Presus

34
BAB I STATUS PASIEN I.1. Identitas Pasien Nama : Tn. W Umur : 58 tahun Jenis kelamin : Laki – Laki Alamat : PORTI No. 33, Pancoran, Jakarta Selatan No RM : 01-83-84-28 Tanggal Masuk : 3 Juli 2015 I.2.Anamnesis A. Keluhan utama Nyeri perut bagian kanan bawah sejak 1 bulan SMRS. B. Riwayat Penyakit Sekarang Satu bulan SMRS perut kanan bawah terasa nyeri. Nyeri dirasakan menjalar sampai ke bagian anus. Nyeri dirasa semakin memberat sejak 1 minggu SMRS. Pasien mengatakan sejak 6 bulan SMRS setiap BAB harus mengedan dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengeluarkan feses. Feses keluar sedikit-sedikit, konsistensinya cair disertai darah berwarna merah kecoklatan yang bercampur dengan feses tanpa disertai lendir. Pasien 1

description

presus ca rekti

Transcript of Presus

BAB I

STATUS PASIEN

I.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. W

Umur : 58 tahun

Jenis kelamin : Laki – Laki

Alamat : PORTI No. 33, Pancoran, Jakarta Selatan

No RM : 01-83-84-28

Tanggal Masuk : 3 Juli 2015

I.2.Anamnesis

A. Keluhan utama

Nyeri perut bagian kanan bawah sejak 1 bulan SMRS.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Satu bulan SMRS perut kanan bawah terasa nyeri. Nyeri dirasakan

menjalar sampai ke bagian anus. Nyeri dirasa semakin memberat sejak 1

minggu SMRS.

Pasien mengatakan sejak 6 bulan SMRS setiap BAB harus

mengedan dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengeluarkan

feses. Feses keluar sedikit-sedikit, konsistensinya cair disertai darah

berwarna merah kecoklatan yang bercampur dengan feses tanpa disertai

lendir. Pasien mengatakan saat BAB terasa nyeri dan sulit dikeluarkan

serta merasa tidak tuntas/lampias setelah BAB.

BAK lancar berwarna kuning jernih, tidak berpasir dan tidak

nyeri. Keluhan lain seperti mual (-), muntah (-), pusing (-), demam (-).

Berdasarkan catatan rekam medis, pada pasien telah dilakukan

pemeriksaan CT Scan Abdomen di RS Kepolisian Pusat R.S.Sukanto

dengan kesan terdapat massa rectosigmoid suspek ganas disertai

gambaran perirectosigmoid fat stranding padat. Kista simple ginjal kanan

(Bosniak 1).

1

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Bulan Januari 2015 pasien menjalani operasi hernia. Pasien kontrol

rutin pasca operasi hernia.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat DM disangkal, riwayat hipertensi disangkal, riwayat

alergi disangkal.

E. Riwayat Hidup dan Kebiasaan

Pasien memiliki kebiasaan merokok yang dimulai sejak umur 25

tahun dan berhenti sejak umur 50 tahun. Pasien mengatakan lebih sering

mengkonsumsi makanan berlemak dan jarang mengkonsumsi makanan

yang berserat.

I.3. PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : Compos Mentis, GCS = 15

Tanda-tanda Vital :

Tekanan Darah :120/80 mmHg Laju Pernapasan: 20x/menit

Suhu : 36,5 @ C Nadi : 80x/menit

Status Generalis

1. Kepala

Bentuk : Normocephal, simetris

Rambut : Distribusi merata, tidak mudah dicabut

Edema : Tidak ada

2. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-).

3. Hidung : Secret (-), deviasi septum (-)

4. Mulut :Bibir tidak sianosis, faring tidak hiperemis,

tonsil T1-T1 tidak hiperemis

5. Leher : KGB tidak teraba, kelenjar tiroid tidak

membesar, deformitas (-)

6. Thorax

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak.

