PROSEDUR TINDAKAN

download PROSEDUR TINDAKAN

of 11

Transcript of PROSEDUR TINDAKAN

PROSEDUR TINDAKAN PEMERIKSAAN FISIK DARI KEPALA s.d UJUNG KAKI (HEAD TO TOE)

Note: sebelum melakukan pemeriksaan fisik perawat harus melakukan kontrak dengan pasien, yang didalamnya ada penjelasan maksud dan tujuan, waktu yang di perlukan dan terminasi/ mengakhiri. Tahap-tahap pemeriksaan fisik haruskan dilakukan secara urut dan menyeluruh dan dimulai dari bagian tubuh sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kulit, rambut dan kuku Kepala meliputi: mata, hidung, telinga dan mulut Leher : posisi dan gerakan trachea, JVP Dada : jantung dan paru Abdomen: pemeriksaan dangkal dan dalam Genetalia Kekuatan otot /musculosekletal Neurologi Tahap-tahap pelaksanaanya adalah sebagai berikut:

a.

PEMERIKSAAN KULIT, RAMBUT DAN KUKU:

KULIT: Tujuan: Untuk mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit Untuk mengetahui adanya lesi atau bekas luka Tindakan: I = Inspeksi: lihat ada/tidak adanya lesi, hiperpigmentasi (warna kehitaman/kecoklatan), edema, dan distribusi rambut kulit. P = Palpasi: di raba dan tentukan turgor kulit elastic atau tidak, tekstur : kasar /halus, suhu : akral dingin atau hangat. RAMBUT: Tujuan: Untuk menbetahui warna, tekstur dan percabangan pada rambut Untuk mengetahui mudah rontok dan kotor

Tindakan: I = disribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak, bercabang P = mudah rontok/tidak, tekstur: kasar/halus KUKU: Tujuan: Untuk mengetahui keadaan kuku: warna dan panjang Untuk mengetahui kapiler refill Tindakan: I = catat mengenai warna : biru: sianosis, merah: peningkatan visibilitas Hb, bentuk: clubbing karena hypoxia pada kangker paru, beaus lines pada penyakit difisisensi fe/anemia fe P = catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.

b.

PEMERIKSAAN KEPALA: Tujuan:

-

Untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala Untuk mengetahui luka dan kelainan pada kepala

