistem tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan

guru model sebagai seorang yang bertugas sebagai pengelola belajar mengajar benar-benar

mampu merencanakan, mengembangkan dan mengevaluasi terhadap seluruh komponen

yang terdapat dalam sistem belajar mengajar.

Peningkatan kompetensi guru berdampak langsung terhadap peningkatan kompetensi

siswa. Peningkatan kompetensi guru dan siswa akan berdampak pada peningkatan mutu

pendidikan. Mutu pendidikan yang meningkat akan berakibat peningkatan nilai siswa-siswa,

khususnya di SMAN 1 dan SMA Nusantara Palangka Raya.

Page 143: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

130

Gambar 2 Guru Model sedang melakukan Open Lesson (Do) di Klas XI IPA-4

SMAN 1 Palangka Raya

Berdasarkan hasil observasi pada kegiatan lesson study di SMAN 1 Palangka Raya, seperti

tampak pada gambar 2, dimana guru model biologi sudah cukup baik dalam melaksanakan

pembelajaran biologi sesuai RPP yang sebelumnya sudah didiskusikan pada kegiatan Plan.

Secara garis besar, guru biologi yang menjadi guru model yang dipilih untuk melaksanakan

kegiatan ini sudah bisa melakukan plan, do, dan see. Ketiga kegiatan tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut.

a. Perencanaan (Planning)

Pada tahap ini, guru-guru di SMAN 1 Palangka Raya melakukan beberapa kegiatan.

Kegiatan-kegiatan tersebut adalah:

1) Menetapkan tujuan secara bersama-sama;

2) Memilih topik kajian;

3) Berbagi permasalahan yang dirasakan;

4) Mencari alternatif pemecahan; dan

5) Merancang RPP untuk pertemuan yang akan dilaksanakan.

b. Implementasi (Do)

Page 144: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

131

Pada tahap ini, guru di SMAN 1 Palangka Raya melakukan beberapa kegiatan. Kegiatan-

kegiatan tersebut adalah:

1) Seorang guru mengajar, sedangkan yang lain mengamati; dan

2) Memperlihatkan pembelajaran yang bersifat student-center;

c. Refleksi (See)

Pada tahap ini, guru di SMAN 1 Palangka Raya melakukan beberapa kegiatan. Kegiatan-

kegiatan tersebut adalah:

1) Berbagi berdasarkan fakta pada kegiatan do;

2) Diskusi yang diawali penyampaian kesan oleh guru model, dilanjutkan dengan

penyampaian temuan dari beberapa pengamat; dan

3) Membahas tindak lanjut dari hasil do dan see.

2. Kendala-kendala Implementasi Lesson Study

Secara umum pelaksanaan kegiatan lesson study di SMAN 1 Palangka Raya sudah

cukup baik. Namun demikian, masih ada beberapa kendala yang dihadapi selama

pelaksanaan kegiatan ini. Kendala-kendala tersebut seperti terdapat pada Tabel 1 dan ada

beberapa kendala lain yang dirasakan peneliti selama implementasi. Kendala-kendala

tersebut adalah sebagai berikut.

a. Pemahaman guru terhadap konsep-konsep sains masih belum sepenuhnya dikuasai.

b. Guru sains masih belum memiliki pengusaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),

penguasaan bahan ajar, penguasaan model-model pembelajaran dan penguasaan asesmen

pembelajaran.

c. Guru-guru masih terlihat canggung ketika melakukan kegiatan plan dan do. Hal ini

mungkin saja disebabkan karena kegiatan seperti ini baru bagi mereka. Mereka terbiasa

merancang dan merencanakan kegiatan pembelajaran seorang diri,sehingga ketika

merancang dan melaksanakan dibawah pengamatan rekan sejawatnya, guru terlihat

canggung.

d. Pemahaman terhadap penyusunan perangkat pembelajaran yang berbasis pada scientific

method masih belum sepenuhnya dikuasai.

Page 145: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

132

e. Siswa masih belum terbiasa dengan pembelajaran aktif dan percobaan. Hal ini

mengakibatkan tujuan yang telah dirancang sebelumnya masih ada yang belum tercapai.

f. Ketersediaan peralatan untuk kegiatan percobaan masih belum mencukupi, sehingga

pembelajaran dilaksanakan dengan jumlah anggota kelompok yang kurang ideal.

KESIMPULAN

Implementasi Model Peningkatan Kompetensi Guru Sains SMA Melalui Bimbingan

Teknis Terintegrasi Berbasis Lesson Study Di Kota Palangka Raya dapat meningkatkan

pencapaian kompetensi mata pelajaran sains di SMAN-1 Palangka Raya dan SMA Nusantara

Palangka Raya. Upaya ini diketahui dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas.

Hal itu didasarkan pada prinsip kaji tindak pembelajaran yang berbasis lesson study yang

dilakukan secara kolegalitas, kolaborasi antara guru yang sebidang untuk menghasilkan

teaching material yang baik, terjadi diskusi dan sharing untuk meningkatkan pemahaman materi

ajar.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Pelatihan Guru IPA-SMP: Implementasi

Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud.

Lewis, Catherine C. 2002. Lesson Study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change, Philadelphia,

PA: Research for Better Schools, Inc.

Loucks-Horsley, S. et al. 1990. Elementary school science for the 90's, Alexandria, VA: ASCD

Nuh, M. 2013. Sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam pencanangan berlakunya

Kurikulum 2013.

Herawati, S. 2013. Peran Lesson Study dalam Implementasi Kurikulum 2013. Makalah, Disajikan dalam

Seminar Nasional Lesson Study di Universitas Negeri Jember. 16 Desember 2013.

Page 146: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

133

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Students Teams

Achievement Division) untuk Meningkatkan Interaksi Siswa dan

Pemahaman Konsep Sistem Saraf Melalui Lesson Study

Umroatul Inayah1, Mochammad Iqbal2, Ir. Heriyanto3

1Mahasiawa Biologi FKIP Universitas Jember 2 Dosen Biologi FKIP Universitas Jember

3 Guru IPA SMP Negeri 2 Wuluhan

email: [email protected]

Abstrak: Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang termasuk

dalam pendekatan konstruktivisme yang pembelajarannya terpusat pada siswa (students centered) dan

tidak lagi terpusat pada guru (teacher centered). Sehingga dalam pembelajaran kooperatif siswa

mendapatkan kesempatan untuk membangun sendiri pemahamannya melalui interaksi dengan siswa

lain dan guru sebagai fasilitator. Penerapan model pembelajaran kooperatif melalui Lesson study (LS)

diharapkan dapat memberikan pembelajaran kolaboratif antar guru bidang studi dan berkelanjutan

untuk memecahkan serta meningkatkan proses pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif STAD

melalui Lesson study yang dilaksanakan di SMP Negeri 2 Wuluhan kelas IX C, diharapkan dapat

meningkatkan interaksi antar siswa dan pemahaman konsep siswa pada topik sistem saraf. Data

observasi Lesson study menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar kognitif siswa mengenai

pemahaman konsep siswa pada topik sistem saraf yang menggunakan STAD dan LS adalah 95,2,

sedangkan rata-rata hasil belajar kognitif siswa mengenai pemahaman konsep siswa pada topik

sebelumnya yang tanpa menggunakan STAD dan LS adalah 84,47. Selain itu data observasi Lesson

study yang menunjukkan bahwa hasil belajar afektif siswa mengenai interaksi siswa pada topik sistem

saraf yang menggunakan STAD dan LS adalah 75% dengan kriteria sangat baik, sedangkan hasil

belajar afektif siswa mengenai interaksi siswa pada topik sebelumnya yang tanpa menggunakan

STAD dan LS adalah 65% dengan kriteria sangat baik. Dari hasil analisis data tersebut diketahui

bahwa model pembelajaran kooperatif STAD dapat meningkatkan interaksi siswa serta pemahaman

konsep siswa pada topik sistem saraf sebesar ±10% yang dibuktikan dengan hasil diskusi dan posttest.

Kata kunci: lesson study, model pembelajaran kooperatif, posttest, student centered, teacher centered

PENDAHULUAN

Potensi yang dimiliki oleh siswa dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan model

pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Siswa yang berperan aktif mengindikasikan

bahwa mereka yang mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan demikian mereka secara aktif

menggunakan otak untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan,

maupun mengaplikasikan apa yang baru dipelajari ke dalam suatu persoalan yang ada dalam

kehidupan nyata (Zaini dkk, 2004).

Page 147: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

134

Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal.

Hal ini didasarkan pada beberapa karakteristik pembelajaran yang baik adalah menyenangkan,

menantang, mengembangkan keterampilan berpikir, mendorong siswa untuk bereksplorasi,

memberi kesempatan untuk sukses sehingga tumbuh rasa percaya diri, dan memberi umpan balik

dengan segera sehingga siswa tahu keberhasilan dan kegagalannya (Depdiknas, 2005).

Slavin (1990) mengemukakan bahwa pembelajaran kelompok merupakan strategi yang

efektif dalam prektek pembelajaran dan banyak dipakai oleh guru-guru IPA di Amerika. Dalam

hal ini, strategi pembelajaran kelompok telah dikembangkan menjadi model pembelajaran

kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu jenis strategi pembelajaran

yang menerapkan interaksi kelompok teman sebaya (Damon dan Phelps, 1989). Strategi ini

mengelompokkan siswa secara heterogen dengan pola anggota seorang siswa dengan

pemahaman tinggi, seorang siswa dengan pemahaman rendah dan dua atau tiga siswa dengan

pemahaman rata-rata, sehingga akan terjadi interaksi dan komunikasi diantara anggota kelompok

(Kagan, 1994).

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang di dalamnya siswa

bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan khusus atau menyelesaikan sebuah tugas. Selain

itu, pembelajaran ini dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan penting

pembelajaran yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan

keterampilan sosial (Arends, 1997). Di dalamnya terdapat komponen-komponen utama dari

pembelajaran kooperatif yang merupakan bagian integral dari setiap model pembelajaran

kooperatif. Pertama, pembelajaran kooperatif mengajak siswa bekerja bersama-sama untuk

menyelesaikan tugas-tugas, menyelesaiakan masalah, mereview kuis, mengerjakan aktivitas

laboratorium, melengkapi lembar kerja. Kedua, pengaturan siswa dalam kelompok kecil yang

heterogen menantang siswa untuk saling membantu, berbagi tugas, dan mendukung belajar

teman lainnya dalam kelompok. Ketiga, adanya saling ketergantungan positif diantara anggota

kelompok. Keempat, penumbuhan rasa tanggung jawab untuk belajar dan bekerjasama. Kelima,

terjadinya pemrosesan kelompok dalam belajar.

Page 148: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

135

Model pembelajaran kooperatif STAD sangat cocok digunakan untuk mengajarkan

konsep-konsep seperti yang terdapat dalam matematika dan IPA (Nur, 1998). Dengan demikian,

model tersebut juga cocok diterapkan di dalam Biologi. Karuru (2005) mengungkapkan bahwa

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD diperoleh beberapa temuan, antara lain

guru memperoleh pembelajaran cukup baik, dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa selama

pembelajaran, guru mampu melatihkan keterampilan proses dengan baik, mengubah

pembelajaran yang teacher centered menjadi student centered dan dapat meningkatkan proporsi

jawaban benar siswa.

Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan praktek

pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif adalah melalui LS. Lesson Study (LS)

merupakan salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran

secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual

learning untuk membangun komunitas belajar (Mulyana, 2007). Sehingga dapat meningkatkan

kualitas pendidikan. Menurut Bloom (1968), tugas pokok program-program pendidikan yang

berhubungan dengan mempelajari cara belajar yang baik (learning to learn) dan pendidikan

umum seharusnya menghasilkan perubahan-perubahan yang positif di dalam kecerdasan-

kecerdasan dasar para siswa.

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan interaksi siswa dan pemahaman konsep siswa

pada topik sistem saraf kelas IX SMP Negeri 2 Wuluhan melalui penggunaan model

pembelajaran kooperatif STAD. Hal ini didasarkan pada rendahnya kualitas proses dan hasil

belajar siswa yang disebabkan penggunaan metode atau pendekatan yang digunakan guru dalam

proses belajar mengajar. Menurut informasi guru bidang studi Biologi, selama ini penyampaian

materi pelajaran oleh guru masih didominasi dengan metode ceramah (pendekatan behaviorism),

sehingga proses pembelajaran terpusat pada guru (teacher centered) dan siswa bersifat pasif.

Sampai saat ini belum pernah dilakukan penggunaan pendekatan konstruktivisme (learning

cycle, science technology and society/sts, cooperative learning, problem posing, dll) pada mata

pelajaran Biologi kelas IX SMP Negeri 2 Wuluhan.

Page 149: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

136

METODE

Plan

Kegiatan LS diawali dengan plan yang dilaksanakan di SMP Negeri 2 Wuluhan pada

Jum’at, 04 Oktober 2013 yang dihadiri oleh beberapa guru rumpun mata pelajaran Biologi dan

dosen pembimbing. Pada saat plan disepakati penulis pertama (Umroatul Inayah) sebagai guru

model yang akan menerapkan rancangan kegiatan pembelajaran sesuai plan. Pada tahap ini

dilakukan pengkajian standar kompetensi dan kompetensi dasar, perumusan indikator dan tujuan

pembelajaran, pemilihan media pembelajaran, penyusunan skenario pembelajaran dan penulisan

RPP. Bahan ajar yang dipilih adalah Standar Kompetensi : Memahami Berbagai Sistem dalam

Kehidupan Manusia, dengan Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan Sistem Koordinasi dan Alat

Indera pada Manusia serta Hubungannya dengan Kesehatan. Tujuan yang diharapkan pada saat

pembelajaran adalah : Siswa mampu menjelaskan pengertian sistem saraf, bagian-bagian sel

saraf dan macam sel saraf, serta mekanisme terjadinya gerak biasa dan gerak refleks (kognitif).

Selain itu, siswa diharapkan berani mengungkapkan pendapatnya sendiri melalui jawaban dari

pertanyaan yang diberikan oleh guru, dapat menghargai jawaban yang disampaikan siswa

lainnya, dan mampu bekerjasama dengan anggota kelompoknya (afektif).

Pada saat plan dihasilkan rencana pelaksanaan pembelajaran beserta lembar kerja siswa

(LKS) yang akan diterapkan pada tahap do (open class). Model pembelajaran yang dipilih adalah

STAD yang akan melibatkan peran siswa.

Do

Tahap do dilaksanakan pada Selasa, 08 Oktober 2013 di SMP Negeri 2 Wuluhan.

Pembelajaran Biologi – materi Sistem Saraf dilaksanakan di kelas IX C smester ganjil

2013/2014. Kegiatan do ini dihadiri oleh guru rumpun Biologi.

Pembelajaran pada tahap open class ini diawali dengan kegiatan pengecekan kehadiran

siswa, dilanjutkan dengan pemberian nomor dada pada tiap siswa. Sebelum membuka pelajaran,

guru mengkondisikan kelas serta meminta siswa memfokuskan diri pada mata pelajaran yang

akan berlangsung. Kemudian guru menggali pengetahuan awal siswa dengan mengajukan

Page 150: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

137

beberapa pertanyaan apersepsi. Dilanjutkan dengan menuliskan konsep materi yang akan

dipelajari, indikator dan menyampaikan tujuan pembelajarannya. Kegiatan selanjutnya adalah

guru menyampaikan pokok materi yang dipelajari siswa dan memberikan kesempatan pada siswa

untuk bertanya jika ada yang belum paham. Selanjutnya guru menjelaskan tentang model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dan komponen-komponennya.

Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan pertimbangan kemampuan

akademik dan jenis kelamin secara heterogen. Setelah siswa duduk dengan kelompok masing-

masing, guru membagikan handout kepada masing-masing anggota kelompok sebagai bahan

materi yang dapat dipelajari untuk melengkapi LKS yang akan dibagikan. Kemudian guru

membagi tugas (LKS) kepada setiap kelompok dan memberikan waktu selama 30 menit kepada

siswa untuk berdiskusi dengan kelompok. Selama diskusi, guru melakukan observasi dan

membimbing kegiatan kelompok untuk memberikan arahan dan memperingatkan anggota

kelompok yang kurang aktif dalam diskusi.

Setelah kegiatan kelompok selesai, guru memberi kuis (posttest) untuk mengetahui

pemahaman konsep yang dipelajari siswa secara individual dalam kelompok. Kemudian guru

mengakhiri pembelajaran dengan membimbing siswa membuat kesimpulan yang mengacu pada

tujuan pembelajaran.

See

Kegiatan See (merefleksi) dilaksanakan langsung setelah open class yang dipimpin oleh

moderator. Moderator mengingatkan kepada observer bahwa obyek observasi adalah siswa dan

aktivitasnya selama proses pembelajaran. Kegiatan refleksi bukan kegiatan menghakimi guru.

Namun, diharapkan adanya temuan masalah, penyebabnya, dan pemberian solusi, sehingga dapat

diketahui pelajaran berharga yang dapat dipetik dari pembelajaran tersebut.

Page 151: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

138

Gambar 1. Siswa melakukan diskusi kelompok dalam STAD

Gambar 2. Siswa mengerjakan posttest

Kegiatan refleksi dimulai oleh moderator dengan memeberi ucapan selamat pada guru

model yang bersedia mengimplementasikan perangkat pembelajaran yang telah disusun bersama.

Selanjutnya moderator memberi kesempatan kepada guru model untuk menyampaikan

pengalaman mengajarnya, melakukan refleksi apakah pembelajaran sudah dilaksanakan sesuai

dengan RPP yang dibuat pada saat plan ? Guru model menjelaskan perasaannya waktu mengajar,

ketercapaian keterlaksanaan pembelajaran, kesesuaian langkah pembelajaran dengan RPP yang

dipersiapkan dan hasil pengamatan selama proses pembelajaran. Pada kegiatan do, penulis (guru

model) belum melakukan beberapa langkah pembelajaran (seperti pada RPP), belum melakukan

refleksi terhadap siswa mengenai kegiatan pembelajaran dan belum melakukan kegiatan

membaca secara bersama.

Page 152: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

139

Selanjutnya penyampaian hasil observasi dari semua observer tentang kegiatan belajar

siswa, diantaranya sebagai berikut :

Bagaimana kesiapan belajar peserta didik ? (respon ketika guru mempersiapkan

belajar siswa)

Bagaimana interaksi yang terjadi dalam pembelajaran : siswa dengan siswa lain, dan

siswa dengan guru ? (kapan dimulai dan sampai kapan terjadi)

Mengapa siswa tidak belajar / konsentrasi ?

Bagaimana jalan keluar mengatasi siswa yang tidak belajar ?

Bagaimana siswa terlibat dalam kegiatan penutup (melakukan refleksi, merangkum,

dan sebagainya) ?

Pelajaran apa yang dapat dipetik dari kejadian tersebut ?

Kritik dan saran disampaikan secara bijak tanpa merendahkan guru (80% memuji,

20% memberikan masukan / saran dan kritikan yang bersifat positif)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Observasi

Hasil observasi berikut didasarkan pada lembar pengamatan LS.

Kegiatan Pendahuluan

Bagaimana kesiapan belajar peserta didik ? (respon ketika guru mempersiapkan

belajar siswa)

Pada awal pembelajaran hampir 85% siswa telah siap dan antusias dan 15% lainnya

belum siap. Hal ini terlihat pada saat pembagian kelompok heterogen, terdapat beberapa

siswa yang tidak mau bergabung dengan kelompok, karena tidak suka dengan anggota

kelompoknya.

Bagaimana kondisi / respon siswa ketika guru menyampaikan kegiatan apersepsi /

motivasi / pemanasan berpikir / advance organizer

Siswa merespon dengan baik, terbukti dengan Kris Cahyanti yang menjawab pertanyaan

apersepsi dengan sigap, cepat dan tepat. Kemudian ketika guru meminta beberapa siswa

Page 153: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

140

untuk melengkapi jawaban temannya dan menunjukkan kepada siswa lain bagian-bagian

sistem saraf pada gambar, dapat menjelaskan dengan baik.

Kegiatan Inti

Bagaimana interaksi yang terjadi dalam pembelajaran : siswa dengan siswa lain,

dan siswa dengan guru ? (kapan dimulai dan sampai kapan terjadi)

Interaksi yang terjadi antar siswa dengan siswa lain terjadi pada saat diskusi. Hal ini

terlihat pada saat diskusi, siswa bertanya kepada temannya mengenai jawaban dan

pemecahan soal pada LKS. Kemudian siswa lain yang telah menemukan jawaban terlebih

dahulu dan lebih paham menjelaskan kepada temannya yang lain. Sedangkan interaksi

yang terjasi antara guru dengan siswa pada saat guru membuka pelajaran dan

memberikan pertanyaan apersepsi.

Siswa mana yang tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik (atau tergangggu

dalam belajar) pada hari itu ?

Siswa yang kurang bisa mengikuti pembelajaran adalah Abdul Mukti, Ahmad Vicky

Kurniawan, dan Mahendra Alhamdany.

Mengapa siswa tersebut tidak belajar / konsentrasi ? menurut anda apa

penyebabnya.

Siswa-siswa tersebut kurang bisa mengikuti pembelajaran karena kurang bisa berinteraksi

dengan teman, ada perasaan tidak enak dan minder (merasa kurang mampu) dalam

belajar.

Bagaimana usaha guru untuk mengatasi gangguan belajar tersebut ? kapan

gangguan belajar tersebut teratasi ?

Gangguan belajar pada beberapa siswa dapat teratasi ketika guru memberikan arahan dan

motivasi kepada siswa. Guru juga menjelaskan kepada siswa bahwa kegiatan diskusi

merupakan tempat bertukar informasi, pendapat dan bertanya pada teman ketika mereka

tidak mengerti atau paham (sarana interaksi dan sosialisasi). Selain itu, dengan kegiatan

diskusi diharapkan siswa lebih mudah memahami materi karena dijelaskan oleh temannya

dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Page 154: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

141

Menurut anda, alternatif apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi siswa yang

terganggu dalam belajar ?

Guru lebih sering memantau dan memberikan bimbingan lebih selama proses

pembelajaran, dan lebih sering menggunakan strategi pembelajaran dengan menggunakan

diskusi agar lebih sering terjadi interaksi positif antar siswa.

Bagaimana usaha guru dalam mendorong siswa yang tidak aktif belajar ?

Pada saat kegiatan do, siswa yang tidak aktif belajar (belum paham, namun tidak

bertanya) telah dibimbing guru secara langsung dengan menjelaskan ulang tahap demi

tahap.

Kegiatan Penutup

Bagaimana siswa terlibat dalam kegiatan penutup (melakukan refleksi,

merangkum, dan sebagainya) ?

Guru agak cepat memberikan kegiatan refleksi karena keterbatasan waktu, sebab alokasi

waktu lebih banyak pada kegiatan diskusi dan posttest.

Bagaimana respon siswa, ketika guru menyampaikan tindak lanjut pembelajaran

(seperti memberikan arahan, memberi tugas sebagai bagian dari remidi) ?

Siswa langsung menjawab “iya”, ketika guru menyampaikan tugas yang harus disiapkan

pada pertemuan yang akan datang

Hikmah Pembelajaran

Pelajaran berharga apa yang dapat Anda dipetik dari pengamatan pembelajaran

hari ini ?

Pelajaran berharga yang dapat ditemukan dari pelaksanaan do adalah :

1) Kelompok hendaknya dibagi sebelum pelaksanaan pembelajaran, yaitu sehari

sebelum pelaksanaan pembelajaran atau pada saat akhir pembelajaran materi

sebelumnya, agar siswa tidak gaduh

2) STAD maupun kegiatan pembelajaran lain dengan model diskusi perlu digalakkan

untuk meningkatkan interaksi antar siswa dan pemahaman konsep siswa

Page 155: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

142

3) Hendaknya setiap selesai pembelajaran guru melakukan refleksi dengan bertanya

kepada siswa, dan akan lebih baik lagi jika dilakukan tes tulis untuk mengetahui

kemampuan pemahaman konsep siswa yaitu dengan melakukan posttest

4) Bisa mengatur waktu dengan baik, agar pembelajaran efektif dan efisien

5) Persiapan pembelajaran akan menghasilkan kegiatan pembelajaran yang baik,

menyenangkan dan teratur

Sehingga hasil pembelajaran dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 3. Grafik Persentase Hasil Belajar Kognitif Siswa (Pemahaman Konsep Siswa)

Page 156: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

143

Gambar 4. Grafik Persentase Hasil Belajar Afektif Siswa (Interaksi antar Siswa)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif STAD pada siswa

kelas IX C SMP Negeri 2 Wuluhan Tahun Pelajaran 2013/2014 dapat meningkatkan

interaksi antar siswa dan pemahaman konsep siswa pada topik sistem saraf pada mata

pelajaran Biologi sebesar 10% yang dapat diukur dari hasil kegiatan diskusi kelompok

dan hasil pemberian kuis (posttest).

2. Respon peserta didik kelas IX C SMP Negeri 2 Wuluhan Tahun Pelajaran 2013/2014

melalui strategi pembelajaran kooperatif STAD sangat baik, hal ini dapat dilihat dari

tanggapan siswa setelah pelaksanaan pembelajaran yang lebih menyukai kegiatan diskusi,

dan antusiasme siswa dalam menjawab pertanyaan LKS.

DAFTAR PUSTAKA

Bloom, S. Benyamin. 1968. Mastery Learning. New York : Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Page 157: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

144

Damon, W., dan Pelps, E. 1989. Critical Distictions Among Three Approaches to Peer

Education. International Journal of Educational Research, 13, 9-19

Kagan, S. 1994. Cooperative Learning. San Clemente, CA : Kagan Publishing, (online), diakses

28 Oktober 2013.

Karuru, Perdy. 2005. Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA Siswa SLTP (online).

(http://www.Depdiknas.go.id/jurnal/45/perdy-karuru.htm, diakses 14 Maret 2005)

Mulyana, Slamet. 2007. Lesson Study (makalah). Kuningan : LPMP-Jawa Barat

Nur, M., Wikandari, Prima, R., Sugiarto. 1998. Teori Pembelajaran Kognitif. Surabaya : IKIP

Surabaya

Slavin, R.E. 1990. Cooperative Learning : Theory, Research, and Practice. Englewood Cliffs,

NJ : Prentice HallLinn, M. C., Songer, N. B., & Eylon, B. S. 1996. Shifts and

convergences in science learning and instruction. In R. Calfee & D. Berliner (Ed.),

Handbook of Educational Psychology, 438-490. NY: Mcmillan.

Page 158: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

145

Perbaikan Pembelajaran Pengembangan dan Telaah Kurikulum Sekolah

Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement

Divisions (STAD) Berbasis pada Lesson Study

Jekti Prihatin 1

1 Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember

email: [email protected]

Abstrak: Pembelajaran di Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember dewasa ini

umumnya menggunakan Pendekatan Student Centered Learning (SCL). Mahasiswa diminta

aktif untuk mempresentasikan hasil kajiannya secara kelompok di depan kelas. Akan tetapi,

evaluasi proses dan hasil pembelajaran yang mereka lakukan jarang diteliti. Penelitian ini

bertujuan untuk: (1) meningkatkan aktivitas dan sikap mahasiswa selama proses

pembelajaran, (2) meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Penelitian dilakukan selama tiga

bulan pada tahun ajaran 2012/2013 menggunakan Lesson Study (LS) dengan tiga siklus.

Tiap-tiap siklus dilakukan plan (merencanakan), do (melaksanakan), dan see (merefleksi)

oleh tim LS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas dan sikap mahasiswa

meningkat sebesar 5,63% dan hasil belajar mahasiswa meningkat dari Indeks Prestasi kelas

sebesar 3,65 menjadi 3,88.

Kata Kunci: Pembelajaran kooperatif tipe STAD, aktivitas, lesson study.

PENDAHULUAN

Kurikulum 2013 yang dicanangkan oleh Pemerintah mulai diterapkan tahun 2013 di SD,

SMP, dan SMA memberi dampak pada perubahan pola pembelajaran di FKIP sebagai lembaga

pencetak guru. Kurikulum 2013 lebih menyelaraskan keseimbangan aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor, serta menyiapkan peserta didik menghadapi abad ke-21. Ciri abad 21 adalah

informasi (tersedia di mana saja, kapan saja), komputasi (lebih cepat memakai mesin), otomasi

(menjangkau segala pekerjaan rutin), dan komunikasi (dari mana saja, ke mana saja). Dengan

demikian, terjadi pergeseran paradigma pembelajaran abad 21, yaitu model pembelajaran

diarahkan untuk mendorong peserta didik: (1) mencari tahu informasi dari berbagai sumber

observasi, bukan diberi tahu, (2) mampu merumuskan masalah (menanya), bukan hanya

menyelesaikan masalah (menjawab), (3) berlatih berfikir analitis (pengambilan keputusan) bukan

Page 159: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

146

berfikir mekanistik (rutin), (4) mampu bekerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan

masalah (Sidiknas Kemdikbud, 2012).

Pembelajaran biologi di kampus yang sebelumnya teacher-centered learning berubah

menjadi student-centered learning. Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional (SISDIKNAS) pasal 40 ayat (2) poin (a) menyatakan bahwa pendidik dan

tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,

menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. Pendidikan yang bermakna dapat terselenggara

jika dosen mengkaitkan materi perkuliahan dengan kondisi riil yang ada di masyarakat, sehingga

pembelajaran dapat tercapai secara optimal.

Optimalisasi kualitas pembelajaran dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan

lesson study. Perbaikan pembelajaran menggunakan lesson study dewasa ini sedang digalakkan

untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Sato (2007), menyatakan bahwa pada dasarnya ada

empat bidang dan kombinasinya yang penting dalam lesson study, yaitu guru-siswa-materi-

lingkungan belajar. Saling hubungan antara keempat bidang tersebut sangat yang rumit, sehingga

dalam satu lesson study hanya berfokus pada tema tertentu yang mengacu pada kasus-kasus

spesifik. Dalam kaitannya dengan pemilihan model pembelajaran, untuk meningkatkan

hubungan siswa – guru – materi – lingkungan belajar diperlukan pembelajaran konstruktivistik

yang mengakomodasi empat hal di atas.

Pembelajaran yang konstruktivistik antara lain adalah pembelajaran kooperatif STAD

(Student Team Achievement Divisions). Pembelajaran STAD merupakan pembelajaran

kooperatif yang paling sederhana. Menurut Johnson et al. (2000), pembelajaran kooperatif

STAD termasuk dalam kategori pembelajaran yang mudah metodenya, mudah diterapkan di

kelas, mudah pemeliharaan penggunaan metode dalam jangka panjang, dapat diaplikasikan

dalam berbagai macam pokok bahasan dan berbagai tingkatan, serta merupakan metode yang

mudah diadaptasikan terhadap perubahan kondisi.

Langkah-langkah pembelajaran STAD meliputi: (1) merumuskan tujuan, (2) memberikan

informasi, (3) membuat kelompok, (4) memberikan permasalahan untuk diselesaikan, (5)

evaluasi, dan (6) memberi penghargaan. Mahasiswa dalam kelas dibagi menjadi 4 sampai 5

orang tiap kelompok yang diacak berdasarkan jenis kelaminnya, ras atau suku, dan tingkat hasil

Page 160: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

147

belajarnya (tinggi, menengah, rendah). Menurut Slavin (1991), setelah guru memberikan

pengantar materi pelajaran, siswa diminta mengerjakan lembar kerja sesuai materi hari itu.

Adapun guru memberi tutorial dan mendorong siswa untuk aktif berdiskusi. Siswa diarahkan

untuk memahami pentingnya belajar suatu konsep daripada hanya sekedar mengisi lembar kerja.

Setelah itu, siswa diminta mengerjakan kuis. Kuis kemudian dinilai, dan masing-masing siswa

dinilai peningkatan skornya dibandingkan pencapaian sebelumnya. Siswa yang mendapatkan

skor terbaik mendapat penghargaan.

Penilaian pembelajaran tidak hanya dilakukan pada akhir pembelajaran saja. Penilaian

keseluruhan pembelajaran sebaiknya mampu mengukur kemampuan mahasiswa dari aspek

kognitif, afektif, dan psikomotor. Sesuai dengan semangat Kurikulum 2013, dosen sebaiknya

juga menilai aktivitas yang dilakukan mahasiswa selama pembelajaran, karena selama

melakukan aktivitas dapat diukur pula sikap mahasiswa.

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas mahasiswa selama proses

pembelajaran, dan meningkatkan hasil belajar mahasiswa.

METODE

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Juli 2013 pada semester genap tahun

ajaran 2012/2013 pada mata kuliah Pengembangan dan Telaah Kurikulum Sekolah. Subjek

penelitian adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Jember

semester IV sebanyak 33 mahasiswa. Pengembangan penelitian menggunakan Lesson Study

dengan 3 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari plan – do – see. Materi siklus I adalah

perbandingan KTSP dan Kurikulum 201. Materi siklus II adalah telaah buku IPA-Biologi kelas

VII dan kaitannya dengan ketercapaian SK dan KD. Materi siklus III adalah tentang kurikulum

negara berkembang dan negara maju. Perencanaan (plan) terdiri perencanaan perkuliahan

berupa penyusunan rancangan pembelajaran dan slide power point materi kuliah. Plan

dilaksanakan bersama-sama tim LS dengan metode diskusi. Masukan dari tim LS digunakan

untuk perbaikan RPP dan persiapan pelaksanaan pembelajaran (Do). Do (open class) dilakukan

menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe Students Teams Achievement Divisions

(STAD). Adapun langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut.

Page 161: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

148

a. Dosen mengemukakan tujuan pembelajaran hari itu;

b. Dosen memberikan pengarahan tentang materi hari itu yang harus didiskusikan.

c. Dibentuk kelompok-kelompok mahasiswa, masing-masing kelompok terdiri dari 4-5

mahasiswa;

d. Mahasiswa diberi suatu permasalahan yang tertuang pada lembar kerja mahasiswa (LKM).

Mahasiswa bekerja dalam kelompok dan diminta mendiskusikan masalah yang diberikan.

e. Pada akhir perkuliahan, mahasiswa diminta mempresentasikan hasil diskusinya. Sebagai tugas

portofolio, mahasiswa diminta membuat pertanyaan tentang materi yang belum dikuasai dan

membuat refleksi diri tertulis terhadap pengerjaan tugas yang diberikan.

f. Dosen memberikan penghargaan terhadap penampilan mahasiswa yang terbaik.

Beberapa dosen dalam tim LS mengamati dan mencatat jalannya pembelajaran di kelas.

See dilakukan segera setelah do dilakukan. See dilakukan menggunakan metode diskusi untuk

memberi masukan terhadap siklus LS berikutnya. Untuk keperluan dokumentasi dan umpan

balik dilakukan perekaman LS saat plan, do, see menggunakan video.

Aktivitas mahasiswa ditingkatkan menggunakan lembar kerja mahasiswa (LKM) yang

berisi permasalahan-permasalahan riil di lapangan. Penilaian proses pembelajaran dilakukan

terhadap mahasiswa yang presentasi. Sikap yang dinilai berupa kedisiplinan, kepercayaan diri,

aktivitas presentasi, kerjasama, dan kesediaan menerima pendapat. Adapun penugasan

perkuliahan dinilai menggunakan portfolio assesment. Penilaian akhir mata kuliah merupakan

gabungan dari nilai Mid Term (25%), UAS (25%), kemampuan presentasi (25%), dan portofolio

(25%).

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Proses pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif STAD secara umum

membawa dampak aktifnya pembelajaran di kelas. Mahasiswa lebih aktif karena didukung

instrumen pembelajaran yang mendorong mereka untuk aktif mencari materi pembelajaran dan

pemecahan masalah yang tercantum pada lembar kerja mahasiswa (LKM). Presentasi kelompok

Page 162: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

149

dilakukan secara bergiliran. Saat mahasiswa presentasi, dilakukan penilaian aktivitas dan sikap

mahasiswa seperti yang tercantum pada Gambar 1.

Gambar 1. Aktivitas dan sikap mahasiswa selama pembelajaran menggunakan STAD

Gambar 1 menunjukkan persentase aktivitas dan sikap mahasiswa dari siklus I, siklus II,

dan siklus III yang umumnya makin lama makin meningkat. Kedisiplinan meliputi ketepatan

pengumpulan makalah dan ketepatan pengaturan waktu presentasi. Percaya diri mahasiswa

dilihat dari gesture, kelancaran, dan keluwesan mahasiswa saat presentasi. Aktivitas presentasi

dilihat dari frekuensi berbicara dan kualitas paparan yang disampaikan. Kerjasama dilihat dari

pemerataan pembagian kesempatan berbicara dan menjawab pertanyaan. Kesediaan menerima

pendapat dilihat dari keterbukaan dalam menerima kritik dan saran serta kesantunan dalam

menjawab pertanyaan saat presentasi.

Kedisiplinan, percaya diri, dan aktivitas diskusi semakin meningkat pada siklus kedua.

Kerjasama tampak berfluktuasi, tergantung dari topik yang didiskusikan. Kesediaan menerima

pendapat baru meningkat saat siklus ketiga. Secara keseluruhan, aktivitas dan sikap mahasiswa

dalam presentasi sudah baik, karena nilai di atas 70. Kedisiplinan dan percaya diri masuk

68

70

72

74

76

78

80

82

84

86

88

90

Kedisiplinan Percaya diri Aktivitas

presentasi

Kerjasama kesediaan

menerima

pendapat

Siklus I

Siklus II

Siklus III

Page 163: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

150

kategori sangat baik, karena di atas nilai 80 pada siklus ketiga. Peningkatan keseluruhan aspek

sikap cukup kecil, yaitu rata-rata 5,63%.

Pembelajaran kooperatif STAD memiliki sintaks yang mendorong munculnya aktivitas,

kerjasama, percaya diri, kesediaan menerima pendapat saat diskusi, dan kedisiplinan (Tabel 1).

Pengerjaan tugas secara kelompok tampak membentuk kekuatan tim. Mahasiswa yang

berkemampuan akademik lebih tinggi tampak lebih mendominasi diskusi, akan tetapi mahasiswa

yang berkemampuan rendah lebih banyak menyimak dan mencatat hasil diskusi.

Tabel 1. Nilai aktivitas dan sikap mahasiswa dalam presentasi

Kondisi awal aktivitas dan sikap mahasiswa siklus I sudah dalam kategori baik,

yaitu sebesar 76,87. Pada siklus III, nilai aktivitas dan sikap mahasiswa dalam kategori

sangat baik, yaitu sebesar 82,5. Adapun peningkatan nilai akademik mahasiswa dapat

diketahui dengan membandingkan nilai rata-rata mata kuliah Pengembangan dan

Telaah Kurikulum Sekolah tahun ajaran sebelumnya, yaitu IP kelas sebesar 3,65.

Adapun rata-rata nilai mata kuliah pada penelitian ini adalah seperti yang tertera pada

Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Akhir Semester Mahasiswa Penempuh Mata Kuliah

Pengembangan dan Telaah Kurikulum Sekolah

Siklus Rerata

Siklus I 76,87 ± 7,04

Siklus II 80,00 ± 5,98

Siklus III 82,5 ± 4,63

Peningkatan Siklus I ke Siklus III

5,63

Jenis Penilaian Rerata

Mid Term (25%) 83,80 ± 10,16

UAS (25%) 83,10 ± 9,02

Portofolio (25%) 83,00 ± 2,80

Presentasi (25%) 81,30 ± 4,05

Indeks Prestasi Kelas (IPk) 3,88

Kisaran Nilai 73,20 - 89,38

Page 164: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

151

Tabel 2 menunjukkan adanya peningkatan rata-rata IP kelas dari 3,65 menjadi

3,88. Kisaran nilai juga menunjukkan hasil yang baik, karena diatas nilai 70.

PEMBAHASAN

Pada LS siklus I topik tentang Perbedaan KTSP dan Kurikulum 2013, aktivitas diskusi

pada awalnya berjalan kurang baik. Beberapa mahasiswa masih terlihat mendominasi diskusi,

dan yang lain pasif. Akan tetapi, setelah ada masukan tim LS, maka diskusi selanjutnya berjalan

lebih baik maka diskusi selanjutnya berjalan lebih baik. Misalnya, tentang pengaturan kursi saat

diskusi yang seharusnya diberi ruang kosong antara kelompok diskusi dan di tepi-tepi kelas

untuk memudahkan bergerak observer, waktu diskusi perlu ditambah, partisipasi mahasiswa

belum merata karena sibuk dengan persiapan presentasi. Selain itu, tim LS juga melihat bahwa

media LCD pada awalnya terdapat masalah sehingga media belum siap; hadiah sebagai reward

tidak terserap, karena tidak ada mahasiswa yang berprestasi paling bagus; dan ada kasus

mahasiswa saat diskusi, posisi laptop di sebelah kanan sehingga mahasiswa lain sulit melihat.

Seharusnya, letak laptop ada di tengah kelompok.

Pada LS siklus II dengan topik Telaah Buku Teks IPA SMP dan Buku Biologi,

perencanaan perkuliahan dirancang dalam bentuk RPP dengan strategi yang sama, yaitu strategi

pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pertemuan pertama menggunakan metode diskusi, dan

pertemuan kedua menggunakan metode presentasi. Masukan sesi plan dari Tim LS meliputi: (1)

Perbaikan LKM; (2) masukan antisipasi perkuliahan SMA. Saat pelaksanaan pembelajaran (do)

tampak mahasiswa belajar dengan baik, interaksi kelas cukup baik, meskipun ada 2 mahasiswa

yang asyik dengan laptopnya. Masukan dari tim LS saat See, antara lain (1) mahasiswa diminta

siap untuk keseluruhan materi yang akan dipresentasikan, tidak hanya sebagian topik saja yang

dikuasai; (2) penentuan urutan mahasiswa yang presentasi dalam satu kelompok ditentukan oleh

dosen; dan (3) media power point mahasiswa perlu diperbaiki.

Pada LS siklus III dengan topik Perbandingan Kurikulum Negara Berkembang dengan

Negara Maju, tampak puncak dari antusiasme mahasiswa yang diketahui dari banyaknya

mahasiswa yang angkat tangan saat diberikan kesempatan bertanya. Selain karena topik yang

cukup menarik, pembelajaran sudah dibenahi berdasarkan masukan dari Tim LS. Refleksi dari

Page 165: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

152

dosen model menilai bahwa tugas portofolio dilakukan sangat bagus dan lengkap; penugasan

untuk matakuliah yang sama pada tahun depan perlu dikurangi.

