Preskas Dhf Putri Nisrina Hamdan Bismillah

54
BAB I TINJAUAN PUSTAKA Definisi Infeksi dengue merupakan infeksi sistemik dan dinamis. Infeksi dengue memiliki spektrum klinis yang luas yang meliputi manifestasi klinis berat dan tidak berat. Demam berdarah dengue disebabkan virus dengue termasuk group B Arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4 [1,2] . Etiologi Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, mempunyai diameter envelope 40-60 nm, mengandung RNA untai tunggal (ssRNA), positif-sense. Ukuran genom 10,7 kb. Virion matur mengumpul di dalam cisternae retikulum endoplasma. Tergolong virus RNA, genus flavivirus, famili flaviviridae. Terdapat 4 serotipe yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, DENV-4 serta genotipe berbeda-beda. Penularan melalui arthropoda yang menghisap darah, nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus [2,7] . Struktur protein virus dengue mempunyai beberapa fungsi penting. Fungsi utama adalah mempermudah perpindahan asam nukleat virus dari sel host satu ke sel host yang lain. Protein ini juga berperan melindungi gen virus terhadap inaktivasi oleh nukleus [2] . 1

description

dhf

Transcript of Preskas Dhf Putri Nisrina Hamdan Bismillah

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Infeksi dengue merupakan infeksi sistemik dan dinamis. Infeksi dengue memiliki

spektrum klinis yang luas yang meliputi manifestasi klinis berat dan tidak berat. Demam

berdarah dengue disebabkan virus dengue termasuk group B Arthropod borne virus

(arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviridae, yang

mempunyai 4 jenis serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4[1,2].

Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,

mempunyai diameter envelope 40-60 nm, mengandung RNA untai tunggal (ssRNA), positif-

sense. Ukuran genom 10,7 kb. Virion matur mengumpul di dalam cisternae retikulum

endoplasma. Tergolong virus RNA, genus flavivirus, famili flaviviridae. Terdapat 4 serotipe

yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, DENV-4 serta genotipe berbeda-beda. Penularan melalui

arthropoda yang menghisap darah, nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus[2,7].

Struktur protein virus dengue mempunyai beberapa fungsi penting. Fungsi utama

adalah mempermudah perpindahan asam nukleat virus dari sel host satu ke sel host yang lain.

Protein ini juga berperan melindungi gen virus terhadap inaktivasi oleh nukleus[2].

1

Epidemiologi

Gambar 1. Penyebaran Demam Dengue tahun 2009 (Buletin Jendela Epidemiologi, 2010)

Demam berdarah dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari

seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD

setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health

Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi

di Asia Tenggara[3].

Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun

terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan

kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382

(77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus

DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009[3,8].

Sejak ditemukan kasus DBD pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, angka

kejadian penyakit DBD meningkat dan menyebar ke seluruh kabupaten di wilayah Republik

Indonesia termasuk kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Timor Timor. Kasus yang

pertama kali dilaporkan dengan jumlah kematian sebanyak 24 orang. Kejadian Luar Biasa

(KLB) DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) 35,19 per 100.000

penduduk dan CFR 2%.

Epidemi demam berdarah dengue dilaporkan di Provinsi Sumatera Utara jumlah kasus

DBD tahun 2008 sebanyak 4.454 kasus dengan jumlah kasus meninggal 49 kasus (CFR

1,10%) (IR 34,49) dan jumlah kasus DBD pada tahun 2009 sebanyak 4.534 kasus dengan

jumlah kasus yang meninggal 57 kasus (CFR 1,26%) (IR 34,46). Sumatera Utara merupakan

2

1 dari 6 propinsi yang mengalami peningkatan kasus DBD pada tahun 2009 dibandingkan

tahun 2008.

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue

yaitu[8]:

1. Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan

vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.

2. Pejamu : terdapat penderita di lingkungan/ keluarga, mobilisasi dan

paparan terhadap nyamuk, usia, jenis kelamin.

3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

Patogenesis

Patogenesis DBD dan sindronma syok dengue (SSD) masih merupakan masalah yang

kontroversial karena sejauh ini belum ada teori yang dapat menjelaskan secara tuntas

patogenesis DBD, namun sesuai perubahan, patofisiologi utama yang terjadi yaitu

peningkatan permeabilitas vaskuler dan homeostasis yang abnormal. Permeabilitas vaskular

yang meningkat menimbulkan hilangnya cairan plasma dari kompartemen vaskular. Hal ini

menyebabkan hemokonsentrasi, rendahnya tekanan nadi, dan tanda-tanda syok lainnya.

Kebocoran plasma dapat menyebabkan asites. Patofisologi kedua adalah gangguan

hemostasis yang melibatkan perubahan vaskular, trombositopenia, dan koagulopati, sehingga

memunculkan manifestasi perdarahan seperti petekie, ekimosis, perdarahan gusi, epistaksis,

hematemesis dan melena. Aktivasi sistem komplemen yang menyebabkan menurunnya kadar

C3 dan C5. Mediator inflamasi meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. terjadinya

trombositopenia dapat bersifat kualitatif dan kuantitatif, dimana menurunnya jumlah

trombosit pada fase akut mungkin disebabkan oleh trombosit yang tidak mampu berfungsi

normal. Oleh karena itu, terkadang pasien dengan jumlah trombosit diatas 100.000 per mm3

juga dapat mengalami perdarahan berkepanjangan[4,5].