Tindakan: I = Lihat kesimetrisan wajah jika, muka ka.ki berbeda atau misal lebih condong ke kanan atau ke kiri itu menunjukan ada parese/kelumpuhan, contoh: pada pasien SH. P = Cari adanya luka, tonjolan patologik, dan respon nyeri dengan menekan kepala sesuai kebutuhan MATA: Tujuan: Untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan pengelihatan, visus dan otot-otot mata) Untuk mengetahui adanya kelainan atau peradangan pada mata Tindakan: I = Kelopak mata ada radang atau tidak, simetris ka.ki atau tidak, reflek kedip baik/tidak, konjungtiva dan sclera: merah/konjungtivitis, ikterik/indikasi hiperbilirubin/gangguan pada hepar, pupil: isokor ka,ki (normal), miosis/mengecil, pin point/sangat kecil (suspek SOL), medriasis/melebar/dilatasi (pada pasien sudah meninggal) Inspeksi gerakan mata: Anjurkkan pasien untuk melihat lurus ke depan Amati adanya nistagmus/gerakan bola mata ritmis(cepat/lambat) Amati apakah kedua mata memandang ke depan atau ada yang deviasi Beritahu pasien untuk memandan dan mengikuti jari anda, dan jaga posisi kepala pasien tetap lalu gerakkan jari ke 8 arah untuk mengetahui fungsi otot-otot mata. Inspeksi medan pengelihatan: Berdirilah didepan pasien Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan menutup mata yang tidak di periksa Beritahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada satu titik pandang, misal: pasien disuruh memandang hidung pemeriksa. Kemudian ambil benda/ballpoint dan dekatkan kedepan hidung pemeriksa kemudian tarik atau jauhkan kesamping ka.ki pasien, suruh pasien mengatakan kapan dan dititik mana benda mulai tidak terlihat (ingat pasien tidak boleh melirik untuk hasil akurat). Pemeriksaan visus mata: Siapkkan kartu snllen (dewasa huruf dan anak gambar) Atur kursi pasien, dan tuntukan jarak antara kursi dan kartu, misal 5 meter (sesuai kebijakkan masing ada yang 6 dan 7 meter). Atur penerangan yang memadai, agar dapat melihat dengan jelas. Tutup mata yang tidak diperiksa dan bergantian kanan kiri Memulai memeriksa dengan menyuruh pasien membaca dari huruf yang terbesar sampai yang terkecil yang dapat dibaca dengan jelas oleh pasien. Catat hasil pemeriksaan dan tentukan hasil pemeriksaan. Misal: hasil visus: OD (Optik Dekstra/ka): 5/5 Berarti : pada jarak 5 m, mata masih bisa melihat huruf yang seharusnya dapat dilihat/dibaca pada jarak 5 m OS (Optik Sinistra/ki) : 5/2 Berarti : pada jarak 5 m, mata masih dapat melihat/membaca yang seharusnya di baca pada jarak 2 m. P = Tekan secara ringan untuk mengetahui adanya TIO (tekanan intra okuler) jika ada peningkatan akan teraba keras (pasien glaucoma/kerusakan dikus optikus), kaji adanya nyeri tekan. HIDUNG: Tujuan: Untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung Untuk mendetahui adanya inflamasi/sinusitis Tindakan: I = Apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi, apakah ada secret P = Apakah ada nyeri tekan, massa

TELINGA Tujuan: Untuk mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga Untuk mengetahui fungsi pendengaran Tindakan: Telinga luar: I = Daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran, bentuk, kebresihan, adanya lesy. P = Tekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan kelenturan kartilago. Telinga dalam: Note : Dewasa : Daun telinga ditarik ke atas agar mudah di lihat Anak : Daun telinga ditarik kebawah

I = Telinga dalam menggunakan otoskop perhatikan memberan timpani (warna, bentuk) adanya serumen, peradangan dan benda asing, dan darah.

Pemeriksaan pendengaran: 1) 2) 3) a. Pemeriksaan dengan bisikan Mengatur pasien berdiri membelakangi pemeriksa pada jarak 4-6 m Mengistruksikan pada klien untuk menutup salah satu telinga yang tidak diperiksa. Membisikan suatu bilangan misal 6 atau 5 Menyuruh pasien mengulangi apa yang didengar Melakukan pemeriksaan telinga yang satu Bandingkan kemempuan mendengar telinga ka.ki Pemeriksaan dengan arloji Mengatur susasana tenang. Pegang sebuah arloji disamping telinga klien. Menyuruh klien menyatakan apakah mendengar suara detak arloji. Memimndahkan arloji secara berlahan-lahan menjauhi. telinga dan suruh pasien menyatakan tak mendengar lagi. Normalnya pada jarak 30 cm masih dapat didengar. Pemeriksaan dengan garpu tala: Tes Rinne Pegang garpu tala (GT) pada tangkainya dan pukulkan ketelapak tangan Letakkan GT pada prosesus mastoideus klien Menganjurkan klien mangatakan pada pemeriksa sewaktu tidak merasakan getaran Kemudian angkat GT dengan cepat dan tempatkan didepan lubang telinga luar jarak 1-2 cm, dengan posisi parallel dengan daun telinga. b. c. Mengistrusikan pada klien apakah masih mendengara atau tidak. Mencatat hasil pemeriksaan Tes Weber Pegang GT pada tangkainya dan pukulkan pada telapak tangan atau jari Letakkan tangkai GT di tengah puncak kepala/os. Frontalis atas. Tanayakan pada klien apakah bunyi terdengar saama jelas antara telinga ka.ki atau hanya jelas pada satu sisi saja. Mencatat hasil pemeriksaan Tes Swebeck Untuk mengetahui membandingkan pendengaran pasien dengan pemeriksa Dekatkan GT pada telinga klien kemudian dengan cepat di dekatkan ke telinga pemeriksa.

