PROPOSAL PENELITIAN Tgs Riset Keperwatan
-
Upload
nur-luciana -
Category
Documents
-
view
38 -
download
14
description
Transcript of PROPOSAL PENELITIAN Tgs Riset Keperwatan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare adalah keadaaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada
bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna
hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lender saja. (Ngastiyah,
2005)
Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan
dan kematian anak di berbagai Negara termasuk Indonesia. Penyebab utama
kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit
melalui tinja. Penyebab kematian lainnya adalah disentri, kurang gizi, dan
infeksi. Golongan usia yang paling menderita akibat diare adalah anak-anak
karena daya tahan tubuhnya yang masih lemah. Penyakit diare hingga kini
masih merupakan penyebab utama angka kesakitan dan angka kematian pada
balita (Widoyono, 2011).
Kejadian Luar Biasa dengan angka kesakitannya adalah sekitar 200-400
kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di
Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian
setiap tahunnya, sebagian besar (70%-80%) dari penderita ini adalah anak di
bawah usia 5 tahun (Widoyono, 2011).
Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan
menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita, serta sering
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (Widoyono, 2011).
Berdasarkan kajian dan analisa dari beberapa survei yang dilakukan,
menunjukkan bahwa angka kesakitan diare untuk semua golongan umur per
1000 penduduk Indonesia tahun 2001 adalah 20,27, tahun 2002 : 20, 68.
Angka kematian (CFR) sebesar 0,008% pada tahun 2001. Episode diare balita
1,6 – 2,2 kali pertahun. (Profil Kesehatan Indonesia,). Kematian pada semua
1
golongan umur yang disebabkan oleh diare sebanyak 3,8% dan 22,6%
kematian terjadi pada bayi dan balita. Kematian di perkotaan untuk semua
golongan yang disebabkan oleh penyakit diare sebanyak 3,9% dan 26,7%
kematian terjadi pada bayi dan balita. Untuk daerah pedesaan 3,7% dari total
kematian pada semua golongan umur juga disebabkan oleh diare dan 20,9%
kematian terjadi pada bayi dan balita (Survei Kesehatan Nasional, 2001).
Dari daftar urusan penyebab kunjungan puskesmas / balai pengobatan,
hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama ke puskesmas.
Angka kesakitannya adalah sekitar 200-400 kejadian diare diantara 1000
penduduk setiap tahunya. Dengan demikian di Indonesia diperkirakan
ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunya, sebagian
besar (70% - 80%) dari penderita diare ini adalah anak yang dibawah umur
lima tahun (± 40 juta kejadian). Kelompok ini setiap tahunnya mengalami
lebih dari satu kali kejadian diare. Sebagian penderita (1-2%) akan jatuh
kedalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat
meniggal (Suraatmaja, 2005).
Penemuan kasus diare di Jawa Barat tahun 2010 sebanyak 11,8 juta
orang, namun hasil survey penderita diare yang ditemukan hanya 420.000
orang atau baru 3,6 % dari perkiraan jumlah penderita hampir 12 juta orang.
Penderita diare terbanyak dari golongan umur kurang dari 1 tahun (44,6%),
kenudian pada usia 1-4 tahun sebanyak 144.000 anak (34,2%) dan untuk
golongan umur 5 tahun sebanyak 88.000 orang (21,5%) (Dinkes Jabar, 2011).
Angka penemuan kasus diare di kabupaten Ciamis pada tahun 2010
adalah 6.521 orang yang terdiri anak umur kurang 1 tahun sebanyak 1.782
anak, umur 1-4 tahun sebanyak 2.023 anak, umur 5 tahun keatas sebanyak
2.716 anak. Angka kematian diare sebanyak 4 orang yang terdiri dari bayi
kurang dari 5 tahun sebanyak 2 orang, dan sisanya anak umur lebih lebih dari
5 tahun sebanyak 2 orang, dan sisanya anak umur lebih dari 5 tahun (Dinkes
Ciamis, 2010).
Kejadian diare bayi di usia lima tahun kebawah diwilayah kerja
puskesmas Rancah untuk setiap tahunnya mengalami peningkatan semenjak
2
tahun 2010. Jumlah bayi yang menderita diare pada tahun 2009 sebanyak 312
(25%) kasus diare pada bayi di usia lima tahun kebawah dari jumlah
seluruhnya sebanyak 1248 bayi. Pada tahun 2010 kasus diare pada bayi usia
lima tahun ke bawah sebanyak 332 (26%) kasus dari jumlah bayi 1260 bayi
(Puskesmas Rancah, 2011)
Data dari puskesmas-puskesmas menunjukan bahwa diare merupakan
salah satu penyakit utama yang paling banyak pengunjungnya, sedangkan
lebih dari 20% penderita-penderita yang dirawat dibagian anak-anak RS besar
di Indonesia adalah penderita-penderita gastroenteritis. Jenis penelitian ini
termasuk penelitian kuantitatif, bersifat deskriptif dengan pendekatan cross-
sectional. Pada saat peneliti melakukan studi pendahuluan didapatkan angka
kejadian diare pada balita yang terdapat di Puskesmas Rancah ini dari tahun
masalah kesehatan masyarakat di Puskesmas Banjarsari Kabupaten Ciamis.
Pada anak-anak yang gizinya tidak begitu baik, sering menderita diare
walaupun tergolong ringan. Akan tetapi karena diare itu di barengi oleh
menurunnya nafsu makan dan keadaan tubuh yang lemah, sehingga keadaan
sangat membahayakan kesehatan anak, ibu biasanya tidak menanggapinya
secara sungguh-sungguh karena sifat diarenya ringan, padahal penyakit diare
walaupun di anggap ringan tetapi sangat berbahaya bagi kesehatan anak,
pandangan masyarakat untuk menanggulangi penyakit diare, anak harus di
puasakan, usus di kosongkan agar tidak terjadi rangsangan yang menyebabkan
anak merasa ingin buang air besar. Jika anak sudah dalam keadaan gizi
kurang, keadaan gizinya akan menjadi lebih buruk akibat puasa, maka
memuasakan anak pada saat diare ditambah dengan dehidrasi yang mudah
terjadi pada anak saat diare akan memperburuk keadaan bahkan dapat
menyebabkan kematian.(Purbasari,2009).
Karena itu, peran ibu dalam melakukan penatalaksanaan terhadap diare
suatu pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah satu komponen
faktor predisposisi yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak selalu
menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku tetapi mempunyai
hubungan yang positif, yakni dengan peningkatan pengetehuan maka
3
terjadinya perubahan perilaku sangat cepat. (Notoatmodjo S 2007) Salah satu
pengetahuan ibu yang sangat penting adalah bagaimana penanganan awal
diare pada anak yaitu dengan mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi.
Pemberian cairan pengganti (cairan dehidrasi) baik yang di berikan secara oral
(diminumkan) maupun parentral (melalui infuse) telah berhasil menurunkan
angka kematian akibat dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare
(Purbasari,2009).
Berdasarkan fenomena di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang ”Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu Dalam
Penanganan dini Balita dengan Diare di Puskesmas Rancah.”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah “Adakah Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dalam
Penanganan dini Balita dengan Diare Di Puskesmas Rancah ?”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu Dalam
Penanganan dini Balita dengan Diare Di Puskesmas Rancah.
1.3.2. Tujuan Khusus
Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan ibu terhadap penanganan
dini diare.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini untuk memberikan informasi mengenai hubungan
antara tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu terhadap angka kejadian
diare pada balita.
4
1.4.2. Manfaat Praktis
Hasil penlitian ini diharapkan mampu memberikan peningkatan
pengetahuan, sikap serta perilaku ibu yang mendukung dalam memberikan
perawatan di rumah pada balita yang menderita Diare.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diare
2.1.1. Pengertian diare
Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk
tinja yang encer frekuensi lebih dari biasanya. Neaonatus dinyatakan diare
bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi
berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 4 kali.
(FKUI/RSCM 2001 : 283)
Diare adalah keadaaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada
bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna
hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lender saja. (Ngastiyah,
2005)
Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. WHO pada tahu
1984 mendefenisikan diare sebagai berak cair 3 kali atau lebih dalam sehari
semalam (24 Jam). Para ibu mungkin mempunyai istilah tersendiri seperti
lembek, cair, berdarah, atau dengan muntah (muntaber).
Penting ditanyakan pada orang tua mengenai frekuensi dan konsistensi
tinja anak yang dianggap sudah tidak normal lagi. (Widoyono, 2011 : 193 )
2.1.2. Jenis Diare
Diare terbagi atas 4 jenis, yaitu :
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan
dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2) Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri
adalah anoreksia, penurunan baerat badan dengan cepat, kemungkinan
terjadi.
6
6
3) komplikasi pada mukosa.
4) Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara
terus-menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan
gangguan metabolisme.
5) Diare dengan masalah lain.
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga
disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit
lainnya. Tatalaksana penderita diare tersebut diatas selain berdasarkan
acuan baku tatalaksana diare juga tergantung pada penyakit yang
menyertainya (Ilmu Kesehatan Anak, 1990).
2.1.3. Faktor Penyebab Diare
Menurut Ngastiyah (2005:225) faktor penyebab diare adalah sebagai
berikut:
1) Faktor Infeksi
a. Infeksi lateral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Infeksi lateral ini meliputi :
- Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shingella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
- Infeksi virus : Enteroovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain
- Infestasi parasit: Cacing (Ascaris, Trichiuris, oxyuris,
Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, giardia lamblia,
Trichomonas Homonis), jamur (Candida Albicans).
b. Infeksi Parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat
pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis,
Bronchopneumonia, ensefalitis dan sebagainya (keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2) Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Pada bayi dan anak terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
7
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3) Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4) Faktor psikologis : rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar. Penyebab diare
pada balita yang terpenting adalah :
a) Karena peradangan usus, misalnya : kholera, disentri, bakteri-bakteri
lain, virus dsb.
b) Karena kekurangan gizi misalnya : kelaparan, kekurangan zat putih
telur.
c) Karena keracunan makanan.
d) Karena tak tahan terhadap makanan tertentu, misalnya : si anak tak
tahan meminum susu yang mengandung lemak atau laktosa (FKUI,
1990).
2.1.4. Tanda dan Gejala
Menurut Widoyono (2011:197) beberapa tanda dan gejala diare antara
lain :
1. Gejala Umum
a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun,
apatis, bahkan gelisah.
2. Gejala spesifik
a. Vibrio Cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan
berbau amis
b. Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah.
8
Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan :
1) Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat
terjadi ringan, sedang atau berat
2) Gangguan sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang
singkat. Jika kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien
dapat mengalami syok atau presyok yang di sebabkan oleh
berkurangnya volume darah (Hipovolemia).
3) Gangguan asam-basa (asidosis)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari
dalam tubuh, sebagai kompensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk
menbantu meningkatkan pH arteri.
4) Hipoglikemia (Kadar gula darah rendah)
Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami
mal nutrisi (kurang gizi). Hipoglikemia dapat menyebabkan koma.
Penyebab yang pasti belum di ketahui, kemungkinan karena cairan
ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk kedalam cairan
intraseluler sehingga terjadi endema otak yang mengakibatkan koma.
5) Gangguan gizi
Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan ouput
yang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian
makanan di hentikan, serta sebelumnya penderita sudah mengalami
kekurangan gizi (malnutrisi)
2.1.6. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan tinja.
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan
pemeriksaaan gasa darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatanin untuk mengetahui faal ginjal.
9
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan
fosfor dala serum(terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
5. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau
parasit secara kualitatif atau kuantitatif, terutama dilakukan pada
penderita diare kronik.
2.1.7. Komplikasi
1. Dehidrasi.
2. Renjatan hivopolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardia, perubahan elektrokardiogram).
4. Hipoglekimia.
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defesiensi
enzim lactase.
6. Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau
kronik).
2.1.8. Penanganan Diare
Menurut Kemenkes RI, 2011 Penanganan diare adalah :
A. Rencana Terapi A, Untuk Terapi diare tanpa dehidrasi
Bila terdapat dua tanda atau lebih
1. Keadaan umum baik dan sadar.
2. Mata tidak cekung.
3. Minum biasa, tidak haus.
4. Cubitan kulit perut turgor kembali segera.
Menerangkan 5 langkah terapi diare di rumah
1. Beri cairan lebih banyak dari biasanya
Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
Anak yang mendapat ASI eklusif, beri oralit atau air matang
sebagai tambahan.
10
Anak yang tidak mendapat ASI eklusif, beri susu yang biasa di
minum dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan
(kuah sayur, air tajin, air matang, dsb.).
Beri oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit
dan lanjutkan sedikit demi sedikit.
- Umur < 1 tahun di beri 50-100 ml setiap kali berak.
- Umur > 1 tahun di beri 100-200 ml setiap kali berak.
Anak harus di beri 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila :
- Telah di obati dengan rencana terapi B dan C
- Tidak dapat kembali ke petugas kesehatan jika diare
memburuk.
Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit.
2. Beri Obat Zinc.
Beri zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat
diberikan dengan cara di kunyah, atau di larutkan dalam 1 sendok air
matang atau ASI.
Umur < 6 bulan di beri 10 mg (1/2tablet) per hari
Umur > 6 bulan di beri 20 mg (1 tablet) perhari.
3. Beri makanan untuk mencegah kurang gizi
Beri makanan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat.
Tambahkan 1-2 sendok the minyak sayur setiap porsi makan.
Beri makanan kaya kalsium seperti buah segar, pisang, dan air
kelapa hijau.
Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan
tambahan selama 2 minggu.
4. Antibiotik selektif
Antibiotik hanya di berikan pada diare berdarah atau kolera.
5. Nasihat ibu/pengasuh
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila :
Berak cair lebih sering
11
Muntah berulang
Sangat haus
Makan dan minum sangat sedikit
Timbul demam
Berak berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari
B. Rencana Terapi B, untuk terapi diare dehidrasi ringan/sedang. Bila
terdapat dua tanda atau lebih
1. Gelisah, rewel.
2. Mata cekung.
3. Ingin minum terus, ada rasa haus.
4. Cubitan perut/turgor kembali lambat
5. Jumlah oralit yang di berikan dalam 3 jam pertama di sarana
kesehatan
ORALIT yang di berikan = 75 ml X BERAT BADAN anak
Bila Berat badan tidak di ketahui berikan oralit sesuai tabel di
bawah ini :
Umur < 4bulan 4-12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun
Berat badan < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
Jumlah Cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400
Bila anak ingin lebih banyak oralit, berikan.
Bujuk ibu untuk meneruskan ASI.
Untuk bayi < 6 bulan, tunda pemebrian makan selama 3 jam,
kecuali ASI dan oralit.
Beri obat zinc selama 10 hari berturut-turut.
b. Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit :
Tunjukan jumlah cairan yang di berikan
Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas.
Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah.
Bila kelopak mata agak bengkak, hentikan pemberian oralit dan
berikan air masak atau ASI.
12
Beri oralit sesuai rencana terapi A bila pembengkakkan telah
hilang.
c. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian,
kemudian pilih rencana terapi A,B, atau C untuk melanjutkan terapi.
Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rancana terpai A. bila dehidrasi
telah hilang, anak biasanya buang air kecil kemudian mengantuk
dan tidur.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan sedang ulangi rencanan
terpai A
Anak mulaim di beri makanan, susu, dan sari buah.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan rencana
terpai C.
d. Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B
Tunjukkan jumlah oralit yang harus di habiskan dalam terapi 3 jam
di rumah.
Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah.
Jelaskan 5 langkah rencanan terpai A untuk mengobati anak di
rumah.
C. Rencana terapi C, untuk terapi dehidrasi berat di sarana kesehatan
Bila terdapat dua tanda atau lebih
1. Lesu, lunglai/tidak sadar
2. Mata cekung.
3. Malas minum.
4. Cubitan kulit perut/turgor kembali sangat lambat > 2 detik
a. Beri cairan intravena segera
Ringer Laktat atau NaCl 0,9% (bila RL tidak tersedia) 100 ml/kg BB.
Dibagi sebagai berikut :
13
UmurPemberian I 30ml/kg
BBKemudian 70ml/kg BB
Bayi < 1 tahun 1 jam 5 jam
Anak > 1
tahun
30 menit 2,5 jam
* di ulang lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba.
Nilai kembali tiap 15-30 menit. Bila nadi belum teraba, beri
tetesan lebih cepat.
Juga beri oralit (5ml/kg/jam) bila penderita bias minum,
biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak).
Berikan obat zinc selama 10 hari berturut-turut.
Setelah 6 jam (bayi), atau 3 jam (anak) nilai lagi derajat
dehidrasi.
Rujuk penderita untuk terapi intravena.
Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara
pemebriannya.
Mulai rehidrasi dengan oralit melalui nasogatrik/orogastrik.
Berikan sedikit demi sedikit, 20ml/kg/jam selama 6 jam.
Nilai setiap 1-2 jam.
- Bila muntah atau perut kembung berikan cairan lebih
lambat.
- Bila rehidrasi tidak tercapai dalam waktu 3 jam rujuk
untuk terapi intravena.
Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapai yang
sesuai (A,B atau C)
b. Catatan
14
Bila mungkin amati penderita sedikitnya 6 jam setelah
dehidrasi untuk memastikan bahwa ibu dapat menjaga
mengembalikan cairan yang hilang dengan memberi oralit.
Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit
di daerah saudara, pikirkan kemungkinan kolera dan beri
antibiotika yang tepat secara oral begitu anak sadar.
D. Oralit
Oralit adalah campuran garam elektrolit yang terdiri dari natrium
Klorida (NaCl), Kalium Klorida (KCL), sitrat dan glukosa. Manfaat
oralit adalah :
Untuk mencegah dan mengobati dehidrasi sebagai pengganti cairan
dan elektrolit yang terbuang saaat diare.
Cara membuat larutan Oralit:
Cuci tangan dengan air dan sabun
Sediakan satu gelas air minum yang telah di masak (200 cc)
Masukan satu bungkus oralit 200cc
Aduk sampai larut benar’berikan larutan oralit kepada balita
Cara memberikan larutan oralit :
Berikan dengan sendok atau gelas
Berikan sedikit-sedikit sampai habis, atau hingga anak tidak
kelihatan haus.
Bila muntah, dihentikan sekitar 10 menit, kemudian lanjutkan
dengan sabar sesendok setiap 2 atau 3 menit.
Walau diare berlanjut oralit tetap di teruskan.
Bila larutan oralit pertama habis, buatkan satu gelas larutan oralit
berikutnya.
2.1.9. Pencegahan
Penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan, antara lain :
15
1. Menggunakan air bersih, tanda-tanda air bersih adalah “3 tidak”, yaitu,
tidak berwarna,tidak berbau dan tidak berasa.
2. Memasak air sampai mendidih sebelum di minum untuk mematikan
sebagian besar kuman penyakit.
3. Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah
makan dan sesudah buang air besar (BAB)
4. Memberikan ASI pada anak sampai berusia dua tahun
5. Menggunakan jamban yang sehat.
6. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar.
2.1.10. Penatalaksanaan diare
Menurut Widoyono penatalaksanaan diare di bagi menjadi 2 yaitu :
2.1.10.1. Penalaksanaan Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberiannya.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral
berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk
diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90
mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-
sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit,
sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak
lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan
rincian sebagai berikut:
a. Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
16
1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus
set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus
1 ml=20 tetes).
7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt
(infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set
infus 1 ml=20 tetes).
16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
b. Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
c. Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
d. Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250
ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% +
1 bagian NaHCO3 1½ %. Kecepatan : 4 jam pertama : 25
ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8
tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
e. Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1
(4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
b. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat
badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
lemak tak jenuh
Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
17
Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak
yang berantai sedang atau tak jenuh.
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan
yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
2.1.10.2. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko
terjadinya gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko
komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan
orang tua mengenai proses penyakit.
Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan
penataan lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.
2.2. Balita
2.2.1. Pengertian Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu
tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima
tahun (Muaris.H, 2006).
Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah istilah
umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun).
Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk
melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan
makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik.
Namun kemampuan lain masih terbatas.
Masa balita merupakan periode penting dalam proses
tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu
menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di
periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa
18
yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu
sering disebut golden age atau masa keemasan.
2.2.2. Karakteristik Balita
Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu
anak usia 1 – 3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004).
Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak
menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa
batita lebih besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan
jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih
kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam
sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar.
Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan
frekuensi sering pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka
sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak
mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga
anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak
akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan
mengatakan “tidak” terhadap setiap ajakan. Pada masa ini berat badan anak
cenderung mengalami penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak
dan pemilihan maupun penolakan terhadap makanan. Diperkirakan
pula bahwa anak perempuan relative lebih banyak mengalami gangguan
status gizi bila dibandingkan dengan anak laki-laki
2.2.3. Tumbuh Kembang Balita
Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda,
namun prosesnya senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni:
a. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian
b. bawah (sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke
ujung kaki, anak akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan
belajar menggunakan kakinya.
19
c. Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya adalah
anak akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan untuk
menggenggam, sebelum ia mampu meraih benda dengan jemarinya.
d. Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar mengeksplorasi
keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar, menendang, berlari
dan lain-lain.
Menurut Soetjiningsih (2005) walaupun terdapat variasi yang besar,
akan tetapi setiap anak akan melewati suatu pola tertentu yang merupakan
tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan sebagai berikut :
1. Masa prenatal atau masa intrauterin ( masa janin dalam kandungan )
2. Masa mudigah/embrio : konsepsi sampai 8 minggu2) Masa janin/fetus :
9 minggu sampai lahir b. Masa bayi : usia 0 sampai 1 tahun
3. Masa neonatal : usia 0 sampai 28 hari yang terdiri dari masa neonatal dini
yaitu 0-7 hari dan masa neonatal lanjut yaitu 8-28 hari2) Masa pasca
neonatal : 29 hari sampai 1 tahun. Masa prasekolah (usia 1 sampai 6
tahun)
Klasifikasi umur balita menurut Murwani (2009) yaitu:
a. Masa prenatal yang terdiri dari dua periode yaitu masa embrio dan masa
fetus (usia 0-9 bulan)
b. Masa neonatal (0-28 hari)
c. Masa bayi (29 hari-1 tahun)
d. Masa batita (1-3 tahun)
e. Masa balita (3-5 tahun).
2.3. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui Pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh
malalui mata dan telinga.
20
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
a. Proses Adopsi Perilaku
Perilaku didasari oleh pengetahuan akan lebih lenggeng dari pada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan, (Roger, 1974)
1. Awereness (kesadaran)
2. Interest
3. Evaluation (menimbang baik dan tidaknya stimulus untuk dirinya)
4. Trial, orang mulai perilaku baru
5. Adoption, subjek berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadp stimulus.
b. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domainkognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai tingkatan
antara lain.
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu meteri yang telah dipelajari
sebelumnya.
2. Memahami (Comprehension)
memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Aplication)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4. Analisis (Analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen – komponen, tetapi dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.
5. Sintesis (Synthesis)
21
Menunjukkan suatu kemampuan unuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagaian didalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru.
6. Evaluasi (evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justififikasi atau
penilaian terhadap suatu meteri atau objek.
Menurut (Notoatmodjo, 2010). Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi
yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden kedalam pengetahuan
yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-
tingkatan dibawah ini, untuk menginterprestasikan data, maka dapat
digunakan kriteria standar objektif sebagai berikut :
1. Baik jika jawaban benar > 75 %
2. Cukup jika jawaban benar antara 60 – 75 %
3. Kurang jika jawaban benar < 60 %
2.4. Perilaku
Menurut Skiner (1983) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seorang terhadap stimulus
(Rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya
stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebur merespons,
maka teori Skiner ini disebut teori ”S-O-R” atau Stimulus --- organisme ---
Respons, Skiner membedakan adanya dua respons.
1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan – rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini
disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons – respons yang
relatif tetap. Misalnya : makanan yang lezat menimbulkan keinginan
untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya.
Respondent respons ini juga mencakup perilaku emosional.
2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul
dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang
22
tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer,
karena memperkuat respons. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan
melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap uraian tugasnya
atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya
(stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi
dalam melaksanakan tugasnya.
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua :
1. Perilaku Tertutup (Covert Behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini asih terbats
pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi
pada oaring yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku Terbuka (Overt Behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam
bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat
daiamati atau dilihat oleh orang lain.
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reksi terhadap stimulasi
atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan
respons sangat tergantung pada krakteristik atau factor – factor lain dari
orang yang bersangkutan.
Faktor – faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang
berbeda disebut determinan Perilaku. Determinan perilaku ini dapat
dibedakan menjadi yakni:
1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang
bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya : tingakt
kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya
2) Determinan atau faktor ekternal, yakni lingkungan, baik lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor
23
lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai
perilaku seseorang.
Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku dapat diartikan sebagai suatu
respon organisme terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut, terdiri dari 2
jenis yaitu :
1. Respon Internal
Yaitu yang terjadi didalam individu dan tidak dapat langsung terlihat oleh
orang lain, seperti berfikir, tanggapan, atau sikap batin dan pengertian,
sedangkan prilakunya masih terselubung yang disebut dengan “Coverage
Behavior”.
2. Bentuk Aktif
Yaitu apabila prilaku tersebut jelas dan dapat diobservasi secara
langsung dan sudah kelihatan dalam bentuk tindakan yang nyata yang
disebut “Over Behavior”. Dalam proses pembentukan dan perubahan
prilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari
dalam maupun dari luar individu, oleh karena prilaku tersebut terbentuk
dan dapat mengalami perubahan melalui proses interaksi manusia dengan
lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi terbentuknya prilaku individu
(Notoadmodjo, 2007) tersebut adalah :
a) Faktor intern meliputi : pengertian, persepsi, emosi, motivasi, dan
sebagainya yang terbentuk untuk mengelola
rangsang dari luar.
b) Faktor ekstern : lingkungan, manusia, sosial kebudayaan,
dan sebagainya.
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi
prilaku manusia kedalam 3 “Domain”, ranah, kawasan yaitu : kognitif
(Cognitive), afektif (Affective), dan psikomotor (Psykomotor). Dalam
perkembangan teori Bloom di modifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan
kesehatan (Notoatmodjo, 2000) menjadi :
1) Pengetahuan (Knowledge)
24
Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia terhadap objek
diluarnya, melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya pada
waktu penginderaan, dalam diri manusia terjadi proses perhatian,
persepsi, panghayatan, terhadap stimulus atau objek diluar objek.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dapat diukur atau
diobservasi melalui apa yang diketahui tentang objek (masalah
kesehatan).
2) Sikap (Affective)
Sikap merupakan reaksi atau respon emosional (Emotional Feeling)
seseorang terhadap stimulus atau objek diluarnya.
Respon emosional ini lebih bersifat penilaian atau evaluasi pribadi
terhadap stimulus atau objek diluarnya dan penilain ini dapat di
lanjutkan dengan kecenderungan untuk melakukan atau tidak melakukan
terhadap objek.
3) Tindakan
Tindakan atau respon adalah reaksi konkrit seseorang terhadap stimulus.
Respon ini sudah dalam bentuk tindakan (action) yang melibatkan aspek
psikomotor atau seseorang telah mempraktekkan (practice) apa yang
diketahui atau disikapi.
Menurut Lawrence Green (1980) faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi prilaku ada 3 yaitu :
1) Faktor Predisposisi (Predispossing Factors)
Adalah faktor penentu timbulnya prilaku seperti fikiran dan motivasi
untuk berprilaku yang meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai dan persepsi yang berhubungan dengan motivasi
individu untuk berprilaku. Faktor lainnya adalah variabel demografi,
seperti status sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, dan jumlah anggota
keluarga.
2) Faktor Pendukung (Enabling Faktors)
25
Adalah faktor yang mendukung timbulnya prilaku sehingga privasi atau
fikiran menjadi kenyataan. Wujud dari faktor pendukung ini adalah
seperti lingkungan dan sumber yang ada di masyarakat.
3) Faktor Pendorong (Reinforcing Factors)
Adalah faktor yang merupakan suatu yang sangat pentung untuk
terbentuknya prilaku yang merupakan sumber yang sangat penting untuk
terbentuknya prilaku yang berasal dari orang lain, yang merupakan
kelompok referensi dari prilaku, seperti keluarga, teman sebaya, guru atau
petugas kesehatan.
2.5. Sikap
Sikap merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia,
oleh karena sikap dapat memprediksikan atau memandu perbuatan atau
perilaku seseorang. Sikap seseorang terhadap suatu objek atau perasaan
mendukung atau memihak (Unfavourable) pada objek tersebut.
Secara lebih spesifik Thustone menjelaskan sikap derajat efek positif
atau negatif terhadap suatu objek psikologis. Sedangkan Myers (1996) dalam
Bart’S (1994) memberikan gambaran :
…….Attitude is a favourable or unfavourable rection toward
something or some one, exhibited in one’s belief, feelings or intended
behaviour.
Dari gambaran terdebut tampak bahwa meskipun ada perbedaan,
namun semuanya sependapat bahwa ciri khas dalam sikap adalah mempunyai
objek tertentu (orang, prilaku, konsep, situasi, benda, dll) dan mengandung
penilaian (setuju-tidak setuju, suka-tidak suka) (Notoatmodjo, 2007).
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon emosional (emotional
feeling) seseorang terhadap stimulus atau objek di luarnya, respon emosional
ini lebih bersifat penilaian atau evaluasi pribadi terhadap stimuli atau obyek
diluarnya, dan penilaian ini dapat di lanjutkan dengan kecenderungan untuk
melakukan atau tidak melakukan terhadap obyek (Notoatmodjo, 2000).
26
Sikap secara nyata (Notoatmodjo, 2010). menunjukan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan
sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus
sosial, bahwa sikap itu merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan presdisposisi
tindakan suatu perilaku, sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan
merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek.
Menurut Allport, 1954 Dalam (Notoatmodjo, 2010). menjelaskan
bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu :
1) Kepercayaan, keyakinan, ide, dan konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan emosional atau evaluasi tehadap suatu objek
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga kompenen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
Menurut (Notoatmodjo, 2010). sikap terdiri dari berbagai tingkatan
yaitu :
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat
dilihat dari kesediaan dan perhatian terhadap ceramah tentang gizi.
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya,mengerjakan, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap karena dengan suatu
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas diberikan,
terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang
menerima ide tersebut.
27
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu lain untuk pergi
menimbang anaknya keposyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah
suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap terhadap gizi anak.
4. Bertanggung Jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya denga segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Secara dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan
responden terhadap suatu objek (Nooatmodjo, 2003)
2.6. Tindakan
Tindakan adalah respons atau reaksi konkrit seseorang terhadap
stimulus atau objek. Respons ini sudah dalam bentuk tindakan (action), yang
melibatkan aspek psikomotor, atau seseorang telah mempraktekan (practice)
apa yang diketahui atau yang disikapi (Notoatmodjo, 2000).
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan,
kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui,
selanjutnya ia akan mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya
(dinilai baik) atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (Overt behavior).
Oleh sebab itu indikator praktek kesehatan ini juga mencakup yaitu :
1. Tindakan (praktek) sehubungan dengan penyakit
a. Pencegahan penyakit, mengimunisasikan anaknya, menguras bak
mandi seminggu sekali.
b. Penyembuhan penyakit, misalnya : minum obat sesuai petunjuk
dokter, melakukan anjuran-anjuran dokter, berobat ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang tepat, dan sebagainya.
2. Tindakan (praktek) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
Tindakan atau perilaku ini mencakup antara lain : mengkonsumsi
makanan dengan gizi seimbang.
28
3. Tindakan (praktek) kesehatan lingkungan
Perilaku ini antara lain mencakup : membuang air besar di jamban atau
wc, membuang sampah di tempat sampah, menggunakan air bersih
untuk mandi, cuci, masak dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
Pengukuran tindakan menurut (Arikunto, 2002) dapat dilakukan
secara tidak langsung yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan
yang telah dilakukan, pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung
dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
2.7 Hipotesis
Ada Hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap penanganan diri
pada balita dengan diare.
29
Variable dependentPenanganan dini balita diare
Variable independentPengetahuan ibu tentang diare
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam suatu penelitian adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang diamati dan diukur melalui penelitian yang akan
dilakukan (Notoatamodjo, 2010).
Secara konseptual penelitian ini didasari teori perilaku yang
dikemukakan oleh Notoatmodjo, (2010). Berdasarkan tujuan penelitian dan
tinjauan pustaka maka disusun kerangka konsep sebagai berikut.
3.2 Definisi Operasional
PengukuranSkala UkurVariabel
Defenisi Operasional
Cara ukur Alat ukur Hasil ukur
Pengetahuan Ibu
Pemahaman dan keterangan ibu balita mengenai pengertian, gejala, pencegahan, perawatan dan pengobatan penyakit DIARE
Setiap pertanyaanmempunyai nilai 1bila jawaban benardan 0 bila jawabansalah
Kuisioner Baik : Jika jawaban
benar > 75 % Cukup:
Jika jawaban benar antara 60-75 %
Kurang:Jika jawaban
benar < 60 %
Ordinal
30
30
Penanganan awal balita diare
Penanganan awal diare harus segera dilakukan tindakan dengan memberikan oralit sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang
Setiap pertanyaanmempunyai nilai 1bila jawaban ya dan0 bila jawaban tidak
Kuesioner
8=Tidak melakukan >8=Melakukan
ordinal
3.3 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif, bersifat deskriptif
dengan pendekatan Potong silang (cross sectional) yaitu suatu penelitian
untuk mempelajari dinamika hubungan antara variabel bebas dan variabel
terikat dengan cara pendekatan, observasi dan atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010).
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasai penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek
yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah Ibu
yang membawa anak
Balitanya yang terkena diare ke Puskesmas Rancah dan ibu yang
balitanya pernah mengalami diare.
3.4.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian yang diamlbil dari keseluruhan objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).
Sampel penelitian ini diambil secara accidental sampling, yaitu pengambilan
sampel yang dilakukan dengan mengambil sampel yang tersedia selama
waktu penelitian sampai mencapai sejumlah 10 sampel.
31
Kriteria Inklusi :
Ibu yang mempunyai balita diare
Ibu yang balitanya pernah mengalami diare
Bersedia menjadi responden berikut
3.5 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas Rancah Kecamatan Rancah,
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
2. Waktu penelitian.
Penelitian direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2014
3.6 Teknik Pengumpulan data
3.6.1 Data primer
Data yang dikumpulkan dari hasil kuisioner, wawancara, dan observasi,
dilakukan pada ibu balita yang mengalami diare di Puskesmas Rancah.
3.6.2. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian adalah data pendukung yang diperoleh
dari hasil literatur, jurnal, atau laporan yang dilakukan melalui metode studi
kepustakaan atau memalui internet browsing (pencarian data di internet), dan
data yang diperoleh dari instansi terkait, dari puskesmas berupa profil
puskesmas dan data tentang angka kejadian penyakit diare.
3.7. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan
kuisioner dimana untuk variabel pengetahuan terdapat pertanyaan positif dan
pertanyaan negatif yang akan diberi nilai 1 jika jawaban benar dan nilai 0 jika
jawaban salah.
32
3.8. Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian pengolahan data yang digunakan adalah dengan
primer. Langkah-langkah dalam pengolahan data :
1) Editing (pemeriksaan data)
Merupakan pengecekan atau pengkoreksian data yang teah dikumpulkan
karena kemungkinan data yang masuk atau data yang terkumpul itu logis
dan meragukan. Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan-
kesalahan yang terdapat pada pencatat di lapangan dan bersifat koreksi.
2) Coding (pengkodean)
Merupakan pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk
dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk
angka-angka / huruf-huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada
suatu informasi atau data yang akan dibahas
3) Tabulasi (tabulasi data)
Merupakan membuat tabel-tabel yang berisikan data yang telah di beri
kode, sesuai dengan analisis yang dibutuhkan.
4) Entry data (pemasukan data)
Pada tahap entry data, data dimasukkan kedalam sistem komputeruntuk
diolah.
5) Cleaning data (pembersihan data)
Data yang telah dimasukkan diperiksa kembali sesuai dengan kriteris
data. Langkah ini bertujuan untuk membersihkan data dari kesalahan.
3.9 Analisis Data
Analisis data dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.
Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan
persentase dari tiap variabel. Misalnya distribusi penyakit yang ada didaerah
tertentu, distribusi pemakaian jenis kontrasepsi, distribusi umur dan
responden, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).
33
Adapun data yang dianalisis menggunakan analisis univariat adalah
pengetahuan, sikap dan tindakan Ibu dalam penanganan dini pada balita
dengan diare.
Data-data tersebut ditabulasi, diinterpretasikan kemudian diproses
secara statistik dengan menggunakan rumus:
T = nilai tertinggi – nilai terendah {X- X
S }Dimana:
T = Skor responden
X = Skor responden pada skala yang hendak di ubah menjadi skor T
X = Mean skor kelompok
S = Deviasi standar kelompok
34
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Aziz. A, 2006, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta, Penerbit Salemba Medika
Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Survei Kesehatan Nasional, 2001, Laporan studi Mortalitas 2001 : Pola Penyakit Penyebab Kematian di Indonesia, Jakarta.
Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Buku Kedokteran.EGC
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatik, Jakarta, EGC
Depkes RI. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di rumah Sakit. Pedoman Bagi
Depkes R.I, 2001. Pedoman Pemberantasan penyakit diare, Jakarta,
FKUI, 2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi Ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,
Kemenkes RI, 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Pada Balita, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : Buku Kedokteran.EGC
Notoatmodjo. S. 2007. Metodelogi Penelitian Kesehatan.Jakarta : PT Rineka cipta
Notoatmodjo Soekidjo, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta,PT. Rineka Cipta.
__________ 2007. Ilmu perilaku dalam kesehatan. Jakarta : PT Rineka cipta
Purbasari E, 2009, tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal Diare Pada Balita Di Puskesmas Kecamatan Ciputat, Tanggerang Selatan, Banten. Laporan Penelitian
Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit WHO.
35
Wijayaningsih Kartika Sari, 2013, Asuhan Keperawatan Anak, Jakarta Timur, CV. Trans Info Media.
36