Penilaian akhir semester antara lain menggunakan portofolio. Semua artefak

atau hasil pekerjaan mahasiswa dikumpulkan, diurutkan, dan diberi refleksi diri.

Menurut Blumberg (2008), alat penilaian terhadap diri sendiri (self-assesment tool)

dapat menggunakan rubrik, yang dapat mulai diterapkan pada awal proses perubahan

ke arah pembelajaran berpusat pada siswa. Melalui rubrik tersebut, status siswa dapat

ditentukan dan membantu guru mengidentifikasi komponen khusus pada rubrik yang

ingin diubah. Tingkatan (grade) siswa berdasarkan rubrik memberikan gambaran

terhadap perubahan tingkah laku yang telah dibuat selama pembelajaran. Nilai rata-rata

portofolio mahasiswa pada penelitian ini sangat baik, yaitu sebesar 83. Meskipun

demikian, peningkatan skor aktivitas dan sikap mahasiswa menggunakan strategi

STAD sebesar 5,63% tampak belum menunjukkan peningkatan yang berarti.

Pengubahan perilaku (afektif) mahasiswa memang memerlukan waktu yang lama. Jika

aspek kognitif mudah dilakukan hanya pada beberapa pertemuan perkuliahan, akan tetapi sikap

mahasiswa memerlukan pembiasaan dan konsistensi yang tinggi. Adanya tim observer dalam LS

tidak dipungkiri menyebabkan meningkatnya semangat belajar mahasiswa yang ditunjukkan

dengan aktivitas dan sikap positif, karena mereka tidak mau terlihat kelemahan mereka dalam

pembelajaran. Untuk aspek aktivitas dan sikap dalam presentasi, tidak tampak perbedaan antara

mahasiswa berkemampuan akademik lemah dan akademik tinggi. Semua mahasiswa tampak

aktif dan berpenampilan baik. Bahkan, pada penelitian Adesoji & Ibraeem (2009) di bidang

matematika, menunjukkan bahwa siswa berkemampuan matematika rendah memiliki sikap

positif yang lebih baik dibandingkan siswa berkemampuan menengah dan tinggi. Hal ini dapat

dijelaskan bahwa siswa yang lebih lemah kemampuannya cenderung akan meningkatkan

performansinya saat dikelompokkan dengan siswa berkemampuan tinggi pada lingkungan

pembelajaran kooperatif. Jacobs et al., (1996), memberikan esensi strategi STAD, yaitu termasuk

ke dalam strategi pembelajaran yang mengedepankan aspek saling ketergantungan positip dalam

satu kelompok. Anggota tim yang berasal dari latar belakang dan kemampuan yang berbeda

saling melengkapi kekurangan masing-masing.

Page 166: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

153

Strategi pembelajaran kooperatif STAD memiliki efek positif terhadap mahasiswa, yaitu

meningkatkan hasil belajar kognitif mahasiswa dan meningkatkan sikap sosial. Prinsip umum

dalam pembelajaran kooperatif adalah mahasiswa bekerjasa sama dalam tim untuk mencapai

tujuan bersama. Miller & Peterson (2013) menyatakan, meskipun aktivitas pembelajaran

kooperatif memerlukan persiapan guru yang lebih banyak untuk menyiapkan materi

pembelajaran dan selalu memonitor aktivitas kelompok, akan tetapi keuntungan yang didapatkan

sangat banyak. Selain itu, Annensted (2010) menyatakan bahwa guru harus mendukung siswa

karena guru belajar bagaimana menetapkan tujuan kelompok, membagi tanggung jawab proyek,

mengelola tenggat waktu, dan masalah yang berkaitan dengan dinamika kelompok.

Pada dasarnya, strategi STAD merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa

(student-centered learning). Weimer (2002) dalam Blumberg (2008) menjabarkan 5 hal yang

diperlukan untuk mencapai hasil belajar, yaitu pemahaman materi, peran instruktur, tanggung

jawab belajar, proses dan tujuan asesmen, dan keseimbangan kekuatan. Pemahaman materi

termasuk membangun fondasi pengetahuan yang kuat dan mengembangkan keterampilan

pembelajaran dan kesadaran diri pebelajar. Peran instruktur lebih kepada peran sebagai fasiltator

daripada sebagai pengajar. Tanggung jawab belajar berpindah dari instruktur kepada siswa.

Instruktur menciptakan lingkungan pembelajaran yang memotivasi siswa untuk menerima

tanggung jawab belajar. Proses dan tujuan asesmen berubah dari hanya penilai hasil akhir

menjadi pemberi balikan dan pembantu peningkatan hasil belajar. Pembelajaran berpusat pada

siswa menggunakan asesmen sebagai bagian dari proses pembelajaran. Keseimbangan kekuatan

berubah, dengan demikian instuktur membagi beberapa keputusan tentang pelajaran dengan

siswa. Dengan demikian, instruktur dan siswa berkolaborasi dalam pembelajaran. Pada

penelitian ini, banyaknya tugas yang diberikan kepada mahasiswa sebanyak 12 tugas selama satu

semester membuat mahasiswa kesulitan membagi waktu. Selanjutnya, dosen sebaiknya bijaksana

dalam memberi tugas, mengingat bahwa hampir semua dosen di Prodi Pendidikan Biologi FKIP

Unej menerapkan student-centered learning.

KESIMPULAN

Page 167: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

154

Strategi STAD meningkatkan aktivitas dan sikap positif mahasiswa sebesar 5,63%, dari

rata-rata 76,87±7,04 menjadi 82,5±4,63 dan meningkatkan Indeks Prestasi kelas mata kuliah

Pengembangan dan Telaah Kurikulum Sekolah dari 3,65 menjadi 3,88.

DAFTAR PUSTAKA

Adesoji, F.A. & Ibraheem. 2009. Effect of Sudent-Teams Achievement Division Strategy and

Mathematics Knowledge On Learning Outcomes In Chemical Kinetics. The Journal of

International Social Research. Volume 2/6 Winter: p23.

Blumberg, P. 2008. Developing Learner-Centered Teachers: A Practical Guide for Faculty. San

Francisco: Jossey-Bass. http://www.usciences.edu/teaching/Learner-Centered/

Froyd, J. and Simpson, N. 2010. Student-Centered Learning Addressing Faculty Questions about

Student-centered Learning. http://ccliconference.org/files/2010/03/Froyd_Stu-

CenteredLearning.pdf

Jacobs, G.M, Lee, G.S., and Ball, J. 1996. Learning Cooperative Learning via Cooperative

Learning: A Sourcebook of Lesson Plans for Teacher Education on Cooperative

Learning. SEAMEO: Singapore.

Johnson, D.W., Johnson, R.T., and Stanne, M.B. Cooperative Learning Methods: A Meta-

Analysis. University of Minnesota. http://tablelearning.com/uploads/File/EXHIBIT-

B.pdf

Sato, M. 2007. Dunia Pelajaran Lesson Study Dasar. Dalam SISTTEMS (Strengthening In-

Service Teacher Training of Mathematics and Science Education at Junior Secondary

Level. Dirjen PMPTK Depdiknas – JICA.

Sidiknas-Kemdikbud. 2012. Pergeseran Abad ke 21. http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/uji-

publik-kurikulum-2013-2.

Slavin, R.E. 1991. Synthesis of Research of Cooperative Learning. Educational Leadership.

Association for Supervision and Curriculum Development.

http://www.ascd.org/ASCD/pdf/journals/ed_lead/el_199102_slavin.pdf

Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. 2nd Ed. Boston: Allyn

and Bacon.

Susilo, H. 2007. Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Assessmen dalam Strategi Kooperatif

Makalah dalam Pelatihan Pengembangan Asesmen Autentik dan Kemampuan Berpikir

Page 168: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

155

serta Implementasinya dalam Pembelajaran Kooperatif di Universitas Muhammadiyah.

Malang, 29 Januari 2007.

Michaelsen, L. K., Fink, L. D., & Knight, A. 1997. Designing Effective Group Activities:

Lessons for Classroom Teaching and Faculty Development. In To Improve the

Academy: Resourcesfor Faculty, Instructional and Organizational Development,

DeZure, D. (Ed.). Stillwater, OK: New Forums.

Miller, C.K. & Peterson, R.L. 2013. Cooperative Learning.

http://www.indiana.edu/~safeschl/cooperative_learning.pdf

Undang Undang No 20. 2003. Sistem Pendidikan Nasional.

Page 169: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

156

Implementasi model pembelajaran kooperatif jigsaw dalam

meningkatkan interaksi siswa dan pemahaman konsep pada topik

alat indera melalui lesson study

Margi Eldayanti1, Mochammad Iqbal2, Heriyanto3

1 Mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember 2 Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember

3 Guru SMP Negeri 2 Wuluhan

email: [email protected]

Abstrak: Lesson study bukan merupakan suatu metode maupun strategi pembelajaran tetapi kegiatan

Lesson study dapat menerapkan berbagai metode maupun strategi pembelajaran yang sesuai dengan

situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. Pelaksanaan Lesson study dilakukan dengan

cara berkolaborasi antar guru bidang studi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas,

melalui peran observer yang mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Lesson

study ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Wuluhan dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif Jigsaw pada topik alat indera. Jigsaw dipilih terutama untuk meningkatkan interaksi antar

siswa dalam berdiskusi, dengan adanya interaksi tersebut diharapkan siswa lebih mudah dalam

memahami konsep materi yang dipelajari. Berdasarkan hasil observasi dari observer menunjukkan

bahwa terjadi peningkatan interaksi siswa dengan kriteria sangat baik sebanyak 20%, dengan kriteria

baik sebanyak 30%. Sedangkan untuk kriteria cukup baik berkurang 28% dan untuk kriteria kurang

baik berkurang 22%. Namun, Jigsaw belum dapat secara efektif meningkatkan pemahaman konsep

tentang bagian-bagian alat indera dan fungsinya yang telah dibuktikan melalui hasil lembar kerja

kelompok (LKD) dengan rata-rata nilai LDK Jigsaw sebesar 87,5 sedangkan nilai rata-rata LDK

diskusi konvensional sebesar 88,3.

Kata kunci: Jigsaw, Lesson study, Model Pembelajaran Kooperatif

PENDAHULUAN

Penyelenggaraan pendidikan yang baik dan tepat diharapkan dapat membantu

mengimbangi berkembangnya teknologi yang semakin melesat, sehingga peningkatan kualitas

pendidikan sangat diperlukan. Proses belajar mengajar saat ini lebih disoroti dalam rangka

meningkatkan kualitas pendidikan. Menurut Nuryani (2005 : 5), proses belajar mengajar

merupakan proses yang mengandung kegiatan interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal

balik yang berlangsung dalam situasi edukasif untuk mencapai tujuan belajar. Dahulu proses

pembelajaran lebih mengutamakan pada interaksi antara guru dan siswa saja, namun akhir-akhir

Page 170: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

157

ini sangat disadari bahwa dalam proses belajar mengajar, bukan hanya interaksi antara guru dan

siswa saja yang diperlukan melainkan interaksi antara siswa satu dengan siswa lainnya juga

sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan pendidikan di sekolah bukan lagi usaha yang hanya

menanamkan ilmu berdasarakan teori saja, melainkan hal-hal lain juga perlu diajarkan pada

siswa tentang sikap dan perilakunya sebagai makhluk sosial.

Piaget dan Vygotsky mengemukakan adanya hakikat sosial dari sebuah proses belajar,

keduanya mengemukakan tentang penggunaan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan

anggota-anggotanya yang beragam sehingga terjadi perubahan konseptual. Hal itu akan

membantunya untuk melihat sesuatu dengan jelas, bahkan melihat ketidaksesuaian pandangan

mareka sendiri. Jadi, bukan lagi guru yang mendominasi, sudah saatnya siswa dapat bebas (aktif)

dalam menyampaikan pemikirannya kepada guru maupun temannya. Hal ini ditekankan oleh

Piaget bahwa belajar adalah sebuah proses aktif dan pengetahuan disusun dalam pemikiran

siswa.

Di dalam proses belajar mengajar, berfikir bukan hanya sebagai tugas utama untuk siswa,

melainkan juga untuk guru. Guru dituntut untuk memikirkan dan mengupayakan agar proses

pembelajaran yang dilaksanakannya dapat berlangsung secara optimal, efektif dan efisien sesuai

tujuan pembelajaran yang akan dicapai, dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Upaya untuk dapat mencapai proses pembelajaran tersebut, guru diharapkan dapat mampu

menciptakan inovasi-inovasi di dalam proses pembelajarannya. Bukan hal mudah, namun guru

tidak harus bekerja sendiri. Guru bisa melakukan kolaborasi dengan guru-guru lain yang

mengajar pada bidang studi sama.

Kolaborasi tersebut, dapat dilakukan melalui Lesson Study. Melalui aktivitas Lesson

study, pembelajaran dikembangkan secara bersama-sama dengan menentukan salah satu guru

untuk melaksanakan pembelajaran tersebut, sedangkan guru lainnya mengamati aktivitas belajar

siswa selama pembelajaran berlangsung. Pada akhir kegiatan, guru berkumpul kembali dan

melakukan diskusi tentang pembelajaran yang telah berlangsung, merevisi dan menyusun

program pembelajaran berikutnya berdasarkan hasil diskusi. Lesson study memberi dorongan

kepada guru untuk mengembangkan dan memperbaiki pembelajaran di kelas (Sadia, 2008).

Page 171: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

158

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW

Menurut Thompson, dalam pembelajaran kooperatif, siswa belajar bersama dalam

kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok

yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa dengan kemampuan yang heterogen (Jauhar, 2011 : 52-53).

Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari

model tersebut, salah satunya adalah Jigsaw. (Jauhar, 2011 : 53).

Jigsaw diperkenalkan oleh Areson, Blaney, Stephen , Sikes, dan Snap pada tahun 1978

(Aqib, 2013:21). Jigsaw memberikan banyak kesempatan bagi siswa untuk mengemukanakan

pendapat, mengelolah informasi yang didapat, dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi,

anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian

materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya. Berikut tahap-tahap

pembelajaran Jigsaw yang penulis terapkan di kelas IXB SMP Negeri 2 Wuluhan.

Membagi siswa dalam beberapa kelompok secara heterogen (kelompok asal)

Memberi undian pada masing-masing anggota kelompok sesuai dengan materi yang akan

dipelajari

Memberi handout materi berbeda kepada masing-masing anggota kelompok (kelompok

asal)

Memberi intruksi agar setiap siswa pada masing-masing kelompok bergabung dengan

anggota kelompok yang mendapat materi sama untuk mempelajari materi yang didapatkan

(kelompok ahli)

Membagikan Lembar Diskusi Kelompok (LDK) kepada masing-masing anggota kelompok

ahli untuk dikerjakan dengan cara berdiskusi bersama anggota kelompok

Mengintruksikan agar masing-masing anggota kelompok pada kelompok ahli kembali

bergabung menjadi kelompok asal

Meminta masing-masing anggota dari kelompok ahli menjelaskan materi yang telah mereka

diskusikan dengan kelompok ahli kepada anggota kelompok asal secara bergiliran

Meminta setiap anggota kelompok asal yang bertanggung jawab mendengarkan

Membimbing peserta didik mengambil kesimpulan masing-masing materi yang

disampaikan oleh anggota kelompok ahli ketika di kelompok asal

Page 172: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

159

METODE

Implementasi Jigsaw pada topik alat indera ini dilaksanakan melalui Lesson study. Lesson

study bukan merupakan suatu metode maupun strategi pembelajaran tetapi kegiatan Lesson study

dapat menerapkan berbagai metode maupun strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi,

kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. Lesson study terdiri atas 3 tahap, yakni

perencanaan (plan), pelaksanaan (do), refleksi (see). Melalui aktivitas Lesson study,

pembelajaran dikembangkan secara bersama-sama (kolaborasi) dengan menentukan salah satu

guru untuk melaksanakan pembelajaran tersebut, sedangkan guru lainnya mengamati aktivitas

belajar siswa selama pembelajaran berlangsung. Pada akhir kegiatan, guru berkumpul kembali

dan melakukan diskusi tentang pembelajaran yang telah berlangsung, merevisi dan menyusun

program pembelajaran berikutnya berdasarkan hasil diskusi. Lesson study memberi dorongan

kepada guru untuk mengembangkan dan memperbaiki pembelajaran di kelas (Sadia, 2008).

Penulis melaksanakan Lesson study ketika penulis sedang mengikuti program

Pemantapan Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Wuluhan. SMP Negeri 2 Wuluhan

merupakan salah satu SMP di daerah Jember selatan yang terletak jauh dari pusat kota. Penulis

melaksanakan Lesson Study dengan menggunakan model kooperatif Jigsaw untuk penyampaian

materi IPA (biologi) pada Bab Sistem Koordinasi dengan topik alat indera. Pemilihan Jigsaw,

selain untuk meminimalisir kecenderungan siswa bosan saat mengikuti pembelajaran, juga

sebagai upaya meningkatkan interaksi siswa dalam bentuk kelompok. Lesson study yang

diterapkan oleh penulis di kalas IXB SMP Negeri 2 Wuluhan dilaksanakan mulai tanggal 1

Oktober 2013. Pelaksanaan Lesson study terdiri atas 3 tahap, yakni

Perencanaan (Plan)

Tahap ini merupakan tahap merancang pembelajaran. Tahap ini dilaksanakan pada

tanggal 1 Oktober 2013 yang diikuti oleh 4 rekan penulis yang nantinya bertindak sebagai

observer dan 1 dosen pembimbing serta guru pamong yang membimbing serta memantau

jalannya tahap perencanaan. Tahap ini sudah ditentukan guru modelnya, yakni penulis. Bahan

ajar yang dipilih adalah Standart Kompetensi: Memahami berbagai sistem dalam kehidupan

Page 173: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

160

manusia, dengan tujuan yang diharapkan dapat dicapai adalah menjelaskan bagian dan fungsi

bagian dari organ-organ yang termasuk dalam sistem indera manusia

Tahap ini penulis bersama-sama rekan penulis beserta dosen pembimbing dan guru

pamong berdiskusi untuk membuat rancangan pembelajaran yang akan diterapkan pada topik

alat indera. Diskusi ini berkaitan dengan pemilihan metode, alat evaluasi hingga upaya-upaya

lainnya yang dapat menunjang ketercapaian tujuan pembelajaran.

Berdasarkan hasil diskusi didapatkan saran dari dosen pembimbing dan teman sejawat

agar dalam proses diskusi, siswa juga diberi penugasan dalam bentuk LDK untuk

menghindari kepasifan dari siswa. Hal ini dikarenakan kondisi siswa masih tergolong anak-

anak, sehingga dikhawatirkan siswa tidak benar-benar berdiskusi. Selain itu, guru model juga

mendapat saran agar manajemen waktu lebih banyak difokuskan ketika siswa kembali pada

kelompok asal, karena masing-masing siswa akan menjelaskan pada masing-maisng anggota

kelompok asal.

Pelaksanaan (Implementasi/Do)

Tahap ini untuk menguji coba rancangan pembelajaran. Tahap ini dilaksanakan pada

tanggal 7 Oktober 2013. Disini observer hanya sebagai pengamat aktivitas siswa. Pada tahap

pelaksanaaan, langkah-langkah yang tertera di dalam rancangan pembelajaran yang telah

disusun dan didiskusikan bersama observer dapat berjalan dengan baik. Diskusi siswa masih

dapat diatur dan tidak terlalu menimbulkan kegaduhan. Setiap tahap dari perencanaan dapat

diselesaikan.

Gambar 1. Suasana diskusi pada kelompok ahli

Page 174: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

161

Gambar 2. Pengamatan oleh observer

Refleksi (See)

Setelah selesai pembelajaran, langsung dilakukan diskusi antara guru model dan

observer. Meskipun banyak kekurangan, tetapi proses pembelajaran yang telah berlangsung

sudah cukup baik. Hal yang sama juga disampaikan oleh keempat observer, walaupun masih

ada siswa yang kurang bisa menjelaskan materi yang ia dapat di kelompok ahli kepada

kelompok asal, tetapi mereka masih dapat berupaya menjelaskan dengan bahasa sehari-hari.

Kecenderungan siswa untuk gaduh sendiri didalam kelas, menjadi cukup berkurang

karena siswa memiliki tanggung jawab untuk memahami materinya dan menyelesaikan LDK-

nya. LDK dapat terjawab dengan baik, namun pemberian soal yang terlalu banyak pada LDK

mengurangi waktu konsentrasi siswa untuk materi yang perlu dipahami agar dapat

disampaikan pada kelompok asal, sehingga pada tahap refleksi ini dapat ditarik kesimpulan

bahwa Model Kooperatif Jigsaw yang telah diterapkan di SMP Negeri 2 Wuluhan kelas IXB

pada materi bagian-bagian alat indera dan fungsinya dapat berlangsung baik meskipun belum

terlalu maksimal, masih terdapat kekurangan yang dapat dibenahi pada pembelajaran

selanjutnya, yakni pemberian penugasan bagi siswa dalam diskusi harus disesuaikan dengan

waktu yang tersedia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Observasi (Interaksi Siswa)

Hasil observasi berikut didasarkan pada lembar pengamatan Lesson study.

Page 175: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

162

a) Kapan siswa mulai berkonsentrasi belajar? Apa penyebabnya?

Sebagian besar siswa sudah mulai berkonsentrasi setelah guru model selesai membagi

nomor urut dada pada siswa. Ada sekitar 3-4 siswa yang belum sepenuhnya

berkonsentrasi mendengarkan guru menyampaikan metode pembelajaran yang akan

digunakan, mereka umumnya sibuk mencari buku dan masih ngobrol dengan teman

sebangku.

b) Siswa mana yang tidak dapat berkonsentrasi pada saat mengikuti kegiatan

pembelajaran? (Sebut nama/nomor siswa).

Secara keseluruhan semua siswa dapat berkonsentrasi, namun ada kalanya mereka bicara

sendiri diluar konten pelajaran dengan teman disampingnya, terutama pada saat

mengerjakan LDK. Sigit, Ikhsan dan Huda, mungkin hal ini merupakan usaha siswa

tersebut untuk mengurangi kejenuhan akibat terlalu tegangnya dalam melangsungkan

proses diskusi. Untuk selebihnya siswa tampak berusaha tetap konsentrasi karena

mungkin mereka menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab masing-masing

terhadap materi yang akan disampaikan pada kelompok asal.

c) Kapan siswa tersebut mulai berhenti berkonsentrasi dalam belajar?

Hingga proses pembelajaran berakhir, hanya beberapa siswa yang kurang berkonsentrasi,

tetapi tidak ada yang sepenuhnya berhenti berkonsentrasi. Mereka tetap melanjutkan

diskusi dengan baik.

d) Menurut Anda, apakah yang menyebabkan siswa tersebut tidak dapat

berkonsentrasi belajar?

Beberapa siswa ada yang mulai membuat kegaduhan seperti dengan candaan atau sekedar

bertanya diluar konten pelajaran.

e) Menurut Anda, solusi apakah yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan

tersebut?

Guru harus sering memantau siswa dengan cara berkeliling disetiap kelompok. Upaya ini

juga untuk membantu siswa yang merasa kesulitan dalam kelompoknya.

f) Apakah interaksi antara siswa dalam belajar kelompok efektif?

Page 176: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

163

Tidak sepenuhnya efektif, dari 6 kelompok asal hanya ada 2 kelompok yang benar-benar

melaksanakan dengan cukup baik, sedangkan lainnya belum dikatakan berhasil. Hal ini

merupakan hal yang cukup wajar, karena merupakan pengalaman pertama, sehingga

masih banyak siswa yang belum terbiasa dengan kondisi demikian.

g) Apakah setiap individu telah belajar dengan baik? (Berikan penjelasan seperlunya)

Tidak, masih ada siswa yang kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran ini, terutama

bagi kelompok yang memiliki anggota sulit menyampaikan materinya, sehingga

pemahaman anggota kelompok lain terhadap materi tersebut kurang

h) Hal apa yang dapat ditiru dari guru model?

Guru model benar-benar memperhatikan proses dikusi dengan melakukan pemantauan

secara bergilir pada masing-masing kelompok, mencoba membantu siswa yang kesulitan

memahami penjelasan temannya dengan menggunakan bahasa sehari-hari sehingga

tampak seperti sharing karena guru mendekati siswa dengan suasana santai, sehingga

siswa tidak takut untuk menyampaikan pertanyaan maupun berpendapat.

i) Apa pelajaran berharga dari kegiatan pengamatan pembelajaran hari ini?

Memberi kesempatan pada siswa untuk mengeksplorasi pengetahuannnya saat ini

merupakan hal yang cukup penting. Mungkin untuk pertama kali, akan banyak kendala.

Namun jika teknik seperti ini sering digunakan dalam proses pembelajaran, lama-lama

siswa menjadi terbiasa, terbiasa berpendapat, terbiasa menyampaikan pendapatnya di

orang banyak, karena interaksi-interaksi inilah yang dapat membuat siswa lebih

komunikatif dan menemukan banyak hal dari perbedaan-perbedaan pendapat teman-

temannya.

Selain menilai setiap kejadian yang aktivitas di dalam kelas, observer juga bertanggung

jawab untuk menilai interaksi siswa melalui kerjasama dalam kelompok dan menghargai

pendapat anggota kelompok lain. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwan

melalui metode Jigsaw, interaksi siswa dalam kegiatan belajar lebih meningkat dibandingkan

dengan kegiatan diskusi konvensional yang telah di laksanakan oleh siswa sebelumnya

dengan persentase sebagai berikut.

Page 177: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

164

Tabel 1. Persentase Interaksi Siswa

Interaksi Siswa Kriteria Afektif

(%) Sangat Baik (%) Baik (%) Cukup Baik (%) Kurang Baik

Melalui Jigsaw 30 60 7 3

Tanpa Jigsaw 10 30 35 25

Gambar 3. Grafik Perbandingan Persentase Penilaian Interaksi Siswa oleh Penulis pada Kegiatan

Diskusi Biasa dengan Kegiatan Jigsaw oleh Observer

Berdasarkan hasil observasi dari observer menunjukkan bahwa terjadi peningkatan

interaksi siswa dengan kriteria sangat baik sebanyak 20%, dengan kriteria baik sebanyak

30%. Sedangkan untuk kriteria cukup baik berkurang 28% dan untuk kriteria kurang baik

berkurang 22%.

Hasil Penilaian (Pemahaman Konsep)

Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap konsep

materi yang telah dipelajari. Hasil penilaian ini diambil dari nilai LDK yang dikerjakan pada saat

siswa berdiskusi bersama kelompok dengan cara membandingkan antara LDK pada topik

Page 178: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

165

bagian-bagian alat reproduksi pria beserta fungsinya (diskusi konvensional) dengan LDK pada

topik bagian-bagian alat indera manusia beserta fungsinya (Jigsaw).. Hasil LDK pada topik

bagian-bagian alat reproduksi pria beserta fungsinya memiliki nilai lebih tinggi jika

dibandingkan dengan nilai dari topik bagian-bagian alat indera manusia beserta fungsinya.

Jigsaw belum dapat secara efektif meningkatkan pemahaman konsep tentang bagian-bagian alat

indera dan yakni rata-rata nilai LDK Jigsaw sebesar 87,5 sedangkan nilai rata-rata LDK diskusi

konvensional sebesar 88,3. Hal ini menunjukkan bahwa Jigsaw belum terlalu efektif jika

diterapkan pada siswa usia SMP sebab dimungkinkan siswa SMP belum bisa sepenuhnya diberi

tanggung jawab untuk dapat menjelaskan pemahamannya kepada temannya, sehingga Jigsaw

belum bisa diterapkan untuk tujuan meningkatkan pemahaman konsep bagi siswa SMP. Berikut

grafik yang menunjukkan perbandingan keduanya.

Gambar 4. Grafik Perbandingan Hasil LDK

PENUTUP

Page 179: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

166

Kegiatan pembelajaran IPA biologi yang dilaksanakan melalui Lesson study di kelas IXB

SMP Negeri 2 Wuluhan pada topik alat indera melalui Jigsaw mampu meningkatkan interaksi

siswa dengan kriteria sangat baik sebanyak 20%, dengan kriteria baik sebanyak 30%.kriteria

cukup baik berkurang 28% dan untuk kriteria kurang baik berkurang 22%. Namun, Jigsaw belum

dapat secara efektif meningkatkan pemahaman konsep tentang bagian-bagian alat indera dan

fungsinya yang telah dibuktikan melalui hasil lembar kerja kelompok (LKD) dengan rata-rata

nilai LDK Jigsaw sebesar 87,5 sedangkan nilai rata-rata LDK diskusi konvensional sebesar 88,3.

DAFTAR RUJUKAN

Aqib, Zainal. 2013. Model-Model, Media dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif).

Bandung: Yrama Widya.

Jauhar, Mohammad. 2011. Implementasi PAIKEM. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Nurhayati, R. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang.

Sadia, I Wayan. 2008. Lesson Study (Suatu Strategi Penigkatan Profesionalisme Guru).

Universitas Pendidikan Ganesha.

Page 180: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

167

Peningkatan Hasil Belajar Biologi melalui Percobaan Fotosintesis

4R (Reuse, Reduce, Recycle, and Repair)

dalam Kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember

Heny Yudyastuti 1 1 SMP Negeri 1 Jember

email: [email protected]

Abstrak: Materi fotosintesis sebagai salah satu materi pembelajaran Biologi di kelas VIII

semester gasal SMP merupakan materi penting karena termasuk dalam Standar Kompetensi

Lulusan (SKL) Ujian Nasional. Temuan dari hasil tanya jawab dengan 43 siswa melalui

jejaring sosial Facebook diperoleh sebanyak 65 % siswa tidak pernah melakukan kegiatan

praktikum fotosintesis. Sedangkan temuan dari hasil angket yang disebarkan kepada 40 guru

IPA di MGMP Wilayah Tengah Kabupaten Jember menunjukkan 62% guru tidak pernah

melakukan kegiatan praktikum fotosintesis. Solusi itu adalah penulis membuat media

percobaan fotosintesis dari botol-botol dan bahan bekas. Dalam penelitian ini menggunakan

konsep 4R dalam membuat media percobaan fotosintesis tersebut. Konsep 4R yaitu Reuse,

Reduce. Recycle, and Repair. Kegiatan pembelajaran dilakukan dalam bentuk Lesson Study

dengan memanfaatkan kegiatan MGMPS dan MGMP IPA Wilayah Tengah untuk

mendapatkan hasil penelitian yang akurat.Tujuan penelitian ini adalah:1) mendeskripsikan

bentuk rancangan media percobaan fotosintesis 4R, dan 2) mendeskripsikan penerapan media

percobaan fotosintesis 4R dalam kegiatan pembelajaran melalui Kegiatan Lesson Study di SMP

Negeri 1 Jember.

Media fotosintesis 4R mampu menunjukkan proses fotosintesis dengan baik sehingga

memberi pemahaman yang jelas kepada siswa tentang proses fotosintesis melalui kegiatan

percobaan. Hasil belajar yang telah dilakukan pada tahun pelajaran 2012/2013 menunjukkan

ketercapaian indikator dan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan ditunjukkan ketuntas

87,5% secara klasikal mencapai KKM 76. Sedangkan pada tahun 2013/2014 dengan adanya

pengembangan pada indikator ketercapaian faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesi dapat

mencapai nilai rata-rata 94 dengan ketuntasan 100% dengan KKM 78. Kegiatan Lesson Study

telah membantu peneliti dalam menerapkan pendekatan scientific sesuai dengan Kurikulum

2013.

Kata Kunci: media percobaan fotosintesis 4R

PENDAHULUAN

Pada kurikulum 2013 materi fotosintesis dialihkan pada kelas VII, di mana kompetensi

inti yang diharapkan adalah terbentuknya hasil belajar yang diperoleh dari proses

pembelajaran dengan memunculkan tiga ranah kognitif, afektif, dan spimotorik

(Kemendikbud. 2013). Bukan hanya guru yang dituntut untuk memiliki kreatifitas dalam

pembelajarannya, namun ketrampilan guru untuk mendesain sebuah pembelajaran yang

menuntut siswa memiliki kreatifitas berfikir dan mencipta. Dengan demikian ketercapaian

pendekatan yang dianjurkan dalam BNSP yaitu Contektual Teaching and Learning (CTL) dan

Page 181: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

168

Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Menyenangkan (PAIKEM) benar-benar dapat

diterapkan dengan sebaik-baiknya.

Temuan dari hasil tanya jawab dengan 43 siswa melalui jejaring sosial Facebook

diperoleh sebanyak 65 % siswa tidak pernah melakukan kegiatan praktikum fotosintesis

(Anddini, dkk, 2012). Sedangkan temuan dari hasil angket yang disebarkan kepada 40 guru

IPA di MGMP Wilayah Tengah Kabupaten Jember menunjukkan 62% guru tidak pernah

melakukan kegiatan praktikum fotosintesis.

Demikian pula media uji fotosintesis yang selama ini digunakan di setiap sekolah

secara umum memiliki jumlah terbatas. Secara umum, kriteria yang harus dipertimbangkan

dalam pemilihan media pembelajaran menurut Sudjana (2005) mengikuti prinsip-prinsip

penggunaan media. Menurut Sumarwan, dkk (2007:126) fotosintesis adalah proses

pembentukan bahan organik (gula atau karbohidrat) dari sederhana zat-zat anorganik (air dan

karbohidrat) dengan bantuan cahaya matahari. Lebih lanjut dijelaskan tumbuhan hijau mampu

melakukan fotosintesis karena memiliki klorofil (zat hijau daun). Selain menghasilkan gula

sederhana (glukosa), fotosintesis juga memproduksi hasil sampingan berupa O2 (oksigen) dan

membebaskan sejumlah energi.

Di SMPN 1 Jember dengan jumlah rombongan belajar kelas VIII sebanyak 10 kelas,

media tersebut hanya tersedia lima set. Percobaan hanya berkisar pada uji coba fotosintesis

menghasilkan oksigen seperti temuan percobaan Ingenhouz. Sedangkan faktor-faktor yang

mempengaruhi fotosintesis tidak pernah diuji cobakan karena membutuhkan media yang

banyak. Berdasarkan permasalahan dan pemecahan masalah di atas, tujuan penulisan karya

inovasi ini adalah:1) mendeskripsikan bentuk rancangan media percobaan fotosintesis 4R, dan

2) mendeskripsikan penerapan media percobaan fotosintesis 4R dalam kegiatan pembelajaran

melalui Kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember.

METODE

Rancangan /Desain Media Fotosintesis 4R

Ide dasar penciptaan karya inovasi berupa media percobaan fotosintesis ini berangkat

dari konsep Jan Ingenhousz (1730-1799) sebagai orang yang pertama kali melakukan

penelitian tentang fotosintesis untuk membuktikan bahwa fotosintesis menghasilkan oksigen.

Ingenhousz memasukkan tumbuhan air Hydrilla verticillata ke dalam bejana yang diisi air.

Bejana gelas itu ditutup dengan corong terbalik dan di atasnya diberi tabung reaksi yang diisi

air hingga penuh. Bejana itu diletakkan di terik matahari. Tak lama kemudian muncul

gelembung udara dari tumbuhan air tersebut. Gelembung udara tersebut menandakan adanya

gas. Setelah diuji ternyata adalah oksigen (Saeful Karim, dkk., 2008:100). Ingenhousz

menyimpulkan fotosintesis menghasilkan oksigen. Pada desain uji ini ingenhousz sekaligus

diberikan beberapa perlakuan untuk membuktikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

Page 182: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

169

fotosintesis. (Mustahib, 2011. http://biologi.blogsome.com/2011/09/08/uji-ingenhousz/).

Media percobaan fotosintesis Ingenhousz adalah sebagai berikut:

Tahap Uji Media

Dalam tahap uji dilakukam bersama guru-guru MGMP IPA Wilayah Tengah

Kabupaten Jember mengukur kualitas media dengan menggunakan instrumen lembar obervasi

uji alat percobaan. Tahap uji media ini merupakan rangkaian dari kegiatan Lesson Study tahap

”Plan”. Hasil pengamatan setiap percobaan adalah sebagai berikut: a) Hasil percobaan I

menunjukkan adanya persamaan dari kedua media yaitu, terlihat ada gelembung air pada

bekerglass dan menunjukkan ada rongga udara yang terdapat pada tabung reaksi sebagai

akibat dari gelembung air/oksigen yang dihasilkan tumbuhan menuju ke permukaan tabung

reaksi, b) Percobaan II menunjukkan pada media virtual tidak tampak adanya gelembung air

pada bekerglass dan adanya rongga udara yang terdapat pada tabung reaksi sebagai akibat dari

gelembung air/oksigen yang dihasilkan tumbuhan menuju ke permukaan tabung reaksi.

Sedangkan percobaan II pada media media percobaan fotosintesis 4R tidak tampak adanya

gelembung air dan terlihat ada rongga udara yang terdapat pada tabung media percobaan

fotosintesis 4R sebagai akibat dari gelembung air/oksigen yang dihasilkan tumbuhan menuju

ke permukaan tabung reaksi, c) Percobaan III pada media virtual menunjukkan terlihat ada

gelembung air pada bekerglass dan ada rongga udara yang terdapat pada tabung reaksi sebagai

akibat dari gelembung air/oksigen yang dihasilkan tumbuhan menuju ke permukaan tabung

reaksi. Sedangkan pada media fotosintesis 4R menunjukkan ada gelembung air lebih banyak,

tampak adanya rongga udara yang terdapat pada media percobaan fotosintesis 4R lebih

banyak sebagai akibat dari gelembung air/oksigen yang dihasilkan tumbuhan menuju ke

permukaan tabung reaksi, dan suhu air lebih tinggi.

Berdasarkan uji media yang telah dilaksanakan disimpulkan bahwa media percobaan

fotosintesis 4R memiliki kelebihan sebagai berikut: a) Keterbatasan media percobaan

fotosintesis di sekolah dapat diatasi dengan pembuatan media percobaan fotosintesis 4R, b)

Penggunaan bahan botol-botol bekas memungkinkan siswa mampu membuat dan melakukan

percobaan secara mandiri di rumah, c) Percobaan yang belum berhasil dilakukan di sekolah

karena faktor cuaca yang kurang mendukung, dapat diulang dengan cara merakit sendiri, d)

Percobaan yang dilakukan secara berkelompok karena keterbatasan alat, memungkinkan siswa

Gambar 1. Media Percobaan Fotosintesis Ingenhousz dan Modifikasi

Page 183: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

170

tidak dapat mengikuti kegiatan praktikum dengan sebaik-baiknya, d) Adanya siswa yang tidak

dapat mengikuti kegiatan praktikum karena tidak hadir disekolah (sakit/izin) dapat melakukan

dan merakit sendiri di rumah karena tidak terbatas waktu khusus, e) Kegiatan praktikum di

rumah dapat dilakukan pada hari minggu sepanjang hari dengan merakit lebih dari 2 botol

untuk diletakkan pada tempat yang memiliki intensitas cahaya yang berbeda sehingga dapat

diketahui pengaruh instensitas cahaya terhadap hasil fotosintesis, f) Media percobaan

fotosintesis 4R dapat dijadikan tugas proyek siswa dalam menggali informasi adanya faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap proses fotosintesis. Cara dilakukan diantaranya memberikan

variabel pengaruh intensitas cahaya melalui warna botol yang berbeda, adanya variabel faktor

pengaruh karbondioksida dengan cara memberikan reaksi fermentasi melalui ragi, f) Kegiatan

yang dilakukan di rumah dapat memotivasi anggota keluarga untuk belajar bersama dan

menanamkan konsep dengan menemukan sendiri melalui percobaan fotosintesis, g) Konsep

4R (Reduce, Reuse, Recycle dan Repair) menjadi bentuk nyata pemanfaatan botol plastik

bekas sehingga dapat mengurangi sampah plastik yang selama ini menjadi polusi tanah

dilingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa.

Tahap Plan (Merancang Skenario Pembelajaran dengan Media Fotosintesis 4R)

Uji Coba Rancangan Media melalui Kegiatan Lesson Study pada Forum MGMP

Program BERMUTU. Pembuatan media percobaan fotosintesis ini dilaksanakan di SMP

Negeri 1 Jember. Pada tahapan Plan dirancang media percobaan fotosintesis di laboratorium

biologi SMP Negeri 1 Jember yang dibantu oleh siswa ekstra Karya Ilmiah Remaja (KIR)

pada bulan September 2012. Meskipun telah dilakukan inovasi oleh orang lain pada media

percobaan fotosintesis ini namun media yang digunakan masih menggunakan alat virtual yang

ada di laboratorium IPA seperti bekerglass, corong kaca dan tabung reaksi. Informasi ini

diunduh dari internetdalam Mutiara Hapsari, Selasa, 02 Juli 2013. http://muthie-

muthie.blogspot.com/.

Pada tahap dirancang kembali hasil media yang sudah diujicobakan sebelumnya untuk

dikembangkan menjadi media yang memiliki inovasi lebih tinggi dalam hal-hal faktor-faktor

yang mempengaruhi fotosintesis. Dalam hal ini instrumen yang dikembangkan lebih dari 1

berkembang dari biasanya. Pada tahap plan diungkap kembali hasil percobaan sebelumnya

untuk menunjukkan efektifitas media melalui presentasi di forum MGMP. Dijelaskan pula

tahapan dari proses pengembangan dan uji rancangan media percobaan fotosintesis 4R yang

telah dilakukan pada bulan Oktober 2012 dalam bentuk kegiatan seminar on service MGMP

IPA Wilayah Tengah Kabupaten Jember Program BERMUTU di laboratorium biologi SMP

Negeri 1 Jember. Tahapan penerapan media percobaan fotosintesis 4R dalam pembelajaran

dilaksanakan dalam kegiatan Lesson Study MGMP IPA Wilayah Tengah Kabupaten Jember

Program BERMUTU di laboratorium biologi SMP Negeri 1 Jember pada bulan November

Page 184: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

171

2012. Sedangkan tahapan evaluasi efektivitas media fotosintesis 4R juga dilaksanakan

sekaligus. Dari hasil diskusi banyak memberikan masukan dengan memberi cahaya lampu

sebagai pengganti cahaya matahari.