Secara garis besar ada dua teori yang banyak dianut untuk menjelaskan perubahan

patogenesis pada DBD dan SSD yaitu teori infeksi primer/teori virulensi dan teori infeksi

sekunder (teori secondary heterologous infection) atau teori infection enhancing antibody.

3

Teori pertama mengatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat

mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada

tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam

genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasai virus dan viremia, peningkatan

virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus

mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah.

Teori tersebut dibuktikan oleh para peneliti di bidang virus yang mencoba memeriksa

sekuens protein virus. Penelitian secara molekular biologi ini mendapatkan hal yang menarik.

Pada saat sebelum KLB (kejadian luar biasa), selama KLB dan setelah reda KLB ternyata

sekuens protein tersebut berbeda.

Teori kedua menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer

dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi jenis virus tersebut

untuk jangka waktu yang lama tetapi jika orang tersebut mendapat infeksi sekunder dengan

jenis serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat.

Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses

yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang

kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

Hipotesis yang banyak dianut adalah infeksi sekunder virus dengue heterolog (the

secondary heterologous infection) dan setelahnya virulensi virus. Infeksi sekunder virus

dengue heterolog dimaksud diperkirakan jika terjadi dalam rentang waktu 5 atau 6 bulan

hingga 5 tahun sejak infeksi primer.

Bukti – bukti yang mendukung hipotesis ini antara lain, menghilangnya virus dengue

dengan cepat baik dari darah maupun jaringan tubuh, kadar IgG yang tinggi sejak permulaan

sakit, serta penurunan komplemen serum selama fase renjatan.

Pada infeksi sekunder heterolog, virus berperan sebagai super antigen setelah

difagosit oleh manosit atau makrofag, membentuk Ab non-netralising serotipe yang berperan

cross-reaktif serta kompleks Ag-Ab yang mengaktifkan sistem komplemen (terutama C3a

dan C5a) dan histamine.

4

Reaksi sekunder setelah peningkatan replikasi virus intra sel adalah aktivasi sistem

komplemen (C3 dan C5), degranulasi sel mast dan aktivasi sistem kinin.

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seseorang

pasien, respons limfosit T memori akan mengakibatkan proliferasi dan diferensiasi limfosit

dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi dapat

juga terjadi dalam plasmosit. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-

antibodi yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen yang dapat

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma keluar.

Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan

berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma dibuktikan dengan adanya peningkatan

hematokrit dan penurunan natrium. Akibat pindahnya plasma ke rongga tubuh seperti pleura

dan cavum abdominal dapat menimbulkan efusi pleura dan asites. Syok yang tidak

ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir

fatal. Oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. Kedua

hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.

Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain

mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi

sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah, akhirnya dapat

mengakibatkan perdarahan. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan

kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP

(adenosin diphosphat), sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan

trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endhothelial system) sehingga terjadi

trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan penglepasan platelet faktor III

mengakibatkan terjadinya koagulasi intravaskular diseminata (KID), sehingga terjadi

penurunan faktor pembekuan yang ditandai dengan peningkatan FDP (fibrin degradation

product). Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi

koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman akibatnya terjadi aktivasi faktor

Hageman akibatnya terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas

kapiler yang dapat mempercapat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD

diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan

fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan

memperberat shock yang terjadi[5].

5

Gambar 2. Hipotesis Secondary heterorolous infection ((Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)

Mekanisme yang mungkin berperan terhadap terjadinya demam berdarah dengue

adalah peningkatan replikasi virus di dalam makrofag oleh anibodi heterotypic. Terjadinya

infeksi sekunder dengue dengan virus dari serotipe yang berbeda dapat menyebabkan

gagalnya antobodi untuk menetralkan virus yang masuk sehingga meningkatkan jumlah

monosit yang terinfeksi dengue. Hal ini menyebabkan aktivasi dari CD41 dan CD81 limfosit

sitotoksik. Pelepasan sitokin menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan yang terjadi

pada demam berdarah dengue[4].

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa

demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue

(SSD)[5].

6

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis

selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai

risiko untuk terjadinya renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat[5].

Gambar 3. Klasifikasi Gejala Klinis pada Dengue[6] (WHO, 2005)

Gambar 4. Perjalanan Penyakit Dengue (WHO, 2009)

Pertanda penting yang perlu dikenali adalah munculnya demam dan perdarahan-

perdarahan[2].

Demam, penyakit infeksi pada umumnya menunjukkan gejala demam. Gejala demam

pada DBD adalah khas yaitu sifat demamnya tinggi lebih dari 38,5oC, berlangsung 2-7 hari,

tipe demam menyerupai punggung pelana kuda[2].

7

Gejala penyerta selain demam adalah nyeri kepala, pusing, kelemahan umum, rasa

mual, muntah, nyeri otot dan sendi[2].

Perdarahan, petanda penting lain adalah perdarahan-perdarahan mulai yang sangat

ringan yaitu baru positif muncul tanda perdarahan bila dilakukan uji bendungan, bintik-bintik

dan bintul-bintul perdarahan spontan pada kulit, biru-biru bekas tusukan jarum, mimisan, gusi

berdarah, sampai perdarahan nyata spontan dan berat muntah darah, BAB darah[2].

Pasien tetap sakit meskipun suhu turun, dan kondisi klinisnya menyimpang dengan

terjadinya kulit lembab, ekstremitas dingin dan berkeringat, mengantuk atau gelisah[2].

