Proposal_qU euy

58
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan berat badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya, tetapi lebih dari itu memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak yang sedang dalam proses tumbuh. Bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan, maka disebut gizi seimbang atau gizi baik. Bila jumlah asupan zat gizi yang kurang dari yang dibutuhkan disebut gizi kurang, sedangkan bila jumlah asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan disebut gizi lebih (Untoro, 2003) Masa balita ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Disertai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang memerlukan zat-zat 1

Transcript of Proposal_qU euy

Page 1: Proposal_qU euy

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan berat

badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya, tetapi lebih dari itu memberikan

gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak

yang sedang dalam proses tumbuh. Bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang

dibutuhkan, maka disebut gizi seimbang atau gizi baik. Bila jumlah asupan zat gizi

yang kurang dari yang dibutuhkan disebut gizi kurang, sedangkan bila jumlah

asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan disebut gizi lebih (Untoro, 2003)

Masa balita ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang

sangat pesat. Disertai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang

memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi. Akan

tetapi balita termasuk kelompok rawan gizi, mereka mudah menderita kelainan gizi

karena kekurangan makanan yang dibutuhkan (Sediaoetama, 2000).

Peranan keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak sangat menentukan status

gizi dan tumbuh-kembang anak. Ibu yang dapat membimbing anak tentang cara

makan yang sehat dan makanan yang bergizi akan meningkatkan status gizi anak.

(Asral, 2009).

1

Page 2: Proposal_qU euy

Krisis ekonomi mengakibatkan semakin banyak jumlah keluarga miskin dan

menurunnya daya beli masyarakat terhadap pangan. Keadaan ini menyebabkan

terjadinya gizi kurang bahkan gizi buruk. (Adiyasa, 2007).

Pada tahun 2000, prevalensi gizi kurang (Z-score berat badan menurut umur

kurang dari -2 standar deviasi) pada anak balita di negara-negara berkembang

diperkirakan 27%. Data statistik kesehatan tahun 2001 menunjukkan prevalensi gizi

kurang pada anak balita di Indonesia sekitar 30,2%. Pada tahun 2003, lebih dari 100

kabupaten/kota mempunyai prevalensi gizi kurang di atas 30%. (Atmawikata, 2007).

Hasil survey sosial ekonomi nasional tahun 2005 diperoleh bahwa balita yang

mengalami gizi buruk sebesar 8,80% dan gizi kurang sebesar 19,20 %. Di provinsi

Bengkulu, balita mengalami gizi buruk sebesar 7,0% dan gizi kurang sebesar 19,6%

dengan menggunakan indeks berat badan per umur (BB/U). (Adiyasa, 2007) .

Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah adalah pemberian makanan

tambahan secara gratis kepada bayi dan anak usia 6-24 bulan berupa makanan

pendamping air susu ibu (MP-ASI) pabrikan. (Nyoman, 2007).

Selain itu orang tua tentu saja wajib memberikan contoh pola makan yang sehat

kepada seluruh anggota keluarga, supaya kesehatan yang optimal tercapai.

(Soenardi, 2006).

Pada umumnya fungsi ibu menjadi sangat penting terutama sampai bayi berusia

1 tahun. Waktu yang hilang atau berkurang untuk menyusui sampai bayi berumur 6

bulan, dilanjutkan dengan MP-ASI yang salah, akan menimbulkan pengaruh yang

sangat signifikan pada pertumbuhan dan perkembangan anak.

2

Page 3: Proposal_qU euy

Pemberian ASI dan MP-ASI yang tidak benar meningkatkan risiko kekurangan gizi,

penyakit, bahkan kematian bayi atau terjadinya penyimpangan pertambahan berat

badan yang cenderung menurun (Soenardi, 2006).

Dari hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa keadaan kurang gizi pada bayi

dan anak disebabkan karena kebiasaan pemberian makanan pendamping ASI yang

tidak tepat. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta

adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung

menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada

anak usia dibawah 2 tahun. (Sulistiyowati, 2006).

Berdasarkan hasil survey awal tanggal 31 Desember 2010 di Puskesmas

Lingkar Timur, kecamatan Gading Cempaka kota Bengkulu telah di dapat

gambaran, bahwa di wilayah kerja Puskesmas Lingkar timur dibagi lima wilayah

tempat posyandu, yaitu: Panorama (terdapat 5 posyandu), Lingkar timur (terdapat 2

posyandu), Padang Nangka (terdapat 2 posyandu), Dusun Besar (terdapat 3

posyandu), dan Timur Indah (terdapat 2 posyandu). Adapun jumlah balita yang

diketahui keseluruhannya yaitu, 1384 balita, namun balita dengan usia 6-24 bulan,

yaitu 612 orang. Selain itu, telah didapat juga data Register Pendistribusian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Dalam data tersebut MP-ASI diberikan

kepada 20 balita, yang berasal dari keluarga miskin, dan didapat informasi bahwa

dari 20 balita, terdapat balita yang mengalami gizi kurang, bahkan gizi buruk.

