Preskas Hemaptoe Dm

74
Presentasi Kasus HEMOPTISIS E.C TB PARU RELAPS Disusun Oleh : Alfisyahrin 1102009023 Universitas Yarsi Pembimbing : dr. Sri Hastuti Harijanti Sp.P KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM

Transcript of Preskas Hemaptoe Dm

Presentasi KasusHEMOPTISIS E.C TB PARU RELAPS

Disusun Oleh :

Alfisyahrin1102009023Universitas Yarsi

Pembimbing :

dr. Sri Hastuti Harijanti Sp.PKEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM

RSUD KABUPATEN BEKASI

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun tugas presentasi kasus yang berjudul Hemoptisis et causa TB paru Relaps. Penyusunan tugas ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun penyajiaannya sehingga diharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak agar dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuat yang lebih baik lagi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Anti Sp.P sebagai pembimbing yang telah membantu menyempurnakan presentasi kasus ini.

Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Penyusun

BAB I

KASUS

I. IDENTITAS PASIENNama

: Ny. MinahUsia

: 39 Tahun

Jenis Kelamin

: PerempuanAlamat

: Kp. JatiAgama

: Islam

Tanggal Masuk: 19 September 2013

II. ANAMNESIS

Diambil secara auto dan alloanamnesis pada tanggal (20 September 2013)Keluhan Utama :

Batuk berdarah + sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke UGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan batuk berdarah sejak 1 hari SMRS. Darah yang dikeluarkan saat batuk berwarna merah segar sebanyak 2 sendok makan. Darah tidak bercampur dengan makanan dan tidak diawali dengan mual. Batuk disertai dengan nyeri dada.

Pasien juga mengeluh badan panas disertai dengan sesak napas sejak 1 hari SMRS. Setiap batuk pasien merasa sesak. Dada terasa panas dan nyeri seperti ditusuk. Pasien mengaku sering berkeringat pada malam hari, terjadi penurunan berat badan, lemas, tidak ada mual dan muntah. Pasien mengatakan pada tahun 2010 melakukan pengobatan TB minum obat secara rutin selama 6 bulan dan sudah dinyatakan sembuh oleh dokter.

Pasien terlebih dahulu dibawa ke puskesmas lalu di rujuk ke RSUD kab. Bekasi.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien ada riwayat tuberkulosis dan menyangkal mempunyai penyakit jantung, hipertensi dan diabetes.

Riwayat Penyaki Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti pasien.III. PEMERIKSAAN FISIK (19 Agustus 2013)Kesadaran

: Komposmentis

Keadaan Umum: Sakit Sedang

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Nadi

: 100x/menit

Frekuensi Nafas: 42x/menit

Suhu

: 360CKEPALA :

Rambut: hitam, tidak mudah dicabut

Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Pupil isokor kanan = kiri, Refleksi cahaya (+/+).

Telinga: bentuk telinga normal, serumen (-)

Hidung: bentuk hidung normal, septum tidak deviasi, pernafasan cuping hidung (-)

Mulut

: Bibir tidak sianosis, lidah terlihat kotor, lidah tidak hiperemis.

LEHER :Bentuk normal, trakea tidak deviasi, tidak ada pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening (KGB).THORAKS:Inspeksi :

Dada terlihat datar, simetris kanan dan kiri, iktus kordis terlihat.

Pergerakan napas kanan = kiri statis dan dinamisPalpasi :

Fremitus Taktil : Kanan dan kiri simetris

Fremitus Vokal: Kanan dan kiri simetris

Tidak teraba adanya massa di lapang paru.

Ikhtus kordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra.

Perkusi :

Terdengar sonor diseluruh lapang paru

Batas atas jantung di ICS III linea parasternalis dextra.

Batas kanan jantung di ICS IV linea sternalis dextra.

Batas kiri jantung berada di ICS V linea midclavicularis sinistra. Batas paru hatu berada di ICS VI linea midaclavicularis sinistra.

