PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN...

91
IMBALAN CERAMAH AGAMA KAJIAN (Penafsiran QS. AL-Baqarah/2: 41 Menurut Ibn Katsir Dan Sayyid Qub) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag) Oleh: Leni Nuraeni 1112034000112 PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2017 M

Transcript of PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN...

Page 1: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

i

IMBALAN CERAMAH AGAMA KAJIAN

(Penafsiran QS. AL-Baqarah/2: 41 Menurut Ibn Katsir Dan Sayyid Quṭb)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Leni Nuraeni

1112034000112

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1437 H/2017 M

Page 2: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

ii

IMBALAN CERAMAH AGAMA KAJIAN

(Penafsiran QS. AL-Baqarah/2: 41 Menurut Ibn Katsir Dan Sayyid Quṭb)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Leni Nuraeni

NIM: 1112034000112

Pembimbing:

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2017 M

Page 3: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

iii

Page 4: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

iv

NAMA-NAMA TIM PENGUJI

1. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA

2. Drs. Banun Binaningrum, M. Pd

3. Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA

4. Muslih, M. Ag

Page 5: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

v

PERSETUJUAN PANITIA UJIAN

Page 6: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

vi

ABSTRAK

Leni Nuraeni

IMBALAN CERAMAH AGAMA KAJIAN (Penafsiran QS Al-Baqarah: 41

Menurut Ibn Katsir Dan Sayyid Quṭb)”.

Skripsi ini membahas tentang etika dalam berdakwah. Sebagaimana

manusia hidup perlu mengedepankan etika, tata krama atau akhlak sehingga

berkesinambungan antara Habl min Allah dan Habl min al-Nasi.

Penelitian ini bermaksud mencari tahu bagaimanakah pandangan ibn

Katsir dan Sayyid Quṭb tentang menerima imbalan setelah ceramah agama?

Penelitian ini merupakan studi kepustakaan dengan menggunakan metode

penelitian deskriptif analitik, yaitu menjabarkan keseluruhan data yang terkumpul

ke dalam kategori-kategori analisis. Data yang terutama di manfaatkan serta

digunakan dalam penelitian ini diambil dari Kitab Tafsir Ibn Katsir yang diringkas

oleh Syaikh Ahmad Syakir yang berjudul Mukhtaṣar Tafsir Ibn Katsir dan Tafsir

Fī Ẓilal al-Qur‟an karya Sayyid Quṭb. Dari kedua kitab tafsir ini saya mengambil

pejelasan mengenai menerima imbalan setelah ceramah agama dalam al-Qur‟an

[2]: 41.

Dalam penelitian ini saya menemukan bahwa Ibn Katsir dan Sayyid Quṭb

memiliki pendapat yang sama bahwa menerima imbalan setelah ceramah agama

boleh dilakukan dengan kriteria tertentu, diantaranya: jika berdakwah adalah

merupakan mata pencaharian satu-satunya maka dibolehkan ia mengambilimbalan

tersebut agar kehidupannya terjamin.

Page 7: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur sama-sama kita ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah

memberikan taufiq, hidayah, serta berbagai pertolongan-Nya kepada kita.

Alhaamdulillah dengan rahmat dan kasih sayang Allah SWT. tersebut, penulis

dapat menyelesaikan tugas akhir ini dalam bentuk skripsi dengan judul

“IMBALAN CERAMAH AGAMA KAJIAN (Penafsiran QS Al-Baqarah: 41

Menurut Ibn Katsir Dan Sayyid Quṭb)”. dengan dukungan dari berbagai pihak.

Shalawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad

SAW. semoga kita semua mendapatkan syafa‟atnya kelak di hari kiamat. Dengan

terselesaikannya skripsi ini saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada

pihak-pihak sebagai berikut:

1. Kepada orang tuaku, Enoh dan Nurhayati (Almh)“ doaku selalu terlantun

untuk kalian Apa dan Mamah”, serta orang tua ke-dua-ku KH. Syarif

Rahmat, RA. SQ. MA dan Hj. Uswatun Chasanah, MA., yang tak pernah

lelah membimbing penulis, kakak-kakakku Dede Ardiansyah terima kasih

untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

menjadi tempat berlindung, teh Herlina Agustya, A Joko Hermansyah,

Adikku Mayang Delia, Bibiku Lilis Kholishoh yang selalu memberikan

kekuatan serta semua saudara-saudara lain yang tidak bisa disebutkan satu

persatu. Merekalah yang senantiasa mendoakan dan memotivasi penulis

untuk terus berkreasi dan mencar ilmu. Kalianlah salah satu alasanku

mencapai cita-cita.

Page 8: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

viii

2. Kepada Yth. Anwar Syarifuddin M. A. Selaku pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktu , pemikiran untuk berdialog dengan penulis

serta memberikan motivasi yang sangat luar biasa dan berharga. Semoga

Allah SWT. senantiasa menjaga kesehatan belaiu, memberikan

keberkahan hidup serta kebahagian dunia akhirat atas perjuagan beliau

membeeimbing saya dalam menyelsaikan skripsi ini dengan baik.

3. Kepada Yth. Segenap civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta; Prof. Dr. Dede Rosyada (Rektor), Prof. Dr. Masri Mansoer,

M. A. Selaku Dekan fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif

Hidayatullah jakarta.

4. Kepada Yth. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M. A. Selaku ketua jurusan

Program Studi Tafsir-Hadis dan Dra. Banun Binaningrum, M. Pd.

Selaku sekretaris Program Studi Tafsir-Hadis.

5. Kepada Yth. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir-

Hadisyang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan ilmu

dan motivasi selama di bangku kuliah serta dukungannya kepada

penulis dalam batasan-batasan tertentu yang dapat penulis terima,

sehingga penulis sedikit banyak mengetahui informasi tentang

dinamika pengetahuan yang ada. Serta seluruh Guruku baik di Pondok

Pesantren Ummul Qura tempat saya menuntut ilmu yang doanya selalu

diharapkan.

6. Program Beasiswa BIDIK MISI, yang telah mengantarkan penulis

untuk dapat Ṭolab al-„Ilm dikampus tercinta UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Page 9: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

ix

7. Suami tercinta Mohamad Subhan, S. Sy atas segala kekuatan,

semangat, motivasi serta selalu sabar mengingatkan penulis agar tidak

patah semangat dalam setiap keadaan.

8. Kepada Ulfatun Najah, S. Ag., Nida Nurjannah, S. Pd., dan Anisa

Syifa Fauziah, S. E yang selalu setia menemani penulis dalam suka

dan duka.

kepada kawan-kawan seperjuangan Muslimah Tafsir-Hadis 2012, Th. C

2012 khususnya sahabat-sahabat yang selalu memotivasi Hafizah Hanifiah, S. Th.

I., Siti Ana Mariyam, S. Th. I., Itah Maftuhatu Rahmah, S. Th. I., Nia Hidayati,

Hamami Suhendar, S. Th. I., Ayatullah Jazmi, Fatimatuzzahra, Rizki Suryana dan

sahabat lintas jurusan Annisa Rahmawati. S. Ip.

Page 10: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

x

PEDOMAN TRANSLITERASI

Arab Indonesia Inggris

A A ا

B B ب

T T ت

Ts Th ث

J J ج

Ḥ Ḥ ح

Kh Kh خ

D D د

Dz Dh ذ

R R ر

Z Z ز

S S س

Sy Sh ش

Ṣ Ṣ ص

Ḍ Ḍ ض

Ṭ Ṭ ط

Ẓ Ẓ ظ

„ „ ع

Gh Gh غ

F F ف

Q Q ق

Page 11: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

xi

K K ك

L L ل

M M م

N N ن

W W و

H H ه

„ ‟ ء

Y Y ي

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, alih

aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fathah ـ

I Kasrah ـ

U ḏammah ـ

Page 12: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

xii

Adapun vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي___ Ai

a dan i

و___ Au a dan u

Vokal Panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ā a dengan topi di atas ا

Ī i dengan topi di atas ي

Ū u dengan topi di atas و

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitualif dan lam, dalam bahasa Indonesia dialih aksarakan menjadi huruf

“l”, baik diikuti oleh huruf syamsiyah maupun qamariyah. Contoh: al-rijālbukan

ar-rijāl, al-diwān bukan ad-diwān.

Page 13: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

xiii

Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tashdidyang dalam sistem tulisan Arabdilambangkan dengan

menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang

yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata الضرورةtidak ditulis aḏ-

darūrah melainkan al-darūrah.

Ta Marbūṭah

Jika huruf ta marbūṭahterdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf

tersebut dialihaksarakan menjadi huruf (h). Misalnya,طريقة (ṭarīqah). Jika huruf ta

marbūṭahtersebut diikuti dengan kata benda, maka huruf tersebut dialihaksarakan

menjadi huruf (t). Misalnya, وحدة الوجود(waḥdat al-wujūd)

Huruf Kapital

Meskipun dalam system tulisan arab huruf capital tidak dikenali, dalam alih

aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan

yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara

lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,

nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata

sandang maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri

tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya, (contoh: Abū Ḥāmid Al-

Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi).

Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan

dalam alih aksara ini. Misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)

Page 14: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

xiv

atau tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku ini ditulis dengan cetakan miring,

maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.

Terkait dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari

dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akan katanya

berasal dari bahasa Arab. Misalnya, ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak „Abd

al-Ṣamad al-Palīmbānī; Naruddin al-Raniri, tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.

Page 15: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

xv

Daftar Isi

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................Error! Bookmark not defined.

NAMA-NAMA TIM PENGUJI .......................................................................................iv

PERSETUJUAN PANITIA UJIAN ................................................................................ v

ABSTRAK .........................................................................................................................vi

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................................... x

BAB I .................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................................................. 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................................... 12

D. Kajian Pustaka .................................................................................................... 12

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ......................................................... 13

F. Sistematika Penulisan ......................................................................................... 14

BAB II .............................................................................................................................. 16

TINJAUAN UMUM TENTANG TAFSIR AL-QUR’ĀN AL-‘AẒĪM DANTAFSIRFĪ

ẒILĀL AL-QUR’ĀN ........................................................................................................ 16

A. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim .............................................................................. 16

1. Sekilas tentang Ibn Katsir .............................................................................. 16

2. Kedudukan Keilmuannya .............................................................................. 17

3. Guru-guru Ibn Katsir ..................................................................................... 18

4. Karya-karyanya .............................................................................................. 21

5. Metode Penafsiran .......................................................................................... 22

B. Tafsir Fī Ẓilāl Al-Qur’ān .................................................................................... 23

1. Sekilas tentang Sayyid Quṭb .......................................................................... 23

2. Pemikiran dan Karya-karyanya .................................................................... 25

3. Metode dan Corak Penafsirannya ................................................................. 31

BAB III ............................................................................................................................. 33

TINJAUAN UMUM TENTANG DA’WAH BIL-LISAN ........................................... 33

A. Pengertian Dakwah dan Ceramah .................................................................... 33

Page 16: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

xvi

B. Kata-kata Yang Semakna dengan Dakwah ...................................................... 35

1. Tabligh ............................................................................................................. 35

2. Nasihat ............................................................................................................. 36

3. Tabsyir dan Tandzir ....................................................................................... 37

4. Khotbah ........................................................................................................... 38

5. Waṣiyyah dan Tauṣiyyah............................................................................... 39

6. Tarbiyyah......................................................................................................... 40

7. Amar Ma’ruf Nahi Munkar ........................................................................... 41

C. Media dan Metode Dakwah ............................................................................... 42

a. Media Dakwah ................................................................................................ 42

b. Metode Dakwah .............................................................................................. 44

D. Sikap Dai Terhadap Masyarakat .................................................................. 47

BAB IV ............................................................................................................................. 50

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA PENAFSIRAN IBN KATSIR DAN

SAYYID QUṬB TERHADAP QS. AL-BAQARAH [2]: 41 DAN QS AL-MAIDAH

[5]:44 ................................................................................................................................ 50

A. Prilaku Bangsa Yahudi yang menukarkan Taurat dengan harta benda duniawi

...................................................................................................................................... 50

B. Pandangan Ulama tentang Upah Ceramah Agama ............................................ 60

C. Apakah Upah Ceramah Boleh ditentukan Seperti Tarif Pekerjaan? ............... 65

BAB V .............................................................................................................................. 71

PENUTUP ........................................................................................................................ 71

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 71

Daftar Pustaka ................................................................................................................ 73

Page 17: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟an dan al-Sunnah adalah Kitab yang harus dijadikan sumber

rujukan aqidah, yang telah tertancap pertama kali di permukaan bumi dan

menghapus jahiliyah serta menjadikan kita sebaik-baik umat yang ditampilkan

untuk kebaikan manusia. Itulah wahyu Allah kepada Nabi Muhammad SAW.

yang kemudian beliau ajarkan kepada manusia dan menjadikan kader-kader

aqidah yang sebenarnya. Dan cara al-Qur‟an dalam menjelaskan aqidah

merupakan sebaik-baik cara yang sangat sempurna, yang memateri hati dengan

aqidah dan mmancarkan mata air imani. Allah berfirman:

لذ جبءو ج١ وزبة س ﴾٥١﴿هللا ا ارجع سض هللا ذ ث ٠ اغ عج ٠خشج

اظ س ثار ۦبد ا ا غزم١ ئ صشاط ذ٠ ٠ ﴿٥١﴾

“sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dri Allah, dan kitab yang

menerangkan kepadanya”

“Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhoan-

Nya ke jalan keselamatan, dan dengan itu pula Allah mengeluarkan orang-orang

itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan izin-Nya, dan

menunjuki mereka ke jalan yang lurus”. (QS. Al- Maidah [5]: 15-16)

Page 18: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

2

Sistem al-Qur‟an dalam meyakinkan aqidah tauhid, hari kebangkitan dan

pembalasan ke dalam hati manusia adalah cara yang indah dan menakjubkan,

mudah dan memudahkan. Allah berfirman:

ش ذو وش ـ ز مشآ مذ ٠غشب ا ﴿٥١﴾

“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan al-Qur‟an untuk pelajaran, maka

adakah oramg yang mengambil pelajaran”. (QS. Al-Qamar [54]: 17)

Sedangkan sunnah Rasulullah SAW. berfungsi untuk menerangkan dan

memperjelas Kitabullah. Di dalamnya terdapat segala macampetunjuk terhadap

orang-orang yang menegakan aqidah islam dalam dirinya.1 Rasulullah SAW.

bersabda:

رشوذ ـ١ى عز رضا ثعذ أثذا وزبة هلل ب ث غىز ر ب ئ س٠ ا

"Aku tinggalkan kepadamu dua masalah. Selama kamu berpegang teguhdengan

keduanya, kamu tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan sunnahku

. "

Tugas terbesar umat Islam adalah memimpin dunia, mengajar seluruh

kemanusiaan kepada Islam, membimbing kepada cara hidup Islam, kepada ajaran

yang baik, karena tanpa Islam manusia tidak mungkin mendapatkan bahagia.

Tugas ini bukan tugas juz‟iyah, bukan tugas sampingan dan bukan tugas

sebagian-sebagian. Bukan tugas yang hanya untuk mencapai tujuan-tujuan

terbatas dalam aspek politik, sosial dan ekonomi saja. Buka pula hanya untuk satu

tempat atau daerah tertentu. Buka pula terbatas kepada satu bangsa dan tanah air

1 Muṣṭafa Mansyur, Fiqih Dakwah, (Jakarta: I’tiṣom, 2000)h. 100

Page 19: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

3

tertentu. Akan tetapi tugas ini merupakan tugas agung yang meliputi segenap sisi

kehidupan, demi kebaikan seluruh manusia dan kemanusiaan sejagat yang paling

sempurna dan bermanfaat. Bahkan untuk kebaikan bagi seluruh makhluk Allah,

karena Rasulullah SAW. diutus untuk membawa rahmat bagi seluruh alam.

Adapun balasannya, sangat besar. Yang lainnya adalah kecil belaka.

Segala yang ada di dalam hidup kita di dunia, berupa kenikmatan, kekuasaan,

kesenangan, dan kemewahan semuanya kecil belaka. Balasannya berupa surga

seluas langit dan bumi. Di dalamnya disediakan segala sesuatu yang tidak pernah

dilihat oleh mata, tidak pernah dilihat oleh telinga, dan tidak pernah terlintas di

dalam pikiran, di surga kita akan bersama-sama dengan Nabi-nabi, para syuhada,

para ṣaddiqin, dan para ṣalihin, karena merekalah sebaik-baik sahabat. Kita akan

selamat dari azab neraka yang kayu apinya dari batu dan manusia. Puncak dari

semua itu adalah keridhoan Allah.2

Ceramah agama atau yang sering kita sebut dengan dakwah merupakan

ajakan atau seruan kepada yang baik dan yang lebih baik. Dakwah mengandung

ide tentang progresivitas, sebuah proses terus menerus menuju kepada yang baik

dan yang lebih baik dalam mewujudkan tujuan dakwah tersebut. Dengan begitu,

dalam dakwah terdapat sebuah ide dinamis, sesuatu yang terus tumbuh dan

berkembang sesuai dengan tuntunan ruang dan waktu. Sementara itu, dakwah

dalam prakteknya merupakan kegiatan untuk mentransformasikan nilai-nilai

agama yang mempunyai arti penting dan berperan langsung dalam pembentukan

persepsi umat tentang berbagai nilai kehidupan.3Oleh karena itu, dapat disebut

2 Muṣṭafa Mansyur, Fiqih Dakwah, (Jakarta: I’tiṣom, 2000)h. 6

3 Wahyu Ilaihi, Komunikasi dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosda karya, 2010), h. 17

Page 20: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

4

bahwa da‟i adalah orang yang mengajak/mubaligh yaitu orang yang mengajak

kepada suatu tujuan. Menurut HSM Nasarudin Latief,yang dimaksud da‟i ialah

orang muslim yang menjadikan dakwah sebagai suatu tugas amaliah pokok

baginya selaku ulama, ahli dakwah, juru dakwah, muballigh atau mustami‟in (juru

penerang agama) yang menyeru, mengajak, dan memberi pengajaran dan

pelajaran agama Islam.

Sebagai agen pembentuk dan perubahan masyarakat, agar lebih baik, maka

dakwah jelas mempunyai peranan dan pengaruh yang sangat luas terhadap

kehidupan masyarakat. Antara masyarakat dan dakwah akan selalu terlibat dalam

hubungan yang pengaruh-mempengaruhi. Seperti halnya dengan pendidikan,

maka dakwah akan membentuuk masyarakat yang bertanggungjawab, bahkan

lebih dari itu, dakwah akan membentuk masyarakat yang baik, yang berakhlak

mulia, yang bertaqwa kepada Allah SWT. berbakti kepada-Nya dan mengetahui

fungsinya sebagai manusia. Dakwah tidak hanya sebagai sarana komunikasi

massa, yang hanya akan memberikan apa adanya saja, buruk maupun baik, akan

tetapi dakwah akan berkomunikasi dengan masyarakat dengan ketegasan

pandangan, bahwa yang baik harus dimenangkan dan yang tidak baik harus

dikalahkan.4

Jalan dakwah tidak di taburi bunga-bunga harum, tetapi merupakan jalan

sukar dan panjang. Karena, antara yang haq dan yang baṭil ada pertentangan

nyata. Dakwah memerlukan kesabaran dan ketekunan memikul beban berat.

