Proposal PTK I.pdf

25
1 Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS oleh: Saadah, S.Pd.Kn 1. Judul PTK yang diusulkan “Mengoptimalkan Keterlibatan Siswa Kelas VIIC SMP Negeri 2 Terara dalam Pembelajaran Hak Asasi Manusia melalui Pendekatan Auditori-Somatis-Visual-Intelektual (ASVI)” 2. Latar Belakang Masalah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diajarkan di SMP merupakan mata pelajaran yang bertujuan untuk memberikan kompetensi kepada peserta didik agar memiliki kemampuan “berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; serta pembentukan diri yang didasarkan pada karakter-karakter positif masyarakat yang demokratis” (Depdiknas, 2005:4). Jadi, melalui PKn siswa diharapkan mampu menghargai perbedaan, memiliki spontanitas dan vokal, menghormati hukum, religius, bertanggung jawab, demokratis. Kemampuan ini hanya dapat diperoleh siswa, jika mereka terlibat secara optimal dalam kegiatan pembelajaran, baik melalui tanya jawab, diskusi, tugas proyek, simulasi peran dan lain-lain, yang kemudian menghasilkan wawasan, ide, gagasan, pendapat dan prestasi. Tidak mudah bagi guru PKn (khususnya Peneliti) untuk mewujudkan harapan di atas. Salah satu kendala yang dihadapi adalah siswa belum terlibat secara optimal dalam pembelajaran. Misalnya saja, selama pembelajaran berlangsung jarang ada siswa yang mengajukan pertanyaan ataupun memberikan tanggapan terhadap penjelasan guru dan siswa lebih suka menjawab pertanyaan beramai-ramai (koor). Siswa juga belum mampu menanggapi secara positif jika ada temannya berbicara, apalagi untuk melaksanakan diskusi atau simulasi peran, Secara umum siswa di kelas hanya “datang, duduk manis, dengar dan catat”. Hal yang sama, dialami juga oleh guru IPS lainnya. Hasil observasi awal yang dilakukan Peneliti (Agustus s/d Desember 2006) menunjukkan bahwa

description

Contoh Proposal PTK "Optimaitas Keterlibatan Siswa dalam Pembelajaran"

Transcript of Proposal PTK I.pdf

Page 1: Proposal PTK I.pdf

1

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

oleh: Sa’adah, S.Pd.Kn

1. Judul PTK yang diusulkan

“Mengoptimalkan Keterlibatan Siswa Kelas VIIC SMP Negeri 2

Terara dalam Pembelajaran Hak Asasi Manusia melalui Pendekatan

Auditori-Somatis-Visual-Intelektual (ASVI)”

2. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diajarkan di SMP merupakan

mata pelajaran yang bertujuan untuk memberikan kompetensi kepada

peserta didik agar memiliki kemampuan “berpikir kritis, rasional dan kreatif

dalam menanggapi isu kewarganegaraan; berpartisipasi secara cerdas dan

bertanggung jawab dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara; serta pembentukan diri yang didasarkan pada karakter-karakter

positif masyarakat yang demokratis” (Depdiknas, 2005:4).

Jadi, melalui PKn siswa diharapkan mampu menghargai perbedaan,

memiliki spontanitas dan vokal, menghormati hukum, religius, bertanggung

jawab, demokratis. Kemampuan ini hanya dapat diperoleh siswa, jika

mereka terlibat secara optimal dalam kegiatan pembelajaran, baik melalui

tanya jawab, diskusi, tugas proyek, simulasi peran dan lain-lain, yang

kemudian menghasilkan wawasan, ide, gagasan, pendapat dan prestasi.

Tidak mudah bagi guru PKn (khususnya Peneliti) untuk mewujudkan

harapan di atas. Salah satu kendala yang dihadapi adalah siswa belum

terlibat secara optimal dalam pembelajaran. Misalnya saja, selama

pembelajaran berlangsung jarang ada siswa yang mengajukan pertanyaan

ataupun memberikan tanggapan terhadap penjelasan guru dan siswa lebih

suka menjawab pertanyaan beramai-ramai (koor). Siswa juga belum mampu

menanggapi secara positif jika ada temannya berbicara, apalagi untuk

melaksanakan diskusi atau simulasi peran, Secara umum siswa di kelas

hanya “datang, duduk manis, dengar dan catat”.

Hal yang sama, dialami juga oleh guru IPS lainnya. Hasil observasi awal

yang dilakukan Peneliti (Agustus s/d Desember 2006) menunjukkan bahwa

Page 2: Proposal PTK I.pdf

2

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

hanya tiga atau empat orang saja dari 30 orang siswa kelas VII C SMP

Negeri 2 Terara yang menunjukkan aktivitas belajar yang diharapkan, itupun

masih perlu ditingkatkan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Dengan kondisi

ini, sulit bagi siswa untuk menjadi “pemain” yang cerdas dan bertanggung

jawab, jika suatu saat terlibat atau dilibatkan dalam pemecahan suatu

masalah.

Banyak faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut. Namun yang cukup

berperan adalah pelaksanaan pendekatan ekspositori seperti ceramah, yang

masih mendominasi atau “terpaksa” mendominasi kegiatan pembelajaran.

Pendekatan ini sudah menjadi tradisi mengajar yang paling sering dan paling

mudah digunakan, terlebih di sekolah dengan media yang sangat terbatas

dan siswanya sangat kental dengan sifat-sifat tradisional. Jadi tidak heran

jika anggapan bahwa pembelajaran selama ini lebih terpusat pada guru

(guru centred) memang benar adanya.

Soemantri (2004) dalam penelitiannya menyimpulakan bahwa : “Pada

saat ini terdapat kecenderungan, bahwa guru masih menggunakan teknik

mengajar tradisional seperti: Ground Covering Technique, Drill Master,

Indoktrinasi, dan Narative Technique” (Somantri, 2004 : 289). Meski diakui,

bahwa tehnik-tehnik ini bukan tidak bermanfaat, tetapi kurang dapat

menggerakkan dan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif

siswa.

Pembentukan pribadi yang kritis, kreatif, bertanggung jawab dan

demokratis, tentu tidak hanya mengarah pada aspek berpikir, mental dan

sosial semata, tetapi juga membina kemampuan fisik. Sebab bagi banyak

orang, pikiran akan tertidur jika tidak ada kesempatan untuk melibatkan

kegiatan fisik.

