Proposal PTK I.pdf
description
Transcript of Proposal PTK I.pdf
1
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
oleh: Sa’adah, S.Pd.Kn
1. Judul PTK yang diusulkan
“Mengoptimalkan Keterlibatan Siswa Kelas VIIC SMP Negeri 2
Terara dalam Pembelajaran Hak Asasi Manusia melalui Pendekatan
Auditori-Somatis-Visual-Intelektual (ASVI)”
2. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diajarkan di SMP merupakan
mata pelajaran yang bertujuan untuk memberikan kompetensi kepada
peserta didik agar memiliki kemampuan “berpikir kritis, rasional dan kreatif
dalam menanggapi isu kewarganegaraan; berpartisipasi secara cerdas dan
bertanggung jawab dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara; serta pembentukan diri yang didasarkan pada karakter-karakter
positif masyarakat yang demokratis” (Depdiknas, 2005:4).
Jadi, melalui PKn siswa diharapkan mampu menghargai perbedaan,
memiliki spontanitas dan vokal, menghormati hukum, religius, bertanggung
jawab, demokratis. Kemampuan ini hanya dapat diperoleh siswa, jika
mereka terlibat secara optimal dalam kegiatan pembelajaran, baik melalui
tanya jawab, diskusi, tugas proyek, simulasi peran dan lain-lain, yang
kemudian menghasilkan wawasan, ide, gagasan, pendapat dan prestasi.
Tidak mudah bagi guru PKn (khususnya Peneliti) untuk mewujudkan
harapan di atas. Salah satu kendala yang dihadapi adalah siswa belum
terlibat secara optimal dalam pembelajaran. Misalnya saja, selama
pembelajaran berlangsung jarang ada siswa yang mengajukan pertanyaan
ataupun memberikan tanggapan terhadap penjelasan guru dan siswa lebih
suka menjawab pertanyaan beramai-ramai (koor). Siswa juga belum mampu
menanggapi secara positif jika ada temannya berbicara, apalagi untuk
melaksanakan diskusi atau simulasi peran, Secara umum siswa di kelas
hanya “datang, duduk manis, dengar dan catat”.
Hal yang sama, dialami juga oleh guru IPS lainnya. Hasil observasi awal
yang dilakukan Peneliti (Agustus s/d Desember 2006) menunjukkan bahwa
2
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
hanya tiga atau empat orang saja dari 30 orang siswa kelas VII C SMP
Negeri 2 Terara yang menunjukkan aktivitas belajar yang diharapkan, itupun
masih perlu ditingkatkan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Dengan kondisi
ini, sulit bagi siswa untuk menjadi “pemain” yang cerdas dan bertanggung
jawab, jika suatu saat terlibat atau dilibatkan dalam pemecahan suatu
masalah.
Banyak faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut. Namun yang cukup
berperan adalah pelaksanaan pendekatan ekspositori seperti ceramah, yang
masih mendominasi atau “terpaksa” mendominasi kegiatan pembelajaran.
Pendekatan ini sudah menjadi tradisi mengajar yang paling sering dan paling
mudah digunakan, terlebih di sekolah dengan media yang sangat terbatas
dan siswanya sangat kental dengan sifat-sifat tradisional. Jadi tidak heran
jika anggapan bahwa pembelajaran selama ini lebih terpusat pada guru
(guru centred) memang benar adanya.
Soemantri (2004) dalam penelitiannya menyimpulakan bahwa : “Pada
saat ini terdapat kecenderungan, bahwa guru masih menggunakan teknik
mengajar tradisional seperti: Ground Covering Technique, Drill Master,
Indoktrinasi, dan Narative Technique” (Somantri, 2004 : 289). Meski diakui,
bahwa tehnik-tehnik ini bukan tidak bermanfaat, tetapi kurang dapat
menggerakkan dan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
siswa.
Pembentukan pribadi yang kritis, kreatif, bertanggung jawab dan
demokratis, tentu tidak hanya mengarah pada aspek berpikir, mental dan
sosial semata, tetapi juga membina kemampuan fisik. Sebab bagi banyak
orang, pikiran akan tertidur jika tidak ada kesempatan untuk melibatkan
kegiatan fisik.
Hasil penelitian Maier (2004) menyimpulkan bahwa “Belajar berdasarkan
aktivitas (bergerak aktif secara fisik ketika belajar), secara umum jauh lebih
efektif daripada yang didasarkan presentasi, materi, dan media belaka”
(Dave Maier, 2004 : 90). Jadi, bila pendapat Maier ini dikaitkan dengan
tujuan PKn SMP, maka untuk memperoleh kompetensi yang diharapkan,
para siswa harus diberi pengalaman belajar yang dapat melibatkan sebanyak
3
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
mungkin indra yang dimiliki, baik fisik maupun mental, melalui suatu
pendekatan yang dalam penelitian tindakan kelas ini dinamakan “Pendekatan
ASVI (Auditori, Somatis, Visual, Intelektual).
“Auditori : Belajar dengan brbicara dan mendengar; Somatis : Belajar
dengan bergerak dan berbuat; Visual : Belajar dengan mengamati dan
menggambarkan; Intelektual : Belajar dengan memecahkan masalah dan
merenung” (Dave Maier, 2004 : 92).
Mengingat begitu pentingnya masalah keterlibatan siswa dalam
pembelajaran, maka Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berjudul
“Mengoptimalkan Keterlibatan Siswa Kelas VIIC dalam
Pembelajaran Hak Asasi Manusia melalui Pendekatan Auditori-
Somatis-Visual-Intelektual ini, layak untuk dilakukan. Spesifikasi
permasalahan pada konsep ( materi ) HAM mengandung relevansi yang
cukup valid mengingat materi ini sangat mengharapkan peran aktif siswa
baik secara fisik maupun mental dalam menyikapi segala peristiwa atau
permasalahan HAM yang terjadi di lingkungannya.
