Hadits Pendidikan Megawati

23
hadits pendidikan BAB I PENDAHULUAN Pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Al-Ghazali mempergunakan istilah pendidik dengan berbagai kata seperti, al-mualim (guru), al-mudarris (pengajar), al-muaddib (pendidik), dan al walid (orang tua). Pembahasan dalam tulisan ini meliputi semua istilah tersebut, yakni pendidik dalam arti yang umum yang bertanggung jawab atas pendidikan dan pengajaran. Selanjutnya dalam makalah ini akan kami jelaskan tentang etika seorang pendidik tersebut.

description

Hadis Pendidikan

Transcript of Hadits Pendidikan Megawati

hadits pendidikan

BAB IPENDAHULUAN

Pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Al-Ghazali mempergunakan istilah pendidik dengan berbagai kata seperti, al-mualim (guru), al-mudarris (pengajar), al-muaddib (pendidik), dan al walid (orang tua). Pembahasan dalam tulisan ini meliputi semua istilah tersebut, yakni pendidik dalam arti yang umum yang bertanggung jawab atas pendidikan dan pengajaran. Selanjutnya dalam makalah ini akan kami jelaskan tentang etika seorang pendidik tersebut.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Hadits tentang Etika Seorang PendidikRasulullah SAW bersabda: Artinya: Sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya. (H.R. Abu Dawud, An NasaI, Ibnu Majah dan Ibnu Hibbah dari Hadits Abu Hurairah.[footnoteRef:2][1] [2: [1] Imam Al-Ghazali, IhyaUlumiddin Jilid 1,terj. Moh Zuhri (Semarang: CV. Asy Syifa), 171.]

Hadits diatas merupakan salah satu hadits yang menerangkan tentang salah satu etika pendidikan terhadap anak didiknya, yaitu: menganggap anak didik seperti anaknya sendiri.Kasih sayang terhadap anak didik memang banyak disebut dalam kitab yang dikarang oleh orang Islam. Kasih sayang itu dapat dibagi dua: pertama, kasih sayang dalam pergaulan; berarti pendidik harus lemah lembut dalam pergaulan. Konsep ini mengajarkan agar tatakala menasehati murid yang melakukan kesalahan, hendaknya menegurnya dengan cara memberikan penjelasan, bukan dengan cara mencelanya karena celaan akan melukai prestisenya. Kedua, kasih sayang yang diterapkan dalam mengajar. Ini berarti guru tidak boleh memaksa murid mempelajari sesuatu yang belum dapat dijangkaunya. Pengajaran harus dirasakan mudah oleh anak didik. Dalam kasih sayang yang kedua ini terkandung pengertian bahwa guru harus mengetahui kemampuan muridnya.Tekanan pada sifat kasih sayang dalam tulisan para ahli pendidikan Islam, yang kadang-kadang seolah-olah lebih dipentingkan mereka daripada keahlian mengajar, selain didasarkan atas sabda Rasul di atas tadi, juga didasarkan mereka atas paham bahwa bila guru telah memiliki kasih sayang yang tinggi kepada muridnya, maka guru tersebut akan beusaha sekuat-kuatnya untuk meningkatkan keahliannya karena ingin memberian yang terbaik kepada murid yang disayanginya itu.

B. Kode etik personal pendidik1. Senantiasa dekat Allah, sendirian maupun bersama orang lain. Musti memelihara kepatuhan kepada Tuhan dalam segenap gerakan dan diam, perkataan dan perbuatan.[footnoteRef:3][2] [3: [2] Hasan Asari, Etika Akademis Dalam Islam (Yogyakarta: Tiara Wacana 2008 ), 41.]

2. Mengikuti jejak Rasulullah dalam tugas dan kewajibannya, Seorang guru hendaknya menjadi wakil dan pengganti Rasulullah SAW yang mewarisi ajaran-ajarannya dan memperjuangkan dalam kehidupan masyarakat di segala penjuru dunia, demikian pula harus mencerminkan ajaran-ajarannya, sesuai dengan akhlak Rasulullah.[footnoteRef:4][3] [4: [3] Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2004) , 181.]

3. Mengamalkan ilmunya. Janganlah ia mendustakan perkataannya, karena ilmu itu diperoleh dengan pandangan hati sedangkan pengamalan itu diperoleh dengan pandangan mata. Padahal pemilik mata itu lebih banyak.[footnoteRef:5][4] [5: [4] Imam Al-Ghazali, Ihya, 180.]

