PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK...

58
PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Cut Firza Humaira NIM : 109103000009 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2012 M

Transcript of PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK...

Page 1: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Cut Firza Humaira

NIM : 109103000009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H/2012 M

Page 2: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 24 September 2012

Cut Firza Humaira

Materai

Rp 6000

Page 3: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA DAN FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI

Laporan PenelitianDiajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh

Cut Firza Humaira NIM: 109103000009

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Ibnu Harris Fadillah, Sp.THT-KL dr. Intan Keumala Dewi, Sp.MK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H/2012 M

Page 4: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI yang diajukan oleh Cut Firza Humaira (NIM: 109103000009), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada tanggal 24 September 2012. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 24 September 2012

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang

dr. Ibnu Harris Fadillah,

Sp.THT-KL

Pembimbing 1

dr. Ibnu Harris Fadillah,

Sp.THT-KL

Pembimbing 2

dr. Intan Keumala Dewi, Sp.MK

Penguji 1

dr. Zainal, Sp.THT, Ph.D

Penguji 2

Yuliati, M.Biomed

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN SH Jakarta

Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp. And

Kaprodi PSPD FKIK UIN SH Jakarta

DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR

Page 5: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penelitian ini dapat terselesaikan walaupun ada begitu banyak cobaan dan hambatan yang penulis hadapi selama proses penelitian. Shalawat serta salam tidak lupa penulis junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Alhamdulillah penulis akhirnya dapat menyelesaikan Laporan Penelitian yang berjudul “Prevalensi Otomikosis pada Mahasiswi PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Faktor yang Mempengaruhi”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan laporan penelitian ini penulis banyak menemui hambatan baik yang datang dari faktor luar diri penulis maupun dari dalam diri penulis. Mengatasi hambatan yang ditemui, penulis banyak mendapat dukungan, pengarahan, petunjuk, motivasi, saran dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFRselaku Kepala Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.dr. Ibnu Haris Fadillah, Sp.THT-KL sebagai dosen pembimbing I penelitian dan dr. Intan Keumala Dewi, Sp.MK sebagai dosen pembimbing II penelitian, yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan saran, arahan, bimbingan, dan nasihat kepada penulis dari awalproses penelitian sampai akhir penyusunan laporan penelitian ini.

4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab riset Program Studi Pendidikan Dokter 2009 dan atas motivasinya kepada penulis terhadap penyelesaian penelitian ini serta dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT dan ibu Yuliati, M.Biomed atas masukannya terhadap penelitian ini.

Page 6: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

v

5. RS Khusus THT-KL Proklamasi BSD dan Laboratorium Mikrobiologi FKIK UIN beserta staf yang telah menyediakan tempat untuk pemeriksaan sampel selama penelitian berlangsung. 6. Keluarga besar penulis, terutama ayah bunda penulis Ir.Ridwan Ibrahim dan Cut Armanusah, SE yang selalu ikhlas mendoakan, mendukung, serta memberikan dorongan dan motivasikepada penulis selama melakukan penelitian ini. Adinda tercinta Cut Zarra Fazia, Cut Haliza Fatira, dan Cut Yulinza Putri yang juga selalu mendukung dan menghibur disaat penulis mulai jenuh. 7.Sahabat penulis Reani Zulfa dan Syukran yang selalu bersedia direpotkan oleh penulis dalam menanyakan beberapa hal mengenai penelitian. Sahabat penulis Oktavia Utami, Adita Dianputra Kencana, Dahniar Anindya, Abe Umaro yang selalu mendukung penulis selama ini. Teman kelompok riset Fernaldi Anggadha, Midun, dan Muhammad Fahmi Salafuddin serta teman seperjuangan riset Dian Pratiwi dan teman di laboratorium Seila Inayatullah, Kharisma Indah, Atingul Ma’rifah, dan Maharani atas semangat dan motivasinya. Teman-teman beserta seluruh staf pengajar dari Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Terakhir, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak mungkin penulis sebutkan saru per satu. Semoga dengan selesainya Laporan Penelitian ini dapat menambah pengetahuan kita semua terutama mengenai otomikosis. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ciputat, 25 September 2012

Penulis

Page 7: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

vi

ABSTRAK

Cut Firza Humaira.Program Studi Pendidikan Dokter. Prevalensi Otomikosis pada Mahasiswi PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Faktor yang Mempengaruhi

Otomikosis merupakan infeksi jamur yang sering terjadi pada telinga luar. Faktor predisposisi yang mempengaruhi diantaranya kelembaban yang tinggi, trauma lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga secara rutin menggunakan cotton buds, penggunaan steroid dalam jangka waktu lama, riwayat dermatomikosis dan kebiasaan berenang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada prevalensi otomikosis pada mahasiswi di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan otoskopi, pemeriksaan preparat langsung dibawah mikroskop menggunakan KOH 10% dan memberikan kuisioner pada sampel. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional, serta teknik pengambilan sampel yakni sistematic random sampling.Sampel penelitian berjumlah 40 orang. Hasil penelitian ini tidak ditemukan kasus otomikosis, dan ditemukan sebanyak 40% sampel penelitian menggunakan cotton buds4-5 kali dalam seminggu. Kata Kunci: Otomikosis, Kelembaban, Prevalensi

ABSTRACT

Cut Firza Humaira.Medicine Study Programe. Prevalence of Otomycosis in Student of PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta and Affecting Factors Otomycosisis a fungal infectionthat occurs in the outer ear. Predisposing factors that affect such humidity, local trauma caused by the habit of cleaning the ears regularly using cotton buds, the use of long term steroids, history of dermatomycosis, and swimming. This research aims to determine the prevalence of otomycosis in student of PSPD FKIK Syarif Hidayatullah State Islamic University in Jakarta.This research was using otoscope examination, direct examination under a microscope preparations using 10% KOH and gave questionnaires to the sample. This research is based on a cross-sectional study with systematic random sampling which used 40 students. The results of this research there’s no case of otomycosis and there are 40% of the samples using cotton buds for 4-5 times a week. Keywords: Otomycosis, Humidity, Prevalence

Page 8: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................ i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................... iii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv

ABSTRAK ......................................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah......................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 2

1.3. Pertanyaan Penelitian ............................................................................. 3

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 3

1.4.1. Tujuan Penelitian ............................................................................ 3

1.4.2. Manfaat Penelitian .......................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4

2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga Luar .......................................................... 4

2.2. Otitis Eksterna ........................................................................................... 5

2.2.1. Definisi ............................................................................................... 5

2.2.2. Patofisiologi ........................................................................................ 5

2.3. Otomikosis ................................................................................................ 6

2.3.1 Definisi ................................................................................................ 6

2.3.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi ........................................................... 7

2.3.3 Gejala dan Tanda Klinis Otomikosis .................................................... 9

2.3.4 Penegakan Diagnosis dan Pengobatan ................................................ 10

2.3.5 Pencegahan ........................................................................................ 14

2.4 Jilbab dan Otomikosis............................................................................... 14

2.5 Hubungan Cotton Buds dengan Otomikosis .............................................. 15

2.6 Kerangka Teori ......................................................................................... 16

2.7 Kerangka Konsep .................................................................................... 17

Page 9: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

viii

2.8 Definisi Operasional ................................................................................. 18

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 19

3.1. Desain ................................................................................................. 19

3.2. Waktu Penelitian.................................................................................. 19

3.3. Tempat Penelitian ................................................................................ 19

3.4. Populasi ............................................................................................... 19

3.5. Sampel Penelitian dan Cara Pemilihan Sampel .................................... 19

3.6. Besar Sampel ....................................................................................... 19

3.6.1. Perhitungan Besar Sampel ............................................................ 19

3.6.2. Sampel yang diambil .................................................................... 20

3.7. Variabel Penelitian............................................................................... 20

3.7.1. Variabel terikat ............................................................................. 20

3.7.2. Variabel bebas .............................................................................. 20

3.8. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ................................................................ 20

3.8.1. Faktor Inklusi ............................................................................... 20

3.8.2. Faktor Eksklusi ............................................................................. 20

3.9. Cara Kerja ........................................................................................... 20

3.9.1. Pemeriksaan otoskop .................................................................... 21

3.9.2. Pemeriksaan KOH ........................................................................ 21

3.9.3. Pemberian kuisioner ..................................................................... 21

3.10. Alur Penelitian ................................................................................. 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 22

4.1. Hasil Penelitian........................................................................................ 22

4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian ......................................................... 22

4.1.2. Analisis Univariat ............................................................................. 23

4.1.3. Analisis Bivariat ................................................................................ 26

4.2. Pembahasan ............................................................................................. 26

4.3. Keterbatasan Penelitian............................................................................ 30

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 31

5.1. Simpulan ................................................................................................. 31

5.2. Saran ....................................................................................................... 31

Daftar Pustaka ................................................................................................. 32

Page 10: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1: Obat yang sering digunakan pada kasus otomikosis ........................... 13 Tabel 4.1: Karakteristik Demografis Subjek Penelitian....................................... 22 Tabel 4.2: Distribusi Sampel Penelitian .............................................................. 23 Tabel 4. 3: Serumen pada Pengguna Cotton Buds .............................................. 25 Tabel 4.4: Prevalensi Otomikosis ....................................................................... 26 Tabel 4. 5: Hubungan penggunaan cotton buds dengan serumen ........................ 26

Page 11: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Anatomi telinga manusia. ............................................................... 4 Gambar 2. 5: Otomikosis .................................................................................. 10 Gambar 2. 6: Skema kerja pemeriksaan jamur .................................................. 12

Page 12: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ....................................................................................................... 35 Lampiran 2 ....................................................................................................... 37 Lampiran 3 ....................................................................................................... 38 Lampiran 4 ....................................................................................................... 41

Page 13: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Otomikosis atau yang dikenal juga dengan fungal otitis externa

merupakan infeksi jamur yang sering terjadi pada telinga luar, terutama pinna

(auricula) dan meatus acusticus externus. Otomikosis sering terjadi di negara

tropis dan subtropis, dan pada kebanyakan kasus, jamur penyebab tersering

infeksi ini merupakan isolat dari Aspergillus (niger, fumingatus, flavescens, albus)

atau Candida spp.1,2

Kasus otomikosis tersebar di seluruh belahan dunia. Sekitar 5-25% dari

total kasus otitis eksterna merupakan kasus otomikosis. Frekuensi terjadinya

infeksi ini bervariasi berdasarkan perbedaan area geografis yang dihubungkan

dengan faktor lingkungan (temperatur, kelembaban relatif) dan dihubungkan juga

dengan musim. Di Inggris, diagnosis otitis eksterna yang disebabkan oleh jamur

ini sering ditegakkan pada saat berakhirnya musim panas.3,4,5

Otomikosis bisa terjadi dengan atau tanpa gejala. Gejala yang paling

sering terjadi adalah pruritus. Namun dapat pula terjadi gejala lain seperti otalgia,

otorrhea, kehilangan pendengaran, dan tinnitus. Faktor predisposisi terjadinya

otomikosis meliputi hilangnya lapisan serumen, kelembaban yang tinggi,

peningkatan temperatur, dan trauma lokal, yang biasanya sering disebabkan oleh

kebiasaan membersihkan telinga secara rutin menggunakan cotton buds dan

penggunaan alat bantu dengar.1,6

Serumen memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang berfungsi menekan

pertumbuhan bakteri dan jamur. Olahraga air misalnya berenang dan berselancar

sering dihubungkan dengan keadaan otomikosis oleh karena paparan ulang

dengan air sehingga kanal menjadi lembab dan dapat mempermudah jamur

tumbuh. Bisa juga disebabkan oleh adanya prosedur invasif pada telinga seperti

munggunakan cotton budsyang dapat mengangkat film layer sehingga serumen

keluar atau penggunaan antibiotik dan steroids yang dapat menurunkan jumlah

Page 14: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

2

flora normal, dan dapat juga terjadi pada penderita eksema, rhinitis allergika, dan

asthma.5

Ashish Kumar pada penelitiannya yang berjudul ‘Fungal Spectrum in

Otomycosis Patients’, menyebutkan faktor predisposisi yang berkontribusi

terhadap kejadian otomikosis, antara lain dermatomikosis (51,22%), pemakaian

sorban (29,26%), pemakaian jilbab (14,63%), dan berenang (4,88%). K. Murat

Ozcan pada salah satu penelitiannya yang berjudul ‘Otomycosis in Turkey:

Predisposing Factors, Aetiology, and Therapy’ menyebutkan bahwa faktor

predisposisi terjadinya otomikosis termasuk penggunaan penutup kepala (74,7%),

dermatomikosis (34,5%), dan berenang (27,6%).3,7

Berdasarkan teori yang menyebutkan bahwa peningkatan kelembaban

telinga dapat menjadi salah satu faktor terjadinya otomikosis, maka kejadian

otomikosis merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan pada pengguna

penutup kepala khususnya jilbab, oleh karena itu peneliti ingin mengetahui

prevalensi otomikosis pada populasi PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

1.2.Rumusan Masalah

a. Kasus otomikosis diperkirakan sekitar 25% dari kasus otitis eksterna

b. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya otomikosis tersebut

c. Penelitian di Iran dan Turki menyebutkan bahwa faktor penyebab

terjadinya otomikosis adalah pemakaian sorban/jilbab, berenang, dan

infeksi jamur sebelumnya

d. Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya di Indonesia

e. Penduduk Indonesia mayoritas muslim dan rata-rata menggunakan

penutup kepala, terutama wanita

f. Belum diketahuinya prevalensi otomikosis dan faktor penyebabnya di

lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 15: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

3

1.3.Pertanyaan Penelitian

Bagaimana prevalensi otomikosis pada mahasiswi yang menggunakan jilbab

di preklinik PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

- Menentukanprevalensi otomikosis yang terjadi pada mahasiswi

preklinik PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Tujuan Khusus

- Menentukanprevalensi otomikosis yang terjadi pada mahasiswi

berdasarkan karakteristik pemakaian jilbab

- Menentukanprevalensi otomikosis yang terjadi pada mahasiswi

berdasarkan penggunaan cotton buds

- Menentukanprevalensi otomikosis yang terjadi pada mahasiswi

berdasarkan seringnya terpapar air (renang)

1.4.2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Secara Metodelogi

- Metode dari hasil penelitian ini dapat digunakan pada penelitian

untuk melihat prevalensi mikosis pada organ lain

b. Manfaat Secara Aplikatif

- Menambah informasi mengenai otomikosis

- Dapat diterapkan pada penelitian lain yang ingin melihat prevalensi

otomikosis di masyarakat yang lebih luas

c. Bagi Peneliti

- Menjadi skripsi S1 di Perkuliahan Kedokteran

- Menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang telah didapat selama

pendidikan.

- Menambah pengetahuan tentang otomikosis

d. Bagi Subjek Penelitian

- Memberikan informasi dan edukasi mengenai otomikosis, serta

pencegahannya.

Page 16: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga Luar

Secara anatomi, organ pendengaran dibagi menjadi telinga luar, telinga

tengah dan telinga dalam. Daun telinga yang berada di samping kepala hanya

sebagian dari organ pendengaran sebenarnya dan merupakan lipatan kulit yang

terdiri dari tulang rawan yang juga ikut membentuk liang telinga bagian luar.

Hanya cuping telinga atau lobulus yang tidak mempunyai tulang rawan, tetapi

terdiri dari jaringan lemak dan jaringan fibrosa. Bagian besar dari organ

pendengaran merupakan bagian yang penting, tidak terlihat, dan berada di os

temporal. 8,9

Gambar 2.1: Anatomi telinga manusia. Warna ungu menunjukkan bagian telinga luar, warna hijau menunjukkan bagian telinga tengah, dan warna biru menunjukkan bagian telinga dalam 8

Telinga luar terdiri dari auricula dan meatus acusticus externus. Auricula

atau pinna merupakan bagian telinga luar yang terlihat di kedua sisi kepala dan

mengelilingi lubang meatus acusticus externus. Auricula atau pinna berfungsi

mengumpulkan gelombang suara dan mengantarkan gelombang suara tersebut ke

meatus acusticus. Meatus acusticus externus adalah struktur yang berkelok dan

berbentuk ‘S’ dengan panjang lebih kurang 2,5cm yang menghubungkan auricula

dengan membrana tympani. Tabung ini berfungsi menghantarkan gelombang

suara dari auricula ke membrana tympani.9,10

Page 17: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

5

Meatus dilapisi oleh kulit, dan sepertiga bagian luarnya mempunyai

rambut, kelenjar sebasea, dan glandula seruminosa. Glandula ini adalah

modifikasi kelenjar keringat yang menghasilkan sekret lilin berwarna coklat

kekuningan yang disebut serumen. Rambut dan serumen merupakan barier yang

lengket, untuk mencegah masuknya benda asingdan berfungsi untuk menolak air.

Folikel rambut banyak terdapat pada 1/3 bagian luar liang telinga. Kelenjar

sebasea pada telinga berkembang baik pada daerah konka, ukuran diameternya

0,5- 2,2mm. Kelenjar ini banyak terdapat pada liang telinga luar bagian tulang

rawan, dimana kelenjar ini berhubungan dengan rambut, dan terletak secara

berkelompok pada bagian superfisial kulit. Batas akhir untuk bagian telinga luar

adalah membrana tympani.10

2.2. Otitis Eksterna

2.2.1. Definisi Otisis eksterna adalah radang yang terjadi pada liang telinga akibat infeksi

akut, subakut, maupun kronik. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, dan

virus akibat kerusakan pada kulit normal dan perubahan pada serumen sebagai

barier proteksi kanal. Faktor yang memepermudah radang telinga luar adalah

perubahan pH di liang telinga, yang biasanya normal pada kondisi asam. Bila pH

menjadi basa, maka proteksi telinga terhadap infeksi jadi menurun. Pada keadaan

udara yang hangat dan lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh, faktor

predisposisi otitis eksterna yang lain adalah trauma ringan yang terjadi ketika

mengorek telinga. 11,12

2.2.2. Patofisiologi

Perjalanan penyakit otitis eksterna dibagi menjadi stadium preinflamasi;

stadium inflamasi akut, yang dapat terjadi secara ringan, sedang, atau berat; dan

stadium inflamasi kronik. Pada stadium preinflamasi terjadi edema stratum

korneum akibat hilangnya pH asam dan lapisan pelindung kanal, kemudian terjadi

penyumbatan di unit apopilosebasea, dan selama penyumbatan berlangsung akan

timbul rasa penuh dan gatal di telinga. Kerusakan lapisan epitel memungkinkan

invasi bakteri atau jamur yang berasal dari pinggir kanal ataupun yang masuk

Page 18: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

6

bersama benda asing yang dimasukkan ke kanal, seperti cotton swab. Hal ini

mengakibatkan terjadinya stadium inflamasi akut yang ditandai dengan nyeri.

Pada tahap awal stadium inflamasi rigan, kulit meatus acusticus externus

dapat terlihat eritema yang ringan, sedikit edema, dan dapat juga terlihat adanya

sekret encer atau agak keruh dalam jumlah yang sedikit. Ketika rasa nyeri dan

gatal semakin bertambah, ini menandakan perkembangan inflamasi akut otitis

eksterna dari stadium inflamasi ringan ke stadium inflamasi sedang telah terjadi,

dimana kanal terlihat lebih edema dan lebih banyak eksudat kental.

Perkembangan inflamasi bila tidak diobati akan berlanjut ke stadium

inflamasi berat, yang ditandai dengan rasa nyeri yang semakin bertambah dan

tertutupnya lumen kanal. Terdapat banyak eksudat purulen, terjadi edema kulit

kanal yang dapat mengaburkan membran timpani, serta sering terlihat adanya

papul putih dan kecil di permukaan kulit kanal. Pada stadium berat ini, sering juga

terjadi perluasan infeksi keluar kanal yang meliputi perbatasan jaringan lunak dan

kelenjar getah bening servikal.

Pada stadium inflamasi kronik, rasa nyeri mulai berkurang tetapi rasa gatal

yang timbul sangat hebat. Kulit kanal eksternal menebal, dan bagian

superfisialnya mulai mengelupas. Pada stadium ini dapat ditemukan perubahan

sekunder pada bagian aurikula dan konka, seperti eksematisasi, likenifikasi, dan

ulserasi superfisial. Kondisi ini hampir sama seperti eksema, dan dapat terjadi

dengan pengeringan dan penebalan kanal, hingga hilangnya kanal eksernal karena

hipertrofi kulit akibat infeksi kronik.12

2.3. Otomikosis

2.3.1 Definisi

Otomikosis merupakan penyakit inflamasi telinga luar yang disebabkan

oleh infeksi jamur, dan dapat menyebabkan inflamasi difus di kulit meatus

yangbisa menyebar ke auricula maupun lapisan epidermal membran

timpani.Berdasarkan waktu, otomikosis didefinisikan sebagai infeksi akut,

subakut, maupun kronik akibat ragi dan filamentosa jamur yang dapat merusak

Page 19: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

7

epitel squamosa meatus acusticus external, dan komplikasinya jarang melibatkan

telinga tengah.4,13,14

2.3.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi

Beberapa jamur dapat menyebabkan reaksi radang liang telinga. Dua jenis

jamur yang paling sering ditemukan pada tempat ini adalah Pityrosporum dan

Aspergillus (A. Niger, A. Flavus). Jamur Pityrosporum dapat hanya menyebabkan

deskuamasi superfisial yang menyerupai ketombe pada kulit kepala, atau dapat

menyerupai suatu dermatitis seboroika yang meradang, atau dapat menjadi dasar

berkembangnya infeksi lain yang lebih berat seperti furunkel atau perubahan

ekzematosa. Demikian pula halnya dengan jamur Aspergillus.

Pada sekitar 75% kasus otomikosis, genus Aspergillus merupakan agen

kausative utama, dengan penyebab tersering disebabkan oleh A. Niger, dan

terkadang disebabkan oleh A. flavus and A. Fumigatus. Jamur ini kadang-kadang

didapatkan dari liang telinga tanpa adanya gejala apapun kecuali rasa tersumbat

dalam telinga, atau dapat berupa peradangan yang dapat menyerang epitel kanalis

atau gendang telinga dan menimbulkan gejala-gejala akut. Kadang-kadang dapat

pula ditemukan Candida albicans.15,16

Faktor timbulnya penyakit ini disebabkan oleh perubahan kelembaban

lingkungan, suhu yang tinggi, maserasi kulit liang telinga yang terpapar lama oleh

kelembaban, trauma lokal serta masuknya bakteri sebagai keadaan yang sering

berkaitan dengan penyakit ini. Banyak penelitian menyokong timbulnya infeksi

karena masuknya bakteri dari luar. Faktor predisposisi meliputi menurunnya

sistem imun, penggunaan steroid, penyakit dermatologi, ketiadaan serumen,

penggunaan antibiotik spektrum luas, dan alat bantu dengar.1

Pada dasarnya, telinga memiliki kemampuan untuk melakukan mekanisme

pembersihan. Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan

membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga.

Membersihkan saluran telinga dengan cotton buds (kapas pembersih) bisa

mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel kulit yang

Page 20: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

8

mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana. Penimbunan

sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan penimbunan air yang

masuk ke dalam saluran telinga ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah dan

lembab pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh jamur.

Kelembaban merupakan faktor yang penting untuk terjadinya otomikosis.

Kandungan air pada lapisan permukaan luar kulit diduga memegang peranan yang

nyata terhadap mudahnya terjadi infeksi telinga luar.Stratum korneum menyerap

kelembaban dari lingkungan yang mempunyai derajat kelembaban yang tinggi.

Peningkatan kelembaban dari keratin didalam serta disekitar unit-unit

apopilosebasea dapat menunjang terjadinya pembengkakan serta peyumbatan

folikel sehingga dengan demikian menyebakan berkurangnya aliran sekret ke

permukaan kulit.

Trauma dapat diakibatkan karena luka goresan oleh penjepit rambut atau

batang korek api, alat yang tidak seharusnya digunakan untuk membersihkan

benda asing, maupun pembersihan kanal telinga yang terlalu sering setelah

berenang ketika kulit kanal sudah maserasi.Kulit yang normal mengandung

lapisan lemak yang tipis pada permukaan yang diduga mempunyai kerja

antibakteri dan fungistatik. Lapisan lemak ini mempunyai fungsi penting dalam

pencegahan maserasi kulit serta menghalangi masuknya bakteri kedalam dermis

melalui unit-unit apopilosebasea. Apabila lapisan lemak dari tulang rawan liang

telinga dibuang, pada umumnya ia menggantikan dirinya dalam waktu yang

singkat. Namun apabila berulang-ulang dicuci maka lapisan lemak tersebut akan

menghilang dan organisme patogen yang tertanam disini bisa berkembang.13,17

Serumen sendiri memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang berfungsi

menekan pertumbuhan bakteri dan jamur. Serumen memiliki sifat antimikotik,

bakteriostatik, dan juga penolak serangga. Serumen terditi dari lipid (46-73%),

protein, asam amino bebas, dan ion mineral. Serumen juga mengandung lisozim,

imunoglubulin, dan asam lemak tak jenuh. Adanya ikatan rantai panjang asam

lemak pada kulit yang normal dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

Disamping itu, karena kompisisi hidrofobiknya, serumen mampu mencegah air

Page 21: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

9

masuk, membuat permukaan kanal menjadi impermeabel, dapat mengindari

maserasi, dan menghindari kerusakan epitel.4

Olah raga air misalnya berenang dan berselancar sering dihubungkan

dengan keadaan ini olehkarena paparan ulang dengan air sehingga kanal menjadi

lembab dan dapat mempermudah jamur tumbuh. Hal inilah yang sering

dihubungkan dengan terjadinya infeksi pada telinga luar (otomikosis).5

2.3.3 Gejala dan Tanda Klinis Otomikosis

Otomikosis bisa terjadi dengan atau tanpa gejala. Gejala yang paling

sering terjadi adalah rasa gatal atau pruritus. Penderita mengeluh rasa penuh dan

sangat gatal di dalam telinga. Liang telinga merah sembab dan banyak krusta.

Inflamasi disertai eksfoliasi permukaan kulit atau pendengaran dapat terganggu

oleh karena liang telinga tertutup oleh massa kotoran kulit dan jamur. Infeksi

jamur dan invasi pada jaringan di bawah kulit menyebabkan nyeri dan supurasi.

Bila infeksi berlanjut, eksema dan likenifikasi dapat jelas terlihat dan kelainan ini

dapat meluas ke telinga bagian luar hingga bawah kuduk. Tulang rawan telinga

dapat juga terserang.6,16

Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan umum pada tahap awal dan

sering mengawali terjadinya rasa nyeri. Rasa sakit pada telinga bisa bervariasi

mulai dari hanya berupa perasaan tidak enak pada telinga, perasaan penuh dalam

telinga, perasaan seperti terbakar hingga berdenyut diikuti nyeri yang hebat.

Keluhan rasa sakit yang dikeluhkan sering menjadi gejala yang mengelirukan,

walaupun rasa sakit tersebut merupakan gejala yang dominan. Derajat rasa sakit

belum bisa menggambarkan derajat peradangan yang terjadi. Hal ini dijelaskan

bahwasanya kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan dengan periosteum

dan perikondrium, sehingga edema dermis akan menekan serabut saraf yang

mengakibatkan rasa nyeri.

Selain itu, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung

dengan kulit dan tulang rawan daun telinga, sehingga gerakan dari daun telinga

akan mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada kulit dan tulang rawan di liang

telinga luar. Kurangnya pendengaran mungkin dapat terjadi akibat edema kulit

Page 22: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

10

liang telinga, sekret yang purulen, atau penebalan kulit yang progresif yang bisa

menutup lumen dan mengakibatkan gangguan konduksi hantaran suara.17

2.3.4 Penegakan Diagnosis dan Pengobatan

Penegakan diagnosis pada otomikosis diawali dengan pemeriksaan

lengkap THT untuk statusnya terutama ditekankan pada pemeriksaan telinga yang

menggunakan otoskopi. Pemeriksaan THT harus sesuai dengan protokol yang

berlaku. Kamar periksa THT memerlukan sebuah meja alat yang berisi alat-alat

THT (THT set dengan lampu kepala yang arah sinarnya dapat disesuaikan dengan

posisi organ yang akan diperiksa). Disamping meja harus disiapkan kursi yang

dapat diputar, ditinggikan serta dapat direbahkan sebagai tempat berbaringuntuk

pasien sesuai dengan posisi yang diinginkan pada pemeriksaan dan kursi dokter

yang juga dapat berputar yang diletakkan saling berhadapan.18

Alat-alat pemeriksaan THT

Telinga : lampu kepala, corong telinga, otoskop, garputala 1 set

Hidung : spekulum hidung, alat pengait benda asing hidung

Tenggorok: spatula lidah, kassa, kaca tenggorok, tissue.

Teknik Pemeriksaan

1. Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri

2. Pemeriksa menerangkan pemeriksaan yang akan dilakukan

Gambar 2. 2: Otomikosis yang terjadi pada telinga, jamur berwarna kehitaman 2

Page 23: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

11

3. Pemeriksa mengatur posisi pasien, duduk berhadapan dengan pemeriksa

dengan posisi lutut bersisian

Pemeriksaan Telinga

Pasien duduk dengan posisi badan condong ke depan dan kepala lebih

tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan

membran timpani. Aatur lampu kepala supaya fokus dan tidak mengganggu

pergerakan. Untuk memeriksa telinga, harus diingat bahwa liang telinga tidak

lurus. Untuk meluruskannya maka daun telinga ditarik ke atas belakang, dan

tragus didorong kedepan. Liang telinga dikatakan lapang apabila pada

pemeriksaan dengan lampu kepala tampak membran timpani secara keseluruhan.

Untuk pemeriksaan detail membran timpani digunakan otoskop. Otoskop

dipegang seperti memegang pensil, menggunakan tangan kanan untuk memeriksa

telinga kanan dan tangan kiri untuk memeriksa telinga kiri. Supaya posisi otoskop

stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi

orang yang diperiksa.

Pemeriksaan Hidung (Rhinoskopi Anterior)

Pasien duduk menghadap pemeriksa. Spekulum hidung dipegang dengan

tangan kiri (right handed), arah horizontal, dengan jari telunjuk ditempelkan pada

dorsum nasi. Tangan kanan digunakan untuk mengatur posisi kepala. Spekulum

dimasukkan ke dalam rongga hidung dalam posisi tertutup, dan dikeluarkan dalam

posisi terbuka. Saat pemeriksaan diperhatikan keadaan:Rongga hidung, luasnya

lapang/sempit, adanya sekret; konka inferior dan konka media normal, pucat atau

hiperemis, eutrofi, atrofi, edema, atau hipertrofi; septum nasi cukup lurus, deviasi,

atau terdapat krista; serta massa dalam rongga hidung harus diperhatikan

keberadaannya.

Pemeriksaan Tenggorokan (Orofaring)

Dua pertiga bagian depan lidah ditekan dengan spatula lidah kemudian

diperhatikan:

Page 24: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

12

1. Dinding belakang faring: warnanya, licin atau bergranula, sekret ada atau

tidak, dan gerakan arkus faring

2. Tonsil: besar atau ukuran, warna, apakah ada detritus

a. T0 : tonsil sudah diangkat

b. T1 : tonsil masih didalam fossa tonsilaris

c. T2 : tonsil sudah melewati pilar posterior belum melewati garis

paramedian

d. T3 : tonsil melewati garis paramedian belum melewati garis

median (pertengahan uvula)

e. T4 : tonsil melewati garis median

3. Mulut: bibir, pallatum, gusi dan gigi geligi

4. Lidah: perhatikan gerakanlidah

Sampel yang dibutuhkan untuk penegakan diagnosis otomikosis dapat diperoleh

dari swab telinga menggunakan cotton swab steril. Pemeriksaan preparat langsung

dengan mikroskop dapat digunakan untuk mendeteksi jamur. Pada preparat

sediaan langsung dengan menggunakan larutan KOH 10% hasil positif akan

menunjukkan adanya hifa pada preparat tesebut.1,3,19

Penggunaan antifungal topikal telah berlangsung lama, selain pengobatan

topikal, aural hygiene juga mempunyai pengaruh yang sangat penting pada

Bahan Pemeriksaan

Preparat langsung

Letakkan di gelas objek

Tambahkan KOH 10% 1 tetes

Tutup dengan cover glass

Tunggu selama 10 menit

Amati di bawah mikroskop tanpa minyak emersi dengan pembesaran 10x10 dan 10x40

Gambar 2. 3: skema kerja pemeriksaan jamur20

Page 25: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

13

pengobatan otomikosis. Larutan asam asetat 2% dalam alkohol, larutan povidon

iodin 5% atau tetes telinga yang mengandung campuran antibiotik yang

diteteskan ke liang telinga biasanya dapat menyembuhkan. Kadang-kadang

diperlukan juga obat anti-jamur (seperti salep) yang diberikan secara topikal yang

mengandung nistatin, clotrimazole ataupun golongan azole lainnya. Nistatin

adalah antibiotik makrolida yang dapat menghambat sintesis sterol di membran

sitoplasma, dan banyak jamur yang sensitif terhadap nistatin, termasuk Candida

spp. 11,21

Golongan azole merupakan agen sintetik yang dapat mengurangi

konsentrasi ergosterol, yaitu sterol esensial yang terdapat pada membran

sitoplasma normal. Clotrimazole adalah golongan azole yang paling sering

digunakan karena efektifitasnya yang tinggi dalam mengobati otomikosis.

Clotrimazole juga memiliki efek antibakteri sehingga sering digunakan untuk

pengobatan infeksi bakteri-jamur, dan ia tidak memiliki efek ototoksisitas.

Ketokonazole dan flukonazole merupakan antifungal spektrum luas dan

komponen kimianya efektif mengobati penyebab umum otomikosis seperti

Aspergillus dan Candida albicans.

Tabel 2.1: Obat yang sering digunakan pada kasus otomikosis dan efikasinya ditampilkan dalam bentuk persentasi.21

Authors Study design Antifungal Posology Number

of

Patients

Efficacy

(%)

Jadhav et al. Prospective Clotrimazole 1%solution 4 drops tid x 1 month 79 100

Piantoni et al. Prospective Bifonazole 1%solution, once a dayx 4-15

days

23 100

Nong et al. Randomized

prospective

Miconazole

Ketokonazole

Clotrimazole

Thymol alcohol

Once a day x 2 weeks

Once a day x 2 weeks

Once a day x 2 weeks

Three times per day for 2 weeks

110 97,6

97,5

90

80

Ologe dan Nwabuisi Prospective Clotrimazole 1% cream once a day x 2 weeks 141 96

Kley Prospective Clotrimazole 0,25 mg/ml once a day x 8-12

days

39 94,8

Tisner et al. Prospective Thimerosal Not reported 152 93,4

Than et al. Prospective 5-Fluorocytosine 10% ointment x 7-10 days 189 90

Ho et al. Retrospective Cresylate otic

Ketokonazole otic

Aluminium acetate otic

Three times per day x1-3weeks 1-

3cc one application x 1 week

0,5% solution x 1-3 weeks

51

48

18

86

95

86

Page 26: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

14

Kurnatowski et al. Prospective Fluconazole 0,2%solution/three times per day

x 21 days

96 89,4

Mgbor dan Gugnani Randomized

prospective

Locacorten-vioform

Mercurochrome

Clotrimazole

1% solution every other dayx 7-

10days

1% solution every other dayx 7-

10days

1% solution every other dayx 7-

10days

23

23

24

66,6

95,8

75

del Palacio et al. Randomized

prospective

Cyclopyrox olamine

Cyclopyrox olamine

Boric acid

11% cream x 1 week

1% solution x 1 week

1 week

20

20

40

80

95

72,5

Ozcan et al. Prospective Boric acid 4% solution in alcohol 87 77

Cohen dan Thompson Prospective Ketokonazole Not reported 9 100

Jackman et al. Retrospective Acetic acid otic

Clotrimazole

Nystatin

Aluminium acetate otic

Not reported 15

8

2

1

40

50

50

0

Bhaily et al. Case report Clotrimazole 0,25 mg/ml 1 100

Mishra et al. Case report Mercurochrome 1% solution 1 100

Dyckhoff et al. Review Miconazole 0,25% solution - -

Bassiouny et al. In vitro Clotrimazole otic

Econazole

Miconazole

Cyclopyrox olamine otic

1-4 ug/ml

1% solution

0,1-4 ug/ml

Not reported

-

-

-

-

100

100

90

57

Egami et al. In vitro Lanoconazole 0,1 ug/ml - 100

2.3.5 Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya otomikosis, hal yang paling penting dilakukan

adalah menjaga pertahanan kanal telinga untuk melawan infeksi bekerja dengan

baik, seperti membiarkan serumen di kanal telinga yang memiliki sifat anti-

mikotik. Disarankan menggunakan handuk untuk mengeringkan telinga setelah

berenang, atau mandi.22

2.4 Jilbab dan Otomikosis

Selain tradisional dan budaya, jilbab juga dikenal memiliki nilai religius

yang tinggi. Saat ini, jilbab bahkan sering digunakan untuk fashion dengan

berbagai mode dan bahan untuk penggunaannya. Secara khusus, Agama Islam

mewajibkan penggunaan jilbab bagi kaum wanita, sedangkan sorban yang sering

digunakan kaum pria lebih menunjukkan budaya pada suatu wilayah tertentu. Hal

yang penting diperhatikan disini adalah bagaimana seseorang menggunakan jilbab

Page 27: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

15

atau penutup kepala dan bagaimana cara menjaga kebersihan dengan penggunaan

jilbab.

Meatus (kanal) telinga dapat terinfeksi dengan mudah karena memiliki

kelembaban yang tinggi, dan hal ini lebih sering terjadi pada mereka yang

menggunakan penutup kepala di beberapa tempat dibelahan bumi.21 Seperti yang

telah disinggung pada paragraf diatas, jilbab memiliki banyak mode yang terbuat

dari berbagai macam bahan, mulai dari bahan katun yang dapat menyerap

keringat, sampai bahan tertentu, seperti spandex yang tidak dapat menyerap

keringat. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh seorang pengguna jilbab, karena

bahan tertentu dapat menyebabkan kelembaban telinga meningkat.

Otomikosis paling sering terjadi ketika air terlalu banyak masuk ke kanal,

seperti saat setelah berenang dan sama halnya ketika menggunakan jilbab dengan

cara atau pemilihan bahan yang kurang tepat yang akan menyebabkan keringat

meningkat, dan penyerapannya menurun. Kuman dan jamur akan lebih gampang

tumbuh karena air dapat meningkatkan kelembaban telinga. Ashish Kumar pada

tahun 2005 dengan penelitiannya yang berjudul “Fungal Spectrum in Otomycosis

Patients”, telah menetapkan faktor predisposisi yang berkontribusi terjadinya

otomikosis termasuk pemakaian sorban, pemakaian jilbab (purdah/hezab), dan

berenang. Hal ini berkaitan erat dengan kebiasaan, profesi, dan agama.3,22

2.5 Hubungan Cotton Buds dengan Otomikosis

Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang

sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga.

Membersihkan saluran telinga dengan cotton buds (kapas pembersih) dapat

mengganggu mekanisme pembersihan ini dan dapat mendorong sel-sel kulit yang

mati beserta serumen ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk

disana.12

Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan

penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang. Kulit

yang basah dan lembab pada saluran telinga akan lebih mudah terinfeksi oleh

bakteri atau jamur.12

Page 28: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

16

2.6 Kerangka Teori

Penurunan sistem imun

Immunodefisiensi, Steroid, Penyakit dermatologi

Penurunan jumlah flora normal

Penggunaan Antibiotik

Pemakaian Jilbab

Peningkatan kelembaban

Otomikosis

Mekanisme pembersihan terganggu

-Pengangkatan film layer

-Pendorongan sel kulit mati dan serumen ke arah gendang telinga

Penggunaan Cotton Buds

Page 29: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

17

2.7 Kerangka Konsep

Variabel bebas

Variabel terikat

Jilbab

- Bahan jilbab - Lama terpapar/ hari - Lama penggunaan

jilbab(bulan/tahun) - Selang waktu pemakaian jilbab

setelah keramas - Lapis jilbab

Cotton buds

- Serumen

Berenang

- Kelembaban rongga telinga

Penggunaan obat (steroid)dan riwayat infeksi jamur sebelumnya

Otomikosis

Page 30: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

18

2.8 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Pengukur Cara

pengukuran

Alat ukur Skala Hasil ukur

1. Otomikosis

Penyakit inflamasi

telinga luar yang

disebabkan oleh

infeksi jamur

Peneliti Pemeriksaan

mikroskop

KOH 10% Nominal 1. Negatif

2. Positif

2. Jilbab

Penutup kepala dan

leher bagi wanita

muslimah yang

dipakai secara

khusus dan dalam

bentuk yang khusus

pula

Peneliti Kuisioner Kuisioner Nominal 1. Bahan jilbab

2. Lama terpapar

3. Lama

pemakaian

3. Cotton

buds

Kapas telinga yang

biasanya digunakan

sebagai pembersih

telinga

Peneliti Kuesioner Kuesioner Nominal 1. Sering

2. Jarang

3. Tidak pernah

4. Berenang -Gerakan sewaktu

bergerak di air,

biasanya

dimanfaatkan untuk

rekreasi dan

olahraga

-Seberapa sering

responden berenang

dalam seminggu

Peneliti Kuesioner

Kuesioner Nominal 1. ≤1x seminggu

2. 2-3x seminggu

3. 4-5x seminggu

4. Setiap hari

Page 31: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Desain

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong

lintang (cross sectional)

3.2.Waktu Penelitian

Terhitung mulai tanggal 1 Juli sampai 10 Agustus 2012

3.3.Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kampus FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

3.4.Populasi

Populasi untuk penelitian ini adalah seluruh mahasiswi preklinik

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.5.Sampel Penelitian dan Cara Pemilihan Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah mahasiswi

preklinik dengan metode pemilihan sampel yaitu sistematic random

sampling

3.6.Besar Sampel

3.6.1. Perhitungan Besar Sampel

Jumlah sampel = = ఈమ ொௗమ

=(1,96)ଶ × 0,09 × 0,91

0,1ଶ

= (32 ݐݑ) 31,4

n = jumlah sampel

Zα = derivat baku alfa (1,96)

Page 32: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

20

P = proporsi kategori variabel yang diteliti

Q = 1-P

D = presisi

3.6.2. Sampel yang diambil

Berdasarkan perhitungan rumus diatas, maka besar sampel

minimal yang diambil adalah32 orang mahasiswi, ditambah 10%

sehingga menjadi 35. Namun dari perhitungan rule of 10 dari

faktor perancu didapatkan hasil 4x10= 40 sampel. Maka dari

kedua perhitungan tersebut, peneliti mengambil jumlah sampel

terbanyak yaitu 40 mahasiswi

3.7.Variabel Penelitian

3.7.1. Variabel terikat

Otomikosis

3.7.2. Variabel bebas

Pemakaian jilbab

Penggunaan cotton buds

3.8.Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.8.1. Faktor Inklusi

Mahasiswi PSPD UIN Syarif hidayatullah Jakarta yang

memakai jilbab

Mahasiswi preklinik angkatan 2009, 2010, dan 2011

3.8.2. Faktor Eksklusi

Mahasiswi yang tidak bersedia menjadi subjek penelitian

3.9.Cara Kerja

Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan langsung

dibawah mikroskop menggunakan KOH 10% dan memberikan

kuisioner pada responden.

Page 33: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

21

3.9.1. Pemeriksaan Otoskop

Pemeriksaan otoskop dilakukan dengan cara memegang otoskop dengan

tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan dan tangan kiri bila

memeriksa telinga kiri. Supaya posisi otoskop ini stabil maka jari

kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi orang

yang diperiksa.

3.9.2. Pemeriksaan KOH

Alat dan Bahan

- Bunsen - Gelas objek

- Cover glass - KOH 10%

- Swab steril

Langkah kerja :

3.9.3. Pemberian Kuisioner

Untuk menilai faktor resiko yang ada dan karakteristik responden dilakukan dengan pengisian kuisioner

3.10. Alur Penelitian

Bahan Pemeriksaan

Preparat langsung

Letakkan di gelas objek

Tambahkan KOH 10% 1 tetes

Tutup dengan cover glass

Tunggu selama 10 menit

Amati di bawah mikroskop tanpa minyak emersi dengan pembesaran 10x10 dan 10x40

Meminta izin dan menjelaskan prosedur pada sampel

Informed Consent

Pemeriksaan THT (otoskopi)

Pemberian kuisioner

Pemeriksaan KOH menggunakan preparat langsung

Page 34: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

22

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 dan hasil

penelitian ini diperoleh dari 40 percontoh yang telah didapat dengan

menggunakan salah satu metode sampling, yaitu sistematic random sampling.

Peneliti mendata mahasiswi preklinik di PSPD FIKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, dan kemudian mengurutkan secara ascending nama mahasiwi lalu peneliti

mengambil setiap nama dengan angka ganjil disetiap angkatan. Penelitian ini

dilakukan dengan melakukan pemeriksaanlengkap telinga, hidung, dan

tenggorokan (THT), pemeriksaan preparat langsung yang mengambil sediaan

dengan menggunakan swab pada liang telinga, dan pemberian kuisioner.

Pemeriksaan THT terutama dalam penelitian ini pemeriksaan otoskopi dilakukan

langsung oleh spesialis THT di kampus FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan di RS Khusus THT-KL Proklamasi BSD, pemeriksaan preparat langsung

dibawah mikroskop menggunakan KOH 10% dilakukan langsung oleh peneliti

dan dibantu oleh ahli mikrobiologi di laboratorium mikrobiologi FKIK UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta serta pemberikan kuisioner pada tiap-tiap percontoh.

Tabel 4.1: Karakteristik Demografis Subjek Penelitian

Karakteristik Jumlah Persentase(%)

Kelompok usia

18 tahun 6 15

19 tahun 14 35

20 tahun 12 30

21 tahun 8 20

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebaran usia percontoh pada penelitian

ini terdiri dari kelompok usia 18 tahun sebanyak 6 orang (15%), 19 tahun

sebanyak 14 orang (35%), 20 tahun sebanyak 12 orang (30%), dan 21 tahun

Page 35: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

23

sebanyak 8 orang (20%) dan dapat disimpulkan bahwa sebaran usia didominasi

oleh kelompok usia 19 tahun.Usia tertua adalah 21 tahun dan termuda adalah 18

tahun, denganrata-rata usia adalah 19,5 tahun.

4.1.2. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi

dari masing-masing variabel independen dan variabel dependen yang diteliti.

Selanjutnya distribusi sampel penelitian dan hasil analisis univariat dapat dilihat

pada tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2: Distribusi Sampel Penelitian

Jumlah Persentase(%)

Frekuensi pakai jilbab

Setiap hari 25 62,5

<6 hari 15 37,5

Riwayat pakai jilbab

6 bulan – 1 tahun 8 20

1-2 tahun 9 22,5

>2 tahun 23 57,5

Lama pemakaian jilbab dalam sehari

>12 jam 5 12,5

6-12 jam 35 87,5

Bahan Jilbab

Katun 39 97,5

Katun dan spandex 1 2,5

Lapisan Jilbab

1 lapis 20 50

2 lapis 20 50

Pemakaian jilbab secara langsung setelah

keramas

<30 menit 9 22,5

30 menit- 1 jam 11 27,5

1-2 jam 14 35

>2 jam 6 15

Penggunaan cotton buds

<2 kali seminggu 10 25

2-3 kali seminggu 11 27,5

Page 36: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

24

4-5 kali seminggu 16 40

Setiap hari 3 7,5

Berenang

<2 kali seminggu 38 95

2-3 kali seminggu 2 5

Penggunaan steroid >3 bulan

Ya 1 2,5

Tidak 39 97,5

Riwayat penyakit jamur sebelumnya

Ya 4 10

Tidak 36 90

Serumen

Positif 33 82,5

Negatif 7 17,5

OMSK

Positif 1 2,5

Negatif 39 97,5

Berdasarkan hasil penelitian yang tercantum pada tabel 4.2 dari 40

percontoh yang diteliti, jumlah yang menggunakan jilbab setiap hari adalah

sebanyak 25 orang (62,5%) dan yang menggunakan jilbab <6 hari adalah

sebanyak 15 orang (37,5%). Dapat diketahui pula riwayat pemakaian jilbab

percontoh selama 6 bulan – 1 tahun ada sebanyak 8 orang (20%), 1-2 tahun

sebanyak 9 orang (22,5%), dan yang lebih dari 2 tahun sebanyak 23 orang

(57,5%). Pada hasil lamanya pemakaian jilbab dalam sehari didapatkan yang

memakai jilbab >12 jam sebanyak 5 orang (12,5%) dan yang menggunakan jilbab

6-12 jam sebanyak 35 orang (87,5%).Sebagian besar percontoh adalah pengguna

jilbab yang berbahan dasar katun yaitu sebanyak 39 orang (97,5%) dan hanya 1

orang (2,5%) yang menggunakan jilbab berbahan dasar katun dan spandex. Hasil

lain yang didapatkan yakni sebanyak 9 orang (22,5%) memiliki kebiasaan

menggunakan jilbab dengan selang waktu kurang dari 30 menit setelah keramas,

11 orang (27,5%) dengan selang waktu 30 menit-1 jam, 14 orang (35%) dengan

selang waktu 1-2 jam, dan sebanyak 6 orang (15%) dengan selang waktu lebih

dari 2 jam.

Page 37: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

25

Percontoh yang memiliki kebiasaan menggunakan cotton buds dengan

frekuensi penggunaan kurang dari 2 kali seminggu adalah sebanyak 10 orang

(25%), 2-3 kali seminggu sebanyak 11 orang (27,5%), 4-5 kali seminggu

sebanyak 16 orang (40%), dan percontoh yang menggunakan cotton buds setiap

hari sebanyak 3 orang (7,5%). Hanya sebagian kecil percontoh yang memiliki

kebiasaan berenang 2-3 kali seminggu yaitu 2 orang (5%) dan sisanya sebanyak

38 orang (95%) berenang kurang dari 2 kali dalam seminggu.

Percontoh penelitian yang pernah mengkonsumsi obat golongan steroid

dalam jangka waktu lama yaitu lebih dari 3 bulan hanya ada 1 orang (2,5%) dan

39 orang (97,5%) sisanya tidak pernah menggunakan obat golongan steroid dalam

jangka waktu lama. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui juga dari 40

percontoh yang diteliti hanya 4 orang (10%) memiliki riwayat penyakit jamur

sebelumnya, dan sebanyak 36 orang (90%) tidak memiliki riwayat tersebut.

Pada hasil penelitian ini dari 40 orang percontoh ditemukan serumen

positif pada 33 orang (82,5%) dengan jumlah serumen yang cukup banyak, dan 7

orang (17,5%) sisanya didapatkan serumen negatif atau dengan jumlah serumen

yang sangat minimal. Pada penelitian ini juga didapatkan 1 orang (2,5%)

menderita otitis media supuratif kronik (OMSK).

Tabel 4. 3: Serumen pada Pengguna Cotton Buds

Penggunaan cotton buds Serumen Total Negatif Positif

< 2 kali seminggu 2 8 10 2-3 kali seminggu 1 10 11 4-5 kali seminggu 3 13 16 Setiap hari 1 2 3 Total 7 33 40

Dari 40 orang percontoh pada penelitian ini ditemukan sebanyak 33 orang

yang memiliki serumen positif. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa keadaan serumen

yang positif didominasi oleh penggunaan cotton buds dengan frekuensi 4-5 kali

seminggu yaitu sebanyak 13 orang.

Page 38: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

26

Tabel 4.4: Prevalensi Otomikosis

Otomikosis Jumlah Persentasi (%)

Positif 0 0

Negatif 40 100

Pada penelitian ini tidak ditemukan kasus otomikosis (0%)

4.1.3. Analisis Bivariat

1. Mengingat tidak adanya kasus otomikosis yang ditemukan pada penelitian

ini, maka tidak ada data statistik yang dapat diuji untuk otomikosiskarena

otomikosis adalah nilai yang konstan (tidak ada kasus).

2. Pada penelitian ini ditemukan kejadian serumen positif dan tingginya

frekuensi penggunaan cotton buds, selanjutnya hasil analisis bivariat dapat

dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4. 5: Hubungan penggunaan cotton buds dengan serumen

Penggunaan Cotton Buds Serumen

p-value Negatif Positif n (%) n (%)

Jarang 2 (1,8) 8 (8,2) 0,572* Sering 5 (5,2) 25 (24,8)

Keterangan: *uji fisher

Pada tabel 4.5 tentang hubungan penggunaan cotton buds dengan serumen

didominasi oleh serumen positif dengan penggunaan cotton buds yang

sering yaitu 25 orang (24,8%) dan ditemukan pula serumen positif pada

penggunaan cotton buds yang sarang sebanyak 8 orang (8,2%).

Berdasarkan hasil statistik ini tidak terdapat hubungan bermakna antara

penggunaan cotton buds dengan serumen (p=0,572)

4.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil laporan pada penelitian ini ditemukan penggunaan

jilbab 6-12 jam perhari sebanyak 35 orang (87,5%), penggunaan jilbab berbahan

dasar katun sebanyak 39 orang (97,5%), dan pemakaian jilbab secara langsung

setelah keramas dengan rentang waktu 1-2 jam sebanyak 14 orang (35%). Hal ini

Page 39: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

27

dapat menjadi penyebab tidak ditemukannya kasus otomikosis. Penggunaan

penutup kepala (jilbab) dilaporkan sebagai salah satu faktor predisposisi yang

dapat menyebabkan terjadinya otomikosis diduga karena dapat meningkatkan

kelembaban liang telinga dan membuat tempat yang ideal bagi pertumbuhan

jamur. Namun sebagian besar percontoh pada penelitian ini memilih jibab

berbahan dasar katun, dan seperti yang diketahui serat katun terbuat dari

tumbuhan (kapas) yang dapat menyerap keringat, sehingga tidak meningkatkan

kelembaban telinga. Selain itu salah satu faktor yang sangat mempengaruhi

terjadinya infeksi jamur di telinga atau otomikosis adalah personal hygiene, dan

percontoh yang ada pada penelitian ini sebagian besar percontoh memiliki hygiene

yang cukup baik.1,7,23

Tidak ditemukan kasus otomikosis pada mahasiswi yang menggunakan

jilbab di populasi PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada penelitian

ini tidak ditemukannya kejadian otomikosis dapat disebabkan karena percontoh

pada penelitian ini tidak memiliki keluhan. Sedangkan pada penelitian Ozcan dkk

tahun 2003, penelitian dilakukan pada pasien yang sudah terdiagnosis otomikosis

selanjutnya dinilai faktor resiko yang ada pada pasien tersebut, dan ditemukan

sebanyak 74,7% pasien adalah wanita yang menggunakan jilbab. Sehingga jumlah

percontoh yang diambil untuk penelitian ini seharusnya lebih besar dibanding

jumlah percontoh yang ada, karena mencari faktor risiko diantara orang normal

tentu akan berbeda dengan mencari faktor risiko yang ada pada pasien yang telah

terdiagnosis penyakitnya.7

Pada penelitian ini tidak ditemukan kasus otomikosis, namun

seluruhpercontoh memiliki kebiasaan menggunakan cotton buds, hanya berbeda

frekuensi penggunaanya dalam seminggu.Penggunaan cotton buds masih sering

dijumpai pada percontoh penelitian dengan persentase penggunaan tertinggi 4-5

kali seminggu yaitu sebanyak 40%.Dari hasil laporan penggunaan cotton buds

yang tinggi dan tidak ditemukannya kasus otomikosis pada penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa otomikosis tidak hanya terjadi dengan satu faktor tunggal.

Penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan cotton buds yang meningkat

belum tentu menyebabkan otomikosis. Penelitian yang dilakukan Funsula dkk

Page 40: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

28

pada tahun 2007menemukan 82,54% pasien otomikosis memiliki riwayat

penggunaan cotton buds, dan 17,46% dari pasien yang tidak menggunakan cotton

buds terkena otomikosis. Hal ini memperkuat temuan peneliti bahwa otomikosis

terjadi karena beberapa faktor.24

Pada hasil penelitian ini tidak ditemukannya otomikosis kemungkinan

karena sebaran usia percontoh penelitian adalah 18 sampai 21 tahun, sedangkan

dari hasil laporan penelitian yang dilakukan oleh Paulose dkk menyebutkan

bahwa insiden tertinggi terjadinya otomikosis ditemukan pada kelompok usia 20-

30 tahun.Hasil penelitianmenemukan hanya sebagian kecil dari seluruh percontoh

penelitian yang memiliki kebiasaan berenang yaitu 2 orang (5%). Hal ini juga

merupakan salah satu faktor tidak ditemukannya kasus otomikosis pada penelitian

ini karena sebagian besar percontoh penelitian jarang berenang. Sedangkan pada

penelitian yang dilakukan oleh Wang dkkpada tahun 2005 dilaporkan bahwa

resiko otitis eksterna dalam hal ini otomikosis terjadi lima kali lipat lebih sering

pada orang yang sering berenang daripada yang tidak berenang.22,25

Pada penelitian ini juga ditemukan dari 40 percontoh yang ada hanya 4

orang (10%) yang pernah mengalami penyakit sebelumnya yang disebabkan oleh

jamur. Hal ini juga merupakan salah satu penyebab tidak ditemukannya

otomikosis pada penelitian ini, sedangkan Uslu dkk tahun 2005 pada

penelitiannya melaporkan bahwa sebagian besar otomikosis yang ditemukan

berhubungan erat dengan penyakit jamur sebelumnya. Otomikosis dapat terjadi

karena adanya autoinokulasi akibat dermatomikosis yang tidak terobati, ataupun

tidak diobati dengan baik, dan dermatomikosis sebaiknya diperiksa pada pasien

otomikosis dan diobati secara simultan untuk mencegah terjadinya kekambuhan

pada kedua penyakit tersebut.26,27

Dari hasil penelitian ini yang menemukan 1 orang (2,5%) dengan riwayat

penggunaan steroid dalam jangka waktu lama tanpa ditemukannya kasus

otomikosis memperkuat dugaan bahwa otomikosis terjadi karena banyak faktor

seperti beberapa hal yang telah dipaparkan diatas. Penggunaan steroid dalam

jangka waktu lama dihubungkan dengan kejadian otomikosis karena selain

Page 41: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

29

berfungsi sebagai antiinflamasi, steroid juga dapat menurunkan sistem imun yang

dapat mempermudah terkena infeksi.

Pada hasil pemeriksaan otoskopi yang dilakukan pada penelitian ini,

ditemukan serumen positif dengan jumlah serumen yang cukup banyak pada

sebagian besar percontoh. Hal ini dihubungkan dengan kebiasaan penggunaan

cotton buds. Penggunaan cotton buds sendiri dapat menyebabkan 2 kemungkinan,

yang pertama pengangkatan film layer yang menyebabkan serumen keluar

sehingga fungsi proteksi pada kanal telinga menurun dan mempermudah

terjadinya infeksi, dan yang kedua pendorongan serumen ke tempat yang lebih

dalam sehingga terjadinya akumulasi atau penumpukan serumen yang sulit

dikeluarkan. Suresh Kumar pada tahun 2008 telah menemukan hubungan

otomikosis dengan kejadian penggunaan cotton buds pada penelitiannya, dan

menyebutkan bahwa hal tersebut terjadi akibat keberadaan serumen basah

(moist).11,13,16,28

Hasil pemeriksaan otoskopi yang dilakukan pada penelitian ini ditemukan

juga 1 (2,5%) riwayat kasus OMSK, dan telah dilaporkan tidak adanya kasus

otomikosis (0%), sedangkan Vennewald tahun 2003 pada penelitiannya

menyebutkan infeksi jamur dan OMSK bisa terjadi dalam waktu bersamaan

sehingga sulit diketahui mana yang lebih dahulu terjadi. Pada OMSK tipe aman,

salah satu penyebab infeksi jamur terjadi oleh karena pemakaian antibiotik tetes

telinga dengan jangka waktu yang lama sehingga mengakibatkan penekanan pada

flora normal dan merubah suasana lingkungan pH di telinga menjadi basa

sehingga jamur mudah tumbuh. Selain itu infeksi jamur dapat terjadi akibat

otomikosis yang berlangsung terus menerus pada liang telinga luar sehingga hifa

atau spora berkembang ke telinga tengah.29,30,31

Page 42: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

30

4.3. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian yang dialami oleh peneliti adalah jumlah sampel

yang diambil oleh peneliti tidak cukup banyak dan kurang bervariasi untuk

menentukan kejadian otomikosis pada orang yang sehat. Pada penelitian ini

dilakukan pengambilan sampel pada responden dengan personal hygiene yang

cukup baik, sehingga tidak ditemukan angka kejadian otomikosis.

Page 43: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

31

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

1. Mengingat tidak ditemukannya kasus otomikosis pada penelitian ini,

makaprevalensi otomikosis pada mahasiswi preklinik PSPD FKIK UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta berdasarkan karakteristik pemakaian jilbab,

berdasarkan penggunaan cotton buds, dan seringnya terpapar air

(berenang) tidak dapat ditentukan.

2. Pada penelitian ini ditemukan bahwa kejadian otomikosis tidak dapat

ditentukan hanya dengan satu faktor tunggal.

5.2. Saran

1. Dilakukan penelitian selanjutnya dan disarankan untuk memperbanyak

jumlah sampel agar dapat ditemukannya kejadian otomikosis pada

kelompok orang yang tidak memiliki keluhan.

2. Disarankan agar penelitian selanjutnya dilakukan pada populasi umum

terutama pada populasi dengan hygiene yang kurang baik.

3. Disarankan agar penelitian selanjutnya menggunakan pemeriksaan kultur

jamur pada agar saboroud dan diharapkan jamur dapat tumbuh.

4. Dengan personal hygiene yang cukup baik tidak perlu mengkhawatirkan

penggunaan jilbab.

Page 44: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

32

Daftar Pustaka

1. Barati, B. Dkk. Otomycosis in Central Iran: A Clinical and Mycological

Study. Iran Red Crescent Med J 2011; 13(12):873-876. Vol.13.

www.ircmj.com, diakses pada tanggal 29 januari 2012

2. Sanna, M. Color Atlas of Otoscopy: From Diagnosis to Surgery. New

York: Thieme Stuttgart. 1999

3. Kumar, Ashish. Fungal Spectrum in Otomycosis Patients. JK Science.

Vol. 7 No. 3, July-September 2005. Diakses pada tanggal 29 januari 2012

4. Gutiérrez, P.H, dkk. Presumed Diagnosis: Otomycosis. A Study of 451

Patients. Acta Otorrinolaringol Esp 2005; 56: 181-186. Diakses pada 28

januari 2012

5. Knott, Laurence. Fungal Ear Infection

(Otomycosis).http://www.patient.co.uk/doctor/Fungal-Ear-Infection-

(Otomycosis).htm diakses pada tanggal 28 januari 2012

6. Ballenger, James. Jr, Snow. Manual of Otorhinolaryngology Head and

Neck Surgery. London: BC Decker. 2002

7. Ozcan, K.Murat. Ozcan, Muge. Karaarslan, Aydin.Karaarslan, Filiz.

Otomycosis in Turkey: Predisposing Factors, Aetiology, and Therapy. The

Journal of Laryngology and Otology. Vol 117, pp.39-42. 2003

8. Vander et al. Human Physiology: The Mechanism of Body Function. Eight

Edition. McGraw-Hill Companies. 2001

9. Applegate, Edith J. The Anatomy and Physiology Learning System. 4th

edition. Missouri: Saunders Elsevier. 2011.

10. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.

Jakarta: EGC. 2006.

11. Soepardi, Efiaty A.dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI. 2010

12. Bailey, BJ. Johnson, JT. Newlands, SD. Head and Neck Surgery-

Otolaryngology. 4th Edition. Volume 2. Philadelphia: Lippincott Williams

& Wilkins. 2006

Page 45: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

33

13. Dhingra, PL. Dhingra, Shruti. Disease of Ear, Nose, and Throat. 5th

Edition. India: Elsevier. 2012

14. Ho, Tang. Otomycosis :Clinical Features and Treatment Implications.

Otolaryngology–Head and Neck Surgery. American Academy of

Otolaryngology–Head and Neck Surgery Foundation. 2006.135, 787-791.

Diakses pada tanggal 28 januari 2012

15. Chander, Jagdish. Aspergillus otomycosis. 2009.

http://www.aspergillus.org.uk/secure/treatment/otomyc.php. diakses pada

tanggal 31 januari 2012

16. Boeis, Lawrence R. Adams, George L. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT.

Edidi 6. Jakarta: EGC. 1997

17. Abdullah , Farhaan. Uji Banding Klinis Pemakaian Larutan Burruwi

Saring dengan Salep Ichthyol (Ichthammol) pada Otitis Eksterna Akut.

www.USUdigitallibrary.com . 2003. diakses pada 29 januari 2012

18. Tim Penyusun. Penuntun Skills Lab Gangguan Indra Khusus (Mata, Kulit,

dan THT). Edisi Ke-1. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Sumatera Barat: 2012

19. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI. 2009

20. Tim penyusun. Lembar Kerja Praktikum Pemeriksaan Jamur. Fakultas

Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Jogjakarta: 2011

21. Munguia, Raymundo. Daniel, Sam J. Ototopical Antifungal and

Otomycosis: A Rivew. International Journal of Pediatric

Otorhinolaryngology. 2008. 72, 453—459. www.elsevier.com/locate/ijporl

diunduh pada 30 januari 2012.

22. Paulose, K.O. Fungus in the Ear. Otomycosis. The Journal of Laryngology

and Otology. http://www.drpaulose.com/general/fungus-in-the-ear-

otomycosis diakses pada tanggal 28 januari 2012

23. Plant and Animal Fibers. Sited from www.fibre2fashion.com September

2012

24. Fasunla J, Ibekwe T, Onakoya P. Otomycosis in Western Nigeria.

Mycoses. 2007;51: 67-70

Page 46: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

34

25. Wang, Mao-Che et all. Ear Problems in Swimmers. Journal of China

Medical Association. Vol. 68. Elsevier. 2005

26. Uslu, Hakan. Yoruk, Ozgur. Uyanik, M. Hamidullah. Mycological

Investigation in Patiens with Otitis Externa. The Eurasian Journal of

Medicine. Volume 37, Number 1, Page(s) 015-017.

2005.http://www.eajm.org diunduh pada tanggal 10 Septermber 2012.

27. Ozcan, Muge. Ozcan, K Murat. Karaarslan, Aydin. Karaarslan, Filiz.

Concomitant Otomycosis and Dermatomycoses: a Clinical and

Microbiological Study. Journal Article. Turkey: Ankara Numune

Education and Research Hospital 1 ENT Clinic. 2003.

http://www.researchgate.net diunduh pada tanggal 10 September 2012

28. Kumar, Shuresh. Ahmed, Shamim. Useof Cotton Buds and Its

Complication. Journal of Surgery Pakistan (International). July-September

2008.www.jsp.org. Diunduh pada tanggal 10 septermber 2012.

29. Vennewald, I. Schonlebe, J. Klemm, E. Mycological ang Histological

Investigation in Humans with Middle Ear Infection. Mycoses. 2003;

46:12-8

30. Mittal, A. Man, SBS. Panda, NK. Mehra, YN. Talwar, P. Secondary

Fungal Infection in Chronic Suppurative Otitis Media. IJO & HNS. 1997;

50:175-7

31. Jackman, A. Ward, R. April, M. Bent, J. Topical Antibiotic Induce

Otomycosis. International Journal Pediatric Otorhinolaringology. 2005;

69:857-60

Page 47: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

35

Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Kepada teman-teman yth

PSPD FKIK UIN Jakarta

Assalamualaikum wr.wb.

Kami dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Pendidikan

Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2009 akan melakukan penelitian

tentang Prevalensi Otomikosis pada Mahasiswi PSPD FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan Faktor yang Mempengaruhi.

Sebagai gambaran penelitian ini, otomikosis merupakan infeksi jamur yang

terjadi pada telinga luar dan sering terjadi di negara tropis dan subtropis.

Otomikosis bisa terjadi dengan atau tanpa gejala, dan kasusnya tersebar di seluruh

dunia sekitar 5-25% kasus otitis eksterna. Di Indonesia sendiri 9% kasus radang

telinga luar adalah otomikosis. Pada penelitian di Iran dan di Turki faktor yang

dapat menyebabkan otomikosis adalah sorban/jilbab, berenang, dan infeksi jamur

sebelumnya. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui prevalensi otomikosis pada

mahasiswi PSPD FKIK UIN yang mayoritas pengguna jilbab.

Penelitian akan berlangsung selama 1 bulan 10 hari terhitung dari 1 Juli- 10

Agustus 2012 dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 40 orang dari mahasiswi

PSPD. Perlakuan yang akan dilakukan pada responden penelitian adalah

dilakukannya pemeriksaan otoskopi, yaitu pemeriksaan telinga penggunakan alat

periksa berupa corong untuk melihat keadaan telinga dan pemeriksaan KOH

menggunakan swab steril yang akan dimasukkan pada kedua telinga responden,

serta menjawab beberapa kuisioner penelitian.

Karena penelitian ini menggunakan alat medis otoskopi, seperti yang telah

dijelaskan diatasdan swab steril yang akan dimasukkan ke dalam telinga

responden, maka resiko yang akan diterima oleh responden adalah rasa kurang

nyaman, dan kemungkinan kecil tergores pada bagian lubang telinga, bila terjadi

faktor resiko tersebut akan ditangani oleh penanggung jawab kami dr.Ibnu Haris

Lampiran 1

Page 48: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

36

Fadillah, Sp.THT-KL(081288567441) atau bisa langsung menghubungi peneliti,

Cut Firza Humaira (087888935665). Sebagai kompensasi, responden akan

mendapatkan pengobatan gratis dan terjamin kesehatannya.

Penelitian ini juga sangat membutuhkan partisipasi dari responden, dan responden

dapat setiap saat mengundurkan diri bila ada hal-hal yang tidak berkenan pada diri

responden. Yang terakhir, peneliti mengharapkan kesadaran diri responden untuk

mengukuti prosedur penelitian ini.

Demikian penjelasan mengenai penelitian ini, kami berharap teman-teman

bersedia menjadi responden pada penelitian ini

Wassalamualaikum wr.wb

Peneliti

Page 49: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

37

Lampiran 2

Formulir Informed Consent (Kesediaan Mengikuti Penelitian)

Dengan ini saya:

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Alamat :

Telp/Hp :

Menyatakan bersedia mengikuti kegiatan penelitian/ survei yang berjudul

‘Prevalensi Otomikosis pada Mahasiswi PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan Faktor yang Mempengaruhi’ dengan ketentuan apabila ada hal-hal

yang tidak berkenan pada saya, maka saya berhak mengajukan pengunduran diri

dari kegiatan penelitian/survei ini.

Peneliti

Responden

Page 50: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

38

Lampiran 3

Kuisioner Penelitian

1. Berapa seringkah anda menggunakan jilbab?

a. Setiap hari

b. ≤5 hari

2. Sudah berapa lamakah anda menggunakan jilbab?

a. ≤ 6 bulan

b. 6 bulan- 1 tahun

c. 1-2 tahun

d. >2 tahun

3. Berapa lamakah anda menggunakan penutup kepala (jilbab) dalam sehari?

a. >12 jam sehari

b. 6-12 jam

c. < 6 jam

4. Bahan apakah yang sering anda gunakan sebagai penutup kepala (jilbab)?

a. Katun

b. Spandex

c. Lainnya.....

5. Berapa lapiskah biasanya Anda menggunakan jilbab?

a. 1 lapis

b. 2 lapis

c. 3 lapis

d. >3 lapis

6. Apakah anda menggunakan hair dyer (pengering rambut)setelah mencuci

rambut?

Page 51: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

39

a. Ya

b. Tidak

7. Berapa lama rentang waktu Anda memakai jilbab setelah mencuci rambut

(menggunakan jilbab secara langsung setelah keramas)?

a. <30 menit

b. 30 menit- 1 jam

c. 1-2 jam

d. >2 jam

8. Berapa seringkah anda menggunakan cotton buds dalam seminggu?

a. ≤ 1 kali seminggu

b. 2-3 kali seminggu

c. 4-5 kali seminggu

d. Setiap hari

9. Seberapa seringkah anda berenang dalam seminggu?

a. ≤ 1 kali seminggu

b. 2-3 kali seminggu

c. 4-5 kali seminggu

d. Setiap hari

10. Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat-obatan golongan steroid (obat

anti alergi, obat-obatan golongan kontrasepsi,dll)?

a. Ya

b. Tidak

11. Berapa lamakah Anda mengkonsumsi obat tersebut?

a. 2 minggu – 1 bulan

b. 1-2 bulan

c. 2-3 bulan

d. >3 bulan

Page 52: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

40

12. Apakah Anda mempunyai riwayat penyakit oleh jamur seperti panu, atau

keputihan?

a. Ya

b. Tidak

Page 53: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

41

Lampiran 4

Data Hasil Uji Statistik

Frekuensi pemakaian jilbab

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid setiap hari 25 62.5 62.5 62.5

< 6 hari 15 37.5 37.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Riwayat pemakaian jilbab

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 6 bulan - 1 tahun 8 20.0 20.0 20.0

1 - 2 tahun 9 22.5 22.5 42.5

> 2 tahun 23 57.5 57.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Lama pemakaian jilbab dalam sehari

Page 54: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

42

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid >12 jam 5 12.5 12.5 12.5

6-12 jam 35 87.5 87.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Bahan jilbab

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid katun 39 97.5 97.5 97.5

katun dan spandex 1 2.5 2.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Lapisan jilbab

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 1 lapis 20 50.0 50.0 50.0

2 lapis 20 50.0 50.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Selang waktu pemakaian jilbab setelah keramas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid <30 menit 9 22.5 22.5 22.5

30 menit - 1 jam 11 27.5 27.5 50.0

1-2 jam 14 35.0 35.0 85.0

>2 jam 6 15.0 15.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Penggunaan cotton buds

Page 55: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

43

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid <2 kali seminggu 10 25.0 25.0 25.0

2-3 kali seminggu 11 27.5 27.5 52.5

4-5 kali seminggu 16 40.0 40.0 92.5

setiap hari 3 7.5 7.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Berenang

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid <2 kali seminggu 38 95.0 95.0 95.0

2-3 kali seminggu 2 5.0 5.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Penggunaan steroid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 1 2.5 2.5 2.5

tidak 39 97.5 97.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Riwayat penyakit jamur sebelumnya

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 4 10.0 10.0 10.0

tidak 36 90.0 90.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

otomikosis

Page 56: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

44

cotton buds * serumen Crosstabulation

serumen

Total negatif positif

cotton buds 1 Count 2 8 10

Expected Count 1.8 8.2 10.0

2 Count 5 25 30

Expected Count 5.2 24.8 30.0

Total Count 7 33 40

Expected Count 7.0 33.0 40.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid negatif 40 100.0 100.0 100.0

omsk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid negatif 39 97.5 97.5 97.5

positif 1 2.5 2.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

serumen

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid negatif 7 17.5 17.5 17.5

positif 33 82.5 82.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Page 57: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

45

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .058a 1 .810

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .056 1 .812

Fisher's Exact Test 1.000 .572

Linear-by-Linear Association .056 1 .812

N of Valid Casesb 40

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.75.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 58: PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25523/1/CUT... · lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga

46

Riwayat Penulis

Identitas :

Nama : Cut Firza Humaira

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Bireuen, 22 Desember 1992

Agama : Islam

Alamat : Jl. Kapten 20, Cureh, Bireuen, Aceh

E-mail : [email protected]

Riwayat Pendidikan :

1999 – 2005 : Sekolah Dasar Negeri Bertingkat Bireuen

2005 – 2007 : Sekolah Menengah Pertama Al-Azhar Medan

2007– 2009 : Sekolah Menengah Atas Al-Azhar Medan

2009– Sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter,

FakultasKedokteran Dan Ilmu Kesehatan

UIN SyarifHidayatullah Jakarta