Penulis menggunakan konsep 4R dalam membuat media percobaan fotosintesis yaitu:

Reduce, Reuse, Recycle, and Repair. Reuse berarti menggunakan kembali barang-barang

bekas, Reduce adalah mengurangi penggunaan barang-barang yang sebenarnya tidak

dibutuhkan. Recycle berarti mendaur ulang barang-barang bekas untuk diolah menjadi barang

baru, dan Repair yaitu memperbaiki barang-barang yang dianggap rusak dan tidak dibutuhkan

lagi. Hasil rancangan media fotosintesis 4R dibandingkan dengan media virtual seperti

gambar di samping ini:

Uji efektivitas rancangan media yang telah dilakukan sebelumnya dalam pelaksanaan

open class di kelas VIII E pada bulan Oktober 2012 melalui kegiatan Lesson Study pada

forum MGMP dihadiri oleh guru-guru IPA sejumlah 15 SMP Negeri di Wilayah Tengah

Kabupaten Jember. Evaluasi hasil belajar berdasarkan data nilai postes menunjukkan

kemampuan siswa mencapai skor kriteria ketuntasan minimal (KKM= 76) yaitu 35 siswa atau

87,5% tuntas dan 5 siswa atau 12,5% yang tidak tuntas. Nilai rata-rata postes mencapai 92,5.

Data lembar observasi hasil evaluasi penerapan Media Percobaan Fotosintesis 4R dalam

Pembelajaran adalah sebagai berikut: a) Langkah-langkah persiapan, memotivasi siswa, dan

apersepsi dilakukan penulis sebagai guru dengan hasil amat baik, b) Tahap eksplorasi dinilai

amat baik dengan ketepatan alokasi waktu yang telah direncanakan. Aktivitas mengamati,

menanya, mencari informasi, menalar dan mengkomunikasikan nampak terlaksana dengan

baik dalam pelasanaan pembelajaran, c) Tujuan pembelajaran selain dibacakan juga

ditayangkan dalam bentuk power point sehingga pengamat memberikan penilaian amat baik,

d) Tahap elaborasi, guru memberikan peta konsep dibantu LCD untuk memberikan informasi

tentang fotosintesis reaksi terang dan gelap, e) Pengorganisasian dan skenario pembelajaran

melalui srategi pembelajaran yang digunakan guru dapat teramati dengan baik, f) Proses

bimbingan masing-masing kelompok dapat dilakukan secara merata sehingga pengamat

memberi penilaian sangat baik, g) Tayangan video fotosintesis yang direncanakan dapat

Gambar 2. Media Percobaan Fotosintesis 4R

dan Media Virtual

Page 185: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

172

efektif dan efisien mengisi waktu saat menunggu berlangsungnya proses fotosintesis, h)

Aktivitas siswa yang terukur melalui instrumen penilaian aktivitas kerja ilmiah mencapai rata-

rata-rata indikator afektif dan psikomotor yaitu 100%. i) Evaluasi hasil belajar berdasarkan

data nilai postes menunjukkan kemampuan siswa mencapai skor kriteria ketuntasan minimal

(KKM 76) yaitu dari jumlah siswa di kelas sebanyak 40 siswa, siswa yang mencapai nilai

tuntas (nilai 76) sebanyak 35 siswa atau 87,5 %. Siswa yang belum mencapai nilai KKM

sebanyak 5 siswa atau 12,5 %. Nilai rata-rata postes mencapai 92,5. Ketercapaian indikator

dapat dilihat pada nilai rata-rata masing-masing indikator yaitu 1) 100, indikator 2) 92,5,

indikator 3) 100, indikator 4) 87,5 dan indikator 5) 45. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa secara klasikal pembelajaran konsep fotosintesis melalui metode eksperimen dengan

media fotosintesis 4R dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar

(KD) yang disampaikan.

Refleksi akan kebermanfaatan Media Fotosintesis 4R Hasil Musyawarah Forum

MGMP IPA, dengan memberikan saran sebagai berikut: 1) Perlu pembahasan tentang

karakteristik bahan media, 2) Perlu petunjuk langkah kerja dalam LKS yang lebih jelas, 3)

Perlu paparan pembahasan inovasi dari media suapa lebih inovati , perlu ditemukan alternatif

pengganti sumber cahaya. Oleh karena itu dilakukan pengembangan penggunaan media

fotosintesis 4R dilengkapi dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang menjadi rangkaian

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada materi Fotosintesis dan LKS serta instrumen

postest.

Tahap Do (Uji Rancangan Media Fotosintesis 4R dalam Pembelajaran)

Pelaksanaan pembelajaran dari RPP hasil pengembangan dan uji coba kedua

dilaksanakan pada tanggal 19 September 2013 TP. 2013/2014. Pelaksanaanya observsi dengan

memanfaatkan kegiatan On Job Learning (OJL) Sekolah Model Pembelajaran Kurikulum

2013 binaan LPMP Provinsi Jawa Timur dan sekaligus pelaksanaan supervisi untuk

pengambilan Penilaian Kinerja Guru (PKG). Kegiatan open class yang dilakukan pada kamis

tanggal 19 September 2013 bersamaam dengan kegiatan supervisi guru model dalam On Job

Learning (OJL) dari sekolah model pembelajaran Kurikulum 2013 oleh Widyaiswara dari

LPMP Provinsi Jawa Timur yaitu Al Badratus Tsaniyah, MPd,. Dalam kegiatan supervisi

tersebut dilaksanakan pula kegiatan open class dari kegiatan Lesson Study berbasis Sekolah

dengan dan dilakukan pula kegiatan supervisi oleh Tim Assesor Penilaian Kinerja Sekolah

(PKG) SMP Negeri 1 Jember kelompok mata pelajaran Ilmu Pengaetahuan Alam (IPA) yaitu

Mei Sudarti, S.Pd. Supervisor dibantu oleh mahasiswa PPL Universitas Negeri Jember yang

bertugas sebagai pengamat aktivitas guru yaitu Vina Aulia dan pengamat aktivitas siswa yaitu

Umwatul Hasanah.

Page 186: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

173

Uraian langkah-langkah pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut: 1) Langkah

pembelajaran eksplorasi berupa kegiatan apersepsi dengan tujuan menggali pemahaman awal

konsep fotosintesis dan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan melalui

kegiatan eksperimen uji oksigen sebagai hasil fotosintesis, 2) Langkah pembelajaran elaborasi

berupa kegiatan eksperimen yang dilakukan siswa secara berkelompok dibantu dengan lembar

kerja siswa (LKS), 3) Langkah pembelajaran konfirmasi dilakukan kegiatan diskusi dan

presentasi untuk menemukan konsep fotosintesis menghasilkan oksigen, 4) Langkah

pembelajaran diakhiri dengan memberikan postes berupa soal pilihan ganda sebanyak 10 butir

soal. Tujuan postest ini untuk mengukur ketercapaian indikator yang akan terukur dari hasil

belajar siswa. Penilaia proses dilakukan guru melalui instrumen penilain karakter yang

dikembangkan di kurikulum SMP Negeri 1 Jember.

Tahap See (deskripsi hasil pembelajaran)

Dalam penelitian ini dikembangkan untuk menemukan kelebihan yang lain dari karya

inovatisi fotosintesis 4R yang mengarah pada kreativitas siswa. Hasil mengikuti workshop

Sekolah Model Pembelajaran Kurikulum 2013 guru dituntut untuk mengembangkan daya

cipta dan kreasi siswa. Media ini dapat dikembangkan sebagai media dalam menggali

kreativitas siswa dan pendekatan scientific yaitu dengan menggunakan berbagai macam

variabel dalam pengamatan siswa pada percobaan fotosintesis. Enam variabel yaitu faktor

dalam yaitu jumlah klorofil atau stoma dalam hal ini menggunakan tanaman air yang berbeda,

dan faktor luar yaitu perbedaan suhu, intensitas cahaya, spektrum warna, kadar CO2 dan jenis

cahaya. Dengan demikian indikator yang dikembangkan menjadi semakin bervariasi dengan

adanya kegiatan praktikum percobaan fotosintesis dengan menggunakan perbedaan variabel

dari 6 faktor dari dalam dan luar yang mempengaruhi laju fotosintesis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Hasil Pembelajaran

Hasil dari lembar instrumen dan lembar observasi diperoleh data sebagai berikut:

a. Hasil Nilai Belajar Siswa (Postes)

Diperoleh data 100% siswa yang tuntas mencapai tujuan pembelajaran yang

direncanakan dengan KKM KD pada materi fotosintesis 78.

Indikator ketercapaian:

Pertemuan I: 1) Menjelaskan pengertian fotosinteis mencapai nilai rata-rata 75 dari KKM

72, 2) Menjelaskan proses fotosintesis mencapai nilai rata-rata 98 dari KKM 78, dan 3)

Menjelaskan reaksi gelap dan terang mencapai nilai rata-rata 97 dari KKM 78.

Page 187: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

174

Pertemuan II: 1) Melakukan percobaan fotosintesis mencapai nilai rata-rata 100 dari

KKM 78, 2) Membuat laporan hasil percobaan fotosintesis mencapai nilai rata-rata 97 dari

KKM indikator 78, dan 3) Menyebutkan faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis

mencapai nilai rata-rata 92 dari KKM 83.

b. Hasil Nilai Karakter dan Ketrampilan Sosial

Hasil laporan dari LKS yang dikumpulkan secara berkelompok 36 siswa dapat

mendokumenkan hasil kegiatan praktikum dengan baik dan teliti. Nilai aktivitas siswa

dalam merakit percobaan dan mengamati percobaan serta memasukkan data dalam bentuk

laporan kegiatan praktikum/percobaan 100% siswa dapat melakukan kegiatan dengan baik.

Nilai Karakter yang muncul:1) percaya diri dan kreatif dari hasil presentasi di depan kelas

muncul 9 siswa, 2) ketrampilan sosial bertanya 2 siswa, 3) menjawab 21 siswa, 4)

menanggapi 8 siswa dan 5) trampil dan komunikatif dalam bekerjasama 4 siswa.

c. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Kegitan Pembelajaran.

Hasil observasi adalah: 1) Hasil diskusi melalui LKS dapat dilihat ke enam kelompok

dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Psikomotorik siswa nampak berkembang

dengan baik saat observasi mengamati ketrampilan siswa dalam merakit percobaan

fotosintesis dengan media 4R. Pengisian data dapat dilakukan dengan kejujuran dari hasil

pengamatan yang dimasukkan dalam tabel. Meskipun hipotesa yang diajukan diawal

sebelum pelaksanaan percobaan ada yang ditolak, namun kerja tim dengan model

pembelajaran Group Investigasi (GI) yang dipadukan dengan Learning Together (LT)

membuat pembelajaran berpusat pada siswa (Student Center), 2) Hasil dari lembar aktivitas

siswa dalam proses kegiatan praktikum berupa karakter teliti, perhatian, disiplin, percaya

diri dan kreatif dapat diambil nilaianya oleh guru. Demikian juga ketrampilan sosial pada

saat siswa beraktivitas dalam diskusi kelas mempresentasikan kerja kelompoknya muncul

siswa yang bertanya, menjawab, menghargai pendapat, trampil dan komunikatif dalam

bekerjasama dapat didokumentasikan oleh guru dalam lembar penilaian yang dipersipkan

sebelumnya dan 3) pendekatan saintific yang dilakukan nampak terlaksana dengan baik.

d. Hasil Jurnal Belajar Siswa

Hasil jurnal siswa yang diperoleh setelah pelaksanaan PBM, yaitu: 1) Mengetahui

banyak faktor yang mempengaruhi fotosintesis meskipun susuh tetapi menyenangkan, 2)

Senang dengan kegiatan praktikum karena bisa bekerjasama dengan teman, 3) Lebih tau

tentang fotosintesis dengan faktor penyebabnya dari media daur ulang/sampah, 4) Dapat

mengetahui oksigen yang dikeluarkan tumbuhan melalui media yang dibuat dari sisa botol

yang dipakai siswa SMPN 1 Jember dan dapat dibuat sendiri oleh siswa, 5) Lampu juga

dapat dijadikan sumber cahaya ketika mendung untuk percobaan fotosintesis, 6) Setiap

Page 188: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

175

tumbuhan memiliki karakter tersendiri dalam laju fotosintesisnya, 7) Mengetahui cahaya

untuk memecahkan molekul air menjadi hidrogen dan oksigen, 8) Praktikum ini membuat

rasa ingin tau banyak hal tentang fotosintesis sehingga menambah wawasan, 9)Bisa

membuat siswa jadi lebih teliti dan sabar dalam praktikum menghitung/meneliti jumlah

gelembung/oksigen yang muncul, 10) Senang sekali bisa melakukan percobaan sendiri dari

bahan yang alami tidak merusak lingkungan, pokoknya “I love Biologi”, dan 11) Dapat

menceritakan pengalamannya sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi laju

fotosintesis.

e. Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran.

Hasil akvitas guru meliputi: 1) Berdasarkan Lembar Pengamatan Guru dalam

Pembelajaran dengan Pendekatan Contektual Teachinga and Learning (CTL) diperoleh

score 3,7 dengan kriteria baik mendekati sangat baik yaitu score 4. Hal ini menunjukkan

bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan CTL menurut pengamatan observer

dari LPMP dapat dilaksanakan dengan baik /mendekati sangat baik, dan 2) Berdasarkan

hasil pengamatan langkah-langkah kegiatan pembelajaran dalam RPP yang dirancang,

observer dari LPMP mendokumentasikan. Guru dalam menyampaikan pembelajarannya

sesuai dengan skenario pembelajaran yang dirancang. Langkah-langkah pembelajaran yang

sudah dipersiapkan sebelumnya dapat teramati dengan hasil sebagai berikut: i) tahap

motivasi dan eksplorasi rata-rata score 3,3 (mendekati sangat baik), ii) tahap elaborasi rata-

rata score 3,6 (mendekatai sangat baik, dan iii) tahap konfirmasi rata-rata score 2,5

mendekati baik, dan pada bagian penutu rata-rata score 1,8 mendekati cukup baik.

f. Desiminasi Karya Inovasi Pembelajaran di Forum MGMP IPA Wilayah Tengah

Kabupaten Jember

Rekap Jurnal Belajar di MGMP (Pengalaman berharga) pada pertemuan hari Rabu

tanggal 25 September 2013, yang dihadiri oleh 16 sekolah dan 32 guru dengan agenda

Publikasi Ilmiah Karya Inovasi Pembelajaran, sebagian besar guru merasa termotivasi ingin

mencoba membuat media inovasi pembelajaran dan berkeinginan mencoba membuat alat

peraga fotosintesis seperti yang telah diuji cobakan. Berikut hasil rekapitulasi pengalaman

berharga dari pertemuan tersebut: 1) Mengetahui cara membuat karya inovasi pembelajaran

fotosintesis dengan beberapa perlakuan, 2) Memperoleh motivasi untuk pengembangan

pelaksanaan pembelajaran dan cara membuat karya inovasi tentang pembelajaran fotosintesis

dengan beberapa perlakuan, 3) Mendapatkan pengetahuan baru tentang bagaimana langkah-

langkah untuk dapat membuat suatu karya inovasi pada materi (fotosintesis), dan

Mendapatkan tambahan pengetahuan tentang fotosintesis menggunakan alat-alat 4R dan

cahayanya bisa menggunakan cahaya lampu atau cahaya matahari.

Page 189: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

176

Gambar 3. Kegiatan MGMP IPA Wilayah Tengah dalam Desiminasi Pengembangan Media

Fotosintesisi 4R

KESIMPULAN

Media percobaan fotosintesis 4R mampu menunjukkan proses fotosintesis dengan baik

sehingga memberi pemahaman yang jelas kepada siswa tentang proses fotosintesis melalui

kegiatan percobaan. Media ini juga dapat memotivasi siswa untuk memiliki kreatifitas dalam

berfikir dan berkarya dengan konsep 4R. Variabel percobaan fotosintesis seperti faktor-faktor

yang mempengaruhi laju fotosintesis dalam penelitian ini dapat berkembang dengan adanya

media yang mudah didapatkan disekitar kita dan dapat dibuat dalam jumlah yang tak terbatas.

Konsep 4R (Reuse, Reduce, Recycle dan Repair) menjadikan media percobaan fotosintesis 4R

sebagai media pembelajaran yang murah, mudah, dan bermanfaat. Murah karena

menggunakan botol plastik bekas sebagai bahan rancangan media, mudah karena guru dan

siswa dapat merakit sendiri media percobaan fotosintesis 4R dan mudah pula dipraktikkan

secara mandiri percobaan fotosintesis ini, dan bermanfaat karena penggunaan botol plastik

bekas sebagai bahan media dapat menjadi satu alternatif cara mengurangi sampah plastik dan

membuat setiap sekolah dapat melakukan kegiatan percobaan fotosintesis tanpa terhambat

keterbatasan pengadaan alat percobaan fotosintesis di laboratorium sekolah. Dalam

pelaksanaan pembelajaran media ini dapat menuntaskan tujuan yang akan dicapai melalui

pendekatan scientific.

Daftar Pustaka

Andini, dkk. 2012. Merancang Percobaan Fotosintesis dengan Konsep 4R. Makalah Karya

Tulis Ilmiah Remaja. (1)

Page 190: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

177

Kemendikbud. 2013. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Badan Pengembangan

Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu

Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013. Jakarta: Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan.

Mustahib . 2011. http://biologi.blogsome.com/2011/09/08/uji-ingenhousz/. Diakses 14

Agustus 2012.

Saiful Karim, dkk. 2008. Belajar IPA Jilid 2. BSE. PT. Septia Purna Inves: Jakarta.

Sudjana, Nana dan Rivai, Ahmad. 2005. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru

Algendindo.

Sumarwan, dkk. 2007. IPA SMP untuk Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.

Sumber:http://abhsscience.wikispaces.com/Photosynthesis+TD

Page 191: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

178

Peningkatan Hasil Belajar Biologi melalui Rangkuman Bertabel pada Siswa

Kelas VIII A dalam Kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember Tahun

Pelajaran 2013/2014 Mei Sudarti 1

1 SMP Negeri 1 Jember

email: [email protected]

Abstrak: Pengalaman mengajar IPA: 1) banyak menemukan konsep-konsep yang pada dasarnya

membandingkan atau membedakan satu atau lebih permasalahan atau materi dalam bahasan, 2) hasil

belajar pada materi pertumbuhan perkembangan dan materi alat gerak pasif pada kelas VIII A tahun

pelajaran 2013/2014 memiliki nilai rata-rata 81,3 dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

78,3) nilai rata-rata kelas VIII A sebagai kelas unggulan ditargetkan 2 angka di atas rata-rata kelas

reguler VIII B yang dibimbing oleh peneliti, namun dalam kenyataannya tidak ada bedanya dengan

kelas reguler VIII B, 4) tingkat ketuntasan kelas VIII A secara klasikal belum memenuhi 100% di atas

KKM masing-masing Kompetensi Dasar yang diajarkan dan 5) metode yang digunakan dalam

pembelajaran belum dapat menuntaskan indikator pembelajaran. Tujuan penelitian untuk

mendiskripsikan adanya peningkatan hasil belajar Biologi melalui Rangkungan Bertabel pada Kelas

VIII A dalam kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian

ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari 2 siklus. Kegiatan pelaksanaan

pembelajaran dilaksanakan dengan kegiatan Lesson Study yang terdiri dari kegiatan Plan, Do, dan

See, yang dilakukan dalam forum MGMP SMPN 1 Jember. Berdasarkan data hasil belajar dari siklus I

dan II dapat dijelaskan adanya peningkatan hasil belajar. Besarnya peningkatan mencapai 29 % dari

ketercapaian 59% menjadi 88%. Peningkatan hasil belajar diakibatkan pemberian rangkuman bertabel

sehingga dapat membantu siswa dalam kegiatan konfirmasi pengalaman belajarnya. Kesimpulan

dalam penelitian ini adalah ditemukan adanya peningkatan hasil belajar Biologi melalui Rangkuman

Bertabel pada kelas VIII A dalam kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran

2013/2014.

Kata kunci : Hasil Belajar Biologi dan Rangkuman bertabel

PENDAHULUAN

Materi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), meliputi konsep-konsep dan fenomena yang

terjadi di alam. Menurut Mariana (2009:6) hakikat IPA merupakan makna alam dan berbagai

fenomenanya/perilaku/karakteristik yang dikemas menjadi sekumpulan teori maupun konsep

melalui serangkaian proses ilmiah yang dilakukan manusia. Teori maupun konsep yang

terorganisir menjadi sebuah inspirasi terciptanya teknologi yang dapat dimanfaatkan bagi

kehidupan manusia. Pendidikan IPA merupakan materi pemahaman tentang pentingnya

mempelajari alam hingga akan membawa manusia pada kehidupan yang bermakna dan

bermanfaat. Lebih lanjut pada topik ini secara filosofis menjelaskan bagaimana pembentukan

berpikir manusia dalam kaitannya dengan mempelajari alam. Sehingga manusia menjadi

mengerti, beretika dan lebih dekat dengan Tuhannya.

Page 192: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

179

Pengalaman mengajar IPA: 1) banyak menemukan konsep-konsep yang pada dasarnya

membandingkan atau membedakan satu atau lebih permasalahan atau materi dalam bahasan

kompetensi dasar khususnya materi klas VIII semester ganjil, 2) hasil belajar pada materi

pertumbuhan perkembangan dan materi alat gerak pasif pada kelas VIII A tahun pelajaran

2013/2014 memiliki nilai rata-rata 81,3 dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 78, 3)

nilai rata-rata kelas VIII A sebagai kelas unggulan ditargetkan 2 angka di atas rata-rata kelas

reguler VIII B, namun dalam kenyataannya tidak ada bedanya dengan kelas reguler kelas VIII

B, dan 4) tingkat ketuntasan kelas VIII A secara klasikal belum memenuhi 100% di atas KKM

masing-masing Kompetensi Dasar yang diajarkan.

Dengan demikian sebagai kelas yang diunggulan di SMP Negeri 1 Jember dan sekaligus

wali kelas VIII A, melalui kegiatan Lesson Study bersama-sama dengan dewan guru SMP Negeri

1 Jember dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran di SMP N 1 Jember (MGMPS) yang

dilaksanakan secara rutin pada hari sabtu, permasalahan di kelas VIII A dipresentasikan sebagai

penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sebagai harapan kelas unggulan di SMP Negeri 1 Jember,

siswa kelas VIII A selalu memiliki ketuntasan 100% dalam pembelajarannya, dan memiliki nilai

rata-rata di atas 9 kelas reguler lainnya. Hal ini karena kelas VIII A mendapatkan jam tambahan

materi IPA, Bahasa Inggris, dan Matematika. Adanya perlakuan yang berbeda ini dengan

ditunjang oleh sistem penyeleksian/input dari kelas VIII A yang sangat ketat.

Dengan adanya permasalahan-permasalahan tersebut di atas peneliti mendapatkan

pemikiran untuk memberikan rangkungan bertabel pada kegiatan konfirmasi dalam langkah-

langkah skenario pembelajarannya. Permasalahan yang muncul seringnya metode yang

digunakan dalam pembelajaran belum dapat mengoptimalkan ketercapaian tujuan pembelajaran.

Adanya bantuan pemikiran dari teman-teman serumpun mata pelajaran IPA untuk kiranya

permasalahan pembelajaran ini diangkat sebagai PTK melalui kegiatan Lesson Study, maka judul

dalam penelitian ini adalah: Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Melalui Rangkungan Bertabel

pada Kelas VIII A dalam Kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran

2013/2014. Berdasarkan rumusan yang ada dalam penelitian ini maka tujuan yang ingin dicapai

adalah: Mendiskripsikan adanya peningkatan hasil belajar Biologi melalui Rangkungan Bertabel

pada Kelas VIII A dalam kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran

2013/2014.

METODE

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus. Kegiatan

pelaksanaan pembelajaran (PBM) didahului dengan kegiatan Lesson Study. Pemahaman kegiatan

Lesson Study merupakan hasil seminar di UNEJ dengan pendekatan berbasis sekolah. Lesson

Study yang terdiri dari kegiatan Plan, Do, dan See, dilakukan dalam forum MGMP SMPN 1

Page 193: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

180

Jember. Kegiatan ini merupakan aktivitas rutin yang dilakukan oleh guru-guru SMPN 1 Jember

dalam rangka kegiatan pengembangan diri. Kegiatan Plan dalam bentuk seminar proposal dan

disertai dengan penjelasan rancangan pelaksanaan pembelajaran/RPP yang akan digunakan

dalam tindakan kelas. Pelaksanaan Do dilaksanakan dengan diobservasi oleh assesor Penilaian

Kinerja Guru (PKG) dan beberapa guru sebagai observer. Demikian juga kegiatan See dilakukan

di forum MGMP SMPN 1 Jember. Guru mata pelajaran serumpun memberikan evaluasi.

Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut

Arikunto dalam Suhardjono, yang dimaksud dengan “tindakan” adalah suatu kegiatan yang

diberikan oleh guru kepada siswa agar mereka melakukan sesuatu yang berbeda dari biasanya,

bukan hanya mengerjakan soal yang ditulis di papan tulis, atau mengerjakan LKS. Lebih lanjut

dijelaskan tujuan dari PTK untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas,

dan juga sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan

tindakan yang dilakukan (2011:12). Pokok-pokok rencana kegiatan dalam PTK yaitu:

1) Perencanaan, 2) Tindakan, 3) Pengamatan, dan 4) Refleksi. Karena penelitian ini merupakan

PTK yang dilaksanakan melalui Lesson Study, maka pokok-pokok rencana kegiatan PTK seperti

tersebut di atas dilaksanakan dengan tahapan kegiatan 1: Plan (Perencanaan), 2: Do (Tindakan)

dan 3: See (Pengamatan), dan 4: See ( Refleksi ). Dalam kegiatan Plan, merupakan kegiatan

perencanaan dalam langkah PTK. Menurut Suhardjono dalam perencanaan yang dilakukan

adalah: 1) merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam PBM, 2) menentukan pokok

bahasan, 3) mengembangkan skenario pembelajaran, 4) menyususn RPP, 5) menyiapkan sumber

belajar, 6) mengembangakn format evaluasi, dan 7) mengembangkan format observasi

pembelajaran. Pada kegiatan refleksi hal-hal yang dilakukan adalah: 1) melakukan evaluasi

tindakan yang telah dilakukan yang meliputi evaluasi mutu, jumlah dan waktu dari setiap macam

tindakan, 2) melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang skenario, dan

3) memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan pada siklus

berikutnya (Suhardjono, 2011:27).

Analisa data yang digunakan adalah analisa kwantitatif yang diperoleh dari prosentasi

data masing-masing intrumen penelitian dan di rubah dalam bentu data kwantitatif. Secara

sederhana prinsip penghitungan prosentase seperti berikut ini:

NP =R/SM x 100%

Keterangan:

NP = nilai prosentase

R = skor yang di capai

SM= skor maksimum

Sumber : Purwanto (2001:102)

Penelitian di katakan layak jika peningkatan aktivitas belajar siswa memenuhi lebih 70%

Page 194: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

181

Populasi Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII A semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014

sejumlah 34 siswa, yang terdiri dari 12 laki-laki dan 22 perempuan. Kelas VIII A merupakan

kelas unggulan di SMPN 1 Jember selain kelas VIII J. Sedangkan kelas VIII reguler lainnya

berjumlah 8 kelas.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan terdiri dari:

1. Postes berupa soal subyektif yang terdiri dari 3 item yang dilengkapi kisi-kisi soal untuk

mendapatkan validitas internal/content validity (terlampir dalam RPP).

2. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) untuk mengukur aktivitas belajar yang diambil dari form

kurikulum SMPN 1 Jember menyatu dengan lembar penilain kognitif dan ketrampilan

sosial.

3. Lembar pengamatan guru dalam pembelajaran dengan pendekatan Contekstual Teaching

and Learning (CTL).

4. Lembar observasi langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dalam RPP.

Jadwal Penelitian

Agenda pertama yang dilakukan peneliti adalah setelah mengikuti kegiatan seminar di

Universitas Negeri Jember pada bulan Juli 2013 dengan Widya Iswara Dr. Ibrahim, dari

Universitas Negeri Malang. Dilanjutkan dengan desiminasi di sekolah dalam bentuk

Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) SMPN 1 Jember pada bulan Agustus 2013 yang

dihadiri oleh Kasi. Kurikulum Dinas Pendidikan Kabupaten Jember Tatang Prijohanggono, SPd.

MPd. dan diketahui Kepala Sekolah SMPN 1 Jember.

Pelaksanaan Penelitian Siklus I

a) Plan

Dilaksanakan pada tanggal 2 Oktober 2013 dihadiri oleh Kepala Sekolah dan 8 guru.

Sebagai tindak lanjut MGMPS dilaksanakan penyusunan proposal dan dilaksanakan dalam

bentuk kegiatan Lesson Study (LS) Berbasis Sekolah. Kegiatan Plan dipresentasikan proposal

PTK dengan dilengkapi RPP dan instrumen penelitiannya. Kegiatan LS disepakati bersama

dengan dewan guru SMPN 1 Jember yang akan ditindak lanjuti dengan kegiatan Do, dan See.

Dalam kegiatan plan peserta MGMPS menyarankan dilakukan revisi pada bagian-bagian:

1 . RPP :

Untuk mengoptimalkan fungsi tabel pada tahap kesimpulan maka saran dari peserta

MGMP untuk diperhatikan pada bagian:

Page 195: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

182

1) indikator kognitif untuk dipilah antara indikator kognitif produk dan indikator

proses. Untuk indikator 1 dan 3 termasuk kognitif produk, sedangkan indikator 2

termasuk kognitif proses karena ada proses pengamatan;

2) langkah elaborasi terdapat kegiatan penggunaan mikroskop yang seharusnya

tertulis pada indikator;

3) kegiatan pembelajaran presentasi harus masuk pada kegiatan elaborasi dan

kegiatan inti harus dipecah-pecah/dibagi dengan kegiatan inti (ekplorasi, elaborasi

dan konfirmasi);

4) penilaian, perlu dilakukan penilaian karakter supaya lebih terinci sesuai indikator

yang diharapkan.

2. LKS

Bagian LKS/VIII/Ganjil/macam-macam otot yang direvisi pada bagian;

1) langkah kerja 1, 2, 3 tidak perlu digunakan karena siswa tidak diharapkan untuk

trampil menggunakan mikroskop. Mikroskop hanya sebagai alat untuk

mengamati preparat jaringan otot yang sudah disediakan di meja objek

mikroskop;

2) mengganti kalimat pada langkah kerja nomor 4 dan 6 sesuai dengan rencana

kegiatan yang diharapkan (peserta didik hanya mengamati preparat yang sudah

tersedia jadi untuk keperluan digambar dan dibandingkan).

3. Alat/Media pembelajaran

Disarankan menggunakan mikroskop berbasis Informasi Teknologi (IT)

(Mikroskop berkamera) sehingga struktur jaringan otot dapat diperlihatkan pada

peserta didik langsung melalui viuwer/ lebih kontektual.

b) Do

Pada kegiatan Do dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan Penilaian Kinerja Guru

(PKG) pada tanggal 4 Oktober 2013 oleh assesor Suryaningsih, S,Pd. dan dibantu oleh

observer–observer yaitu:

1) Nur Ida Wahyunginsih, S.Pd. sebagai observer aktivitas guru dalam pelaksanaan

langkah-langkah pembelajaran dalam RPP;

2) Rofikh Anis, S.Pd. sebagai observer pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan CTL;

3) Mahasiswa PPL di SMPN 1 Jember dari FKIP UNEJ sebagai observer aktivitas siswa

dalam pembelajaran. Dalam kegiatan Do dalam LS, merupakan langkah tindakan dalam

PTK, yaitu menerapkan tindakan mengacu pada skenario dan RPP.

c) See

Page 196: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

183

Pada langkah kegiatan See, masing-masing observer memberikan data hasil observasi

melalui instrumen yang suda dipersiapkan. Observer memberikan masukan dalam bentuk

dokumen hasil instrumen. Pembahasan hasil evaluasi dari masing-masing lembar instrumen

didiskusikan di forum MGMP IPA Wilayah Tengah Kabupaten Jember pada hari Rabu

tanggal 9 Oktober 2013 yang dihadiri oleh 23 guru dari 15 SMPN di Wilayah Kota. Hasil

evaluasi disusun refleksi sebagai tindak lanjut dari aktivitas peneliti untuk siklus ke II.

Pelaksanaan Penelitian Siklus II

Jadwal penelitian siklus II adalah sebagai berikut:

1. Do dan See pada siklus II pada tanggal, 8 Nopember 2013.

2. Analisa data dan pelaporan pada minggu pertama bulan Desember.

3. Persiapan seminar hasil pada minggu ke dua bulan Desember 2013.

Dalam kegiatan “See” peneliti dibantu observer untuk pengambilan data sesuai intrumen

yang dipersiapkan dan sekaligus menilai hasil tindakan dengan menggunakan format RPP. Pada

langkah ini dilakukan pengamatan. Hasil dari data yang ada dievaluasi dan dilakukan tindakan

refleksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Data Siklus I

Evaluasi Data Hasil Belajar Siswa

Berdasarkan data dari hasil analisis postes dapat dijelaskan bahwa pembelajaran belum

dapat tuntas secara klasikal yaitu 59 % dan masih di bawah 85% ketuntasan yang diharapkan

dari KKM yang ditentukan yaitu 79. Diperoleh data 20 siswa yang dapat tuntas dan siswa yang

tidak tuntas ditemukan 14. Sedangkan masing-masing indikator dapat dijelaska bahwa:

1. pada indikator 1 yang terdiri dari 1 soal pada nomor 1, dapat tuntas dengan nilai daya

serap siswa 57 % dapat di atas KKM indikator 1 yaitu 80;

2. pada indikator 2 yang terdiri dari 1 soal pada nomor 2, dapat tuntas dengan nilai daya

serap siswa 97% dapat di atas KKM indikator 2 yaitu 78;

3. pada indikator 3 yang terdiri dari 1 soal pada nomor 3, dapat tuntas dengan nilai daya

serap siswa 95% dapat di atas KKM indikator 3 yaitu 79;

Ketidak tuntasan secara klasikal dikarenakan ketidak tuntasan pada indikator ke 1. Pada

indikator tersebut ditemukan ketidak konsistenan guru dalam menyusun kesimpulan bertabel.

Guru menyusun kesimpulan dalam bentuk tabel hanya untuk materi pada indikator 2 dan 3.

Page 197: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

184

KKM indikator yang ditargetkan adalah 80, namun daya serap siswa hanya mencapai 57.

Dengan demikian maka kegagalan dalam menuntaskan hasil belajar dihambat oleh adanya sikap

guru yaitu kurang memperhatikan penyimpulan secara menyeluruh.

Evaluasi Data Aktivitas Belajar Siswa

Berdasarkan lembar penilaian berkarakter yang ada maka dapat ditemukan aktivitas-

aktivitas siswa dari instrumen karakter yaitu: a) nilai kejujuran siswa: 100%; b) perhatian siswa:

100%; c) tanggung jawab: 100%: d) percaya diri: 100%. Rata-rata penilaian berkarakter: 100%.

Sedangkan nilai dari instrumen ketrampilan sosial yaitu: a) ketrampilan bertanya siswa:

85%; b) ketrampilan memberikan pendapat: 76%; c) komunikatif dalam bekerjasama: 88%:

d) menghargai pendapat: 100%. Rata-rata nilai ketrampilan sosial: 87%.

Evaluasi Data Hasil Aktivitas Guru Hasil Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran

dengan Pendekatan CTL

Berdasarkan lembar observasi aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran CTL yang

digunakan kurikulum SMPN 1 Jember sebagai dokumen supervisi guru diperoleh data yang

menunjukkan pelaksanaan kategori sangat baik (4) dan kategori baik (3). Berikut penjelasan satu

persatu pada masing-masing aspek penilaian:

a. membuka pelajaran (apersepsi) mendapatkan score 3,5;

b. pelaksanaan kegiatan inti yang meliputi:

1) penggunaan metode memperoleh score 3;

2) penggunaan strategi memperoleh score 3;

3) penggunaan media memperoleh score 3;

4) penguasaan kompetensi memperoleh score 3,3;

5) pembelajaran menyenangkan memperoleh score 3;

6) keterkaitan metode dengan pengembangan kecakapan memperoleh score 3;

7) refleksi memperoleh score 3;

8) penilaian memperoleh score 3; dan

9) faktor penunjang (rasa percaya diri) memperoleh score 3.

Nilai rata-rata score yaitu 3,1. Angka ini dapat dikategorikan baik. Simpulan penilaian

dan rekomendasi dari kepala sekolah menyebutkan perlu adanya upaya guru dalam

meningkatkan secara keseluruhan dari masing-masing komponen yang ada dalam lembar

observasi supaya pemilihan strategi yang dikembangkan guru dalam upaya menemukan solusi

permasalahan di kelas dapat teratasi dengan sebaik-baiknya.

Evaluasi Data Hasil Observasi Langkah-langkah Kegiatan dalam RPP

Page 198: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

185

Penilaian pelaksanaan langkah-langkah dalam pembelajaran pada RPP yang digunakan

guru menunjukkan data sebagai berikut:

a. pada kegiatan pendahuluan yang terdiri dari apersepsi, motivasi menujukkan ketercapaian

dalam kategori baik (B);

b. pada kegiatan inti, elaborasi juga terlaksana dengan ditunjukkan ketercapaian dalam kategori

baik (B). Meskipun ditemukan ada bagian dari langkah-langkah guru yang cukup baik yaitu

pada langkah penyampaian penilaian karakter dan ketrampilan sosial pada siswa. Sedangkan

pada kegiatan konfirmasi yang diakhiri dengan membuat kesimpulan dengan tabel dengan

cara menuliskan pada tabel yang sudah disiapkan di papan whiteboard ditemukan satu

indikator tidak disusun dalam bentuk tabel karena materinya merupakan pengertian/definisi

konsep. Pada kesempatan ini guru juga memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya dan

sekaligus memberikan penilaian karakter tanggung jawab dan perhatian. Hasil pengamatan

observer memberikan kategori terlaksana dengan baik;

c. pada kegiatan penutup, observer memberikan penilaian terlaksana dengan baik;

d. penggunaan waktu terlaksana dengan tepat sesuai dengan skenario langkah-langkah dalam

RPP.

Refleksi

Berdasarkan evaluasi dari 4 instrumen yang ada maka refleksi yang dilakukan peneliti

sebagai langkah perbaikan dalam siklus ke II yaitu:

a. bagian dari langkah-langkah guru yang cukup baik yaitu pada langkah penyampaian penilaian

karakter dan ketrampilan sosial pada siswa, perlu senantiasa dijelaskan oleh guru dan bahkan

guru perlu meminta ataupun melibatkan siswa untuk melakukan penilaian antar siswa yang

dipandu oleh ketua kelompok;

b. pada bagian konfirmasi guru hendaknya dapat melaksanakan dengan sangat baik, bukan

hanya baik. Hal ini karena pada bagian konfirmasi inilah peran dari strategi menyusun

kesimpulan dalam bentuk tabel menjadi peran yang penting dan menjadi solusi utama dalam

permasalahan pembelajaran;

c. guru harus benar-benar mempersiapkan tabel yang menjadi media dalam menyusun

kesimpulan. Guru perlu melibatkan seluruh siswa dalam memanfaatkan tabel sebagai bagian

dari konfirmasi secara individual. Demikian pula materi yang diretensikan dalam kegiatan

konfirmasi dalam bentuk kesimpulan bertabel harus dibuat guru dengan cara mengajak siswa

mengarahkan tabel kesimpulan dalam belajarnya;

d. materi pada setiap indikator ketercapaian hasil belajar harus dipersiapkan guru dalam bentuk

kesimpulan bertabel.

Analisa Data Siklus II

Evaluasi Data Hasil Belajar Siswa

Page 199: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

186

Berdasarkan data dari hasil analisis postes dapat dijelaskan bahwa pembelajaran dapat

tuntas secara klasikal yaitu 88% di atas 85% ketuntasan yang diharapkan dari KKM yang

ditentukan yaitu 76. Diperoleh data 30 siswa tuntas dan 4 siswa yang tidak tuntas. Sedangkan

masing-masing indikator dapat dijelaska bahwa:

1. pada indikator 1 yang terdiri dari 2 soal pada nomor 1 dan 2, dapat tuntas dengan nilai daya

serap siswa 92% dapat di atas KKM indikator 1 yaitu 78;

2. pada indikator 2 yang terdiri dari 3 soal pada nomor 3,4, dan 5, dapat tuntas dengan nilai daya

serap siswa 82% dapat di atas KKM indikator 1 yaitu 74;

Evaluasi Data Aktivitas Belajar Siswa

Berdasarkan lembar penilaian berkarakter yang ada maka dapat ditemukan aktivitas-

aktivitas siswa dari instrumen karakter adalah sebagai berikut: 1) nilai kejujuran siswa: 100%;

2) perhatian siswa: 100%; 3) tanggung jawab: 100% dan 4) percaya diri: 100%. Rata-rata

penilaian berkarakter: 100%.

Sedangkan nilai dari instrumen ketrampilan sosial yaitu: 1) ketrampilan bertanya siswa:

100%; 2) ketrampilan memberikan pendapat: 97%; 3) komunikatif dalam bekerjasama: 94%, dan

4) menghargai pendapat: 100%. Rata-rata nilai ketrampilan sosial: 98%.

Evaluasi Data Hasil Aktivitas Guru Hasil Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran

dengan Pendekatan CTL

Berdasarkan lembar observasi aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran CTL yang

digunakan kurikulum SMPN 1 Jember sebagai dokumen supervisi guru diperoleh data yang

menunjukkan pelaksanaan kategori sangat baik (4) dan kategori baik (3). Berikut penjelasan

satu persatu pada masing-masing aspek peilaian:

a. membuka pelajaran (apersepsi) mendapatkan score 4; dan

b. pelaksanaan kegiatan inti yang meliputi:

1) penggunaan metode memperoleh score 4;

2) penggunaan strategi memperoleh score 3,5;

3) penggunaan media memperoleh score 4;

4) penguasaan kompetensi memperoleh score 4;

5) pembelajaran menyenangkan memperoleh score 3,5;

6) keterkaitan metode dengan pengembangan kecakapan memperoleh score 4;

7) refleksi memperoleh score 3,5;

8) penilaian memperoleh score 4; dan

9) faktor penunjang (rasa percaya diri) memperoleh score 3,75

Nilai rata-rata score yaitu 3,5. Angka ini dapat dikategorikan baik menuju sangat baik.