Kematian dengan penyebab tidak jelas karena syok, dengan atau tanpa perdarahan,

terjadi dalam satu minggu setelah awitan penyakit demam akut[2].

Demam Dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan

dua atau lebih menifestasi klinis sebagai berikut:

Nyeri kepala

Nyeri retro-orbita

Mialgia/atralgia

Ruam kulit

Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)

Leukopenia[5]

Dan pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan pasien DD/DBD sudah

dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD

ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik

Terdapat minimal satu dari perdarahan berikut:

Uji bendung positif

Petekie, ekimosis, atau purpura

8

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan

dari tempat lain

Hematemesis atau melena

Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)

Terdapat minimal satu dari tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai

berikut:

Peningkatan hematokrit > 20 % dibandingkan standar sesuai umur dan jenis

kelamin

Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau hipoproteinemia[5]

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah

ditemukan kebocoran plasma pada DBD.

Tabel 1. Derajat dengue dan demam berdarah dengue (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)

DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau

lebih tanda: sakit

kepala, nyeri retro-

orbital, mialgia,

artralgia

- Leukopenia

- Trombositopenia, tidak

ditemukan bukti

kebocoran plasma

Serologi

Dengue

Positif

DBD I Gejala diatas ditambah

uji bendung positif

Trombositopenia

(<100.000/ul), bukti ada

kebocoran plasma

DBD II Gejala diatas ditambah

perdarahan spontan

Trombositopenia

(<100.000/ul), bukti ada

kebocoran plasma

9

DBD III Gejala diatas ditambah

kegagalan sirkulasi

(kulit dingin dan

lembab serta gelisah)

Trombositopenia

(<100.000/ul), bukti ada

kebocoran plasma

DBD IV Syok berat disertai

dengan tekanan darah

dan nadi tidak terukur

Trombositopenia

(<100.000/ul), bukti ada

kebocoran plasma

*DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD)

Selain itu terdapat pula pembesaran hepar (hepatomegali). Hepar biasanya dapat di

palpasi pertama kali pada fase demam dan ukurannya bermacam-macam yaitu 2-4 cm

dibawah batas kosta. Walaupun ukuran hepar tidak berkorelasi dengan berat penyakit,

pembesaran hepar ditemukan lebih sering pada kasus syok dari pada non syok.

Limfadenopati pada DBD bersifat generalisata[8].

Tahap kritis dari rangkaian penyakit didapatkan pada akhir fase demam. Setelah 2-7

hari demam, penurunan cepat suhu sering diikuti tanda-tanda gangguan sirkulasi. Pasien

tampak berkeringat, menjadi gelisah, ekstremitasnya dingin, dan menunjukkan perubahan

pada frekuensi denyut nadi dan tekanan darah. Pada kasus yang kurang berat, perubahan ini

minimal dan sementara. Sebagian pasien sembuh spontan, atau setelah periode singkat terapi

cairan dan elektrolit. Pada kasus lebih berat, ketika kehilangan banyak melampaui batas kritis

maka syok pun terjadi dan berkembang kearah kematian bila tidak ditangani dengan cepat[8].

Sindroma syok dengue didiagnosa bila memenuhi semua dari empat kriteria untuk

DBD ditambah bukti kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi lemah dan cepat dan tekanan

darah menurun menjadi <20mmHg, hipotensi, kulit lembab dan dingin, gelisah serta

perubahan status mental[8].

Diagnosis

Anamnesis

Hal yang perlu ditanyakan ketika anamnesis:

10

- Onset demam

- Intake minuman

- Ada atau tidaknya diare

- Mengidentifikasi tanda-tanda bahaya pada dengue

- Perubahan status mental

- Pengeluaran urin (frekuensi dan volume)

- Faktor-faktor penting lainnya, seperti: kehamilan, obesitas, diabetes melitus, hipertensi)[1].

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada dengue:

- Pemeriksaan status mental

- Pemeriksaan status hidrasi

- Pemeriksaan status hemodinamik

- Pemeriksaan ada atau tidaknya asidosis, takipneu, efusi pleura

- Pemeriksaan ada atau tidaknya asites, nyeri perut, dan hepatomegali

- Pemeriksaan ada atau tidaknya perdarahan

- Tes tourniquet (Tes Rumple Leede)[1]

Pedoman yang dipakai dalam menegakkan diagnosis DBD ialah kriteria yang disusun

oleh WHO (1999). Kriteria tersebut terdiri atas kriteria klinis dan laboratoris (WHO, 2009): [9]

Kriteria Klinis terdiri atas:

1. Demam tinggi mendadak (38,2°C-40°C) dan terus menerus selama 2-7

hari tanpa sebab yang jelas. Demam pada penderita DBD disertai batuk,

11

faringitis, nyeri kepala, anoreksia, nausea, vomitus, nyeri abdomen, selama

2-4 hari, juga mialgia (jarang), atralgia, nyeri tulang dan lekopenia.

2. Manifestasi perdarahan, biasanya pada hari kedua demam, termasuk

setidak-tidaknya uji bendung (uji Rumple Leede/Tourniquette) positif dan

salah satu bentuk lain perdarahan antara lain purpura, ekimosis,

hemastoma, epistaksis, perdarahan gusi dan konjuntiva. Perdarahan

saluran cerna (hematemesis, melena, atau hematochezia), mikroskopik

hematuria atau menorraghia

3. Hepatomegali, mulai dapat terdeteksi pada permulaan demam.

4. Manifestasi kebocoran plasma (hemokonsetrasi), mulai dari yang ringan

seperti kenaikan hematokrit >20% dibandingkan sebelumnya, sampai yang

berat yaitu syok (nadi cepat, lemah, kaki/tangan dingin, lembab, gelisah,

sianosis dan kencing berkurang).

