Proposal Ptk Fatih 0701100084
-
Upload
fatzh-van-dying -
Category
Documents
-
view
697 -
download
1
Transcript of Proposal Ptk Fatih 0701100084
0
PROPOSAL
MENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA PADA POKOK
BAHASAN ENERGI DAN PERUBAHANNYA MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN STAD PADA KELAS IVB SDN 1 KARANGANYAR
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh
FATIH FADLIANSYAH GUSTIANO
NIM. 0701100084
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2010
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah belajar dan mengajar sejak dulu sampai sekarang terus-menerus
banyak mendapat perhatian, baik di kalangan pakar ilmu pendidikan dan
psikologi yang melihatnya dari sudut pedagogis dan psikologis maupun kalangan
praktisi pendidikan, seperti guru, penilik, konselor, dan para pengelola
pendidikan. Dasar pertimbangan utama dan bersifat umum adalah belajar dan
mengajar berlangsung secara interaktif yang melibatkan berbagai komponen
yang saling konsisten satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan
pengajaran yang telah ditetapkan.
Berbagai pendekatan telah digunakan dalam rangka studi yang dalam dan
luas terhadap masalah yang ada dalam dunia pendidikan. Mempersiapkan peserta
didik dalam menghadapi dan memasuki masyarakat maju dan berkembang
merupakan tuntutan dan tantangan pelaksanaan sistem pendidikan nasional.
Oleh karena itu, pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena
pada hakekatnya bertujuan meningkatkan kesejahteraan yang mampu
mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. Mempersiapkan peserta didik dalam
menghadapi dan memasuki masyarakat maju dan berkembang merupakan
tuntutan dan tantangan pelaksanaan sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu,
pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada hakekatnya
2
bertujuan meningkatkan kesejahteraan yang mampu mempengaruhi kemajuan
suatu bangsa.
Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan dan memikirkan apa yang
akan dihadapi peserta didik dimasa yang akan datang. Menurut Buchori (2001)
dalam Khabibah (2006:1), bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang
tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk sesuatu profesi atau jabatan,
tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan
sehari-hari.
Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah)
dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak dari
rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih memprihatinkan. Prestasi
ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat
konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu
bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar). Dalam arti yang lebih
substansional, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan
dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang
secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya.
Menurut Arends (1997): ”its is strange that we expect students to learn
yet seldom teach then abot learning, we expect student to solve problems yet
seldom teach then about problem solving,” yang berarti dalam mengajar guru
selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang
bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan
3
masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan
masalah.
Meminjam pendapat Bruner (dalam Dahar 1998:125), bahwa berusaha
sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya,
menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Suatu konsekuensi logis,
karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah secara mandiri akan
memberikan suatu pengalaman konkret, dengan pengalaman tersebut dapat
digunakan pula memecahkan masalah-masalah serupa, karena pengalaman itu
memberikan makna tersendiri bagi peserta didik.
Berlakunya Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi yang telah direvisi
melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan
paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan
jenjang pendidikan formal (persekolahan). Perubahan tersebut harus pula diikuti
oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah
(di dalam kelas ataupun di luar kelas).
Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi
pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih
berpusat pada murid (student centered); metodologi yang semula ekspositori
berganti ke partisipatori; dan pendekatan yang semula banyak bersifat tekstual
berubah menjadi kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk
memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan
(Komarudin, tth:2).
4
Salah satu mata pelajaran yang dapat mengembangkan ketiga aspek
tersebut dan ikut serta berperan penting dalam mendidik wawasan, keterampilan
dan sikap ilmiah sejak dini bagi anak adalah mata pelajaran IPA (Ilmu
Pengetahuan Alam). IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta, konsep atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat H. W. Fowler (dalam Laksmi
Prihantoro, 1986: 1.3) bahwa “IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan
dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan
terutama atas pengamatan dan dedukasi.”
Dalam dokumen KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
dinyatakan mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan keindahan dan keteraturan alam ciptaan Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi anatara IPA, lingkungan teknologi dan
masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
5
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
IPA memberikan nilai penting bagi siswa sekolah dasar karena
memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan intelektual demi
menghadapi perubahan yang semakin global. Pernyataan tersebut didasarkan
pada pendapat Margaretha (2004:28) yang mengemukakan bahwa :
“Melalui IPA kerja ilmiah seperti melakukan pengamatan, memprediksi dan keterampilan IPA lainnya serat keterampilan berpikir dapat dilatihkan kepada siswa dalam usaha memberi bekal ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikan maupun untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan sekelilingnya.”
Carin dan Sund (1989) mendefinisikan IPA sebagai suatu sistem untuk
memahami alam semesta melalui observasi dan eksperimen terkontrol.
Sedangkan Einsten (Nash 1963) mengatakan bahwa “science is attempt to make
the chaotic diversity of our sense experience correspnd to a logically unoform
system of thought.” Yang artinya bahwa IPA merupakan suatu bentuk upaya
yang memuat berbagai pengalaman menjadi suatu sistem pola berpikir yang logis
tertentu yang tidak lain adalah pola berpikir ilmiah.
6
Dari hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran IPA di kelas IVB
SDN 1 Karanganyar Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga, terlihat
pembelajaran belum optimal. Hal ini terlihat dari penyajian pembelajaran IPA
yang masih di dominasi oleh guru, dan masih dominan dalam penggunaan
metoda ceramah dan tanya jawab yang dilakukan oleh guru, sehingga membuat
siswa merasa cepat bosan. Kurangnya keaktifan serta motivasi siswa
bmenyebabkan kurangnya hasil belajar. Keberhasilan pembelajaran IPA
ditentukan oleh bagaimana guru dalam perencanaan, pelaksanaan dan menilai
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru kelas IVB SD N 1
Karanganyar yaitu Bapak Sucipto, S.Pd. SD ,secara umum siswa kurang begitu
aktif dan termotivasi untuk belajar. Mereka kurang begitu berani untuk bertanya
dan mengeluarkan pendapat kepada guru. Selain itu kemajemukan atau heterogen
siswa sangat mempengaruhi, sehingga siswa enggan untuk bekerja sama dengan
siswa lainnya. Siswa tidak begitu antusias mengikuti pelajaran, hal ini bisa
dilihat dari 34 siswa kelas IVB SD N 1 Karanganyar hanya 4 siswa yang mau
berinteraksi secara aktif. Prestasi belajar siswa dalam pelajaran IPA masih
rendah. Pada tahun pelajaran 2009/2010 nilai rata-rata ulangan harian siswa
untuk pokok bahasan energi dan perubahannya adalah 5,70, jauh dari standar
KKM yaitu 6,50.
Rendahnya prestasi belajar siswa pada pelajaran IPA untuk pokok
bahasan energi dan perubahannya dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain :
7
a) Kurang aktifnya siswa mengikuti pelajaran, karena siswa kurang tertarik pada
cara penyajian materi yang banyak berpusat pada guru yang menggunakan
metode ceramah. b) Kurangnya kesempatan berinteraksi antara guru dengan
siswa, siswa dengan siswa. Dalam pembelajaran guru banyak memberikan
penjelasan. Hal ini menyebabkan siswa kurang mendapatkan pengalaman belajar
dari temannya. Kepada guru kurang berani menyampaikan, sedangkan dengan
temannya belum ada pembiasaan, sehingga menyebabkan sulitnya berinteraksi.
c) Kurangnya motivasi siswa dalam menyampaikan gagasan, karena guru kurang
memberi penguatan kepada siswa yang berani mengungkapkan pendapatnya. d)
Informasi yang disampaikan guru saat pembelajaran terlalu cepat sehingga siswa
kurang bisa memaknai dan memahami. e) Kurangnnya waktu yang diberikan
kepada siswa untuk berinteraksi dengan media / sumber belajar / alat peraga.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut memberikan dampak pembelajaran IPA
menjadi kurang menarik, hal ini mempengaruhi menurunnya keaktifan dan
motivasi siswa dalam memahami konsep IPA dalam pembelajaran dan akan
berpengaruh pada prestasi belajar siswa.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan
belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya
agar suasana kelas lebih hidup.
Salah satu model pembelajaran yang dapat mengatasi masalah rendahnya
partisipasi siswa adalah dengan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
8
kooperatif dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena
sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong
royong. Johnson & Johnson (1994) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar
kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi
akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.
Karena siswa bekerja dalam satu team, maka dengan sendirinya dapat
memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis
dan kemampuan, mengembangkan ketrampilan-ketrampilan proses kelompok
dan pemecahan masalah (Louisell & Descamps, 1992).
Pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa tipe. Tipe-tipe tersebut
antara lain, tipe STAD, Jigsaw, TGT, dan tipe struktural yaitu TPS dan NHT.
Oleh karena itu dalam menerapkan pembelajaran kooperatif guru harus
mempelajari terlebih dahulu langkah-langkah dari berbagai macam tipe tersebut.
Hal ini karena pada setiap tipe mempunyai langkah-langkah khusus serta
mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Setelah mengkaji pustaka dan diskusi dengan rekan guru, maka untuk
meningkatkan motivasi dan prestasi hasil belajar siswa, penulis tertarik
melakukan penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division)
dalam pembelajaran IPA pada pokok bahasan energi dan perubahannya di kelas
IVB SD N 1 Karanganyar. Untuk menerapkan metode STAD (Student Teams
Achievement Division) ini penulis meminta bantuan Guru Kelas IVB maupun
9
Kepala Sekolah SD N 1 Karanganyar menganalisis dan menindaklanjuti agar
pembelajaran IPA menjadi lebih baik sehingga prestasi hasil belajar siswa kelas
IVB SD N 1 Karanganyar meningkat. Pembelajaran kooperatif tipe STAD
merupakan salah satu dari tipe pempelajaran kooperatif yang paling sederhana,
sehingga tipe ini dapat digunakan oleh guru-guru yang baru mulai menggunakan
pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (2000), dalam pembelajaran kooperatif
tipe STAD siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat
orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin, dan
suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja di kelompok mereka
untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi
tersebut. Akhirnya kepada seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut,
dan di dalam tes mereka tidak dapat saling membantu. Poin setiap anggota tim
ini selanjutnya dijumlahkan untuk mendapatkan skor kelompok. Tim yang
mencapai kriteria tertentu diberikan sertifikat atau ganjaran yang lain. Menurut
Slavin, dari berbagai penelitian yang membandingkan pembelajaran kooperatif
tipe STAD dengan metode konvensional dalam periode paling sedikit empat
minggu, hasilnya secara konsisten menunjukkan keunggulan pembelajaran
kooperatif, sepanjang dua kondisi penting terpenuhi, yaitu (1) berbagai bentuk
pengakuan atau ganjaran kecil harus diberikan kepada kelompok yang kinerjanya
baik, dan (2) harus ada tanggung jawab individual, artinya keberhasilan
kelompok itu ditentukan oleh hasil belajar individual dari seluruh anggota
kelompok (Slavin, dalam Nur, 2000).
10
Motivasi mempunyai kedudukan yang penting di dalam menentukan hasil
dari proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan gambaran keberhasilan bagi
siswa. Salah satu penentu keberhasilan hasil belajar yaitu motivasi belajar yang
dimiliki siswa. Motivasi belajar siswa yang tinggi akan berbeda hasil belajarnya
dengan motivasi belajar siswa yang sedang maupun yang rendah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang
dikemukakan adalah :
1. Apakah motivasi siswa dapat meningkat, dengan menggunakan model
cooperative learning tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dalam
pembelajaran IPA materi energi dan perubahannya dikelas IVB SDN 1
Karanganyar?
2. Apakah hasil belajar siswa dapat meningkat, dengan menggunakan model
cooperative learning tipe STAD (Student Teams Achievement Division)
dalam pembelajaran IPA materi energi dan perubahannya di kelas IVB SDN 1
Karanganyar?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran IPA di SDN 1 karanganyar melalui penggunaan Model cooperative
learning STAD. Lebih khusus penelitian ini bertujuan untuk :
11
1. Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa kelas IVB SDN 1
Karanganyar pada materi energi dan perubahannya melalui penggunaan model
cooperative learning tipe STAD.
2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa IVB SDN 1 Karanganyar
pada materi energi dan perubahannya dalam pembelajaran model cooperative
learning tipe STAD.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini diharapkan
memberikan manfaat yang berarti bagi siswa, guru, dan sekolah sebagai suatu
sistem pendidikan yang mendukung peningkatan proses belajar dan mengajar
siswa.
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi atau
masukan kepada pengajar (guru) dalam memberikan pelajaran-pelajaran
yang dinilai sulit dipahami oleh siswa dalam menerima pelajaran. Model
cooperative learning tipe STAD (Student Teams Achievement Division)
memberikan cara belajar dalam suasana yang lebih nyaman dan
menyenangkan, sehingga siswa akan lebih bebas dalam menemukan
berbagai pengalaman baru dalam belajarnya.
Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya
12
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi siswa
(1) Siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar IPA.
(2) Hasil belajar siswa meningkat pada materi pokok energi dan
perubahannya
(3) Siswa lebih dapat mencintai alam sekitar.
b. Bagi Guru
(1) Menambah pengetahuan tentang pemanfaatan model cooperative
learning tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dalam
pembelajaran.
(2) Guru lebih termotivasi untuk melakukan penelitian tindakan kelas
yang bermanfaat bagi perbaikan dan peningkatan proses
pembelajaran.
(3) Guru lebih termotivasi untuk menerapkan strategi pembelajaran yang
lebih bervariasi, sehingga materi pelajaran akan lebih menarik.
c. Bagi sekolah
Memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan
proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
d. Bagi Peneliti
Memberikan sumbangan pengalaman tentang penelitian tindakan kelas.
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Hakikat Ilmu penegtahuan Alam
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu
Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris “science”.
Kata “science” sendiri berasal dari kata dalam Bahasa latin “scientia” yang
berarti saya tahu. “Science” terdiri dari social sciences (Ilmu Pengetahuan
Sosial) dan natural science (Ilmu Penegtahuan Alam). Namun, dalam
perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti
Ilmu pengetahuan Alam (IPA) saja, walaupun pengertian ini kurang pas dan
bertentangan dengan etimologi (Jujun Suriasumantri, 1998: 299).
Untuk mendefinisiakan IPA tidaklah mudah, karena sering kurang
dapat menggambarkan secara lengkap pengertian sains sendiri. Menurut H.
W. Fowler (dalam Laksmi Prihantoro, 1986: 1.3), IPA adalah pengetahuan
yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala
kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi.
IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan
bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera
maupun yang tidak dapat diamati dengan indera. IPA atau ilmu kealaman
14
adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang
diamati (Kardi dan Nur, 1994: 1).
Adapun Wahyana (1986) mengatakan bahwa IPA adalah suatu
kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunannya
secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya
ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan
sikap ilmiah.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu
kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti
observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu,
terbuka, jujur, dan sebagainya.
b. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses
ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses,
sebagai produk, dan sebagai prosedur (Marsetio Donosepoetro, 1990: 6).
Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan
pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru.
Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang
diajarkan dalam sekolah atau luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk
penyebaran pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi
atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang
15
lazim disebut metode ilmiah. Selain sebagai proses dan produk, Daud Joesoef
(dalam Marsetio Donosepoetro, 1990: 7), pernah menganjurkan agar IPA
dijadikan sebagai suatu “kebudayaan” atau suatu kelompok atau institusi
sosial dengan tradisi nilai, aspirasi, maupun inspirasi.
Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis
kompetensi (Depdiknas, 2003: 2) adalah sebagai berikut.
1) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2) Mengembangkan ketrampilan, sikap, dan nilai ilmiah
3) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan
teknologi
4) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
2. Konsep Dasar Motivasi
a. Definisi Motivasi
Istilah motivasi berasal dari kata bahasa latin “movere” yang berarti
“menggerakan”. Berdasarkan pengertian ini makna motivasi menjadi
berkembang. Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi
yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang member
arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut. Pengertian ini jelas
bernafaskan behaviorisme.
16
Ames dan Ames (1984) menjelaskan motivasi dari pandangan kognitif.
Menurut pandangan ini motivasi didefinisikan sebagai perspektif yang
dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya.
Motivasi juga dapat dijelaskan sebagai “tujuan yang ingin dicapai
melalui perilaku tertentu.” (Cropley, 1985). Dalam penegrtian ini, siswa akan
berusaha mencapai suatu tujuan karena dirangsang oleh manfaat atau
keuntungan yang akan diperoleh.
Dalam proses belajar motivasi siswa tercermin melalui ketekunan yang
tidak mudah patah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang banyak
kesulitan. Motivasi juga ditunjukan melalui intensitas unjuk kerja dalam
melakukan suatu tugas. Beberapa penelitian tentang prestasi belajar siswa
menunjukan motivasi sebagai factor yang banyak berpengaruh terhadap
proses dan hasil belajar siswa.
b. Teori Motivasi
Ada bermacam-macam teori motivasi, salah satu teori yang terkenal
kegunaannya untuk menerangkan motivasi siswa adalah yang dikembangkan
oleh Moslow (1943, 1970). Moslow percaya bahwa tingkah laku manusia
dibangkitkan dan diarahkan oleh kebutuhan-kebutuhan tertentu. Kebutuhan-
kebutuhan ini (yang memotivasi tingkah laku seseorang) dibagi oleh Moslow
ke dalam 7 kategori, yaitu :
17
1) Fisiologis
Merupakan kebutuhan dasar, meliputi kebutuhan akan makanan, pakaian,
tempat tinggal, yang penting untuk mempertahankan hidup.