Auskultasi :

Suara nafas utama vesikuler kanan dan kiri, tidak ada rhonki dan tidak ada wheezing.

BJ I-II, reguler, murmur (-), gallop (-).

ABDOMEN :

Inspeksi : perut terlihat datar.

Auskultasi : bising usus terdengar, normal (5-35kali/menit)Palpasi :

Tidak terdapat nyeri tekan maupun nyeri lepas

Hepar dan lien tidak teraba membesar Perkusi : terdengar timpani di empat kuadran abdomen, shiftind dulness (-)EKSTERMITAS

Superior : Hangat, Sianosis (-/-), Edema (-/-) Inferior : Hangat, Sianosis (-/-),Edema (-/-)

Neurologi: Refleks fisiologis : Baik

Refleks patologis : Kaku kuduk, Babinski dan Babinski Grup (-) Kekuatan otot : 5

Fungsi sensorik : Baik kiri dan kananIV. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan Laboratorium ( 19 September 2013 )Haemoglobin

: 13,8

( W : 14-16 g/dl)

Leukosit

: 9900

( 3500 10000/mm)

LED

: 75

( W : < 20 mm/jam)

Eritrosit

: 4,5

( 3,8-5,8 jt/mm3)

Hematokrit

: 37,4

( 35-50)

Trombosit

: 328

( 150- 400 ribu/mm3 )

Kimia darah

Fungsi Ginjal :

Ureum

: 40mg/dl10 -50

Kreatinin

: 0,7mg/dl0,6 1,38 Gula Darah Sewaktu : 223Rongen Thoraks

V. RESUME

Pasien wanita datang ke RSUD Kab. Bekasi dengan keluhan batuk berdarah sejak 1 hari SMRS. Darah yang dikeluarkan saat batuk berwarna merah segar sebanyak 2 sendok makan. Darah tidak bercampur dengan makanan dan tidak diawali dengan mual. Sesak setiap batuk sejak 1 hari SMRS, keringat malam dan penurunan berat badan. Pasien mengatakan pada tahun 2010 melakukan pengobatan TB minum obat secara rutin selama 6 bulan dan sudah dinyatakan sembuh oleh dokter.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran : Komposmentis, Keadaan Umum :Sakit Sedang, Tekanan Darah : 100/70 mmHg, Nadi : 100 x/menit, Frekuensi Nafas: 42x/menit, Suhu : 36OC. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan LED 75, Glukosa darah sewaktu 223 mg/dL. Pada Rontgen Thoraks ditemukan corakan bronkovaskular >2/3 lapang paru, dan terdapat infiltrat pada apex paru dextra dan sinistra.FOLLOW UP

21-9-2013

Keluhan : Batuk darah(+), Sesak(-), dada sakit, lemasPemeriksaan fisik:Kesadaran:

CM

TD:100/70

N:84x/menit

RR:26x/menit

S:36oC

Mata:

conjungtiva anemis (-)

Thorax:

cor dan pulmo

Rhonki -/- Wheezing -/- BJ I/II Reguler

22-9-2013

Keluhan : Batuk darah(+), Sesak(-), lemas

Pemeriksaan fisik:Kesadaran:

CM

TD:110/70

N:85x/menit

RR:28x/menit

S:36oC

Mata:

conjungtiva anemis (-)

Thorax:

cor dan pulmo

Rhonki -/- Wheezing -/- BJ I/II Reguler

23-8-2013

Keluhan : Batuk darah(+), Sesak(-)

Pemeriksaan fisik:Kesadaran:

CM

TD:110/70

N:85x/menit

RR:30x/menit

S:36oC

Mata :

conjungtiva anemis (-)

Thorax:

cor dan pulmo

Rhonki -/- Wheezing -/- BJ I/II Reguler

VI. DIAGNOSIS KLINIS Hemoptisis et causa TB paru relaps + HiperglikemiVII. DIAGNOSIS BANDING

Hemoptisis et causa BronkiektasisHemoptisis et causa karsinoma paruVIII. PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN

Cek sputum BTA 3x Kultur resistensi Bronkoskopi Cek Glukosa darah, TTGO dan HbA1c

IX. TATALAKSANA Non-Farmakologis

Tirah baringFarmakologis

Infus RL + 1 amp. As. Tranexamat per 8 jam Inj. Dicynone 3x1 amp (IV) Vit. K tab 3x1

Dextrometropan 3x1 Terapi OAT jika pada pemeriksaan sputum BTA +Terapi DM tipe 2 bila Glukosa darah sewaktu >200 mg/dL, glukosa darah sewaktu > 126mg/dL, TTGO > 200 mg/dL dan Hb1Ac > 6,5%X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad funcionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

BAB II

HEMOPTISIS PENDAHULUAN

Menurut Ceva W. Pitoyo, Hemoptisis adalah suatu kondisi dimana seseorang mendahakkan darah yang berasal dari bronkus atau paru. Hemoptisis dapat berjumlah banyak ataupun sedikit dimana hanya berupa garis merah cerah di dahak. Penyebab terseringnya adalah infeksi (terutama tuberkulosis), bronkiektasis dan keganasan.

A. DEFINISI

Hemoptisis adalah suatu kondisi dimana seseorang mendahakkan darah yang berasal dari bronkus atau paru. Hemoptisis dapat berjumlah banyak ataupun sedikit dimana hanya berupa garis merah cerah di dahak. Sinonim batu darah ialah haemoptoe atau haemoptisisB. ETIOLOGI

Berdasarkan etiologi maka dapat digolongkan :

1. Batuk darah idiopatik

Yaitu batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya, dengan insiden 0.5 sampai 58%, dimana perbandingan antara pria dan wanita adalah 2:1. Biasanya terjadi pada umur 30-50 tahun, kebanyakan 40-60 tahun. Yang berhenti spontan dengan terapi suportif.

2. Batuk darah sekunder

Yaitu batuk darah yang diketahui penyebabnya.

a. Peradangan 1. TB : batuk sedikit-sedikit, masif perdarahannya, bergumpal.

2. Bronkiektasis : campur purulen

3. Abses paru : campur purulen

4. Pneumonia : warna merah bila encer berbuih

5. Bronchitis : sedikit-sedikit campur darah atau lendir

b. Neoplasma

1. Karsinoma paru

2. Adenoma

c. Lain-lain

1. Trombo emboli paru-paru

2. Mitral stenosis

3. Trauma dadaC. PATOGENESIS

Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya perubahan akibat pecahnya aneurisma Rasmussen ini telah lama dianut, akan tetapi ada beberapa hal yang menyebutkan terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe.Mekanisme terjadinya batuk darah sebagai berikut :

A. Radang mukosa

Pada trakeobronkialis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk darah.

B. Infark paru

Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus, infeksi oleh jamur.

C. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler

Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada decompensatio cordis kiri akut dan mitral stenosis.

D. Kelainan membran alvelokapilerAkibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada Goodpastures syndromeE. Perdarahan kavitas tuberkulosa

Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma Rassmusen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.

F. Invasi tumor ganas

G. Cedera dada

Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.

D. KLASIFIKASIBanyaknya jumlah batuk darah yang dikeluarkan sangat penting diketahui untuk menentukan klasifikasi hemoptisis nonmasif atau masif.

Batuk darah ringan apabila jumlah darah yang dikeluarkan kurang dari 25 ml/24 jam

Batuk darah sedang apabila jumlah darah 25-250 ml/24 jam Batuk darah masif bila jumlah darah lebih 1 dari 600 ml/24 jam.

Rumah sakit Persahabatan menggunakan 3 kriteria untuk menyatakan batuk darah masif yang mengancam jiwa yaitu :

- Batuk darah > 600 ml/24 jam dan dalam pengamatan batuk darah tidak berhenti.