3. Rumusan Masalah
Masalah uatama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah masalah belum
optimalnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran PKn. Oleh karena itu,
ruang lingkup masalah dalam penelitian ini terbatas pada bagaimana
mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran PKn, khususnya
pada Pokok Bahasan Hak Asasi Manusia (HAM) melalui suatau pendekatan
yang dinamakan “Auditori, Somatis, Visual dan Intelektuan” (ASVI)
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apakah dengan diterapkannya pendekatan Auditori – Somatis- visual-
Intelektul (ASVI), keterlibatan siswa dalam pembelajaran HAM bisa
optimal?
2. Apakah guru terampil mengelola pembelajaran dengan pendekatan ASVI?
3. Bagaimana sikap dan pengalaman belajara siswa seiring dengan
diterapkannya ASVI?
4
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
4. Apakah hasil/prestasi belajar siswa bisa mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yang sudah ditetapkan?
4. Rencana pemecahan masalah
Upaya yang akan ditempuh untuk memecahkan permasalahan di atas
(mengoptimalkan keterbatan siswa dalam pebelajaran) adalah dengan
menerapkan pendekatan Auditori, Somatis, Visual dan Intelektual dalam
Pembelajaran.
Langkah awal yang akan dilakukan dalam rangka penerapan pendekatan
ASVI adalah mempersiapkan siswa untuk belajar. Langkah-langkah ini antara
lain terdiri atas: memberikan sugesti positif, membantu siswa menemukan
tujuan dan manfaat yang jelas dan bermakna, membangkitkan rasa ingin
tahu, menciptakan lingkungan fisik dan sosial yang positif, menyingkirkan
hambatan-hambatan dalam belajar.
Tahap berikutnya adalah presentasi, pelatihan dan penampilan hasil.
Tahap Presentasi meliputi pengamatan dan pengalaman belajar dari dunia
nyata yang kontekstual, prensentasi interaktif, pelibatan otak dan tubuh
dalam belajar dan lain-lain. Tahap Pelatihan antara lain meliputi dialog
berpasangan, artikulasi individu, mengajar balik, permainan (andai-andai)
dalam belajar, simulasi dunia nyata, aktivitas pemecahan masalah. Sedangkan
tahap penampilan hasil terdiri dari prensentasi hasil belajar dari awal
sampai akhir, uji silang kemampuan (berpasangan atau kelompok)
pemecahan masalah dari dunia nyata dan sebagainya.
5. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang diharapkan melalui penelitian ini adalah :
1. Mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran Hak Asasi
Manusia.
2. Meningkatkan strategi pembelajaran guru dengan melibatkan alat,
media, sumber dan metode yang memiliki relevansi dengan pendekatan
ASVI.
3. Meningkatkan sikap positif siswa terhadap belajar PKn dan sekaligus
meningkatkan prestasi belajarnya.
5
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi siswa : Meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar
siswa karena mereka terlibat secara optimal dalam
pembelajaran.
2. Bagi guru : memperbaiki strategi pembelajaran guru dengan
melibatkan alat, media, sumber yang relevan
dengan pendekatan ASVI.
3. Bagi sekolah : Meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan,
karena hasil belajar siswa meningkat sebagai akibat
dari meningkatnya strategi pembelajaran guru.
6. Kerangka Teoritik
Dalam kajian teori ini, akan dibahas beberapa hal pokok yaitu:
Hakekat pendekatan ASVI; Landasan berfikir penerapan pendekatan ASVI
dalam pemberlajaran; Penerapan pendekatan ASVI dalam pembelajaran;
Optimalitas keterlibatan siswa dalam pembelajaran.
A. Hakekat Pendekatan ASVI (Auditori-Somatis-Visual-Intelektual)
”Tubuh adalah fikiran; Fikiran adalah tubuh”. Demikian Dave Maier
(2004) mengungkapkan keberadaan tubuh dan fikiran yang saling terkait dan
tak terpisahkan satu sama lain. Memang, tubuh dan fikiran merupakan satu
keterpaduan yang benar-benar saling melengkapi. Berfikir, belajar dan
mengingat tidak terbatas di kepala saja melainkan tersebar di seluruh tubuh.
Sayangnya, masih banyak guru yang menerapkan strategi mengajar
yang mengindikasikan bahwa belajar identik dengan menghafal materi. Hal ini
terlihat pada sikap belajar siswa di kelas yang umumnya lebih memilih
”Datang, Duduk, Dengar, Catat, Hafal”. Artinya, siswa belum terlibat secara
optimal dalam pembelajaran.
Keadaan seperti ini menjadi tantangan tersendiri bagi perkembangan
Ilmu Sosial pada umumnya dan Pendidikan Kewararganegaraan pada
khususnya yang notabene mengharapkan siswa mampu berfikir kritis, rasional
6
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
dan kreatif serta berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam
mengatasi berbagai permasalahan kewarganegaraan di masyarakat.
Selanjutnya, untuk mengatasi hal tersebut, penerapan pendekatan ASVI
(Auditori-Somatis-Visual-Intelektual) untuk belajar dapat dikembangkan di
kelas. ”Auditori: Belajar dengan berbicara dan mendengar; Somatis: Belajar
denga berbuat dan bergerak; Visual: Belajar dengan mengamati dan
menggambarkan; Intelektual: Belajar dengan memecahkan masalah dan
merenung” (Dave Maier, 2004 : 92)
”Pendekatan adalah proses, cara, perbuatan mendekati” Depdiknas,
2001 : 246). Pendekatan dalam pembelajaran dapat diartikan sebagai proses
atau cara mendekatkan, memperlancar dan mempermudah hubungan guru-
siswa, sisw-siswa dan siswa dengan lingkungannya. Pendekatan ASVI dalam
pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya guru dalam memperlancar dan
mempermudah siswa mencapai kompetensi yang diharapkan dengan
mengajak mereka (siswa) belajar dengan berbicara dan mendengar, bergerak
dan berbuat, mengamati dan menggambarkan serta dengan merenung dan
memecahkan masalah.
