Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

56
PROPOSAL PENELITIAN OPTIMASI SIFAT PSIKOKIMIA, RHEOLOGI DAN SWELLING POWER PADA KANDUNGAN PATI TEPUNG DAN PILUS TAPIOKA MELALUI INOVASI ROTARY SINAR UV DAN METODE HIDROLISIS ASAM LAKTAT Disusun Oleh : ERDITA APRILIA YUGA PAMUJO 21030113120018/ 2013 JOE EPRIDOENA SINULINGGA 21030113130118/ 2013 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2016

description

aaaaaaa

Transcript of Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

Page 1: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

PROPOSAL PENELITIAN

OPTIMASI SIFAT PSIKOKIMIA, RHEOLOGI DAN SWELLING POWER PADA

KANDUNGAN PATI TEPUNG DAN PILUS TAPIOKA MELALUI INOVASI

ROTARY SINAR UV DAN METODE HIDROLISIS ASAM LAKTAT

Disusun Oleh :

ERDITA APRILIA YUGA PAMUJO 21030113120018/ 2013

JOE EPRIDOENA SINULINGGA 21030113130118/ 2013

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK KIMIA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2016

Page 2: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

PROPOSAL PENELITIAN

Nama/ NIM : Erdita Aprilia Yuga Pamujo/ 21030113120018

Nama/ NIM : Joe Epridoena Sinulingga/ 21030113130118

Judul : Optimasi Sifat Psikokimia, Rheologi dan Swelling Power Pada

Kandungan Pati Tepung dan Pilus Tapioka Melalui Inovasi Rotary

Sinar UV dan Metode Hidrolisis Asam Laktat

Semarang, Februari 2016

Telah Menyetujui

Dosen Pembimbing

Dr.rer.nat. Siswo Sumardiono, ST, MT

NIP. 197509157000121001

Page 3: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

iii

RINGKASAN

Indonesia adalah negara pengimport gandum terbesar kedua di dunia setelah Mesir

dengan rata-rata volume impor diatas 5 juta ton per tahun. Menurut survey yang dilakukan

oleh Central Data Mediatama Indonesia menyatakan bahwa kebutuhan tepung terigu di

Indonesia mencapai 6,2 juta ton per tahun yang dipenuhi oleh 22 perusahaan tepung terigu di

Indonesia. Disamping itu, Indonesia menyimpan begitu besar potensi produksi tepung tapioka

dari hasil panen singkong tahuanan yang dilakukan. Tercatat pada tahun 2013, Indonesia

memiliki data sementara sekitar 1,1 juta hektar lahan untuk penanaman singkong yang

menghasilkan 23,8 juta ton singkong. Industri tepung tapioka merupakan industri yang

memiliki peluang dan proyek pengembangan yang baik untuk memenuhi permintaan pasar.

Perbedaan kandungan amilosa dan amilopektin pada tepung akan sangat mempengaruhi

tekstur dan karakteristik produk olahan yang akan dihasilkan, karena itu masih sulit untuk

menggantikan tepung terigu dengan tepung lain, termasuk menggantikannya dengan tepung

tapioka. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melakukan modifikasi dalam tujuan

untuk memperbaiki sifat tepung tapioka adalah dengan memanfaatkan metode hidrolisis asam

laktat dan dilanjutkan dengan radiasi sinar UV melalui alat jenis rotary. Kombinasi metode

ini akan menghasilkan depolimerisasi parsial molekul pati, yang menyebabkan perubahan

struktur molekul pati dan peningkatan daya baking ekspansinya. Pretreatment bahan

dilakukan dengan mencampurkan tepung tapioka dengan asam laktat dengan variasi

konsentrasi 2,5 % dan 4 %. Sementara proses radiasi dengan menggunakan rotary UV dengan

melakukan variasi terhadap suhu udara kering masuk (50oC, 60

oC, 70

oC), kecepatan putar (10

dan 30 rpm) serta kapasitas umpan (250 gram dan 400 gram). Analisis Psikokimia dan

Rheologi dilakukan dengan melakukan uji viskositas, uji densitas, uji swelling power, %

kelarutan (solubility), baking expansion, spesific volume, analisa struktur, analisa SEM,

analisa FTIR, serta analisa baking expansion pada produk pilus. Berdasarkan hasil analisis

tersebut, akan diperoleh variabel optimum terhadap percobaan sehingga dapat menghasilkan

produk tapioka maupun pilus yang optimal. Diharapkan, melalui hasil penelitian ini, produk

tapioka termodifikasi akan semakin mudah untuk diperoleh dan dilakukan sehingga dapat

digunakan sebagai agen substitusi tepung terigu secara berkelanjutan.

Page 4: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

iv

KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Proposal Penelitian Jurusan Teknik Kimia yang

berjudul “OPTIMASI SIFAT PSIKOKIMIA, RHEOLOGI DAN SWELLING POWER

PADA KANDUNGAN PATI TEPUNG DAN PILUS TAPIOKA MELALUI INOVASI

ROTARY SINAR UV DAN METODE HIDROLISIS ASAM LAKTAT” dapat

terselesaikan dengan baik.

Atas terselesaikannya proposal ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

beberapa pihak, di antaranya adalah :

1. Bapak Dr. Ing. Asnawi, ST selaku Pembantu Dekan III Fakultas Teknik Universitas

Diponegoro

2. Bapak Dr. Siswo Sumardiono, ST., MT selaku Dosen Pembimbing.

3. Bapak, Ibu, dan segenap keluarga dari penulis yang senantiasa mendukung dan

mendoakan.

4. Segenap keluarga besar mahasiswa S1 Teknik Kimia UNDIP atas kerjasama dan

dukungannya.

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu.

Diharapkan bahwa Proposal Penelitian Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia ini dapat

memberikan sumbangan pikiran yang mampu memberikan dampak baik bagi masyarakat

Indonesia, khususnya untuk kebutuhan tepung tapioka dengan sifat yang lebih unggul dan

menjadi tepung substitusi tepung terigu. Masukan yang bersifat membangun juga diharapkan

untuk kesempurnaan gagasan yang diajukan. Semoga proposal ini dapat memberikan manfaat

bagi kita semua. Amin.

Semarang, Februari 2016

Penulis

Page 5: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

v

DAFTAR ISI

Cover ..................................................................................................................................... i

Lembar Pengesahan .............................................................................................................. ii

Ringkasan ............................................................................................................................. iii

Kata Pengantar ..................................................................................................................... iv

Daftar Isi ............................................................................................................................... v

Daftar Tabel ........................................................................................................................ vii

Daftar Gambar ................................................................................................................... viii

Daftar Lampiran ................................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 5

1.3. Tujuan penelitian ....................................................................................................... 6

1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ubi Kayu .................................................................................................................... 8

2.2 Tepung Tapioka ....................................................................................................... 10

2.3 Pati ............................................................................................................................ 12

2.4 Pilus .......................................................................................................................... 14

2.5 Modifikasi Pati ......................................................................................................... 14

2.6 Metode Modifikasi Pati

2.6.1 Hidrolisis Asam .............................................................................................. 15

2.6.2 Hidrolisis Enzim ............................................................................................ 18

2.6.3 Modifikasi Ikatan Silang (Cross-linking) ....................................................... 20

2.6.4 Oksidasi Pati .................................................................................................. 22

2.6.5 Modifikasi Tapioka dengan Radiasi Sinar UV (Ultra Violet) ....................... 23

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir .................................................................................................... 27

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan yang Digunakan .................................................................................. 28

3.2.2 Alat yang Digunakan ..................................................................................... 28

3.3 Penetapan Variabel

3.3.1 Variabel Tetap ............................................................................................... 28

Page 6: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

vi

3.3.2 Variabel Berubah .......................................................................................... 29

3.3.3 Variabel yang Diamati (Respon) .................................................................... 29

3.4 Rancangan Penelitian ............................................................................................... 31

3.5 Prosedur Penelitian ................................................................................................... 31

BAB IV JADWAL KEGIATAN

4.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ..................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 36

Page 7: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Luas Panen dan Produksi Ubi Kayu di Indonesia ................................................. 8

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Ubi Kayu .................................................................................. 9

Tabel 2.3 Kandungan Nutrisi Pada tepung Tapioka ........................................................... 10

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Tepung Tapioka ...................................................................... 10

Tabel 2.5 Syarat Mutu Tepung Tapioka Menurut SNI 01-3451-1994 ................................ 11

Tabel 2.6 Standar Kehalusan Tepung Tapioka .................................................................... 12

Tabel 2.7 Hubungan Aktivitas Asam dengan Suhu dan Waktu Reaksi ............................... 16

Tabel 2.8 Penelitian Terdahulu Modifikasi Tepung Tapioka .............................................. 25

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ................................................................................. 35

Page 8: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Kimia Amilosa dan amilopektin dalam Pati ..................................... 13

Gambar 3.1 Skema Kerangka Berpikir ................................................................................ 27

Gambar 3.2 Skema Rangkaian Alat ..................................................................................... 28

Gambar 3.3 Rancangan Diagram Alir Penelitian ................................................................ 31

Page 9: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

A. Biodata Dosen Pembimbing ......................................................................................... A

B. Biodata Penulis ............................................................................................................. D

Page 10: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara pengimport gandum terbesar kedua di dunia setelah Mesir

dengan rata-rata volume impor diatas 5 juta ton per tahun. Menurut United State department

of Agriculture (USDA) pada tahun 2011, volume import gandum Indonesia mencapai 6,7 juta

ton, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2012 sebanyak 7,1 juta ton dan pada tahun

2013 mencapai 8 juta ton. Tingginya import gandum tersebut disebabkan karena tidak adanya

produksi gandum di dalam negeri. Besarnya kebutuhan gandum dalam negeri terjadi seiring

dengan peningkatan permintaan tepung terigu masyarakat Indonesia dari 9.00 kg per kapita

pada tahun 1990 menjadi 19,72 kg per kapita hingga akhir tahun 2012. Menurut survey yang

dilakukan oleh Central Data Mediatama Indonesia (CDMI, 2013) menyatakan bahwa

kebutuhan tepung terigu di Indonesia mencapai 6,2 juta ton per tahun yang dipenuhi oleh 22

perusahaan tepung terigu di Indonesia.

Pada tahun 2015, industri tepung terigu yang memenuhi kebutuhan tepung terigu di

Indonesia mengalami peningkatan menjadi 29 perusahaan yang terdiri dari 25 perusahaan

terpusat di pulau Jawa dan 4 perusahaan yang terdapat di luar pulau Jawa dengan kapasitas

perusahaan yang terpakai sebesar 60% (APINDO, 2014). Menurut APTINDO (2014),

Konsumsi tepung terigu pada tahun 2014 mencapai 2,79 juta mega ton denganwheat

equivalent sebesar 3,7 juta mega ton dan peningkatan sebesar 5,4% dibandingkan pada tahun

2013. Pasokan tepung terigu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia

berasal dari pasokan domestik sebesar 96,5% dan pasokan import sebesar 3,5%. Pada awal

tahun 2014, total import gandum Indonesia sebanyak 1,5 juta mega ton dengan total harga

sebesar 497,5 juta USD. Berdasarkan data import gandum Indonesia pada tahun 2012 hingga

tahun 2014 menunjukkan bahwa 55,4% gandum yang akan diolah menjadi tepung terigu di

Indonesia berasal dari Australia dengan harga sebsar 272,6 juta USD. Sedangkan, total

import tepung terigu Indonesia pada awal tahun 2014 mencapai 44,6 ribu mega ton dengan

total harga import sebesar 16,5 juta USD. Sebanyak 50,4% tepung terigu di Indonesia di

import dari Turki dengan harga import sebesar 7,3 juta USD. Berdasarkan hasil survey

APTINDO (2014), biaya PPN yang harus ditanggung oleh pemerintah Indonesia untuk

melakukan import gandum sebanyak 6,3 ribu mega ton yaitu sebesar 232,9 miliar rupiah

untuk setiap 38 kg gandum.

Page 11: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

2

Gandum (Triticum aestivum) sebagai tanaman subtropik telah menjadi pangan

alternatif di negara-negara tropis. Hal ini terlihat dari volume import biji dan tepung gandum

yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Masuknya komoditas gandum ke Indonesia sudah

berlangsung jauh sebelum masa kemerdekaan. Para pedagang atau saudagar membawanya

dari Timur Tengah, Afrika, dan Australia. Biji-bijian gandum dibutuhkan sebagai roti, pilus,

bahan baku mie dan produk makanan olahan lainnya. Pasca kemerdekaan, gandum masih

harus didatangkan dari luar negeri, terutama Australia karena lebih dekat dan harganya lebih

murah. Hingga kini pengembangan gandum di Indonesia masih menghadapi kendala, yakni

nilai kompetitif yang lebih kecil dibanding tanaman yang lain seperti komoditas hortikultura,

walaupun hasilnya mencapai 5,5 ton/ha biji kering pada kadar air 15% (Amin dkk., 2013).

Produksi ubi kayu (Manihot escuienta crantz) di Indonesia pada periode 2004-2010,

berkisar antara 17,5 juta ton sampai 23,9 juta ton. Sepertiga dari total produksi tersebut

berasal dari Lampung, diikuti oleh Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Daerah Istimewa

Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur (Badan Pusat statistik, 2011). Pada tahun 2012,

provinsi Lampung memiliki luas panen, produktivitas, dan produksi singkong masing-masing

sebesar 324,749 hektar; 258,57 kuintal/ha; dan 8,4 juta ton, kemudian diikuti oleh Jawa

Timur yang memiliki luas panen 189.982 hektar; produktivitas 223,50 kuintal/ha; dan

produksi 4,3 juta ton singkong (Badan Pusat statistik, 2012). Pada tahun 2013, Indonesia

memiliki data sementara sekitar 1,1 juta hektar lahan untuk penanaman singkong yang

menghasilkan 23,8 juta ton singkong. Sedangkan untuk provinsi Lampung sendiri memiliki

314,6 ribu hektar lahan untuk penanaman singkong yang menghasilkan 8,2 juta ton singkong

(Badan Pusat statistik, 2013).