Simpulan penilaian dan rekomendasi dari kepala sekolah menyebutkan guru perlu membiasakan

Page 200: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

187

siswa yang lain meski bukan kelas VIII A untuk menggunakan teknik yang sudah terbukti

memberikan solusi dalam pemecahan permasalahan di kelas.

Evaluasi Data Hasil Observasi Langkah-langkah Kegiatan dalam RPP

Penilaian pelaksanaan langkah-langkah dalam pembelajaran pada RPP yang digunakan

guru menunjukkan data sebagai berikut:

a. pada kegiatan pendahuluan yang terdiri dari apersepsi, motivasi menujukkan ketercapaian

dalam kategori baik (B);

b. pada kegiatan inti, elaborasi juga terlaksana dengan ditunjukkan ketercapaian dalam kategori

baik (B). Sedangkan pada kegiatan konfirmasi yang diakhiri dengan membuat kesimpulan

dengan tabel dengan cara menuliskan pada tabel yang sudah disiapkan secara individu oleh

guru. Hasil pengamatan observer memberikan kategori terlaksana dengan baik (B);

c. guru memberikan peringatan bahwa guru akan selalu memberikan penilaian proses dari

aktivitas siswa;

d. pada kegiatan penutup, observer memberikan penilaian terlaksana dengan baik;

e. penggunaan waktu terlaksana dengan tepat sesuai dengan skenario langkah-langkah dalam

RPP.

Pembahasan

Berdasarkan kedua data dari siklus I dan II maka dapat dijelaskan bahwa ditemukan

adanya peningkatan hasil belajar dengan ditunjukkan dari data hasil belajar. Besarnya

peningkatan mencapai 29 % dari ketercapaian 59 % menjadi 88 %. Lebih jelasnya dapat dilihat

pada grafik berikut ini:

Siklus I Siklus II

Page 201: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

188

Adanya peningkatan hasil belajar tersebut dikarenakan adanya peningkatan aktivitas

siswa dalam pelaksanaan belajar di masing-masing kelompoknya. Hasil instrumen karakter dan

ketrampilan sosial yang diperoleh dari data observer dan data dari ketua kelompok menunjukkan

adanya peningkatan yang signifikan setelah guru memberikan peringatan akan adanya penilai

proses yang dilakukan oleh guru dibantu penilaian antar siswa dalam kelompok. Dengan

memanfaatkan ketua kelompok sebagai penanggung jawab penilaian antar siswa, maka guru

dapat terbantukan untuk melakukan penilaian proses dengan baik.

Adanya peningkatan aktivitas belajar yang diperoleh dari nilai karakter dan nilai

ketrampilan sosial sebesar 9% dari siklus I ke siklus II yaitu dari 87% ke 98%. Adanya

peningkatan hasil belajar disebabkan teknik membuat rangkuman yang digunakan siswa dapat

membantu siswa dalam kegiatan konfirmasi pada pengalaman belajarnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil PTK yang dilaksanakan dengan tindakan Lesson Study maka dapat

disimpulakan adanya peningkatan hasil belajar Biologi melalui Rangkuman Bertabel pada Kelas

VIII A dalam kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran 2013/2014.

Perlu adanya kegiatan berkelanjutan dalam melakukan tindakan kelas sebagai solusi

permasalahan di kelas-kelas yang memiliki masalah pembelajaran. Refleksi harus secara

konsisten dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, melalui diskusi pada forum-

forum musyawarah guru baik MGMP IPA Wilayah Tengah atau MGMP SMP Negeri 1 Jember.

Hasil penelitian perlu dilakukan seminar hasil sebagai upaya publikasi ilmiah dan membantu

guru dalam memberikan tuntunan dalam menemukan solusi permasalahan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Anitah, Sri. 2009. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Mariana, I Made Ade dan Wandy Praginda. 2009. Hakikat IPA dan Pendidikan IPA. Jakarta:

PPPTK IPA untuk Program BERMUTU.

Sapriati, Amalia. 2010. Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sudjana, Nana. 1989. Penilai Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya.

Page 202: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

189

Suhardjono. 2011. Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah. Malang:

Cakrawala Indonesia bekerjasama dengan LP3M.

Tayibnapis, Farida Yusuf. 2000. Evalusi Program. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 203: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

199

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team

Achievement Division) Terintegrasi Lesson Study untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas IX-F

SMPN 1 Jember Semester Ganjil Tahun Ajaran 2013/2014

Tutuk Mudjiastuti 1 1 SMP Negeri 1 Jember

email: [email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil penerapan pembelajaran kooperatif tipe

STAD yang diintegrasikan dengan lesson study. Penerapan lesson study pada siklus I dan siklus II

meliputi tiga tahap, yakni plan atau perencanaan; do atau pelaksanaan; dan see atau evaluasi. Tahap

perencanaan dilaksanakan oleh guru model dan beberapa guru lainnya dalam merencanakan

pembelajaran dengan model STAD yang akan dilaksanakan di kelas. Tahap pelaksanaan merupakan

eksekusi pembelajaran di kelas oleh guru model, sedangkan tahap evaluasi merupakan kegiatan

refleksi dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Jember

pada siswa kelas IXF Semester Ganjil Tahun Ajaran 2013/2014. Pada siklus I, tingkat ketuntasan hasil

belajar siswa mencapai 76,47% sedangkan pada siklus II, tingkat ketuntasan mencapai 88,24%.

Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif dengan

integrasi lesson study dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

.

Kata kunci: pembelajaran koopertif, STAD, lesson study, hasil belajar

PENDAHULUAN

Fenomena umum yang muncul dari pembelajaran matematika melibatkan banyak

komponen utama dari proses pembelajaran itu sendiri, baik dari kondisi peserta didik, guru

sebagai fasilatator, media, dan sebagainya. Masih merupakan isu klasik jika matematika adalah

subjek pembelajaran yang memuat banyak data numerik dan tumpukan rumus. Kesan semacam

ini dialami sendiri oleh peserta didik yang telah lama mendiami pembelajaran konvensional.

Pembelajaran konvensional yang membosankan lebih cenderung menggunakan metode ceramah

dan banyak latihan soal. Kondisi ini sesuai dengan laporan World Bank yang menyatakan bahwa

metode dan strategi yang digunakan dalam pembelajaran di Indonesia lebih didominasi oleh

metode ceramah dengan persentase 52%, sedangkan sisanya adalah problem solving (20%),

diskusi (15%), aktivitas praktikum (10%) dan investigasi (3%).

Page 204: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

200

Sebagai 'juru kemudi' di kelas, guru tentu telah mengetahui dan menyadari bahwa konten

matematika yang harus dipelajari siswa cukuplah banyak. Namun hal penting lainnya yang perlu

disadari oleh guru bahwa matematika yang diajarkan bukanlah rumusnya, bukan pula

hafalannya, melainkan konsep matematika itu sendiri yang melahirkan rumusnya. Menanamkan

konsep kepada setiap siswa bukanlah pekerjaan yang mudah jika dilakukan dalam waktu singkat

satu pertemuan atau 2 × 40 menit, terlebih lagi jika kondisi siswa cukup pasif.

Diskusi yang dikemas dalam pembelajaran kooperatif adalah salah satu solusi untuk

meningkatkan aktivitas kelas. Menurut Isjoni (2010: 89) belajar kooperatif memiliki potensi

untuk mengurangi kelas-kelas pasif ke dalam kelas dinamik dan orientasi kelompok. Slavin

(dalam Isjoni, 2010: 15) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model

pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang untuk

memahami bersama sebuah materi yang diawali dengan penyajian materi oleh guru.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mudjiastuti & Rubiyanti (2012: 99) menyebutkan

bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIII-G SMPN 1 Jember dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis karakter mengalami peningkatan dari siklus I ke

siklus II. Pada siklus I nilai rata-rata kelas sebesar 75,6 % dan siklus II meningkat menjadi 81%.

Sedangkan hasil belajar Matematika siswa kelas IX-A SMPN 1 Jember dengan menerapkan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis karakter mengalami peningkatan dari siklus I

ke siklus II. Pada siklus I nilai rata-rata kelas sebesar 77,5 % dan siklus II meningkat menjadi

90%.

Sintaks pembelajaran kooperatif tipe STAD meliputi 6 fase dan diuraikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sintaks Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

Sintaks Kegiatan

Menyampaikan tujuan belajar dan

memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai pada

pelajaran tersebut dan memotivasi siswa

belajar.

Page 205: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

201

Sintaks Kegiatan

Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa

dengan cara demonstrasi atau melalui

bahan bacaan

Mengorganisasikan siswa ke dalam

kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa

bagaimana cara membentuk kelompok-

kelompok belajar dan membantu setiap

kelompok agar melakukan transisi secara

efisien.

Membimbing kelompok bekerja dan

belajar.

Guru membimbing kelompok-kelompok

belajar pada saat mereka mengerjakan

tugas mereka.

Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang

materi yang telah dipelajari atau masing-

masing kelompok mempresentasikan hasil

kerjanya.

Memberikan penghargaan Guru menentukan cara-cara untuk

menghargai baik upaya maupun hasil

belajar individu maupun kelompok.

Isu-isu pembelajaran yang muncul dan terus berkembang tidak hanya berasal dari kondisi

peserta didik, namun juga menyangkut kualitas guru, penggunaan media, serta penggunaan

strategi dan teknik selama pembelajaran. Solusi mutlak yang perlu dilakukan adalah pembenahan

kualitas pembelajaran dengan membudayakan guru-guru untuk menuju praktik dan

kecenderungan mengajar inovatif.

Lesson study merupakan sebuah metode untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan

mengembangkan profesionalisme guru. Lesson study yang dalam Bahasa Jepang adalah

"Jugyokenkyu" lahir dan berkembang di Jepang dan kemudian diadaptasi di Amerika Serikat dan

Page 206: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

202

menyebar hingga ke Indonesia. Pelaksanaan lesson study menekankan pada tiga tahap, yakni

plan (merencanakan atau merancang), do (melaksanakan), dan see (mengamati dan merefleksi).

Menurut Styler dan Hiebert (dalam Susilo, 2010:3), lesson study adalah suatu proses

kolaboratif pada sekelompok guru ketika mengidentifikasi masalah pembelajaran, merancang

suatu skenario pembelajaran (yang meliputi kegiatan mencari buku dan artikel mengenai topik

yang akan dibelajarkan); membelajarkan peserta didik sesuai skenario (salah seorang guru

melaksanakan pembelajaran sementara yang lain mengamati), mengevaluasi dan merevisi

skenario pembelajaran, membelajarkan lagi skenario pembelajaran yang telah direvisi,

mengevaluasi lagi pembelajaran dan membagikan hasilnya dengan guru-guru lain.

Siklus pengkajian pembelajaran dengan lesson study dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Siklus Pengkajian Pembelajaran dalam Lesson Study di Indonesia

Plan Do

See

Secara kolaborasi

merencanakan pembe-

lajaran yang berpusat

pada siswa berbasis

permasalahan kelas.

Seorang guru melak-

sanakan pembelajaran

yang berpusat pada

siswa sementara guru

lain mengobservasi

aktivitas belajar

siswa

Dengan prinsip kole-

galitas secara kolabo-

rasi merefleksikan

efektivitas pembela-

jaran dan saling

belajar.

Page 207: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

203

METODE

Dalam penelitian ini, pendekatan penelitian yang digunakan ialah pendekatan kualitatif

dimana hasilnya mendeskripsikan penerapan dan efektivitas pembelajaran kooperatif tipe STAD

dengan integrasi lesson study. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IXF sebanyak 34

siswa di SMP Negeri 1 Jember, seorang guru model dan 4 observer. Instrument yang digunakan

dalam pengumpulan data berupa: (1) lembar keterlaksanaan langkah-langkah skenario

pembelajaran dalam RPP, (2) lembar penilaian karakter dan keterampilan sosial siswa, (3)

lembar penilaian pendekatan Contextual Teachinng and Learning (CTL) dan (4) soal posttest.

Keberadaan CTL bukanlah komponen utama pada penelitian ini. Pendekatan CTL digunakan

sebagai pendekatan dalam pembelajaran dikarenakan peneliti menyesuaikan dengan misi sekolah

tempat penelitian, yakni melaksanakan pembelajaran melalui pendekatan CTL, sehingga setiap

pelaksanaan pembe-lajaran yang dilaksanakan di SMPN 1 Jember diharapkan menggunakan

pendekatan CTL.

Tahap perencanaan diawali dengan proses pembuatan RPP yang dilengkapi dengan

perangkat pembelajaran yang dibutuhkan seperti lembar kerja siswa. RPP yang telah rampung

tersebut kemudian dipresentasikan di hadapan tim lesson study, yang beranggotakan guru dan

narasumber. Pada akhir pemaparan rencana pembelajaran tersebut, guru dan tim lesson study

akan mendiskusikan hal-hal yang perlu diperbaiki, dan menjadi bahan untuk penyempurnaan

rencana dan seluruh perangkat yang telah disiapkan.

Pelaksanaan (do) merupakan eksekusi dari tahap perencanaan oleh guru model dengan

beberapa observer. Tugas observer adalah mengamati aktivitas siswa dan guru selama

pembelajaran berlangsung. Tahap refleksi (see) merupakan evaluasi yang terhadap pembelajaran

yang telah berlangsung. Evaluasi ini diberikan oleh observer kepada guru model, atau evaluasi

itu dapat muncul dari guru model itu sendiri.

Tabel 2 menyajikan pelaksanaan tahapan lesson study selama dua siklus berlangsung.

Tabel 2. Waktu Pelaksanaan Lesson Study

Siklus Materi Plan Do See

Page 208: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

204

Pembelajaran

Siklus I Kesebangunan Rabu,

24 Juli 2013

Kamis,

22 Agustus 2013

Kamis,

22 Agustus 2013

Siklus II Luas

Permukaan

dan Volume

Bola

Sabtu,

28 September 2013

Kamis,

17 Oktober 2013

Kamis,

17 Oktober 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I

Tahap Perencanaan

Tahapan perencanaan (plan) bertujuan untuk menghasilkan rencana pembelajaran

yang diharapkan mampu menciptakan pembelajaran yang optimal. Tahap perencanaan untuk

siklus I ini dilaksanakan pada tanggal 24 Juli 2013 dan dihadiri oleh 17 orang, yakni Tatang

Prihanggono, S.Pd., M.Pd. selaku Pejabat Dinas Pendidikan dan narasumber MGMPS forum

kegiatan pengembangan diri, Drs. H. Sunaryono, M.M., selaku Kepala SMPN 1 Jember,

Drs. Heny Yudyastuti, M.Pd. selaku penanggung jawab standar proses SMPN 1 Jember, dan

guru-guru SMPN 1 Jember.

Kegiatan inti dari tahap perencanaan adalah presentasi dari pemateri atau guru yang

akan melakukan pembelajaran, yakni Dra. Tutuk Mudjiastuti, S.Pd. Selama presentasi

materi, guru model memaparkan skenario pembelajaran yang terangkum dalam rencana

pelaksanaan pembelajaran dan media yang akan digunakan selama proses pembelajaran.

Pada pembelajaran yang akan dilaksanakan, guru akan melakukan pembelajaran materi

kesebangunan di kelas IXF. Sedangkan media yang digunakan selama pembelajaran adalah

lembar kerja siswa dan media presentasi.

Setelah sesi pemaparan rampung, diskusi antara guru model, peserta atau tim lesson

study, dan narasumber dilaksanakan. Hasil dari diskusi tersebut adalah: (1) perlunya

Page 209: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

205

penulisan sintaks STAD pada skenario pembelajaran RPP; (2) tujuan pembelajaran untuk

ranah afektif tidak perlu dijabarkan; (3) guru perlu menyampaikan kepada siswa mengenai

model pembelajaran yang akan digunakan beserta aturan jalannya pembelajaran.

Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan ini merupakan tahapan implementasi dan eksekusi dari tahapan

perencanaan. Pada tahapan ini, guru model menyampaikan materi tentang kesebangunan.

Seluruh proses pembelajaran dikelola menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD yang mencakup seluruh sintaks yang ada pada pembelajaran kooperatif itu sendiri.

Pembelajaran dimulai dengan memberikan apersepsi dan motivasi berkaitan dengan materi

yang akan dipelajari, dan dilanjutkan dengan penyampaian tujuan pembelajaran.

Untuk menanamkan konsep kesebangunan pada siswa, guru menggunakan lembar

kerja siswa dengan basis penemuan terbimbing. Konsep yang perlu ditanamkan dari

pembelajaran ini adalah pengertian sebangun dan syarat-syarat dua bangun yang sebangun.

Untuk mengukur hasil kemampuan siswa selama pembelajaran guru menggunakan

posttest, yang juga akan digunakan sebagai analisis pembelajaran pada siklus I. Pada akhir

proses pembelajaran guru menetapkan kelompok terbaik sebagai bentuk penghargaan bagi

kinerja dan kerjasama dalam kelompok.

Tahap Refleksi

Pembelajaran yang telah dilaksanakan di kelas kemudian dievaluasi bersama tim

lesson study. Observer guru maupun siswa menemukan beberapa hal yang perlu diperbaiki.

Salah satu yang perlu diperbaiki ialah pemahaman siswa mengenai konsep kesebangunan

antar dua segitiga dan kesebangunan antar dua bangun bukan segitiga. Yang menjadi

permasalahan pada pemahaman tersebut adalah tertukarnya konsep mengenai syarat dua

buah bangun non segitiga yang sebangun dengan konsep kesebangunan dua buah segitiga.

Berdasarkan pendapat guru matematika lainnya yang juga merupakan salah satu tim lesson

study, guru model perlu memberikan contoh konkret dari dua buah bangun yang tidak

sebangun, artinya contoh bangun non-konsep perlu disajikan secara konkret. Hal ini tentu

Page 210: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

206

berkaitan dengan konsep matematika yang abstrak sehingga perlu dikonkretkan dengan

contoh bangun nyatanya.

Hasil diskusi pada tahap see ini menjadi bahan perbaikan untuk tahap perencanaan

pada siklus selanjutnya.

Siklus II

Tahap Perencanaan

Konten pelaksanaan tahap perencanaan untuk siklus II masih sama dengan tahap

perencanaan siklus II. Tahap perencanaan ini mencakup dua kegiatan utama, yakni

pemaparan dan diskusi. Berdasarkan hasil pemaparan, guru model akan melaksankan

pembelajaran materi luas permukaan dan volume bola. Guru model masih tetap

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan strategi penemuan

terbimbing. Penempatan penemuan terbimbing selama proses pembelajaran berada pada

langkah diskusi untuk menemukan luas permukaan dan volume bola, dimana penemuan

tersebut terbimbing oleh lembar kerja siswa.

Dalam menemukan formula luas permukaan dan volume bola, guru memanfaatkan alat

peraga kerucut dan belahan bola. Penggunaan alat peraga ini merupakan hasil tahap see atau

refleksi pada siklus I, dimana guru perlu memperkenalkan konsep kepada siswa dengan

benda yang lebih konkret.

Untuk siklus II, guru berencana untuk menginstruksikan setiap kelompok agar

menyiapkan alat peraga kerucut tanpa tutup dan setengah bola. Tugas ini akan menjadi tugas

terstruktur siswa. Penugasan terstruktur ini akan bermanfaat pula bagi pemahaman siswa

tentang ukuran kerucut dan bola yang dibuat.

Hal lain yang direncanakan oleh guru adalah aktivitas presentasi. Guru masih tetap

menggunakan aktivitas presentasi salah satu kelompok. Namun berdasarkan masukan salah

satu tim lesson study, guru model diminta untuk menambah satu kelompok untuk presentasi

sehingga kelompok yang presentasi adalah dua kelompok. Tujuan dari penambahan

kelompok yang presentasi adalah sebagai perbandingan hasil kerja siswa.

Tahap Pelaksanaan

Page 211: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

207

Pelaksanaan pembelajaran luas permuakaan dan volume bola masih menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe STAD. Aktivitas utama pada pembelajaran ini mencakup

menyampaikan tujuan pembelajaran, menyampaikan informasi atau materi, diskusi

kelompok, presentasi, hingga evaluasi.

Diskusi kelompok dilakukan untuk menemukan formula luas permukaan dan volume

bola. Untuk menentukan formula luas permuakaan bola, siswa diminta untuk melilitkan

sumbu kompor pada sebuah area lingkaran dan pada luas selimut setengah bola. Kemudian

siswa diminta untuk membandingkan panjang tali yang dibutuhkan untuk melilitkan area

lingkaran dan luasan permuakaan setengah bola tanpa tutup.

Proses kinerja siswa terbimbing oleh lembar kerja siswa dan panduan dari guru model.

Untuk menentukan volume bola, siswa diminta untuk mengisi kerucut dengan beras. Setelah

itu siswa diminta untuk mengisikan beras pada setengah bola dengan bantuan takaran

kerucut. Yang menjadi permasalahan pada aktivitas diskusi tersebut adalah berapa banyak

takaran kerucut yang diperlukan untuk mengisi penuh setengah bola.

Setelah aktivitas kinerja siswa dengan diskusi, dua kelompok diminta untuk

mempresentasikan hasil kinerja siswa. Dua kelompok tersebut ternyata mendapatkan hasil

yang sama, yaitu (1) panjang tali yang dibutuhkan untuk melilitkan penuh pada permukaan

setengah bola adalah dua kali panjang tali yang dibutuhkan untuk melilitkan area lingkaran;

dan (2) untuk mengisi penuh setengah bola dengan beras, dibutuhkan tiga takaran kerucut.

Hasil kinerja tersebut menyimpulkan bahwa luas permukaan setengah bola dua kali luas

lingkaran dan volume bola tiga kali luas volume kerucut. Hasil kesimpulan yang didapatkan

tersebut, menjadi modal bagi siswa untuk menurunkan rumus atau formula luas permukaan

dan volume bola. Hasil kesimpulan kinerja siswa kemudian ditransfer pada lembar kerja

siswa dimana siswa menuliskan kesimpulan kemudian menurunkan formula luas permukaan

dan volume bola.

Pembelajaran diakhiri dengan kesimpulan dan dilanjutkan dengan evaluasi hasil

belajar siswa dengan posttest. Pada siklus II ini guru kembali menetapkan kelompok terbaik

sebagai bentuk penghargaan bagi kinerja dan kerjasama dalam kelompok.

Page 212: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

208

Tahap Refleksi

Tahap refleksi dilakukan bersama tim lesson study. Hasil refleksi dari tim lesson study

menyampaikan bahwa pelaksanaan pembelajaran dari sisi aktivitas guru sudah baik.

Pembelajaran yang sudah baik ini dipengaruhi oleh suasana pembelajaran yang

menyenangkan di mana siswa terlibat langsung dalam pembelajaran sehingga siswa merasa

senang.

Hasil Belajar

Pada penelitian ini model yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe

STAD dengan integrasi lesson study. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

diharapkan mampu mengubah kelas yang cenderung pasif menjadi kelas yang lebih aktif,

sedangkan penerapan lesson study diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran

secara holistik agar menjadi pembelajaran yang optimal bagi siswa maupun bagi guru

sendiri.

Penelitian ini dilaksanakan melalui dua siklus dimana setiap siklus memiliki analisis

hasil belajar. Gambar 2 menyajikan nilai ketuntasan klasikal dari siklus I dan siklus II.

Gambar 2. Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II

Pada siklus I, ketuntasan klasikal hasil belajar siswa mencapai 76,47%; artinya sekitar

26 siswa dari 34 siswa memperoleh nilai di atas nilai 75 atau KKM, sedangkan sisanya tidak

70.00%

72.00%

74.00%

76.00%

78.00%

80.00%

82.00%

84.00%

86.00%

88.00%

90.00%

Siklus II Siklus II

Hasil Belajar Siswa

Page 213: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

209

mencapai nilai KKM. Hal ini mengindikasikan bahwa pembelajaran pada siklus I belum

berhasil. Jika ditilik dari hasil tahap see atau refleksi, presentase yang kurang baik ini

disebabkan oleh kesalahan pemahaman konsep. Kesalahan pemahaman ini juga disebabkan

karena guru tidak memberikan contoh konkret dari dua buah bangun yang tidak sebangun,

sehingga konsep kesebangunan antar dua segitiga dan non segitiga tertukar.

Berdasarkan hasil penilaian pendekatan CTL, ketercapaian pendekatan CTL sudah

sangat baik dimana sembilan indikator memperoleh skor 4 sedangkan dua indikator lainnya

memperoleh skor 3,75. Dari perolehan skor pada indikator-indikator tersebut, maka jumlah

seluruh skor adalah 43,5 dengan rata-rata 3,95 dengan kategori sangat baik.

Ketuntasan siklus II mencapai 88,24% artinya sekitar 30 dari 34 siswa mencapai

ketuntasan. Dengan demikian pembelajaran pada siklus II dapat dikatakan telah berhasil.

Tentu hasil yang membaik ini dipacu oleh perbaikan-perbaikan dari siklus sebelumnya.

Selain itu hasil penilaian pendekatan CTL sudah sangat baik, dimana hanya ada satu

indikator yang memperoleh skor 3,75 sedangkan 10 indikator lainnya memperoleh skor 4.

Dengan demikian perolehan jumlah skor keseluruhan adalah 43,75 dengan rata-rata 3,98 dan

berkategori sangat baik. Hasil ketercapaian pendekatan CTL ini mengalami peningkatan dari

siklus I ke siklus II.

KESIMPULAN

Hasil belajar matematika siswa kelas IXF SMPN 1 Jember dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD terintegrasi lesson study mengalami peningkatan dari siklus

I ke siklus II. Pada siklus I ketuntasan klasikal kelas mencapai 76,47%; sedangkan pada siklus II

mencapai 88,24%. Hasil ini menunjukkan peningkatan ketuntasan dari siklus I ke siklus II.

Dengan demikian penerapan pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD terintegrasi lesson

study dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IXF pada semester ganjil tahun

ajaran 2013/2014.

DAFTAR PUSTAKA

Page 214: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

210

Isjoni. 2010. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.

Susilo, H.,Chotimah, H., Joharmawan, R., Jumiati, Dwita, Y.S., dan Sunarjo. 2011. Lesson Study

Berbasis Sekolah (Guru Konservatif menuju Guru Inovatif). Malang: Bayumedia

Publishing.

World Bank Human Development Department East Asia and Pacific Region. 2010. Inside

Indonesia’s Mathematics Classrooms: A TIMSS Video Study of Teaching Practices and

Student Achievement. Jakarta: World Bank Office Jakarta.

Mudjiastuti, Tutuk dan Rubiyanti, Ida. 2012. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan

Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Karakter pada Sub

Pokok Bahasan Suku Banyak Di Kelas VIII-G dan Kesebangunan di Kelas IX-A SMP

Negeri 1 Jember. Prosiding Seminar Pendidikan Nasional di Universitas Jember, 91-

100. Jember, 19 Februari 2012.

Page 215: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

211

Implementasi Lesson Study pada Pembelajaran MIPA di SMA

untuk Menunjang Revitalisasi Pendidikan Karakter dan

Perolehan Nilai Ujian Nasional

Baso Amri Mursyd1, Suherman2, dan Sri Mulyani S2 1 Program Studi Pendidikan matematika FKIP Univ. Tadulako

2 Program Studi Pendidikan kimia FKIP Univ. Tadulako

Abstrak. Pelaksanaan lesson study dimaksudkan untuk pembinaan profesi guru

secara berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Lesson Study

menuntun siswa untuk menemukan konsep dan mampu menerapkannnya,

sehingga siswa lebih cerdas, kreatif, dan mandiri. Tujuan penelitian ini adalah

mendampingi guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, membangun

kreativitas, inovasi, kemandirian, dan kejujuran kepada siswa serta membangun

kepedulian guru terhadap perkembangan olah pikir dan olah hati siswa sehingga

terbangun karakter positif bagi siswa. Metode yang digunakan adalah Identifikasi

karakter siswa menggunakan rancangan expost facto perubahan waktu

berdasarkan “ trend” atau “time series”. Instrumen yang digunakan adalah angket.

Mengamati perkembangan karakter siswa melalui implementasi pembelajaran LS.

Setiap akhir pokok bahasan dilakukan evaluasi hasil pembelajaran. Hasil yang

diperoleh adalah Dekskripsi sikap dan keterampilan proses sains siswa. Secara

rata-rata sikap dan keterampilan sains siswa SMA SeKabupaten Parigi-Mouton

masih rendah. Karena itu, perlu peningkatkan perhatian sekolah dan guru terhadap

karakter positif siswa (Kognitif, sikap, dan keterampilan) .

Kata kunci: Lesson Study, Karakter, dan Nilai ujian

PENDAHULUAN

Mutu pendidikan di Negara Indonesia yang masih rendah, banyak mendapat sorotan

di masyarakat, terutama produk/lulusan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan termasuk

pendidikan sekolah menengah. Sorotan-sorotan yang umum terdengar adalah proses

pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang berkualitas. Guru lebih banyak

menyampaikan informasi fakta-fakta, tetapi kurang menfasilitasi dan memotivasi siswa untuk

menemukan, menerapkan fakta-fakta yang ditemukan sehingga siswa lebih memahami fakta-

fakta tersebut. Muslimin, 2012 mengatakan bahwa suatu pembelajaran yang menyajikan dan

menjelaskan fakta-fakta tidak bermakna bagi siswa dari pada menemukan, menerapkan dan

memahaminya. Pembelajaran yang menyajikan dan menjelaskan fakta-fakta tidak

mengaktifkan potensi yang dimiliki siswa, sehingga siswa sulit menemukan jati dirinya. UU

Page 216: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

212

Sisdiknas, 2003, pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sampai saat ini pembangunan pendidikan nasional secara umum masih dihadapkan

pada berbagai permasalahan terkait dengan masih rendahnya kualitas proses pembelajaran

dan hasil pendidikan termasuk di dalamnya rendahnya daya saing lulusan dan kurangnya

kepercayaan masyarakat. Permasalahan kualitas pendidikan tidak berdiri sendiri, tetapi

terkait dalam satu sistem yang saling berpengaruh. Mutu keluaran dipengaruhi oleh mutu

masukan dan mutu proses. Secara eksternal, komponen masukan pendidikan yang secara

signifikan berpengaruh terhadap mutu pendidikan yang meliputi: (1) ketersediaan pendidik

dan tenaga kependidikan yang belum memadai secara kuantitas dan kualitas, serta

kesejahteraan yang juga belum memadai, (2) prasarana dan sarana belajar yang belum

tersedia dan belum didayagunakan secara optimal, (3) pendanaan pendidikan yang belum

memadai untuk menunjang mutu pembelajaran, dan (4) proses pembelajaran yang belum

efisien dan efektif (Depdiknas, 2005). Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa guru

merupakan komponen yang sangat sentral dalam menentukan upaya meningkatan mutu

pendidikan.

Namun ironis sekali bahwa sebagian besar guru MIPA di SLTP, SLTA dan SMK (di

Jakarta) tidak dapat menjawab soal- soal yang seharusnya dapat dikerjakan oleh siswa dari

skala 1-10. Guru yang mendapat angka 7,5 keatas hanya 3%, dan yang lulus skor seadanya

hanya 57% (Tempo, Januari 2001). Uji kompetensi yang dilakukan LPMP yaitu dari 3.651

orang guru, yang mendapatkan nilai dibawah 60 adalah sekitar 90% padahal soal yang

diujikan masih dibawah soal ujian nasional (Yunita,2009). Selain kompetensi profesional

guru yang rendah, juga kompetensi paedagogiknya. Sejumlah 95 orang guru IPA yang

melaksanakan pembelajaran di kelas, umunya hanya menyampaikan informasi fakta kepada

siswa dengan tingkat kognitif rendah, yang merupakan salah satu penyebab siswa kurang

kreatif, kurang memahami konsep-konsep IPA. Dengan demikian kualitas hasil belajar siswa

menjadi rendah (Ibrohim, 2011).

Page 217: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

213

Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu dan

daya kompetisi lulusan sekolah menengah dan perguruan tinggi, salah satunya adalah

melalui peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru dan dosen. Pada tahun 2005

pemerintah telah menerbitkan payung hukum dalam peningkatan mutu pendidikan termasuk

mutu lulusan dan daya saingnya yaitu dengan mengeluarkan Undang-Undang No.14 tentang

Guru dan Dosen, serta peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang standar Nasional

Pendidikan. Hal tersebut dimaksudkan agar standar proses, pelaksanaan, dan lulusan suatu

lembaga pendidikan formal adalah sama. Indikator ketercapaian standar tersebut di sekolah

menengah adalah Nilai Ujian Nasional (UN). Namun ketercapaian nilai standar nasional

tersebut belum memenuhi harapan masyarakat.

Nilai UN di setiap propinsi di Indonesia masih bervariasi, ini dimaksudkan untuk

mengetahui bobot pendidikan setiap propinsi/kabupaten/kota. Umumnya nilai UN di tingkat

nasional, Propinsi Sulawesi Tengah masih berada pada urutan di bawah. Demikian nilai UN

tahun 2010,2011, dan 2012 tingkat SMU di Kabupaten Parigi Moutong masih berada pada

urutan /peringkat 6 – 8 di Propinsi Sulawesi Tengah. Salah satu penyebab utama adalah

proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru MIPA di SMU Kabupaten Parigi Moutong

masih rendah. Sekitar 30 orang guru MIPA yang melaksanakan proses pembelajaran ternyata

26 orang guru tidak lengkap perangkatnya (Silabus, RPP, LKS, dan Program kerja tahunan).

Selain itu juga data hasil evaluasi pembelajaran siswa tidak dijadikan pedoman oleh guru

untuk merefleksi pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan. Selanjutnya belum

ditemukan guru yang memperhatikan kesulitan belajar siswa dan memberikan hak belajar

kepada semua siswa.

Rencana penelitian ini memiliki tujuan khususn yaitu; Mendampingi guru membuat

perencanaan pembelajaran yang mampu meningkatkan kreatifitas, aktivitas, motivasi, dan

inovasi (“KAMI”) bagi siswa. Mendampingi melaksanakan penbelajaran untuk

meningkatkan “KAMI” dan memenuhi hak belajar semua siswa. Mendampingi guru

merefleksi pembelajaran yang telah dilakukan yang kemudian melakukan redesign untuk

lebih meningkatkan kualitas pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran, guru senantiasa

menyampaikan pesan moral melalui materi pembelajaran yang diberikan.

Berdasarkan hal tersebut maka urgensi penelitian ini adalah membentuk

keprofesionalan bagi tenaga pendidik (Guru) yang mampu memberikan pelayanan optimal

kepada semua siswa yang diajar secara berkelanjutan dan kontinu. Akhirnya lulusan menjadi

Page 218: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

214

lebih mandiri dan memiliki ketangguhan bersaing secara nasional maupun internasional.

Akhirnya mutuh pendidikan Indonesia dapat berada pada kelompok negara yang kualitas

pendidikannya tinggi seperti Jepang.

Dengan demikian, kedua masalah mendasar yang dialami oleh dunia pendidikan

(khususnya di Sulawesi Tengah) yaitu tentang tingkat ketercapaian nilai ujian nasional yaitu

kompetensi siswa kurang manpu bersaing secara nasional karena telah dipengaruhi oleh

karakter siswa yang kurang kreatif, kurang mandiri, dan kurang disiplin, dapat ditingkatkan

dengan memperhatiakn hak belajar siswa dengan menguatkan kompetensinya sehingga siswa

lebih bersemangat dengan karakter yang positif. Hal tersebut diungkap dalam suatu kata-

kata bijak pada pendidikan karakter di sekolah yaitu kompetensi membuat seseorang bisa

melakukan tugasnya denga baik, namun karakterlah yang membuatnya bertekad mencapai

yang terbaik dan selalu ingin lebih baik. Orang dengan kompetensi yang (berkualitas) tinggi

tanpa disertai karakter yang baik dapat menjadi sumber masalah bagi lingkungannya (Gede

Raka, 2011). Kompetensi dan karakter siswa dapat dibentuk oleh lingkungan sekolah,

terutama pada proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan kebijakan kedisiplinan

sekolah.

Bila disimak kejadian yang sering terjadi mengenai kekerasan yang dilakukan oleh

siswa, disebabkan karena karakter yang dimilikinya kurang terarah. Hal ini berpengaruh

pada tingkat pengembangan kompetensi siswa.Umumnya siswa yang karakternya kurang

terarah ia menjadi kurang disiplin, kurang mandiri, dan keingintahuan rendah, tingkat

pengembangan kompetensinya menjadi rendah. Akibatnya kurang percaya diri dan ingin

selalu mendapatkan bimbingan langsung, karena itu penguasaan materi pelajaran sangat

lemah, sehingga dapat mempengaruhi rendahnya nilai ujian mereka (terutama nilai UN). Hal

ini umumnya terjadi pada siswa SMA di kabupaten/kota di Indonesia (Femmy., dkk, . 2011

dan Sa’dun, 2012). Solusi yang dapat mengatasi masalah karakter dan meningkatkan

kompetensi siswa untuk menguasai materi pelajaran sehingga nilai ujiannya (UN) dapat

meningkat adalah meningkatkan kualitas pembelajaran dan memenuhi hak belajar semua

siswa. Pemenuhan hal tersebut diperlukan perencanaan pembelajaran yang lebih detail dan

sempurnah, seperti perencanaan dan peleksanaan “Lesson Study”

Umumnya proses pembelajaran yang terjadi di sekolah menengah (SMA) di wilayah

ini (Sulawesi Tengah) tidak disertai perencanaan yang mapan oleh guru, pelaksanaan

pembelajaran di kelas tidak memperhatikan hak belajar semua siswa, dan tidak ada tekad

Page 219: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

215

guru untuk memperbaiki keingintahuan dan kemandirian siswa dalam proses pembelajaran

yang dilakukan. Bila terjadi masalah ketidaktuntasan hasil belajar siswa, sangat kecil unsur

mendidik yang diberikan guru terhadap siswanya. Contohnya seorang siswa yang tidak tuntas

hasil belajarnya terhadap mata pelajaran IPA tertentu, agar hasil belajarnya menjadi tuntas,

maka guru hanya memberikan tugas tetapi tidak berkaitan dengan mata pelajaran yang tidak

tuntas. Dampak yang terjadi dari sistem pembelajaran tersebut adalah tidak meningkatkan

kompetensi siswa, siswa menjadi angkuh, siswa ingin selalu memdapatkan hasil yang

maksimal tanpa usaha yang sunggu-sunggu serta siswa tidak punya visi untuk masa

depannya. Dengan demikian, siswa sebagai harapan penerus pembangunan bangsa tidak

memiliki kekuatan. Akibatnya Indonesia menjadi terancang seperti kata-kata bijak yaitu

Kalau suatu bangsa tidak punya kekuatan untuk menentukan masa depannya sendiri, maka

masa depan akan ditentukan oleh bangsa lain.

Berbagai macam kebijakan proses pendidikan yang dilakukan pemerintah kepada

guru-guru di SMA seperti pelatihan dan program sertifikasi, tetapi tidak signifikan

dampaknya terhadap peningkatan kualitas kompetensi dan karakter baik pada siswa. Karena

hal demikian, guru tidak punya beban untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan

menjadi guru yang profesional. Suatu hasil penelitian yang telah dilakukan pada mahasiswa

tahun pertama diprogram studi pendidikan kimia tentang kompetensi dan karakter mereka.

Kesimpulan yang diperoleh adalah 62,5% mahasiswa yang kompetensinya rendah juga

karakternya kurang baik (Suherman, 2012). Hal ini merupakan bawaan dari sekolah

menengah (SMP dan SMA), karena sewaktu meraka di SMP dan di SMA kurang mendapat

tantangan dan perhatian untuk membentuk kompetensi dan karakter yang baik.

Peningkatan kualitas pembelajaran, profesionalisme guru, karakter positif siswa, dan

nilai ujian siswa dapat terjadi melalui implementasi Lesson study terhadap pembelajaran yang

dilakukan setiap guru di kelas. Lesson study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik

melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan

prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual learning untuk membangun learning community. Hal

ini dimungkinkan karena pembelajaran yang berbasis lesson study menekankan kepada, (1)

kerjasama untuk saling membelajarkan, (2) kerjasama dan saling menghargai, (3) Adil dalam

memenuhi hak belajar semua siswa, (4) Jujur dan bijaksana mengungkapkan pengalaman

berharga untuk membangun pendidikan yang berkualitas, (5) Kreatif,aktif, motivasi, dan

inofatif untuk mengembangkan pendidikan berkualitas, dan (6) Rasa ingin tahu yang dalam

Page 220: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

216

secara sistematis. Karena itu, implementasi lesson study pada pembelajaran IPA (Kimia,

Fisika, dan Biologi) di SMA mampu menanamkan olah pikir dan olah hati yang lebih baik.

Karena LS dilakukan bersiklus dengan tahapan plan, do, dan see serta redesign. Melalui

pembelajaran yang berbasis LS siswa menjadi kreatif, aktif, termotivasi, dan inovatif yang

mampu mengembangkan pikiran siswa yang berimplikasi pada peningkatan hasil belajar.

Selain itu, juga mampu memperhatikan sikap siswa. Dengan demikian kualitas pendidikan

Indonesia untuk jangkah waktu beberapa tahun kemudian mampu berada pada 10 negara

yang memiliki kualitas pendidikan yang tertinggi, termasuk di Kabupaten Parigi Moutong.

Hasil yang diharapkan pada penelitian ini adalah:

1. Ditemukan jenis karakter siswa dan perlakuan yang optimal untuk meningkatkan

karakter positif siswa

2. Menemukan suatu pola sinergisitas ranah kognitif, ranah affektif, dan ranah skill

3. Menemukan suatu pola karakter siswa terhadap kecerdasan siswa

Berdasarkan salah satu payung penelitian FKIP Universitas Tadulako yaitu tentang

pengembangan penelitian pendidikan. Penelitian ini dilaksanakan untuk membentuk guru

yang profesional dalam meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga terbangun motivasi

dan rasa senang siswa dalam pelaksanaan pembelajaran. Akibatnya terwujud kemandirian,

tanggung jawab, kejujuran dan percaya diri pada diri siswa untuk berkreasi dan berinovasi

dalam mengembangkan SDMnya. Hasil penelitian ini adalah diperoleh suatu Kajian

Pembelajaran atau Lesson Study alah Indonesia. Selanjutnya hasil ini dapat dijadikan sebagai

suatu rujukan pada mata kuliah kependidikan berkarya di Program Studi Pendidikan Kimia

khususnya dan di FKIP umumnya. Karena itu,lulusan yang dihasilkan memiliki keunggulan

kompetensi guru yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasal 28

ayat 3 tentang standar nasional pendidikan menyatakan bahwa ada empat kompetensi yang

harus dimiliki oleh guru sebagai agem pembelajaran, yaitu kompetensi pedagogik,

kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian.

