PROMKES REMAJA

3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk dunia adalah remaja. Sebanyak 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan 2000, kelompok umur 15 – 24 jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau 18% menjadi 21 % dari total jumlah populasi penduduk Indonesia (Kusmiran, 2011). Seiring dengan meningkatnya populasi remaja di Indonesia, masalah gizi remaja perlu mendapatkan perhatian khusus karena berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi dewasa (Pudjiadi, 2005). Remaja memiliki pandangan tersendiri mengenai tubuhnya (body image) yang seringkali salah (Notoatmodjo, 2010). Bagi sebagian besar remaja putri tubuh ideal merupakan impian. Untuk mendapatkan impian tersebut, biasanya banyak remaja putri yang melakukan diet ketat (yang menyebabkan remaja kurang mendapatkan makanan yang seimbang dan bergizi), mengkonsumsi minuman atau obat pelangsing, minum jamu, dsb. Bila tidak dilakukan dengan benar, upaya tersebut dapat berakibat pada penurunan status gizi (Sayogo, 2011). Pada umumnya remaja putri mempunyai pola dan kebiasaan makan yang homogen dimana asupan energi dan zat gizi kurang dari angka kecukupan gizi (AKG) yang sudah dianjurkan. Hal ini juga terlihat bahwa hampir separuh remaja putri mempunyai berat badan rendah dan tinggi badan yang kurus, serta

description

promkes remaj

Transcript of PROMKES REMAJA

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk dunia adalah remaja. Sebanyak 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan 2000, kelompok umur 15 24 jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau 18% menjadi 21 % dari total jumlah populasi penduduk Indonesia (Kusmiran, 2011).Seiring dengan meningkatnya populasi remaja di Indonesia, masalah gizi remaja perlu mendapatkan perhatian khusus karena berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi dewasa (Pudjiadi, 2005). Remaja memiliki pandangan tersendiri mengenai tubuhnya (body image) yang seringkali salah (Notoatmodjo, 2010). Bagi sebagian besar remaja putri tubuh ideal merupakan impian. Untuk mendapatkan impian tersebut, biasanya banyak remaja putri yang melakukan diet ketat (yang menyebabkan remaja kurang mendapatkan makanan yang seimbang dan bergizi), mengkonsumsi minuman atau obat pelangsing, minum jamu, dsb. Bila tidak dilakukan dengan benar, upaya tersebut dapat berakibat pada penurunan status gizi (Sayogo, 2011). Pada umumnya remaja putri mempunyai pola dan kebiasaan makan yang homogen dimana asupan energi dan zat gizi kurang dari angka kecukupan gizi (AKG) yang sudah dianjurkan. Hal ini juga terlihat bahwa hampir separuh remaja putri mempunyai berat badan rendah dan tinggi badan yang kurus, serta sepertiga dari mereka kurus, yang menunjukkan adanya hambatan pertumbuhan (Sayogo, 2011).untuk kelompok umur 13-15 tahun penilaian status gizi berdasarkan TB/U dan IMT/U. prevalensi nasional kurus pada remaja umur 13-15 tahun adalah 11,1 persen terdiri dari 3,3 persen sangat kurus dan 7,8 persen kurus. Prevalensi sangat kurus terlihat paling rendah di Bangka Belitung (1,4 %) dan paling tinggi di Nusa Tenggara Timur (9,2%). Sedangkan di NTB mencapai 15,0%. prevalensi kurus pada remaja umur 16-18 tahun secara nasional sebesar 9,4 persen (1,9% sangat kurus dan 7,5% kurus). Sedangkan di NTB mencapai sekitar 16,0%. prevalensi risiko KEK wanita usia subur (tidak hamil). Secara nasional prevalensi risiko KEK WUS sebanyak 20,8 persen. Prevalensi di NTB mencapai sekitar 28,8%. Pada wanita tidak hamil kelompok umur 15-19 tahun prevalensinya naik 15,7%. Remaja usia 15-19 tahun risiko kekurangan energi kronik pada tahun 2007 30,9% dan pada tahun 2012 naik menjadi 46,6%. Data ini menunjukan bahwa banyak remaja Indonesia dan khususnya di NTB yang mengalami masalah gizi. (Riskesdas RI, 2013)Remaja merupakan calon pemimpin di masa datang, calon tenaga kerja yang akan menjadi tulang punggung produktivitas nasional, serta sebagai calon ibu yang akan memasuki usia reproduksi sehat yaitu 20-30 tahun dan akan melahirkan generasi penerus serta merupakan kunci perawatan anak di masa datang. Oleh karena itu, kualitas remaja khususnya remaja putri perlu mendapat perhatian khusus (Nursari, 2010). Remaja putri mempunyai risiko tinggi untuk anemia karena pada usia ini terjadi peningkatan kebutuhan zat besi akibat pertumbuhan, adanya menstruasi, sering membatasi konsumsi makan, serta pola konsumsinya sering menyalahi kaidah-kaidah ilmu gizi (Arisman, 2009).