2) Rasa aman
Merupakan kebutuhan kepastian dan keadaan dan lingkungan yang dapat
diramalkan, ketidakpastian, ketidakadilan, keterancaman, akan
menimbulkan kecemasan dan ketakutan pada diri individu.
3) Rasa cinta
Merupakan kebutuhan afeksi dan pertalian dengan orang lain.
4) Penghargaan
Merupakan rasa berguna, penting, dihargai, dikagumi, dihormati oleh orang
lain.
5) Aktualisasi diri
Merupakan kebutuhan manusia untuk mengembangkan diri sepenuhnya,
merealisasikan potensi-potensi yang dimilikinya.
6) Mengetahui dan mengerti
Merupakan kebutuhan manusia untuk memuaskan rasa ingin tahunya,
untuk mendapatkan pengetahuan, untuk mendapatkan keterangan-
keterangan, dan untuk mengerti sesuatu.
7) Pada tahun 1970 Moslow memperkenalkan kebutuhan estetik. Kebutuhan
ini dimanifestikan sebagai kebutuhan akan keteraturan, keseimbangan, dan
kelengkapan dari suatu tindakan.
18
Sehubungan dengan pemeliharaan dan peningkatan motivasi siswa,
DeCecco & grawford (1974) mengajukan 4 fungsi pengajar :
1) Menggairahkan siswa
Pengajar harus menghindari hal-hal yan monoton dan memebosankan
siswa. Guru harus memelihara minat siswa dalam belajar, yaitu dengan
memberikan kebebasan tertentu untuk berpindah dari aspek ke lain aspek
pelajaran dalam situasi belajar.
2) Memberikan harapan realistis
Guru harus memlihara harapan-harapan siswa yang relistis, dan
memodifikasi harapan-harapan yang kurang atau tidak realistis.
3) Memeberikan insentif
Pengajar memberikan suatu hadiah (pujian, angka yang baik, dan
sebagainya) jika siswa mengalami keberhasilan dalam pembelajaran.
4) Mengarahkan
Pengajar harus mengarahkan tingkah laku siswa, dengan cara menunjukan
sesuatu yang benar.
Dari berbagai teori motivasi yang berkembang, Keller (1983) telah
menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam
proses belajar-mengajar, yang disebut dengan model ARCS. Keempat kondisi
motivasional tersebut, yaitu:
19
1) Perhatian (Attention)
Perhatian siswa muncul didorong rasa ingin tahu. Oleh sebab itu rasa
keingintahuan tersebut perlu mendapat rangasangan, sehingga siswa kan
memberikan perhatian, dan perhatian tersebut terpelihara selama kegiatan
belajar-mengajar berlangsung. Rasa ingin tahu tersebut dapat dirangsang
melalui elemen-elemen yang baru, aneh, lain dengan yang sudah ada.
2) Relevensi (Relevance)
Relevensi menunjukan adanya hubungan materi pembelajaran dengan
kebutuhan dan kondisi siswa. Motivasi siswa akan tetap terpelihara
apabila mereka menganggap apa yang dipelajari memnuhi kebutuhan
pribadi, atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang.
3) Kepercayaan diri (Confidance)
Merasa diri kompeten atau mampu, merupakan potensi untuk dapat
berinteraksi secara positif dengan lingkungan. Bandura (1977)
mengembangkan lebih lanjut konsep tersbut dengan mengajukan konsep
“self-efficacy”. Konsep tersebut berhubungan dengan keyakinan pribadi
bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tugas yang
menjadi syarat keberhasilan.
Prinsip yang berlaku dalam hal ini adalah bahwa motivasi akan meningkat
sejalan dengan meningkatnya harapan untuk berhasil. Harapan ini
dipengaruhi oleh sukses dimasa lampau. Motivasi dapat menghasilkan
ketekunan yang membawa keberhasilan (prestasi), dan selanjutnya
20
pengalaman sukses tersebut akan memotivasi siswa untuk mengerjakan
tugas selanjutnya.
4) Kepuasan (Satisfaction)
Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan kepuasan,
dan siswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan yang
serupa. Untuk meningkatkan dan memelihara motivasi siswa, guru dapat
menggunakan pemberian penguatan berupa pujian, pemberian
kesempatan, dan lain sebagainya.
3. Hasil Belajar Siswa
a. Proses belajar dan Hasil Belajar
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan
seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan
mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai
pengajar. Belajar bukan merupakan kegiatan menghafal dan bukan pula
mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat
ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya,
pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan
kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan lain-lain aspek
yang ada pada individu (Sudjana, 1987: 28). Dalam proses belajar dan
21
mengajar terjadi interaksi antara guru dan siswa. Interaksi guru dan siswa
sebagai makna utama proses pembelajaran memegang peranan penting untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Kedudukan siswa dalam proses
belajar dan mengajar adalah sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek dalam
pembelajaran, sehingga proses atau kegiatan belajar dan mengajar adalah
kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Hasil
belajar dalam kontesktual menekankan pada proses yaitu segala kegiatan yang
dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Nilai siswa
diperoleh dari penampilan siswa sehari-hari ketika belajar. Hasil belajar
diukur dengan berbagai cara misalnya, proses bekerja, hasil karya,
penampilan, rekaman, dan tes (Depdiknas: 2002).
Pembelajaran merupakan suatu usaha dasar yang dilakukan oleh guru
dengan tujuan untuk membantu siswa agar dapat belajar sesuai dengan
kebutuhan dan minatnya, sehingga perubahan tingkah laku yang diharapkan
dapat terwujud. Proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa
dalam mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimilki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Dengan demikian hasil belajar dapat dilihat dari hasil yang dicapai
siswa, baik hasil belajar (nilai), peningkatan kemampuan berpikir dan
memecahkan masalah perubahan tingkah laku atau kedewasaannya. Horward
Kysley dalam Sudjana (1990: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a)
keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan
22
cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang
telah ditetapkan dalam kurikulum sedangkan Gagne membagi lima kategori
hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c)
strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motorik. Dalam sistem
pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler
maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan
dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek, yakni:
pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat
aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan
dengan sikap yang terdiri atas lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau
reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotorik berkenaan
dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek
ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar,
kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketetapan, gerakan keterampilan
kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretative (Sudjana, 1990: 22).
Menurut Purwanto (1986) bahwa hasil belajar biasanya dapat diketahui
melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian
yang akan menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan
siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang dicapai oleh
23
siswa dipengaruhi dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan
faktor yang datang dari luar siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang
dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan
siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti
dikemukakan oleh Clark bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70%
dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Di
samping faktor kemampuan yang dimiliki oleh siswa, juga ada faktor lain,
seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar,
ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis (Sudjana, 1987: 39-40).
Adanya pengaruh dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan
wajar, sebab hakikat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu
yang diniati dan disadari. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan
mempengaruhi hasil belajar di sekolah, ialah kualitas pengajaran yaitu tinggi
rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar dan mengajar dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Oleh karena itu hasil belajar siswa di sekolah
dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pembelajaran.
Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus
dilakasanakan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Dengan melakasanakan
kegiatan evaluasi, kita akan memperoleh masukan tentang efektivitas kegiatan
yang sudah dilakukan baik dari sisi hasil maupun dari sisi proses. Melalui
kegiatan evaluasi kita akan mampu membuat perencanaan yang lebih baik
untuk kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan kemudian.
24
b. Hasil Belajar IPA di SD
Dalam kegiatan evaluasi memiliki peran yang sangat strategis. Seorang
guru IPA di Sekolah Dasar akan mengetahui apakah tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya sudah tercapai atau belum. Malalui kegiatan evaluasi
pula seorang guru IPA diharapkan mampu menjadi seorang guru yang
reflektif, yang dapat belajar dari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan
sebelumnya, sehingga dapat menjadi guru IPA yang lebih baik di masa
sekarang dan masa yang akan datang.
Tujuan evaluasi dalam pembelajaran IPA yaitu dapat memberikan
penjelasan bagi guru IPA tentang kemajuan belajar yang telah dicapai oleh
para siswanya, dan memperolah umpan balik untuk dapat melaksanakan
kegiatan pembelajaran IPA dengan lebih baik pada kesempatan berikutnya.