Penelitian Lesson Study merupakan penelitian pengembangan setelah melakukan

penelitian lesson study di Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP Universitas

Tadulako tahun 2010 sampai 2012 dan SMPN 1, SMPN 2, dan SMAN 1 Kota Palu tahun

2012. Penelitian ini termuat beberapa atikel ilmiah tentang lesson study pada prosiding

seminar nasional lesson study/ pendidikan yaitu:

Page 221: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

217

1. Lesson Study untuk meningkatkan”KAMI”(Kreatif, Aktifitas, Mativasi, dan Inovasi) pada

pembelajaran kimia fisik, Prosiding Seminar Nasional Lesson Study IV, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang, Malang, tahun 2011

2. Implementasi lesson study berbasis sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

guru IPA SMPN 2 PALU, Prosiding seminar Nasional MIPA, FMIPAI Universitas Negeri

Malang, Malang 2012

3. Meningkatkan kemampuan siswa berfikir cepat pada pembelajaran ipa berbasis lesson

study DI SMPN 2 PALU, Prosiding Seminar Nasional Sains, Prorgam Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2012

4. Implemtasi lesson study berbasis sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA

di sekolah mitra di KOTA PALU, Seminar Nasional Lesson Study II, Jurusan PMIPA

FKIP Universitas Tadulako, Palu, 2012

Sesuai dengan sifatnya yaitu lesson study mampu meningkatkan kualitas

pembelajaran yang berdampak pada peningkatan kualitas hasil belajar baik kognitif,

psikomotor, maupun attitude, namun memerlukan proses sehingga penelitian ini dituhkan

waktu 3 tahun.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan induktif dengan menggunakan rancangan

ekspofacto (Muhamad, 2000). 4 SMA se Kota Parigi-Moutong jurusan IPA (kelas XI dan

XII) menjadi populasi untuk diidentifikai karakternya dan kompetensi akademiknya.

Selanjutnya diberi perlakuan dengan rancangan pembelajaran berbasis lesson study. Pada

akhir tahun ajaran ditentukan kualitas hasil belajar siswa dan membandingkan dengan

perolehan nilai ujian nasional. Tahapan pelaksanaan sebagai berikut:

1. Sosialisasi program penelitian kepada Ka. Diknas Pendidikan Kabupaten Parigi Moutong,

kepala sekolah SMA dan guru MIPA se Kabupaten tersebut

2. Melakukan identifikasi kompetensi akademik MIPA (KI,FI,BI, dan MA) dan karakter

siswa (relegius, kejujuran, toleransi,disiplin,kerja keras, kreatif, kemandirian, rasa ingin

tahu, Menghargai prestasi, cinta tanah air, cinta damai, senang membaca, peduli sosia dan

lingkungan, dan semangat kebangsaan). Data karakter diambil dengan menggunakan

angket tertutup dan simulasi identifikasi karakter. Sedang data kompetensi akademik siswa

menggunakan data sekunder

Page 222: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

218

SKEMA PENELITIAN

Tahun I, II, dan III

SMAN. I SMAN. III SMAN. V SMAN. VII SMAN.VIII

SMAN. II SMAN.IV SMAN. VI

kros cek kros cek

Pembelajaran berbasis LS

Siswa SMAN Se-Kota Palu

Identifikasi karakter

Identifikasi potensi akademik

Plan, do, see, dan redesign

Kualitas hasi belajar dan karakter

TINGKAT KARAKTER TINGKAT KARAKTER TINGKAT KARAKTER

Page 223: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

219

Perlakuan Perlakuan Perlakuan

Observasi Observasi Observasi

Data primer Data primer Data primer

Perlakuan pengembangan

HASIL PENELITIAN

Penilitian ini telah berhasil mengidentifikasi ranah kognif, ranah perkembangan sikap

dan ranah keterampilan siswa. Sampel diambil dari 8 SMA Negeri Jurusan IPA Kelas II dan

Kelas I se Kabupaten Parimo. Masing-masing sekolah diedarkan 30 eksamplar angket untuk

kelas II IPA dan 30 eksamplar angket untuk kelas 1. Pengambilan angket diedarkan secara

acak yang dibantu oleh guru kimia di setiap sekolah.Angket sikap dan keterampilan proses

sains siswa adalah lampira 1 Teknik pengambilan data karakter (sikap dan keterampilan

proses sains) siswa adalah lampiran 2. Ranah kognitif diambil dari hasil semester genap tahun

ajaran 2012/2013 untuk mata pelajaran matematika, fisika, kimia, dan biologi. Hasil yang

diperoleh adalah tabel 1

Tabel 1. ANALISIS KOGNITIF, PSIKOMOTOR,DAN SIKAP SISWA SMAN KAB. PARIGI 2012/2013

(UNTUK MATA PELAJARAM MIPA)

KOGNI MA FI KI BI

LESSON STUDY

TINGKAT KARAKTER

Tingkat karakter TINGKAT KARAKTER TINGKAT KARAKTER

TINGKAT KARAKTER

TINGKAT KARAKTER

KOMPETENSI SISWA Kompetensi siswa

Data Primer DATA PRIMER KOMPETENSI

SISWA TINGKAT

KARAKTER

TINGKAT

KARAKTER

KOMPETENSI SISWA

TINGKAT KARAKTER

Page 224: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

220

83 77,14 79,88 84,86

PSIKIS P Q R S T U

29,2 21,91 50,67 4,72 18,66 34,83

SIKAP A B C D E F G H I J K L M N O P Q R

47,15 45,73 56,34 70,49 45,37 64,51 42,93 47,31 76,58 79,51 16,1 50,24 35,85 54,76 78,76 55,12 33,98 23,41

KETERANGAN:

KOGNITIF : MA = MATEMATIKA FI = FISIKA KI = KIMIA BI = BIOLOGI

PSIKIS : P = PENGAMATAN Q = KOMUNIKASI R = PENGUKURAN S = KLASIFIKASI T = SIMPULAN U = PREDIKSI

SIKAP : A . Relegius B. Jujur C. Toleransi D. Disiplin E. Kerja keras F. Kreatif

G. Mandiri H. Demokrat I. Curiosity J. Semangat kebangsaan K. Cinta Tanah Air L.

Menghargai Prestasi M. Bersahabat N. Cinta damai O. Gemar Membaca P. Peduli Lingkungan Q. Peduli

Sosial R. Tanggung Jawab

Informasi yang diperoleh dari tabel 1 adalah untuk ranah kognitif setiap mata

pelajaran MIPA (Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi) lebih besar dari 75,0. Artinya nilai

pengetahuan siswa termasuk baik. Namun nilai keterampilan proses sains mereka masih

tergolong rendah. Hal ini mencerminkan bahwa alat evaluasi yang digunakan oleh guru

memiliki tingkat analisis dan tingkat kesukaran yang rendah. Karena itu, tidak

mengembangkan sikap positif pada siswa seperti sikap kreatif, kerja keras, mandiri, dan

tanggung jawab. Bila dilakukan analisis pada tabel 1 mengenai ranah sikap, diperoleh

informasi bahwa sikap kreatif siswa berada pada nilai 64,51, sikap kerja keras berada pada

nilai 45,37, sikap mandiri berada pada nilai 42,93, dan sikap tanggungjawab berada pada nilai

23,41. Secara rata-rata sumbangan sikap yang dapat ditanamkan pada diri siswa mengenai

sistem penilaian kognitif adalah sebesar 44,05. Nilai tersebut tergolong rendah sehingga

siswa daya pikir tergolong rendah.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh TIMSS 2011 tentang tingkat

kecerdasan siswa seluruh dunia, Indonesia berada pada urutan rangkin ke 3 dari belakang

untuk kelompok IPA dan berada pada urutan rangkin ke 1 dari belakang untuk kelompok

Matematika. Informasi ini sangat memprihatinkan mengenai kondisi anak Indonesia di masa

akan datang yang lebih cendrun menjadi anak konsumtif dari pada anak yang produktif. Hal

ini, akan memberikan presenden negatif bagi bangsa Indonesia. Hal lain yang akan terjadi

bagi anak bangsa Indonesia ke depan adalah kurang manpu mengurus negaranya karena tidak

Page 225: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

221

mampu bekerja keras, tidak bertanggung jawab, dan kurang mandiri. Untuk itu, sistem

pembelajaran dan sistem evaluasi yang dilakukan oleh guru disekolah perlu diperbaiki.

Solusi yang ditawarkan adalah melaksanakan pembelajaran pembentukan karakter

yang berbasis Lesson Stdy, pada pembelajaran ini ditekankan keatifan, kreatifitas dan daya

analisis siswa. Pembelajaran ini, guru menyadari mengenai kualitas dirinya melaksanakan

pembelajaran sehingga terbentuk sistem keatifan, kreatifitas, kemandirian dan tanggung

jawab pada diri siswa. Olehnya itu, kondisi anak indonesia pada masa yang akan datang lebih

baik dari pada kondisi sekarang. Anak indonesia menjadi anak yang produktif, hal tersebut

terlihat dari informasi karakter sikap siswa yaitu disiplin, kreatif, sifat ingin tahu, semangat

kebangsaan, dan gemar membaca, walaupun berkisar pada nilai 60 sampai 70. Hal ini berarti

anak-anak indonesia (yang berada di SMA Kabupaten Parigi-Moutong, Propinsi Sulawesi

Tengah) masih menaru harapan untuk diarahkan menjadi anak indonesia yang produktif dan

berahlak.

Bila diperhatikan gambar 1. Akan diperoleh informasi bahwa prestasi akademik siswa

dapat ditunjang oleh sikap semangat disiplin, kreatif, sifat ingin tahu, semangat kebangsaan,

dan gemar membaca. Sikap ini dibutuhkan bimbingan dan arahan untuk ditingkatkan

demikian pula yang masih rendah. Berdasarkan hal tersebut dibutuhkan juga kerja keras,

kreatifitas dari guru agar dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran selalu

ditanamkan sikap positif dan ketrampilan proses sains. Dengan demikian hasil pembelajaran

yang dapat diperoleh lebih mencerdaskan siswa, artinya siswa memperoleh pemahaman

pengetahuan yang baik, trampil dan inovatif dalam mengaplikasikan serta selalu ingin

mengembangkan ilmunya untuk lebih bermanfaat untuk kepentingan bangsa dan negara.

Page 226: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

222

Gb.1 ini menginformasikan kombinasi 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah affektif,

dan ranah psikomotor. Ketiga ranah tersebut (secara rata-rata) tidak signifikan nilainya.

Artinya nilai ranah kognitif yang tinggi tidak diiringi dengan nilai ranah affektif dan

psikomotor. Hal seperti demikian menyebabkan siswa kurang cerdas dan kurang inovatif.

VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil sementara dari penelitian ini yang dapat disimpulkan adalah:

1. Rata-rata ranah kognitif siswa untuk mata pelajaran matematika, fisika, kimia, dan

biologi termasuk memenuhi kriteria ketuntasan hasil belajar

2. Rata-rata ranah affektif dan ranah psikomotor siswa masih rendah

3. Karena tidak signifikan nilai ketiga ranah, daya saing siswa masih rendah

B. Saran

1. Diperlukan perhatian dalam membentuk karakter positif (sikap positif dan

psikomotor) pada setiap siswa

2. Setiap sekolah mengimbau kepada setiap guru untuk dapat melaksanakan

pembelajaran yang berbasis Lesson Study karena disitu dapat meningkatkan ranah

kognitif bagi siswa dan membangun karakter positif (sikap positif dan psikomotor)

pada diri setiap siswa

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90 8377.14

79.8884.86

29.2

21.91

50.67

4.72

18.66

34.83

47.1545.73

56.34

70.49

45.37

64.51

42.9347.31

76.5879.51

16.1

50.24

35.85

54.76

78.76

55.12

33.98

23.41

Gb.1 Analisis Kognitif, psikomotor, dan sikap siswa SMA Kab. Parigi 2012/2013

Page 227: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

223

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

Anonimous, 2005. UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Anonimous, 2005. Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan

Depdiknas, 2005. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009

Menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang. Jakarta.

E. Kosasih Danasasmita, 2010. Peran Lembaga Pendidikan Guru Dalam Menyiapkan Guru

yang Berkarakter, Proceedings of the 4th international Confrence on

Teacher Education; Join Confrence UPI & UPSI, Bandung, Indonesia

Femmy Eka Kartika Putri, dkk., 2011. Pedoman Pembinaan Pendidikan Akhlak Mulia Siswa

Melalui Pengembangan Budaya Sekolah, Kementerian Pendidikan Nasional

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Jakarta

Gede Raka, dkk.,2011, Pendidikan Karakter di Sekolah, Seri Pendidikan Karakter Yayasan

Jati Diri Bangsa, Penerbit PT Elex Media Komputindo Kompas Gramedia,

Jakarta

Ibrohim, 2011. Kajian Komparasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) IPA Guru

Indonesia dan Lesson Plan Guru Jepang, Prosiding Seminar Nasional LS

IV, FMIPA UM, Malang

Istamar Syamsuri dan Ibrohim, 2008, Lesson Study , Penerbit Universitas negeri Malang (UM

Press), Malang

Muhamad Zainudin, 2000. Metodologi Penelitian, Airlangga University Press, Surabaya

Muslimin Ibrahim, 2012. Model Pembelajaran Pemaknaan Sebagai Strategi Membangun

Siswa Komprehensif Melalui Sains untuk Kemandirian Bangsa, Prosiding

Seminar Nasional Pendidikan Sains, Program Studi Pendidikan Sains

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Rella Turella, Muhammad Sohib, dan Tati Setiawati, 2009. Peningkatan Kinerja Guru IPA

SMP Melalui Lesson Study, Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam,

Vol. VII-No.8

Page 228: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

224

Sa’dun Akbar, 2012. Revitalisasi Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran MIPA di Kelas,

Prosiding Seminar Nasional MIPA dan Pembelajaran, FMIPA UM,

Malang

Soedarsono dan Soemarno, 2010. Karakter Mengantar Bangsa: Dari Gelap Menuju Terang.

Elex Media Komputindo, Jakarta

Suherman, 2011, Lesson study untuk meningkatkan kami (kreativitas, aktivitas, motivasi, dan

inovasi) pada pembelajaran kimia fisik, Prosiding Seminar Nasional Lesson

Study IV, Universitas Negeri Malang, Malang

Suherman, 2012. Pendidikan karakter dan tugas profesional guru, Makalah disampaikan

pada pelatihan pendidikan berkarakter di sekolah, Palu

Sumar, 2007. Mutu Sumber Daya Manusia, makalah disampaikan pada seminar nasional

Yunita, 2009. Mengapa SDM Guru MIPA Perlu Berkualitas Dalam Menghadapi Ujian

Nasional?. Makalah di Presentasikan Pada Seminar Nasional Pendidikan

Kimia FKIP, Universitas Tadulako. Palu

Page 229: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

225

Peningkatan Kemampuan Mahasiswa dalam Pengelolaan

Pembelajaran bagi Mahasiswa Program Studi PGSD di

SDN Ajung 01 Jember Melalui PPL Berbasis

Lesson Study

Agustiningsih1 1 Program Studi PGSD FKIP Universitas Jember

Abstrak : Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) yang dilaksanakan oleh Program Studi

PGSD sudah menerapkan PPL berbasis Lesson Study. Tujuan pelaksanaan PPL berbasis

lesson study adalah meningkatkan pengalaman mahasiswa dalam mengelola

pembelajaran. Waktu pelaksanaan PPL mahasiswa PGSD adalah selama 3 bulan. Praktik

mengajar yang dilakukan ditentukan sebanyak 3 putaran. Pelaksanaan praktik putaran

pembelajaran mengacu pada tahapan lesson study yaitu plan, do, see. PPL berbasis

lesson study memberikan banyak manfaat terutama bagi mahasiswa dalam rangka

meningkatkan kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran. Melalui lesson study banyak

hal yang bermanfaat dan berdampak positif terhadap peningkatan kemampuan mahasiswa

dalam pengelolaan pembelajaran. Ketika mahasiswa menjadi guru model salah satu

manfaatnya adalah mahasiswa dapat mengetahui kelemahan pembelajaran yang

dilakukannya sehingga mahasiswa mengetahui bagaimana cara memperbaikinya.

Sedangkan manfaat menjadi observer adalah mahasiswa dapat melihat guru model dalam

pengelolaan pembelajaran dan membelajarkan siswa-siswanya. Manfaat lain dalam

pelaksanaan lesson study adalah saat kegiatan plan mahasiswa belajar memberikan

masukan dan menyumbangkan ide untuk perbaikan perangkat pembelajaran, sedangkan

pada saat kegiatan see mahasiswa dapat memberikan masukan berdasarkan hasil

observasi pada saat pembelajaran. Hal yang paling penting adalah mahasiswa dapat

belajar tentang cara guru dalam mengelola pembelajaran yang membuat siswa aktif

selama kegiatan pembelajaran. Melalui lesson study mahasiswa dapat berbagi

pengalaman tentang pengelolaan pembelajaran yang efektif dan cara memilih metode

pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran.

Kata kunci : pengelolaan pembelajaran, aktivitas belajar, lesson study di SDN Ajung 01

PENDAHULUAN

Program Pemantapan Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan titik

kulminasi dari seluruh program pendidikan yang telah dipelajari dan dialami oleh

mahasiswa. Sehubungan itu maka PPL dapat diartikan sebagai suatu program

yang merupakan ajang pelatihan dan pemantapan untuk menerapkan berbagai

pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam rangka pembentukan guru yang

profesional. PPL juga merupakan suatu program yang mempersyaratkan

Page 230: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

226

kemampuan aplikatif dan terpadu dari seluruh pengalaman belajar sebelumnya

kedalam program latihan berupa kinerja dalam semua hal yang berkaitan dengan

jabatan keguruan, baik kegiatan mengajar maupun tugas-tugas keguruan lainnya

yang diwujudkan dalam bentuk pelatihan terbatas, pelatihan terbimbing, dan

pelatihan mandiri yang diarahkan kepada terbentuknya kemampuan keguruan,

yang terjadwal secara sistematis dibawah bimbingan dosen pembimbing dan guru

pamong yang memenuhi syarat. Program Pemantapan Pengalaman Lapangan

adalah suatu program bagi mahasiswa S-1 PGSD yang merupakan bagian

intrakurikuler dan dilaksanakan oleh mahasiswa yang mencakup latihan

mengajar maupun tugas kependidikan.

Program Pemantapan Pengalaman Lapangan merupakan suatu proses

perpaduan berbagai komponen pengajaran dan pengetahuan teoritik dengan

praktik. Praktik Pemantapan Pengalaman Lapangan merupakan muara dari segala

teori yang harus dilaksanakan langsung di lapangan. Hal yang ingin dicapai dalam

Praktik Pemantapan Pengalaman Lapangan adalah pembentukan pribadi calon

pendidik yang ahli dalam kependidikan dan memiliki seperangkat pengetahuan,

ketrampilan nilai dan sikap serta tingkah laku yang diperlukan bagi profesinya.

Guru yang profesional adalah guru yang ahli dalam bidangnya yang

merupakan kristalisasi dari nilai-nilai teoritis yang telah diperoleh salama di

kampus, sehingga nantinya calon guru dapat melaksanakan kegiatan, perencanaan,

pelaksanaan dan penilaian serta dapat berperan dalam melaksanakan tugas

pokoknya antara lain:

a. Tugas pedagogik, yaitu guru harus mampu malaksanakan tugas-tugas

kependidikan.

b. Tugas profesional yaitu seorang guru mendidik murid dalam rangka

mengembangkan kemampuan berfikir dan melatih keterampilan

penerapan teknologi.

c. Tugas personal/ manusiawi yaitu mendidik diri sendiri (otodidak) dan

menempatkan diri pada kepentingan subyek didik. Disinilah guru

menjadi orang tua kedua di sekolah.

Page 231: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

227

d. Tugas sosial/kemasyarakatan yaitu membentuk manusia serta warga

negara yang baik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dalam hal ini

guru berperan sebagai pengantar masa depan anak didik dan penggerak

kemajuan.

e. Untuk dapat mencapai itu bagi calon guru diperlukan penerapan

berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui praktik Pemantapan

Pengalaman Lapangan.

Pelaksanaan pemantapan lapangan (PPL) Progeam Studi S1 PGSD saat ini

menerapakan sistem Lesson Study yaitu model pembinaan profesi pendidik

melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan

berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun

komonitas belajar. Lesson Study bukan metode atau strategi pembelajaran, tetapi

kegiatan Lesson Study dapat menerapkan beberapa metode atau strategi

pembelajaran yang sesuai dengan situasi atau kondisi dan permasalahan yang

dihadapi. Lesson study dipilih dan diimplementasikan dalam rangka peningkatan

profesionalisme guru karena empat alasan utama.

Pertama, lesson study merupakan suatu cara efektif untuk meningkatkan

kualitas belajar dan mengajar di kelas, dengan alasan (1) pengembangan lesson

study dilakukan dan didasarkan pada hasil “sharing” pengetahuan profesional

yang berlandaskan pada praktek dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan para

guru; (2) penekanan mendasar suatu lesson study adalah para siswa memiliki

kualitas belajar yang baik; (3) tujuan pembelajaran digunakan sebagai fokus dan

titik perhatian utama dalam pembelajaran di kelas; (4) berdasarkan pengalaman

real di kelas, lesson study mampu menjadi landasan bagi pengembangan

pembelajaran; dan (5) lesson study akan menempatkan peran para guru sebagai

peneliti pembelajaran (Lewis, 2002).

Kedua, lesson study yang didesain dengan baik akan menghasilkan guru

yang prefesional dan inovatif. Dengan melaksanakan lesson study para guru dapat

(1) menentukan tujuan, satuan pelajaran (unit lesson), dan mata pelajaran yang

efektif, (2) mengkaji dan meningkatkan pelajaran yang bermanfaat bagi siswa, (3)

memperdalam pengetahuan tentang mata pelajaran yang disajikan para guru, ( 4)

Page 232: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

228

menentukan tujuan jangka panjang yang akan dicapai para siswa, (5)

merencanakan pelajaran secara kolaboratif, (6) mengkaji secara teliti belajar dan

perilaku siswa, (7) mengembangkan pengetahuan tentang pembelajaran yang

dapat diandalkan, (8) melakukan refleksi terhadap pengajaran yang

dilaksnakannya berdasarkan pandangan siswa dan koleganya (Muchtar, 2006).

Ketiga, lesson study memiliki beberapa manfaat, antara lain: (1) mereduksi

isolasi guru, (2) membantu guru untuk mengobservasi dan memberi kritik

terhadap suatu pembelajaran, (3) memperdalam pemahaman guru terhadap isi

(content) dan sekuen atau urutan materi pelajaran, (4) memberi wahana bagi guru

untuk memfokuskan pada bantuan belajar bagi siswa, dan (5) meningkatkan

kolaborasi dan respek guru satu dengan lainnya.

Keempat, lesson study memiliki beberapa keistimewaan, antara lain (1)

lesson study mendorong para guru untuk belajar sepanjang hayat dalam upaya

meningkatkan profesionalismenya, (2) lesson study dirancang secara kolaboratif

dalam kurun waktu tertentu melalui suatu studi yang intensif terhadap materi ajar,

karakteristik siswa, dan strategi pembelajaran, (3) lesson study menawarkan suatu

proses dalam menumbuhkembnagkan motivasi belajar siswa, (4) lesson study

memberi dorongan untuk memberi fokus pada berpikir siswa melalui observasi

kela, (5) lesson study memicu terjadinya refleksi berbasis pada data observasi di

kelas, dan (6) lesson study memunculkan perpektif baru tentang belajar dan

mengajar.

Interaksi yang dikembangkan dalam suatu diskusi akan sangat berperan

dalam proses berkembangnya pengetahuan pada diri seseorang. Lesson study

sebagai suatu kegiatan yang yang diawali dengan pengembangan perencanaan

pembelajaran secara kolaboratif, pelaksanaan proses pembelajaran yang

dilangsungkan secara terbuka dengan melibatkan sejumlah observer, dan

ditindaklanjuti dengan diskusi dan refleksi pasca pembelajaran, merupakan suatu

kegitan yang sangat potensial untuk menciptakan suasana interaksi yang kondusif

antar berbagai pihak yaitu mahasiswa PPL, guru pamong, dosen pembimbing

PPL, Kepala Sekolah, pengawas, komite sekolah, dan lain sebagainya. Melalui

interaksi yang terjadi dalam berbagai tahapan kegiatan lesson study akan sangat

Page 233: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

229

dimungkinkan terjadinya tukar gagasan (sharing) pengetahuan. Dengan

berkembangnya pengetahuan secara konstruktif berbasis pada data observasi yang

objektif di kelas, masing-masing pihak akan memperoleh input dan umpan balik,

dan juga akan sangat mungkin dapat memunculkan berbagai inovasi

pembelajaran.

Persiapan lesson study meliputi beberapa kegiatan, antara lain indentifikasi

masalah pembelajaran, analisis masalah pembelajaran dari aspek materi ajar, serta

alternatif strategi pembelajaran yang mungkin diterapkan, dan penyusunan

rencana pembelajaran. Pada tahap ini, para guru berkolaborasi melakukan analisis

terhadap pembelajaran yang biasa dilakukan untuk topik tertentu, mendiskusikan

cara-cara yang mungkin untuk mengatasi masalah pembelajaran, memilih

alternatif yang terbaik yang akan diuji-cobakan, menyiapkan teaching material

serta merancang strategi pembelajaran yang inovatif untuk topik terpilih. Karena

fokus diskusi meliputi materi ajar, teaching material, strategi pembelajaran yang

inovatif, pihak-pihak yang terlibat dalam diskusi akan berkontribusi sesuai dengan

kemampuan dan pengalamannya. Dengan demikian, berarti terjadi sharing

pengalaman dan pengetahuan secara konstruktif, sehingga wawasannya tentang

masalah pembelajaran semakin berkembang.

Ada beberapa persyaratan yang perlu disiapkan agar lesson study dapat

dilaksanakan dengan baik, yakni (1) diperlukan semangat introspeksi diri

terhadap apa yang sudah dilakukan selama ini dalam melaksanakan proses

pembelajaran. Pertanyaan-pertanyaan seperti apakah saya sudah melakukan tugas

mendidik dengan baik, apakah saya sudah dapat meningkatkan motivasi belajar

siswa, apakah saya telah mengidentifikasi dan mengenali miskonsepsi siswa,

apakah saya sudah mengembangkan keterampilan berpikir siswa, apakah saya

sudah dapat meminimalkan kesulitan belajar siswa, adalah pertanyaan-pertanyaan

yang harus dijawab secara jujur. Jawaban-jawaban tersebut akan memberi

dorongan untuk mencari cara gunba menyempurnakan kekurangan-kekurangan

atas jawaban tersebut; (2) diperlukan keberanian membuka diri untuk dapat

menerima kritik dan saran dari pihak lain dalam upaya meningkatkan kualitas diri;

(3) diperlukan keberanian untuk mengakui kesalahan diri sendiri; (4) diperlukan

Page 234: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

230

keberanian untuk mengakui dan menggunakan ide orang lain yang lebih baik; (5)

diperlukan keberanian untuk memberi kritik dan masukan secara objektif kepada

orang lain; dan (6) diperlukan komitmen pengelola sekolah, MGMP, Dinas

Pendidikan, Perguruan Tinggi, Komite Sekolah, dan pemerhati pendidikan

(Joharmawan, 2006:2).

I. PEMBAHASAN

Pelaksanaan KK-PPL Program Studi PGSD meliputi 2 kegiatran yaitu

KK-PPL Pembelajaran dan KK-PPL non Pembelajaran. Pada kegiatan KK-PPL

pembelajaran dilaksanakan melalui PPL berbasis lesson study. Pelaksanaan

praktik mengajar yang dilaksanakan oleh setiap mahasiswa PPL adalah sebanyak

tiga putaran dengan masing-masing putaran terdiri dari 3 siklus. Tahap

pelaksanaan KK-PPL putaran pertama adalah latihan mengajar terbimbing

pertama kali yang dilaksanakan di kelas rendah yakni di kelas III B dengan mata

pelajaran IPS. Dalam pelaksanaanya KK-PPL putaran pertama ini terdiri dari tiga

siklus yakni siklus I, siklus II, dan siklus III. Dimana setiap siklusnya terdapat

tiga tahapan lesson study yaitu: plan dalam rangka perencanaan dan pembahasan

RPP, berikutnya adalah tahapan do adalah tahapan implementasi RPP, dan see

adalaha refleksi pembelajaran sebagai wujud implementasi RPP. Berikut adalah

penjabaran dari ketiga siklus tersebut

Kegiatan Siklus I

Kegiatan siklus 1 adalah latihan mengajar terbimbing yang dilaksanakan

pertama kali oleh mahasiwa (praktikan) pada putaran pertama. Kegiatan ini terdiri

dari tiga tahapan sebagai berikut :

Perencanaan (Plan)

Hal utama yang harus dilakukan seorang guru sebelum melasanakan praktik

mengajar adalah penyusunan RPP. Dengan adanya RPP ini kegiatan belajar

mengajar akan terarah sesuai dengan urutan waktu, sesuai dengan materi yang

tersusun dan tentunya semuanya terarah dengan baik. Sebelum menyusun RPP,

mahasiswa praktikan terlebih dahulu meminta materi kepada guru pamong.

Setelah menerima materi yang diberikan oleh guru pamong, mahasiswa praktikan

Page 235: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

231

bergabung bersam teman satu kelompoknya untuk membahas dan mendiskusikan

penyususan RPP yang kemudian mengkonsultasikannya kepada guru pamong dan

dosen pembimbing.

Perencanaan penyusunan RPP berlangsung pada pada hari sabtu, 31

Agustus 2013 diawali dengan menganalisis KD, materi ,dan indikator yang

diberikan oleh guru pamong. Materi yang diberikan merupakan materi lanjutan

dari yang telah diajarkan oleh guru pamong. Kemudian dilanjutkan dengan

membahas tentang penggunaan metode, media, skenario pembelajaran dan

penilaian yang cocok untuk materi tersebut. Dan juga menetukan tema yang

sesuai dengan KD dan materi yang diajarkan. Sebab RPP yang disusun adalah

RPP untuk kelas rendah sehingga harus mencantumkan tema.

Hasil diskusi pembahasan RPP bersama teman sekelompok dengan materi

tentang manfaat lingkungan alam dan buatan adalah indikator yang diberikan guru

pamong dikembangkan menjadi 3 aspek yakni kognitif, afektif, dan psikomotor.

Metode yang dipilih yakni tanya jawab, diskusi kelompok, presentasi, ceramah

aktif, dan penugasan. Alasan penggunaan diskusi kelompok karena melalui

diskusi siswa dilatih untuk saling bekerjasama dan bertukar pendapat dalam

pembelajaran dan juga karena pengaturan tempat duduk pada kelas III-B telah

dibentuk kelompok. Dan untuk skenario pembelajaranya terbagi atas pendahuluan

(15 menit), kegiatan inti (70 menit), dan penutup (20 menit). Sedangkan media

pembelajaran yang dirasa cocok ialah media audio visual yakni media gambar

lingkungan dan manfaatnya yang ditayangkan lewat viewer. Alasan penggunaan

media tersebut adalah karena anak kelas rendah masih memerlukan pengajaran

yang bersifat konkrit. Sehingga dengan menampilkan gambar-gambar nyata, anak

akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dan untuk instrumen

penilaian yang digunakan adalah tes tulis dan performansi. Dengan penilaian

tersebut baik hasil maupun proses akan mendapat penilaian, sehingga ke tiga

aspek pada indikator dapat tercapai.

Kegiatan perencanaan penyusunan RPP selanjutnya adalah

mengkonsultasikan RPP yang telah disusun melalui diskusi kepada guru pamong

dan dosen pembimbing. Konsultasi ini berkaitan dengan kesesuaian RPP dan

Page 236: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

232

jenis evaluasi dengan materi dan karakteristik siswa di kelas, dan juga

kelengkapan komponen dari RPP tersebut. Dalam pembahasan ini, guru pamong

meminta agar indikator pada kognitif proses disamakan dengan indikator

kognitif produk. Serta alokasi waktu pada tahap pendahuluan dirasa terlalu lama.

Dosen pembimbing menyarankan bahwa media pembelajaran disarankan

menggunakan media yang dekat dengan lingkungan siswa. Berdasarkan saran

yang diberikan oleh guru pamong dan dosen pembimbing dijadikan sebagai dasar

untuk memperbaiki rencana pelaksanaan pembelajaran.

Implementasi Pembelajaran (Do)

Implementasi RPP merupakan tahap pelaksanaan RPP yang telah disusun

melalui diskusi dan konsultasi sebelumnya. Kegiatan praktik mengajar ini

merupakan praktik pertama kalinya oleh mahasiswa praktikan yang berlangsung

pada hari selasa tanggal 03 September 2013. Sebelum praktik mengajar,

Praktikan terlebih dahulu menyerahkan RPP dan lembar penilaian kepada guru

pamong dan lembar observasi pada observer.

Sesuai skenario pembelajaran, Praktikan memulai pelajaran dengan

memberi salam, mengajak siswa berdoa bersama, mengabsen siswa sambil

berkenalan dan memperkenalkan diri, dan membuat kesepakatan dalam

pembelajaran. Salah satunya adalah bagi setiap siswa yang terlibat aktif dalam

pembelajaran, akan diberikan penghargaan berupa simbol senyum untuk individu

dan kelompok. Bagi siswa yang memiliki simbol terbanyak, di akhir praktik

mengajar akan diberikan hadiah oleh praktikan. Setelah itu praktikan menguraikan

apersepsi. Pada saat apersepsi guru mengajak siswa bersama-sama menyanyikan

lagu anak “Paman Datang”. Kemudian siswa diminta menyebutkan lingkungan

alam dan buatan yang ada di lagu tersebut. Setelah apersepsi, praktikan

menyampaikan tujuan pembelajaran.

Pada kegiatan inti, praktikan memulai dengan menampilkan gambar melalui

viewer. Namun karena viewer tidak bisa digunakan, praktikan menggunakan

alternatif lain yaitu menunjukkan gambar lingkungan secara langsung. Praktikan

menunjukkan gambar pemandangan dan meminta siswa menyebutkan lingkungan

alam dan buatan yang ada dalam gambar tersebut. Kemudian dengan

Page 237: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

233

menunjukkan gambar lingkungan secara langsung dan gambar manfaat

lingkungan melalui laptop, Praktikan menjelaskan manfaat lingkungan alam dan

buatan bagi manusia. Setelah itu, Praktikan membentuk kelas menjadi 6 kelompok

dan memberikan tugas kelompok. Praktikan menjelaskan tugas kelompok yang

diberikan. Kemudian masing-masing kelompok mendiskusikan dan

mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas. Selanjutnya praktikan

memberikan tugas mandiri dengan menceritakan lingkungan di sekitar sekolah di

depan kelas.

Kegiatan akhir dalam pembelajaran ini, praktikan menanyakan materi yang

belum dimengerti siswa dan melakukan refleksi dengan mengarahkan siswa untuk

menyimpulkan materi. Selanjutnya praktikan memberikan tindak lanjut berupa PR

yang dikerjakan secara individu. Kemudian praktikan mengakhiri pelajaran

dengan mengucapkan salam.

Observasi serta Refleksi Pembelajaran (See)

Setelah kegiatan pembelajaran dilaksanakan, praktikan, observer, guru

pamong dan dosen pembimbing dibimbing untuk merefleksi jalannya

pembelajaran yang telah dilaksanakan berdasarkan hasil analisis pengamatan guru

pamong dan teman mahasiswa sebagai observer. Kegiatan refleksi dilaksanakan

pada hari selasa, 03 September 2013. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk diskusi

yang dipandu oleh guru pamong dan diikuti oleh anggota kelompok. Diskusi

dimulai dengan penyampaian kesan dan komentar kepada praktikan seputar

pembelajaran yang telah dilakukan.

Menurut teman yang bertindak sebagai observer, pembelajaran sudah cukup

baik dan menarik. Siswa sangat antusias mengikuti pelajarannya. Namun

kekurangannya, pada saat penugasan kelompok, hanya ketua kelompok saja yang

mengerjakan tugasnya, sedangkan anggotanya hanya bermain saja. Sehingga

dalam hal ini, praktikan kurang mampu memotivasi siswa untuk bekerjasama

dalam kelompok.

Sedangkan menurut guru pamong, media yang digunakan sudah cukup

menarik. Karena penggunaan media tersebut mampu menarik perhatian siswa.

Begitu juga dengan reward yang diberikan oleh praktikan, mampu memotivasi

Page 238: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

234

siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Siswa secara bergantian menjawab

pertanyaan dari praktikan. Namun kekurangannya, Praktikan terlalu cepat dalam

penyampaian materi. Dan bahasa yang digunakan dalam penyampaian materi

masih sedikit sulit untuk dipahami siswa SD.

Kegiatan Siklus II

Kegiatan siklus II adalah latihan mengajar terbimbing yang dilaksanakan

kedua kalinya oleh mahasiswa (praktikan) pada putaran pertama. Kegiatan ini

juga terdiri dari tiga tahapan sebagai berikut :

Perencanaan (Plan)

Pada siklus II ini praktikan mendapatkan KD yang berbeda dengan KD pada

siklus I. Materi yang akan disampaikan pada siklus II adalah tentang cara

memelihara lingkungan alam dan buatan. Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I,

maka penyusunan RPP untuk siklus II merupakan perbaikan dari RPP siklus I.

Dalam penyusunannya masih sama dengan siklus I yaitu dengan cara

mendiskusikan dengan teman sekelompok mengenai indikator yang sesuai dengan

KD, materi, media dan metode yang sesuai, skenario pembelajaran, dan penilaian

yang akan diterapkan di kelas. Kegiatan diskusi ini berlangsung pada hari sabtu,

07 September 2013.

Dari hasil diskusi, indikator dikembangkan sesuai dengan kriteria yang

diberikan oleh guru pamong. Metode yang digunakan masih sama dengan metode

pada siklus I yaitu ceramah, tanya jawab, diskusi, presentasi dan penugasan.

Media yang digunakanpun masih sama seperti sebelumnya yaitu media gambar

lingkungan. Karena media ini memberi kemudahan kepada siswa untuk

memahami materi yang diajarkan. Dan juga siswa lebih antusias untuk aktif dalam

pembelajaran. Sedangkan untuk skenario pembelajarannya disusun dengan

mengingatkan siswa pada materi sebelumya. Karena materi yang akan diajarkan

masih berkaitan dengan materi sebelumnya. Dan mengkaitkannya dengan

kegiatan siswa sehari-hari. Hal ini dilakukan agar siswa lebih mudah untuk

memahami materi yang akan diajarkan. Untuk instrumen penilaian yang

digunakan adalah tes tulis dan performansi.

Page 239: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

235

Selanjutnya RPP yang telah disusun melalui diskusi, dikonsultasikan kepada

guru pamong. Dalam pembahasan ini, menurut guru pamong RPP yang dibuat

sudah cukup baik dari yang pertama. Namun dalam lampirannya perlu

ditambahkan tentang cara penggunaan media. Selain itu, media yang digunakan

lebih baik jika menggunakan viewer. Namun karena viewer di sekolah masih

belum bisa digunakan maka media nyata pun juga baik.

Implementasi Pembelajaran (Do)

Implementasi RPP pada latihan mengajar siklus II ini dilaksanakan pada

hari selasa tanggal 10 September 2013. Materi yang diajarkan tentang cara

memelihara lingkungan alam dan buatan. Sesuai skenario pembelajaran, Praktikan

membuka pelajaran dengan salam, berdoa bersama dan dilanjutkan dengan

mengabsen siswa. Kemudian praktikan menguraikan apersepsi melalui tanya

jawab dengan siswa mengenai kegiatan siswa di rumah sebelum berangkat

sekolah berkaitan dengan cara memelihara lingkungan rumah. Contohnya,

membersihkan tempat tidur, menyapu halaman, dan membantu mencuci piring.

Kemudian praktikan menyampaikan tujuan pembelajaran.

Pada kegiatan inti, Praktikan memulai pelajaran dengan menempelkan

beberapa gambar lingkungan di papan tulis. Kemudian praktikan bertanya jawab

tentang manfaat lingkungan tersebut seperti yang telah dijelaskan pada materi

sebelumnya. Karena banyaknya manfaat dari suatu lingkungan, maka lingkungan

harus dipelihara. Selanjutnya melalui gambar-gambar tersebut praktikan

menjelaskan cara-cara memelihara lingkungan. Selesai menjelaskan, praktikan

membentuk kelas menjadi 6 kelompok dan memberikan tugas kelompok.

Praktikan menjelaskan cara mengerjakan tugas kelompok yang diberikan.

Kemudian masing-masing kelompok mendiskusikan dan mempresentasikan hasil

pekerjaannya di depan kelas. Selanjutnya praktikan memberikan tugas mandiri

dengan menggolongkan lingkungan alam dan buatan serta cara memeliharanya.

Pada kegiatan akhir, praktikan menanyakan materi yang belum dimengerti

siswa. Kemudian melakukan refleksi dengan menyimpulkan materi dan

memberikan tindak lanjut berupa PR. Selanjutnya praktikan mengakhiri pelajaran

dengan mengucapkan salam.

Page 240: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

236

Observasi serta Refleksi Pembelajaran (See)

Setelah kegiatan pembelajaran dilaksanakan, Praktikan dibimbing untuk

merefleksi jalannya pembelajaran yang telah dilaksanakan berdasarkan hasil

analisis pengamatan guru pamong dan 1 teman mahasiswa sebagai observer.

Kegiatan refleksi dilaksanakan pada hari selasa tanggal 10 September 2013.

Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk diskusi yang dipandu oleh guru pamong dan

diikuti oleh anggota kelompok. Diskusi dimulai dengan penyampaian kesan dan

komentar kepada praktikan seputar pembelajaran yang telah dilakukan.

