Proposal Dgffhgr Erwin-1[1]

48
PROPOSAL PENELITIAN ANALISIS PENGARUH KONSENTRASI PEMBERIAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) PADA ADHESI INTRAPERITONEAL dr. ERWIN

description

ghhjjk

Transcript of Proposal Dgffhgr Erwin-1[1]

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS PENGARUH KONSENTRASI PEMBERIAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) PADA ADHESI INTRAPERITONEAL

dr. ERWIN

ILMU BEDAHUNIVERSITAS SAM RATULANGIMANADO2015BAB I PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang MasalahAdhesi adalah terkumpulnya jaringan fibrous didalam suatu rongga seperti peritoneum, pericardium atau pleura yang diakibatkan oleh cedera pada lapisan membran dari rongga tersebut.( Al Musawi,D., 2001). Definisi lain adhesi intraperitoneal adalah kumpulan pita jaringan yang tervaskularisasi dan mempunyai inervasi baik dimana pita jaringan tersebut menyatukan atau menghubungkan organ intraperitoneal yang normalnya dalam keadaan terpisah. (Vaze MN, et al, 2010).Insidens terjadi adhesive berkisar 67-93 % bahkan bisa mencapai 97 % pada operasi ginekologi daerah pelvis (Demirturk, F,2006). Adhesi yang menyebabkan terjadinya obstruksi usus mekanik terutama pada usus halus sebesar 65-75 %, infertilitas 15-20 % dan nyeri kronik daerah pelvis 20-50 %. Selain itu, operasi penderita dengan adhesi akibat operasi sebelumnya akan menambah morbiditas maupun mortalitasnya baik karena bertambahnya lama operasi serta komplikasi-komplikasi berupa: cedera usus, cedera vesika urinaria, cedera ureter serta meningkatnya risiko perdarahan. Tahun 1994 di Amerika Serikat, biaya yang dikeluarkan rumah sakit dengan penyakit yang berhubungan dengan adhesi intraperitoneal sekitar 1,3 miliar dolar amerika, sementara di Swedia mencapai 13 miliar dolar setiap tahun (Verco, SJS,2000). Lebih dari 342.000 tindakan dilakukan untuk melepaskan adhesi di Amerika Serikat pada tahun 2004 (Ward,BC. 2011).

Terjadinya adhesi pasca operasi dipengaruhi oleh banyak hal ; trauma jaringan, infeksi, perdarahan, serta benda asing. Trauma peritoneum menyebabkan terjadinya iskemi karena pembuluh darah dan aliran darah daerah luka terganggu, permeabilitas vaskular meningkat diikuti dengan eksudasi sel-sel inflamasi yang berakibat pembentukan matriks fibrin. Matriks fibrin secara bertahap akan mengalami organisasi dan diganti dengan jaringan yang mengandung fibroblas, makrofag dan sel-sel raksasa. Selanjutnya terbentuk pita (band) fibrin yang menjembatani dua permukaan peritoneum yang mengalami cedera. Aktifitas plasminogen activator (PA) dan plasminogen activator inhibitor (PAI) melalui mekanisme fibrinolisis, pita fibrin dihancurkan menjadi molekul-molekul lebih kecil yang disebut fibrin degradation products (FDP). Keadaan yang menyimpang (aberrant peritoneal healing) dimana iskemi menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolisis dan gagalnya pemecahan pita fibrin. Meskipun perlengketan tidak memiliki implikasi klinis, namun insiden dan keparahan komplikasi yang disebabkan oleh adhesi terlalu tinggi untuk diabaikan. Oleh karena itu, banyak penelitian difokuskan pada pencegahan adhesi. Terlepas dari teknik bedah yang baik dan menghindari benda asing yang adhesiogenik, banyak perhatian diberikan pada penggunaan agen antiadhesi. (Sikking C, 2011)Untuk mencegah atau mengurangi pembentukan adhesi dapat dilakukan dengan menurunkan inflamasi post trauma melalui bahan atau obat anti inflamasi, anti histamine, antikoagulan (heparin), antioksidan, enzim proteolitik, tissue plasminogen activator (Sagliyan et al, 2009). Agen atau bahan yang langsung berhubungan dengan koagulasi dan fibrinolisis seperti heparin dan tissue plasminogen activator telah dipelajari namun pemakaian klinis sedikit karena takutnya komplikasi perdarahan (Reijnen M et al, 1999).Antiadhesi berupa cairan (saline normal, klorohexidine, sodium carboxymethylcellulose, asam hialuronat, dextran). Akhir akhir ini dikembangkan pelindung adhesi seperti regenerated cellulose (Interceed) dan membran hyaluronic acid-carboxymethycellulose (HA-CMC)(Seprafilm). Asam hialuronat terbukti mencegah pembentukan adhesi pada model eksperimental dan pada subjek manusia. (Lee S et al,2008)Virgin coconut oil (VCO), adalah minyak kelapa segar yang dibuat tanpa proses pemanasan dan berasal dari daging kelapa segar, mempunyai asam lemak rantai sedang dan berbeda dengan asam lemak jenuh lainnya (Surfa, 2006). Berperan sebagai antiinflamasi, antitrombotik dan mengandung sifat antioksidan dengan bahan aktif utama tokoferol atau vitamin E (Kogilavani, 2014, Carandang, 2008).1.2. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka disusun rumusan masalah penelitian sebagai berikut :1. Bagaiman pengaruh tindakan laparotomi terhadap derajat adhesi intraperitoneal?2. Bagaimana pengaruh pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) terhadap derajat adhesi intraperitoneal?3. Bagaimana pengaruh perbedaan pemberian dosis Virgin Coconut Oil (VCO) terhadap derajat adhesi intraperitoneal?

1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan umumUntuk mengetahui pengaruh derajat adhesi intraperitoneal pada peritoneum dengan adhesi serta pada peritoneum dengan adhesi yang sebelumnya diberikan VCO.

1.3.2. Tujuan khusus1. Untuk mengetahui pengaruh derajat adhesi pada tindakan laparotomi hewan coba.2. Untuk mengetahui pengaruh derajat adhesi pada tindakan laparotomi hewan coba yang sebelumnya diberikan VCO.3. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan dosis VCO pada tindakan laparotomi hewan coba terhadap derajat adhesi intraperitoneal.

1.4. Manfaat Penelitian1.4.1. Untuk pengembangan ilmuDapat memberikan informasi kepada dokter pemegang pisau yang dalam menjalankan profesinya banyak melakukan operasi membuka abdomen tentang peran VCO terhadap derajat adhesi intraperitoneal dan mengetahui dosis terbaik untuk mencegah adhesi.1.4.2. Untuk pengembangan medikDiharapkan VCO dapat dipakai sebagai salah satu alternatif pencegahan terjadinya adhesi intraperitoneal.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Pustaka2.1.1 Anatomi dan histologi peritoneumPeritoneum visceral kira-kira 80% dari seluruh peritoneum total, peritoneum ini menutupi seluruh organ intraperitoneal. Sedangkan 20% sisa adalah peritoneum parietal yang menutupi bagian dalam dinding abdomen (Hellebrekers,BWJ., 2011).Membran peritoneal ditutupi oleh satu lapis sel mesotel yang memiliki mikrovili dan memproduksi cairan pelumas berupa surfaktan yang berbasis fosfolipid (Cheong,YC.,2001). Sel mesotel berdiameter kira-kira 25um, rata, lentur serta berupa sel skuamous dan kuboid.Penelitian ultrastruktur, terlihat perbedaan berarti antara kedua sel ini dimana sel mesotel skuamous mempunyai organel yang terletak sentral dekat dan mengelilingi nukleus, memiliki sedikit mitokondria aparatus Golgi yang kurang berkembang serta retikulum endoplasma yang sedikit.Berlawanan dengan sel kuboid yang mempunyai inti dengan nukleolus menonjol dimana retikulum endoplasmanya sangat jelas. Sel mesotel ini melekat longgar dengan membran basalis sehingga mudah lepas walaupun mengalami cedera yang kecil (Cheong,YC.,2001). Untuk menutupi defek/celah peritoneum yang cedera, sel mesotel baru tidak hanya datang dari pinggiran defek seperti halnya penyembuhan luka kulit tapi juga berasal dari dasar luka peritoneum.Fase penyembuhan normal dari peritoneum meliputi : fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase maturasi. Fase inflamasi timbul pada hari ke 1-3 disertai aktifasi dari kaskasde koagulasi. Fase proliferasi dimulai pada hari ke 3, ditandai adanya migrasi fibroblas dibawah pengaruh growth factor. Fase yang terakhir adalah fase maturasi, yang merupakan tahap akhir dari penyembuhan luka, lamanya fase ini tergantung dari jenis jaringan.

2.1.2 Adhesi intraperitonealAdhesi peritoneal adalah suatu kondisi patologik dimana terbentuknya pita atau jaringan fibrous yang biasanya antara omentum, lengkungan usus dan dinding abdomen.Pita dapat berupa jaringan konektif yang tipis sampai dengan jaringan fibrous yang tebal dan mengandung pembuluh darah serta saraf, atau bisa juga langsung terjadi penyatuan antara permukaan dua organ (Arung, W, 2011).Tidak ada penjelasan mengapa ada perbedaan keparahan antara seorang dengan yang lainnya, pada prosedur pembedahan yang sama (Vase,MN.,2015). Pembentukan adhesi pasca operasi, berdasarkan prosesnya harus dibedakan dalam tiga kelompok yaitu :adhesion formation (adhesi yang terbentuk di tempat/sisi operasi ), de novo adhesion formation (adhesi yang terbentuk di luar tempat operasi ) dan adhesion reformation (adhesi yang terbentuk setelah adhesiolysis )(Arung, W, 2011).Terdapat beberapa hal dan kondisi yang dapat menjadi etiologi maupun faktor risiko terjadinya adhesi intraperitoneal, yaitu : adanya trauma pada jaringan seperti perdarahan, panas yang berlebihan, kelembaban yang kurang. Faktor risiko berikutnya adalah terdapatnya proses infeksi maupun iskemia pada peritoneum, iskemia dapat ditimbulkan oleh karena adanya ligasi dari pembuluh darah, devaskularisasi, maupun kauterisasi. Selain beberapa faktor risiko diatas, adhesi juga dapat disebabkan oleh karena reaksi pada benda asing intraperitoneal, seperti penggunaan benang intraoperatif, powderdari sarung tangan, partikel-partikel dari kasa.Berikut akan dipaparkan mengenai grading dari adhesi secara makroskopik menurut Zuhlke :1. Grade 0 , tidak terjadi adhesi2. Grade I, berupa adhesi yang ringan dan tipis , serta fibrin dapat dilepas secara tumpul.3. Grade II, berupa jaringan adhesi yang lebih kuat; serat adhesi dapat dilepas secara tumpul, sebagian memerlukan diseksi tajam, dan telah terdapat vaskularisasi ringan.4. Grade III, berupa serat adhesi yang kuat, hanya dapat dilepaskan secara tajam, dan telah terdapat vaskularisasi yang jelas.5. Grade IV, berupa jaringan adhesi yang sangat kuat, fibrotik tebal seperti kalus, adhesiolisis harus dilakukan secara tajam, melengket kuat ke organ, cedera organ sulit dihindari.Sedangkan menurut Yimaz, grading adhesi secara mikroskopik adalah sebagai berikut :1. Grade 0, tidak terjadi fibrosis2. Grade I, bersifat minimal, berupa jaringan fibrosis ringan yang tipis dengan vaskularisasi yang jelas3. Grade II, berupa jaringan fibrosis yang cukup luas dengan vaskularisasi yang berkurang.4. Grade III, berupa jaringan fibrosis luas dibentuk oleh lapisan kolagen tebal.

