Proposal Skripsi-pengaruh Aktivitas Antiketombe Ekstrak Etanol Pandan Wangi
-
Upload
sholikhatin -
Category
Documents
-
view
1.262 -
download
32
Transcript of Proposal Skripsi-pengaruh Aktivitas Antiketombe Ekstrak Etanol Pandan Wangi
PROPOSAL SKRIPSI
PENGARUH AKTIVITAS ANTIKETOMBE EKSTRAK
ETANOL 70 % PANDAN WANGI (Pandanus
amaryllifolius Roxb.) TERHADAP FLORA NORMAL DI
KULIT KEPALA
Diajukan oleh :
MELINDA ARINI
NPM 2009212232
UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS FARMASI
JAKARTA
DESEMBER 2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rambut mempunyai peran dalam proteksi terhadap lingkungan yang
merugikan, antara lain suhu dingin atau panas, dan sinar ultraviolet. Selain
itu, rambut juga berfungsi melindungi kulit terhadap pengaruh-pengaruh
buruk; misalnya alis mata melindungi mata agar keringat tidak mengalir ke
mata, sedangkan bulu hidung menyaring udara. Rambut juga berfungsi
sebagai pengatur suhu, pendorong penguapan keringat, dan sebagai indera
peraba yang sensitif (1).
Bagi manusia yang mempunyai sifat suka dengan keindahan,
menjadikan rambut ini sebagai penunjang penampilan seseorang. Bahkan ada
ungkapan yang menunjukkan betapa pentingnya rambut bagi penampilan
seseorang, yaitu : rambut adalah mahkota kecantikan seseorang (2). Namun
tidak mudah memiliki rambut indah dan sehat karena seringkali rambut
bermasalah. Dengan adanya masalah pada rambut mengakibatkan
terganggunya berbagai aktivitas dan penampilan, karena kepala akan terasa
pusing. Salah satu masalah pada rambut adalah ketombe dan kerontokan.
Ketombe atau dandruff adalah kelainan pada kulit kepala dimana terjadi
pelepasan (deskuamasi) sel-sel epidermis kulit kepala secara berlebihan (3).
Ketombe ada dua jenis yaitu ketombe kering dan ketombe basah.
Ketombe kering yaitu deskuamasi sel-sel epidermis kulit kepala yang
berlebihan dan bersifat kering sehingga kulit kepala tampak bertepung atau
bersisik kering. Sedangkan ketombe basah yaitu jika ketombe yang disertai
produksi minyak yang berlebihan sehingga sisik-sisik epidermis itu
menumpuk dan saling melekat satu sama lain. Ketombe basah sering disertai
atau disebabkan oleh infeksi jamur Pityrosporum ovale. Pityrosporum ovale
sebenarnya adalah flora normal kulit, akan tetapi Pityrosporum ovale lebih
sering ditemukan pada ketombe bersamaan dengan flora normal kulit lainnya
seperti : Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis (3,9).
Umumnya penderita ketombe merasakan gatal-gatal pada kulit kepala
dan mengalami kerontokan. Sampai saat ini ketombe menjadi masalah
dermatitis seroboika yang belum jelas apa saja penyebabnya, hanya saja pada
ketombe yang lebih sering ditemukan adalah jamur Pityrosporum ovale. Oleh
karena itu penanggulangan ketombe lebih difokuskan untuk membunuh
jamur Pityrosporum ovale. Pada era modern preparat penanggulan ketombe
umumnya dalam bentuk sampo berisi bahan-bahan aktif yang disebut
dandruff shampoo. Bahan-bahan aktif yang umumnya dimasukkan ke dalam
sampo antara lain adalah selenium sulfide 1-2,5%, zinc pyrithione 2%, sulfur
dan asam salisilat sebagai keratolitik (3,9).
Akan tetapi masyarakat indonesia sangat menyenangi pengobatan
secara tradisional yang telah diturunkan turun-temurun berdasarkan
pengalaman empiris. Dimana pengobatan secara tradisional sebagian besar
menggunakan ramuan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan baik berupa akar,
kulit batang, kayu, daun, bunga atau bijinya. Salah satu tumbuhan tradisional
yang digunakan sebagai penghilang ketombe adalah daun pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb). Pandan wangi mengandung alkaloid,
saponin, tanin, polifenol, dan zat warna(4,5). Sebelumnya telah dilakukan
penelitian dengan berbagai konsentrasi infus pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius Roxb.) terhadap Pityrosporum ovale secara in vitro, hasil
penelitian menunjukkan bahwa infus pandan wangi dapat mempengaruhi
diameter zona hambat Pityrosporum ovale dengan konsentrasi 20% (6).
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
kemampuan dari daun pandan wangi dalam mengatasi ketombe yang
mungkin disebabkan karena jumlah flora normal di kulit kepala yang terlalu
banyak. Ketombe di kulit kepala merupakan masalah kesehatan yang
berkaitan dengan terganggunya penampilan seseorang yang dapat
menurunkan kepercayaan diri dalam melakukan aktivitas.
B. Perumusan masalah
Penggunaan daun pandan wangi secara tradisional sebagai
antiketombe harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, agar dapat
dipertanggungjawabkan maka diperlukan penelitian ilmiah lebih lanjut. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitan tentang aktivitas
antiketombe dari ekstrak etanol daun pandan wangi terhadap Pityrosporum
ovale dan mikroba lain yang ada pada ketombe. Sehingga permasalahan yang
timbul adalah Apakah pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi dapat
menghambat pertumbuhan jamur/flora normal pada kulit kepala.
C. Manfaat penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai khasiat dari ekstrak daun pandan wangi sebagai antiketombe.
