PRO life ABORSI
-
Upload
rima-wahdhini -
Category
Documents
-
view
335 -
download
10
Transcript of PRO life ABORSI
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Batasan abortus adalah pengakhiran kehamilan
sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu.1
Aborsi masih merupakan masalah kontroversi di masyarakat indonesia, namun
terlepas dari kontroversi tersebut, aborsi diindikasikan merupakan masalah kesehatan
masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Aborsi
merupakan salah satu penyebab kematian ibu, dimana muncul dalam bentuk
komplikasi itu perdarahan dan sepsis.2,3
Angka aborsi tak aman di dunia diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 20 juta
kasus, 26% dari jumlah tersebut tergolong legal dan lebih 70.000 aborsi tak aman di
negara berkembang berakhir dengan kematian ibu. Adapun fakta mengenai aborsi
tidak aman di indonesia, diperkirakan rata-rata per tahun sebanyak 2 juta kasus,
sebagian besar dilakukan oleh perempuan menikah.4
Fakta mengenai aborsi akhir-akhir ini menunjukkan jumlah yang cukup
mengagetkan. Budi utomo dan kawan-kawan dalam penelitiannya di 10 kota besar
dan 6 kabupaten,menemukan bahwa pertahun terdapat 2 juta kasus abors, atau 37
aborsi per 1000 perempuan usia 15-49 tahun, atau 43 aborsi per 100 kelahiran hidup,
atau 30% kehamilan. Sebuah klinik di jakarta memperkirakan rata-rata terdapat
sekitar 100-500 negara adalah adanya larangan aborsi dengan alasan apapun di
1
indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
pasal 346-3497 dan Undang-Undang Kesehatan nomor 23/1992 pasal 15 ayat 1 dan
2.4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Aborsi
Aborsi menurut pengertian secara medis ialah gugur kandungan atau
keguguran dan keguguran kandungan itu sendiri berarti berakhirnya kehamilan,
sebelum fetus dapat hidup sendiri di luar kandungan. Batasan umur kandungan 28
minggu dan berat badan fetus yang keluar kurang dari 1000 gram.2,5 Definisi ini
sekarang telah berubah sehingga lama kehamilan untuk istilah aborsi adalah kurang
dari 20 minggu atau sebelum mencapai berat badan 500 gram.1
Klasifikasi aborsi
Menurut Encyclopedia Britania “ The American College Of Obstericians and
Gyneologist “ ada dua jenis aborsi :5
1. Accident abortion, yaitu penghentian kehamilan sebelum kematangan yang terjadi
selama alami, tanpa perlakuan medis.
2. Therapeutic abortion, artinya bahwa penghentian kehamilan melakukan
perlakuan tenaga medis, melalui operasi atau penggunaan RU486 atau beberapa
terapi lainnya.
Dalam ilmu kedokteran, istilah-istilah ini digunakan untuk membedakan
aborsi:5
1. Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma
kecelakaan atau sebab-sebab alami.
3
2. Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang
disengaja. Termasuk di dalamnya adalah:
- Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena kehamilan
tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu,
terkadang dilakukan sesudah pemerkosaan.
- Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang
cacat.
- Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan
lain.
Dalam bahasa sehari-hari, istilah "keguguran" biasanya digunakan untuk
spontaneous abortion, sementara "aborsi" digunakan untuk induced abortion.5
Metode-Metode Aborsi
Trimester Pertama :
1. Metode Penyedotan (Suction Curettage)
Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan
metode penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan
usia dini. Mesin penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke dalam
rahim lewat mulut rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini mengakibatkan
tubuh bayi berantakan dan menarik ari-ari (plasenta) dari dinding rahim. Hasil
penyedotan berupa darah, cairan ketuban, bagian-bagian plasenta dan tubuh janin
terkumpul dalam botol yang dihubungkan dengan alat penyedot ini. Ketelitian dan
kehati-hatian dalam menjalani metode ini sangat perlu dijaga guna menghindari
4
robeknya rahim akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan pendarahan hebat yang
terkadang berakhir pada operasi pengangkatan rahim. Peradangan dapat terjadi
dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa plasenta atau bagian dari janin yang
tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling sering terjadi yang dikenal dengan
komplikasi paska-aborsi.
2. Metode D&C - Dilatasi dan Kerokan
Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa untuk
memasukkan pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong berkeping-keping
dan diangkat, sedangkan plasenta dikerok dari dinding rahim. Darah yang hilang
selama dilakukannya metode ini lebih banyak dibandingkan dengan metode
penyedotan. Begitu juga dengan perobekan rahim dan radang paling sering terjadi.