Industri tepung tapioka merupakan industri yang memiliki peluang dan proyek

pengembangan yang baik untuk memenuhi permintaan pasar. Industri tepung tapioka

termasuk industri hilir, dimana industri ini melakukan proses pengolahan dari bahan baku

singkong yang berasal dari petani menjadi tepung tapioka (Rochaeni dkk., 2007).

Perkembangan industri tapioka berbahan baku singkong di Indonesia semakin meningkat,

baik industri besar maupun skala rumah tangga. Pemerintah Indonesia diminta untuk

mendorong eksport tapioka ke pasar China yang membutuhkan sedikitnya 5 juta ton per

tahun. Permintaan tapioka ke China tersebut merupakan peluang bagi Indonesia untuk

menggerakkan industri kecil di dalam negeri, mengingat potensi bahan baku cukup berlimpah

(Husniati dan Wisnu., 2012). Tepung tapioka pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu

tepung tapioka kasar dan tepung tapioka halus (Koswara, 2009). Tapioka kasar adalah tepung

tapioka yang masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar,

Page 12: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

3

sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung

gumpalan lagi (Husniati dan Wisnu., 2012).

Tepung tapioka mengandung 17 % amilosa dan 83 % amilopektin (Rickard et

al.,1992; Santayanon dan Wootthikanokkhan,2002; Robota et al.,2011), sedangkan tepung

terigu mengandung 25 % amilosa dan 75 % amilopektin (Belitz dan Grusch,1987; Majtoobi

et al.,2002). Perbedaan kandungan amilosa dan amilopektin pada tepung akan sangat

mempengaruhi tekstur dan karakteristik produk olahan yang akan dihasilkan (Xie et al.,

2009), karena itu masih sulit untuk menggantikan tepung terigu dengan tepung lain, termasuk

menggantikannya dengan tepung tapioka. Tepung tapioka sampai saat ini masih digunakan

sebagai bahan pengental dan gel pada beberapa industri dan aplikasi untuk makanan

(Jurislave et al., 2006). Di dalam beberapa aplikasinya diketahui bahwa sifat dari pati alami

belum optimal, sehingga pati digunakan bersamaan dengan aditif yang bermacam-macam dan

berbagai komposisi atau dimodifikasi dengan tujuan untuk mengubah dan memperbaiki

fungsinya (Ortega-Ojeda dan Eliason, 2001). Terlepas dari sumber perolehannya yang sangat

tinggi, sampai saat ini tepung tapioka masih memiliki banyak kendala dalam aplikasinya di

industri karena sifatnya ataupun ketidakmampuannya untuk bertahan pada temperatur yang

ekstrem (memiliki ketahanan panas yang rendah) (Singh et al., 2007), sangat mudah untuk

mengalami retrograsi, kehilangan viskositas, kecenderungan untuk mengalami sintesis dan

meningkatnya kekentalan ketika dilakukan pemasakan dan penyimpanan pada pH yang

rendah. Pati alami juga menghasilkan pasta yang kurang stabil dan dapat menurunkan jangka

waktu penyimpanannya sehingga menimbulkan pengkerutan hingga dapat melepaskan air

(Akpa dan Dagde, 2012).

Apabila dibandingkan dengan sifat yang terdapat pada tepung tapioka, tepung terigu

mempunyai kadar protein yang tinggi sehingga tepung ini akan memerlukan banyak air agar

gluten yang terbentuk dapat menyimpan gas sebanyak-banyaknya (Mudjajanto dan Yulianto,

2004). Keistimewaan tepung terigu dibandingkan dengan tepung tapioka diantaranya ialah

kandungan gluten yang merupakan protein yang menggumpal, elastis serta mudah

mengembang bila dicampurkan dengan air (Hanafi, 1999; Sigh et al., 2013). Gluten

digunakan sebagai bahan tambahan untuk mempertinggi kandungan protein dalam roti, pilus,

maupun produk olahan lainnya. Biasanya mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang

memiliki kadar air 14 %, kadar protein 8-12 %, kadar abu 0,25-0,60%, dan gluten basah 24-

36 % (Astawan, 2004). Hal yang membedakan protein tepung terigu dengan tepung tapioka

adalah apabila dicampur dengan air pada perbandingan tertentu, maka protein ini akan

membentuk suatu massa koloidal yang plastis. Hal tersebut dapat menahan gas dan akan

Page 13: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

4

membentuk suatu struktur spons bila di panggang untuk mencapai kehalusan yang diinginkan

(Dasnosier, 1988).

Modifikasi tepung tapioka secara umum terdiri dari 4 metode (Kaur et al., 2011),

yaitu secara kimia (Eguchi et al., 2013; Atichokudomchai dan Varavinit, 2002;

Atichokudomchai et al.,2004), fisik (Ren et al., 2009; Han et al., 2012), enzimatis (Le et al.,

2008; Chen et al., 2011; Udomrati dan Gohtani, 2013), dan genetik (Bird et al., 2000; Morell

et al., 2003 ). Penelitian terdahulu tentang modifikasi tepung tapioka, diantaranya

Atichokudomchai melakukan penelitian modifikasi tapioka dengan cara menghidrolisanya

menggunakan asam laktat dan asam klorida kemudian diamati perubahan struktur kristal pati

yang terbentuk (Atichokudomchai et al., 2004). Adil Gani melakukan modifikasi pada pati

dengan menggunakan radiasi sinar gamma terhadap sifat psikokimia serta morfologi dari pati

tersebut. Percobaan tersebut dilakukan dengan memvariasikan panjang gelombang sinar

sebesar 5, 10, 20 kGa (Gani et al., 2012). Modifikasi tapioka dengan memanfaatkan proses

esterifikasidengan menggunakan senyawa octenyl succinic anhydride juga telah dilakukan.

Shan-Shan Shi telah melakukan investigasi ini dengan memvariasikan efek dari perubahan

konsentrasi pati, pH, temperatur, waktu reaksi, jenis pati, dan konsentrasi OSA (Octenyl

Succinic Anhydride) terhadap produksi glukosa pada pati (Shan-Shan Shi & Guo-Qing He,

2012). Hidrolisis dengan menggunakan prinsip enzimatis juga kerap dilakukan. Rocha

melakukan modifikasi terhadap tepung tapioka dengan menggunakan enzim α – amylase

pada suhu 37 oC selama 48 jam, kemudian dianalisis struktur molekulnya dengan

menggunakan X-ray (Rocha et al., 2010). Hebeish pada tahun 2015 melakukan modifikasi

tepung tapioka dengan memanfaatkan prinsip oksidasi simultan dengan menambahkan

amonium persulfat (2,5 gm APS/ 1 kg tepung tapioka) serta dilakukan pemanasan hingga

suhu 95 oC selama 30 menit (Hebeish et al., 2015). Pengembangan proses inovatif terhadap

modifikasi tepung tapioka dengan reaksi hidrolisis asam laktat dan reaksi fotokimia UV

sebagai katalis telah dilakukan oleh Pudjihastuti dan Sumardiono, hasilnya bahwa

penambahan radiasi sinar UV mampu meningkatkan daya kembang adonan tepung tapioka

(Pudjihastuti dan Sumardiono, 2011).

Selain berbagai metode yang telah dipaparkan sebelumnya, modifikasi tepung tapioka

dengan menggunakan perpaduan hidrolisa asam laktat dan pengeringan merupakan salah satu

metode yang cukup sering dilakukan oleh para ahli dengan menggunakan berbagai senyawa

kimia sebagai agen pereaktan. Reaksi hidrolisa asam laktatbertujuan untuk memperbaiki dan

meningkatkan kualitas gizi dan sifat piskokimia tepung tapioka. Sementara pengeringan

dilakukan dengan menggunakan alat rotary yang memanfaatkan sinar UV dalam upaya

Page 14: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

5

depolimerisasi molekul pati. Sinar UV akan menghasilkan radikal bebas yang mampu

mengatur kembali struktur rantai cabang amilopektin dan memotong rantai panjang amilosa,

sehingga akan mengubah komposisi amilosa dan amilopektin yang terkandung di tepung pati

(Merlin dan Fouassier, 1981). Perubahan struktur yang terjadi akan meningkatkan kelarutan

tepung di dalam air (Gholap et al., 1993), dan akan mengurangi nilai viskositas struktur gel

pasta yang terbentuk bila dipanaskan (Fiedorowicz., 1999). Modifikasi pati menggunakan

radiasi sinar UV telah mengalami perkembangan, salah satunya dikombinasikan dengan

metode lain diantaranya dengan hidrolisa asam laktat. Kombinasi metode ini akan

menghasilkan depolimerisasi parsial molekul pati (Vatanasuchart et al., 2005), yang

menyebabkan perubahan struktur molekul pati dan peningkatan daya baking ekspansinya.

Perlu diperhatikan energi dari radiasi sinar UV, apabila energi terlalu besar akan

menghancurkan struktur amilosa dan akan menurunkan nilai derajat polimerisasi tepung pati.

Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan untuk melakukan modifikasi sifat tepung

tapioka dengan menggunakan perpaduan metode hidrolisa asam laktat dan pengeringan

menggunakan rotary sinar UV. Metode ini mampu mengatasi kekurangan penelitian

sebelumnya, yang membutuhkan waktu yang sangat lama dalam pengeringan dan

menghasilkan konversi yang rendah pada produk tapioka termodifikasi yang dihasilkan.

Proses ini akan memanfaatkan mesin rotary dalam proses pengeringan. Penelitian ini

diharapkan dapat menghasilkan produk pati termodifikasi dengan spesifikasi produk yang

mampu digunakan sebagai substitusi tepung terigu. Tapioka yang dimodifikasi ini nantinya

dapat digunakan untuk bahan baku produksi pilus sehingga import gandum bisa dikurangi.

Import gandum mengalami kenaikan setiap tahunnya dan harganya saat ini sudah tidak

rasional lagi, sehingga kita harus mencari inovasi teknologi dengan memanfaatkan sumber

daya lokal yang ada. Sehingga pada akhirnya mampu membuat Indonesia mencapai

ketahanan pangan nasional.

1.2. Rumusan Masalah

Pilus adalah salah satu jenis makanan yang selama ini banyak dikonsumsi manusia.

Pilus terbuat dari tepung terigu atau gandum yang telah digoreng, di mana pada saat ini

Indonesia adalah negara pengimport gandum terbesar keenam di dunia. Padahal di lain pihak

Indonesia adalah negara penghasil dan pengeksport tepung tapioka terbesar di dunia (Biro

Pusat Statistik, 2012). Untuk memanfaatkan potensi yang ada di Indonesia, peran tapioka ini

dapat menggantikan kebutuhan tepung terigu yang cukup besar di Indonesia. Oleh sebab itu,

Page 15: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

6

dibuatlah suatu teknologi rekayasa yang bisa mengubah sifat karakteristik tepung tapioka

yang setara dengan terigu. Salah satu metode yang cukup potensial untuk dikembangkan

adalah hidrolisa asam laktat dengan pengeringan sistem rotary radiasi sinar Ultra Violet.

Penggunaan sistem pengeringan dengan sinar Ultra Violet bisa diterapkan dalam bentuk

rotary sinar UV dan dilengkapi input udara pengering. Pengeringan tepung tapioka hasil

hidrolisis asam laktat dalam pengering rotary UV akan memberikan bidang luas kontak yang

lebih besar, sehingga diharapkan akan menghasilkan produk yang seragam dan waktu

pengeringan yang lebih singkat. Pada penelitian ini akan dilakukan hidrolisa asam laktat serta

pengeringan dengan sistem rotary yang dilengkapi sinar lampu UV yang diharapkan

memberikan waktu yang lebih singkat untuk memperoleh hasil pati modifikasi, dengan

karakteristik psikokimia, rheologi dan daya kembang pati yang bisa dipakai sebagai

substitusi atau pengganti gandum tepung terigu dalam pembuatan pilus. Penelitian ini akan

menganalisa dan mengkaji pengaruh variabel konsentrasi asam laktat pada proses hidrolisa,

suhu udara kering yang masuk, lamanya waktu pengeringan terhadap karakteristik tapioka

modifikasi yang dihasilkan dan akan dibandingkan dengan karakteristik tepung terigu.

1.3. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini diantaranya yaitu :

1. Mengkaji pengaruh konsentrasi asam laktat pada proses hidrolisa terhadap sifat

psikokimia, rheologi dan daya kembang dari tepung tapioka

2. Mengkaji pengaruh suhu udara kering yang masuk ke rotary sinar Ultra Violet

terhadap sifat psikokimia, rheologi dan daya kembang dari tepung tapioka hasil

modifikasi hidrolisa asam laktat

3. Mengkaji pengaruh kapasitas umpanpada rotary sinar Ultra Violet terhadap sifat

psikokimia, rheologi dan daya kembang dari tepung tapioka hasil modifikasi hidrolisa

asam laktat

4. Mengkaji pengaruh kecepatan putarrotary sinar Ultra Violet terhadap sifat

psikokimia, rheologi dan daya kembang dari tepung tapioka hasil modifikasi hidrolisa

asam laktat

5. Membandingkan sifat psikokimia, rheologi dan daya kembang antara tepung tapioka

hasil modifikasi hidrolisa asam laktat dan pengering rotary sinar UV dengan tapioka

belum termodifikasi

Page 16: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

7

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan menghasilkan data-data sifat psikokimia serta rheologi tapioka

termodifikasi dengan kombinasi proses hidrolisa asam laktat pada berbagai konsentrasi asam

laktat dan variasi suhu pengeringan, kapasitas, kecepatan putar dengan sistem rotary sinar

Ultra Violet. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak terutama

industri makanan yang berbahan dasar tepung tapioka maupun gandum agar dapat

menghasilkan produk yang lebih berkualitas.