Hasil penelitian Maier (2004) menyimpulkan bahwa “Belajar berdasarkan

aktivitas (bergerak aktif secara fisik ketika belajar), secara umum jauh lebih

efektif daripada yang didasarkan presentasi, materi, dan media belaka”

(Dave Maier, 2004 : 90). Jadi, bila pendapat Maier ini dikaitkan dengan

tujuan PKn SMP, maka untuk memperoleh kompetensi yang diharapkan,

para siswa harus diberi pengalaman belajar yang dapat melibatkan sebanyak

Page 3: Proposal PTK I.pdf

3

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

mungkin indra yang dimiliki, baik fisik maupun mental, melalui suatu

pendekatan yang dalam penelitian tindakan kelas ini dinamakan “Pendekatan

ASVI (Auditori, Somatis, Visual, Intelektual).

“Auditori : Belajar dengan brbicara dan mendengar; Somatis : Belajar

dengan bergerak dan berbuat; Visual : Belajar dengan mengamati dan

menggambarkan; Intelektual : Belajar dengan memecahkan masalah dan

merenung” (Dave Maier, 2004 : 92).

Mengingat begitu pentingnya masalah keterlibatan siswa dalam

pembelajaran, maka Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berjudul

“Mengoptimalkan Keterlibatan Siswa Kelas VIIC dalam

Pembelajaran Hak Asasi Manusia melalui Pendekatan Auditori-

Somatis-Visual-Intelektual ini, layak untuk dilakukan. Spesifikasi

permasalahan pada konsep ( materi ) HAM mengandung relevansi yang

cukup valid mengingat materi ini sangat mengharapkan peran aktif siswa

baik secara fisik maupun mental dalam menyikapi segala peristiwa atau

permasalahan HAM yang terjadi di lingkungannya.

3. Rumusan Masalah

Masalah uatama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah masalah belum

optimalnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran PKn. Oleh karena itu,

ruang lingkup masalah dalam penelitian ini terbatas pada bagaimana

mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran PKn, khususnya

pada Pokok Bahasan Hak Asasi Manusia (HAM) melalui suatau pendekatan

yang dinamakan “Auditori, Somatis, Visual dan Intelektuan” (ASVI)

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Apakah dengan diterapkannya pendekatan Auditori – Somatis- visual-

Intelektul (ASVI), keterlibatan siswa dalam pembelajaran HAM bisa

optimal?

2. Apakah guru terampil mengelola pembelajaran dengan pendekatan ASVI?

3. Bagaimana sikap dan pengalaman belajara siswa seiring dengan

diterapkannya ASVI?

Page 4: Proposal PTK I.pdf

4

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

4. Apakah hasil/prestasi belajar siswa bisa mencapai Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) yang sudah ditetapkan?

4. Rencana pemecahan masalah

Upaya yang akan ditempuh untuk memecahkan permasalahan di atas

(mengoptimalkan keterbatan siswa dalam pebelajaran) adalah dengan

menerapkan pendekatan Auditori, Somatis, Visual dan Intelektual dalam

Pembelajaran.

Langkah awal yang akan dilakukan dalam rangka penerapan pendekatan

ASVI adalah mempersiapkan siswa untuk belajar. Langkah-langkah ini antara

lain terdiri atas: memberikan sugesti positif, membantu siswa menemukan

tujuan dan manfaat yang jelas dan bermakna, membangkitkan rasa ingin

tahu, menciptakan lingkungan fisik dan sosial yang positif, menyingkirkan

hambatan-hambatan dalam belajar.

Tahap berikutnya adalah presentasi, pelatihan dan penampilan hasil.

Tahap Presentasi meliputi pengamatan dan pengalaman belajar dari dunia

nyata yang kontekstual, prensentasi interaktif, pelibatan otak dan tubuh

dalam belajar dan lain-lain. Tahap Pelatihan antara lain meliputi dialog

berpasangan, artikulasi individu, mengajar balik, permainan (andai-andai)

dalam belajar, simulasi dunia nyata, aktivitas pemecahan masalah. Sedangkan

tahap penampilan hasil terdiri dari prensentasi hasil belajar dari awal

sampai akhir, uji silang kemampuan (berpasangan atau kelompok)

pemecahan masalah dari dunia nyata dan sebagainya.

5. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang diharapkan melalui penelitian ini adalah :

1. Mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran Hak Asasi

Manusia.

2. Meningkatkan strategi pembelajaran guru dengan melibatkan alat,

media, sumber dan metode yang memiliki relevansi dengan pendekatan

ASVI.

3. Meningkatkan sikap positif siswa terhadap belajar PKn dan sekaligus

meningkatkan prestasi belajarnya.

Page 5: Proposal PTK I.pdf

5

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi siswa : Meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar

siswa karena mereka terlibat secara optimal dalam

pembelajaran.

2. Bagi guru : memperbaiki strategi pembelajaran guru dengan

melibatkan alat, media, sumber yang relevan

dengan pendekatan ASVI.

3. Bagi sekolah : Meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan,

karena hasil belajar siswa meningkat sebagai akibat

dari meningkatnya strategi pembelajaran guru.

6. Kerangka Teoritik

Dalam kajian teori ini, akan dibahas beberapa hal pokok yaitu:

Hakekat pendekatan ASVI; Landasan berfikir penerapan pendekatan ASVI

dalam pemberlajaran; Penerapan pendekatan ASVI dalam pembelajaran;

Optimalitas keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

A. Hakekat Pendekatan ASVI (Auditori-Somatis-Visual-Intelektual)

”Tubuh adalah fikiran; Fikiran adalah tubuh”. Demikian Dave Maier

(2004) mengungkapkan keberadaan tubuh dan fikiran yang saling terkait dan

tak terpisahkan satu sama lain. Memang, tubuh dan fikiran merupakan satu

keterpaduan yang benar-benar saling melengkapi. Berfikir, belajar dan

mengingat tidak terbatas di kepala saja melainkan tersebar di seluruh tubuh.

Sayangnya, masih banyak guru yang menerapkan strategi mengajar

yang mengindikasikan bahwa belajar identik dengan menghafal materi. Hal ini

terlihat pada sikap belajar siswa di kelas yang umumnya lebih memilih

”Datang, Duduk, Dengar, Catat, Hafal”. Artinya, siswa belum terlibat secara

optimal dalam pembelajaran.

