presus rhinitis vasomotor.pdf

13
1 BAB I PRESENTASI KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. P Usia : 35 tahun Alamat : Pandak, Bantul Agama : Islam Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : - Status : Menikah Masuk RS : Kamis, 14 Agustus 2010 B. ANAMNESIS Keluhan utama Hidung tersumbat dan meler sejak 2 minggu yang lalu, hidung tidak terasa gatal, ingus berwarna bening, tidak bau, tidak demam, gejala memberat terutama pada pagi hari. Riwayat alergi disangkal Riwayat penyakit sekarang Sejak 2 minggu yang lalu hidung sering meler, ingus berwarna putih bening tidak berbau. Keluhan ini paling berat di pagi hari, namun sore dan malam hari keluhan biasanya hilang dengan sendirinyaPasien mengatakan sering merasakan keluhan seperti ini, dan bersifat kambuh-kambuhan terutama jika pasien sedang merasa kecapekan. Riwayat demam (-), riwayat batuk (-), riwayat gatal di sekitar mata (-), riwayat sering bersin (-). Riwayat mengkonsumsi obat hipertensi (-). Riwayat penyakit dahulu Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal. Riwayat penyakit keluarga Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.

Transcript of presus rhinitis vasomotor.pdf

Page 1: presus rhinitis vasomotor.pdf

1

BAB I

PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. P

Usia : 35 tahun

Alamat : Pandak, Bantul

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : -

Status : Menikah

Masuk RS : Kamis, 14 Agustus 2010

B. ANAMNESIS

Keluhan utama

Hidung tersumbat dan meler sejak 2 minggu yang lalu, hidung tidak terasa gatal, ingus

berwarna bening, tidak bau, tidak demam, gejala memberat terutama pada pagi hari.

Riwayat alergi disangkal

Riwayat penyakit sekarang

Sejak 2 minggu yang lalu hidung sering meler, ingus berwarna putih bening tidak

berbau. Keluhan ini paling berat di pagi hari, namun sore dan malam hari keluhan

biasanya hilang dengan sendirinyaPasien mengatakan sering merasakan keluhan seperti

ini, dan bersifat kambuh-kambuhan terutama jika pasien sedang merasa kecapekan.

Riwayat demam (-), riwayat batuk (-), riwayat gatal di sekitar mata (-), riwayat sering

bersin (-). Riwayat mengkonsumsi obat hipertensi (-).

Riwayat penyakit dahulu

Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.

Riwayat penyakit keluarga

Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.

Page 2: presus rhinitis vasomotor.pdf

2

C. PEMERIKSAAN FISIK

Kepala&wajah : deformitas (-), tampak bula pada sisi kiri wajah, bibir edema (+)

Mata : kelopak atas mata kiri edema (+) dan tidak dapat dibuka,

konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

Leher : pembesaran KGB (-)

THT : sekret (-)

Dada : simetris dalam diam dan pergerakan

Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen : datar, lemas, NT (-), tdk teraba massa, BU (+) normal, H/L ttb

Ekstremitas : tak ada kelainan

Page 3: presus rhinitis vasomotor.pdf

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI

1. Hidung Luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :

– Pangkal hidung ( bridge )

– Dorsum nasi

– Puncak hidung ( apeks )

– Ala nasi

– Kolumela

– Lubang hidung ( nares anterior )

Hidung luar dibentuk oleh tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot yang berfungsi untuk melebarkan atau

menyempitkan lubang hidung.

Kerangka tulang terdiri dari :

1) Sepasang os nasalis ( tulang hidung )

2) Prosesus frontalis os maksila

3) Prosesus nasalis os frontalis

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang

terletak dibagian bawah hidung, yaitu :

1) Sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2) Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior ( kartilago alar mayor )

3) Beberapa pasang kartilago alar minor

4) Tepi anterior kartilago septum nasi

Otot-otot ala nasi terdiri dari dua kelompok yaitu :

1) Kelompok dilator :

– m. dilator nares ( anterior dan posterior )

– m. proserus

– kaput angulare m. kuadratus labii superior

2) Kelompok konstriktor :

– m. nasalis

– m. depresor septi

Page 4: presus rhinitis vasomotor.pdf

4

2. Hidung Dalam

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang,

dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya. Kavum nasi bagian anterior

disebut nares anterior dan bagian posterior disebut nares posterior ( koana ) yang

menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.

1) Vestibulum

Terletak tepat dibelakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang mempunyai

banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrissae

2) Septum nasi

Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan.

Bagian tulang terdiri dari :

– lamina perpendikularis os etmoid

– vomer

– krista nasalis os maksila

– krista nasalis os palatina

Bagian tulang rawan terdiri dari :

– kartilago septum ( lamina kuadrangularis )

– kolumela

3) Kavum nasi

3. Dasar hidung

Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horisontal os

palatum.