Metode ini tidak sama dengan metode D&C yang dilakukan pada wanita-wanita
dengan keluhan penyakit rahim (seperti pendarahan rahim, tidak terjadinya
menstruasi, dsb). Komplikasi yang sering terjadi antara lain robeknya dinding rahim
yang dapat menjurus hingga ke kandung kencing.
3. PIL RU 486
Masyarakat menamakannya "Pil Aborsi Perancis". Teknik ini menggunakan 2
hormon sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara kimiawi
menginduksi kehamilan usia 5-9 minggu. Di Amerika Serikat, prosedur ini dijalani
dengan pengawasan ketat dari klinik aborsi yang mengharuskan kunjungan sedikitnya
3 kali ke klinik tersebut. Pada kunjungan pertama, wanita hamil tersebut diperiksa
dengan seksama. Jika tidak ditemukan kontra-indikasi (seperti perokok berat,
5
penyakit asma, darah tinggi, kegemukan, dll) yang malah dapat mengakibatkan
kematian pada wanita hamil itu, maka ia diberikan pil RU 486.
Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang berfungsi
vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena pemblokiran ini,
maka janin tidak mendapatkan makanannya lagi dan menjadi kelaparan. Pada
kunjungan kedua, yaitu 36-48 jam setelah kunjungan pertama, wanita hamil ini
diberikan suntikan hormon prostaglandin, biasanya misoprostol, yang mengakibatkan
terjadinya kontraksi rahim dan membuat janin terlepas dari rahim. Kebanyakan
wanita mengeluarkan isi rahimnya itu dalam 4 jam saat menunggu di klinik, tetapi
30% dari mereka mengalami hal ini di rumah, di tempat kerja, di kendaraan umum,
atau di tempat-tempat lainnya, ada juga yang perlu menunggu hingga 5 hari
kemudian. Kunjungan ketiga dilakukan kira-kira 2 minggu setelah pengguguran
kandungan, untuk mengetahui apakah aborsi telah berlangsung. Jika belum, maka
operasi perlu dilakukan (5-10 persen dari seluruh kasus). Ada beberapa kasus serius
dari penggunaan RU 486, seperti aborsi yang tidak terjadi hingga 44 hari kemudian,
pendarahan hebat, pusing-pusing, muntah-muntah, rasa sakit hingga kematian.
Sedikitnya seorang wanita Perancis meninggal sedangkan beberapa lainnya
mengalami serangan jantung.
Di Amerika Serikat, percobaan penggunaan RU 486 diadakan pada tahun
1995. Seorang wanita diketahui hampir meninggal setelah kehilangan separuh dari
volume darahnya dan akhirnya memerlukan operasi darurat. Efek jangka panjang dari
RU 486 belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa alasan yang dapat dipercaya
6
mengatakan bahwa RU 486 tidak saja mempengaruhi kehamilan yang sedang
berlangsung, tetapi juga dapat mempengaruhi kehamilan selanjutnya, yaitu
kemungkinan keguguran spontan dan cacat pada bayi yang dikandung.
Eric Schaaf pimpinan “National Abortion Federation” --yang selama ini
gencar mempromosikan aborsi tanpa prosedur operasi-- mengatakan aspirin jauh
lebih berbahaya dan mengakibatkan lebih banyak kematian ketimbang RU-486.
Kelompok pendukung aborsi menggunakan keberadaan pil-pil ini sebagai
peluang untuk mengubah image tentang aborsi. Mereka menggambarkan aborsi
adalah proses yang sangat sederhana dan mudah. Cukup menelan pil dan semuanya
selesai.
Pil aborsi RU-486, sejauh ini hanya bisa didapatkan di klinik dan rumahsakit.
Namun kelompok pro-aborsi menghendaki obat ini bisa disediakan dengan bebas di
rumah-rumah.
4. Suntikan Methotrexate (MTX).
Prosedur dengan MTX sama dengan RU 486, hanya saja obat ini disuntikkan
ke dalam badan. MTX pada mulanya digunakan untuk menekan pertumbuhan pesat
sel-sel, seperti pada kasus kanker, dengan menetralisir asam folat yang berguna untuk
pemecahan sel. MTX ternyata juga menekan pertumbuhan pesat trophoblastoid -
selaput yang menyelubungi embrio yang juga merupakan cikal bakal plasenta.
Trophoblastoid tidak saja berfungsi sebagai 'sistim penyanggah hidup' untuk janin
yang sedang berkembang, mengambil oksigen dan nutrisi dari darah calon ibu serta
membuang karbondioksida dan produk-produk buangan lainnya, tetapi juga
7
memproduksi hormon hCG (human chorionic gonadotropin), yang memberikan tanda
pada corpus luteum untuk terus memproduksi hormon progesteron yang berguna
untuk mencegah gagal rahim dan keguguran.