MULUT DAN FARING: Tujuan: Untuk mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut

-

Untuk mengetahui kebersihan mulut Tindakan:

I = Amati bibir apa ada klainan kogenital (bibir sumbing), warna, kesimetrisan, kelembaban, pembengkakkan, lesi. Amati jumlah dan bentuk gigi, gigi berlubang, warna, plak, dan kebersihan gigi Inspeksi mulut dalam dan faring: - Menyuruh pasien membuka mulut amati mucosa: tekstur, warna, kelembaban, dan adanya lesi - Amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi - Untuk melihat faring gunakan tongspatel yang sudah dibungkus kassa steril, kemudian minta klien menjulurkan lidah dan berkata AH amati ovula/epiglottis simetris tidak terhadap faring, amati tonsil meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). P = Pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor, pembengkakkan dan nyeri. Lakukkan palpasi dasar mulut dengan menggunakkan jari telunjuk dengan memekai handscond, kemudian suruh pasien mengatakan kata EL sambil menjulurkan lidah, pegang ujung lidah dengan kassa dan tekan lidah dengan jari telunjuk, posisi ibu jari menahan dagu. Catat apakah ada respon nyeri pada tindakan tersebut.

c.

LEHER Tujuan:

-

Untuk menentukan struktur integritas leher Untuk mengetahui bentuk leher dan organ yang berkaitan Untuk memeriksa sistem limfatik Tindakkan: I = Amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan parut Amati adanya pembengkakkan kelenjar tirod/gondok, dan adanya massa Amati kesimeterisan leher dari depan, belakang dan samping ka,ki. Mintalah pasien untuk mengerakkan leher (fleksi-ektensi ka.ki), dan merotasi- amati apakah bisa dengan mudah dan apa ada respon nyeri.

P = Letakkan kedua telapak tangan pada leher klien, suruh pasien menelan dan rasakan adanya kelenjar tiroid (kaji ukuran, bentuk, permukaanya.) Palpasi trachea apakah kedudukkan trachea simetris atau tidak.

d.

DADA/THORAX

PARU/PULMONALIS Tujuan: Untuk mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi paru Untuk mengetahui frekuensi, irama pernafasan Untuk mengetahui adanya nyeri tekan, adanya massa, peradangan, edema, taktil fremitus. Untuk mengetahui batas paru dengan organ disekitarnya Mendengarkan bunyi paru / adanya sumbatan aliran udara Tindakkan: I = Amati kesimetrisan dada ka.ki, amati adanya retraksi interkosta, amati gerkkan paru. Amati klavikula dan scapula simetris atau tidak P = Palpasi ekspansi paru: Berdiri di depan klien dan taruh kedua telapak tangan pemeriksa di dada dibawah papilla, anjurkan pasien menarik nafas dalam, rasakkan apakah sama paru ki.ka. Berdiri deblakang pasien, taruh telapak tangan pada garis bawah scapula/setinggi costa ke-10, ibu jari ka.ki di dekatkan jangan samapai menempel, dan jari-jari di regangkan lebih kurang 5 cm dari ibu jari. Suruh pasien kembali menarik nafas dalam dan amati gerkkan ibu jari ka.ki sama atau tidak. Palpasi Taktil vremitus posterior dan anterior: Meletakkan telapak tangan kanan di belakang dada tepat pada apex paru/stinggi supra scapula (posisi posterior) . Menginstrusikkan pasien untuk mengucapkkan kata Sembilan-sembilan (nada rendah)

-

Minta klien untuk mengulangi mengucapkkan kata tersebut, sambil pemeriksa mengerakkan ke posisi ka.ki kemudian kebawah sampai pada basal paru atau setinggi vertebra thoraxkal ke-12.

