Privatisasi Megawati vs SBY

2
Privatisasi BUMN SBY “Jebret” Banget Kompas.com Beberapa kali Ruhut yang bisa dianggap sebagai ‘Pseudo’ suara SBY berteriak soal privatisasi Indosat sebagai bentuk pembenaran atas privatisasi BUMN yang dilakukan oleh Pemerintahan SBY, pelaburan politik di masa lalu yang ’seakan-akan’ melakukan politik penjualan perusahaan negara tidak dilihat dari apa yang terjadi pada masa itu. Pembenaran ini mengacaukan karena pihak SBY sama sekali berusaha mengaburkan substansi permasalahan apa yang terjadi pada itu dan masa sekarang. Setidaknya ada tiga alasan bedanya jual BUMN di masa Megawati dan jual BUMN di masa SBY. Sebelumnya juga harus dibedakan garis politik antara Megawati dengan garis politik SBY, garis politik Megawati adalah garis politik “Berdikari” di masa Megawati semangat kerja Pemerintah saat itu adalah “mengurangi secara signifikan jumlah utang negara” dan bertahan atas gebukan IMF yang ditandatangani pada tahun 1999. Sementara di garis SBY, ekonomi politik berhaluan liberal, pembangunan didasarkan pada pertumbuhan hutang bukan pertumbuhan produksi. Inilah beda antara apa yang dilakukan Megawati dan SBY secara substansial dalam kasus penjualan BUMN. Megawati wajib meneruskan keputusan pemerintah sebelumnya di masa Presiden BJ Habibie dalam SAP (Structural Adjustment Program) ini adalah bagian dari desakan dunia luar seperti IMF dan World Bank. Sementara garis politik SBY menjalankan privatisasi sebagai bagian dari politik mandor langsung World Bank. Kedua, Megawati melakukan politik anggaran yang menutup APBN, saat itu APBN defisit mewarisi berantakannya ekonomi di masa kejatuhan Suharto yang hancur lebur. Megawati harus menutupi hal itu karena dampak krisis 1997 bila tidak diselamatkan lewat politik penyelamatan anggaran darurat akan berimbas ke banyak sektor ekonomi, ini artinya Megawati melakukan “Politik Penyelamatan Anggaran di Masa Darurat”. Sementara di masa SBY, anggaran APBN cenderung surplus dan tidak kekurangan tapi Politik Utang dan Politik Privatisasi BUMN besar-besaran terus dilakukan jelas ini adalah skenario Neoliberal, dan ini adalah skenario yang amat kebalikan dari skenario politik Megawati, dimana skenario politik Megawati berujung pada kemandirian ekonomi maka sistem ekonomi politik SBY berujung pada “Negara Dependensi” Negara yang amat bergantung pada negara-negara pemberi utang. Ketiga, privatisasi di jaman SBY

Transcript of Privatisasi Megawati vs SBY

Privatisasi BUMN SBY Jebret BangetKompas.com

Beberapa kali Ruhut yang bisa dianggap sebagaiPseudosuara SBY berteriak soal privatisasi Indosat sebagai bentuk pembenaran atas privatisasi BUMN yang dilakukan oleh Pemerintahan SBY, pelaburan politik di masa lalu yang seakan-akan melakukan politik penjualan perusahaan negara tidak dilihat dari apa yang terjadi pada masa itu. Pembenaran ini mengacaukan karena pihak SBY sama sekali berusaha mengaburkan substansi permasalahan apa yang terjadi pada itu dan masa sekarang. Setidaknya ada tiga alasan bedanya jual BUMN di masa Megawati dan jual BUMN di masa SBY. Sebelumnya juga harus dibedakan garis politik antara Megawati dengan garis politik SBY, garis politik Megawati adalah garis politik Berdikari di masa Megawati semangat kerja Pemerintah saat itu adalah mengurangi secara signifikan jumlah utang negara dan bertahan atas gebukan IMF yang ditandatangani pada tahun 1999. Sementara di garis SBY, ekonomi politik berhaluan liberal, pembangunan didasarkan pada pertumbuhan hutang bukan pertumbuhan produksi. Inilah beda antara apa yang dilakukan Megawati dan SBY secara substansial dalam kasus penjualan BUMN. Megawati wajib meneruskan keputusan pemerintah sebelumnya di masa Presiden BJ Habibie dalam SAP (Structural Adjustment Program) ini adalah bagian dari desakan dunia luar seperti IMF dan World Bank. Sementara garis politik SBY menjalankan privatisasi sebagai bagian dari politik mandor langsung World Bank. Kedua, Megawati melakukan politik anggaran yang menutup APBN, saat itu APBN defisit mewarisi berantakannya ekonomi di masa kejatuhan Suharto yang hancur lebur. Megawati harus menutupi hal itu karena dampak krisis 1997 bila tidak diselamatkan lewat politik penyelamatan anggaran darurat akan berimbas ke banyak sektor ekonomi, ini artinya Megawati melakukan Politik Penyelamatan Anggaran di Masa Darurat. Sementara di masa SBY, anggaran APBN cenderung surplus dan tidak kekurangan tapi Politik Utang dan Politik Privatisasi BUMN besar-besaran terus dilakukan jelas ini adalah skenario Neoliberal, dan ini adalah skenario yang amat kebalikan dari skenario politik Megawati, dimana skenario politik Megawati berujung pada kemandirian ekonomi maka sistem ekonomi politik SBY berujung pada Negara Dependensi Negara yang amat bergantung pada negara-negara pemberi utang. Ketiga, privatisasi di jaman SBY amat massif tercatat pada masa Pemerintahan SBY dalam setahun 44 BUMN dilego, jelas ini akan memperlemah struktur kekayaan negara karena privatisasi ini dibarengi dengan sistem politik Neoliberal dimana pemodal masuk dan menyerbu seluruh lini kekayaan negara sementara negara sama sekali tidak memiliki kekuatan bersaing dengan pemodal-pemodal asing. Di masa Megawati privatisasi hanya 12 BUMN tujuannya itu untuk segera menyelesaikan hutang. Ketiga hal ini bisa menjelaskan kenapa SBY seakan-akan membenarkan politik utang dan politik liberalisasi, sementara banyak kalangan terus berteriak soal privatisasi Indosat sebagai titik nol negara tidak mempertahankan asetnya tanpa pernah tau bahwa penjualan itu untuk menyelesaikan hutang dan keluar sebagai negara yang berdikari secara ekonomi, menguasai pasar regional dan produktif.