B.S Bloom bersama rekan-rekan yang berfikir sehaluan, menjadi
kelompok pelopor dalam menyumbangkan suatu klasifikasi intruksional atau
lebih dikenal dengan taksonomi Bloom. Dalam taksonomi tersebut terdapat 3
ranah (domain) tujuan yaitu : Ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotor. Adapun taksonomi atau kalsifikasi adalah sebagai berikut :
a. Ranah kognitif (cognitive domain)
1) Pengetahuan (knowledge)
2) Pemahaman (comprehension)
3) Penerapan (application)
4) Analisis (analysis)
25
5) Sintesis (synthesis)
6) Evaluasi (avaluation)
b. Ranah Afektif (affective domain)
1) penerimaan
2) partisipasi
3) penilaian
4) organisasi
5) pembentukan pola hidup
c. Ranah Psikomotor (psychomotoric domain)
1) Persepsi
2) Kesiapan
3) Gerakan terbimbing
4) Gerakan yang terbiasa
5) Gerakan yang kompleks
6) Penyesuaian pola gerakan
7) Kreativitas
Guru IPA dalam suatu proses pembelajaran harus berusah untuk
membuat siswanya memiliki penguasaan meteri yang sesuai jenjang pada tiap
ranah (Kognitif, Afektif, dan Psikomotor) secara bertahap. Penguasaan ini
harus sesuai dengan kompetensi dasar sampai indikator hasil belajar yang
ingin dicapai. Hal ini juga sesuai dengan salah satu prinsip, yaitu dimulai dari
hal-hal yang mudah sebelum melangkah kepada hal-hal yang lebih kompleks.
26
Jadi pada pencapaian ranah kognitif misalnya, guru bisa memulai dengan
melatih siswa mengingat fakta-fakta di alam. Setelah mereka bisa mengingat
dengan baik, guru melangkah kepada upaya untuk membuat siswa memahami
mengapa fakta-fakta itu bisa terjadi, sampai akhirnya siswa bisa memberikan
penilaian terhadap fakta yang terjadi.
Secara umum, dalam pendidikan di Indonesia, hasil belajar dinyatakan
dalam klasifikasi yang dikembangkan oleh Bloom dan kawan-kawan. Seperti
yang telah diuraikan diatas. Pada saat melaksanakan evaluasi hasil belajar
IPA, seorang guru IPA di SD harus terlebih dahulu mengadakan telaah yang
rinci dan tepat terhadap tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, artinya
seorang guru IPA harus secara tepat menentukan kemampuan apa yang
diharapkan dalam tujuan yang telah ditentukan. Ketepatan penentuan
kemampuan yang diharapkan ini akan berpengaruh terhadap instrumen yang
dibuat untuk mengukur hasil belajar siswa kita.
Di dalam pelaksanaan evaluasi hsil belajar IPA di SD, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan oleh seorang guru, yaitu:
a. Harus tepat dalam menentukan alat evaluasi, apakah digunakan untuk
mengukur konsep terdefinisi ataukah konsep teramati ataukah konsep
teramati, ataukah untuk mengukur konsep yang menyatakan hubungan.
b. Memperhatikan hakikat IPA sebagai produk, sebagai proses, dan
sikap/nilai.
27
c. Mengadakan evaluasi tidak hanya menggunakan instrumen yang bersifat
tertulis saja, tetapi juga mengadakan evaluasi terhadap yang bisa diamati
langsung di alam sebenarnya.
4. Model Cooperative Learning
a. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis.
Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi
dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling
membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat social
dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran
kooperatif.
Slavin mengemukakan bahwa: Cooperative Learning refers to a variety of teaching methods in which students work in a small groups to help one another learn academic content. In cooperative classrooms, student are expected to help each other, to discuss and argue with each other, to assess each other’s current knowledge in fill in gaps in each other understanding. Belajar bekerjasama berkenaan dengan berbagai macam metode pembelajaran yang perwujudan realnya siswa bekerja dalam group-group kecil dan saling membantu belajar materi akademis. Dalam kerjasama dalam bentuk kelas, partisipasi yang diharapkan dari siswa adalah saling membantu satu sama lain, berdiskusi dan berargumentasi satu sama lain, saling menilai pengetahuan dan perbedaan pemahaman satu sama lain. ( http://pembelajaranguru.wordpress.com/20 10 /12/ 07 )
28
Menurut Lie (2007: 12) “ Model cooperative learning merupakan
sistem pengajaran yang memberi kesempatyan kepada anak didik untuk
bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran
yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan
bersama (Eggen Kauchack, 1996: 279).
b. Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu dari tipe
pempelajaran kooperatif yang paling sederhana, sehingga tipe ini dapat
digunakan oleh guru-guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran
kooperatif. Menurut Slavin (2000), dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD
siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat orang yang
merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin, dan suku. Guru
menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja di kelompok mereka untuk
memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi
tersebut. Akhirnya kepada seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut,
dan di dalam tes mereka tidak dapat saling membantu. Poin setiap anggota tim
ini selanjutnya dijumlahkan untuk mendapatkan skor kelompok. Tim yang
mencapai kriteria tertentu diberikan sertifikat atau ganjaran yang lain.
Menurut Slavin, dari berbagai penelitian yang membandingkan pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan metode konvensional dalam periode paling
29
sedikit empat minggu, hasilnya secara konsisten menunjukkan keunggulan
pembelajaran kooperatif, sepanjang dua kondisi penting terpenuhi, yaitu (1)
berbagai bentuk pengakuan atau ganjaran kecil harus diberikan kepada
kelompok yang kinerjanya baik, dan (2) harus ada tanggung jawab individual,
artinya keberhasilan kelompok itu ditentukan oleh hasil belajar individual dari
seluruh anggota kelompok (Slavin, dalam Nur, 2000).
c. Siklus Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
STAD terdiri dari siklus kegiatan pengajaran yang tetap sebagai
berikut :
1. Mengajar : Mempresentasekan pelajaran.
2. Belajar dalam tim : Siswa bekerja di dalam tim mereka dengan dipandu
oleh Lembar Kegiatan Siswa (LKS) untuk menuntaskan materi pelajaran.
3. Tes : Siswa mengerjakan kuis atau tugas lain secara individual (misalnya
tes essay atau kinerja).
4. Penghargaan tim : Skor tim dihitung berdasarkan skor peningkatan anggota
tim, dan sertifikat, laporan berkala kelas, atau papan pengumuman
digunakan untuk memberi penghargaan kepada tim yang berhasil
memperoleh skor tertinggi. (Nur, 2000)
Pada dasarnya siklus pembelajaran kooperatif tipe STAD mengacu
pada sintaks pembelajaran kooperatif dengan menggabungkan fase pertama
dan kedua kedalam kegiatan mengajar, dan fase ketiga dan keempat kedalam
30
kegiatan belajar dalam tim. Sedangkan fase kelima dan keenam pada
pembelajaran kooperatif masuk pada kegiatan mengetes dan penghargaan
kelompok pada pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Mengacu pada siklus pembelajaran kooperatif tipe STAD di atas, maka
pembelajaran dapat dilaksanakan sebagai berikut :
1. Mengajar.
Presentasi materi pelajaran dalam bentuk penyajian informasi dilakukan di
depan kelas pada awal setiap kali pertemuan. Penyajian informasi
dilakukan melalui pengajaran secara langsung dengan menggabungkan
ceramah dan diskusi.
2. Belajar dalam tim.
Anggota kelompok menggunakan lembar kegiatan atau perangkat
pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajaran dengan cara
berdiskusi membandingkan jawaban-jawaban, memeriksa guna
memperbaiki kesalahan-kesalahan dan kemudian saling membantu satu
sama lain untuk memahami bahan pelajaran.
3. Tes
Secara individual setiap satu atau dua periode siswa diberi kuis. Kuis
tersebut diskor, dan tiap individu diberikan skor perkembangan. Dalam
mengerjakan kuis, siswa dalam satu kelompok tidak diperkenankan saling
membantu. Dengan demikian siswa bertanggung jawab secara individu
untuk memahami materi pelajaran.
31
4. Penghargaan kelompok
Ada tiga tingkat penghargaan yang diberikan untuk prestasi kelompok
berdasarkan nilai perkembangan yang diperoleh kelompok. Ketiga
penghargaan itu adalah sebagai berikut :
Super Team : diberikan bagi kelompok yang memperoleh skor rata-rata
25 – 30
Great Team : diberikan bagi kelompok yang memperoleh skor rata-rata
15 – 24
Good Team : diberikan bagi kelompok yang memperoleh skor rata-rata
5 – 14
d. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif Tipe STAD
Slavin (Nur, 2000 : 24) menguraikan langkah-langkah mengantar
siswa kepada STAD sebagai berikut :
1. Bagilah siswa kedalam kelompok masing-masing terdiri dari empat atau
lima anggota. Pastikan bahwa kelompok yang terbentuk itu berimbang
dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, dan asal suku.
