Profesional Global

25
2.6.10 PROFESIONALISME PRAJURIT TNI AD MENGHADAPI GLOBALISASI ditulis untuk Majalah Seskoad Viyata Vira Jati edisi 113/2010 Tugas TNI dengan jajarannya, harus terus menerus meningkatkan postur, Military Posture harus semakin handal, semakin modern, semakin tangguh, kredibel, sekaligus peningkatan kemampuan dan kesiagaan. (Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI) PENDAHULUAN Pernyataan diatas dikutip dari sambutan Presiden RI pada Acara Rapim TNI di Aula Gatot Subroto Mabes TNI Cilangkap pada tanggal 25 Januari 2010. Pada kesempatan tersebut pada intinya Presiden RI menyampaikan tentang bagaimana misi dan tantangan TNI dihadapkan pada ancaman global dalam rangka mewujudkan grand strategy untuk kepentingan 10, 20, 30 tahun mendatang. Pembahasan grand strategy ini menjadi penting karena kesiagaan yang dimaksud diatas adalah “readyness” yang merupakan bagian dari strategi penangkalan dari kekuatan pertahanan negara. Dimana pembangunan kekuatan Pertahanan Negara dilakukan melalui modernisasi dan pembangunan yang terarah, terencana, sesuai dengan hakekat ancaman, kondisi geografi dan kemampuan negara serta berlandaskan Revolution in Military Affairs (RMA).

Transcript of Profesional Global

Page 1: Profesional Global

2.6.10

PROFESIONALISME PRAJURIT TNI AD MENGHADAPI GLOBALISASI

ditulis untuk Majalah Seskoad Viyata Vira Jati edisi 113/2010

Tugas TNI dengan jajarannya,harus terus menerus meningkatkan postur,

Military Posture harus semakin handal, semakin modern, semakin tangguh,kredibel, sekaligus peningkatan kemampuan dan kesiagaan.

(Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI)

PENDAHULUAN

Pernyataan diatas dikutip dari sambutan Presiden RI pada Acara Rapim TNI di Aula

Gatot Subroto Mabes TNI Cilangkap pada tanggal 25 Januari 2010. Pada kesempatan

tersebut pada intinya Presiden RI menyampaikan tentang bagaimana misi dan

tantangan TNI dihadapkan pada ancaman global dalam rangka mewujudkan grand

strategy untuk kepentingan 10, 20, 30 tahun mendatang. Pembahasan grand strategy

ini menjadi penting karena kesiagaan yang dimaksud diatas adalah “readyness” yang

merupakan bagian dari strategi penangkalan dari kekuatan pertahanan negara. Dimana

pembangunan kekuatan Pertahanan Negara dilakukan melalui modernisasi dan

pembangunan yang terarah, terencana, sesuai dengan hakekat ancaman, kondisi

geografi dan kemampuan negara serta berlandaskan Revolution in Military Affairs

(RMA).

Pertahanan Negara diperlukan dalam rangka mempertahankan kedaulatan,

keutuhan wilayah suatu negara dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari

ancaman dan gangguan baik yang muncul di dalam negeri maupun luar negeri. Bagi

Indonesia Pertahanan Negara merupakan upaya nasional yang melibatkan seluruh

potensi dan kekuatan nasional yang diselenggarakan secara terpadu, terarah, efektif

Page 2: Profesional Global

dan efesien berdasarkan pada sistem pertahanan negara yaitu Sistem Pertahanan

Rakyat Semesta.[1]

Dalam aplikasinya, Pertahanan Negara diselenggarakan oleh seluruh komponen

bangsa secara terpadu dan komprehenif, khusus dalam menghadapi ancaman militer

menempatkan TNI sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen

cadangan dan komponen pendukung. Dalam konteks TNI AD, pertahanan negara

dengan konsep pertahanan kewilayahan, dimana kemampuan pertahanan wilayah yang

dikembangkan adalah yang bertumpu pada pertahanan pulau besar dan rangkaian

pulau kecil atau biasa dikenal dengan Land Base Oriented, hal tersebut mensyaratkan

adanya kemampuan prajuritnya yang profesional dan handal serta didukung alutsista

yang memadai. Menyadari hal tersebut maka sudah sewajarnya apabila pembentukan

prajurit yang profesional dalam rangka menghadapi tuntutan perkembangan tugas,

adalah hal yang menjadi prioritas bagi TNI AD.

Dihadapkan pada perkembangan global dunia yang makin dinamis dan komplek,

dimana saat ini muncul enam sumber dan jenis ancaman global yang meliputi : 1) dunia

yang multi polar, 2) benturan peradaban, 3) persaingan memperebutkan akses

terhadap pangan, energi dan air, 4) ketimpangan ekonomi global, 5) penyakit menular,

dan 6 ) perubahan iklim[2] menjadikan tuntutan tugas TNI semakin kompleks pula. Maka

pembangunan kekuatan TNI AD yang berlandaskan pembentukan prajurit yang

profesional menjadi tidak mudah dan membutuhkan suatu strategi yang jitu, dinamis

sesuai dengan tuntutan jamannya saat ini.