4. Ikhlas dalam menjalankan tugas pendidikan.[footnoteRef:6][5] [6: [5] Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdhiyat, Ilmu Pendidikan Islam 1 (Bandung: Pustaka Setia 2009), 222.]

5. Zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridhaan Allah semata. Zuhud yang dimaksud adalah bukan tidak mau menerima imbalan materi. Ia butuh materi sekedar memungkinkan keluarga hidup nyaman, sederhana, tidak lagi di ganggu persoalan nafkah.[footnoteRef:7][6] [7: [6] Khoiron Rosyadi, Pendidikan,189.]

6. Harus terhindar dari tindakan tercela atau kurang pantas, baik agama maupun adat.[footnoteRef:8][7] [8: [7] Hasan Asari, Etika Akademis..,47.]

7. Membersihkan diri dari akhlak buruk dan menumbuhkan akhlak terpuji.8. Memperdalam ilmu pengetahuan terus menerus.

C. Kode Etik dalam mengajar1. Harus mengetahui terlebih dahulu apa yang perlu di ajarkan. Kedudukannya sebagai pendidik mengharuskan dia mempelajari atau mendapatkan informasi tentang materi apa yang akan di ajarkan.[footnoteRef:9][8] [9: [8] Khoiron Rosyadi, Pendidikan,178.]

2. Menjelang mengajar, guru membersihkan diri dari hadats dan kotoran, merapikan diri, serta mengenakan pakaian bagus.[footnoteRef:10][9] [10: [9] Hasan Asari, Etika Akademis..,51.]

3. Menuju tempat mengajar, hendaknya ia mengingat Allah. Sampai di majelis, ia mengucap salam kepada yang hadir. Mengambil tempat duduk dengan tenang dan sopan.4. Sebelum pelajaran hendaknya membaca ayat Al-Quran agar berkah, mendoakan diri sendiri, hadirin dan kaum muslimin. Kemudian membaca taawwuz, basmallah, hamdallah, salawat kepada nabi dan keluarganya.5. Mengatur suara agar tidak terlalu lemah hingga sulit di dengar murid. Juga tidak terlalu keras hingga mengganggu orang di luar majlis.6. Orang yang bertanggung jawab dengan sebagian ilmu itu seyogya untuk tidak memburukkan ilmu-ilmu yang di luar keahliannya di kalangan muridnya.[footnoteRef:11][10] [11: [10] Imam Al-Ghazali, Ihya,176.]

7. Selalu mendengarkan pendapat muridnya.8. Harus bersikap adil dalam memberikan pelajaran. Ia mendengar seksama pertanyaan murid. Bila murid tidak mampu bertanya dengan kalimat baik. Guru harus berupaya menangkap makna dan membahasakan pertanyaan tersebut secara baik, lalu menjawab. Jika guru ditanya sesuatu yang tidak diketahui, ia harus mengakui jujur dan terbuka dengan mengatakan saya tidak tahu. Ia tidak boleh memaksakan, karena jawaban bisa menyesatkan orang banyak. Guru hendaknya sadar bahwa mengatakan ketidaktahuan bukanlah kelemahan tetapi kejujuran, keberanian, lambing ketaqwaan serta kebersihan jiwa.[footnoteRef:12][11] [12: [11] Hasan Asari, Etika Akademis..,56.]

9. Tidak tidur di dalam kelas.10. Harus dapat mengevaluasi proses dan hasil pendidikan yang sedang dan sudah dilakukan.11. Mengakhiri pelajaran dengan ucapan Wallahu alam. Hendaknya menghayati maknanya, sehingga kegiatan mengajar dimulai dan ditutup dengan kesadaran tentang Allah. Sebelum mengucapkan Wallahu alam ia member kalimat penutup yang mengindikasikan pelajaran segera berakhir.

D. Kode etik bergaul dengan murid1. Mendorong seorang murid mencintai ilmu pengetahuan dan belajar setiap waktu demi kemajuan. Ia mengingatkan murid bahwa Allah memberi derajat tinggi bagi ilmu pengetahuan.2. Mencintai murid sebagaimana mencintai diri sendiri. Karena itu, ia memperhatikan sungguh-sungguh, sebagaimana memperhatikan anak sendiri: sabar dan penuh kasih sayang.[footnoteRef:13][12] [13: [12] Ibid, 59.]