2. Buatlah lembar kegiatan siswa (LKS) dan kuis pendek untuk pelajaran
yang anda rencanakan untuk diajarkan.
3. Pada saat anda menjelaskan STAD kepada kelas anda, bacakan tugas-tugas
yang harus dikerjakan tim.
32
4. Bila tiba saatnya memberikan kuis, bagikan kuis atau bentuk evaluasi yang
lain, dan berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan tes
itu.
5. Buatlah skor individual dan skor tim. Skor tim pada STAD didasarkan
pada peningkatan skor anggota tim dibandingkan dengan skor mereka
sendiri sebelumnya.
6. Pengakuan kepada prestasi tim dilakukan segera setelah anda menghitung
poin untuk tiap siswa dan menghitung skor tim.
e. Penerapan Cooperative Learning tipe STAD Dalam Pembelajaran
Konsep Energi dan Perubahannya
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model Student Team
Achievement Divisions (STAD). STAD adalah salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar
beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat
kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian
siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah
menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang
materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Tipe
pembelajaran inilah yang akan peneliti terapkan dalam dalam pembelajaran
IPA konsep energi dan perubahannya di kelas IVB SD N 1 Karanganyar.
Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut:
33
a. Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok.
Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan
lembar jawaban yang akan dipelajarai siswa dalam kelompok-kelompok
kooperatif. Kemudian menetapkan siswa dalam kelompok heterogen
dengan jumlah maksimal 4 - 6 orang, aturan heterogenitas dapat
berdasarkan pada : (1). Kemampuan akademik (pandai, sedang dan
rendah). Yang didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu
diingat pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap kelompok
terdiri dari siswa dengan tingkat prestasi seimbang. (2). Jenis kelamin, latar
belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam dan aktif), dan lain-
lain.
b. Penyajian materi pelajaran, ditekankan pada hal-hal berikut : (1)
Pendahuluan. Di sini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa
dalam kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk
memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka
pelajari. (2) Pengembangan. Dilakukan pengembangan materi yang sesuai
yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Di sini siswa belajar untuk
memahami makna bukan hafalan. Pertanyaan-peranyaan diberikan
penjelasan tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep
maka dapat beralih kekonsep lain. (3) Praktek terkendali. Praktek
terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara menyuruh
siswa mengerjakan soal, memanggil siswa secara acak untuk menjawab
34
atau menyelesaikan masalah agar siswa selalu siap dan dalam memberikan
tugas jangan menyita waktu lama.
c. Kegiatan kelompok. Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok
sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Isi dari LKS selain materi
pelajaran juga digunakan untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan
dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab
pertanyaan.
d. Evaluasi. Dilakukan selama 45 - 60 menit secara mandiri untuk
menunjukkan apa yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam
kelompok. Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai perkembangan individu
dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok
e. Penghargaan kelompok. Dari hasil nilai perkembangan, maka penghargaan
pada prestasi kelompok diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti
kelompok baik, hebat dan super.
f. Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok. Satu periode
penilaian (3 – 4 minggu) dilakukan perhitungan ulang skor evaluasi sebagai
skor awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar
siswa dapat bekerja dengan siswa lain.
35
b. Energi dan Perubahannya
a. Pengertian Energi
Apakah sebenarnya yang disebut energi? Energi adalah kemampuan untuk
melakukan usaha. Jadi, segala sesuatu dapat melakukan kegiatan atau usaha jika
mempunyai energi. Apa yang kamu rasakan saat selesai berolahraga atau bermain?
Tubuhmu terasa lelah, bukan? Hal itu terjadi karena energi atau tenaga yang berada
di dalam tubuhmu sudah digunakan untuk melakukan suatu kegiatan. Selain lelah,
kamu juga merasa lapar dan haus. Mengapa demikian? Karena tubuhmu memerlukan
masukan energi dari luar untuk mengganti energi yang telah digunakan itu. Untuk
memulihkannya, kamu harus beristirahat serta makan dan minum yang cukup agar
tubuhmu menjadi segar lagi.
Manusia memperoleh energi dari makanan dan minuman yang dikonsumsi.
Jika kekurangan makanan atau minuman, maka tubuh terasa lemah seolah-olah tidak
bertenaga. Makanan atau minuman apa sajakah yang banyak menghasilkan energi
bagi tubuh kita? Coba sebutkan!
b. Bentuk-Bentuk Energi
1) Energi Panas
Energi panas adalah energi yang dihasilkan dari panas suatu benda. Jadi,
energi panas berasal dari benda yang memiliki suhu tinggi. Contoh benda yang
memiliki suhu tinggi adalah matahari dan api. Panas yang dihasilkan dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Misalnya, panas matahari di gunakan untuk
mengeringkan pakaian, panas setrika digunakan untuk melicinkan pakaian, dan panas
36
dari api kompor dapat digunakan untuk memasak. Panas juga dapat dihasilkan oleh
gesekan dua buah benda. Panas disebut juga dengan kalor.
2) Energi Cahaya
Energi cahaya adalah energi yang dipancarkan oleh sumber cahaya.
Misalnya, energi cahaya yang dipancarkan oleh matahari, bintang, api, dan lampu.
Cahaya matahari dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk membuat makanan
melalui fotosintesis serta untuk menerangi bumi dan segala isinya di saat siang hari.
Di malam hari, kita memerlukan energi cahaya untuk menerangi ruangan. Energi
tersebut berasal dari lampu yang dinyalakan. Energi cahaya juga dimanfaatkan oleh
mercusuar untuk memberikan arahan bagi kapal dalam mengetahui posisinya,
memperingatkan adanya bahaya, dan memberitahu kapal bahwa daratan sudah dekat.
3) Energi Gerak
Energi gerak disebut juga energi kinetik. Energi kinetik adalah energi yang
dimiliki oleh benda yang sedang bergerak. Contohnya, air yang mengalir, angin,
orang yang berlari, kereta yang berjalan, dan roda yang berputar.
4) Energi Listrik
Energi listrik adalah energi yang timbul karena adanya arus listrik. Alat yang
dapat menghasilkan energi listrik disebut sumber listrik. Contoh sumber listrik,
antara lain, baterai, aki, dan generator. Beberapa alat listrik seperti kipas angin,
setrika listrik, pompa air listrik, lampu listrik, dan blender dapat berfungsi karena
adanya energi listrik.
37
5) Energi Bunyi
Energi bunyi adalah energi yang ditimbulkan oleh benda yang menghasilkan
bunyi. Energi bunyi dapat diketahui melalui telinga kita. Bunyi dihasilkan oleh
benda-benda yang bergetar.
Misalnya, senar gitar yang dipetik dapat menimbulkan bunyi karena bergetar,
kita dapat mengeluarkan suara karena pita suara yang terletak di dalam tenggorokan
kita bergetar. Makin kuat getarannya, makin besar pula energi bunyi yang dihasilkan
oleh pita suara.
6) Energi Kimia
Energi kimia adalah energi yang dikeluarkan dari hasil reaksi kimia. Energi
kimia banyak terdapat dalam bahan makanan dan bahan bakar.
c. Energi Tidak Dapat Dilihat Tetapi Dapat Dirasakan
Dapatkah kamu melihat keberadaan energi? Dapatkah kamu merasakan
keberadaan energi? Makhluk hidup tidak dapat melihat energi, tetapi dapat
merasakan keberadaan energi. Salah satu buktinya, sehabis beristirahat dan makan,
tubuhmu yang semula letih dan lemah setelah beraktivitas akhirnya dapat segar dan
kuat kembali. Hal ini tentu saja disebabkan oleh adanya energi baru yang berasal dari
makanan yang telah kamu makan tersebut. Dapatkah kamu melihat energi baru yang
timbul di dalam tubuhmu itu? Tidak, bukan? Kamu hanya dapat merasakan
keberadaan energi baru tersebut dari kondisi tubuhmu yang semula letih dan lemah
menjadi segar dan kuat kembali. Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat
38
dimusnahkan. Namun, energi dapat diubah menjadi bentuk bentuk yang lain. Contoh
perubahan bentuk energi, antara lain:
1) energi gerak dapat diubah menjadi energi listrik,
2) energi matahari dapat diubah menjadi energi kimia,
3) energi listrik dapat diubah menjadi energi cahaya,
4) energi kimia dapat diubah menjadi energi gerak, dan sebagainya.
d. Sumber Energi, Kegunaan, dan Cara berhemat
Energi tidak dapat kita lihat secara langsung sehingga untuk mengukur energi
yang digunakan tidak dapat dilakukan secara langsung. Mengukur energi secara tidak
langsung adalah dengan cara mengamati pengaruh yang ditimbulkan oleh energi itu
pada suatu benda. Misalnya, energi panas dapat menyebabkan suhu benda meningkat
(makin panas). Besar kecilnya kenaikan suhu suatu benda dapat digunakan untuk
menunjukkan besar kecilnya energi panas yang diterima oleh benda tersebut. Makin
tinggi suhunya, maka jumlah energi panas yang diterima benda tersebut makin besar.