- Batuk darah < 600 ml/24 jam tetapi > 250 ml/24 jam dan pada pemeriksaan hemoglobin < 10 gr% sedang batuk darah masih berlangsung.

- Batuk darah < 600 ml/24 jam tetapi > 250 ml/24 jam dan pada pemeriksaan hemoglobin >10 gr% dan pada pengamatan selama 48 jam dengan pengobatan konservatif, batuk darah masih berlangsung.

E. DIAGNOSIS

Untuk mencari etiologi hemoptisis, secara rutin perlu dilakukan evaluasi anamnesis, pemeriksaan fisik, hemogram darah perifer lengkap, urinalisis, tes koagulasi, elektrokardiogafi, dan foto toraks. Kecuali pada kasus atau diduga kasus emboli paru, fistula aortopulmonar dan gagal jantung, bronkoskopi perlu dilakukan pada kasus-kasus hemoptisis, bila sarana memungkinkan.

Evaluasi rutin pada kasus hemoptisis dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengkategorikan berbagai penyebab hemoptisis. Apabila foto dada tidak menunjukkan gambaran spesifik untuk tuberkulosis, frekuensi, lama dan waktu perdarahan dapat dipakai untuk memperkirakan kemungkinan lain penyakit dasar penyebab hemoptisis. Misalnya, perdarahan sedikit-sedikit setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma terutama bronkogenik.

Algoritma evaluasi dan tatalaksana hemoptisis masif yang tidak layak dilakukan pembedahan. Anamnesis

1) Volume dan frekuensi batuk darah

2) Sumber paling umum berupa nasofaring (mimisan). Darah menetes ke faring, mengiritasi laring dan dibatukkan. Pastikan pasien bisa membedakan dibatukkan dengan dimuntahkan.

3) Riwayat penyakit sebelumnya yang dapat mempengaruhi perdarahan saluran nafas juga dicari.

4) Gejala lainnya yang berhubungan/terkait dapat membantu dalam mendiagnosis:

a. Demam dan batuk produktif (infeksi)

b. Sesak atau sakit dada (emboli paru atau infark miokard yang disertai dengan gagal jantung kongestif)

c. Kehilangan berat badan yang signifikan (kanker paru, infeksi kronis seperti tuberkulosis, bronkiektasis)

Pemeriksaan Fisik

Ketidakstabilan sirkulasi dengan tanda hipotensi dan takikardia merupakan suatu tanda darurat. Sebabnya dapat berupa kehilangan darah yang akut pada hemoptisis masif atau penyakit yang menyebabkan/menyertai: emboli paru, sepsis, infark miokard dengan edema paru.

Pemeriksaan nasofaring Ditujukan untuk mencari sumber perdarahan dan pada hemoptisis masif untuk memastikan bahwa saluran nafas masih paten (terbuka)

Pemeriksaan Jantung

Dibutuhkan untuk mengevaluasi adanya hipertensi paru akut (terdapat peninggian suara jantung kedua), kegagalan ventrikel kiri akut (adanya summation gallop) atau penyakit katup jantung seperti stenosis mitral. Endokarditis sebelah kanan dapat dideteksi dengan adanya bunyi desiran karena insufisiensi trikuspid, sering pada penyalahgunaan obat intravena dan dapat menyebabkan hemoptisis karena emboli septik.

Pemeriksaan dinding dan rongga dada.

Trauma dinding dada, cari adanya memar parenkim paru (pulmonary contusion) atau laserasi bronkial.

Ronki setempat, berkurangnya suara napas dan perkusi redup/peka (dullness) menunjukkan adanya konsolidasi (disebabkan pneumonia, infark paru atau atelektasis pasca obstruksi dari benda asing atau kanker paru).

Pleural friction rub didengar pada area di atas infark paru.

Ronki merata (difus), kardiomegali dan nyaring menunjukkan edema paru kardiogenik.