Dengan 10 orang, mengalami gizi kurang, dan 5 orang mengalami gizi buruk.

3

Page 4: Proposal_qU euy

Dengan melihat data yang diterima dari Puskesmas Lingkar Timur tersebut,

bahwa Di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur termasuk wilayah yang masih

rawan gizi dan masih ditemukannya masalah gizi. Serta mengingat pola pemberian

makanan pendamping ASI dan status gizi balita merupakan masalah yang penting

untuk dikaji lebih dalam lagi. Maka peneliti mengadakan suatu penelitian yang

berjudul ”Hubungan pola pemberian makanan pendamping ASI dengan statua gizi

balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur”.

1.2 Identifikasi Masalah

Status gizi umumnya di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: Asupan

gizi, pola asuh, penyakit infeksi, status ekonomi, dan pendidikan orangtua. Dari

beberapa faktor tersebut yang akan di teliti adalah pola pemberian makanan

pendamping ASI (MP-ASI).

1.3 Batasan Masalah

Agar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, dalam penelitian ini peneliti

membatasi pembahasan masalah hanya pada hubungan pola pemberian makanan

pendamping ASI (MP-ASI) dengan status gizi balita.

1.4 Rumusan Masalah

Dari latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

Apakah ada hubungan antara Pola pemberian makanan pendamping ASI dengan

status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur tahun 2011

4

Page 5: Proposal_qU euy

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pola pemberian makanan pendamping

ASI (MP-ASI) dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar

Timur tahun 2011.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pola pemberian makanan pendaping ASI (MP-ASI)

balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur.

2. Untuk mengetahui status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar

Timur.

3. Untuk mengetahui hubungan pola pemberian makanan pendamping ASI

(MP-ASI) dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar

Timur tahun 2011

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Dapat memberikan pemahaman ibu tentang bagaimana pola pemberian

makanan pendamping ASI yang benar pada balita.

1.6.2 Manfaat Praktis

Dapat memberikan manfaat dalam hal ilmu gizi melalui hal-hal yang

berkaitan dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur.

5

Page 6: Proposal_qU euy

1.7 Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai hubungan antara pengetahuan ibu dan pola pemberian

makanan pendamping ASI dengan status gizi balita di desa Sendangharjo Kecamatan

Blora Kabupaten Blora. Penelitian dilakukan terhadap balita umur 4-24 bulan di Desa

Sendangharjo tahun 2007, dengan menggunakan status gizi balita menurut standar

WHO-NCHS. Dalam penelitian tersebu terdapat hubungan antara antara pengetahuan

ibu dan pola pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi balita di desa

Sendangharjo Kecamatan Blora Kabupaten Blora. Dalam penelitian tersebut, Variabel

bebasnya yaitu pengetahuan ibu dan pola pemberian pendamping ASI. Variabel

terikatnya yaitu status gizi balita.

Sedangkan pada penelitian ini dilakukan terhadap balita umur 6-24 bulan di

wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur tahun 2011. Dalam penelitian ini, variabel

bebasnya yaitu, pola pemberian MP-ASI, variabel terikatnya yaitu status gizi balita,

dengan menggunakan klasifikasi status gizi balita menurut WHO 2005.

6

Page 7: Proposal_qU euy

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MP-ASI

2.1.1 Pengertian MP-ASI

MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi,

yang diberikan kepada bayi/anak usia 6-24 bulan guna untuk memenuhi

kebutuhan gizinya (Depkes, 2006). Namun selain makanan pendamping

ASI (MP-ASI), ASI harus tetap diberikan kepada bayi paling tidak sampai

berusia 24 bulan. Peranan MP-ASI sama sekali bukan untuk

menggantikan ASI melainkan hanya melengkapi ASI. Makanan

Pendamping ASI merupakan makanan tambahan bagi bayi. Makanan ini

harus menjadi pelengkap dan memenuhi kebutuhan bayi. Hal ini

menunjukkan bahwa makanan pendamping ASI berguna untuk

melengkapi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung dalam ASI

(Waryana, 2010)

Pemberian MP-ASI yang salah, akan menimbulkan pengaruh yang

signifikan pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Pemberian MP-

ASI yang tidak benar meningkatkan risiko kekurangan gizi, penyakit,

bahkan kematian bayi, atau terjadinya penyimpangan pertambahan berat

1

Page 8: Proposal_qU euy

badan yang cenderung menurun. Penyimpangan pertumbuhan

pertambahan berat ini disebut ’growt faltering’ (Soenardi, 2006)

2.1.2 Tujuan Pemberian MP-ASI

Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menambah energi dan zat-

zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan

bayi secara terus-menerus (Waryana, 2010).