-

Bandingkan vremitus pada kedua sisi paru Bila fremitus redup minta pasien bicara lebih rendah Ulangi/lakukkan pada dada anterior

Pe/Perkusi = Atur pasien dengan posisi supinasi Untuk perkusi anterior dimulai batas clavikula lalu kebawah sampai intercosta 5 tentukkan batas paru ka.ki (bunyi paru normal : sonor seluruh lapang paru, batas paru hepar dan jantung: redup) Jika ada edema paru dan efusi plura suara meredup. Aus/auskultasi = Gunakkan diafragma stetoskop untuk dewasa dan bell pada anak Letakkan stetoskop pada interkostalis, menginstruksikkan pasien untuk nafas pelan kemudian dalam dan dengarkkan bunyi nafas: vesikuler/wheezing/creckels JANTUNG/CORDIS I = Amati denyut apek jantung pada area midsternu lebih kurang 2 cm disamping bawah xifoideus. P = Merasakan adanya pulsasi - Palpasi spasium interkostalis ke-2 kanan untuk menentukkan area aorta dan spasium interkosta ke-2 kiri letak pulmonal kiri. - Palpasi spasium interkostalis ke-5 kiri untuk mengetahui area trikuspidalis/ventikuler amati adanya pulsasi - Dari interkosta ke-5 pindah tangan secara lateral 5-7 cm ke garis midklavicula kiri dimana akan ditemukkan daerah apical jantung atau PMI ( point of maximal impuls) temukkan pulsasi kuat pada area ini. - Untuk mengetahui pulsasi aorta palpasi pada area epigastika atau dibawah sternum. Pe = - Perkusi dari arah lateral ke medial untuk menentukkan batas jantung bagian kiri, - Lakukan perkusi dari sebelah kanan ke kiri untuk mengetahui batas jantung kanan. - Lakukan dari atas ke bawah untuk mengetahui batas atas dan bawah jantung - Bunyi redup menunjukkan organ jantung ada pada daerah perkusi. Aus = Menganjurkkan pasien bernafas normal dan menahanya saat ekspirasi selesai Dengarkkan suara jantung dengan meletakkan stetoskop pada interkostalis ke-5 sambil menekan arteri carotis Bunyi S1: dengarkan suara LUB yaitu bunyi dari menutupnya katub mitral (bikuspidalis) dan tikuspidalis pada waktu sistolik. Bunyi S2: dengarkan suara DUB yaitu bunyi meutupnya katub semilunaris (aorta dan pulmonalis) pada saat diastolic. Adapun bunyi : S3: gagal jantung LUB-DUB-CEE S4: pada pasien hipertensi DEE..-LUB-DUB.

e.

PERUT/ABDOMEN Tujuan:

-

Untuk mengetahui bentuk dan gerak-gerakkan perut Untuk mendengarkan bunyi pristaltik usus Untuk mengetahui respon nyeri tekan pada organ dalam abdomen Tindakkan:

I = Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi, penonjolan, adanya ketidak simetrisan, adanya asites. P = Palpasi ringan: Untuk mengetahui adanya massa dan respon nyeri tekan letakkan telapak tangan pada abdomen secara berhimpitan dan tekan secara merata sesuai kuadran. Palpasi dalam: Untuk mengetahui posisi organ dalam seperi hepar, ginjal, limpa dengan metode bimanual/2 tangan.

HEPAR: Letakkan tangan pemeriksa dengan posisi ujung jari keatas pada bagian hipokondria kanan, kira;kira pada interkosta ke 11-12 Tekan saat pasien inhalasi kira-kira sedalam 4-5 cm, rasakan adanya organ hepar. Kaji hepatomegali.