Laboratorium

Darah tepi lengkap. Penurunan hemoglobin dan peningkatan hematokrit menunjukkan adanya kehilangan darah yang akut. Leukosit yang meninggi mendukung adanya infeksi. Trombositopenia menunjukkan koagulopati, trombositosis kemungkinan adanya kanker paru. Protrombin (PT) dan waktu tromboplastin parsial (aPTT) dianjurkan jika dicurigai koagulopati atau apabila pasien akan menerima warfarin/heparin.

Analisa gas darah arterial. Apabila pasien sesak sangat jelas dan sianosis.

Pemeriksaan dahak. Perwarnaan gram, BTA atau preparasi kalium hidroksida dapat mengungkapkan terjadinya infeksi dan pemeriksaan sitopatologik untuk kanker .

Pencitraan (Imaging)

Radiografi dada, menunjukkan adanya masa paru, kavitas atau infiltrat yang menjadi sumber perdarahan.

Arteriografi bronkial selektif dilakukan bila bronkoskopi tidak dapat menunjukkan lokasi perdarahan masif. Embolisasi arteri bronkial selektif untuk mengendalikan perdarahan yang dapat berfungsi sebagai terapi definitif atau sebagai tindakan antara hingga torakotomi dilakukan.

Bronkoskopi. Menggunakan bronkoskop kaku atau fiberoptikTabel 1. Perbedaan Hemoptisis dengan Hematemesis

HemoptisisHematemesis

Darah yang dibatukkanDarah dimuntahkan

Darah biasanya merah mudaDarah biasanya hitam

Darah bersifat basaDarah bersifat asam

Darah dapat berbusaDarah tidak pernah berbusa

Didahului dengan perasaan ingin batukDidahului dengan rasa mual dan muntah

F. PENATALAKSANAAN

Penalaksanaan hemoptisis masif memerlukan penanganan khusus agar tidak berakibat fatal dengan angka mortaliti hemoptisis masif 75 % disebabkan oleh asfiksia. Pasien dengan hemoptisis masif seharusnya dirawat di unit perawatan intensif untuk memonitor status hemodinamik dan penilaian jumlah darah yang hilang. Penatalaksanaan dilakukan melalui tiga tahap:1. Proteksi jalan napas dan stabilisasi pasien

2. Lokalisasi sumber perdarahan dan penyebab perdarahan

3. Terapi spesifik

Tahap 1 adalah mempertahankan jalan napas yang adekuat, pemberian suplementasi oksigen, koreksi koagulapati, resusitasi cairan, dan berusah melokalisir sumber perdarahan. Tahap 2 setelah pasien dalam keaadan stabil perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut mencari sumber perdarahan dan penyebab perdarahan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain : foto toraks,CT scann toraks, angiografi, bronkoskopi ( BSOL atau bronkoskop kaku ). Tahap 3 adalah menghentikan perdarahan dan mencegah perdarahan berulang. Terapi ini dibagi 2 yaitu a. Dengan bronkoskop antara lain melakukan bilasan garam fisiologis, epinefrin, pemberian trombin fibrinogen, tamponade dengan balonb. Tanpa bronkoskop antara lain pemberian obat dan antifibrinolitik pengobatan penyakit primernya

Embolisasi arteri bronkialis dan pulmoner

Teknik ini pertama kali dilakukan oleh Remy dkk pada tahun 1973. Teknik ini adalah melakukan oklusi pembuluh darah yang menjadi sumber perdarahan dengan embolisasi transkateter. Embolisasi ini dapat dilakukan pada arteri bronkialis dan sirkulasi pulmoner. Teknik ini terutama dipilih untuk penderita dengan kelaina paru bilateral, fungsi paru sisa yang minimal, menolak operasi ataupun memiliki kontraindikasi tindakan operasi. Terapi ini dapat diulang beberapa kali untuk mengontrol perdarahan. Embolisasi memiliki angka keberhasilan dalam mengontrol perdarahan (jangka pendek) antara 64-100%. Pada evaluasi lanjut selama 3-5 tahun, Rabkin dkk mengamati terjadinya rekurensi perdarahan pada 23% penderita. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu akibat oklusi arteri bronkialis yaitu nyeri dada, demam maupun emboli ektopik.