2.1.3 Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI

Pola makan adalah perilaku/ cara seseorang dalam mengkonsumsi

makanan untuk memenuhi salah satu kebutuhan dalam kehidupan sehari-

hari untuk menghubungkan kebiasaan makanan dengan jumlah

sedikit/berlebihan dapat mengancam kesehatan, bahkan ancaman

kehidupan. (Almatsier, 2004).

Pola makan tak seimbang yang menimbulkan kekurangan gizi atau

pola makan tak teratur yang bisa menyebabkan kelebihan gizi dan

kegemukan dipengaruhi banyak hal. Salah satunya oleh produk makanan

yang diiklankan di televisi. Kegemukan yang diakibatkan oleh pola makan

yang salah sejak kecil biasanya akan dibawa terus hingga besar jika pola

makannya tidak diubah. Yang membahayakan, kegemukan ini akan

mengundang penyakit pada usia relatif muda. Selain kelebihan gizi yang

menimbulkan obesitas, anak bisa pula mengalami kekurangan gizi

(Waryana, 2010).

8

Page 9: Proposal_qU euy

Memberikan makanan pendamping ASI sebaiknya diberikan secara

bertahap baik dari tekstur maupun jumlah porsinya. Kekentalan makanan

dan jumlah harus disesuaikan dengan keterampilan dan kesiapan bayi di

dalam menerima makanan. Dari tekstur makanan, awalnya bayi diberi

makanan cair dan lembut, setelah bayi bisa menggerakkan lidah dan

proses menguyah, bayi sudah diberi makanan semi padat. Sedangkan

makanan padat diberikan ketika bayi sudah mulai tumbuh gigi geligi.

Porsi makanan juga berangsur mulai dari satu sendok hingga berangsur-

angsur bertambah (Waryana, 2010).

Sebaiknya pengenalan makanan bayi dimulai dari satu jenis

makanan, misalnya pisang, pepaya, alvokad. Perhatikan responnya,

apakah bayi mentoleransi atau tidak. Bayi biasanya memuntahkan jika

tidak suka. Jangan dipaksakan jika bayi menolak, berikan jenis makanan

pengganti lain dengan rasa berbeda sebagai gantinya. Keterampilan

menelan bayi tergantung pada rangsangan yang tepat pada saraf

pengecapannya. Karenanya berikan makanan manis seperti sari buah-

buahan pada ujung lidah, dan sayuran pada bagian tengah. Kenalkan

sayuran terlebih dahulu dibandingkan buah (Waryana, 2010).

2.1.4 Hal yang diperhatikan dalam Pemberian Makanan Pendamping ASI

Menurut (Waryana, 2010) ada beberapa hal penting yang harus

diperhatikan dalam pemberian makanan pendamping ASI adalah:

9

Page 10: Proposal_qU euy

a. Makanan bayi (termasuk ASI) harus mengandung semua zat gizi

yang diberikan oleh bayi.

b. Makanan pendamping ASI, harus diberikan kepada bayi yang telah

berumur 6 bulan ke atas.

c. Anak memerlukan lebih dari satu kali makan dalam sehari sebagai

komplemen terhadap ASI. Karena kapasitas perutnya masih kecil,

volume makanan yang diberikan jangan terlalu besar, sehingga anak

harus diberikan makan lebih sering dalam sehari dibandingkan

dengan orang dewasa.

d. Bila sulit untuk menambah minyak, lemak atau gula ke dalam

makanan, maka bayi hanya akan memperoleh cukup zat gizi bila ia

makan 4-6 kali perhari. Bayi dapat diberi makan 3 kali sehari dan

diberi makanan bergizi tinggi diantaranya (selingan sebagai

makanan) kecil.

e. Sebelum berumur 2 tahun, bayi belum dapat mengkonsumsi

makanan orang dewasa.

f. Makanan campuran ganda (multi mix) yang terdiri dari makanan

pokok, lauk pauk dan sumber vitamin lebih cocok bagi bayi, baik

ditinjau dari nilai gizinya maupun sifat fisik makanan tersebut.

g. Berikan makanan tambahan setelah bayi menyusui

h. Pada permulaan, makanan tambahan harus diberikan dalam keadaan

halus.

10

Page 11: Proposal_qU euy

i. Gunakan sendok atau cangkir untuk memberi makan

j. Pada waktu berumur dua tahun, bayi dapat mengkonsumsi makanan

setengah porsi orang dewasa.

k. Selama masa penyapian, bayi sering kali menderita infeksi seperti

batuk, campak (cacar air) atau diare, apabila makananya mencukupi,

gejalanya tidak akan sehebat bayi yang kurang gizi.