B. Landasan Berfikir Penerapan Pendekatan ASVI dalam Pembelajaran
1. Hakekat Mengajar
Mengajar merupakan unsur penting dalam penyelenggaraan pendidikan.
Mengajar tidak dapat hanya dianggap sebagai kegiatan menyampaikan apa
yang tertulis dalam silabus dan buku teks. Lebih dari itu, mengajar adalah:
“memberikan sesuatu dengan cara membimbing dan membantu kegiatan
belajar kepada seseorang (siswa) dalam mengembangkan potensi intelektual,
emosional serta spiritulanya sehingga potensi-potensi tersebut berkembang
secara optimal” (Arnie Fajar, 2004: 12).
Hal ini senada dengan yang dikemukakan Burton yang menyatakan bahwa :
“Mengajar adalah upaya dalam memberi perangsang (Stimulus, bimbingan,
pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar”.
(Chauhan, 1977: 4 dalam Muhamad Ali, 1987: 13).
Bila pendapat di atas dikaji secara cermat, maka mengajar pada
dasarnya adalah upaya guru untuk memfasilitasi terjadinya aktivitas belajar
7
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
pada diri siswa, sehingga modalitas belajar yang dimiliki dapat berkembang
secara optimal.
Thomas M. Risk (1958) mengemukakan: “Theaching is the Guidance of
Learning Experiences”, mengajar adalah proses membimbing pengalaman
belajar. (Ahmad Rohani, 2004 : 6). Dalam pengertian ini, aktivitas siswa tetap
menjadi prioritas, karena pengalaman itu hanya mungkin diperoleh siswa, jika
mereka aktif baik secara fisik maupun mental. Bahkan para ahli menyimpulkan
bahwa siswa yang aktif jasmaninya dengan sendirinya jiwanya juga aktif,
begitu juga sebaliknya.
Apabila diperhatikan rumusan atau definisi-definisi di atas, secara umum
telah memberikan pemahaman bahwa mengajar hendakknya dipandang
sebagai pemberian stimulus yang dapat menantang siswa untuk belajar.
Dengan demikian guru akan lebih banyak bertindak sebagai fasilitator belajar
daripada hanya sebagai penyampai bahan atau penceramah.
2. Hakekat Belajar
Sama halnya dengan mengajar, belajar merupakan kegiatan yang
berperan dan menjadi unsur yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan
setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, berhasil tidaknya pencapaian
tujuan pendidikan amat bergantung dari proses belajar yang dilalui siswa,
dengan atau tanpa bimbingan guru.
Jadi, penting sekali bagi guru untuk memahami arti belajar dengan segala
aspek, bentuk dan manifestasinya. Kekeliruan pandangan terhadap pengertian
belajar, bisa berpengaruh kurang menguntungkan bagi kualitas proses dan
hasil belajar siswa, bahkan berpengaruh pula pada rendahnya kualitas kinerja
guru sebagai pembimbing dan fasilitator belajar.
Misalnya saja, jika guru beranggapan bahwa belajar hanya
mengumpulkan dan menghafalkan materi pelajaran, maka guru akan segera
puas jika siswanya berhasil menghapalkan informasi-informasi yang terdapat
dalam buku teks atau materi yang diajarkan. Padahal, belajar yang hanya
mengandalkan hafalan, cenderung mudah terlupakan dan relatif kurang
bermakna bagi pembentukan pribadi siswa.
8
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
Berikut akan disajikan beberapa pengertian belajar yang dikutip dari
pendapat para ahli:
Chaplin (1972) membatasi belajar dengan dua macam rumusan:
Pertama : “... acquisition of any relatively permanent change in
behavior as result of practic and experience” belajar adalah perolehan
perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan
dan pengalaman.
Kedua : “ ... process of acquiring responses as a result of special
practice, belajar adalah proses memperoleh respons-respon sebagai
akibat adanya latihan-latihan.
(Muhibbin Syah, 2003 : 65)
Jhon Dewe, mengemukakan bahwa : “Belajar merupakan proses
dialektis yang mengintegrasikan pengalaman dengan konsep, observasi
dan tindakan. Sementara Piaget mengemukakan bahwa : Belajar
merupakan siklus interaksi antara individu dengan lingkungan, dengan
unsur pokok terletak pada interaksi yang menguntungkan antara proses
akomodasi konsep terhadap pengalaman nyata dengan proses asimilasi
pengalaman terhadap konsep yang dimiliki. (Suciati, dkk, 2003 : 48)
Menurut Witherington (1952) “Belajar merupakan perubahan dalam
kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru
yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaaan, pengetahuan dan
kecakapan”. Pendapat senada dikemukakan Crow dan Crow (1958)
“Belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan pengetahuan dan sikap
baru”, sedangkan menurut Higard (1962) “Belajar adalah suatu proses
dimana suatu prilaku manusia muncul atau berubah karena adanya
respons terhadap suatu situasi”. (Nana Syaodih, 2004 : 155)
Definisi yang cukup tegas disampaikan ahli berikut: “Belajar adalah
berkreasi, bukan mengkonsumsi. Belajar adalah menciptakan makna
baru, jaringan saraf baru, dan pola interaksi elektrokimia baru di dalam
sistem otak/tubuh secara keseluruhan” (Dave Maier, 2004 : 54).
9
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
Bila rumusan atau definisi belajar di atas dikaji secara cermat, terlihat
bahwa sebagian ahli menekankan pada aspek perilaku yang dapat diamati secara
langsung dan sebagian lagi beranggapan bahwa belajar merupakan suatu proses
yang sifatnya internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Artinya,
perubahan yang terjadi pada perilaku yang tampak merupakan refleksi dari
perubahan yang sifatnya internal tadi.