D. Tujuan penelitian
Menguji aktivitas antiketombe dari ekstrak etanol pandan wangi terhadap
jamur dan bakteri penyebab ketombe.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Daun Pandan Wangi
1. Klasifikasi Tanaman Asal
Gambar 1. Pandan Wangi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida
Ordo : Pandanales
Famili : Pandanaceae
Genus : Pandanus
Spesies : Pandanus amaryllifolius Roxb. (5).
2. Sinonim
P. odorus Ridl., P. latifolius Hassk., P. hasskarlii Merr.
3. Nama Daerah
Di beberapa daerah, tanaman ini dikenal dengan berbagai nama antara
lain: Pandan Rampe, Pandan Wangi (Jawa); Seuke Bangu, Pandan Jau,
Pandan Bebau, Pandan Rempai (Sumatera); Pondang, Pondan, Ponda,
Pondago (Sulawesi);Kelamoni, Haomoni, Kekermoni, Ormon Foni,
Pondak, Pondaki, Pudaka (Maluku); Pandan Arrum (Bali), Bonak (Nusa
Tenggara).
4. Nama Asing
Screw Ine (inggris); Lu Eou Su, Ban Lan Ye (Cina)
5. Morfologi Tanaman
Pandan wangi tumbuh di daerah tropis dan banyak ditanam di
halaman atau di kebun. Pandan kadang tumbuh liar di tepi sungai, tepi
rawa dan di tempat-tempat yang agak lembab, tumbuh subur dari daerah
pantai sampai daerah dengan ketinggian 500 meter di atas permukaan
laut. Batang bulat, dengan bekas duduk daun, bercabang, menjalar, akar
tunjang keluar di sekitar pangkal batang dan cabang. Daun tunggal,
duduk, dengan pangkal memeluk batang tersusun berbaris tiga dalam
garis spiral. Helai daun berbentuk pita, tipis, licin, ujung runcing, tepi
rata, bertulang sejajar, berduri tempel pada ibu tulang daun, panjang 40-
80 cm, lebar 3-5 cm, warna hijau dan baunya wangi. Beberapa varietas
memiliki tepi daun yang bergerigi. Bunga majemuk, bentuk bongkol,
warnanya putih. Berakar gantung, dengan akar tinggal dan akar
gantungnya, tumbuh menjalar, hingga dalam waktu singkat akan
merupakan rumpun yang lebat. Perdu tahunan, tinggi 1-2 m. Batang bulat
dengan bekas duduk daun, bercabang, menjalar, akar tunjang keluar di
sekitar pangkal batang dan cabang. Buahnya buah batu, menggantung,
bentuk bola, diameter 4-7,5 cm, dinding buah berambut, warnanya jingga.
Perbanyakan dengan pemisahan tunas-tunas muda, yang tumbuh di antara
akar-akarnya.
6. Kandungan Kimia
Pandan wangi mengandung alkaloid, saponin, tanin, polifenol, dan zat
warna
7. Kegunaan
Menguatkan syaraf (tonikum), menambah nafsu makan , penenang
(sedatif), lemah syaraf (neurastenia), pegal linu, menghitamkan rambut,
rambut rontok dan ketombe (4,5).
B. Simplisia
Simplisia adalah bahan yang belum mengalami perubahan apapun kecuali
bahan alam yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati,
hewani dan pelikan atau mineral. Simplisia nabati dapat berupa tanaman
utuh, bagian dari tanaman (akar, batang, daun, dan sebagainya) atau eksudat
tanaman, yaitu isi sel yang secara spontan dikeluarkan dari tanaman atau
dengan cara tertentu dikeluarkan dari sel atau zat-zat lain dengan dengan cara
tertentu dipisahkan dari tanaman. Beberapa faktor akan mempengaruhi
kualitas/spesifikasi simplisia, seperti :
1. Bahan-bahan simplisisa dan cara penanganan/penyimpanannya.
2. Proses pembuatan/pengolahan simplisia.
3. Cara pengemasan dan penyimpanan simplisia
Tumbuhan liar umumnya kurang baik dijadikan sumber simplisia
dibandingkan budi daya (kultivasi) karena simplisia yang berasal dari tanaman
liar mutunya tidak tetap bervariasi disebabkan :
1. Usia atau bagian tumbuhan yang diproses tidak tepat, sering sangat
berbeda. Kedua faktor ini mempengaruhi kandungan senyawa aktif.
2. Jenis/spesies tumbuhan yang dipanen sering kurang di[erhatikan secara
saksama sehingga simplisia yang diperoleh tidak sama. Apalagi jika yang
memanen orang awam, bentuk yang berdekatan kemungkinan akan sulit
dibedakan.
3. Tempat tumbuh yang berbeda (kualitas tanah, kadar air, sinar matahari,
dan sebagainya akan mengakibatkan perbedaan kandungan senyawa aktif)
(18).
C. Ekstraksi dan Ekstrak
Ekstraksi adalah isolasi senyawa yang terdapat dalam larutan
campuran atau campuran padatan dengan menggunakan pelarut yang cocok.
Ekstraksi dapat dilakukan dengan pelarut organik terhadap bahan segar atau
bahan kering. Pada dasarnya prinsip ekstraksi adalah melarutkan komponen
yang berada dalam campuran secara selektif dengan pelarut yang sesuai.
Pelarut polar melarutkan senyawa polar, pelarut semipolar melarutkan
senyawa semipolar, pelarut non polar melarutkan senyawa non polar.
Pelarutnya disebut penyari, sedangkan sisa-sisa penyari yang ikut tersari
disebut ampas. Proses ekstraksi tergantung dari kestabilan senyawa yang
diisolasi. Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas.
Ekstraksi dengan cara dingin :
1. Maserasi adalah suatu proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan
dan dilakukan pada suhu kamar.
2. Perkolasi adalah proses ekstraksi dengan sejumlah pelarut sampai
diperoleh ekstrak yang jumlahnya 1-5 kali bahan dan dilakukan pada suhu
kamar.