Kebijakan pembangunan nasional pada periode kedua pemerintahan SBY

adalah melanjutkan dan meningkatkan pembangunan disegala bidang secara terus

menerus dengan koreksi dan perbaikan, dalam artian lain “development for all” atau

Page 3: Profesional Global

pembangunan untuk semua. Mengacu kepada kebijakan tersebut, maka pembangunan

bidang pertahanan yang dilakukan oleh TNI, khususnya TNI AD juga harus meliputi

segala bidang dan kemampuan yang dimiliki oleh TNI AD sebagai sebuah organisasi

militer untuk diarahkan dapat menjawab tantangan tugas dalam dimensi yang lebih

luas, yaitu bukan saja menjawab tugas pokok TNI AD, tetapi juga bagaimana dapat

berkontribusi aktif memberikan solusi terbaik bagi permasalahan-permasalahan

bangsa.

Namun, dihadapkan dengan kemampuan dukungan anggaran negara yang

masih terbatas, TNI AD akan menghadapai berbagai kendala dalam mewujudkan

kebijakan pembangunan bidang pertahanan, sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan

mendasar disekitar pembangunan kekuatan pertahanan negara dalam menghadapi

ancaman global, yaitu Apa trend ancaman global saat ini yang mempengaruhi

pelaksanaan tugas pokok dibidang pertahanan ?, Bagaimana strategi membentuk

prajurit yang profesional yang sesuai dengan tuntutan tugas ? dan Bagaimana

konsep TNI AD dalam menyikapi perubahan ancaman global ?.

Mengapa pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dijawab, tiada lain dalam rangka

kontinuitas reformasi internal TNI, yang mana selama satu dasa warsa reformasi, TNI

AD secara perlahan tapi pasti melakukan berbagai perubahan, baik dalam tataran

kebijakan, operasional dan kultur. Satu hal yang paling sulit dan membutuhkan waktu

untuk perubahan adalah dibidang kultur, karena hal tersebut berhubungan dengan

sumber daya manusia, sehingga menjadi relevan apabila pembenahan kultur dikaitkan

dengan strategi pembentukan prajurit yang profesional dan pada akhirnya mengarah

pada konsep TNI AD sebagai sebuah institusi atau organsasi militer menghadapi

ancaman global menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini.

Page 4: Profesional Global

SUMBER ANCAMAN GLOBAL

Berdasarkan tinjauan geopolitik dan strategic environment, trend sumber dan jenis

ancaman global telah berubah pada awal abad ke-21. Isu-isu global yang semula

didominasi oleh demokratisasi, HAM dan lingkungan hidup, saat ini sudah mulai muncul

isu-isu baru yang diprediksi dapat menjadi sumber ancaman global, yang meliputi :

Pertama, dunia yang multi polar, bahwasanya, Amerika dewasa ini bukan lagi

menjadi pemain tunggal dalam percaturan dunia internasional. Telah lahir kekuatan-

kekuatan baru yang mampu mempengaruhi pengambilan kebijakan baik politik,

ekonomi, pertahanan keamanan. Bangkitnya ekonomi China yang pada tahun 2009

telah mampu menggeser Amerika sebagai eksportir terbesar kedua di dunia, dan

diprediksi pada 2010 akan merebut tempat pertama dari Jerman[3] merupakan

kekuatan baru yang dominan mempengaruhi kawasan, khususnya Asia, dipihak lain

bersatunya negara-negara Eropa dalam bentuk Uni Eropa merupakan kekuatan yang

patut diperhitungkan oleh Amerika dalam bermain di kawasan Eropa. Sehingga dewasa

ini ada 3 (tiga) interaksi kekuatan besar yang mempengaruhi tatanan dunia di abad 21,

yaitu Amerika, China dan Uni Eropa.

Kedua, Benturan Peradaban, Clash of Civilization antara dunia Islam dan dunia

Barat terus saja terjadi sampai memasuki abad 21 ini, terutama yang berkaitan dengan

isu terorisme, dimana dunia Barat memposisikan terorisme merupakan produk dari

peradaban dunia Islam. Judgement yang tendensius semacam inilah yang pada

dasarnya menjadikan makin suburnya terorisme di dunia, terutama terhadap Amerika

dan berbagai kepentingannya di berbagai belahan dunia. Karena sikap resmi suatu

pemerintahan kepada dunia Islam pada umumnya, akhirnya membentuk opini publik

yang melihat dunia Islam dari sisi negatifnya saja, yang tentu saja menimbulkan

perlawanan tersendiri dari dunia Islam, terutama golongan Islam garis keras yang lebih

mengutamakan jalan kekerasan daripada syiar agama yang mengutamakan

perdamaian dan kasih sayang. Pertentangan kedua peradaban yang sudah berumur

ratusan tahun ini merupakan sumber ancaman tersendiri yang patut diperhitungkam

dalam percaturan kehidupan dunia internasional.