2

Palpasi : Ictus cordis teraba, tidak kuat angkat, tidak ada

thrill

Perkusi : Batas pinggang jantung ICS III parasternal kiri

Batas kiri jantung : ICS V midklavikularis kiri

Batas kanan jantung : ICS V midstrenalis kanan

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur(-), gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : Dinding dada simetris. retraksi interkostal (-),

tidak ada gerakan napas yang tertinggal

Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = kiri normal

Perkusi : Hipersonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler +/+

Suara tambahan : Ronkhi basah kasar (-/-),

wheezing (-/-)

7. Pemeriksaan Extremitas

Superior : Edema (-/-), akral hangat (+), CRT < 2 detik

Inferior : Edema (-/-), akral hangat (+), CRT < 2 detik

Status lokalis:

1. Abdomen

Inspeksi : Datar, jejas (-)

Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Palpasi : Supel, nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan bawah

(+), ballotment (-), Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba

Perkusi : Timpani, nyeri ketok CVA -/-

2. Anal-perianal

Inspeksi: tidak tampak massa yang keluar dari rektum

Palpasi : konsistensi lunak, nyeri tekan (+)

DRE : Tonus sfingter ani baik, ampula tidak kolaps, mukosa rektum

licin dan terdapat massa 7 cm dari ano cutan line sirkuler,

permukaan massa berbenjol-benjol. Pada sarung tangan

terdapat darah dan tidak terdapat feses.

3

I.4. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium (3 Juli 2015)

Jenis Pemeriksaan3 Juli 2015

Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Leukosit

Hitung Jenis

Netrofil

Limfosit

Monosit

Eosinofil

Basofil

Eritrosit

Hemoglobin

Hematokrit

MCV

MCH

MCHC

RDW-CV

Trombosit

12.03

75.8

11.1

11.9

0.7

0.5

3.73

9.2

28

75.1

24.7

32.9

18.1

235

5-10 ribu/mm3

50-70%

25-40%

2-8%

2-4%

0-1%

4,5-6,5 juta/µL

13,0-18,0 g/dL

40-52 %

80-100 fL

26-34 mg/dl

32-36%

11,5-14,5%

150-440ribu/mm3

4

HEMOSTASIS

PT-INR

Masa Prothrombin (PT)

INR

Control

APTT

APTT OS

Control

IMUNOSEROLOGI

CEA (ELFA)

KIMIA KLINIK

Gula Darah Sewaktu

Elektrolit

Natrium (Na)

Kalium (K)

Klorida (Cl)

Protein Total

Albumin

Globulin

Ureum

Kreatinin

14,7

1,12

11,2

46,5

32,2

Menyusul

75

135,0

4,10

108,0

4.8

2.2

2.6

44

0,7

10-14 detik

0,83 – 1,10 detik

12-15 detik

28 – 40 detik

26 – 37 detik

≤10

<180 mg/dL

135 – 145 mmol/L

3,5 – 5,5 mmol/L

98 – 109 mmol/L

6-8g/dL

3,4 – 5 mmol/L

1,3-2.7g/dL

20 – 40 mg/dL

0,8 – 1,5 mg/dL

1.5. Resume

Pasien laki-laki berusia 58 tahun datang dengan keluhan nyeri pada perut

bagian kanan bawah sejak 1 bulan SMRS. Nyeri dirasakan menjalar sampai ke

bagian anus. Nyeri dirasa semakin memberat sejak 1 minggu SMRS.

Enam bulan SMRS pasien mengeluh setiap BAB harus mengedan dan

membutuhkan waktu yang lama untuk mengeluarkan feses. Feses keluar sedikit-

sedikit, konsistensinya cair disertai darah berwarna merah kecoklatan yang

5

bercampur dengan feses tanpa disertai lendir. Pasien mengatakan saat BAB terasa

nyeri dan sulit dikeluarkan serta merasa tidak tuntas/lampias setelah BAB. Pada

pemeriksaan status lokalis abdomen terdapat nyeri tekan kuadran kanan bawah

serta pada status lokalis anal-perianal tonus sfingter ani baik, ampula tidak kolaps,

mukosa rektum licin dan terdapat massa 7 cm dari ano cutan line sirkuler,

permukaan massa berbenjol-benjol. Pada sarung tangan terdapat darah dan tidak

terdapat feses.

I.6. Diagnosis Kerja

1. Tumor rektum suspek karsinoma rektum T4NxMx

2. Anemia

3. Leukositosis

4. Hipoalbuminemia

I.7. Diagnosis Banding

1. Hemoroid

2. Kolitis Ulseratif

I.8. Penatalaksanaan

Pro tindakan operatif: (persetujuan tindakan medis pada pasien dan

keluarga pasien terlebih dahulu)

1. Laparotomi Reseksi

2. Biopsi jaringan rektum

Puasa

I.9. Operasi

Prosedur Operasi

Operasi dilakukan tanggal 8 juli 2015 dengan prosedur sebagai berikut:

Pasien dalam posisi supinasi diatas meja operasi dalam anestesi umum

Dilakukan a dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya

Dilakukan insisi mediana menembus kutis, subkutis, fascia dan

peritoneum.

