Proposal Penelitian Thesis Abbad 01

download Proposal Penelitian Thesis Abbad 01

of 58

Transcript of Proposal Penelitian Thesis Abbad 01

A. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Dalam persaingan global baik domestic maupun di pasar internasional yang sangat ketat perusahaan dituntut untuk bertahan hidup (survive). Perusahaan juga dituntut untuk terus berkembang dengan memberikan produk barang dan jasa pada pelanggan yang bermutu terbaik, harga yang bersaing serta pelayanan yang lebih baik dari pesaing. Lingkungan yang persaingannya berubah-ubah dengan cepat mendorong perusahaan untuk mencari sarana-sarana yang lebik kreatif dan lebih fleksibel guna menghadapi persaingan. Banyak perusahaan yang bergerak dibidang jasa menghadapi tantangan persaingan ini dengan membangun kinerja organisasi melalui peningkatan kualitas pelayanannya terhadap nasabah/konsumen sehingga dapat diandalkan pada saat dibutuhkan tanpa adanya hambatan. Perusahaan yang mampu bersaing dalam pasar adalah perusahaan yang dapat menyediakan produk atau jasa yang berkualitas. Sehingga perusahaan dituntut untuk terus melakukan perbaikan terutama pada kualitas pelayanannya. Hal ini dimaksudkan agar seluruh barang atau jasa yang ditawarkan akan mendapat tempat yang baik di mata masyarakat selaku konsumen dan calon konsumen. Karena konsumen dalam memilih barang dan jasa didasari motivasi yang nantinya mempengaruhi jenis, cita rasa barang dan jasa yang dibelinya.

1

Kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan pada prinsipnya akan bermuara pada penciptaan nilai superior yang akan diberikan kepada pelanggan. Penciptaan nilai yang superior akan menghasilkan tingkat kepuasan yang merupakan tingkat perasaan dimana seorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk/jasa yang diterima dan yang diharapkan (Kotler, 1997). Untuk mengukur tingkat kepuasan sangatlah perlu mengetahui sejauh mana kualitas pelayanan yang diberikan mampu menciptakan kepuasan bagi pelanggan. Menurut Oliver dalam Ferrinadewi (2005), kepuasan merupakan penilaian konsumen terhadap fitur-fitur produk atau jasa yang berhasil memberikan pemenuhan kebutuhan pada level yang menyenangkan baik itu dibawah maupun diatas harapan. Sedangkan menurut Sumarwan(2003) kepuasan adalah tingkat perasaan setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakan dengan harapannya. Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Oleh sebab itu bagi perusahaan yang bergerak dibidang jasa seperti perbankan, memberikan pelayanan yang prima agar nasabah/pelangan merasa puas adalah suatu keharusan agar nasabah tidak lari ke perusahaan pesaing. Dengan adanya kualitas pelayanan yang baik di dalam suatu perusahaan, akan menciptakan kepuasan bagi para pelanggannya. Setelah pelanggan merasa puas dengan produk atau jasa yang diterimanya, pelanggan akan membandingkan pelayanan yang diberikan. Apabila pelanggan merasa benar-benar puas, mereka akan membeli ulang serta memberi rekomendasi kepada orang lain untuk membeli di tempat yang sama. 2

Terciptanya kualitas layanan tentunya akan menciptakan kepuasan terhadap pengguna layanan. Kualitas layanan ini pada akhirnya dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya terjalinnya hubungan yang harmonis antara penyedia barang dan jasa dengan pelanggan, memberikan dasar yang baik bagi terciptanya loyalitas pelanggan dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mounth) yang menguntungkan bagi penyedia jasa tersebut. Dimensi kualitas diatas dapat dijadikan dasar bagi pelaku bisnis untuk mengetahui apakah ada kesenjangan ( gap ) atau perbedaan antara harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Harapan pelanggan sama dengan keinginan pelanggan yang ditentukan oleh informasi yang mereka terima dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu dan komunikasi eksternal melalui iklan dan promosi. Jika kesenjangan antara harapan dan kenyataan cukup besar, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh pelanggannya. Menurut Parasuraman, et al. Kualitas layanan merupakan perbandingan antara layanan yang dirasakan ( persepsi ) konsumen dengan kualitas layanan yang diharapkan konsumen. Jika kualitas layanan yang dirasakan sama atau melebihi kualitas layanan yang diharapkan, maka layanan dikatakan berkualitas dan memuaskan. Meskipun kriteria pengukuran yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan dalam penelitian ini mengacu pada Parasuraman (1988), yaitu : keandalan (reliability), kepastian jaminan (assurance), bukti layanan (tangibles), empati (empathy) dan ketanggapan (responsive). Akan tetapi dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Nielsen & Host (2000) yang meneliti kualitas pelayanan 3

pada perusahaan jasa yang menggunakan 3 indikator pengukuran kualitas pelayanan dari Parasuraman yaitu : keterandalan (reliability), empati (empathy) dan ketanggapan (responsive). Menurut Nielsen & Host (2000) meskipun seharusnya pelanggan yang ditanya mengenai kualitas pelayanan, akan tetapi karyawan pada umumnya mampu untuk secara akurat menggambarkan bagaimana pelanggan memandang kualitas dari pelayanan yang mereka terima. Pendekatan seperti ini juga digunakan dalam penelitian Zerbe et al (1998). Berkaitan dengan itu, ada empat faktor yang diperkirakan dapat

mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu kepemimpinan, komunikasi, system control dan kepuasan kerja. Zerbe et al (1998) menjelaskan bahwa perilaku karyawan seringkali dipengaruhi oleh pimpinannya. Gaya atau sikap yang ditunjukkan pimpinan akan mewarnai cara berfikir para karyawan yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku kerja karyawan di organisasi tersebut. Pemimpin yang mampu memberikan dorongan dan semangat kerja kepada para bawahannya akan mampu meningkatkan kemampuan kerja karyawan tersebut. Selain kepemimpinan, penelitian Harber et al (1997) menjelaskan bahwa peranan komunikasi dalam suatu organisasi juga memainkan peran yang penting karena dapat digunakan untuk menyampaikan informasi keseluruh bagian atau individu dalam organisasi tersebut. Selain itu, komunikasi juga dapat digunakan sebagai alat dalam menyampaikan masukan guna memperbaiki kekurangankekurangan yang terdapat dalam organisasi. Melalui jalinan komunikasi yang efektif

4

dan lancar, seorang pemimpin dapat melakukan koreksi terhadap kekurangan anak buahnya tanpa anak buahnya tersebut merasa tersinggung atau disalahkan. Berikutnya faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan adalah system kontrol. Baldauf et al (2001) menjelaskan bahwa sistem kontrol perilaku dapat digunakan sebagai alat guna mendukung kinerja karyawan karena dengan adanya kontrol maka berbagai potensi permasalahan yang mungkin timbul dapat diantisipasi sejak dini. Secara umum ada dua sistem kontrol yang banyak dikenal, yaitu sistem kontrol berdasarkan perilaku dan sistem kontrol berdasarkan hasil. Kaitan sistem kontrol dengan kualitas pelayanan didasarkan atas pemahaman bahwa perilaku yang ditunjukkan oleh seorang karyawan akan tergantung dari kontrol semacam apa yang diterimanya. Jika sistem kontrol tersebut bersifat positif maka akan berdampak pada perilaku positif karyawan tersebut. Begitu pula sebaliknya. Penelitian menunjukkan bahwa system kontrol perilaku ternyata lebih efektif dalam memperbaiki perilaku kerja karyawan dibandingkan dengan control berdasarkan hasil / output. Hal terakhir yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan adalah kepuasan kerja. Dalam suatu organisasi, karyawan merupakan mediator yang akan memberikan kepuasan kepada konsumennya (Morrison et al, 1996). Karyawan dapat mencari informasi tentang apa yang diharapkan oleh konsumen , yang pada akhirnya dapat menjadikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan dalam merebut pasar. Indikasi kunci dari kepuasan karyawan diukur dengan mengetahui bagaimana obyektifitas dari

5

kinerja perusahaan yaitu mempertemukan rencana sumberdaya manusia dan manajemen. Dengan kondisi persaingan yang semakin tinggi antar perbankan, setiap bank saling berpacu untuk memperluas pasar. Harapan dari adanya perluasan pasar secara langsung adalah meningkatnya transaksi, sehingga bank tersebut akan memiliki lebih banyak nasabah. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. merupakan bank terbesar di Indonesia dalam hal aset, pinjaman, dan deposit. Jumlah pertambahan nasabah Bank Mandiri saat ini termasuk yang paling besar di antara deretan bank lain. "Tiap bulan kami mendapat tambahan 27 ribu nasabah baru," ujar Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardjoyo dalam membuka 'Papua Investmen Day' di Hotel Four Season, (Vivanews.com 8/10/09). Jumlah nasabah premium (Mandiri Prioritas) juga tumbuh signifikan menjadi lebih dari 50.000 nasabah pada 2010 dibandingkan 44.000 nasabah pada Juni 2009 ( Tribunnews.com, 2009). Pada tahun 2014 Bank Mandiri menargetkan pencapaian jumlah nasabah sebesar 20 juta nasabah. Nilai tersebut naik dua kali lipat dari posisi akhir 2009 sebesar 10,6 juta nasabah. Demikian dikatakan oleh Direktur Teknologi dan Operasi Bank Mandiri Sasmita saat Media Gathering "Peningkatan Layanan Nasabah" di Plaza Mandiri, Jakarta(Okezone.com 14/1/2010).

6

TABEL 1.1 10 Besar Pangsa Aset Perbankan Indonesia Per Desember 2010 P Nama Bank Total Asset (Rp Triliun) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bank Mandiri Bank Rakyat Indonesia Bank Central Asia Bank Negara Indonesia Bank CIMB Niaga Bank Danamon Bank Panin Bank International Indonesia Bank Permata Bank Tabungan Negara 371,67 306,76 305,15 217,07 126,96 101,78 91,49 66,86 65,31 61,66 13,76 11,36 11,30 8,04 4,70 3,77 3,39 2,48 2,42 2,28 Pangsa Pasar (%)

Sumber : Infobank Desember 2010 Jumlah pelanggan memang sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup perusahaan yang bergerak dalam bidang penjualan jasa, karena bagi perusahaan jasa, pelanggan merupakan sumber pemasukan. Semakin banyak pelanggan

perusahaan, maka semakin besar pemasukan yang dapat diraih perusahaan, sebaliknya semakin sedikit pelanggan perusahaan, maka semakin sedikit pula pemasukan yang dapat diraih perusahaan. Namun ada beberapa hal yang harus dipahami oleh perbankan, bahwa semakin banyak nasabah maka bank tersebut akan semakin sulit mengenali nasabahnya secara teliti. Terutama tentang suka atau tidaknya nasabah terhadap produk dan layanan yang ditawarkan dan alasan yang

7

mendasarinya. Hal ini tentu saja akan membuat kualitas pelayanan menjadi buruk dan akan menjadi alasan bagi nasabah untuk meninggalkan bank tersebut. Kita dapat menemukan bukti dari kesimpulan tersebut dengan melihat secara saksama apa yang dialami BNI pada tahun 2009. Sekitar 50% dari nasabah yang meninggalkan BNI alasannya adalah karena layanan buruk ( Roy Morgan Single Source dalam Infobanknews.com 2009). Padahal tiga tahun sebelumnya Bank Negara Indonesia merupakan yang tertinggi dalam hal customer satisfaction dari nasabah bank di Indonesia ( Roy Morgan Single Source dalam Infobanknews.com 2009). Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kepuasan pelanggan jelas terlihat sangat erat hubungannya dengan bisnis perbankan itu sendiri. Walaupun bank di Indonesia mempunyai tingkat kepuasan nasabah yang tinggi, namun ada jutaan nasabah yang setiap waktu berpikir untuk berpindah dari bank utamanya. Apa yang menyebabkan mereka meninggalkan bank utamanya, dan apa yang menarik mereka untuk masuk bank lain? Lebih dari apapun, jawaban dari pertanyaan itu adalah poor service atau pelayanan yang buruk. Tampaknya jutaan nasabah yang kurang puas ini terus-menerus berputar mencari layanan yang lebih baik menurut persepsi mereka.

1.2 Rumusan Masalah

Pemahaman bahwa kualitas pelayanan pada nasabah serta tipe atau bentukbentuk budaya organisasi yang memfasilitasi kualitas pelayanan sebagai sesuatu yang mendesak untuk diperhatikan dan dilaksanakan sebenarnya telah dikenal sejak akhir

8

tahun 1980-an. Meskipun demikian pengetahuan mengenai dampak budaya organisasi terhadap kualitas pelayanan dalam bidang pelayanan umum masih belum tereksplorasi dengan baik (Harber et al 1997).

Isu mengenai pentingnya kualitas pelayanan sebenarnya juga sedang mengemuka dalam institusi financial seperti perbankan. Oleh karena itu akhir-akhir ini kualitas pelayanan mulai menjadi topic yang penting bagi penyedia pelayanan perbankan, dimana proporsi yang sama besarnya juga diberikan para praktisi pemasaran yang memberikan perhatian pada hal ini. Hal ini disebabkan karena kualitas pelayanan pada kenyataannya sering terbukti memberikan sumbangan pada keberhasilan dalam praktek pelayanan perbankan.

Dengan mengacu pada hasil-hasil penelitian terdahulu, bahwa kualitas pelayanan karyawan perbankan dapat ditingkatkan oleh faktor-faktor seperti system control, frekuensi komunikasi, kepemimpinan dan kepuasan kerja maka beberapa pertanyaan penelitian yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh system kontrol terhadap kualitas pelayanan? 2. Bagaimana pengaruh frekuensi komunikasi terhadap kualitas pelayanan? 3. Bagaimana pengaruh kepemimpinan terhadap kualitas pelayanan? 4. Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan? 5. Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan?

9

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pengaruh system kontrol terhadap kualitas pelayanan 2. Menganalisis pengaruh frekuensi komunikasi terhadap kualitas pelayanan 3. Menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap kualitas pelayanan 4. Menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan 5. Menganalisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan

1.3.2 Kegunaan Penelitian

1. Memberikan kontribusi kepada dunia bisnis terutama perbankan mengenai factorfaktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan perbankan dalam rangka meningkatkan kinerjanya.

2. Memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang ilmu manajemen strategic.

3. Memberikan tambahan informasi kepada peneliti dibidang ilmu manajemen strategic khususnya mengenai penyusunan strategi yang dapat meningkatkan kinerja perbankan.

10

B. TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN MODEL

2.1 Konsep Tentang Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan merupakan perbandingan antara harapan-harapan

mengenai pelayanan dengan persepsi mengenai kinerja actual (Zheitaml 1988). Sementara itu, Wakefield (2001) mengatakan bahwa pelayanan adalah perbedaan antara harapan dengan persepsi pelayanan yang diterima oleh pelanggan. Kualitas pelayanan mencerminkan kondisi dan lokasi dari pemberian layanan. Seorang nasabah sering membuat penilaian mengenai kualitas pelayanan berdasarkan buktibukti yang Nampak (Tangible) dan yang tidak Nampak (intangible) selama berinteraksi dengan perusahaan (Wakefield, 2001). Menurutnya kualitas pelayanan meliputi : hal yang Nampak/tangible ( yang meliputi fasilitas, lokasi, peralatan, personal, penampilan personal, barang-barang yang kelihatan, merek) hal yang tak Nampak/Intangible( yang meliputi keandalan, tanggapan, jaminan, empati). Dalam penelitian Parasuraman et al menunjukkan bahwa kualitas pelayanan adalah suatu pengertian yang multidimensi. Beberapa dimensi yang sering digunakan oleh para peneliti adalah : 1. Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan sebagaimana yang dijanjikan secara tepat. Hal ini meliputi janji mengenai pelayanan yang baik , harga yang fair, penanganan terhadap keberatan yang tepat dan cepat

11

serta penggunaan komunikasi pasca pelayanan ( misalnya lewat kunjungan, kartu, surat, hubungan telpon atau e-mail ) 2. Responsibility, yaitu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang baik pada pelanggan. Yaitu sejauh mana aktifitas pelayanan yang sudah diberikan atau dilakukan untuk memastikan kepuasan pelanggan. Dimensi ini menekankan pada perilaku personel yang memberikan pelayanan untuk memperhatikan permintaan-permintaan, pertanyaan dan keberatan-keberatan dari para pelanggan. Oleh karena itu maka upaya yang termasuk didalamnya terdiri dari kebijakan-kebijakan misalnya ; memperkerjakan karyawan untuk lembur. 3. Assurance, yaitu dimensi kualitas pelayanan yang berfokus pada kemampuan untuk melahirkan kepercayaan dan keyakinan pada diri pelanggan. Yaitu pengetahuan dan keramahtamahan para karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan itu. 4. Emphaty, yaitu aspek yang menekankan pada perlakuan pelanggan sebagai individu. Salah satu contoh diantaranya desain pelayanan terhadap pelanggan (pemberian perhatian dengan sentuhan pribadi sehingga dapat tepat memenuhi apa yang dibutuhkan oleh pelanggan). 5. Tangibles, yaitu dimensi pelayanan yang berfokus pada elemen-elemen yang mempresentasikan pelayanan secara fisik. Yaitu sesuatu yang tampak, sesuatu yang oleh pelanggan dapat diraba, dapat dicium, dapat dilihat serta didengar. Oleh karena itu yang termasuk dalam aspek ini adalah; fasilitas (misalnya; 12

arsitektur, warna, dekorasi, tempat parkir), lokasi ( berkenaan dengan jarak yang sulit dijangkau atau tidak), peralatan (berkenaan dengan teknologi yang digunakan), personel ( bentuk kontak yang dilakukan oleh karyawan dengan pelanggan), penampilan personel ( misalnya: pakaian staf atau karyawan perusahaan), fisik material (misalnya: iklan di surat kabar, kartu bisnis, website), merek (symbol atau logo yang mudah dikenali dan mudah diingat oleh pelanggan). Pemberi pelayanan jasa pada dasarnya secara rutin mengimplementasikan beragam strategi yang diusahakan untuk peningkatan kualitas pelayanan. Perusahaan yang secara rutin membutuhkan pelanggan yang datang ke tempatnya maka ia akan menggunakan aspek tangible dari kualitas pelayanan untuk citra image sebagaimana yang diinginkan perusahaan. Keseluruhan penilaian dari pelanggan pada dasarnya didasarkan pada aspek tangible dan intangible. Sehingga dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan perusahaan harus mendasarkan pada kedua aspek tersebut. Menurut Parasuraman et al, meskipun tingkat kepentingan dari kategori-kategori ini relative berbeda antara industry jasa yang satu dengan industry jasa yang lain akan tetapi yang dominan terdapat dalam banyak industry jasa (jika tidak semua industry jasa) adalah kelima kategori tersebut. Beberapa literature menyatakan bahwa ketika manajemen suatu perbankan menekankan budaya yang mendorong pada komitmen pengembangan kualitas pelayanan serta memfasilitasi pengembangan komunikasi, pelatihan dan

pengembangan karyawan perbankan maka kualitas pelayanan terhadap nasabah akan 13

dapat meningkat yang pada gilirannya dapat memberi dampak positif pada kinerja organisasi atau institusi yang bersangkutan (Harber et al 1997). Pernyataan ini selaras dengan pendapat umum yang sudah diakui bahwa sebenarnya cara karyawan dalam memperlakukan konsumen adalah sama dengan cara mereka dalam mempersepsikan pelayanan yang diberikan oleh organisasi kepada mereka.

2.2 Pengaruh Sistem Kontrol Terhadap Kualitas Pelayanan Dalam hal ini yang dimaksud dengan sistem kontrol adalah sistem control perilaku, yaitu aktivitas manajemen yang berupa pengawasan, pengarahan, penilaian kinerja yang mendasarakan pada perilaku karyawan. Artinya bahwa karyawan diawasi, diarahkan serta dinilai aktivitas-aktivitasnya, bukan output yang

dihasilkannya (Baldauf et al 2001). Hasil penelitian terdahulu, seperti Baldauf et al (2001) menunjukkan bahwa sistem kontrol perilaku memiliki dampak positif yang signifikan terhadap perilaku karyawan. Penelitian ini menunjukkan bahwa di bawah sistem kontrol perilaku karyawan memiliki kinerja perilaku sebagaimana yang diharapkan organisasi, dimana diantara bentuk perilaku tersebut adalah membangun hubungan baik dengan konsumen serta memahami kebutuhan dan keinginan konsumen. Sementara itu Oliver dan Anderson (1994) juga menyatakan bahwa perilaku karyawan sebenarnya dipengaruhi oleh jenis atau bentuk sistem kontrol yang diterapkan oleh organisasi. Dalam hasil penelitian mereka ditunjukkan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh sistem kontrol yang berdasarkan perilaku selain bahwa karyawan akan memiliki komitmen yang lebih tinggi pada organisasi, mereka 14

juga akan semakin besar perhatiannya dalam memberikan pelayanan pada konsumen seperti yang diinginkan oleh organisasi. Dalam beberapa organisasi sistem kontrol karyawan mendasarkan pada output yang dihasilkan oleh karyawan yang bersangkutan. Artinya karyawan dimonitor dan dinilai kinerjanya berdasarkan output yang dihasilkannya. Akan tetapi dalam organisasi, terutama yang bergerak dalam bidang pelayanan, monitoring kinerja dengan mendasarkan pada output karyawan nampaknya kurang tepat jika diterapkan. Misalnya dalam industri jasa pelayanan perbankan, karyawan yang berhubungan langsung dengan pelanggan tentunya akan dimonitor aktivitas-aktivitasnya dalam hal, seperti : kecepatan, ketepatan serta keramahannya dalam melayani nasabah. Dengan sistem kontrol semacam ini maka karyawan akan terdorong untuk bekerja atau berperilaku sebagaimana yang diharapkan oleh konsumen atau pelanggan dalam memberikan pelayanan terhadap mereka (Zeithaml et al ,1988). Dalam hasil penelitian dari Zerbe et al (1998) juga ditunjukkan bahwa reward dan pelatihan (sebagai bagian dari komponen praktek managemen sumber daya manusia) memiliki dampak positif yang signifikan pada perilaku pelayanan karyawan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem kontrol akan dapat mempengaruhi kualitas perilaku pelayanan karyawan. Oleh karena itu hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Hipotesis 1: sistem kontrol berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan

2.3 Pengaruh Frekuensi Komunikasi terhadap Kualitas Pelayanan 15

Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terpisahkan dari suatu organisasi. Melalui komunikasi, seorang individu dalam organisasi dapat bertukar pandangan atau pendapat dengan individu-individu lainnya. Komunikasi juga akan mempererat individu dalam organisasi dan akan memubat suasana kerja menjadi lebih kekeluargaan. Hal ini sejalan dengan pengertian komunikasi yang dimaksudkan sebagai proses yang digunakan untuk mentransfer informasi serta mempengaruhi dari satu pihak ke pihak lain (Johlke dan Duhan 2000). Komunikasi yang dimaksud dalam konteks pemberian pelayanan di sini adalah komunikasi yang terjadi dalam dan antar bagian dalam organisasi (Zeithaml et al, 1988). Komunikasi yang demikian ini diharapkan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan dari anggota organisasi terhadap konsumen atau pelanggan pengguna produk organisasi. Sebab sebenarnya tujuan yang mendasar dari komunikasi semacam ini adalah untuk mengkoordinasikan orang-orang dan bagian-bagian dalam organisasi sehingga hal-hal yang menjadi tujuan dari organisasi dapat tercapai (Zeithaml et al ,1988). Sebenarnya hal ini menjadi masuk akal karena manakala salah satu bagian dalam organisasi (misalnya bagian pemasaran) dikembangkan atau dilatih secara terpisah dari bagian lain (misalnya pelaksana atau karyawan yang berhubungan langsung dengan nasabah seperti Customer Service), sedangkan tidak ada komunikasi di antara bagian-bagian dalam organisasi maka bagian yang berhubungan langsung dengan konsumen (nasabah) tidak akan dapat atau mampu memberikan pelayanan seperti yang digambarkan oleh bagian yang telah ditraining

16

oleh perusahaan (bagian pemasaran). Kondisi yang seperti ini menunjukkan adanya kesalahpahaman yang diakibatkan kurangnya komunikasi (Zeithaml et al ,1988). Dari sejumlah penelitian komunikasi sering diartiakan sebagai jumlah kontak antara supervisor dan karyawan. Sementara itu para peneliti komunikasi manusia berpendapat bahwa komunikasi merupakan suatu bentuk yang kompleks yang tidak dapat secara tepat dimengerti dengan hanya menggunakan satu segi saja ( Johlke & Duhan 2000). Frekuensi komunikasi merupakan jumlah kontak antara anggotaanggota organisasi. Sebenarnya jumlah komunikasi mengacu pada frekuensi dan durasi dari kontak antara perusahaan dan karyawan-karyawannya (Mohr & Nevin 1990). Karena kebanyakan peneltian empiric mengenai komunikasi dalam perusahaan biasanya menggunakan frekuensi sebagai indicator dari jumlah komunikasi, maka dalam penelitian ini digunakan frekuensi komunikasi bukan durasi dari kontak komunikasi. Penelitian dari Johlke & Dulhan (2000) dinyatakan bahwa komunikasi, dalam industry jasa bertindak sebagai mata rantai hubungan antara karyawan dan perusahaan disamping juga merupakan sarana bagi supervisor untuk mempengaruhi tindakan-tindakan karyawan. Penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah komunikasi antara supervisor-karyawan akan mempengaruhi perilaku karyawan. Sementara itu hasil penelitian lain juga mengindikasikan hal yang sama yaitu bahwa komunikasi dapat mempengaruhi perilaku anggota organisasi. Dalam penelitian Harber et al (1997) ditunjukkan bahwa komunikasi sebenarnya adalah 17

kunci untuk berhasil dalam implementasi atau penerapan dari upaya pengembangan kualitas. Sebab komunikasi yang efektif yang terdiri dari pembicaraan, tulisan, simbolisasi atau perilaku untuk mencapai sasaran yang diharapkan dengan cara-cara yang dapat diterima dengan baik akan berdampak positif pada komitmen karyawan terhadap visi atau mencapai visi-visi organisasi. Hasil ini menunjukkan secara implisit hubungan antara komunikasi dan perilaku pelayanan, karena komitmen pada visi organisasi adalah berarti pula memiliki perilaku yang sesuai atau sejalan dengan visi organisasi. Disamping itu komunikasi dapat mendorong manajer dan karyawan untuk mengembangkan nilai-nilai bersama dan kepercayaan antara mereka, yang mana hal ini sangat diperlukan untuk keberhasilan penerapan pengembangan kualitas pelayanan. Jadi frekuensi komunikasi antara manajer dan karyawan seharusnya akan membawa dampak yang positif terhadap perilaku karyawan. Oleh karena itu hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Hipotesis 2 : frekuensi komunikasi antara manajemen-karyawan berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan

2.4 Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kualitas Pelayanan Berbagai literatur manajemen menjelaskan bahwa kepemimpinan menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi organisasi. Seorang pemimpin memegang peran penting karena keberadaannya dapat menentukan gerak maju organisasi. Sikap atau gaya seorang pemimpin akan mewarnai kegiatan operasional 18

organisasi

sehari-hari.

Menurut

Greger dan

Peterson

(2000)

pengertian

kepemimpinan meliputi beberapa aspek seperti memperlihatkan cara, menuntun, mengarahkan, membujuk, dan berada di depan. Sementara itu Behling dan McFillen (1996) mengartikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk menjabarkan misi dengan jelas, mengkomunikasikannya dan membujuk orang lain atau bawahan untuk merealisasikan misi tersebut. Pemimpin yang berhasil adalah mereka yang dapat mengembangkan suatu visi yang berbeda dari status quo (keadaan pada umumnya), akan tetapi visi tersebut tetap dapat diterima oleh bawahan ( Behling dan McFillen, 1996) . Berbagai pengertian tentang kepemimpinan ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin sebagai orang yang diharapkan memandu organisasi dan para individu di dalamnya ke arah positif seharusnya memiliki kreativitas dalam mencapai tujuannya tanpa melihat apakah ide atau cara yang digunakannya berbeda dari kebiasaan yang berjalan selama ini. Hasil penelitian terdahulu seperti penelitian Kirkpatrick dan Locke (dalam DeGroot et al 2000) menyatakan bahwa karisma pimpinan yang nampak dalam setiap perilaku mereka sebenarnya dapat memotivasi bawahan. Dampak yang mungkin timbul dari perilaku seperti ini adalah upaya-upaya dari bawahan untuk berkinerja dengan baik. Seorang bawahan akan berperilaku kerja yang baik jika dirinya melihat bahwa pimpinannya juga bekerja dengan baik. Sedangkan hasil penelitian dari Behling dan McFillen (1996) mengindikasikan adanya hubungan antara perilaku pimpinan dengan perilaku bawahan. Dalam penelitian tersebut ditunjukkan bahwa atribut-atribut perilaku pimpinan memiliki pengaruh terhadap 19

keyakinan bawahan yang pada gilirannya juga akan mempengaruhi perilaku bawahan. Sebagai contoh, seorang pemimpin yang memberikan dorongan kepada bawahannya akan berdampak pada timbulnya semangat atau motivasi dari bawahan sehingga akan berperilaku kerja sesuai dengan harapan perusahaan. Hasil penelitian lainnya dari Zerbe et al (1998) mengindikasikan adanya pengaruh positif dan signifikan antara kepemimpinan dengan perilaku karyawan terutama dalam kaitannya dengan pemberian pelayanan yang berkualitas pada konsumen. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang meneliti pelayanan dalam organisasi jasa. Salah satunya adalah penelitian dari Schneider & Bowen (Zerbe et al, 1998) yang dalam penelitiannya mereka menyimpulkan bahwa manakala karyawan memandang organisasi sebagai pihak yang memfasilitasi, meningkatkan karir, serta memberikan pengawasan serta pengarahan pada mereka maka mereka akan bebas dalam melakukan pekerjaan pokok mereka dalam memberikan pelayanan pada konsumen. Akan tetapi menurut penelitian Zerbe et al (1998), kepemimpinan sebagai bagian dari komponen manajemen sumber daya manusia akan dapat meningkatkan motivasi karyawan dalam hal pemberian pelayanan yang berkualitas. Hasil penelitian dari Church et al (1995) juga mengindikasikan adanya pengaruh positif antara kepemimpinan dengan perilaku pelayanan karyawan. Penelitian yang membahas mengenai dampak perilaku pimpinan terhadap kinerja pelayanan karyawan ini menghasilkan temuan bahwa perilaku pimpinan secara langsung mempengaruhi kualitas pelayanan karyawan yang pada gilirannya akan 20

dapat membawa dampak positif pada peningkatan kinerja organisasi. Oleh karena itu hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Hipotesis 3 : Kepemimpinan memiliki pengaruh positif terhadap kualitas pelayanan

2.4 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kualitas Pelayanan Dalam suatu organisasi, karyawan merupakan mediator yang akan memberikan kepuasan kepada konsumennya (Morisson et al, 1996). Karyawan dapat mencari informasi tentang apa yang diharapkan oleh konsumen , yang pada akhirnya dapat menjadikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan dalam merebut pasar. Indikasi kunci dari kepuasan karyawan diukur dengan mengetahui bagaimana obyektifitas dari kinerja perusahaan yaitu mempertemukan rencana sumberdaya manusia dan manajemen. Kepuasan kerja didefenisikan secara luas yaitu dimana tenaga kerja atau karyawan mempunyai orientasi yang positif terhadap pekerjaan mereka atau sikap mereka terhadap pekerjaan mereka (Mc Nesse - Smith et al 1996). Kepuasan kerja dasarnya adalah merupakan pernyataan emosional yang positif atau meneyenangkan sebagai akibat dari apresiasi pekerja terhadap pekerjaan tertentu (Locke, 1976 dalam Luthan, 1998 h.176). Penelitian-penelitian mengenai kepuasan kerja umunya

menguji kaitan antara kepuasan kerja dengan implikasinya atau konsekuensinya dari factor-faktor penyebabnya. Implikasi kepuasan kerja sering dikaitkan dengan

21

peningkatan kerja individual, kinerja organisasional, tingkat perputaran kerja dan kemangkiran. Church et al (1995) menyatakan bahwa kepuasan kerja karyawan merupakan hasil dari berbagai macam sikap yang dimiliki seorang pekerja. Dalam hal ini yang dimaksud sikap (attitude) adalah yang berhubungan dengan pekerjaan beserta factorfactor yang spesifik seperti pengawasan, upah, kesempatan promosi, kondisi kerja, pengakuan terhadap kecakapan, penilaian kinerja yang sehat, hubungan social didalam pekerjaan, penyelesaian yang cepat terhadap keluhan-keluhan dan perlakuan baik dari pimpinan terhadap para pekerja. Mc Nesse Smith (1996) dan Kirkman & Shafiro (2001) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Sikap seseorang terhadap pekerjaan menggambarkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak mneyenangkan juga harapannya dimasa yang akan datang. Judge et al (1993) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap (attitude) suatu keadaan kognitif yang ada dalam diri seseorang (Internal Kognitif State). Kepuasan kerja mendapat tempat yang sangat penting bagi perilaku organisasi (Luthans, 1998). Ia mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang yang menyenangkan (positif) yang berasal dari penilaian kerja seseorang dalam arti pengalaman kerjanya. Seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap

pekerjaannya mengindikasikan mempunyai tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Sebaliknya seseorang yang memiliki sikap negatif terhadap pekerjaannya

mengindikasikan orang tersebut tidak puas dengan pekerjaannya. 22

Robbins, 1996 menyatakan bahwa ada 3 dimensi penting untuk memahami kepuasan kerja yaitu : a. Kepuasan kerja merupakan respon emosional terhadap kondisi pekerjaan yang tidak dapa t dilihat tapi hanya dapat diperkirakan saja. b. Kepuasan kerja sering ditentukan melalui seberapa jauh apa yang diperoleh pekerja sesuai atau melebihi pengharapannya. c. Melihat kepuasan kerja pada beberapa sikap yang berhubungan dengan pekerjaan. Dari berbagai pendapat sebelumnya mengenai kepuassan kerja, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah merupakan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini berarti bahwa persepsi kepuasan kerja semacam ini melihat kepuasan kerja sebagai hasil interaksi manusia dengan lingkungan kerjanya. Berdasarkan pemikiran diatas maka hipotesis yang diajukan adalah : Hipotesis 4 : kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan

2.5 Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Secara linguistic, Satisfaction berasal dari bahasa latin yaitu satis yang berarti cukup dan facere melakukan atau membuat. Berdasarkan pendekatan linguistic ini maka kepuasan dapat diartikan bahwa produk atau jasa yang mampu memberikan lebih dari pada yang diharapkan konsumen. Kepuasan konsumen adalah kondisi dimana harapan konsumen mampu dipenuhi oleh produk (Kotler & Armstrong, 1999). 23

Kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan pada prinsipnya akan bermuara pada penciptaan nilai superior yang akan diberikan kepada pelanggan. Penciptaan nilai yang superior akan menghasilkan tingkat kepuasan yang merupakan tingkat perasaan dimana seorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk/jasa yang diterima dan yang diharapkan (Kotler, 1997). Untuk mengukur tingkat kepuasan sangatlah perlu mengetahui sejauh mana kualitas pelayanan yang diberikan mampu menciptakan kepuasan bagi pelanggan. Menurut Oliver dalam Ferrinadewi (2005), kepuasan merupakan penilaian konsumen terhadap fitur-fitur produk atau jasa yang berhasil memberikan pemenuhan kebutuhan pada level yang menyenangkan baik itu dibawah maupun diatas harapan. Sedangkan menurut Sumarwan (2003) kepuasan adalah tingkat perasaan setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakan dengan harapannya. Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Oleh sebab itu bagi perusahaan yang bergerak dibidang jasa seperti perbankan, memberikan pelayanan yang prima agar nasabah/pelangan merasa puas adalah suatu keharusan agar nasabah tidak lari ke perusahaan pesaing. Berdasarkan pendapat para ahli diatas bahwa kepuasan pelanggan merupakan fungsi harapan dan kinerja yaitu evaluasi pelanggan terhadap kinerja produk/layanan yang sesuai atau melampaui harapan konsumen. Kepuasan pelanggan secara keseluruhan mempunyai tiga antecedent yaitu kualitas yang dirasakan, nilai yang dirasakan dan harapan pelanggan. Pada umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan akan keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia 24

membeli atau mengkonsumsi suatu produk/jasa. Sedangkan kinerja yang dirasakan adalh persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. Menurut Lupiyoadi (2001), terdapat lima factor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan yaitu: 1. Kualitas Produk Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Konsumen rasional selalu menuntut produk yang berkualitas untuk setiap pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh produk tersebut. Dalam hal ini, kualitas produk yang baik akan memberikan nilai tambah dibenak konsumen. 2. Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan terutama dibidang jasa, pelangga akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Pelanggan yang puas akan menunjukkan kemungkinan untuk kembali membeli produk yang sama. Pelanggan yang puas cenderung akan memberikan persepsi terhadap produk perusahaan. 3. Emosional Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh. Bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai 25

social atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merk tertentu. 4. Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif lebih murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya. 5. Biaya Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk/jasa tersebut. Oleh karena itu hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Hipotesis 5 : kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan

2.5 Penelitian Terdahulu Berikut akan disajikan resume penelitian terdahulu dalam Tabel 2.1 Tabel 2.1 Resume penelitian terdahuluNo. 1. Peneliti Widaryanto et al 2005. Analisis Strategi Peningkatan Kinerja Rumah Sakit Melalui Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Pelayanan (Studi Kasus pada Topik Penelitian menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pelayanan dan pengaruhnya terhadap kinerja organisasi di RS Kariadi Semarang Metode Structural Equation Modeling (SEM) Kesimpulan Hasil penelitian membuktikan bahwa kepemimpinan, komunikasi, dan sistem kontrol mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku pelayanan. Selanjutnya, perilaku pelayanan berpengaruh positif dan

26

Rumah Sakit Kariadi Semarang ) Sebuah Tesis Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Ida Manullang et al, 2008 Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Jasa Penerbangan PT. Garuda Indonesia Airlines di Bandara Polonia Medan Sebuah Tesis Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Sumatra Utara Vitalina D Astanti 2004 Analisis Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Internal Tesis Studi Empirik pada PT. Bank Mandiri Kanwil VII, Universitas Diponegoro Harber et al, 1997, Implementing Quality Service in A Public Hospital Setting, A Path- Analytic Study of the Organizational Antecedent of employee Perceptions and Outcomes, Public Productivity & Management Review

2.

Menganalisis pengaruh Kualitas pelayanan (service quality) dilihat dari lima dimensi : tangbles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy terhadap kepuasan pelanggan jasa penerbangan Garuda Indonesia Airlines

Regresi Berganda

signifikan terhadap kinerja organisasi. Semakin tinggi kepemimpinan, komunikasi, dan sistem kontrol maka akan semakin tinggi kinerja organisasi melalui perilaku pelayanan. Kualitas Pelayanan yang dilihat dari lima dimensi, tangbles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan jasa penerbangan Garuda Indonesia Airlines

3.

Meneliti permasalahan bagaimana komitmen organisasi dipengaruhi oleh factor-faktor konflik peran, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan kepuasan kerjadalam upaya penigkatan kualitas pelayanan internal

Structural Equation Modeling (SEM)

4.

Menganalisis dampak kualitas pelayanan bagi organisasi

LISREL 8

Konflik peran dan ambiguitas peran berpengaruh negative terhadap komitmen organisasi; partisipasi dalam pengambilan keputusan berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi dan kualitas pelayanan internal; kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi dan kualitas pelayan internal serta komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kualitas pelayan internal. Komunikasi menjadi hal penting bagi kesuksesan kualitas pelayanan dalam organisasi

27

2.6 Kerangka Pemikiran Teoritis Berdasarkan telaah teoritis yang dilakukan dibagian awal, selanjutnya dibentuk sebuah model penelitian. Model penelitian ini nantinya diharapkan akan dapat menjadi guideline bagi pemecahan masalah diajukan pada tulisan ini (sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian awal). Model pada penelitian yang merupakan kerangka penelitian teoritis ini menggambarkan pengaruh antara variabelvariabel : system kontrol, frekuensi komunikasi, kepuasan kerja, perilaku pelayanan serta kinerja organisasi. Kerangka pemikiran teoritis yang diajukan ditampilkan pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Strategi peningkatan Kualitas Pelayanan Perbankan dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Organisasi Sistem Kontrol

H1

Frekuensi Komunikasi

H2 H3 Kualitas Pelayanan H5 Kepuasan Pelanggan

Kepemimpinan H4 Kepuasan kerja Sumber : dikembangkan untuk penelitian ini

28

2.7 Hipotesis Berdasarkan uraian dan kerangka pemikiran teoritis tersebut diatas maka kesimpulan hipotesis yang diambil adalah sebagai berikut : Hipotesis 1: system kontrol berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan Hipotesis 2: frekuensi komunikasi manajemen-karyawan berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan Hipotesis 3 : kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan Hipotesis 4: kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan Hipotesis 5: kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan

2.8 Dimensionalisasi Variabel Dari kerangka pemikiran yang telah dibangun, berikut ini akan dijelaskan definisi operasional dari variable yang digunakan dalam penelitian ini.

Dimensionalisasi variable ini akan memberi ukuran atau dimensi-dimensi yang menjelaskan variable tersebut. Berasal dari dimensi-dimensi inilah nantinya akan diturunkan sebuah instrumen pertanyaan yang digunakan untuk mencari nilai atau bobot variable yang diukur. 2.8.1 Variable Sistem Kontrol Sistem kontrol yang dimaksud disini adalah aktifitas-aktifitas seperti; pengawasan, pengarahan, penilaian serta pemberian imbalan atas kinerja yang didasarkan pada perilaku karyawan (Anderson dan Oliver, 1987). Perhatian manager dalam hal ini memusatkan perhatian pada cara, perilaku, atau aktifitas yang 29

diperkirakan dapat mencapai hasil yang telah ditetapkan. Dengan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Jaworski dan McInnis (1989), penelitian ini menggunakan indikator kontrol perilaku yang terdiri atas : pengawasan aktivitas, penilaian aktivitas, serta umpan balik aktivitas. Gambaran indikator-indikator yang digunakan untuk menguji variabel sistem kontrol tersaji pada Gambar 2.2 dibahwah ini: Gambar 2.2 Variable Sistem kontrol

Sistem Kontrol

X1

X2

X3

Sumber : Jaworski dan McInnis (1989) Keterangan : X1 pengawasan aktifitas X2 = evaluasi aktifitas X3 = umpan balik aktifitas

2.8.2 Variabel Frekuensi Komunikasi Frekuensi komunikasi merupakan jumlah kontak antara anggota-anggota organisasi. Sebenarnya jumlah komunikasi mengacu pada frekuensi dan durasi dari 30

kontak antara perusahaan dan karyawan-karyawannya (Mohr & Nevin ; 1990) karena kebanyakan penelitian empiric mengenai komunikasi dalam perusahaan biasanya menggunakan frekuensi sebagai indicator dari jumlah komunikasi, maka dalam penelitian ini digunakan frekuensi komunikasi bukan durasi dari kontak komunikasi. Sebagaimana dalam penelitian yang dilakukan oleh Johlke & Duhan (2000) penelitian ini menggunakan indicator frekuensi komunikasi yang terdiri atas: frekuensi dalam berhubungan dengan manajer, frekuensi diskusi mengenai pekerjaan dengan manajer, frekuensi permintaan diskusi secara tak terencana dengan manajer. Gambar 2.3 Variable Frekuensi Komunikasi Frekuensi Komunikasi

X4

X5

X6

Sumber : Johlke & Duhan (2000) Keterangan : X4 : frekuensi berhubungan dengan atasan / manajer X5 : frekuensi diskusi mengenai pekerjaan dengan atasan / manajer X6 : frekuensi permintaan diskusi yang tak terencana dengan atasan / manajer

31

2.8.3 Variabel Kepemimpinan Mengacu pada Leavit (dalam Behling dan McFillen, 1996) kepemimpinan di sini diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan misi dengan jelas, mengkomunikasikannya dan membujuk orang lain bawahan) untuk

merealisasikannya. Dengan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Shoemaker (2002) maka indikator-indikator untuk variabel kepemimpinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : kemampuan memberi inspirasi, kemampuan membuat anak buah melakukan sesuatu, kemampuan dalam perencanaan. Gambaran indikator-indikator yang digunakan untuk menguji variabel kepemimpinan tersaji pada Gambar 2.2 di bawah ini. Gambar 2.4 Variable Kepemimpinan

Kepemimpinan

X7

X8

X9

Sumber : Shoemaker (2002) Keterangan : X7 : membangun kepercayaan X8 : tanggung jawab

32

X9 : keramahan 2.8.4 Variabel Kepuasan Kerja Variabel kepuasan kerja dibentuk dari tiga indicator yaitu : hubungan dengan rekan kerja, gaji atau upah dan kesempatan untuk maju atau promosi. Gambar 2.5 Variable Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja

X10

X11

X12

Sumber : Moshavi, and Terborg, James R,. 2002 Keterangan : X10 : Hubungan dengan rekan kerja X11 : Gaji atau Upah X12 : Kesempatan untuk maju

2.8.5 Variabel Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan adalah keberhasilan organisasi untuk memuaskan anggota dengan memberikan pelayanan sebaik-baiknya. Data mutu pelayanan didapat dari persepsi karyawan mengenai seberapa jauh atribut kualitas pelayanan yang diharapkan dapat dipuaskan lewat petugas pelayanan. Meskipun kriteria pengukuran 33

yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan dalam penelitian ini mengacu pada Parasuraman (1990), yaitu : keandalan (reliability), kepastian jaminan (assurance), bukti layanan (tangibles), empati (empathy) dan ketanggapan (responsive). Akan tetapi dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Nielsen & Host (2000) yang meneliti kualitas pelayanan pada perusahaan jasa yang menggunakan 3 indikator pengukuran kualitas pelayanan dari Parasuraman yaitu : keterandalan (reliability), empati (empathy) dan ketanggapan (responsive). Menurut Nielsen & Host (2000) meskipun seharusnya pelanggan yang ditanya mengenai kualitas pelayanan, akan tetapi karyawan pada umumnya mampu untuk secara akurat menggambarkan bagaimana pelanggan memandang kualitas dari pelayanan yang mereka terima. Pendekatan seperti ini juga digunakan dalam penelitian Zerbe et al (1998). Gambar 2.6 Variable Kualitas Pelayanan Kualitas Pelayanan

X13

X14

X15

Sumber : Nielsen & Host (2000) Keterangan : X10 : reliability X11 : empathy 34

X12 : responsive 2.9.5 Variabel Kepuasan Pelanggan Variabel kepuasan pelanggan dibentuk oleh lima indicator yaitu : produk, kualitas pelayanan, emosional, harga dan biaya. Namun karena dalam industry perbankan semua produk bank hampir sama dan produk tersebut tidak dijual dengan harga tertentu maka dalam penelitian ini hanya diambil dua indicator yang lebih representatif yaitu kualitas pelayanan dan emosional. Gambar 2.6 Variable Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan

X16

X17

X18

Sumber : dikembangkan untuk penelitian ini Keterangan : X16 : kualitas pelayanan X17 : emosional X18 : Biaya/pengorbanan

2.10 Definisi Operasional Variabel Sub bab ini akan menjelaskan secara ringkas menganai operasionalisasi dari variabel-variabel yang digunakan dalam model penelitian ini. Definisi operasional 35

variabel yang akan digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2 Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Sistem kontrol adalah persepsi karyawan Bank Mandiri mengenai sistem kontrol yang diterapkan oleh Bank mandiri terhadap para karyawannya dalam rangka meningkatkan mutu pelayanannya. Frekuensi komunikasi adalah persepsi karyawan Bank mandiri mengenai tingkat frekuensi komunikasi di antara karyawan dan manajemen yang ada dalam Bank Mandiri. Kepemimpinan adalah persepsi pihak karyawan Bank Mandiri mengenai bentuk kepemimpinan yang ada dalam Bank Mandiri Persepsi mengenai tahapan dimana seseorang mencapai tingkat yang diharapkannya dalam pekerjaannya Kualitas pelayanan adalah bentuk kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak Bank Mandiri terhadap para nasabahnya Persepsi mengenai kepuasan yang didapatkan pelanggan dari pelayanan yang diberikan karyawan Bank mandiri

Variabel Sistem Kontrol

Skala Pengukuran 10 point skala pada 3 item untuk Mengukur system kontrol

Frekuensi komunikasi

10 point skala pada 3 item untuk mengukur Frekuensi komunikasi

Kepemimpinan

10 point skala pada 3 item untuk mengukur kepemimpinan 10 point skala pada 3 item untuk mengukur kepuasan kerja 10 point skala pada 3 item untuk mengukur kualitas pelayanan 10 point skala pada 3 item untuk mengukur kepuasan pelanggan

Kepuasan Kerja

Kualitas Pelayanan

Kepuasan Pelanggan

36

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian yang hendak mengetahui hubungan sebab akibat antara variabel. Oleh karena itu sesuai dengan pendapat Sugiyono (2002) maka desain penelitian yang dipakai adalah desain penelitian kausal. Sebab menurutnya desain penelitian yang berguna untuk mengidentifikasikan hubungan sebab akibat antar variabel dan yang berguna untuk memahami serta memprediksi hubungan tersebut adalah desain penelitian kausal. Tujuan penelitian kausal adalah untuk mengembangkan model penelitian dan menguji hipotesishipotesis penelitian yang telah diajukan.

3.1. Jenis dan Sumber Data 3.1.1. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data subyek. Sebab tujuan penelitian ini adalah meneliti persepsi subyek karyawan Bank Mandiri mengenai orientasi pelanggan, orientasi pesaing serta sistem kontrol yang ada di Bank Mandiri Pekanbaru, dan pengaruhnya terhadap kualitas pelayanan mereka pada nasabah. Di samping itu juga secara bersama-sama diteliti pengaruh kualitas pelayanan karyawan pada nasabah terhadap kepuasan pelanggan Bank mandiri yang bersangkutan. Oleh karena itu data subyek ini adalah berupa opini, sikap dan pengalaman dari responden karyawan Bank Mandiri.

37

3.1.2. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud disini adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data (Indriantoro dan Supomo 1999). Dalam penelitian ini data diperoleh secara langsung dari responden dengan cara membagikan kuesioner/daftar pertanyaan pada responden. Sementara itu kuesioner yang diajukan disusun berdasarkan variabel yang telah ditentukan. Yang menjadi data primer dalam penelitian ini adalah top manager dan middle manager serta pegawai representatif di PT. Bank Mandiri se Kota Pekanbaru. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi. Dalam hal ini data sekunder berupa hasil laporan kegiatan dan data jumlah pegawai Bank Mandiri se Kota Pekanbaru.

3.2. Populasi dan Sampel Jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga sebagai obyek penelitian dari penelitian ini, atau yang juga sering disebut dengan populasi (Indriantoro dan Supomo 1999), dalam penelitian ini adalah top manager dan middle manager serta pegawai representatif di PT. Bank Mandiri se Kota Pekanbaru atau mereka yang secara langsung terlibat dalam upaya memberikan pelayanan pada nasabah. Sebab hal ini terkait dengan isu kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan yang menjadi focus utama dalam penelitian ini. Populasi top manager dan middle

38

manager serta pegawai representatif berjumlah 130 orang

di PT. Bank Mandiri se Kota Pekanbaru

Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari populasi yang ada. Hal ini disebabkan karena pertimbangan masalah respon rate (tingkat kembalian) kuesioner yang dibagikan kepada responden yang akan diteliti. Dengan demikian teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sensus, yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan keseluruhan jumlah populasi yang ada. Alasan lain dari pengambilan sampel dengan melibatkan keseluruhan dari populasi ini adalah bahwa jumlah sampel yang diajukan dalam penelitian ini telah sesuai untuk teknik analisis SEM. Karena jika mengacu pada ketentuan dari Hair, et al (1995) yang berpendapat bahwa jumlah sampel yang representatif adalah sekitar 100-200. Disamping itu jumlah ini juga telah memenuhi kriteria jumlah sampel yang berpedoman pada ketentuan bahwa jumlah sampel yang representative adalah 5-10 kali jumlah parameter yang digunakan (Hair, et al 1995). Sebab dengan jumlah indikator 18 x 6 maka jumlah sampel yang representatif yang direkomendasikan untuk penelitian ini adalah 108.

39

Tabel 3.1 Daftar Sensus Responden Nama Kantor Kantor Wilayah Cabang Hub Area Manajer, Marketing Officer, Operational manajer, Officer HUB Manajer, Hub Outlet Manajer, Comercial Manajer, Relationship Manajer, Retail Officer, CS Officer Cabang Spoke Mandiri Prioritas Kantor kas Spoke Manajer, CS Officer, CS Representatif, Retail Officer Comercial Manajer, CS Officer, CS Representatif, Retail Officer Cash Outlet Manajer, CS Officer CS Representatif, Retail Officer Total 12 130 3 1, 1, 1, 3 18 1 1, 2, 2 5 4 1, 2, 2, 3 32 3 1, 2, 2, 4 4, 8 63 Jabatan Responden Jumlah Kantor 1 Jumlah Responden 1, 5, 1, 5 Total Responden 12

Sumber : Modul SOP, HR Provider, PT. Bank Mandiri, Tbk. Pekanbaru 2010

3.3. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yaitu suatu metode pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden.

40

3.4. Teknik Analisis Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis kuantitatif. Dengan demikian penelitian ini menggunakan pengukuran yang dapat dihitung atau pengukuran yang melibatkan jumlah satuan tertentu atau dinyatakan dengan angkaangka. Analisis ini meliputi pengolahan data, pengorganisasian data dan penemuan hasil. Sementara itu untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan Structural Equation Modelling (SEM) dari paket software statistik AMOS 4.0. Model ini digunakan karena memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan relatif rumit, secara simultan (Ferdinand, 2002). Alasan lain digunakannya Structural Equation Modelling (SEM) adalah karena teknik statistik ini memiliki keunggulan yang berupa kemampuan untuk mengkonfirmasi dimensi-dimensi dari sebuah konsep atau faktor (yang sangat lazim digunakan dalam manajemen) serta kemampuan untuk mengukur pengaruh hubungan-hubungan secara teoritis. Sementara itu Program AMOS digunakan karena mempunyai kemampuan untuk: a. Memperkirakan koefisien yang tidak diketahui dari persamaan structural linear. b. Mencakup model yang memuat variabel-variabel laten. c. Memuat pengukuran kesalahan (error) baik pada variabel dependen maupun independen. d. Mengukur efek langsung dan tak langsung dari variabel dependen dan independen.

41

e. Memuat hubungan sebab akibat yang timbal balik, bersamaan (simultaneity) dan interdependensi. Langkah-langkah dalam membuat pemodelan yang lengkap dengan

menggunakan analisis SEM meliputi 7 langkah sebagai berikut: 1. Pengembangan Model Berbasis Teoritis Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengembangkan sebuah model penelitian dengan dukungan teori yang kuat melalui berbagai telaah pustaka dari sumber-sumber ilmiah yang berhubungan dengan model yang sedang

dikembangkan. Tanpa dasar teoritis yang kuat, SEM tidak dapat digunakan. SEM tidak digunakan untuk membentuk sebuah teori kausalitas, tetapi digunakan untuk menguji kausalitas yang sudah ada teorinya. Karena itu pengembangan sebuah teori yang berjustifikasi ilmiah merupakan syarat utama menggunakan pemodelan SEM (Ferdinand, 2002). 2. Pengembangan Diagram Alur (Path Diagram) Model penelitian yang akan dikembangkan digambarkan dalam diagram alur (path diagram) untuk mempermudah melihat hubungan-hubungan kausalitas yang sedang diuji. Bahasa program di dalam SEM akan mengkonversi gambar diagram alur tersebut menjadi persamaan kemudian persamaan menjadi estimasi. Dalam SEM dikenal faktor (construct) yaitu konsep-konsep dengan dasar teoritis yang kuat untuk menjelaskan berbagai bentuk hubungan. Disini akan ditentukan alur sebab akibat dari konstruk yang akan dipakai dan atas dasar itu variabel-variabel untuk mengukur konstruk itu akan dicari (Ferdinand, 2002). 42

Dalam diagram alur, hubungan antar konstruk ditunjukkan melalui anak panah. Anak panah yang lurus menunjukkan hubungan kausalitas langsung antara satu konstruk dengan konstruk yang lain. Garis lengkung antar konstruk dengan anak panah pada setiap ujungnya menunjukkan korelasi antar konstruk. Konstrukkonstruk yang dibangun dalam diagram alur dibedakan menjadi dua kelompok yaitu eksogen dan endogen yang diuraikan sebagai berikut: 1. Konstruk Eksogen (Exogenous constructs). Konstruk eksogen dikenal sebagai source variables atau independent variables yang tidak diprediksi oleh variabel yang lain dalam model. Konstruk eksogen adalah konstruk yang dituju oleh garis dengan satu ujung panah. 2. Konstruk Endogen (Endogenous constructs). Konstruk endogen adalah faktor-faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk endogen dapat memprediksi satu atau beberapa konstruk endogen yang lain, tetapi konstruk eksogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen. Pada Gambar 3.1 disajikan diagram alur dari penelitian ini dan Tabel 3.1 disajikan variabel dan indikatornya

43

Gambar 3.1 Diagram Alur

Keterangan: SK : Sistem Kontrol KKR KPLY : Kepuasan Kerja : Kualitas Pelayanan

FKOM : Frekuensi Komunikasi KPM : Kepemimpinan

KPLGN : Kepuasan Pelanggan

44

3. Konversi Diagram Alur ke dalam Persamaan Setelah model penelitian dikembangkan dan digambar pada path diagram seperti di atas maka langkah berikutnya adalah melakukan konversi spesifikasi model ke dalam rangkaian persamaan. Persamaan yang dibangun terdiri dari (Ferdinand, 2002) : 1. Persamaan-persamaan struktural (Structural equation). Persamaan ini dirumuskan untuk menyatakan hubungan kausalitas antar berbagai konstruk. Persamaan struktural dibangun dengan pedoman sebagai berikut: V endogen = V eksogen + V endogen + Error Tabel 3.2 Model Persamaan Struktural Model Persamaan Struktural Perilaku Pelayanan = 1 Kepemimpinan + 2 Komunikasi + 3 Sistem Kontrol + z1 Kinerja Organisasi = 1 Perilaku Pelayanan + z2

2. Persamaan spesifikasi model pengukuran (meassurement model). Pada spesifikasi ini ditentukan variabel mana mengukur konstruk mana, serta menentukan serangkaian matriks yang menunjukkan korelasi yang

dihipotesiskan antar konstruk atau variable.

45

Konsep EksogenX1 = X2 = X3 = X4 = X5 = X6 = X7 = X8 = X9 = X10 = X11 = X12 = 1 Sistem Kontrol + e1 2 Sistem Kontrol + e2 3 Sistem Kontrol + e3 4 Frekuensi Komunikasi + e4 5 Frekuensi Komunikasi + e5 6 Frekuensi Komunikasi + e6 7 Kepemimpinan + e7 8 Kepemimpinan + e8 9 Kepemimpinan + e9 10 Kepuasan Kerja + e10 11 Kepuasan Kerja + e11 12 Kepuasan Kerja + e12 X13 = X14 = X15 = X16 = X17 = X18 =

Konsep Endogen13 Perilaku Pelayanan + e13 14 Perilaku Pelayanan + e14 15 Perilaku Pelayanan + e15 16 Kepuasan Pelanggan + e16 17 Kepuasan Pelanggan + e17 18 Kepuasan Pelanggan + e18

4. Memilih Matriks Input dan Estimasi Model Kovarians atau korelasi SEM hanya menggunakan matriks varians/kovarians atau matrik korelasi sebagai data input untuk keseluruan estimasi yan dilakukannya. Matrik kovarians digunakan karena dapat menunjukkan perbandingan yang valid antara populasi yang berbeda atau sampel yang berbeda, dimana hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh korelasi. Matrik kovarians lebih banyak dipakai dalam penelitian mengenai

46

hubungan, karena standard error dari berbagai penelitian menunjukkan angka yang kurang akurat bila matriks korelasi digunakan sebagai input (Ferdinand, 2002). Ukuran sampel Ukuran sampel mempunyai peranan yang penting dalam mengestimasi hasilhasil SEM. Ukuran sampel menghasilkan dasar dalam mengestimasi kesalahan sampling. Hair (dalam Ferdinand, 2002) menyatakan bahwa ukuran sampel yang sesuai adalah antara 100-200. Dalam penelitian ini pengambilan sampel sebanyak 105 sampel telah memenuhi ketentuan untuk pemakaian SEM. Estimasi Model Setelah model dikembangkan dan input data dipilih, langkah selanjutnya dalah menggunakan program AMOS untuk mengestimasi model tersebut. Program AMOS dipandang sebagai program yang tercanggih dan mudah untuk digunakan.

5. Kemungkinan Munculnya Masalah Identifikasi Problem identifikasi pada prinsipnya adalah problem mengenai

ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan suatu estimasi yang unik. Problem kondisi dimana model yang sedang dikembangkan dalam penelitian tidak mampu menghasilkan estimasi yang unik. Problem identifikasi dapat muncul melalui gejala-gejala (Ferdinand, 2002): 1. Standard error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat besar, 2.Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya disajikan, 47

3. Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varian error yang negatif, 4. Munculnya korelasi yang sangat tinggi antar koefisien estimasi yang didapat.

6. Evaluasi Kriteria Goodness-of-fit Pada langkah ini kesesuaian model dievaluasi melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness-of-fit. Pertama, data yang digunakan harus dapat memenuhi asumsi-asumsi SEM seperti berikut ini (Ferdinand, 2002): 1. Ukuran sampel minimum adalah sebanyak 100 dan selanjutnya menggunakan perbandingan 5 observasi untuk setiap estimated parameter. 2. Sebaran data harus dianalisis untuk melihat apakah asumsi normalitas dipenuhi. Normalitas dapat diuji melalui gambar histogram data. Uji linearitas dapat dilakukan melalui scatterplots dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya linearitas. 3. Outliers, yang merupakan observasi dengan nilai-nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariat yang muncul karena kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasiobservasi lainnya. 4. Mendeteksi multikolinearitas dan singularitas dari determinan matriks kovarians. Nilai determinan matriks kovarians yang sangat kecil memberikan indikasi adanya problem multikolineritas atau singularitas. Treatment yang dilakukan adalah dengan mengeluarkan variabel yang menyebabkan

multikolineritas atau singularitas tersebut. 48

Uji kesesuaian dan uji statistic Beberapa indeks kesesuaian dan cut-off valuenya yang digunakan dalam menguji apakah sebuah model (seperti pada Tabel 3.5 di bawah) dapat diterima atau tidak adalah sebagai berikut (Ferdinand, 2002): - 2 chi-square statistic, dimana model dipandang baik atau memuaskan bila nilai chisquarenya rendah. Semakin kecil nilai 2 semakin baik model itu dan diterima berdasarkan probabilitas dengan cut off value sebesar p > 0.005 atau p > 0.10 - RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation), yang menunjukkan goodness of fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi dalam populasi. Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0.08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model itu berdasar degree of freedom. - GFI (Goodness of Fit Index) adalah ukuran non statistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) hingga 1.0 (perfect fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan suatu better fit. - AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) dimana tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0.90. - CMIN/DF adalah The Minimum Sample Discrepancy Function yang dibagi dengan degree of freedom. CMIN/DF tidak lain adalah statistik chi square, 2 dibagi DFnya disebut 2 relatif. Bila nilai 2 relatif kurang dari 2.0 atau 3.0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. 49

- TLI (Tucker Lewis Index) merupakan incremental index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model, dimana nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model adalah 0.95 dan nilai yang mendekati 1 menunjukkan a very good fit. - CFI (Comparative Fit Index), yang bila mendekati 1, mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi. Nilai yang direkomendasikan adalah CFI 0.95. Tabel 3.4 Good of Fitness Index Good of Fitness Index2

Cut-off Value Diharapkan kecil0.05 0.08 0.90 0.90 2.00 0.95 0.95

Chi-square

Significance Probability RMSEA GFI AGFI CMIN/DF TLI CFI

Uji Reliabilitas Pada dasarnya uji reliabilitas (reliability) menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur yang dapat memberikan hasil yang relatif sama apabila dilakukan pengukuran kembali pada subyek yang sama. Uji reliabilitas dalam SEM dapat diperoleh melalui rumus sebagai berikut (Ferdinand, 2002):

50

( std. loading)2 Construct-Reliability = ---------------------------------( std. Loading)2 + j

Keterangan : - Standard Loading diperoleh dari standarized loading untuk tiap-tiap indicator yang didapat dari hasil perhitungan computer j adalah measurement error dari tiap indikator. Measurement error dapat diperoleh dari 1 error. Tingkat reliabilitas yang dapat diterima adalah 0,7.

Variance Extract Pada prinsipnya pengukuran variance extract menunjukkan jumlah varians dari indikator yang diekstraksi oleh konstruk laten yang dikembangkan. Nilai variance extracted yang dapat diterima adalah 0,50. Rumus yang digunakan adalah (Ferdinand, 2002) : std. loading2 Variance-Extract = -------------------------------std. loading2 + Keterangan : - Standard Loading diperoleh dari standarized loading untuk tiap-tiap indikator yang didapat dari hasil perhitungan komputer. - j adalah measurement error dari tiap indikator. 51 j

7. Interpretasi dan Modifikasi Model Model yang dikembangkan akan diinterpretasikan dan model yang tidak memenuhi syarat pengujian dilakukan modifikasi. Perlunya modifikasi dapat dilihat dari jumlah residual yang dihasilkan model tersebut. Modifikasi perlu dipertimbangkan bila jumlah residual lebih besar dari 1% dari semua residual kovarians yang dihasilkan model. Bila nilai residual yang dihasilkan lebih besar dari 2,58 maka cara untuk memodifikasi adalah dengan menambah sebuah alur baru terhadap model yang diestimasi itu (Ferdinand, 2002).

Indeks modifikasi Indeks modifikasi memberikan gambaran mengenai mengecilnya nilai chisquare bila sebuah koefisien diestimasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengikuti pedoman indeks modifikasi adalah bahwa dalam memperbaiki tingkat kesesuaian model, hanya dapat dilakukan bila ia mempunyai dukungan dan justifikasi yang cukup terhadap perubahan tersebut (Ferdinand, 2002).

52

DAFTAR PUSTAKA

Buku :Ferdinand, Augusty, 2002, Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang Hair, JR., Joseph F., Rolp E. Anderson, Ropnald L. Tatham and William C. Black, 1995, Multivariate Data Analysis with Reading, Fourth Ed., Prentice Hall International, Inc Indriantoro, Nur dan Supomo, 1999, Metodologi Penelitian Bisnis Manajemen, BPFE Yogyakarta UntukAkuntansi &

Kotler, Philip, 1997, Marketing Marketing Analysis, Planning, Implementation and Control, 9 th Edition, Prentice-Hall, New Jersey. , dan Gary Armstrong, 1999, Principle Of Marketing, 8 Hall, New jerseyth

Edition, Prentice-

, 2000, Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian, Alih Bahasa: A.B.Susanto, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta , 2004, Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi Kedelapan, Erlangga, Jakarta Lupiyoadi, Rambat, 2001, Manajemen Pemasaran Jasa, Teori dan Praktik, Edisi Pertama, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Luthan, F., 1998, Organizational Behavior, 8 th ed., Singapore, McGraw Hill Book, Co. Robbin, Stephens P, 1996, Perilaku Organisasi, Jilid 1 dan 2, Prehallindo, Jakarta Sugiyono, 2002, Metode Penelitian Bisnis, CV. Alfabeta, Bandung. Sumarwan, Ujang, 2003, Prilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

53

Jurnal : Anderson, Erin dan Richard Oliver; 1987, Perspective on Behavior-Based Versus Outcomes-Based Salesforce Control Systems, Journal of Marketing, Vol. 51 Baldauf, Artur, David W Cravens dan Nigel Piercy; 2001; Examining Business Strategy, Sales Management, and Salesperson Antecedent of Sales Organisation Effectiveness, Journal of Personal Selling & Sales Management, Vol. XXI. No. 2 Behling, Orlando dan Jaes M. McFillen, 1996, A Syncretical Model of Charismatic / Transformational Leadership, Group & Organizational Management Vol. 21 Church, Allan H, 1995, Linking Leadership Behavior to Service Performance; Do Manager make a Difference?, Managing Service Quality, Vol 5 DeGroot, Timohty, D. Scoot Kiker dan Thomas C. Cross, 2000, A Meta-Analysis to Review Organizational Outcomes Related to Charismatic Leadership, Canadian Journal of Administration Sciences Ferrinadewi, Erna, 2005, Atribut Produk Yang Dipertimbangkan dalam Pembelian Kosmetik dan Pengaruhnya pada Kepuasan Konsumen di Surabaya, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan , Volume ketujuh, No.2. September 2005. Greger, Kenneth R. dan John S. Peterson, 2000, Leadership Profiles for the New Millenium, Cornell Hotel and Restaurant Administration Quaterly Harber, Daphne G, Neal M. Ashkanasy dan Victor J Callan, 1997, Implementing Quality Service in A Public Hospital Setting, A Path-Analytic Study of the Organizational Antecedent of employee Perceptions and Outcomes, Public Productivity & Management Review, Vol 21 Jaworski, Bernard J dan Deborah Mac Innis, 1989; Marketing Jobs and Management Control: Toward a Framework, Journal of MarketingResearch, Vol.XXVI Johlke, Mark C, Dale F. Duhan, Roy D. Howell, dan Robert W. Wilkes,2000, An Integrated Model of Sales Managers; Communication Practises, Journal of The Academic of Science, Vol. 28, No. 2

54

Judge, Timothy A, Watanabe Shinichiro, 1993, Organizational Climate and Decision Framing and Integrated Approach to Analyzing Industrial decisions, Journal of Marketing Research, May Vol. 26 Kirkman, Bradly L; Shafiro, Debra L., 2001, The Impact of Cultural Values on Job Satisfaction and Organizational Commitment in Self Managing Work Teams, The Mediating Role of Employer Resistence, Academy of Management Journal, Vol. 44, P. 557 McNesse-Smith, D., 1996, Increasing Employee Productivity, Job Satisfaction, and Organizational Commitment, Hospital and Health Services Administration, 41: 2, P 160 175, Summer. Mohr, Jakki & John R. Nevin; 1990; Communication Strategies in Marketing Channels: A Theorical Perspective; Journal of Marketing. Morrison, Kimberly A. (1997), How Franchise Job Satisfaction and Personality Affects Performance, Organizational Commitment, Franchisor Relation and Intention to Remain, Journal of Small Bussiness Management, July 1997 Moshavi, and Terborg James R, 2002, The Job Satisfaction and performance of contingent and regular customer service representatives, International Journal of service Industry Management, Vol. 13 No. 4 Nielsen, Jorn Flohr dan Viggo Host; 2000; The Path to Service Encounter Performance in Public and Private Bureaucracies; The Service Industries Journal; Vol.20; No.1 Oliver, Richard dan Anderson, Erin, 1994; An Empirical Test of The Consequences of Behavior and Outcomes-Based Sales Control Systems, Journal of Marketing. Vol. 58 Parasuraman, A., Zeithaml, Valerie A. & Leonard L. Berry, 1988; Servqual; A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Percetions of Service Quality; Journal of Retailing, Vol. 64, No.1 Shoemaker, Mary E., 2003, Leadership Behavior in Sales Managers : A Level Analysis, Journal of Marketing Theory and Practice Wakefield, Robin L; 2001; Service Quality; The CPA Journal

55

Zeithaml, Valerie A. Leonard L. Berry dan Parasuraman, A, 1988, Communication and Control Processes in the Delivery of Service Quality; Journal of Marketing, Vol. 52 Zerbe, Wilfred J, Dawn Dobni Gedaliahu, dan H. Harel, 1998, Promoting Employee Service Behavior: The Role of Perception of Human Resource Management Practices and Service Culture, Canadian Journal of Administrative Science

Internet : Customised Research Director Roy Morgan, 2009, Kenapa Nasabah Pindah Bank?, Ikatan Bankir Indonesia, infobanknews.com Purwanto, Didik, 2010, 2014, Mandiri Targetkan 20 Juta Nasabah, Economy Industri, Okezone.com [email protected], 2009, Pertumbuhan Nasabah Bank Mandiri Terbesar, Bisnis, Vivanews.com Aco, Hasanudin, 2010, Nasabah Premium Bank Mandiri Melonjak, Bisnis dan Ekonomi, Tribunnews.com

56

57

Proposal Tesis

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS PELAYANAN DALAM MENINGKATKAN KEPUASAN PELANGGAN (Studi Kasus pada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. Pekanbaru)

OLEH: ABDUL JALAL RUMIARSHAH NIM: 0910 246 598

PROGRAM STUDI MANAJEMEN STRATA DUA PROGRAM MAGISTER SAINS MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2011

58