MTX menghancurkan integrasi dari lingkungan yang menopang, melindungi
dan menyuburkan pertumbuhan janin, dan karena kekurangan nutrisi, maka janin
menjadi mati. 3-7 hari kemudian, tablet misoprostol dimasukkan ke dalam kelamin
wanita hamil itu untuk memicu terlepasnya janin dari rahim. Terkadang, hal ini
terjadi beberapa jam setelah masuknya misoprostol, tetapi sering juga terjadi perlunya
penambahan dosis misoprostol. Hal ini membuat cara aborsi dengan menggunakan
suntikan MTX dapat berlangsung berminggu-minggu. Si wanita hamil itu akan
mendapatkan pendarahan selama berminggu-minggu (42 hari dalam sebuah studi
kasus), bahkan terjadi pendarahan hebat. Sedangkan janin dapat gugur kapan saja - di
rumah, di dalam bis umum, di tempat kerja, di supermarket, dsb. Wanita yang
kedapatan masih mengandung pada kunjungan ke klinik aborsi selanjutnya, mau tak
mau harus menjalani operasi untuk mengeluarkan janin itu. Bahkan dokter-dokter
yang bekerja di klinik aborsi seringkali enggan untuk memberikan suntikan MTX
karena MTX sebenarnya adalah racun dan efek samping yang terjadi terkadang tak
dapat diprediksi.
Efek samping yang tercatat dalam studi kasus adalah sakit kepala, rasa sakit,
diare, penglihatan yang menjadi kabur, dan yang lebih serius adalah depresi sumsum
tulang belakang, kekuragan darah, kerusakan fungsi hati, dan sakit paru-paru. Dalam
bungkus MTX, pabrik pembuat menuliskan peringatan keras bahwa MTX memang
8
berguna untuk pengobatan kanker, beberapa kasus artritis dan psoriasis, "kematian
pernah dilaporkan pada orang yang menggunakan MTX", dan pabrik itu
menyarankan agar hanya para dokter yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan
tentang terapi antimetabolik saja yang boleh menggunakan MTX. Meski para dokter
aborsi yang menggunakan MTX menepis efek-efek samping MTX dan mengatakan
MTX dosis rendah baik untuk digunakan dalam proses aborsi, dokter-dokter aborsi
lainnya tidak setuju, karena pada paket injeksi yang digunakan untuk aborsi juga
tertera peringatan bahaya racun walau MTX digunakan dalam dosis rendah.
Trimester Kedua:
1. Metode Dilatasi dan Evakuasi (D&E)
Metode ini digunakan untuk membuang janin hingga usia 24 minggu. Metode
ini sejenis dengan D&C, hanya dalam D&E digunakan tang penjepit (forsep) dengan
ujung pisau tajam untuk merobek-robek janin. Hal ini dilakukan berulang-ulang
hingga seluruh tubuh janin dikeluarkan dari rahim. Karena pada usia kehamilan ini
tengkorak janin sudah mengeras, maka tengkorak ini perlu dihancurkan supaya dapat
dikeluarkan dari rahim. Jika tidak berhati-hati dalam pengeluarannya, potongan
tulang-tulang yang runcing mungkin dapat menusuk dinding rahim dan menimbulkan
luka rahim. Pendarahan mungkin juga terjadi. Dr. Warren Hern dari Boulder,
Colorado, Amerika Serikat, seorang dokter aborsi yang sering melakukan D&E
mengatakan, hal ini sering membuat masalah bagi karyawan klinik dan menimbulkan
kekuatiran akan efek D&E pada wanita yang menjalani aborsi. Dokter Hern juga
melihat trauma yang terjadi pada para dokter yang melakukan aborsi, ia mengatakan,
9
"tidak dapat disangkal lagi, penghancuran terjadi di depan mata kita sendiri.
Penghancuran janin lewat forsep itu seperti arus listrik."