Page 17: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ubi Kayu

Ubi kayu (Manihot exculenta crantz), merupakan bahan pangan utama ketiga di

Indonesia setelah padi dan jagung. Menurut BPS (2009), produksi ubi kayu di Indonesia

mengalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun 2005-2009, yaitu sebesar 19,3 juta ton

pada tahun 2005 menjadi 21,7 juta ton pada tahun 2009, atau mengalami peningkatan sebesar

11,32%. Ubi kayu berasal dari benua Amerika, tepatnya dari negara Brasil. Penyebarannya

hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, danTiongkok. Ubi kayu

diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1852 (Hambali, 2007).Pada tahun 1983, luas

panen ubi kayu mencapai 1,45 juta hektar dengan jumlah produksi 13,8 juta ton atau rata-rata

hasil produksi 9,5 ton/ha (Barret & Damardjati., 1984). Potensi pengembangan ubi kayu di

Indonesia sangat besar karena prodzuksinya dari tahun ke tahun semakin meningkat seperti

disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Luas Panen dan Produksi Ubi Kayu di Indonesia

Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton)

2000 1.284.040 16.089.020

2001 1.317.912 17.054.648

2002 1.276.533 16.912.901

2003 1.244.543 18.523.810

2004 1.255.805 19.424.707

2005 1.213.460 19.321.183

2006 1.227.459 19.986.640

2007 1.201.481 19.988.058

2008 1.193.319 21.593.053

2009 1.194.181 21.786.691

Sumber: Departemen Pertanian (2009)

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman tropis yang

paling berguna dan secara luas dimanfaatkan sebagai sumber kalori yang murah (Rasulu dkk.,

2012). Namun, ubi kayu mengandung asan sianida (HCN) yang bersifat toksik, sehingga

masalah penurunan kadar HCN menjadi perhatian utama dalam pemanfaatan ubi kayu

(Kobawila et al., 2005; Adamafio et al., 2010).Pada umumnya, umbi ubi kayu dimanfaatkan

Page 18: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

9

sebagai bahan pangan sumber karbohidrat (54,2%), industri tepung tapioka (19,70%), industri

pakan ternak (1,80%), industri non pangan lainnya (8,50%) dan sekitar 15,80% dieksport

(Andrizal, 2003).Berdasarkan sifat fisik dan kimia, ubi kayu merupakan umbi atau akar

pohon yang panjang dengan rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm,

tergantung dari jenis ubi kayu yang ditanam. Sifat fisik dan kimia ubi kayu sangat penting

artinya untuk pengembangan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Karakterisasi

sifat fisik dan kimia ubi kayu ditentukan olah sifat pati sebagai komponen utama dari ubi

kayu. Ubi kayu tidak memiliki periodematang yang jelas karena ubinya terus membesar

(Rubatzky and Yamaguchi, 1998).Akibatnya, periode panen dapat beragam sehingga

dihasilkan ubi kayu yang memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda – beda. Sifat fisik dan

kimia pati seperti bentuk dan ukuran granula, kandungan amilosa dan kandungan komponen

non pati sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, kondisi tempat tumbuh dan umur tanaman

(Moorthy, 2002).

Ubi kayu sebagai bahan baku energi alternatif hanya memiliki kadar karbohidrat

sekitar 32-37% dan kadar pati sekitar 83,8% setelah diproses menjadi tepung. Jenis

polisakarida yang menyusun umbi ubi kayu antara lain pati, selulosa dan hemiselulosa

(Winarno 1992). Komposisi kimia ubi kayu disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Ubi Kayu

Komponen Komposisi

Ubi Kayu Segar (a) Tepung Ubi Kayu (b)

Air 57,00 8,65

Abu 2,46 2,55

Lemak - 6,54

Protein - 1,81

Karbohidrat (by difference)

Pati

Serat Kasar

Selulosa

Hemiselulosa

Lignin

85,86

74,81

11,05

80,45

62,54

2,69

0,36

1,88

0,02

Sumber: (a)

Susmiati (2010), (b)

Arnata (2009)

Page 19: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

10

2.2 Tepung Tapioka

Tepung tapioka merupakan pati yang diekstrak dari singkong. Dalam memperoleh

pati dari singkong (tepung tapioka) harus dipertimbangkan usiaatau kematangan dari tanaman

singkong. Usia optimum yang telah ditemukandari hasil percobaan terhadap salah satu

varietas singkong yang berasal dari Jawa yaitu San Pedro Preto adalah sekitar 18-20 bulan

(Grace, 1977).Kandungan nutrisi padatepung tapioka, dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.3 Kandungan Nutrisi Pada tepung Tapioka (Soemarno (2007) dalam (Agustina,

2009))

Komposisi Jumlah

Kalori (per 100 gr) 363

Karbohidrat (%) 88,2

Kadar Air (%) 9,0

Lemak (%) 0,5

Protein (%) 1,1

Ca (mg/100gr) 84

P (mg/100gr) 125

Fe (mg/100gr) 1,0

Vitamin B1 (mg/100gr) 0,4

Vitamin C (mg/100gr) 0

Pada umumnya masyarakat kita mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan

tapioka halus. Tapioka kasar merupakan tepung tapioka yang masih mengandung gumpalan

dan butiran ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan

lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi (Radiati, Tri dan Agusto, 1990). Ketika

umbi singkong dibiarkan di tanah, jumlah pati akan meningkat sampai pada titik tertentu, lalu

umbi akan mejadi keras dan menyerupai kayu, sehingga umbi akan sulit untuk ditangani

ataupun diolah (Rahman, 2007). Komposisi kimia tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel

2.4.

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Tepung Tapioka

Komposisi Jumlah

Serat (%) 0,5

Air (%) 15

Protein (%) 85

Page 20: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

11

Karbohidrat (%) 0,5 – 0,7

Lemak (%) 0,2

Energi (kalori/100 gram) 307

Sumber: Grace(1977)

Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), nilai pH tepung tapioka tidak

dipersyaratkan.The Tapioca Institute of America (TIA) menetapkan standar pH tepung

tapioka sekitar 4.5-6.5 (Radley, 1976). Syarat mutu tepung tapioka sesuai SNI dapat dilihat

pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Syarat Mutu Tepung Tapioka Menurut SNI 01-3451-1994

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

Mutu I Mutu II Mutu III

1. Kadar Air % Maks. 15,0 Maks. 15,0 Maks. 15,0

2. Kadar Abu % Maks. 0,60 Maks. 0,60 Maks. 0,60

3. Serat dan Benda

Asing

% Maks. 0,60 Maks. 0,60 Maks. 0,60

4. Derajat Putih (BaSO4

= 100%)

% Min. 94,5 Min. 92,0 <92

5. Derajat Asam Volume

NaOH 1

N/100g

Maks. 3 Maks. 3 Maks. 3

6. Cemaran Logam

-Timbal

-Tembaga

-Seng

-Raksa

-Arsen

mg/kg

mg/kg

mg/kg

mg/kg

mg/kg

Maks. 1,0

Maks. 10,0

Maks. 40,0

Maks. 0,05

Maks. 0,5

Maks. 1,0

Maks. 10,0

Maks. 40,0

Maks. 0,05

Maks. 0,5

Maks. 1,0

Maks. 10,0

Maks. 40,0

Maks. 0,05

Maks. 0,5

7. Cemaran mikroba

-Angka Lempeng

Total

-E.coli

-Kapang

Koloni/g

Koloni/g

Koloni/g

Maks. 1,0 x

106

-

Maks. 1,0 x

104

Maks. 1,0 x

106

-

Maks. 1,0 x

104

Maks. 1,0 x

106

-

Maks. 1,0 x

104

Page 21: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

12

Kehalusan tepung juga penting untuk menentukan mutu tepung tapioka. Tepung

tapioka yang baik adalah tepung yang tidak menggumpal danmemiliki kehalusan yang baik.

Dalam SNI tidak dipersyaratkan mengenai kehalusan tepung tapioka. Salah satu institusi

yang mensyaratkan kehalusansebagai syarat mutu tepung tapioka adalah The Tapioca

Institute of America (TIA), yang membagi tepung tapioka menjadi tiga kelas (grade)

berdasarkankehalusannya. Standar kehalusan tepung tapioka menurut TIA disajikan dalam

Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Standar Kehalusan Tepung Tapioka

Grade % Lolos Ayak Ukuran Ayakan

A 99 140

B 99 80

C 95 60

Sumber: Radley (1976)

Berdasarkan derajat keputihan, maka semakin putih tepung tapioka mutunya juga

semakin baik. Hal ini terdapat di dalam SNI 01-3451-1994 yang membagi tepungtapioka

menjadi tiga kelas berdasarkan derajat keputihan, seperti tercantum pada Tabel 2.4 di atas.

Di Indonesia tepung tapioka banyak di pakai sebagai bahan makanan dan bukan

makanan. Berikut adalah uraian mengenai pemanfaatan tepung tapioka untuk berbagai

produk pangan, diantaranya (Zairina dkk., 2011):

a. Tepung tapioka digunakan sebagai bahan dari produk makanan tradisional, seperti biji

salak, kue lapis dan kerupuk.

b. Tepung tapioka digunakan sebagai bahan dari produk makanan modern, seperti bubur susu

instan, tepung bumbu, biskuit dan meat product.

c. Tepung tapioka dapat diolah menjadi pati termodifikasi yaitu bahan dasar dari pembuatan

roti, es krim dan permen.

d. Tepung tapioka dapat diolah sebagai hidrolisat pati yaitu bahan dasar dari pembuatan susu

formula, minuman ringan, saus dan jelly.

e. Tepung tapioka dapat diolah menjadi bahan pengawet makanan atau MSG (Monosodium

Glutamat).

2.3 Pati

Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, dan terdiri atas amilosa dan

amilopektin (Jacobs dan Delcour 1998).Pati merupakan polisakarida yang terbentuk dari

Page 22: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

13

tanaman hijau melalui proses fotosintesis. Bentuk pati berupa kristal bergranula yang tidak

larut dalam air pada temperatur ruangan. Pati memiliki perbedaan bentuk dan ukuran granula

tergantung pada jenis tanamannya.Ukuran dan morfologi granula pati bergantung pada jenis

tanamannya serta bentuknya dapat berupa lingkaran, elips, lonjong, polihedral atau poligonal,

bentuk yang tidak teratur (Elida, 1994).

Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan

material antara seperti, protein dan lemak (Bank dan Greenwood, 1975). Umumnya pati

mengandung 15 – 30% amilosa, 70 – 85% amilopektin dan 5 – 10% material antara.Amylose

merupakan polimer berbentuk panjang, lurus dan sedikit cabang (kurang dari 1%)

(Nwokocha, 2008) dengan berat molekul 500.000 g/mol. Molekul amylose berbentuk helix

dan bersifat hidrofobik. Fraksi amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-

glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa

sebanyak 4 – 5 % berat total. Molekul-molekul glukosa di dalam amilosa saling berikatan

melalui gugus glukopiranosa β-1,4. Amylopectin memiliki bentuk yang bercabang dan

memiliki berat molekul 107-109 g/mol bergantung pada jenis tanamannya. Pati terbentuk dari

monomer-monomer glukosa (Zamora, 2005).Pada amilopektin sebagian dari molekul-

molekul glukosa di dalam rantai percabangannya saling berikatan melalui gugus α-1,6. Ikatan

α-1,6 sangat sukar diputuskan, apalagi jika dihidrolisis menggunakan katalisator asam

(Zamora, 2005).Struktur kimia amilosa dan amilopektin ditunjukkan pada gambar 2.1.

Amilosa

Amilopektin

Gambar 2.1 Struktur Kimia Amilosa dan amilopektin dalam Pati (Zamora, 2005)

Page 23: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

14

Sifat birefringence dari granula pati adalah sifat untuk merefleksikan cahaya

terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat hitam-putih. Pada waktu granula mulai

pecah sifatbirefringence ini akan hilang. Kisaran suhu yang menyebabkan 90% butir pati

dalam air panas membengkak sedemikian rupa sehingga tidak kembali ke bentuk normalnya

disebut“Birefringence End Point Temperature” atau disingkat BEPT (Winarno, 1984).

Bentuk butiran pati secara fisik berupa semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan

unit amorf (Bank dan Greenwood, 1975). Unit kristal lebih tahan terhadap perlakuan asam

kuat dan enzim. Bagian amorf dapat menyerap air dingin sampai 30% tanpa merusak struktur

pati secara keseluruhan (Hodge dan Osman, 1976). Sampai saat ini diduga bahwa

amilopektin merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap sifat-sifat kristal dari

granula pati (Bank dan Greenwood, 1975).

2.4 Pilus

Produk makanan ringan yang digoreng (fried snack) merupakan jenis produk

makanan ringan yang diolah melalui proses penggorengan, yang semakin berkembang dan

digemari oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu pilihan makanan ringan.

Perkembangan produk ini seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan makanan

olahan yang praktis dan siap untuk dikonsumsi. Pertumbuhan sweet and savory snack di

Indonesia pada tahun 2012 mencapai 6.73% dengan nilai bisnisnya mencapai 12 triliun

(USDA, 2012).

Pilus merupakan makanan ringan berbentuk bulat, terbuat dari tepung tapioka dengan

campuran bumbu dan digoreng sebelum siap dikonsumsi sebagai camilan atau pendamping

lauk dengan karakteristik renyah(Imam dkk, 2014). Proses pembuatan pilus meliputi tahapan

pembuatan adonan, pembentukan dan penggorengan (Anggraini dan Suprianto, 2012).

2.5 Modifikasi Pati

Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi

kimia (acetylasi, esterifikasi, sterifikasi atau oksidasi) atau dengan mengubah struktur asalnya

(Fleche, 1985). Sedangkan menurut Glicksman (1969) dalam ebookpangan, pati diberi

perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkn sifat yang lebih baik untukmemperbaiki

sifat sebelumnya atau untuk merubah beberapa sifat sebelumnya dan merubah beberapa sifat

lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau

bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk,

ukuran serta struktur molekul pati.

Page 24: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

15

Beberapa metode yang dapat memodifikasi pati antara lain modifikasi dengan

pemuliaan tanaman, konversi dengan hidrolisis, cross linking, derivatisasi secara kimia,

merubah menjadi sirup dan gula dan perubahan sifat-sifat fisik (Furia, 1968) dalam penelitian

Murwani. Modifikasi dengan konversi dimaksudkan untuk mengurangi viskositas dari pati

mentah hingga dapat dimasak dan digunakan pada konsentrasi yang lebih tinggi, pati akan

lebih mudah larut dalam air dingin dan memperbaiki sifat kecenderungan pati untuk

membentuk gel atau pasta (Furia, 1968) dalam penelitian Murwani.