Ekstraksi dengan cara panas dapat dilakukan dengan cara :
1. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
2. Soxlet adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang selalu baru
umumnya dilakukan dengan alat khusus, sehingga terjadi ekstraksi yang
kontinu dengan pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
3. Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50ºC
4. Infus adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut air pada temperatur
penangas (pada suhu 96-98ºC) air selama waktu tertentu yaitu selama 15-
20 menit.
5. Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air (7,8).
Sediaan yang diperoleh dari hasil ekstraksi dinamakan ekstrak.
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Dalam pembuatan ekstrak ada
beberapa hal yang harus diperhatikan :
1. Jumlah simplisia yang akan diekstraksi. Jumlah ini akan
digunakan untuk perhitungan dosis obat.
2. Derajat kehalusan simplisia. Hal ini penting agar penarikan dapat
berlangsung semaksimal mungkin. Kehalusan menyangkut luas
permukaan yang akan berkontak dengan pelarut untuk ekstraksi.
3. Jenis pelarut yang akan digunakan. Hal ini menyangkut keamanan
karena pelarut yang digunakan untuk keperluan farmasi sangat
terbatas jumlahnya. Selain itu, pelarut akan menentukan efisiensi
proses penarikan zat berkhasiat dari tanaman obat.
4. Temperatur/suhu penyari akan menentukan jumlah dan kecepatan
penyaringan.
5. Lama waktu penyarian. Hal ini penting sekali untuk menentukan
jumlah bahan yang tersari (18,8,7).
D. Kulit
1. Definisi Kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh
dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang
terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15% dari berat tubuh dan
luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal kulit 1-2m. Paling tebal (6 mm)
terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat
di penis.
2. Pembagian Kulit
Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau
korium, dan jaringan subkutan atau subkutis.
1. Epidermis
Epidermis terbagi atas empat lapisan, yaitu :
a. Lapisan basal atau stratum germinativum. Lapisan basal
merupakan lapisan paling bawah dari epidermis dan berbatas
dengan dermis. Dalam lapisan basal terdapat melanosit.
Melanosit adalah sel dendritik yang membentuk melanin.
Melanin berfungsi melindungi kulit terhadap sinar matahari.
b. Lapisan malpighi atau stratum spinosum. Lapisan malpighi
merupakan lapisan epidermis yang paling kuat dan tebal.
Terdiri dari sel-sel poligonal yang di lapisan atas menjadi lebih
gepeng.
c. Lapisan granular atau stratum granulosum. Lapisan granular
terdiri dari satu sampai empat baris sel-sel berbentuk intan,
berisi butir-butir (granul) keratohialin yang basofilik.
d. Lapisan tanduk atau stratum korneum. Lapisan tanduk terdiri
dari 20-25 lapis sel-sel tanduk tanpa inti, gepeng, tipis dan
mati. Pada permukaan lapisan ini sel-sel mati terus menerus
mengelupas tanpa terlihat.
Epidermis mengandung juga : kelenjar keringat, kelenjar
sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar keringat ada dua jenis, yaitu
: kelenjar ekrin dan kelenjar apokrin. Fungsi dari kelenjar keringat
meliputi mengatur suhu. Kelenjar ekrin terdapat di semua daerah
di kulit, tetapi tidak terdapat di selaput lendir. Sedangkan kelenjar
apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikel
rambut.
2. Dermis atau korium merupakan lapisan di bawah epidermis dan
di atas jaringan subkutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang di
lapisan atas terjalin rapat (pars papillaris) sedangkan di bagian
bawah terjalin lebih longgar (pars reticulularis). Lapisan
reticularis mengandung pembuluh darah, syaraf, rambut, kelenjar
keringat, dan kelenjar sebaseus.
3. Jaringan subkutan merupakan lapisan langsung di bawah dermis.
Batas antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel
yang terbanyak adalah liposit yang menghasilkan banyak lemak.
Jaringan subkutan mengandung syaraf, pembuluh darah dan
limfe, kantung rambut, dan di lapisan atas jaringan subkutan
terdapat kelenjar keringat. Fungsi jaringan subkutan adalah
penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat
penumpukan energi.
3. Fungsi Kulit
Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Fungsi kulit antara lain :
1. Pelindung
Jaringan tanduk sel-sel epidermis membatasi masuknya benda-
benda dari luar dan keluarnya cairan berlebihan dari tubuh.
2. Pengatur suhu
Di waktu suhu dingin, peredaran darah di kulit berkurang guna
mempertahankan suhu badan. Pada waktu suhu panas, peredaran
darah di kulit meningkat dan terjadi penguapan keringat dari
kelenjar keringat sehingga suhu tubuh dapat dijaga tidak terlalu
panas.
3. Penyerap
Kulit dapat menyerap bahan-bahan tertentu seperti gas dan zat
yang larut lemak. Zat yang larut dalam lemak lebih mudah
masuk ke dalam kulit dan masuk peredaran darah. Akan tetapi
masuknya zat-zat lemak dari kulit dihalangi oleh folikel rambut.
a. Indera perasa
Indera perasa di kulit terjadi karena rangsangan terhadap syaraf
sensoris dalam kulit.
b. Faal pergetahan (faal sekretoris)
Kulit diliputi oleh dua jenis pergetahan yaitu sebum dan keringat.
Getah sebum dihasilkan oleh kelenjar sebaseus dan keringat
dihasilkan oleh kelenjar keringat. Sebum adalah sejenis zat lemak
yang membuat kulit menjadi lentur.
