Proposal New Bab 3
-
Upload
baim-black-rush -
Category
Documents
-
view
215 -
download
2
description
Transcript of Proposal New Bab 3
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut
(LAFIAL), Labkesda, dan Labortorium penelitian Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila (UP)
3.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei – Juni 2016
3.3 Obyek Penelitian
Obyek penelitian adalah ekstrak etil asetat daun cantigi (Vaccinium
varingiaefolium (Blume) Miq.)
3.4 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksplorasi dan metode
eksperimen laboratorium untuk mengetahui kerakteristik yang dimiliki oleh
ekstrak etil asetat daun cantigi
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1. Mengumpulkan bahan penelitian
Tumbuhan diperoleh dari kawasan sekitar kawah gunung
Tangkuban Parahu, Bandung Utara. Daun Cantigi (Vaccinium
varingiaefolium (Blume) Miq) yang digunakan dalam penelitian ini
adalah daun hijau dari tanaman tersebut. Selanjutnya dilakukan sortasi
untuk dipisahkan dari kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing
15
sehingga dapat mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa
dalam bahan uji. Simplisia basah kemudian dicuci menggunakan air
dan diangin-anginkan higga kering. Simplisia yang telah kering
disortasi kembali dari kotoran-kotoran yang masih tertinggal,
dihaluskan dengan blender, diayak dengan ayakan hingga didapat
serbuk simplisia, lalu disimpan dalam wadag bersih, kering dan
terlindung dari cahaya.
3.5.2. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, bidang
Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Cibinong, Bogor.
3.5.3. Pembuatan ekstrak
Serbuk daun cantigi dimaserasi dengan pelarut etil asetat selama 24
jam. Maserasi dilakukan sebanyak 3 kali. Hasil maserasi disaring dan
filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan penguap rotary evaporator
sampai diperoleh ekstrak kental. Kemudian ekstrak kental ditimbang
dan dihitung rendemennya.
3.5.4. Uji makroskopis Simplisia
Kontrol kualitas simplisia dapat meliputi pemeriksaan secara
makroskopik, mikroskopik, maupun cara kimiawi. Pemeriksaan secara
makroskopik merupakan analisis sederhana mutu simplisia
berdasarkan morfologi dan ciri organoleptik seperti bentuk, warna,
ukuran, aroma, dan rasa. (Peraturan Kepala BPOM RI No. 12/2014)
16
3.5.5. Susut Pengeringan Simplisia
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam cawan
porselen yang sebelumnya telah dioven pada suhu 105oC selama 30
menit dan sudah ditara, ditimbang seksama. Keringkan ekstrak pada
suhu 105oC hingga diperoleh bobot konstan, penimbangan dilakukan
setelah cawan dan ekstrak dimasukkan ke dalam eksikator hingga
suhu kamar. (Depkes RI. 1995)
% SP = (bobot simplisia)1−¿(bobot simplisia)2
bobot simplisia1¿ x 100%
Keterangan :
(bobot ekstrak) 1 = bobot simplisia sebelum penetapan
(botol ekstrak) 2 = bobot simplisia setelah penetapan
3.5.6. Kadar Air
Alat moisture analizer di set pada suhu 105oC, dan otomatis
langsung memeriksa ketika alat ditutup. Sebanyak 1,5 gram ekstrak
dimasukkan dan di ratakan dalam mangkok alumunium foil, kemudian
dimasukkan ke dalam alat. Pemanas halogen akan menyala dan
memulai memanaskan ekstrak hingga bobot konstan, selama lampu
halogen masih menyala maka berat ekstrak belum konstan, setelah
lampu mati berat ekstrak sudah konstan dan dilayar akan ditampilkan
kadar air dari ekstrak. (Depkes RI, 1995).
3.5.7. Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom
Ekstrak difraksinasi dengan kromatografi kolom terbuka
menggunakan adsorben silica gel 60 (70-230 mesh). Kolom yang
akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan, lalu dipasang pada statif
dan dibilas dengan menggunakan aseton. kolom dikeringkan dari sisa
aseton. Kolom diberi kapas dan diisi dengn adsorben silica gel 60 (70-
17
230 mesh) sebanyak kurang lebih 30 kali bobot sampel yang
disuspensikan homogeny ke dalam eluen (n-heksan). Suspensi silica
gel dimasukkan ke dalam kolom sedikit demi sedikit, eluen dibiarkan
mengalir sampai rata pada adsorben, lalu isi kolom dipadatkan dengan
cara menggetarkan kolom. Sebanyak 1 gram ekstrak paling aktif
dilarutkan dalam etanol, lalu ditambahkan cellite 545 sebanyak kurang
lebih 4 kali bobot sampel. Campuran diaduk homogen, dipekatkan
menggunakan rotavapor dan dikeringkan hingga menjadi serbuk.
Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam kolom, dan eluen
dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam kolom. Proses pemisahan
setiap fraksi dilakukan dengan system pengelusi sistem landaian
(gradien) dengan eluen fase gerak digunakan pelarut kloroform :
metanol perbandingannya; 10:1, 8:1, 4:1. Setiap fraksi ditampung
sebanyak 150 mL. Setiap fraksi yang diperoleh dipekatkan kemudian
divakum hingga diperoleh bobot konstan. Setiap fraksi dianalisis
dengan KLT, fraksi-fraksi yang mempunyai pola bercak yang sama
akan digabung. Kemudian dilanjutkan untuk membaca komponen
senyawa yang terkandung dengan GC-MS.
3.5.8. a. GC-MS
Mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut :
Gas bertekanan tinggi dialirkan ke dalam kolom yang berisi fasa diam,
kemudian cuplikan diinjeksikan ke dalam aliran gas dan ikut terbawa
oleh gas ke dalam kolom. Di dalam kolom akan terjadi proses
pemisahan cuplikan menjadi komponen-komponen penyusunnya.
Komponen-komponen tersebut satu per satu akan keluar kolom dan
mencapai detektor yang diletakkan di ujung akhir kolom. Hasil
pendeteksian direkam oleh rekorder dan dikenal sebagai
kromatogram. Jumlah peak pada kromatogram menyatakan jumlah
komponen yang terdapat dalam cuplikan dan kuantitas suatu
komponen ditentukan berdasarkan luas peaknya.
18
b. Detektor Spektroskopi Massa
Spektrometer massa disambungkan dengan keluaran GC. Ketika gas
solut memasuki spektrometer massa maka molekul senyawa organik
ditembaki dengan elektron berenergi tinggi. Molekul tersebut pecah
menjadi molekul-molekul yang lebih kecil dan terdeteksi berdasarkan
massanya yang digambarkan sebagai spektra massa.
19
DAFTAR PUSTAKA
Adebowale KO, Adedire, CO. 2006. Chemical composition and insectisidal
properties of the underutilized Jatropha curcas seed oil. African J. Biotech.
Ansel., Howard C. 1989. Pengantar bentuk sediaan. Jakarta : Universitas
Indonesia Press.
Harbone JB. 1987. Metode Fitokimia Penentuan cara Modern Menganalisa
Tumbuhan (Penerjemah: Kosasih, P.), Terbitan Kedua, ITB, Bandung.
Johannes E, Syahribulan, Wahid I, Wakidah. 2009. Uji Efektivitas Repelen Gel
Ekstrak Bunga Kenanga (Canangium odoratum, LAMK) terhadap Nyamuk
Aedes aegypti LINN. Majalah Farmasi dan Farmakologi.
Nerio, L.S., Olivero-Verbel, J., and Stashenko, E., 2010, Repellent Activity of
Essential Oils: A Review, Bioresour. Technol
Renganathan E., Parks W., Lloyd L., Nathan M.B., Hosein E., Odugleh A.,
Clark
G.G., Gubler D.J., Prasittisuk C., Palmer K. and San Martín J.L. 2003.
Toward Sustaining Behavioural Impact in Dengue Prevention and Control.
Dengue Bulletin.
Rohmawati E. 1995. Skrining Kandungan Kimia Daun Pandan serta Isolasi
dan Identifikasi Alkaloidnya. Fakultas Farmasi, Universitas Gajah Mada.
Rui X., B. Donald and A. Arshad. 2003. Laboratory evaluation of eighteen
repellent compounds as oviposition deterrents of Aedes albopictus and as
larvacides of Aedes aegypti, Anopheles quadrimaculatus and Culex
quinquefasciatus. Agriculture Research Service, United States Department
of Agriculture.
20
Soemarmo, S.P.S., 1983, Disertasi Demam Berdarah Dengue Pada Anak,
Universitas Indonesia, Jakarta.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI hal XXX
Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Sastrohamidjojo H. 2005. Kromatografi. Liberty: Yogyakarta.
21