6

Massa pada rektum menempel pada vesika, rapuh, kelenjar getah bening

mesoileum (+) dilakukan biopsi. Hepar licin.

Dilakukan reseksi recto-sigmoid, puntung proksimal dikeluarkan sebagai

end stoma.

Sisa tumor (+) pada distal rapuh. Perdarahan (-).

Rongga abdomen dicuci dengan aquades.

Luka operasi ditutup lapis demi lapis.

Operasi selesai

Instruksi Post Operasi

Rawat ICU

Observasi tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan dan kesadaran

Puasa, pasang NGT

IVFD RL D5= 2:2/24jam

Ceftriaxon 2x1gr

Metronidazole 3x500mg

Ranitidin 2x1ampul

Vitamin K 2x10mg

Transamin 3x800mg

Cek DPL, PT/APTT, Ur/Cr, Elektrolit, Albumin/Globulin

Kirim jaringan biopsi ke PA.

I.10. Follow Up

9 Juli 2015

S : Nyeri daerah operasi (+) , mual (-), muntah (-), nyeri saat BAB (+)

O :KU/Kesadaran : Tampak sakit sedang/compos mentis

TTV : TD : 120/90 mmHg RR: 18x/menit

Nadi: 75x/menit S: 36,8C

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Mulut : mukosa lembab, sianosis (-)

Leher : tidak teraba KGB

Thorax

7

Cor : BJ I-II regular, gallop (-), Murmur (-)

Pulmo :simetris, retraksi (-), vesikuer +/+, Rhonki -/-, Wheezing-/-

Abdomen:

o Inspeksi: Supel, datar, tampak luka operasi tertutup kassa

rembes (-)

o Auskultasi: BU (+) normal,

o Palpasi: nyeri tekan (+)

o Perkusi: timpani

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

Perban pada area operasi bersih, colostomy bag terpasang

A :

Tumor rektum suspek ganas T4NxMx, post laparotomi reseksi H+1

Anemia

Leukositosis

Hipoalbuminemia

P : - pindah ruangan ke ICU

10 Juli 2015

S : Nyeri daerah op (+) , mual (-), muntah (-)

O :KU/Kesadaran : Tampak sakit sedang/compos mentis

TTV : TD : 120/80 mmHg RR: 20x/menit

Nadi: 80x/menit S: 37C

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Mulut : mukosa lembab, sianosis (-)

Leher : tidak teraba KGB

Thorax

Cor : BJ I-II regular, gallop (-), Murmur (-)

Pulmo :simetris, retraksi (-), vesikuer +/+, Rhonki -/-, Wheezing-/-

Abdomen :

o Inspeksi: Supel, datar, tampak luka operasi tertutup kassa

rembes (-)

o Auskultasi: BU (+) normal,

8

o Palpasi: nyeri tekan (+)

o Perkusi: timpani

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

Perban pada area operasi bersih, colostomy bag terpasang

A :

Tumor rektum suspek ganas T4NxMx, post laparotomi reseksi H+2

Anemia

Leukositosis

Hipoalbuminemia

P : - Metronidazole 3x500mg

- Ceftriakson 2x1gr

- Ranitidin 2x1 ampul

- Transamin 3x100mg

- Clear fluid 6x30cc/jam

- Acc pindah ruangan

- NGT klem 24 jam: tanggal 11 di aff

- Diet cair 6x80cc: tanggal 11 bisa diberikan

- Transfusi PRC 500cc

11 Juli 2015

S : pasien tampak kesakitan, nyeri bekas operasi (+)

O :KU/Kesadaran : Tampak sakit sedang/compos mentis

TTV : TD : 144/77 mmHg RR: 25x/menit

Nadi: 105x/menit S: 37C

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Mulut : mukosa lembab, sianosis (-)

Leher : tidak teraba KGB

Thorax

Cor : BJ I-II regular, gallop (-), Murmur (-)

Pulmo :simetris, retraksi (-), vesikuer +/+, Rhonki -/-, Wheezing-/-

Abdomen :