Page 5: Profesional Global

Ketiga, Persaingan memperebutkan akses terhadap pangan, energi dan air

merupakan sumber konflik baru yang akan segera mengemuka dewasa ini. Hal tersebut

terjadi karena melonjaknya jumlah penduduk dunia dari tahun ke tahun yang tentunya

berdampak pada kebutuhan akan pangan, energi dan airpun semakin bertambah,

sedangkan sumber daya alam sudah semakin menipis karena eksploitasi manusia yang

cenderung berlebihan. Pada abad 20 saja, kebutuhan akan minyak menjadikan

Amerika menyerbu Irak, walaupun alasan penyerbuannya dikemas dengan isu

demokrasi dan adanya pembuatan senjata pemusnah massal oleh Irak, yang ternyata

sampai dengan saat ini tidak terbukti adanya. Sehingga krisis akan pangan, energi dan

air apabila tidak ditangani dengan arif dan bijaksana dapat menjadi pemicu konflik di

abad 21 ini.

Keempat, Ketimpangan ekonomi global. Adanya ketimpangan antara supply

dan demand pada percaturan ekonomi global merupakan bom waktu tersendiri, hal

tersebut sudah terbukti dua kali yaitu, tahun 1998 yang melanda Asia dan tahun 2008

yang bahkan melanda seluruh dunia, dikarenakan krisis keuangan di Amerika.

Kepentingan antara negara pengimpor dan negara pengekspor harus benar-benar

dapat diwadahi dan disikapi dengan kebijakan ekonomi yang mampu menciptakan

pertumbuhan ekonomi yang kuat, inklusif dan berkesinambungan agar mampu

menghadapi sumber dan jenis ancaman global masa kini.

Kelima, Penyakit menular. Dampak dari penyebaran penyakit-penyakit baru

seperti flu burung, flu babi ternyata tidak hanya meresahkan satu kawasan saja, tetapi

sudah menjadi perhatian dunia, bahkan telah menimbulkan travel warning bagi satu

negara kepada negara lain, yang mau tidak mau mempengaruhi hubungan kedua

negara. Dan tidak menutup kemungkinan masih ada varian-varian baru yang akan

muncul yang akan dapat menjadi wabah global.

Keenam, Perubahan Iklim merupakan sumber ancaman baru yang perlu

diwaspadai oleh semua negara dalam lingkup global. Efek rumah kaca telah

menyebabkan kenaikan suhu yang drastis, kenaikan air laut, rusaknya lahan pertanian

yang berdampak pada kelaparan, masalah sosial dan pada akhirnya masalah

Page 6: Profesional Global

keamanan dunia. Belum lagi dengan peristiwa alam yang tak dapat terelakan seperti

gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, dewasa ini sudah menjadi masalah

global, masalah seluruh masyarakat dunia bukan lagi semata-mata negara yang

sedang ditimpa bencana.

Keenam sumber dan jenis ancaman global inilah yang perlu diperhatikan secara

seksama oleh bangsa Indonesia dalam membangun dan menyongsong abad 21,

segenap daya dan upaya serta kemampuan yang ada harus dikonsolidasikan dan

diarahkan untuk mampu menjawab segala tantangan global yang tak mungkin

terelakkan. Demikian pulanya dengan TNI AD yang merupakan bagian integral dari

NKRI harus pula menyikapi tantangan tersebut agar tidak terdadak dan pada saatnya

mampu memberikan solusi bagi permasalahan bangsa sesuai dengan tugas pokok

yang diembannya.

STRATEGI MEMBENTUK PRAJURIT YANG PROFESIONAL

Menyikapi bahwa abad 21 sudah didepan mata bahkan sedang dijalani dan adanya

sumber ancaman baru yang semakin kompleks adalah tantangan yang harus dijawab,

maka TNI AD sebagai komponen bangsa menyikapinya dengan berpikir dan bertindak

realistis sesuai dengan kemampuan dan batas kemampuan serta dukungan anggaran

yang tersedia dari negara. Bahwa kemampuan dukungan anggaran TNI walaupun

mengalami kenaikan sebesar Rp. 10 triliun pada APBN 2010[4], namun dukungan

tersebut lebih diarahkan kepada lima hal yaitu : dukungan operasional nyata, kesiapan

dan kesiapsiagaan operasional, pemeliharaan alutsista, pendidikan dan latihan, serta

kesejahteraan prajurit.