Meski definisi belajar telah dirumuskan dari fokus yang berbeda oleh para
ahli, namun pada intinya, belajar merupakan kegiatan yang membutuhkan
kesiapan baik fisik maupun mental. Yang terpenting untuk disadari oleh para
guru adalah, bahwa masing-masing orang, masing-masing siswa atau
pembelajar, memiliki cara-cara termudah untuk belajar yang oleh para ahli
disebut “Modalitas Belajar”.
3. Belajar Aktif dan Kreatif
1) Belajar Aktif
Dalam setiap kegiatan pembelajaran bisa dipastiakan selalu ada
keterlibatan siswa atau keaktifan siswa. Yang menjadi masalah adalah seberapa
banyak siswa terlibat dalam pembelajaran. Apakah sebatas mengikuti instruksi
guru seperti lihat kemari, dengarkan, catat, ataukah dengan keaktifannya sendiri
merespon berbagai stimulasi belajar yang diupayakan guru.
Belajar aktif atau yang selama ini dikenal dengan istilah Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA), mengasumsikan bahwa belajar hanya terjadi jika siswa aktif,
dalam arti siswa terlibat secara optimal dalam pembelajaran, sehingga mampu
mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efisien. Menurut Nana
Sudjana (1989 : 21), optimalitas keterlibatan siswa dapat dikondisikan. Keaktifan
siswa dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, baik yang dipicu dengan
mengerjakan sesuatu maupun yang dipicu oleh kegiatan-kegiatan yang
bernuansa dialogis.
Kegiatan pembelajaran dalam konteks CBSA dapat dipastikan akan selalu
melibatakan siswa secara aktif untuk mengembangkan potensi nalar yang dimiliki
seperti mengamati, memahami, mengemukakan sustu fakta, merumuskan
masalah, merancang dan melaksanakan penelitian dan sebagainya. Hal ini dapat
10
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
dilakukan jika kemampuan auditori, somatis, visual dan intelektual siswa
berfungsi optimal.
2) Belajar Kreatif
Pribadi kreatif sering kali memiliki sifat suka menghasilkan pembaruan
yang secara umum tidak biasa atau asing. Pribadi kreatif memiliki kemampuan
rasional, emosional maupun berimajinasi yang baik. Mereka memiliki sifat ingin
tahu, selalu ingin mendapat pengalaman baru, dan ingin memiliki inisiatif. Erwin
Segal, (dalam Black 2003) , mengatakan bahwa untuk menjadi kreatif seseorang
harus mempunyai komitmen kemampuan bekerja keras, bersemangat dan
percaya diri. David Campbell (Nana Sujana, 2004. 104) menekankan bahwa
kretifitas adalah suatu kemampuan untuk menciptakan hasil yang sifatnya baru,
inovatif, belum ada sebelumnya, menarik, aneh dan berguna bagi masyarakat.
Kemampuan tersebut hanya dapat diperoleh siswa jika mereka terlibat
secara aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelasnya baik melalui diskusi, tanya
jawab, tugas proyek dan lain-lain. Siswa perlu dilatih dan diberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk melakukan kegiatan yang mampu mengembangkan potensi
dan nalar yang dimilikinya. Romis gowskey (dalam Abdul Karim, 2003)
mengatakan bahwa apabila guru mengharapkan perilaku tertentu deri peserta
didik, maka guru harus memberikan kesempatan kepada mereka untuk berlatih
selama pembelajaran. Nana Saudih (2004.105) mengingatkan bahwa
pengembangan kreatifitas dapat dilakukan melalui proses belajar Dicovery ,
Inquiri, dan belajar bermakna serta tidak dapat dilakukan hanya dengan belajar
yang bersifat ekspositori.
4. Beberapa hasil penelitian mengenai modalitas belajar siswa
Pada awal pengalaman belajar, salah satu di antara langkah-langkah
pertama kita (Guru-pen) adalah mengenali modalitas seseorang (Siswa-pen)
sebagai modalitas visual, Auditorial, atau Kinestietik (V – A – K)” (Bobbi DePorter
dan Mike Hernacki, 2004 : 112). Seperti yang diusulkan dalam istilah-istilah ini,
orang visual belajar melalui apa yang mereka lihat, orang auditorial belajar
melalui apa yang mereka dengar dan orang kinestetik belajar melalui gerakan
dan sentuhan.
11
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
Tidak disangkal lagi bahwa membangun komunitas belajar di kelas
dengan kecenderungan dan modalitas belajar yang mungkin berbeda di kalangan
para siswa, tentu merupakan hal yang cukup sulit untuk dilakukan. Hal ini
memerlukan waktu, usaha dan tenaga, serta proses yang terus menerus dengan
harapan masing-masing siswa dapat terlibat secara optimal dalam pembelajaran
dan memperoleh hasil yang diharapkan..
Disadari atau tidak, kurang optimalnya keterlibatan siswa dalam kegiatan
pembelajaran, sering kali dipicu oleh rendahnya upaya guru dalam memfasilitasi
modalitas belajar yang dimiliki oleh siswa.
Misalnya, jarang sekali ada guru yang memberi kesempatan kepada siswa
untuk membaca materi melalui media gambar atau bagan, membaca dengan
suara keras, belajar sambil “mengajar” atau belajar sambil menggerakkan
sesuatu. Guru juga jarang memberi kesempatan kepada siswa untuk mencari
dan meneliti permasalahan di luar kelas. Siswa umumnya diperintah untuk duduk
dengan tenang, membaca dengan suara seadanya, mencatat pelajaran yang
dibacakan atau dicatatkan di papan tulis dengan posisi tubuh tetap berada di
bangku meja yang sudah disiapkan serta masih banyak lagi aturan-aturan yang
justru “mengekang” siswa untuk terlibat secara optimal dalam pembelajaran dan
“mengabaikan” modalitas belajar yang dimiliki oleh siswa.