Dakwah memerlukan kemurahan hati, pemberian dan pengorbanan tanpa

mengaharapkan hasil yang segera, tanpa putus asa dan putus harapan. Yang

4 M. Syafaat Habib, Buku Pedoman Dakwah, (Jakarta: Widjaya, 1982)h. 206

Page 21: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

5

diperlukan ialah usaha dan kerja yang terus-menerus dan hasilnya terserah kepada

Allah, sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.5

Tetapi orang yang berjalan

diatasnyasenantiasa dihadapkan kepada penyelewengan yang dapat menjauhkan

dia dari perjalanan yang benar. Keadaan demikian terjadi karena dia telah

menyeleweng dan menimpang dari jalannya atau dia telah mengubah niatnya. Dan

jika bukan karena penyelewengan atau perubahan niat, dia pasti akan kembali ke

pangkal jalan yang benar. Penyelewengan ini terjadi karena dia terlalu gairah dan

bersemangat. Terutama ketika kita menyangka bahwa mereka yang berdakwah

sekarang ini adalah orang-orang yang benar, bersungguh-sungguh dan ikhlas,

padahal sebenanya mereka hanyalah bersimpati dan terpengaruh dengan apa yang

mereka dengar dan saksikanterhadap berbagai penindasan, gangguan, siksaan,

terhadap para da‟i sebelum mereka.6

Dewasa ini modernisasi ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya

media masa salah satunya adalah televisi. Pemanfaatan teknologi modern sebagai

media dakwah menjadi salah satu sarana yang paling efektif untuk

menyebarluaskan ajaran Islam. Kemajuan di bidang informasi dan telekomunikasi

sudah dimanfaatkan oleh para praktisi dakwah sebagai media dalam melakukan

dakwah Islam, sehingga para da‟i mendapatkan kesempatan menyampaikan ajaran

agama Allah dan ilmu pengetahuan kepada masyarakat luas. Ini merupakan

prestasi yang sangat membanggakan, kita bisa menyaksikan ceramah agama yang

rutin ditayangkan televisi setiap hari setelah sholat subuh di hampir semua chanel

nasional oleh da‟i dan da‟iah dengan penyampaian yang menarik, gaya, serta ciri

khas masing-masing da‟i. Peningkatan kualitas da‟i sangat penting karena tugas

5 Muṣṭafa Mansyur, Fiqih Dakwah, (Jakarta: I’tiṣom, 2000)h. 7

6 Muṣṭafa Mansyur, Fiqih Dakwah, (Jakarta: I’tiṣom, 2000)h. 28

Page 22: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

6

dakwah tidaklah mudah, karena memerlukan keahlian, keterampilan tersendiri,

baik dari segi intelektual, emosional, maupun spiritual.7

Seiring dengan maraknya da‟i yang muncul di layar televisi, sehingga

memunculkan minat masyarakat untuk turut menghadirkan da‟i tersebut ke

hadapan jamaah di majlis taklim mereka, namun tidak sedikit yang mengeluh dan

kecewa dengan tanggapan dari oknum-oknum da‟i yang memberikan tarif terlalu

tinggi hingga akhirnya mereka gagal mengundang da‟i yang dimaksud. Dalam

sebuah pengamatan yang dilakukan oleh Ali Mustafa Yaqub tarif termahal dalam

berdakwah adalah Rp 100 juta untuk satu kali ceramah dan paling murah adalah

10 juta.8Hal ini memunculkan pandangan masyarakat yang negatif terhadap para

da‟i akhir-akhir ini, seolah dakwah menjadi kegiatan bisnis, padahal dakwah

bukan kegiatan bisinis, tetapi kegiatan sosial-keagamaan. Salah satu ciri khusus

kegiatan sosial adalah keterlibatn sukarelawan. Mereka bekerja tanpa

mengharapkan upah atau gaji. Akan tetapi, mereka tidak dilarang untuk menerima

upah yang tidak di mintanya tersebut. Pendakwah adalah sukarelawan yang

memenuhi panggilan Allah. Sebagai konsekuensinya, pendakwah yang meminta

upah dari dakwahnya dalam Al-Qur‟an disebutkan bahwa Nabi Hud as. berkata

kepada kaumnya:

وما اسالكم عليه من اجر إن أجري إال على رب العاملين

Dan sekali-ali aku tidak meminta upah kepadamu atas ajakan itu, upah ku tidak

lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. (QS. Asy-Syu‟ara‟: 127)

7 A. Ilyas Ismail, Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan

Peradaban Islam, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 65. 8Ali Mushafa Ya’qub, “Dai Bertarif” Republika, Selasa 23 Agustus 2013. Diakses dari

http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/13/08/26/ms59jb-dai-bertarif pada tanggal 2 Juni 2016..

Page 23: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

7

Nabi-nabi yang lain juga mengatakan hal yang sama kepada umatnya. Ayat di atas

di ulang dalam surat asy-Syu‟arā‟ sampai lima kali, yaitu ayat 109 (peryataan nabi

Nūḥ as.), ayat 127 (pernyataan nabi Hūd as.), ayat 145 (pernyataan Nabi Ṣālih

as.), ayat 164 (pernyataan nabi Lūṭ as.), ayat 180 (pernyataan Nabi Syu‟aib as.).

dengan redaksi yang hampir sama disebutkan juga dalam surat Hūd ayat 29, dan

51, surat Yāsīn ayat 21, Yūnus ayat 72,. Hanya saja, masing-masing ayat tersebut

tidak melarang dengan tegas melainkan hanya menunjukan akhlak para nabi

dalam melakukan dakwah. Artinya, bentuk teks yang tersurat hanya menampilkan

aspek keteladanan para nabi, yakni menunjukan keikhlasan dalam berdakwah.

Ayat lain yang terkait dengan ayat-ayat di atas adalah surat al-Baqarah:41 dan al-

Maidah: 44.9

مصدقا ملا معكم وال تكىن اول كافربه وال تشتروا بااتي ثمنا وءامنى بما اهزلت

قليال وااي فتقىن

Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah aku turunkan(al-Quran) yang

membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi

orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-

ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada-Kulah kamu harus

bertaqwa.10

Dalam riwayat Abu Daud (1994, III: 238: no. 3416), „Ubaidah bin al-

Shamit bercerita: “aku telah mengajarkan menulis dan membaca Al-Qur‟an

kepada masyarakat al-Ṣuffah. Kemudian ada seseorang diantara mereka yang

memberikan hadiah busur panahkepadaku. Aku berkata, “apakah busur tersebut

tidak termasuk harta benda, sementara aku melemparnya untuk jalan Allah? Aku

akan mendatangi Rasulullah SAW. Untuk menanyakannya” saat datang di tempat

9 Muhammad Fuad Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li alfadz al-Qur’an (Kairo: Dar al-

Hadits, 2007)h. 33 10

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Syamil Cipta Media, tt.

Page 24: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

8

pertemuan, aku bertanya, “Wahai Rasulullah SAW, seseorang memberi hadiah

busur kepadaku atas pengajaran al-Qur‟an kepadanya, apakah itu termasuk harta

benda, sedangkan aku melemparkannya di jalan Allah?” “Jika kamu suka

menyalakan baraapi, maka terimalah”, jawab Rasulullah SAW.

Berdasarkan al-Quran dan al-Hadis di atas, menurut sebagian ulama,

hukum meminta dan menerima imbalan karena memberikan jasa dakwah adalah

makruh. Jika ia melakukannya, maka ia tidak dikenakan dosa, melainkan hal itu

bisa menjatuhkan martabatnya. Secara etika, meminta imbalan dari kegiatan

dakwah lebih buruk daripada sekedar menerimanya. Meminta berarti pendakwah

menentukan besaran honororium, baik secara sepihak maupun secara negoisasi.

Sedangkan menerima imbalan semata, artinya tanpa meminta-minta berarti

pendakwah bersikap pasif, tidak meminta-minta merupakan penentuan dari mitra

dakwah, sementara pendakwah berhak menerimanya atau menolaknya.M. Quraish

Shihab (1992:109) menyatakan, “Pada hakikatnya, menerima sesuatu yang

berbentuk materi, baik oleh para nabi maupun pelanjut mereka, tidak dilarang

oleh surat al-Mudatsir ayat 6, „Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud)

memperoleh (balasan) yang lebih banyak.‟” Ibnu Katsir mengatakan:

“Mengajarkan ilmu dengan menentukan honorarium adalah kearifan. Jika

hal itu telah menjadi tugasnya yang di tentukan negara, maka ia tidak

boleh mengambil upah lagi, tetapi ia diperkenankan memperoleh gaji dari

Baitul Mal (negara) yang dapat mencukupi keadaan dirinya dan

keluarganya. Akan tetapi, jiak ia tidak menerima apa pun dari Baitul Mal,

sementara pengajaran ilmu dapat terhenti akibat mencari nafkah, maka ia

seperti orang yang tidak di beri tugas. Ketika seseorang mengajarkan ilmu

tanpa ada tugas yang di tentukan negara, maka ia di perbolehkan

mengambil ongkos dari pengajarannya. Demikian pendapat Imam Malik,

Imam al-Syafi‟i, Imam Ahmad, dan sebagian besar para ulama”.11

11

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: KENCANA, 2004), h. 257.

Page 25: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

9

Berangkat dari fenomena ini Ittihadul Muballigin organisasi dai yang di

pimpin oleh KH Syukron Ma‟mun pada tanggal 25-28 juni 1996 dalam

musyawarah nasional (Munasnya yang ke-4), yang dihadiri 350 peserta, para

ulama dan da‟i seluruh Indonesia merumuskan enam butir kode etik dakwah. Di

antara kode etik dakwah itu, da‟i tidak boleh memungut imbalan dari masyarakat

yang didakwahi, ini mendapat apresiasi masyarakat termasuk Menteri Agama

ketika itu Dr Tarmizi Taher.12

Diantara hal penting untuk keberhasilan dakwah,

adalah keikhlasan yang menghiasi juru dakwah ketika ia berdakwah, bertujuan

untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT, dan mendapat segala hal yang

dipersiapkan Allah untuk para walinya yang bertaqwa dan hamba-Nya yang

beriman. Dakwah tidak akan berhasil kecuali jika semua perkataan, perbuatan

serta niat dan tujuannya benar-benar ikhlas karena Allah SWT, karena dakwah

adalah ibadah dan disyaratkan keikhlasan dan mutāba‟ah (mengikuti cara nabi)

dalam sahnya dakwah sebagaimanaa disyaratkan dalam ibadah lainnya.

Semua ibadah harus berdasarkan keikhlasan dan mutāba‟ah. Hal ini

ditegaskan oleh Syaikh as-Sa‟di, di mana beliau berkata,”semua ibadah adalah

sama, baik yang tidak tampak (bāṭin) seperti cinta kepada Allah, takut kepada

Allah, berharap kepada Allah, tawakal kepada Allah, mencintai amal dan orang

yang mencintai Allah, dan mengagungkan sesuatu yang diagungkan Allah,

ataupun ibadah yang tampak (ẓāhir) seperti menunaikan syariat-syariat yang

zahir, baik berkaitan dengan hak Allah semata, atau berkaitan dengan hak

makhluk. Semuanya mesti berdasarkan keikhlasan untuk Allah dan sesuai dengan

12

Ali Mushafa Ya’qub “Dai Bertarif” Republika, Selasa 23 Agustus 2013. Diakses dari http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/13/08/26/ms59jb-dai-bertarif pada tanggal 2 Juni 2016..

Page 26: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

10

sesuatu yang diajarkan oleh Rasul SAW (mutāba‟ah). Barangsiapa yang

diberikan karunia oleh Allah untuk menggabungkan kedua landasan tersebut

maka dia berbahagia, dan barangsiapa yang kedua landasan tersebut atau salah

satu luput darinya, maka dia akan merugi, lalu tidak ada lagi yang lebih

bermanfaat bagi seorang hamba daripada menjadikan keikhlasan dan mutaba‟ah

berada dihadapannya dalam segala hal yang akan dilakukannya atau yang telah

beralu, demikian pula pada setiap ucapan dan perbuatannya, sehingga keikhlasan

dan mutaba‟ah benar-benar menjadi sifat bagi dirinya, dan semua tujuan yang

menafikan keikhlasan lenyap darinya.”13

Adapun alasan yang mendorong penulis mengangkat ke permukaan

tentang masalah ini adalah karena terdapat perasaan khawatir yang mendalam di

kalangan masyarakat terhadap tarif yang ditetapkan oleh para da‟i ini yang

menyebabkan tercorengnya nama da‟i yang berprilaku seperti itu belakangan ini.

Begitu pula munculnya fenomena seputar berkurangnya kepercayaan masyarakat

kepada para da‟i televisi, yaitu dengan maraknya penyebutan istilah ustadz honor,

ustadz seleb dan sebagainya, yang memandang bahwa para da‟i televisi yang

menetapkan tarif tinggi sebagai aktivitas menjual ayat Allah sebagaimana

digambarkan dalam QS al-Baqarah[2]:41.

Untuk itulah, pada skripsi ini penulis mengambil tema pembahasan

tentang tafsir QS al-Baqarah[2]:41 ini melalui penafsiran Ibn Katsīr dan Sayyid

Quṭb karena penulis ingin melihat begaimana sosok mufassir abad pertengahan

seperti Ibnu Katsir dan mufassir era modern seperti Sayyid Quṭb menanggapi

permasalahan tentang “menjual agama” sesuai dengan petunjuk Al-Qur‟andalam

13

As-Suhaimi, Begini Seharusnya Berdakwah, (Jakarta: Darul Haq, 2008), hal. 29.

Page 27: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

11

segenap makna dan konteks penafsirannya, sehingga kemudian dapat diterapkan

pada fenomena kekinian seperti yang terjadi dalam kasus para da‟iyang menerima

upah ceramah.

Sedangkan penulis mengambil Ibnu Katsir karena beliau adalah seorang

tokoh mufasir klasik yang konservatif dengan metode penafsiran yang bersifat

tradisional dalam menyajikan riwayat-riwayat penafsiran dengan tidak bergantung

pada sumber-sumber lain. Sementara Sayyid Quṭb dalam tafsirnya memebri

banyak pemecahan masalah bagi persoalan-persoalan sosial kemasyarakat yang

terjadi di era modern belakangan ini. Atas dasar latar belakang tersebut, penulis

tertarik melakukan penelitian ini dengan judul:” IMBALAN CERAMAH

AGAMA KAJIAN (Penafsiran QS Al-Baqarah: 41 Menurut Ibn Katsir Dan

Sayyid Quṭb)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk memperjelas dan menghindari pembahasan yang tidak mengarah pada

maksud dan tujuan penulisan skripsi ini, maka penulis akan membatasi

permasalahan dengan menitikberatkan pada penafsiran Ibnu Katsir dan Sayyid

Quthb terhadap ayat-ayat yang berhubungan dengan imbalan ceramah dalam kitab

tafsirnya, yaitu Tafsir al-Qur‟an al-Aẓīmkarya Ibnu Katsir dan tafsir FīẒilāl Al-

Qur‟ān karya Sayyid Quṭb dengan membandingkan kedua pandangan mufasir

tersebut.

Berdasarkan pembatasan di atas, maka penulis merumuskan permasalahannya

pada bagaimana penafsiran QS Al-Baqarah/2:41 dalam Tafsir al-Qur‟an al-Aẓīm

karya Ibnu Katsir dan tafsir Fī Ẓilāl Al-Qur‟ān karya Sayyid Quṭb?

Page 28: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memenuhi tugas akhir bagi

pemberian gelar sarjana di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

pengembangan bidang keilmuan tafsir dalam kerangka pembahasan dimaksud.

Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah memberikan wawasan

penjelasan kepada masyarakat yang jika memang dapat dipegangi dapat

meluruskan pemahaman yang keliru yang selama ini ada tentang persoalan

menentukan upah dalam berdakwah. Dengan menelusuri pendapat para mufassirin

diharapkan pandangan-pandangan mereka dapat menggali semangat al-Qur‟an

bagi persoalan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat masa kini.

D. Kajian Pustaka

Untuk menghindari kesamaan pembahasan pada skripsi ini dengan skripsi

lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan atau memiliki

kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi acuan penulis untuk

memanfaatkan celah permasalahan yang belum diangkat dalam penelitian

sebelumnya, termasuk tidak menerapkan metodologi yang sama, sehingga

penulisan ini benar-benar memiliki distingsi dari kajian yang telah ada.

Berdasarkan hasil penelusuran penulis, penulis menemukan ada beberapa

karya yang membahas permasalahan ini, yaitu skripsi oleh Fiqri Abdurrahman

yang berjudul “Upah Ceramah Agama dalam Perspektif Hadis”, tahun 2015, no.

395 skripsi ini membahas pada kajian hadis-hadis yang berkenaan dengan “Upah

Ceramah Agama dalam Perspektif Hadis”. Skripsi ini menjelaskan tentang jumhur

ulama yang membolehkan menerima upah namun tidak dijadikan sebagai tujuan

Page 29: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

13

untuk mendapatkan ma‟isyah (mata pencaharian). Selain itu ada skripsi oleh Titin

Hartini yang berjudul “Imbalan Mengajarkan al-Qur‟an Dalam Perspektif Hadis”,

tahun 2006, no. 2018 skripsi ini membahas kajian hadis-hadis yang berkenaan

dengan imbalan mengajarkan al-Qur‟an berdasarkan waktu dan tata cara

memberikan imbalan tersebut.

Dari tinjauan di atas, dapat penulis katakan bahwa pembahasan skripsi ini

berbeda dengan karya di atas, karena penulis membahas tarif setelah ceramah

agama berdasarkan pada pokok bahasan tafsir al-Qur‟an, bukan kajian hadis

seperti yang dilakukan dalam penelitian skripsi sebelumnya.

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Bentuk penelitian ini adalah library research (penelitian kepustakaan)

yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengklarifikasi, serta menelaah

beberapa literatur yang berkaitan dengan inti permasalahan. Kegiatan

pengumpulan data dalam kegiatan ini di laksanakan dengan menggali informasi

atau pesan dari bahan-bahan tertulis dari beberapa buku-buku, artikel, jurnal dan

sebagainya.

Analisis terhadap pembahasan penelitian ini akan dilakukan dengan

metode perbandingan (comparative), yaitu dengan membandingkan pandangan

mufassir abad pertengahan yang diwakili Ibn Katsir dan pendapat mufassir

kontemporer yang didapatkan dalam penafsiran Sayyid Quṭb. Kedua tafsir juga

memiliki perbedaan corak yang sangat menarik untuk diketahui bagaimana

perbedaan corak penafsiran riwayat dalam tafsir Ibn Katsir dibandingkan dengan

corak adabi-ijtima‟i yang dikandung oleh penafsiran Sayyid Quṭb.

Page 30: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

14

Adapun teknik penulisan skripsi ini mengacu kepada Buku Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Ushuluddin, dan Buku Pedoman Akademik UIN

Jakarta 2008.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terbagi menjadi lima bab, setiap bab terdiri dari beberapa sub-

sub bab yang dimaksudkan untuk mempermudah dalam penyusunan serta

mempelajarinya, dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah,

batasan dan rumusan masalah, langkah-langkah penelitian, kajian pustaka, tujuan

penelitian dan diakhiri dengan sistematika penulisan. Bab ini berusaha

memberikan gambaran singkat tentang masalah yang akan dibahas pada bab-bab

selanjutnya.

Bab II menerangkan tentang biografi singkat dua mufasir, yaitu Ibnu

Katsir dan Sayyid Qutb, yang karyanya dijadikan acuan dalam penelitian ini dan

meliputi biografi, pemikiran dan karya-karya yang dihasilkan, dan metode serta

corak tafsir yang digunakan.

Bab III membahas tentang pengertian ceramah, media dan metode

caramah, dan pendapat ulama tentang menerima upah setelah ceramah agama.

Bab IV secara rinci membahas QS Al-Baqarah:41 dengan membandingkan

pendapat Ibnu Katsir dan Sayyid Qutb terhadap upah dalam ceramah agama, dan

apakah upah boleh ditentukan seperti tarif pekerjaan.

Page 31: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

15

Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan yang didapat dari

pembahasan dan merupakan jawaban dari pertanyaan pada perumusan masalah

dan juga berisi saran-saran penulis.

Page 32: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

16

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TAFSIR AL-QUR’ĀN AL-‘AẒĪM

DANTAFSIRFĪ ẒILĀL AL-QUR’ĀN

A. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim

1. Sekilas tentang Ibn Katsir

Nama beliau adalah Abu al-Fida‟ Ismāīl ibn Umar ibn Katsīr ibn Dhau‟ ibn

Katsīr, al-Quraisy, ad-Dimasyqi, asy-Syafi‟i. Dia adalah seorang Imam, al-Hafidz,

al-Hujjah, ahli hadis, ahli sejarah, tsiqah (bisa dipercaya), memiliki banyak

keistimewaan, penopang agama. Ibn Katsir lahir di Mijdal, bagian dari Buṣra

(Baṣrah), ayahnya berasal dari Buṣra sedangkan ibunya dari desa Mijdal.