Menurut teman yang bertindak sebagai observer, praktikan sudah mampu

mengkondisikan seluruh anggota kelompok untuk bekerjasama dengan baik dalam

mengerjakan tugas kelompok. Dengan memberi hukuman bagi anggota kelompok

yang tidak aktif dalam kelompok. Namun kekurangannya, hukuman yang

diberikan disalahartikan oleh beberapa siswa. Sebab siswa tersebut beranggapan

hukuman yang diberikan merupakan bentuk perhatian dari praktikan.

Menurut guru pamong, pembelajaran pada siklus II ini sudah lebih baik dari

siklus I. Selain itu, Praktikan dianggap sudah mampu menguasai kelas. Terlihat

dari antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran. Namun kekurangannya,

praktikan belum menggunakan media papan tulis secara optimal. Sehingga saat

penyampaian materi, siswa hanya memperhatikan dan mendengarkan saja tetapi

tidak mencatat materi yang dijelaskan oleh praktikan.

Kegiatan Siklus III

Kegiatan siklus III adalah latihan mengajar terbimbing yang dilaksanakan

terakhir kalinya oleh mahasiwa (praktikan) pada putaran pertama. Kegiatan ini

juga terdiri dari tiga tahapan sebagai berikut :

Perencanaan (Plan)

Latihan mengajar terbimbing pada siklus yang terakhir ini, praktikan

mendapatkan KD yang sama dengan KD pada siklus II. Namun materi yang akan

diajarkan berbeda. Pada siklus III ini mengajarkan materi tentang manfaat

memelihara lingkungan dan dampak tidak memelihara lingkungan. Dalam

penyusunannya masih sama dengan siklus I dan II yaitu dengan cara

Page 241: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

237

mendiskusikan dengan teman sekelompok mengenai indikator yang sesuai dengan

KD, materi, media dan metode yang sesuai, skenario pembelajaran, dan penilaian

yang akan diterapkan di kelas. Kegiatan diskusi ini berlangsung pada hari sabtu

tanggal 14 September 2013.

Dari hasil diskusi bersama teman 1 kelompok, metode yang digunakan

masih sama, yakni ceramah, diskusi, presentasi, dan penugasan. Media yang

digunakan pun masih tetap sama dengan siklus-siklus sebelumnya yakni media

gambar lingkungan. Alasannya pada materi lingkungan ini tidak memungkinkan

untuk menampilkan media aslinya. Ditambah viewer di sekolah masih belum bisa

digunakan. Sehingga untuk menghindari kebosanan pada siswa dalam menerima

pembelajaran, Praktikan menambahkan permainan dalam skenario

pembelajarannya. Permainan ini berupa permainan kelompok dengan mengisi

TTS pada pohon jawaban yang ditempel di papan tulis. Dan untuk instrumen

penilaian yang digunakan adalah tes tulis dan performansi.

Setelah RPP hasil diskusi disusun, dilanjutkan dengan

mengkonsultasikannya kepada guru pamong. Karena RPP pada siklus III

merupakan RPP perbaikan dari siklus-siklus sebelumnya, maka RPP ini telah

memenuhi kriteria-kriteria yang diberikan oleh guru pamong. Oleh karena itu,

menurut guru pamong RPP pada siklus III sudah sesuai dengan karakteristik dan

kebutuhan siswa. Ditambah lagi dengan adanya permainan dalam skenario akan

menambah keaktifan siswa dalam belajar.

Implementasi Pembelajaran (Do)

Implementasi RPP pada latihan mengajar siklus III ini dilaksanakan pada

hari selasa tanggal 17 September 2013. Materi yang diajarkan tentang manfaat

memelihara lingkungan dan akibat tidak memlihara lingkungan

Sesuai skenario pembelajaran, praktikan membuka pelajaran dengan salam,

berdoa bersama dan dilanjutkan dengan mengabsen siswa Setelah selelsai,

praktikan menguraikan apersepsi. Apersepsi diawali praktikan dengan

memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa tentang peristiwa alam yang

diketahui siswa. Misalnya,siapa yang pernah melihat banjir? Bagaimana bisa

Page 242: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

238

terjadi banjir?. Selanjutnya, praktikan menyampaikan tujuan pembelajaran terkait

indikator yang akan dicapai.

Pada kegiatan inti, praktikan memulai dengan menempelkan gambar-

gambar peristiwa alam dan bertanya jawab dengan siswa terkait gambar tersebut.

Kemudian praktikan menjelaskan bahwa gambar tersebut merupakan akibat dari

tidak memelihara lingkungan. Sambil menjelaskan, praktikan meminta bantuan

siswa secara bergantian maju ke depan kelas untuk menuliskan penyebab

terjadinya peristiwa alam berdasarkan gambar di papan tulis sesuai dengan yang

dijelaskan oleh praktikan. Setelah menjelaskan akibat dari tidak memelihara

lingkungan, praktikan menjelaskan manfaat dari memelihara lingkungan. Setelah

semua materi disampaikan, praktikan mengadakan permainan kelompok.

Permainan ini dilakukan dengan meminta setiap perwakilan kelompok

secara bergantian maju kedepan untuk mengambil sedotan yang berisi soal.

Setelah mendapatkan soal, setiap kelompok mendiskusikan jawaban dan

menuliskannya pada lembar jawaban (mengisi TTS). Satu soal diberikan waktu

mengerjakan selama 2 menit. Yang selesai terlebih dahulu boleh maju ke depan

untuk mengambil sedotan selanjutnya. Setelah semua soal terjawab,semua lembar

kerja dikumpulkan dan bagi kelompok yang selesai pertama boleh menuliskan

salah satu jawabannya pada pohon jawaban. Jika jawabannya benar, maka

kelompok tersebut boleh memilih gambar lingkungan dan menempelkan di papan

tulis berdasarkan lingkungan terpelihara atau tidak. Setelah itu guru memberikan

tugas mandiri yang dikerjakan di buku dan dikumpulkan.

Pada kegiatan penutup, praktikan menanyakan materi yang belum

dimengerti siswa. Kemudian praktikan melakukan refleksi dengan mengarahkan

siswa menyimpulkan materi yang baru saja diajarkan. Sebelum menutup

pelajaran, praktikan meminta waktu untuk membagikan hadiah pada 3 orang

siswa yang memiliki simbol senyum paling banyak. Setelah itu, praktikan

mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam.

Observasi serta Refleksi Pembelajaran (See)

Setelah kegiatan pembelajaran dilaksanakan, Praktikan dibimbing untuk

merefleksi jalannya pembelajaran yang telah dilaksanakan berdasarkan hasil

Page 243: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

239

analisis pengamatan guru pamong dan teman mahasiswa sebagai observer.

Kegiatan refleksi dilaksanakan pada hari selasa tanggal 10 September 2013.

Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk diskusi yang dipandu oleh guru pamong dan

diikuti oleh anggota kelompok. Diskusi dimulai dengan penyampaian kesan dan

komentar kepada praktikan seputar pembelajaran yang telah dilakukan.

Menurut teman yang bertindak sebagai observer. Pembelajaran pada siklus

III sudah lebih baik dari siklus sebelumnya. Media yang digunakan cukup

menarik terlebih pada media dalam permainan. Sehingga membuat siswa antusias

untuk mengikuti pembelajaran. Dan juga motivasi yang diberikan terhadap siswa

untuk bekerja sama dalam kelompok sudah cukup baik walupun masih ada

beberapa siswa yang mau mengerjakan bila diperintah atau dibimbing oleh

praktikan.

Sedangkan menurut guru pamong, secara keseluruhan sudah baik. Terdapat

peningkatan baik dalam pembuatan RPP, penggunaan media, dan praktik

mengajarnya dari siklus-siklus sebelumnya. Namun, kekurangannya, pada hasil

belajar siswa. Sebab masih ada beberapa siswa yang nilainya masih kurang. Hal

ini diakibatkan oleh keadaan dan latar belakang siswa yang bermasalah sehingga

berpengaruh pada hasil belajar.

II. PENUTUP

Berdasarkan uraian pelaksanaan KK-PPL pembelajaran selama 3 siklus

pembelajaran maka dapat diambil simpulan sebagai berikut.

Pertama, lesson study muncul sebagai salah satu alternatif guna mengatasi

masalah praktik pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif. Lesson

study juga merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian

pembelajaran kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip

kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Lesson

study merupakan pendekatan yang komprehensif menuju pembelajaran yang

profesional serta mendukung mahasiswa sebagai calon guru dalam rangka belajar

menjadi guru profesional serta menjadi pembelajar sepanjang hayat dalam upaya

mengembangkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

Page 244: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

240

Kedua, melalui lesson study dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa

sebagai calon guru untuk meningkatkan kualitas belajar dan mengajar di kelas

mengingat pengembangan lesson study dilakukan dan didasarkan pada hasil

“sharing” pengetahuan profesional yang berlandaskan pada praktek dan hasil

pembelajaran yang dilaksanakan para guru. Melalui lesson study guru akan

terbantu dalam hal (1) mengembangkan pemikiran kritis tentang belajar dan

mengajar di kelas, (2) merancang program pembelajaran (RPP) yang berkualitas,

(3) mengobservasi bagaimana siswa berpikir dan belajar serta melakukan tindakan

yang cocok, (4) mendiskusikan dan merefleksikan aktivitas pembelajaran, dan (5)

mengidentifikasi pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk

meningkatkan praktek pembelajaran.

Ketiga, pelaksanaan lesson study yang dilakukan dengan tiga tahapan

yaitu: perencanaan (plan), implementasi pembelajaran (do), dan observasi serta

refleksi pembelajaran (see) . Ketiga tahapan tersebut dilaksanakan dalam bentuk

siklus plan-do-see (reflection). Melalui lesson study diharapkan terjadi

peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru, peningkatan kualitas

pembelajaran, peningkatan hasil belajar, dan membangun serta mengembangkan

pembelajaran yang demokratis berbasis filosofi konstruktivisme.

Keempat, melalui lesson study menjadikan mahasiswa PPL lebih peka

terhadap permasalahan pengelolaan pembelajaran, sehingga menjadikan lebih

kreatif lagi dalam memilih dan menentukan model/metode pembelajaran dan

media pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa selama

pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Mulyati dkk. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam dan Lingkunganku untuk Kelas

III SD/MI. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Lewis, Catherine C. 2002. Lesson Study: A Handbook of Teacher-Led

Instructional Change. Philadelphia, PA: Research for Better Schools. Inc.

Page 245: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

241

Muchtar, A. Karim. 2006. Apa, Mengapa, dan Bagaimana Lesson Study. Makalah

disajikan pada Pelatihan Lesson Study Untuk Mengingkatkan Kompetensi

Guru Berprestasi dan Pengurus MGMP Bidang MIPA dan Bidang Studi

lainnya Jenjang SMP/MTS dan SMA?MA Wilayah Indonesia Timur.

Ridwan Joharmawan. 2006. Pengalaman Lesson Study di Malang. Makalah

Pelatihan Lesson Study untuk Meningkatkan Kompetensi Guru

Berprestasi dan Pengurus MGMP Bidang MIPA dan Bidang Study

Lainnya Jenjang SMP/MTs dan SMA/MA Wilayah Indonesia Timur.

Page 246: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

242

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN STAD MELALUI LESSON STUDY

GUNA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN RETENSI SISWA PADA

POKOK BAHASAN SISTEM INDERA DI SMP NEGERI 2 WULUHAN

Anis Mubashiroh1, Mochammad Iqbal, S.Pd, M.Pd.2, Ir. Heriyanto3 1 Mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember

2 Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember 3 Guru IPA SMP Negeri 2 Wuluhan

Abstrak : Pemahaman konsep dan daya ingat sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil

belajar yang maksimal. Siswa yang memiliki daya ingat yang rendah cenderung melupakan apa saja yang telah

dipelajari. Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu

pembelajaran kooperatif dimana pada pembelajaran kooperatif tersebut siswa dapat berperan aktif membangun

pengetahuan, sehingga dapat mengingat informasi baru dan menyimpannya. Kelebihan dari model pembelajaran

STAD ini adalah dengan diadakannya postest, sehingga seorang guru bisa langsung mengetahui tingkat

keberhasilannya dalam pembelajaran dan juga akan membuat siswa lebih serius dalam mengikuti proses

pembelajaran. Lesson study dilakukan sebagai upaya untuk mengkaji kegiatan pembelajaran melalui kegiatan

perencanaan (plan), pelaksanaan (do), dan refleksi (see). Kegiatan Lesson Study ini dilaksanakan di SMPN 2

Wuluhan pada peserta didik kelas IX D. Dari hasil observasi tampak adanya peningkatan pemahaman siswa

yaitu dengan perolehan rerata 82, sedangkan sebelum dilakukan Lesson Study nilai reratanya 77. Kemudian

untuk retensi siswa juga mengalami peningkatan yaitu dengan perolehan rerata 93, sedangkan sebelum

dilakukan Lesson Study hanya 80,2. Dari hasil analisa data yang telah dilakukan bahwa pembelajaran kooperatif

Tipe STAD melalui Lesson Study dapat meningkatkan pemahaman konsep dan retensi siswa pada materi sistem

indera.

Kata kunci : Lesson Study, Pembelajaran kooperatif, postest, Student Teams Achievement Division (STAD)

PENDAHULUAN

Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan dan

perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara (Depdiknas: 2004).

Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia bagi

kehidupan dimasa yang akan datang. Pendidikan merupakan usaha manusia agar dapat

mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses pembelajaran di sekolah, baik

Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Umum (SMU),

maupun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), serta Perguruan Tinggi (PT), yang masing-

masing memiliki visi, misi dan tujuan yang spesifik. Proses pendidikan itulah yang akan

banyak dinilai karena proses pendidikan sebagai salah satu titik tolak keberhasilan dan

kemajuan suatu bangsa. Beberapa karakteristik pembelajaran yang baik adalah

menyenangkan , menantang, mengembangkan keterampilan berfikir, mendorong peserta

didik untuk bereksplorasi, , memberi kesempatan untuk sukses, sehingga tumbuh ras

apercaya diri, dan memberi umpan balik dengan segera, sehingga peserta didik tahu

keberhasilan dan kegagalannya (Depdiknas, 2005, dalam Chotimah 2009). Karakteristik

Page 247: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

243

pembelajaran ini dimaksudkan untuk dapat dipenuhi dalam rangka memperbaiki dan

meningkatkan kualitas pendidikan secara menyeluruh.

Berhasil dan tidaknya pencapaian hasil belajar seringkali dipengaruhi oleh proses

pembelajaran yang dirancang dan metode pembelajaran yang dipakai. Setiap kegiatan selalu

melibatkan dua pelaku aktif, yaitu pendidik dan peserta didik.

Belajar aktif sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar

yang maksimal. Peserta didik yang pasif atau hanya menerima informasi dari guru ada

kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diterima. Higgins (dalam O’Connell,

2007: 85) menyatakan bahwa peserta didik akan lebih bisa memahami dan memaknai konsep

yang menjadi tujuan pembelajaran jika peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran yang

berlangsung. Selain itu suatu konsep akan lebih dipahami dan diingat oleh peserta didik

apabila konsep tersebut disajikan melalui prosedur atau langkah-langkah yang menarik,

meskipun waktu yang disediakan terbatas. Maka dari itu sangat diperlukan adanya

pengembangan model pembelajaran yang menarik, melibatkan keaktifan peserta didik dan

dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika, salah satunya dengan penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD).

Dalam proses belajar mengajar pendidik mempunyai tugas untuk memilih strategi

pembelajaran berikut media yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi

tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh karenan itu pendidik diharapkan mampu melakukan

inovasi – inovasi dalam pembelajaran. Dalam melakukan inovasi tersebut, pendidik dapat

berkolaborasi dengan sekelompok pendidik.

Bentuk dari kolaborasi tersebut dapat dilakukan melalui lesson study, dimana lesson

study Lesson Study merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian

pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas

dan mutual learning untuk membangun learning community. Lesson Study bukan suatu

metode pembelajaran atau suatu strategi pembelajaran, tetapi dalam kegiatan Lesson Study

dapat memilih dan menerapkan berbagai metode/strategi pembelajaran yang sesuai dengan

situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi pendidik. Lesson study dapat merupakan

suatu kegiatan pembelajaran dari sejumlah guru dan pakar pembelajaran yang mencakup 3

(tiga) tahap kegiatan, yaitu perencanaan (planning), implementasi (action) pembelajaran dan

Page 248: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

244

observasi serta refleksi (reflection) terhadap perencanaan dan implementasi pembelajaran

tersebut, dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.(Mulyasa,E:2006).

Tujuan observasi ini adalah meningkatkan pemahaman konsep dan retensi siswa kelas

IX SMP Negeri 2 Wuluhan melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif STAD, pada

materi sistem indera. Hal ini didasarkan pada rendahnya kualitas proses dan hasil belajar

siswa yang disebabkan penggunaan metode atau pendekatan yang digunakan guru dalam

proses belajar mengajar. Selama ini guru hanya menggunakan metode ceramah dalam

melakukan proses belajar – mengajar.

Kegiatan Lesson study

Kegiatan Lesson Study di SMP Negeri 2 Wuluhan diawali dengan sosialisasi oleh

Bapak Mochammad Iqbal, S.Pd., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Bidang Studi Biologi.

Beliau ingin mengembangkan dan memberika pengalaman LS di SMP Negeri 2 Wuluhan.

Kegiatan lesson study diawali dengan kegiatan persiapan ( plan),dalam kegiatan plan ini guru

model dengan guru satu timnya melakukan perencanaan yang akan dilakukan saat proses

pembelajaran nantinya, jadi meliputi pembahasan RPP. Kemudian tahab yang kedua yaitu

pelaksanaan (do), pada tahab ini guru model melakukan pembelajaran sesuai dengan

rancangan yang telah dibuat sebelumnya, pada saat pelaksanaan (do) juga dihadiri oleh tim

guru lainnya yang bertindak sebagai observer. Yang akan mencatat hal – hal apa saja yang

terjadi di dalam kelas tersebut. Kemudian untuk tahab yang terakhir yaitu refleksi, pada tahab

ini para observer akan menyampaikan segala hal yang sudah ditemukan dalam

pengamatannya tadi. Pada dasarnya tidak ada pembelajaran yang sempurna. Setiap

pembelajaran pasti memiliki aspek yang perlu dikembangkan dan menuntut kreativitas

dengan kerja keras, cerdas, dan profesional (Susilo,2009).

Dalam kegiatan LS ini seorang penulis juga pernah menjadi seorang guru model dan

juga sebagai observer. Dalam kegiatan LS ini banyak sekali keuntungan yang di dapat oleh

penulis, karena penulis bisa memperbaiki cara mengajarnya dari pembenahan dan saran-

saran yang telah disampaikan oleh para observer. Penulis juga bisa mendapatkan banyak

pengalaman dari hasil observasinya pada saat penulis jadi observer.

Pada saat menjadi guru model LS, penulis mengawalinya dengan kegiatan

perencanaan,yaitu dengan membuat RPP, LDS, hand out dan soal post test. Kemudian

pelaksanaan dan yang terakhir tahab refleksi.

Page 249: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

245

METODE PENELITIAN

Lesson study ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Wuluhan, pada siswa kelas IX D, semester

ganjil tahun ajaran 2013-2014 yang terdiri dari 3 tahab. Yaitu Perencanaan (Plan),

Pelaksanaan ( Do), Dan Refleksi (See).

a. Perencanaan tindakan (Plan)

Menyusun rencana pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), RPP disusun sebagai persiapan guru

sebelum mengajar, agar dalam memberikan materi dapat berjalan sesuai dengan rencana.

Pada perencanaan ini guru model menyampaikan rancangan pembelajarannya, meliputi

metode yang akan digunakan, perangkat yang akan dipakai dan juga evaluasi yang akan

dipakai. Pada pelaksanaan Plan ini guru model menyampaikan bahwasanya akan memakai

model pembelajaran STAD, dengan diadakannya diskusi, kemudian postest di akhir

pembelajaran. Sehingga guru model menyiapkan handout, LDS, dan juga soal yang akan

digunakan sebagai postest. Plan disini dilakukan oleh guru model dan juga tiga guru lainnya

yang berperan sebagai observer nantinya. Tiga guru lainnya itu ada yang jadi moderator,

notulen dan anggota. Plan dilakukan pada tanggal 04 Oktober 2013.

b. Pelaksanaan tindakan(Do)

Pelaksanaan tindakan merupakan penerapan dari strategi pembelajaran yang telah

disusun oleh guru model sebelumnya. Pelaksanaan (do) merupakan tahap kegiatan

pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru model untuk mempraktikkan RPP yang

telah disusun sebelumnya. Do dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 2013.

Pada kegiatan awal guru mengkondisikan siswa supaya siap menerima pelajaran.

Adapun kegiatannya yaitu, guru memberi salam kepada siswa, memimpin doa selanjutnya

mengisi jurnal dan presensi untuk mengetahui jumlah siswa yang mengikuti pelajaran saat

itu, selanjutnya melakukan apersepsi atau memotivasi siswa dengan menggali daya ingat

siswa tentang materi sebelumnya, kemudian setelah siswa dapat menjawab, dilanjutkan

dengan menyampaikan materi yang akan diberikan, selanjutnya menuliskan judul materi di

papan tulis, dan yang terakhir adalah menyampaikan serta menuliskan tujuan pembelajaran

kepada siswa agar siswa mengetahui cakupan hasil belajar.

Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan inti, dimana siswa lebih banyak dilibatkan

dalam kegiatan ini. Dalam kegiatan inti tersebut guru menggunakan metode STAD , dimana

Page 250: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

246

siswa dituntut aktif untuk memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru terlebih dahulu,

karena nanti pada waktu guru menyampaikan materi, di sela-sela penjelasan guru akan

memberikan pertanyaan pada siswa mengenai materi yang dijelaskan, maka dari itu siswa

disini dituntut aktif untuk menjawab pertanyaan dari guru karena setiap pertanyaan yang di

berikan pada siswa akan diberikan poin bagi siswa yang bisa menjawab, akan tetapi apabila

siswa tidak menjawab sama sekali maka siswa tersebut tidak akan mendapatkan poin.

Setelah guru selesai menyampaikan materi, guru memberi instruksi kepada peserta

didik untuk membentuk kelompok, setiap kelompok terdiri dari 6 orang. Jadi total ada 5

kelompok. Kemudian guru membagikan hand out dan juga LDS untuk dilakukan diskusi.

Pembagian LDS diberikan pada masing – masing siswa, hal ini bertujuan agar setiap siswa

merasa mempunyai tanggung jawab. Pada diskusi kali ini keadaan tiap – tiap kelompok sudah

mulai tertib. Pada saat diskusi berlangsung guru model berkeliling mendekati tiap – tiap

siswanya untuk memberikan suatu pengarahan. Setelah diskusi siswa mengumpulkan hasil

diskusinya dan siap – siap melakukan postest.

Saat postest berlangsung, siswa juga terlihat tertib, tidak gaduh. Hal ini karena siswa

sudah mengetahui di awal pembelajaran seorang guru model sudah menginstruksikan

bahwasanya nantinya akan ada postest, sehingga siswa benar – benar telah siap.

Kegiatan yang ketiga adalah kegiatan akhir yang meliputi kegiatan penutup. Dalam

kegiatan ini, guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah didiskusikan bersama.

Kemudian guru memberikan tugas terstruktur pada siswa.

Gambar1. proses diskusi siswa

Page 251: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

247

Gambar 2. siswa saat melakukan postest

Pada kegiatan Do ini, para observer melakukan observasi. Observasi yang dilakukan

oleh para observer adalah murni mengamati proses belajar para peserta didik, karena para

observer tidak diperbolehkan menghakimi guru model.

c. Refleksi

Kegiatan refleksi dilaksanakan setelah selesai pelaksanaan pembelajaran dan

observasi. Tahapan ini merupakan refleksi dari proses pembelajaran yang baru saja

dilaksakan berdasarkan analisis hasil pengamatan dari para observer. Kegiatan refleksi

dilakukan dalam bentuk diskusi yang diikuti seluruh anggota kelompok yang dipandu oleh

salah satu anggota kelompok yang telah ditunjuk sebagai moderator.

Proses diskusi ini dimulai dengan penyampaian kesan dan komentar praktikan dalam

mempraktikkan kegiatan pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Sebelumnya

terlebih dahulu moderator mempersilahkan guru model untuk menyampaikan hal - hal yang

dialami selama proses pembelajaran tadi. Kemudian para observer menyampaikan hasil

belajar siswa, tentang hal berikut :

Bagaimana kesiapan belajar peserta didik ? (respon ketika guru mempersiapkan

belajar siswa)

Bagaimana interaksi yang terjadi dalam pembelajaran : siswa dengan siswa lain, dan

siswa dengan guru ? (kapan dimulai dan sampai kapan terjadi)

Mengapa siswa tidak belajar / konsentrasi ?

Bagaimana jalan keluar mengatasi siswa yang tidak belajar ?

Bagaimana siswa terlibat dalam kegiatan penutup (melakukan refleksi, merangkum,

dan sebagainya) ?

Pelajaran apa yang dapat dipetik dari kejadian tersebut ?

Kritik dan saran disampaikan secara bijak tanpa merendahkan guru (80% memuji,

20% memberikan masukan / saran dan kritikan yang bersifat positif).

Page 252: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

248

HASIL DAN DISKUSI

Hasil Observasi

Hasil observasi berikut didasarkan pada lembar pengamatan LS.

Kegiatan Pendahuluan

Bagaimana kesiapan belajar peserta didik ? (respon ketika guru mempersiapkan

belajar siswa)

Saat awal pembelajaran dimulai hampir 90% siswa telah siap dan antusias dan 10%

lainnya belum siap. Hal ini dikarenakan siswa yang masih belum siap menerima

pelajaran, dikarenakan waktu pelaksanaannya siang hari. Sehingga mereka mungkin

merasa lelah.

Bagaimana kondisi / respon siswa ketika guru menyampaikan kegiatan apersepsi

/ motivasi / pemanasan berpikir / advance oragnizer

Ketika guru model memberikan apersepsi. Siswa merespon dengan baik, hal ini

kemungkinan dikarenakan siswa merasa takut dengan adanya para observer. Sehingga

mereka sangat aktif dan antusias mengikuti proses pembelajaran. Ini merupakan salah

satu keuntungan dengan didakannya Lesson Study ini.

Kegiatan Inti

Bagaimana interaksi yang terjadi dalam pembelajaran : siswa dengan siswa lain,

dan siswa dengan guru ? (kapan dimulai dan sampai kapan terjadi)

Interaksi yang terjadi antar siswa dengan siswa lain terjadi pada saat diskusi. Hal ini

terlihat pada saat diskusi, siswa bertanya kepada temannya mengenai jawaban dan

pemecahan soal pada LDS.

Siswa mana yang tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik (atau tergangggu

dalam belajar) pada hari itu ?

Siswa yang kurang bisa mengikuti pembelajaran adalah M.yuyus.

Mengapa siswa tersebut tidak belajar / konsentrasi ? menurut anda apa

penyebabnya.

Siswa tersebut pada dasarnya memang sulit diatur, sehingga walaupun sudah ditegur

ia tetap mengabaikan.

Bagaimana usaha guru untuk mengatasi gangguan belajar tersebut ? kapan

gangguan belajar tersebut teratasi ?

Page 253: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

249

Gangguan belajar pada siswa tersebut dapat diatasi dengan melakukan pendekatan dan

memberi perhatian yang lebih kepadanya.

Menurut anda, alternatif apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi siswa yang

terganggu dalam belajar ?

Guru lebih sering memantau dan memberikan bimbingan lebih selama proses

pembelajaran, dan lebih sering menggunakan stratesi pembelajaran dengan

menggunakan diskusi agar lebih sering terjadi interaksi positif antar siswa.

Bagaimana usaha guru dalam mendorong siswa yang tidak aktif belajar ?

Pada saat kegiatan do, siswa yang tidak aktif belajar (belum paham, namun tidak

bertanya) telah dibimbing guru secara langsung dengan menjelaskan ulang tahap demi

tahap.

Kegiatan Penutup

Bagaimana siswa terlibat dalam kegiatan penutup (melakukan refleksi,

merangkum, dan sebagainya) ?

Guru agak cepat memberikan kegiatan refleksi karena keterbatasan waktu, sebab

alokasi waktu lebih banyak pada kegiatan diskusi dan posttest.

Bagaimana respon siswa, ketika guru menyampaikan tindak lanjut

pembelajaran (seperti memberikan arahan, memberi tugas sebagai bagian dari

remidi) ?

Siswa langsung menjawab “iya”, ketika guru menyampaikan tugas yang harus

disiapkan pada pertemuan yang akan datang

Hikmah Pembelajaran

Pelajaran berharga apa yang dapat Anda dipetik dari pengamatan

pembelajaran hari ini ?

Pelajaran berharga yang dapat ditemukan dari pelaksanaan do adalah:

1) Persiapan pembelajaran yang maksimal akan menghasilkan kegiatan

pembelajaran yang baik, menyenangkan dan teratur.

Berikut adalah hasil belajar yang diperoleh :

Page 254: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

250

PEMBAHASAN

Dari hasil perencanaan, pelaksanaan dan refleksi diperoleh bahasan sebagai berikut .

Pada tahap perencanaan, penulis mendapat masukan dari observer agar memberi LDS pada

masing – masing siswa supaya setiap siswa merasa dirinya mempunyai tanggung jawab. .

Pada kegiatan pelaksanaan, guru model masuk kelas beserta para observer.

Selanjutnya, pendidik melaksanakan langkah-langkah pembelajaran yang telah disusun yaitu

menjelaskan pokok-pokok materi, membagi siswa dalam kelompok heterogen dan meminta

siswa duduk sesuai kelompok, membagi hand-out pada tiap siswa dalam kelompok. Setelah

itu, guru model membagikan lembar diskusi siswa (LDS) untuk melakukan interaksi diskusi

dengan siswa lain dan mencari jawaban dari partanyaan yang ada. Kegiatan diskusi dilakukan

agar siswa lebih mudah memahami materi dengan bertanya kepada siswa yang lebih mampu.

Setelah kegiatan kelompok selesai, dilanjutkan dengan diskusi kelas yang dipandu oleh

peneliti (guru) untuk membahas hal-hal yang tidak / belum terselesaikan dalam kegiatan

kelompok. Guru memberi kuis (postest) untuk mengetahui pemahaman konsep yang

dipelajari secara individual. Pada saat pelaksanaan postest berjalan dengan baik. Presentasi

diakhiri dengan membuat kesimpulan yang dibimbing oleh penulis dengan mengarahkan

siswa menyusun kalimat yang mengacu pada tujuan pembelajaran.

Pada tahap refleksi, pendidik mendapat saran dari para observer dan memberikan

masukan pada kegiatan pelaksanaan yang telah dilakukan. Hasil refleksi mengindikasikan

bahwa kegiatan LS yang telah dilakukan oleh peneliti telah berjalan dengan baik dan sesuai

dengan tahap perencanaan. Hasil diskusi siswa menunjukkan bahwa siswa telah melakukan

diskusi dengan baik dengan rata-rata nilai diskusi kelompok baik yaitu diatas KKM.

Page 255: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

251

Data observasi LS menunjukkan bahwa tampak adanya peningkatan pemahaman

siswa yaitu dengan perolehan rerata 82, sedangkan sebelum dilakukan Lesson Study nilai

reratanya 77. Kemudian untuk retensi siswa juga mengalami peningkatan yaitu dengan

perolehan rerata 93, sedangkan sebelum dilakukan Lesson Study hanya 80,2. Dari hasil

analisa data yang telah dilakukan bahwa pembelajaran kooperatif Tipe STAD melalui Lesson

Study dapat meningkatkan pemahaman konsep dan retensi siswa pada materi sistem indera.

KESIMPULAN

Model pembelajaran STAD yang telah dilakukan di kelas IX D melaui Lesson Study

terbukti dapat meningkatkan pemahaman konsep dan retensi siswa pada materi sistem

indera.

DAFTAR PUSTAKA

Chotimah, Dwitasari. 2009. Strategi – Strategi Pembelajaran Untuk Penelitian Tindakan

Kelas. Malang: Surya Pena Gemilang

Depdiknas. 2004. Pedoman Pembelajaran.Jakarta: Dirjen Depdiknas

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

O’Connel, Susan.(2007).Introduction to Problem Solving. Portsmouth:Heinemann

Sudjana, N dan I. 2001. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru

Algensindo

Susilo , Chotimah. 2009. Bagaimana Menjadi Guru Masa Depan Yang Cerdas Dan

Profesional?. Malang : Surya Pena Gemilang.

Susilo, dkk. 2009. Lesson Study Berbasis Sekolah ( Guru konservatif menuju Guru Inovatif).

Malang : Bayus Media Publishing.

Page 256: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

252

Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Pada Materi Sistem Koordinasi

Dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation

(GI) Melalui Lesson Study

Nafilah Sonya Sarwilujeng1, Mochammad Iqbal2, Ir. Heriyanto3

1 Mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember 2 Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember

3 Guru IPA SMP Negeri 2 Wuluhan

email: [email protected]

Abstrak : Aktivitas siswa dalam pembelajaran menjadi salah satu bagian yang penting dalam proses

pembelajaran IPA. Model Pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) merupakan salah satu

pembelajaran kooperatif yang pada pembelajaran tersebut memberikan kesempatan seluas-luasnya

kepada siswa untuk terlibat secara langsung dan aktif dalam proses pembelajaran. Tahap implementasi

Lesson study yang dilakukan adalah perencanaan (plan), pelaksanaan (do), dan refleksi (see).

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi sistem koordinasi kelas

IX-A di SMP Negeri 2 Wuluhan. Berdasarkan data hasil observasi, kegiatan Lesson Study dengan

model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) mampu meningkatkan aktivitas belajar

peserta didik. Hal tersebut terlihat pada hasil observasi dari observer menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan aktivitas siswa dengan kriteria sangat baik sebanyak 25%, dengan kriteria baik berkurang

sebanyak 15%, untuk kriteria cukup baik berkurang 3% dan untuk kriteria kurang baik berkurang 7%.

Pendidik diharapkan lebih kreatif dalam memilih serta menggunakan model pembelajaran agar peserta

didik tidak bosan dan menjadi terlatih untuk menyelesaikan masalah pembelajaran secara mandiri

maupun berkelompok.

Kata Kunci : Aktifitas Siswa, Group Investigation (GI), Lesson Study

PENDAHULUAN

Di dalam proses belajar-mengajar, guru harus memiliki model, agar siswa dapat

belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah

untuk memiliki model itu ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya

disebut metode mengajar. (Parmin, 2009). Guru / pendidik sebagai pencipta kondisi belajar

yang disesain secara sengaja, sistematis, berkesinambungan, sedangkan siswa / peserta didik

sebagai subjek pembelajaran merupakan pihak penikmat kondisi belajar yang diciptakan

oleh pendidik. Peranan pendidik berusaha mengatur kelas agar kondusif, menyenangkan

demi tercapainya keberhasilan peserta didik dan sangat penting dalam memberdayakan

kemampuan berpikir peserta didik seperti mengenali proses berpikir dan meningkatkan

kecerdasan dalam memecahkan permasalahan kehidupan nyata. (Depdiknas, 2006)

Page 257: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

253

Kemampuan mengamati proses berpikir dan perilaku peserta didik merupakan

prasyarat bagaimana pendidik dapat membantu dan memfasilitasi proses pembelajaran

peserta didik. (Sudarwaty, 2012). Kemampuan semacam ini yang dilatih dan dikembangkan

melalui kegiatan Lesson Study (LS). Kegiatan Lesson study diawali dengan pengembangan

perencanaan secara bersama, proses pembelajaran terbuka dengan melibatkan sejumlah

observer dan refleksi atau diskusi pasca pembelajaran. (Hendayana, S. 2006). Jadi melalui

lesson study sangat potensial untuk menciptakan proses interaksi antar berbagai komponen

pembelajaran. Interaksi terjadi sharing pengetahuan serta tacit knowledge yang diperoleh

melalui pengamatan pelaksanaan pembelajaran. Berkembangnya pengetahuan secara

konstruktif akan dapat memunculkan berbagai inovasi pembelajaran. Lesson Study (LS)

dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu plan (perencanaan), do (pelaksanaan), see (refleksi).

(Parmin, 2009)

Berdasarkan pengalaman pembelajaran di kelas IX A bahwa peserta didik kurang aktif

dalam pembelajaran IPA serta berdasarkan pengamatan, saat pembelajaran IPA belum

berpusat pada siswa, sehingga siswa kurang aktif dalam belajar.

Pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) adalah kelompok kecil untuk

menuntun dan mendorong siswa dalam keterlibatan belajar. Metode ini menuntut siswa

untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan

proses kelompok (group process skills). Hasil akhir dari kelompok adalah sumbangan ide

dari tiap anggota serta pembelajaran kelompok yang notabene lebih mengasah kemampuan

intelektual siswa dibandingkan belajar secara individual. Group Investigation (GI) melatih

siswa untuk bekaerja secara kooperatif dalam memecahkan suatu masalah. Dengan adanya

kegiatan tersebut, siswa dibekali keterampilan hidup (life skill) yang berharga dalam

kehidupan bermasyarakat. Jadi guru menerapkan model pembelajaran Group Investigation

(GI) dapat mencapai tiga hal, yaitu dapat belajar dengan penemuan, belajar isi dan belajar

untuk bekerja secara kooperatif. (Eko, 2011)

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dituliskan maka pada kegiatan ini

bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi Sistem Koordinasi kelas

IX A SMP Negeri 2 Wuluhan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif Group

Investigation (GI) melalui Lesson Study.

Model GI Melalui Lesson Study

Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI) yang dilaksanakan

dalam kegiatan ini terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Page 258: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

254

Penulis membuat desain pembelajaran, menyiapkan tugas dan membagi peserta didik

menjadi 6 kelompok heterogen dengan masing-masing kelompok beranggota 5 orang yang

dipilih sesuai latar belakang dan kondisi peserta didik. Setiap kelompok memiliki kewajiban

untuk membahas materi tugas secra kooperatif dan menyampaikan hasil pembahasannya ke

dalam diskusi kelasdan kelompok yang lain memberikan tanggapan terhadap hasil tersebut.

2. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan awal yang dilaksanakan penulis adalah masuk ke dalam kelas bersama

observer, mengucapkan salam, mengkondisikan kelas dan mengabsen peserta didik, mengisi

jurnal kelas serta mempersiapkan lembar diskusi dan hand out. Kemudian penulis menulis

topic, menyampaikan tujuan pembelajaran, membagikan hand out. Selanjutnya menjelaskan

langkah pembelajaran Group Investigation (GI) dan mengingatkan peran masing-masing

kelompok.

3. Kegiatan Kelompok

Peserta duduk sesuai dengan anggota kelompok, setiap kelompok menerima Lembar

diskusi dan hand out. Setiap anggota kelompok mengerjakan permasalahan dalam lembar

diskusi secara bersama kemudian mengumpulkan lembar.

4. Kegiatan Diskusi Kelas

Setiap kelompok diberi kesempatan menyampaikan hasil diskusinya dan kelompok

lain melakukan penilaian serta memberikan tanggapan maupun pertanyaan. Selama diskusi

kelompok, penulis melakukan observasi dibantu oleh para observer. Dalam diskusi kelas,

penulis melakukan pengamatan terhadap hasil diskusi siswa. Bersama peserta didik

menyimpulkan materi yang diajarkan sesuai tujuan pembelajaran.

5. Evaluasi kelompok, personal dan penghargaan

Hasil belajar yang diharapkan adalah mencakup seluruh perubahan pada peserta didik

secara intelektual, emosional dan fisik. Kemampuan belajar dinilai dengan menggunakan tes

dan alat evaluasi lainnya untuk mengukur seberapa besar peserta didik memahami materi

yang diperoleh dari diskusi dengan model pembelajaran kooperatif Group Investigation

(GI).

METODE

Penulis berperan sebagai perancang, pelaksana, pengumpul data, dan pengevaluasi

data. Yang bertindak sebagai observer adalah mahasiswa FKIP Biologi yang tegabung

dalam kelompok KKPPL di SMP Negeri 2 Wuluhan. Banyaknya observer pada kegiatan ini

dikarenakan sejalan dengan salah satu kewajiban PPL untuk mengajar menggunakan Lesson

Study. Penulis adalah sebagai salah satu anggota kelompok KKPPL di SMP Negeri 2

Wuluhan yang diberikan kepercayaan untuk mengajar di kelas IX A SMP Negeri 2

Wuluhan.

Page 259: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

255

Plan

Kegiatan Lesson Study diawali dengan plan yang dilaksanakan di SMP Negeri 2

Wuluhan yang dihadiri oleh Dosen Pembimbing dan rekan anggota kelompok KKPPL FKIP

Biologi di SMP Negeri 2 Wuluhan. Pada saat plan disepakati Nafilah Sonya S sebagai guru

model yang akan menerapkan rancangan kegiatan pembelajaran sesuai plan. Pada tahap ini

dilakukan pengkajian SK, KD perumusan indikator dan tujuan pembelajaran dalam

penulisan RPP. Pada saat plan ini dihasilkan rencana pelaksanaan pembelajaran beserta

lembar kerja peserta didik yang akan diterapkan pada tahap do. Model pembelajaran

kooperatif yang dipilih adalah Group Investigation (GI) yang melibatkan peserta didik.

Gambar 1. Kegiatan plan (perencanaan)

Do

Tahap do dilaksanakan di SMP Negeri 2 Wuluhan pembelajaran IPA Terpadu materi

Sistem Koordinasi dilaksanakan di kelas IX A semester ganjil 2013/2014. Kegiatan do

dihadiri oleh Dosen Pembimbing, Guru IPA serta anggota KKPPL FKIP Biologi kelompok

SMP Negeri 2 Wuluhan.

Pembelajaran pada tahap ini diawali dengan mengucapkan salam, mengkondisikan

kelas dan mengabsen peserta didik, mengisi jurnal kelas serta mempersiapkan lembar

diskusi dan hand out. Kemudian penulis menulis topic, menyampaikan tujuan pembelajaran,

membagikan hand out. Selanjutnya menjelaskan langkah pembelajaran Group Investigation

(GI) dan mengingatkan peran masing-masing kelompok. Setiap kelompok diberi

kesempatan menyampaikan hasil diskusinya dan kelompok lain melakukan penilaian serta

memberikan tanggapan maupun pertanyaan. Dalam diskusi kelas, penulis melakukan

pengamatan terhadap hasil diskusi siswa. Kemudian, bersama peserta didik menyimpulkan

materi yang diajarkan sesuai tujuan pembelajaran.