Dave Maier (2004) mengingatkan agar dalam pembelajaran, para guru
berusaha menfasilitasi modalitas belajar siswa dengan menggabungkan gerakan
fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan sebanyak mungkin indra yang
dimiliki siswa, yang ia namakan “Belajar SAVI” (Somati, Auditori, Visual dan
Intelektual).
Mengenali modalitas belajar siswa, sebagai siswa Auditori, Visual,
Somatis/Kinestetik, menjadi penting karena dengan ini guru akan lebih mudah
membantu siswa belajar. Selain itu, tentu akan lebih memperkuat hubungan
antara guru-siswa, juga antara siswa dengan siswa.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan yang dapat diingat
seseorang antara lain bergantung pada melalui apa ia memperoleh pengetahuan
tersebut. Berikut gambar yang menunjukkan hubungan antara jumlah
12
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
pengetahuan yang dapat diingat dengan jenis indra yang digunakan untuk
memperoleh pengetahuan :
Gambar 1 Persentase kekuatan mengingat dari modalitas siswa (Udin S,199
: 5.7).
Gambar di atas menunjukkan tiga macam cara memperoleh pengetahuan
atau informasi yaitu secara Auditori, Visual dan Auditori-Visual. Masing-masing di
tes untuk mengetahui berapa banyak informasi yang masih diingat setelah tiga
jam dan tiga hari. Hasilnya seperti yang terlihat pada gambar. Pengetahuan yang
diterima secara auditori (pendengaran) saja ternyata paling mudah dilupakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Birtish Audio-Visual Association (dalam
Udin S, 1998) pun menyimpulkan bahwa rata-rata jumlah informasi yang
diperoleh seseorang melalui indranya, menunjukkan komposisi sebagai berikut:
75% melalui indra penglihatan dan 13 % melalui indra pendengaran.
Hasil penelitian yang lebih lengkap disampaikan Vernon A. Magnesen
(1983), yang menyimpulkan bahwa:
“Kita belajar:
10% dari apa yang kita baca
20% dari apa yang kita dengar
30% dari apa yang kita lihat
50% dari apa yang kita lihat dan dengar
70% dari apa yang kita katakan dan lakukan”
(Bobbi DePorter, dkk, 2004:57)
Meski penelitian para ahli di atas telah menunujukkan hasil yang berbeda
tentang prosentase dari kekuatan (modalitas) belajar seseorang, namun satu lagi
Setelah
3 hari
Auditori Visual Audio-Visual
Setelah
3 Jam
13
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
hal yang perlu dicermati adalah hasil penelitian Michael Grinder. Ia mencatat
bahwa: “Dalam setiap kelompok yang terdiri dari tiga puluh murid, sekitar dua
puluh dua orang mampu belajar secara cukup efektif dengan cara visual,
auditorial dan kinestetik, sehingga mereka tidak membutuhkan perlakuan
khusus” (Bobbi dan Mike, 2004:112). Dijelaskan pula bahwa dari sisa delapan
orang sekitar enam orang memiliki satu modalitas yang menonjol melebihi dua
modalitas lainnya, sedangkan dua orang siswa lainnya mempunyai kesulitan
belajar karena sebab-sebab eksternal. Dengan demikian, guru tidak perlu
berlebihan dalam memperhatikan jenis modalaitas tertentu.
C. Penerapan pendekatan ASVI dalam pembelajaran
Penerapan pendekatan ASVI dalam pembelajaran, mengacu pada model
pembelajaran pada umumnya yang intinya terdiri dari : tujuan atau kompetensi,
materi, kegiatan dan evaluasi.
a. Tujuan
Sebelum menyusun tujuan pembelajaran, guru hendaknya
mengidentifikasi terlebih dahulu tujuan pendidikan Kewarganegaraan yang ada
dalam kurikulum sekolah. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi
mengenai hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan pembelajaran PKn. Secara
umum (dampak instruksional dan pengiring) yang diharapkan dalam
pembelajaran PKn adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan memahami konsep dan nilai tertentu
2) Kemapuan menerapkan konsep dan nilai dalam memecahkan masalah
3) Kemampuan menampilkan sikap dan prilaku yang sesuai dengan konsep
dan nilai tersebut
4) Kemampuan berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaran, kemampuan bekerja sama, bertanggung jawab dan
partisipatif yang merupakan tujuan jangka panjang (naturant efec)
14
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
b. Materi
Pada dasarnya semua materi PKn dapat disajikan dengan pendekatan
ASVI. Salah satu diantaranya adalah bahasan tentang Hak Asasi Manusia
(HAM). Spesifikasi permasalahan pada pokok bahasan HAM memiliki relevansi
yang cukup valid mengingat materi ini sangat mengharapkan peran aktif siswa
baik secara fisik maupun mental dalam menyikapi segala peristiwa atau
permasalahan HAM yang terjadi di masyarakat.
c. Kegiatan Pembelajaran
Agar otak (pikiran) dan tubuh kita berfungsi secara optimal, Dave Maier
(2004) menyarankan terpenuhinyya siklus belajar empat tahap, yaitu persiapan,
penyampaian, pelatihan dan penampilan hasil. Keempat tahap tersebut dapat
terlihat seperti pada gambar berikut:
1) Tahap persiapan
Tahap persiapan bertujuan untuk menimbulkan minat para siswa untuk
belajar. Tahap ini digunakan juga untuk memberikan kesan positif bagi siswa
terhadap pengalaman belajar yang akan dilalui, serta menempatkan mereka
dalam situasi optimal untuk belajar. Selain itu melalui tahap ini guru dapat
mengomunikasikan tujuan, bentuk penilaian serta hasil akhir yang diharapkan.