9

o Inspeksi: Supel, datar, tampak luka operasi tertutup kassa

rembes (-)

o Auskultasi: BU(+) normal,

o Palpasi: nyeri tekan (+)

o Perkusi: timpani

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

Perban pada area operasi bersih, colostomy bag terpasang terdapat

stoma

A :

Tumor rektum suspek ganas T4NxMx, post laparotomi reseksi H+3

Anemia

Leukositosis

Hipoalbuminemia

P : - Metronidazole 3x500mg

- Ceftriakson 2x1gr

- Ranitidin 2x1 ampul

- Transamin 3x100mg

- Diet cair 6x80cc: tanggal 11 bisa diberikan

- Acc pindah ruang rawat biasa

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Kanker rektum adalah penyakit dimana sel-sel kanker terbentuk pada

jaringan rektum. Kanker kolorektal biasanya terjadi pada usus besar dan/atau

rektum. Sembilan puluh delapan persen kanker kolon dan rektum merupakan

adenokarsinoma. Sekitar 20% kanker kolon terjadi di sekum, 20% di rektum, 10%

di rectosigmoid junction dan 25% terjadi di kolon sigmoid.1,2

II.2. Epidemiologi

Kanker kolorektal di Amerika menempati urutan ke tiga dari kanker yang

sering terjadi baik pada laki-laki dan perempuan. American Cancer Society (ACS)

memperkirakan terdapat 93.090 kanker kolon dengan kasus baru dan 39.610

kanker rektum dengan kasus baru yang akan bertambah pada tahun 2015.

Diperkirakan terdapat 23.200 kasus kanker rektum terjadi pada laki-laki dan

16.410 kasus pada wanita. ACS memperkirakan angka kematian akibat kanker

kolorektal adalah sekitar 49.700 kematian yang akan terjadi pada tahun 2015.1

Angka kejadian serta angka kematian baik kanker kolon dan rektum di

Amerika telah menurun selama beberapa dekade terakhir, dari 66,3/100.000

populasi pada tahun 1985 menjadi 45,5/100.000 populasi pada tahun 2006.1

Meskipun kejadian kanker kolorektal bervariasi disetiap negara,

diperkirakan terdapat 944.717 kasus yang diidentifikasi di seluruh dunia pada

tahun 2000. 1

II. 3. Faktor Risiko

Terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya kanker

kolorektal. Kejadian kanker kolorektal mulai meningkat setelah usia 35 tahun

serta meningkat dengan cepat setelah usia 50 tahun dan memuncak pada dekade

ketujuh. Lebih dari 90% kanker kolorektal terjadi setelah usia 50 tahun.1,2

Rendahnya konsumsi sayuran tinggi serat, tingginya konsumsi karbohidrat

dan lemak (dari daging) serta berkurangnya asupan mikronutrien protektif

11

(vitamin A, C dan E) diperkirakan menyumbang kontribusi yang besar terhadap

terjadinya kanker kolorektal. Penurunan kandungan serat menyebabkan

berkurangnya massa feses, peningkatan retensi feses dalam usus dan perubahan

flora bakteri di usus. Hal tersebut menyebabkan peningkatan produk sampingan

oksidatif penguraian karbohidrat oleh bakteri yang berpotensi toksik lebih tinggi

dalam feses dan tertahan berkontak lebih lama di dalam mukosa kolon.2,3,4

Asupan lemak yang tinggi meningkatkan sintesis kolesterol dan asam

empedu oleh hati yang akhirnya diubah menjadi karsinogen potensial oleh bakteri

usus. Makanan yang mengandung vitamin A, C dan E berfungsi sebagai

klirens/pembersih radikal bebas, sehingga kekurangan asupan mikronutrien ini

juga meningkatkan risiko terjadinya kanker kolorektal.2,3,4

Merokok juga merupakan faktor risiko yang mempengaruhi kanker

kolorektal melalui mekanisme angiogenik dan produksi amina aromatik polisiklik

karena asap tembakau. Sebuah studi oleh Phipps dkk menemukan bahwa rokok

juga terkait dengan peningkatan mortalitas setelah diagnosis kanker kolorektal,

terutama pada pasien dengan ketidakstabilan mikrosatelit yang tinggi. 1

Faktor genetik terhadap kejadian kanker kolorektal adalah ketika lebih dari

satu anggota keluarga terkena kanker kolorektal maka risiko relatifnya meningkat

4,25 kali. Risiko lebih tinggi dapat terjadi bila anggota keluarga keturunan

pertama terdiagnosis kanker kolorektal pada usia <45 tahun. 1

II.4. Anatomi dan Fisiologi

Rektum terletak di anterior tulang sakrum dan coccygeus yang panjangnya

kira-kira 15 cm. Rectosigmoid junction terletak pada bagian akhir mesocolon

sigmoid. Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya dibungkus oleh

peritoneum. Di setengah bagian bawah rektum keseluruhannya adalah

ektraperitoneral. Vaskularisasi rektum berasal dari cabang arteri mesenterika

inferior dan cabang dari arteri iliaka interna. Pembuluh limfe dari rektum

diatas garis anorektum berjalan seiring vena hemorriodalis superior dan berlanjut

ke kelenjar limfa mesenterika inferior dan aorta. Dinding rektum terdiri dari 5

lapisan, yaitu mukosa yang tersusun oleh epitel kolumner, mukosa muskularis,

submukosa, muscularis propria dan serosa.5,6,7

12

Rektum normalnya kosong dan ketika seseorang bangun tidur kemudian

makan pagi, hal tersebut menimbulkan motilitas kolon sehingga feses memasuki

rektum dan menstimulasi rasa ingin defekasi. Duduk/jongkok di wc membantu

mengecilkan sudut anorektal sehngga fese memasuki kanalis analis. Feses

dikeluarkan bila tidak ada hambatan secara volunter. Volume rata-rata fese setiap

harinya adalah 150 ml. pengeluaran fese dapat ditunda karena rektum dapat

memberikan tekanan secara pasif sampai 400 ml, mempertahankan kembali

tekanan rektal yang rendah dan feses bahkan dapat didorong kembali ke dalam

kolon sigmoid.

II.5. Patogenesis

Mukosa usus besar atau kolon dan rektum berdegenerasi kira-kira setiap 6

hari sekali. Sel kripta bermigrasi dari basal kripta ke permukaan dimana terjadi

diferensiasi sel serta pematangan sel.dan akhirnya kehilangan kemampuan untuk

bereplikasi. Terdapat 3 proses yang sudah diketahui dalam pembentukan

karsinoma kolorektal, antara lain Adenomatous Polyposis Coli (APC), Hereditary

Nonpolyposis Colorectal Cancer (HNPCC) dan displasia kolitis ulseratif.

Saat ini diperkirakan terdapat dua jalur pembentukan kanker kolorektal yang

keduanya melibatkan akumulasi bertahap mutasi. Jalur pertama disebut jalur

APC/ß-katenin ditandai dengan instabilitas kromosom menyebabkan akumulasi

bertahap mutasi pada serangkaian onkogen dan gen penekan tumor. Awalnya

terjadi proliferasi epitel kolon lokal yang diikuti pembentukan adenoma kecil

lama-kelamaan berkembang menjadi kanker invasif. Proses ini disebut sekuensi

adenoma-karsinoma diman terdapat proses genetik yang berperan didalamnya

yaitu hilangnya gen penekan tumor APC, mutasi gen K-RAS, delesi gen penekan

tumor 18q21 dan hilangnya gen pengendalian siklus sel TP53.

Jalur kedua ditandai dengan lesi genetik di DNA mismatch repair genes/gen

untuk memperbaiki ketidakcocokan DNA. Hilangnya gen tersebut menyebabkan

keadaan mutasi yang berlebihan pada DNA, yang disebut mikrosatelit, menjadi

tidak stabil selama replikasi DNA.3,4

13

II.6. Diagnosis

Kanker kolorektum biasanya tidak menimbulkan gejala selama bertahun

tahun. gejala timbul perlahan dan sering sudah terjadi sejak berbulan-bulan,

terkadang bertahun-tahun sebelum terdiagnosis. Kanker kolon kanan dan sekum

sering menyebabkan rasa lelah, lesu dan anemia defisiensi besi yang membawa

pasien berobat. Kanker di kolon kanan mungkin dapatmenyebabkan perdarahan

samar, perubahan kebiasaan buang air besar atau adanya rasa kram di kuadran kiri

bawah.3,4

Perdarahan merupakan gejala yang paling sering pada kanker kolorektal

terjadi pada sekitar 60% pasien. Perdarahan mungkin disertai adanya lendir,

namun harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Perubahan kebiasaan BAB

terjadi pada 43% pasien. Ketika perubahan BAB terjadi biasanya dalam bentuk

diare. Pasien mungkin mengalami hipokalemia. Beberapa pasien mengalami

perubahan pada ukuran feses yang lebih kecil dari biasanya. Tumor yang terletak

pada rektum bagian bawah dapat menyebabkan rasa tidak puas/lampias saat BAB

dan tenesmus.1 Perdarahan samar terdeteksi melalui pemeriksaan darah samar

feses pada 26% kasus. Nyeri abdomen terjadi pada 20% kasus. Obstruksi sebagian

pada usus besar dapat menyebabkan kolik abdomen dan kembung. Nyeri

punggung biasanya merupakan tanda adanya invasi atau kompresi tumor pada

tulang belakang. Gejala traktus urinarius dapat terjadi bila tumor sudah invasif

atau kompresi pada buli-buli atau prostat.1,3,4

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui lokasi dan ukuran dari

kanker rektum juga untuk mengetahui kemungkinan lesi metastasisnya termasuk

pembesaran kelenjar getah bening dan hepatomegali. Pemeriksaan colok dubur

(DRE) dilakukan untuk mengetahui lesi abnormal. Rata-rata jari pemeriksa dapat

mencapai kurang lebih 8 cm diatas linea dentata. Tumor rektum dapat dinilai

berdasarkan ukuran, ulserasinya dan pembesaran kelenjar getah bening

pararektum. Pemeriksaan colok dubur juga dapat menginformasikan fungsi

sfingter ani pasien yang penting untuk menentukan apakah pasien dapat dilakukan

prosuder sphincter-sparing rectal surgery. Rigid protoscopy dilakukan untuk

mengidentifikasi lokasi yang tepat dari tumor rektum dalam kaitannya dengan

mekanisme sfingter.1

14

Gambar 1. Pemeriksaan Digital Rectal Examination

Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan

adanya suatu penonjolan tepi, dapat berupa:

a. Pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram yaitu suatu

plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas tegas.

b. Tonjolan yang rapuh, lebih lunak, tetapi umumnya mempunyai beberapa

daerah indurasi dan ulserasi

c. Bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler menonjol dengan

suatu kubah yang dalam (paling sering)

d. Bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan bentuk cincin

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada tumor rektum adalah

pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan Carcinoma Embrionic Antigen (CEA)

dan pemeriksaan darah samar feses (Fecal Occult Blood Test/FOBT).

Pemeriksaan barium enema dilakukan dengan memasukkan cairan yang

mengandung barium melalui rektum kemudian dilakukan seri foto X-ray pada

traktus gastrointestinal bawah. Sigmoidoscopy dan colonoscopy dilakukan untuk

melihat bagian dalam rektum dan sigmoid dan untuk mengambil sampel

jaringan.6,7

Pada kanker kolorektal dibedakan berdasarkan stadiumnya menurut The

American Joint Committee on Cancer (AJCC).

1. Stadium 0 : kanker ditemukan pada bagian mukosa rektum saja (carcinoma in

situ)

15

2. Stadium I : kanker menembus mukosa sampai lapisan muskularis rektum

tetapi tidak menyebar kebagian terluar dinding rektum (Dukes A

rectal cancer)

3. Stadium II : kanker menyebar keluar rektum kejaringan terdekat, namun tidak

menyebar ke limfonodus (Dukes B rectal cancer)

4. Stadium III : kanker menyebar ke limfonodus terdekat, tetapi tidak menyebar

ke bagian tubuh lainnya (Dukes C rectal cancer)

5. Stadium IV : kanker menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru, atau

ovarium (Dukes D rectal cancer)

Gambar 2. Stadium Kanker Rektum

Klasifikasi TNM kanker kolorektal menurut The American Joint

Committee on Cancer (AJCC).2

T – Tumor primer

Tx : tidak dapat dinilai

T0 : tidak ada tumor primer

Tis : karsinoma in situ: invasi lamina propria atau intraepitelial

T1 : invasi tumor di lapisan submukosa

T2 : invasi tumor di lapisan otot propria

T3 : invasi tumor melewati otot propria ke jaringan perikolorektal

T4a : penetrasi tumor ke permukaan peritoneum viseral

T4b : invasi tumor secara langsung atau melekat pada organ/struktur lain

16

N – Kelenjar limfe regional

Nx : kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai

N0 : tidak didapatkan metastasis kelenjar limfe regional

N1 : metastasis di 1-3 kelenjar limfe regional (perikolik atau perirektal)