4. Mikroba Pada Kulit
Kulit secara konstan berhubungan dengan bakteri dari udara atau dari
benda-benda, tetapi kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh pada kulit
karena kulit tidak sesuai untuk pertumbuhannya. Adapun mikroba
yang sering dijumpai pada pemeriksaan penyakit di kulit(1), yaitu :
1. Staphylococcus aureus
2. Staphylococcus epidermidis
3. Propionilbacterium acnes
4. Jamur (Pityrosporum ovale dan Pityrosporum orbiculare)
E. Rambut
1. Definisi Rambut
Rambut merupakan hal yang terdiri dari akar dan batang rambut.
Rambut tumbuh dari akar rambut yang ada di dalam lapisan dermis
kulit dan melalui saluran folikel rambut keluar dari kulit (9).
2. Anatomi Rambut
Batang rambut adalah Bagian rambut yang ada di luar kulit. Jika
batang rambut kita potong melintang, maka terlihat tiga lapisan dari
luar kedalam, yaitu :
a. Kutikula yang terdiri dari sel-sel saling keratin yang datar (pipih)
dan saling bertumpuk, seperti sisik ikan atau genteng rumah.
Lapisan ini keras dan berfungsi melindungi dari kekeringan dan
masuknya senyawa-senyawa asing ke dalam rambut.
b. Korteks rambut adalah lapisan yang lebih dalam, terdiri dari sel-
sel yang memanjang, tersusun rapat. Lapisan ini sebagian besar
terdiri dari pigmen rambut dan rongga-rongga udara. Struktur
korteks menentukan tipe rambut : lurus, berombak, atau keriting.
c. Medulla rambut dapat disamakan dengan sumsum rambut. Ia
terdiri dari tiga atau empat lapisan yang berbentuk kubus, berisi
keratohyalin, butir-butir lemak, dan rongga udara. Rambut yang
lurus tidak memiliki medulla
d. Akar rambut atau folikel rambut terletak di dalam lapisan dermis
kulit. Folikel rambut dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah
yang memberikan makanan. Akar rambut terdiri dari dua bagian,
yaitu :
1) Umbi rambut adalah bagian rambut yang akan terbawa jika
rambut kita cabut.
2) Papil rambut adalah baigan yang akan tertinggal di dalam
kulit meskipun rambut dicabut sampai ke akar-akarnya,
sehingga akan terjadi pertumbuhan rambut baru kecuali
jika papil rambut itu dirusak, misalnya dengan bahan kimia
atau arus listrik (elektrolisis).
3. Pertumbuhan Rambut
Kecepatan pertumbuhan rambut di kulit kepala tidak seragam di
sepanjang usia. Rambut akan tumbuh sekitar ⅓ milimeter setiap hari
atau 1 cm per bulan. Rambut baru akan tumbuh terus secara aktif,
tetapi pada suatu saat pertumbuhan itu akan berhenti, istirahat
sebentar, dan rambut lama akan rontok, digantikan rambut baru yang
telah disiapkan oleh papil rambut yang sama. Fase rambut tumbuh
disebut anagen, lamanya antara 2-5 tahun dengan rata-rata 3,5 tahun
(1.000 hari). Tetapi pada keadaan-keadaan tertentu atau dengan
perawatan yang baik, fase anagen dapat diperpanjang.
Fase istirahat disebut fase katagen, lamanya hanya beberapa minggu.
Sedangkan fase kerontokan atau fase telogen berlangsung selama
kurang lebih 100 hari. Selama fase istirahat (katagen), rambut berhenti
tumbuh, umbi rambut mengkerut dan menjauhkan diri dari papil
rambut, membentuk bonggol rambut atau rambut gada (club hair),
tetapi rambut belum rontok. Sementara itu, papil mulai membentuk
rambut baru. Ketika rambut baru sudah cukup panjang dan akan
keluar dari kulit, rambut lama terdesak dan rontok.
4. Jumlah Rambut di Kepala
Jumlah rambut pada kulit kepala orang dewasa kurang lebih 100.000
helai, sementara jumlah papil rambut di kulit kepala tetap sejak bayi
sampai tua. Tetapi semakin usia bertambah, jumlah rambut di kulit
kepala semakin berkurang karena jumlah rambut dalam fase rontok
(telogen) lebih banyak dibandingkan rambut dalam fase tumbuh.
Jumlah rambut yang rontok normalnya setiap hari rata-rata 40 sampai
100 helai. Jadi kalau setiap hari rambut kita rontok sekitar 50 helai, itu
masih normal. Apabila jumlah rambut yang rontok setiap hari
melebihi 100 helai, maka kerontokan itu sudah tidak normal, hal ini
mungkin disebabkan oleh faktor patologis dan dapat menyebabkan
kebotakan (3,9).
F. Penyakit pada Kulit Kepala
Ada banyak penyakit yang terjadi di kulit kepala. Akan tetapi dalam hal ini
penyakit kulit kepala yang berkaitan dengan skripsi ini adalah dermatitis
seboroik pada kepala.
1. Definisi Dermatitis Seboroik dan Dermatitis Seboroik Kepala (1)
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada
daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka,
kronik dan superfisial. Dermatitis seboroik mempunyai predileksi pada
daerah berambut karena pada daerah banyak mengandung kelenjar
sebasea seperti pada kulit kepala, retroaurikula, alis mata, bulu mata,
sulkus nasolabialis, telinga, leher, dada, daerah lipatan, aksila, inguinal,
glutea, di bawah buah dada.
Seboroik kepala terjadi pada daerah berambut, dijumpai skuama yang
berminyak dengan warna kekuning-kuningan sehingga rambut saling
melengket, kadang-kadang dijumpai krusta yang disebut Pityriasis
Oleosa (Pityriasis steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering dan
berlapis-lapis dan sering lepas sendiri yang disebut pitiriasis sika
(ketombe). Seboroik jenis ini menyebabkan rambut rontok sehingga
terjadi alopesia dan rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga
(retro aurikularis). Bila meluas lesinya dapat sampai ke dahi.