LIMPA: Metode yang digunakkan seperti pada pemeriksaan hapar Anjurkan pasien miring kanan dan letakkan tangan pada bawah interkosta kiri dan minta pasien mengambil nafas dalam kemudian tekan saat inhalasi tenntukkan adanya limpa. Pada orang dewasa normal tidak teraba

RENALIS: Untuk palpasi ginjal kanan letakkan tangan pada atas dan bawah perut setinggi Lumbal 3-4 dibawah kosta kanan. Untuk palpasi ginjal kiri letakkan tangan setinggi Lumbal 1-2 di bawah kosta kiri. Tekan sedalam 4-5 cm setelah pasien inhalasi jika teraba adanya ginjal rasakan bentuk, kontur, ukuran, dan respon nyeri.

f.

GENETALIA TUJUAN

-

Untuk mengetahui adanya lesi Untuk mengetahui adanya infeksi (gonorea, shipilis, dll) Untuk mengetahui kebersihan genetalia Tindakkan: Genetalia laki-laki: I = Amati penis mengenai kulit, ukuran dan kelainan lain. Pada penis yang tidak di sirkumsisi buka prepusium dan amati kepala penis adanya lesi Amati skrotum apakah ada hernia inguinal, amati bentuk dan ukuran P = Tekan dengan lembut batang penis untuk mengetahui adanya nyeri Tekan saluran sperma dengan jari dan ibu jari Genetalia wanita: I = Inspeksi kuantitas dan penyebaran pubis merata atau tidak Amati adanya lesi, eritema, keputihan/candidiasis

P = Tarik lembut labia mayora dengan jari-jari oleh satu tangan untuk mengetahui keadaan clitoris, selaput dara, orifisium dan perineum.

g.

REKTUM DAN ANAL Tujuan:

-

Untuk mengetahui kondisi rectum dan anus Untuk mengetahui adanya massa pada rectal Untuk mengetahui adanya pelebaran vena pada rectal/hemoroid Tindakkan:

-

Posisi pria sims/ berdiri setengah membungkuk, wanita dengan posisi litotomi/terlentang kaki di angkat dan di topang. Inspeksi jaringan perineal dan jaringan sekitarnya kaji adanya lesi dan ulkus Palpasi : ulaskan zat pelumas dan masukkan jari-jari ke rectal dan rasakan adanya nodul dan atau pelebaran vena pada rectum.

h.

PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL Tujuan:

-

Untuk memperoleh data dasar tentang otot, tulang dan persendian Untuk mengetahui mobilitas, kekuatan otot, dan gangguan-gangguan pada daerah tertentu. Tindakkan: MUSKULI/OTOT:

-

Inspeksi mengenai ukuran dan adanya atrofi dan hipertrofi (ukur dan catat jika ada perbedaan dengan meteran) Palpasi pada otot istirahat dan pada saat otot kontraksi untuk mengetahui adanya kelemahan dan kontraksi tiba-tiba Lakukan uji kekuatan otot dengan menyuruh pasien menarik atau mendorong tangan pemeriksa dan bandingkan tangan ka.ki

-

Amati kekuatan suatu otot dengan memberi penahanan pada anggota gerak atas dan bawah, suruh pasien menahan tangan atau kaki sementara pemeriksa menariknya dari yang lemah sampai yang terkuat amati apakah pasien bisa menahan.

TULANG/OSTIUM: Amati kenormalan dan abnormalan susunan tulang Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan pembengkakka

PERSENDIAAN/ARTICULASI: Inspeksi semua persendian untuk mengetahui adanya kelainan sendi. Palpasi persendian apakah ada nyeri tekan Kaji range of mosion/rentang gerak (abduksi-aduksi, rotasi, fleksi-ekstensi, dll)

i.

PEMERIKSAAN SISTEM NEUROLOGI Tujuan:

-

Untuk mengetahui integritas sistem persyrafan yang meliputi fungsi nervus cranial, sensori, motor dan reflek. Tindakkan:

Pengkajian 12 syaraf cranial (O.O.O.T.T.A.F.A.G.V.A.H) I. Olfaktorius/penciuman: o Meminta pasien membau aroma kopi dan vanilla atau aroma lain yang tidak menyengat. Apakah pasien dapat mengenali aroma. II. Opticus/pengelihatan: o Meminta kilen untuk membaca bahan bacaan dan mengenali benda-benda disekitar, jelas atau tidak. III. Okulomotorius/kontriksi dan dilatasi pupil:

Kaji arah pandangan, ukur reaksi pupil terhadap pantulan cahaya dan akomodasinya. IV. Trokhlear/gerakkan bola mata ke atas dan bawah:

Kaji arah tatapan, minta pasien melihat k etas dan bawah V. Trigeminal/sensori kulit wajah, pengerak otot rahang:

Sentuh ringan kornea dengan usapan kapas untuk menguji reflek kornea (reflek nagatif (diam)/positif (ada gerkkan)) Ukur sensasi dari sentuhan ringan sampai kuat pada wajah kaji nyeri menyilang pada kuit wajah Kaji kemampuan klien untuk mengatupkan gigi saat mempalpasi otot-otot rahang VI. Abdusen/gerakkan bola mata menyamping:

Kaji arah tatapan, minta pasien melihat kesamping ki.ka VII. Facial/ekspresi wajah dan pengecapan:

Meminta klien tersenyum, mengencangkan wajah, menggembungkan pipi, menaikan dan menurunkan alis mata, perhatikkan kesimetrisanya. VIII. Auditorius/pendengaran:

kaji klien terhadap kata-kata yang di bicarakkan, suruh klien mengulangi kata/kalimat. IX. Glosofaringeal/pengecapan, kemampuan menelan, gerakan lidah:

Meminta pasien mengidentifikasi rasa asam, asin, pada bagian pangkal lidah. Gunakkan penekan lidah untuk menimbulkan reflek gag Meminta klien untuk mengerakkan lidahnya X. Vagus/sensasi faring, gerakan pita suara: Suruh pasien mengucapkan ah kaji gerakkan palatum dan faringeal Periksa kerasnya suara pasien XI. Asesorius/gerakan kepala dan bahu:

Meminta pasien mengangkat bahu dan memalingkan kepala kearah yang ditahan oleh pemeriksa, kaji dapatkah klien melawan tahanan yang ringan XII. Hipoglosal/posisi lidah:

Meminta klien untuk menjulurkan lidah kearah garis tengah dan menggerakkan ke berbagai sisi.

Pengkajian syaraf sensori: Tindakkan: Minta klien menutup mata Berikkan rasangan pada klien:

Nyeri superficial: gunakkan jarum tumpul dan tekankan pada kulit pasien pada titik-titik yang pemeriksa inginkan, minta pasien untuk mengungkapkan tingkat nyeri dan di bagian mana Suhu: sentuh klien dengan botol panas dan dingin, suruh pasien mengatakkan sensasi yang direasakan. Vibrasi: tempelkan garapu tala yang sudah di getarakan dan tempelkan pada falangeal/ujung jari, meminta pasien untuk mengatakkan adanya getaran. Posisi: tekan ibu jari kaki oleh tangan pemeriksa dan gerakkan naik-turun kemudian berhenti suruh pasien mengtakkan diatas/bawah. Stereognosis: berikkan pasien benda familiar ( koin atau sendok) dan berikkan waktu beberapa detik, dan suruh pasien untuk mengatakkan benda apa itu. Pengkajian reflex: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Refleks Bisep Fleksikan lengan klien pada bagian siku sampai 45 derajat, dengan posisi tangan pronasi (menghadap ke bawah) Letakkan ibu jari pemeriksa pada fossa antekkubital di dasar tendon bisep dan jari-jari lain diatas tendon bisep Pukul ibu jari anda dengan reflek harmmer, kaji refleks Refleks Trisep Letakkan lengan tangan bawah pasien diatas tangan pemeriksa Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi Meminta pasien untuk merilekkan lengan Raba terisep untuk mmeastikan otot tidak teggang Pukul tendon pada fossa olekrani, kaji reflek Refleks Patella Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur/kursi Rilexkan pasien dan alihkan perhatian untuk menarik kedua tangan di depan dada Pukul tendo patella, kaji refleks Refleks Brakhioradialis Letakkan lengan tangan bawah pasien diatas tangan pemeriksa Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi serta sedikit pronasi Pukul tendo brakhialis pada radius bagian distal dengan bagian datar harmmer, catat reflex. Reflex Achilles Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur/kursi seperti pada pemeriksaan patella Dorsofleksikan telapak kaki dengan tangan pemeriksa Pukul tendo Achilles, kaji reflek Reflex Plantar (babinsky) Gunakkan benda dengan ketajaman yang sedang (pensil/ballpoint) atau ujung stick harmmer Goreskan pada telapak kaki pasien bagian lateral, dimulai dari ujung telapak kaki sampai dengan sudut telapak jari kelingking lalu belok ke ibu jari. Reflek positif telapak kaki akan tertarik ke dalam. 7. a) b) Refleks Kutaneus Gluteal Meminta pasien melakukan posisi berbaring miring dan buka celana seperlunya Ransang ringan bagian perineal dengan benda berujung kapas Reflek positif spingter ani berkontraksi Abdominal Minta klien berdiri/berbaring Tekan kulit abdomen dengan benda berujung kapas dari lateal ke medial, kaji gerakkan reflek otot abdominal Ulangi pada ke-4 kuadran (atas ki.ka dan bawah ki.ka