Laboratorium

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

- Leukosit

- Trombosit

- Hematokrit

- Hemostasis

- Protein/albumin

- SGOT/SGPT

- Ureum

- Elektrolit

- Golongan darah dan cross match

- Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue

- Uji HI

12

- NS 1[5]

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :

1. Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui

limfasitosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit

plasma biru (LPB) > 15 % dari jumlah total leukosit yang pada fase syok

meningkat.

2. Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

3. Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya

peningkatan hematokrit ≥ 20 % dari hematokrit awal, umumnya dimulai

pada hari ke 3 demam.

4. Hemostasis : Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer,

atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan

pembekuan darah.

5. Protein/albumin : Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

6. SGOT/SGPT : dapat meningkat

7. Ureum, Kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal

8. Elektrolit : Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

9. Golongan darah : bila akan dilakukan transfuse

Imunoserologi dilakukan untuk pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue[5].

Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitorax kanan tetapi apabila

terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitorax[5].

Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan 2 kriteria klinis dan 2 kriteria

laboratoris (WHO, 1999).

Berdasarkan gejalanya DBD dikelompokkan menjadi 4 tingkatan yaitu (WHO, 2009):

a. Derajat I: demam tinggi disertai gejala tidak khas. Satu – satunya tanda

perdarahan adalah tes torniquet positif atau mudah memar.

b. Derajat II: gejala derajat I ditambah dengan perdarahan spontan di kulit

atau di tempat lain.

13

c. Derajat III: ditemukan tanda-tanda kegagalan sirkulasi (nadi cepat,

lemah, hipotensi, kaki/tangan dingin, lembab, sianosis, gelisah)

d. Derajat IV: terjadi syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan

tekanan darah yang tidak dapat diperiksa.

Untuk diagnosis pasti DBD dapat ditegakkan bila ditemukannya virus dengue didalam

darah. Metode isolasi virus merupakan gold standard pemeriksaan virus dengue.

Pengambilan darah idealnya harus diambil selama periode demam dan lebih baik

sebelum hari kelima sakit. Setelah spesimen diambil selanjutnya dilakukan kultur sel dan

akhirnya dapat diidentifikasi setelah 2-3 minggu. Keterbatasan metode ini adalah sulitnya

peralatan dan memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan hasil, sehingga isolasi virus

hanya dilakukan untuk penelitian[5].

Diagnosis Banding

Diagnosis banding demam berdarah dengue adalah :

1. Chikungunya

2. Campak

3. Malaria

4. ITP

Penatalaksanaan

Pengobatan simptomatik dan suporif merupakan terapi efektif pada penderita DBD.

Terapi simptomatik yakni pemberian analgetik (parasetamol), kompres hangat. Terapi

suportif antara lain penggantian (replacement) cairan, pemberian oksigen dan jika diperlukan

dapat dilakukan transfusi darah. Pemantauan tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi),

hematokrit, trombosit, elektrolit, kecukupan cairan, urine output, tingkat kesadaran, dan

manifestasi perdarahan berguna untuk mengetahui perkembangan penyakit[10].

Berdasarkan gejala klinisnya, pasien dapat melakukan rawat jalan, dirujuk ke rumah

sakit terdekat, atau dilakukan pertolongan segera[1].

14

Penatalaksanaan berdasarkan protokol PAPDI:

1. Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok

2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

15

4. Penatalaksaan perdarahan spontan pada DBD dewasa

5. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

16

Kriteria diagnosis DBD WHO pada tahun 1997 tidak digunakan lagi karena dianggap

tidak mewakili semua kasus di belahan bagian dunia lain karena penyusunannya didasarkan

pada benyak kasus infeksi dengue di thailand.

Pasien Yang Mungkin Dirawat Di Rumah

Pasien yang memiliki intake baik dan pengeluaran urin yang baik setidaknya sekali

dalam enam jam dan tidak memiliki tanda-tanda bahaya, terutama saat demam reda

diperbolehkan untuk pulang. Pasien rawat jalan harus ditinjau setiap hari untuk

perkembangan penyakit (penurunan sel darah putih, penurunan suhu badan, tanda

perdarahan) sampai keluar dari periode kritis dengue. Pasien dengan kadar hematokrit stabil

dapat dikirim pulang setelah disarankan untuk kembali ke rumah sakit jika terdapat tanda-

tanda perdarahan[1]. Pasien dengan intake baik dianjurkan untuk meminum jus, cairan yang

mengandung elektrolit untuk mengganti kehilangan cairan karena demam dan muntah[1].

17

Paracetamol dianjurkan untuk pasien dengan demam tinggi. Pemberian asam

asetilsalisilat (aspirin), ibuprofen atau OAINS tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan

gastritis atau perdarahan[1].

Keluarga terdekat perlu diedukasi untuk segera membawa pasien ke rumah sakit jika

terdapat tanda-tanda: tidak ada perbaikan klinis, muntah persisten, nyeri perut berat, akral

dingin, letargi, dan perdarahan (BAB hitam atau muntah butiran kopi), dan tidak adanya

pengeluaran urin selama 4-6 jam[1].