Pembedahan

Terapi definitif hemoptisis adalah pembedahan. Tindakan bedah dilakukan bila pasien memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Diketahui jelas sumber perdarahan

b. Tidak ada kontra indikasi medik

c. Setelah dilakukan pembedahan sisa paru masih mempunyai fungsi yang adekuat ( faal paru adekuat )

d. Pasien bersedia dilakukan tindakan bedah BAB III

TUBERKULOSISI. DEFINISI

TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacteriu Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.1Tuberkulosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah urban, lingkungan yang padat.3 II. EPIDEMIOLOGI

Gambar 1. Insidens TB didunia (WHO, 2004)Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia.1 Prevalensi TB di Indonesia dan negaranegara sedang berkembang lainnya cukup tinggi.2 Pada tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (1555 tahun). Angka kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per tahun.3 Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak untuk terus berupaya mengendalikan infeksi ini. Salah satu upaya penting untuk menekan penularan TB dimasyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang definitif.2

III. BIOMOLEKULER M. TuberculosisMorphology dan Struktur bakteri 5

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60-C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alkohol.

Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M. tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 a, protein MTP 40 dan lain lain.

Biomolekuler Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan.

Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein berikatan posfat misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase. Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan RFLP (dikutip dari 11).CARA PENULARAN

Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya terjadi secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya.3TB menular melalui udara dari satu orang ke orang lain. Bakteri TB dimasukkan ke udara ketika seseorang dengan penyakit TB paru-paru batuk, bersin, berbicara, atau bernyanyi. Orang terdekat dapat menghirup bakteri ini dan menjadi terinfeksi5. Penularan ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang di dapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam. 3Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung. Infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium bovis dapat disebabkan oleh susu yang kurang disterilkan dengan baik atau terkontaminasi. 3TB tidak tersebar melalui menjabat tangan, berbagi makanan atau minuman, menyentuh seprai atau kursi toilet, berbagi sikat gigi dan berciuman. 3Gambar 2. Cara Penularan TB

IV. PATOGENESIS

Tuberkulosis Primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)c. Menyebar dengan cara :a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelanc. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan : Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer. Tuberkulosis Postprimer

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi: meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped)

Gambar 3. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan penyembuhannyaV. KLASIFIKASI TUBERKULOSISa. Tuberkulosis ParuTuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura5

1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)

TB paru dibagi atas:

a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positifb. Tuberkulosis paru BTA (-)

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis2. Berdasarkan tipe pasienTipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :

a. Kasus baru : Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.b. Kasus kambuh (relaps) : Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :

Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll

TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus tuberkulosis

c. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

d. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatane. Kasus kronik Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik

f. Kasus Bekas TB

Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung

Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi

B. Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.

Gambar 4. Skema klasifikasi tuberkulosis

VI. DIAGNOSISManifestasi Klinik

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)

1. Gejala respiratorik batuk > 2 minggu batuk darah sesak napas nyeri dadaGejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.2. Gejala sistemik Demam gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun3. Gejala tuberkulosis ekstraparuGejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess

Gambar 5. Paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior

Pemeriksaan Bakteriologik

a. Bahan pemeriksasan

Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahanCara pengambilan dahak 3 kali (SPS): Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

Pagi ( keesokan harinya )

Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turutBahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring: Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas saring sebanyak + 1 ml Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam dus Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.

Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara

Mikroskopik BiakanPemeriksaan mikroskopik:

Mikroskopik biasa :pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)

lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif

1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif

bila 3 kali negatif BTA negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO).