c) -

Kremasterik/pada pria Tekan bagian paha atas dalam menggunakkan benda berujung kapas Normalnya skrotum akan naik/meningkat pada daerah yang diransang

HERNIA INGUINALIS A Pengertian Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal atau kelemahannya suatu area dari suatu dinding pada rongga dimana ia terisi secara normal (Lewis,SM, 2003). Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis externa/medialis (Mansjoer A,dkk 2000). Hernia inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inginalis di atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital. ( Cecily L. Betz, 2004). Hernia Inguinalis adalah suatu penonjolan kandungan ruangan tubuh melalui dinding yang dalam keadaan normal tertutup (Ignatavicus,dkk 2004). B Anatomi Fisiologi

Otot-otot dinding perut dibagi empat yakni musculus rectus abdominis, musculus, obliqus abdominis internus, musculus transversus abdominis. Kanalis inguinalis timbul akibat descensus testiculorum, dimana testis tidak menembus dinding perut melainkan mendorong dinding ventral perut ke depan. Saluran ini berjalan dari kranio-lateral ke medio-kaudal, sejajar ligamentum inguinalis, panjangnya : + 4 cm. (Brunner & Suddarth, 2000) Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis internus yag merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan aponeurosis muskulus transversus abdominis di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum. Kanal ini dibatasi oleh anulus eksternus. Atap ialah aponeurosis muskulus ablikus eksternus dan didasarnya terdapat ligamentum inguinal. Kanal berisi tali sperma serta sensitibilitas kulit regio inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit, tungkai atas bagian proksimedial (Martini, H 2001). Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaiknya bila otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Pada orang yang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur muskulus oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fasia transversal yang kuat yang menutupi triganum hasselbaeh yang umumnya hampir tidak berotot sehingga adanya gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis (Martini, H 2001) C Klasifikasi Hernia inguinalis, terdiri dari 2 macam yaitu : 1. Hernia inguinalis indirect atau disebut juga hernia inguinalis lateralis yaitu hernia yang terjadi melalui cincin inguinal dan mengikuti saluran spermatik melalui kanalis inguinalis (Lewis,SM, 2003). Hernia inguinalis direct yang disebut juga hernia inguinalis medialis yaitu hernia yang menonjol melalui dinding inguinal posterior di area yang mengalami kelemahan otot melalui trigonum hesselbach bukan melalui kanalis, biasanya terjadi pada lanjut usia (Ignatavicus,dkk 2004).

2.

D

Etiologi Menurut Black,J dkk (2002).Medical Surgical Nursing, edisi 4. Pensylvania: W.B Saunders, penyebab hernia inguinalis adalah : 1. Kelemahan otot dinding abdomen. 1. 2. Kelemahan jaringan Adanya daerah yang luas diligamen inguinal

3. 1.