Page 7: Profesional Global

Dari penekanan tersebut terlihat bahwa pemenuhan dan pembelian alutsista baru

bukan menjadi prioritas utama TNI guna memodernkan alutsistanya dalam rangka

menciptakan daya tangkal yang kuat melalui persenjataan yang handal, modern yang

berlandaskan sistek sesuai jamannya. Dihadapkan dengan berbagai realita tersebut,

bagi TNI AD diperlukan strategi lain dalam rangka membangun organisasinya, karena

pada dasarnya TNI AD adalah berbasiskan orang yang mengawaki persenjataan,

bukannya orang yang dipersenjatai atau dilengkapi dengan sistem persenjataan seperti

matra lain. Maka salah satu strategi yang tepat saat ini dihadapkan dengan kondisi

nyata adalah mempersiapkan, memelihara dan meningkatkan SDMnya agar mampu

menjalankan setiap tugas yang diberikan, dalam arti kata lain yaitu membentuk prajurit

yang profesional.

Sebelum lebih jauh membahas tentang strategi apa yang tepat digunakan TNI AD

dalam membentuk prajuritnya yang profesional, ada baiknya kita ditinjau dulu apa yang

dimaksud dengan profesional itu sendiri dalam pengertian atau lingkup militer sebagai

sebuah profesi.

Dalam kamus Webster Dictionary, kata “profesional” berasal dari bahasa Yunani

“profess” (ikrar) yang kemudian menjadi kata bentukan Professionalism yang

mempunyai arti “tingkah laku, tujuan, sifat-sifat, karakteristik mengenai keistimewaan

suatu profesi, atau manusia profesional dan karakteristik standar atau metode

profesional”.

Yang kemudian dapat disimpulkan Profesional adalah standar yang dikenakan

terhadap suatu pekerjaan yang dilakukan dengan lebih dilandasi oleh keyakinan akan

adanya nilai-nilai kebenaran, kehormatan, kecintaan dan keterpanggilan di dalam

pekerjaan itu, baik dalam hal menguasai keahlian yang diperlukan maupun pelayanan

Page 8: Profesional Global

atas nama pekerjaan itu kepada orang lain, dari pada sekedar, atau semata-mata untuk

memperoleh bayaran.[5]

Sedangkan menurut Samuel Huntington, untuk membentuk suatu profesionalisme

khususnya dalam dunia militer dibutuhkan adanya tiga prasyarat profesionalisme yaitu :

adanya keahlian (expertise), tanggung jawab sosial (social responsibility), dan adanya

organisasi kesejawatan yang mengikat (corporateness)[6]. Hal tersebut senada dengan

apa yang disampaikan oleh Morris Janowitz bahwa profesionalisme dapat terbentuk

karena adanya : 1) suatu keahlian yang sangat spesifik yang diperoleh melalui latihan

yang intensif, 2) standar etika dan kinerja, 3) rasa identitas kelompok, dan 4) sistem

administrasi internal.[7]

Dari pendapat para ahli militer tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa

Profesionalisme Militer adalah militer yang mempunyai pengetahuan, pendidikan,

kemampuan, ketrampilan serta tanggung jawab di bidang pertahanan dan

keamanan negara dari ancaman luar dan dalam negeri.

Untuk dapat mewujudkan profesionalisme seperti yang dimaksud maka dibutuhkan

seorang prajurit yang memiliki daya tempur yang handal, menguasai peranti keras dan

lunak sesuai dengan keahlian yang disandangnya serta ditunjang dengan daya nalar /

pikir yang baik sehingga mampu menjalankan setiap tugas yang diberikan dengan baik

dan benar. Ini adalah konsep profesionalisme prajurit yang diusung oleh negara barat

secara konvensional.

Dari sudut pandang TNI sendiri yang dimaksud dengan profesional adalah tentara yang

terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan

Page 9: Profesional Global

dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut

prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan

hukum internasional yang telah diratifikasi.[8]

Dari sini terlihat bahwa pada dasarnya pengertian profesional secara konvensional

menurut pandangan negara Barat dengan pengertian yang dimiliki oleh TNI tidak jauh

berbeda, yang membedakan adalah adanya penekanan tentang jaminan kesejahteraan

dan mengikuti kebijakan politik negara. Untuk permasalahan mengikuti politik negara,

sampai saat ini TNI mampu melaksanakan hal tersebut, bahkan dapat dikatakan TNI

melakukan setiap tugas dan perintah yang diberikan oleh pemerintah / negara tanpa

adanya “reserve” sama sekali. Tetapi lain halnya dengan jaminan kesejahteraan,

negara sampai saat ini belum mampu sepenuhnya untuk memenuhi kewajibannya

seperti telah diatur dan diamanatkan oleh Undang Undang.