2.1.5 Syarat-Syarat Makanan Pendamping ASI

Menurut (Waryana, 2010) makanan pendamping ASI sebaiknya

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi.

b. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan

mineral dalam jumlah yang cukup.

c. Dapat diterima oleh alat pencernaan bayi dengan baik.

d. Harganya relatif murah

e. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara

lokal.

f. Bersifat padat gizi.

g. Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam

jumlah yang sedikit.

11

Page 12: Proposal_qU euy

2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makanan Pendamping

ASI

Faktor yang mempengaruhi pola pemberian makanan pendamping air

susu ibu, (MP-ASI) yakni pendapatan, besar keluarga, pembagian dalam

keluarga, dan pengetahuan (Sulistiyowati, 2007).

1) Pendapatan

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh

kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan

anak baik yang primer maupun yang sekunder.

2) Besar Keluarga

Laju kelahiran yang tinggi berkaitan dengan kejadian kurang gizi,

karena jumlah pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar

mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga

tersebut. Akan tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada

keluarga yang besar tersebut.

Pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang,

jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih

sayang dan perhatian anak, juga kebutuhan primer seperti makanan,

sandang dan perumahanpun tidak terpenuhi oleh karena itu keluarga

berencana tetap diperlukan.

12

Page 13: Proposal_qU euy

3) Pembagian dalam Keluarga

Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah

dan jenis makanan tertentu dalam keluarga. Untuk bayi dan anak-anak

yang masih muda dan wanita selama tahun penyapihan, pengaruh

tambahan dari pembagian pangan yang tidak merata dalam unit

keluarga, dapat merupakan bencana, baik bagi kesehatan maupun

kehidupan.

4) Pengetahuan

Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk

menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari

merupakan sebab penting dari gangguan gizi. Ketidaktahuan tentang

cara pemberian makanan bayi dan anak serta adanya kebiasaan yang

merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi

penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya

pada umur dibawah 2 tahun.

2.2 Status Gizi

2.2.1 Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel

tertentu. (Supariasa, 2001).

13

Page 14: Proposal_qU euy

2.2.2 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan

dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi

atau individu yang beresiko atau dengan status gizi buruk (Yoman

Supariasa, 2001)

2.2.2.1 Penilaian Status Gizi Secara Langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi

empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biosfik.

A. Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros.

Anthropos artinya tubuh, dan mettros artinya ukuran. Jadi

antropometri adalah ukuran dari tubuh. Antropometri secara

umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan

protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola

pertumbuhan fisik dan prporsi jaringan tubuh seperti lemak,

otot, dan jumlah air dalam tubuh.

Menurut Supriasa, (2001) antropometri mempunyai

keunggulan dan kelemahan.

14

Page 15: Proposal_qU euy

1. Keunggulan Antropometri

a. Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin,

pita lingkar lengan atau mikrotoa, dan alat pengukur

panjang bayi yang dapat dibuat sendiri di rumah

b. Pengukuran dapat dilakukan dengan berulang-ulang

dengan mudah dan objektif.

c. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga

khusus profesional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih

untuk itu.

d. Biaya relatif murah, karena alat mudah didapat dan

tidak memerlukan bahan-bahan lainnya.

e. Hasilnya mulai disimpulkan, karena mempunyai

ambang batas (cut offpoints) dan baku rujukan yang

sudah pasti.

f. Secara ilmiah diakui kebenarannya.

2. Kelemahan Antropometri

a. Tidak sensitif

Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam

waktu singkat. Disamping itu tidak dapat membedakan

kekurangan zat gizi tertentu seperti zink dan Fe.

15

Page 16: Proposal_qU euy

b. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik,dan penurunan

pengunaan ennergi) dapat menerunkan spesifikasi dan

sensivitas pengukuran antropometri.

c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat

mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas

pengukuran antropometri gizi.

d. Kesalahan terjadi karena: pengukuran, perubahan hasil

pengukuran baik fisik maupun komposisi

e. Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:

latihan petugas yang tidak cukup, kesalahan alat atau

alat tidak ditera, kesulitan pengukuran.

B. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah

pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang

dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh

yang yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja, dan juga

beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini

digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan

terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.

C. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode

penentuanstatus gizi dengan melihat kemampuan fungsi

16

Page 17: Proposal_qU euy

(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari

jaringan.Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu.

D. Klinis

Penilaian tanda-tanda klinis berdasarkan perubahan yang

terjadi yang berhubungan dengan kekurangan atau kelebihan

asupan zat gizi yang bisa dilihat dari jaringan epitel di mata,

kulit, rambut, mukosa, mulut, dan organ yang dekat dengan

permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (FK UI, 2007)

2.2.2.2 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

A. Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan

status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan

jenis zat gizi yang di konsumsi. Pengumpulan data konsumsi

makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi

berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu.

Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan

kekurangan zat gizi.

B. Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah

dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti

angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan

kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang

17

Page 18: Proposal_qU euy

berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan

sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status

gizi masyarakat.

C. Faktor Ekologi

Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan

masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,

biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang

tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim

tanah, irigasi, dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi

dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab

malnutrisi di suatu masyarakat ssebagai dasar untuk melakukan

progranm intervensi gizi (Schrimshaw, 1964).

”Nutritional Anthropometry is Measurement of the variations

of the Physical Dimensions and the Gross Composition of the

Human Body Different Age Levels and Degree of Nutrition”.

Dari definisi tersebut diatas dapat ditarik pengertian

bahwa antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai

macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari

berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

18

Page 19: Proposal_qU euy

2.2.3 Metode Pengukuran Konsumsi Makan UntukIndividu

2.2.3.1 Metode Food Recall 24 jam

Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat

jenis dan jumlah bahan makanan yang di konsumsi pada periode

24 jam yang lalu. (Supariasa, 2001).

2.2.3.2 Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)

Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data

tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau

makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan,

atau tahun.

Selain itu dengan metode frekuensi makanan dapat

memperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan secara

kualitatif, tapi karena periode pengamatannya lebih lama dan dapat

membedakan individu berdasarkan renking tingkat konsumsi zat

gizi, maka cara ini paling sering digunakan dalam penelitian

epidemiologi gizi. (Supariasa, 2001).

19

Page 20: Proposal_qU euy

2.2.4 Klasifikasi status gizi balita menurut WHO (2005)

TABEL I

Indeks Status Gizi Ambang Batas

Panjang Badan Menurut

Umur (PB/U)

Pendek

Normal

< -2 SD

-2 SD s/d + 2 SD

Tinggi Badan Menurut Umur

(TB/U)

Pendek

Normal

< -2 SD

-2 SD s/d + 2 SD

Berat Badan Menurut Panjang

Badan (BB/PB)

Kurus sekali

Kurus

Normal

Gemuk

< -3 SD

> -2 SD s/d ≥ -3 SD

> -2 SD s/d 2 SD

> 2 SD

Berat Badan Menurut Tinggi

Badan (BB/TB)

Kurus sekali

Kurus

Normal

Gemuk

<-3 SD

<-2 SD s/d ≥ -3 SD

>-2 SD s/d 2 SD

> 2 SD

Pada April 2006, WHO mengeluarkan standar baru secara resmi

untuk menilai tumbuh kembang anak 0-5 tahun. Standar WHO 2005 yang

telah direkomendasikan secara global untuk dimanfaatkan dalam PSG

pada balita. Standar WHO ini mencakup indeks antropometri: berat badan

menurut umur (BB/U), panjang badan atau tinggi badan menurut umur

(PB/U atau TB/U), berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan

(BB/PB atau BB/TB), dan IMT menurut umur (IMT/U). (Armatika,

2008). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan BB/TB.

2.2.5 Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.

Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan

20

Page 21: Proposal_qU euy

pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Jelliffe pada tahun

1966 telah memperkenalkan indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi.

Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi

saat kini (sekarang). Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen

terhadap umur.

Berdasarkan sifat-sifat trsebut, indeks BB/TB mempunyai beberapa

keuntungan dan kelemahan, seperti yang diuraikan di bawah ini.

1. Keuntungan indeks BB/TB

Adapun keuntungan indeks ini adalah

- Tidak memerlukan data umur.

- Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus).

Kelemahan indeks ini adalah:

- Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek,

cukup tinggi badan, atau kelebihan tinggi badan menurut

badannya, karena faktor umur tidak dipertimbangkan.

- Dalam praktek sering mengalami kesulitan pengukuran panjang

atau tinggi badan pada kelompok balita.

- Membutuhkan dua macam alat ukur.

- Pengukuran relatif lebih lama.

- Membutuhkan dua orang untuk melakukannya.

21

Page 22: Proposal_qU euy

- Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran,

terutama bila dilakukan oleh kelompok non-profesional.

(Supariasa, 2001)

2.3 Masa Balita

2.3.1 Pengertian Balita

Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai

dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.