Trauma

Peningkatan tekanan intra abdominal. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Obesitas Mengangkat benda berat Mengejan Konstipasi Kehamilan Batuk kronik Hipertropi prostate

1. E

Faktor resiko: kelainan congenital

Patofisiologi Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus kedaerah otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Pertama-tama terjadi kerusakan yang sangat kecil pada dinding abdominal, kemudian terjadi hernia. Karena organ-organ selalu selalu saja melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan dan mengakibatkan kerusakan yang sangat parah.sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami kelemahan jika suplai darah terganggu maka berbahaya dan dapat menyebabkan ganggren (Oswari, E. 2000). Hernia inguinalis dapat terjadi karena kongenital atau karena sebab yang didapat. Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Bila otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Pada orang dewasa kanalis tersebut sudah tertutup, tetapi karena kelemahan daerah tersebut maka akan sering menimbulkan hernia yang disebabkan keadaan peningkatan tekanan intra abdomen (Nettina, 2001).

F

Manifestasi Klinik 1. Penonjolan di daerah inguinal 2. Nyeri pada benjolan/bila terjadi strangulasi. 3. Obstruksi usus yang ditandai dengan muntah, nyeri abdomen seperti kram dan distensi abdomen. 4. Terdengar bising usus pada benjolan 5. Kembung 6. Perubahan pola eliminasi BAB 7. Gelisah 8. Dehidrasi 9. Hernia biasanya terjadi/tampak di atas area yang terkena pada saat pasien berdiri atau mendorong. Komplikasi 1. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali (hernia inguinalis lateralis ireponibilis). Pada keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus. 2. Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang masuk. Cincin hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis incarcerata. 3. Bila incarcerata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis strangulata. 4. Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian timbul nekrosis. 5. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah dan obstipasi. 6. Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki, 7. Pendarahan yang berlebihan/infeksi luka bedah, 8. Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi. 9. Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik, abses. Maajemen bedah

H

I

1.

Perawatan pre operasi Persiapan fisik dan mental pasien dan pasien puasa dan dilavamen pada malam sebelum hari pembedahan.

2.

Perawatan post operasi a. b. c. Hindari batuk, untuk peningkatan ekspansi paru, perawat mengajarkan nafas dalam. Support scrotal dengan menggunakan kantong es untuk mencegah pembengkakan dan nyeri. Ambulasi dini jika tidak ada kontraindikasi untuk meningkatkan kenyamanan dan menurunkan resiko komplikasi post operasi. Gunakan tehnik untuk merangsang pengosongan kandung kemih. Monitoring intake dan output. Palpasi abdomen dengan hati-hati. Intake cairan > 2500 ml/hari (jika tidak ada kontraindikasi) untuk mencegah dehidrasi dan mempertahankan fungsi perkemihan. Bila pasien belum mampu BAK, dapat dipasang kateter karena kandung kemih yang distensi dapat menekan insisi dan menyebabkan tidak nyaman. Pemakaian celana suppensoar. Discharge Planning : a. b. c. Hindari mengejan, mendorong atau mengangkat benda berat. Jaga balutan luka operasi tetap kering dan bersih, mengganti balut steril setiap hari dan kalau perlu. Hindari faktor pendukung seperti konstipasi dengan mengkonsumsi diet tinggi serat dan masukan cairan adekuat.

d. e. f. g.

h.

i. 3.

J 1.

Penatalaksanaan Konservatif a. Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara perlahan menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong. b. Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan setelah 5 menit di evaluasi kembali. c. d. e. Celana penyangga Istirahat baring Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen, antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah sembelit.

f.

2.

Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan mengedan selama BAB, hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol yang dapat memperburuk gejala-gejala. Pembedahan (Operatif) : a. Herniaplasty : memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang. b. Herniatomy : pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat setinggi lalu dipotong. Herniorraphy : mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan transversus internus dan muskulus ablikus internus abdominus ke ligamen inguinal.

c.