Jadi, meskipun tidak dapat kita lihat, energi panas (termasuk energi-energi yang lain)
dapat kita rasakan keberadaannya.
a) Macam-Macam Sumber Energi
Sumber energi adalah benda yang dapat memberikan energi pada benda lain
untuk melakukan suatu kegiatan. Contoh sumber-sumber energi yang terdapat di
sekitar kita, antara lain, makanan, minyak bumi, gas alam, baterai, listrik, matahari,
air, dan angin.
39
b) Tujuan Penggunaan Sumber Energi
Manusia dan makhluk hidup lainnya tidak dapat lepas dari kebutuhan akan
energi. Semua aktivitas yang dilakukan selalu membutuhkan energi. Energi yang
dibutuhkan berasal dari sumber energi. Tanpa adanya energi, makhluk hidup akan
mati.Tujuan penggunaan sumber energi, antara lain, sebagai berikut.
1. Menghasilkan Penerangan
2. Menghasilkan Panas atau Dingin
3. Menggerakkan Suatu Benda
c) Penghematan Energi
Di alam ini tersedia banyak sumber energi. Berbagai macam sumber energi
itu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber energi yang dapat diperbarui dan
sumber energi yang tidak dapat diperbarui. Contoh sumber energi yang dapat
diperbarui, antara lain baterai, makanan, air, angin, dan matahari. Contoh sumber
energi yang tidak dapat diperbarui, antara lain, minyak bumi, gas alam, batu bara,
dan barang-barang tambang lain. Sumber energi yang tidak dapat diperbarui adalah
sumber energi yang apabila sudah habis terpakai, tidak dapat dibentuk lagi dalam
waktu yang singkat. Oleh karena itu, manusia selalu berusaha dengan segala
kepandaiannya untuk dapat menemukan sumber energi baru.
Agar sumber energi yang telah disediakan oleh alam ini tidak cepat habis,
maka perlu digalakkan tindakan penghematan energi sedini mungkin. Usaha untuk
menghemat energi yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:
1. menggunakan alat-alat listrik yang hemat energi,
2. mematikan alat-alat listrik bila tidak digunakan,
40
3. kamar kosong tidak perlu diberi penerangan,
4. menggunakan kendaraan yang hemat bahan bakar,
5. mematikan keran air apabila selesai digunakan,
6. menggunakan air secukupnya saat mencuci pakaian,
7. menggunakan kompor yang hemat energi.
B. Kerangka Berfikir
Model pembelajaran Cooperative Learning tipe STAD adalah model
pembelajaran dengan strategi kelompok belajar yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa
yang heterogen dari kemampuan belajarnya, ada siswa yang kemampuan
belajarnya tinggi, sedang maupun rendah. Kelompok belajar tersebut akan ada
tanggungjawab bersama, jadi setiap anggota saling membantu untuk menutupi
kekurangan temannya. Ada proses diskusi, saling bertukar pendapat, menghargai
pendapat, pembelajaran teman sebaya, kepemimpinan dalam mengatur
pembelajaran di kelompoknya sehingga yang terjalin adalah hubungan positif.
Inti dari model STAD (Student Team Achievement Division) antara
lain guru menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa bergabung dalam
kelompoknya yang terdiri atas empat sampai lima orang untuk menyelesaikan
soal-soal yang diberikan oleh guru. Setelah selesai mereka menyerahkan
pekerjaannya secara tunggal untuk setiap kelompok kepada guru. Kelebihan
model pembelajaran Cooperative Learning tipe STAD dibanding model
pembelajaran ceramah adalah keaktifan siswa akan terlihat dengan antusiasme
41
dan kerjasama siswa dalam satu kelompok untuk memecahkan masalah yang
telah diberikan oleh guru. Sehingga akan terjadi dinamika kelas dan setiap siswa
mempunyai andil dalam dinamika kelas ini. Adanya keaktifan siswa ini maka
diharapkan akan meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa karena siswa
akan lebih bisa memahami materi pelajaran dengan mempelajari secara bersama-
sama daripada hanya dijelaskan oleh guru. Proses belajar mengajar IPA lebih
ditekankan pada proses belajar secara langsung dan bekerja sama, hingga siswa
dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap
ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap
kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Pembelajaran IPA akan
lebih mudah dimengerti oleh siswa apabila mereka bersama-sama memecahkan
masalah daripada dijelaskan oleh guru dengan model pembelajaran ceramah.
Selama ini yang menjadi kendala siswa dalam mempelajari mata pelajaran IPA
adalah siswa sulit memahami materi yang diajarkan oleh guru karena guru
mempergunakan model pembelajaran ceramah dalam mengajar. Dalam model
pembelajaran ceramah ini hanya ada satu pihak yang aktif yaitu guru, siswa
hanya duduk dan mendengarkan sehingga siswa sebagai pihak yang pasif.
Peningkatan belajar terjadi tidak bergantung pada usia siswa, mata
pelajaran, atau aktivitas belajar. Tugas-tugas belajar yang kompleks seperti
pemecahan masalah, berfikir kritis, dan pembelajaran konseptual meningkat
secara nyata pada saat digunakan strategi-strategi kooperatif. Siswa sering
beranggapan bahwa belajar telah selesai sekali mereka telah menguasai sejumlah
42
fakta. Bagaimanapun juga, mereka lebih memiliki kemungkinan menggunakan
tingkat berfikir yang lebih tinggi selama dan setelah diskusi dalam kelompok
kooperatif daripada mereka bekerja secara individual. Jadi, materi yang dipelajari
siswa melekat untuk periode waktu yang lebih lama. Sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa dalam setting kelas, remaja belajar lebih banyak dari satu
teman ke teman lain diantara sesama siswa daripada dari guru. Konsekuensinya,
pengembangan komunikasi yang efektif seharusnya tidak ditinggalkan demi
kesempatan belajar itu. Model pembelajaran kooperatif memanfaatkan
kecenderungan siswa untuk berinteraksi.
Hubungan penerapan model pembelajaran Cooperative Learning tipe
STAD pada mata pelajaran IPA pada pokok bahasan energi dan perubahannya
dengan motivasi siswa, keaktifan belajar dan peningkatan prestasi hasil belajar
siswa akan dapat dilihat bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tipe
STAD dapat membuat siswa untuk menggunakan tingkat berpikir yang lebih
tinggi karena siswa akan bekerjasama satu sama lain untuk memecahkan masalah
secara bersama-sama (kooperatif) sehingga motivasi dan hasil belajar siswa juga
akan meningkat. Berikut ini adalah gambar diagram alur kerangka berpikir
dengan model cooperative learning tipe STAD.
43
Perencanaan
Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka
hipotesis tindakan adalah: Dengan menerapkan model cooperative learning
tipe STAD (Student Team Achievement Division) dalam pembelajaran IPA
pokok bahasan energi dan perubahannya dapat meningkatkan motivasi dan
Masalah yang dihadapi sebelumtindakan
Guru tidak menggunakanmetode STAD untuk mengajar IPA pokok bahasan energi dan
perubahannya
Tidak ada motivasi untuk siswa yang menyebabkan siswa cepat bosan, siswa
menjadi pasif, kurang berani berpendapat.
Hasil belajar siswa rendah karena
rendahnya pemahaman konsep
Tindakan penelitian :Penerapan Metode STAD dalam
pembelajaran IPA pokok bahasan energi dan perubahannya
Hasil akhir setelah dilakukan tindakan
Motivasi siswa meningkat dalam mengikuti kegiatan
belajar mengajar
Pemahaman siswa tentang konsep energi dan
perubahannya meningkat, ini ditandai dengan hasil belajar
siswa yang tinggi
44
hasil belajar siswa kelas IVB SDN 1 Karanganyar Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Purbalingga.