2. Etiologi
Penyebabnya belum diketahui pasti. Hanya didapati aktivitas kelenjar
sebasea yang berlebihan. Dermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan
usia setelah pubertas. Penyebab dermatitis seboroik kemungkinan ada
pengaruh hormon. Pada bayi dijumpai hormon transplasenta meninggi
beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar
hormon ini menurun. Penelitian lain menunjukkan bahwa Pityrosporum
ovale (Malassezia ovale), jamur lipofilik, banyak jumlahnya pada
penderita dermatitis seboroik (1).
3. Pembagian Dermatitis Seboroik
Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik ini dibagi tiga, yaitu :
a. Seboroik kepala
b. Seboroik muka
c. Seboroik badan dan sela-sela (1)
G. Ketombe
1. Definisi Ketombe
Ketombe berasal dari bahasa Latin yaitu Pitiriasis simpleks capillitii.
Ketombe adalah penumpahan sel-sel kulit mati dari kulit kepala (bukan
berasal dari kulit kepala yang kering). Ketombe dapat disebabkan oleh
paparan terhadap panas ekstrim yang sering dan dingin di kulit kepala
(3,9).
2. Gejala Ketombe
Gejala umum ketombe biasanya munculnya serpihan putih pada rambut.
Serpihan tampak berminyak serpihan kulit mati di rambut dan pada bahu
dan kulit kepala. Kulit kepala dapat terlalu kering atau berminyak(3,9).
3. Penyebab Ketombe
Salah satu jamur penyebab ketombe adalah jamur Pityrosporum ovale.
a. Klasifikasi Pityrosporum ovale
Gambar 2. Jamur Pityrosporum ovale
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota
Sub divisi : Ustilaginomycotina
Kelas : Exobasidiomycetes
Ordo : Malasseziales
Famili : Cryptococcaceae
Sub Famili : Cryptococcoidae
Genus : Pityrosporum atau Malassezia
Spesies : Pityrosporum ovale
b. Morfologi dan identifikasi Pityrosporum ovale
Genus Pityrosporum ovale terdiri dari sejumlah spesies yang
mudah dikenali dari bentuk selnya yaitu bentuk botol atau oval.
Bentuk botol terjadi apabila sel induk yang berbentuk oval tumbuh
tunas, sehingga gabungan sel induk dan tunas ini berbentuk botol.
Sel tunas yang sudah masak akan memisahkan dirinya dari induknya
untuk membentuk sel baru yang berbentuk oval yang independen. P.
ovale umumnya berkembang biak dengan baik dalam media yang
mengandung lemak sebagai sumber energinya.
P. ovale memiliki bentuk yang kecil, asporogenus, tidak
membentuk misel, dan tidak berfementasi. Selnya berbentuk oval
seperti telur atau bulat memanjang dengan ukuran 0,8-1,5 x 2-3 µm
pada sisik kulit dan kadang-kadang ukurannya dapat mencapai 2-3 x
4-5 µm di dalam kultur. Sel ini bereproduksi dengan mengeluarkan
tunas yang menempel pada sel induknya sehingga sel yang sedang
bereproduksi akan berbentuk seperti botol. Ketika tunasnya masak,
maka tunas tersebut akan melepaskan diri dari induknya dengan cara
membelah.
P. ovale bersifat lipofilik, tumbuh baik pada media Sabouraud
yang ditambahi minyak zaitun atau minyak kelapa. Pertumbuhan P.
ovale pada media lebih baik pada suhu 37°C, dan koloni berbentuk
yeast (10,11,12).
H. Flora Normal
1. Definisi Flora Normal
Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah
tanpa menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati. Tempat
paling umum dijumpai flora normal adalah tempat yang terpapar
dengan dunia luar yaitu kulit, mata, mulut, saluran pernafasan atas,
saluran pencernaan dan saluran urogenital. Kulit normal biasanya
ditempati bakteria sekitar 102–10
6 CFU/cm
2.
2. Pembagian Flora Normal
Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis yaitu flora
normal atau mikroorganisme sementara (transient microorganism)
dan mikroorganisme tetap (resident microorganism).
a. Flora transien terdiri atas mikroorganisme non patogen atau
potensial patogen yang tinggal di kulit atau mukosa selama kurun
waktu tertentu (jam, hari atau minggu), berasal dari lingkungan yang
terkontaminasi atau pasien. Flora ini pada umumnya tidak
menimbulkan penyakit (mempunyai patogenisitas lebih rendah) dan
jumlahnya lebih sedikit dibandingkan flora tetap. Pada kondisi
terjadi perubahan keseimbangan, flora transien dapat menimbulkan
penyakit. Mikroorganisme transien, yang terdiri atas bakteri, jamur,
ragi, virus dan parasit, terdapat dalam berbagai bentuk, dari berbagai
sumber yang pada akhirnya dapat terjadi kontak dengan kulit.
b. Flora tetap adalah flora yang menetap di kulit pada sebagian besar
orang sehat yang ditemukan di lapisan epidermis dan di celah kulit.
Flora tetap terdiri atas mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya
dijumpai pada bagian tubuh tertentu dan pada usia tertentu pula, jika
terjadi perubahan lingkungan, mereka akan segera kembali seperti
semula. Flora tetap yang paling sering dijumpai adalah
Staphylococcus epidermidis dan stafilokokkus koagulase negatif
lainnya dengan densitas populasi antara 102-10
3 CFU/cm
2. Flora
tetap tidak bersifat patogen, kecuali Staphylococcus aureus. Bakteri
ini dapat menyebabkan penyakit jika telah mencapai jumlah
1.000.000 atau 106 per gram, suatu jumlah yang cukup untuk
memproduksi toksin. Sedikit populasi jamur (Pityrosporum) juga
ditemukan sebagai mikroorganisme tetap. Jenis dan jumlah
mikroorganisme tetap bervariasi dari satu individu ke individu
lainnya dan berbeda di antara regio tubuh (13,17).