2) Tahap penyampaian atau presentasi
Tahap peyampaian bertujuan untuk membantu siswa menemukan materi
belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan dengan
INTEGRASI
4 1
2 3
PENERAPAN PENGGUGAH
PERTEMUAN
Gambar 2
Diagram siklus belajar empat tahap
( Dave Maier, 2004.103 )
15
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
karakteristik siswa melibatkan banyak indra serta cocok dengan berbagai gaya
belajar.
Agar tahap penyampain ini lebih bermakna, siswa terlebih dahulu
melakukan berbagai kegiatan eksplorasi seperti membaca, mengamati,
menemukan masalah di lapangan (sendiri atau berkelompok) mendengarkan
teman membaca, wawancara, mengajar kembali, dan sebagainya. Dengan
demikian para siswa dapat melakukan intraksi secara langsung dengan sumber
belajar. Karena itu, guru perlu mempersiapkan lembar kerja, materi/tema, waktu,
langkah kerja serta hasil yang diharapkan. Misalnya, jika siswa diharapkan
mencari informasi tentang kasus-kasus pelanggaran HAM, maka Informasi
tersebut terdiri atas : hari dan tanggal terjadinya kasus, uraian kasus, alternatif
pemecahan serta ide-ide kreatif untuk pemecahan masalah (kasus ).
3) Tahap pelatihan
Tahap pelatihan bertujuan membantu siswa mengintegrasikan dan
menyerap pengetahuan serta memiliki ketrampilan baru dengan berbagai cara.
Pada tahap ini siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menciptakan
pengetahuannya sendiri. Dengan kata lain, tugas guru adalah menyusun konteks
tempat siswa menciptakan isi yang bermakna mengenai materi pelajaran yang
sedang dibahas. Dalam tahap ini guru mengajak siswa berfikir, berkata dan
berbuat dalam menangani materi pelajaran, sehingga membantu mereka
memadukan materi tersebut ke dalam . struktur pengetahuan, makna dan
ketrampilan yang sudah dimiliki. Tahap ini dapat dilakukan antara lain dengan
cara : artikulasi (menjelaskan kembali apa yang telah dipresentasikan oleh siswa
lain), bermain menyambung kata, pelatihan pemecahan masalah, mengajar
kembali, pertanyaan bola api, dan lain-lain.
4) Tahap Penampilan Hasil
Tahap penampilan hasil bertujuan untuk memastikan apakah
pembelajaran telah berhasil diterapkan serta memperoleh hasil yang sesuai
diharapkan atau tidak. Menurut Maier (2004) tahap ini dibagi dalam dua
kegiatan:
Apa yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran di kelas, dan
16
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
Apa yang dilakukan siswa di luar kelas untuk menerapkan, menguatkan,
dan mengembangkan potensi mereka
Berbagai gagasan untuk tahap penampilan hasil antara lain. Permainan
atau simulasi peran dalam mengatasi masalah, pemecahan masalah dunia nyata,
mengevaluasi Pembelajaran (pra test- post test, ujian lisan, uji –silang
kemampuan siswa) mengevaluasi dan meningkatkan program belajar (refleksi)
dan sebagainya.
Selanjutnya, bagaimana pendekatan ASVI diterapkan dalm pembelajaran,
berikut elaborasinya:
Tabel 1 Elaborasi penerapan pendekatan ASVI dalam pembelajaran
Dimensi Indikator
Auditori
Somatis
1. Meminta siswa saling bertanya atau mengajukan
pertanyaan.
2. Penggunaan variasi suara (tinggi, sedang, rendah).
3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk membaca
dengan suara keras.
4. Meminta siswa membaca satu paragraf kemudian meminta
siswa lain menguraikan isi paragraf dengan kata-kata
sendiri.
5. Mengingatkan siswa agar mendengarkan siswa lain yang
bertanya, mengajukan pendapat.
6. Meminta siswa (individu atau kelompok) untuk melakukan
presentasi di depan kelas.
7. Memberi kesempatan kepada siswa untuk merayakan
keberhasilan dengan menggunakan bahasa tubuh yang
dramatis.
8. Menerapkan variasi dan perubahan pola interaksi dan
kegiatan (individual, kelompok, klasikal).
9. Meminta siswa agar mau bergabung dengan kelompoknya.
10. Mengusahakan agar siswa berani melakukan wawancara di
17
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
Visual
luar kelas, tinjauan lapangan ataupun simulasi peran.
11. Meminta siswa membaca buku, dokumen, gambar atau
sumber lainnya.
12. Meminta siswa memberikan contoh dari dunia nyata terkait
masalah yang sedang dibahas.
13. Penggunaan variasi gaya mengajar dan penguatan non-
verbal (gerakan badan dan mimik)
14. Penggunaan variasi alat bantu pembelajaran yang dapat
dilihat (gambar, peta konsep, dokumen, chart dan lain-
lain).
Intelektual
15. Mengajak siswa menganalisa suatu masalah atau
mengajukan pertanyan.
16. Mengikutsertakan siswa dalam merumuskan tujuan dan
manfaat belajar.
17. Meminta siswa menggunakan hukum atau generalisasi yang
sesuai untuk pemecahan suatu masalah.
18. Meminta komentar siswa mengenai pendapat atau gagasan
yang diajukan siswa lain
19. Meminta siswa memberikan alasan mengenai pendapat
atau gagasan yang ia ajukan.
20. Memfasilitasi siswa agar bisa belajar sambil ”bermain”.
D. Optimalitas Keterlibatan Siswa dalam Pembelajaran
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, keterlibatan siswa dalam
pembelajaran pasti ada, namun kadarnya lah yang masih perlu diperbaiki.