3. Dalam memberi pelajaran hendaknya menggunakan penyampaian yang paling mudah dicerna dan dipahami murid. Seperti hadits dibawah ini:

Artinya : Kami golongan para Nabi diperintah untuk menempatkan mereka pada kedudukan mereka, dan berbicara kepada mereka menurut kadar akal mereka. (HR. Abu Dawud dari Aisyah)4. Seorang pendidik harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, sabar, berkepribadian dan mempunyai harga diri.5. Harus mengetahui tabiat pembawaan, adat istiadat dan pemikiran murid agar tidak salah arah di dalam mendidik anak-anak.[footnoteRef:14][13] [14: [13] Khoiron Rosyadi, Pendidikan,189. ]

6. Harus dapat memberikan hadiah dan hukuman sesuai dengan usaha daya capai anak didik dalam belajar.7. Sabar dalam menghadapi kenakalan anak didiknya.8. Bersikap adil terhadap semua murid. Hanya boleh memberi perlakuan istimewa berdasar kelebihan ilmu pengetahuan, kesungguhan belajar, atau kebaikan etika.9. Memperhatikan sekasama perilaku murid. Jika mengetahui ada yang melakukan perbuatan haram atau makruh, atau sesuatu yang bisa melalaikan dari kegiatan belajar, atau berperilaku buruk terhadap guru dan orang lain, atau terlalu menyia-nyiakan waktu untuk berbincang tanpa faedah atau bergaul dengan orang yang kurang baik, maka pendidik harus berupaya mencegah.10. Bersikap rendah hati dan lemah lembut kepada muridnya. Ia bertutur sapa dengan ramah, bila bertemu, menyenangkan hati dengan menanyakan keadaan dan orang-orang yang terkait. Dengan kasih sayang, murid merasa nyaman mempelajariilmu pengetahuan, dan sangat membantu keberhasilan.[footnoteRef:15][14] [15: [14] Hasan Asari, Etika Akademis..,65.]

BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanPendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam mendidik diperlukan beberapa etika diantaranya:a. Kode etik personal pendidik Senantiasa dekat Allah. Mengikuti jejak Rasulullah SAW. Mengamalkan ilmunya. dll.b. Kode etik dalam mengajar Harus mengetahui terlebih dahulu apa yang perlu di ajarkan. Menjelang mengajar, guru membersihkan diri dari hadats dan kotoran, merapikan diri, serta mengenakan pakaian bagus. Mengatur suara agar tidak terlalu lemah hingga sulit di dengar murid. Juga tidak terlalu keras hingga mengganggu orang di luar majlis. dll.c. Kode etik bergaul dengan murid Mendorong seorang murid mencintai ilmu pengetahuan dan belajar setiap waktu demi kemajuan. Ia mengingatkan murid bahwa Allah memberi derajat tinggi bagi ilmu pengetahuan. Mencintai murid sebagaimana mencintai diri sendiri Dalam memberi pelajaran hendaknya menggunakan penyampaian yang paling mudah dicerna dan dipahami murid. Dll.

hadits pendidikan

BAB IPENDAHULUAN

Pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Al-Ghazali mempergunakan istilah pendidik dengan berbagai kata seperti, al-mualim (guru), al-mudarris (pengajar), al-muaddib (pendidik), dan al walid (orang tua). Pembahasan dalam tulisan ini meliputi semua istilah tersebut, yakni pendidik dalam arti yang umum yang bertanggung jawab atas pendidikan dan pengajaran. Selanjutnya dalam makalah ini akan kami jelaskan tentang etika seorang pendidik tersebut.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Hadits tentang Etika Seorang PendidikRasulullah SAW bersabda: Artinya: Sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya. (H.R. Abu Dawud, An NasaI, Ibnu Majah dan Ibnu Hibbah dari Hadits Abu Hurairah.[footnoteRef:16][1] [16: [1] Imam Al-Ghazali, IhyaUlumiddin Jilid 1,terj. Moh Zuhri (Semarang: CV. Asy Syifa), 171.]

Hadits diatas merupakan salah satu hadits yang menerangkan tentang salah satu etika pendidikan terhadap anak didiknya, yaitu: menganggap anak didik seperti anaknya sendiri.Kasih sayang terhadap anak didik memang banyak disebut dalam kitab yang dikarang oleh orang Islam. Kasih sayang itu dapat dibagi dua: pertama, kasih sayang dalam pergaulan; berarti pendidik harus lemah lembut dalam pergaulan. Konsep ini mengajarkan agar tatakala menasehati murid yang melakukan kesalahan, hendaknya menegurnya dengan cara memberikan penjelasan, bukan dengan cara mencelanya karena celaan akan melukai prestisenya. Kedua, kasih sayang yang diterapkan dalam mengajar. Ini berarti guru tidak boleh memaksa murid mempelajari sesuatu yang belum dapat dijangkaunya. Pengajaran harus dirasakan mudah oleh anak didik. Dalam kasih sayang yang kedua ini terkandung pengertian bahwa guru harus mengetahui kemampuan muridnya.Tekanan pada sifat kasih sayang dalam tulisan para ahli pendidikan Islam, yang kadang-kadang seolah-olah lebih dipentingkan mereka daripada keahlian mengajar, selain didasarkan atas sabda Rasul di atas tadi, juga didasarkan mereka atas paham bahwa bila guru telah memiliki kasih sayang yang tinggi kepada muridnya, maka guru tersebut akan beusaha sekuat-kuatnya untuk meningkatkan keahliannya karena ingin memberian yang terbaik kepada murid yang disayanginya itu.

B. Kode etik personal pendidik1. Senantiasa dekat Allah, sendirian maupun bersama orang lain. Musti memelihara kepatuhan kepada Tuhan dalam segenap gerakan dan diam, perkataan dan perbuatan.[footnoteRef:17][2] [17: [2] Hasan Asari, Etika Akademis Dalam Islam (Yogyakarta: Tiara Wacana 2008 ), 41.]

2. Mengikuti jejak Rasulullah dalam tugas dan kewajibannya, Seorang guru hendaknya menjadi wakil dan pengganti Rasulullah SAW yang mewarisi ajaran-ajarannya dan memperjuangkan dalam kehidupan masyarakat di segala penjuru dunia, demikian pula harus mencerminkan ajaran-ajarannya, sesuai dengan akhlak Rasulullah.[footnoteRef:18][3] [18: [3] Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2004) , 181.]

3. Mengamalkan ilmunya. Janganlah ia mendustakan perkataannya, karena ilmu itu diperoleh dengan pandangan hati sedangkan pengamalan itu diperoleh dengan pandangan mata. Padahal pemilik mata itu lebih banyak.[footnoteRef:19][4] [19: [4] Imam Al-Ghazali, Ihya, 180.]

4. Ikhlas dalam menjalankan tugas pendidikan.[footnoteRef:20][5] [20: [5] Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdhiyat, Ilmu Pendidikan Islam 1 (Bandung: Pustaka Setia 2009), 222.]

5. Zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridhaan Allah semata. Zuhud yang dimaksud adalah bukan tidak mau menerima imbalan materi. Ia butuh materi sekedar memungkinkan keluarga hidup nyaman, sederhana, tidak lagi di ganggu persoalan nafkah.[footnoteRef:21][6] [21: [6] Khoiron Rosyadi, Pendidikan,189.]

6. Harus terhindar dari tindakan tercela atau kurang pantas, baik agama maupun adat.[footnoteRef:22][7] [22: [7] Hasan Asari, Etika Akademis..,47.]

7. Membersihkan diri dari akhlak buruk dan menumbuhkan akhlak terpuji.8. Memperdalam ilmu pengetahuan terus menerus.

C. Kode Etik dalam mengajar1. Harus mengetahui terlebih dahulu apa yang perlu di ajarkan. Kedudukannya sebagai pendidik mengharuskan dia mempelajari atau mendapatkan informasi tentang materi apa yang akan di ajarkan.[footnoteRef:23][8] [23: [8] Khoiron Rosyadi, Pendidikan,178.]

2. Menjelang mengajar, guru membersihkan diri dari hadats dan kotoran, merapikan diri, serta mengenakan pakaian bagus.[footnoteRef:24][9] [24: [9] Hasan Asari, Etika Akademis..,51.]