Pasien yang Sebaiknya Dirujuk untuk Penanganan Rumah Sakit

Beberapa pasien membutuhkan observasi lebih dekat berdasarkan manifestasi

klinisnya, diantaranya pasien dengan tanda-tanda bahaya, pasien dengan risiko komplikasi

(pasien dengan kehamilan, geriatri, diabetes melitus, gagal ginjal, dan penyakit hemolitik

kronik)[1].

Tabel 2. Kriteria Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit pada Dengue (WHO, 2009)

18

Tabel 3. Tanda Bahaya pada Pasien Dengue (WHO, 2009)

Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

Jika pasien memiliki tanda-tanda bahaya, tatalaksana yang dilakukan adalah:

Cek nilai hematokrit sebelum memulai terapi cairan. Pasien dapat diberi cairan

isotonik seperti saline 0.9%, Ringer’s Lactate, cairan Hartmann’s. Dimulai dengan

pemberian 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian dikurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam

selama 2-4 jam, dan kemudian diturunkan menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang

berdasarkan respon klinis.

Nilai ulang status klinis dan nilai hematokrit. Jika hematokrit cenderung menetap atau

sedikit meningkat, maka terapi cairan tetap dilanjutkan (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4

jam. Jika tanda vital memburuk dan hematokrit meningkat tajam, tingkatkan cairan

menjadi 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai ulang status klinis, ulangi pengecekan

hematokrit dan nilai ulang pemberian cairan.

Berikan volume cairan intravena minimal yang dibutuhkan untuk menjaga perfusi

yang baik dan pengeluaran urin sebanyak 0,5 ml/kg/jam. Pemeberian cairan intravena

biasanya berkisar antara 24-48 jam. Tueunkan pemberian cairan jika tanda-tanda

kebocoran plasma menurun. Hal ini ditandai dengan cukupnya pengeluaran urin,

intake makanan yang baik, atau penurunan kadar hematokrit di bawah rata-rata pada

pasien yang stabil.

Pada pasien dengan tanda-tanda bahaya, tanda vital dan perfusi perifer penting untuk

diperhatikan (1-4 jam sampai tanda-tanda kritis terlewati), pengeluaran urin(4-6 jam),

hematokrit (6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ lain (profil ginjal, profil

hepar, profil koagulasi, jika ada indikasi)[1].

Jika pasien tidak ada tanda-tanda bahaya, beberapa hal yang perlu dilakukan:

19

Pasien dengan intake baik dianjurkan untuk minum. Jika intake buruk maka

pemberian cairan intravena 0.9% saline atau Ringer’s Lactate dianjurkan dengan atau

tanpa dekstrosa untuk maintenance. Beberapa pasien akan memulai intake secara oral

setelah beberapa jam terapi cairan intravena. Pemberian volume minimum diperlukan

untuk menjaga perfusi yang baik dan pengeluaran urin. Cairan intravena dibutuhkan

selama 24-48 jam.

Temperatur tubuh pasien penting untuk diperhatikan, termasuk input dan output

cairan, pengeluaran urin (volume dan frekuensi), tanda-tanda bahaya, hematokrit,

leukosit, dan trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain seperti fungsi ginjal dan hati

dapat dilakukan bergantung pada fasilitas rumah sakit setempat[1].

Pasien dengan Dengue Berat yang Memerlukan Penanganan Darurat

Pasien memerlukan perawatan darurat dan rujukan mendesak ketika mereka berada di

kritis

fase kritis penyakit, yaitu:

Kebocoran plasma yang parah menyebabkan syok dengue dan / atau akumulasi cairan

dengan gangguan pernapasan

Perdarahan hebat

Gangguan organ (kerusakan hati, gangguan ginjal, kardiomiopati, encephalopathy

atau ensefalitis)[1].

Resusitasi cairan perlu dilakukan, dengan cairan kristaloid yang bersifat isotonik dan

volumenya harus cukup untuk memelihara sirkulasi yang efektif selama periode kebocoran

plasma. Pada kebocoran plasma, cairan yang hilang perlu digantikan dengan cairan kristaloid

isotonik. Pada kasus, syok hipotensif, cairan yang digunakan adalah cairan koloid[1].

Tabel 4. Kandungan Cairan Kristaloid dengan Koloid (WHO, 2009)

20

Jika memungkinkan, pemeriksaan hematokrit dilakukan sebelum dan sesudah

pemberian cairan. Pemberian cairan dilanjutkan untuk mengganti hilangnya cairan plasma

untuk menjaga sirkulasi efektif selama 24-48 jam[1].

Pemberian cairan resusitasi perlu dipisahkan dengan pemberian cairan biasa, hal ini

perlu dilakukan untuk mengetahui respon pasien terhadap terapi serta mencegah terjadinya

edema paru. Tujuan dari resusitasi cairan adalah untuk memperbaiki sirkulasi sentral dan

perifer (menurunkan takikardi, memperbaiki tekanan darah, dan memperbaiki capillary refill

time) dan menjaga tingkat kesadaran pasien agar stabil, meningkatkan output urin ≥ 0.5

ml/kg/jam, menurunkan asidosis metabolik[1].

Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada dewasa

21

Tabel 5. Penilaian perubahan hemodinamik (WHO, 2009)

Pemeriksaan tanda vital dan perfusi perifer dilakukan setiap 15-30 menit sampai

pasien tidak syok. Jika syok teratasi pemeriksaan dapat dilakukan setiap 1-2 jam. Pengeluaran

urin juga perlu di cek setiap 1-2 jam. Target pengeluaran urin adalah 0.5 ml/kg/jam.