Ibnu Katsir lahir pada tahun 700 H, mulai menyibukan diri dengan ilmu

lewat kakaknya yang bernama Abdul Wahhab dan berusaha dengan gigih untuk

memperkaya ilmu kepada ulama-ulama besar pada zamannya. Ia pun menghafal

al-Qur‟an dan menghatamkan hafalannya pada tahun 711 H dan membaca al-

Qur‟an dengan banyak qira‟ah, hingga ad-Dawudi memasukan dirinya pada

jajaran al-Qurra‟ (ahli qira‟ah). Kemudian mendalami masalah fiqih kepada dua

syaikh, yaitu Burhanuddin al-Fazari14

dan Kamaluddin ibn Qadhi Syahbah.15

14

Ibrahim bin Abd al-Rahman ibn Ibrahim ibn Dhiya’ ibn Siba’ al-Fazari, yang dikenal dengan Burhanuddin bin al-Firkah, beliau adalah orang yang senantiasa memfokuskan hidupnya dengan ilmu pengetahuan, mengajar dan memberikan catatan pada pinggir kitab, orang lulus reputasinya, sangat wara’, keunggulannya dalam bidang fiqih telah disepakati, dan juga ikut terlibat dalam berbagai ilmu ushul, nahwu dan hadits. Beliau wafat pada bulan Jumadil Ula tahun 729 H. Ibn Katsir belajar Shahih Muslim dan lain-lain.Abdullah bin Abdul Muhsin At-Turki, Al-Bidayah wa An-Nihayah (Ibnu Katsir),(Jakarta, Pustaka Azam, 2013)h. 18

15Abu Muhammad Abdul Wahab ibn Dzuaib ibn Qadhi Syahbah (653-726 H). an-Nu’aimi

mneceritakan, Ibn Katsir belajar fiqh dari Kamaluddin ibn Qadhi syahbah. Diakses pada tanggal 2-Januari-2016 dari http://maribelajarngilmu.blogspot.co.id/2016/01/sejarah-ulama-ibnu-katsir.html?m=1

Page 33: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

17

Hafal at-Tanbih karya asy-Syirazi tentang Furu‟ asy-Syafi‟iyah, dan Mukhtashar

Ibn al-Hajib tentang al-Ushul. Ia juga duduk dalam majlis al-Hafiẓ al-Kabir, Abu

al-Hajjaj al-Mizzi, membacakan kitab karyanya tentang para perawi, yaitu

“Tahdzib al-Kamal”, dan kemudian menikahkan puterinya yang bernama Zainab.

Ia termasuk murid Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah yang paling mulia,

bermulazamah kepadanya hingga tamat.

Al-Hafidz Ibn Katsir termasuk pembesar ulama pada zamannya. Ia banyak

mendapatkan pujian dari ulama-ulama saat itu dan juga dari murid-muridnya serta

dari orang-orang yang datang setelahnya dengan pujian yang luar biasa dalam

Ṭabaqat al-Hufaẓ.

2. Kedudukan Keilmuannya

Kedudukan keilmuan Ibn Katsir mulai diakui sejak di tengah-tengah

berbagai lembaga yang dipimpinnya dan berbagai masjid yang menjadi sarana

untuk menyampaikan berbagai pelajaran serta tampak pada berbagai karya tulis

yang disusunnya dalam bidang tafsir, sejarah dan hadis.

Ada beberapa lembaga yang dikelola oleh Ibn Katsir menurut Abd Allah ibn

Muhsin at-Turki, seperti Madrasah Darul Hadits al-Asyrafiyah, Madrasah ash-

Shalihiyyah, Madrasah an-Najibiyah, Madrasah at-Tankaziyah dan Madrasah an-

Nuriyah al-Kubra. Sedangkan masjid-masjid penting yang menjadi sarana

pembelajaran, yang paling terkenal adalah masjid Jami‟ al-Amawi, masjid Ibn

Hisyam, masjid Jami‟ at-Tankiz, dan masjid Jami‟ al-Fauqani. Al-Hafidz juga

menyampaikan cearmah, disamping menyusun berbagai karya tulisnya yang

Page 34: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

18

keilmuannya memenuhu bumi, dan manusia mengambil manfaatnya selama

beliau hidup dan sesudah beliau meninggal dunia.16

Mengutip pendapat Ibn Hajar Abd Allah ibn Muhsin at-Turki menjelaskan,

Ibn Katsir adalah orang yang sanagat baik ingatannya, humoris, karya-karyanya

tersebar luas di seluruh kawasan selama hidupnya, dan banyak orang mengambil

pelajaran melalui karya-karya setelah beliau meninggal dunia.17

3. Guru-guru Ibn Katsir

Ibn Katsir tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga yang shalih,

ilmu dan ketaqwaan selalu menaunginya. Ibunya Maryam ibnat Faraj ibn Ali

adalah wanita yang hafal al-Qur‟an, tidak ada yang lebih besar pengaruhnya

dibanding seorang anak yang menerima alunan bahasanya dari mulut yang

terbiasa berdzikir mengingat Allah dan membaca ayat-ayatnya. Di antara gurunya

yang lain adalah:

1. Ibrahim ibn Abdurrahman ibn Ibrahim bin Ḍiya‟ ibn Siba‟ al-Fazari, yang

dikenal dengan Burhanuddin ibn Al-Firkah, beliau adalah orang yang

senantiasa memfokuskan hidupnya dengan ilmu pengetahuan, mengajar dan

memberikan catatan pada pinggir kitab, orang lulus reputasinya, sangat wara‟,

keunggulannya dalam bidang fiqih telah disepakati, dan juga ikut terlibat

dalam berbagai ilmu ushul, nahwu dan hadits. Beliau wafat pada bulan

Jumadil Ula tahun 729 H. Ibn Katsir belajar Shahih Muslim dan lain-lain.

16

Abdullah bin Abdul Muhsin At-Turki, Al-Bidayah wa An-Nihayah (Ibnu Katsir),(Jakarta, Pustaka Azam, 2013) h. 18

17 Abdullah bin Abdul Muhsin At-Turki, Al-Bidayah wa An-Nihayah (Ibnu Katsir),(Jakarta,

Pustaka Azam, 2013) h. 19

Page 35: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

19

2. Syihabuddin Abu al-Abbas Ahmad ibn Abi Thalib ibn Ni‟mah ibn Hasan ash-

Shalihi al-Hajar, yang dikenal dengan nama Ibnu Syahnah, beliau mendengar

langsung dari Ibn az-Zabidi dan Ibn al-Latti. Beliau melihat tidak ada

keagungan dan kemuliaan yang melebihinya. Beliau wafat pada tahun 730 H.

Ibn Katsir belajar kepadanya di Dar al-Hadits al-Asyrafiyah.

3. Syaikh al-Islam Taqiyuddin, Ahmad ibn Abdul Halim ibn Abd as-Salam ibn

Abdullah ibn Abi al-Qasim ibn al-Haḍar ibn Muhammad Ibn Taimiyah al-

Harrani, kemudian ad-Dimasyqi. Beliau adalah guru besar Islam dan panutan

para tokoh panutan. Beliau wafat pada 20 Dzul Qa‟dah tahun 728 H.

4. Hamzah ibn Mu‟ayaduddin Abul Ma‟ali As‟ad ibn Izzuddin Abi Ghalib al-

Muḍaffar ibn al-Wazir Mu‟ayaduddin Abul Ma‟ali ibn As‟ad ibn al-Amid

Abu Ya‟la ibn Hamzah ibn Asad ibn Ali ibn Muhammad at-Tamimi ad-

Dimasyqi Ibn al-Qalanisi. Beliau wafat pada tahun 729 H.

5. Zakaria ibn Yusuf ibn Sulaiman ibn Hamad al-Bajli asy-Syafi‟i yang dikenal

dengan nama Barkanuddin al-Bajli, anggota penceramah, guru at-Thayibiyyah

dan al-Asadiyah. Beliau wafat pada hari Kamis, 23 Jumadil Ula 722 H.

6. Dhiya‟uddin Abdullah az-Zaranbadi an-Nahwi. Ibn Katsir menjelaskan: aku

termasuk orang yang fokus belajar nahwu kepadanya. Beliau wafat pada tahun

723 H.

7. Syamsuddin Abu Abdullah Muhammad ibn Ahmad ibn Utsman ibn Qaiyimaz

ibn Abdullah at-Turkumani, asalnya al-Fariqi kemudian ad-Dimasyqi, yang

dikenal dengan nama adz-Dzahabi. As-Subki menjelaskan tentang dirinya:

Dia adalah tokoh yang selalu diingat, untaian makna dan redaksinya laksana

emas pada masanya, guru besar ilmu al-Jarh wa at-Ta‟dil (penilaian cacat dan

Page 36: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

20

adilnya seorang periwayat hadis), tokohnya para tokoh dalam segala jalur,

seolah-olah umat ini berkumpul menghadapnya dalam satu lapangan luas, lalu

dia memandangnya, lalu dia segera mengabarkan tentang dirinya segala

informasi seorang yang mendatanginya. Ibn Katsir belajar di bawah

bimbingannya mengenai sejarah, hadis dan tafsir. Beliau adalah guru Ibn

Katsir yang sangat tampak pengaruhnya. Beliau wafat pada tahun 748 H.

8. Syamsuddin an-Nabalisi, Abu Muhammad Abdullah ibn al-Afif Muhammad

ibn asy-Syaikh Taqiyuddin Yusuf ibn Abdul Mun‟im ibn Ni‟mah al-Maqdisi

an-Nabalisi al-Hanbali. Ibn Katsir menjelaskan, ia adalah orang yang banyak

beribadah, serta merdu suaranya, ia adalah orang yang bersahaja dan

berwibawa. Aku membaca banyak juz dan pelajaran di hadapannya sepanjang

tahun 703 H, dan 370 H, sepulangnya kami dari al-Quds. Beliau wafat pada 22

Robi‟ul Akhir 737 H.

9. Syaikh Umar ibn Abi Bakar al-Haiti al-Basthi, ia mendengar hadis dari Syaikh

Fakhruddin ibn al-Bukhari dan lainnya. Ibn Katsir menjelaskan: ”aku

membaca Mukhtashar al-Masyyakhah di hadapannya dari Ibn al-Bukhari”. Ia

turut mengikuti berbagai majlis Syaihk Taqiyuddin Ibn Taimiyah. Ia wafat

pada 29 Rajab 742 H.

10. Baha‟uddin Abu al-Qasim ibn Syaikh Badruddin Abu al-Ghalib al-Mudhaffar

ibn Najmuddin ibn Abi ats-Tsana‟ Mahmud ibn al-Imam Tajul Amna‟, Ibn

Asakir ad-Dimasyqi, ia menerima dan mendengar langsung di hadapan banyak

Page 37: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

21

syaikh, ia juga mempelajari ilmu kedokteran dan mengobati orang-orang sakit

tanpa memungut biaya apa pun. Ia wafat pada 25 Sya‟ban 723 H.18

4. Karya-karyanya

Al-Hafidz memiliki banyak karya tulis diantaranya adalah:

1. At-Tafsīr

2. Al-Bidāyah wa An-Nihayah yaitu kitab sejarah yang abgus dan masyhur.

3. As-Sirah An-Nabawiyyah

4. As-Sirah

5. Ikhtishar Ulum al-Hadits

6. Jami‟ al-Masanid wa as-Sunan

7. At-Takmil fi Ma‟rifah ats-Tsiqat wa adh-Dhu‟afa wa al-Majahil

8. Masnad asy-Syaikhain (Abu Bakar dan Umar)

9. Risalah fi al-Jihad

10. Tsabaqat asy-Syafi‟iyyah

11. Ringkasan Kitab (al-Madkhal ila Kitab as-Sunan) karya al-Baihaqi.

12. Takhrij Ahadits Adillah at-Tanbih

13. Takhrij Ahadits Mukhtashar Ibn al-Hajib

14. Syarh Shahih al-Bukhari

15. Kitab al-Ahkam.19

Ibn Katsir hidup dengan hidup penuh kebaikan, dengan belajar, mengajar

dan menulis hingga akhir hayatnya. Beliau kehilangan pandangan matanya pada

18

Ibn Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah Ibn Katsir: Lukman Hakim, Ibn Said, Ibn Hasan, editor, Ahmad Nur Hidayat, Mukhlis Abu al-Mughni, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013)h. 21-24

19 Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir (jilid 1), Syaikh Ahmad Syakir, (Jakarta, Darus Sunah,

2014)hal. xxxv

Page 38: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

22

saat sedang menyusun kitab Jami‟ al-Masanid, lalu beliau tetap

menyelesaikannya kecuali sebagian hadis Musnad Abu Hurairah, mengenai hal

ini beliau menjelaskan, aku tidak pernah berhenti menulis di malam hari, cahaya

lampu membantu menerangi sampai hilang pandanganku bersamanya. Karena itu

Allah memberkahi hidupnya hingga beliau wafat pada hari Kamis26 Sya‟ban 774

H, di Damaskus dan dimakamkan dekat gurunya Ibn Taimiyah.20

5. Metode Penafsiran

Dalam hal ini, Rasyid Ridha berkomentar:”Tafsir ini merupakan tafsir

paling masyhur yang memberikan perhatian besar terhadap riwayat-riwayat dari

para mufassir salaf, menjelaskan makna-makna ayat dan hukumnya, menjauhi

pembahasan masalah i‟rab dan cabang-cabang balaghah yang pada umumnya

dibicarakan secara panjang lebar oleh kebanyakan mufassir, menghindar dari

pembicaraan yang melebar pada ilmu-ilmu lain yang tidak diperlukan dalam

memahami al-Qur‟an secara umu atau hukum dan nasihat-nasihatnya secara

khusus.”

Diantara ciri khas tafsirnya ialah perhatiannya yang besar kepada masalah

Tafsir al-Qur‟an dengan al-Qur‟an (menafsirkan ayat dengan ayat). Tafsir ini

merupakan tafsir yang paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang

bersesuaian maknanya, kemudian diikuti dengan penafsiran ayat dengan hadis-

hadis marfu‟ yang relefan dengan ayat yang sedang ditafsirkan, menjelaskan apa

yang menjadi dalil dari ayat tersebut. Selanjutnya diikuti dengan atsar

parasahabat, pendapat tabi‟in dan ulama salaf sesudahnya.

20

Ibn Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah Ibn Katsir: Lukman Hakim, Ibn Said, Ibn Hasan, editor, Ahmad Nur Hidayat, Mukhlis Abu al-Mughni, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013)h. 36

Page 39: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

23

Keistimewaan dari tafsir ini adalah daya kritis yang tinggi terhadap cerita-

cerita israiliyat yang banyak tersebar dalam kitab-kitab tafsir bi al-Ma‟tsur, baik

secara global maupun secara detail.21

B. Tafsir Fī Ẓilāl Al-Qur’ān

1. Sekilas tentang Sayyid Quṭb

Disarikan dari Shalah Abd al-Fath al-Khalidi bahwa nama lengkap Sayyid

Quṭb adalah Sayyid Quṭb Ibrahim Husain Syādzilī, lahir di Mausyah salah satu

wilayah Propinsi Asyuṭ, di dataran tinggi Mesir. Beliau lahir pada tanggal 9

Oktober 1906. Dituturkan bahwa ia berasal dari keluarga terhormat yang juga

agamis. Ayahnya adalah seorang mukmin yang bertaqwa, yang begitu semangat

menunaikan kewajiban-kewajiban agama, bergegas untuk mendapatkan keridhaan

Allah, serta menjauhi segala yang bisa mendatangkan kemurkaan dan siksa-Nya.

Demikian juga ayah Sayyid Quṭb memiliki status sosial yang tinggi di wilayah itu.

Sang ibu juga seorang wanita yang shalehah, ia sangat bersemangat untuk

melakukan kebaikan, bersikap lembut terhadap orang-orang miskin dan orang-

orang yang membutuhkan, serta senantiasa mendekatkan diri kepada Allah

dengan berbagai amal shaleh.22

Jenjang pendidikannya ditempuh dari Desa menuju kota. Sayyid Quṭb

menempuh pendidikan dasarnya di desa. Di desanya pula ia menamatkan hafalan

al-Qur‟annya dalam usia yang masih sangat belia, karena belum melampaui usia

sebelas tahun. Al-Qur‟an yang sudah dihafalnya sejak kecil mempunyai pengaruh

yang besar dalam mengembangkan kemampuan sastra dan seninya dalam usia

21

Manna al-Qaṭṭan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, penerjemah Aunur Rafiq el-Mazni, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), cet. Ke-1, h. 478

22 Shalâh ‘Abd al-Fath al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilal Qur’an Sayid

Qutub, Penerjemah Salafuddin Abu Sayyid, (Surakarta, Era Intermedia, 2001)hal. 24

Page 40: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

24

yang masih muda.Setelah terjadinya Revolusi Rakyat Mesir pada tahun 1919

melawan pendudukan Inggris, Sayyid Quṭb berangkat dari desanya menuju Kairo

untuk melanjutkan studi di sana. Di Kairo Sayyid Quṭb tinggal di rumah

pamannya dari pihak ibu, orang al-Azhar sekaligus seorang wartawan yang

bernama Ahmad Husain Utsman.23

Melalui pamannya ini ia bisa berkenalan

dengan sastrawan besar, Abbas Mahdi al-„Aqqad, yang membukakan pintu-pintu

perpustakaannya yang besar untuknya. Sayyid Quṭb pun akhirnya mengambil

keuntungan dari pemikiran-pemikiran dan pendapat-pendapat pemilik

perpustakaan dalam bidang sastra, kritik, dan kehidupan.

Pendidikan tingkat tinggi ditempuh oleh Sayyid Quṭb masuk sebagai

Mahasiswa di Institut Darul Ulum (Kuliyat Dar al-Ulum) pada tahun 1930,

setelah sebelumnya menyelesaikan tingkat tsanawiyah dari Tajhiziyah Darul

Ulum, kemudian lulus dari perguruan tersebut pada tahun 1933 dengan meraih

gelar Lc dalam bidang sastra dan diploma dalam bidang tarbiah. Setelah lulus

kuliah, Sayyid Quṭb bekerja di Departemen Pendididkan dengan tugas sebagi

tenaga pengajar di sekolah-sekolah milik Departemen Pendidikan selama enam

tahun. Pada dasawarsa tiga puluhan, perhatian Sayyid Quṭb adalah dalam bidang

sastra dan kritik sastra, perspektif-perspektif beliau menampakkan analisis filsafat

yang mendalam, sementara itu sajak-sajak beliau bernuansa sentimental

emosional, dan esai-esai beliau beraroma kritik yang tajam. Sayyid Quṭb

mempublikasikan tulisan-tulisannya dalam majalah ar-Risalah dan utamanya ats-

Tsaqafah, juga di berbagai koran dan majalah lainnya yang bernuansa sastra dan

politik.

23

Shalâh ‘Abd al-Fath al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilal Qur’an Sayid Qutub, Penerjemah Salafuddin Abu Sayyid , (Surakarta, Era Intermedia, 2001)hal. 27

Page 41: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

25

Menurut al-Khalidi, pada pertengahan dekade empat puluhan Sayyid Quṭb

mengkaji al-Qur‟an dengan pendekatan sastranya serta meresapi dengan sentuhan

keindahannya. Sayyid Quṭb pun menyebarkan pemikirannya yang unik mengenai

ilustrasi artistik dalam al-Qur‟an (at-Tashwir al-Fanni fial-Qur‟ān). Selanjutnya

Sayyid Quṭb mengkaji al-Qur‟an dengan pendekatan pemikiran (fikrah), lalu

menelurkan pemikirannya mengenai keadilan sosial dalam Islam. Sesudah itu

Sayyid Quṭb beralih dari sastra, kritik, sajak dan narasi menuju pemikiran Islami

dan amal Islami, dakwah kepada reformasi (iṣlāḥ), serta memerangi kerusakan

dengan pijakan Islam. Akhirnya dengan begitu berani dan tegas, beliau memerang

indikasi-indikasi kerusakan politik dan sosial serta melemparkan dakwaan-

dakwaan terhadap kelompok destruktif. 24

2. Pemikiran dan Karya-karyanya

Hassan Hanafi25

mencoba membagi ciri-ciri perkembangan pemikiran

Sayyid Quṭb kepada empat fase: literatur (1930-1950), sosial (1951-1954),

filosofis (1954-1962), dan politis (1963-1965).26

Periode literatur dialami Sayyid

24

Shalâh ‘Abd al-Fath al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilal Qur’an Sayid Qutub, Penerjemah Salafuddin Abu Sayyid , (Surakarta, Era Intermedia, 2001)hal. 30

25 Hassan Hanafi dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1935 di Kairo. Tepatnya dilokasi

sekitar tembok Benteng Ṣalahuddin, daerah yang tidak terlalu jauh dari perkampungan al-Azhar. Pada tahun 1952 ia tertarik untuk masuk ke dalam organisasi Ikhwanul Muslimin, atas saran para Pemuda Muslim. Akan tetapi, disana terjadi perdebatan yang menyebabkan orang-orang yang tergabung dalam organisasi tersebut menyarankan agar Hassan Hanafi bergabung dalam organisasi Mesir Muda. Pada usia pada usia belasan tahhun ia telah dihadapkan pada ketidakpuasan atas cara berpikir pemuda Islam yang terkotak-kotak. Keadaan itulah yang membuatnya tertarik pada pemkiran-pemikiran Sayyid Quṭb tentang keadilan sosial dalam Islam. Sejak itu ia berkonsentrasi untuk mendalami agama, revolusi, dan perubahan sosial. Moh. Nurhakim, Islam, Tradisi, dan Reformasi: ‘Pragmatisme’ Agama dalam Pemikiran Hassan Hanafi, (Jakarta: Bayumedia Pulishing, 2003), cet. Ke-1, h. 8.

26 Abd Muid, Teologi Pembebasan Islam Sayyyid Quṭb, (Tesis S2 Konsentrasi Pemikiran

Islam, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2005)h. 45

Page 42: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

26

Quṭb ketika bertemu kaum modernis seperti Abbas Mahmud al-„Aqqad,27

Thaha

Husain,28

dan Ahmad Amin.29

Mereka membimbing Sayyid Quṭb berpikir sekuler,

liberal, nasionalis, dan memaksimalkan akal. Periode sosial dimulai kala Sayyid

Quṭb menulis al-„Adalah al-Ijtimā‟iyyah fi al-Islam, yang membuat partai

27

Abbas Mahmud al-‘Aqqad lahir di Aswan, sebuah kota di hulu Mesir, pada tahun 1889, ia menerima sedikit pendidikan formal, dengan hanya menyelesaikan pendidikan dasar. Tidak seperti teman sekolahnya, ia menghabiskan uang saku mingguannya untuk buku. Ia membaca tentang agama, sejarah, geografi dan buku pelajaran lainnya. Ia dikenal karena bahasa Inggris dan Prancisnya yang sangat baik. Ia menulis lebih dari 100 buku tentang filsafat, agama dan puisi. Ia mendirikan sebuah sekolah puisi bersama Ibrahim al-Mazni dan Abdel Rahman al-Shokny, yag dipanggil al-Diwan. Karya-karya yang paling terkenal ialah, al-‘Abkariat, Allah,SarahdanThe Geniua of Christ(yang diterjemahkan oleh F. Peter Ford 2001). Al-‘Aqqad dikenal karena ia menggunakan bunga-bunga dan prosa yang rumit. Al-‘Aqqad meninggal di pagi hari pada tanggal 13 Maret 1964. Mayatnya diangkut dengan kereta api ke kampung halamannya, Aswan. https://id.wikipedia.org/wiki/Abbas_el-Akkad diakses pada tanggal 29 November 2016

28 Ṭoha Husain meupakan tokoh kontraversial di Mesir. Pernah menjabat sebagai mentri

pendidikan Mesir dituduh mengajarkan sekularisme pada sekolah-sekolah. Tercatat sebagai pembeharu Mesir. Ia juga menekankan pentingnya Mesir belajar pada Barat. Ia buta total pada usia 6 tahun karena sebuah penyakit bernama optahlma, namun tidak menyurutkan semangat belajarnya. Ṭoha Husain memulai pendidikannya dari SD Tradisional, Universitas al-Azhar selama 10 tahun, lalu pindah ke Universitas Kairo karna dipandang kuno, kemudian disekolahkan di Universitas Sorbone, Paris Prancis untuk memperdalam filsafat, sastra Prancis dan sastra Klasik, ia juga menulis disertasi tentang Ibn Khaldun. http://nurekhun.blogspot.com/2012/10//m=1 diakses pada tanggal 14-Desember-2016

29 Ahmad Amin lahir di Kairo, pada awal bulan Oktober, 14 tahun mejelang akhir abad

XIX, tepatnya 1 Oktober 1886 dan meninggal pada 30 Mei 1954. Sejak kecil ia hidup ditengah keluarga yang terdidik dan penuh disiplin. Ayahnya membuatkan rumah yang dipenuhi dengan beberapa literatur beragam bidang keilmuan untuk Amin dan beberapa saudara-saudarinya yang lain yang membuat mereka betah didalamnya. Pendidikan lain yang diterima Amin, selain dari kondisi keluarganya yang demikian ketat mendidik anak-anaknya, ia juga belajar di Kuttab untuk tingkat dasar dan menengah, kemudian ia juga belajar di al-Azhar hingga menamatkan jurusan Peradilan Agama lalu menjabat sebagai Hakim di Lembaga Peradilan Agama dan juga mengajar sampai tahun 1921. Beberapa tahun tinggal di sekitar al-Azhar, kemudian Amin memutuskan untuk pindah ke Kairo, di kota kelahirannya tersebut pada tahun 1926, ia diangkat menjadi dosen Fakultas Sastra Arab (Adab) di al-Jamīah al-Misriyah (Mesir University), yang selanjutnya diangkat menjadi dekan di perguruan tinggi tersebut secara berturut-turut pada tahun 1939, kemudian pada tahun 1947 ia diangkat menjadi rektor pada Direktorat Kebudayaan di Liga Arab (Jami’ah ad-Duwal al-‘Arabiyah) hingga wafatnya. Terlepas dari semua prestasi dan reputasinya, Amin tidak pernah lepas dari kritik dan kecaman dari berbagai pihak, antara lain dari Muṣthafa as-Siba’i terkait pemikirannya yang kontroversial, secara khusus dalam bidang hadis. Beberapa butir pemikiran Ahmad Amin mengenai penulisan hadis, bahwa hadis tidak di tulis pada masa ketika Nabi masih hidup, ia hanya diriwayatkan berdasarkan ingatan para periwayatnya, sehingga hal tersebut yang menyebabkan banyaknya hadis palsu. Usaha ulama dalam melakukan kajianpun menurutnya tidak berhasil, karena mereka hanya melakukan kritik sanad hadis dan tidak kritis dalam menilai keadilan para sahabat Nabi dan matan hadis itu sendiri. https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Amin diakses pada tanggal 29 November 2016

Page 43: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

27

komunis Mesir meletakannya sebagai musuh utama mereka. Dengan buku

tersebut, Sayyid Quṭb berarti merebut isu kesjahteraan sosial dari mereka, dan

mengarahkan para pemikir, intelektual, dan masyarakat umum ke manhaj yang

lain, yaitu manhaj islami, dalam usaha reformasi sosial untuk diimplementasikan

di dunia sosial.

Pemerintah Mesir dan raja Faruq I menganggapnya sebagai pembela Islam

yang terepresentasi lewat Ikhwanul Muslimin yang sedang dimusuhi oleh

pemerinta Mesir setelah mereka ikut serta dalam perang melawan Yahudi di

Palesina. Istana dan para Menterinya menilai bahwa Sayyid Quṭb sebagai

ancaman atas sistem monarki karena pemikiran-pemikiran Sayyid Quṭb membuat

Ikhwan al-Muslimin semakin mendapatkan hati di masyarakat. Ditambah dengan

terwujudnya koalisi antara mereka dengan tentara saat terjadinya pengepungan

tentara Mesir di Faluga, yaitu peristiwa yang kemudian melahirkan revolusi Juli

1952 M. selain mempublikasikan Ma‟rakah al-Islam wa al-Ra‟simāliyyah, al-

Salamu al-„Alami wa al-Islami, dan Dirasat Islamiyyah, Sayyid Quṭb juga

memulai penulisan karya monumentalnya, yaitu Tafsir Fī Ẓilal al-Qur‟an yang

dimulai dengan artikel-artikelnya pada akhir tahun 1951 M di majalah al-

Muslimūn, yang diterbitkan secara bulanan, di bawah pimpinan Said Ramadhan.

Setelah tujuh edisi, Sayyid Quṭb menghentikan kegiatan itu dan mengatakan

bahwa dia akan mempublikasikan tafsir dalam bentuk beberapa jilid. Juz pertama

dari tafsir tersebut kemudian diterbitkan pada Oktober 1952 M, yang diikuti oleh

juz-juz berikutnya. Semua tafsirnya berisi tentang refleksi dan renungan-

renungannya yang tidak ada hubunganya dengan hukum fiqih. Dalam

mukaddimah cetakan pertama Sayyid Quṭb berkata “beberapa orang pembaca

Page 44: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

28

menganggap buku Fī Ẓilal al-Qur‟an sebagai satu jenis tafsir, sebagian yang lain

menganggapnya sebagai suatu pendedahan atas prinsip-prinsip umum, seperti

yang terdapat dalam al-Qur‟an, dan kelompok yang ketiga menganggapnya

sebagai suatu usaha untuk menjelaskan dustur ilahi dalam kehidupan masyarakat,

dan penjelasan akan hikmah dalam dustur tersebut. Kata Sayyid Quṭb:

”saya sendiri sama sekali tidak sengaja berbuat seperti itu, yang saya lakukan tak

lebih dari mencatat apa-apa yang terlintas dalam batin saya ketika saya hidup

dalam naungan al-Qur‟an itu”.30

Sayyid Quṭb mulai beranjak dari pemikir akademik murni kepada

gagasan-gagasan yang punya perhatian terhadap masyarakat sekitarnya dalam

nuansa islami. Dia memperhatikan makna agama di era modern, jurang yang

menganga antara kaya dan miskin di era Mesir modern, westernisasi di dunia

Muslim, dan keterdesakan untuk membangun negara Islam sebagai penerapan al-

Qur‟an dan Hadits. Periode filosofis di tandai dengan lahirnya karya-karya Sayyid

Quṭb, Khaṣa‟iṣ al-Taṣwir al-Islami wa Muqawwamatuh, al-Mustaqbal li Hadza

al-Din, dan Nahwa Mujtama‟ al-Islami.

Sayyid Quṭb dijebloskan ke dalam penjara selama 15 tahun ditambah

dengan kerja paksa saat peristiwa al-Mansyiah31

pada akhir 1954 M, dalam

30

Salim Bahnasawi, Butir-butir Pemikiran Sayyid Quṭb: Menuju Pembarua Gerakan Islam, terj: Abdul Hayyie al-Kattani, Taqiyuddin Muhammad Ahmad Ihwani, (Depok: Gema Insani, 2003)h. 18

31 Al-Mansyiah adalah peristiwa penembakan dictator Mesir, Jamal Abd al-Naṣr pada

tanggal 26-Oktober-1954 saat menyampaikan pidato di medan al-Mansyiah, Alexandria. Diakses dari https://www.google.co.id/amp/s/www.dakwatuna.com/2014/05/13/51166/jamal-sultan-drama-al-mansyiah-1954-akan-dia-mainkan-kembali/amp pada tanggal 29-Juli-2017 tentang kejadian al-mansyiah, media massa Kuwait mepublikasikan pada 16/4/1989 M penjelasan Hasan at-Tuhami, salah satu perwira tinggi revolusi dan salah seorang wakil presiden Mesir, bahwa Jamal ‘Abd al-naṣr didatangi oleh pakar propaganda Amerika. Ia kemudian mengusulkan kepada Jamal ‘Abd al-Naṣr untuk merancang peristiwa penembakan atas diri Jamal ‘Abd al-Naṣr yang dilakukan oleh seorang anggota Ikhwan al-Muslimin, dengan syarat adanya jaminan keselamatan presiden Jamal ‘Abd al-Naṣr dan tidak terkena tembakan tersebut. Oleh karena itu mereka

Page 45: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

29

peristiwa itu ikhwan al-Muslimin dituduh berusaha membunuh Jamal „Abd al-

Naṣr sehingga Sayyid Quṭb ditangkap bersama dengan beberapa ribu anggota

Ikhwa al-Muslimin, meski Sayyid Quṭb adalah salah seorang sahabat dan

penasihat yang paling setia terhadap Jamal „Abd al-Naṣr.32

Sayyid Quṭb mulai bergeser orientasinya dari pemikiran Islam sosialis

menjadi Islam futuristik teoretis. Ia berasumsi bahwa ketika aktivitas pergerakan

berhenti, secara alamiah yang tersisa hanya paparan teori saja dan ketika realitas

di depannya sudah tergulung dan ditutup, maka tidak ada lagi di hadapannya

selain impian dan khayalan. Dalam periode ini, Sayyid Quṭb mengkhususkan diri

untuk membahas kritik terhadap peradaban Barat, masa depan Islam, karakteristik

pandangan dunia Islam, dan keunggulan syariat Islam. Periode terakhir, politis,

dimulai kala Sayyid Quṭb kembali dijebloskan di balik jeruji besi dengan dakwaan

yang lebih parah. Ini adalah puncak dari pemikiran Sayyid Quṭb dan di sanalah

bermuara semua bangunan pemikirannya selama ini. Dan karya besar yang lahir

pada masa itu adalah Ma‟ālim fi al-Ṭarīq. Jamal Abd al-Naṣr membaca buku ini

selama perjalanannya ke Moscow untuk berobat. Naluri keorganisasiannya

memberitahu bahwa di balik buku ini ada sebuah organisasi rahasia demi

merealisasikan misi yang diperjuangkan yaitu membebaskan manusia lewat

barisan orang-orang yang beriman. Maka, direkayasalah sebuah konspirasi yang

berujung pada syahidnya Sayyid Quṭb di tiang gantungan.33

memberikan peluru hampa kepada orang yang akan menembaknya, juga memberikan baju anti peluru kepada Jamal ‘Abd al-Naṣr.

32Salim Bahnasawi, Butir-butir Pemikiran Sayyid Quṭb: Menuju Pembarua Gerakan Islam,

h. 19 33

Abd Muid, Teologi Pembebasan Islam Sayyid Quṭb, (Tesis S2 Konsentrasi Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005)h. 46

Page 46: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

30

Karya-karya Sayyid Quṭb selama hidupnya begitu beragam, Mahdi

Fadhulullah34

membagi karya-karya Sayyid Quṭb kepada:

a) Kritik Sastra: Muhimmat al-Sya‟ir fi al-Ḥayah (Urgensi Syair dalam

Kehidupan),pada tahun 1945 M Sayyid Quṭb mengarang buku al-Tashwir

fi al-Qur‟an (Ilustrasi Artistik dalam al-Qur‟an) buku ini mnejelaskan

manhaj keindahan seni dalam al-Qur‟an al-Karīm, kemudian pada tahun

1947 Sayyid Quṭbmempublikasikan bukunya yang kedua, Masyahid al-

Qiyamah fi al-Qur‟an (Hari Kiamat Menurut al-Qur‟an) buku ini berbicara

tentang gambaran seni dalam pemandangan-pemandangan kiamat, berupa

kenikmatan dan azab. an-Naqd al-Adabi: Ushuluh wa Manahijuh (Kritik

Sastra: Asal usul dan Metodenya), Naqd Kitab Mustaqbal fi al-Mishra

(Kritik Kitab Masa Depan Kebudayaan di Mesir), Sayyid Quṭb juga

memiliki buku-buku lain dalam bidang seni, diantaranya al-Qiṣṣah baina

at-Taurat wa al-Qur‟an, al-Manṭiq al-Wijadāni fi al-Qur‟an, serta Asālib

al-Arḍ al-Fanni fi al-Qur‟an.

b) Novel-novel: Ṭifl min al-Qaryah (Anak-anak dari Desa), al-Aṭyaf al-

Arba‟ah (Empat Impian), Asywaq (Kerinduan), al-Madinah al-Maṣurah

(Kota Maṣurah).

c) Pendidikan dan pengajaran: al-Qoṣoṣ al-Dini (Kisah-kisah Religius), al-

Jadid fi al-Lughah (Yang Baru dalam Bahasa), al-Jadid fi al-Mahfuẓat

(Yang Baru dalam Hafalan), Rauḍah al-Ṭifl (Taman Anak-anak).

d) Agama: al-„Adalah al-Ijtima‟iyyah fi al-Islam (Keadilan Sosial dalam

Islam), Ma‟arakah al-Islam wa al-Ra‟simaliyyah (Perang Islam Melawan

34

Mahdi Fathullah, Titik temu Agama dan Politik, (Solo: Ramadhani, 1991)h. 39 dikutip oleh Abd Muid, Teologi Pembebasan Islam Sayyyid Quṭb, (Tesis S2 Konsentrasi Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005)h. 45

Page 47: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

31

Kapitalisme), al-Salamu al-„Alami wa al-Islam (Keselamatan Alami dan

Islami), Nahwa Mujtama al-Islami (Contoh Masyarakat Islami), Fi Ẓilal

al-Qur‟ān (Di Bawah Naungan al-Qur‟an), Khaṣa‟is al-Taṣwir al-Islāmī

(Karakteristik Konsepsi Islam), al-Islam wa Musykilat al-Haḍarah (Islam

dan Problematika Peradaban), Dirasat Islamiyyah (Studi Islam), Hadza al-

Din (Inilah Agama), al-Mustaqbal li Hadza al-Din (Masa Depan Agama

Ini), dan Ma‟alim fi al-Ṭariq (Petunjuk Jalan).

3. Metode dan Corak Penafsirannya

Menurut Abun Bunyamin35

metode panafsiran Sayyid Quṭb mempunyai ciri

khas dan metode yang unik, yaitu merupakan suatu bentuk perpaduan yang

beragam metode penafsirannya yang telah digunakan oleh mufasir sebelumnya,

dilihat dari sumber referansinya, Fī Ẓilal al-Qur‟ān menurutnya merupakan

perpaduan antara bentuk tafsir bi al-Ma‟tsur dan tafsir al-Ra‟y dalam artian

sumber yang diambil Sayyid Quṭb bermacam-macam, mulai dari sumber ke-

Islaman dengan segala cabangnya yang berupa tafsir, sirah, hadis, dan fiqih

sampai sumber ilmu pengetahuan baik ilmu alam, ilmu astronomi, ilmu jiwa, ilmu

sosial, dan lain sebagainya.

Masih menurut Abu Bunyamin, Sayyid Quṭb dalam Fī Ẓilal al-Qur‟ān

menggunakan corak kemasyarakatan (ijtimâ‟i) yaitu menguatkan penafsirannya

dengan menggabungkan tujuan keagamaan yang ada dalam al-Qur‟an dan tujuan

kemasyarakatan. Corak penafsiran ini, menurutnya, sengaja menerapkan

pandangan al-Qur‟an dalam kancah masyarakat dan menegakan kehidupan

masyarakat atas dasar-dasar yang ada pada pandangan al-Qur‟an yang dimaksud.

35

Abun Bunyamin, Dinamika Tafsir Ijtima’I Sayyid Quthb, (Purwakarta, Taqaddum, 2012)hal. xii.

Page 48: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

32

Hal ini didasarkan atas hubungan-hubungan kemasyarakatan, ekonomi dan politik

dengan memperhatikan penerapan pandangan al-Qur‟an tadi dalam kancah

kehidupan pribadi serta deskripsi yang berhubungan dengan kebiasaan pribadi dan

pengaturan-pengaturannya. Sasaran akhir corak penafsiran ini, menurutnya,

ditujukan pada terbentuknya masyarakat yang berpegang pada nilai-nilai al-

Qur‟an itu dalam memenuhi berbagai kebutuhannya harus mengambil pedoman

dari pandangan al-Qur‟an. Spesifikasi corak penafsiran ini mengambil bentuk

dalam penerapan pemikiran yang bertolak dari naṣ (teks) al-Qur‟an dari berbagai

aspek kehidupan masa kini, menghubungkannya dengan berbagai kondisi

masyarakat, memerhatikan kemajuan nyata yang melingkungi kehidupan penafsir,

dan mencari relevansi antara tuntutan zaman dan pemahaman al-Qur‟an.36

36

Abun Bunyamin, Dinamika Tafsir Ijtima’I Sayyid Quthb, (Purwakarta, Taqaddum, 2012)hal. xii

Page 49: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

33

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG DA’WAH BIL-LISAN

A. Pengertian Dakwah dan Ceramah

Da„wah berasal dari kata da‟ā, yad‟ū du‟āan wa da‟watan. Asal kata

du‟āan ini bisa diartikan dengan macam-macam arti, tergantung kepada

pemakaiannya dalam kalimat. Misalnya “da‟āhu” dapat diartikan memanggil atau

menyeru akan dia. “da‟āhu” bisa juga berarti mendoakan dia. Kata dakwah

sering kita jumpai atau dipergunakan dalam ayat-ayat al-Qur‟an seperti:

هللا.....)اجمشح: د ا شذاءو ادع 32)

“dan panggilah penolong-penolongmu selain daripada Allah...” (QS Al-

Baqarah:23 )

Begitu pula ayat-ayat berikut menunjukan berbagai variasi arti dari kata dakwah:

غزم١ صشاط ٠شبء ئ ذ ٠ ا ئ دا س اغال هللا ٠ذع

“Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga) dan menunjuki orang yang

dikehendakinya kepada jalan yang lurus (Islam).” (QS Yunus: 25)

Menurut ulama Bashrah dasar pengambilan kata dakwah berasal dari kata

mashdar da‟watan yang artinya panggilan. Sedangkan menurut ulama Kuffah

perkataan dakwah diambil dari akar kata da‟ā yang artiya telah memanggil.

Dengan demikian kata dakwah mempunyai makna tergantung kepada

pemakaiannya dalam kalimat. Namun dalam hal ini yang dimaksud adalah

dakwah dalam arti seruan, ajakan, atau panggilan. Panggilan itu adalah panggilan

kepada Allah dalam arti mengajukan permohonan kepada-Nya.

Page 50: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

34

Tidak jarang para ahli berbeda-beda dalam mendefinisikan suatu ilmu,

demikian pula dalam ilmu dakwah mereka mendefinisikan ilmu dakwah dengan

ungkapan bermacam-macam. M. Ardani37

menyebut beberapa pengertian yang

diungkapkan oleh para ahli mengenai makna kata da‟wah secara istilah:

a. Syaikh Ali Mahfudz (1952) dalam karyanya “Hidayatul Mursyiddin”

menulis

صا ثغعبد ىش ١ف ا ع ا ؾ عش ش ثبا ال ذ ا خ١ش ح: حث ابط ا ع ح اذ

عبج ا الج

“Dakwah ialah: mendorong (memotivasi) menusia untuk

melakukan kebaikan dan mengikuti petunjuk memrintahkan mereka

berbuat ma‟ruf dan mencegah dari perbuatan munkar agar mereka

memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat.”38

b. Prof. A. Hasyim (1974).

Dakwah Islamiyah yaitu mengajak orang untuk meyakini dan

mengamalkan aqidah dan syariat Islamiyah yang terlebih dahulu telah

diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri.

c. Prof. Dr. Abu Bakar Aceh (1971).

Dakwah ialah perintah mengadakan seruan kepada semua manusia

untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar, dilakukan

dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat yang baik.39

d. Prof. HM. Thoha Yahya Umar (1967).

37

Moh. Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah, (Jakarta, Mitra Cahaya Utama,

2006)cetakan pertama hal. 10. 38

Moh. Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah, h. 10 39

Moh. Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah, h. 10

Page 51: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

35

Prof. Thoha Umar, membagi pengertian dakwah menjadi dua bagian

yakni dakwah secara umum dan khusus.

1. Pengertian dakwah secara umum adalah ilmu pengetahuan yang

berisi cara-cara dan tuntutan bagaimana seharusnya menarik

perhatian manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan

suatu ideologi dan pendapat dan pekerjaan tertentu.40

2. Pengertian dakwah secara khusus ialah mengajak manusia dngan

cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah

Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan

akhirat.41

Pengertian dakwah dari segi bahasa dan definisi para ahli sebagaimana

disebutkan di atas memiliki kesamaan dengan istilah-istilah yang lain.

tabligh, khotbah, nashihah, tabsyir wa tandzir, washiyyah, amar ma‟ruf

nahi munkar, tarbiyah wa ta‟im, dan sebagainya. Masing-masing istilah

ini berasal dari bahasa Arab yang telah menjadi istilah agama Islam dan

sebagian telah populer dalam masyarakat muslim. Namun seringkali

terjemahannya menjadi kurang tepat. Untuk mencari ketepatan maknanya,

sejumlah ayat al-Qur‟an yang menggunakan istilah istilah da‟wah dapat

ditelusuri untuk dianalisis.

B. Kata-kata Yang Semakna dengan Dakwah

1. Tabligh

40

Moh. Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah, h. 11 41

Moh. Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah, h. 11

Page 52: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

36

Dalam berbagai pembentukan katanya, kata ini dikemukakan al-

Qur‟an sebanyak 77 kali. Arti dasar tablīgh adalah menyampaikan.

Dalam aktivitas dakwah tablīgh berarti menyampaikan ajaran agama

Islam kepada orang lain. Tablīgh lebih bersifat pengenalan dasar

tentang Islam. Pelakunya disebut muballigh, yaitu orang yang

melakukan tablīgh. Muhammad Abu al-Fath al-Bayanuni meletakan

tablīgh pada tahapan awal dakwah, sedangkan tahapan berikutnya

adalah pengajaran dan pendalaman ajaran agama Islam, setelah itu,

penerapan ajaran Islam dalam kehidupan. Sebagai tahapan awal,

tablīgh sangat strategis. Keberhasilan tablīgh adalah keberhasilan

dakwah, kegagalan tablīgh juga kegagalan dakwah. Perbedaan antara

dakwah dan tablīgh dijelaskan Amrullah Ahmad sebagai berikut.

“Tabligh adalah bagian dari sistem dakwah islam, kegiatan dakwah

adalah usaha bersama orang yang beriman dalam merealisasikan

ajaran agama Islam ke dalam seluruh aspek kehidupan yang

dilakukan melalui lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi,

sedangkan tabligh adalah usaha menyampaikan dan menyiarkan

pesan Islam yang dilakukan oleh individu maupun kelompok baik

secara lisan maupun tulisan”.42

2. Nasihat

Nasihat hampir sama maknanya dengan dakwah. Kata naṣiḥah

terdiri dari tiga huruf asal, yaitu nun, shad, dan ha‟. Dari ketiga huruf

ini, terbentuk tiga arti: memberi nasihat, menjahit dan membersihkan.

Syaikh Ahmad bin Syaikh Hijazi al-Fasyani memberi komentar atas

arti kata tersebut, “Pemberi nasihat diserupakan dengan penjahit

pakaian. Ia berusaha menjaga kualitas dan memperbaiki barang yang

42

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015)h. 21

Page 53: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

37

diterimanya. Ia menjahit baju yang sobek. Pemberi nasihat juga

berupaya meluruskan dan memperbaiki keagamaan seseorang, seperti

membersihkan madu dari lumuran lilin”. Sedangkan menurut

Muhammad ibn „Allan al-Shiddiqi nasihat adalah menyampaikan suatu

ucapan kepada orang lain untuk memperbaiki kekurangan atau

kekeliruan tingkah lakunya. Begitu juga Muhammad ibn „Abd al-„Aziz

al-Khauli menjelaskan bahwa nasihat juga dapat diartikan sebagai

menghendaki kebaikan seseorang.43

Nasihat lebih banyak bersifat

kuratif dan korektif terhadap kondisi keagamaan seseorang atau

masyarakat yang kurang baik. Nasihat juga bisa dilakukan melalui

lisan atau tulisan.

3. Tabsyir dan Tandzir

Kedua kata ini saling terkait dan keduanya mempunyai makna

yang hampir sama dengan dakwah. Tabsyīr adalah memberikan uraian

keagamaan kepada orang lain yang isinya adalah berupa berita-berita

yang menggembirakan orang yang menerimanya, seperti berita tentang

janji Allah SWT. berupa pahala dan surga bagi orang yang selalu

beriman dan beramal saleh. Istilah ini sepadan dengan targhīb (رشؼ١ت),

yaitu menerangkan ajaran agama yang dapat menyenangkan hati dan

dapat memberikan gairah orang lain untuk dapat melakukannya. Orang

yang memberikan targhib disebut mubasysyir (جشش).

Kebalikan dari tabsyir adalah tandzīr yaitu menyampaikan uraian

keagamaan kepada orang lain yang isinya adalah peringatan atau

43

Muhammad ibn ‘Abd al-Aziz al-Khauli, al-Adab al-Nabawi, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.)h. 17 dikutip dari Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015)h. 23

Page 54: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

38

ancaman bagi orang-orang yang melanggar syari‟at agama Allah SWT.

tandzir diberikan dengan harapan orang yang menerimanya tidak

melakukan atau menghentikan perbuatan dosa. Orang yang

memberikan tandzir disebut mundzir (زس) atau nadzīr (ز٠ش). Istilah ini

sama dengan tarhīb (رش١ت) sebagai lawan dari targhīb, yakni membuat

orang takut akan siksaan Allah SWT. jika ia melakukan perbuatan

dosa.44

4. Khotbah

Kata khotbah berasal dari susunan tiga huruf, yaitu kho‟, ṭa dan ba,

yang berarti pidato atau meminang. Arti asal khotbah adalah bercakap-

cakap tentang masalah yang penting. Berdasarkan pengertian ini maka

khotbah adalah pidato yang disampaikan untuk menunjukan kepada

pendengar mengenai pentingnya suatu pembahasan. Pidato diistilahkan

dengan khithabah (خطبثخ). Dalam bahasa indonesia sering disebut

dengan khutbah atau khotbah. Pidato Nabi SAW. yang disampaikan

pada haji yang terakhir sebelum wafat beliau disebut oleh para ahli

sejarah dengan khotbah wada‟ (pidato perpisahan). Orang yang

berkhutbah disebut khāṭib. Dalam al-Qur‟an, dikemukakan bahwa

hamba Allah SWT. yang beriman („ibād al-raḥmān) selalu

menghindari percakapan (khotbah) dengan orang-orang yang bodoh.

(QS al-Furqan: 63). Dalam beberapa hadis, apabila ada masalah

penting yang harus disampaikan, nabi SAW. segera naik mimbar dan

44

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h. 23

Page 55: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

39

berkhotbah di hadapan para sahabat. Berikut penuturan Jabir bin

Abdullah r.a.:

وب سعي هللا ص هللا ع١ ع ئرا خطت احشد ع١ب ع صر اشزذ ؼضج حز وب زس

.....ج١ش ٠مي صجحى غبو

“pada saat Rasulullah SAW. berkhtbah, kedua matanya tampak

memerah, suaranya keras dan seolah-olah sedang marah, hingga

beliau bagaikan orang yang memperingatkan akan kedatangan

pasukan musuh. Beliau mengatakan, “musuh akan datang dengan

tiba-tiba di pagi hari”. Beliau berkata lagi, “musuh akan datang

dengan tiba-tiba di sore hari”. (Muslim, 1988: I: 380: no. 867).

Makna khotbah sudah tergeser dari pidato secara umum menjadi

pidato atau ceramah agama dalam ritual keagamaan. Aboebakar

Atjeh (1971:6) mendefinisikan khotbah sebagai dakwah atau

tabligh yang diucapkan engan lisan pada upacara-upacara agama,

seperti khotbah jum‟at, khotbah hari raya, khotbah nikah, dan lain-

lain yang mempunyai corak, rukun, dan syarat tertentu. 45

5. Waṣiyyah dan Tauṣiyyah

Istilah ini juga hampir sama dengan dakwah. Waṣiyyah berarti

pesan atau perintah tentang sesuatu. Kegiatan menyampaikan waṣiyyah

disebut tauṣiyyah. Kata ini kemudian dalam bahasa Indonesia ditulis

dengan wasiat. Pengertian ini dipahami dari kata waṣiyah dan kata

pengembangnya dalam al-Qur‟an dan Hadis. Menurut Ibn Rusyd

wasiat dipahami secara sempit dalam fiqih sebagai pemberian harta

45

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h. 28

Page 56: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

40

atau pembebasan budak oleh seseorang atau orang lain atau beberapa

orang sebelum kematiannya. Baik dengan ungkapan wasiat yang jelas

maupun tidak jelas.46

Dalam konteks dakwah, wasiat adalah berupa pesan moral yang harus

dijalankan oleh penerima wasiat. Dalam sejumlah hadis, Nabi SAW.

kadang kala memberi wasiat tanpa diminta oleh seseorang dan kadang kala

diberikan setelah ada orang yang memintanya. Pesan moral wasiat

merupakan pesan yang sangat penting dibanding pesan yang lain. Pesan

ini tidak disampaikan dengan cara lain kecuali dengan cara wasiat. Ia

bukan hanya sebagai perintah, namun juga tuntutan yang harus

dilaksanakan.

6. Tarbiyyah

Pendidikan merupakann proses transformasi nilai-nilai, ilmu

pengetahuan, maupun keterampilan yang ditujukan untuk membentuk

wawasan, sikap, dan tingkah laku individu maupun masyarakat.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses pendidikan adalah

proses perubahan sosial yang berangkat dari dimensi teoretis dalam

bentuk ide, gagasan, pendapat, dan pemikiran. Dakwah juga memiliki

kesamaan tujuan. Kata tarbiyah dalam kamus dapat berarti mengasuh,

mendidik, memelihara, tumbuh, tambah besar dan membuat

(Munawwir, 1997: 469). Dalam al-Qur‟an, kata tarbiyah dan kata

yang bersumber darinya banyak digunakan untuk masalah riba yang

46

Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtaṣid, (Beirut: Dal al-Fikr, t.t.)h. 252 dikutip dari M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h. 31

Page 57: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

41

berarti bertambah. Hanya ada dua ayat yang diartikan mengasuh, yaitu

dalam surat al-Isra‟ ayat 24 tentang kepengasuhan kedua orang tua dan

surat asy-Syu‟araa ayat 18 tentang kepengasuhan Nabi Musa AS oleh

Fir‟aun. Kepengasuhan tidak hanya memelihara anak dari segi fisiknya

saja, tetapi juga dilakukan dengan cara memengaruhinya dengan nilai-

nilai yang ditanam melalui pergaulan. Nilai yang dibangun dalam

keluarga sangat dominan dalam membentuk kepribadian anak. Dengan

demikian, proses tarbiyah tidak sekedar melaksanakan pendidikan,

melainkan pula menyangkut tindak kepengasuhan. Dalam tarbiyah,

anak diberikan makanan, pakaian, tempat tinggal, pelajaran, nasihat,

keterampilan, dan keteladanan.

7. Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Amar ma‟ruf (memerintah kebaikan) tidak dapat dipisahkan dari

nahi munkar (mencegah kemungkaran atau perbuatan terlarang).

Dalam al-Qur‟an istilah ini diulang sampai sembilan kali dalam lima

surat, yaitu surat al-A‟raf ayat 157, surat Luqman ayat 17, surat Ali-

Imran ayat 104, 110, 114, surat al-Hajj ayat 41, dan surat at-Taubah

ayat 67, 71, 112. Syaikh Nash ibn Muhammad ibn Ibrahim al-

Samarqandi mengartikan ma‟rūf adalah lawan dari munkar (sesuatu

yang bertentangan dengan al-Qur‟an dan akal).47

Secara bahasa ma‟rūf

berasal dari kata عشؾ yang berarti mengetahui atau mengenal. Maka

ma‟ruf adalah sesuatu yang telah dikenal, dimengerti, dipahami,

diterima dan pantas. Sebaliknya, munkar adalah sesuatu yang dibenci,

47

Nashr ibn Muhammad ibn Ibrahim al-Samarqandi, al-Tanbih al-Ghafilin, (Indonesia: Dar al-Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah t.t.)h. 32 dikutip dari Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h. 37

Page 58: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

42

ditolak, dan tidak pantas. Pada masa Islam klasik, Nabi SAW. dan para

sahabat sering menggunakan istilah ini. Amar ma‟ruf nahi munkar

lebih terkenal dibanding dakwah.

Dari analisis pengembangan makna dasar dan pengembangan

istilah dakwah di atas, kita mendapatkan pemahaman bahwa dakwah

merupakan suatu proses yang aktif, persuasif, dan komprehensif.

Dengan kata lain, pendakwah harus mencari orang sebagai mitra

dakwah, lalu memberikannya persuasi dan mengajaknya ke jalan Allah

SWT. jika ajakanya berhasil, ia lalu membimbing dan dan

mengajarkan Islam. Kesempurnaan dakwah adalah membentuk mitra

dakwah menjadi pendakwah. Masyarakat yang sebelumnya antipati

terhadap Islam menjadi simpatisan Islam. Dakwah bukan pekerjaan

ringan, berbagai tantangan selalu menghadangnya. Akan tetapi, karena

sebuah kewajiban yang mengikat setiap muslim, maka dakwah harus

tetap dijalankan apapun hasilnya.

C. Media dan Metode Dakwah

a. Media Dakwah

Kata media merupakan jamak dari bahasa latin yaitu medion, yang

berarti alat perantara. Sedangkan secara istilah media berarti segala

sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan

demikian media dakwah berarti segala sesuatu yang dapat digunakan

untuk mencapi tujuan dakwah yang telah ditentukan.

Seorang da‟i dalam menyampaikan ajarn agama Islam kepada umat

manusia tidak akan lepas dari alat yang dijadikan sebagai perantara

Page 59: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

43

dakwahnya atau media dakwah. Kepandaian untuk memilih media dakwah

yang tepat merupakan salah satu unsur keberhasilan dakwah. Terlebih

dalam mengantisipasi perkembangan zaman yang saat ini dimana ilmu

pengetahuan berkembang dengan pesat yang ditandai dengan kemajuan

dan kecanggihan teknologi. Masyarakat masa kini adalah masyarakat yang

plural dan tengah berkembang dengan berbagai kebutuhan yang praktis.

Sehingga kecanggihan teknologi mau tidak mau akan menjadi idaman

dalam kehidupan masyarakat. kecanggihan teknologi telah membuka sekat

dan menghilangkan batas ruang dan waktu, sehingga memilih dan

menggunakan media dakwah yang tepat sudah merupakan keharusan dan

tuntutan zaman.

Berkaitan dengan media dakwah ini, Tarmizi Taher melihat di era

kompetisi ini sudah saatnya para Da‟i lokal dan global, Aktivis Dakwah

Islamiyah, Lembaga-lembaga Dakwah Kampus, Majelis-majelis Taklim

dan lain sebagainya, untuk dapat benar-benar memanfaatkan adanya

teknologi globalisasi yang terus berkembang, diantaranya dengan

memanfaatkan media modern seperti pers, radio, televisi, dan internet

sebagai media dakwah Islam.48

Sedangkan Hamzah Ya‟qub membagi sarana dakwah, di antaranya:

lisan, audio visual dan akhlaq. Pembagian tersebut, secara umum dapat

dipersempit menjadi tiga media, yaitu:

48

Nurul Badruttamam, , Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, (Jakarta, Grafindo

Khazanah Ilmu, 2005)h. 157

Page 60: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

44

a. Spoken Words, yaitu media dakwah yang berbentuk ucapan atau

bunyi yang ditangkap dengan indra telinga, seperti radio, telepon

dan lain-lain.

b. Printed waiting, yaitu media dakwah berbentuk tulisan, gambar,

lukisan, dan sebagainya yang dapat ditangkap dengan mata.

c. The Audio Visual, yaitu media dakwah yang berbentuk gambar

hidup yang dapat didengar sekaligus dapat dilihat, seperti televisi,

video film dan sebagainya.

Sementara itu, dilihat dari segi sifatnya media dakwah dapat

digolongkan menjadi dua kategori: media dakwah tradisional dan

media dakwah modern. Media dakwah tradisional berupa berbagai

macam seni dan pertunjukan tradisional, dipentaskan secara umum

terutama hiburan yang bersifat komunikatif. Sedangkan media dakwah

yang modern diistilahkan pula dengan media elektronik yaitu media

yang dihasilkan dari teknologi seperti televisi, radio, pers, internet dan

lain sebagainya.49

b. Metode Dakwah

Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang

da‟i kepada mad‟u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan

kasih sayang. 50

“serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran

yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya

49

Moh. Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah, (Jakarta, PT. Mitra Cahaya

Utama, 2006), h. 37 50

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2011)h.

243

Page 61: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

45

Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat

dijalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang

mendapat petunjuk.” (QS. an-Nahl [16]: 125). Dari ayat tersebut dapat

diambil pemahaman bahwa metode dakwah itu meliputi tiga cakupan,

yaitu:

a. Metode bi al-Hikmah

Kata “hikmah” dalam al-Qur‟an disebutkan sebanyak 20 kali baik

dalam bentuk nakiroh maupun ma‟rifat. Bentuk masdarnya adalah

“hukman” yang diartikan secara makna aslinya adalah mencegah. Jika

diartikan dengan hukum berarti mencegah dari kezaliman, dan jika

dikaitkan dengan dakwah maka berarti menghindari hal-hal yang kurang

relevan dalam melaksanakan tugas dakwah. Toha Yahya Umar

menyatakan bahwa hikmah berarti meletakan sesuatu pada tempatnya

dengan berpikir, berusaha menyusun dan mengatur dengan cara yang

sesuai keadaan zaman dengan tidak bertentangan dengan larangan Tuhan.

Al-Hikmah diartikan pula sebagai al-adl (keadilan), al-haq (kebenaran),

al-hilm (ketabahan), al-ilm (pengetahuan), dan an-Nubuwwah (kenabian).

Di samping itu al-Hikmah juga diartikan sebagai menempatkan sesuatu

pada proporsinya.

Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud an-Nasafi, arti

hikmah yaitu:“Dakwah bi al-hikmah” adalah dakwah dengan

Page 62: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

46

menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang

menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.”51

Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimiliki oleh seorang

da‟i dalam berdakwah. Karena dalam hikmah ini akhir kebijaksanaan-

kebijaksanaan dalam menerapkan langkah-langkah dakwah, baik secara

metodologis maupun praktis. Oleh karena itu, hikmah yang memiliki

banyak pengertian mengandung arti dan makna yang berbeda-beda

tergantung dari sisi mana seseorang melihatnya.

Dalam konteks dakwah, hikmah bukan hanya dipahami sebagai

sebuah pendekatan dalam satu satu metode, akan tetapi menyiratkan

kepada beberapa poin pendekatan yang multi dalam sebuah metode.

Dalam dunia dakwah hikmah bukan hanya berarti “mengenal strata dari

yang menjadi sasaran dakwah (mad‟u)” akan tetapi juga dapat berarti “bila

seseorang harus bicara, bila ia harus diam”. Hikmah bukan hanya di[ahami

sebaga upaya “mencari titik temu”, akan tetapi juga dipahami sebagai

sikap “toleran tanpa harus kehilangan setempelnya”. Dengan demikian,

hikmah bukan hanya diartikan sebagai kontek “memilih kata yang tepat”,

akan tetapi hikmah juga berarti “cara berpisah”, dan pada akhirnya

hikmah adalah suri tauladan yang baik “(uswatun hasanah)”, dan “lisan

al-hal” itu sendiri.52

.

b. Metode al-Mau‟idzah al-Hasanah

51

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 246 52

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 250

Page 63: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

47

Menurut Abdul Hamid al-Bilali mau‟iẓah hasanah adalah

merupakan salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak ke

jalan Allah SWT dengan memberikan nasihat atau membimbing dengan

lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.53

al-Mau‟idzah al-Hasanah

dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan,

pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-

pesan positif (wasiyat), yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan

agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.

c. Metode al-Mujadalah

Dari segi etimologi (bahasa) lafaz mujādalah terambil dari kata

“jadala” yang bermakna memintal atau melilit. Apabila ditambahkan Alif

pada huruf Jim yang mengikuti wazanfā„ala, “jādala” dapat bermakna

berdebat dan “mujādalah” perdebatan. Sedangkan dari segi istilah

(terminologi) adalah upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak

secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya

permusuhan di antara keduanya.

D. Sikap Dai Terhadap Masyarakat

Seorang da‟i tidak boleh larut mengikuti keinginan masyarakat,

tidak pula larut dalam tradisi dan kebiasaan masyarakat yang bertentangan

dengan syariat Islam, kaidah-kaidah, hukum-hukum, dan adab-adabnya.

Para da‟i seharusnya tidak direndahkan oleh kemauan mereka, hanya

karena ingin menarik manusia dalam berdakwah. Karena kecenderungan-

kecenderungan untuk menuruti pesan-pesan dari sebagian mad‟u itulah

53

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 251

Page 64: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

48

yang sering kali mendorong sebagian da‟i saat ini untuk berupaya tidak

hanya mengubah sebagian norma dan tradisi Islam saja, tetapi juga sampai

pada upaya untuk mengubah prinsip aqidah atau bahkan sistem Islam.

Mereka menyesuaikan dengan kondisi masyarakat yang menyimpang.

Sesungguhnya menuruti keinginan-keinginan masyarakat yang seerti

itulah yang menyebabkan agama ini menjadi permainan, seakan bukan

meupakan pedoman hidup dan seakan tidak memiliki persepsi rabbani

yang jelas, oleh karena itu Allah berfirman kepada Rasul-Nya,

“Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah

sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa

nafsu mereka dan katakanlah: aku beriman kepda semua kitab yang

diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara

kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami

dan bag kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan

kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya lah kembali

(kita)”.

Satu hakikat yang tidak bisa dihindari bahwa musuh-musuh Islam

itu selalu berupaya untuk menghambat jalan dakwah baik dengan

menghalang-halangi manusia dari mengikuti kebenaran dan da‟i-da‟inya,

atau menghalang-halangi para da‟i dari melanjutkan dakwahnya dengan

segala cara. dengan intimidasi, penyiksaan, menarik, merayu, atau

dipopulerkan dan dikaburkan. Imam al-Ghazali menegaskan bahwa ujian

terbesar yang perlu dihindari seorang da‟i adalah ketika ia merasa lebih

mulia karena berilmu dan memandang rendah orang lain karena bodoh.

Terlebih lagi jika tujuannya dalam berdakwah adalah pamer kehebatan

ilmu dan menampakan bahwa orang yang berilmu adalah mulia dan orang

yang bodoh adalah rendah. Jika benar itu merupakan motivasinya dalam

Page 65: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

49

berdakwah, maka it merupakan sebuah ke-munkar-an bahkan lebih

munkar dari ke-munkar-an yang selama ini ia larang.54

54

Shalih Ahmad al-Syami, Untaian Nasihat Imam Ghazali, (Jakarta: Turos, 2014)h. 19

Page 66: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

50

BAB IV

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA PENAFSIRAN IBN

KATSIR DAN SAYYID QUṬB TERHADAP QS. AL-BAQARAH

[2]: 41 DAN QS AL-MAIDAH [5]:44

Pada bab ini akan mengkaji mengenai ayat-ayat menerima imbalan

menurut penafsiran Ibn Katsir dan Sayyid Quṭb. Di dalam al-Qur‟an term walā

tasytarū biayāti tsamanan qolīlan berjumlah 2 ayat, berikut tiga ayat yang akan

penulis paparkan menurut Ibn Katsir dan Sayyid Quṭb, dilihat dari perbedaan dan

persamaan yang terjadi pada penafsiran kedua tokoh tersebut.

A. Prilaku Bangsa Yahudi yang menukarkan Taurat dengan harta benda

duniawi

ل رشزشا ث ۦ ي وبـش ث ا أ ل رى عى ب ب ل صذ ذ ب أض ا ث ءا ئ٠ ب ل١ال ز م ب٠

ـٱرم

“Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Quran) yang

membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi

orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-

ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus

bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 41)

Dalam surat al-Baqarah ayat 41 ini, Ibn Katsir mengatakan bahwa ayat ل

ب ل١ال رشزشا ث ز م ب٠ “Dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan

harga yang rendah”, maksudnya adalah Janganlah kalian menukarkan keimanan

dengan ayat-ayat-Ku dan membenarkan Rasul-Ku dengan keduniaan dan

kesenangan belaka, karena sebenarnya hal itu hanyalah sementara dan amat

sedikit.

Page 67: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

51

Ibn Katsir juga menambahkan beberapa hadis untuk memperkuat

pendapatnya, bahwa makna larangan kepada kaum Yahudi untuk “menukarkan

ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit” dimaksudkan untuk menukarnya

dengan benda duniawi, di antaranya:

لبي عجذ هللا ث اجبسن، اجبب عجذ اشح ث ص٠ذ ث جبثش ع بس ث ٠ض٠ذ لبي عئ

ل١ اذ١ب ثحزاـ١شب. احغ ٠ع اجصش ع ل رعب: مب ل١ال لبي: اث

“telah berkata „Abdullah ibn al-Mubarok, telah menceritakan kepada kami

„Abdurrahman ibn Zaid ibn Jabir dari Harun ibn Yazid telah berkata, ditanya

Hasan al-Baṣri tentang firman Allah, “harga yang sedikit” telah berkata Hasan

al-Baṣri “harga yang sedikit itu adalah berupa dunia dan dan orang-orang yang

berlomba-lomba untuk mendapatkan dunia”.

رعب " ل جج١ش ـ عع١ذ ث د٠بس ع م عطبء ث ١عخ حذ ل رشزشا ث لبي اث ز ب٠

ب ل١ال م ارب. ش ١ب اذ م١ ا اث ا ، ض ا١ ا٠بر وزبث از ا " ئ

“telah berkata ibn Lahi‟ah telah menceritakan „Aṭa ibn Dinar dari Sa‟id ibn

Jubair tentang firman Allah “dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku

dengan harga yang sedikit” sesungguhnya ayat-ayat Allah adalah ayat yang

pernah diturunkan kepada Bani Israil. Dan sesungguhnya hargayang sedikit itu

adalah dunia dan segala kesenangannya.”

Riwayat penafsiran yang dibawakan oleh Ibn Katsīr di atas mendapatkan

kesamaan dalam pendapat lain, sebagaimana dinukilkan oleh al-Qurṭubī,

disebutkan bahwa pada waktu itu para pendeta Yahudi mengajarkan agama

mereka dengan cara mengambil imbalan, lalu mereka dilarang mengambil

imbalan tersebut. Dalam kitab mereka tertera, “Wahai anak cucu Adam,

berikanlah pelajaran secara gratis, sebagaimana kamu mendapat pelajaran secara

gratis.” Demikian yang dikatakan dalam riwayat Abu al-„Aliyah. Maksud dari

larangan ini adalah bahwa mereka tidak boleh mengambil upah dari menjelaskan

kitab suci mereka, yakni Taurat, dan kemudian menyebarluaskan ilmu dengan

perhitungan dan mengambil keuntungan untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga

Page 68: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

52

mereka kemudian mendapatkan kehormatan di dunia. Hal ini kemudian

ditegaskan oleh Rasulullah SAW sebagaimana dalam Sunan Abu Daud55

ب ٠جزؽ ث ج هللا ل ٠زع ملسو هيلع هللا ىلصع اث ش٠شح لبي: لبي سعي هللا رع عب

ئل١ص١ت ث عشضب اذ١ب ٠شحشائحخ اجخ ٠ ام١بخ

“Barang siapa yang memplajari ilmu yang seharusnya untuk mencari ridho

Allah, kemudian dia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan harta

duniawi, maka dia tidak akan menemukan bau surga pada hari kiamat.”

Melalui riwayat hadits di atas, Rasulullah mengajarkan kepada kaum

muslimin umumnya agar tidak mencontoh prilaku orang-orang Yahudi, sehingga

ketika mengajarkan ilmu tidak dilakukan dengan meminta upah. Apabila ada

kesepatakan tentang berapa jumlahupahnya, maka seseorang tidak dibolehkan

untuk mengambil upah tersebut; dan hanya dibolehkan untuk mengambilnya jika

upah tersebut didapatkan dari Baitul Mal untuk sekedar memenuhi kecukupan

dirinya dan keluarganya. Dengan demikian, seorang pengajar al-Qur‟an tidak akan

menghentikan aktivitas pengajarannya berkat kecukupan kebutuhan yang

diterimanya tersebut. Hal seperti ini dihukumi sebagai sesuatu yang tidak

ditentukan upahnya sebelumnya. Walhasil, apabila tidak ditentukan besaran

upahnya, maka sesorang pengajar al-Qur‟an diperbolehkan mengambil upah

tersebut, menurut Imam Malik, Imam Syafi‟i, Imam Ahmad dan Jumhur ulama

lain sebagaimana didasarkan pada sebuah riwayat dalam Ṣahih Bukhārī. Ubadah

ibn Ṣāmit berkata,

ـمبي : ملسو هيلع هللا ىلصأ ع سجال ا اصفخ ش١ئب امشا ـأذ لعب ـغبي ع سعي هللا

ئأحججذ أ رطق ثمط بس ـبلج ـزشو، )سا اث داد(

“Aku mengajarkan al-Qur‟an kepada orang-orang ahli aṣ-Ṣufah (orang-orang

miskin yang tinggal di teras masjid). Seorang lelaki dari mereka kemudian

55

Qurṭubī, Tafsir al-Qurṭubi (terj.Fathurrahman, Ahmad Hotib) (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), jilid 1, h. 741.

Page 69: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

53

menghadiahkan sebuah busur panah, aku kemudian menanyakan hal itu kepada

Rosulullah SAW. lalu beliau bersabda “jika engkau ingin dibelenggu dengan

belenggu api, maka terimalah busur panah itu”. (HR. Abu Daud)

Hadis „Ubadah ibn Ṣāmit ini diriwayatkan dalam kitab Sunan oleh Abu

Daud dari hadits Mughirah ibn Ziyad al-Mūṣilī, dari „Ubadah ibn Nussi, dari al-

Aswad ibn Tsa‟labah, dari „Ubādah ibn Ṣamit. Mughīrah adalah sosok yang

terkenal menurut ahlulIlmi, namun ia dikatakan juga mempunyai beberapa hadis

yang munkar. Di luar penilaian para ahli hadits tentang hadis-hadis yang munkar

tersebut, sebagaimana dikatakan oleh Abu Umar, namun kemudian Abu Umar

menambahkan: “Adapun hadis tentang panah, hadis ini adalah hadis yang terkenal

di kalangan ahlul ilmi. Sebab hadis ini diriwayatkan dari „Ubadah dari dua jalur.

Selain jalur periwayatan di atas, hadits ini jugadiriwayatkan dari Ubay ibn Ka‟ab

dari hadis Musa ibn „Ali dari ayahnya dari Ubay. Meskipun begitu, hadits ini

termasuk ke dalam hadis yang munqothi‟.56

Adapun inti pesan al-Qur‟an yang disebutkan di akhir faṣilah ayat ئ٠

yang berarti “Dan hanya kepada Akulah kamu harus bertaqwa”, maka inti ـٱرم

pesan ayat ini menjadi intisari hikmah yang tersimpan dalam larangan ayat

tersebut agar tidak menukar ayat-ayat Allah dengan imbalan dunia yang nilainya

sangatlah kecil di mata Allah. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan sebuah riwayat dari

Thalq bin Ḥabīb berkata, “Taqwa adalah engkau beramal menaati Allah, berharap

mendapatkan rahmat Allah, dan berdasarkan cahaya dari Allah, dan taqwa adalah

meninggalkan maksiat kepada Allah, takut terhadap azab Allah dan berdasarkan

cahaya dari Allah.” Definisi taqwa tersebut seharusnya menyadarkan mereka yang

56

Qurṭubī, Tafsir al-Qurṭubi (terj. Fathurrahman, Abdul Hotib) (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), jilid 1, h. 741.

Page 70: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

54

mengajarkan ayat-ayat Allah agar senantiasa mengharapkan pahala dari

pengajaran kitab suci hanya dari kemurahan rahmat Allah yang tercurah lantaran

menjalankan ketaatan kepada-Nya, sehingga menurut hemat penulis, menentukan

upah dalam mengajarkan al-Qur‟an dapat pula dikategorikan sebagai tindakan

yang mengurangi kualitas taqwa karena Allah tidak menghendaki ayat-ayatnya

ditukar hanya dengan harta benda duniawi yang sedikit. Oleh karena itu, kalimat

“Dan hanya kepada Akulah kamu harus bertaqwa”, maksudnya adalah

bahwasanya Allah SWT memperingatkan dan mengancam kaum yahudi tersebut,

termasuk kebiasaan mereka yang kerap menyembunyikan kebenaran (taḥrīf)

dengan merubah ayat-ayatnya dan menampakan sesuatu yang tidak sebenarnya,

serta menyelisihi Rasul-Nya.57

Dasar ketaqwaan yang sepatutnya menjadi landasan dalam proses belajar

dan mengajar ayat-ayat Allah merupakan keniscayaan, dan menggantinya dengan

menetapkan upah yang dianggap sebagai ganti harta benda duniawi yang sedikit

merupakan sebuah kerugian, sebagaimana dinyatakan dalam pendapat di bawah

ini.

عشضب ئل ١ص١ت ث ، ل ٠زع ج ج هللا عض ب ٠جزؽ ث ب ع رع ١ب اذ

خ. م١ب ا جخ ٠ ٠جذ عشؾ ا

“Barang siapa yang mencari ilmu yang seharusnya untuk mencari ridho Allah

„Azza wa Jalla, kemudian dia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan

harta duniawi, maka dia tidak akan menemukan bau surga pada hari kiamat.”

Kerugian yang timbul dalam ketiadaan bau surga di hari Kiamat nanti bagi

mereka yang mengharapkan ganti harta benda duniawi dengan kata lain

57

Syaihk Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta, Darus Sunah, 2014), h. 177

Page 71: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

55

merupakan sebuah kerugian lantaran berkurangnya nilai ketaqwaan dalam

tindakan amal ibadah yang mereka lakukan.

Dalam tafsir Fi Ẓilal al-Qur‟ān, Sayyid Qutb menegaskan bahwa - agama

Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW merupakan agama yang abadi, yang

dibawa dalam bentuknya yang terakhir, dan merupakan pengembangan bagi

risalah Allah sebelumnya. Dan penjabaran tentang keterkaitan Islam dengan

agama sebelumnya dijelaskan bahwa Islam menyatukan antara Perjanjian Lama

(Taurat) dan Perjanjian Baru (Injil), dan ditambahkan pula apa yang dikehendaki

Allah SWT yang berupa kebaikan, keshalehan bagi kemanusiaan untuk masa

depannya yang panjang. Dengan ini, dihimpunnya semua manusia sebagai

saudara yang saling mengenal, yang bertemu pada perjanjian Allah dan agama

Allah, yang tidak terpecah-belah ke dalam berbagai kelompok dan partai, suku

dan bangsa. Akan tetapi, mereka bertemu menjadi satu sebagai hamba-hamba

Allah yang berpegang teguh pada perjanjian-Nya yang tidak akan berganti sejak

terbit fajar kehidupan.

Uraian pembuka yang menyatukan Islam dengan agama samawi sebelum

Islam menjadi unsur penting, sehingga pelajaran yang dilakukan oleh kaum

terdahulu dapat pula dijadikan ibrah bagi sekalian kaum muslimin. Di dalam ayat

ini, Allah melarang Bani Israel yang hidup di mana Nabi Muhammad dan yang

hidup setelahnya agar tidak kafir kepada Al-Qur‟an yang diturunkan-Nya sebagai

pembenar terhadap kitab Taurat yang ada pada mereka itu. Agar mereka tidak

menukarkan dunia dengan akhirat (yakni mengorbankan kepentingan akhirat demi

kesenangan dan keuntungan duniawi).

Page 72: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

56

Hal ini disertai dengan tambahan penjelasan dalam perspektif Sayyid

Quṭb, agar mereka tidak mengutamakan kepentingan khusus bagi dirinya dan

kepentingan pendeta-pendeta mereka yang merasa khawatir jika mereka masuk

Islam yang berarti melepaskan kepemimpinan mereka dengan segala keuntungan

yang biasa diperolehnya. Karenanya, mereka diseru melalui ayat ini supaya takut

dan bertaqwa kepada- Allah saja. dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku

dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa.

Menurutnya, harga, harta, dan usaha yang bersifat duniawi dan materi sudah

menjadi karakter dan kebiasaan bangsa Yahudi sejak zaman dahulu. Sayyid Quṭb

menjelaskan bahwa mungkin yang dimaksud dengan larangan di sini adalah

larangan terhadap apa-apa yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin mereka,

seperti menetapkan harga bagi pelayanan keagamaaan dan fatwa-fatwa dusta yang

mereka lakukan, dan juga dalam mengubah hukum-hukum, sehingga orang-orang

kaya (konglomerat) dan para pembesar tidak tersentuh hukuman apa-apa ketika

mereka berbuat salah, sebagaimana disebutkan dalam banyak tempat. walhasil,

rendah harga yang dihasilkan dari menukar ayat-ayat Allah dengan imbalan harta

benda duniawi merupakan perbandingan apabila dibandingkan dengan keimanan

di akhirat di sisi Allah nanti.

Ayat ini juga mengingatkan terhadap apa yang biasa mereka lakukan.

Menurut Sayyid Quṭb, kalangan ahlu kitab dari bangsa Yahudi dan nasrani kerap

mencampuradukan kebenaran dengan kebatilan, menyembunyikan kebenaraan

Page 73: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

57

sedang mereka mengetahui dengan maksud untuk mengacaukan pikiran di

kalangan masyarakat muslim serta menyebarkan keraguan dan kegoncangan.58

Dari dua penafsiran ini, dapatlah ditarik sebuah kesimpulan bahwa ayat ini

mengingatkan kaum Muslimin agar tidak meniru perilaku kaum Yahudi dalam

mengajarkan taurat dan melakukan pelayanan agama dengan cara menerima

imbalan, sehingga mengurangi kualitas ketaqwaan yang seyogiamya diburu dalam

menjalankan ibadah dan ketaatan kepada Allah. Harta benda duniawi yang

ditukarkan dengan ayat-ayat Taurat maupun al-Qur‟an merupakan hal kecil

dibandingkan kebesaran rahmat Allah yang akan terlimpah kepada mereka yang

melakukan ibadah dalam bingkai ketaqwaan. Laranngan menentukan upah dalam

mengajarkan ayat-ayat Allah juga dibahas dalam QS al-Maidah [5]: 44

خ ـ١ سى ب ٱز ئب أض ١ ث ٱش بدا ا ز٠ أع ٱز٠ ثب ٱج١ س ٠حى ب ذ

ٱخش ا ٱبط شذاء ـال رخش وبا ع١ ت ٱهلل وز ب ٱعزحفظا ٱلحجبس ث ل رشزشا ث فش ى ٱ ئه

ـأ ب أضي ٱهلل ٠حى ث ب ل١ال ز م ب٠

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk

dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-

orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang

alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan

memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu

janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan

janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa

yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu

adalah orang-orang yang kafir” (QS. Al-Maidah: 44)

Ayat ini dijelaskan sebagai dan jawaban al-Qur‟an yang diturunkan atas dasar

kejadian yang diceritakan oleh Muslim yang meriwayatkan dari Barra ibn Azib

dari Rasulullah SAW.

58

Syahid Sayyid Quthb, Tafsir Fi Dzilalil-Qur’an di bawah Nauungan Al-Qur’an, terj. As’ad Yasin, Abdul ‘Aziz Salim Basyarahil, Muchotob Hamzah, (Jakarta, Gema Insani Press, 2000)h. 80

Page 74: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

58

ي هللا سع د٠خ ملسو هيلع هللا ىلصأ ٠ د٠ب ٠ ب ˓سج ث ٠حى لبي م ضي هللا ـأئه أ ىبـش ب

ضي هللا ـأئ ب أ ث ٠حى اظب ضي هللا ـبئه ب أ ث ٠حى فبعم ا ه

ب ىفبس لبي ضذ و ـ ا

“bahwasanya Rosulullah SAW. Menghukum rajam seorang laki-laki Yahudi dan

seorang perempuan Yahudi. Kemudian ia membaca ayat, ضي هللا ب أ ث ٠حى

ضي هللا ب أ ث ٠حى ىبـش ا ضي هللا ـأئه ب أ ث ٠حى اظب ـبئه

فبعم ا ia berkata: „semua ayat ini turun menyangkut orang-orang , ـأئه

kafir‟”. (HR. Muslim)59

Berdasarkan riwayat di atas, diceritakan bahwa pada suatu waktu orang

Yahudi datang kepada Rosulullah SAW mengadukan bahwa di kalangan mereka

ada seorang laki-laki dan perempuan melakukan perzinaan. Mereka meminta

fatwa kepada beliau tentang hukum pelaku perzinaan tersebut. Sehubungan

dengan itu Rasulullah SAW. Bersabda: “Adakah kamu tidak menemukan hukum

rajam di dalam kitab Taurat?” Mereka menjawab: “Di dalam kitab Taurat

diterangkan tentang hukuman “pukul” dan “dibuat malu dimuka umum”.

Abdullah ibn Salam berkata: “Kamu berbuat bohong dan dusta! di dalam kitab

Taurat terdapat hukum rajam. Ambilah kitab Taurat dan bacalah di hadapanku!”.

Ketika mereka membaca kitab Taurat ada seseorang yang meletakan tagannya di

atas ayat rajam, sehingga ayat itu tidak terbaca. Mereka membaca ayat sebelum

dan sesudahnya. Oleh sebab itu Abdillah ibn Salam berkata: “Bukalah tanganmu,

angkat tinggi-tinggi!”. Kemudian orang itu mengangkat tangannya, dan di sana

didapati ayat rajam. Kemudian mereka berkata: “Benar, wahai Muhammad SAW.

Di dalam kitab Taurat terdapat ayat rajam”. Rasulullah SAW segera

59

Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munīr, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk (Jakarta: Gema Insani, 2016)cet. Ke-1, h. 537

Page 75: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

59

memerintahkan kepada mereka untuk melakukan rajam terhadap pelaku perzinaan

tersebut, sehingga perintah itupun dilaksanakan dengan baik. Sehubung dengan

itu Allah SWT kemudian menurunkan ayat ke-41 hingga ayat ke-44 surat al-

Maidah yang menjadi bukti ketegasan hukum, bahwa barang siapa menegakan

hukum dengan hukum selain dari Allah berarti telah melakukan kekufuran. Di

samping itu dalam menegakkan hukum harus adil dan bijaksana serta menjunjung

tinggi hukum Allah SWT (HR. Malik dari Nafi‟ dari Abdullah ibn Umar ibn

Khatab). 60

Ibn Katsir tidak menjelaskan tafsir QS 5:44 ini, mungkin karna tafsir

tentang masalah ini sudah dijelaskan dalam bagian sebelumnya ketika

menjelaskan QS 2:41. Sementara menurut Sayyid Quṭb QS 5:44 ditafsirkan

sebagai larangan untuk memberikan imbalan atas sikap diam, atau upaya-upaya

pengubahan atau pemberian keputusan fatwa yang sudah dipesan terlebih dahulu.

Semua bayaran yang diberikan untuk semua upaya-upaya tersebut pada

hakikatnya merupakan harga yang sedikit, sekalipun ia memiliki kehidupan dunia.

Bayaran itu tidak lebih dari gaji, jabatan, gelar, atau kepentingan yang kecil, yang

mereka tukar dengan agama. Bahkan dengan itu semua mereka telah membeli

jahannam dengan yakin.

Kemudian Sayyid Quṭb menambahkan bahwa tidak ada yang lebih keji

dari penghianatan orang yang diberi amanat. Tidak ada yang lebih buruk dari

penyia-nyiaan orang yang diamanati pemeliharaan. Tidak ada yang lebih hina dari

pemalsuan orang yang diminta menjadi saksi. Orang-orang yang membawa gelar

“tokoh agama” tetapi kemudian ia berkhianat, mengabaikan kewajiban dan

60

A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul “Studi Pendalaman al-Qur’an”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002)cet. 1 hal. 318

Page 76: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

60

memalsukan, lalu mereka tidak mau berusaha menjalankan apa yang diurunkan

Allah dan mengubah kalimat dari tempat-tempatnya demi untuk memenuhi hawa

nafsu para penguasa dengan mengorbankan kitab Allah.61

B. Pandangan Ulama tentang Upah Ceramah Agama

Dalam membahas masalah pengambilan upah atas pengajaran al-Qur‟an

para ulama berbeda pendapat. Az-Zuhri dan Asḥābu al-Ra‟yi (madzhab Hanafi)

tidak membolehkannya. Menurut mereka, tidak boleh mengambil upah atas

pengajaran al-Qur‟an, sebab mengajarkan al-Qur‟an adalah sebuah kewajaban

yang membutuhkan niat ibadah dan keikhlasan, maka dari itu tidak boleh

mengambil upah atasnya, sama seperti shalat dan puasa. Allah SWT. berfirman:

“Dan janganlah kalian tukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang

rendah.” (QS. Al-Baqarah{2}:41)

Adapun jumhur ulama selain madzhab Hanafi membolehkan mengambil

upah atas pengajaran al-Qur‟an, dengan dalil sabda Rasulullah SAW dalam hadis

Ibn Abbas (hadis tentang ruqyah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori):

اجشا وزبة هللا ع١ ب اخزر احك ئ

“Sesungguhnya pekerjaan yang paling pantas kalian terima upah atasnya adalah

pengajaran kitabullah”

Mengqiyaskan ayat ini kepada shalat dan puasa adalah keliru, sebab qiyas

ini bertentangan dengan nash, juga karena pengajaran al-Qur‟an merebut

pengaruhnya kepada selain pengajar tersebut, maka ia berbeda dengan ibadah-

ibadah yang khusus bagi si pelaku. Perbedaan agama ini juga terjadi dalam soal

61

Sayyid Quṭb, Tafsir Fi Zhilal al-Qur’an: dibawah Naungan al-Qur’an, (Jakarta: Robban Press, 2002)cet. Ke-1, jilid 3, h. 636

Page 77: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

61

pengambilan upah untuk melaksanakan shalat dan syi‟ar-syi‟ar keagamaan

lainnya.62

Quraish Shihab berpendapat bahwa para pemuka agama Yahudi

diingatkan agar tidak menukar ajaran agama dengan kemegahan duniawi. Firman

Allah ل ب ل١ال رشزشا ث ز م ب٠ maksudnya adalah kemegahan duniawi, karena

betapapun banyaknya yang kamu terima itu adalah sedikit dan murah dibanding

dengan apa yang kamu bayar yaitu kesengsaraan duniawi dan ukhrawi.

Selanjutnya Quraish Shihab berbeda pendapat dengan ulama lainnya

mengenai ayat ini, ayat diatas hanya menyebut kataب harga yang sedikit” tanpa“م

menjelaskan apa yang diperolah dari harga yang sedikit itu. Quraish Shihab

menuturkan bahwa, jika penggalan redaksi ayat ini disebut secara lengkap maka

bunyinya adalah: janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan sesuatu yang

kecil yakni nilainya, boleh jadi berupa kedudukan, harta, atau apa saja dari

kemegahan duniawi. Agaknya hal tersebut sengaja tidak disebutkan untuk

mencakup segala hal yang berkaitan dengan kemegahan duniawi.

Quraish Shihab selanjutnya menuturkan bahwa jika para ulama

menjadikan ayat ini sebagai salah satu dasar melarang menerima upah/imbalan

mengajarkan al-Qur‟an bahkan agama, nampaknya itu merupakan pemahaman

yang terlalu dipaksakan. Betapapun demikian, larangan menerima upah untuk

mengajarkan al-Qur‟an bukanlah pendapat yang kuat. Mayoritas ulama sejak

dahulu membolehkannya, antara lain Imam Malik, Imam Syafi‟i dan Imam

Ahmad. Salah satu sabda mereka adalah sabda nabi Muhammad SAW melalui Ibn

Abbas ra. yang menyatakan bahwa: “Sesungguhnya yang paling wajar kamu

62

Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir, Penerjemah Abdul Hayyi al-Kattani, dkk., (Jakarta: Gema Insani, 2013), cet. Ke-1, h. 115

Page 78: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

62

ambil sebagai upah adalah mengajar kitab Allah”. Ibn Rusyd menyatakan bahwa

sepakat para pakar ulama hukum Madinah membenarkan perolehan upah

mengajar al-Qur‟an dan agama. Jika demikian halnya pada masa lalu, maka

lebih-lebih pada kurun dewasa ini di mana kebutuhan hidup semakin bertambah.

Sebenarnya penggalan ayat ini tidak bermaksud kecuali melarang menukar, atau

mengabaikan ayat-ayat Allah dengan memperoleh suatu imbalan. Agaknya ini

merupakan kecaman kepada pemuka-pemuka agama Yahudi yang menuntut

imbalan atas fatwa-fatwa yang bertentangan dengan ajaran agama. Ini jelas

berbeda dengan mengajar membaca al-Qur‟an atau menjelaskan kandungannya.

Pengajaran kitab suci dengan menerima upah bukanlah tindakan menukar atau

mengabaikan ayat-ayat itu, tetapi justru menyebarluaskannya dan mengukuhkan

pemahaman tuntunannya kepada yang diajar.63

Sementara itu. menurut Hamka maksud ل رشزشا ث ب ز م ل١ال ب٠ adalah

mengharapkan kemegahan, sehingga kamu kemudian medustakan kebenaran ayat-

ayat Allah. Berapapun pangkat yang kamu dapat lantaran mendustakan kebenaran

tersebut, namun itu masihlah harga yang sedikit jika dibandingkan dengan

kerugian rohani yang kamu dapat.64

Senada dengan Hamka, Hasbi Aṣ-Ṣiddieqy

menegaskan bahwa ل رشزشا ث ب ل١ال ز م ب٠ bermakna sebagai larangan untuk

menjual ayat-ayat-Allah dengan hak-hal keduniawian, baik berupa kemegahan,

harta, maupun yang lainnya. Sebab, yang demikian itu akan merugikan mereka di

akhirat kelak. Yang dimaksud dengan “ayat-ayat” disini adalah dalil-dalil yang

dijadikan oleh Tuhan sebagai pengukuh kenabiannya. Dalil yang paling benar

63

M. Qurais Shihab, Tafsir al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002)jilid. 1, h. 174

64 Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986)h. 180

Page 79: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

63

adalah al-Qur‟an. Maksudnya adalah janganlah kalian merasa enggan untuk

membenarkan kenabian Muhammad SAW dan syariatnya, hanya lantaran

mempertahankan keuntungan yang tidak seberapa besar yang diperoleh dari

masyarakat, baik berupa pengaruh (status) ataupun yang lainnya. Ayat ini juga

menjadi larangan agar kaum muslimin jangan pula menolak kebenaran Nabi yang

dipandang sebagai hal yang remeh. Sebab orang yang memperoleh sesuatu

dengan mengorbankan keimanannya kepada Nabi berarti mendapat kerugian.

Yaitu, tidak akan memperoleh keridhoan Allah. Sebaliknya, mereka akan ditimpa

azab, baik di dunia maupun diakhirat. 65

Begitu pula menurut Abu Bakar Jabr al-Jazairi dalam al-Aisar ل رشزشا

ب ل١ال ث ز م ب٠ dimaknai sebagai larangan Allah kepada Bani Israil untuk

menukar keterangan tentang kebenaran yang terkait dengan keimanan kepada

kerasulan Muhammad SAW dengan harga yang sedikit dengan mengambil

kenikmatan duniawi. Allah SWT memerintahkan mereka agar bertaqwa kepada-

Nya dalam masalah ini, dengan memperingatkan mereka, apabila mereka

menyembunyikan kebenaran, maka Allah akan menurunkan azab-Nya kepada

mereka. selain itu Allah SWT juga melarang mereka mencampuradukan antara

kebenaran dengan kebatilan dengan tujuan untuk menjauhkan kebenaran itu dan

menentangnya sehingga mereka tidak mau beriman kepada kerasulan Nabi

Muhammad SAW.66

م حذ جب ذ ا ح ضبسة أث م ع١ذا حذ ق ٠عؿ ث صذ جغش عشش ا ب اث

اء لبي جش ١ىخ ع ا٠ عجبط ا ٠ض٠ذ ا اث به ع اث ا٢خظ اث حذ م عج١ذ هللا ث

سج ـعشض ذ٠ػ ا ع١ بء ـ١ ث ش اصحبة ا اج ص هللا ع١ ع فشا

65 Teungku Muhammad Hasbi Aṣ-Ṣiddieqy, Tafsir al-Qur’an al-Majid al-Nur, (Semarang:

PT Pustaka Rizki Putra, 2000)h. 96. 66

Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Tafsir al-Qur’an al-Aisar, (Jakarta: Dar as-Sunanah, 2015)h. 97

Page 80: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

64

بب ـمبي ا ا طك ؤج ب ـب ع١ بب سجال ذ٠ؽب ا ـ ا ساق ا ـ١ى

ل اخزد ع راه ـىشح ىزبة ع شبب ـجشء ـجبء ثشبء ا اصحبث ـمشأ ثفبرحخ ا

ا وزبة هللا اجشا ح ي هللا ز لذ ذ٠خ ـمبا ٠ب سع ص هللا ع١ عا ب أخزر أحك ئ

أجشا وزبة هللا . ع١“Diriwayatkan dari ibn Abbas ra, bahwa sekelompok sahabat Rasulullah

SAW, berjalan melewati mata air yang di tempat itu ada yang tersengat kala. Lalu

pemiliknya memohon kepada mereka, apakah di antara kalian ada yang memiliki

jampi-jampi? Sesungguhnya di dalam air itu ada seorang laki-laki yang tersengat

kala. Lalu salah seorang di antara mereka membacakan surat al-Fatihah dengan

mendapat upah. Kemudian laki-laki itupun sembuh, kemudian orang yang

menyembuhkan itu mendatangi sahabat dengan membawa upahnya, namun para

sahabat tidak menyukai hal tersebut dan berkata, “engkau telah mengambil upah

atas al-Qur‟an. Sesampainya di Madinah mereka menceritakan kepada Rasulullah,

ia telah mengambil upah atas al-Qur‟an. Lalu Rasulullah SAW, bersabda:

“Sesungguhnya yang paling patut kalian ambil upahnya adalah al-Qur‟an”.

و ع اث عع١ذ سضي١بهلل عي ب اث اعب حذمب اث عاخ ع اث ثشش ع اث ازحذم

ضا ع حي ـ عفش عبـشب حز ص هللا ع١ علبي اطك فشا اعحبة اج

اح١بء اعشة ـبعزضبـ ـذغ ع١ذ ره احي ـغيعا ي ثىي شيء ل ٠فعي شيء ـميبي

ر ـميبا ٠با٠يب ثعذ ار١ز إلء اشذ از٠ ضا ع ا ٠ى عذ ثعيذ شيء ـيب

ع١ذب ذغ عع١ب ثى شيء ـي عيذ احيذ يى ي شيء ي ـميبي ٠ضي عي اش ظ ئ

هللا ئ ل سل ى هللا مذ اعزضعفب و ـ ض١فب ـب اب ثشاق ى حز جع ب جعيال

ـصبح ع لط١يع ي اؽي ـطيك ٠زمي ع١ي ٠ميشأ هللاحيذ هلل سة اعيب١ا . ـىأيب

عمبي ـبطك ٠ش بث لجخ . لبي ـأـ جع از صح ع١ ـمبي ثعض شظ

ـيزوش ي ايز ويب صي هللا ع١ي عيالغا ـمبي از سال ل رفعيا حزي يأر اجي

ب ٠أشب ـمذ ع سعي هللا ـزوش ـمبي )ب ٠ذس٠ه اب سلجخ( م لبي )لذ اصجز ـظش

.ص هللا ع١ عاضشثا عى عب(. ـضحه سعي هللا الغا

“Dari Abu Sa‟id al-Khudri ra. Ia menuturkan, “beberapa orang sahabat Nabi

SAW, berangkat untuk menempuh suatu perjalanan, ketika mereka sampai di

suatu perkampungan di antara perkampungan”Arab, mereka minta izin untuk

bertam, namun mereka menolak menerima tam. Lalu tetua kampung itu disengat

binatang berbisa. Maka mereka itu berusaha mengobatinyadengan berbagai cara,

namun tidak berhasil. Kemudian salah seorang dari mereka berkata, “bagaimana

kalau kalian menemui orang-orang yang hendak mampir tadi, siapa tahu ada

seseorang diantara mereka yang mempunyai sesuatu? Maka merekapun menemui

para sahabat tersebut, lalu berkata, Wahai kawan, tetua kami tersengat binatang

dan kami berusaha mengobatinya dengan berbagai cara namun tidak berhasil. Apa

ada seseorang diantara kalian yang mempunyai sesuatu? Salah seorang diantara

mereka menjawab, Ya. Demi Allah aku bisa meruqyah. Namun, Demi Allah kami

telah meminta kalian untuk menerima kami sebagai tamu tapi kalian menolak.

Maka aku tidak mau meruqyah untuk kalian kecuali kalian memberi upah. „maka

mereka mencapai kesepakatan upah beberapa potong kambing. Lalu sahabat

beranjak dan mulai meniupnya dan membaca Alhamdulillāhirabbil „ālamīn‟(yakni

surat al-Fatihah). Setelah itu tetua kampung itu langsung bangkit segar bugar

seolah-olah bangun dari pingsan, lalu ia berjalan seolah-olah tidak pernah terjadi

Page 81: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

65

apa-apa. Kemudian merekapun membayarkan upah yang telah disepakati. Seorang

sahabat bertanya, bagikan itu. Orang yang meruqyah menjawab, janagn

melakukan sesuatu sampai kita bertemu Nabi SAW. lalu kita ceritakan hal ini

kepada beliau. Lalu kita fahami apa yang beliau perintahkan kepada kita. Ketika

mereka sampai kepada Nabi SAW. mereka menceritakan hal itu kepada beliau,

maka beliau berkata, bagaimana engkau bisa tahu bahwa itu adalah ruqyah?

„kemudian beliau berkata kalian benar. Bagikanlah dan berilah aku bagian

bersama kalian. Lalu Nabi SAW. tertawa.”

Abu Isa berkata hadis ini adalah hasan. Imam Syafi‟i membolehkan orang

yang mengajar al-Qur‟an untuk mengambil upah. Menurutnya, sang pengajar

harus membuat syarat bahwa dirinya akan menerima upah dari pelajaran yang ia

berikan. Ia berdalil dengan hadis ini.

Berangkat dari kegelisahan di tengah masyarakat tentang pengambilan

upah dalam berdakwah, selanjutnya seperti yang juga di jelaskan oleh Ali Mustafa

Yaqub bahwa ada tiga pendapat yang terjadi di kalangan fuqoha. Pertama, yang

melarang sevara mutlak, baik ada perjanjian sebelumnya ataupun tidak. Kedua,

yang membolehkan. Pendapat ini mengambil dalil dari hadis di atas. Namun

menurut Ali Mustafa Yaqub, bahwa hadis di atas lemah penggunaan dalil

(istidlal)nya. Karena, sababul wurud hadis ini berbicara dalam konteks

penyembuhan/pengobatan orang yang sakit dengan cara ruqyah (membacakan

surat al-Fatihah). Dan pendapat ketiga yang bahwa apabila ada perjanjian

sebelumnya, lalu seorang dai boleh mengmbil upah ceramahnya, maka hal ini

tidak diperbolehkan. Dan diperbolehkan apabila tidak ada perjanjian

sebelumnya.67

C. Apakah Upah Ceramah Boleh ditentukan Seperti Tarif Pekerjaan?

Dakwah bukanlah kegiatan bisnis, tetapi kegiatan sosial. Salah satu ciri

khusus kegiatan sosial adalah keterlibatan secara sukarela. Mereka yang bekerja

67

Fiqri Abdurrahman, Upah Ceramah Agama dalam Perspektif Hadis, (Jakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Jakarta, 2015)h. 49

Page 82: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

66

dalam kegiatan sosial umumnya melakukan pekerjaannya tanpa mengharapkan

upah atau gaji. Mereka hanya menyalurkan dan mengembangkan idealisme. Akan

tetapi, mereka tidak dilarang untuk menerima upah yang tidak dimintanya

tersebut. Mereka manusia biasa yang membutuhkan makan dan minum. Jika

waktu telah dihabiskan untuk kegiatan sosial, maka tentu ada waktu yang telah

diluangkannya, sehingga dianggap layak untuk memberinya uang lelah pengganti

sebagaimana seseorang yang bekerja secara profesional menghasilkan uang.

Pendakwah adalah sukarelawan yang memenuhi panggilan Allah SWT..

Sebagai konsekuensinya, pendakwah yang tidak meminta upah dari dakwahnya.

Dalam al-Qur‟an disebutkan bahwa Nabi Hud as. Berkata kepada kaumnya

باعبى ع١ اجش ئ اجش ال ع سة اعب١ ....

Dan sekali-kali aku tidak meminta upah kepadamu atas ajakan itu, upahku tidak

lain hanyalah dari Tuhan semesta alam (QS. Asy-Syu‟arā: 127)

Nabi-nabi yang lain juga mengatakan hal yang sama kepada umatnya.

Ayat di atas di ulang dalam surat asy-Syu‟arā‟ sampai lima kali, yaitu ayat 109

(peryataan nabi Nūḥ as.), ayat 127 (pernyataan nabi Hūd as.), ayat 145

(pernyataan Nabi Ṣālih as.), ayat 164 (pernyataan nabi Lūṭ as.), ayat 180

(pernyataan Nabi Syu‟aib as.). dengan redaksi yang hampir sama disebutkan juga

dalam surat Hūd ayat 29, dan 51, surat Yāsīn ayat 21, Yūnus ayat 72,. Hanya saja,

masing-masing ayat tersebut tidak melarang dengan tegas melainkan hanya

menunjukan akhlak para nabi dalam melakukan dakwah. Artinya, bentuk teks

yang tersurat hanya menampilkan aspek keteladanan para nabi, yakni menunjukan

Page 83: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

67

keikhlasan dalam berdakwah. Ayat lain yang terkait dengan ayat-ayat di atas

adalah surat al-Baqarah: 41 dan al-Maidah: 44.68

وااي وءامنى بما اهزلت مصد قا ملا معكم وال تكىن اول كافربه وال تشتروا بااتي ثمنا قليال

فتقىن

Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah aku turunkan(al-Quran) yang

membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi

orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-

ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada-Kulah kamu harus

bertaqwa.69

Dalam riwayat Abu Daud, „Ubaidah bin al-Shamit bercerita: “aku telah

mengajarkan menulis dan membaca Al-Qur‟an kepada masyarakat al-Ṣuffah.

Kemudian ada seseorang di antara mereka yang memberikan hadiah busur panah

kepadaku. Aku berkata, “apakah busur tersebut tidak termasuk harta benda,

sementara aku melemparnya untuk jalan Allah? Aku akan mendatangi Rasulullah

SAW. Untuk menanyakannya” saat datang di tempat pertemuan, aku bertanya,

“Wahai Rasulullah SAW, seseorang memberi hadiah busur kepadaku atas

pengajaran al-Qur‟an kepadanya, apakah itu termasuk harta benda, sedangkan aku

melemparkannya di jalan Allah?” “Jika kamu suka menyalakan bara api, maka

terimalah”, begitu jawab Rasulullah SAW.

Berdasarkan al-Quran dan Hadis di atas, menurut sebagian ulama, hukum

meminta dan menerima imbalan karena memberikan jasa dakwah adalah makruh.

Jika ia melakukannya, maka ia tidak dikenakan dosa, melainkan hal itu bisa

menjatuhkan martabatnya. Secara etika, meminta imbalan dari kegiatan dakwah

lebih buruk daripada sekedar menerimanya. Meminta berarti pendakwah

68

Muhammad Fuad Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li alfadz al-Qur’an (Kairo: Dar al-Hadits, 2007)hal. 33

69 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Syamil Cipta Media, tt.

Page 84: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

68

menentukan besaran honororium, baik secara sepihak maupun secara negoisasi.

Sedangkan menerima imbalan semata, artinya tanpa meminta-minta berarti

pendakwah bersikap pasif. Dengan tidak meminta-minta, maka jikapun ada

imbalan yang diberikan maka itu sepenuhnya merupakan penentuan dari pihak

mitra dakwah, sementara pendakwah berhak menerimanya atau menolaknya. M.

Quraish Shihab (1992:109) menyatakan, “Pada hakikatnya, menerima sesuatu

yang berbentuk materi, baik oleh para nabi maupun para pelanjut mereka, tidak

dilarang oleh surat al-Mudatsir ayat 6, „Dan janganlah kamu memberi (dengan

maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.‟” Ia menyitir pendapat Ibnu

Katsir yang mengatakan:

“Mengajarkan ilmu dengan menentukan honorarium adalah kearifan. Jika

hal itu telah menjadi tugasnya yang ditentukan negara, maka ia tidak boleh

mengambil upah lagi, tetapi ia diperkenankan memperoleh gaji dari Baitul

Mal (negara) yang dapat mencukupi keadaan dirinya dan keluarganya.

Akan tetapi, jika ia tidak menerima apa pun dari Baitul Mal, sementara

pengajaran ilmu dapat terhenti akibat mencari nafkah, maka ia seperti

orang yang tidak diberi tugas. Ketika seseorang mengajarkan ilmu tanpa

ada tugas yang ditentukan negara, maka ia diperbolehkan mengambil

ongkos dari pengajarannya. Demikian pendapat Imam Malik, Imam al-

Syafi‟i, Imam Ahmad, dan sebagian besar para ulama”.70

Dalam perspektif menegemen dakwah, pendakwah tidak perlu meminta-

minta upah dakwah kepada mitra dakwah. Organisasi dakwah yang menunjuk

seorang sebagai pendakwah haruslah menjadi pihak yang memikirkan upahnya

sesuai dengan kelayakan umum. Para pendakwah memerlukan biaya untuk hidup

pribadi dan keluarganya. Bagaimana mungkin seorang pendakwah dapat

berkonsentrasi dalam dakwah jika kebutuhan keluarganya belum terpenuhi.

Pendakwah dituntut memiliki stamina, spirit, dan profesionalisme. Lembaga-

lembaga keagamaan yang profesional adalah lembaga-lembaga yang dapat

70

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: KENCANA, 2004), hal. 257.

Page 85: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

69

mengantarkan para pendakwah dengan kualifikasi tersebut. Dengan demikian

terjadi hubungan timbal balik antara pendakwah dengan lembaga dakwah atau

masyarakat pada umumnya.71

Pada tataran ini memang masih terjadi perbedaan perdapat tentang

diperbolehkannya ataupun dilarang dalam memungut biaya atau dalam bahasa

lain memasang tarif. Dalam hal ini terdapat tiga kelompok yang berpendapat, di

antaranya:

a. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa memungut imbalan dalam berdakwah

hukumnya haram secara mutlak, baik dengan perjanjian sebelumnya

ataupun tidak.

b. Imam Malik ibn Anas dan Imam Syafi‟i membolehkan dalam memungut

biaya atau imbalan, atau dalam menyebarkan ajaran Islam baik ada

perjanjian sebelumnya atau tidak.

c. Al-Hasan al-Basri, Ibn Sirrin, al-Sya‟ibi dan lainnya, mereka berpendapat

boleh hukumnya memungut bayaran dalam berdakwah, tetapi harus

diadakan perjanjian terlebih dahulu.

Perbedaan pendapat dari para ulama bisa terjadi karena banyaknya

teks-teks al-Qur‟an yang selain menjadi sumber hukum, juga menjadi

sumber etika, sehingga dengan perbedaan perspektif antara kacamata

hukum dan etika inilah muncul perbedaan dalam penafsiran atau

pemahamannya masing-masing.

Namun yang menjadi catatan, setidaknya harus dipahami antara

“mengajar yang hanya membacakannya” seperti mengajar al-Qur‟an atau

71

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h. 260

Page 86: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

70

membacakan al-Qur‟an. Bila mengajar berarti mentransfer ilmu dari guru

ke murid, maka dalam hal ini telah terdapat unsur jasa dan hukumnya

boleh untuk memungut bayaran. Tetapi, apabila hanya membaca dan tanpa

ada unsur jasa, maka ini termasuk yang tidak diperbolehkan dalam

memungut imbalan sebagai rujukannya adalah ketika Rasulullah SAW.

menyuruh para tawanan perangnya untuk mengajarkan baca tulis kepada

orang Arab kepada generasi Islam yang dijadikan sebagai tebusan untuk

pembebasan mereka.

Dalam konteks kekinian imbalan jasa dalam berdakwah itu

merupakan salah satu faktor penentu dukungan financial dalam dakwah.

Dalam artian, dakwah pada era sekarang menegaskan sangat pentingnya

dukungan financial ini, karena akan menambah sumber daya sang da‟i

tersebut dari segi keilmuan, kesejahteraan hidup dan proses aktifitas

dakwah yang dilakukannya. Keprofesionalan seorang da‟i ini sangatlah

penting, asalkan da‟i mampu memberikan apa yang dibutuhkan oleh sang

mad‟u. Dalam konteks ini, imbalan yang diterima seorang da‟i tidak dapat

dihubungkan dengan keikhlasan, sebab keikhlasan da‟i itu tidak dapat

dijadikan sebuah barometer, karena hal tersebut merupakan sebuah

hubungan secara vertikal antara da‟i dan Tuhannya.72

72

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2003), cet. Ke-2, h. 89

Page 87: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

71

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai kesimpulan dari pembehasan tentang Imbalan ceramah Agama Penafsiran

Ibn Katsir dan Sayyid Quṭb QS al-Baqarah [2]: 41:

1. Ibn Katsir melarang mengajarkan agama (berdakwah) dengan imbalan,

karna itu merupakan kebiasaan Bangsa Yahudi yang melanggar ajaran

kitab mereka dan sedikitpun kita dilarang untuk mengikuti kebiasaan

mereka.

Beberapa poin yang membolehkan pengambilan imbalan adalah jika

imbalan tersebut bukan berdasarkan kesepakatan dua belah pihak,

melainkan diberikan dengan suka rela, bukan di minta, serta jika imbalan

tersebut di dapat dari Baitul Mal untuk memenuhi kebutuhan disi sendiri

dan keluarganya.

2. Sayyid Quṭb dengan tegas melarang mengambil imbalan setelah

memberikan pengajaran keagamaan, sebagaimana yang dilakukan

pemimpin-pemimpin Yahudi yang menetapkan harga bagi pelayanan

keagamaan dan memeberikan fatwa-fatwa dusta, dengan mengatakan

bahwa “mereka telah membeli jahannam” karena rendah harga yang

dihasilkan dari menukarkan ayat-ayat Allah dengan imbalan harta benda

duniawi merupakan perbandingan apabila dibandingkan dengan keimanan

di akhirat di sisi Allah.

3. Dari dua pendapat mufasir tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwa

pengambilan imbalan bagi pengajaran keagamaan menurut QS al-Baqarah

Page 88: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

72

[2]:41 adalah tidak boleh,karena pengajaran agama harus berdasarkan niat

ikhlas. Namun, jika pengajaran agama tersebut menyebabkan pengajaran

agama menjadi terhenti karena tidak adanya anggaran untuk memenuhi

kebutuhan pengajar tersebut maka dibolehkan dengan catatan berdasarkan

suka rela.

Page 89: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

73

Daftar Pustaka

Abdurrahman, Fikri “Upah Ceramah Agama dalam Perspektif Hadis” Skripsi FU

UIN Jakarta, 2015.

Ade Sofyan, Fatmawati. “Dakwah di Televisi”, Skripsi. Jakarta: Fakultas Dakwah

dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.

Ardani, Moh, Memahami Permasalahan Fiqih Dakwah, (Jakarta: PT. Mitra

Cahaya Utama, 2006)

Arraiyyah, M. Hamdar; Anwar, H. Rosehan, Siaran Keagamaan di Televisi,

(Jakarta: Puslitbang Lektur Agama)

Arrifa‟i, Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibn Katsir, (Jakarta: Gema Insani,

1999)

Aziz, Muhammad Ali, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004)

Az-Zuhaili, Wahbah, Tafsir al-Munir t.t., (Jakarta: Gema Insani, 2016)

Badruttamam, Nurul, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, (Jakarta: Grafindo

Khazanah Ilmu, 2005)

Bahnasawi, Salim, Butir-butir Pemikiran Sayyid Quṭb: Menuju Pembaruan

Gerakan Islam, (Depok: Gema Insani, 2003)

Bunyamin, Abun, Dinamika Tafsir Ijtima‟i, (Purwakarta: Taqaddum, 2012)

al-Baqi, Muhammad Abd Fuad, al-Mu‟jam al-Mufahras li alfadz al-Qur‟an,

(Kairo: Dar al-Hadis)

Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung: Syamil Cipta

Media, tt.

Fathullah, Mahdi, Titik Temu Agama dan Politik, (Solo: Ramadhani, 1991)

Habib, M. Syafaat, Buku Pedoman Dakwah, (Jakarta: Widijaya, 1982)

Hamid Nasuhi dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. (Jakarta: UIN Jakarta,

2008)

Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986)

Hartini, Titin, Imbalan Mengajar Al-Qur‟an Perspektif Hadis, Skripsi FU UIN

Jakarta, 2006

https://id.wikipediaOrg/wiki/Abbas el-Akkad

http://nurekhun.blogspot.com/2012/10//m=1

https://id.wikipedia.org/wiki/AhmadAmin

https://www.google.co.id/amp/s/www.dakwatuna.com/2014/05/13/51166/Jamal-

Sultan-drama-al-munsyiah-1954

http://maribelajarngilmu.blogspot.co.id/2016/01/sejarah-ulama-ibnu-

katsir.html?=1

Page 90: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

74

http://quran.bblm.co.id/?id=15026

Ilaihi, M.A., Wahyu, Komunikasi dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosda karya,

2010)

Ismail, A. Ilyas Ismail, MA.; Hotman, Prio., M.A., Filsafat Dakwah: Rekayasa

Membangun Agama dan Peradaban Islam, (Jakarta: Kencana, 2011)

Al-Khalidi, Shalah Abd al-Fath, Pengantar Memahami Tafsir Fī Ẓilal Al-Qur‟an,

(Surakarta: Era Intermedia, 2001)

Mahali, A. Mudjab, Asbab al-Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur‟an, (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2002)

Mansyur, Mustafa, Fiqih Dakwah, (Jakarta: I‟tishom, 2000)

Muid, Abdul, Teologi Pembelaan Islam Sayyid Quṭb, (Tesis S2 Konsentrasi

Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2005)

Munir, M, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2003)

al-Qattan, Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2005)

Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azam, 2010)

Qutb, Sayyid. Fiqih Dakwah (Jakarta: PUSTAKA AMANI, 1995)

Quṯb, Sayyid. Tafsir Fī Ẓilal Al-Qur‟an, (Beirut: Dar asy-Syuruq, 2000).

Rusyd, Ibn, Bidayah al-Mujtahid wa al-Nihayah al-Muqtaṣid t.t., (Beirut, Dar al-

Fikr)

al-Samarqandi, Nashr Ibn Muhammad Ibn Ibrahim, al-Tanbih al-Ghafilin,

(Indonesia, Dar al-Ihya‟ al-Quṭb al-„Arabiyah t.t.)

saputra, Wahidin, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT Raja Grafino Persada,

2011)

al- Ṣiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur‟an al-Majid al-Nur,

(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2000)

Shihab, Quraish, Wawasan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1997)

al-Suhaimi, Fawwaz ibn Hulail, Begini Seharusnya Berdakwah, (Jakarta: Dar al-

Haq)

al-Syami, Shalih Ahmad, Untaian Nasihat Imam Ghazali, (Jakarta: Turos, 2014)

Syamsul, Asep Romli, M. SIP., Jurnalistik Dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosda

Karya, 2003)

Titin Hartini, Imbalan Mengajar Al-Quran Perspektif Hadis, Skripsi, Jakarta: UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.

Tricahyo, Agus. Metafora dalam Al-Qur‟an, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press,

tahun)

Al-Turki, Abdullah ibn Abdul al-Muhsin, al-Bidayah wa al-Nihayah Ibn Katsir,

(Jakarta: Pustaka Azam, 2013)

Page 91: PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37515/2/LENI...untuk segala tenaga, harta dan perhatiannya, teh Nengsih yang selalu

75

Ya‟qub, Ali Mushafa, “Dai Bertarif” Republika, Selasa 23 Agustus 2013. Diakses

dari http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/13/08/26/ms59jb-

dai-bertarif pada tanggal 2 Juni 2016.