3. Menuju tempat mengajar, hendaknya ia mengingat Allah. Sampai di majelis, ia mengucap salam kepada yang hadir. Mengambil tempat duduk dengan tenang dan sopan.4. Sebelum pelajaran hendaknya membaca ayat Al-Quran agar berkah, mendoakan diri sendiri, hadirin dan kaum muslimin. Kemudian membaca taawwuz, basmallah, hamdallah, salawat kepada nabi dan keluarganya.5. Mengatur suara agar tidak terlalu lemah hingga sulit di dengar murid. Juga tidak terlalu keras hingga mengganggu orang di luar majlis.6. Orang yang bertanggung jawab dengan sebagian ilmu itu seyogya untuk tidak memburukkan ilmu-ilmu yang di luar keahliannya di kalangan muridnya.[footnoteRef:25][10] [25: [10] Imam Al-Ghazali, Ihya,176.]

7. Selalu mendengarkan pendapat muridnya.8. Harus bersikap adil dalam memberikan pelajaran. Ia mendengar seksama pertanyaan murid. Bila murid tidak mampu bertanya dengan kalimat baik. Guru harus berupaya menangkap makna dan membahasakan pertanyaan tersebut secara baik, lalu menjawab. Jika guru ditanya sesuatu yang tidak diketahui, ia harus mengakui jujur dan terbuka dengan mengatakan saya tidak tahu. Ia tidak boleh memaksakan, karena jawaban bisa menyesatkan orang banyak. Guru hendaknya sadar bahwa mengatakan ketidaktahuan bukanlah kelemahan tetapi kejujuran, keberanian, lambing ketaqwaan serta kebersihan jiwa.[footnoteRef:26][11] [26: [11] Hasan Asari, Etika Akademis..,56.]

9. Tidak tidur di dalam kelas.10. Harus dapat mengevaluasi proses dan hasil pendidikan yang sedang dan sudah dilakukan.11. Mengakhiri pelajaran dengan ucapan Wallahu alam. Hendaknya menghayati maknanya, sehingga kegiatan mengajar dimulai dan ditutup dengan kesadaran tentang Allah. Sebelum mengucapkan Wallahu alam ia member kalimat penutup yang mengindikasikan pelajaran segera berakhir.

D. Kode etik bergaul dengan murid1. Mendorong seorang murid mencintai ilmu pengetahuan dan belajar setiap waktu demi kemajuan. Ia mengingatkan murid bahwa Allah memberi derajat tinggi bagi ilmu pengetahuan.2. Mencintai murid sebagaimana mencintai diri sendiri. Karena itu, ia memperhatikan sungguh-sungguh, sebagaimana memperhatikan anak sendiri: sabar dan penuh kasih sayang.[footnoteRef:27][12] [27: [12] Ibid, 59.]

3. Dalam memberi pelajaran hendaknya menggunakan penyampaian yang paling mudah dicerna dan dipahami murid. Seperti hadits dibawah ini:

Artinya : Kami golongan para Nabi diperintah untuk menempatkan mereka pada kedudukan mereka, dan berbicara kepada mereka menurut kadar akal mereka. (HR. Abu Dawud dari Aisyah)4. Seorang pendidik harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, sabar, berkepribadian dan mempunyai harga diri.5. Harus mengetahui tabiat pembawaan, adat istiadat dan pemikiran murid agar tidak salah arah di dalam mendidik anak-anak.[footnoteRef:28][13] [28: [13] Khoiron Rosyadi, Pendidikan,189. ]

6. Harus dapat memberikan hadiah dan hukuman sesuai dengan usaha daya capai anak didik dalam belajar.7. Sabar dalam menghadapi kenakalan anak didiknya.8. Bersikap adil terhadap semua murid. Hanya boleh memberi perlakuan istimewa berdasar kelebihan ilmu pengetahuan, kesungguhan belajar, atau kebaikan etika.9. Memperhatikan sekasama perilaku murid. Jika mengetahui ada yang melakukan perbuatan haram atau makruh, atau sesuatu yang bisa melalaikan dari kegiatan belajar, atau berperilaku buruk terhadap guru dan orang lain, atau terlalu menyia-nyiakan waktu untuk berbincang tanpa faedah atau bergaul dengan orang yang kurang baik, maka pendidik harus berupaya mencegah.10. Bersikap rendah hati dan lemah lembut kepada muridnya. Ia bertutur sapa dengan ramah, bila bertemu, menyenangkan hati dengan menanyakan keadaan dan orang-orang yang terkait. Dengan kasih sayang, murid merasa nyaman mempelajariilmu pengetahuan, dan sangat membantu keberhasilan.[footnoteRef:29][14] [29: [14] Hasan Asari, Etika Akademis..,65.]

BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanPendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam mendidik diperlukan beberapa etika diantaranya:a. Kode etik personal pendidik Senantiasa dekat Allah. Mengikuti jejak Rasulullah SAW. Mengamalkan ilmunya. dll.b. Kode etik dalam mengajar Harus mengetahui terlebih dahulu apa yang perlu di ajarkan. Menjelang mengajar, guru membersihkan diri dari hadats dan kotoran, merapikan diri, serta mengenakan pakaian bagus. Mengatur suara agar tidak terlalu lemah hingga sulit di dengar murid. Juga tidak terlalu keras hingga mengganggu orang di luar majlis. dll.c. Kode etik bergaul dengan murid Mendorong seorang murid mencintai ilmu pengetahuan dan belajar setiap waktu demi kemajuan. Ia mengingatkan murid bahwa Allah memberi derajat tinggi bagi ilmu pengetahuan. Mencintai murid sebagaimana mencintai diri sendiri Dalam memberi pelajaran hendaknya menggunakan penyampaian yang paling mudah dicerna dan dipahami murid. Dll.

http:// BAB IPENDAHULUANDalam keseluruhan proses pendidikan, guru merupakan faktor utama dalam pendidikan. Pendidik adalah pembimbing, pengarah yang biasa disebut dengan guru. Berkaitan dengan hal tersebut, maka peran guru sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan pelaksanaan proses belajar mengajar. Oleh karena itu seorang guru atau pendidik memiliki peranan penting dalam meningkatkan minat belajar siswa serta membantu memecahkan kesulitan siswa terutama dalam kegiatan pembelajaran.Seorang guru harus mampu memberikan prinsip motivasi dan memudahkan untuk anak didiknya. Tetapi tidak hanya itu, seorang pendidik harus mengetahui tingkat kemampuan peserta didik dan juga seorang pendidik harus mempunyai keahlian dalam bidangnya. Maka dalam makalah ini akan membahas tentang pendidik, yaitu pendidik harus mengutamakan prinsip memotivasi dan memudahkan, pendidik harus menetahui tingkat kemampuan peserta didik, serta pendidik harus mempunyai keahlian dalam bidangnya.

BAB IIPEMBAHASANA. Hadits tentang pendidik harus mengutamakan prinsip memotivasi dan memudahkan Artinya : Dari Abu Musa beliau berkata, Rasulullah SAW apabila mengutus salah satu orang sahabatnya untuk mengerjakan sebagian perintahnya selalu berpesan Sampaikan berita gembira oleh kalian dan janganlah kalian menimbulkan rasa antipati, berlaku mudahlah kalian dan janganlah kalian mempersulit .Nilai tarbawi:1. Hendaknya seorang pendidik mengajarkan kepada anak didiknya dengan sesuatu yang mudah dimengerti dan dicena oleh anak didik 2. Jangan mengajarkan yang sulit-sulit 3. Hendaknya seorang pendidik ketika mengajar tidak boleh laku, sesuaikan dengan kondisi anak perlu ada humor 4. Berilah kasih sayang agar anak / peserta didik selalu dekat dengan guru 5. Hendaknya ketika guru mengalami kesulitan seringlah berdiskusi

Motivasi sebagai suatu proses, mengantarkan murid kepada pengalaman-pengalaman yang memungkinkan mereka dapat belajar. Sebagai proses, motivasi mempunyai fungsi antara lain:1. Memberi semangat dan mengaktifkan murid agar tetap beminat dan siaga.2. Memusatkan perhatian anak pada tugas-tugas tertentu yang berhubungandengan pencapaian tujuan belajar.3. Membantu memenuhi kebutuhan akan hasil jangka pendek dan hasil jangka panjang.

B. Hadits tentang pendidik harus mengetahui tingkat kemampuan peserta didik1. Hadits pertamaArtinya: Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw bersabda: saya diperintahkan untuk berbicara kepada manusia sesuai dengan kemampuan akalnya.Seorang guru harus memahami kondisi muridnya, sehingga dia tidak bersikap arogan atau memaksakan kehendak kepada muridnya. Guru juga harus mengetahui kemampuan intelektual murid. Itulah kesan yang diperoleh dari ungkapan khidr pada ayat 67-68, . . Artinya:Dia menjawab: sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku (67). Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu? (68). (QS. Al.Kahfi : 67-68)Ketika Nabi Musa mengajukan keinginannya untuk belajar dan mengikuti Nabi Khidr as, dia tahu persis bahwa Nabi Musa tidak akan sanggup mengikutinya. Dia tahu bahwa Nabi Musa adalah seorang yang keras dan emosional serta orang yang paling tidak bisa bersabar. Dan hal itu dipahami oleh Nabi Khidr sebagai guru yang baik.Begitulah sikap seorang guru dalam mengajar, hendaklah mereka mengetahui sikap, karakter kepribadian, dan kemampuan peserta didiknya dengan baik. Agar para guru dapat memberikan materi dan metode yang benar dalam menjalankan proses belajar dan mengajar.