Pati yang telah termodifikasi akan mengalami perubahan sifat yang dapat disesuaikan

untuk keperluan-keperluan tertentu. Sifat-sifat yang diinginkan adalah pati yang

memilikiviskositas yang stabil pada suhu tinggi dan rendah, daya tahan terhadap sharing

mekanis yang baik serta daya pengental yang tahan terhadap kondisi asam dan suhu sterilisasi

(Wirakartakusuma, et al., 1989).

Teknik modifikasi dapat dibagi dalam tiga tipe yaitu modifikasi sifat rheologi,

modifikasi dengan stabilisasi, dan modifikasi spesifik. Termasuk dalam modifikasi

sifatrheologi adalah depolimerisasi dan ikatan silang. Proses depolimerasi akan menurunkan

viskositas dan karena itu dapat digunakan pada tingkat total padatan yang lebih tinggi. Cara

yang dapat dilakukan meliputi dekstrinisasi, konversi asam, dan konversi basa dan oksidasi.

Penelitian Murwani (1989) memperlihatkan bahwa modifikasi asam dan oksidan dapat

menurunkan viskositas pati jagung. Sifat pati termodifikasi yang dihasilkan dipengaruhi oleh

pH, suhu inkubasi dan konsentrasi pati yang digunakan selama proses modifikasi. Sedangkan

teknik ikatan silang akan membentuk jembatan antara rantai molekul sehingga didapatkan

jaringan makro molekul yang kaku. Cara ini akan merubah sifat rheologi dari pati dan sifat

resistensinya terhadap asam.

2.6 Metode Modifikasi Pati

2.6.1 Hidrolisis Asam

Pada modifikasi asam, ion Hydroxonium menyerang atom glycosidic oksigen dan

menghidrolisa linkage glycosidic. Dan asam berperan pada permukaan granul pati pertama

sebelum perlahan-lahan masuk ke bagian dalam (Neelam et al., 2012). Modifikasi asam

mengubah sifat psikokimia pati tanpa merusak struktur granulnya dan sifat pati yang sedikit

asam berubah menjadi seperti semula (Bentacur et al., 1997). Efek dari perbedaan asam

(HCl, HNO3, H2SO4, dan H3PO4) terhadap kondisi perlakuan yang sama berat molekul,

alkali fluidity number, kapasitas ikatan iodine dan viskositas instrinsik dari berbagai jenis

pati juga di pelajari (Singht dan Ali, 2000).Perlakuan pati di bawah titik pembentukan gel

Page 25: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

16

pada larutan asam akan menghasilkan produk dengan viskositas pasta panas yang rendah

dan mempunyai rasio viskositas pasta dingin dan panas yang tinggi dan angka alkali (alkali

number) yang tinggi dari pati-pati alami. Demikian halnya dalam pemecahan granula pati

oleh air panas tidak sama dengan pati alami walaupun mempunyai bentuk granula yang

hampir sama dan memperlihatkan “birefringece” yang sama dengan pati alami(Koswara,

2009).

Dibandingkan dengan pati aslinya, pati termodifikasi asam menunjukkan sifat-sifat

yang berbeda, seperti penurunan viskositas, sehingga memungkinkanpenggunaan pati dalam

jumlah yang lebih besar, penurunan kemampuan pengikatan iodine, pengurangan

pembengkakan granula selama gelatinisasi, penurunan viskositas intrinsik, peningkatan

kelarutan dalam air panas di bawah suhu gelatinisasi, suhu gelatinisasi lebih rendah,

penurunan tekanan osmotik (penurunan berat molekul), peningkatan rasio viskositas panas

terhadap viskositas dingin dan peningkatan penyerapan NaOH (bilangan alkali lebih tinggi).

Akantetapi sama seperti pati alami, pati termodifikasi bersifat tidak larut dalam air dingin

dan persamaan sifat birefringence-nya(Koswara, 2009).

Konsentrasi asam, temperatur, konsentrasi pati dan waktu reaksi dapat bervariasi

tergantung dari sifat pati yang diinginkan. Dengan pemberian asam pada tapioka, kentang,

pati gandum maka produk akan menjadi lebih bersifat cair, membentuk gel yang kuat pada

pendingin dimana kekuatannya sama dengan pati jagung. Adanya aktivitas asam akan

meningkat dengan peningkatan suhu atau dengan penambahan asam lemah akan

memperpendek waktu reaksi seperti terlihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Hubungan Aktivitas Asam dengan Suhu dan Waktu Reaksi

Peneliti Kons. HCl (%) Suhu (oC) Waktu

Lintner 7,5 Ruang 7 hari

Lintner 7,5 40 3 hari

Ballmas 1 – 3 50 – 55,5 12 - 14 jam

Duryea 0,5 – 2,0 55 – 60 0,5 – 4,5 jam

Sumber: Radley (1976)

Pati jagung lilin termodifikasi asam pada pH 1.8 mempunyai fluiditas 62 yang

dilakukan pada suhu 48 – 550C selama 5 jam. Teknik untuk memproduksi pati termodifikasi

dengan mengatur sifat seperti fluiditas, ratio viskositas dengan fluiditas saat ini telah

diketahui dengan baik dan beberapa peneliti yang mulai meningkatkan teknik ini dengan

penambahan sejumlah kecil garam kromium hexavalent dan mengalkalisasi pada pH 8 – 9

Page 26: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

17

yang diikuti dengan asidifikasi pada pH 6, pencucian, pemisahan, dan pengeringan menurut

metode konvensional(Koswara, 2009).

Cara-cara ini dipakai untuk menurunkan kadar pati terlarut dan merendahkan tingkat

fluiditas. Meisel (1941) menyiapkan pati termodifikasi asam dengan tingkat pembentukan

gel yang berbeda-beda pada fluiditas yang sama, karena kekuatan pembentukan gel

meningkat karena peningkatan asam dan menurunkan waktu reaksi dan sebaliknya

penurunan konsentrasi asam akan meningkatkan waktu reaksi. Viskositas pati termodifikasi

asam akan menurun apabila kadar asam ditingkatkan.

Shopmeyer dan Falton (1943) melakukan pembuatan pati jagung lilintermodifikasi

yang dipotong dengan asam dihasilkan pati dengan 200Baume dan fluiditas 62 dengan

memakai 62.5% asam sulfat, pH 1.8, suhu 48 – 550C selama 5 jam.Ferrara dalam Radley

(1976) mencoba menghindari pembuatan patitermodifikasi dalam keadaan basah dengan

mempergunakan campuran udara denganpati kering dengan sejumlah asam mineral. Dengan

cara ini tidak diperlukannetralisasi dan pengeringan. Produk yang dihasilkan sama dengan

produk yang dibuatdengan cara basah.

Beberapa peneliti lain juga memakai kombinasi dari asam hidroflorat dengan asam

hidrokhlorat hasilnya menunjukkan viskositas pasta lebih rendah dengan kadar tepung 400

Brabender unit dan waktu proses setengah dari waktu menggunakan HCl saja.Karena pati

merupakan produk alam yang dapat diperlakukan denganbeberapa variasi maka dalam

pengolahannya dapat diupayakan untuk menghasilkan produk yang diinginkan jika suhu

dan pH dapat diatur secara otomatis dan sampel dapat diambil pada tahap awal pengolahan

untuk mengukur fluiditas pati. Fluiditas kemudian diplot terhadap waktu reaksi dan

grafiknya diproyeksikan untuk mendapatkan fluiditas yang diinginkan dan reaksi akan

berhenti pada waktu dimana terjadi netralisasi. Perlu untuk memeriksa fluiditas sebelum

netralisasi untuk menjamin ketepatan pemotongan(Koswara, 2009).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Bechtel (1950) memperlihatkan bahwa :

1. Peningkatan modifikasi asam menurunkan viskositas pasta panas dan menurunkan

kekerasan dan kekuatan gel.

2. Perlakuan asam akan menyebabkan penurunan viskositas pasta panas yang lebihcepat

dari pada penurunan kekuatan gel.

3. Ratio viskositas pasta panas dengan kekerasan dan kekuatan penghancuran gellebih

tinggi pada pati modifikasi asam daripada pati tidak termodifikasi dimanaperbandingan

keduanya akan meningkat dengan meningkatnya perlakuan asam.

Page 27: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

18

4. Bila kekuatan pembentukan gel didefinisikan sebagai perbandingan antaraviskositas pasta

panas dan viskositas pasta dingin pada kondisi standar pati termodifikasi asam

mempunyai fluiditas yang sama. Kekuatan pembentuk gelmeningkat karena peningkatan

konsentrasi asam dan menurunnya waktuperlakuan dan sebaliknya dengan konsentrasi

asam menurun, waktu reaksimeningkat, kekuatan pembentukan gel meningkat.

Dalam pemeriksaan produk dapat digunakan beberapa parameter seperti bilangan

alkali, bilangan reduksi, dan viskositas instrinsik dalam kondisi perlakuan asam.

2.6.2 Hidrolisis Enzim

Hidrolisis enzim merupakan salah satu alternatif yang ramah lingkungan untuk

memperoleh pati dengan struktur granul yang stabil (Jensen, Larsen, Bandsholm, &

Blennow, 2013). Pati dapat dipecah menjadi unit-unit yang lebih kecil yaitu dengan

memotongikatan-ikatan glikosidiknya. Salah satu enzim yang dapat memotong ikatan

tersebut adalah enzim α- amilase. Enzim α - amilase (α - 1,4 glukanhidrolase atau EC

3.2.1.1) terdapat pada tanaman, jaringan mamalia, jaringan mikroba. Alfa amilase murni

dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya dari malt (barley), air liur manusia dan

pankreas. Dapat juga diisolasi dari Aspergillus oryzae dan Bacillus subtilis (Reilly, 1985). α

- amilase adalah endo enzim yang kerjanya memutus ikatan α - 1,4 secara acak di bagian

dalam molekul baik pada amilosa maupun pada amilopektin. Sifat dan mekanisme kerja

enzim α - amilase tergantung pada sumbernya. Umumnya α - amilase memotong ikatan di

bagian tengah rantai sehingga menurunkan kemampuanpati mengikat zat warna iodium.

Hidrolisis dengan α - amilase menyebabkan amilosaterurai menjadi saltosa dan maltotriosa.

Pada tahap selanjutnya maltotriosa terurai kembali menjadi maltosa dan glukosa (Walker

dan Whelan dalam Fogarty, 1983).

Cara kerja enzim α - amilase terjadi melalui dua tahap, yaitu : pertama,degradasi

amilosa menjadi maltosa dan amltrotriosa yang terjadi secara acak. Degradasi ini terjadi

sangat cepat dan diikuti dengan menurunnya viskositas yang cepat pula. Kedua, relatif

sangat lambat yaitu pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan caranya tidak

acak. Keduanya merupakan kerja enzim α - amilase pada molekul amilosa (Winarno, 1983).

Kerja α - amilase pada amilopektin akan menghasilkan glukosa, maltosa dan berbagai

jenis α - limit dekstrin, yaitu oligosakarida yang terdiri dari cepat atau lebih residu gula

yang semuanya mengandung ikatan α - 1,6 (Winarno, 1983). Aktivitas optimal dari enzim

dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor penting yang berpengaruh di antaranya

adalah pH dan suhu. Kisaran pH optimum untuk enzim α - amilase berkisar antara 4,5 – 6,5

Page 28: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

19

dan dengan kisaran suhu optimum 40 – 600C(Fogarty, 1983). Enzim yang dihasilkan oleh

kapang Aspergillus oryzae mempunyaiaktivitas optimum pada pH 5,5 dan suhu 37 – 400C

(Hartanto, 1987).

Enzim α - amilase merupakan enzim yang digolongkan sebagai enzimhidrolase. Jenis

ikatan polimer pada amilosa lebih mudah dipotong oleh enzim α -amilase daripada jenis

ikatan polimer pada amilopektin. Kerja enzim α – amilosedalam menghidrolisis pati adalah

dengan memotong ikatan α - amilase – 1,4, tapi tidak memotong α - 1,6 (Fogarty, 1983).

Laju hidrolisis akan meningkat bila tingkat polimerisasi menurun, dan laju hidrolisis akan

lebih cepat pada rantai lurus. Hidrolisis amilosa lebih cepat dibanding hidrolisis terhadap

amilopektin (Girindra, 1983).

Enzim α - amilase tidak mengandung koenzim, tapi merupakan kalsiummetalo enzim

dengan sekurang-kurangnya mengandung satu atau Ca per molekulenzim (Fischer dan

Stein, 1980 di dalam Forgarty, 1983). Kulp (1975) menyatakanadanya ion++

sangat

mempengaruhi ektivitas α - amilase. Ion Ca yang terikat denganmenggunakan zat

pengkelat. Ion logas kalsium berfungsi mengkatalis aktifitas α -amilase, sehingga tahap

terhadap perubahan suhu, pH, perlakuan urea atau adanyaprotease seperti pepsin, tripsin,

substilin dan papain. Menurut Whitaker (1972), ion Ca tidak bekerja langsung dalam

pembentukkan komplex enzim-substrat, tetapimempertahankan molekul enzim tetap pada

aktifitas dan stabilitas maksimum.

Modifikasi pati dengan menggunakan enzim α-amilase ukuran granulamerupakan

faktor penting dalam hidrolisis karena perbedaan luas permukaan, Valkel dan Hope (1963)

memperlihatkan absorbsi amilase oleh granula pati sebanding dengan luas permukaan dan

α-amilase yang dapat mendegradasi granula sehingga dapat dihidrolisis. Mc. Laren (1963)

memperlihatkan bahwa kecepatan hidrolisis sebanding dengan luas permukaan granula yang

kontak dengan pelarut, jadi pada beberapa konsentrasi pati dan pada tingkat konsentrasi

enzim, kecepatan hidrolisis sebanding dengan luas permukaan.