Page 260: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

256

Gambar 2. Kegiatan Diskusi kelompok (kiri) dan kegiatan diskusi kelas (kanan)

See

Kegiatan see (merefleksi) dilaksanakan langsung setelah do, kegiatan refleksi

dipimpin oleh moderator. Moderator mengingatkan kepada observer bahwa objek observasi

adalah peserta didik dan aktivitasnya selama proses pembelajaran. Kegiatan refleksi bukan

menghakimi guru. Kegiatan refleksi diharapkan adanya temuan masalah, penyebabnya dan

pemberian solusi sehingga dapat diketahui pelajaran berharga yang dapat dipetik dari

pembelajaran tersebut. . Pada tahap ini, guru model mengutarakan kekurangan dari

pembelajaran di kelas yang telah dilakukan serta kesesuaian langkah pembelajaran dengan

RPP. Setelah itu, secara bergantian observer menyatakan hasil observasinya.

Selanjutnya penyampaian hasil observasi dari semua observer tentang kegiatan

belajara peserta didik, diantaranya sebagai berikut :

Bagaimana kesiapan belajar peserta didik? (respon ketika guru mempersiapkan

belajar peserta didik)

Bagaimana interaksi yang terjadi dalam pembelajaran: peserta didik dengan

peserta didik, dan peserta didik dengan guru? (kapan dimulai dan sampai kapan

terjadi)

Mengapa peserta didik tidak belajar/konsentrasi?

Bagaimana jalan keluar mengatasi peserta didik yang tidak belajar?

Bagaimana peserta didik terlibat dalam kegiatan penutup? (melakukan refleksi,

merangkum, dan sebagainya)?

Pelajaran apa yang dapat dipetik dari kejadian tersebut?

Kritik dan saran disampaikan secara bijak tanpa merendahkan guru (80%

memuji, 20%memberikan masukan / saran dan kritikan yang bersifat positif)

HASIL DAN DISKUSI

Hasil Observasi

Page 261: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

257

Hasil observasi berikut didasarkan pada lembar pengamatan Lesson Study.

Kegiatan Pendahuluan

Bagaimana kesiapan belajar peserta didik? (respon ketika guru mempersiapkan

belajar peserta didik)

Peserta didik pada awal pembelajaran seluruhnya telah siap dan antusias. Hal ini terbukti

dengan tempat duduk siswa yang sudah berkelompok dengan teman sekelompoknya.

Bagaimana kondisi / respon peserta didik ketika guru menyampaikan kegiatan

apersepsi/ motivasi / pemanasan berpikir / advance organizer?

Peserta didik merespon dengan baik, terbukti dengan Ning Ayu ZN dan Candra Crisdian

yang menjawab pertanyaan apersepsi dengan sigap, dan tepat.

Kegiatan Inti

Bagaimana interaksi yang terjadi dalam pembelajaran: peserta didik dengan

peserta didik, dan peserta didik dengan guru? (kapan dimulai dan sampai kapan

terjadi)

Interaksi dalam pembelajaran terjadi cukup baik, antara peserta didik dengan peserta didik

tampak adanya kerja sama untuk memecahkan suatu masalah berjalan dengan baik, begitu

pula dengan interaksi antara peserta didik dengan guru yang terjadi mulai kegiatan apersepsi

hingga saat diskusi berlangsung, tiap kelompok tampak menanyakan beberapa hal yang

kurang dimengerti pada guru. Hal ini menunjukkan peran guru sebagai fasilitas belajar

sangat dimanfaatkan dengan baik oleh peserta didik.

Peserta didik mana yang tidak bisa mengikuti pelajaran secara baik (atau

terganggu dalam belajar) pada hari itu?

Peserta didik yang kurang bisa mengikuti pembelajaran adalah kelompok 1 (Ning Ayu,

Galih, Miftahul Huda, Faridatul, Basit). Peserta didik pada kelompok ini mulai tidak bisa

mengikuti pelajaran dengan baik kuarng lebih selama 6 menit,

Mengapa peserta didik tersebut tidak dapat belajar/konsentrasi dengan baik?

Kelompok 1 kurang bisa mengikuti pelajaran dengan baik, bahkan beberapa anggota

kelompoknya tampak santai dan bermain sendiri. Hal ini teerjadi karena dalam kelompok

tersebut yang mengerjakan di dominasi oleh 1 orang saja yaitu Ning Ayu, siswi tersebut

merasa jawabannya benar sehingga tidak memberikan kesempatan kepada teman 1

kelompoknya.

Bagaimana usaha guru untuk mengatasi gangguan belajar tersebut? Kapan

gangguan tersebut teratasi?

Page 262: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

258

Gangguan belajar pada kelompok 1 teratasi ketika guru memberikan pengertian maksud dan

tujuan pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) untuk saling berkerja sama antar

anggota kelompok, bukan tugas mandiri, sehingga harus saling membantu antar teman.

Menurut anda, alternative apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi peserta didik

yang terganggu dalam belajar?

Sebaiknya guru lebih sering memantau dengan pendekatan terhadap siswa serta memberikan

bimbingan lebih selama proses pembelajaran

Bagaimana usaha guru dalam mendorong peserta didik yang tidak aktif belajar?

Pada saat kegiatan do, peserta didik yang tidak aktif belajar telah dibimbing guru dan

dijelaskan kembali materi yang kurang dimengerti.

Kegiatan Penutup

Bagaimana peserta didik terlibat dalam kegiatan penutup? (melakukan refleksi,

merangkum, dan sebagainya)?

Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang berani mengungkapkan untuk

menyimpulkan materi yang telah dipelajari, serta guru membimbing siswa untuk bersama –

sama memberikan kesimpulan.

Bagaimana respon peserta didik, ketika guru menyampaikan tindak lanjut

pembelajaran?

Peserta didik langsung menjawab “baik bu” saat guru menyampaikan beberapa tugas yang

harus disiapkan untuk pembelajaran selanjutnya.

Hikmah Pembelajaran

Pelajaran apa yang dapat dipetik dari kejadian tersebut?

Pelajaran berharga yang dapat ditemukan dari pelaksanaan do adalah : 1) persiapan

pembelajaran akan menghasilkan kegiatan pembelajaran yang baik, menyenangkan dan

teratur. 2) interaksi antar peserta didik sangat diperlukan dalam kegiatan diskusi sebagai

salah satu cara umtuk memecahkan suatu masalah secara bekerja sama. 3) kegiatan diskusi

perlu digalakkan untuk kegiatan pembelajaran, sehingga peserta didik akan terbiasa bekerja

sama / berinteraksi dengan sesama teman dalam belajar.

Hasil Pembelajaran Lesson Study

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI) Melalui Lesson study

Terhadap Aktivitas Belajar Siswa

Lesson study terdiri dari dari tiga tahap yaitu tahap perencanaan (plan), pelaksanaan (do)

dan refleksi(see). Pada kelas IX A sebagai kelas yang digunakan untuk penerapan

pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) melalaui Lesson study.

Page 263: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

259

Dari pelaksanaan lesson study yang terdiri atas plan, do, see, dapat disimpulkan bahwa

untuk aktivitas belajar siswa telah mengalami peningkatan, adapaun peningkatan aktivitas

belajar siswa seperti tertera pada grafik berikut.

Gambar 1. Grafik Hasil Aktifitas Belajar Siswa

Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator

adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan

apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru atau siswa lain,

mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi

tugas belajar, dan lain sebagainya.

Pada kegiatan ini aktivitas siswa dinilai berdasarkan beberapa kriteria yaitu cara siswa

berdiskusi dengan kelompok, merumuskan argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan,

menyimpulkan dan berinteraksi dengan sesama teman. Untuk mengetahui bahwa aktivitas

belajar siswa dengan menggunakan model pembelaaran kooperatif Group Investigation (GI)

meningkat atau tidak, maka nilai aktivitas ini dibandingkan dengan nilai aktivitas materi

sebelumnya yang tidak menggunakan Lesson study dan model pembelajaran kooperatif

Group Investigation (GI).

Pada penilaian afektif untuk melihat aktivitas belajar siswa pada materi sistem

reproduksi yang tanpa menggunakan Lesson study dan model Group Investigation (GI)

didapatkan untuk kriteria sangat baik 40%, baik 35%, cukup baik 15%, dan kurang baik

10%. Pada penilaian afektif untuk melihat aktivitas belajar siswa pada materi sistem

koordinasi yang menggunakan Lesson study dan model Group Investigation (GI) didapatkan

untuk kriteria sangat baik 65%, baik 20%, cukup baik 12%, dan kurang baik 3%. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan penerapan

model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat meningkatkan aktivitas

Page 264: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

260

belajar siswa di dalam kelas, serta siswa juga semakin minat terhadap pembelajaran yang

dilaksanakan dengan model tersebut.

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi

antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan

suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing - masing siswa dapat melibatkan

kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan

pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan

prestasi.

KESIMPULAN

Kegiatan pembelajaran IPA Terpadu yang dilaksanakan pada Lesson Study di kelas IX A

SMP Negeri 2 Wuluhan dengan materi sistem Koordinasi melalui model pembelajaran

kooperatif Group Investigation (GI) mampu meningkatkan keaktifan belajar peserta didik untuk

menguasai materi dan menciptakan suasana pembelajaran yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Pusat

Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Depdiknas.

Eko.2011. Model Pembelajaran Group Investigasi. http:// ekofree.blogspot.model

pembelajaran-group-investigation.html. Diakses pada 4 Oktober 2013

Hendayana, S. 2006. Lesson Study Suatu Model untuk Meningkatkan

Keprofesionalan Guru (Pengalaman IMSTEP-JICA). Bandung: UPI Press.

Parmin. 2009. AKTIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MELALUI LESSON

STUDY. Semarang : Universitas Negeri Semarang

Sudarwaty, Enny. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Think Pair Share

Melalui Lesson Study Untuk Menigkatkan Hasil Belajar Konsep

Pertumbuhan Dan Perkembangan Makhluk Hidup Siswa. Prosiding Seminar Nasional

MIPA dan Pembelajaran 2012 di Universitas Negeri Malang, 736-746, Malang 13

Oktober 2013

Page 265: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

261

Implementasi Lesson Study dalam Membentuk Learning Community

di Program Studi Pendidikan Biologi

Kamalia Fikri1

1Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA,FKIP, Universitas Jember,

email: [email protected]

Abstrak: Lesson Study (LS) merupakan suatu inovasi pembelajaran guna

meningkatkan mutu pembelajaran dengan suatu proses yang kompleks,

didukung oleh penataan tujuan secara kolaboratif, percermatan dalam

pengumpulan data tentang belajar siswa, dan kesepakatan yang memberi

peluang diskusi yang produktif tentang isu-isu yang sulit. LS pada hakikatnya

merupakan aktivitas siklikal berkesinambungan yang memiliki implikasi praktis

dalam pendidikan. Peningkatan profesionalisme bagi seorang dosen adalah

keniscayaan. Berbagai upaya harus terus dilakukan, baik secara individual

maupun kelompok. Paradigma pembelajaran dewasa ini yang semakin terbuka,

menuntut dosen untuk menyikapinya. Lembaga pendidikan kini bukan sekedar

tempat mengajar, tetapi juga tempat kegiatan belajar semua pihak, baik dosen,

mahasiswa maupun masyarakat. Pergeseran paradigma mengenai lembaga

pendidikan sebagai tempat belajar ini menciptakan suatu suasana baru yang

disebut komunitas belajar (learning community). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui implementasi lesson study dalam membentuk learning community di

program studi pendidikan biologi. Adapun rancangan penelitian ini bersifat

deskriptif kualitatif dengan melakukan pengamatan langsung atau observasi,

wawancara dan dokumentasi. Indikator pengamatan pada penelitian ini adalah

adanya aktivitas berbagi nilai norma mengajar, fokus kolektif terhadap belajar

mahasiswa, kolaborasi mengajar, serta munculnya dialog reflektif pasca

pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa implementasi

lesson study di program studi pendidikan biologi telah terbentuk dengan

munculnya empat elemen dasar learning community.

Kata kunci: Implementasi, Lesson Study, Learning Community, Pendidikan

Biologi

Page 266: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

262

PENDAHULUAN

Lesson Study (LS) merupakan suatu inovasi pembelajaran guna meningkatkan mutu

pembelajaran. LS merupakan terjemahan dari bahasa Jepang jugyou (instruction = pengajaran,

atau lesson = pembelajaran) dan kenkyuu (research = penelitian atau study = kajian). Lesson

study, yang dalam bahasa Jepangnya jugyou kenkyuu, adalah sebuah pendekatan untuk

melakukan perbaikan-perbaikan pembelajaran di Jepang. Perbaikan-perbaikan pembelajaran

tersebut dilakukan melalui proses-proses kolaborasi antar para guru. Lewis (2002)

mendeskripsikan proses-proses tersebut sebagai langkah-langkah kolaborasi dengan guru-guru

untuk merencanakan (plan), mengamati (observe), dan melakukan refleksi (reflect) terhadap

pembelajaran (lessons). Lebih lanjut, lesson study merupakan suatu proses yang kompleks,

didukung oleh penataan tujuan secara kolaboratif, percermatan dalam pengumpulan data tentang

belajar siswa, dan kesepakatan yang memberi peluang diskusi yang produktif tentang isu-isu

yang sulit. LS pada hakikatnya merupakan aktivitas siklikal berkesinambungan yang memiliki

implikasi praktis dalam pendidikan.

Lesson study berkembang di Indonesia melalui IMSTEP (Indonesia Mathtematic and

Science Teacher Education Project) yang diimplementasikan sejak oktober tahun 1998 ditiga

IKIP yaitu di UPI,UNY,UNM, bekerja sama dengan JICA (Jepang international Agency)

(Juwariyah, 2010). Namun semenjak terdapatnya program perluasan lesson study untuk

penguatan LPTK, pengembangan lesson study merambah ke berbagai universitas-universitas.

Universitas Jember mengembangkan program lesson study sejak tahun 2011 dimulai dari

program PMIPA FKIP. Melalui LS diharapkan kegiatan pembinaan profesi dosen melalui

pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip

kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar dapat berlangsung secara

terus menerus.

Peningkatan profesionalisme bagi seorang dosen adalah keniscayaan. Berbagai upaya

harus terus dilakukan, baik secara individual maupun kelompok. Paradigma pembelajaran

Page 267: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

263

dewasa ini yang semakin terbuka, menuntut dosen untuk menyikapinya. Lembaga pendidikan

kini bukan sekedar tempat mengajar, tetapi juga tempat kegiatan belajar semua pihak, baik

dosen, mahasiswa maupun masyarakat. Pergeseran paradigma mengenai lembaga pendidikan

sebagai tempat belajar ini menciptakan suatu suasana baru yang disebut komunitas belajar

(Learning Community). Senge (1990) mendefinisikan komunitas belajar sebagai: Sebuah

organisasi dimana anggotanya mengembangkan kapasitasnya secara terus menerus untuk

mencapai hasil yang diinginkan, mendorong pola berpikir yang baru dan luas, dan terus belajar

bagaimana belajar bersama-sama. Misi dari komunitas belajar ini diantaranya adalah bahwa : a)

lembaga pendidikan menjamin hak-hak belajar setiap peserta didik, b) lembaga pendidikan

memastikan bahwa pembelajaran berkualitas tinggi, dan c) lembaga pendidikan mendorong

pertumbuhan profesional dosen sebagai ahli pendidikan. Berdasarkan latar belakang di atas maka

penelitian ini ingin mengorek informasi tentang sejauh mana implementasi lesson study dalam

membentuk learning community di program studi pendidikan biologi.

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan melakukan pengamatan

langsung atau observasi, wawancara dan dokumentasi. Tujuan dari satuan penelitian deskriptif

ini adalah untuk membuat eksplorasi gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta. Eksplorasi pengamatan dilakukan pada setiap siklus LS dalam empat mata

kuliah yaitu genetika, fisiologi tumbuhan, struktur dan perkembangan tumbuhan dan telaah

kurikulum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, kegiatan lesson study memunculkan komunitas

belajar di kalangan dosen. Adapun indikator yang menjadi fokus pengamatan adalah adanya

aktivitas berbagi nilai norma mengajar, fokus kolektif terhadap belajar mahasiswa, kolaborasi

mengajar serta munculnya dialog reflektif pasca pembelajaran (Supriatna, 2012).

1) Berbagi nilai dan norma mengajar.

Page 268: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

264

Kegiatan berbagi nilai dan norma mengajar terjadi diawali dengan adanya sharing

pengalaman mengajar antar kolega atau dosen. Sehingga dengan demikian akan tercipta norma

kebersamaan, yang akan menghindari adanya konflik internal yang negative dan destruktif,

sehingga akan ada kesamaan dalam mencapai kompetensi mata kuliah, yang akan bersinergis

dengan visi dan misi program studi.

Dengan adanya kegiatan LS ini, maka dosen semakin terbuka dalam menyikapi

permasalahan pembelajaran di kelas. Adanya kebijakan bersama serta kontribusi kolega semakin

memperkuat profesionalitas dosen serta memberi warna dalam kegiatannya di ruang belajar.

2) Fokus secara kolektif terhadap belajar mahasiswa

Mengacu pada kurikulum saat ini yang menekankan pada proses pembelajaran. Maka

akan menjadi sangat penting pengamatan bersama terhadap proses belajar mahasiswa.

Mengindra dan menganalisis segala aktifitas mahasiswa di dalam kelas sehingga dapat dievaluasi

bersama tentang bagaimana mengembangkan proses belajar mahasiswa di dalam kelas. Sehingga

dengan demikian mahasiswa memiliki pemahaman yang optimal dan dosem dapat memiliki

ekspektasi yang tinggi terhadap hasil akademis belajar mahasiswa.

3) Kolaborasi mengajar

Kolaborasi mengajar terbentuk sebagai bentuk dari kegiatan refleksi pada siklus LS.

Dosen dituntut terlibat secara penuh dan aktif dalam setiap pertemuan dan diskusi yang

membahas tentang kontribusi dosen dalam meningkatkan proses belajar mahasiswa. Oleh

karenanya dalam hai ini dosen dilatih memiliki sikap rela untuk dikritik dan mengritik tentang

gaya mengajar masing-masing, termasuk kolaborasi dalam penyiapan material dan teknis

mengajar serta menyusun instrument evaluasi.

Dalam proses saling memberi kontribusi dan kritik dalam mengajar, dosen tidak akan

merasa bahwa metoda dan strategi mengajarnya dianggap paling benar. Dosen memiliki

keleluasaan untuk sesegera mungkin memperoleh masukan melalui proses observasi teman

sejawat. Dosen akan lebih banyak berdiskusi untuk saling memberi masukan secara intensif

Page 269: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

265

mengenai gaya mengajar yang tepat sehingga rasa percaya diri dan saling menghormati

diantarapara dosen akan terjadi sehingga menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif.

4) Dialog reflektif Pasca Pembelajaran

Dalam dialog reflektif, dosen akan mudah untuk menyadari kekurangan dan

kesalahannya dalam mengajar. Dalam dialog ini juga akan saling mempertanyakan asumsi dasar

yang mereka miliki tentang mengajar. Selain itu, dalam dialog reflektif ini anggota komunitas

akan saling membangun komitmen serta memberi kontribusi dalam upaya peningkatan kualitas

pembelajaran.

Lesson study bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan

salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh

sekelompok guru/ dosen secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan,

melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson study bukan sebuah

proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah

upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality Management, yakni

memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa secara terus-menerus, berdasarkan data.

Krisnawan, 2010.

Lesson study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas

belajar (learning society) yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik

pada tataran individual maupun manajerial. Lesson study memberi kesempatan nyata kepada para

dosen menyaksikan pembelajaran (teaching) dan proses belajar mahasiswa (learning) di ruang

kelas. Lesson study membimbing dosen untuk memfokuskan diskusi mereka pada perencanaan,

pelaksanaan, observasi/pengamatan, dan refleksi pada praktik pembelajaran di kelas. Dengan

menyaksikan praktik pembelajaran yang sebenarnya di ruang kelas, dosen-dosen dapat

mengembangkan pemahaman atau gambaran yang sama tentang apa yang dimaksud dengan

pembelajaran efektif, yang pada gilirannya dapat membantu mahasiswa memahami apa yang

sedang mereka pelajari.

Karakteristik unik yang lain dari lesson study adalah bahwa lesson study menjaga agar

mahasiswa selalu menjadi inti dari kegiatan pengembangan profesi dosen. Lesson study memberi

Page 270: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

266

kesempatan pada dosen untuk dengan cermat mengamati, meneliti serta mendiskusikan proses

belajar serta pemahaman mahasiswa di kelas. Hal tersebut memberikan penguatan peran dosen

sebagai peneliti di dalam kelas. Dosen membuat hipotesis (misalnya, jika kami mengajar dengan

cara tertentu, mahasiswa akan belajar) dan mengujinya di dalam kelas bersama mahasiswanya.

Kemudian dosen mengumpulkan data ketika melakukan pengamatan terhadap mahasiswa selama

berlangsungnya perkuliahan dan menentukan apakah hipotesis itu terbukti atau tidak di kelas.

Ciri lain dari lesson study adalah bahwa ia merupakan pengembangan profesi yang dimotori

dosen. Melalui lesson study, dosen dapat secara aktif terlibat dalam proses perubahan

pembelajaran dan pengembangan kurikulum. Selain itu, kolaborasi dapat membantu mengurangi

isolasi di antara sesama dosen dan mengembangkan pemahaman bersama tentang bagaimana

secara sistematik dan konsisten memperbaiki proses pembelajaran dan proses belajar di bangku

kuliah secara keseluruhan. Selain itu, lesson study merupakan bentuk penelitian yang

memungkinkan para dosen mengambil peran sentral sebagai peneliti praktik kelas mereka sendiri

dan menjadi pemikir dan peneliti yang otonom tentang pembelajaran (teaching) dan proses

belajar mahasiswa (learning) di ruang kelas sepanjang hidupnya.

KESIMPULAN

Implementasi lesson study telah membentuk komunitas belajar di program studi

pendidikan biologi. Lembaga pendidikan kini bukan sekedar tempat mengajar, tetapi juga

tempat kegiatan belajar semua pihak, baik dosen, mahasiswa maupun masyarakat. Pergeseran

paradigma mengenai lembaga pendidikan sebagai tempat belajar ini menciptakan suatu suasana

baru yang disebut komunitas belajar. Munculnya aktivitas learning community ditandai dengan

indikator yang menjadi fokus pengamatan yakni adanya aktivitas berbagi nilai norma mengajar,

fokus kolektif terhadap belajar mahasiswa, kolaborasi mengajar serta munculnya dialog reflektif

pasca pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Juwariyah. 2010. Professionalisme Guru Melalui Lesson Study. Online:

http://sumut.kemenag.go.id

Page 271: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

267

Krisnawan, SR. 2010. Penerapan metode Lesson Study dalam Pembentukan Pendidikan yang

Berkarakter. Karya tulis Ilmiah. Surakarta. Universitas Sebelas Maret

Lewis, C. 2002. Lesson study: A handbook of teacher-led instructional change. Philadelphia:

Research for Better Schools.

Purwanti, H., et al. 2010. Meningkatkan Kompetensi dan Profesionalisme Dosen melalui Lesson

Study. Online: portalgaruda.org/download_article.php.

Senge, P.M. 1990. The Fifth Disicipline: The Art and Practice of The Learning Organization.

New York: Doubleday/ Currency

Supriatna, U. 2012. Lesson Study Membangun Komunitas Belajar. Online:

http://m.kompasiana.com/post/read/508024/2

Page 272: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

268

Respons Mahasiswa terhadap Praktik Pengalaman Lapangan

Berbasis Lesson Study di SMP Negeri 9 Wuluhan Jember

Mochammad Iqbal1

1 Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember

email: [email protected]

Abstrak : Pendidikan merupakan salah satu sektor yang mendapatkan perhatian besar dari

pemerintah. Penerbitan Undang-undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen,

pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, pemberian beasiswa, sertifikasi guru dan dosen

merupakan sebagian dari usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita. FKIP

UNEJ sebagai institusi yang menyiapkan calon guru yang nantinya akan berperan di berbagai

institusi pendidikan telah berusaha maksimal untuk menjalankan tugasnya, salah satunya dengan

penyelenggaraan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Dalam rangka meningkatkan kualitas dan

efektifitas PPL di SMP Negeri Wuluhan, penulis selaku dosen pembimbing merancang program

PPL berbasis Lesson Study (LS). Bersama dukungan penuh dari pihak sekolah, penyelenggaraan

PPL berbasis LS telah berhasil dilaksanakan tanpa halangan yang berarti. Berdasarkan hasil analisis

angket yang disebarkan kepada mahasiswa praktikan, didapatkan kesimpulan bahwa respon

mahasiswa terhadap PPL berbasis LS sangat bagus. Hampir keseluruhan responden menyatakan

bahwa PPL berbasis LS memberikan pengalaman baru dan meningkatkan motivasi mahasiswa.

Kata kunci: Respons Mahasiswa, PPL berbasis LS

PENDAHULUAN

LPTK sebagai institusi pencetak para calon pendidik, berada di lini depan program

pengembangan pendidikan di Indonesia. LPTK bertanggung jawab secara langsung terhadap

kualitas lulusan yang dihasilkan. Sederhananya, bagus-buruknya kualitas calon guru kita berada

di tangan LPTK. Memang LPTK bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap kualitas

guru apalagi kualitas pendidikan, namun bagaimanapun juga, jika kompetensi guru yang

dihasilkan kurang berkualitas, akan sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran di sekolah.

Sebagaimana diungkapkan oleh Putra (2008) bahwa peningkatan keprofesionalan guru akan

diikuti oleh peningkatan efektifitas kegiatan belajar mengajar dan secara tidak langsung akan

berdampak pada peningkatan mutu pendidikan.

Page 273: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

269

Salah satu aspek penting dalam penyiapan calon guru di LPTK adalah Program Pengalaman

Lapangan (PPL). PPL dicanangkan oleh institusi untuk memberikan bekal awal dan latihan nyata

bagi para calon guru sebelum benar-benar terjun dan memegang tanggung jawab sebagai guru.

PPL dirancang dengan system terpadu, yaitu adanya pembimbingan dari dosen, disaat yang sama

juga dibimbing oleh guru pamong. Model pembimbingan terpadu ini diharapkan dapat

memberikan backup pengetahuan dan pelatihan lapangan yang maksimal bagi mahasiswa calon

dosen. Hadirnya dosen dalam pembimbingan, dapat menjadi garansi keterbaruan metode,

pendekatan dan kedalaman konten ilmu yang diajarkan oleh mahasiswa PPL. Di sisi yang lain,

guru pembimbing memberikan arahan praktis dan latihan secara langsung dalam mengaplikasikan

pengetahuan mahasiswa dalam konteks sekolah.

Penyelenggaraan PPL diharapkan mampu memberikan pengalaman yang berharga dan

bermakna bagi mahasiswa praktikan. Salah satu yang dianggap mampu memberikan tambahan

pengalaman berharga adalah dengan menerapkan Lesson Study di dalam pelaksanaan PPL atau

dikenal dengan PPL berbasis Lesso Study. Lesson Study merupakan sebuah usaha peningkatan

kualitas pembelajaran yang muncul dan berkembang pertama kali di Jepang. Lesson study, yang

dalam bahasa Jepangnya jugyou kenkyuu, bertujuan untuk melakukan perbaikan-perbaikan

pembelajaran di Jepang. Perbaikan-perbaikan pembelajaran tersebut dilakukan melalui proses-

proses kolaborasi diantara para guru. Lewis (2002) dalam tulisannya yang terkenal “Lesson study:

A handbook of teacher-led instructional change” mendeskripsikan proses-proses tersebut sebagai

langkah-langkah kolaborasi dengan guru-guru untuk merencanakan (plan), mengamati (observe),

dan melakukan refleksi (reflect) terhadap pembelajaran (lessons). Lebih lanjut, lesson study

merupakan suatu proses yang kompleks, didukung oleh penataan tujuan secara kolaboratif,

percermatan dalam pengumpulan data tentang belajar siswa, dan kesepakatan yang memberi

peluang diskusi yang produktif tentang isu-isu yang sulit. LS pada hakikatnya merupakan aktivitas

siklikal berkesinambungan yang memiliki implikasi praktis dalam pendidikan.

Lesson Study telah lama diakui sebagai cara yang cukup ampuh untuk meningkatkan

kemampuan sekaligus keprofesionalan guru, sehingga telah banyak diadopsi oleh berbagai sistem

pendidikan dari bermacam Negara. Di Indonesia, Lesson Study telah dikenalkan di berbagai

Page 274: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

270

perkuruan tinggi pencetak calon guru. Penerapan Lesson Study dalam penyelenggaraan PPL

dianggap sebagai langskah yang sangat strategis untuk meningkatkan kualitas dan keprofesionalan

calon guru.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan desain cross-

sectional survey designs, yaitu metode pengambilan data secara langsung pada waktu tertentu,

bukan berkala maupun periodik (Creswell, 2012) metode survey untuk mengumpulkan data

tentang respon mahasiswa peserta PPL terhadap pelaksanaan PPL berbasis Lesson Study. Creswell

(2012) juga menyebutkan bahwa survey memiliki keunggulan yaitu dapat menyediakan informasi

yang berharga untuk mengevaluasi sebuah program atau kebijakan. Survey yang dilakukan dalam

penelitian ini berupa angket. Angket yang digunakan terdiri dari dua tipe, yaitu angket modifikasi

skala likert yang berisi pilihan-pilihan jawaban, serta angket isian bebas. Dua tipe angket ini dipilih

karena kelebihan yang dimilikinya masing-masing, angket skala likert memiliki kelebihan untuk

mengukur parameter yang telah ditentukan sebelumnya, sedangkan angket bebas memberikan

kesempatan bagi mahasiswa untuk memberikan respon yang lebih luas. Respon yang luas sangat

penting untuk memberikan penjelasan dan analisis lebih mendalam pada respon mahasiswa dalam

angket skala likert.

Sesuai dengan judul penelitian ini, yaitu respon mahasiswa PPL di SMP Negeri 9 Wuluhan,

dalam penelitian ini tidak dilakukan penarikan sampel. Data yang diperoleh merupakan data

respon keseluruhan mahasiswa yang mengikuti PPL di SMP Negeri 9 Wuluhan pada tahun 2013,

hal ini memungkinkan karena jumlah peserta PPL di SMP Negeri 9 Wuluhan tidak terlalu banyak,

yaitu 19 mahasiswa.

Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan juga kualitatif. Data kuantitatif dianalisis

dengan analisis deskriptif sederhana sehingga memberikan gambaran tentang respon mahasiswa

terhadap penyelenggaraan Lesson Study di SMP Negeri 9 Wuluhan. Data kualitatif yang

Page 275: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

271

didapatkan di gunakan sebagai penguat kesimpulan yang diperoleh, juga dianalisis sebagai

pembahasan dan penjelasan atas kesimpulan yang dihasilkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut merupakan hasil survey yang telah di lakukan kepada 19 mahasiswa oeserta PPL di

SMP Negeri 9 Wuluhan.

Skoring (modifikasi skala likert):

ST (10), S (8), TY (6), TS (4) dan STS (2)

Skor diperoleh dengan menjumlahkan poin dari keseluruhan respon pernyataan,

dikalikan 10 (skor maksimal 100)

Kriteria skor respon mahasiswa; sangat baik (81-100), baik (61-80), cukup (41-

60), kurang baik (21-40), dan buruk (0-20)

Responden 19 mahasiswa

Berasal dari program studi yang beragam

No Nama Prodi Skor Kriteria

1 Margi Eldayanti Pendidikan Biologi 74 Baik

2 Nafilah Sonya S. Pendidikan Biologi 88 Sangat Baik

3 Umrotul Inayah Pendidikan Biologi 82 Sangat Baik

4 Anis Mubashiroh Pendidikan Biologi 84 Sangat Baik

5 Iftitachiatur Rusda Pendidikan Biologi 92 Sangat Baik

6 David Kurniawan Pendidikan Sejarah 78 Baik

7 Yuli Candra Irawan Pendidikan Sejarah 90 Sangat Baik

8 Ageng Pristiwasakti Pendidikan Sejarah 84 Sangat Baik

9 Edy Supriyadi Pendidikan Sejarah 84 Sangat Baik

10 Martha Hardhini W. Pendidikan Ekonomi 90 Sangat Baik

11 Ahmad Nurhadi Pendidikan Ekonomi 82 Sangat Baik

12 Bayu Enggal R. Pendidikan Ekonomi 90 Sangat Baik

13 Nanang Dwi Cahyono Pendidikan Ekonomi 82 Sangat Baik

14 M. Lukman Febri Pendidikan Ekonomi 88 Sangat Baik

Page 276: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

272

15 Bima Nur Dianto Pendidikan Ekonomi 88 Sangat Baik

16 Aginta Novtadhoh Pendidikan Ekonomi 84 Sangat Baik

17 Uswatun Hasanah Pendidikan Fisika 66 Baik

18 Alfi Yusfika D.F. Pendidikan Fisika 64 Baik

19 Ruly Ayu P. Pendidikan Fisika 86 Sangat Baik

Tabel 1. Data hasil analisis angket terbatas

Dari data hasil angket di atas, diketahui bahwa mahasiswa memberikan respon positif

terhadap penerapan PPL berbasis Lesson Study. Dari rentang 1-100, hanya 2 mahasiswa (5%) yang

menghasilkan skor kurang dari 70, selebihnya memberikan skor di atas 70. Bahkan, 10% (4

mahasiswa) memberikan skor 90 dan lebih. Rata skor respon mahasiswa terhadap pelaksanaan

Lesson Study mencapai 82,95.

Hasil analisis di atas, telah dikatagorikan menjadi empat rentang nilai yaitu sangat baik (81-100),

baik (61-80), cukup (41-60), kurang baik (21-40), dan buruk (0-20), data respon siswa berdasarkan

rentang nilai ini disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut.

Gambar 1. Grafik hasil katagori respon mahasiswa terhadap pelaksanaan PPL berbasis LS

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kategori Sangat Baik

Kategori Baik

Page 277: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

273

Data hasil analisis angket di atas terlihat bahwa mahasiswa yang memberikan respon

buruk maupun kurang baik adalah 0%, mahasiswa yang memberikan respon baik sebanyak 21%,

sedangkan mahasiswa yang memberikan respon sangat baik mencapai 79%. Data ini diperkuat

lagi dengan data hasil rata-rata skor angket yang menunjukkan angka 82,95 yang berarti

berkatagori sangat baik.

Berdasarkan data hasil survey di atas, tampak dengan jelas bahwa mahasiswa peserta PPL

di SMP Negeri 9 Wuluhan menyambut baik adanya program PPL berbasis Lesson Study.

Tanggapan yang sangat baik dari mahasiswa ini diperjelas dengan dengan komentar yang mereka

tuliskan di dalam jawaban angket bebas. Berikut beberapa tanggapan mahasiswa dalam angket

bebas.

“Ini pertama kalinya saya melaksanakan Lesson Study secara utuh, namun saya langsung suka

dan juga merasakan manfaatnya”

Tanggapan mahasiswa di atas menunjukkan bahwa mahasiswa senang dengan pengalaman

barunya menyelenggaran Lesson Study, dan yang paling penting adalah mahasiswa merasakan

manfaat dari penyelenggaran Lesson Study tersebut. Pendapat di atas, diperkuat dengan pendapat

lain, sebagai berikut.

“Penyelenggaraan LS memberi saya pengalaman baru, walaupun cukup malu ketika diamati

oleh teman sejawat dan guru (juga dosen), tapi saran-saran yang diberikan sangat bermanfaat”

“Walaupun saya tidak melaksanakan LS (mungkin maksudnya tidak melakukan open class),

tapi saya senang ikut menjadi observer, saya mendapatkan pelajaran baru tentang cara

mengajar di kelas”

Dari komentar-komentar yang masuk, beberapa menyiratkan saran yang sangat penting bagi

pelaksanaan Lesson Study dalam PPL berikutnya,

“Sebaiknya semua dosen diwajibkan untuk membimbing mahasiswa untuk melaksanakan

Lesson Study, karena tidak semua guru pamong mengerti tentang LS”

Page 278: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

274

Komentar di atas, cukup unik, karena memang faktanya, tidak semua dosen pembimbing

memberikan pembimbingan Lesson Study. Harapan kedepannya, penerapan PPL berbasis LS ini

dijadikan program wajib dalam penyelenggaraan PPL, sebagaimana telah diterapkan diberbagai

LPTK lain di Indonesia.

Penerapan Lesson Study, selain dapat meningkatkan profesionalisme guru, juga diyakini

dapat meningkatkan kolaborasi para guru dalam mempersiapkan proses pembelajaran. Lesson

Study dapat menjadi sarana untuk membentuk komunitas bagi para guru yang ingin meningkatkan

keprofesionalannya. Supriatna (2012) melaporkan pengamatannya di kalangan dosen bahwa,

kegiatan Lesson Study memunculkan komunitas belajar di kalangan dosen. Adapun indikator yang

menjadi fokus pengamatan adalah adanya aktivitas berbagi nilai norma mengajar, fokus kolektif

terhadap belajar mahasiswa, kolaborasi mengajar serta munculnya dialog reflektif pasca

pembelajaran. Dengan penerapan PPL berbasis Lesson Study, kolaborasi ini juga terbangun dalam

diri mahasiswa praktikan dan akhirnya menjadi tambahan kompetensi yang dimiliki oleh guru-

guru yang dihasilkan oleh LPTK.

KESIMPULAN

Penyelenggaraan Lesson Study dalam pelaksanaan PPL di SMP Negeri 9 Wuluhan

Jember, mendapatkan respon yang sangat baik dari mahasiswa praktikan. Mahasiswa

mendapatkan pengalaman baru yang cukup berkesan bagi mereka. Penyelenggaraan PPLberbasis

Lesson Study juga dirasakan memberikan manfaat yang besar kepada mahasiswa. Dengan

demikian diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi awal penelitian yang lebih komprehensif

dan luas, sehingga dapat menjadi dasar pertimbangan untuk menentukan kebijakan terkait

penyelenggaraan PPL di FKIP Universitas Jember.

DAFTAR PUSTAKA

Page 279: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

275

Creswell, J.W. 2012. Educational Research, Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative

and Qualitative Research. Pearson, Boston.

Lewis, C. 2002. Lesson study: A handbook of teacher-led instructional change. Philadelphia:

Research for Better Schools.

PELITA. 2009b. Panduan untuk Lesson study berbasis MGMP dan Lesson study berbasis Sekolah.

Depdiknas/Depag-JICA. Jakarta

Putra, W.E., 2008. Peningkatan profesionalisme guru melalui Lesson study.

http://www.lessonstudy.0308widarso.html.

Supriatna, U. 2012. Lesson Study Membangun Komunitas Belajar. Online:

http://m.kompasiana.com/post/read/508024/2

Page 280: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

276

Respons Mahasiswa pada Lesson study Mata Kuliah Struktur dan

Perkembangan Tumbuhan II di Program Study Pendidikan Biologi

FKIP Universitas Jember Semester Gasal Tahun Ajaran 2013/2014

Pujiastuti 1

1 Dosen Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember

email: [email protected]

Abstrak: Munculnya Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

merupakan salah satu langkah pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Mutu

pendidikan merupakan dampak dari keprofesionalan pendidiknya. Untuk menjadi

Pendidik profesional yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 14 tahun2005 dan PP

19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,diperlukan usaha yang sistemik,

konsisten dan berkesinambungan oleh para pendidik dan pengambil kebijakan. Lesson

study sebagai model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran

secara kolaboratif dan berkelanjutan,telah diakui keunggulannya dalam

mengembangkan kompetensi dosen dan guru.Sejak tahun 2008, Dirjen Dikti

mengadakan program perluasan dan penguatan Lesson study di LPTK. Universitas

jember dalam hal ini FKIP, berpartisipasi aktif melaksanakan program tersebut.Program

Study Pendidikan Biologi adalah salah satu program study yang melaksanakan LS pada

beberapa mata kuliah. Mata kuliah Struktur dan Perkembangan Tumbuhan II adalah

salah satunya. Pada bulan Oktober dan November tahun 2013, telah dilaksanakan open

lesson yang melibatkan 2 kelas yang terdiri dari 63 mahasiswa dan 7 orang dosen P.

Biologi. Pada akhir siklus, 20 mahasiswa diminta untuk mengisi angket terkait dengan

pembelajaran yang dialaminya,untuk mengetahui respons mereka. Data menunjukkan

bahwa rata –rata 86 % jawaban mahasiswa positif sedangkan 14 % negatif. Rata-rata

mahasiswa berpendapat bahwa pembelajaran menarik, menyenangkan, menyebabkan

lebih mudah memahami bahan ajar. Pembelajaran juga memungkinkan adanya

kemandirian belajar, meskipun tetap ada unsur kerja sama. Model dan media

pembelajaran mendukung untuk mudahnya pemahaman terhadap bahan ajar.Titik lemah

yang masih dirasakan oleh mahasiswa adalah mengenai LKM, tugas, dan bahan ajar

yang disiapkan. Hasil tes akhir siklus menunjukkan 25 % memperoleh skor 90-95, 35 %

mahasiswa memperoleh skor 80-89, 30 % mahasiswa memperoleh skor 70-79 dan

masih terdapat 10 % mahasiswa memperoleh skor 60- 69. Dapat disimpulkan bahwa

Lesson study yang dilaksanakan pada mata kuliah Struktur dan Perkembangan

Tumbuhan II berdampak positif yang dirasakan oleh mahasiswa dan perbaikan bagi

kemampuan dosen, meskipun dalam pelaksanaanya masih perlu perbaikan.

Kata kunci: lesson study, respon mahasiswa

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan hal penting bagi suatu bangsa, demikian pula bagi bangsa

Indonesia. Suatu hal yang wajar, jika Pemerintah selalu berupaya meningkatkan kwalitas

Page 281: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

277

pendidikannya. Munculnya Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan

dosen, merupakan salah satu langkah pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Mutu pendidikan merupakan dampak dari keprofesionalan pendidiknya

(Hendayana,2007).Untuk menjadi Pendidik professional, mengacu pada Undang-Undang RI

Nomor 14 tahun 2005 dan PP 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan.