Disertai dengan perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya

lebih banyak dengan kualitas tinggi. Akan tetapi, balita termasuk

kelompok rawan gizi, mereka mudah menderita kelainan gizi karena

kekurangan makanan yang di butuhkan (Sediaoetema 2000). Masalah gizi

balita yang harus dihadapi Indonesia pada saat ini adalah masalah gizi

kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang disebabkan oleh

kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, sanitasi lingkungan yang

kurang baik, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi dan

kesehatan, sedang masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi

pada masyarakat diserttai dengan kurangnya pengetahuan gizi dan

kesehatan (Almasteir, 2002)

Akibat dari kekurangan gizi akan menyebabkan beberapa efek

serius seperti kegagalan pertumbuhan fisik serta tidak optimalnya

perkembangan dan kecerdasan. Akibat lain adalah terjadinya penurunan

22

Page 23: Proposal_qU euy

produktifitas, menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit yang akan

meningkatkan resiko kesakitan dan kematian (Soekirman, 2000).

Gizi yang baik sangat diperlukan untuk proses tumbuh kembang

bagi anak-anak yang normal ditinjau dari segi umur, anak balita yaitu anak

yang berumur dibawah lima tahun, merupakan anak yang sedang dalam

masa tumbuh kembang adalah merupakan golongan yang paling rawan

terhadap kekurangan kalori protein (Back, 2000).

2.3.2 Kebutuhan Gizi Untuk Balita

Kebutuhan gizi yang harus dipenuhi pada masa balita diantaranya

energi dan protein. Energi dalam tubuh diperoleh terutama dari zat gizi

karbihidrat, lemak dan juga protein. Protein dalam tubuh merupakan

sumber asam amino esensial yang diperlukan sebagai zat pembangun,

yaitu untuk pertumbuhan dan pembentukan protein dalam serum,

mengganti sel-sel yang rusak, memelihara keseimbangan asam basa cairan

tubuh, serta sebagai sumber energi. Lemak merupakan sumber kalori

berkonsentrasi tinggi, selain itu lemak juga mempunyai 3 fungsi,

diantaranya sebagai sumber lemak esensial, sebagai zat pelarut vitamin A,

D, E, K. Kebutuhan karbohidrat yang dianjurkan adalah60-70% dari total

energi. Sumber karbohidrat dapat diperoleh dari beras, jagung, singkong,

tepung-tepungan, gula, dan serat makanan. Serat makanan sangat penting

untuk menjaga kesehatan atau pencernaan. Kebutuhan akan vitamin dan

23

Page 24: Proposal_qU euy

mineral jauh lebih kecil dari pada protein, lemak, dan karbohidrat.

(Waryana, 2010)

2.3.2.1 Makanan Bayi Usia 6 bulan

Pada usia 6 bulan, selain ASI, bayi mulai bisa diberi makanan

pendmping ASI, karena pada usia itu bayi sudah mempunyai

refleks mengunyah dengan pencernaan yang lebih kuat. Banyak

ragam makanan untuk pendamping ASI ini. Bentuk lumat yang

dapat diberikan antara lain, buah. Untuk buah, umpamanya pisang

(pisang kepok merah, pisang raja, pisang ambon), jeruk, labu, dan

pepaya yang mesti disajikan dalam bentuk lumat. Diluar buah,

berikan pula bubur susu dan biskuit yang yang dicairkan dengan

ASI. Tiap pola pemberian buah sebaiknya juga diatur. Pertama-

tama buah harus diberikan sebanyak 2 sendok makan sekali makan

untuk dua kali sehari. (Soenardi, 2006)

2.3.2.2 Makanan Bayi Usia 6 -12 bulan

dsadsadasdasdasdaskgkasgfkgfkgsadfkjsdgkfgsdkjfgsdjkfgkjs

dgfjsdgfjsdfjsdfjg

2.3.2.3 Makanan Bayi/Anak Usia 12-24 Bulan

Bayi sudah mulai dikenalkan makanan keluarga atau makanan

padat namun tetap memperhatikan rasa. Hindari makanan-

makanan yang dapat mengganggu organ pencernaan, seperti

makanan terlalu berbumbu tajam, pedas, terlalu asam atau

24

Page 25: Proposal_qU euy

berlemak. Pada masa ini dikenalkan finger snack atau makanan

yang bisa dipegang seperti cookies, nugget atau potongan sayuran

rebus atau buah. Ini penting untuk melatih keterampilan di dalam

memegang makanan dan merangsang pertumbuhan giginya. Organ

pecernaan bayi belum sesempurna orang dewasa, makanan tertentu

bisa menyebabkan gangguan pencernaan, seperti sembelit, muntah

atau perut kembung. Makanan yang dihindari seperti, makanan

yang mengandung gas, durian, nangka, cempedak, tape, kol dan

kembang kol (Waryana, 2010).