Pemeriksaan hematokrit dilakukan sebelum dan sesudah tatalaksana cairan dengan bolus,

kemudian setelah stabil dapat dilakukan setiap 4-6 jam. Pemeriksaan tambahan yang dapat

dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan analisa gas darah, gula darah, fungsi ginjal, fungsi

hati, pofil koagulasi atas indikasi[1].

Perubahan pada kadar hematokrit penting dalam tatalaksana demam berdarah dengue.

Perubahan kadar hematokrit harus diimbangi dengan perubahan hemmodinamik, respon

klinis pada terapi cairan dan keseimbangan asam basa. Sebagai contoh, peningkatan

hematokrit disertai tanda vital yang tidak stabil mengindikasikan adanya perdarahan hebat

dan membutuhkan transfusi segera. Jika penurunan hematokrit disertai dengan perubahan

22

tanda vital yang stabil mengindikasikan perubahan hemodinamik yang lebih baik, oleh karena

itu cairan dihentikan untuk mencegah adanya edema paru[1].

Tatalaksana pada Komplikasi Perdarahan

Perdarahan mukosa pada pasien dengan dengue, tetapi jika kondisi pasien cenderung

stabil dengen resusitasi cairan maka perdarahan dianggap sebagai kondisi minor. Jika

perdarahan hebat muncul, biasanya hal itu berasal dari perdarahan gastrointestinal atau

vagina pada wanita dewasa. Perdarahan internal tidak akan tampak selama beberapa jam

sampai dengan adanya tanda BAB hitam pada pasien[1].

Tanda pasien dengan risiko perdarahan hebat:

Syok berkepanjangan

Syok hipotensi dan adanya gagal ginjal atau penyakit hati kronik dan adanya asidosis

metabolik persisten

Pasien dengan terapi OAINS

Riwayat penyakit ulkus peptikum

Pasien dalam terapi anti-koagulan

Riwayat trauma, termasuk riwayat suntik intramuskular[1]

Pasien dengan kondisi hemolitik memiliki risiko hemolisis akut dengan hemoglobinuria

dan membutuhkan transfusi darah[1].

Perdarahan hebat ditandai dengan:

Status hemodinamik yang tidak stabil jika dilihat dari kadar hematokritnya

Penurunan kadar hematokrit setelah resusitasi cairan dengan kondisi hemodinamik

yang tidak stabil

Syok refrakter yang gagal merespon terhadap resusitasi cairan 40-60 ml/kg

Syok hipotensi dengan kadar hematokrit normal atau rendah setelah resusitasi

Asidosis metabolik persisten atau memburuk pada tekanan darah sistolik yang

terkendali, terutama pada pasien dengan nyeri perut dan distensi perut[1]

23

Transfusi darah dibutuhkan dan harus segera diberikan ketika tanda-tanda perdarahan

hebat muncul. Tetapi pemberiannya harus bersifat hati-hati untuk mencegah overload

cairan[1].

Tatalaksana pemberian transfusi pada komplikasi perdarahan:

Pemberian 5-10 ml/kg PRC atau 10-20 ml/kg WBC. Pemberian oksigen ke jaringan

optimal dengan kadar 2,3 DPG yang tinggi. Respon klinis yang baik dibuktikan

dengan membaiknya hemodinamik pasien dan keseimbangan asam-basa

Pertimbangkan untuk memberi transfusi berulang jika kehilangan darah lebih lanjut

atau tidak ada peningkatan hematokrit yang optimal setelah transfusi darah

Pada pemasangan NGT harus berhati-hati untuk mencegah perdarahan[1]

Penanganan Syok Terkompensasi

Penanganan Syok Hipotensi

24

Prognosis

25

Dengan manajemen medis yang tepat dan cepat yaitu memonitoring trombosit dan hematokrit serta terapi cairan yang adekuat maka mortalitasnya dapat diturunkan. DBD dapat terjadi fatal bila kebocoran plasma tidak dideteksi lebih dini.

BAB II

26

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. C

Usia : 22 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Gintung Tengah

Status : Belum menikah

Pekerjaan : Mahasiswa

Masuk RS : 31 Agustus 2015

Keluar RS : 2 September 2015

II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)

Keluhan Utama

Demam

Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun pada hari Senin, 31 Agustus 2015

dengan keluhan demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan

mendadak tinggi, sepanjang hari. Selain demam pasien juga mengeluhkan mual dan

muntah. Muntah berisi makanan, tidak ada darah. Selain itu pasien juga mengeluhkan

nyeri menelan, nyeri sendi dan nyeri ulu hati seperti ditusuk. BAB lancar tidak

berwarna hitam, BAK lancer. Tidak ada riwayat mimisan dan gusi berdarah.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, dan alergi tidak ada.

Riwayat Penyakit dalam keluarga

27

Tidak terdapat riwayat penyakit yang sama dalam keluarga

III.PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

Keadaan sakit : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 100 x/ menit

RR : 28 x/ menit

Suhu : 38,2oC

Keadaan Spesifik

Kepala

Normocephal, rambut hitam, distribusi merata dan tidak rontok.

Mata

Eksopthalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), conjunctiva palpebra

anemis (-/-) pada kedua mata, injeksi siliar -/-, sklera ikterik (-) pada kedua mata, pupil

isokhor, reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)normal, pergerakan bola mata

ke segala arah baik, lapang pandang luas.