Dengan mengutip pendapat para ahli, paling tidak ada 5 unsur keterlibatan siswa
dalam pembelajaran yaitu :
1) Menampilkan keinginan, minat dan kebutuhan untuk belajar (Nana
Sudjana dalam Ahmad Rohani, 2004.263; Surya Brata, 1995:14;
Muhibbinsyah, 2006.112). Indikator dari unsur ini adalah :
Siswa hadir saat pembelajaran berlangsung
Mempersiapkan alat yang dibutuhkan untuk proses belajar
18
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
Menunjukan perhatian yang intensif terhadap materi pelajaran
Menunjukan rasa ingin tahu baik dengan mengamati, mengajukan
pertanyaan ataupun melakukan tugas tertentu
Menunjukan manfaat materi pelajaran
2) Berpartisipasi dalam penyusuanan perencanaan, proses dan kelanjutan
belajar (Nana Sudjana, 1989:20; Mc. Kenchi, 1954 dalam Ahmad
rohani:62). Indikator dalam poin ini antara lain :
Ikut serta merumuskan tujuan pembelajaran
Mencatat materi pelajaran yang dianggap perlu
Mengiktui kegiatan diskusi dalam kelasnya
Mendengarkan teman berbicara dalam tanya jawab atau diskusi
Berpartisipasi dalam pembentukan kelompok
3) Keterlibatan siswa secara intelektual-emosional (M. Ali, 1997: 69; Curtis
dan Biduel dalam Aim Abdul karim, 2003: 4.6). Indikator daro poin ini :
Menjawab pertanyaan d engan benar
Merumuskan masalah
Berani melakukan presentasi di depan kelas
Melakukan kegiatan eksplorasi
Menafsirkan hasil eksplorasi dengan pemanfaatn berbagai seumber
4) Menciptakan situasi yang kondusif ( Aziz Wahab dkk., 1998:3.3 ; Udin S.
Dkk., 1998: 10.6 ) Indikator dari poin ini :
Berpartisipasi di dalam kelompok
Menunjukan disiplin dalam belajar
Mau bergabung dengan kelompoknya
Bertangung jawab terhadap tugas yang diberikan
Mau bekerjasama
5) Menunjukan kreatifitas belajar ( Nana Saudih, 2006:104 ; Ahmad Rohani,
2004:63) Indikator dari poin ini :
Memanfaat aneka sumber dan media belajar
Merayakan keberhasilan dengan bahasa tubuh yang dramatis
Melahirkan gagasan yang kreatif untuk pemecahan masalah
Memberikan nama khas untuk kelompoknya
19
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
Cekatan dalam menyelesaikan tugas-tugas “permainan “
7. Prosedur Penelitian
A. Setting Penelitian dan Karateristik Subjek
Penelitian ini dilakukan di kelas VIIC SMP Negeri 2 Terara pada semester
II tahun pelajaran 2006-2007 dengan jumlah siswa sebanyak 29 orang yang
tediri atas 14 orang siswa perempuan dan 15 orang siswa laki-laki.
Lokasi sekolah tempat akan dilakuannya penelitian tindakan ini adalah di
Dusun Tantang Desa Rarang kecamatan Terara Kabupaten Lombok Timur,
kurang lebih 45 kilometer dari kota Mataram NTB. Siswa yang belajar di sekolah
ini umumnya berasal dari dua desa yaitu Desa Rarang dan Desa Rarang Selatan
yang keduanya termasuk desa miskin. Khusus di kelas VIIC tempat akan
dilakukannya penelitian ini, siswanya memiliki latar belakang ekonomi, sosial dan
budaya yang relatif sama sehingga mereka tidak terlalu susah untuk saling
berkomunikasi, saling bercerita, saling bertukar fikiran. Hanya saja keadaan
seperti ini akan mudah ditemukan di ”luar” kelas. Sementara di dalam kelas
(ketika tatap muka secara formal) jarang sekali bahkan tidak ditemukan siswa
yang saling bertukar fikiran atau pun saling bertanya jawab dan diskusi tentang
pelajaran karena siswa lebih memilih “Datang, Duduk, Dengar, Catat”.
Melalui penerapan pendekatan ASVI ini diharapkan dapat memancing
optimalitas keterlibatan siswa dalam pembelajaran.
B. Objek Tindakan dan Variabel yang Diteliti
Objek tindakan penelitian ini adalah keterampilan guru dalam mengelola
pembelajaran dengan pendekatan Auditori-Somatis-Visual-Intelektual yang
bermuara pada optimalnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran, termasuk
meningkatnya sikap positif siswa terhadap belajar seta tercapainya Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) belajar siswa. Konsep atau pokok bahasan yang
dijadikan acuan implementasi tindakan adalah “Hak asasi Manusia (HAM)”.
Faktor uatama yang akan diteliti adalah:
1. Faktor Siswa: melihat optimalitas keterlibatan siswa selama proses
pembelajaran yang meliputi: Menampilkan keinginan, minat dan
kebutuhan untuk belajar (lima indikator); Berpartisipasi dalam
20
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
penyusunan, perencanaan, proses dan kelanjutan belajar (lima
indikator); Keterlibatan siswa secara intelektual-emosional (lima
indikator); Menciptakan situasi yang kondisif (lima indikator); dan
Menampilkan kreativitas belajar (lima indikator).
2. Faktor Guru: melihat keterampilan guru dalam melaksanakan
pembelajaran dengan pendekatan ASVI yang meliputi: Tahap persiapan
terdiri dari lima indikator, Tahap presentasi dan pelatihan (fokus pada
dimensi auditori, somatis, visual dan intelektual) terdiri dari 20 indikator,
dan Tahap penampilan hasil terdiri dari lima indikator.
C. Rencana Tindakan
Penelitian Tindakan Kelas yang mengambil setting di kelas VIIC SMP
Negeri 2 Terara ini akan dilaksanakan selama empat bulan, dari bulan
Januari sampai dengan bulan April 2007.
Penelitian dilakukan dalam dua siklus dan masing-masing siklus tediri
dari tiga kali tatap muka. Sebelum penelitian dilakukan terdapat
beberapa hal yang dipersiapkan yang sekaligus merupakan bagian dari
tahap perencanaan. Alur pelaksanaan pada tiap-tiap siklus adalah
sebagai berikut:
1. Tahap Perncanaan
- Penetuan kelas subjek penelitian
- Penyusunan proposal PTK
- Penyusunan Rencana Pembelajaran beserta perangkat pendukung
lainnya seperti LKS.
- Mempersiapkan instrument
- Penetuan fokus observasi, membangun kriteria dan merumuskan
indikator keberhasilan.
- Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan dan menguji
keterlaksanaanya di lapangan
21
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
2. Tahap Tindakan
Tahap ini meliputi seluruh proses pembelajaran terutama upaya guru
mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran melalui
pendekatan Auditori-Somatis-Visual-Intelektual (ASVI)
3.Tahap Observasi
Tahap ini dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran yang
meliputi observasi keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan
keterampilan guru mengelola pembelajaran dengan pendekatan ASVI.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui:
1) Apakah siswa telah terlibat secara optimal dalam pembelajaran
sesuai kriteria yang telh ditetapkan
2) Adakah kesalahan-kesalahan yang dilakukan guru dalam
menerapkan pendekatan ASVI
3) Adakah permasalahan yang terkait dengan dengan hal di atas dan
bagaimana mengatasinya.
Hasil observasi ini dijadikan sebagai “umpan balik” bagi
keterlaksanaan Skenario/Rencana Pembelajaran.
4. Tahap Refleksi
Tahap ini meliputi beberapa kegiatan yaitu: analisis data hasil
observasi dalam satu siklus, memaknai data (mengomversi data
kuantitatif menjadi data kualitatif), mendeskripsikan data hasil
penelitian pada siklus yang bersangkutan dan membuat
kesimpulan/keputusan mengenai perlu tidaknya dilakukan tindakan
pada siklus berikutnya.
D. Data dan Cara Pengumpulan Data
Data yang diambil adalah data yang berasal dari peneliti, tim partisipan
dan siswa. Jenis data yang diambil adalah data kualitatif (data utama)
dan data kuantitatif (data penunjang) yang terdiri atas:
1) Data penyusunan Rencana Pembelajaran dan Skenario Tindakan (tidak
dilaporkan)
22
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
2) Data hasil observasi terhadap kegiatan pembelajaran (aktivitas guru
dan siswa)
3) Data sikap dan pengalaman belajar siswa
4) Data hasil (prestasi) belajar siswa sebagai acuan akhir keberhasilan
pembelajaran (data penunjang)
Adapun cara pengumpulan data adalah:
1) Data tentang Rencana Pembelajaran dan Skenario Tindakan, diambil
dengan menggunakan “Lembar Penilaian Kemampuan Merencanakan
Pembelajaran”
2) Data tentang aktivitas guru (penerapan pendekatan ASVI dalam
pembelajaran) dan aktivitas siswa (keterlibatan siswa dalam
pembelajaran) diambil dengan menggunakan “Lembar Observasi”
3) Data tentang sikap dan pengalaman belajar siswa diambil dengan
menggunakan “Skala Sikap”
4) Data hasil (prestasi) belajar siswa diambil dengan menggunakan “Tes”
E. Indikator Kinerja
Indikator yang digunakan sebagai penentu keberhasilan penelitian ini
adalah komponen pada faktor guru dan siswa (B1 dan B2) telah mencapai
optimalisasi 80%.
23
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
F. Personil Tim Peneliti
NO NAMA/NIP JENIS KELAMIN PANGKAT/GOL JABATAN URAIAN TUGAS
1. Sa’adah, S.Pd.Kn Perempuan Pembina, IV/a Ketua (Peneliti) 1. Bersama kepala sekolah dan tim menyusun rencana tindakan
2. Merencanakan Pembelajaran
dengan pendekatan ASVI 3. Melaksanakan pembelajaran
sesuai rencana yang sudah
disusun 4. Bersama anggota tim
(partisipan), merancang serta
menyepakati LKS dan lembar observasi
2. Masyhudi, S.Pd & Lalu
Irpahlan S,Pd
Laki-laki Pembina, IV/a Kepala Sekolah &
Urusan Kurikulum
(tim partisipan)
1. Bersama tim yang lain
melakukan kegiatan observasi
pelaksanaan pembelajaran
2. Membantu peneliti dalam
merefleksi pembelajaran
2. Saopi Ansori, ST &
Mispayandi, S.pd
Laki-laki
- Staf Tata Usaha
(tim partisipan)
1. Mendokumentasikan kegiatan
penelitian dari pelaksanaan
siklus I sampai dengan selesai
24
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
G. Jadwal Kegiatan dan Rencana Anggaran
NO JENIS KEGIATAN WAKTU PELAKSANAAN (BULAN)
KETERANGAN JANUARI PEBRUARI MARET APRIL
1. Persiapan
- Penetuan kelas subjek penelitian
- Penyusunan
proposal PTK - Penyusunan
Rencana
Pembelajaran beserta perangkat pendukung lainnya seperti LKS.
- Mempersiapkan instrument
- Penetuan fokus observasi, membangun kriteria dan
merumuskan indikator keberhasilan.
- Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan dan
menguji keterlaksanaanya di lapangan
Minggu I
Minggu II
Minggu III
25
Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara
NO JENIS KEGIATAN WAKTU PELAKSANAAN (BULAN)
KETERANGAN JANUARI PEBRUARI MARET APRIL
2. Melaksanakan
Tindakan Tindakan Observasi
Refleksi
Siklus I Minggu IV Minggu I & Minggu II
Siklus I Minggu III &
Minggu IV
Minggu I
3. Analisis Data untuk bahan pembuatan
laporan
Minggu II, III
4. Penyusunan Draf Laporan
Minggu IV
5. Finalisasi Laporan Minggu I sampai dengan seleasi