Kecepatan hidrolisis menurun dengan meningkatnya kadar amilosa.

Kandunganamilosa tertinggi ditemukan pada butiran yang paling kecil permukaannya

daripadayang mempunyai permukaan yang luas. Hubungan antara temperatur, entalphi

geldengan penurunan ukuran granula terhadap gelatinisasi belum dapat dipastikan. Pada pati

yang mempunyai kadar amilosa tinggi, granulanya tahan terhadap α-amilase (Gallant, et al.,

1972 dan Sandstedt, et al., 1962), suhu gelatinisasi yang tinggi. Penelitian dari Wolf, et al.

(1977) memperlihatkan beberapa struktur pati beramilosa tinggi tidak berubah setelah

Page 29: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

20

dimasak atau setelah dicerna oleh tikus atau manusia, hal ini menunjukkan bahwa pati

dengan amilosa tinggi mempunyai ketahanan terhadap panas dan enzim yang tinggi.

2.6.3 Modifikasi Ikatan Silang (Cross-linking)

Seperti pada umumnya pati yang dipakai dalam industri ditentukan oleh sifat rheologi

dari pasta pati yang dihasilkan dari pati tersebut seperti viskositas, kekuatan gel, kejernihan,

dan kestabilan rheologi. Pada pemanasan suspensi pati maka ikatan primer yang menyusun

molekul dalam suatu struktur yang kompak akan pecah karena terjadinya hidrasi granula.

Sebagian granula akan mengembang pada suhu yang sangat terbatas, pengembangan terjadi

pada dua tingkat yaitu setelah gelatinisasi dan pendinginan(Koswara, 2009). Pada industri

makanan, modifikasi pati dengan cross-linking umumnya digunakan untuk meningkatkan

stabilitas stuktur granul dan membatasi daya kembang (Ratnayake & Jackson, 2008).

Maxwell dalam Radley (1976) mencoba mengembangkan reaksi cross-linkinguntuk

menghambat pengembangan pati dengan tujuan untuk stabilitas viskositas pasta pati.

“Cross-linking” dipakai apabila dibutuhkan pati dengan viskositas tinggi atau pati dengan

ketahanan geser yang baik seperti dalam pembuatan pasta dengan pemasakan kontinu dan

pemasakan cepat pada injeksi uap.

Pati ikatan silang dibuat dengan menambahkan “cross-linking agent” dalamsuspensi

pati pada suhu tertentu dan pH yang sesuai. Dengan sejumlah “cross-linking agent”,

viskositas tertinggi dicapai pada temperatur pembentukan yang normal dan viskositas ini

relatif stabil selama konversi pati. Peningkatan “cross-linking” viskositas mungkin tidak

mencapai maksimum,tetapi secara perlahan-lahan meningkat sampai pemasakan yang

normal, tapi ini tidak untuk semua pati karena ada bahan lainyang terdapat dalam pati yang

dapat mempengaruhi kecepatan dan perluasan pengembangan misalnya gula(Koswara,

2009).

Untuk menguji sifat-sifat viskositas dari pati yang disebabkan oleh “cross-linking

agent” dapat dilakukan dengan mengamati pola viskometrik dan suhu. Jadi untuk produk

yang disiapkan untuk membuat makanan asam, “salad drysing” diperlukan sejumlah asam

organik, agar campuran akhir dapat dipergunakan untuk membentuk bubur pati sebelum

dimasak. Cara ini dapat menghasilkan pati dengan ikatan silang yang stabil sehingga pada

pemanasan pengembangan granula akan lebih lambat sehingga viskositas akan lebih

stabil(Koswara, 2009).

Pada setiap tingkatan konsentrasi ikatan silang dapat diamati pengembangangranula

pati yang dapat diamati selama pengolahan. Reaksi yang berlanjut dapat merusak struktur

Page 30: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

21

granula ini sehingga pengolahan produk jadi sukar untuk ditangani. Jadi apabila dilakukan

suatu reaksi kimia maka harus dipergunakan “cross-linking” agar produk derivat pati yang

dihasilkan akan dapat diatur sesuai dengan karakteristik viskositasnya.Berbagai jenis

“cross-linking agent” telah banyak digunakan sepertihepikhlorohidrin, tri-meta phosphat

dimana keduanya sering dipakai untukpembuatan makanan dan juga industri pati. “Cross-

linking agent” lain dipakai dalam industri adalah aldehid, di-aldehid, vynil sulfon, di-

epoksida, 1, 3, 5, tri-khloro, 1, 3, 5, tri-akril-5-triazin, n,n-metil etilen bis-akrilamid, bis-

hidroksi metil etilen urea, dan lain-lain(Koswara, 2009).

Beberapa resin formaldehida urea juga dipakai untuk “cross-linking agent”untuk

beberapa aplikasi. Bila pati ikatan silang dibuat pada air dingin misalnya dengan “drum-

drying” maka kurang terjadi kerusakan granula dan dapat dipergunakan cross-linking yang

tidak aktif seperti senyawa alifatik denan dua atau tiga gugus fungsionil misalnya di-halida.

Secara umum beberapa molekul dapat bereaksi dengan dua atau lebih gugus hidroksil

disebut “cross-linking agent”, molekul ini dapat dipilih sesuai dengan bentuk produk akhir

yang diinginkan(Koswara, 2009). Beberapa tahun terakhir, terdapat fokus dalam modifikasi

pati yang lebih ramah lingkungan. Sebagai contoh, pada cross-linking lapisan film pati

menggunakan alternatif yang lebih ramah lingkungan dengan penggunaan asam-asam

organik seperti asam sitrat dan asam malonat sebagai agen cross-linking yang telah

dikembangkan (Dastidar & Netravali, 2012; Reddy & Yang, 2012).

Felton dan Shopmeyer dalam Radley (1976) peneliti pertama yang

melakukanpenelitian menggunakan cross-linking fosforus oksikhlorida pada konsentrasi

sangat rendah, pada granula pati memberikan hasil pati dengan pengembangan yang

terkontrol dan viskositas yang stabil. Kunlak dan Marshessault dalam Radley (1976)

mempelajari “cross-linking” pada keadaan homogen dan heterogen dengan perhatian khusus

pada reaksi dengan hepikhloihidrin dalam bentuk monoeter pada pati, juga dibandingkan

dengan reaksi cross-linking dieter dan ternyata hasilnya sangat ditentukan oleh kondisi dari

reaksi. Derajat pengembangan pati “cross-linking” menunjukkan ciri yang linier tergantung

pada perbandingan molar. Proses “cross-linking” akan efisien bila hepikhlorhidrin diberikan

pada fase uap untuk membentuk film tipis pada pasta atau pati kering. Proses ini dilakukan

oleh hofseiter untuk tekstil.

Caldwell dalam Radley (1976) menemukan granula yang tidak mengembang dengan

mempergunakan epikhlorhidrin 8 – 15% dalam bentuk gliserol monoeter. Bila gliserol

terjadi akan terbentuk gliserol monoeter dalam jumlah kira-kira sama dengan “cross-

linking” yang homogen.Hammerstand et al., mempergunakan teknik dimana semua

Page 31: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

22

ikatanhepikhlorhidrin yang tidak diperlukan dalam membuat “cross-linking” dikeluarkan

menjadi ratio antara “cross-linking” dan unit glukosa yang hanya ditentukan oleh satu

ikatan saja. Apabila produk akhir tidak hanya mengalami “cross-linking” tapi juga

mengalami reaksi lanjutan sampai menjadi derivat pati maka metode ini tidak dapat

diterapkan karena produk yang dihasilkan sangat bervariasi.

2.6.4 Oksidasi Pati

Oksidasi pati secara luas digunakan pada industri, baik industri pangan dan non-

pangan dimana terjadinya pembentukan lapisan film dan sifat adhesi yang diinginkan (Xi

Xiao et al., 2012). Aplikasi utama dari oksidasi pati adalah sebagai sebuah surface sizing

agent dan sebuah coating binder pada industri kertas. Produk makanan yang menggunakan

oksidasi pati memiliki rasa yang netral dan viskositas rendah, seperti lemon curd, salad

cream dan mayonnaise (Lawal,O.S., 2004).Pati dapat dioksidasi dengan aktivitas dari

beberapa zat pengoksidasi dalamsuasana asam, netral atau larutan alkali. Menurut FDA

(Food and Drugs Administration) zat pengoksidasi diklasifikasikan sebagai pemutih dan

oksidanuntuk pemutih yang diizinkan adalah oksigen aktif dari peroksida atau khlorin dari

natrium hipokhlorida, kalium permanganat, ammonium persulfat. Jumlah maksimum yang

dipakai tergantung pada bahan yang dipergunakan (Radley, 1976).

Schoch et al. (1959) mengemukakan bahwa mekanisme pembentukan gel

danretrogradasi diakibatkan oleh pembentuk ikatan hidrogen antar gugus hidroksi

rantaiamilosa dengan molekul amilosa lain. Oksidasi dari gugus OH ini mencegah

ikatanhidrogen mengisi rantai polimer dan gel yang diproduksi teksturnya lembek dan

pendek dari pati alami.

Secara umum dimana tipe modifikasi seperti esterifikasi sama baiknya

denganoksidasi dalam perubahan sifat fisik yang besar yang diakibatkan oleh penggantian 1

dalam 100, 200 atau 300 dari gugus OH sepanjang rantai.Bila pati telah teroksidasi menjadi

produk maka pati ini akan larut dalam airpanas membentuk bagian yang lebih kecil tanpa

melalui yang mengandung pati teroksidasi dalam jumlah besar dan produk ini

memperlihatkan kekuatan pereduksi. Lapisan tipis (film) yang diproduksi oleh larutan ini

mempunyai tingkat kekuatan regangan yang rendah dibandingkan dengan pati tak

termodifikasi, hal ini memberikan beberapa keuntungan seperti bentuk yang transparan dan

kekuatan penetrasi dan sifat ini sangat baik untuk industri kertas, lem dan tekstil(Koswara,

2009).

Page 32: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

23

Pati teroksidasi yang diproduksi secara komersial mempunyai bentuk granulayang

tetap menunjukkan polarisasi silang, berwarna biru atau kemerahan pada reaksi iodine dan

pola difraksi sinar-x yang sama dengan pati alami. Granula ini lebih mudah pecah dari pada

pati alami dan pemecahan yang melingkar pada butiran ini menghasilkan celah bila ditekan.

Hal ini terjadi karena oksidasi pada granula sampai kebagian dalam tetapi hanya pada suatu

tempat dan bagian yang bersifat asam dari produk akan larut dalam oksidan dan akan hilang

dalam pencucian. Jadi dapat diduga bahwa selama pengolahan komersil akan terjadi

kehilangan sejumlah produk sesuai dengan tingkat oksidasi yang berakibat berkurangnya

berat dari pati(Koswara, 2009).

Penurunan viskositas pati karena proses oksidasi akan menyebabkan produk lebih

mudah dioksidasi lagi menjadi turunannya (derivatnya) dan pengaruh yang sama dapat

dihasilkan dari oksidasi derivat pati atau menderivatkan pati teroksidasi, misalnya; pati

terposforilasi yang dibuat dengan mempergunakan NaOH dengan produk reaksi dari

epikhlorohidrin dan amina tertier. Produk derivat ini dioksidasi dengan NaOCI,

menghasilkan produk yang sangat baik untuk pelapis kertas (Radley, 1976).

Secara umum sasaran dari oksidasi pati adalah mempelajari struktur pati

danmodifikasi pati untuk keperluan industri.

2.6.5 Modifikasi Tapioka dengan Radiasi Sinar UV (Ultra Violet)

Kombinasi perlakuan pengendapan yang lama dan pengeringan matahari dapat

menghasilkan tapioka yang mengembang besar pada baking seperti dilaporkan oleh

Camargo dkk. (1988), akibat peristiwa fermentasi dan iradiasi sinar UV matahari.Tahap-

tahap fermentasi tapioka dan pengeringan matahari diperlukan untuk mendapatkan ciri

pengembangan tapioka asam. Pengeringan tapioka setelah tahap fermentasi, dengan

menggunakan oven pada suhu 40oC dan lama 8 jam yang mirip dengan kondisi pengeringan

matahari, tidak menghasilkan pati yang mengembang pada baking (Mestres dkk., 1997).

Modifikasi tapioka karena keberadaan asam laktat bersamaan dengan pengeringan matahari,

terbukti meningkatkan volume spesifik biskuit yang dibuat dari tapioka termodifikasi

tersebut, tetapi tidak terjadi jika digunakan pati hasil pengeringan dengan oven (Plata-

Oviedo dan Camargo, 1998). Fenomena ini mungkin karena akibat gabungan reaksi-reaksi

asam laktat dan penyinaran ultra violet (UV) matahari pada tapioka dengan akibat degradasi

pati yang berkaitan dengan kemampuan pati untuk mengembang pada baking (Bertolini

dkk., 2000; Bertolini dkk., 2001).

Page 33: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

24

Tapioka yang diasamkan dengan penambahan asam laktat dan disinari dengan lampu

merkuri pada panjang gelombang 250-600 nm, berpengaruh nyata terhadap kemampuan

pengembangan (Bertolini dkk., 2000). Penemuan ini menegaskan bahwa baik tapioka asam

maupun tapioka yang diberi asam laktat dan disinari UV, mengakibatkan degradasi yang

ditunjukkan oleh penurunan viskositas berdasarkan pengukuran menggunakan viskosimeter,

dan penurunan viskositas akhir yang sangat besar berdasarkan pengukuran dengan Rapid

Visco Analyzer (Caramgo dkk., 1988; Bertolini dkk., 2000), seperti ciri tapioka asam

(Mestres dkk., 1997).

Sinar UV matahari dapat dipilah menjadi UV A (panjang gelombang 315 nm), UV B

(280-315 nm) dan UV C (100-280 nm). Sinar UV C di lapisan atmosfir diserap oleh lapisan

ozon (WHO, 1994). Kebanyakan penelitian modifikasi fisik pati dengan iradiasi dilakukan

dengan menggunakan sumber sinar UV C tiruan (Fiedorowicz dkk., 1999; Bertolini dkk.,

2000).