2. Metode Racun Garam (Saline)
Caranya ialah dengan meracuni air ketuban. Teknik ini digunakan saat
kandungan berusia 16 minggu, saat air ketuban sudah cukup melingkupi janin. Jarum
disuntikkan ke perut si wanita dan 50-250 ml (kira-kira secangkir) air ketuban
dikeluarkan, diganti dengan larutan konsentrasi garam. Janin yang sudah mulai
bernafas, menelan garam dan teracuni. Larutan kimia ini juga membuat kulit janin
terbakar dan memburuk. Biasanya, setelah kira-kira satu jam, janin akan mati. Kira-
kira 33-35 jam setelah suntikan larutan garam itu bekerja, si wanita hamil itu akan
melahirkan anak yang telah mati dengan kulit hitam karena terbakar. Kira-kira 97%
dari wanita yang memilih aborsi dengan cara ini melahirkan anaknya 72 jam setelah
suntikan diberikan. Suntikan larutan garam ini juga memberikan efek samping pada
wanita pemakainya yang disebut "Konsumsi Koagulopati" (pembekuan darah yang
tak terkendali diseluruh tubuh), juga dapat menimbulkan pendarahan hebat dan efek
samping serius pada sistim syaraf sentral. Serangan jantung mendadak, koma, atau
kematian mungkin juga dihasilkan oleh suntikan saline lewat sistim pembuluh darah.
3. Urea
Karena bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang biasa dipakai
adalah hipersomolar urea, walau metode ini kurang efektif dan biasanya harus
dibarengi dengan asupan hormon oxytocin atau prostaglandin agar dapat mencapai
hasil maksimal. Gagal aborsi atau tidak tuntasnya aborsi sering terjadi dalam
10
menggunakan metode ini, sehingga operasi pengangkatan janin dilakukan. Seperti
teknik suntikan aborsi lainnya, efek samping yang sering ditemui adalah pusing-
pusing atau muntah-muntah. Masalah umum dalam aborsi pada trimester kedua
adalah perlukaan rahim, yang berkisar dari perlukaan kecil hingga perobekan rahim.
Antara 1-2% dari pasien pengguna metode ini terkena endometriosis/peradangan
dinding rahim.
4.Prostaglandin
Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh tubuh dalam
proses melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke dalam air ketuban
memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan janin keluar sebelum
waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk hidup sama sekali. Sering juga
garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih dahulu ke cairan ketuban untuk
memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati, karena tak jarang terjadi
janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini dan keluar dalam keadaan hidup.
Efek samping penggunaan prostaglandin tiruan ini adalah bagian dari ari-ari yang
tertinggal karena tidak luruh dengan sempurna, trauma rahim karena dipaksa
melahirkan, infeksi, pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung, perobekan rahim.
5.Partial Birth Abortion
Metode ini sama seperti melahirkan secara normal, karena janin dikeluarkan lewat
jalan lahir. Aborsi ini dilakukan pada wanita dengan usia kehamilan 20-32 minggu,
mungkin juga lebih tua dari itu. Dengan bantuan alat USG, forsep (tang penjepit)
dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin ditangkap dengan forsep itu. Tubuh janin
11
ditarik keluar dari jalan lahir (kecuali kepalanya). Pada saat ini, janin masih dalam
keadaan hidup. Lalu, gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk menusuk kepala
bayi itu agar terjadi lubang yang cukup besar. Setela itu, kateter penyedot
dimasukkan untuk menyedot keluar otak bayi. Kepala yang hancur lalu dikeluarkan
dari dalam rahim bersamaan dengan tubuh janin yang lebih dahulu ditarik keluar.
6.Histeretomy (untuk kehamilan trimester kedua dan ketiga)
Sejenis dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan jika cairan kimia yang
digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil memuaskan. Sayatan dibuat di perut
dan rahim. Bayi beserta ari-ari serta cairan ketuban dikeluarkan. Terkadang, bayi
dikeluarkan dalam keadaan hidup, yang membuat satu pertanyaan bergulir:
bagaimana, kapan dan siapa yang membunuh bayi ini? Metode ini memiliki resiko
tertinggi untuk kesehatan wanita, karena ada kemungkinan terjadi perobekan rahim.
Dalam 2 tahun pertama legalisasi aborsi di kota New York, tercatat 271,2 kematian
per 100.000 kasus aborsi dengan cara ini.
Aspek Hukum dan Medikolegal Abortus Provokatus Kriminalis
Abortus telah dilakukan oleh manusia berabad-abad, tetapi selama itu belum
ada undang-undang yang mengatur mengenai tindakan abortus. Ada 3 aturan abortus
di Indonesia yang berlaku hingga saat ini, yaitu:
1. Undang-undang RI No.1 tahun 1946 tentang KUHP yang menjelaskan dengan
alasan apapun, abortus adalah tindakan melanggar hukum. Sampai saat ini
masih diterapkan.
12
2. Undang-Undang RI No.7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
3. Undang-Undang RI No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang menuliskan
dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (abortus).
Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara,
maupun etik kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan
tindakan pengguguran kandungan. Bahkan sejak awal seseorang yang akan men
jalani profesi dokter secara resmi disumpah dengan sumpah dokter indonesia
yang didasarkan atas deklarasi jenewa yang isinya menyempurnakan sumpah
hipokrates, dimana ia akan menyatakan diri untuk menghormati setiap hidup
insani mulai dari pembuahan.6
Dari pasal 299, pasal 346, pasal 347, pasal 348, pasal 349, dan pasal 535
KUHP dapat ditarik kesimpulan:6
1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh
orang lain, diancam hukuman empat tahun.
2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil
itu mati diancam 15 tahun.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara
dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
13
4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang
dokter, atau bidanancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk
praktek dicabut.
Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:6
Pasal 80: barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap
ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15
ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penajar paling lama 15 tahun pidana dan denda
paling banyak Rp.500.000.000,00.
14
BAB III
KASUS
Kasus I :
Seorang Wanita umur 18 Tahun, hamil dengan usia kehamilan yang belum jelas.
Kehamilan merupakan hasil hubungan dengan kekasihnya, kekasihnya tersebut
menolak bertanggung jawab dan mengancam akan meninggalkan mawar.
Kasus II :
Ibu Nuri usia 39 tahun sudah memiliki dua orang anak, selama ini ibu tersebut
menggunakan kontrasepsi oral. Ternyata pada suatu saat ibu tersebut hamil. Dengan
alasan ekonomi yang belum mapan dan ibu tersebut merasa repot dengan dua anak
nya maka ibu tersebut bermaksud untuk menggugurkan kandungannya
Kasus III :
Miyabi seorang bintang film porno ternyata hamil 2 bulan, sebelumnya miyabi sudah
pernah melakukan aborsi sebanyak dua kali. Miyabi bermaksud untuk meminta
pendapat apakah kandungannya digugurkan atau bagaimana.
15
Kasus IV :
Melati seorang TKW pulang ke Indonesia dan mendapati dirinya hamil karena
dipaksa berhubungan seksual oleh anak majikannya. Bagaimana pandangan anda?
Kasus V :
Seorang anggota DPR sedang menggodok undang-undang. Indonesia itu seharusnya
menganut pro choice atau pro life.
16
BAB IV
ANALISIS KASUS
Kasus I
Kehamilan bagi sebagian besar pasangan suami-istri merupakan kebahagiaan
besar, namun bagi sebagian diantara mereka merupakan kondisi yang mengerikan.
Salah satu penyebab keadaan ini adalah ketidaksanggupan atau ketidakrelaan untuk
menanggung konsekuensi dari kehamilan tersebut, tentu diantara penyebab itu adalah
faktor kebutuhan hidup yang akan bertambah besar, apalagi di jaman yang serba sulit
dan mahal seperti sekarang ini. Belum lagi kerepotan yang akan dialami oleh orang
tua terutama istri dalam proses tumbuh kembang si anak. Karena itu, setiap
kehamilan yang tidak direncanakan apakah itu terjadi pada pasangan suami-istri yang
sudah resmi menikah ataupun bila itu terjadi pada remaja putri yang belum bersuami,
perlu diberi perhatian yang serius dan diupayakan jalan keluar terbaik, agar beban
tersebut tidak hanya ditimpakan pada yang mengalaminya.
Aborsi memiliki risiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan
seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia
“tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang.” Ini adalah informasi yang
sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan
karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi. Ada 2 macam risiko
kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:
17
Risiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko
yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku Facts of Life
yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
- Kematian mendadak karena pendarahan hebat
- Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
- Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
- Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
- Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada
anak berikutnya
- Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
- Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
- Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
- Kanker hati (Liver Cancer)
- Kelainan pada placenta/ ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat
pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
- Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
- Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
- Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
18
Risiko kesehatan mental
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki risiko tinggi dari segi
kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak
yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome”
(Sindrom Paska Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological
Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review
(1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal
seperti berikut:
1. Kehilangan harga diri (82%)
2. Berteriak-teriak histeris (51 %)
3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
4. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan
dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.
Komplikasi medis yang dapat timbul pada ibu akibat tindakan aborsi
Perforasi
19
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada
kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga
peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu, letak
uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada
dilatasi serviks tidak boleh digunakan tekanan berlebihan. Kerokan kuret dimasukkan
dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan dengan tekanan
yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi
perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama
dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya
hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda
bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan segera.
Luka pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul
sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri
internum, maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan
pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah
kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.
Pelekatan pada kavum uteri
Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil
konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok,
20
karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di
beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu
tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.
Perdarahan
Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola hidatidosa
terdapat bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya dilakukan transfusi
darah dan sesudah itu, dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.
Infeksi
Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi
sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran
darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus
kriminalis antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa
terjadi kehamilan lagi.