4. Atap hidung

Terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os

maksila, korpus os etmoid dan korpus os sfenoid. Sebagian besar atap hidung

dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui filamen-filamen n. olfaktorius yang

berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas

septum nasi dan permukaan kranial konka superior.

5. Dinding lateral

Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os

lakrimalis, konka superior, konka media, konka inferior, lamina perpendikularis

os palatum dan lamina pterigoideus medial.

Page 5: presus rhinitis vasomotor.pdf

5

6. Konka

Pada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya

paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media

dan konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka

suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang

melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan

suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.

7. Meatus nasi

Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang

disebut meatus. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar

hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara

duktus nasolakrimalis. Meatus media terletak diantara konka media dan dinding

lateral rongga hidung. Disini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan sinus

etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka

superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.

8. Dinding medial

Dinding medial hidung adalah septum nasi.

Aliran Darah Hidung

Aliran darah untuk hidung bagian dalam berasal dari 3 sumber utama:

1) a. etmoidalis anterior, yang mendarahi septum bagian superior anterior dan dinding

lateral hidung.

2) a. etmoidalis posterior ( cabang dari a. oftalmika ), mendarahi septum bagian

superior posterior.

3) a. sfenopalatina, terbagi menjadi a. nasales posterolateral yang menuju ke dinding

lateral hidung dan a. septi posterior yang menyebar pada septum nasi.

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris

interna, diantaranya ialah ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari

foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di

belakang ujung posterior konka media.

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian

depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. etmoid

anterior, a. labialis superior dan a. palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach (

Little’s area ) yang letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering

Page 6: presus rhinitis vasomotor.pdf

6

menjadi sumber epistaksis. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan

berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung

bermuara ke vena oftalmika superior yang berhubungan dengan sinus kavernosus.

Persarafan hidung

1) Saraf motorik oleh cabang n. fasialis yang mensarafi otot-otot hidung bagian luar.

2) Saraf sensoris.

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.

etmoidalis anterior, merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang berasal dari n.

oftalmika ( N.V-1 ). Rongga hidung lainnya , sebagian besar mendapat persarafan

sensoris dari n. maksila melalui ganglion sfenopalatina.

3) Saraf otonom.

Terdapat 2 macam saraf otonom yaitu :

a. Saraf post ganglion saraf simpatis ( Adrenergik ).

Saraf simpatis meninggalkan korda spinalis setinggi T1 – 3, berjalan ke atas

dan mengadakan sinapsis pada ganglion servikalis superior. Serabut post

sinapsis berjalan sepanjang pleksus karotikus dan kemudian sebagai n. petrosus

profundus bergabung dengan serabut saraf parasimpatis yaitu n. petrosus

superfisialis mayor membentuk n. vidianus yang berjalan di dalam kanalis

pterigoideus. Saraf ini tidak mengadakan sinapsis didalam ganglion

sfenopalatina, dan kemudian diteruskan oleh cabang palatine mayor ke

pembuluh darah pada mukosa hidung. Saraf simpatis secara dominan

mempunyai peranan penting terhadap sistem vaskuler hidung dan sangat sedikit

mempengaruhi kelenjar.

b. Serabut saraf preganglion parasimpatis ( kolinergik ).

Berasal dari ganglion genikulatum dan pusatnya adalah di nucleus salivatorius

superior di medula oblongata. Sebagai n. pterosus superfisialis mayor berjalan

menuju ganglion sfenopalatina dan mengadakan sinapsis didalam ganglion

tersebut. Serabut-serabut post ganglion menyebar menuju mukosa hidung.

Peranan saraf parasimpatis ini terutama terhadap jaringan kelenjar yang

menyebabkan sekresi hidung yang encer dan vasodilatasi jaringan erektil.

Pemotongan n. vidianus akan menghilangkan impuls sekretomotorik /

parasimpatis pada mukosa hidung, sehingga rinore akan berkurang sedangkan

sensasi hidung tidak akan terganggu.

Page 7: presus rhinitis vasomotor.pdf

7

4) Olfaktorius ( penciuman )

Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus

olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa

olfaktorius didaerah sepertiga atas hidung.

B. FISIOLOGI HIDUNG

Hidung berfungsi sebagai jalan nafas, alat pengatur kondisi udara ( air conditioning ),

penyaring udara, indra penghidu ( olfactory ), untuk resonansi suara , refleks nasal dan

turut membantu proses bicara.