Hasil penelitian menggunakan tapioka berkadar air 42 % dari hasil penuntasan dari

perendamannya dengan larutan 1 % asam laktat pada suhu 25oC selama 15 menit, kemudian

dibuat lapisan pati setebal 2 mm, diiradiasi menggunakan sinar UV B (310-330 nm, dengan

4 lampu Philips TL 100 W/01) selama 9 jam atau UV C (254 nm, dengan 5 lampu Silvania,

30 W) selama 7 jam, menghasilkan pati yang mengembang tiga kali lipat pada pembuatan

biskuit daripada tapioka tanpa perlakuan, yaitu volume spesifik biskuit 12 cm3/g dibanding

4,3 cm3/g. Iradiasi dengan sinar UV A (4 lampu Philips TL 20 W/12) menghasilkan pati

yang mengembang hanya 1,2 lipat dibanding tapioka tanpa perlakuan (Vatanauchart dkk.,

2003).

Hasil penelitian menggunakan tapioka komersial yang direndam dalam larutan asam

laktat 1%, kemudian diiradiasi sinar UV selama 7-15 jam, menunjukkan terjadi penurunan

tingkat polimerisasi amilosa. Iradiasi UV B (280-420 nm) berakibat degradasi molekul

amilosa, sedangkan iradiasi UV C (254 nm) berakibat degradasi molekul amilosa maupun

amilopektin (Vatanasuchart dkk., 2005). Industri tapioka rakyat dan usaha kecil pembuatan

tepung modifikasi biologis menggunakan cara pengeringan matahari. Kondisi pH, kadar air

ataupun aktivitas air dan kelembaban udara selama pengeringan matahari perlu dikaji untuk

mendapatkan hasil optimal, berupa tapioka dan tepung kasava yang dapat mengembang

besar pada baking.

Page 34: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

25

Tabel 2.8 Penelitian Terdahulu Modifikasi Tepung Tapioka

No Referensi Judul Penelitian

1. (Atichokudomchai et al.,

2004)

A study of Ordered Structure in

Acid Modified Starch by 13 C

CP/ MAS Solid-State NMR

Hidrolisa tapioka dengan

menggunakan asam laktat

dan asam klorida.

2. (Gani et al., 2012) Modification of Bean by g-

Irradiation:Effect on

Functional and Morphological

Properties

Modifikasi pati dengan

menggunakan sinar Gamma

3. (Shan-Shan Shi & Guo-

Qing He, 2010)

Process Optimization for

Cassava Starch Modified by

Octenyl Succinic Anhydride

Modifikasi tapioka dengan

prinsip esterifikasi

menggunakan variasi

konsentrasi OSA, pH,

temperatur, waktu reaksi,

konsentrasi pati, dan jenis

pati

4. (Rocha et al., 2010) Effect of Enzymatic Hydrolysis

on Some Physicochemical

Properties of Root and Tuber

Granular Starches

Modifikasi tepung tapioka

dengan menggunakan enzim

α – amylase

5. (Hebeish et al., 2015) Chemical Modification of

Tapioca Starch via

Simultaneous Oxidation and

Vinyl Graft Copolimerization

and its Onset on Size Ability of

Cotton Based Yarns

Modifikasi tepung tapioka

dengan memanfaatkan

prinsip oksidasi simultan

dengan menambahkan

amonium persulfat serta

dilakukan pemanasan hingga

suhu 95 oC selama 30 menit

6. (Pudjihastuti dan

Sumardiono, 2011)

Penembangan Proses Inovatif

Kombinasi Reaksi Hidrolisis

Asam dan Reaksi Photokimia

UV untuk Pati Termodifikasi

dari Tapioka

Modifikasi tepung tapioka

dengan reaksi hidrolisis asam

laktat dan reaksi fotokimia

UV.

7. (Vatanasuchart et al., Molecular Properties of Modifikasi pati dengan

Page 35: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

26

2005) Cassava Starch Modified by

Different UV Irradiations to

Enhance Baking Expansion.

kombinasi radiasi sinar UV

dan hidrolisa asam laktat.

8. (Bertolini dkk., 2000) Rheological Properties of

Acidified and UV-Irradiated

Starches.

Modifikasi tapioka dengan

penambahan asam laktat dan

penyinaran lampu merkuri

dengan panjang gelombang

250-600 nm

9. (Vatanauchart dkk., 2003) Influence of Different UV

Irradiation on Properties of

Cassava Starch and Biscuit

Expansion.

Modifikasi tapioka

menggunakan tapioka

berkadar air 42 % dari hasil

penuntasan dari

perendamannya dengan

larutan 1 % asam laktat pada

suhu 25oC selama 15 menit,

dibuat lapisan pati setebal 2

mm, dan diiradiasi

menggunakan sinar UV

Bselama 9 jam dan sinar UV

C selama 7 jam.

10. (Dastidar & Netravali,

2012; Reddy & Yang,

2012)

‘Green’ Crosslinking of

Native Starches with

Malonic Acid and Their

Properties.

Citric Acid Cross-Linking of

Starch Films. Food

Chemistry.

Modifikasi pati dengan cross-

linking menggunakan asam-

asam organik sebagai agen

cross-linking.

11. (Shopmeyer dan Falton.,

1943)

Starch Production Technology. Pembuatan pati jagung

lilintermodifikasi yang

dipotong dengan asam

12. (Murwani., 1989) Sifat Fisiko Kimia Pati Jagung

Termodifikasi.

Modifikasi pati jagung

dengan asam dan oksidan.

Page 36: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Metode penelitian yang digunakan merupakan hasil kajian dan buah pemikiran dari

para pencetus sebelumnya. Namun, beberapa metode yang digunakan masih memiliki

kekurangan yang cukup signifikan walaupun seiring dengan berjalannya waktu

pengembangan metode ini. Adapun sistematika berpikir dari kemunculan ide ini adalah

Gambar 3.1 Skema Kerangka Berpikir

1. Indonesia merupakan negara terbesar keenam pengekspor gandum

di dunia

2. Indonesia memiliki cadangan ubi kayu yang sangat tinggi untuk

menggantikan pemenuhan kebutuhan gandum di Indonesia

3. Tapioka konvensional yang selama ini dijumpai memiliki sifat

yang kurang optimal dibandingkan dengan gandum

Diperlukan suatu inovasi modifikasi tepung tapioka yang memiliki

sifat sesuai dengan permintaan pasar dan berkualitas food grade

Modifikasi Tepung tapioka dengan menggunakan campuran asam

laktat yang kemudian disertai dengan treatment pengeringan

menggunakan sinar UV

Urgensi

Usulan

ReviewPerjalanan Inovasi Terkait

Fermentasi

Asam Laktat

Page 37: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

28

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan yang Digunakan

1. Tepung tapioka

2. Larutan Asam Laktat

3. Aquadest

4. Pengembang (soda kue)

5. Larutan NaOH

3.2.2 Alat yang Digunakan

1. Pisau

2. Mixer

3. Timbangan Digital

4. Oven

5. Gelas ukur

6. Kompor Listrik

7. Sentrifugator Sinar UV

8. Spektrofotometer Sinar UV

9. SEM (Scanning Electron

Microscope)

10. Buret, Klem, Statif

11. Magnetic Stirrer

12. Pemarut

13. Filter

14. Ayakan

15. Satu set alat pengering rotary

Gambar 3.2 Skema Rangkaian Alat

3.3 PENETAPAN VARIABEL

3.3.1 Variabel Tetap

Pada percobaan ini variabel tetap yang digunakan adalah kesamaan jenis dan merek tepung

tapioka, dan jenis asam laktat yang digunakan.

Page 38: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

29

3.3.2 Variabel Berubah

Variabel berubah pada penelitian ini, adalah kondisi operasi pada tahap pengeringan

menggunakan alat pengering sinar UV dengan sistem rotary serta variasi konsentrasi asam

laktat yang digunakan:

Kapasitas umpan: 250 dan 400 gr

Suhu udara kering yang masuk: 50oC, 60

oC, 70

oC

Kecepatan putar rotary UV: 10 rpm, 30 rpm

Konsentrasi asam laktat : 2,5 %, 4 %

3.3.3 Variabel yang Diamati (Respon)

Hasil percobaan yang akan dianalisa meliputi, pengujian swelling power, solubitity, baking

ekspansi, viskositas, kandungan gugus aktif dianalisa menggunakan FTIR, dan ukuran

molekul partikel tepung yang diamati dengan SEM.

No

Variabel Swelling

Power (g/g)

Sollubility

(%)

Baking

Ekspansi

(ml/g) Kec. Putar

(rpm)

Temperatur

(oC)

Kapasitas

(g)

Konsentrasi Asam Laktat 2,5 %

1 10 50 250

2

400

3

60 250

4

400

5

70 250

6

400

7 30 50 250

8

400

9

60 250

10

400

11

70 250

12

400

Konsentrasi Asam Laktat 4 %

13 10 50 250

Page 39: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

30

14

400

15

60 250

16

400

17

70 250

18

400

19 30 50 250

20

400

21

60 250

22

400

23

70 250

24

400

Page 40: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

31

3.4 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan tahapan langkah-langkah penelitian

secara detail dapat dilihat di gambar berikut di bawah ini

Gambar 3.3 Rancangan Diagram Alir Penelitian

3.5 Prosedur Penelitian

1. Pencampuran tepung tapioka dengan asam laktat

Tepung tapioka termodifikasi ini dibuat dengan cara mencampurkan 250 dan 400

gram tepung tapioka ke dalam 1500 ml asam laktat yang berkonsentrasi (2,5 %, 4%)

%w, dan air ke dalam reactor berpengaduk hingga membentuk larutan tapioka.

Kondisi operasi hidrolisa adalah pada suhu ruang selama 30 menit. Penambahan asam

laktat ini bertujuan untuk mengubah sifat fisika kimia dan rheologi (pH, viskositas,

sweeling power, ρ, solubility) tepung tapioka tersebut agar setara dengan tepung

terigu.

Hidrolisis dengan Menggunakan Asam Laktat dalam 1500 ml Aquadest

selama 30 menit

Asam Laktat

Aquadest

Pengeringan

Sistem rotary sinar

lampu UV:

Suhu udara kering

masuk (50oC,

60oC, 70

oC)

Kecepatan putar

rotary UV (10,

30) rpm

Kapasitas (250,

400) gr

Pilus Tapioka Termodifikasi

Uji Hasil

Swellin

g power

Viskositas Solubility Baking

Ekspans

SEM FTIR

Uji Banding

Tepung Terigu (Gandum) Tepung Tapioka Modifikasi

Laporan Pembahasan

Tepung Tapioka

Konsentrasi

Asam Laktat

tiap Variabel :

2,5 % dan 4 %

Tepung Tapioka

Page 41: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

32

2. Pengeringan Sistem Rotary dengan Sinar UV

Tapioka yang sudah dihirolisa, kemudian di saring untuk memisahkan tepung dengan

sisa larutan asam laktat.

Siapkan rangkaian alat pengering sistem rotary sinar UV.

Setelah alat siap, masukkan tapioka basah yang telah dihidrolisa ke dalam rangkaian

alat

Setting kecepatan putar pengeringan dan kondisi temperatur udara kering yang masuk

sesuai dengan variabel percobaan.

Setelah selesai dikeringkan, tapioka siap untuk di analisa.

3. Uji pH

Sampel berupa tepung termodifikasi dilarutkan dalam aquadest, lalu pH larutan tepung

tapioka termodifikasi tersebut diukur dengan pH meter.

4. Uji Viskositas

- Uji viskositas dapat diukur dengan menggunakan viscosimetric micro-ubbrlohde tubes

dengan suhu operasi 35°C dan solvent 0.2N KOH encer yang mempunyai waktu alir

50 detik.

- Sampel berupa 50-60 mg tepung tapioka termodifikasi ini dilarutkan dalam 2 ml KOH

1N.

- Larutan tapioka yang telah dicampur KOH 1N diaduk secara terus menerus selama 7

hari dalam suhu kamar.

- Tambahkan atau encerkan dengan 0.2N KOH dan diaduk selama 4 jam, lalu

difilter/disaring (Millipore, 5.0 (m)) (Bertollini,2000).

5. Uji densitas

Uji densitas ini dilakukan dengan mengukur berapa perubahan volume air apabila

ditambahkan sejumlah tepung tapioka termodifikasi dan hasil dari densitas tersebut

Densitas =

(gr/cm

3 ; kg/m

3)

6. Analisa swelling power

- Melarutkan 0,1 gram dextrin yang terbentuk yang dalam 10 ml aquadest

- Memanaskan larutan menggunakan water bath dengan temperatur 60 oC selama 30

menit.

- Memisahkan supernantant dan pasta yang terbentuk menggunkan centrifuge dengan

kecepatan 2500 rpm selama 15 menit.

- Swelling power dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Swelling =

7. Analisa % solubility

- Melarutkan 1 gram dextrin ke dalam 20 ml aquadest

- Memanaskan larutan dalam water bath dengan temperatur 60 oC selama 30 menit.

Page 42: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

33

- Memisahkan supernantant dan pasta yang terbentuk menggunakan centrifuge dengan

kecepatan 3000 rpm selama 20 menit.

- Mengambil 10 ml supernantant lalu dikeringkan dalam oven dan dicatat berat endapan

keringnya.

%Solubility =

8. Pengukuran baking ekspansi, spesifik volume, dan struktur roti dengan berbahan dasar

tepung termodifikasi

Baking ekspansi dan struktur roti ini bisa diukur dengan cara mengolah tepung

termodifikasi tersebut untuk menjadi biscuit atau kue dengan menggunakan cara yang

diambil dari resep Pao de Queijie (Maria‟s cookbook, 2002), yaitu dengan

menggunakan bahan-bahan sebagai berikut, antara lain: 45 gram tepung tapioka

komersial, 10 gram susu bubuk, 10 gram minyak kacang kedelai, 0.5 gram garam, 5

gram telur dan air.