BAB III
45
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting penelitian
Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di SDN 1 Karanganyar
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga. SD ini berada di lingkungan
yang asri dan cukup strategis karena terletak di pusat kecamatan yang cukup
padat penduduknya dan fasilitas yang mencukupi. Setelah berdiskusi dengan
rekan guru dan kepala sekolah, maka penelitian akan dilaksanakan pada semester
genap tepatnya satu minggu setelah libur akhir semester ganjil, karena pada
waktu ini persiapan untuk melaksanakan penelitian dirasa sudah siap dan kondisi
siswa sudah siap untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran pada semester
genap. SD ini terdiri dari 12 ruang kelas paralel dari kelas I sampai dengan kelas
VI. 1 ruangan kantor kepala sekolah, 1 ruang guru, 1 ruang tata usaha, 1 ruang
perpustakaan, 1 ruang UKS, 1 ruang laboratorium, 1 ruang gudang, bangunan
kantin dan mushola . Siswa yang bersekolah berasal dari masyarakat yang tinggal
di sekitar sekolah.
Penelitian diadakan di kelas IVB, SD Negeri 1 Karanganyar
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga, dengan pertimbangan:
1. Lokasi sekolah yang dekat dengan tempat tinggal peneliti. Ini memudahkan
peneliti untuk meneliti secara efektif dan efisien mengenai jarak dan waktu
yang ditempuh dalam perjalanan dari tempat tinggal ke tempat penelitian.
Selain itu juga mempermudah peneliti dalam pengumpulan data.
46
2. Menurut sumber dari data dan wawancara dengan guru kelas IVB SDN 1
Karanganyar, masih ada permasalahan yang dihadapi guru dalam
melaksanakan pembelajaran IPA, khususnya dalam pembelajaran energi dan
perubahannya, diantaranya siswa kurang termotivasi untuk mengikuti kegiatan
belajar mengajar yang mengakibatkan siswa kurang aktif, siswa kurang berani
bertanya dan berpendapat, sehingga menyebabkan prestasi hasil belajar siswa
rendah.
Tabel 1.1
Alokasi Waktu Penelitian
No Kegiatan
Waktu Pelaksanaan Bulan
November Desember Januari Februari Maret
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Action Plan x
2 Revisi Proposal x x x x x
3 Seminar Proposal x
4Persiapan Perencanaan Tindakan
x
5Pelaksanaan Siklus Ia. Tindakan 1b. Tindakan 2
Xx
6Pelaksanaan Siklus IIa. Tindakan 1b. Tindakan 2
xx
7 Draf Hasil Penelitian x
8 Laporan Hasil Penelitian x
B. Subjek Penelitian
47
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN 1 Karanganyar Kecamatan
Karanganyar Kabupaten Purbalingga. Subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas IVB
sebanyak 34 orang antara lain perempuan 17 orang dan laki-laki 17 orang, yang
menjadi topik dalam penelitian tindakan kelas ini adalah proses pembelajaran konsep
energi dan perubahannya dengan menggunakan model cooperative learning tipe
STAD.
C. Sumber Data
Dalam penelitian tindakan kelas ini sumber data diperoleh dari siswa
kelas IVB SDN 1 Karanganyar Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga.
Penelitian tindakan kelas ini menggunakan sumber data berupa nilai hasil belajar.
Ada 4 macam nilai yang diambil dari subyek penelitian ini yakni : nilai kondisi
awal, nilai pre tes, nilai pengerjaan LKS dari nilai akhir siklus. Dari 4 macam
nilai tersebut yang dijadikan sebagai dasar penentuan ada tidaknya peningkatan
hasil belajar adalah nilai kondisi awal dan nilai akhir siklus. Karena dalam PTK
ini terdapat 2 siklus maka terdapat dua nilai akhir yaitu nilai akhir siklus 2 dan
nilai akhir siklus II. Nilai diperoleh melalui tes akhir siklus 1 dan nilai kedua
diperoleh melalui tes akhir siklus II.
Data merupakan keterangan atau gambaran mengenai suatu hal.
Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sudjana (2002:4) menyatakan bahwa
“keterangan atau ilustrasi mengenai suatu hal bias berbentuk kategori mislnya
rusak, baik, senang, puas, berhasil, gagal, dan sebagainya atau bias berbentuk
48
bilangan. Kesemuanya dinamakan data.” Sedangkan yang dimaksud sumber data
adalah subjek dari mana data diperoleh. (Arikunto, 2002:107).
Data yang akan didapatkan dalam penelitian ini berupa kuantitatif,
hasil dari jawaban pertanyaan (instrument penelitian) penelitian terhadap
respoden, yaitu menjawab atau merespon pertanyaan-pertanyaan peneliti secara
tertulis. Dimana responden tersebut dianggap sebagai sumber data dan juga
sebagai subjek penelitian. Berdasarkan pendapat diatas, maka sumber data dalam
penelitian ini adalah orang yang akan menjawab pertanyaan pada kuasioner
(angket), yaitu siswa kelas IVB SDN 1 Karanganyar.
Selain itu data juga diperoleh dari sumber-sumber data yang
diperlukan berupa dokumentasi nilai hasil ulangan harian IPA materi energy dan
perubahannya, tahun ajaran 2009-2010. Data dan sumber data tersebut
diperlihatkan dalam table dibawah ini:
Tabel 1.2 Data dan Sumber data
No Data Sumber Data Teknik Pengumpulan Data
1 Motivasi Hasil Belajar siswa kelas IVB SDN 1
Karanganyar
Angket
2 Hasil Belajar IPA Nilai ulangan harian IPA
semester 2 materi energi
dan perubahannya
Dokumentasi
D. Teknik dan alat pengumpulan Data
49
Penelitian tindakan kelas melalui model pembelajaran kooperatif tipe
STAD ini membutuhkan data-data yang dapat dianalisis dan direfleksikan
sehingga terbentuk sebuah perencanaan untuk memperbaiki kondisi awal atau
menciptakan situasi belajar yang baru bagi siswa. Dalam pengumpulan data ini,
digunakan metode atau cara sebagai berikut.
1. Cara Observasi
Pedoman observasi yang dilakukan peneliti, untuk mengamati seluruh
kegiatan yang berlangsung dari aktivitas siswa, mulai dari awal pembelajaran
sampai akhir pembelajaran IPA mengenai energi dan perubahannya. Tujuan
tindakan observasi adalah untuk memperoleh data perilaku siswa sehingga
didapatkan hasil perubahan perilaku siswa dalam memperbaiki pembelajaran.
2. Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dari terwawancara. Yang diwawancarai oleh peneliti
adalah siswa dan guru kelas IVB SDN 1 Karanganyar. Pedoman wawancara
ini bisa mengenai pembelajaran yang telah dilaksanakan. Tujuan diadakannya
wawancara adalah untuk memperoleh data verbal atau konfirmasi dari siswa
dan guru mengenai penyebab kesulitan siswa dalam memahami energi dan
perubahannya di kelas IVB SDN 1 Karanganyar.
3. Metode Tes
50
Tes adalah serentatan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk
mengukur kemampuan siswa. Tes yang digunakan peneliti untuk mengetahui
kemampuan siswa dalam memahami materi energi dan perubahannya. Tes
yang dilakukan dalam penelitian ini ada dua yaitu tes tertulis dan tes unjuk
kerja. Tes tertulis bertujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa
mengenai energi dan perubahannya berupa soal-soal yang harus dijawab. Tes
yang kedua yaitu tes unjuk kerja yang bertujuan untuk mengatahui
kemampuan siswa dalam memahami energi dan perubahannya, yaitu berupa
pedoman penilaian unjuk kerja.
E. Validasi Data
Validasi diperlukan agar diperoleh data yang valid. Validitas yang
digunakan perlu sesuai dengan data yang dikumpulkan. Untuk data kuantitatif
( berbentuk angka) umumnya yang divalidasi instrumennya. Diperlukan kisi-kisi agar
terpenuhinya validitas teoretik, khususnya content validity.
Soal yang berupa perintah dan skor penilaian dikonsultasikan dengan rekan
sejawat terhadap soal tersebut. Soal dan penilaian dapat atau layak digunakan sebagai
instrumen penelitian. Adapun soal dan skor penilaian meliputi: a) untuk data tentang
hasil belajar instrumen atau butir soal melalui kisi-kisi. Kisi-kisi dibuat supaya soal yang
dikeluarkan tidak mengelompok melainkan menyebar atau rata dan soal yang dikeluarkan
sesuai dengan kurikulum, dan b) untuk data motivasi instrumennya adalah lembar
pengamatan motivasi siswa.
F. Analisis Data
51
Data yang diperoleh akan dianalisis pada setiap kegiatan sebagai
pengujian terhadap hipotesis tindakan yang telah dirumuskan. Analisis data
tersebut dapat dilakukan dengan cara membandingkan transkip setiap instrumen
kegiatan dan hasil kerja siswa. Teknik analisis data yang digunakan, yaitu :
1. Kuantitatif
Data kuantitatif dalam penelitian diperoleh dengan mengadakan tes.