Keadaan seperti ini menjadi tantangan tersendiri bagi perkembangan

Ilmu Sosial pada umumnya dan Pendidikan Kewararganegaraan pada

khususnya yang notabene mengharapkan siswa mampu berfikir kritis, rasional

Page 6: Proposal PTK I.pdf

6

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

dan kreatif serta berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam

mengatasi berbagai permasalahan kewarganegaraan di masyarakat.

Selanjutnya, untuk mengatasi hal tersebut, penerapan pendekatan ASVI

(Auditori-Somatis-Visual-Intelektual) untuk belajar dapat dikembangkan di

kelas. ”Auditori: Belajar dengan berbicara dan mendengar; Somatis: Belajar

denga berbuat dan bergerak; Visual: Belajar dengan mengamati dan

menggambarkan; Intelektual: Belajar dengan memecahkan masalah dan

merenung” (Dave Maier, 2004 : 92)

”Pendekatan adalah proses, cara, perbuatan mendekati” Depdiknas,

2001 : 246). Pendekatan dalam pembelajaran dapat diartikan sebagai proses

atau cara mendekatkan, memperlancar dan mempermudah hubungan guru-

siswa, sisw-siswa dan siswa dengan lingkungannya. Pendekatan ASVI dalam

pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya guru dalam memperlancar dan

mempermudah siswa mencapai kompetensi yang diharapkan dengan

mengajak mereka (siswa) belajar dengan berbicara dan mendengar, bergerak

dan berbuat, mengamati dan menggambarkan serta dengan merenung dan

memecahkan masalah.

B. Landasan Berfikir Penerapan Pendekatan ASVI dalam Pembelajaran

1. Hakekat Mengajar

Mengajar merupakan unsur penting dalam penyelenggaraan pendidikan.

Mengajar tidak dapat hanya dianggap sebagai kegiatan menyampaikan apa

yang tertulis dalam silabus dan buku teks. Lebih dari itu, mengajar adalah:

“memberikan sesuatu dengan cara membimbing dan membantu kegiatan

belajar kepada seseorang (siswa) dalam mengembangkan potensi intelektual,

emosional serta spiritulanya sehingga potensi-potensi tersebut berkembang

secara optimal” (Arnie Fajar, 2004: 12).

Hal ini senada dengan yang dikemukakan Burton yang menyatakan bahwa :

“Mengajar adalah upaya dalam memberi perangsang (Stimulus, bimbingan,

pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar”.

(Chauhan, 1977: 4 dalam Muhamad Ali, 1987: 13).

Bila pendapat di atas dikaji secara cermat, maka mengajar pada

dasarnya adalah upaya guru untuk memfasilitasi terjadinya aktivitas belajar

Page 7: Proposal PTK I.pdf

7

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

pada diri siswa, sehingga modalitas belajar yang dimiliki dapat berkembang

secara optimal.

Thomas M. Risk (1958) mengemukakan: “Theaching is the Guidance of

Learning Experiences”, mengajar adalah proses membimbing pengalaman

belajar. (Ahmad Rohani, 2004 : 6). Dalam pengertian ini, aktivitas siswa tetap

menjadi prioritas, karena pengalaman itu hanya mungkin diperoleh siswa, jika

mereka aktif baik secara fisik maupun mental. Bahkan para ahli menyimpulkan

bahwa siswa yang aktif jasmaninya dengan sendirinya jiwanya juga aktif,

begitu juga sebaliknya.

Apabila diperhatikan rumusan atau definisi-definisi di atas, secara umum

telah memberikan pemahaman bahwa mengajar hendakknya dipandang

sebagai pemberian stimulus yang dapat menantang siswa untuk belajar.

Dengan demikian guru akan lebih banyak bertindak sebagai fasilitator belajar

daripada hanya sebagai penyampai bahan atau penceramah.

2. Hakekat Belajar

Sama halnya dengan mengajar, belajar merupakan kegiatan yang

berperan dan menjadi unsur yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan

setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, berhasil tidaknya pencapaian

tujuan pendidikan amat bergantung dari proses belajar yang dilalui siswa,

dengan atau tanpa bimbingan guru.

Jadi, penting sekali bagi guru untuk memahami arti belajar dengan segala

aspek, bentuk dan manifestasinya. Kekeliruan pandangan terhadap pengertian

belajar, bisa berpengaruh kurang menguntungkan bagi kualitas proses dan

hasil belajar siswa, bahkan berpengaruh pula pada rendahnya kualitas kinerja

guru sebagai pembimbing dan fasilitator belajar.

Misalnya saja, jika guru beranggapan bahwa belajar hanya

mengumpulkan dan menghafalkan materi pelajaran, maka guru akan segera

puas jika siswanya berhasil menghapalkan informasi-informasi yang terdapat

dalam buku teks atau materi yang diajarkan. Padahal, belajar yang hanya

mengandalkan hafalan, cenderung mudah terlupakan dan relatif kurang

bermakna bagi pembentukan pribadi siswa.

Page 8: Proposal PTK I.pdf

8

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

Berikut akan disajikan beberapa pengertian belajar yang dikutip dari

pendapat para ahli:

Chaplin (1972) membatasi belajar dengan dua macam rumusan:

Pertama : “... acquisition of any relatively permanent change in

behavior as result of practic and experience” belajar adalah perolehan

perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan

dan pengalaman.

Kedua : “ ... process of acquiring responses as a result of special

practice, belajar adalah proses memperoleh respons-respon sebagai

akibat adanya latihan-latihan.

(Muhibbin Syah, 2003 : 65)

Jhon Dewe, mengemukakan bahwa : “Belajar merupakan proses

dialektis yang mengintegrasikan pengalaman dengan konsep, observasi

dan tindakan. Sementara Piaget mengemukakan bahwa : Belajar

merupakan siklus interaksi antara individu dengan lingkungan, dengan

unsur pokok terletak pada interaksi yang menguntungkan antara proses

akomodasi konsep terhadap pengalaman nyata dengan proses asimilasi

pengalaman terhadap konsep yang dimiliki. (Suciati, dkk, 2003 : 48)

Menurut Witherington (1952) “Belajar merupakan perubahan dalam

kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru

yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaaan, pengetahuan dan

kecakapan”. Pendapat senada dikemukakan Crow dan Crow (1958)

“Belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan pengetahuan dan sikap

baru”, sedangkan menurut Higard (1962) “Belajar adalah suatu proses

dimana suatu prilaku manusia muncul atau berubah karena adanya

respons terhadap suatu situasi”. (Nana Syaodih, 2004 : 155)

Definisi yang cukup tegas disampaikan ahli berikut: “Belajar adalah

berkreasi, bukan mengkonsumsi. Belajar adalah menciptakan makna

baru, jaringan saraf baru, dan pola interaksi elektrokimia baru di dalam

sistem otak/tubuh secara keseluruhan” (Dave Maier, 2004 : 54).

Page 9: Proposal PTK I.pdf

9

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

Bila rumusan atau definisi belajar di atas dikaji secara cermat, terlihat

bahwa sebagian ahli menekankan pada aspek perilaku yang dapat diamati secara

langsung dan sebagian lagi beranggapan bahwa belajar merupakan suatu proses

yang sifatnya internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Artinya,

perubahan yang terjadi pada perilaku yang tampak merupakan refleksi dari

perubahan yang sifatnya internal tadi.

Meski definisi belajar telah dirumuskan dari fokus yang berbeda oleh para

ahli, namun pada intinya, belajar merupakan kegiatan yang membutuhkan

kesiapan baik fisik maupun mental. Yang terpenting untuk disadari oleh para

guru adalah, bahwa masing-masing orang, masing-masing siswa atau

pembelajar, memiliki cara-cara termudah untuk belajar yang oleh para ahli

disebut “Modalitas Belajar”.

3. Belajar Aktif dan Kreatif

1) Belajar Aktif

Dalam setiap kegiatan pembelajaran bisa dipastiakan selalu ada

keterlibatan siswa atau keaktifan siswa. Yang menjadi masalah adalah seberapa

banyak siswa terlibat dalam pembelajaran. Apakah sebatas mengikuti instruksi

guru seperti lihat kemari, dengarkan, catat, ataukah dengan keaktifannya sendiri

merespon berbagai stimulasi belajar yang diupayakan guru.

Belajar aktif atau yang selama ini dikenal dengan istilah Cara Belajar

Siswa Aktif (CBSA), mengasumsikan bahwa belajar hanya terjadi jika siswa aktif,

dalam arti siswa terlibat secara optimal dalam pembelajaran, sehingga mampu

mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efisien. Menurut Nana

Sudjana (1989 : 21), optimalitas keterlibatan siswa dapat dikondisikan. Keaktifan

siswa dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, baik yang dipicu dengan

mengerjakan sesuatu maupun yang dipicu oleh kegiatan-kegiatan yang

bernuansa dialogis.

Kegiatan pembelajaran dalam konteks CBSA dapat dipastikan akan selalu

melibatakan siswa secara aktif untuk mengembangkan potensi nalar yang dimiliki

seperti mengamati, memahami, mengemukakan sustu fakta, merumuskan

masalah, merancang dan melaksanakan penelitian dan sebagainya. Hal ini dapat

Page 10: Proposal PTK I.pdf

10

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

dilakukan jika kemampuan auditori, somatis, visual dan intelektual siswa

berfungsi optimal.

2) Belajar Kreatif

Pribadi kreatif sering kali memiliki sifat suka menghasilkan pembaruan

yang secara umum tidak biasa atau asing. Pribadi kreatif memiliki kemampuan

rasional, emosional maupun berimajinasi yang baik. Mereka memiliki sifat ingin

tahu, selalu ingin mendapat pengalaman baru, dan ingin memiliki inisiatif. Erwin

Segal, (dalam Black 2003) , mengatakan bahwa untuk menjadi kreatif seseorang

harus mempunyai komitmen kemampuan bekerja keras, bersemangat dan

percaya diri. David Campbell (Nana Sujana, 2004. 104) menekankan bahwa

kretifitas adalah suatu kemampuan untuk menciptakan hasil yang sifatnya baru,

inovatif, belum ada sebelumnya, menarik, aneh dan berguna bagi masyarakat.

Kemampuan tersebut hanya dapat diperoleh siswa jika mereka terlibat

secara aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelasnya baik melalui diskusi, tanya

jawab, tugas proyek dan lain-lain. Siswa perlu dilatih dan diberikan kesempatan

seluas-luasnya untuk melakukan kegiatan yang mampu mengembangkan potensi

dan nalar yang dimilikinya. Romis gowskey (dalam Abdul Karim, 2003)

mengatakan bahwa apabila guru mengharapkan perilaku tertentu deri peserta

didik, maka guru harus memberikan kesempatan kepada mereka untuk berlatih

selama pembelajaran. Nana Saudih (2004.105) mengingatkan bahwa

pengembangan kreatifitas dapat dilakukan melalui proses belajar Dicovery ,

Inquiri, dan belajar bermakna serta tidak dapat dilakukan hanya dengan belajar

yang bersifat ekspositori.

4. Beberapa hasil penelitian mengenai modalitas belajar siswa

Pada awal pengalaman belajar, salah satu di antara langkah-langkah

pertama kita (Guru-pen) adalah mengenali modalitas seseorang (Siswa-pen)

sebagai modalitas visual, Auditorial, atau Kinestietik (V – A – K)” (Bobbi DePorter

dan Mike Hernacki, 2004 : 112). Seperti yang diusulkan dalam istilah-istilah ini,

orang visual belajar melalui apa yang mereka lihat, orang auditorial belajar

melalui apa yang mereka dengar dan orang kinestetik belajar melalui gerakan

dan sentuhan.

Page 11: Proposal PTK I.pdf

11

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

Tidak disangkal lagi bahwa membangun komunitas belajar di kelas

dengan kecenderungan dan modalitas belajar yang mungkin berbeda di kalangan

para siswa, tentu merupakan hal yang cukup sulit untuk dilakukan. Hal ini

memerlukan waktu, usaha dan tenaga, serta proses yang terus menerus dengan

harapan masing-masing siswa dapat terlibat secara optimal dalam pembelajaran

dan memperoleh hasil yang diharapkan..