C. FREKUENSI

Mygind ( 1988 ), seperti yang dikutip oleh Sunaryo ( 1998 ), memperkirakan sebanyak

30 – 60 % dari kasus rinitis sepanjang tahun merupakan kasus rhinitis vasomotor dan

lebih banyak dijumpai pada usia dewasa terutama pada wanita. Walaupun demikian

insidens pastinya tidak diketahui. Biasanya timbul pada dekade ke 3 – 4. Secara umum

prevalensi rinitis vasomotor bervariasi antara 7 – 21%. Dalam suatu penelitian yang

dilakukan oleh Jessen dan Janzon ( 1989 ) dijumpai sebanyak 21% menderita keluhan

hidung non – alergi dan hanya 5% dengan keluhan hidung yang berhubungan dengan

alergi. Prevalensi tertinggi dari kelompok non – alergi dijumpai pada dekade ke 3.

Sibbald dan Rink ( 1991 ) di London menjumpai sebanyak 13% dari pasien, menderita

rinitis perenial dimana setengah diantaranya menderita rinitis vasomotor. Sunaryo, dkk

( 1998 ) pada penelitiannya terhadap 2383 kasus rinitis selama 1 tahun di RS Sardjito

Yogyakarta menjumpai kasus rinitis vasomotor sebanyak 33 kasus ( 1,38 % )

sedangkan pasien dengan diagnosis banding rinitis vasomotor sebanyak 240 kasus (

10,07 % ).

D. ETIOLOGI

Etilogi pasti rinitis vasomotor belum diketahui dan diduga akibat gangguan

keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh zat-zat tertentu. Beberapa faktor

yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor :

a. obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti

ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.

Page 8: presus rhinitis vasomotor.pdf

8

b. faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang

tinggi dan bau yang merangsang.

c. faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan

hipotiroidisme.

d. faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.

E. PATOFISIOLOGI

Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi dari

kelenjar. Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf

simpatis sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis vasomotor

terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan peningkatan kerja

parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Baik sistem simpatis yang

hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif, keduanya dapat menimbulkan

dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas kapiler, yang akhirnya

akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti.

Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari selsel seperti

Sel mast. Termasuk diantara Peptide ini adalah histamin, leukotrin, prostaglandin,

polypeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak hanya mengontrol

diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi juga meningkatkan efek

asetilkolin dari system saraf parasimpatis terhadap sekresi hidung, yang menyebabkan

rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantarai oleh Ig-E (non-IgE mediated)

seperti pada rhinitis alergi. Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan

pada rhinitis vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi

yang spesifik. Beberapa diantaranya adalah perubahan temperatur atau tekanan udara,

perfume, asap rokok, polusi udara dan stress ( emosional atau fisikal ).

Dengan demikian, patofisiologi dapat memandu penatalaksanaan rhinitis vasomotor

yaitu :

a. meningkatkan perangsangan terhadap sistem saraf simpatis

b. mengurangi perangsangan terhadap sistem saraf parasimpatis

c. mengurangi peptide vasoaktif

d. mencari dan menghindari zat-zat iritan.

Page 9: presus rhinitis vasomotor.pdf

9

F. PATOGENESIS

Rinitis vasomotor merupakan suatu kelainan neurovaskular pembuluh - pembuluh

darah pada mukosa hidung, terutama melibatkan system saraf parasimpatis. Tidak

dijumpai allergen terhadap antibody spesifik seperti yang dijumpai pada rhinitis alergi.

Keadaan ini merupakan reflex hipersensitivitas mukosa hidung yang non – spesifik.

Serangan dapat muncul akibat pengaruh beberapa factor pemicu.

a. adanya paparan terhadap suatu iritan memicu ketidakseimbangan system saraf

otonom dalam mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada mukosa hidung.

vasodilatasi dan edema pembuluh darah mukosa hidung. Hidung tersumbat dan

rinore. Disebut juga “ rinitis non-alergi ( nonallergic rhinitis ), merupakan respon

non – spesifik terhadap perubahan – perubahan lingkungannya, berbeda dengan

rinitis alergi yang mana merupakan respon terhadap protein spesifik pada zat

allergen nya.

b. Tidak berhubungan dengan reaksi inflamasi yang diperantarai oleh IgE (IgE-

mediated hypersensitivity).

Pemicu ( triggers ) :

– alkohol

– perubahan temperatur / kelembapan

– makanan yang panas dan pedas

– bau – bauan yang menyengat ( strong odor )

– asap rokok atau polusi udara lainnya

– faktor – faktor psikis seperti : stress, ansietas

– penyakit – penyakit endokrin

– obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral

G. GEJALA KLINIS

Gejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor kadang-kadang sulit dibedakan dengan

rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang hebat dan bersifat mukus

atau serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat sangat bervariasi yang dapat

bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu perubahan posisi. Keluhan

bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingkan dengan rinitis alergi dan tidak

terdapat rasa gatal di hidung dan mata. Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu

bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, dan juga

oleh karena asap rokok dan

Page 10: presus rhinitis vasomotor.pdf

10

Sebagainya. Selain itu juga dapat dijumpai keluhan adanya ingus yang jatuh ke

tenggorok (post nasal drip). Berdasarkan gejala yang menonjol, rinitis vasomotor

dibedakan dalam 2

golongan, yaitu golongan obstruksi (blockers) dan golongan rinore

(runners/sneezers).

H. DIAGNOSIS

Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan

disingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Biasanya penderita tidak mempunyai riwayat

alergi dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia dewasa. Beberapa pasien

hanya mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap paparan zat iritan tertentu tetapi

tidak mempunyai keluhan apabila tidak terpapar. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior

tampak gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka hipertrofi dan berwarna

merah gelap atau merah tua (karakteristik ), tetapi dapat juga dijumpai berwarna pucat.

Permukaan konka dapat licin atau berbenjol ( tidak rata ). Pada rongga hidung terdapat

sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore, sekret yang

ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak. Pada rinoskopi posterior dapat

dijumpai post nasal drip. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan rinitis alergi. Test kulit ( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test

RAST, serta kadar Ig E total dalam batas normal. Kadang- kadang ditemukan juga

eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering

menyertai yang ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret.

Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin

tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.

I. DIAGNOSIS BANDING

– Rinitis alergi

– Rinitis infeksi

J. TERAPI

Pengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab dan gejala

yang menonjol. Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam :

1. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )

2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :

Page 11: presus rhinitis vasomotor.pdf

11

– Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi keluhan

hidung tersumbat. Contohnya : Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine

(oral) serta Phenylephrine dan Oxymetazoline (semprot hidung).

– Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore.

– Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan

bersin-bersin dengan menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh

mediator vasoaktif. Biasanya digunakan paling sedikit selama 1 atau 2 minggu

sebelum dicapai hasil yang memuaskan. Contoh steroid topikal : Budesonide,

Fluticasone, Flunisolide atau Beclomethasone

– Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan

utamanya. Contoh : Ipratropium bromide (nasal spray)

3. Terapi operatif (dilakukan bila pengobatan konservatif gagal) :

– Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO (electrical cautery).

– Diatermi submukosa konka inferior (submucosal diathermy of the inferior

turbinate)

– Bedah beku konka inferior ( cryosurgery )

– Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection)

– Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy )

– Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy ), yaitu dengan melakukan

pemotongan pada n. vidianus, bila dengan cara diatas tidak memberikan hasil.

Operasi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan keluhan rinore yang hebat.

Terapi ini sulit dilakukan, dengan angka kekambuhan yang cukup tinggi dan

dapat menimbulkan berbagai komplikasi

K. KOMPLIKASI

1. Sinusitis

2. Eritema pada hidung sebelah luar

3. Pembengkakan wajah

L. PROGNOSIS

Prognosis dari rinitis vasomotor bervariasi. Penyakit kadang-kadang dapat membaik

dengan tiba –tiba, tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang diberikan.

Page 12: presus rhinitis vasomotor.pdf

12

BAB III

KESIMPULAN

1. Rinitis vasomotor merupakan suatu gangguan fisiologik neurovaskular mukosa hidung

dengan gejala hidung tersumbat, rinore yang hebat dan kadang – kadang dijumpai

adanya bersin – bersin.

2. Penyebab pastinya tidak diketahui. Diduga akibat gangguan keseimbangan sistem saraf

otonom yang dipicu oleh faktor-faktor tertentu.

3. Biasanya dijumpai setelah dewasa ( dekade ke – 3 dan 4 ).

4. Rinitis vasomotor sering tidak terdiagnosis karena gejala klinisnya yang mirip dengan

rinitis alergi, oleh sebab itu sangat diperlukan pemeriksaan pemeriksaan yang teliti

untuk menyingkirkan kemungkinan rhinitis lainnya terutama rhinitis alergi dan mencari

factor pencetus yang memicu terjadinya gangguan vasomotor.

5. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara konservatif dan apabila gagal dapat dilakukan

tindakan operatif.

Page 13: presus rhinitis vasomotor.pdf

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Boies. L.R., (1997)., Penyakit Telinga Luar., dalam Ilmu Ajar Penyakit THT., Penerbit

Buku Kedokteran (EGC)., Jakarta., hal 73-87.

2. Carr., (1998)., Otitis Externa., www.google.com.

3. Cody. D.T., (1997)., Otalgia (Nyeri Telinga)., dalam Penyakit Telinga, Hidung dan

Tenggorokan., Penerbit Buku Kedokteran (EGC)., Jakarta., hal 104-118.

4. Sander. R., (2001)., Otitis Externa : A Practical Guide to Treatment and

Prevention., www.google.com.

5. Soetirto. I. dkk., (2001)., Gangguan Pendengaran (Tuli)., dalam Ilmu Ajar Penyakit

THT., Penerbit Buku Kedokteran (EGC)., Jakarta., hal 9-21.