Langkah pertama yaitu dengan mencampurkan tepung tapioca komersial, susu bubuk,

minyak kedelai, dan garam. Selanjutnya adonan tersebut diaduk selama 5 menit dan

ditambahkan telur secara perlahan-lahan atau sedikit demi sedikit. Setelah terbentuk

adonan yang rata, dilakukan penambahan tepung tapioca termodifikasi dengan

variabel yang berbeda (18,25,30 gram), aduk hingga semua adonan tepung

termodifikasi tercampur rata. Total satu porsi adonan atau cetakan adalah 14 gram.

Selanjutnya adonan yang sudah dicetak tersebut dioven dalam suhu 210ºC selama 20

menit. Setelah matang dan dingin, berat serta volume biscuit atau roti diukur dan hasil

dari pengukuran tersebut diambil rata-rata berat adonan yang hilang (g), spesifik

volume (cm3/gram), serta struktur roti yang dihasilkan (Vatanasuchart,2003)

9. Analisa SEM

Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan metode analisa dimana elektron

mikroskopik yang menghasilkan gambaran sampel dengan cara scanning sampel

tersebut menggunakan sinar yang difokuskan dari elektron. Elektron-elektron tersebut

berinteraksi dengan elektron-elektron pada sampel, enghasilkan berbagai sinyal yang

dapat terdeteksi sebagai informasi mengenai opografi permukaan sampel dan juga

komposisinya. SEM mampu menhasilkan resolusi yang lebih kecil dari ukuran 1

nanometer.

10. Analisa FTIR

FTIR merupakan teknik untuk menganalisa bahan-bahan organik, polimer,coatings,

gas, sampel biologi, bahan anorganik, dan mineral. Prinsip kerja dariFTIR adalah

dengan memancarkan sinar inframerah pada sampel, kemudianditampilkan dalam

bentuk grafik yang terdiri atas absorbansi dan juga panjang elombang. Analisa gugus

yang terdapat dalam sampel dilakukan dengan cara interpretasi spektrum hasil

absorpsi sinar inframerah oleh sampel.

Page 43: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

34

11. Pembuatan Pilus

Membuat adonan dengan mencampurkan tepung modifikasi ubi kayu sebanyak 5 gram

dan air hingga kalis. Adonan kemudian dibentuk menjadi pilus dengan diameter 5 cm.

Pilus kemudian digoreng selama 5 menit hingga matang.

Analisa pengembangan volume :

Pembuatan pilus sebanyak 20 kali agar data yang didapat lebih beragam dan mewakili

sampel. Mengukur diameter pilus saat awal (D1) maupun akhir (D2). Volume pilus

diukur dengan asumsi pilus berbentuk bulat sempurna. Tingkat pengembangan sampel

diukur dengan cara berikut :

Tingkat pengembangan (%) =

Page 44: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

35

BAB IV

JADWAL KEGIATAN

4.1 Jadwal Kegiatan Penelitian

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Penelitian

Kegiatan Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4

1. Studi Literatur dan

Pengumpulan Referensi

2. Penyiapan Prosedur

Pelaksanaan dan

Perancangan Alat

3. Pelaksanaan Penelitian

Tes Alat

Hidrolisa Tapioka

Menggunakan Asam

Laktat

Pengeringan

Menggunakan Rotary

UV

4. Analisa Hasil Percobaan

5. Penyusunan Laporan

6. Presentasi Hasil

Page 45: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

36

DAFTAR PUSTAKA

Adamafio, Sakyiamah M, and Josephyne T. 2010. Fermentation in cassava (Manihot

esculenta Crantz) pulp juice improves nutritive value of cassava peel. Academic

Journals 4(3): 51-56.

Agustina, F. (2009). Modifikasi Tepung Tapioka, 6–18.

Akpa J.G. and Dagde K. K. 2012. Modification of Cassava Starch for Industrial Uses.

International Journal of Engineering and Technology. 2(6): 908-914

Andrizal. 2003. Potensi, tantangan dan kendala pengembangan agroindustri ubi kayu dan

kebijakan industri perdagangan yang diperlukan. Pemberdayaan Agribisnis Ubi Kayu

Mendukung Ketahanan Pangan. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan

Umbi-umbian.

Arnata IW. 2009. Teknologi Bioproses Pembuatan Bioetanol dari Ubi Kayu (Manihot

utilisima) Menggunakan Kultur Campuran Trichoderma viride, Aspergillus niger dan

Saccharomyces cerevisiae. [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian

Bogor.

Astawan, M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Tiga Serangkai. Solo

Babic, J., Drago S., Durdica A., Vlasta P., Mirela K., & Nela Nelic T., (2006). Effect of

Pectin and Carrageenan on Thermophysical and Rheological Properties of Tapioca

Starch. Czech J. Food Sci., 24: 275-282

Bank, W dan C.T. Greenwood, 1975, Starch Its Components, Halsted Press, John Wiley

and Sons, N.Y.se the "Insert Citation" button to add citations to this document.

Barret, D. M., & Damardjati., D. S. (1984). Peningkatan Mutu Hasil Ubi Kayu di

Indonesia. Journal Penelitian Dan Pengembangan Pertanian.

Belitz, H., & Grosch, W. (1978). Food Chemistry Translation from 2nd.

Page 46: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

37

Bentacur, A. D., Chel, G. L., and Canizares, H.E. Asetylation and Characterisation of

Canavalia ensiformis Starch. J. Agric. Food Chemistry 1997, 45, 378-382.

Chen, Y., Huang, S., Tang, Z., Chen, X., & Zhang, Z. (2011). Structural changes of

cassava starch granules hydrolyzed by a mixture of amylase and glucoamylase.

Carbohydrate Polymers, 85(1), 272–275. doi:10.1016/j.carbpol.2011.01.047

Dastidar, T. G., & Netravali, A. N. (2012). „Green‟ crosslinking of native starches

withmalonic acid and their properties. Carbohydrate Polymers, 90, 1620–1628.

Desrosier, N. W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M. Muljohardjo. UI-

Press, Jakarta

Elida, P., Hidrolisis Pati Ubi Kayu (Manihot Esculenta) dan Pati Ubi Jalar (Ipomea

Batatas) Menjadi Glucosa Secara Cold Process Dengan enzim Acid Fungal Amilase

dan Glukoamilase, Proceeding of the 6 th Basic Science National Seminar,

2009.

Eguchi, S., Kitamoto, N., Nishinari, K., & Yoshimura, M. (2013). Food Hydrocolloids

Effects of esteri fi ed tapioca starch on the physical and thermal properties of Japanese

white salted noodles prepared partly by residual heat. Food hydrocolloids, 1–11.

doi:10.1016/j.foodhyd.2013.05.012

Fiedorowicz, M., Tomasik, P., Lim, S., & Korea, S. (1999). Molecular Distribution and

Pasting Properties of UV-Irradiated Corn Starches, 51(4), 126–131.

Fleche, G, 1985, Chemical modifikation and degradation of starch, Di dalam G.M.A. Van

Beynum dan J.A. Roels, ed, Starch conversion technology, Applied Science Publ.,

London.

Gallant, D., C. Mercier dan A. Guilbot. 1972. Electron microscopy of starch granules

modified by bacterial α-amilase. Cereal Chem. 49 : 354.

Gholap, A. V., Marondeze, L. H., & Tomasik, P. (1993a). Dextrinization of starch with

nitrogen laser. Starch, 45, 430–432.

Gholap, A. V., Marondeze, L. H., & Tomasik, P. (1993b). Dextrinization of starch with

nitrogen laser. Starch, 45, 430–432. doi:10.1016/j.ijbiomac.2008.10.005

Grace, M.R. 1977. Cassava Processing. Food and Agriculture Organization of

United Nations, Roma.

Hambali, E., S. Mujdalipah, A.H. Tambunan, A.W. Pattiwiri, dan R. Hendroko. 2007.

Teknologi Bioenergi. Jakarta : Agromedia.

Page 47: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

38

Han, Z., An, X., Fu, N., Juan, S., Dong, X., & Kennedy, J. F. (2012). Effects of pulsed

electric field treatments on some properties of tapioca starch. Carbohydrate Polymers,

89(4), 1012–1017. doi:10.1016/j.carbpol.2012.02.053

Hodge, J.E. dan E.M. Osman, 1976, Carbohydrates, Di dalam Food Chemistry. D.R.

Fennema, ed. Macel Dekker, Inc. New York dan Basel.

Indra. (2009). Pati Modifikasi. core.ac.uk/download/pdf/11713593.pdf. Diakses pada 23

November 2015

Jacobs, H. and J.A. Delcour. 1998. Hydrothermal modifications of granular starch with

retention of the granular structure: Review. J. Agric. Food Chem. 46(8): 2895−2905.

Jensen, S. L., Larsen, F. H., Bandshom, O., & Blennow, A. (2013). Stabilization ofsemi-

solid-state starch by branching enzyme-assisted chain-transfer catalysisat extreme

substrate concentration. Biochemical Engineering Journal, 72, 1–10.

Kobawila SK, Louembe, Keleke, Hounhouigan J, and Gamba C. 2005. Reduction of the

cyanide content during fermentation of cassava roots and leaves to produce bikedi and

ntoba mbodi, two food products from Congo. Academic Journals 4(7): 689-696.

Koswara, S. (2009). Teknologi Modifikasi Pati. Teknologi Pangan.

Lawal, O.S. Composition, physicochemical properties and retrogradation characteristics of

native, oxidized, acetylated and acid-thinned new cocoyam (Xanthosoma

sagittifolium) starch. Food Chem. 2004, 87, 205–218.

Le, Q., Lee, C., Kim, Y., Lee, S., Zhang, R., Withers, S. G. Park, K. (2009).

Amylolytically-resistant tapioca starch modified by combined treatment of branching

enzyme and maltogenic amylase, 75, 9–14. doi:10.1016/j.carbpol.2008.06.001

Leach, H.W., L.D. McCowan dan T.J. Schoch. 1959. Cereal Chem. 36 : 534.

Majzoobi, M., Rowe, A. J., Connock, M., Hill, S. E., & Harding, S. E. (2003). Partial

fractionation of wheat starch amylose and amylopectin using zonal ultracentrifugation,

52, 269–274.

McLaren, A.D. 1963. Enzyme reation on structurally restricted systems IV The digestion

of insoluble substrate by hidrolytic enzymes. Enzymologies 26 : 237.

Merlin, A., & Fouassier, J. P. (1981). Etude de radicaux libres formeÂs par irradiation

ultraviolette de l‟amidon: application aux reactions de photodegradation et de

photogreffage. Makromolecular Chemistry; Macromolecular Symposium,, 182, 3053–

3068.

Page 48: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

39

Moorthy SN (2002). Physicochemical and functional properties of tropical tuber starches: a

review. Starch Starke 54:559-592.

Morell, M. K., Kosar-hashemi, B., Cmiel, M., Samuel, M. S., Chandler, P., Rahman, S., Li,

Z. (2008). Barley sex6 mutants lack starch synthase IIa activity and contain a starch

with novel properties, (2003).

Mudjajanto, Eddy Setyo dan Lilik Noor Yulianti. (2004). Membuat Aneka Roti. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Muwarni, I.A. (1989). Sifat Fisiko Kimia Pati Jagung Termodifikasi, Skripsi, Fateta

IPB.Bogor.

Neelam, Kavlani., Vijay, Sharma., and Lalit, Singh., Various Techniques for The

Modification of Starch and Its Application on Its Derivatives. IRJP 2012, 3 (5), 28.

Nwokocha, L. M., A comparative study of some properties of cassava (Manihot esculenta,

Crantz) Carbohydrate Polymers (2009), doi:10.1016/j.carbpol.2008.10.034

Ortega-Ojeda F.E., Eliason A.C. (2001). Gelatinisation and Retrogradation Behaviour of

Some Starch Mixtures. Starch, 53: 520-529

Radley, J.A. (1976). Starch Production Technology. Applied Science Publishers, London.

Rahman, A. M. (2007). Mempelajari Karakteristik Kimia Dan Fisik Tepung Tapioka Dan

Mocal ( Modified Cassava Flour ) Sebagai Penyalut Kacang Pada Produk Kacang

Salut.

Rašic, D., C, D. V., Peraica, M., & Irena, Z. (2014). A comparison of the nutritional value

and food safety of organically and conventionally produced wheat flours, 143, 522–

529. doi:10.1016/j.foodchem.2013.08.022

Rasulu, Hamidin., Yuwono, Sudarminto S., dan Kusnadi, Joni., Karakteristik Tepung Ubi

Kayu Terfermentasi sebagai Bahan Pembuatan Sagukasbi, Jurnal Teknologi

Pertanian., 2012, vol. 13, no. 1, pp. 1.

Ratnayake, W. S., & Jackson, D. S. (2008). Phase transition of cross-linked and

hydroxypropylated corn (Zea mays L.) starches. LWT, 41, 346e358.

Reddy, N., & Yang, Y. (2010). Citric acid cross-linking of starch films. Food

Chemistry,118, 702–711.

Ren, G., Li, D., Wang, L., Özkan, N., & Mao, Z. (2010). Morphological properties and

thermoanalysis of micronized cassava starch. Carbohydrate Polymers, 79(1), 101–

105. doi:10.1016/j.carbpol.2009.07.031

Page 49: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

40

Ribotta, P. D., Colombo, A., & Rosell, C. M. (2012). Food Hydrocolloids Enzymatic modi

fi cations of pea protein and its application in protein e cassava and corn starch gels.

Food hydrocolloids, 27(1), 185–190. doi:10.1016/j.foodhyd.2011.07.006

Rubatzky, V.E dan Yamaguchi. 1988.Sayuran Dunia; Prinsip. Produksi dan Gizi Jilid 1.

Institut Teknologi Bandung. Bandung. 163-177.

Santayanon, R., & Wootthikanokkhan, J. (2003). Modification of cassava starch by using

propionic anhydride and properties of the starch-blended polyester polyurethane, 51,

17–24.