2.3.3 Tabel Kecukupan Gizi Rata-Rata Untuk Bayi dan Balita.

TABEL 2

Uraian 0-6 bulan 6-12 bulan 12-13 bulanEnergi (kcal) 560 800 1.250

Protein (gram)12 15 23

Vitamin A (RE, ug)250 350 350

Thiamin (mg) 0,3 0,4 0,5

Ribolfavin (mg)0,3 0,4 0,6

Niasin (mg) 2,5 3,8 5,4

Vitamin B (mg)0,1 0,1 0,5

Asam folat (mg)22 32 40

Vitamin C (mg)30 335 40

Kalsium (mg) 300 400 250

Fosfor (mg) 200 50 250

Seng (mg) 3 6 8

Besi 3 5 10

Yodium (mg) 50 70 70

25

Page 26: Proposal_qU euy

Sumber: (Waryana, 2010)

Antara usia 6-24 bulan,anak tumbuh dengan cepat kebutuhan

energi, vitamin dan mineralnya meningkat. Saat ini yang dipakai adalah

konsep makanan sehat seimbang seperti yang dituangkan dalam piramida

makanan. (Waryana, 2010).

Prinsip pengaturan makanan bagi anak usia di bawah lima tahun,

termasuk di dalamnya usia 24 bulan adalah pemanfaatan ASI secara tepat,

pemberian makanan pendamping ASI sebagai makanan sepihan.

(Waryana, 2010).

2.4 Kerangka Konsep.

Dari hasil landasan teori dan masalah penelitian yang telah dirumuskan

tersebut di atas, maka dapat dikembangkan suatu ”kerangka konsep penelitian”.

Yang dimaksud kerangka konsep penelitian adalah hubungan suatu atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti

(Notoatmodjo, 2005).

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola Pemberian MP-ASI Status Gizi Balita

26

Page 27: Proposal_qU euy

2.5 Hipotesis

Hipotess adalah jawaban sementaraterhadap masalah yang bersifat praduga karena

masih harus dibuktikan kebenarannya. (Sugiyono, 2009).

Ha : Ada hubungan antara pola pemberian makanan pendamping ASI dengan

status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur

Ho : Tidak ada hubungan antara pola pemberian makanan pendamping ASI

dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur.

27

Page 28: Proposal_qU euy

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dengan metode

survey analitik. Metode survey analitik adalah survey atau penelitian yang

mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi.

(Notoatmodjo, 2005). Rancangan penelitian menggunakan cross sectional,

dimana pengambilan data variabel bebas (independent) maupun variabel terikat

(dependent) dilakukan bersama-sama.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur kota

Bengkulu selama bulan Maret- April 2011.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono,

2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita usia 6-24 bulan

di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur.

1

Page 29: Proposal_qU euy

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut. (Sugiyono, 2009).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik proporsive

sampling. Pengambilan sampel secara proposive sampling didasarkan

pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri,

berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya. (Notoatmodjo, 2005). Dengan pertimbangan peneliti yaitu

dengan menetapkan kriteria inklusi dan eksklusi, sebagai berikut:

Kriteria inklusi

1. Balita umur 6-24 bulan

2. Tinggal di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur

Kriteria eksklusi

1. Bayi di bawah umur 6 bulan dan di atas 24 bulan

2. Tidak tinggal di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur

Menurut Notoatmodjo untuk populasi kecil atau lebih kecil dari

10.000, dapat menggunakan formula yang lebih sederhana lagi seperti

berikut:

29

Page 30: Proposal_qU euy

n= N1+N (d ²)

n= 612

1+612 (0.052)

n= 6122.53

n=242

Keterarangan:

N= Besar populasi

n= Besar sampel

d= Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

Jadi sampel dalam penelitian ini, sebanyak 242 responden.

3.4 Definisi Oprasional

\Variabel

Definisi Oprasional

Metode Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Pola pemberian MP-ASI

Jenis dan jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi balita.

Wawancara -Formulir recall 3x24Jam

-Baik jika ≥ 77% AKG-Kurang jika < 77% (Seameo, 2010)

Ordinal

Status Gizi

Keadaan tubuh yang merupakan keseimbangan antara zat-zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan gizi yang diperlukan tubuh.

Pengukuran.Yaitu, menimbang Berat Badan dan tinggi balita, kemudian Indikator yang digunakan adalah BB/TB

Kategori indikator BB/TB menurut standar WHO 2005 Dengan menggunakan :

Dacin, mikrotoa, dan pengukur panjang badan.

Sangat kurus, jika <-3 SD Kurus, jika <-2 SD s/d ≥ -3 SDNormal, jika >-2 SD s/d 2 SDGemuk, jika> 2 SD (WHO Antro 2005)

Ordinal

30

Page 31: Proposal_qU euy

3.5 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.5.1 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data Primer

Data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Dalam penelitian

ini data diperoleh langsung dari lokasi penelitian menggunakan metode

wawancara dengan menggunakan formulir food recall.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari Puskesmas Lingkar Timur Kota

Bengkulu

3.5.2 Pengolahan Data

a. Editing

Untuk memeriksa kelengkapan data yang diperoleh melalui

koesioner dan wawancara. Serta meneliti setiap kuisioner yang telah

diisi oleh responden mengenai kelengkapan pengisian, sehingga

diharapkan data yang terkumpul lengkap dan jelas.

b. Coding

Memberi kode pada masing-masing jawaban untuk memperoleh

pengolahan data.

c. Entri Data

Proses pemindahan data ke dalam media computer agar diperoleh

data masukan yang siap di pilih

31

Page 32: Proposal_qU euy

d. Tabulasi

Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian

dimasukkan dalam tabel yang sudah dimasukan.