N1a : metastasis di 1 kelenjar limfe regional

N1b : metastasis di 2-3 kelenjar limfe regional

N1c : deposit tumor di lapisan subserosa, mesentrium atau jaringan

perikolik/perirektal tanpa peritoneum, tidak ada metastasis kelenjar limfe

regional

N2 : metastasis di 4 atau lebih kelenjar limfe regional (perikolik/perirektal)

N2a : metastasis di 4-6 kelenjar limfe regional

N2b : metastasis di 7 atau lebih kelenjar limfe regional

M – Metastasis jauh

M0 : tidak terdapat metastasis jauh

M1 : terdapat metastasis jauh

M1a : metastasis terbatas pada 1 organ/tempat (seperti hati, paru, ovarium,

KGB non regional)

M1b : metastasis pada lebih dari 1 organ/tempat atau peritoneum

II.7. Penatalaksanaan

II.7.1. Pembedahan

Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama

untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium

III. Tipe pembedahan yang dipakai antara lain:1,2,

1. Eksisi lokal: jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat

dihilangkan tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker

ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.

2. Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan

anastomosis. Juga dilakukan pengambilan limfonodi disekitar rektum lalu

diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.

17

Gambar 3. Reseksi dan anastomosis Gambar 4. Reseksi dan kolostomi

Pengangkatan kanker rektum biasanya dilakukan dengan reseksi

abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rektum, mesorektum dan

bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosedur ini merupakan pengobatan yang

efektif namun mengharuskan pembuatan kolostomi permanen. Rektum terbagi

atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker yang berada di lokasi 1/3

atas dan tengah (5 s/d 15 cm dari garis dentate) dapat dilakukan restorative

anterior resection. Jarak antara pinggir bawah tumor dan garis dentate merupakan

faktor yang sangat penting untuk menentukan jenis operasi.

Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan

sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limfe pararektum dan

retroperitoneal sampai kelenjar limf retroperitoneal. Kemudian melalui insisi

perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan rektum melalui

abdomen. Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui

laparotomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis

kolorektal atau koloanal rendah. Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan

pada karsinoma terbatas. Indikasi eksisi lokal kanker rektum antara lain tumor

bebas berada 8 cm dari garis dentate, T1 atau T2 yang dipastikan dengan

pemeriksaan ultrasound, termasuk well-diffrentiated atau moderately well

diffrentiated secara histologi dan ukuran kurang dari 3-4 cm. Kontraindikasi eksisi

lokal kanker rektum antara lain tumor tidak jelas, termasuk T3 yang dipastikan

dengan ultrasound dan termasuk poorly differentiated secara histologi.

18

II.7.2. Radiasi

Banyak kasus stadium II dan III lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran

tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain radioterapi adalah sebagai

sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah

diangkat dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika

digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah

pembedahan menunjukkan penurunan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar

46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiasi

telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak.

Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang

memiliki tumor lokal yang unresectable.6,7

II.7.3. Kemoterapi

Kemoterapi adjuvan dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya

menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol (stadium II lanjut

dan stadium III). Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil (5-FU)

dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas

bulan. Lima-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki

respon. Agen lainnya, levamisole (meningkatkan sistem imun, dapat

menjadi substitusi bagi leucovorin. Protokol ini menurunkan angka kekambuhan

kira – kira 15% dan menurunkan angka kematian kira – kira sebesar 10%.6,7

II.8. Prognosis

Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah

sebagai berikut:2

a. Stadium I – 70-95%

b. Stadium II – 54-65%

c. Stadium III – 39-60%

d. Stadium IV – 0-16%

Lima puluh persen dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat

berupa kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih

sering terjadi pada. Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun

19

pertama setelah operasi. Faktor–faktor yang mempengaruhi terbentuknya

rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan kemapuan

untuk memperoleh batas - batas negatif tumor.7

20

BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis kerja pada pasien ini adalah Tumor Rektum suspek Karsinoma

Rektum T4NxMx. Pada kasus ini, pasien laki-laki berusia 58 tahun dengan

keluhan nyeri perut kuadran kanan bawah.