Singh, R. P. Dhania, G. Sharma, A. Jaiwal, P. K., 2007. Biotechnological approaches to

improve phytoremediation efficiency for environment contaminants. In:

Environmental bioremediation technologies, Singh, S. N.Tripahti, R. D. (Eds)

Springer, 223-258

Singh S, et al. (2013). Aldehyde dehydrogenases in cellular responses to

oxidative/electrophilic stress. Free Radic Biol Med 56:89-101

Singht, V., and Ali, S. Z. Acid Degradation of Starch. The Effect of Acid and Starch Type.

Carbohydrate Polimers 2000, 41,191-195.

Shopmeyer, H.H. dan G.E. Felton. (1943). Di dalam J. A. Radley, ed. Starch Production

Technology. Applied Science Publ., London.

Susmiati Y. (2010). Rekayasa Proses Hidrolisis Pati dan Serat Ubi Kayu untuk Produksi

Bioetanol. [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Udomrati, S., & Gohtani, S. (2014). Enzymatic esterification of tapioca maltodextrin fatty

acid ester. Carbohydrate Polymers, 99, 379–384. doi:10.1016/j.carbpol.2013.07.081

Vatanasuchart, N, Naivikul, O., Charoenrein, S., & Sriroth, K. (2005). Molecular

properties of cassava starch modified with different UV irradiations to enhance baking

expansion, 61, 80–87. doi:10.1016/j.carbpol.2005.02.012

Vatanasuchart, Nednapis, & Naivikul, O. (n.d.). Effects of Different UV Irradiation on

Properties of Cassava Starch and Biscuit Expansion.

Winarno, F.G, Fardiaz, S and Fardiaz, D., Pengantar Teknologi Pangan, PT Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta, 1984.

Wirakartakusumah, M.A., Rizal Syarief, Dahrul Syah, 1989, Pemanfaatan Teknologi

Pangan Dalam Pengolahan Singkong, Buletin Pusbangtepa, 7 : 18. IPB.Bogor.

Page 50: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

41

Wolf, M.J., U. Khoo dan G.E. Inglett. 1977. Partial digestibility of cooked amylomaized

starch in humans and mice. Die Starke 29 : 401.

Xi Xiao, Hua., Lu Lin, Qin., Qiang Liu, Gao., Xiang Yu, Feng., A Comparative Study of

The Characteristics of Cross-Linked, Oxidized, and Dual-Modified Rice Starches, J.

Molecules., 2004, vol. 17, pp. 10947.

Xie, F., Yu, L., Su, B., Liu, P., Wang, J., Liu, H., & Chen, L. (2009). Rheological

properties of starches with different amylose / amylopectin ratios. Journal of Cereal

Science, 49(3), 371–377. doi:10.1016/j.jcs.2009.01.002

Zairina, Winda., Chumaidiyah, Endang., dan Aurachman, Rio., Analisis Kelayakan Bisnis

Tepung Tapioka PT. Biofuel Bigcassava Hidayah Berdasarkan Aspek pasar, Teknis,

Lingkungan dan Finansial Untuk Pasar Di Kota Bandung, J. Eproc.,

2011,vol.15.04.240, pp.1.

Zamora, A. 2005. Carbohidrat-Chemistry Structure. (Diakses dari

http://www.scientificpsychic.com/fitness/carbohydrates.html tanggal 26 November

2015).

Page 51: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

A

LAMPIRAN

Biodata Dosen Pembimbing

1. Data Diri

a. Nama Lengkap : Dr. Siswo Sumardiono, ST, MT

b. NIP : 197509157000121001

c. Tempat dan tanggal lahir : Kediri, 15 September 1975

d. Jenis Kelamin : Laki-laki

e. Pangkat / Golongan : Lektor/IIIc

f. Unit Kerja : Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik,

Universitas Diponegoro.

g. Alamat Kantor : Jl. Prof. Sudarto, Kampus UNDIP

Tembalang Semarang

h. Alamat Rumah : Jl.Harmoni E-11 Perum Graha Estetika,

Semarang

i. No Telp. : 0818 059 48 990

j. Email : [email protected]

2. Riwayat Pendidikan

No. Tempat Pendidikan Kota/Negara Tahun

Lulus Bidang Studi

1 Post doctoral, University

of Magdeburg

Magdeburg/Jerman 2008-2009 Teknik Kimia

2 Post doctoral, University

of Sydney Australia

Sydney/Australia 2007 Teknik Kimia

3 S3, University of Natural

Resources and Applied

Life Sciences Vienna

Vienna/Austria 2005 Teknik Kimia

4 S2, Institut Teknologi

Bandung

Bandung/Indonesia 2001 Teknik Kimia

5 S1, Univ. Diponegoro Semarang/Indonesia 1998 Teknik Kimia

3. Penelitian yang didanai

No Tahun Judul Riset Sumber Dana

1 2011 Pengembangan Prototipe Pengering Gabah Sistem

Resirkulasi Tipe Konveyor Pneumatik Kapasitas 10

Ton/Hari Waktu Tinggal Singkat (< 7 Jam/Operasi)

KKP3T,

LITBANG

DEPTAN

2 2011 Fundamental Studies of Organic Fertilizer

Production From Cattle Waste Assisted by

Lumbricus Rubellus as Biodegradator of High

Cellulose Content

Penelitian

Unggulan

Fakultas

Teknik

3 2011 Modifikasi Sifat Fisika dan Kimia Tapioka Dengan

Hidrolisa Asam Laktat dan Radiasi Sinar UV Untuk

KKP3T,

LITBANG

Page 52: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

B

Meningkatkan Daya Kembang Roti (> 12

cm3/gram) Dengan Harga Murah (<Rp. 4.500,-/Kg)

DEPTAN

4 2010 A Novel Modification of Cassava Starch by

Combining UV Reactor and Solar Drying to

Increase Baking Expansion

Hibah

Publikasi

DP2M-DIKTII

5 2010 Modifikasi Sifat Fisika dan Kimia Tapioka dengan

Radiasi Sinar UV Kapasitas 50 kg/hari untuk

Produksi Roti Hingga Daya Kembang 12

(Cm3/Gram)

KKP3T,

LITBANG

DEPTAN

6 2010 Produksi Fine Powder Waluh Sebagai Bahan

Pangan Alternatif Kaya Antioksidan ß-Karoten,

Vitamin A dan Vitamin C Serta Aplikasinya dalam

Subtitusi Produk Pangan

Hibah

Kompetensi,

DP2M-DIKTI

7 2009 Produksi Fine Powder Waluh Sebagai Bahan

Pangan Alternatif Kaya Antioksidan ß-Karoten,

Vitamin A dan Vitamin C Serta Aplikasinya dalam

Subtitusi Produk Pangan

Hibah

Kompetensi,

DP2M-DIKTI

8 2009 Pengembangan Proses Inovatif Kombinasi Reaksi

Hidrolisa Asam dan Reaksi Photo Kimia Sinar Ultra

Ungu Untuk Produksi Pati Termodifikasi dari

Tapioka Lokal

Hibah

Strategis

Nasional

DP2M-DIKTI

9 2009 Pengembangan Proses Oksidasi Inovatif Non-

Residual Berbasis Ozonisasi Untuk Produksi Pati

Termodifikasi dari Tapioka

SINTA, DP2M

DIKTI-

DEPTAN

10 2009 Eko-Efisiensi Industri Tapioka: Pengolahan Air

Limbah Proses Pengendapan Menjadi Air Proses

dan Bahan Baku Biogas di Kecamatan Margoyoso

Kabupaten Pati

PKM, DP2M-

DIKTI

11 2009 Produksi Dekstrin dari Tepung Tapioka Lokal

dengan Modifikasi Proses Kering Berbasis

Asidifikasi

PKM, DP2M-

DIKTI

12 2008 Analisis Kandungan Bahan Pengawet dalam

Produk-produk Minuman Kemasan yang ada di

Pasaran untuk Menjaga Keamanan Pangan

Masyarakat

PKM, DP2M-

DIKTI

13 2008 Analisis Sifat-sifat Psiko-kimia Buah Tomat

(Lycopersicon Esculentum) Jenis Tomat Apel, guna

Peningkatan Nilai Fungsi Buah Tomat Sebagai

Komoditi Pangan Lokal

PKM, DP2M-

DIKTI

Page 53: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

C

1. Publikasi

1. S. Sumardiono, and T. Prasetyo,andS. Latief,(2011), UV-Photochemical Reactor for

Producing Modified Cassava Starch: Psychochemical and Rheological Properties,

submitted to American Journal of Food Technology.

2. S. Sumardiono and J. Fischer, (2011), Molecular Simulations of Mixture Droplet

Evaporation, submitted to the Journal of Thermal Sciences.

3. S. Sumardiono, and D. Murwono, (2011), Organic Fertilizer Production From Cattle

Waste Vermicomposting Assisted By Lumbricus Rubellus, International Journal of

Science and Engineering, Vol 2, No. 1.

4. Budiyono and S. Sumardiono, (2011), Biogas Production From Cassava Starch

Effluent Using Microalgae As Biostabilisator, International Journal of Science and

Engineering, Vol 2, No. 1.

5. I. Pudjihastutidan S. Sumardiono, (2011), Pengembangan proses inovatif kombinasi

reaksi hidrolisis asam dan reaksi photokimia UV untuk produksi pati termodifikasi

dari tapioka, Prosiding Seminar Nasional Kejuangan Teknik Kimia UPN,

Yogyakarta.

6. Sunarso, S. Sumardionoand Budiyono, (2010), Biogas Production Using Anaerobic

Biodigester from Cassava Starch Effluent, International Journal of Science and

Engineering, Vol 1, No. 2.

7. S. Sumardiono, L. Fitriana, dan S. Resmi, (2009), Analisis Kandungan Bahan

Pengawet dalam Produk-Produk Minuman Kemasan Yang Ada di Pasaran untuk

Menjaga Keamanan Pangan Masyarakat, Prosiding Seminar Nasional Kejuanga

Teknik Kimia UPN, Yogyakarta.

Semarang, Oktober 2015

Pembimbing

Dr.Siswo Sumardiono, M.T.

NIP197509157000121001

Page 54: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

D

Biodata Penulis 1

A. IDENTITAS DIRI

1. Nama Lengkap Erdita Aprilia Yuga Pamujo

2. Jenis Kelamin P

3. Program Studi Teknik Kimia

4. NIM 21030113120018

5. Tempat dan Tanggal

Lahir

Bontang, 13 April 1995

6. E-mail [email protected]

7. Nomor Telepon/ HP 085753565733 / 085388670798

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

SD SMP SMA

Nama Institusi SD N 008 Bontang SMP N 1

Bontang

SMA N 1

Bontang

Jurusan - - IPA

Tahun Masuk-Lulus 2000-2006 2006-2009 2009-2013

C. PEMAKALAH SEMINAR ILMIAH (Oral Presentation)

No Nama Pertemuan Ilmiah/ Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan

Tempat

1.

2.

3.

D. PENGHARGAAN (10 TAHUN TERAKHIR)

No Jenis Penghargaan Institusi Pemberi

Penghargaan

Tahun

1. Juara 3 Cerdas Cermat

Lingkungan Hidup

SMA YPVDP 2009

2. Juara 2 Cerdas Cermat Narkotika Badan Narkotika

Kota Bontang

2011

3. Lolos PKM Kewirausahaan

didanai DIKTI

DIKTI 2014

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar

dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari

ternyata di jumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menrima

sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah

satu persyaratan dalam pengajuan Proposal Penelitian Mahasiswa Jurusan Teknik

Kimia Universitas Diponegoro. Semarang, 2 Oktober 2015

Pengusul

(Erdita Aprilia Yuga Pamujo)

Biodata Penulis 2

Page 55: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

E

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Joe Epridoena Sinulingga

2 Jenis Kelamin Laki-laki

3 Program Studi S-1 Teknik Kimia

4 NIM 21030113130118

5 Tempat danTanggal Lahir Kabanjahe, 15 April 1995

6 Email [email protected]

7 Nomor Telepon/ HP +6287831105361

B. Riwayat Pendidikan

SD SMP SMA

Nama Institusi

SD Negeri

Bertingkat II

Kabanjahe

SMP Negeri 1

Kabanjahe

SMA Negeri 1

Kabanjahe

Jurusan IPA

Tahun Masuk/ Lulus 2001-2007 2007-2010 2010-2013

C. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation)

No Nama Pertemuan Ilmiah /

Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat

1 - - -

2 - - -

3 - - -

D. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi

lainnya)

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan Tahun

1. Juara I Olimpiade Sains

Nasional (OSN) Bidang Biologi

Tingkat Kabupaten

Dinas Pendidikan Kabupaten

Karo

2012

2. Juara IV Olimpiade Methodist

Expo Bidang Biologi Tingkat

Provinsi

Yayasan Methodist Indonesia,

Medan

2012

3. Juara I Simulasi UN-SBMPTN

Tingkat Kabupaten

Alumni Rumpun Bambu

Angkatan 86 Tanah Karo

2013

4. Peraih Nilai UN Tertinggi

Tingkat Kabupaten Karo

Dinas Pendidikan Kabupaten

Karo

2013

5. Semifinalis LKTI SNOW EPW

Institut Teknologi Sepuluh

Nopember (ITS)

Institut Teknologi Sepuluh

Nopember (ITS)

2014

6. Juara 1 Short Entrepreneur HM Biologi Universitas 2015

Page 56: Proposal Penelitian 2015 (Erdita Aprilia Yuga Pamujo & Joe Epridoena Sinulingga) (Revisi Rabu)

F

Course (SEC) HM Biologi

Universitas Diponegoro

Diponegoro

7. Full Scientific Paper

Acceptance on Indonesian

Scholar International

Convention (ISIC), London

2015

ISIC TMII, Kings College

London

2015

8. TOP 20 Best Paper of Indonesia

Enviromental Summit

Universitas Padjajaran

BEM KM Universitas Padjajaran 2015

9 Juara 2 Geo-Environment

Student Challenge Essay

Competition

Universitas Gadjah Mada 2015

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan

dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai

ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu

persyaratan dalam pengajuan Proposal Penelitian Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia

Universitas Diponegoro.

Semarang, Februari 2016

Pengusul,

(Joe Epridoena Sinulingga)

NIM. 21030113130118