Berdasarkan konsep pengertian profesional secara konvensional dan pengertian TNI,

untuk mewujudkan profesionalisme dalam tubuh TNI AD dibutuhkan dua hal yang

saling berkaitan yaitu profesionalisme prajurit dan profesionalisme institusi. Pada

profesionalisme prajurit lebih diarahkan kepada pembentukan keahlian, tanggung jawab

, kecintaan kepada pekerjaan dan kesetiaan kepada satuan serta disiplin yang tinggi

dalam menjalankan setiap tugas yang diemban, sedangkan profesionalisme institusi

diarahkan kepada kejelasan tugas, misi dan visi yang ditunjang oleh dukungan publik

dan otoritas sipil lainnya agar pelaksanaan tugas organisasi sesuai dengan ketentuan

hukum dan undang – undang yang berlaku.

Seperti disampaikan diatas, antara profesionalisem prajurit dengan profesionalisme

satuan adalah dua hal yang saling mengisi dan berkaitan namun demikian pembenahan

TNI AD akan lebih mudah apabila dimulai dari pembenahan personelnya, karena pada

Page 10: Profesional Global

dasarnya personel-lah yang menggerakkan organisasi. Berkaitan dengan hal tersebut

maka strategi yang perlu diterapkan dalam membentuk prajurit yang profesional adalah

sebagai berikut :

Pertama, Penentuan Keahlian. Seperti telah disampaikan sebelumnya salah

satu ciri dari profesionalisme adalah adanya keahlian (expertise), karena nilai atau

value seorang prajurit dilihat dari bagaimana ia menguasai dan mengerjakan pekerjaan

atau tugas pokoknya. Dihubungkan dengan organisasi TNI AD sebagai sebuah sistem,

maka personel dengan lingkup tugas dibawahnya adalah sub sistem dan sub-sub

sistem yang saling mengisi dan bekerja sama agar sistem tersebut dapat bekerja

dengan baik dan berdaya guna. Dengan melihat komposisi dan jumlah prajurit TNI AD

yang begitu besar, dan agar tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan yang pada akhirnya

hanya akan menghasilkan pemborosan saja, maka prajurit TNI AD harus sedini

mungkin memilih dan menentukan dibidang apa ia bekerja, untuk kemudian ditekuni

dan dikuasai.

Penentuan keahlian dalam hal jenis pekerjaan atau spesialisasi dapat dilakukan

sendiri ataupun berdasarkan pengamatan dan perintah satuan, dalam rangka

pengoptimalan kinerja satuan dan kesesuaian TOP/DSPP satuan tersebut. Dengan

lebih dini menentukan spesialisasinya, maka prajurit akan lebih mudah diarahkan dan

dikembangkan sesuai dengan keahliannya secara bertahap, bertingkat dan berlanjut

untuk kemajuan diri pribadi maupun satuannya.

Kedua, Pengembangan Keahlian. Pembentukan prajurit profesional tidak cukup

hanya lewat pendidikan formal semacam Dikbangum saja, tetapi juga diperlukan

pengembangan keahlian melalui pendidikan spesialisasi. Pendidikan spesialisasi

dilingkungan TNI AD memang sudah ada, yang perlu dikembangkan lagi dalam

Page 11: Profesional Global

penyelenggaraan pendidikan spesialisasi tersebut adalah adanya penekanan proses

pembelajaran dan pengembangan diri yang terus menerus.

Karena keahlian pada dasarnya terbentuk dari penggalian potensi dan

kemampuan prajurit untuk seterusnya diasah dan terus dikembangkan sampai benar-

benar dikuasai dan menjadi ahli. Peran Lembaga Pendidikan dan para atasan di Satuan

adalah bagaimana mereka dapat membantu prajuritnya agar bisa fokus pada kekuatan

yang mereka miliki dan kemudian dieksploitasi dengan cara memberi kesempatan dan

penugasan yang bervariasi sesuai dengan keahlian si prajurit.

Dengan cara ini diharapkan prajurit akan menyadari bakat dan kemampuannya

dan terpacu untuk lebih giat mengembangkan keahlian tersebut karena ia merasa ada

manfaat bagi diri dan satuannya.

Ketiga, Peningkatan Koordinasi. Menyadari bahwa TNI AD sebagai organisasi

diawaki oleh berbagai keahlian dan spesialiasi, maka berbagai keahlian dan

spesialisasi tersebut tidak akan berdaya guna yang maksimal apabila tidak ada

kesatuan, keterpaduan dan saling mengisi satu sama lain. Ibarat sebuah mobil balap,

mobil tersebut akan mempunyai performa yang handal dan berpotensi menjadi juara

apabila setiap bagiannya, entah itu mesin, body aerodinamis, sistem akselerasinya, dll

ditangani oleh ahlinya masing-masing.

Demikian pula halnya dengan TNI AD, maka keahlian dan spesialisasi yang

dimiliki oleh personel TNI AD harus bisa dikoordinasikan dengan baik dan sinegis, agar

setiap unit-unit kerja dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran

dapat saling mengisi dan mengarah pada dukungan pencapaian tugas pokok, visi dan

misi TNI AD.

Page 12: Profesional Global

Keempat, Prinsip berbuat dan berpenampilan terbaik. Satu hal penting yang

perlu disadari baik oleh prajurit maupun institusi, bahwa membangun profesionalisme

tidak lepas dari pencitraan, karena profesionalisme juga mengandung spirit, jiwa,

karakter, semangat dan nilai kejuangan.

Profesionalisme ada karena adanya penilaian dan pengakuan dari orang lain,

dan karena profesionalisme pula-lah suatu organisasi bisa bertahan menghadapi

segala tantangan jaman.

Demikian pula dengan TNI AD, profesionalismenya dapat dilihat dari

profesionalisme prajuritnya. Karenanya perlu adanya kebijakan dari Komando Atas,

penekanan dari level menengah dan kesadaran dari level bawah untuk selalu berbuat

yang terbaik dalam setiap penugasan yang disertai dengan penampilan yang terbaik

pula dalam rangka pencitraan. Apabila dari mulai level bawah, yaitu para prajurit

mampu melakukan hal ini, maka makin keatas akan terbentuk profesionalisme satuan

yang baik dan handal dan citra baik TNI AD akan terbentuk dan diakui oleh publik.

Kelima, Peningkatan Kesejahteraan. Kesejahteraan adalah mutlak bagi

pembentukan profesionalisme prajurit, selain memang hal tersebut sudah diamanatkan

dalam undang-undang, dalam artian nyata memang demikianlah adanya. Prajurit untuk

dapat fokus pada pekerjaannya haruslah sudah yakin dengan terpenuhinya kebutuhan

dasar pribadi dan keluarganya sesuai dengan strata pangkat dan jabatannya. Dengan

telah terpenuhi kebutuhan dasarnya, maka prajurit tidak akan berpikir dan berbuat yang

macam-macam, apalagi sampai berbuat yang melanggar aturan.

rajurit akan malu apabila melanggar dan tidak bisa melaksanakan tugas yang

dibebankan kepadanya. Para unsur pimpinan akan lebih mudah memberikan perintah,

arahan, petunjuk dan bimbingan dalam rangka pengekploitasian bakat dan kemampuan

prajurit serta sistem reward and punishment pun akan lebih mudah diterapkan dalam

hal ini, karena tuntutan tugas sudah sesuai dengan pemenuhan hak prajurit.

Page 13: Profesional Global

Keenam, Peningkatan Moral, Peningkatan moral prajurit adalah hal yang paling

utama dalam pembentukan profesionalisme militer, karena segala bentuk keahlian dan

spesialisasi menjadi tidak ada harganya dan bahkan merugikan diri pribadi atau satuan

apabila disalahgunakan untuk hal-hal yang melanggar aturan. Apalagi spesialisasi dan

keahlian di lingkungan militer yang tentunya bersinggungan dengan senjata, alutsista

dan kepentingan strategis lainnya sangat riskan dan berbahaya apabila disalahgunakan

peruntukannya. Karenanya peningkatan moral prajurit dalam bentuk kesadaran dan

kepatuhan akan disiplin dan aturan yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan kepada

agama adalah hal mendasar yang perlu mendapat perhatian utama.

Peningkatan moral ini bisa dilakukan melalui ceramah, Jam Komandan, canti aji,

bintal fungsi komando dan yang paling penting adalah pemberian contoh suri tauladan

secara langsung dari unsur pimpinan kepada prajuritnya. Karena prajurit sekarang

adalah prajurit yang lebih kritis, mereka tidak hanya mampu menilai sikap kepribadian

atasannya, bahkan mereka apabila dirasa mungkin mampu menyuarakan hal-hal

tertentu yang mereka anggap tidak sesuai dan sudah melampaui dari batas-batas

norma yang ada.

Keenam strategi tersebut haruslah dikemas dalam bentuk sebuah kebijakan dari

Komando Atas yang berlaku sama bagi semua prajurit, yang dalam

pengimplementasian dilapangan disesuaikan dengan strata pangkat dan jabatan. Dan

yang paling penting adalah penjabaran dari para unsur pimpinan kepada bawahannya

terutama terhadap levelitas prajurit pelaksana harus dalam bahasa yang sederhana dan

mudah dimengerti, sehingga kebijakan tersebut benar-benar dapat dimengerti dan

dilaksanakan oleh setiap prajurit, dan bukan hanya sekedar slogan belaka.

Page 14: Profesional Global

KONSEP TNI AD MENGHADAPI PERUBAHAN ANCAMAN GLOBAL

Globalisasi telah membawa sumber dan jenis ancaman baru bagi bangsa-

bangsa di dunia. Perubahan sumber ancaman juga sekaligus menghasilkan paradigma

perang masa kini yang meliputi perang otak, perang selisih keunggulan (brand power),

perang informasi, perang daya cipta dalam percaturan ekonomi, teknologi, ilmu

pengetahuan dan bidang budaya[9]. Menyadari bahwa sumber ancaman telah berubah,

maka TNI AD harus pula segera menyesuaikan dan mempersiapkan diri

menghadapinya dengan cara memiliki daya antisipasi, membuat perkiraan-perkiraan

strategis, dan merubah cara pandang atau mindset.

Dalam kaitannya dengan perubahan cara pandang, maka sudah waktunya TNI

AD dalam menghadapi sumber ancaman yang baru menggunakan Smart Power,

disamping penggunaan Hard Power dan Soft Power. Smart Power yang dimaksud

disini adalah strategi kemenangan menangani masalah dengan mengkombinasikan

antara Hard Power (penggunaan kekuatan militer) dengan Soft Power (penggunaan

penggalangan).

Konsep Smart Power pertama kali dikemukakan pada tahun 2006 oleh Joseph

Nye, Profesor Hubungan Internasional yang merupakan varian dari dari konsep Soft

Power yang terlebih dahulu ia perkenalkan pada tahun 1970.[10] Menurut Josep Nye,

definisi dari Smart Power adalah the ability to combine hard and soft power into a

winning strategy, yang kemudian diterjemahkan oleh pemerintah AS menjadi "belajar

untuk bekerjasama dan mendengarkan". Smart Power merupakan konsep baru, yaitu

lebih mengedepankan cara-cara persuasi dan negoisasi daripada penggunaan

kekuatan bersenjata.

Page 15: Profesional Global

Hard Power lazim digunakan melalui operasi militer, sedangkan Soft Power

kebanyakan digunakan dalam operasi atau kegiatan intelijen. Lalu bagaimana dengan

penggunaan Smart Power ? Konsep Smart Power yang mungkin digunakan adalah

bagaimana menggunakan kekuatan pihak ketiga atau pengaruh pihak lain untuk

menekan atau memaksa sasaran berlaku atau bertindak sesuai dengan tujuan operasi

yang dilaksanakan. Tekanan atau pengaruh terhadap sasaran dapat menggunakan

kekuatan politik, ekonomi, sosial budaya, dll melalui jalan diplomasi dan negoisasi.

Konsep Smart Power digunakan oleh suatu negara kepada negara lain, dalam

hal ini AS kepada negara Islam, apakah konsep tersebut juga bisa diterapkan dalam

lingkup dunia militer, khususnya TNI AD. Sebuah pertanyaan menarik dan jawabannya

tentu saja bisa. Kenapa bisa, karena memang sudah waktunya TNI AD dalam

menyelesaikan persoalan yang dihadapinya, terutama dalam penggunaan OMSP

menggunakan pendekatan Smart Power tanpa meniadakan penggunaan Hard Power

dan Soft Power.

Namun demikian penggunaan konsep Smart Power, tentunya harus disesuaikan

dengan situasi dan kondisi serta ciri khas atau kharakteristik permasalahan bangsa

Indonesia itu sendiri, karenanya diperlukan landasan yang tepat agar penggunaan

konsep Smart Power dapat berhasil dan tepat guna. Landasan yang dapat

dipertimbangkan dalam penggunaan konsep Smart Power bagi TNI AD adalah

penggunaan pendekatan dari segi operasional, hukum dan fungsi utama TNI AD.

Page 16: Profesional Global

Pendekatan Operasional, bahwa penggunaan kekuatan militer dalam situasi

damai adalah upaya terakhir atau last resort. Hal ini harus benar-benar dipahami baik

oleh prajurit itu sendiri, publik, maupun elit pemerintah. TNI khususnya TNI AD tidak

bisa bersikap selayaknya tukang cukur seperti dahulu, bahwa TNI AD harus selalu

berada pada posisi terdepan dalam menghadapi permasalahan bangsa. Sudah

waktunya menempatkan persoalan dengan solusi pemecahannya sesuai porsi, tugas

dan tanggung jawab masing-masing institusi sesuai tugas pokoknya yang telah diatur

dalam undang-undang. Namun demikian bukan berarti TNI AD hanya diam dan melihat

serta menunggu saja pelibatannya dalam menghadapi permasalahan bangsa.

Karenanya penggunaan konsep Smart Power menjadi salah satu solusi untuk

digunakan dalam masa damai. Dalam konteks ini porsi penggunaan antara Hard Power

dan Soft Power dapat disesuaikan sesuai dengan kebutuhan, salah satu kekuatan

dapat lebih dominan atau bahkan berjalan bersamaan. Sejalan dengan penggunaan

konsep Smart Power, maka TNI AD dalam masa damai sesuai dengan tugas pokoknya

harus mempersiapkan diri untuk siap setiap saat dilibatkan. Agar sekali diminta untuk

terlibat, setiap tugas yang dibebankan dapat diselesaikan dengan tuntas dan berhasil.

Untuk itu maka tiada lain upaya TNI AD adalah berlatih dan berlatih. Kegiatan berlatih

inipun adalah bagian dari pembentukan profesionalisme prajurit.

Pendekatan Hukum, bahwa penggunaan Konsep Smart Power dalam turut

sertanya TNI AD membantu memecahkan permasalahan bangsa, aspek legal hukum

tetap tidak boleh ditinggalkan. Disinilah perlunya keputusan politik dalam setiap

pelibatan TNI AD, terutama apabila porsi penggunaan kekuatan TNI AD yang

menggunakan kekuatan militer lebih dominan saat itu. Hal ini perlu disadari, karena

pada dasarnya penggunaan kekuatan militer berarti instrumen kekerasanlah yang

digunakan, dimana dalam instrumen kekerasan tersebut sudah pasti akan timbul

korban, atau paling tidak ekses hukum baik pada saat berlangsungnya operasi maupun

sesudah operasi. Menyadari pentingnya payung hukum dalam setiap operasi militer

atau penggunaan kekuatan militer baik dalam rangka Hard Power, Soft Power maupun

Page 17: Profesional Global

Smart Power, maka perlunya kesadaran dari setiap bagian pengambil keputusan untuk

tetap satu suara pada saat keputusan penggunaan porsi kekuatan militer lebih

dominan, jangan sampai ditengah jalan justru dari kalangan elit pemerintah atau politisi

sendiri yang mengecam tindakan penggunaan militer dalam pemecahan masalah

bangsa. Karenanya dalam Smart Power aspek diplomasi dan penguasaan legal hukum

perlu ditingkatkan bagi personel TNI AD sendiri, hal ini bertujuan agar personel yang

menangani masalah diplomasi dan hukum ini mampu mempengaruhi dan meyakinkan

kalangan elit politk untuk tetap mendukung operasi militer dan mampu menjawab

dengan baik dan benar setiap pertanyaan-pertanyaan yang muncul disekitar operasi

baik dari kalangan oposan maupun publik.

Pendekatan Fungsi Utama TNI AD, bahwa pada dasarnya penggunaan atau

pelibatan TNI AD adalah dalam rangka terlaksananya kesinambungan pembangunan

didalam negeri. Kesejahteraan yang menjadi tujuan bangsa, hanya bisa dicapai apabila

situasi dan kondisi dalam keadaan kondusif, damai dan terkendali. Karenanya

penggunaan kekuatan TNI AD baik itu dalam bentuk peran, sumbang pikir dan

kegiatannya seyogyanya dapat diarahkan kepada dukungan program kesejahteraan

masyarakat. Dalam konteks konsep Smart Power, TNI AD mempunyai konsep yang

tepat untuk mengimplementasikan penggunaan Smart Power, yaitu dengan

menggunakan Pembinaan Teritorial sebagai salah satu fungsi utamanya. Pembinaan

Teritorial merupakan salah satu jawaban yang jitu dalam menghadapi sumber ancaman

baru globalisasi, karena salah satu sasaran Pembinaan Teritorial adalah mewujudkan

ketahanan masyarakat dalam menghadapi ancaman baik yang datang dari dalam

maupun luar negeri. Yang menjadi perhatian dalam penggunaan Pembinaan Teritorial

adalah bahwa program Pembinaan Teritorial harus benar-benar dikoordinasikan dan

pelaksanaannya agar dapat disinergiskan dengan program pembangunan daerah

mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Program-program Pembinaan Teritorial

apabila benar-benar dilaksanakan dan dapat mencapai tujuan serta sasaran yang telah

ditetapkan akan berdampak positif baik bagi pemerintah, masyarakat maupun TNI AD

Page 18: Profesional Global

sendiri. Itulah kenapa Pembinaan Teritorial dapat dikatakan sebagai salah satu

implementasi dari konsep Smart Power.

PENUTUP

Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan dalam konteks global, saat ini

bangsa-bangsa di dunia menghadapi sumber dan jenis ancaman baru yang perlu

segera disikapi dengan arif dan bijaksana agar tidak terdadak menghadapinya.

Berkaitan dengan sumber ancaman baru tersebut, TNI AD dihadapkan dengan masih

terbatasnya dukungan anggaran dari negara menyikapinya dengan pembenahan

personel melalui pembentukan prajurit yang profesional dan perubahan mindset dengan

lebih mengedepankan penggunaan Konsep Smart Power dalam membantu

memecahkan permasalahan bangsa.