I. Landasan Teori
Ekstraksi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengisolasi senyawa
yang terdapat dalam larutan campuran atau campuran padatan dengan
menggunakan pelarut yang cocok. Senyawa yang terdapat dalam daun
pandan wangi diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut
organik yang bersifat universal. Oleh karena itu, daun pandan wangi akan
dimaserasi dengan pelarut polar yaitu etanol. Daun pandan wangi mempunyai
khasiat antiketombe berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya.
Penelitian sebelumnya menguji aktivitas antiketombe infus daun pandan
wangi dan didapatkan hasil bahwa infus pandan wangi dapat mempengaruhi
diameter zona hambat Pityrosporum ovale dengan konsentrasi 20%. Dalam
penelitian ini diuji aktivitas antiketombe ekstrak etanol daun pandan wangi
terhadap flora normal kulit yang dalam jumlah banyak dapat menyebabkan
ketombe dilakukan dengan metode difusi agar.
J. Hipotesis
Ekstrak etanol daun pandan wangi diduga memiliki aktivitas antiketombe
yaitu menghambat pertumbuhan jamur/flora yang terdapat pada kulit kepala.
BAB III
RANCANGAN PENELITIAN
A. Prinsip Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan meliputi determinasi tanaman, pengumpulan
dan penyediaan bahan penelitian, pembuatan suspensi mikroba dari ketombe
dengan berbagai konsentrasi, penapisan fitokimia dan pembuatan ekstrak
secara maserasi, ekstrak etanol pandan wangi yang telah dibuat diuji potensi
antiketombe terhadap suspensi mikroba ketombe yang telah dibiakkan.
Aktivitas antiketombe dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat.
B. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium skripsi Fakultas Farmasi Universitas
Pancasila, Jakarta dan di Labotarium mikrobiologi Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila, Jakarta.
C. Determinasi Tanaman
Untuk memastikan kebenaran simplisa yang akan digunakan dalam penelitian
ini maka dilakukan determinasi terhadap daun pandan wangi dideterminasi di
Hebarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor .
D. Tahapan Penelitian
1. Pembuatan serbuk simplisia
Pembuatan serbuk simplisia merupakan proses awal pembuatan
ekstrak. Serbuk simplisia dibuat dari simplisia utuh atau potongan-
potongan halus simplisia yang sudah dikeringkan melalui proses
pembuatan serbuk dengan suatu alat tanpa menyebabkan kerusakan
atau kehilangan kandungan kimia yang dibutuhkan.
2. Pembuatan ekstrak
Pembuatan ekstrak dengan mengekstraksi serbuk simplisia secara
maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70% sampai terekstraksi
sempurna. Ekstrak cair yang diperoleh dipekatkan dengan alat
rotavapor sampai didapat ekstrak kental. Ekstrak kental etanol
kemudian diuji aktivitas antiketombe terhadap flora normal kulit di
kepala dalam bentuk suspensi mikroba dari ketombe.
3. Penapisan fitokimia ekstrak
Penapisan fitokimia ekstrak meliputi identifikasi alkaloid, flavonoid,
saponin, tanin, steroid/triterpenoid, kuinon, kumarin, minyak atsiri.
4. Isolasi Jamur/Flora Normal dari Ketombe
Isolasi jamur/flora normal dari ketombe meliputi isolasi mikroba dari
ketombe, pembuatan suspensi mikroba, pengukuran transmittan
suspensi mikroba, persiapan inokulum.
5. Pengujian aktivitas antiketombe
Terhadap ekstrak etanol daun pandan wangi dilakukan uji aktivitas
antiketombe dengan metode difusi agar menggunakan kertas cakram
terhadap flora normal kulit di kepala yang mungkin dapat
menyebabkan ketombe.
BAB IV
BAHAN, ALAT DAN METODE PENELITIAN
A. BAHAN
Simplisia daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb), media PDA,
media PDB, media NA, media NB, Pityrosporum ovale murni, cotton bud
steril, kapas steril, kain kassa, kertas timah, kertas cakram whatman, etanol
70% P, aqua destilata, spiritus, asam klorida 2N, ammonia 25%, P, asam klorida 1 :
10, magnesium P, asam klorida pekat, amil alkohol P, pereaksi stiasny (campuran
formaldehida LP dan asam klorida pekat 2 : 1), natrium hidroksida 1N, eter, asam
asetat glasial P, asam sulfat pekat, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorff LP, besi
(III) klorida (1%) P.
B. ALAT
Maserator, oven, lemari asam, pipet volumetrik, cawan petri, tabung reaksi,
inkubator, autoklaf, alat-alat gelas (pyrex), timbangan analitik, cawan penguap,
kompor, kain flanel, pembakar bunsen, masker, sarung tangan, spatula, tabung
reaksi.
C. METODE PENELITIAN
1. Determinasi Tanaman
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah simplisia daun pandan
wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) yang diperoleh dari Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Rempah Aromatik (BALITTRO), Bogor
dan dideterminasi di Hebarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat
Penelitian Biologi-LIPI Bogor.
2. Pembuatan Ekstrak
Sejumlah 250 gram campuran serbuk simplisia diekstraksi secara
maserasi dengan pelarut etanol 70%, kemudian disaring dan dikumpulkan
dalam suatu wadah. Lakukan remaserasi hingga semua senyawa metabolit
sekunder terekstraksi secara sempurna. Filtrat yang terkumpul dipekatkan
dengan vakum ratovapor hingga konsistensi kental, kemudian dilanjutkan
dengan penguapan di atas penangas air pada suhu 40ºC hingga diperoleh
ekstrak kental.