Disadari atau tidak, kurang optimalnya keterlibatan siswa dalam kegiatan

pembelajaran, sering kali dipicu oleh rendahnya upaya guru dalam memfasilitasi

modalitas belajar yang dimiliki oleh siswa.

Misalnya, jarang sekali ada guru yang memberi kesempatan kepada siswa

untuk membaca materi melalui media gambar atau bagan, membaca dengan

suara keras, belajar sambil “mengajar” atau belajar sambil menggerakkan

sesuatu. Guru juga jarang memberi kesempatan kepada siswa untuk mencari

dan meneliti permasalahan di luar kelas. Siswa umumnya diperintah untuk duduk

dengan tenang, membaca dengan suara seadanya, mencatat pelajaran yang

dibacakan atau dicatatkan di papan tulis dengan posisi tubuh tetap berada di

bangku meja yang sudah disiapkan serta masih banyak lagi aturan-aturan yang

justru “mengekang” siswa untuk terlibat secara optimal dalam pembelajaran dan

“mengabaikan” modalitas belajar yang dimiliki oleh siswa.

Dave Maier (2004) mengingatkan agar dalam pembelajaran, para guru

berusaha menfasilitasi modalitas belajar siswa dengan menggabungkan gerakan

fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan sebanyak mungkin indra yang

dimiliki siswa, yang ia namakan “Belajar SAVI” (Somati, Auditori, Visual dan

Intelektual).

Mengenali modalitas belajar siswa, sebagai siswa Auditori, Visual,

Somatis/Kinestetik, menjadi penting karena dengan ini guru akan lebih mudah

membantu siswa belajar. Selain itu, tentu akan lebih memperkuat hubungan

antara guru-siswa, juga antara siswa dengan siswa.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan yang dapat diingat

seseorang antara lain bergantung pada melalui apa ia memperoleh pengetahuan

tersebut. Berikut gambar yang menunjukkan hubungan antara jumlah

Page 12: Proposal PTK I.pdf

12

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

pengetahuan yang dapat diingat dengan jenis indra yang digunakan untuk

memperoleh pengetahuan :

Gambar 1 Persentase kekuatan mengingat dari modalitas siswa (Udin S,199

: 5.7).

Gambar di atas menunjukkan tiga macam cara memperoleh pengetahuan

atau informasi yaitu secara Auditori, Visual dan Auditori-Visual. Masing-masing di

tes untuk mengetahui berapa banyak informasi yang masih diingat setelah tiga

jam dan tiga hari. Hasilnya seperti yang terlihat pada gambar. Pengetahuan yang

diterima secara auditori (pendengaran) saja ternyata paling mudah dilupakan.

Penelitian yang dilakukan oleh Birtish Audio-Visual Association (dalam

Udin S, 1998) pun menyimpulkan bahwa rata-rata jumlah informasi yang

diperoleh seseorang melalui indranya, menunjukkan komposisi sebagai berikut:

75% melalui indra penglihatan dan 13 % melalui indra pendengaran.

Hasil penelitian yang lebih lengkap disampaikan Vernon A. Magnesen

(1983), yang menyimpulkan bahwa:

“Kita belajar:

10% dari apa yang kita baca

20% dari apa yang kita dengar

30% dari apa yang kita lihat

50% dari apa yang kita lihat dan dengar

70% dari apa yang kita katakan dan lakukan”

(Bobbi DePorter, dkk, 2004:57)

Meski penelitian para ahli di atas telah menunujukkan hasil yang berbeda

tentang prosentase dari kekuatan (modalitas) belajar seseorang, namun satu lagi

Setelah

3 hari

Auditori Visual Audio-Visual

Setelah

3 Jam

Page 13: Proposal PTK I.pdf

13

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

hal yang perlu dicermati adalah hasil penelitian Michael Grinder. Ia mencatat

bahwa: “Dalam setiap kelompok yang terdiri dari tiga puluh murid, sekitar dua

puluh dua orang mampu belajar secara cukup efektif dengan cara visual,

auditorial dan kinestetik, sehingga mereka tidak membutuhkan perlakuan

khusus” (Bobbi dan Mike, 2004:112). Dijelaskan pula bahwa dari sisa delapan

orang sekitar enam orang memiliki satu modalitas yang menonjol melebihi dua

modalitas lainnya, sedangkan dua orang siswa lainnya mempunyai kesulitan

belajar karena sebab-sebab eksternal. Dengan demikian, guru tidak perlu

berlebihan dalam memperhatikan jenis modalaitas tertentu.

C. Penerapan pendekatan ASVI dalam pembelajaran

Penerapan pendekatan ASVI dalam pembelajaran, mengacu pada model

pembelajaran pada umumnya yang intinya terdiri dari : tujuan atau kompetensi,

materi, kegiatan dan evaluasi.

a. Tujuan

Sebelum menyusun tujuan pembelajaran, guru hendaknya

mengidentifikasi terlebih dahulu tujuan pendidikan Kewarganegaraan yang ada

dalam kurikulum sekolah. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi

mengenai hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan pembelajaran PKn. Secara

umum (dampak instruksional dan pengiring) yang diharapkan dalam

pembelajaran PKn adalah sebagai berikut:

1) Kemampuan memahami konsep dan nilai tertentu

2) Kemapuan menerapkan konsep dan nilai dalam memecahkan masalah

3) Kemampuan menampilkan sikap dan prilaku yang sesuai dengan konsep

dan nilai tersebut

4) Kemampuan berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaran, kemampuan bekerja sama, bertanggung jawab dan

partisipatif yang merupakan tujuan jangka panjang (naturant efec)

Page 14: Proposal PTK I.pdf

14

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

b. Materi

Pada dasarnya semua materi PKn dapat disajikan dengan pendekatan

ASVI. Salah satu diantaranya adalah bahasan tentang Hak Asasi Manusia

(HAM). Spesifikasi permasalahan pada pokok bahasan HAM memiliki relevansi

yang cukup valid mengingat materi ini sangat mengharapkan peran aktif siswa

baik secara fisik maupun mental dalam menyikapi segala peristiwa atau

permasalahan HAM yang terjadi di masyarakat.

c. Kegiatan Pembelajaran

Agar otak (pikiran) dan tubuh kita berfungsi secara optimal, Dave Maier

(2004) menyarankan terpenuhinyya siklus belajar empat tahap, yaitu persiapan,

penyampaian, pelatihan dan penampilan hasil. Keempat tahap tersebut dapat

terlihat seperti pada gambar berikut:

1) Tahap persiapan

Tahap persiapan bertujuan untuk menimbulkan minat para siswa untuk

belajar. Tahap ini digunakan juga untuk memberikan kesan positif bagi siswa

terhadap pengalaman belajar yang akan dilalui, serta menempatkan mereka

dalam situasi optimal untuk belajar. Selain itu melalui tahap ini guru dapat

mengomunikasikan tujuan, bentuk penilaian serta hasil akhir yang diharapkan.

2) Tahap penyampaian atau presentasi

Tahap peyampaian bertujuan untuk membantu siswa menemukan materi

belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan dengan

INTEGRASI

4 1

2 3

PENERAPAN PENGGUGAH

PERTEMUAN

Gambar 2

Diagram siklus belajar empat tahap

( Dave Maier, 2004.103 )

Page 15: Proposal PTK I.pdf

15

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

karakteristik siswa melibatkan banyak indra serta cocok dengan berbagai gaya

belajar.

Agar tahap penyampain ini lebih bermakna, siswa terlebih dahulu

melakukan berbagai kegiatan eksplorasi seperti membaca, mengamati,

menemukan masalah di lapangan (sendiri atau berkelompok) mendengarkan

teman membaca, wawancara, mengajar kembali, dan sebagainya. Dengan

demikian para siswa dapat melakukan intraksi secara langsung dengan sumber

belajar. Karena itu, guru perlu mempersiapkan lembar kerja, materi/tema, waktu,

langkah kerja serta hasil yang diharapkan. Misalnya, jika siswa diharapkan

mencari informasi tentang kasus-kasus pelanggaran HAM, maka Informasi

tersebut terdiri atas : hari dan tanggal terjadinya kasus, uraian kasus, alternatif

pemecahan serta ide-ide kreatif untuk pemecahan masalah (kasus ).

3) Tahap pelatihan

Tahap pelatihan bertujuan membantu siswa mengintegrasikan dan

menyerap pengetahuan serta memiliki ketrampilan baru dengan berbagai cara.

Pada tahap ini siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menciptakan

pengetahuannya sendiri. Dengan kata lain, tugas guru adalah menyusun konteks

tempat siswa menciptakan isi yang bermakna mengenai materi pelajaran yang

sedang dibahas. Dalam tahap ini guru mengajak siswa berfikir, berkata dan

berbuat dalam menangani materi pelajaran, sehingga membantu mereka

memadukan materi tersebut ke dalam . struktur pengetahuan, makna dan

ketrampilan yang sudah dimiliki. Tahap ini dapat dilakukan antara lain dengan

cara : artikulasi (menjelaskan kembali apa yang telah dipresentasikan oleh siswa

lain), bermain menyambung kata, pelatihan pemecahan masalah, mengajar

kembali, pertanyaan bola api, dan lain-lain.

4) Tahap Penampilan Hasil

Tahap penampilan hasil bertujuan untuk memastikan apakah

pembelajaran telah berhasil diterapkan serta memperoleh hasil yang sesuai

diharapkan atau tidak. Menurut Maier (2004) tahap ini dibagi dalam dua

kegiatan:

­ Apa yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran di kelas, dan

Page 16: Proposal PTK I.pdf

16

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

­ Apa yang dilakukan siswa di luar kelas untuk menerapkan, menguatkan,

dan mengembangkan potensi mereka

Berbagai gagasan untuk tahap penampilan hasil antara lain. Permainan

atau simulasi peran dalam mengatasi masalah, pemecahan masalah dunia nyata,

mengevaluasi Pembelajaran (pra test- post test, ujian lisan, uji –silang

kemampuan siswa) mengevaluasi dan meningkatkan program belajar (refleksi)

dan sebagainya.

Selanjutnya, bagaimana pendekatan ASVI diterapkan dalm pembelajaran,

berikut elaborasinya:

Tabel 1 Elaborasi penerapan pendekatan ASVI dalam pembelajaran

Dimensi Indikator

Auditori

Somatis

1. Meminta siswa saling bertanya atau mengajukan

pertanyaan.

2. Penggunaan variasi suara (tinggi, sedang, rendah).

3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk membaca

dengan suara keras.

4. Meminta siswa membaca satu paragraf kemudian meminta

siswa lain menguraikan isi paragraf dengan kata-kata

sendiri.

5. Mengingatkan siswa agar mendengarkan siswa lain yang

bertanya, mengajukan pendapat.

6. Meminta siswa (individu atau kelompok) untuk melakukan

presentasi di depan kelas.

7. Memberi kesempatan kepada siswa untuk merayakan

keberhasilan dengan menggunakan bahasa tubuh yang

dramatis.

8. Menerapkan variasi dan perubahan pola interaksi dan

kegiatan (individual, kelompok, klasikal).

9. Meminta siswa agar mau bergabung dengan kelompoknya.

10. Mengusahakan agar siswa berani melakukan wawancara di

Page 17: Proposal PTK I.pdf

17

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

Visual

luar kelas, tinjauan lapangan ataupun simulasi peran.

11. Meminta siswa membaca buku, dokumen, gambar atau

sumber lainnya.

12. Meminta siswa memberikan contoh dari dunia nyata terkait

masalah yang sedang dibahas.

13. Penggunaan variasi gaya mengajar dan penguatan non-

verbal (gerakan badan dan mimik)

14. Penggunaan variasi alat bantu pembelajaran yang dapat

dilihat (gambar, peta konsep, dokumen, chart dan lain-

lain).

Intelektual

15. Mengajak siswa menganalisa suatu masalah atau

mengajukan pertanyan.

16. Mengikutsertakan siswa dalam merumuskan tujuan dan

manfaat belajar.

17. Meminta siswa menggunakan hukum atau generalisasi yang

sesuai untuk pemecahan suatu masalah.

18. Meminta komentar siswa mengenai pendapat atau gagasan

yang diajukan siswa lain

19. Meminta siswa memberikan alasan mengenai pendapat

atau gagasan yang ia ajukan.

20. Memfasilitasi siswa agar bisa belajar sambil ”bermain”.

D. Optimalitas Keterlibatan Siswa dalam Pembelajaran

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, keterlibatan siswa dalam

pembelajaran pasti ada, namun kadarnya lah yang masih perlu diperbaiki.

Dengan mengutip pendapat para ahli, paling tidak ada 5 unsur keterlibatan siswa

dalam pembelajaran yaitu :

1) Menampilkan keinginan, minat dan kebutuhan untuk belajar (Nana

Sudjana dalam Ahmad Rohani, 2004.263; Surya Brata, 1995:14;

Muhibbinsyah, 2006.112). Indikator dari unsur ini adalah :

­ Siswa hadir saat pembelajaran berlangsung

­ Mempersiapkan alat yang dibutuhkan untuk proses belajar

Page 18: Proposal PTK I.pdf

18

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

­ Menunjukan perhatian yang intensif terhadap materi pelajaran

­ Menunjukan rasa ingin tahu baik dengan mengamati, mengajukan

pertanyaan ataupun melakukan tugas tertentu

­ Menunjukan manfaat materi pelajaran

2) Berpartisipasi dalam penyusuanan perencanaan, proses dan kelanjutan

belajar (Nana Sudjana, 1989:20; Mc. Kenchi, 1954 dalam Ahmad

rohani:62). Indikator dalam poin ini antara lain :

­ Ikut serta merumuskan tujuan pembelajaran

­ Mencatat materi pelajaran yang dianggap perlu

­ Mengiktui kegiatan diskusi dalam kelasnya

­ Mendengarkan teman berbicara dalam tanya jawab atau diskusi

­ Berpartisipasi dalam pembentukan kelompok

3) Keterlibatan siswa secara intelektual-emosional (M. Ali, 1997: 69; Curtis

dan Biduel dalam Aim Abdul karim, 2003: 4.6). Indikator daro poin ini :

­ Menjawab pertanyaan d engan benar

­ Merumuskan masalah

­ Berani melakukan presentasi di depan kelas

­ Melakukan kegiatan eksplorasi

­ Menafsirkan hasil eksplorasi dengan pemanfaatn berbagai seumber

4) Menciptakan situasi yang kondusif ( Aziz Wahab dkk., 1998:3.3 ; Udin S.

Dkk., 1998: 10.6 ) Indikator dari poin ini :

­ Berpartisipasi di dalam kelompok

­ Menunjukan disiplin dalam belajar

­ Mau bergabung dengan kelompoknya

­ Bertangung jawab terhadap tugas yang diberikan

­ Mau bekerjasama

5) Menunjukan kreatifitas belajar ( Nana Saudih, 2006:104 ; Ahmad Rohani,

2004:63) Indikator dari poin ini :

­ Memanfaat aneka sumber dan media belajar

­ Merayakan keberhasilan dengan bahasa tubuh yang dramatis

­ Melahirkan gagasan yang kreatif untuk pemecahan masalah

­ Memberikan nama khas untuk kelompoknya

Page 19: Proposal PTK I.pdf

19

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

­ Cekatan dalam menyelesaikan tugas-tugas “permainan “

7. Prosedur Penelitian

A. Setting Penelitian dan Karateristik Subjek

Penelitian ini dilakukan di kelas VIIC SMP Negeri 2 Terara pada semester

II tahun pelajaran 2006-2007 dengan jumlah siswa sebanyak 29 orang yang

tediri atas 14 orang siswa perempuan dan 15 orang siswa laki-laki.

Lokasi sekolah tempat akan dilakuannya penelitian tindakan ini adalah di

Dusun Tantang Desa Rarang kecamatan Terara Kabupaten Lombok Timur,

kurang lebih 45 kilometer dari kota Mataram NTB. Siswa yang belajar di sekolah

ini umumnya berasal dari dua desa yaitu Desa Rarang dan Desa Rarang Selatan

yang keduanya termasuk desa miskin. Khusus di kelas VIIC tempat akan

dilakukannya penelitian ini, siswanya memiliki latar belakang ekonomi, sosial dan

budaya yang relatif sama sehingga mereka tidak terlalu susah untuk saling

berkomunikasi, saling bercerita, saling bertukar fikiran. Hanya saja keadaan

seperti ini akan mudah ditemukan di ”luar” kelas. Sementara di dalam kelas

(ketika tatap muka secara formal) jarang sekali bahkan tidak ditemukan siswa

yang saling bertukar fikiran atau pun saling bertanya jawab dan diskusi tentang

pelajaran karena siswa lebih memilih “Datang, Duduk, Dengar, Catat”.

Melalui penerapan pendekatan ASVI ini diharapkan dapat memancing

optimalitas keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

B. Objek Tindakan dan Variabel yang Diteliti

Objek tindakan penelitian ini adalah keterampilan guru dalam mengelola

pembelajaran dengan pendekatan Auditori-Somatis-Visual-Intelektual yang

bermuara pada optimalnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran, termasuk

meningkatnya sikap positif siswa terhadap belajar seta tercapainya Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) belajar siswa. Konsep atau pokok bahasan yang

dijadikan acuan implementasi tindakan adalah “Hak asasi Manusia (HAM)”.

Faktor uatama yang akan diteliti adalah:

1. Faktor Siswa: melihat optimalitas keterlibatan siswa selama proses

pembelajaran yang meliputi: Menampilkan keinginan, minat dan

kebutuhan untuk belajar (lima indikator); Berpartisipasi dalam

Page 20: Proposal PTK I.pdf

20

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

penyusunan, perencanaan, proses dan kelanjutan belajar (lima

indikator); Keterlibatan siswa secara intelektual-emosional (lima

indikator); Menciptakan situasi yang kondisif (lima indikator); dan

Menampilkan kreativitas belajar (lima indikator).

2. Faktor Guru: melihat keterampilan guru dalam melaksanakan

pembelajaran dengan pendekatan ASVI yang meliputi: Tahap persiapan

terdiri dari lima indikator, Tahap presentasi dan pelatihan (fokus pada

dimensi auditori, somatis, visual dan intelektual) terdiri dari 20 indikator,

dan Tahap penampilan hasil terdiri dari lima indikator.

C. Rencana Tindakan

Penelitian Tindakan Kelas yang mengambil setting di kelas VIIC SMP

Negeri 2 Terara ini akan dilaksanakan selama empat bulan, dari bulan

Januari sampai dengan bulan April 2007.

Penelitian dilakukan dalam dua siklus dan masing-masing siklus tediri

dari tiga kali tatap muka. Sebelum penelitian dilakukan terdapat

beberapa hal yang dipersiapkan yang sekaligus merupakan bagian dari

tahap perencanaan. Alur pelaksanaan pada tiap-tiap siklus adalah

sebagai berikut:

1. Tahap Perncanaan

- Penetuan kelas subjek penelitian

- Penyusunan proposal PTK

- Penyusunan Rencana Pembelajaran beserta perangkat pendukung

lainnya seperti LKS.

- Mempersiapkan instrument

- Penetuan fokus observasi, membangun kriteria dan merumuskan

indikator keberhasilan.

- Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan dan menguji

keterlaksanaanya di lapangan

Page 21: Proposal PTK I.pdf

21

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

2. Tahap Tindakan

Tahap ini meliputi seluruh proses pembelajaran terutama upaya guru

mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran melalui

pendekatan Auditori-Somatis-Visual-Intelektual (ASVI)

3.Tahap Observasi

Tahap ini dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran yang

meliputi observasi keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan

keterampilan guru mengelola pembelajaran dengan pendekatan ASVI.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui:

1) Apakah siswa telah terlibat secara optimal dalam pembelajaran

sesuai kriteria yang telh ditetapkan

2) Adakah kesalahan-kesalahan yang dilakukan guru dalam

menerapkan pendekatan ASVI

3) Adakah permasalahan yang terkait dengan dengan hal di atas dan

bagaimana mengatasinya.

Hasil observasi ini dijadikan sebagai “umpan balik” bagi

keterlaksanaan Skenario/Rencana Pembelajaran.

4. Tahap Refleksi

Tahap ini meliputi beberapa kegiatan yaitu: analisis data hasil

observasi dalam satu siklus, memaknai data (mengomversi data

kuantitatif menjadi data kualitatif), mendeskripsikan data hasil

penelitian pada siklus yang bersangkutan dan membuat

kesimpulan/keputusan mengenai perlu tidaknya dilakukan tindakan

pada siklus berikutnya.

D. Data dan Cara Pengumpulan Data

Data yang diambil adalah data yang berasal dari peneliti, tim partisipan

dan siswa. Jenis data yang diambil adalah data kualitatif (data utama)

dan data kuantitatif (data penunjang) yang terdiri atas:

1) Data penyusunan Rencana Pembelajaran dan Skenario Tindakan (tidak

dilaporkan)

Page 22: Proposal PTK I.pdf

22

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

2) Data hasil observasi terhadap kegiatan pembelajaran (aktivitas guru

dan siswa)

3) Data sikap dan pengalaman belajar siswa

4) Data hasil (prestasi) belajar siswa sebagai acuan akhir keberhasilan

pembelajaran (data penunjang)

Adapun cara pengumpulan data adalah:

1) Data tentang Rencana Pembelajaran dan Skenario Tindakan, diambil

dengan menggunakan “Lembar Penilaian Kemampuan Merencanakan

Pembelajaran”

2) Data tentang aktivitas guru (penerapan pendekatan ASVI dalam

pembelajaran) dan aktivitas siswa (keterlibatan siswa dalam

pembelajaran) diambil dengan menggunakan “Lembar Observasi”

3) Data tentang sikap dan pengalaman belajar siswa diambil dengan

menggunakan “Skala Sikap”

4) Data hasil (prestasi) belajar siswa diambil dengan menggunakan “Tes”

E. Indikator Kinerja

Indikator yang digunakan sebagai penentu keberhasilan penelitian ini

adalah komponen pada faktor guru dan siswa (B1 dan B2) telah mencapai

optimalisasi 80%.

Page 23: Proposal PTK I.pdf

23

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

F. Personil Tim Peneliti

NO NAMA/NIP JENIS KELAMIN PANGKAT/GOL JABATAN URAIAN TUGAS

1. Sa’adah, S.Pd.Kn Perempuan Pembina, IV/a Ketua (Peneliti) 1. Bersama kepala sekolah dan tim menyusun rencana tindakan

2. Merencanakan Pembelajaran

dengan pendekatan ASVI 3. Melaksanakan pembelajaran

sesuai rencana yang sudah

disusun 4. Bersama anggota tim

(partisipan), merancang serta

menyepakati LKS dan lembar observasi

2. Masyhudi, S.Pd & Lalu

Irpahlan S,Pd

Laki-laki Pembina, IV/a Kepala Sekolah &

Urusan Kurikulum

(tim partisipan)

1. Bersama tim yang lain

melakukan kegiatan observasi

pelaksanaan pembelajaran

2. Membantu peneliti dalam

merefleksi pembelajaran

2. Saopi Ansori, ST &

Mispayandi, S.pd

Laki-laki

- Staf Tata Usaha

(tim partisipan)

1. Mendokumentasikan kegiatan

penelitian dari pelaksanaan

siklus I sampai dengan selesai

Page 24: Proposal PTK I.pdf

24

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

G. Jadwal Kegiatan dan Rencana Anggaran

NO JENIS KEGIATAN WAKTU PELAKSANAAN (BULAN)

KETERANGAN JANUARI PEBRUARI MARET APRIL

1. Persiapan

- Penetuan kelas subjek penelitian

- Penyusunan

proposal PTK - Penyusunan

Rencana

Pembelajaran beserta perangkat pendukung lainnya seperti LKS.

- Mempersiapkan instrument

- Penetuan fokus observasi, membangun kriteria dan

merumuskan indikator keberhasilan.

- Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan dan

menguji keterlaksanaanya di lapangan

Minggu I

Minggu II

Minggu III

Page 25: Proposal PTK I.pdf

25

Proposal PTK (2006) / SMPN 2 Terara

NO JENIS KEGIATAN WAKTU PELAKSANAAN (BULAN)

KETERANGAN JANUARI PEBRUARI MARET APRIL

2. Melaksanakan

Tindakan Tindakan Observasi

Refleksi

Siklus I Minggu IV Minggu I & Minggu II

Siklus I Minggu III &

Minggu IV

Minggu I

3. Analisis Data untuk bahan pembuatan

laporan

Minggu II, III

4. Penyusunan Draf Laporan

Minggu IV

5. Finalisasi Laporan Minggu I sampai dengan seleasi