Tes dilakukan dengan menggunakan soal yang dibuat oleh peneliti. Tes
dilakukan sebanyak dua kali, yaitu tes pada siklus pertama dan tes pada siklus
yang kedua. Hasil tes dari siklus I dianalisis untuk mengetahui perbandingan
hasil belajar IPA siswa.
2. Kualitatif
Kondisi awal dengan kondisi hasil belajar siklus I. Dari analisis
tersebut kemudian dibuat refleksi untuk mengetahui kelemahan siswa dalam
menyelesaikan tugas. Berdasar kelemahan-kelamahan yang ada, diadakan
ulasan untuk menghadapai tes siklus II. Hasil pada siklus II dianalisis dan
direfleksi, dari analisis dan refleksi tersebut dapat diketahui kemampuan hasil
Teknik pengumpulan data kualitatif yaitu menggunakan lembar
pengamatan motivasi siswa yang dilakukan oleh peneliti/pengamat.
Observasi motivasi siswa digunakan untuk untuk mengetahui motivasi
belajar IPA pada siswa yang menggunakan menggunakan lembar
pengamatan motivasi. Persentase motivasi = (Skor perolehan : skor
52
maksimal ) X 100%, siswa dikatakan termotivasi bila persentasi motivasi
siswa lebih dari 50%.
G. Indikator Keberhasilan Penelitian
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah :
a. Adanya peningkatan motivasi siswa dalam pembelajaran IPA materi energi
dan perubahannya yaitu rata-rata atau lebih dari 50%.
b. Sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa kelas IV telah mencapai KKM
mata pelajaran IPA yaitu 65.
H. Prosedur Penelitian
Sebelum melakukan tindakan kelas, diadakan refleksi awal dengan
cara mengobservasi hasil ulangan harian siswa kelas IVB tahun pelajaran
2009/2010, pokok bahasan energi dan perubahannya. Penelitian tindakan kelas
ini dilakukan dalam 2 siklus. Setiap siklus melalui tahapan-tahapan:
perencanaan, implementasi tindakan, observasi/pengamatan, refleksi.
1. Siklus I
Secara terperinci prosedur penelitian tindakan kelas dalam siklus
pertama diuraikan sebagai berikut:
a. Perencanaan.
Perencanaan dalam siklus pertama meliputi:
53
1) Mengobservasi hasil ulangan harian semester genap pelajaran IPA
materi energi dan perubahannya kelas IVB SDN 1 Karanganyar tahun
2009/2010.
2) Mengidentifikasi masalah yang dihadapi siswa.
3) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran materi energi dan
perubahannya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD.
4) Membuat kuis.
5) Membuat lembar pengamatan untuk siswa.
6) Membuat soal-soal tes untuk melihat hasil tindakan pada siklus I.
7) Berdiskusi dengan guru atau teman sejawat.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksaaan tindakan yang dilaksanakan dalam pembelajaran adalah
kinerja guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
pada mata pelajaran IPA pokok bahasan energi dan perubahannya, yang
terbagi dalam siklus I dan siklus II, yang terdiri dari kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
Tahap apersepsi pembelajaran pada siklus I
1) Guru mengkondisikan siswa kearah situasi yang kondusif.
2) Guru mengabsen kehadiran siswa, setelah semua siswa
dikondisikan.
54
3) Guru melakukan apersepsi melalui tanya jawab mengenai konsepsi
awal siswa dan dihubungkan dengan materi pembelajaran yang
akan dipelajari. “Pernahkah kamu berkeringat? Pernahkah kamu
kecapaian setelah olahraga? ”
4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
Tahap kegiatan inti pembelajaran pada siklus I
1) Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari
4-5 anak
2) Guru membagikan LKS pada kelompok
3) Guru menjelaskan petunjuk pengerjaan LKS
4) Guru membimbing kegiatan siswa dalam kelompok
5) Guru meminta perwakilan kelompok untuk melaporkan dari hasil
diskusinya di depan kelas
6) Siswa bersama-sama guru membahas hasil diskusi kelompok
Tahap kegiatan akhir pembelajaran pada siklus I
1) Guru bersama siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran
2) Guru melakukan evaluasi akhir secara individu
3) Guru memberikan skor penilaian
4) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok terbaik.
5) Guru menutup pelajaran.
6)
c. Pengamatan (Observasi)
55
Observasi ini dilakukan oleh peneliti yaitu dengan mengamati proses
pembelajaran dan pengamatan hasil belajar dalam pembelajaran IPA
mengenai energi dan perubahannya dari awal pembelajaran sampai akhir
pembelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah aktivitas
siswa dan kinerja guru sudah sesuai dengan apa yang tercantum dalam
lembar observasi atau tidak. Sehingga hasil observasi dapat diperbaiki pada
siklus berikutnya.
Observer disini adalah guru itu sendiri sebagai peneliti beserta teman
sejawat. Instrumen yang digunakan dalam observasi adalah pedoman
pengamatan dan lembar penilaian yang sudah disediakan digunakan dalam
tahap ini.
d. Refleksi
Refleksi merupakan pengkajian hasil data yang telah diperoleh saat
observasi oleh peneliti, praktikan dan pembimbing. Refleksi berguna untuk
memberikan makna terhadap proses dan hasil (perubahan) yang telah
dilakukan. Hasil refleksi yang ada dijadikan bahan pertimbangan untuk
membuat perencanaan tindakan dalam siklus selanjutnya yang
berkelanjutan sampai pembelajaran dinyatakan berhasil.
Peneliti akan melakukan refleksi diakhir pembelajaran dengan
merenungkan kembali secara intensif kejadian atau peristiwa yang
menyebabkan sesuatu yang diharapkan atau tidak diharapkan. Refleksi
56
merupakan bagian yang sangat penting untuk memahami dan memberikan
makna terhadap proses dan hasil pembelajaran.
2. Siklus II
Berdasarkan refleksi pada siklus I, perlu diadakan perbaikan pada
siklus II dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Perencanaan
Atas dasar temuan pada siklus I maka dibuatlah rencana untuk
melaksanakan siklus II. Siklus ini merupakan penyempurnaan siklus I.
Perbedaan yang mungkin ada pada siklus II yaitu diperolehnya laporan
hasil pengamatan secara utuh.
b. Pelaksanaan Tindakan.
Sesuai dengan rancangan pembelajaran, pada siklus II ini dilakukan
tindakan sebagaimana yang ada pada rencana mengajar harian. Hal ini
sama dengan yang dilakukan pada siklus I. Namun pada siklus II penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD benar-benar diusahakan untuk
meningkatkan hasil belajar, motivasi dan keaktifan siswa pada pelajaran
IPA tentang energi dan perubahannya.
c. Pengamatan
Setelah melakukan tindakan, peneliti melakukan pengamatan pada
setiap perubahan perilaku yang dialami siswa. Pengamatan dilakukan pada
saat proses pembelajaran berlangsung dan membuat catatan-catatan
57
penting. Hal ini sebagaimana dilakukan pada siklus I. Pengamatan
dilakukan dengan menggunakan pedoman pengamatan dan lembar
penilaian.
d. Refleksi
Peneliti kembali melakukan refleksi setelah melakukan tindakan dan
pengamatan. Refleksi dilakukan terhadap hasil yang didapat sebelum siklus
II ini. Tujuan refleksi adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
siswa tentang energi dan perubahannya, untuk dapat dibandingkan dengan
hasil setelah siklus II.
Berikut ini adalah siklus pelaksanaan tindakan kelas:
Gambar 2: Spiral Tindakan Kelas
IdentifikasiMasalah
Perencanaan
AksiRefleksi
Observasi
Perencanaan Ulang
Aksi
Observasi
Refleksi
58
DAFTAR PUSTAKA
Wiratmadja, Rochiati. (2008). Metode PTK. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Mulyasa, E. (2009). Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Slavin, Robert. (2009). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa
Media
Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara
Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana
Subroto, B. Suryo. (2007). Proses Belajar mengajar di Sekolah. Jakarta: Bineka Cipta
Sapriati, Amalia. Dkk. (2009). Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Hill, Winfred F. (2010). Theories of Learning. Bandung: Nusa Media
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2009). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Sudjana, Nana. (2001). Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Irawan, Prasetya. Dkk. (1997). Teori Belajar, Motivasi, dan Ketrampilan Mengajar. Jakarta:
Universitas Terbuka
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka
Cipta
59
Salvin. (2010). Cooperative Learning. [Online]. Tersedia
http://pembelajaranguru.wordpress.com diakses pada tanggal 7
Agustus 2010
Wahyono, Budi. (2008). Ilmu Pengetahuan Alam 4. Jakarta: Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional