Proposal Biologi
-
Upload
wannabee-chuby -
Category
Documents
-
view
323 -
download
22
description
Transcript of Proposal Biologi
1
I. JUDUL : PENGARUH PEMBERIAN RENDAMAN URINE SAPI DALAM
KONSENTRASI YANG BERBEDA TERHADAP
PERTUMBUHAN AKAR SETEK TANAMAN KOPI JENIS
ROBUSTA (Coffea canephora)
II. IDENTITAS PENULIS
NAMA : KADEK RENY PURNAMA YANTI
NIM : 0913041051
JURUSAN : PENDIDIKAN BIOLOGI
FAK/UNIV : MIPA/UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
III. LATAR BELAKANG MASALAH
Minat penduduk Indonesia semakin meningkat terhadap tanaman pangan. Hal
ini dikarenakan pangan merupakan salah satu kebutuhan penting. Usaha budidaya
tanaman pangan dewasa ini berkembang dengan pesat. Perkembangan ini berkaitan erat
dengan meningkatnya ilmu pengetahuan di segala bidang. Salah satu ciri meningkatnya
pengembnagan usaha tanaman pangan adalah adanya berbagai cara memperbanyak
tanaman. Mulai dari yang sedehana sampai yang rumit. Ada tingkat keberhasilan hidup
tinggi, ada pula yang rendah. Ini semua tergantung pada beberapa faktor misalnya cara
perbanyakan yang dipilih, jenis tanaman, waktu perbanyakan, keterampilan dalam
bekerja dan sebagainya.
Menurut Gembong Tjitrosoepomo (1985) perkembangbiakan dapat dibedakan
menjadi dua jenis yaitu perkembangbiakan generatif dan perkembangbiakan vegetatif.
Perkembangbiakan atau perbanyakan tanaman secara generatif dengan biji sudah sangat
umum kita jumpai. Di dalam biji terkandung calon individu baru (lembaga) yang
pembentukannya diawali dengan peleburan antara gamet jantan dan betina.
Pada perkembangan vegetatif, tanaman baru terbentuk tanpa peleburan gamet
jantan dan gamet betina. Perkembangbiakan vegetatif terjadi dari bagian – bagian
vegetatif tumbuhan tersebut yaitu akar, batang dan daun. Perkembangbiakan vegetatif
dapat terjadi secara alami dan secara alami dan secara buatan (Tjitrosoepomo, 1985).
Perkembangbiakan vegetatif alami terjadi menurut sifat bawaan tumbuhan tersebut.
2
Sedangkan perkembangbiakan vegetatif buatan terjadi karena ada campur tangan
manusia. Misalnya setek (akar, batang dan daun ), cangkokan dan okulasi.
Perbanyakan tanaman kopi dengan stek dewasa ini telah berkembang dengan
pesat, terutama pada kopi robusta. Sebagian besar perusahaan perkebunan beasar negara
dan swasta telah menggunakan bahan tanam stek sebagai bahan tanam atau untuk
peremajaan tanaman kopinya. Menurut Hartobudoyo dan Soedarsono (dalam Nur,
1989) Pertumbuhan tanaman stek lebih seragam dan memiliki sifat genetik sama dengan
induknya. Sistem perakaran tanaman stek juga cukup kokoh menyerupai tanaman
semaian (Nur dan Zainudin dalam Nur, 1989).
Kopi robusta sering kali diperbanyak dengan cara vegetatif, atau menggunakan
stek. Dalam perbanyakan tanaman secara vegetatif atau menggunakan stek,
pembentukan akar merupakan faktor awal yang paling terpenting dalam pertumbuhan
tanaman, tetapi dengan cara ini sukar terjadi pembentukan akar. Masalah ini memang
dapat diatasi dengan pemberian hormon tumbuh, yang tujuannya untuk merangsang
keluarnya akar (Abdurrani, 1990).Keuntungan yang dapat diperoleh dalam
perkembangbiakan menggunakan setek batang adalah 1) teknik pelaksanaannya
sederhana, cepat, dan murah; 2) dihasilkan banyak bibit dari satu tanaman induk dalam
waktu yang relatif singkat; dan 3) seluruh bibit yang dihasilkan memiliki sifat genetik
yang sama dengan tanaman induk.
Setek batang yang telah ditanam ke dalam media tanam sedapat mungkin
membentuk akar agar setek tersebut mampu menyerap air dan zat-zat yang terdapat
pada tanah untuk digunakan menjalankan metabolisme tubuhnya. Jika tidak, setek
tersebut akan mati. Hal inilah yang sering dialami oleh pertumbuhan setek kopi robusta.
Keberhasilan hidup setek tanaman ini tergolong cukup kecil karena setek akan cepat
membusuk dan kemudian mati. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan akar yang relatif
lambat. Oleh karena itu, untuk memperoleh pertumbuhan akar setek yang cepat, dapat
dibantu dengan pemberian hormon pertumbuhan. Pemberian hormon tersebut dapat
dilakukan dengan cara mencelupkan pangkal setek ke dalam larutan hormon.
Hormon pertumbuhan merupakan senyawa organik yang bukan hara (nutrient),
yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat (inhibitor), dan
3
dapat merubah proses fisiologis tumbuhan (Abidin, 1993). Hormon pertumbuhan
tertentu, secara alami dapat ditemui pada seluruh bagian tumbuhan, baik pada bagian
ujung batang, daun muda, bagian batang yang masih tumbuh, dan ujung akar (Heddy,
1996). Hormon pertumbuhan dapat dijumpai pada semua jenis tumbuhan.
Salah satu hormon pertumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk
mendukung terjadinya pemanjangan sel (cell elongation) pada pucuk , ataupun untuk
mendorong pembentukan primordial akar adalah auksin. Auksin merupakan salah satu
zat pengatur tumbuh yang disebut juga fitohormon. Lucwill (1956) berhasil
membuktikan bahwa auksin berperan dalam pertumbuhan akar pada stek. Cara kerja
hormon Auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan juga memacu protein tertentu
yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion
H+ mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen
rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang
akibat air yg masuk secara osmosis.
Auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi banyak
proses fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesa
protein (Darnell, dkk., 1986). Auksin diproduksi dalam jaringan meristimatik yang
aktif (yaitu tunas , daun muda dan buah) (Gardner, dkk., 1991). Kemudian auksin
menyebar luas dalam seluruh tubuh tanaman, penyebarluasannya dengan arah dari atas
ke bawah hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floem) atau
jaringan parenkhim (Rismunandar, 1988).
Salah satu sumber auksin dapat ditemukan pada urine sapi. Penelitian Manston
& Vagg (1970) menunjukkan bahwa air seni merupakan sumber fosfat yang penting.
Sebagai produk ekskresi ginjal, air seni juga mengandung hormon yang bersumber dari
bahan makanan yang dicerna dalam usus. Penelitian awal yang dilakukan Suprijadji et.
al. (1988) menunjukkan bahwa air seni hewan ternak mengandung hormon auksin, asam
giberelin (GA) serta kinetin, yang kadarnya beragam menurut ransum pakannya.
Berdasarkan penelitian Prawoto (1992) menunjukkan bahwa kadar hormon auksin yang
tertinggi yaitu rata – rata sebesar 783 ppm terdapat pada urine sapi. Selain mengandung
hormon, urine sapi juga mengandung zat hara antara lain: Nitrogen (1,0%), Fosfor
(0,5%) dan Kalium (1,5%) (Lingga,1991).
4
IV. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dibuat rumusan masalah sebagai
berikut.
“Apakah ada perbedaan pengaruh pemberian rendaman urine sapi dalam
konsentrasi yang berbeda terhadap pertumbuhan akar setek tanaman kopi
robusta (Coffea canephora).
V. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan :
1. Mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh pemberian rendaman urine sapi
dalam konsentrasi yang berbeda terhadap pertumbuhan akar setek tanaman kopi
robusta (Coffea canephora).
2. Mengetahui konsentrasi urine sapi yang paling berpengaruh terhadap
pertumbuhan akar setek tanaman kopi robusta (Coffea canephora).
VI. MANFAAT HASIL PENELITIAN
Secara rinci manfaat yang diperoleh melalui penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat mengungkapkan pengaruh pemberian urine sapi
dalam konsentrasi yang berbeda terhadap pertumbuhan akar setek tanaman
kopi robusta (Coffea canephora).
b. Hasil penelitian ini dapat mengungkapkan konsentrasi rendaman urine sapi
yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan akar setek tanaman kopi
robusta (Coffea canephora).
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai penunjang proses
pembelajaran biologi siswa SMA dalam materi tentang fisiologi tumbuhan
2) Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar memberikan saran
kepada masyarakat yang mempunyai usaha tanaman pangan kopi robusta
dalam upaya mempercepat perbanyakan vegetatif tanamannya.
5
b. Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan pada mahasiswa
tentang pengaruh pemberian urine sapi terhadap pertumbuhan tanaman.
VII. ASUMSI DAN KETERBATASAN PENELITIAN
1. Asumsi Penelitian
Pada penelitian ini, ada beberapa asumsi yang digunakan sebagai landasan
berpikir. Kebenaran penelitian ini terbatas pada asumsi yang berlaku.
1) Memotong bahan stek hingga tersisa 2-3 ruas dengan gunting pangkas,
panjangnya kira-kira 15-20 cm. Ruas yang digunakan sebagai bahan stek adalah
ruas kedua dan ruas ketiga, sedangkan ruas pertama yang paling atas dibuang
2) Memotong mendatar ujung stek bagian atas sekitar 2 cm diatas buku kedua.
Potong miring ujung bagian bawah sekitar 3-5 cm dibawah buku ketiga atau ke
empat. Helaian daun dipotong hingga tersisa ¼ bagian, tujuanya untuk
mengurangi penguapan. Beri lilin parafin diujung stek sebelah atas untuk
mengurangi penguapan dan mencegah serangan penyakit. Sedangkan pada
bagian bawah dapat direndam dengan rooton f atau direndam dengan urine sapi
sebagai zat pengatur tumbuh.Faktor lingkungan seperti cahaya, suhu,
kelembaban udara, kecepatan angin, memberikan pengaruh yang sama terhadap
subyek penelitian karena semuanya ditempatkan pada tempat yang sama.
3) Tancapkan stek pada bedengan sedalam 7,5 cm dengan kemiringan 10-20
derajat. Jarak tanam stek 15 x 15 cm. Siram dengan air secukupnya.
4) Selain itu keberhasilan dalam pennyetekan harus didukung pula dengan
lingkungan yang memadai. Umumnya menggunakan sungkup plastik transparan.
Sungkup ini berfungsi sebagai penjaga kelembaban dan suhu sehingga
diharapkan pertumbuhan stek dapat tumbuh dengan baik (Erviyanti, 2005)..
2. Keterbatasan Penelitian
Di samping adanya beberapa asumsi diatas, penelitian ini juga memiliki
beberapa keterbatasan sebagai berikut.
1) Penelitian ini berlaku sepanjang asumsi-asumsi diatas dapat dipertahankan.
2) Variabel-variabel lain yang mungkin berpengaruh dalam penelitian ini tidak
diteliti.
6
VIII. TINJAUAN PUSTAKA
(1). Tinjauan tentang Tanaman Kopi Robusta (Coffea canephora).
Ada bermacam-macam jenis kopi, namun dalam garis besarnya hanya ada tiga
jenis kopi yaitu Arabika, Liberica, dan Robusta. Yang paling dulu diusahakan di
Indonesia adalah jenis arabica, kemudian menyusul golongan liberica, dan yang terakhir
adalah golongan robusta (AAK, 1982).
Kopi robusta disebut juga kopi canephora (Coffea canephora). Kopi ini memiliki
batang yang lebih besar dari jenis kopi lainya. Di perkebunan tinggi tanaman ini tidak
lebih dari 4 m karena selalu dipangkas. Apabila tidak dipangkas tinggi pohon bisa
mencapai 2-3 kali lipatnya. Daun kopi robusta berbentuk lonjong, lebar, dengan bagian
pangkal yang tumpul atau membundar, sedangkan ujungnya meruncing. Bunganya
muncul pada cabang-cabang yang mendatar, menggerombol, umumnya terdiri atas 2-4
bunga yang tak bertangkai pada setiap gerommbol. Warna bunga putih dan baunya
sangat harum. Buahnya termasuk buah batu dan berwarna merah kebiruan kalau sudah
masak (Balai Pustaka, 1980).
Dalam penelitian ini bahan stek diammbil jenis kopi robusta klon BP 42, dengan
sifat-sifat agronomi:
a. Perawakan sedang.
b. Percabangan mendatar, ruas pendek.
c. Bentuk daun membulat besar, permukaan bergelombang sedikit, dan berwarna pupus hijau kecoklatan.
d. Buah berbentuk besar, dompolan rapat, warna hijau pucat, masak merah.
e. Biji berukuran medium – besar, saat pembungaan agak akhir (lambat).
f. Produktivitas (kg kopi biji/ha/th): 800 – 1.200 (Balai Penelitian Kopi dan kakau Indonesia, 2008).
7
Kopi robusta dapat tumbuh baik pada ketinggian 0 – 1000 m diatas permukaan
laut, menghendaki curah hujan yang cukup dengan masa kering 3-4 bulan. Temperatur
yang dikehendaki untuk jenis kopi ini adalah 21-240C (AAK, 1989).
Tanaman kopi Robusta memiliki klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom :
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledonae
Ordo : Rubiales
Familia : Rubiaceae
Genus : Coffea
Species : Coffea canephora
Cara Pemeliharaan
a. Media tanam
Tanah sedapat mungkin dipilih yang agak datar, subur, dan banyak
mengandung bunga tanah.
Dekat perumahan dan sumber air, agar memudahkan pengamatan dan
pemeliharaan pada musim kemarau, terutama dalam melakukan penyiraman.
Gambar 1. Tanaman kopi robusta (Coffea canephora) di perkebunan kopi
8
Ada pohon pelindung, agar dapat menahan terik matahari dan percikan air
hujan yang lebat, sehingga tidak merusakkan bibit
Terhindar dari bibit penyakit dan hama, tempat‐tempat yang akan dipergunakan
sebagai persemaian sebaiknya diselidiki terlebih dahulu terhadap kemungkinan
adanya infeksi penyakit dan hama. Sehingga apabila ada bibit penyakit atau
hama harus diadakan pencegahan dan pemberantasan
b. Lingkungan
Kopi Robusta menyukai suhu panas sedang seperti di daerah tropis (30 -35 C).
Sinar matahari penuh akan disukai oleh kopi robusta terutama saat kelembaban tinggi..
Agar dapat berbunga dan berbuah dengan baik, kebanyakan kopi robusta butuh paling
tidak 4-5 jam cahaya matahari langsung.
c. Pemupukan
Kuncinya adalah sedikit dan sering. Jika kopi robusta mendapat kondisi yang
ideal, maka dia dapat tumbuh dengan sangat cepat. Namun jika terlalu banyak pupuk,
maka kopi robusta akan mati. Jenis pupuk disesuaikan dengan kebutuhan. Kombinasi
yang pas membutuhkan coba-coba disesuaikan dengan keadaan media, tingkat
pertumbuhan, dan stressing (untuk pertumbuhan atau untuk pembungaan).
(2). Tinjauan tentang Setek
Setek merupakan potongan bagian vegetatif tanaman yang digunakan untuk
perbanyakan tanaman. Setek banyak dipilih oleh orang yang berkecimpung di dunia jual
beli tanaman hias,dan juga tanaman pangan yang belakangan ini marak dibudidayakan
karena perbanyakan dengan setek memeiliki keunggulan-keunggulan yang dapat
meningkatkan produktivitas bibit tanaman. Keunggulan perbanyakan dengan
menggunakan cara setek adalah sebagai berikut (Ariyantoro, 2006).
a. Teknik pelaksanaannya sederhana, cepat, dan murah.
b. Tidak ada masalah ketidakcocokan (Incompatibility) seperti yang mungkin
timbul pada perbanyakan secara penyambungan atau okulasi.
c. Dihasilkan banyak bibit dari satu tanaman induk dalam waktu yang relatif
singkat.
d. Seluruh bibit yang dihasilkan memiliki sifat genetik yang sama dengan tanaman
induk.
9
Bagian-bagian tanaman yang dapat di setek adalah akar, batang, umbi, pucuk
tergantung jenisnya (Astra, 1996). Jenis-jenis setek berdasarkan bagian tanaman yang
disetek, yaitu dibedakan menjadi sebagai berikut (Wudianto, 2001).
a) Setek cabang
Setek cabang disebut juga dengan setek kayu karena pada umumnya tanaman
yang dikembangbiakkan dengan setek cabang adalah jenis tanaman berkayu.
b) Setek daun
Daun yang diperlukan adalah daun yang masih segar dan berwarna hijau. Cara
pembiakan ini diterapkan pada tanaman yang daunnya berdaging, tebal dan
kandungan airnya tinggi.
c) Setek akar
Cara pembuatan setek ini yaitu dicari akar tanaman yang dekat dengan
permukaan tanah dan mempunyai mata. Akar yang dekat dengan pohon induk
dipotong dengan maksud agar mata tunas membentuk tanaman baru dengan
makanan dari akar tanaman.
d) Setek umbi
Setek ini dapat dilakukan pada beberapa tanaman yang berumbi. Dari jenis umbi
yang ada seperti umbi batang, umbi akar, dan umbi palsu, semuanya ini dapat
disetek dengan setek umbi tetapi caranya berbeda-beda.
e) Setek tunas
Setek tunas disebut juga setek mata. Memiliki ukuran setek yang lebih pendek
dibandingkan dengan setek batang. cara mengambil setek adalah dengan
mengambil batang yang ada mata tunasnya. Jenis tanaman yang dapat
dikembangbiakkan dengan setek ini adalah anggur terutama varietas baru yang
belum banyak mempunyai batang dalam cabangnya.
f) Setek pucuk
Setek pucuk dimabil dari pucuk tanaman, kemudian ditanam pada media. Jenis-
jenis tanaman yang dapat disetek dengan cara ini adalah soka, akalipa, dan
anggur.
(3). Tinjauan tentang Setek Batang
10
Wudianto (2001), menyebutkan bahwa batang yang dipilih untuk setek biasanya
yang memiliki umur kurang lebih satu tahun. Batang yang terlalu tua kurang baik
digunakan untuk setek karena batang yang tua memiliki kemampuan yang sangat
rendah dalam membentuk akar. Sedangkan jika menggunakan batang yang terlalu muda
(biasanya ditandai dengan tekstur yang lunak) untuk diguankan setek, maka proses
penguapan akan sangat cepat sehingga setek menjadi lemah dan akhirnya mati.
Selain umur setek, hal lain yang patut diperhatikan dalam memilih batang atau
cabang yang akan digunakan setek adalah kesehatan batang atau cabang tanaman itu
sendiri. Batang atau cabang tanaman yang akan diguanakan harus bebas dari hama dan
penyakit. Salah satu penyakit yang dapat mengagalkan pertumbuhan setek adalah
penyakit defisiensi nitrogen. Tanaman yang terkena penyakit defisiensi nitrogen
memiliki ciri warna daun kekuningan. Defisiensi nitrogen pada setek dapat
menyebabkan pertumbuhan akar pada setek akan terhambat atau terganggu dan tunas-
tunas yang terbentuk akan sangat lemah. Untuk menghindari pemilihan batang atau
cabang yang akan digunakan setek dari penyakit defisiensi nitrogen, maka pemilihan
batang atau cabang yang diguanakan setek harus berwarna hijau. Batang atau cabang
seperti ini, mempunyai kandungan karbohidrat dan nitrogen yang tinggi (Wudianto,
2001), sehingga akar dan tunas pada setek dapat tumbuh dengan baik.
Pengambilan setek merupakan kegiatan memotong batang atau cabang tanaman
yang akan digunakan sebagai setek. Pemotongan ini harus menggunakan pisau yang
tajam, sehingga dihasilkan permukaan batang atau cabang setek yang halus. Permukaan
batang yang halus akan mempercepat pertumbuhan kalus, sedangkan bila pemotongan
yang dilakukan menghasilkan permukaan setek yang kasar maka permukaan potongan
akan sangat sulit membentuk kalus. Kalus sendiri merupakan cikal bakal terbentuknya
akar, sehingga jika kalus tidak terbentuk, maka akar pun tidak terbentuk.
Bentuk potongan pangkal maupun ujung setek dapat dibuat datar atau miring.
Irisan yang berbantuk miring akan mempunyai permukaan potongan yang lebih luas
jika dibandingkan dengan potongan bentuk datar. Pada ujung setek dapat dibuat
potongan datar ataupun miring. Potongan miring memiliki keunggulan yaitu katika air
hujan atau air siraman jatuh pada ujung setek, maka air tersebut bisa mengalir ke bawah
sehingga setek tidak akan busuk.
11
Panjang setek yang ditanamn juga perlu diperhatikan. Panjang setek yang
ditanamn tergantung pada jenis tanaman, dengan jumlah tunas berkisar 3 – 6 mata tunas
(Wudianto, 2001).
Keberadaan daun pada setek memiliki peranan yang cukup besar. Di dalam daun
terjadi proses fotosintesis yang hasilnya dapat mempercepat pertumbuhan akar. Namun
perlu juga diperhatikan bahwa jumlah daun yang terlalu banyak pada setek justru dapat
menghambat pertumbuhan akar setek karena daun yang banyak menyebabkan proses
penguapan cukup besar. Oleh karena itu, daun yang diikutkan dalam setek cukup satu
hingga dua helai saja atau lebih aman dihilangkan saja (Wudianto, 2001).
Saat pemotongan setek yang baik adalah saat kelembaban udara tinggi.
Pemotongan setek dilakukan di dalam air. Tujuanny adalah agar jaringan pembuluh
pada setek yang baru dipotong terisi oleh air, dengan demikian akan memudahkan
penyerapan zat makanan. Bila setek dipotong di tempat terbuka, udara tentu saja akan
masuk ke dalam jaringan pembuluh, sehingga penyerapan air dan zat-zat makanan akan
dipersulit atau dihalangi oleh adanya rongga udara (Wudianto, 2001).
Dalam usaha penyemaian setek, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
disemaikan dalam suatu wadah dan disemaikan dengan menggunakan bedengan. Cara
penyemaian menggunakan wadah digunakan bila setek yang akan desemai jumlahnya
sedikit, sedangkan cara penyemaian menggunakan bedengan dipilih ketika setek yang
akan disemai jumlahnya banyak. Wadah yang digunakan bisa berupa kotak kayu, pot,
keranjang, atau kantung plastik. Media yang dapat digunakan untuk menyemai setek
harus memenuhi kriteri seperti gembur dan halus. Campuran antara pasir : lumut : tanah
gembur atau kompos dengan perbandingan 2 : 1 : 1 dapat digunakan.
Untuk memudahkan pertumbuhan akar pada setek, dapat dibantu dengan
mencelupkan pangkal satek ke dalam larutan hormon perangsang pertumbuhan akar
sebelum disemaikan pada media semai (Astra, 1996). Bila media semai telah tersedia,
setek langsung bisa disemaikan. Selanjutnya media setek perlu dijaga suhu dan
kelembabannya.
(4). Tinjauan tentang Pertumbuhan
12
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan volume yang
irreversibel, karena adanya pertambahan substansi termasuk perubahan yang terjadi
bersama proses tersebut (Wareing dan Philips, 1970 dalam Astra, 1986).
Sementara Salisbury dan Cleon W. Ros (1995) mendefinisikan pertumbuhan
sebagai pertambahan ukuran. Karena organisme multisel tumbuh dari zigot,
pertambahan itu bukan hanya dari volume, tetapi juga dalam bobot, jumlah sel,
banyaknya protoplasma, dan tingkat kerumitan.
Definisi lain menyebutkan bahwa pertumbuhan adalah sintesis protoplasma,
biasanya diikuti oleh perubahan bentuk dan penambahan masa yang dapat lebih besar
dari penambahan plasma itu (Sarna, dkk., 1999).
Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan terdiri dari fase generatif dan fase
vegetatif. Fase vegetatif tumbuhan terutama terjadi pada perkembangan akar, daun dan
batang baru. Fase ini berhubungan dengan proses penting dari sel yang meliputi fase
pembelahan sel, fase perpanjangan sel, dan fase diferensiasi sel.
a. Pembelahan sel
Pembelahan sel terjadi pada pembentukan sel-sel baru. Sel-sel baru ini selama
pembentukkannya memerlukan karbohidrat dalam jumlah yang besar, karena
dinding selnya terdiri atas selulosa dan protoplasmanya kebanyakan tersusun
atas gula. Pembelahan sel terjadi di dalam jaringan-jaringan meristematis pada
titik-titik tumbuh batang, ujung-ujung akar dan kambium. Hormon dan vitamin
sangat diperlukan dalam proses pembelahan sel.
b. Perpanjangan sel
Perpanjangan sel terjadi saat pembesaran dan pemanjangan sel-sel baru. Proses
ini membutuhkan air dalam jumlah yang relatif banyak. Selain itu, juga
diperlukan hormon dan gula.
c. Diferensiasi sel
Diferensiasi sel tahap pertama terjadi pada perkembangan jaringan primer.
Perkembangan tersebut meliputi penebalan dinding sel-sel pelindung pada
epidermis batang dan perkembangan pembuluh-pembuluh kayu baik pada
batang maupun akar.
13
Untuk menilai pertumbuhan dilakukan dengan pengukuran. Salah satu cara
pengukuran yang dapat digunakan adalah dengan menimbang berat basah tumbuhan
secara utuh atau bagian tertentu yang ingin diteliti misalnya untuk mengukur
pertumbuhan akar, maka berat basah akar tersebut ditimbang untuk kemudian dianalisis.
Berat basah tumbuhan sangat ditentukan oleh kadar airnya dalam jaringan, oleh
karena itu kegiatan menimbang berat basah tumbuhan harus dilakukan dengan cepat
sebelum terjadinya penguapan terlalu banyak.
Keuntungan yang diperoleh mengukur pertumbuhan dengan cara menimbang
berat basah tumbuhan adalah lebih mencerminkan volume total sel sesungguhnya dan
tidak perlu mematikan tumbuhan saat pengukuran atau penimbangan (Astra, 1996).
(5). Tinjauan tentang Akar TumbuhanAkar merupakan bagian tumbuhan yang biasanya tumbuh di dalam tanah,
namun ada yang di udara (seperti akar epifit) dan di air (seperti akar hidrofit). Secara
morfologi, akar berbeda dengan batang, pada akar tidak ditemukannya adanya buku
(nodus), ruas (internodus), dan organ berbentuk daun (Adnyana, dkk., 2001).
Sementara itu Gardener (1985) dalam Astra (1996), menyebutkan bahwa akar
merupakan organ vegetatif utama memasok air, mineral, dan bahan-bahan yang penting
untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
Akar embrio (radikula) pada tumbuhan memperlihatkan perkembangan yang
berbeda, sehingga secara umum dibedakan dua macam akar, yaitu sebagai berikut
(Adnyana, dkk., 2001).
a. Sistem akar tunggang, adalah sistem akar yang terdiri dari akar utama yang
berkembang dari radikula dan akar-akar cabang. Tipe sistem akar ini umumnya
terdapat pada tumbuhan dikotil yang berkembang dengan biji.
b. Sistem akar serabut, adalah sistem akar yang terdiri dari akar-akar adventif dengan
cabang-cabangnya. Sistem akar ini umumnya terdapat pada tumbuhan monokotil.
Perkembangan akar ada dua yaitu pertumbuhan primer dan pertumbuhan
sekunder (Astra, 1996). Pada pertumbuhan primer, akar berasal dari calon akar yang
terdapat pada embrio, yaitu dari meristem apeks di ujung akar embrio. Calon akar yang
tumbuh menjadi akar tersebut adalah akar primer (Sarna, dkk., 1998).
14
Struktur akar primer terdiri atas beberapa bagian, yaitu tudung akar, epidermis,
korteks, endodermis, perisekel, dan silinder pembuluh. Gambar struktur penampang
melintang akar primer adalah sebagai berikut.
Gambar 2. Struktur penampang melintang akar primerSumber : Kimball, 1991
Wereing dan Philip (1970) dalam Astra (1996), menyatakan bahwa
pertumbuhan akar pada setek batang diawali dengan pembentukan kalus sebagai hasil
pembelehan kambium. Kalus merupakan hasil perubahan sel-sel yang berada pada
daerah kambium vaskuler.
Dalam kalus (meristem sekunder) terdapat titik-titik tumbuh akar (Rismunandar,
1990 dalam Astra,1996). Ada tiga tahap yang dilalui selama pembentukan akar pada
setek batang yaitu sebagai berikut.
a. Adanya diferensiasi sel yang diikuti oleh migrasi sel-sel meristem.
b. Diferensiasi kelompok sel untuk membentuk premordia akar.
c. Menumbuhkan akar-akar baru.
Kalus akan terbentuk bila kondisi saat tersebut menguntungkan, seperti
tersedianya hormon dan nutrisi bagi tanaman. Semakin cepat terbentuk kalus, maka
semakin cepat pula terbentuk akar baru. Sehingga terbentuknya kalus merupakan
petunjuk regenerasi (daya tumbuh baru) tumbuhan. Regenerasi merupakan
kecendrungan suatu organisme yang sedang berkembang untuk memulihkan atau
memperbaharui bagian-bagian yang hilang atau dipisahkan secara fisiologis. Dengan
demikian, akan didapatkan kembali bentuk tubuhnya yang lengkap.
15
Pertumbuahan akar dipengaruhi oleh beberpa faktor antara lain adalah sebagai
berikut (Kalsum, 2000).
a. Kelembaban tanah
Kelembaban tanah berkaitan dengan air yang terkandung di dalam tanah. sejumlah
ahli berpendapat dan menemukan bahwa terjadi penurunan pertumbuhan bila
kelembaban tanah terus meningkat.
b. Kesuburan tanah
Akar memerlukan nutria mineral yang cukup untuk pertumbuhannya. Tanah yang
subur adalah tanah yang cukup nutria dan mineral bagi tumbuhan. Oleh sebab itu,
tanah perlu dijaga kesuburannya dengan melakukan pemupukan, antara lain dengan
N, P, dan K.
c. Temperatur tanah
Temperatur optimum bagi akar lebih rendah dibandingkan dengan pucuk, yang
konsisten terhadap pertumbuhan alami. Selama musim semi, temperatur di bawah
suatu hamparan rumput atau vegetasi lebih rendah dari temperatur di atas tanah.
d. pH tanah
pH di luar rentangan 5,0 – 8,0 secara potensial mempunyai pengaruh langsung
dalam menghambat pertumbuhan akar. Sedangkan pH tanah yang kurang dari 6,0
meningkatkan keterlarutan alumunium, mangan, dan besi yang dapat bersifat racun
dan membatasi pertumbuhan akar.
e. Penghilangan daun
Dalam setek, untuk mengurangi penguapan perlu dilakukan pengurangan atau
penghilangan daun.
f. O2 dan CO2
O2 esensial untuk proses metabolik, termasuk transfer dan penyerapan aktif.
Penyerapan air tanah oleh akar meningkat dengan meningkatnya O2. O2 dalam
tanah mempunyai pengaruh tidak langsung seperti perangsangan aktivitas
mikroorganisme yang pada gilirannya mempengaruhi ketersedian nutrien bagi akar.
Sedangkan konsentrasi CO2 sampai 2 % atau mendekati 10 kali lebih besar dari
konsentrasi atmosfer udara, mendorong pertumbuhan akar.
g. Kandungan karbohidrat
16
Setek yang karbohidratnya tinggi, mudah berakar dari pada kadar karbohidratnya
rendah. Bila kadar proteinnya tinggi, maka setek yang demikian pertumbuhan
akarnya ketinggalan sedangkan pertumbuhan cabangnya pesat.
h. Zat tumbuh
Beberapa zat tumbuh yang mempengaruhi pertumbuhan akar antara lain adalah
auksin, giberilin, sitokinin, dan etilin. Auksin mendorong primordial akar dan
perpanjangan akar. Pemberian auksin yang relatif tinggi pada akar, akan
menyebabkan terhambatnya perpanjangan akar dan meningkatkan jumlah akar.