Hidung

Normoseptal, mukosa hidung lembab (+/+), hiperemis (-/-), epistaksis (-/-)

Telinga

Normotia, meatus akustikus normal (+/+), lubang telinga cukup bersih, debris

(-/-), serumen (-/-), nyeri tekan proc. Mastoideus (-/-), membran timpani intake.

28

Mulut

Mukosa bibir lembab, lidah deviasi (-), caries dentis (-), pembesaran tonsil (-/-),

gusi berdarah (-), stomatitis (-), atropi papil (-), sianosis (-).

Leher

Pembesaran KGB (-)

Dada

Paru-paru

Inspeksi: statis & dinamis simetris kanan dan kiri

Palpasi: fremitus taktil dan vocal sama kanan dan kiri

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : vesikuler (+) kanan kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS 5 LMCS

Perkusi : Batas atas jantung atas ICS 3 LPS, batas kanan ICS 5 LS Dextra,

batas kiri ICS 5 LMC sinistra

Auskultasi : HR 80 x/menit, Bunyi Jantung reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : tampak datar

Palpasi : Nyeri tekan (+) epigastrium, massa (-), hepar, lien tidak

teraba, ballotement (-)

Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen

Auskultasi : Bising Usus (+) 8 kali/menit

Genital : Tidak diperiksa

29

Ekstremitas

Ekstremitas atas : akral hangat (+/+) , Petekie (-/-), nyeri sendi (-), edema(-), jaringan

parut (-), turgor kembali lambat (-).

Ekstremitas bawah :akral hangat (+/+), Petekie (-/-), nyeri sendi (-), edema(-), jaringan

parut (-), turgor kembali lambat (-).

Tes rumple leede (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Senin, 31 Agustus 2015 pukul 19.09

LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL

WBC 6,80 103/Ul 5.2-12.4

RBC 5,60 106/Ul 4,2-6,1

HGB 15,0 g/dL 14-18

HCT 42,4 % 37-52

MCV 75,70 Fl 80-99

MCH 26,8 Pg 27-31

MCHC 35,4 g/dL 33-37

RDW 14,9 % 11,5-14,5

PLT 111 L 103/ul 150-450

Limfosit 0,9 103/ul 1,0-3,0

Monosit 0,5 103/ul 0,2-1,0

Granulosit 6,5 103/ul 2,0-7,0

%Limfosit 13,5 % 25,0-40,0

%Monosit 7,1 % 2,0-8,0

%Granulosit 79,4 % 50,0-70,0

MPV 8,7 µm3 7,0-11,0

PCT 0,097 L % 0,200-0,500

RDW 15,0 % 10,0-18,0

30

KGDS : 94 mg/dl

V. RESUME

Pasien laki-laki 22 tahun dengan keluhan utama demam mendadak tinggi terus

menerus, mual, muntah berisi makanan, nyeri tenggorokan, nyeri ulu hati dan nyeri

menelan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium dan tes rumple

leede positif. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan trombositopenia

(111.000/uL).

VI. DIAGNOSIS

DIAGNOSIS KERJA

Demam Dengue

DIAGNOSIS BANDING

Demam Berdarah Dengue

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura

VII. PENATALAKSAAN

Non Medikamentosa:

- Tirah baring

Medikamentosa

IVFD RL 30tpm

Ranitidin 2 x 1 amp

Ondansentron 3 x 1 amp

Antrain 3 x 1 amp

Omeprazol 2 x 1 amp

VIII. RENCANA PEMERIKSAAN

31

Darah lengkap/24 jam

IX. PROGNOSIS

- Quo ad vitam : dubia ad bonam

- Quo ad functionam : dubia ad bonam

- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

X. FOLLOW UP PASIEN SELAMA DIRAWAT

Tanggal 1 September 2015, pukul 07.00 WIB

S : Demam (+), nyeri sendi (+), mual (-), muntah (-), nyeri pada ulu hati (+),nafsu

makan baik, gusi berdarah (-), mimisan (-)

O :

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmhg

Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 36 x/menit

Suhu : 38,6oC

Kepala : Sklera ikterik -/-

Konjunctiva anemis -/-

Leher: : Tidak teraba KGB

Cor : BJ I-II normal reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+, Ronki basah halus -/-, wheezing -/-

Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (+) epigastrium, bising usus (+) 9 kali/menit

Extremitas : Edema extr. superior -/-, petekie -/-, akral hangat +/+

Edema extr. Inferior -/-, petekie -/-, akral hangat +/+

A : Demam Dengue

P :

32

Non-Medikamentosa

Tirah Baring

Medikamentosa

- IVFD RL 30tpm

- Ranitidin 2 x 1 amp

- Antrain 3 x 1 amp

- Omeprazol 2 x 1 amp

- Ondansentron 3 x 1 amp

- Antrain 3 x 1 amp

- Omeprazol 2 x 1 amp

Tanggal 2 September 2015, pukul 07.00 WIB

S : Demam (+),nyeri sendi (+), mual (-), muntah (-), nyeri pada ulu hati (-),gusi

berdarah (-), mimisan (-), BAB dan BAK lancar.