Undang-Undang tersebut menuntut agar guru dan dosen menjadi professional, serta adanya

penyesuaian penyelenggaraan pendidikan. Seorang pendidik baik guru maupun dosen yang

diakui sebagai seorang professional, harus memiliki kwalitas akademik yang dipersyaratkan

sesuai peraturan dan bersertifikat Pendidik, serta mempunyai kompetensi yang

dipersyaratkan. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi professional dan kompetensi sosial. Kompetensi-kompetensi ini

harus selalu diupayakan untuk ditingkatkan. Salah satu pilihan cara untuk meningkatkan

kompetensi pendidik adalah dengan Lesson study. Lesson study adalah model pembinaan

profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkesinambungan

berdasarkan prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual learning, untuk membangun komunitas

belajar (Hendayana,2007).

Lesson study telah diakui keunggulannya oleh pemerintah, dalam hal ini Dirjen Dikti

dan Dirjen PMPTK, untuk mengembangkan kompetensi dosen dan guru (Susilo,2009).

Maka sejak tahun 2008 Dirjen Dikti melalui Ditnaga ( Direktorat Pengembangan

Ketenagaan Pendidikan) berupaya menyebar luaskan lesson study melalui Program

Perluasan dan Penguatan Lesson study di LPTK. Universitas Jember dalam hal ini FKIP,

berpartisipasi aktif melaksanakan program tersebut. Program Study PendidikanBiologi

adalah salah satu program study yang melaksanakan Lesson Study pada beberapa mata

kuliah. Mata kuliah Struktur dan Perkembangan Tumbuhan II ( SPT II ) adalah salah

satunya.

Lesson study (LS)

Lesson study dalam bahasa Indonesia disebut sebagai kaji pembelajaran atau study

pembelajaran; merupakan suatu pendekatan peningkatan kualitas pembelajaran yang awal

mulanya berasal dari jepang (Susilo,2009). Sedangkan Hendayana (2007) mendefinisikan

Lesson study sebagai suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian

pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas

dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Lesson study dilaksanakan

dalam tiga tahapan yaitu Plan ( merencanakan), Do ( melaksanakan) dan See ( merefleksi)

(Hendayana,2007). Tahap Plan, yaitu merencanakan atau merancang pembelajaran, yang

hasilnya adalah suatu rancangan pembelajaran untuk membelajarkan peserta didik secara

efektif, berpusat pada peserta didik, atau yang bisa membangkitkan partisipasi aktif peserta

didik dalam pembelajaran. Sesuai dengan prinsip-prinsip yang menjadi landasan Lesson

Page 282: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

278

study, yaitu prinsip kolegial kolaboratif, maka perencanaan yang baik adalah dilakukan

bersama sama oleh beberapa guru. Atau guru berkolaborasi dengan dosen, atau jika Lesson

study dilaksanakan di Perguruan Tinggi, maka perencanaan dilakukan bersama oleh

beberapa dosen. Perencanaan bisa bermula dari permasalahan yang sering ditemui dalam

pembelajaran. Permasalahan bisa dari segi metode pembelajaran, bahan ajar, atau dari segi

sumber atau media pembelajaran. Selanjutnya secara bersama sama guru-guru atau para

dosen, jika pada perguruan tinggi, mencari pemecahan terhadap permasalahan yang telah

dianalisis. Pemecahan masalah kemudian dituangkan dalam sebuah rancangan

pembelajaran. Kegiatan perencanaan memerlukan beberapa kali pertemuan agar lebih

mantap (Hendayana,2007). Tahap Do(melaksanakan), yaitu melaksanakan pembelajaran

berdasarkan rancangan pembelajaran yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Cara

pelaksanaannya adalah; salahsatu guru atau dosen anggota kelompok LS menjadi guru atau

dosen model, sedangkan yang lainnya mengamati. Pengamatan difokuskan pada kegiatan

belajar peserta didik, dengan prosedur dan instrument yang sudah disepakati. Pengamat

mengamati bagaimana peserta didik belajar, dengan tujuan belajar dari pembelajaran yang

berlangsung. Pengamat diperbolehkan memfoto atau merekam, tetapi tidak boleh

mengganggu proses pembelajaran(Susilo, 2009). Sesama pengamat juga tidak diperbolehkan

saling berbicara. Tahap See(merefleksikan). Refleksi dilakukan langsung setelah

pembelajaran selesai, dengan cara diskusi untuk menemukan kelebihan dan kekurangan

dalm pelaksanaan pembelajaran. Salah satu anggota LS ditunjuk untuk memandu jalannya

diskusi. Kesempatan pertama diberikan kepada guru atau dosen model, sehingga dia bisa

mengungkapkan pendapatnya atau pemikirannya tentang pembelajaran yang sudah

berlangsung. Kemungkinan guru atau dosen model merasa pembelajaran tidak seperti yang

diinginkan, atau masih terjadi kekurangan yang perlu diperbaiki. Kesempatan berikutnya

diberikan kepada pengamat, dimulai dari pengamat yang merupakan anggota LS, baru

kemudian pengamat dari luar anggota jika ada. Dengan demikian semua pengamat dapat

menyampaikan pendapatnya tentang pelajaran apa yang bisa dipetik dari pembelajaran yang

telah diamati. Kesan dan pesan terutama dari aktifitas belajar peserta didik.Kritik dan saran

harus disampaikan secara bijak, tanpa harus menyakiti perasaan guru atau dosen

model,kritik dan saran dipakai untuk perbaikan pembelajaran berikutnya (Susilo,2009).

Mata Kuliah Struktur dan Perkembangan Tumbuhan (SPT II)

Mata KuliahStruktur dan Perkembangan Tumbuhan II adalah salah satu mata kuliah

bidang study yang ada pada kurikulum Program Study Pendidikan Biologi FKIP

Universitas Jember. Mata kuliah ini ber SKS 3, dengan penyelenggaraan 1 X tatap muka

perkuliahan dan 1 X kegiatan praktikum dalam satu minggu. Dalam silabus yang disusun

oleh tim dosen pengampu mata kuliah, ditentukan standar kompetensi sebagai berikut:

setelah menempuh mata kuliah ini peserta didik mampu menganalisis anatomi tumbuhan

Page 283: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

279

yang meliputi organisasi tingkat sel, jaringan, organ serta memahami perkembangan organ

reproduksi generatif tumbuhan berbiji (Spermatophyta). Cakap, terampil, bertanggungjawab,

dalam aplikasi terkait kehidupan sehari-hari. Mata kuliah ini mempelajari struktur tumbuhan

secara mikroskopis,sehingga menuntut keterampilan peserta didik dalam mengoperasikan

mikroskop dan perangkatnya. Karena sifat bahan ajarnya yang lebih berorientasi

mikroskopis, seringkali penguasaan terhadap bahan ajar kurang, walaupun sudah sering

digunakan media dari pengamatan sayatan mikroskopis, untuk membantu memudahkan

penguasaan atau pemahaman peserta didik. Pemahaman yang kurang, mengakibatkan retensi

terhadap materi mata kuliah ini rendah, dengan gejala sedikit yang masih tersisa dalam

ingatan para peserta didik. Oleh sebab itu perlu upaya peningkatan kwalitas belajarannya.

Kwalitas belajar peserta didik, selain dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti tenaga

pendidik dan proses pembelajaran, juga dipengaruhi oleh masalah individual peserta didik,

seperti sulit berkonsentrasi, kurang bersemangat, egois, pemalu,atau kurang bergaul dengan

teman (Rusydie, 2011). Peserta didik yang kurang bersemangat menunjukkan kurangnya

motivasi. Motivasi menentukan ketekunan belajar. Seseorang yang telah termotivasi untuk

belajar sesuatu, akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun untuk memperoleh

hasil yang baik ( Uno, 2011). Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses yang

kompleks karena melibatkan beberapa aspek dan komponen yang saling mempengaruhi satu

dengan yang lainnya, sehingga diperlukan kemampuan yang baik dalam pengelolaannya (

Sobri dkk, 2009).

METODE

Penerapan Lesson study pada mata kuliah SPT II bertujuan meningkatkan kwalitas

belajar peserta didik pada satu sisi, serta meningkatkan kompetensi pendidik pada sisi yang

lain, melalui perbaikan kwalitas pembelajaran. Lesson study diterapkan pada mata kuliah

SPT II dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang termaktub pada Undang-Undang Sis

Dik Nas Nomor 20 tahun 2003. Aspek-aspek tersebut merupakan unsur yang dimasukkan

dalam rancangan pembelajaran yang dirancang dan dibuat pada tahap Plan, diaplikasikan

pada tahap Do dan direfleksi pada tahap See, pada Lesson study. Lesson study diterapkan

dalam mata kuliah SPT II di dua kelas, yaitu kelas A dan kelas X. Total jumlah mahasiswa

adalah 63 orang, serta melibatkan 3 orang tim dosen pengampu mata kuliah sebagai anggota

Lesson study, serta seluruh dosen Prodi Pendidikan Biologi FKIP yang sedang aktif,juga

sebagai anggota Lesson study.

Lesson study ini dirancang untuk dilakukan sebanyak 3 siklus, dengan Open Lesson

dilaksanakan pada bulan Oktober, November serta Desember tahun 2013.Tahap Plan yang

pertama dilakukan pada bulan September 2013 pada saat awal semester gasal tahun ajaran

Page 284: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

280

2013/2014, selanjutnya dilakukan di setiap siklus. Tahap Do dilakukan dengan Open

Lesson, tahap See segera setelah tahap Do dilakukan. Open Lesson yang telah dilaksanakan

dihadiri oleh 7 orang dosen P.Biologi dan 1 orang dosen model. Selain hal-hal penting yang

dipelajari oleh para pengamat pada saat proses pembelajaran, serta disampaikan pada saat

refleksi sebagai masukan untuk perbaikan pada proses pembelajaran siklus selanjutnya,perlu

dilihat hasil Lesson study ini dari respons peserta didik ( Mahasiswa peserta mata kuliah

SPT II). Setiap selesai satu siklus, peserta didik ( Maha Siswa) diberi angket, untuk melihat

respons mereka, selain data yang diperoleh dari hasil pengamatan para pengamat. Setiap

akhir siklus, sebanyak 20 peserta didik ( Maha Siswa ), mengisi angket. Dari dua siklus yang

telah dilakukan, dapat dilihat respons peserta didik, dari jawaban angket.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Pertanyaan dan Respons Peserta Didik (Mahasiswa)

No Butir Pertanyaan Ya Tidak Alasan

1 Apakah pembelajaran yang telah

dilaksanakan menarik?

100% 0 % Ya. Siswa aktif, tidak

membuat ngantuk,

banyak tampilan

gambar, menarik dan

menyenangkan.

2 Apakah pembelajaran menyenangkan? 90 % 10 % Ya, banyak tampilan

gambar, siswa

dapat memahami

materi yang sulit

dengan mudah.

Tidak, karena menjadi

bosan dan bingung.

3 Apakah pembelajaran mudah

dimengerti?

90 % 10 % Ya, karena banyak

pengetahuan yang

kami dapat

dengan mencari

sendiri, berdiskusi

bersama, evaluasi,

dan disampaikan

secara menarik.

Tidak, karena

terkadang diskusi

dengan teman

membingungkan.

4 Apakah Anda termotivasi untuk belajar? 100 % 0 % Ya. Menjadikan kami

mendapat banyak

sumber baru, metode

yang digunakan

memotivasi kami dan

membangkitkan

Page 285: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

281

semangat serta

memberikan tantangan

untuk mengasah

kemampuan.

5 Apakah pembelajaran mendorong Anda

untuk bekerja sama dengan teman?

100 % 0 % Ya, karena kami bisa

saling sharing dengan

teman sehingga

pemahaman dan

informasi yang didapat

semakin luas.

6 Apakah pembelajaran mendorong Anda

dalam kemandirian belajar?

80 % 20 % Ya, karena masing-

masing dari kami

dituntut

memahami materi

secara jelas dan

metode presentasi

yang diacak

membuat kami

merasa lebih

bertanggung

jawab.

Tidak, karena ada yang

menggantungkan diri

pada teman.

7 Apakah media yang digunakan

menarik?

90 % 10 % Ya, beraneka media

yang digunakan,

banyak terdapat

gambar, Power

point menarik.

Tidak karena tidak ada

hadiah.

8 Apakah media yang digunakan dapat

membantu untuk memahami

materi yang dibelajarkan?

100 % 0 % Ya. Media sangat

memperjelas materi dan

gambar yang disajikan

menarik.

9 Apakah bahan ajar yang tertulis dalam

LKM membantu Anda dalam

belajar?

50 % 50 % Ya. LKM menuntun

dalam langkah-

langkah diskusi.

Ada referensi

yang bisa diakses

untuk

ketercapaian

indikator,

sehingga bisa

membuat

kesimpulan

dengan mudah.

Tidak, karena kurang

jelas dan tidak ada

uraian materi yg

banyak.

10 Apakah bahan ajar yang tertulis dalam 50 % 50 % Ya. Materi terangkum

Page 286: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

282

LKM mudah dipahami? dengan jelas,

sederhana dan

langsung pada

topik bahasan

sehingga mudah

dipahami.

Tidak, karena bahan

pembelajaran kurang

jelas , hanya sedikit.

11 Apakah tugas-tugas dalam LKM

memberi tantangan belajar?

60 % 40 % Ya, karena terpacu

untuk menyiapkan

bahan diskusi

sendiri, lebih

termotivasi untuk

belajar dan

memberikan

pengetahuan baru.

Tidak, beberapa ada

yang malas dan

menyontek.

12 Apakah asesmen dan evaluasi

dilaksanakan secara transparan?

80 % 20 % Ya, evaluasi dilakukan

secara jelas,

dengan petunjuk

yang mudah

dipahami, hasil

penilaian

dikembalikan

pada siswa.

Tidak, karena tidak

mengetahui itu

penilaian UTS atau

UAS.

13 Apakah asesmen sesuai dengan materi

yang dibelajarkan?

100 % 0 % Ya, materi yang

dijelaskan dan

didiskusikan sesuai

dengan yang diujikan.

14 Apakah instrumen asesmen mudah

dipahami maksudnya ?

100 % 0 % Ya, karena bahasa yang

digunakan mudah

dipahami.

15 Apakah menurut Anda soal-soal dalam

tes sesuai dengan kompetensi yang

dituntut?

100 % 0 % Ya, sesuai dengan

kompetensi yang

dituntut.

Jumlah persentase 1290% 210 %

Rata-rata persentase 86 % 14 %

Data menunjukkan bahwa jawaban positif ( iya ), dari 15 poin pertanyaan, rata-rata

sebesar 86 %, sedangkan sisanya, yaitu sebesar 14 % adalah jawaban negatif ( tidak).

Pertanyaan yang berkenaan dengan kemenarikan pembelajaran, poin 1,2,3, oleh para peserta

Page 287: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

283

didik dirasa menarik, menyenangkan dan mudah dimengerti. walaupun masih ada 10 %

peserta yg menjawab tidak mudah mengerti. Rata-rata mereka merasa bahwa dengan diskusi

dan presentasi, dengan menampilkan banyak gambar / foto mikrograf, membuat mereka

tidak ngantuk. Suasana kelas berbeda, karena bisa bertukar pendapat dengan teman. Selain

dituntut untuk bisa memahami dan menjelaskan pada teman, mereka juga merasa mendapat

informasi dari sumber yang banyak dan beraneka ragam sehingga membantu pemahaman..

Peserta didik yang menjawab bahwa diskusi menyebabkan bosan dan bingung merasa

informasi dari teman diskusinya tidak jelas bagi dia. Metode diskusi yang dipakai dalam

pembelajaran sebenarnya memberikan peluang pada semua anggota kelompok untuk

berpartisipasi aktif,berpikir kritis, mengekspresikan pendapatnya secara bebas,

menyumbangkan buah pikirannya untuk memecahkan masalah bersama. Diskusi menjadi

tidak efektif jika kelompoknya terlalu besar, bisa juga didominasi oleh orang-orang tertentu

yang suka berbicara (Asmani,2010).

Mengenai motivasi, kerjasama dan kemandirian belajar yang ada pada butir

pertanyaan 4,5 dan 6. Rata-rata peserta didik merasa bahwa dengan diberi kesempatan

mencari bahan ajar dari berbagai sumber, disharingkan kepada teman, semua itu

membangkitkan semangat belajar. Suasana belajar dan proses pembelajaran yang

memungkinkan paserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, adalah salah satu

hal yang tersirat dalam Undang-Undang Sis Dik Nas No 20 thn 2003 (Muhaimin, 2011).

Sifat materi kuliah yang lebih mikroskopik, menjadikan mereka terdorong mencari

fotomikrograf nya. Mata kuliah SPT II, membahas tentang anatomi tumbuhan. Untuk

memahami fungsi bagian tumbuhan bertumpu pada pengetahuan yang baik tentang sel dan

jaringan tumbuhan yang berkaitan dengan fungsi tersebut (Hidayat, 1995). Memperoleh

gambar-gambar organ dan jaringan tumbuhan membuat mereka merasa senang terhadap

materi ajar, serta termotivasi untuk belajar. Kemandirian belajar mereka peroleh ketika harus

menguasai bagian yang ditugaskan pada setiap individu untuk dijelaskan pada kelompok.

Kebersamaan juga terbangun ketika mereka masing- masing harus berbicara dan

mendengarkan anggota kelompoknya yang sedang berbicara.

Butir pertanyaan 7 dan 8 berkaitan dengan media belajar, rata-rata (95 %) direspons

oleh peserta didik dengan jawaban positif iya. Mereka merasa bahwa dengan media gambar,

baik yang berupa kartu maupun dalam powerpoint, mempermudah mereka memahami

materi. gambar- gambar sel, jaringan dan organ tumbuhan tersebut sangat memudahkan

mereka untuk mengerti, mengingat serta memahamkan mengenai struktur anatomi

tumbuhan, yang pada akhirnya akan membantu dalam memahami fungsinya. Kerucut

pengalaman Dale memposisikan symbol visual lebih kongkrit dibandingkan symbol verbal

Page 288: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

284

(kata-kata) ( Daryanto, 2012) sehingga tingkat memberikan kontribusi diingat lebih besar

dibandingkan kata-kata.

Butir pertanyaan 9,10,11, adalah tentang Lembar Kerja Mahasiswa (LKM), merupakan

hal yang paling dirasa kurang oleh para peserta didik. Rata-rata ( 53,3%) direspons

positif,sedangkan 46,7 % sisanya adalah respons negatif. Ini berarti LKM yang dibuat oleh

tim dosen pengampu mata kuliah SPT II, masih terlalu jauh dari kata baik. LKM masih

sangatmemerlukan penyempurnaan, untuk dipakai pada siklus selanjutnya.

Butir pertanyaan 12,13,14 dan 15 mengenai asesmen. Rata-rata sebesar (95 %)di

respons positif oleh peserta didik, sedangkan 5 % sisanya masih negatif. Sebagian besar

mereka merasa bahwa asesmen telah dilaksanakan secara terbuka, transparan, dengan

petunjuk yang mudah dipahami, bahasanya sederhana dan mudah dimengerti, serta sesuai

dengan indikator yang akan dicapai. Mereka merasa bahwa asesmen dan evaluasi

dilaksanakan dengan transparan, karena hasil tes, dikembalikan pada mereka setelah

dikoreksi dan direkap. Mereka tahu mana jawaban yang salah, mengapa salah, dan

seharusnya bagaimana jawaban yang benar. Karena itu mereka merasa lebih puas meskipun

hasil yang diperolehnya mungkin belum bagus. Data menunjukkan bahwa dari 20 orang

mahasiswa yang dilihat nilainya setelah selesai siklus I, lima orang peserta didik atau 25 %

mendapatkan skor 90 -95, tujuh orang atau 35 % peserta didik mendapatkan skor 80-89,

enam orang atau 30 % peserta didik mendapatkan skor 70-79, sedangkan sisanya dua orang

atau 10 % peserta didik masih mendapatkan skor 60-69. Hal ini sudah kelihatan bahwa hasil

dari kegiatan perbaikan pembelajaran melalui Lesson study, berdampak pada penguasaan

atau pemahaman yang lebih baik disbanding sebelumnya yang ditunjukkan dari rata- rata

skor hasil tes yang kurang dari 75.

KESIMPULAN

1. Lesson study yang dilaksanakan pada mata kuliah Struktur dan Perkembangan

Tumbuhan II di Program Study Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember

semester gasal tahun akademik 2013/2014 mendapat respons positif dari peserta

didik, dengan tingkat jawaban positif dari lima belas pertanyaan terkait

pembelajaran. Rata-rata jawaban positif sebesar 86 % sedangkan jawaban negatif

sebesar 14 %

2. Titik lemah pada pembelajaran, menurut respons peserta didik ( Mahasiswa),

terutama pada kwalitas LKM. Informasi ini penting untuk menjadi unsur perbaikan

Page 289: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

285

pada perancangan pembelajaran dan proses pembelajaran selanjutnya, dan menjadi

sarana peningkatan kompetensi pendidik dalam hal ini dosen pengampu mata kuliah.

3. Lesson study pada mata kuliah SPT II di Program Study Pendidikan Biologi FKIP

Universitas Jember semester gasal tahun akademik 2013/2014 terbukti dapat

meningkatkan pemahaman peserta didik, yang selanjutnya dapat meningkatkan

hasilbelajarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Asmani,J.M. 2011. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif, 138-142. Jogjakarta: Diva

Press.

Daryanto.2011 Media Pembelajaran, 11-13. Bandung: PT Sarana Tutorial Nurani sejahtera.

Hadis,A. dan B. Nurhayati. 2010.Manajemen Mutu Pendidikan, 18-30. Bandung : Alfabeta.

Hendayana,S., Suryadi,D., A. Karim, M.,Sukirman, Ariswan, Sutopo,Supriatna, A.,

Sutiman,Santoso, Imansyah,H., Paidi, Ibrohim, Sriyati,S.,Permanasari,A., Hikmat,

Nurjanah, Joharmawan, R. 2007. Lesson study (Suatu Strategi untuk Meningkatkan

Keprofesionalan Pendidik),1-19. Bandung : FPMIPA UPI dan JICA.

Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji, 1-3. Bandung : ITB

Muhaimin, Akhmad, A. 2011. Pendidikan yang Membebaskan, 15-18. Jogjakarta : Ar-ruzz

Media.

Rusydie, S. 2011. Prinsip- prinsip Manajemen Kelas, 77-100. Jogjakarta : Diva Press.

Sobri, Jihad, A., Rochman, C.H. 2009. Pengelolaan Pendidikan,23-34.Jogjakarta : Multi

Pressindo.

Susilo,H., Chotimah Husnul, Joharmawan, R., Jumiati, Dwita Y.S., Sunaryo. 2009. Lesson Study

Berbasis Sekolah, 1-35. Malang : Bayumedia Publishing.

Page 290: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

286

Page 291: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

287

PENGGUNAAN LEMBAR KERJA MAHASISWA (LKM) BERBASIS LESSON

STUDY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATA

KULIAH ANALISIS REAL

Dian kurniati, Dinawati Trapsilasiwi

[email protected]

[email protected]

Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember

Abstrak: Mata kuliah Analisis Real merupakan mata kuliah wajib di Program Studi

Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember, dengan kode mata kuliah KPM 1501.

Mata kuliah ini merupakan salah satu mata kuliah yang menuntut mahasiswa untuk dapat

melakukan analisa terhadap suatu teorema, rumus ataupun formula dalam matematika yang

dilakukan dengan melakukan pembuktian terhadap kebenarannya. Oleh karena itu, mata

kuliah ini termasuk mata kuliah yang kurang diminati oleh mahasiswa karena obyek

kajiannya yang kering. Mahasiswa tidak terbiasa berpikir secara induktif, dengan didasarkan

pada teorema-teorema atau sifat-sifat yang sudah dipelajari sebelumnya. Padahal proses

berpikir yang demikian itu akan sangat bermanfaat bagi mereka dalam terjun ke dunia nyata.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan dengan berbasis lesson study yang terdiri dari 3

(tiga) siklus, dan subyek penelitian adalah mahasiswa semester V angkatan 2010/2011 yang

menempuh perkuliahan pada semester ganjil tahun ajaran 2012-2013 sebanyak 83

mahasiswa. Setiap siklus terdiri dari 2 (dua) tatap muka. Pada siklus I dilakukan

pembelajaran dengan bantuan LKM dalam membimbing siswa membuktikan teorema-

teorema. Pada siklus II selain LKM juga digunakan metode Quick on the Draw dalam

menyelesaikan permasalahan yang ada. Pada siklus III juga digunakan LKM yang diberikan

sebelum perkuliahan dilakukan dan digunakan strategi Two Stay Two Stray dalam

pembahasannya. Pada siklus pertama terdapat 56 mahasiswa yang tuntas dalam belajar,

sedangkan pada siklus kedua terdapat 67 mahasiswa yang tuntas. Pada siklus ketiga terdapat

78 mahasiswa yang tuntas dalam belajar, sehingga dapat dikatakan bahwa LKM berbasis

Lesson Study mampu meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Analisa Real,

meskipun tidak 100% mahasiswa tuntas.

Kata Kunci : Lembar Kerja Mahasiswa, Lesson Study, Hasil Belajar, Analisa Real

PENDAHULUAN

Mata kuliah Analisis Real merupakan mata kuliah wajib di Program Studi Pendidikan

Matematika FKIP Universitas Jember, dengan kode mata kuliah KPM 1501. Menurut Dian

(2011), Mata kuliah ini merupakan salah satu mata kuliah yang menuntut mahasiswa untuk

dapat melakukan analisa terhadap suatu teorema, rumus ataupun formula dalam matematika

yang dilakukan dengan melakukan pembuktian terhadap kebenarannya. Oleh karena itu, mata

kuliah ini termasuk mata kuliah yang kurang diminati oleh mahasiswa karena obyek

kajiannya yang kering. Mahasiswa tidak terbiasa berpikir secara induktif, dengan didasarkan

pada teorema-teorema atau sifat-sifat yang sudah dipelajari sebelumnya. Padahal proses

berpikir yang demikian itu akan sangat bermanfaat bagi mereka dalam terjun ke dunia nyata.

Mengacu pada penjelasan sebelumnya, kegiatan perkuliahan analisa real yang awalnya

berfokus pada penjelasan dosen akan diubah yaitu berfokus pada mahasiswa dengan bantuan

Lembar Kerja Mahasiswa. Artinya melalui penggunaan Lembar Kerja Mahasiswa, setiap

Page 292: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

288

mahasiswa diharapkan dapat memahami definisi dan teorema yang ada dengan cara

menjelaskan definisi atau membuktikan teorema-teorema berdasarkan definisi atau teorema

sebelumnya. Sehingga kemampuan berfikir deduktif mereka dapat terbentuk dengan

sempurna ketika proses mereka melakukan pembuktian secara konsisten dan berlaku secara

umum.

Akan tetapi pada kenyataannya, masih banyak mahasiswa yang belum mampu berfikir

deduktif ketika mereka mendefinisikan ataupun membuktikan teorema. Mereka hanya

berfokus pada proses pembuktian yang pernah mereka lakukan ketika di jenjang SMA

maupun ketika menempuh mata kuliah kalkulus. Hal inilah yang menyebabkan mahasiswa

belum mampu menguasai materi yang diajarkan pada mata kuliah Analisis Real, karena inti

kegiatan dari mata kuliah ini adalah kemampuan berfikir secara deduktif. Ketika mahasiswa

belum menguasai materi yang diajarkan, maka secara langsung akan berdampak pada

rendahnya ketuntasan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Analisis Real. Oleh karena

itu perlu dilakukan suatu perubahan dalam pembelajaran, sehingga ketuntasan hasil belajar

mahasiswa meningkat. Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan berfokus pada

penggunaan Lembar Kerja Mahasiswa berbasis Lesson Study. Hal ini dirancang dengan

alasan bahwa melalui lesson study , tim dosen dapat berdiskusi mengenai model LKM yang

dapat digunakan berdasarkan hasil pengamatan observer atau tim dosen lainnya terhadap cara

belajar mahasiswa selama di kelas.

Terdapat beberapa alasan mengapa lesson study dipilih sebagai salah satu cara untuk

mengatasi ketuntasan belajar yang rendah dari mahasiswa pada mata kuliah Analisis Real,

yaitu : (1) lesson study merupakan suatu cara efektif untuk meningkatkan kualitas belajar dan

mengajar di kelas, (2) lesson study mendorong para dosen untuk belajar sepanjang hayat

dalam upaya meningkatkan profesionalismenya, (3) lesson study dirancang secara kolaboratif

dalam kurun waktu tertentu melalui suatu studi yang intensif terhadap materi ajar,

karakteristik mahasiswa, dan strategi pembelajaran, (4) lesson study menawarkan suatu

proses dalam menumbuhkembangkan motivasi belajar mahasiswa, (5) lesson study memberi

dorongan untuk memberi fokus pada pola berpikir mahasiswa melalui observasi kelas, (6)

lesson study memunculkan perpektif baru tentang belajar dan mengajar (Hendayana, 2006).

Melalui Lesson study, tim dosen mata kuliah Analisis Real secara kolaboratif berupaya

membahas kesulitan mahasiswa dalam mempelajari materi analisis real khususnya materi

sifat kelengkapan bilangan real dan aplikasi dari sifat supremum bilangan real. Dosen

berupaya merancang perkuliahan sedemikian rupa sehingga mahasiswa dapat dibantu untuk

mengetahui kesulitan yang dialami selama proses pembuktian teorema pada kedua materi

Page 293: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

289

yang diajarkan. Setelah tim dosen mampu membuat perkuliahan dapat dipahami oleh

mahasiswa, salah satu cara untuk peningkatan pemahaman tersebut dipilihlah penggunaan

LKM.

Berdasarkan penjelasan di atas, adapun tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah untuk

mengetahui ketuntasan belajar mahasiswa beserta peningkatannya melalui penggunaan LKM

berbasis lesson study pada materi sifat kelengkapan bilangan real dan aplikasi dari sifat

supremum bilangan real.

METODE PENELITIAN

Daerah penelitian merupakan tempat atau lokasi yang menjadi pusat pelaksanaan

suatu kegiatan penelitian. Dalam penelitian ini, daerah penelitian adalah Program Studi

Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember. Dalam penelitian ini subyek penelitiannya

adalah mahasiswa semester V angkatan 2010/2011 yang menempuh perkuliahan analisis real

pada semester ganjil tahun ajaran 2012-2013 sebanyak 83 mahasiswa.

Dalam kegiatan perkuliahan ini, setiap mahasiswa diminta untuk membuat LKM

dengan materi sifat kelengkapan dari bilangan real dan aplikasi dari sifat supremum bilangan

real. Kegiatan penyusunan dan presentasi LKM oleh beberapa siswa dilakukan dengan

menerapkan Lesson study. Kegiatan ini bertujuan agar guru dan observer mengetahui

kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam proses membuktikan suatu teorema yang ada di

LKM yang telah mereka susun. Sehingga guru dan observer dapat menentukan solusi dari

kesulitan tersebut dan akan mengakibatkan pada peningkatan ketuntasan belajar mahasiswa

pada dua materi tersebut.

Kegiatan lesson study pada penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada tahapan atau

siklus lesson study yaitu plan, do, dan see. Siklus dalam kegiatan ini terdapat 3, dimana setiap

siklus menerapkan LKM dengan berbeda model. Pelaksanaannya disesuaikan dengan

kebutuhan pada setiap perkuliahan dengan mengacu pada perkuliahan sebelumnya. Adapun

tiga tahapan dalam setiap siklus lesson study dapat dirinci sebagai berikut:

1. Tahap Plan (Perencanaan)

Perencanaan dilaksanakan secara kolaboratif oleh tiga orang dosen Pembina mata kuliah

yang termasuk dalam suatu kelompok Lesson Study. Satu orang dosen sebagai dosen model

dan dua dosen lainnya sebagai observer. Tim tersebut kemudian bertemu dan berbagi ide

menyempurnakan kegiatan perkuliahan yang sudah disusun dosen model untuk penerapan

atau penggunaan LKM. Pada tahap ini juga ditetapkan prosedur pengamatan dan instrumen

Page 294: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

290

yang diperlukan dalam pengamatan yaitu berfokus pada keefektifan penggunaan LKM serta

proses berfikir deduktif mahasiswa dalam membuktikan suatu teorema.

2. Tahap Do (Pelaksanaan)

Tahapan ini dimaksudkan untuk menerapkan rancangan perkuliahan yang telah

direncanakan. Dosen model memberikan materi perkuliahan atau mengajar sesuai rancangan

sedangkan anggota kelompok Lesson Study yang lain mengamati mahasiswa. Focus

pengamatan adalah proses penyusunan LKm serta cara berfikir deduktif siswa yang terlihat

dalam proses pembuktian teorema dari LKmM yang mahasiswa susun. Selama proses

perkuliahan berlangsung, observer tidak diperbolehkan mengganggu proses perkuliahan

walaupun mereka merekam kegiatan masiswa. Tujuan utama pengamat adalah mengamati

masiswa selama proses perkuliahan berlangsung.

3. Tahap See (Refleksi)

Tahap ini dimaksudkan untuk menemukan kelebihan atau kekurangan dalam

perkuliahan khususnya terkait dengan penggunaan LKM oleh mahasiswa. Dosen model

bertugas mengawali diskusi dengan menyampaikan kesan dan pemikirannya selama proses

perkuliahan berlangsung. Kesempatan berikutnya diberikan kepada observer untuk

menyampaikan hasil pengamatnnya terhadap mahasiswa selama perkuliahan. Kritik dan saran

diberikan dengan tujuan pembelajaran berikutnya dapat berjalan dengan baik, khusunya

model LKM seperti apa yang dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari materi sifat

kelengkapan dari bilangan read an aplikasi dari sifat supremum bilangan real. Melalui

kegiatan see, tim lesson study dapat menentukan siswa yang tuntas dalam belajarnya ataupun

yang belum tuntas. Dasar penilaian dari ketuntasan ini digunakan sebagai pertimbangan

model perkuliahan berikutnya juga penetapan model LKM yanga akan digunakan di kelas.

Adapun diagram alur penelitian berbasis lesson study pada penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 1.

Identifikasi Masalah

Analisis (Penetapan Masalah dan Alternatif

Pembelajaran)

See

(Refleksi)

Siklus 1

Page 295: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

291

Gambar 1. Diagram Alur Penelitian (modifikasi dari Herawati, 2010 : 4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lesson Study adalah model pembinaan keprofesionalan guru/dosen secara

berkelanjutan dan juga terdapat tiga tahapan yaitu plan, do, dan see. Lesson Study

dilaksanakan dengan tujuan agar terjadi sebuah kolaborasi yang baik antar dosen dan dapat

meningkatkan kualitas perkuliahan dari setiap pertemuan dnegan mengacu pada pertemuan

sebelumnya. Karena dengan Lesson Study, tim dosen akan terus belajar serta memperbaiki

kekurangan, sehingga dapat meningkatkan kualitas mengajar secara terus menerus.

Page 296: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

292

Pembelajaran berbasis Lesson Study sangat membantu dosen dalam perkuliahan, baik

sebelum perkuliahan maupun sesudah perkuliahan berlangsung. Guru secara kolaboratif

bersama Tim Lesson Study menyusun perangkat pembelajaran sehingga menjadi sempurna.

Kemudian Tim juga menjadi observer dalam kegiatan perkuliahan, sehingga seluruh kegiatan

siswa bisa diamati melalui bantuan observer. Setelah perkuliahan, dilakukan refleksi untuk

mengetahui kekurangan dari perkuliahan yang telah dilaksanakan. Kritik dan saran juga

disampaikan dengan tujuan bahwa perkuliahan selanjutnya menjadi lebih baik daripada

perkuliahan sebelumnya. Penggunaan LKM berbasis Lesson Study pada penelitian ini

berjalan dengan lancar sesuai dengan jadwal dan tahapan yang telah direncanakan. LKM

yang dibuat oleh mahasiswa juga sudah mengacu pada tata cara penyusunan LKM yaitu

runtut dan jelas beserta menuliskan alasan dari tiap langkah pembuktian teorema.

Pada siklus I dilakukan perkuliahan dengan bantuan LKM dalam membimbing siswa

membuktikan teorema-teorema sifat kelengkapan dari bilangan real. Pada siklus II selain

LKM juga digunakan metode Quick on the Draw dalam menyelesaikan permasalahan yang

ada. Pada siklus III juga digunakan LKM yang diberikan sebelum perkuliahan dilakukan dan

digunakan strategi Two Stay Two Stray dalam pembahasannya.

Ketuntasan belajar mahasiswa dalam penggunaan LKM pada materi awal di siklus I

menunjukkan peningkatan daripada kegiatan perkuliahan sebelumnya. Terdapat 56

mahasiswa yang tuntas dalam belajarnya untuk materi pertama di siklus I. Ketuntasan

tersebut mengacu pada skor LKM yang didapat dari setiap mahasiswa. Akan tetapi masih

terdapat 27 mahasiswa yang belum tuntas. Berdasarkan hasil pengamatan observer, 27

mahasiswa tersebut masih belum bisa menyusun LKM dengan runtut dan sistematis. Mereka

masih mengikuti tahapan pembuktian yanga ada di buku yang masih bersifat umum. Oleh

karena itu mereka mengalami kesulitan dalam pemahaman materi sifat kelengkapan dari

bilangan real. Selain itu penyebab berikutnya adalah ketidakpahaman mahasiswa dalam cara

menulis proses pembuktian yaitu mahasiswa masih salah dalam menentukan yang diketaui

dan apa yang akan dibuktikan. Selain itu mahasiswa juga salah menentukan tahapan awal

atau teorema awal atau definisi dasar yang akan digunakan untuk membuktikan teorema pada

LKM.

Mengacu pada hasil atau see siklus I, maka tim dosen pengampu mata kuliah analisis

real merancang kembali perkuliahan pada pertemuan berikutnya. Pada pertemuan yang kedua

penggunaan LKM tetap dilakukan dengan alasan bahwa mahasiswa senang dengan adanya

LKM. Mahasiswa dapat menyusun sendiri pembuktiannya dan meminta mahasiswa lain

Page 297: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

293

untuk mengerjakan LKM yang telah mereka susun. Terdapat eprubahan dalam kegiatan

perkuliahan pada siklus II yaitu metode tes yang digunakan adalah menggunakan quick and

the draw yaitu mahasiswa secara spontan atau berlomba-lomba menjawab permasalahan dari

dosen. Sehingga setiap mahasiswa akan secara antusias untuk mempelajari materi yang ada di

LKM yang telah mereka buat. Bagi mahasiswa yang salah menjawab tidak diberi kesmepatan

untuk menjawab lagi di soal yang sama. Sehingga mereka akan lebih berhati-hati dalam

menjawab soal. Dengan model kegiatan perkuliahan seperti ini, masih terdapat 16 mahasiswa

yang tidak tuntas dan terdapat 67 mahasiswa yang tuntas pembelajarannya. Sehingga terdapat

peningkatan ketuntasan belajar mahasiswa yaitu 13,2 %. Ketuntasan tersebut tidak signifikan

akan tetapi sudah ada mahasiswa yang memulai paham dalam menyusun LKM dan

memahami materi yang kedua tentang sifat kelengkapan dari bilangan real. Dengan model

quick and the draw, mahasiswa masih merasa belum bisa memahami secara maksimal materi

yang disampikan dalam LKM. Hal ini dikarenakan bahwa mahasiswa masih bekerja secara

individu dan tidak dapat saling berdiskusi dengan teman lainnya ketika terjadi

ketidakpahaman dalam menyusun LKM.

Mengacu pada hasil observasi pada siklus II, maka pada siklus III tim dosen

pengampu mata kuliah mendesain perkuliahan dnegan model yang lain yang berfokus pada

pembentukan kelompok kecil, meskipun penggunaan LKM tetap dilakukan. Pada siklus III

materi yang disajikan yaitu aplikasi dari sifat supremum bilangan real. Perkuliahan dirancang

dengan model pembelajaran two stay two stray. Sehingga mahasiswa bisa berdiskusi dengan

tiga teman lainnya dalam kelompok. Selain itu mahasiswa juga bisa mempelajari materi atau

LKM lainnya dari kelompok lainnya ketika berkunjung. Sehingga mahasiswa dengan mudah

mempelajari materi dengan berdiskusi antar teman dalam kelompok ataupun kelompok

berbeda. Dari 83 mahasiswa, terdapat 78 mahasiswa yang tuntas dan 5 mahasiswa yang tidak

tuntas. Ketidaktuntasan 5 mahasiswa tersebut dikarenakan mereka masih tidak mau bertanya

kepada teman sekelompok atau kelompok lainnya jika megalami kesulitan dalam memahami

tahapan pembuktian yang ada di LKM. Sehingga mereka belum bisa menguasai materi

ketigas ecara utuh, dan ketika dilkaukan tes akhir, 5 siswa tersebut mengalami kesulitan.

Berdasarkan perhitungan ketuntasan hasil belajar mahasiswa, maka terdapat peningkatan

banyaknya mahasiswa yang awalnya terdapat 67 mahasiswa dan meningkat menjadi 78

mahasiswa atau terdapt peningkatan sebesar 13,2 %.

KESIMPULAN

Page 298: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY

294

Adapun kesimpulan dari kegiatan penelitian ini adalah pada siklus pertama terdapat 56

mahasiswa yang tuntas dalam belajar pada materi sifat kelengkapan bilangan real, sedangkan

pada siklus kedua terdapat 67 mahasiswa yang tuntas pada materi yang sama. Pada siklus

ketiga terdapat 78 mahasiswa yang tuntas dalam belajar dalam materi apliaksi dari sifat

supremum bilangan real. Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan LKM berbasis Lesson

Study mampu meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Analisa Real,

meskipun tidak 100% mahasiswa tuntas dalam belajarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bartle, Robert G. 2000. Introduction to Real Analysis Third Edition. John Waley and Sons.

New York

Hendayana, S. dkk. 2006. LESSON STUDY Suatu Strategi untuk Meningkatkan

Kepropesionalan Pendidik. UPI Press. Bandung.

Susilo, Herawati dkk. 2010. Lesson Study Berbasis Sekolah, Guru Konservatif Menuju Guru

Inovatif. Bayumedia Publishing. Malang.

. 2011. Pedoman Penulisan Makalah Lesson Study Seminar Exchange of

Experience. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional. Jakarta.

Page 299: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY