Preskas Induksi Persalinan

download Preskas Induksi Persalinan

of 17

description

induksi

Transcript of Preskas Induksi Persalinan

I. IDENTITAS PASIENNama: Ny. RUmur : 35 tahunPekerjaan: GuruPendidikan: -Agama: IslamAlamat: Jl. Kalimantan 1 no.22 RT/RW 06/06Tanggal masuk: 8 Juni 2015Tanggal pemeriksaan: 9 Juni 2015

II. ANAMNESISAnamnesis dilakukan secara: AutoanamnesaKeluhan Utama: Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan mulas mulas.

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan mulas mulas sejak pagi tanggal 7 Juni 2015. Pasien juga mengeluhkan adanya lendir bercampur sedikit darah yang keluar sejak pagi tanggal 7 Juni 2015. Pasien mengaku langsung dibawa ke ruang VK RSUD Pasar Rebo setelah melalui IGD, pagi tanggal 8 Juni 2015. Pada siang harinya pasien mengeluhkan terasa keluar air air berwana bening dan tidak berbau dari kemaluan pasien. Pasien mengaku dikarenakan pembukaan masih 2 cm, pasien dilakukan induksi. Namun setelah diberikan induksi, pembukaan tidak kunjung bertambah. Akhirnya siang hari tanggal 9 Juni 2015, dinyatakan pasien harus dilakukan sectio caesarean.

IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Riwayat Hipertensi (-) Riwayat Diabetes Melitus (-) Riwayat Asma (-) Riwayat alergi obat (-)

V. RIWAYAT OBSTETRIParitas: G2P0A1HPHT: 7 September 2014HPL: 14 Juni 2015Usia Kehamilan: 38 Minggu

VI. RIWAYAT PERSALINANNOJenisKelaminUsia KehamilanJenis PersalinanPenolongUsia AnakBB lahir

1Hamil ini

VII. RIWAYAT MENSTRUASIa. Haid pertama: Lupab. Siklus haid: Teraturc. Lama haid: 5 hari

VIII. RIWAYAT KONTRASEPSI-

IX. STATUS GENERALISKeadaan UmumKesadaranTekanan DarahFNRRSuhu

BaikCompos Mentis125/85 mmHg70x/menit20x/menit34,5 o C

X. PEMERIKSAAN FISIK1. Kepala: Normocephal2. Mata: Conjunctiva anemis -/- . Sklera ikterik -/-3. Leher: Trakea berada di tengah, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening4. Payudara: - Tampak besar dan menengang Papilla mamae lebih menonjol Hiperpigmentasi areola mamae Tuberkel montgomerry tampak terlihat jelas5. Thorax: a. Paru-paru: - Inspeksi: Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada dalamkeadaan statis dan dinamis simetris. Palpasi: Fremitus taktil dan vocal kanan dan kiri simetris, tidakteraba masa. Perkusi: Sonor di seluruh lapang paru. Auskultasi: Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-b. Jantung: - Inspeksi: Iktus cordis tidak terlihat. Palpasi: Iktus cordis teraba. Perkusi: Batas jantung dalam batas normal. Auskultasi: BJ I/II normal, murmur (-), gallop (-)6. Abdomen: - Buncit, Terdapat linea nigra Striae gravidarum (+) Bising usus (+) Tinggi fundus uteri 32 cm Kontraksi baik7. Genitalia: Tidak tampak adanya kelainan8. Extremitas: - Akral hangat ++/++ Edema --/--

XI. STATUS OBSTETRIKTFU: 32 cmDJJ: 142x/menitTBJ: 3255 x/menitPresentasi: Kepala His: -

XII. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium: 8 Juni 2015HematologiHasilNilai RujukanSatuan

Hemoglobin12,111.7 - 15.5g/dL

Hematokrit3532 47%

Leukosit11,533.6 11103/L

Eritrosit4,13.8 - 5.2juta/L

Trombosit156150 440ribu/L

Hitung Jenis

Basofil00-1%

Eosinofil11-3%

Netrofil batang03-5%

Netrofil segmen8050-70%

Limfosit1225-40%

Monosit52-8%

LUC26, biasanya induksi cukup dilakukan dengan oksitosin. Jika skor 38C. Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterine. Yang ditakutkan jika terjadi KPD adalah terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Untuk itu jika kehamilan sudah memasuki aterm maka perlu dilakukan induksi.3. Kematian janin dalam rahim4. Restriksi pertumbuhan intrauteri.Bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan berisiko/membahayakan hidup janin/kematian janin.5. Isoimunisasi dan penyakit congenital janin yang mayorKelainan congenital mayor merupakan kelainan yang memberikan dampak besar pada bidang medis, operatif, dan kosmetik serta yang mempunyai risiko kesakitan dan kematian tinggi, misalnya anensefalus, hidrosefalus, hidronefrosis, hidrops fetalis.D. Kontraindikasi induksi persalinanKontraindikasi dari induksi persalinan ada yang absolute dan yang relatifKontraindikasi absolut adalah:21. Disproposi sefalopelvik absolut2. Gawat janin3. Plasenta previa totalos4. Vasa previa5. Presentasi abnormal6. Riwayat seksio sesaria klasik sebelumnya7. Presentasi bokongKontraindikasi yang sifatnya relatif adalah:71. Perdarahan antepartum2. Riwayat seksio sesaria sebelumnya(SSTP)3. Malposisi dan malpresentasiApabila kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan. Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor bishop. Jika skor Bishop kurang atau sama dengan 3 maka angka kegagalan induksi mencapai lebih dari 20% dan berakhir pada seksio sesaria. Bila nilai lebih dari 8 induksi persalinan kemungkinan akan berhasil. Angka yang tinggi menunjukkan kematangan serviks.7

E. Metode Induksi Persalinan1. Induksi persalinan adalah suatu usaha mempercepat persalinan dengan tindakan rangsang kehamilan aterm2. Ukuran panggul normal3. Tak ada CPD4. Janin dalam presentasi belakang kepala5. Serviks telah matang. Induksi persalinan dapat bersifat mekanis, atau secara kimiawi (medikamentosa).1. Secara MedisA. Infus OksitosinOksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi di hipotalamus dan diangkut lewat aliran aksoplasmik ke hipofisis posterior yang jika mendapatkan stimulasi yang tepat hormon ini akan dilepas ke dalam darah. Impuls neural yang terbentuk dari perangsangan papilla mammae merupakan stimulus primer bagi pelepasan oksitosin sedangkan distensi vagina dan uterus merupakan stimulus sekunder. Estrogen akan merangsang produksi oksitosin sedangkan progesterone sebaliknya akan menghambat produksi oksitosin. Selain di hipotalamus, oksitosin juga disintesis di kelenjar gonad, plasenta dan uterus mulai sejak kehamilan 32 minggu dan seterusnya. Konsentrasi oksitosin dan juga aktivitas uterus akan meningkat pada malam hari.2,8Mekanisme kerja dari oksitosin belum diketahui pasti, hormon ini akan menyebabkan kontraksi otot polos uterus sehingga digunakan dalam dosis farmakologik untuk menginduksi persalinan. Sebelum bayi lahir pada proses persalinan yang timbul spontan ternyata rahim sangat peka terhadap oksitosin. Di dalam uterus terdapat resptor oksitosin 100 kali lebih banyak pada kehamilan aterm dibandingkan dengan kehamilan awal. Jumlah estrogen yang meningkat pada kehamilan aterm dapat memperbesar jumlah reseptor oksitosin.2,8Begitu proses persalinan dimulai serviks akan berdilatasi sehingga memulai reflex neural yang menstimulasi pelepasan oksitosin dan kontraksi uterus selanjutnya. Faktor mekanin seperti jumlah reganagan atau gaya yang terjadi pada otot, mungkin merupakan hal penting.2,8Secara in vivo, oksitosin diproduksi pada nucleus paraventrikuler hipotalamus dan disalurkan ke hipofisis posterior. Meskipun regimen dari oksitosin bermacam-macam, diperlukan dosis yang adekuat untuk menghasilkan efek pada uterus. Dosisnya antara 4 sampai 16 miliunit permenit. Dosis untuk tiap orang berbeda-beda, namun biasanya dimulai dengan dosis rendah sambil melihat kontraksi uterus dan kemajuan persalinan.2,8Syarat-syarat pemberian infus oksitosin:Agar infus oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak memberikan penyulit baik pada ibu maupun janin, maka diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:26. (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka)Teknik infus oksitosin berencana:31. Semalam sebelum drip oksitosin, hendaknya penderita sudah tidur pulas2. Pagi harinya penderita diberi pencahar3. Infus oksitosin hendaknya dilakukan pagi hari dengan observasi yang baik4. Disiapkan cairan RL 500 cc yang diisi dengan sintosinon 5 IU5. Cairan yang sudah mengandung 5 IU sintosinon dialirkan secara intravena melalui aliran infus dengan jarum abocath no 18G6. Jarum abocath dipasang pada vena di bagian volar bawah7. Tetesan dimulai dengan 6 IU (1 mU = 2 tetes) permenit dinaikkan 4 mU setiap 30 menit. Tetesan maksimal diperbolehkan sampai kadar oksitosis 30-40 mU. Bila sudah mencapai kadar ini kontraksi rahim tidak muncul juga, maka berapapun kadar oksitosin yang diberikan tidak akan menimbulkan kekuatan kontraksi. Sebaiknya infus oksitosin dihentikan.8. Penderita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk kemungkinan timbulnya tetania uteri, tanda-tanda rupture uteri membakat, maupun tanda-tanda gawat janin.9. Bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat maka kadar tetesan oksitosin dipertahankan. Sebaiknya bila terjadi kontraksi rahim yang sangat kuat, jumlah tetesan dapat dikurangi atau semata dihentikan.10. Infus oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selesai yaitu sampai 1 jam sesudah lahirnya plasenta.

B. ProstaglandinPemberian prostaglandin dapat merangsang otot-otot polos termasuk juga otot-otot rahim. Prostaglandin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha. Pemakaian prostaglandin sebagai induksi persalinan dapat dalam bentuk infus intravena (Nalador) dan pervaginam (prostaglandin vagina suppositoria).8Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostaglandin cukup efektif untuk memperpendek proses persalinan, menurunkan angka seksio sesaria dan menurunkan angka apgar skor yang kurang dari 4. Selain melunakkan serviks, prostaglandin juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan curah jantung 30%. Juga merelaksasi otot polos gastrointestinal dan bronchial.8C. Cairan hipertonik intra uteriPemberian cairan hipertonik intramnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan garam hipertonik 20, urea dan lain-lain. Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan prostaglandin untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim. Cara ini dapat menimbulkan penyakit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi dan gangguan pembekuan darah.9D. MisoprostolMisoprostol adalahanalog prostaglandin E1sintetikyang tidak mahal yang dijual dengan tujuan untuk mencegah terjadinya tukak lambung atau duodenum akibat pemakaian NSAIDs. Banyak penelitian mendukung pemakaian misoprostol pervaginam cukup efektif sebagai obat untuk pematangan serviks daninduksi persalinan.Misoprostol dapat diberikan secara oral, vaginal, atau sub lingual. Pemberian pervaginal dengan menempatkan tablet pada forniks posterior vagina. Misoprostol vaginal dengan dosis lebih dari 25 ug setiap 4 jam lebih efektif, tetapi lebih sering menyebabkan hiperstimulasi uterus. Oleh karena itu lebih dianjurkan pemberian dengandosis 25 ug dengan interval pemberian 4 6 jam.10E. Antagonis reseptor progesteronAntagonis reseptor progesterone antara lain RU 486(Mifepristone) dan ZK98299(Onapristone) terlihat merangsang pematangan serviks dan menurunkan kebutuhan oksitosin saat persalinan.10

2. Secara manipulatifA. AmniotomiAmniotomi artifisialis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik di bagian bawah depan (fore water) maupun bagian belakang (hind wter) dengan suatu alat khusus (drewsmith catheter) atau dengan omnihook yang sering dikombinasikan dengan pemberian oksitosin. Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti bagaimana pengaruh amniotomi dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim.4Beberapa teori mengemukakan bahwa:4 Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga kontraksi rahim dapat lebih kuat untuk membuka serviks. Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah di dalam rahim kira-kira 40 menit setelah amniotomi dikerjakan, sehingga berkurangnya oksigenasi otot-otot rahim dan keadaan ini meningkatkan kepekaan otot rahim. Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding serviks dimana di dalamnya terdapat banyak saraf-saraf yang merangsang kontraksi rahim.Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda-tanda permulaan persalinan, maka harus diikuti dengan cara-cara lain untuk merangsang persalinan, misalnya dengan infus oksitosin.4Pada amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit-penyulit sebagai berikut:4 Infeksi intrauteri Prolapsus funikuli Gawat janin Tanda-tanda solusio plasenta (bila ketuban sangat banyak dan dikeluarkan secara tepat)Teknik amniotomi:Jari telunjuk dan jari tengah kanan dimasukkan ke dalam jalan lahir sampai sedalam kanalis servikalis. Setelah kedua jari berada dalam kanalis servikalis, maka posisi jari diubah sedemikian rupa, sehingga telapak tangan menghadap ke arah atas. Tangan kiri kemudian memasukkan pengait khusus ke dalam jalan lahir dengan tuntunan kedua jari yang telah ada di dakam. Ujung pengait diletakkan di antara jari telunjuk dan jari tengah tangan yang di dalam.4Tangan yang di luar kemudian memanipulasi pengait khusus tersebut untuk dapat menusuk dan merobek selaput ketuban. Selain itu menusukkan pengait ini dapat juga dilakukan dengan satu tangan, yaitu pengait dijepit di antara jari tengah dan jari telunjuk tangan kanan, kemudian dimasukkan ke dalam jalan lahir sedalam kanalis servikalis. Pada waktu tindakan ini dikerjakan, seorang asisten menahan kepala janin ke dalam pintu atas panggul. Setelah air ketuban mengalir ke luar, pengait dikeluarkan oleh tangan kiri, sedangkan jari tangan kanan yang di dalam melebar robekan selaput ketuban. Air ketuban dialirkan sedikit demi sedikit untuk menjaga kemungkinan terjadinya prolaps tali pusat, bagian-bagian kecil janin, gawat janin dan solusio plasenta. Setelah selesai tangan penolonh ditarik keluar dari jalan lahir.4B. Melepas selaput ketuban dari bagian bawah rahim (stripping of the membrane)Yang dimaksud dengan stripping of the membrane ialah melepaskan ketuban dari dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin dengan jari tangan. Cara ini dianggap cukup efektif dalam mereangsang timbulnya his. Beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan tindakan ini ialah serviks yang belum dapat dilalui oleh jari, bila didapatkan persangkaan plasenta letak rendah, tidak boleh dilakukan. Bila kepala belum cukup turun dalam rongga panggul.5C. Pemakaian rangsanga listrikDengan dua electrode, yang satu diletakkan dalam serviks, sedangkan yang lain ditempelkan pada dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan member rangsangan pada serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam-macam, bahkan ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa-bawa dan ibu tidak perlu tinggal di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui oleh pasien.5D. Rangsangan pada putting susu (breast stimulation)Sebagaimana diketahui rangsangan puting susu dapat mempengaruhi hipofisis posterior untuk mengeluarkan oksitosin sehingga terjadi kontraksi rahim. Dengan pengertian ini maka telah dicoba dilakukan induksi persalinan dengan merangsang putting susu. Pada salah satu putting susu, atau daerah areola mammae dilakukan masase ringan dengan jari si ibu. Untuk menghindari lecet pada daerah tersebut, maka sebaiknya pada daerah putting dan areola mammae di beri minyak pelican. Lamanya tiap kali melakukan masase ini dapa 30 menit sampai 1 jam, kemudian istirahat beberapa jam dan kemudian dilakukan lagi, sehingga dalam 1 hari maksimal dilakukan 3 jam. Tidak dianjurkan untuk melakukan tindakan ini pada kedua payudara bersamaan, karena ditakutkan terjadi perangsangan berlebihan. Menurut penelitian di luar negeri, cara induksi ini member hasil yang baik. Cara-cara ini baik sekali untuk melakukan pematangan serviks pada kasus-kasus kehamilan lewat waktu.5E. Dilator higroskopikDilator higroskopik bergantung pada penyerapan air untuk men yebabkan serviks membengkak dan membesar secara paksa. Ada beberapa jenis dilator higroskopik seperti laminaria (rumput laut kering), dilapan(poliakrilonitril), dan lamisel (magnesium sulfat dalam alcohol).10F. Balon kateter FoleyDengan balon kateter Foley yang dipasang di dalam segmen bawah uterus melalui kanalis servikalis, diisi cairan (dapat sampai 100 cc pada Foley no.24), diharapkan akan mendorong selaput ketuban di daerah segmen bawah uterus sampai terlepas (bukan untuk dilatasi serviks).10

F. Komplikasi induksi persalinanKomplikasi induksi persalinan adalah:10a) Terhadap Ibu1. Kegagalan induksi2. Kelelahan ibu dan krisis emosional3. Inersia uteri partus lama4. Tetania uteri (tamultous lebar) yang dapat menyebabkan solusio plasenta, rupture uteri dan laserasi jalan lahir lainnya.5. Infeksi intra uterinb) Terhadap janin101. Trauma pada janin oleh tindakan2. Prolapsus tali pusat3. Infeksi intrapartal pada janinKomplikasi induksi persalinan dengan pemberian oksitosin dalam infuse intravena dengan pemecahan ketuban cukup aman bagi ibu apabila syarat-syarat seperti disebut di atas dipenuhi. Kematian perinatal lebih tinggi daripada persalinan spontan, akan tetapi hal ini mungkin dipengaruhi oleh keadaan yang menjadi indikasi untuk melakukan induksi persalinan. Kemungkinan bahwa induksi persalinan gagal, dan perlu dilakukan seksio sesaria, harus selalu diperhitungkan.10Komplikasi induksi persalinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah:101. Adanya kontraksi rahim yang berlebihanInduksi harus dilakukan dalam pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya proses induksi dihentikan dan dilakukan operasi Caesar. Kontraksi yang dihasilkan oleh uterus dapat menurunkan denyut jantung janin.2. Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat janin (stress pada bayi)Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, penolong harus memantau gerak janin. Bila dianggap terlalu berisiko menimbulkan gawat janin, proses induksi harus dihentikan.3. Dapat merobek bekas jahitan operasi CaesarHali ini bias terjadi pada yang sebelumnya pernah dioperasi Caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.4. EmboliMeski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus diwaspadai. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi dapat merenggut nyawa ibu seketika.5. Janin bias mengalami ikterus neonatorium dan aspirasi air ketuban6. Infeksi dan rupture uterus juga merupakan komplikasi yang terjadi pada induksi persalinan walaupun jumlahnya sedikit.

G. Gagalnya InduksiInduksi persalinan ini bisa gagal bila terjadi salah satu tanda komplikasi, baik dari ibu maupun janin. Selain itu, kegagalan juga bisa terjadi karena selama induksi tidak adanya respons atau kemajuan yang dinilai dengan menggunakan partograf (catatan grafik kemajuan persalinan guna memantau keadaan ibu dan janin).10Pengamatan yang dicatat dalam patograf di antaranya: Kemajuan persalinan seperti pembukaan serviks, turunnya kepala dan his (kontraksi) dengan frekuensi per sepuluh menit. Keadaan janin seperti frekuensi denyut jantung janin, warna, jumlah dan lamanya ketuban pecah serta molase kepala janin. Keadaan ibu seperti nadi, tekanan darah, dan suhu; volume, protein dan aseton urine; obat-obatan dan cairan intravena serta pemberian oksitosin.

Bila sudah diinduksidengan infus drip 3x tapi tetap tidak ada kemajuan, dikatakan induksi gagal. Dan bila kegagalan persalinan dikarenakan rahim yang tak mau berkontraksi (power), penanganan selanjutnya dapat dilakukan dengan cara Sectio Caesarea.10

Gagal induksi persalinan harus dibedakan dari kegagalan kemajuan persalinan karena disproporsi sefalopelvik atau malposisi. Dalam guideline NICE, gagal induksi didefinisikan sebagai kegagalan untuk melakukan persalinan setelah satu siklus pengobatan, yang terdiri dari pemberian dua PGE2 tablet vaginal (3 mg) atau gel (1-2 mg) pada interval 6 jam, atau satu PGE2 yang dikontrol sebagai alat pencegah kehamilan (10 mg) selama 24 jam.10Jika induksi gagal, profesional kesehatan harus membicarakan hal ini dengan pasien dan memberikan dukungan. Kondisi wanita dan kehamilan pada umumnya harus sepenuhnya dinilai ulang, dan kesejahteraan janin harus dinilai menggunakan pemantauan janin elektronik.10Jika induksi gagal, keputusan tentang pengelolaan selanjutnya harus dibuat sesuai dengan keinginan pasien, dan harus memperhitungkan keadaan klinis. Jika induksi gagal, pilihan pengelolaan selanjutnya meliputi:10 upaya lebih lanjut untuk menginduksi persalinan (waktu harus tergantung pada situasi klinis dan keinginan wanita) operasi caesar

DAFTAR PUSTAKA

1. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010. Hal: 742. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010. Hal: 753. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010. Hal: 764. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010. Hal: 775. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010. Hal: 786. Crane J. Induction of Labor At Term. Canada: SOGC Clinical Practice Guideline. 2001. Hal: 17. Crane J. Induction of Labor At Term. Canada: SOGC Clinical Practice Guideline. 2001. Hal: 28. Crane J. Induction of Labor At Term. Canada: SOGC Clinical Practice Guideline. 2001. Hal: 39. Crane J. Induction of Labor At Term. Canada: SOGC Clinical Practice Guideline. 2001. Hal: 410. Crane J. Induction of Labor At Term. Canada: SOGC Clinical Practice Guideline. 2001. Hal: 511. Crane J. Induction of Labor At Term. Canada: SOGC Clinical Practice Guideline. 2001. Hal: 6

8