2. Hadits kedua :- : (( . )).Artinya:Dari sahabat Anas bin Malik berkata, Rasulullah SAW bersabda: Mencari ilmu wajib bagi setiap muslim-muslimah. Dan meletakkan ilmu tidak pada tempatnya seperti mengikat beberapa babi dengan intan, mutiara, dan emas.

Hadits tersebut menjelaskan yang pertama: bahwa mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim ,tidak pandang usia, kecil, muda, tua, semua diwajibkan untuk mencari ilmu. Didalam ayat Al-quran pun Allah berjanji, untuk meninggikan derajat bagi mereka yang berilmu. Yang kedua: seekor babi yang dengan intan, mutiara, dan emas. Bahwasanya seekor babi yang najis diikat dengan intan yang mana harganya sangatlah mahal, hal tersebut sangatlah sia-sia. Seseorang yang memiliki ilmu tetapi justru melakukannya untuk kejahatan ataupun orang yang memiliki ilmu tetapi tidak mengamalkannya, itu sangatlah sia-sia.

C. Hadits tentang pendidik harus mempunyai keahlian dalam bidangnya

: : . : . : . : ( - - ). : : ( ). : : ( ).Artinya :Abu hurairoh berkata, suatu hari Nabi Muhammad SAW bercengkramah dengan kaum dalam satu majlis, kemudian datanglah seorang badui dan ia bertanya: kapan kehancuran terjadi? Rasulullah meneruskan bicaranya pada kaum dan sebagian kaum telah mendengar apa yang dikatakan oleh orang badui sehingga mereka tidak senang terhadap Rasulullah atas perkataannya, akan tetapi menurut sebagian kaum lain bahwa Rasulullah tidak mendengarnya sampai Rasulullah menyelesaikan pembicaraannya. Rasulullah bertanya: dimana orang yang ingin mengetahui tentang kehancuran?, orang badui itu menjawab: saya ya rasul, kemudian Rasulullah berkata: terjadinya kehancuran yakni ketika sebuah amanah disia-siakan. Lalu orang badui itu kembali bertanya: bagaimanakah amanah itu disia-siakan?, Rasulullah menjawab: ketika sebuah urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya.

Nilai tarbawiNilai tarbawi dalam hadits tersebut adalah :a) Setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesionalb) Suatu pekerjaan yang dilakukan oleh orang yang bukan ahlinya, maka akan timbul kehancuranc) Pendidik juga harus konsekuen dengan apa yang diajarkannya, yakni mampu melaksanakan atau mengerjakan.

BAB IIIKESIMPULANSecara terminologi, sebagaimana teori barat yang dikutip Ahmad Tafsir pendidik dalam islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik pesrta afektif, kognitif, maupun psikomotorik.Pada hadits tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa seorang pendidik, dalam melakukan pengajaran haruslah menggunakan metode yang menyenangkan, agar pesrta didik tidak merasa jenuh. Sehingga materi yang disampaikan dapat diserap dengan baik. Selebihnya, seorang pendidik harus selalu memberi motivasi kepada muridnya agar selalu bersemangat dalam mengikuti pelajaran yang berlangsung.Pada hadits poin dua, bahwasanya mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dan hendaklah mereka yang memiliki ilmu, mampu menempatkan ilmu pada tempatnya. Sehingga tidaklah sia-sia. Pada hadits poin ketiga, bahwasanya bagi seorang pendidik harus mempunyai keahlian dalam bidangnya, agar tidak menimbulkan kerusakan. Dan seorang pendidik harus selalu konsekuen dalam mengerjakan dan melaksanakan serta mampu mengamalkan dengan apa yang telah kita peroleh.churryelmoena.blogspot.com/2013/02/hadits-pendidikan.html

http://yulia-rizqi.blogspot.com/2013/01/hadits-tentang-pendidik_7601.html