Jenis kelamin laki-laki merupakan faktor risiko terjadinya tumor rektum.

Menurut American Cancer Society (ACS), diperkirakan terdapat 23.200 kasus

tumor rektum yang terjadi pada laki-laki di tahun 2015. Laki-laki berisiko lebih

tinggi terkena tumor rektum sekitar 20% lebih tinggi dibanding perempuan.5,6

Usia termasuk salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya tumor rektum. Pada kasus, usia pasien adalah 58 tahun

dimana insidensi puncak kanker rektum adalah pada usia 60-70 tahun dan <20%

pada usia <50tahun.5,6

Pada pasien ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Pada anamnesis, pasien memiliki keluhan nyeri pada perut

bagian kanan bawah dan menjalar hingga ke anus. Keluhan tersebut dirasakan

sejak 1 bulan yang lalu. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan

bahwa pada awal penyakit gejala tidak terlalu tampak atau dirasakan oleh

penderita.6,7

Enam bulan SMRS setiap BAB harus mengedan dan membutuhkan waktu

yang lama untuk mengeluarkan feses. Feses keluar sedikit-sedikit, konsistensinya

cair disertai darah berwarna merah kecoklatan yang bercampur dengan feses tanpa

disertai lendir. Pasien mengatakan saat BAB terasa nyeri dan sulit dikeluarkan

serta merasa tidak tuntas/lampias setelah BAB. Keluhan yang dialami pasien

sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan mula-mula gejala yang dirasakan

oleh pasien adalah perubahan pola defekasi.6,7

Pasien mengatakan lebih sering mengkonsumsi makanan berlemak dan

jarang mengkonsumsi makanan yang berserat. Penurunan kandungan serat

menyebabkan berkurangnya massa feses, peningkatan retensi feses dalam usus

dan perubahan flora bakteri di usus. Hal tersebut menyebabkan peningkatan

produk sampingan oksidatif penguraian karbohidrat oleh bakteri yang berpotensi

21

toksik lebih tinggi dalam feses dan tertahan berkontak lebih lama di dalam

mukosa kolon. Asupan lemak yang tinggi meningkatkan sintesis kolesterol dan

asam empedu oleh hati yang akhirnya diubah menjadi karsinogen potensial oleh

bakteri usus. Makanan yang mengandung vitamin A, C dan E berfungsi sebagai

klirens/pembersih radikal bebas, sehingga kekurangan asupan mikronutrien ini

juga meningkatkan risiko terjadinya kanker kolorektal.2,3,4

Pasien memiliki kebiasaan merokok yang dimulai sejak umur 25 tahun dan

berhenti sejak umur 50 tahun. Rokok mempengaruhi kanker kolorektal melalui

mekanisme angiogenik dan produksi amina aromatik polisiklik karena asap

tembakau. Sebuah studi oleh Phipps dkk menemukan bahwa rokok juga terkait

dengan peningkatan mortalitas setelah diagnosis kanker kolorektal, terutama pada

pasien dengan ketidakstabilan mikrosatelit yang tinggi. 1

Pemeriksaan fisik di abdomen, pada inspeksi ditemukan abdomen datar.

Pada palpasi abdomen terdapat nyeri tekan kuadran kanan bawah. Auskultasi

abdomen terdapat bising usus positif normal. Pemeriksaan perkusi didapatkan

suara timpani. Pada pemeriksaan anal-perianal tidak ditemukan adanya massa

yang keluar dari rektum. Pemeriksaan colok dubur/DRE didapatkan hasil tonus

sfingter ani baik, ampula tidak kolaps, mukosa rektum licin dan terdapat massa 7

cm dari ano cutan line sirkuler, permukaan massa berbenjol-benjol. Pada sarung

tangan terdapat darah dan tidak terdapat feses. Pemeriksaan colok dubur sangat

penting dilakukan untuk dapat menilai tonus sfingter ani, ampula rekti, mukosa

rektum, lokasi tumor, permukaan tumor, mobilitas tumor dan nyeri tekan atau

tidak.

Terapi yang dianjurkan pada pasien adalah pengobatan operatif laparotomi

reseksi dilihat dari klasifikasi TNM. Indikasi operasi pada pasien sudah ada

setelah diagnosis ditegakkan.

22