3. Penapisan Fitokimia Ekstrak (20)
a. Identifikasi alkaloid
Sejumlah 0,25 gram ekstrak dilembabkan dengan 5 ml amonia (25%)
P digerus dalam mortir. Tambahkan 20 ml kloroform P, gerus dan
saring. Filtrat berupa larutan organik digunakan untuk percobaan
selanjutnya. Sebagian besar larutan ini diteteskan pada kertas cakram
yang telah ditetesi pereksi Dragendroff LP, terbentuknya warna merah
atau jingga menunjukkan adanya alkaloid. Sisa larutan organik
diekstraksi dua kali dengan asam klorida (1:10 v/v) P. ke dalam dua
tabung reaksi yang masing-masing berisi 5 ml larutan organik tersebut
ditambahkan beberapa tetes larutan pereaksi Dragendorff LP dan
Mayer Lp. Terbentuknya warna merah bata dengan Dragendorff LP
atau endapan putih dengan Mayer LP menunjukkan adanya alkaloid.
b. Identifikasi flavonoid
Sejumlah lebih kurang 1,25 gram ekstrak didihkan dalam 100 ml air
panas selama 5 menit, saring (larutan A). Terhadap 5 ml filtrat
ditambahkan serbuk magnesium P, 1 ml asam klorida P, dan 2 ml
amil alkohol P, kocok kuat dan biarkan memisah. Adanya flavonoid
ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga
pada lapisan amil alkohol.
c. Identifikasi saponin
Sejumlah lebih kurang 10 ml larutan percobaan pada pemeriksaan
flavonoid (larutan A) dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kocok kuat
secara vertikal selama 10 detik. Terbentuknya busa setinggi 1 sampai
10 cm yang stabil lebih kurang 10 menit dan tidak hilang dengan
penambahan asam klorida 2N menunjukkan adanya saponin.
d. Identifikasi tanin
Sejumlah lebih kurang 10 ml larutan A dibagi menjadi dua bagian, 5
ml filtrat pertama ditambahkan larutan besi (III) klorida (1%) p,
timbul warna hijau-biru atau hitam menujukkan adanya tanin. Ke
dalam 5 ml filtrat kedua ditambahkan pereaksi Stiasny (campuran
formaldehid LP dan asam klorida pekat 2:1), kemudian dipanaskan
dalam tangas air. Terbentuk endapan merah muda menunjukkan
adanya tanin katekuat. Endapan disaring, filtrat dijenuhkan dengan
natrium asetat P dan ditambah larutan besi (III) klorida (1%) P.
terbentuknya warna biru menunjukkan adanya tanin galat.
e. Identifikasi kuinon
Sejumlah lebih kurang 10 ml larutan A, ditambahkan dengan natrium
hidroksida 1N. Terbentuknya warna merah menunjukka adanya
kuinon.
f. Identifikasi steroid/triterpenoid
Sejumlah lebih kurang 0,25 gram ekstrak dimaserasi dengan 20 ml
eter P selama 2 jam, saring. Uapkan dalam cawan penguap sampai
kering. Ke dalam residu tambahkan 2 tetes asam asetat glasial P dan 1
tetes asam sulfat pekat. Terbentukya warna merah, hijau, ungu, dan
akhirnya biru menunjukkan adanya steroid atau triterpenoid.
g. Identifikasi kumarin
Sejumlah lebih kurang 0,25 gram ekstrak ditambahkan 10 ml
kloroform P kemudian panaskan selama 10 menit, dinginkan, saring.
Filtrat diuapkan, kemudian tambahkan 10 ml air panas, tambahkan 0,5
ml ammonia (10%) P. adanya fluoresensi hijau atau biru pada sinar
ultaviolet (366 nm) menunjukkan adanya kumarin.
h. Identifikasi minyak atsiri
Sejumlah lebih kurang 0,25 gram ekstrak dimasukkan ke dalam
tabung reaksi (volume 20 ml), ditambahkan 10 ml pelarut petroleum
eter dan pasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi
dengan air) pada mulut tabung, panaskan selama 10 menit di atas
penangas air dan dinginkan, saring dengan kertas cakram. Filtrat yang
diperoleh diuapkan pada cawan penguap, kemudian residunya
dilarutkan dengan pelarut etanol sebanyak 5 ml, lalu saring dengan
kertas cakram. Filtrat yang diperoleh diuapkan pada cawan penguap.
Residu yang berbau aromatik, menunjukkan adanya senyawa
golongan minyak atsiri.
4. Sterilisasi
Sebelum melakukan uji aktivitas biologi, semua alat dan media yang akan
digunakan disterilisasi terlebih dahulu.
Sterilisasi yang dilakukan terdiri dari :
a. Sterilisasi media
Dilakukan dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit
b. Sterilisasi alat
Dilakukan dalam oven pada suhu 150ºC selama 60 menit. Semua
peralatan gelas yang disterilkan sebelumnya dibungkus dengan
aluminium foil.
c. Sterilisasi dengan api bunsen
Untuk sterilisasi peralatan deteksi (pinset, jarum ose) dan mulut
tabung dilakukan dengan cara memanaskan alat tersebut pada api
bunsen langsung selama beberapa saat. Biarkan sebentar sebelum
digunakan.
d. Sterilisasi laminar air flow cabinet
Sebelum digunakan disterilkan dengan menyemprotkan alkohol 70%
kemudian dibersihkan, lampu UV dinyalakan sekurang-kurangnya
selama 30 menit sebelum pemakaian.