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negative

Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :

Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan

Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan biakan kuman:

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :

Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh

Agar base media : Middle brook

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular Bayangan bercak milier Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

Fibrotik Kalsifikasi Schwarte atau penebalan pleuraLuluh paru (destroyed Lung ) :

Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakitLuas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :

Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti Lesi luas

Bila proses lebih luas dari lesi minimalGambar 6. Diagnosis TBPemeriksaan khusus

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.

1. Pemeriksaan BACTECDasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan (dikutip dari 13)Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT).

2. Polymerase chain reaction (PCR):Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.

Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar internasional.Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat.

3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.

b. ICTUji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.

c. Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah

d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.

e. Uji serologi yang baru / IgG TB

Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak. Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.

Pemeriksaan Penunjang lain

1. Analisis Cairan PleuraPemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah2. Pemeriksaan histopatologi jaringanPemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu : Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB) Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman) Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka). Otopsi Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.

3. Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

4. Uji tuberkulin

Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

Gambar 7. Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa

VII. PENGOBATAN TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan

a. Obat Anti Tuberkulosis

Obat yang dipakai:

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah

INH Rifampisin Pirazinamid Streptomisin Etambutol2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) Kanamisin Amikasin KuinolonObat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :

Kapreomisin

Sikloserino PAS (dulu tersedia) Derivat rifampisin dan INH Thioamides (ethionamide dan prothionamide)Kemasan

Obat tunggal, Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol. Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC) Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tabletDosis OAT Tabel 1. Jenis dan dosis OATObatDosis

(Mg/Kg

BB/Hari)Dosis yg dianjurkanDosisMaks (mg)Dosis (mg) / berat badan (kg)

Harian (mg/ kgBB/hari)Intermitten (mg/Kg/BB/kali)60

R8-121010600300450600

H4-6510300150300450

Z20-30253575010001500

E15-20153075010001500

S15-1815151000Sesuai BB7501000

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan yang tidak disengaja3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar

4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan monoterapiTabel 2. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap

Fase intensifFase lanjutan

2 bulan4 bulan

BBHarianHarian3x/mingguHarian3x/minggu

RHZE

150/75/400/275RHZ

150/75/400RHZ

150/150/500RH

150/75RH

150/150

30-37

38-54

55-70

>712

3

4

52

3

4

52

3

4

52

3

4

52

3

4

5

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.B. Panduan Obat Anti Tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas Paduan obat yang dianjurkan :

2 RHZE / 4 RHatau 2 RHZE/ 6HE atau 2RHZE/4R3H3Paduan ini dianjurkan untuk

TB paru BTA (+), kasus baru TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)

Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi

TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimalPaduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau

: 6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3 TB paru kasus kambuh Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan TB Paru kasus gagal pengobatan Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.a. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimalb. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru TB Paru kasus putus berobat Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :a. Berobat > 4 bulan1) BTA saat ini negatif Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama2) BTA saat ini positif Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lamab. Berobat < 4 bulan1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan Jika memungkinkan seharusnya diperiksa ujiresistensi terhadap OAT TB Paru kasus kronik a. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.b. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidupc. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan

d. Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paruTabel 3. Ringkasan paduan obat

Kategori

Kasus

Paduan obat yang diajurkan

Keterangan

I

- TB paru BTA +,

BTA - , lesi luas

2 RHZE / 4 RH atau

2 RHZE / 6 HE

*2RHZE / 4R3H3

II

- Kambuh

- Gagal pengobatan

-RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 RHE

-3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHE

Bila streptomisin alergi, dapat diganti kanamisin

II

- TB paru putus berobat

Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis, bakteriologi dan radiologi saat ini (lihat uraiannya) atau

*2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3

III

-TB paru BTA neg. lesi minimal

2 RHZE / 4 RH atau

6 RHE atau

*2RHZE /4 R3H3

IV

- Kronik

RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan)

IV

- MDR TB

Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup

Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB5

EFEK SAMPING OAT5

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

1. Isoniazid (INH)

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.2. RifampisinEfek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis ialah Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah : Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.3. PirazinamidEfek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain4. EtambutolEtambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi5. StreptomisinEfek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).

Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr. Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.Tabel 4. Efek samping OAT dan PenatalaksanaannyaEfek samping Kemungkinan PenyebabTatalaksana

Minor

OAT diteruskan

Tidak nafsu makan, mual, sakit perutRifampisinObat diminum malam sebelum tidur

Nyeri sendiPyrazinamidBeri aspirin /allopurinol

Kesemutan s/d rasa terbakar di kakiINHBeri vitamin B6 (piridoksin) 1 x 100 mg perhari

Warna kemerahan pada air seniRifampisinBeri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa

Mayor

Hentikan obat

Gatal dan kemerahan pada kulitSemua jenis OATBeri antihistamin dan dievaluasi ketat

TuliStreptomisinStreptomisin dihentikan

Gangguan keseimbangan (vertigo dan nistagmus)StreptomisinStreptomisin dihentikan

Ikterik / Hepatitis Imbas Obat (penyebab lain disingkirkan)Sebagian besar OATHentikan semua OAT sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan hepatoprotektor

Muntah dan confusion (suspected drug-induced pre-icteric hepatitis)Sebagian besar OATHentikan semua OAT dan lakukan uji fungsi hati

Gangguan penglihatanEtambutolHentikan etambutol

Kelainan sistemik, termasuk syok dan purpura RimpafisinHentikan Rimpafisin

Pengobatan suportif dan simtomatik

Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.

1. Pasien rawat jalana. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demamc. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain2. Pasien rawat inap Indikasi rawat inap : TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb : Batuk darah masif Keadaan umum buruk Pneumotoraks Empiema Efusi pleura masif / bilateral Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura) TB di luar paru yang mengancam jiwa :

TB paru milier Meningitis TBPengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat

Terapi Pembedahan

lndikasi operasi

1.Indikasi mutlak

a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif

b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif

c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif

2.lndikasi relatif

a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang

b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan

c. Sisa kaviti yang menetap.

Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)

Bronkoskopi

Punksi pleura

Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

Pengobatan TB Pada Keadaan Khusus5

1. Kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.

2. Ibu menyusui dan bayinya Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.

3. Pasien TB pengguna kontrasepsi Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).

4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan Prinsip- prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu sarana pelayanan kesehatan untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).

5. Pasien TB dengan hepatitis akut Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.

6. Pasien TB dengan kelainan hati kronik Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.

7. Pasien TB dengan gagal ginjal Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.

8. Pasien TB dengan Diabetes Melitus Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut.

9. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien seperti: Meningitis TB TB milier dengan atau tanpa meningitis TB dengan Pleuritis eksudativa TB dengan Perikarditis konstriktiva. Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.VIII. KOMPLIKASI

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah :

- Batuk darah

- Pneumotoraks

- Luluh paru

- Gagal napas

- Gagal jantung

- Efusi pleura

IX. PROGNOSIS

b. Jika berobat teratur sembuh total (95%)

c. Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 % yang mungkin relaps

d. Terapi yang cepat dan legeartis akan sembuh baik

e. Bila daya tahan baik dapat sembuh sendiri.4DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaannya di Indonesia. 2011.2. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB);Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/MENKES/SK/V/2009.3. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 4th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 2230-2231.4. M. Wilson Lorraine, Sylvia A. price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Vol. 2 ; edisi 6, EGC 2006. P 852-8615. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, 2006.6. Sudoyo Aru w, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus Simadibrata, Setiati S, Bakta M I, et all. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Jakarta: Interna Publisihing.7. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J. 2008. Harrison's principles of internal medicine. 17th ed. McGraw Hill.8. Gunawan Sulistia G, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi Dan Terapi. 2008. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, Jakarta.9. Jurnal Respirologi Indonesia. Hemoptisis. Update : 30 Agustus 20131