Pada peritoneum yang mengalami perlukaan, dengan mikroskop electron Ellis dkk mengidentifikasi sel mesenkim primitive undifferentiated didalam jaringan konektif perivaskular yang diyakini sel-sel ini memberikan kontribusi terhadap terbentuknya sel-sel mesotelial baru. Sel-sel mesotelial baru bisa berasal dari pertumbuhan dari sel mesotel perifer, transformasi sel mesenkimal totipotent atau sel-sel darah, transplantasi dari free floating sel mesotel yang berasal dari struktur sekitar, serta transformasi sel dari cairan peritoneum (Hellebrekers, 2011). Empat proses mesoteliasasi di atas akan terjadi secara bersamaan. Penyembuhan peritoneum dapat dimengerti dengan memahami aspek inflamasi, koagulasi dan sistem fibrinolisis (Hellebrekers, 2011).Patogenesis adhesi melibatkan tiga proses penting (Atta H,2011), yaitu: 1. Trauma menginduksi penghambatan fibrinolitik dan degradasi matriks ekstraseluler (ECM).2. Trauma, serta benda asing, menginduksi respon inflamasi dengan memproduksi sitokin, terutama mengubah growth factor- (TGF- 1), yang merupakan komponen kunci dalam pengaturan jaringan fibrosa.3. Trauma juga menginduksi hipoksia jaringan akibat gangguan pasokan darah ke sel-sel mesothelial dan fibroblas submesothelial, yang menyebabkan peningkatan ekspresi hypoxiainducible factor-1 (HIF-1) danvascular endothelial growth factor(VEGF), yang bertanggung jawabuntuk pembentukankolagendanangiogenesis

Gambar 1.Peran trauma,hipoksia dan inflamasi dalam patofisiologi molekular pembentukan adhesi.tPA: Tissue plasminogen activator; PAI-1: Plasminogen activator inhibitors 1; MMP: Matrix metalloproteinase; TIMP: Tissue inhibitors of MMP; TGF-1: Transforming growth factor-; TNF-: Tumor necrosis factor-; IL: Interleukin; HIF-1: Hypoxia inducible factor-1; VEGF: Vascular endothelial growth factor; CTGF: Connective tissue growth factor.Dua belas jam setelah trauma, sejumlah lekositpolymorphonuclear (PMN) terlihat di daerah cedera dan meningkat maksimal sampai pada hari kedua, pada saat yang sama terlihat juga peningkatan fibrin. Makrofag adalah sel yang mendominasi pada hari berikutnya bersamaan dengan munculnya sel mesotel. Berbeda dengan makrofag yang akan menurun dihari kelima, sel mesotel akan meningkat jumlahnya (diZerega, GS.,2001).Pada fase akut ini, terjadi sekresi mediator-mediator proinflamasi seperti sitokin (IL dan TNF), mediator kimiawi (kinin dan histamine), growth factor, metabolit asam arakidonat, NO, dan ROS yang berkontribusi terjadinya adhesi (diZerega, GS, 2001).Regenerasi secara lengkap terjadi di hari kedelapan (Kamel, RM, 2010)

Gambar 2. Perubahan jumlah elemen sel dan fibrin pada penyembuhan normal peritoneum tikus (diZerega,2001)

Fibrin terbentuk karena aktivasi kaskade koagulasi yang terjadi di cavum peritoneum, dimana trombin (faktor IIa) yang diubah dari protrombin (faktor II) merupakan katalis yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin (Arung, W.2011). Di level trombin, aktivasi koagulasi akan dihambat oleh antitrombin III (Hellebrekers, BWJ, 2011). Recombinant plasminogen activator (r-PA); Reteplase yang dikenal sebagai trombolitik, yang diberikan dengan dosis rendah efektif dalam pencegahan adhesi(Blinda ,MM,2009).

Gambar 3. Interaksi utama antara sistem inflamatori, koagulasi, dan fibrinolisis yang memainkan peran yang penting dalam patogenesis adhesi, tPA, tissue plasminogen activator; uPA, urokinase plasminogen activator; PAI, plasminogen activator inhibitor; AT, antithrombin. (Hellebrekers, BWJ, 2011)

Matriks fibrin secara bertahap akan mengalami organisasi dan akan diganti dengan jaringan yang mengandung fibroblas, makrofag dan sel raksasa (Wal, JBC Van der, 2007). Degradasi fibrin diatur melalui system fibrinolisis(Hellebrekers, BWJ, 2011). Proses fibrinolisis terjadi karena adanya enzim plasmin yang diubah dari substrat tidak aktif plasminogen oleh tissue-plasminogen activator (tPA) dan urokinase-plasminogen activator (uPA) (Cheong YC, 2001). Dibanding dengan tPA, uPA kapasitasnya lebih lemah dalam merubah plasminogen menjadi plasmin (Wal,JBC Van Der,2007).Penghambat plasmin adalah 2-antiplasmin, yang juga berperan untuk mencegah lisis premature terhadap bekuan fibrin oleh ikatan ke plasminogen dan cross-linking fibrin dengan mengganggu ikatan plasmin dan plasminogen ke fibrin selama proses koagulasi. PAI adalah penghambat kuat terhadap tPA dan uPA. Inhibitor ini diproduksi dan dilepaskan oleh berbagai sel termasuk : sel endotelial, sel mesotel, makrofag, trombosit dan fibroblast (Cheong YC, 2001).Inaktivasi PA oleh PAI-1 melalui pembentukan tPA-PAI-1 dan uPA-PAI-1 kompleks. PAI-2 telah diisolasi tapi perannya dalam sistem fibrinolisis masih dipertanyakan(Hellebrekers, BWJ,2011). ECM terbentuk setelah fibloblas menginvasi matriks fibrin. Dibuktikan bahwa respon sel mesotel terhadap signal sitokin dan ECM akan membentuk myofibroblas. Fibroblas dan miofibroblas akan mengsekresi fibronektin, asam hialuronat, glikosaminoglikan, dan proteoglikan dalam jumlah besar sebagai molekul ECM (Ward,BC,2011). Jadi depost fibrin adalah matriks untuk pertumbuhan jaringan fibrokolagenous (Arung W, 2011). Penyembuhan tanpa adhesi akan terjadi bila ECM didegradasi oleh proenzim MMP secara seimbang. Kerja MMP akan dihambat oleh TIMP (Cheong YC, 2001). MMP dan inhibitornya terdapat di peritoneum parietal dan beberapa organ intraperitoneal, khususnya pada sel mesotel dan PMN yang memproduksi enzim ini (Wal,JBC Van Der,2007).MMP dalam bentuk laten diaktifkan oleh plasmin dan mampu untuk mendegradasi semua komponen ECM. Ekspresi berlebihan dari TGF- di peritoneum dan cairan peritoneal akan meningkatkan insiden adhesi intraperitoneal, karena terjadi peningkatan PAI-1 mRNA dan menurunkan tPA mRNA sel mesotel serta menurunkan MMP-1 dan meningkatkan TIMP-1 mRNA (Cheong YC, 2001). Marthin dkk (2000), menemukan sel mesotel peritoneum manusia mempunyai kemampuan untuk mengontrol akumulasi ECM dengan mengsekresi MMP-2, MMP-3 dan MMP-9. Sekresi enzim ini diregulasi oleh IL-1 dan TGF.22

Gambar 4. Keseimbangan antara aktivator plasminogen dan inhibitor plasminogen. TIMP: Tissue inhibitors of metalloproteinases; MMP: Matrix metalloprotease; ECM: Extracellular matrix; tPA: Tissue-type plasminogen activator; uPA: Urokinase-type Plasminogen; PAI : Plasminogen-activativting inhibitor. (Arung W., 2011)

Gambar 8. Fibrosis adalah patologi multikomponen didorong oleh beberapa faktor. Fibrosis didorong oleh beberapa faktor sepertireaksi inflamasi, hipoksia, dan stres oksidatif menyebabkan aktivasi jalur TGF-1 (DC: sel dendritik, EMT: epithelial to mesenchymal transition, LAP: latency associated protein, MMP: matriks metalloproteinase, RNS: reactive nitrogen species, ROS: reactiveoxygen species, Smad: small mothers against decapentaplegic homolog, TGF: transforming growth factor, dan TIMP: inhibitor jaringan metalloproteinase)

2.1.15. Virgin coconut oil (VCO)Virgin Coconut Oil (VCO; dengan merk Healthy CO) merupakan minyak kelapa yang dihasilkan dari santan kelapa segar tanpa pemanasan dan tanpa penggunaan bahan kimia apapun. Asam lemak yang terikat sebagai trigliserida dalam VCO adalah asam lemak rantai sedang (Medium Chain Fatty Acid/MCFA) yang mempunyai mekanisme kerja yang berbeda dengan asam lemak jenuh yang lain. (Surfa, 2006)Sifat virgin coconut oil (VCO) telah secara luas diselidiki karena aktifitas antioksidan. VCO diekstrak langsung dari santan dengan proses basah di bawah suhu terkontrol sehingga memiliki efek yang lebih menguntungkan daripada minyak kopra(CO) sejak VCO dapat mempertahankan sebagian besar komponen unsaponifiable nya. VCO mengandung asam lemak, terutama asam lemak jenuh (asam lemak rantai menengah) dan asam lemak tak jenuh sebagai minoritas.Dengan demikian, laporan penelitian menunjukkan bahwa nilai peroksida VCO bahkan lebih rendah dari minyak sawit. Selain temuan ini, mereka juga menemukan bahwa kandungan asam fenolik yang tinggi memainkan tindakannya juga untuk mengurangi proses oksidasi. Selanjutnya, studi lain menunjukkan bahwa fraksi polifenol dalam VCO dapat mengurangi lemak dan oksidasi LDL secara signifikan. Dalam studi sebelumnya, terungkap bahwa VCO menunjukkan nilai terapeutik dari antiinflamasi, anti-trombotik; pada tikus percobaan dan mengandung sifat antioksidan. Oksidasi low density lipid dicegah oleh fraksi fenolik yang dipisahkan dari VCO dan di samping itu, status antioksidan meningkat diantara tikus yang diberi makan VCO suplemen diet. (Kogilavani, 2014).Zat aktif biologis secara alami muncul pada tanaman kelapa.Ketika Minyak diekstrak dari biji minyak, sebagian besar zat ini terdapat dalam minyak.Salah satu zat aktif biologis yang paling stabil adalah asam lemak dalam bentuk trigliserida, kecuali panas tinggi dan enzim lipase ditambahkan. Untuk pruduksi VCO, membutuhkan inkubasi yang panjang seperti enzimatik dan penuaan dari susu kelapa, pencampuran intermiten diperlukan untuk mencegah kondisi anaerob yang dapat menyebabkan pembentukan aldehid atau keton yang menyebabkan rasa dan aroma yang kurang enak ketika bereaksi dengan zat aktif biologis. 2.1.15.1. Zat aktif biologisSebagai produk dari tanaman, minyak kelapa mengandung zat aktif biologis yang telah diidentifikasi untuk memberikan efek nutraceutical/kesehatan.Tokoferol, yang sudah dikenal sebagai antioksidan, memiliki peran dalam pencegahan penyakit kronis tertentu seperti penyakit jantung koroner dan kanker.Tocotrienol, dikatakan sebagai antioksidan yang lebih baik daripada tokoferol, yang efektif dalam mengobati berbagai penyakit.Pitosterol telah dikenal untuk menurunkan kolesterol darah, khususnya LDL kolesterol "buruk".Fosfolipid merupakan emulsifier penting dan konstituen esensial dari semua sel hidup.MCT merupakan sumber energi yang baik tidak hanya orang sakit dan orang yang sehat tetapi juga untuk bayi prematur.Polifenol dikenal untuk membantu metabolisme asam amino tertentu dalam sel usus.Fitokimia terkait dengan pencegahan kanker; mono dan digliserida sebagai antimikroba dan antivirus zat khususnya terhadap lipid coated organisms; Flavonoid (isoflavon) dan polifenol lainnya, stanol untuk mencegah/menyembuhkan beberapa penyakit kronis. (Carandang EV, 2008)2.1.15.1.1 Tokoferol (Vitamin E)Gambar 10. Struktur kimiawi tocopherol

Tokoferol adalah antioksidan rantai samping phytyl jenuh. Jumlah tokoferol dalam minyak kelapa cukup rendah dibandingkan dengan yang terkandung di minyak nabati. Alpha tokoferol disebut juga sebagai vitamin E, merupakan vitamin yang paling banyak diteliti dalam pencegahan adhesi. Vitamin E secara teori mempunyai sifat biologis untuk pencegahan adhesi peritoneal. Pada studi in vitro menunjukkan bahwa vitamin E memiliki efek antioksidan, antiinflamasi, antikoagulan dan anti fibroblastik serta menurunkan produksi kolagen. Rangkuman efek vitamin E ini dapat dijelaskan antara lain :1) Bertindak sebagai antioksidan dengan membersihkan radikal bebas secara lokal dan menghambat enzim peroksidase dan lipid nonenzimatik sehingga melindungi membran sel dari degradasi oksidatif.2) Bertindak sebagai agen antiinflamasi karena penghambatan enzim cycloxygenase-2 (COX-2) dan konversi endogen dari asam arakhidonat pada PGE2 dan PGF2.3) Bertindak sebagai antikoagulan dengan menghambat agregasi trombosit dan menjaga stabilitasnya. Vitamin E menghambat pembentukan trombus dan akibatnya mengurangi pembentukan fibrin, yang diduga memainkan peran penting dalam pembentukan adhesi intraperitoneal.4) Memiliki efek antifibroblastik, menghambat aksi TGF-, yang merupakan suatu induktor fibrosis kuat.5) Memainkan peran dalam mengurangi produksi kolagen.Vitamin E banyak digunakan baik melalui intraoral, intramuskuler dan terutama intraperitoneal. Menurut Celik dkk, vitamin E sama efektifnya dengan methylen blue dan heparin dalam pencegahan adhesi. Corrales dkk, menunjukkan bahwa vitamin E yang diberikan intraperitoneal memiliki keefektifan yang sama dengan carboxymethylcellulose dalam pencegahan adhesi pasca operasi. Sangat kontras dengan pemberian secara intraoral dan intramuskuler yang tidak memberikan hasil yang memuaskan.Sebaliknya pemberian secara intraperitoneal telah terbukti aman dan efisien untuk mencegah adhesiintraperitoneal dengan biaya yang jauh lebih rendah daripada barier mekanik sehingga direkomendasikan untuk pencegahan adhesi ( Yildiz E et al, 2011)2.1.15.1.2. Tocotrienol

Gambar 11. Struktur kimiawi TocotrienolSama seperti tokoferol, secara alami tocotrienol juga hadir dalam berbagai bentuk alpha, beta, gamma dan tokotrienol delta. Tokoferol memiliki rantai samping phytyl jenuh sementara tocotrienol memiliki rantai samping isoprenoid tak jenuh memiliki tiga ikatan ganda. Beberapa studi menunjukkan bahwa tocotrienol lebih baik dari tokoferol sebagai antioksidan. Tokoferol biasanya ditemukan di biji dan bagian hijau tanaman sementara tocotrienol ditemukan di kuman. Terdapat laporan tentang kemampuan hipokolesterolemik, antitrombotik, dan antitumor sifat trienols yang bermanfaat bagi pencegahan dan/atau pengobatan banyak penyakit (Theirault et al. 1999). Penelitian baru menunjukkan bahwa tocotrienol adalah inhibitor yang efektif dan lebih baik dari tokoferol alpha mengenai peroksidasi lipid dan protein oksidasi, kemungkinan aktifitas antiatherogenic, menghambat Oksidasi LDL, menekan aktivitas reduktase HMG-CoA dan penghambatan agregasi platelet.

2.1.15.1.3. Phytosterols

Gambar 12. Struktur kimiawi StigmasterolPitosterol membantu menurunkan kadar kolesterol, mengurangi gejala pembesaran prostat, meningkatkan kontrol gula darah pada penderita diabetes, mengurangi peradangan pada pasien dengan penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis dan lupus. 2.1.15.1.4. Phytostanols

Gambar 13. Struktur kimiawi PhytostamolMerupakan pitosterol jenuh. Telah diidentifikasi memiliki aktifitas penurun kolesterol. Aktifitas penurun kolesterol dari phytostanols muncul untuk memblokir penyerapan kolesterol makanan dan reabsorpsi endogen kolesterol dari saluran gastrointestinal melalui rute enterohepatik. Akibatnya, pengerahan kolesterol dalam feses menyebabkan serum sterol menurun, sehingga mengurangi risiko penyakit jantung. Phytostanols tidak muncul untuk mempengaruhi penyerapan pada asam empedu.2.1.15.1.5. Flavonoids danpolyphenols lain

Gambar 14. Struktur kimiawi FlavonoidsSenyawa fenolik termasuk fenol sederhana, asam fenolik, asam hydroxycinnamic dan derivatif nya, serta flavonoid. Zat yang paling aktif secara biologi merupakan flavonoid, proanto-dan-cyanins, dan cathechins. Eksperimen pada hewan juga menunjukkan aktivitas anti kanker untuk beberapa jenis katekin tertentu. Senyawa fenolik dapat mempengaruhi karsinogenesis melalui sejumlah mekanisme. Senyawa ini mungkin mengais karsinogen atau radikal bebas. Senyawa fenolik mungkin juga mengurangi proliferasi sel melalui modulasi aktifitas protein C kinase. Beberapa fenolat mungkin memiliki sifat bioantimutagenic. Flavonoid polifenol senyawa yang memiliki 15 karbon atom; dua cincin benzena bergabung dengan rantai tiga karbon linier, telah digunakan secara topikal untuk pengobatan kutu kepala, kudis, dan ektoparasit lainnya. Flavonoid difokuskan untuk peran atau potensi manfaatnya pada kesehatan manusia sebagai antivirus, anti-alergi, antiplatelet, antiinflamasi, antitumor, dan aktifitas antioksidan.

2.1.15.1.6 . Fosfolipid

Gambar 15. Struktur kimiawi LecithinFosfolipid, kelas lipid utama kedua selain iriglycerides ditemukan di semua bentuk kehidupan, salah satu yang paling umum adalah fosfatida lesitin banyak ditemukan di otak, paru-paru, dan limpa. Lecithin merupakan kelompok phosphatide, ia memasok choline, yang diperlukan untuk hati dan fungsi otak (komponen penting dari empedu) yang membantu tubuh untuk memanfaatkan lemak dan kolesterol baik. Trigliserida adalah non-polar, molekul yang larut dalam lemak sementara phosphatide adalah polar dan larut dalam air.2.1.15.1.7. Medium chain thriglycerides (MCT)

Gambar 16. Struktur kimiawi TriglycerideMedium Chain Trigliserida telah dikenal memiliki manfaat gizi dan kesehatan dan telah diakui sebagai suplemen gizi serbaguna. MCT pada suhu kamar merupakan cairan dan memiliki hambar bau dan rasa. Terdiri dari C8, C10 dan C12 asam lemak medium chain, MCT memiliki berat molekul rendah dan sangat larut dalam cairan biologis. MCT unik karena tidak dimetabolisme melalui dinding usus seperti lemak lainnya, tetapi di hati. MCT tidak disimpan sebagai lemak melainkan dibakar menjadi energi. Sebagai makanan padat energi, ini sangat baik bagi orang-orang yang membutuhkan energi tinggi dalam diet mereka untuk memasok kebutuhan energi.(E.V. Carandang, 2008)Teknologi pengolahan VCO secara umum dapat dikategorikan ke dalam proses Fresh-dry dan proses fresh-wet. Fresh-dry adalah istilah umum yang diberikan kepada teknologi pengolahan VCO di mana VCO diperoleh secara langsung dari daging kelapa segar. Semua proses ini membutuhkan pengeringan daging segar dalam bentuk comminuted (parut, robek, tanah, digiling) sebelum mengeluarkan VCO. (Bawalan D, 2011)

Gambar 17. Teknologi pengolahan proses fresh-dry Fresh-wet adalah istilah umum yang diberikan kepada teknologi pengolahan VCO di mana VCO diambil dari santan dengan berbagai cara, setelah diambil dari daging kelapa segar yang dihaluskan.

Gambar 18. Teknologi pengolahan proses Fresh-Wet

2.1. Kerangka Konseptual2.2.1. Kerangka TeoriTrauma Infeksi Iskemia Benda AsingCedera Mesotel Peritoneum

HIF-1 VEGFCTGF Col 1

Sitokin Proinflamasi & Antiinflamasi TGF , TNF , IL-1, IL-6, IL-10

MakrofagPA

Inflamasi

PAI

TIMP

ADHESIPenyimpangan Remodelling ECMFibrinolisis abnormalMMP latenMMP aktifVCOPlasminogenPlasmin

2.2.2. Kerangka Konsep

Sel InflamasiSitokin Pro-InflamasiTGF- VCO

ADHESI INTRAPERITONEAL

Keterangan

= Variabel bebas atau sebab yang dianalisis

= Variabel tergantung/ variabel akibat yang diukur

2.2.3. Variabel penelitian1. Variabel sebab atau variabel bebas : VCO2. Variabel akibat atau variabel tergantung : Adhesi

2.2.4. Hipotesis penelitian1. VCO berpengaruh terhadap kejadian adhesi intraperitoneal2. Perbedaan kadar VCO berpengaruh terhadap kejadian adhesi intraperitoneal

2.2.5. Alur penelitianLAPAROTOMI-Biopsi peritoneum -Instalasi VCO 0,5 mlLAPAROTOMI-Biopsi peritoneum -Instalasi VCO 1 mlLAPAROTOMI-Biopsi peritoneum

HEWAN COBA(perlakuan)

HEWAN COBA(perlakuan)

RELAPAROTOMI-Biopsi jaringan adhesi RELAPAROTOMI-Biopsi jaringan adhesi RELAPAROTOMI-Biopsi jaringan adhesiHEWAN COBA(kontrol)HEWAN COBA(perlakuan)

LAPAROTOMI-Biopsi peritoneum -Instalasi VCO 1,5 mlRELAPAROTOMI-Biopsi jaringan adhesi

2 minggu2 minggu2 minggu2 minggu

2.2.6. Definisi operasional1. Hewan coba :tikus putih dengan nama latin rattus norvegicus strain wistar, umur 2 bulan dengan berat badan 125-150 gram yang berasal dari kandang hewan coba Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Mata jernih mengkilap, mulut, hidung serta anus tidak berbusa dan mempunyai aktifitas gerakan lincah.2. Laparotomi : sayatan sepanjang 3 sentimeter di bagian midline atau tengah untuk membuka rongga perut .3. Biopsi jaringan peritoneum : pengambilan sampel jaringan peritoneum dengan gunting atau pisau dengan ukuran 0,5 x 0,5 sentimeter.4. Biopsi jaringan adhesi : pengambilan sampel jaringan adhesi dengan gunting atau pisau dengan ukuran 0,5 x 0,5 sentimeter.5. Relaparotomi : sayatan 4 sentimeter di bagian midline atau tengah di atas luka lama untuk membuka rongga perut.6. Instalasi VCO : memasukkan cairan VCO sebanyak 0,5, 1, 1,5 mililiter di daerah pengambilan biopsi peritoneum.8. Jaringan Adhesi : jaringan fibrousberbentuk seperti pita yang tumbuh dan menyatukan atau menghubungkan organ intraperitoneal yang normalnya dalam keadaan terpisah.9. VCO : minyak kelapa yang diekstrak langsung dari santan kelapa segar tanpa pemanasan dan tanpa menggunakan bahan kimia, mengandung antioksidan seperti tokoferol.

BAB IIIMETODE PENELITIAN3.1. Rancangan penelitianRancangan penelitian ini adalah deskriptif analitik intervensional dengan kontrol, untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi VCO pembentukan adhesi intraperitoneal. Pengujian statistik dilakukan sebagai berikut :1. Univariat nilai rata-rata simpangan baku untuk data bentuk numerik. Untuk data kategori dalam bentuk table atau grafik2. Bivariat, untuk menguji perbedaan data awal dan akhir pada masing-masing kelompok dengan uji t berpasangan apabila data pada masing-masing kelompok berdistribusi normal. Uji non parametrik Wilcoxon bila data tidak berdistribusi normal.3. Uji perbedaan 3 kelompok digunakan Anova dengan uji Fischer untuk data yang menyebar normal di masing-masing kelompok. Bila salah satu kelompok mempunyai data yang tidak menyebar normal digunakan Anova dengan uji Kruskal-Wallis.4. Uji kenormalan data digunakan uji Kolmogorof-Smirnov.3.2. Tempat dan Waktu penelitianPenelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.Pelaksanaan bulan April 2015 Mei 2015.

3.2 Besar sampelDalam penelitian eksperimen ini, perlakuan diacak pada masing-masing hewan coba.Besar sampel dihitung berdasarkan rumus :

N = 2P2 C2

KeteranganN= Besar SampelP= Banyaknya kelompok yang dibandingkan= Nilai dalam tabel untuk power tertentu dan tertentuC= Nilai konstanta > 0 yang ditentukan penelitiDalam usulan penelitian ini, digunakan P = 3, digunakan 0,05 ; power 80% dan C =1,25 maka diperoleh besar sampel minimal 14 untuk masing-masing kelompok.

Daftar PustakaAtta H (2011) Prevention of peritoneal adhesions: A promising role for gene therapy. World J Gastroenterol 2011 December 14; 17(46): 5049-5058Attard, J.A.P; MacLean, A.R. (2007) Adhesive small bowel obstruction : epidemiology, biology and prevention. Can J Surg. 4 : 291-300Baker A,et al (2002) Metalloproteinase inhibitors: biological actions and therapeutic opportunities; Journal of Cell Science. Journal of Cell Science 115, 3719-3727Bawalan D (2011) Processing Manual for Virgin Coconut Oil, its Products and By-products for Pacific Island Countries and Territories.Biljana E,et al (2011) Matrix metalloproteinases (with accent to collagenases). Journal of Cell and Animal Biology Vol. 5(7), pp. 113-120Carandang E (2008) Health benefits of virgin coconut oil, PJCS Vol. XXXI No. 2 pg 8-12Cheong, YC; Laird, S.M; Li, T.C; Shelton, J.B; Ledger, W.L; Cooke, I.D. (2001) Peritoneal healing and adhesion formation/reformation. Human Reproduction Update 7 : 556-566Cheung J,et al; Adjuvant Therapy for the Reduction of Postoperative Intra-abdominal Adhesion Formation. Asian J Surg 2009;32(3):1806Demirturk, F; Aytan, H; Caliskan, H; et. Al. (2006) The effect of roziglitazone in the prevention of intra-abdominal adhesion formation in a rat uterine horn model. Human Reproduction 21 : 3008-3013DiZerega, G.S; Campeu, J.D. (2001) Peritoneal repair and post-surgical adhesion formation.Human Reproduction Update. 7:547-555Egea V,et al (2012) Tissue inhibitor of metalloproteinase-1 (TIMP-1) regulates mesenchymal stem cells through let-7f microRNA and Wnt/-catenin signaling. www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas.1115083109Goor, H. van. (2007) Consequences and complications of peritoneal adhesions. Compilation Journal. Suppl. 2 : 25-34Hellebrekers, B.W.J, Kooistra, T.(2011) Pathogenesis of postoperative adhesion formation. British journal of Surgery. 98: 1503-1516Ho A (2000) Influence of TIMP-1 on Cellular Adhesion and Maintanance of Genomic FidelityKogilavani S (2014) Virgin Coconut Oil (VCO) Decreases the Level of Malondialdehyde (MDA) in the Cardiac Tissue of Experimental Sprague-Dawley Rats Fed with Heated Palm Oil. Journalof Medical and Bioengineering Vol. 3, No. 2Lee S, et al (2008) The Effects of Hyaluronic Acid-Carboxymethylcellulose Membrane(GUARDIX-MB) Barriers on Prevention of Post-operation Peritoneal Adhesions in Dogs. J Vet Clin 25(6) : 494-500Loffek S, et al (2011) Biological role of matrix metalloproteinases: a critical balance. Eur Respir J 2011; 38: 191208Matsuzaki, S; Canis, M; Bazin, J.E; Darcha, C; Pouly, J.L; Mage, G. (2007) Effect of suplemental perioperative oxygen on post-operative abdominal wound adhesions in a mouse laparotomymodel with controled respiratory support. Human Reproduction 22 : 2702-2706Mettler, L; Huche, J; Bojahr, B; Tinneberg, H.R; Leyland, N; Avelar, R. (2008) A safety and efficacy study of a resorbable hydrogel for reduction of post-operative adhesion following myomectomy. Human Reproduction 23 : 1093-1100Necas J, et al (2008) Hyaluronic acid (hyaluronan): a review.Veterinarni Medicina, 53, 2008 (8): 397411Reijnen M, et al (1999) Prevention of Intra-abdominal Abscesses and Adhesions Using a Hyaluronic Acid Solution in a Rat Peritonitis Model. Arch Surg. 1999;134:997-1001Sagliyan A, et al (2009) An Experimental Study On the Efficacy of Sodium Hyaluronate in Prevention of Postoperative Intraperitoneal Adhesions. Journal of Animal and Veterinary Advances 8 (4): 664-668Sekhon B (2010) Matrix metalloproteinases an overview; Research and Reports in Biology. Research and Reports in Biology 2010:1 120Sikking C (2011) Application of hyaluronan in abdominal surgery an experimental study; Schrijen-Lippertz: 1-31Surfa L (2006) Pengaruh pemberian virgin coconut oil terhadap kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL) serum tikus wistar setelah diinduksi aterogenesis.Vaze M,et al (2010) Molecular basis of Post-surgical Peritoneal adhesions An Overview; Veterinary World. Veterinary World, 2010, Vol.3(12):561-566Verco, S.J.S; Peers, E.M; Brown, C.B; Rodgers, K.E; Roda, N; di Zerega. (2000) Devolepment of a novel glucose polymer solution (icodextrin) for adhesion prevention: pre-clinical studies. Human Reproduction 15 : 1764-1772Visse R,et al (2003) Matrix Metalloproteinases and Tissue Inhibitors of Metalloproteinases Structure, Function, and Biochemistry. Circ Res. 2003;92:827-839Wal, JBC Van der; Jeekel, J. (2007) Biology of the peritoneum in normal homeostasis and after surgical trauma.Journal Compilation The Association of Coloproctology of Great Britain and Ireland. 9 (Suppl. 2): 9-13Ward B et al (2011) Research review: Abdominal Adhesions: Current and Novel Therapies; Journal of Surgical Research. Journal of Surgical Research 165, 91111Yildiz H,et al (2011) The comparison of methylene blue and vitamin E in prevention of abdominalpostoperative adhesion formation in rat uterine horn models. Biochemical andhistopathologic evaluation.Acta Cirrgica Brasileira - Vol. 26 (1)

19