Lain-lain
Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl hipertonik
adalah apabila larutan garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau ke dalam
pembuluh darah dan menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung,
penghentian pernapasan, atau hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat
21
ditimbulkan pada pemberian prostaglandin antara lain panas, rasa enek, muntah, dan
diare.
Komplikasi yang Dapat Timbul Pada Janin
Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri
kehamilan, maka nasib janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar
meninggal. Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan
janin kemungkinan besar mengalami cacat fisik. Secara garis besar tindakan abortus
sangat berbahaya bagi ibu dan juga janin yaitu bisa menyebabkan kematian pada
keduanya.
Kelompok Pro-life menganggap aborsi adalah suatu tragedi fatal yang
tersembunyi. Dipandang dari sudut agama, jelas aborsi sama sekali tidak
diperbolehkan. Aborsi menyangkut kebijakan politik suatu negara. Seorang dokter
harus tetap berpegang teguh pada etik kedokteran Primum non nocere — pertama-
tama, jangan merugikan.
Setiap manusia termasuk yang belum lahir memiliki hak untuk hidup, dan hak
seseorang untuk hidup merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. Sel telur dan
sperma masing-masing memang memiliki kehidupan, tapi itu sama sekali bukan
kehidupan manusiawi. Kehidupan manusiawi baru terjadi pada saat pembuahan, yaitu
pada embryo. Apapun bentuknya, apabila merupakan hasil pembuahan sel telur dan
sperma, itu adalah suatu bentuk kehidupan baru dan punya hak yang suci untuk tetap
hidup. Tidak peduli janin yang dikandung itu normal atau cacat.
22
Tindakan terbaik bagi Si Mawar adalah melanjutkan kehamilannya.
Kemudian, dokter yang memeriksa kandungan Si Mawar tidak berhak memutuskan
apakah janin yang dikandungnya harus diaborsi atau tidak. Tim medis/ dokter harus
memberikan pengetahuan/ informasi kepada Si Mawar tentang bahaya tindakan
aborsi baik bagi dirinya dan janin yang di kandungnya.
Diusahakan dengan cara kekeluargaan agar pihak laki-laki mau
bertanggungjawab dengan menikahi Si Mawar. Apabila alasan laki-laki tersebut
karena masalah finansial maka orangtua kedua pihak dapat membantu untuk
sementara waktu sampai laki-laki dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Jika
laki-laki tersebut tetap menolak bertanggungjawab maka Si Mawar diyakinkan untuk
tetap mempertahankan kehamilannya sebagai single parent karena hal ini merupakan
akibat perbuatannya yang harus dipertanggungjawabkan. Calon anak atau janin tidak
dapat dilibatkan dalam kesalahan yang diperbuat oleh mereka karena merupakan
individu yang berbeda dari kedua orangtuanya.
Kasus II
Bila setelah pemakaian kontrasepsi tetap terjadi kehamilan, mengapa tidak
mengingat filosofi jawa, yang mengatakan, “ Anak kuwi ngowo rejekine dhewe-
dhewe “ atau dalam bahasa Indonesia, Anak itu membawa berkatnya sendiri-sendiri.
Burung-burung di udara yang tidak pernah menabur, atau menuai atau menyimpan
dalam lumbung saja, setiap saat diberi makan oleh Penciptanya, apalagi manusia,
yang adalah Mahkota CiptaanNya. Karena itu mengapa harus takut dan kawatir.
23
Bila sebagai manusia kita telah berusaha namun gagal, percayalah bahwa ada
maksud yang mulia dibalik semua yang terjadi dalam kerhidupan kita, bukankah Dia
turut bekerja didalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi setiap
manusia yang dikasihiNya?
Kegagalan kontrasepsi yang telah dilakukan oleh pasangan suami-istri pasti
membawa hikmat yang indah, karena itu jangan tergesa-gesa untuk mengaborsinya.
Bila kenyataan hidup tidak memungkinkan untuk membesarkan anak yang sedang
dikandung, kenapa tidak dipikirkan untuk mengadopsikan anak tersebut kepada
pasangan yang kesulitan untuk mendapat keturunan. Sebab saat ini ada sekitar 15%
pasangan suami-istri yang dengan susah payah, dan tidak jarang menghabiskan biaya
yang sangat besar untuk bisa mendapat kehamilan, dan tidak jarang usaha itu harus
dihentikan karena keterbatasan biaya atau usia yang tidak memungkinkan lagi.
Mereka ini akan sangat berbahagia bila “dititipi“ anak-anak yang “tertolak” ini.
Bukankah ini pilihan yang lebih baik yang akan membahagiakan semua orang ?