5. Pengujian aktivitas antiketombe ekstrak daun pandan wangi
terhadap jamur di kulit kepala
a. Penyiapan media
Media perbiakan untuk jamur digunakan media potato dextrose broth
(PDB) dan media potato dextrose agar (PDA).
b. Isolasi mikroba dari ketombe
Isolasi mikroba dilakukan dengan mengambil sampel ketombe dari
probandus. Isolat diperoleh dengan cara mengoleskan cotton bud
yang telah dibasahi NaCl fisiologis steril ke abses tersebut, kemudian
segera dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi NaCl
fisiologis steril (±1 jam). Sampel di dalam tabung di bagi menjadi
dua yaitu untuk perbenihan bakteri dalam media Nutrient Broth,
kapang dan khamir dalam media Potato Dextrose Broth. Kemudian
diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam untuk perbenihan bakteri
dan pada suhu 24ºC selama 2-5 hari untuk perbenihan kapang dan
khamir. Pertumbuhan mikroba ditandai dengan adanya kekeruhan
pada tabung. Kemudian isolasi dilanjutkan dengan metode gores
sampai didapatkan isolat murni.
c. Persiapan inokulum
Ambil satu sengkelit mikroba uji kemudian masukkan 5 ml kaldu
pepton untuk membuat suspensi bakteri dan PDB untuk membuat
suspensi fungi. Bakteri diinkubasi pada suhu 35-37ºC selama 24 jam,
sedangkan fungi diinkubasi pada suhu 24ºC atau suhu kamar selama
5 hari. Kemudian diukur dengan spektrofotometer sehingga diperoleh
transmittan 0%T, 10%T, 25%T dan 50%T. Panjang gelombang yang
digunakan untuk bakteri adalah 580 nm sedangkan untuk fungi 530
nm.
d. Penentuan aktivitas metode difusi agar dengan menggunakan cakram
kertas
Inokulasi pada lempeng uji
1) Ose yang telah disterilkan, dicelupkan ke dalam suspensi mikroba
lalu ditiriskan dengan menempatkan ose pada dinding tabung.
Selanjutnya ose digunakan untuk inokulasi pada media agar
lempeng.
2) Inokulasi dilakukan dengan menggunakan ose pada seluruh
permukaan agar yang steril. Tahap ini diulang dua kali sambil
memutar lempeng kira-kira 60⁰ untuk memastikan inokulum
terdistribusi merata.
3) Agar didiamkan dahulu selama 3-5 menit supaya permukaannya
kering, sebelum meletakkan cakram ekstrak etanol pandan wangi.
e. Penempatan cakram uji
1) Siapkan ekstrak etanol daun pandan wangi
2) Cakram kertas dijenuhkan dengan ekstrak etanol daun pandan
wangi.
3) Cawan petri dibagi menjadi beberapa bagian, kemudian cakram
ekstrak etanol pandan wangi diletakkan sedemikian rupa pada
permukaan agar, sehingga seluruh permukaannya melekat
sempurna. Jarak antara cakram 20-25 mm.
4) Cawan petri diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 37⁰C
selama 24 untuk bakteri dan pada suhu 24ºC untuk kapang dan
khamir. Inkubasi harus sudah dilakukan paling lama 15 menit
setelah cakram uji diletakkan pada agar.
5) Pembacaan lempeng uji dan interpretasi hasil
Cawan petri yang sudah diinkubasi dihitung daerah daya
hambatnya secara manual dengan jangka sorong dalam satuan
millimeter.
6. Pengujian aktivitas antiketombe ekstrak daun pandan wangi
terhadap Pityrosporum ovale
Penentuan uji aktivitas antiketombe menggunakan metode diameter daya
hambat dengan menggunakan kertas cakram yang telah dijenuhkan
dengan larutan uji.
a. Persiapan inokulum Pityrosporum ovale
1) Jamur Pityrosporum ovale murni dibiakkan didalam media
PDA yang dibuat membentuk agar miring dengan cara
menggoreskan Pityrosporum ovale
2) Setelah dilakukan peremajaan dan perbanyakan biakan, maka
dilakukan pembuatan inokulum
3) Koloni Pityrosporum ovale yang berumur 24 jam pada PDA
disuspensikan kedalam 5 ml larutan salin
4) Homogenisasi dengan vortex selama 30 detik
5) Konsentrasi suspensi Pityrosporum ovale disesuaikan sampai
mencapai konsentrasi final 25%T.
Suspensi inilah yang nantinya digunakan untuk uji aktivitas
antijamur terhadap jamur Pityrosporum ovale.
6) Penentuan aktivitas metode difusi agar dengan menggunakan
cakram kertas.
b. Inokulasi pada lempeng uji
1) Ose steril dicelupkan ke dalam suspensi Pityrosporum ovale
lalu ditiriskan dengan menempatkan ose pada dinding tabung.
Selanjutnya ose digunakan untuk inokulasi pada media PDA.
Media PDA dibuat sebagai lempeng agar pada cawan petri
berdiameter 100 mm.
2) Inokulasi dilakukan dengan menggunakan ose pada seluruh
permukaan agar yang steril. Tahap ini diulang dua kali sambil
memutar lempeng kira-kira 60⁰ untuk memastikan inokulum
terdistribusi merata.
3) Agar didiamkan dahulu selama 3-5 menit supaya
permukaannya kering, sebelum meletakkan cakram uji ekstrak
etanol pandan wangi.
c. Penempatan cakram uji
1) Siapkan ekstrak etanol pandan wangi
2) Cakram kertas dijenuhkan dengan ekstrak etanol pandan
wangi
3) Cawan petri dibagi menjadi beberapa bagian, kemudian
cakram uji ekstrak etanol pandan wangi diletakkan sedemikian
rupa pada permukaan agar, sehingga seluruh permukaannya
melekat sempurna. Jarak antara cakram 20-25 mm.
4) Cawan petri diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 24⁰C
selama 24-48 jam. Inkubasi harus sudah dilakukan paling lama
15 menit setelah cakram uji diletakkan pada agar.
d. Pembacaan lempeng uji dan interpretasi hasil
Cawan petri yang sudah diinkubasi selama 24-48 jam dihitung daerah
daya hambatnya secara manual dalam satuan millimeter.