Presus 5 Dalam Koleltiasis

49
PRESENTASI KASUS Kolelitiasis Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Stase Interna Rumah Sakit Daerah Wonosobo Diajukan Kepada Yth dr. Widhi P.S, Sp.PD Disusun Oleh Sitta Grewo Liandar 20100310017 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA STASE INTERNA BADAN RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO

description

interna

Transcript of Presus 5 Dalam Koleltiasis

PRESENTASI KASUSKolelitiasisDisusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Stase InternaRumah Sakit Daerah Wonosobo

Diajukan Kepada Ythdr. Widhi P.S, Sp.PD

Disusun OlehSitta Grewo Liandar20100310017FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTASTASE INTERNABADAN RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO2015HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUSKolelitiasis

Telah Dipresentasikan Oleh :SITTA GREWO LIANDAR20100310017

Telah Disetujui Oleh :

dr. Widhi P.S, Sp.PD

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN2BAB I4STATUS PASIEN4A.Identitas Pasien4B.Anamnesis4C.Pemeriksaan Fisik5D.Pemerikasaan Penunjang6E.Diagnosis Kerja7BAB II8TINJAUAN PUSTAKA8A.ANATOMI8Vesica Fellea8B.CHOLELITHIASIS14BAB III33DAFTAR PUSTAKA34

BAB ISTATUS PASIEN

A. Identitas PasienNama: Ny MUsia: 69 thJenis Kelamin: PerempuanAlamat: KalibawangTanggal Masuk RS: 28 April 2015

B. Anamnesis1. Keluhan Utama: nyeri perut2. Riwayat Penyakit Sekarang: Mulai1 minggu yang lalu pasien mengeluh nyeri ulu hati dirasakan tiba-tiba seperti ditekan, menjalar ke perut kanan atas dan pinggang belakang. Nyeri tidak dipengaruhi oleh posisi duduk dan tidur. Nyeri juga tidak memberat dengan batuk maupun menarik napas. Nyeri juga tidak dipengaruhi oleh makanan yang akan dimakan ataupun sesudah makan. Lamanya nyeri pasien tidak dapat memperkirakan. Pasien juga mengeluhkan demam, nafsu makan menurun,ada mualtetapi tidak sampai muntah. Kemudian pasien berobat ke dokter umum dan diberikan obat maag dan obat anti nyeri. Nyeri dirasakan berkurang sedikit, namun keluhan timbul kembali. Nyeri ulu hati dirasakan pasien semakin memberat dan ditmabah keluhan sesak sehingga pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Perut terasa kembung, namun tidak ada demam, mual, dan muntah. BAK normal berwarna kuning jernih dan BAB normal berwarna kuning, tidak mencret, tidak pernah hitam.

3. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien sebelumnya tidak pernah mondok, tetapi tensi pasien biasa tinggi dan pasien tidak kontrol.4. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada keluarga pasien yang mempunyai keluhan serupa dengan pasien. Ibu pasien memiliki riwayat penyakit DM dan HT. Riwayat penyakit jantung, sakit kuning, riwayat penyakit batu, riwayat batuk lama atau muntah darah, riwayat asma dan alergi dalam keluarga disangkal oleh pasien.5. Riwayat Personal Sosial :Riwayat minum minuman beralkohol, mengkonsumsi jamu, merokok, menggunakan narkoba disangkal oleh pasien6. Anamnesis Sistema. Sistem Cerebrospinal: Compos mentis, pusing, demam b. Sistem Cardiovaskuler: tidak ada keluhan, c. Sistem Respirasi: kadang sesak d. Sistem Gastrointestinal: mual, nyeri di daerah epigastriume. Sistem Urogenital: BAK lancarf. Sistem Integumentum: tidak ada sianosis, turgor kulit baik, tampak ikterikg. Sistem Muskuloskeletal:Gerak dan kekuatan seluruh ektrermitas baik, namun terbatas karena masalah usia

C. Pemeriksaan Fisik1. Keadaan Umum: Tampak Lemas2. Kesadaran: Compos Mentis3. Tanda Vitala. Suhu: 37.8Cb. Nadi:88 kpmc. Pernapasan: 24 kpmd. Tekanan Darah: 150/90 mmHg4. Status Generalisa. Kepala1) Bentuk: Normocephal2) Mata: palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis pada kedua mata, tampak sklera ikterik, terdapat reflek cahaya pada kedua mata dan pupil isokor, mata tampak membesar/ exoftalmus +3) Hidung: bentuk normal, tidak ada sekret, tidak ada epistaksis4) Telinga: Bentuk normal, simetris kanan dan kiri, discharge tidak ada, serumen minimal5) Mulut: Tidak ada bibir sianosis,tampak bibir kering, tida terdapat gusi berdarah, mukosa mulut kering, pembesaran tonsil tidak adab. Leher: Tidak ada peningkatan JVP, tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran kelenjar tiroidc. Thorax dan Pulmo:1) Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada retraksi2) Palpasi: vokal fremitus sama kanan dan kiri3) Perkusi: suara sonor pada lapang paru4) Auskultasi: suara nafas vesikuler, tidak ada suara tambahand. Cor1) Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak2) Palpasi: Ictus cordis teraba di SIC 4 linea midklavikula sinistra3) Auskultasi: Bunyi jantung 1 dan 2 murni, tidak terdapat bising

e. Abdomen1) Inspeksi: supel, tampak memesar2) Auskultasi: Bising usus normal3) Palpasi: Nyeri tekan daerah epigastrium, dan terba hepar dengan tepi tumpul dan permukaan tidak rata, massa +, undulasi +, Murphy Sign (+)4) Perkusi: Timpani, terdapat shifting dullness +, ascites+f. Ekstremitas: akral hangat,tidak terdapat edema pada kedua tungkai, CRT < 2 detik

D. Pemerikasaan PenunjangDarah RutinHemoglobin: 11.3 g/dl (11.7- 15.5)Leukosit: 20 . 103 / L ( 3.8- 10.6) Eosinofil: 0.00 %( 2-4) Basofil: 0.00Netrofil: 86.40 %(50-70)Limfosit: 3.9 %( 25-40)Monosit : 9.7 %(2-8)Hematokrit : 34(40-52)Eritrosit: 4.3. 106/ L(4.4-5.9)Trombosit: 157. 103 / L( 150-400)MCV: 80fL( 80-100)MCH: 27 pg( 26-34)MCHC: 33 g/dl( 32-36)Golongan darah: AKimia KlinikGDS: 107 mg/ dl( 70-150)Ureum : 55.1/ L( 2cm Pasien dengan kandung empedu yang kalsifikasi yang resikko tinggi keganasan Pasien dengan cedera medula spinalis yang berefek ke perut. (Heuman, 2011).

Disolusi batu empeduAgen disolusi yang digunakan ialah asam ursodioksikolat. Pada manusia, penggunaan jangka panjang dari agen ini akan mengurangi saturasi kolesterol pada empedu yaitu dengan mengurangi sekresi kolesterol dan efek deterjen dari asam empedu pada kandung empedu. Desaturasi dari empedu mencegah kristalisasi. Dosis lazim yang digunakan ialah 8-10 mg/kgBB terbagi dalam 2-3 dosis harian akan mempercepat disolusi. Intervensi ini membutuhkan waktu 6-18 bulan dan berhasil bila batu yang terdapat ialah kecil dan murni batu kolesterol. (Klingensmith, Chen, 2008).

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat.(Klingensmith, Chen, 2008).

III.7.2 OperatifOpen kolesistektomi Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma duktus empedu, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %. (Doherty, 2010).

Kolesistektomi laparoskopik Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi pembedahan batu kandung empedu adalah bila simptomatik, adanya keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat. Indikasi lain adalah yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih kecil. Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga. (Hunter, 2007).Beberapa pasien dapat mengalami gejala sindrom pasca kolesistektomi seperti dispepsia, diare yang kemungkinan disebabkan oleh sekresi berlebihan dari garam empedu, nyeri bilier yang disebabkan oleh spasme sfingter oddi. (Engram, 2009).III.7.3 DietikPrinsip perawatan dietetik pada penderita batu kandung empedu adalah memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh. Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan. (Lesmana, 2009).Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan sangat membantu.Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu : Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna. Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi. Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak. Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi. (Lesmana, 2009).

III.7.4 Penatalaksanaan pada Cholecystitis, Cholecystolithiasis, Choledocholithiasis, dan CholangitisIII.7.4.1 CholecystitisCholecystitis adalah peradangan kandung empedu. Penatalaksanaan cholecystitis bergantung pada beratnya kondisi dan ada atau tidaknya komplikasi. Kasus yang tidak berat sering kali tidak memerlukan tindakan operasi, namun pada kasus yang berat memerlukan pendekatan pembedahan. Pada pasien yang kondisinya tidak stabil, percutaneous transhepatic cholecystostomy drainage sangat sesuai. Antibiotik dapat diberikan untuk mengatasi infeksi. Terapi definitif melibatkan cholecystectomy atau penempatan perangkat drainase; oleh karena itu diperlukan konsultasi dengan ahli bedah. Konsultasi dengan ahli gastroenterologi untuk mempertimbangkan terapi ERCP yang sesuai jika ditemukan juga choledocholithiasis.Pasien yang menderita cholecystitis tidak diperkenankan menerima pengobatan dan diet apapun melalui oral. Tetapi pada cholecystitis yang tidak berat, cairan dan diet rendah lemak dapat diberikan sampai tiba waktu untuk dilakukannya operasi. (Bloom, 2011).

Terapi Initial dan AntibiotikPada cholecystitis akut terapi initial termasuk penggunaan kateter, rehidrasi melalui intravena, koreksi elektrolit, analgesik, dan pemberian antibiotik melalui intravena. Untuk kasus yang sedang, terapi antibiotik dosis tunggal spectrum luas cukup adekuat. Beberapa pendapat lain pemberiannya juga dapat diikuti dengan: The Sanford Guide merekomendasikan penggunaan piperacillin/tazobactam (3.375 g IV setiap 6 jam atau 4.5 g IV setiap 8 jam), ampicillin/sulbactam (3 g IV setiap 6 jam), atau meropenem (1 g IV setiap 8 jam). Untuk kasus yang berat, the Sanford Guide merekomendasikan imipenem/cilastatin (500 mg IV setiap 6 jam). Regimen alternatif menggunakan cephalosporin generasi ketiga ditambah metronidazole (1 g IV loading dosis diikuti 500 mg IV setiap 6 jam). Bakteri yang sering pada cholecystitis yaitu Escherichia coli, Bacteroides fragilis, Klebsiella, Enterococcus, dan Pseudomonas sp. Gejala muntah dapat diatasi dengan pemberian antiemetic dan nasogastric suction Oleh karena proses yang cepat pada akut acalculous cholecystitis menjadi ganggren dan perforasi, pengenalan dan intervensi dini sangat diperlukan. Pengobatan secara suportif harus diberikan termasuk restorasi dari stabilitas hemodinamik dan antibiotik untuk gram negatif flora enteric dan anaerob jika terdapat kecurigaan adanya infeksi pada saluran empedu. Stimulasi untuk kontraksi kandung empedu dapat digunakan kolesistokinin secara intravena. (Bloom, 2011).KonservatifPengobatan rawat jalan sesuai untuk pasien dengan kasus cholecystitis yang tidak berat. Pengobatan dengan antibiotik, analgetik, dan terapi definitif dengan pengawasan. Medikasi yang dapat diberikan yaitu: Antibiotik profilaksis dengan levofloxacin (500 mg peroral setiap hari) dan metronidazole (500 mg peroral dua kali sehari). Antiemetik, seperti oral/rectal promethazine atau prochlorperazine, untuk kontrol rasa mual and untuk mencegah kekurangan cairan dan elektrolit. Analgetik, seperti oral oxycodone/acetaminophen. (Bloom, 2011).III.7.4.2 CholecystolithiasisCholecystolithiasis adalah batu pada duktus sistikus.Pengangkatan batu pada duktus sistikus dilakukan dengan menggunakan single-incision laparoscopic surgery (SILS) untuk kolesistektomi melalui insisi trans-umbilical, dengan menarik duktus sistikus keluar sepanjang vena cavernous, kemudian mengamankan duktus sistikus dari Calots triangle dan melakukan ligasi arteri sistikus. (Shirasu, 2013).III.7.4.3 CholedocolithiasisCholedocolithiasis adalah batu saluran empedu terletak pada duktus koledokus.Operatif dan Non OperatifModalitas yang dapat digunakan dalam terapi non-surgical adalah ERCP dan prosedurnya bernama sphincterotomy, dimana operasinya adalah untuk memotong otot pada duktus komunis agar batu dapat dialirkan atau dapat dilakukan pengangkatan batu (Vorvick, 2011), percutaneous extraction, dan ESWL (Extracorporeal Shock Wave Litotripsy). Sedangkan terapi surgical adalah open choledochotomy, transcystic exploration, drainage procedures, cholecystectomy. (Dandan, 2007).

Medikamentosa1. Antibiotiksebagai profilaksis ataupun terapi bila terbukti terdapat infeksi2. Agen H-2 antagonist, sukralfat, dan proton pump inhibitorprofilaksis terhadap stress ulcer. (Dandan, 2007).III.7.4.4 CholangitisKolangitis akut merupakan superimposa infeksi bakteri yang terjadi pada obstruksi saluran bilier, terutama yang ditimbulkan oleh batu empedu, namun dapat pula ditimbulkan oleh neoplasma ataupun striktur.Tindakan utama adalah melancarkan aliran bilier untuk mengatasi infeksi serta untuk memperbaiki fungsi hati, dan pemberian antibiotika yang adekuat. Operatif dan Non OperatifMelancarkan aliran bilier bisa dilakukan secara operatif atau non operatif yakni per endoskopi atau perkutan bilamana memiliki fasilitas tersebut. Ekstraksi batu dengan endoskopi sesudah dilakukan sphincterotomy dilakukan langsung sesudah dilakukan kolangiografi. Bilamana usaha pengeluaran batu empedu gagal, mutlak pula dipasang pipa nasobilier untuk sementara sambil menunggu tindakan yang definitif. (Nurman, 1999).AntibiotikaPemilihan antibiotika, mikroorganisme yang paling sering sebagai penyebab adalah E. Coli dan Klebsiella, diikuti oleh Streptococcus faecalis. Pseudomonas aeroginosa lebih jarang ditemukan kecuali pada infeksi iatrogenik, walaupun demikian antibiotika yang dipilih perlu yang dapat mencakup kuman ini. Walaupun kuman anaerob lebih jarang, kemungkinan bahwa kuman ini bertindak sinergis dengan kuman aerob menyebabkan bahwa pada pasien yang sakitnya sangat berat, perlu diikutsertakan antibiotika yang efektif terhadapnya. Tidak ada antibiotika tunggal yang mampu mencakup semua mikroorganisme, walaupun beberapa antibiotika seperti sefalosporin dan kuinolon memiliki spectrum luas. Kombinasi aminoglikosida dan ampisilin pada waktu yang lalu telah direkomendasikan karena dapat mencakup kuman tersebut di atas selain harganya tidak mahal. Kerugian kombinasi adalah bahwa aminoglikosida bersifat nefrotoksik. Generasi ketiga sefalosporin telah dipakai dengan berhasil pada kolangitis akut karena dieksresikan melalui empedu. Terapi tunggal dengan cefoperazon telah terbukti lebih baik daripada kombinasi ampisilin dan tobramisin, juga septasidin. Golongan karbapenem yang baru yakni imipenem yang memiliki spektrum luas juga berpotensi baik. Obat ini diberikan bersama dengan silastatin. Siprofloksasin dari golongan kuinolon telah digunakan pada sepsis bilier dan memiliki spectrum yang luas; obat ini diekskresi melalui ginjal dan juga penetrasi ke empedu. Bilamana dikombinasi dengan metronidasol untuk mencakup flora anaerob, akan sangat efektif. Untuk pencegahan secara oral terhadap kolangitis rekuren dapat dipilih terapi tunggal dengan ampisilin, trimetoprin atau sefalosporin oral seperti sefaleksin. (Nurman, 1999).

III.8. KOMPLIKASIa. Kolesistitis AkutKolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. (Lesmana, 2009). Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang terjebak dalam kantong Hartmann. Komplikasi ini terdapat pada lima persen penderita kolesistitis. Kolesistitis akut tanpa batu empedu disebut kolesistitis akalkulosa, dapat ditemukan pasca bedah.Pada kolesistitis akut, faktor trauma mukosa kandung empedu oleh batu dapat menyebabkan pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin di dalam empedu menjadi lisolesitin, yaitu senyawa toksik yang memperberat proses peradangan. Pada awal penyakit, peran bakteria agaknya kecil saja meskipun kemudian dapat terjadi supurasi (nanah/pernanahan). Komplikasi kolesistitis akut adalah empiema, gangrene, dan perforasi.Perjalanan kolesistitis akut bergantung pada apakah obstruksi dapat hilang sendiri atau tidak, derajat infeksi sekunder, usia penderita, dan penyakit lain yang memperberat keadaan, seperti diabetes mellitus.Perubahan patologik di dalam kandung empedu mengikuti pola yang khas. Proses awal berupa udem subserosa, lalu perdarahan mukosa dan bercak-bercak nekrosis dan akhirnya fibrosis. Gangren dan perforasi dapat terjadi pada hari ketiga setelah serangan penyakit, tetapi kebanyakan pada minggu kedua. Pada penderita yang mengalami resolusi spontan, tanda radang akut baru menghilang setelah empat minggu, tetapi sampai berbulan-bulan kemudian sisa peradangan dan nanah masih tetap ada. Hampir 90% kandung empedu yang diangkat dengan kolesistektomi menunjukan jaringan parut lama, yang berarti pada masa lalu pernah menderita kolesistitis, tetapi umumnya penderita menyangkal tidak pernah merasa ada keluhan. (Sjamsuhidajat, 2011).

b. Kolesistitis KronikKolesistitis kronik adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat. Kolesistitis kronik merupakan kelainan kandung empedu yang paling umum ditemukan. Penyebabnya hampir selalu batu empedu. Penentu penting untuk membuat diagnosa adalah kolik bilier, dispepsia, dan ditemukannya batu empedu pada pemeriksaan ultrasonografi atau kolesistografi oral. Keluhan dispepsia dicetuskan oleh makanan berat seperti gorengan, yang mengandung banyak lemak, tetapi dapat juga timbul setelah makan bermacam jenis kol. Kolik bilier yang khas dapat juga dicetuskan oleh makanan berlemak dan khas kolik bilier dirasakan di perut kanan atas.

c. Kolangitis AkutKolangitis akut adalah infeksi bakterial yang akut dari saluran empedu yang tersumbat baik secara parsial atau total; sumbatan dapat disebabkan oleh penyebab dari dalam lumen saluran empedu misalnya batu koledokus, askaris yang memasuki duktus koledokus atau dari luar lumen misalnya karsinoma caput pankreas yang menekan duktus koledokus, atau dari dinding saluran empedu misalnya kolangio-karsinoma atau striktur saluran empedu.Kolangitis akut dapat terjadi pada pasien dengan batu saluran empedu karena adanya obstruksi dan invasi bakteri empedu. Gambaran klinis kolangitis akut yang klasik adalah trias charcot yang meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas, ikterus dan demam yang didapatkan pada 50% kasus. Kolangitis akut supuratif adalah trias charcot yang disertai hipotensi, oliguria, dan gangguan kesadaran.Spektrum dari kolangitis akut mulai dari yang ringan, yang akan membaik sendiri, sampai dengan keadaan yang membahayakan jiwa di mana dibutuhkan drainase darurat. Penatalaksanaan kolangitis akut ditujukan untuk: a) Memperbaiki keadaan umum pasien dengan pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi gangguan elektrolit, b) Terapi antibiotic parenteral, dan c) Drainase empedu yang tersumbat. Beberapa studi acak tersamar memperlihatkan keunggulan drainase endoskopik dengan angka kematian yang jauh lebih rendah dan bersihan saluran empedu yang lebih baik dibandingkan operasi terbuka. Studi dengan control memperkuat kesimpulan bahwa angka kematian dengan ERCP hanya sepertiga dibandingkan dengan operasi terbuka pada pasien dengan kolangitis yang berat. Oleh karenanya, ERCP merupakan terapi pilihan pertama untuk dekompresi bilier mendesak pada kolangitis akut yang tidak respon terhadap terapi konservatif. (Lesmana, 2009).

d. Pankreatitis bilier akut atau pankreatitis batu empeduPankreatitis adalah reaksi peradangan pancreas. Pankreatitis bilier akut atau pancreatitis batu empedu baru akan terjadi bila ada obtruksi transien atau persisten di papilla Vater oleh sebuah batu. Batu empedu yang terjepit dapat menyebabkan sepsis bilier atau menambah beratnya pankreatitis.Sejumlah studi memperlihatkan pasien dengan pankreatitis bilier akut yang ringan menyalurkan batunya secara spontan dari saluran empedu ke dalam duodenum pada lebih dari 80% dan sebagian besar pasien akan sembuh hanya dengan terapi suportif kolangiografi. Sesudah sembuh pada pasien ini didapatkan insidensi yang rendah kejadian batu saluran empedu sehingga tidak dibenarkan untuk dilakukan ERCP rutin.Sebaliknya, sejumlah studi menunjukan bahwa pasien dengan pancreatitis bilier akut yang berat akan mempunyai resiko yang tinggi untuk mempunyai batu saluran empedu yang tertinggal bila kolangiografi dilakukan pada tahap dini sesudah serangan. Beberapa studi terbuka tanpa kontrol memperlihatkan sfingterektomi endoskopik pada keadan ini tampaknya aman dan disertai penurunan angka kesakitan dan kematian. (Lesmana, 2009).

III.9 PROGNOSISPrognosis nya adalahtergantung dari besar atau kecilnya ukuran batu empedu, karena akan menentukan penatalaksanaannya, serta ada atau tidak dan berat atau ringannya komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan biasanya baik.

BAB IIIPEMBAHASAN

Seorang wanita berusia 69 tahun mulai1 minggu yang lalu pasien mengeluh nyeri ulu hati dirasakan tiba-tiba seperti ditekan, menjalar ke perut kanan atas dan pinggang belakang. Nyeri tidak dipengaruhi oleh posisi duduk dan tidur. Nyeri juga tidak memberat dengan batuk maupun menarik napas. Selain itu dari hasil laboratorium :Kimia KlinikGDS: 107 mg/ dl( 70-150)Ureum : 55.1/ L(