Tindakan terbaik bagi Ibu Nuri adalah melanjutkan kehamilannya. Kemudian,
dokter yang memeriksa kandungan Ibu Nuri tidak berhak memutuskan apakah janin
yang dikandungnya harus diaborsi atau tidak. Tim medis/ dokter harus memberikan
pengetahuan/ informasi kepada Ibu Nuri tentang bahaya tindakan aborsi baik bagi
dirinya dan janin yang di kandungnya. Ibu Nuri dianjurkan untuk melakukan
kontrasepsi mantap setelah kehamilannya ini.
24
Kasus III
Dalam melakukan aborsi perlu dipikirkan efek samping dari aborsi itu sendiri,
terutama apabila aborsi itu sudah dilakukan lebih dari satu kali. Banyak hal yang
dapat berakibat negatif bagi wanita yang mengalami aborsi lebih dari satu kali. Salah
satu hal yang mungkin saja bisa terjadi adalah setelah melakukan aborsi mungkin saja
si wanita tidak akan pernah lagi mempunyai keturunan atau kandungannya akan
bermasalah misalnya karena penyakit tertentu. Dalam kasus ini sebaiknya
kehamilannya tetap dipertahankan dengan memikirkan segala hal yang dapat terjadi
jika tetap juga akan dilakukan aborsi. Dalam kondisi seperti ini seorang wanita
membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekat dengannya.
Sebenarnya aborsi itu sendiri biasanya terjadi karena adanya tekanan-tekanan
dari orang-orang terdekat dan keluarganya sendiri. Dukungan moril maupun spiritual
diperlukan terhadap wanita yang ingin melakukan aborsi agar dia bisa memandang
bahwa hal yang dilakukannya adalah salah satu bentuk kejahatan. Dimana dia akan
menghilangkan suatu kehidupan yang sebenarnya didambakan oleh pasangan-
pasangan lain yang belum mempunyai keturunan.
Tindakan terbaik bagi Myabi adalah melanjutkan kehamilannya. Kemudian,
dokter yang memeriksa kandungan Myabi tidak berhak memutuskan apakah janin
yang dikandungnya harus diaborsi atau tidak. Tim medis/ dokter harus memberikan
pengetahuan/ informasi kepada Myabi tentang bahaya tindakan aborsi baik bagi
dirinya dan janin yang di kandungnya. Myabi dianjurkan untuk kontrol kehamilannya
terutama karena ia sudah pernah melakukan aborsi sebelumnya.
25
Kasus IV
Pemerkosaan adalah kejahatan terburuk yang menimpa wanita. Para korban
sangat membutuhkan bantuan dan dukungan kita. Kita perlu memberikan
perlindungan dan bantuan yang lebih pada mereka. Tetapi aborsi, seperti juga
pemerkosaan, adalah sebuah tindakan yang menghancurkan. Tindakan menggugurkan
janin hasil pemerkosaan adalah seperti menjawab kekejaman atas seorang wanita
yang tak berdosa (yaitu korban pemerkosaan) dengan kekejaman atas satu korban
yang tak berdosa juga. Aborsi selalu menyebabkan hilangnya kehidupan manusia.
Di Australia, hanya di belahan selatannya saja yang memiliki data aborsi.
Statistik mencatat kurang dari 0.1% aborsi dilakukan karena kejahatan pemerkosaan.
Sekiranya persentase ini yang kita gunakan untuk kira-kira 80.000 kasus aborsi dalam
setahun yang terjadi di Australia, maka kria-kira sebanyak 80 kasus aborsi terjadi
karena kejahatan pemerkosaan di Australia.
Aborsi tidak membantu si wanita untuk menghilangkan trauma perkosaan.
Karena tindakan pengguguran kandungan itu sendiri dapat mengakibatkan luka jiwa
yang hanya menambah beban derita korban. Pendapat masyarakat bahwa aborsi
adalah keputusan terbaik bagi korban pemerkosaan yang hamil mencerminkan
masyarakat yang melihat korban sebagai "tidak bersih" dan karenanya harus
"dibersihkan dari noda pemerkosaan" dengan jalan aborsi. Masyarakat harus sadar,
rasa marah, bersalah, takut, tidak percaya diri akibat menjadi korban pemerkosaan
akan terus menghantui korban.
26
Tetapi opini, sikap dan kepercayaan masyarakat seringkali membuat korban
sulit untuk memilih kemungkinan lain selain ingin cepat-cepat menggugurkan
kandungannya. Takut disalahkan dan dibuang oleh keluarganya, teman-temannya
atau lingkungannya membuat korban ingin bersembunyi dengan cara membuang
bukti nyata kejahatan pemerkosaan. Bagaimanapun bayi yang dikandung akibat
perkosaan tidak bersalah.
Tindakan terbaik bagi Melati adalah melanjutkan kehamilannya. Kemudian,
dokter yang memeriksa kandungan Melati tidak berhak memutuskan apakah janin
yang dikandungnya harus diaborsi atau tidak. Tim medis/ dokter harus memberikan
pengetahuan/ informasi kepada Melati tentang bahaya tindakan aborsi baik bagi
dirinya dan janin yang dikandungnya. Melati dianjurkan untuk menjalani terapi
psikologis untuk menghilangkan trauma psikis akibat perkosaan tersebut dan mampu
menerima kenyataan bahwa dirinya telah hamil. Dalam hal ini perlu diusahakan agar
pihak pemerkosa mau bertanggungjawab.
Kasus V
Indonesia merupakan Negara yang beragama dimana setiap agama menentang
tindakan aborsi. Jika Indonesia menganut paham pro-choise dimana keputusan
menggugurkan atau mempertahankan kehamilan adalah hak mutlak dari ibu yang
mengandung bayi tersebut maka dapat dibayangkan apa yang akan terjadi pada
bangsa ini.
27
Tindakan aborsi akan sedemikian marak, walaupun dengan alasan kehamilan
merupakan hasil dari hubungan gelap, alasan ekonomi atau profesi, ataupun
perkosaan. Tindakan amoral seperti hubungan gelap yang juga jelas-jelas ditentang
agama akan terus meningkat dengan alasan ‘jika nanti hamil bisa saja digugurkan’
sehingga kekhawatiran akan perbuatan tersebut menjadi hilang. Sehingga apa yang
terjadi pada moral bangsa Indonesia?
Aborsi merupakan fenomena yang terkait erat dengan nilai-nilai sosial budaya
agama yang hidup dalam masyarakat. Dalam konteks Indonesia aborsi lebih condong
sebagai aib sosial daripada manifestasi kehendak bebas tiap individu. Aborsi
merupakan masalah yang sarat dengan nilai-nilai sosial, budaya, agama, dan politik.
Aturan normatif legal formal menolak aborsi meski masih ada ruang untuk hal-hal
khusus. Aturan normatif sosial-hudaya-agama yang "informal" pada umumnya juga
menolak aborsi, meski terdapat variasi dan kelonggaran di sana-sini.
Untuk Indonesia, seperti diketahui, salah satu penyebab tingginya angka
kematian ibu (MMR) adalah karena praktek aborsi terutama bagi ibu pada usia belia
sebagai akibat salah pergaulan ataupun belum siap memiliki anak, selain persoalan
pelayanan kesehatan yang tidak memadai dan faktor struktural lain yang lebih luas.
Selain keterkaitan dengan nilai-nilai sosial, politik, budaya, dan agama, secara lebih
spesifik fenomena aborsi tersebut terkait erat dengan isu gender.
28
Bahayanya Bila Dihalalkan
Manusia selalu cenderung menurutkan hawa nafsunya sehingga dalam
memperturutkan nafsu tersebut ada kecenderungan pula untuk melanggar hukum.
Dalam kondisi dilarang sajapun sudah sangat banyak orang yang melakukan aborsi,
apalagi kalau dibolehkan secara terbuka. Itu sama saja artinya membuka peluang bagi
semakin meningkatnya perzinaan. Di samping itu, walaupun ada syarat yang harus
dipenuhi (yaitu belum mencapai usia kehamilan tiga bulan) tetapi yang namanya
manusia (walaupun seorang dokter yang sudah disumpah) selalu mudah tergoda
dengan kenikmatan duniawi sehingga berani melanggar peraturan, mencari
kelemahan hukum dan memanipulasinya sehingga akhir-nya syarat tersebut hanya
tinggal peraturan di atas kertas saja.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan., Edisi ketiga, cetakan ketujuh. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 1999;302-312.
2. Anonymous. Aborsi di Indonesia. 2008. (online)www.kesrepro.info. Diakses 17 Desember 2010.
3. Hanifah, Laila. Aborsi ditinjau dari Tiga sudut pandang. 2009(on line)www.kesrepro.info. Diakses 17 Desember 2010.
4. Ansari.M.U. Fikih aborsi untuk penguatan hak reproduksi perempuan. 2009. (online)http://www.google.com.
5. Chadha,D.R.P.V. Abortus dalam catatan kuliah ilmu forensik dan toksikologiedisi V. 1995. Widya Medika, Jakarta.
6. Anonymous. Gugur kandungan. Wikipedia. (online). http:id. wikipedia.org
30