3.6 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, data dianalisis dengan dua metode, yaitu :

3.6.1 Analisis Univariat

Analisis univariat ini bertujuan untuk melihat gambaran distribusi

dengan karakteristik masing-masing variabel, kemudian data ditampilkan

dalam bentuk tabel.

3.6.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariate dilakukan dengan menghubungkan masing-masing

variabel independent (pola pemberian MP-ASI) dengan variabel

dependent (status gizi balita). Secara bersamaan dengan melakukan uji

chi-square dengan α 5% tingkat kepercayaan 95%.

Rumus :

X ²=∑ (0−E) ²E

Keterangan :

X² = Nilai pada distribusi chi-square

0 = Nilai hasil pengamatan

E = nilai yang diharapkan

32

Page 33: Proposal_qU euy

Aturan yang berlaku pada uji chi-square adalah sebagai berikut :

a. Bila pada 2 x 2 dijumpai nilai expected (harapan) kurang dari 5, maka

yang digunakan adalah fisher’s exact test.

b. Bila table 2 x 2, dan tidak ada nilai E<5, maka uji yang dipakai adalah

continuity correction (a).

c. Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x3 dan seterusnya,

maka digunakan uji pearson chi-square.

33

Page 34: Proposal_qU euy

DAFTAR PUSTAKA

Adiyasa, Nyoma, dkk. 2010. Jurnal Gizi Klinik Indonesiai. Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan fakultas Kedokteran. Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta

Afmawikata, Arum. 2007 .Gizi Indonesia. Persatuan Ahli Gizi Indonesia : Jakarta

Asrar, Muhamad, dkk. 2009. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran. Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005 Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Asdi Mahasatya : Jakarta

Seto, Sagung. 2002. Dasar-Dasr Metodologi Penelitian Klinis. Perpustakaan Nasional RI : Jakarta

Soenardi, Tuti. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang Dalam Siklus Kehidupan manusia. PT Primamedia Pustaka : Jakarta

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta : Jakarta

Sulistiyowati, Heny. 2007. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu DAN Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Balita Usia 4-24 bulan di Desa Sendangharjo Kecamatan Blora Kabupaten Blora Tahun 2007, [skripsi]. Universitas Negeri Semarang

Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran, Jakarta

Untoro, Rachmi. 2003. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Depertemen Kesehatan RI, Jakarta

Untoro, Rachmi. 2003. Spesifikasi dan Pedoman Pengolahan Makanan Pendaping SAI (MP-ASI ) Instan Untuk Bayi Umur 6-11 Bulan. Departemen Kesehatan, Jakarta

Waryana. 2010 Gizi Reproduksi. Pustaka Rihama, Yogyakarta

1

Page 35: Proposal_qU euy

Kuesioner Penelitian

I. Identitas Balita

Nama :No identitas :TTL/Umur :Alamat :

II. Identitas IbuNama :No Identitas :TTL/Umur :Alamat :

Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang menurut ibu paling benar,

pada soal berikut:

1. Apakah ibu memberikan ASI ekseklusif sampai 6 bulan?

a. Ya

b. Tidak

2. Apakah ibu memberikan MP-ASI sesuai umur anak ibu?

a. Ya

b. Tidak

3. Apakah saat ibu memberikan MP-ASI untuk anak, ibu memberikan secara

benar dan bersih?

a. Ya

b. Tidak

35

Page 36: Proposal_qU euy

4. Apakah ibu menjaga kebersihan dan perawatan kesehatan untuk anak ibu?

a. Ya

b. Tidak

5. Apakah ibu melakukan pemeriksaan ke posyandu secara rutin untuk

kesehatan anak ibu?

a. Ya

b. Tidak

6. Apakah anak ibu mendapat imunisasi yang lengkap dari posyandu?

a. Ya

b. Tidak

7. Apakah ibu segera ke Puskesmas bila anak ibu sakit?

a. Ya

b. Tidak

36

Page 37: Proposal_qU euy

Formulir Metode Recall 24 Jam

Bahan Makanan Waktu Makan Nama Masakan Banyakny

aJenis URT Gram

Pagi /Jam

Siang / Jam

Malam / Jam

37

Page 38: Proposal_qU euy

38