Giberilin berpengaruh terhadap perpanjangan batang dan mempertinggi aktivitas
pembelahan sel. Sedangkan sitokinin berperan dalam pembelahan sel dan
diferensiasi, juga sangat berperan dalam proses fisiologis lain seperti proses
kematian dan dorminasi tumbuh pucuk.
(6). Tinjauan tentang Auksin
Auksin adalah salah satu hormon turnbuh yang tidak terlepas dari proses
pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Auksin ini mula-mula ditemukan oleh
Darwin pada tahun 1897 rnelalui percobaan pengaruh phototropisme (penyinaran)
terhadap koleoptil. Pada saat penyinaran dilakukan terhadap koleoptil tersebut, ternyata
ujung koleoptil itu melengkung ke arah datangnya sinar. Hal ini rnenunjukkan adanya
sesuatu yang mengontrol terhadap gerakan tanaman tersebut.
Efek karakteristik auksin adalah kernampuannya ntendorong pembengkokan
suatu benih dan efek ini berhubungan dengan adanya suatu group atom di dalam
molekul auksin tersebut. Walaupun mempunyai struktur yang sama, macam-macam
auksin berbeda potensi biologisnya dan dalarn reaksi spesifiknya (Heddy, 1996).
6.1 Macam – macam Auksin
Menurut Mustika (1987), auksin yang diperoleh secara alami dapat digolongkan
sebagai berikut.
1). Auksin a
Pada mulanya Went mendapatkan auksin pada tanaman sejenis gandum Avena
sativa. Kemudian setelah perkentbangln lcbih lanjut temyata ditemukan juga zat yang
mempunyai fungsi yang sama dengan auksin pada ujung spesies tanaman yang lain.
17
Dengan ditenrukannya auksin jenis lain, maka auksin yang ditemukan pada Avena
sativa disebut auksin a dengan rumus molekul C18H32O5 dan rurnus bangun sebagai
berikut.
Gambar 3. Rumus Bangun senyawa auksin a
2). Auksin b
Auksin b ditemukan oleh Kogl dkk, pada minyak jagung. Selain pada minyak
jagung auksin b juga diternukan pada ujung-ujung spesies selain Avana. Auksin a
mempengaruhi pertumbuhan Avena dan tidak pada spesies-spesies lainnya , tetapi
auksin b berpengaruh terhadap spesies-spesies lain. Rumus molekul auksin b serupa
dengan auksin a, tetapi auksin a mempunyai sebuah molekul air lebih banyak dari pada
auksin b. rumus molekul auksin b adalah C18H30O4 dan rumus bangunnya dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 4. Rumus bangun senyawa auksin b
18
3). lndole Acetic Acid (lAA)
Dari penelitian selanjutnya diperoleh bahwa urine manusia ataupun hewan
terutama yang habis makan zat-zat makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
mengandung auksin, baik auksin a, auksin b dan suatu zat yang disebut heteroauksin.
Setelah diteliti ternyata yang disebut sebagai heteroauksin adalah indole acetat yang
biasa disebut asam Indole Acetic Acid (lAA). IAA mempunyai pengaruh yang agak
kurang terhadap pertumbuhan bila dibandingkan dengan auksin a dan auksin b, tetapi
IAA sudah bisa dibuat sedangkan auksin a dan auksin b sulit diperoleh dalam jumlah
besar. Rumus bangun IAA dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Rumus bangun senyawa lndole Acetic Acid (lAA)
6.2 Fisiologi Auksin Pada Pertumbuhan Tanaman
Auksin sebagai salah satu hormon tumbuh bagi tanaman mempunyai peranan
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dilihat dari segi fisiologi, hormon
ini berpengaruh terhadap hal-hal berikut.
I). Pengembangan sel
Dari hasil studi tentang pengaruh auksin terhadap perkembangan sel
menunjukkan bahwa terdapat indikasi yaitu auksin dapat menaikkan tekanan osmotik,
meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, menyebabkan pengurangan tekanan pada
dinding sel, meningkatkan sintesis protein, nreningkatkan plastisitas dan pengembangan
dinding sel. Dalam hubungannya dengan permeabilitas sel, kehadiran auksin
meningkatkan difusi masuknya air ke dalam sel (Abidin,l993).
19
Menurut Wareing dan Phillips (1970) di dalarn tanarnan fase pertumbuhan
dalam siklusnya terdiri dari dua fase yaitu fase pembelahan dan fase pelebaran. Hal ini
terjadi pada sel yang mengalarni vokualisasi. Pada saat sel mengalami fase pelebaran,
sel tidak hanya mengalami kerenggangan, tetapi juga mengalami penebalan dalam
pembentukan material-rnaterial dinding sel baru. Pertumbuhan sel ini distimulasi oleh
karena kehadiran auksin. Adapun pengaruh auksin terhadap keadaan fisik sel perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut (Abidin, 1993).
2). Fototropisme
Suatu tanaman apabila disinari cahaya, nraka tanaman tersebut akan
rnernbengkok ke arah datangnya sinar. Mernbengkoknya ranaman tersebut adalah
karena terjadinya pemanjangan sel pada bagian yang tidak tersinari lebih besar
dibanding dengan sel yang ada pada bagian tanaman vang tersinari. Perbedaan
rangsangan tanaman terhadap penyinaran dinamakan fototropisme (Abidin, 1993).
Teori Cholodny-Went tentang fototropisrne menetapkan bahwa penyinaran
sepihak merangsang penyebaran yang berbeda (diferensiasi ) IAA dalam batang. Sisi
batang yang disinari rnengandung IAA yang lebih rendah dari pada sisi yang gelap.
Akibatnya sel-sel pada sisi yang gelap tumbuh memanjang lebih dari pada sel-sel pada
sisi yang disinari, sehingga batang akan membengkuk kearah sumber cahaya (Heddy,
1996).
3). Geotropisrne
Geotropisme adalah pengaruh gravitasi bumi tanaman. Apabila suatu tanaman
diletakkan horizontal, maka akumulasi auksin akan berada dibagian bawah. Hal ini
menunjukkan adanya transportasi auksin kearah bawah sebagai akibat dari pengaruh
geotropisme.
Dolk (1936) dalam eksperimennya menempatkan coleoptil Avena sativa dan
Zea mays secara horizontal. Dari hasil penelitiannya diperoleh petunjuk bahwa auksin
yang terkumpul di bagian bawah memperlihatkan lebih banyak dibandingkan dengan
bagian atas (Abidin, 1993).
4). Apical Dominance
Di dalam pola pertumbuhan tanaman, pertumbuhan ujung batang yang
dilengkapi dengan daun tnuda apabila rncngalarni hambatan, maka pertumbuhan tunas
akan tumbuh ke arah samping yang dikenal dengan tunas lateral. Misalnya saja terjadi
20
pemotongan pada ujung batang (pucuk), maka akan turnbuh tunas pada ketiak daun.
Fenomena ini disebut "apical dominance" (Abidin, 1993)
Jika auksin ditambahkan pada sisa batang vang terpotong, setelah apeks tajuk
dipangkas maka perkembangan kuncup samping dan arah pertumbuhan cabang vang
tegak akan terhambat lagi pada banyak spesies (Salisbury dan Ross, 1995).
5). Perpanjangan Akar
Pemberian auksin memacu pemanjangan potongan akar atau bahkan akar utuh
pada banyak spesies. tapi hanya pada konsentrasi yang sangat rendah (10-7 sampai
10-3M, tergantung pada umur spesies dan umur akar). Pada konsentrasi yang tinggi,
pemanjangan hampir selalu terhambat. Terdapat bukti yang kuat bahwa auksin dari
batang sangat berpengaruh pada awal pembentukan akar. Bila daun muda dan kuncup
dipangkas, jurnlah pembentukan akar samping berkurang. Bila hilangnya organ tersebut
diganti dengan auksin, kemampuan memtrcntuk akar sering menjadi pulih kernbali
(Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin juga memacu perkembangan akar liar pada batang. Banyak spesies
berkayu telah mernbentuk primordia akar liar terlebih dahulu dalam batangnya, yang
tetap tersembunyi selama beberapa waktu lamanya, dan hanya tumbuh bila dipacu
dengan auxin. Pada tahun 1935, Went dan Kenneth V Thirmann menunjukan bahwa
IAA memacu pertumbuhan awal akar pada stek batang, dan dari situlah pertama kali
berkernbang penggunaan auxin dalarn praktek (Salisbury dan Ross, 1995).
6.3 Sintesis dan Pengrusakan Auksin (IAA)
Ada dua mekanisme sintesis IAA yang dikenal dan keduanya rneliputi
pengusiran gugus asam amino dan gugus karboksil-akhir dari cincin samping triptofan.
Lintasan yang lebih banyak terjadi pada sebagian besar spesies mencakup tahapan
berikut . gugus amino bergabung dengan sebuah asam α-keto rnelalui reaksi
transaminasi rnenjadi asam indolepiruvat, kemudian dekarboksilasi indolepiruvat
mernbentuk indolasetaldehid. akhimya indolasetaldehid dioksidasi menjadi IAA. Enzim
yang paling aktif diperlukan untuk mengubah triptofan menjadi IAA terdapat di
jaringan rnuda, seperti meristem tajuk, serta daun dan buah yang sedang tumbuh. Di
semua jaringan ini, kandungan auksin juga paling tinggi, yang rnenunjukan bahwa IAA
memang disintesis di situ (Salisbury dan Ross, 1995).
21
Mekanisme pengrusakan IAA dapat dilakukan melalui pembentukan konyugat
auksin. Pada konyugat disebut juga auksin terikat, gugus karboksil IAA bergabung
secara kovalen dengan molekul lain mernbentuk bc.berapa turunan. Jenis konyugat IAA
sudah banyak dikenal, termasuk peptida usam intlolusetil aspartat dan ester lAA-inositol
dan lAA-glukosa. Umumnya tumbuhan dapat melepaskan IAA dari konyugat ini
dengan bantuan enzim hidrolase, yang menunjukan bahwa konyugat merupakan bentuk
cadangan IAA.
Ada dua proses lain untuk menyingkirkan IAA, yang bersifat merusak. Yang pertanra
meliputi oksidasi dengan O2 dan hilangnva gugus karboksil CO2 hasilnya bermacam-
macam, tapi biasanya yang utama adalah 3-metilenoksindol. Enzim yang mengkatalisis
reaksi ini adalah IAA oksidase.
(7). Tinjauan tentang Urine Sapi
Urine merupakan hasil ekskresi ginjal yang mengandung air, urea, dan produk
metabolik yang lain. Di dalamnya terkandung pula berbagai jenis mineral dan hormon
yang diekstrak dari makanan yang dicerna dalam usus.
Sapi yang mengkonsumsi pakan hijau, diduga dalam urinenya terdapat zat
pengatur tumbuh yang mempunyai efek fisiologis terhadap tanaman dalam mendorong
pembesaran dan pembelahan sel. Ada dua jenis hormon penting yang dikandung dalam
urine sapi yaitu auksin dan asam giberelin (GA). Rata – rata kadar auksin yang terdapat
pada urine sapi dapat mencapai 782,82 ppm (Prawoto, 1992). Kadar hormon ini juga
dipengaruhi oleh jenis pakan yang diberikan. Kadar auksin dan GA dalam urine
cenderung lebih tinggi pada ternak betina daripada ternak jantan. Demikian pula dalam
urine sapi kereman kadarnya lebih tinggi daripada dalam urine sapi pekerja. Secara
terbatas urine merupakan sumber auksin dan asam giberelin serta dapat menggantikan
fungsi zat pengatur tumbuh sintetis dalam mengatur perakaran pada stek.
Selain itu juga terkandung unsur hara lain dalam urine sapi yang juga sangat
bermanfaat bagi tanaman seperti Nitrogen, Fosfor dan Kalium. Tisdale dan Nelson
dalam Henni Mas Tuti menerangkan bahwa komposisi unsur hara yang terdapat di
dalam urine sapi adalah air 92%, N 1%, P2O5 0,20% dan K2O 1,35%. Nitrogen, Fosfor,
dan Kalium merupakan bagian dari unsur hara utama yang dibutuhkan oleh tanaman.
Nitrogen cenderung merupakan unsur yang membatasi pertumbuhan tanaman. Sumber
22
nitrogen adalah bahan organik sisa tumbuhan dan hewan, serta hasil nitrogen bebas dari
udara oleh bakteri-bakteri rhizobium yang terdapat dalam bintil akar tanaman kacang-
kacangan (leguminasae). Nitrogen diambil oleh tanaman dalam bentuk ion NH4+ atau
NO3. Peranan utama nitrogen bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan
tanaman secara keseluruhan, khususnya batang dan daun yang terutama terjadi pada
tanaman muda. Nitrogen juga merupakan komponen penyusun senyawa esensial
misalnya asam-asam amino dan enzim. Setiap molekul protein tersusun dari asam-asam
amino. Protein dan asam-asam amino merupakan senyawa penyusun jaringan tanaman.
Selanjutnya menurut Setyamidjaja dalam Henni Mas Tuti (2001) bahwa peranan
utama unsur nitrogen adalah membuat tanaman menjadi hijau karena banyak
mengandung butir-butir hijau daun yang penting dalam fotosintesis yaitu penyusunan
klorofil daun, protein dan lemak. Hasil fotosintesis akan merangsang pertumbuhan
vegetatif yaitu menambah tinggi tanaman. Kalium juga merupakan unsur hara utama
yang diperlukan tanaman dan berpengaruh terhadap berbagai proses pertumbuhan
tanaman. Sumber kalium dalam tanah diambil oleh tanaman dalam bentuk ion K+.
Dwidjoseputro menerangkan bahwa kalium dalam tanaman terdapat sebagai garam
organik. Pada bagian tanaman yang melakukan pertumbuhan terdapat lebih banayk
kalium daripada didalam daun yang tua, karena K+ mudah disalurkan dari organ dewasa
ke orang muda. Unsur ini mempunyai peranan yang penting sebagai katalisator,
terutama dalam pengubahan protein menjadi asam amino. Kalium berperan dalam
penyusunan dan pembongkaran karbohidrat, karena kalium dapat mengaktifkan enzim
yang diperlukan untuk membuat pati.
Selanjutnya menurut Lingga bahwa kalium juga berperan meperkuat tubuh
tanaman agar daun, bung dan buah tidak mudah gugur. Fungsi lain dari kalium adalah
sebagai sumber kekuatan bagi tanaman menghadapi kekeringan dan penyakit. Unsur
kalium dapat memperkuat tubuh tanaman, karena dapat menguatkan serabut-serabut
akar sehingga daun dan bhuah tidak mudah gugur. Bila kekurangan kalium tanaman
akan memperlihatkan gejala daun menjadi kuning, ada noda-noda jaringan mati di
tengah-tengah lembaran atau sepanjang tepi daun sehingga pertumbuhan tanaman
terhambat, batang kurang kuat sehingga mudah terpatahkan oleh angin.
Menurut Setyamidjaja dalam Henni Mas Tuti (2001), peranan fosfor adalah
memacu pertumbuhan akar dan pembentukan sistem perakaran yang baik dari benih dan
23
tanaman muda, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah dan biji, memperbesar
persentase bunga menjadi buah atau biji, sebagai bahan penyusun inti sel, lemak dan
protein. Beberapa akibat kekurangan fosfor yaitu keadaan perakaran tanaman sangat
kurang dan tidak berkembang, dalam keadaan kekurangan fosfor yang parah
menyebabkan daun, cabang dan batang berwarna ungu.
(8). Kerangka berpikir
Tanaman Kopi Robusta
Perkembangbiakan Vegetatif Perkembangbiakan Generatif
Setek Biji
Waktu
pengembangbiakan
sangat lama
Cara mudah
Membutuhkan waktu
yang lebih singkat dalam
pengembangbiakan
Keberhasilan hidup
rendah
Pengembangbiakan tumbuhan cepat
Keberhasilan hidup lebih tinggi
Cara mudah dan sederhana
Perlakuan ekstra pada setek
Memberikan hormone auksin alami
dari urine sapi untuk mempercepat
pertumbuhan akar pada setek
24
Penjelasan:
Tanaman kopi robusta dapat dikembangbiakan dengan cara vegetatif dan
generatif, Perkembangbiakan vegetatif dapat dilakukan salah satunya dengan setek.
Perkembangbiakan secara generatif dilakukan dengan biji. Kedua cara tersebut masing-
masing memiliki kelemahan dan kelebihan misalnya setek membutuhkan waku yang
lebih singkat daiam pengembangbiakannya, caranya mudah tetapi keberhasilan
hidupnya rendah. Biji membutuhkan waktu yang sangat lama dalam
pengembangbiakannya. Melihat permasalahan di atas maka muncullah pemikiran
bagaimana mengembangbiakkan kopi robusta dengan cepat (cepat tumbuhnya akar),
keberhasilan hidup tinggi dan caranva tidak rumit yaitu dengan menambahkan hormon
pertumbuhan pada setek tanaman kopi robusta. Hormon yang dimaksudkan adalah
hormon auksin yang secara alami terdapat pada urine sapi. Kandungan auksin pada
urine sapi ini akan mempercepat pertumbuhan akar pada setek. Pertumbuhan akar yang
cepat pada setek akan menyebabkan tanaman ini mampu bertahan dan tidak akan cepat
membusuk pada bagian pangkal setek.
Dengan demikian dapat diduga bahwa perendaman setek batang dalam urine
sapi memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan setek tanaman kopi
robusta (Coffea canephora). Dimana kebenaran dari dugaan tersebut akan diuji melalui
penelitian ini.
IX. Hipotesis
Bertolak dari landasan teori di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut.
“Ada perbedaan pengaruh pemberian rendaman urine sapi dengan
konsentrasi yang berbeda terhadap pertumbuhan akar setek tanaman kopi
robusta (Coffea canephora).
X. Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian eksperimental yaitu
penelitian yang bertujuan untuk meneliti kemungkinan adanya hubungan sebab akibat
25
dengan memberikan perlakuan pada kelompok eksperimen dengan pola dasar the
posttest only control group design, dengan bagan sebagai berikut (Bawa, 1997).
Keterangan :
R : Pengambilan sampel diambil secara acak
X : Menunjukkan bahwa sampel setek batang tanaman kamboja jepang
(Adenium obesum) diberi perlakuan rendaman urine sapi dengan
konsentrasi yang berbeda, sebagai kelompok eksperimen.
Tanpa X : Menunjukkan sampel setek batang tanaman kamboja jepang (Adenium
obesum) yang tidak diberi perlakuan rendaman urine sapi dengan
konsentrasi yang berbeda.
0 : Menunjukkan hasil observasi yang dilakukan pada akhir penelitian.
B. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 5 perlakukan dan 10 ulangan. Pengacakan pada Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dilakukan dengan teknik random sederhana dengan undian. Langkah-langkah
yang dilakukan adalah sebagai berikut (Arnyana, 2005).
1. Menentukan jumlah anggota sampel yang diperlukan, sesuai dengan jenis
penelitian yang dilaksanakan.
2. Menulis nomor anggota populasi tersebut pada kertas kecil-kecil dan kemudian
menggulung kertas-kertas tersebut dan memasukkannya ke dalam suatu wadah
dan dikocok.
3. Menarik kertas-kertas kecil-kecil satu persatu sejumlah yang diperlukan.
C. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu 1). konsentrasi rendaman
urine sapi sebagai variabel bebas; dan 2). pertumbuhan akar setek kopi robusta (Coffea
canephora).sebagai variabel terikat.
R X 0
R 0
26
D. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah setek batang tanaman kopi robusta (Coffea
canephora). Setek batang yang digunakan adalah setek batang setengah tua dengan ciri-
ciri cukup lentur dan mudah dilengkungkan (Kalsum, 2000).
Dari populasi yang diasumsikan homogen, dipilih secara acak 100 setek sebagai
sampel. Kemudian dipilih menjadi 5 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari
10 setek, setiap kelompok diberi perlakuan berbeda dengan kode sebagai berikut.
A. Terdiri atas kelompok setek yang tidak diberi rendaman urine sapi (sebagai
kontrol).
B. Terdiri atas kelompok setek yang diberi rendaman air urine sapi dengan
konsentrasi 25%.
C. Terdiri atas kelompok setek yang diberi rendaman urine sapi dengan konsentrasi
50%.
D. Terdiri atas kelompok setek yang diberi rendaman urine sapi dengan konsentrasi
75%.
E. Terdiri atas kelompok setek yang diberi rendaman urine sapi dengan konsentrasi
100%.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa instrumen keras yaitu
neraca Ohaus dan penggaris.
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data, dilakukan langkah-langkah meliputi tahap persiapan,
tahap pelaksanaan, dan tahap observasi.
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi hal-hal sebagai berikut.
a) Menyiapkan alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gunting, ,
ayakan besar, neraca Ohaus, pisau besar, lumpang dan alu, penggaris, gelas
ukur, gelas kimia, corong kaca, kertas saring, pupuk kandang, tanah kebun,
27
pasir, alkohol 75%, urine sapi, dan batang tanaman kopi robusta (Coffea
canephora).
b) Menyiapkan tempat penelitian
Tanaman kopi robusta sangat cocok ditanam ditempat yang kena cahaya
matahari langsung. Penelitian dilakukan pada areal kebun Jurusan Pendidikan
Biologi Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja tepatnya pada rumah hijau
kebun biologi.
c) Menyiapkan media tanam
Media tanam yang dipergunakan adalah campluan dari tanah. pasir, dan
pupuk kandang, dengan perbandingan 1 : 2 : 1. Tanah yang digunakan adalah
tanah tegalan yang diambil pada satu areal. Pasir yang diigunakan ialah pasir
yang telah diayak sebelumnya. Kemudian pupuk kandang yang digunakan
berasal dari kotoran sapi. Ketiga campuran media tanam ini diaduk dengan
menggunakan cangkul dan sekcp sampai rata. Media tanam tersebut dijemur
selama 2 hari. Kemudian media tanam dimasukkan ke dalam kantong
plastik/polybag1 kg. Polybag ini sudah berlubang, sehingga tidak perlu
dilubangi lagi. Lubang pada polybag berfungsi sebagai tempat keluarnya air
berlebih yang terdapat dalam polybag tersebut.
d) Menyiapkan rendaman urine sapi
Pembuatan rendaman dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Semua alat yang akan digunakan dibersihkan dengan menggunakan
alkohol 75%.
2. Mengumpulkan urine sapi yang didapat dari peternakan – peternakan di
daerah Singaraja.
3. Urine sapi disaring dengan corong yang dilengkapi dengan kertas saring.
4. Hasil saringan urine sapi ini selanjutnya dianggap memiliki konsentrasi
100%.
5. Dari hasil saringan urine sapi ini kemudian akan dibuat dengan
konsentrasi yang berbeda sebagai berikut.
100 ml aquades tanpa ditambah dengan urine sapi (larutan ini diberi
kode A).
28
25 ml urine sapi ditambah dengan aquades sampai mencapai volume
100 ml, untuk konsentrasi 25% (larutan ini diberi kode B).
50 ml urine sapi ditambah dengan aquades sampai mencapai volume
100 ml, untuk konsentrasi 50% (larutan ini diberi kode C).
75 ml urine sapi ditambah dengan aquades sampai mencapai volume
100 ml, untuk konsentrasi 75% (larutan ini diberi kode D).
100 ml urine yang sudah disaring dianggap konsentrasi 100% (larutan
ini diberi kode E).
e) Menyiapkan sampel
Bahan setek yang diperlukan diperoleh dari 50 tanaman kopi robusta.
Sampel setek dipilih menurut kriteria yang telah ditentukan. Tanaman yang
dipilih cukup sehat dan segar. Setek terdiri dari potongan-potongan batang
dewasa. Masing-masing potongan pada umumnya mempunyai 2—3 tunas.
Potongan ditanam secara horisontal dan ditutup dengan suatu lapisan tipis tanah.
Pada setek dilakukan pemotongan bagian pangkal ± 1 cm di bawah mata tunas
terbawah dengan kemiringan irisan 45o. Bagian pangkal atas setek juga
dilakukan pemotongan yang serupa seperti pada pangkal. Potongan batang
merupakan benih yang diambil dari tumbuhan dalam pembibitan khusus pada
usia sekitar 6—8 bulan. Tangkai kopi robusta yang utuh dapat juga ditanam.
Pemotongan setek dilakukan di dalam air agar mengurangi terjadinya penguapan
dan daun-daun yang terdapat pada setek dihilangkan.
2. Tahap Pelaksanaan
Penanaman dilakukan dengan empat mata tunas masuk ke dalam media atau ±
10 cm setek tertanam pada media tanam. Sebelum dilakukan penanaman setek, terlebih
dahulu direndam dalam masing-masing perlakuan selama 25 menit. Penyiraman
dilakukan dua kali sehari sebanyak 15 ml per polybag. Penyiraman dilakukan setiap
pagi dan sore. Penyiangan dilakukan bila terlihat gulam pada polybag.
3. Tahap Observasi
Observasi hanya dilakukan pada akhir eksperimen, yaitu pada saat setek batang
tanaman Kopi robusta (Coffea canephora).Berumur 30 hari setelah tanam. Parameter
29
yang diamati untuk mendapatkan perbedaan pengaruh rendaman urine sapi terhadap
pertumbuhan akar setek tanaman kopi robusta (Coffea canephora)adalah berat basah
akar setek (sebagai data pokok yang dianalisis secara statistik), jumlah akar, dan
panjang akar (sebagai data penunjang). Data tersebut dipandang sudah mencerminkan
pertumbuhan akar tanaman kopi robusta (Coffea canephora).. Untuk menghindari
putusnya akar selama observasi dilakukan, maka sebelum dipotong, sampel direndam
dalam air agar tanah-tanahnya lepas. Setelah itu, dicuci bersih dengan hati-hati dan
dianginkan, kemudian dilakukan perhitungan jumlah akar, pengukuran panjang akar,
dan penimbangan berat basah akar. Kemudian data yang diperoleh dimasukkan ke
dalam tabel pengumpul data sebagai berikut.
Tabel 1.
Tabel pengumpul data hasil observasi
ULANGAN PERLAKUAN TOTAL
A B C D E
I
.
.
.
XX
YA1
.
.
.
YA20
YB1
.
.
.
YB20
YC1
.
.
.
YC20
YD1
.
.
.
YD20
YE1
.
.
.
YE20
Total YA YB YC YD YE Y
Rerata YA YB YC YD YE Y
Sumber : Gasperz, 1991 : 66 dalam Kalsum, 2000.
G. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul pada tabel pengumpul data hasil observasi,
selanjutnya dianalisis dengan analisis varian satu arah (ANAVA satu arah). Adapun
langkah-langkahnya adalah 1) perhitungan statistik; dan 2) membuat perhitungan
varian sebagai berikut.
1. Perhitungan statistik, langkah-langkah perhitungannya adalah :
a. FK =
T2 . ..rt
b. JKTotal = (Yij)² - FK
30
c. JKPerlakuan = ∑ ( Total Perlakuan)2
r−FK
d. JKGalat = JKTotal – JKPerlakuan
e. KTP =
JKPerlakuan
t−1
f. KTG =
JKGalat
db galat
g. FHitung =
KTPKTG
2. Membuat daftar analisis varian
Sumber
KeragamanDb JK KT FHitung
TTabel
5% 1%
Perlakuan t – 1 JKP KTPKTG
KTP
Galat db total – perlakuan JKG KTG
Total rt – 1 JKT
Keterangan :
JK = Jumlah kuadrat
rt = Banyaknya pengematan
JKP = Jumlah kuadrat perlakuan
JKT = Jumlah kuadrat total
Yij = Nilai pada perlakuan ke I, ulangan ke j
t = Perlakuan
r = Ulangan
Untuk menguji F hitung yang diperoleh digunakan taraf signifikansi 5% dan
1%. Jika F hitung ≥ F tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya bahwa ada
perbedaan pengaruh rendaman urine sapi dengan konsentrasi yang berbeda terhadap
pertumbuhan akar setek tanaman kopi robusta (Coffea canephora). Sebaliknya, jika F
hitung ≤ F tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya bahwa tidak ada perbedaan
pengaruh rendaman urine sapi dengan konsentrasi yang berbeda terhadap pertumbuhan
akar setek tanaman kopi robusta (Coffea canephora).
31
Untuk mengetahui perlakuan mana yang paling berpengaruh, maka dilakukan
pengujian lanjutan dengan uji beda nyata terkecil (BNT), adapun prosedurnya sebagai
berikut.
BNT = TTabel √2KTULANGAN
dimana T tabel = (α, db), dicari di dalam tabel, kemudian nilai BNT dibandingkan
dengan selisih rata-rata perlakuan (d) :
|Y 1−Y 2| BNT atau d BNT
Untuk menyajikan nilai rata-rata perlakuan (d) dan mempermudah perbandingan
dibuat matrik selidih nilai rata-rata dari yang terkecil sampai yang terbesar atau
sebaliknya. Bentuk matrik adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Model matrik selisih nilai rata-rata berat basah akar setek kopi robusta (Coffea
canephora).
Perlakuan E D C B A
Nilai Rata-rata YE YD YC YB YA
E YE 0
D YD 0
C YC 0
B YB 0
A YA 0
Seluruh perhitungan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan bantuan program computer yakni program SPSS V13 for windows.
DAFTAR PUSTAKA
32
Anonim. 2008. Urin Sapi, Potensi yang Terbuang. Online. (http://www.trobos.com/diakses pada tanggal 10 desember 2011).
Abidin, Zainal. 1993. Dasar-dasar Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung : Angkasa.
Adnyana, Putu Budi & Ida Bagus Putu Arnyana. 2001. Buku Ajar Morfologi Tumbuhan. Singaraja : Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA IKIP Negeri Singaraja.
Prawoto, Adi & Suprijadji,Gatut. 1992. Kandungan Hormone dalam Air Seni Beberapa Jenis Ternak. Jurnal Penelitian Pelita Perkebunan. Vol. 7 No. 4. Halaman 79-84. (Online). (http://jurnal.pdii.lipi.go.id/ diakses pada tanggal 5 desember 2011).
Ariyantoro, Hadi. 2006. Teknik Perbanyakan Tanaman. Klaten : PT Intan Sejati.
Arnyana, Ida Bagus Putu. 2005. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Singaraja : Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Negeri Singaraja.
Bawa, Wayan. 1997. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Singaraja : Program Studi Pendidikan Biologi STIKIP Singaraja.
Fatimah, Siti nur. 2008. Efektivitas Air Kelapa dan Leri Terhadap Pertumbuhan Tanaman Hias Bromelia (Neoregelia carolinae) Pada Media yang Berbeda.Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Online. (http://etd.eprints.ums.ac.id/ diakses pada tanggal 10 desember 2011).
Heddy, Suwasono. 1996. Hormon Tumbuhan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Hidayat, Estiti B. 1994. Morfologi Tumbuhan. Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.
Kalsum, Umi. 2000. Pengaruh Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum) Terhadap Pertumbuhan Akar Setek Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis). Skripsi (Tidak Diterbitkan). Singaraja : Program Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA STKIP Singaraja.
Kimball, John W. 1991. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Terjemahan oleh H. Siti Soetarmi Tjitrosomo dan Nawangsari Sugiri. Jakarta : Erlangga.
Salisbury, Frank B. & Cleon W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung : ITB Bandung.
Sarna, Ketut, dkk. 1998. Buku Ajar Anatomi Tumbuhan. Singaraja : Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA STIKIP Singaraja.
Sarna, Ketut, dkk. 1999. Buku Ajar Fisiologi Tumbuhan. Singaraja : Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA STIKIP Singaraja.
33
Tjitrosoepomo, Gembong. 1989. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Tjitrosoepomo, Gembong. 1989. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Wudianto, Rini. 2001. Membuat Setek, Cangkok Dan Okulasi. Jakarta : Penebar Swadaya.