O :

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Kompos mentis

Tekanan Darah : 110/60 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 37,7oC

Kepala : Sklera ikterik -/-

Konjungtiva anemis -/-

Leher: : Tidak teraba KGB

Cor : BJI-II normal reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+, Ronki basah halus -/-, wheezing -/-

Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) 8 kali/menit

Extremitas : Edema extr. superior -/-, petekie +/+, akral hangat +/+

Edema extr. Inferior -/-, petekie +/+, akral hangat +/+

33

A : Demam Dengue

P : acc pulang

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Selasa, 1 September 2015 jam 08.16 WIB

LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL

WBC 7,30 103/Ul 5.2-12.4

RBC 5,52 106/Ul 4,2-6,1

HGB 15,0 g/dL 14-18

HCT 41,4 % 37-52

MCV 75,0 Fl 80-99

MCH 27,2 Pg 27-31

MCHC 36,2 g/dL 33-37

RDW 15,5 % 11,5-14,5

PLT 109 L 103/ul 150-450

Limfosit 0,9 103/ul 1,0-3,0

Monosit 0,5 103/ul 0,2-1,0

Granulosit 5,8 103/ul 2,0-7,0

%Limfosit 12,6 % 25,0-40,0

%Monosit 7,3 % 2,0-8,0

%Granulosit 80,1 % 50,0-70,0

MPV 8,7 µm3 7,0-11,0

PCT 0,095 L % 0,200-0,500

RDW 15,5 % 10,0-18,0

Rabu, 2 September 2015 pukul 7.00 WIB

34

LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL

WBC 6,30 103/Ul 5.2-12.4

RBC 5,06 106/Ul 4,2-6,1

HGB 14,1 g/dL 14-18

HCT 37,7 % 37-52

MCV 74,5 Fl 80-99

MCH 27,9 Pg 27-31

MCHC 37,4 g/dL 33-37

RDW 16,0 % 11,5-14,5

PLT 283 L 103/ul 150-450

Limfosit 1,2 103/ul 1,0-3,0

Monosit 0,5 103/ul 0,2-1,0

Granulosit 4,6 103/ul 2,0-7,0

%Limfosit 18,7 % 25,0-40,0

%Monosit 8,7 % 2,0-8,0

%Granulosit 72,6 % 50,0-70,0

MPV 8,2 µm3 7,0-11,0

PCT 0,232 L % 0,200-0,500

PDW 14,4 % 10,0-18,0

DAFTAR MASALAH

- Demam Dengue

- Dispepsia

1. Demam Dengue

35

Atas dasar terdapat demam, nyeri sendi, nyeri menelan, suhu 38,2o C, tes rumple leed + trombosit 111 103 u/L

Assesment : Demam Dengue

Diagnosis Banding : Demam Berdarah Dengue, ITP

Planning : Serologi Dengue Blot

Terapi

Non farmakologis : tirah baring

Farmakologis :

- IVFD RL 30tpm

- Ranitidin 2 x 1 amp

- Ondansentron 3 x 1 amp

- Antrain 3 x 1 amp

- Omeprazol 2 x 1 amp

2. Dispepsia

Atas dasar terdapat nyeri epigastrium, mual dan muntah.

Assesment : Dispepsia

Diagnosis Banding : GERD, IBS

Planning : Endoskopi

Terapi

Non farmakologis :

- Makan teratur

- Menghindari obat penyebab ulcer (Aspirin, NSAID, dll)

- Menghindari stress

- Menghindari rokok, alkohol, dan kafein (stimulan asam lambung)

Farmakologis :

- Ranitidin 2 x 1 amp

- Ondansentron 3 x 1 amp

- Antrain 3 x 1 amp

- Omeprazol 2 x 1 amp

- Antasida 3 x 1

36

BAB III

ANALISIS KASUS

Pasien laki-laki 22 tahun datang dengan keluhan demam sejak 3 hari sebelum masuk

rumah sakit. Demam dirasakan mendadak tinggi dan terus menerus. Selain demam pasien

37

juga mengeluhkan nyeri menelan, nyeri ulu hati, mual dan muntah. Muntah berisi makanan,

tidak ada darah.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastriumdan tes rumple leede positif.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan trombositopenia (111.000/uL). Berdasarkan

gejala klinis dan hasil lab yang di dapat, pasien termasuk ke dalam kriteria Demam Dengue

karena tidak ditemukan tanda-tanda hemokonsentrasi yaitu peningkatan hematocrit >20% dan

pasien mendapat terapi cairan intravena sebanyak 2200 ml per hari dan terapi simptomatis.

Perhitungan untuk pemberian yang dapat diberikan pada pasien;

IVFD Ringer Laktat

Kebutuhan cairan per hari = 1500 + {20 x (BB dalam Kg – 20)}

= 1500 + {20 x (55 – 20)}

= 2200

Jumlah tetes per menit = Jumlah cairan x 20

Jam Pemberian x 60

= 2 2 00 x 20

24 60

= 30 tpm

Selain itu pasien diberikan obat simptomatik untuk mual, muntah dan nyeri ulu hati yaitu

Ranitidin 2 x 1 amp, Ondansentron 3 x 1 amp, Antrain 3 x 1 amp, Omeprazol 2 x 1 amp.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization.Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. France. 2009. Hal 1-67

2. Nasronudin, et al,. Penyakit Infeksi di Indonesia, Solusi Kini & Mendatang. Airlangga University Press. Surabaya. 2007. Hal: 46-53

38

3. Achmadi UF. 2010. Demam Berdarah Dengue di Indonesia Tahun 1968-2009. Buletin Jendela Epidemiologi, Volume 2. Jakarta. Agustus 2010. Hal 1-11

4. World Health Organization. Dengue Haemorrhagic Fever: Diagnosis, treatment, prevention, and control, 2nd ed. Geneva. 1997. Hal: 1-20

5. Suhendro, et al,. 2009. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

jilid III. Edisi V. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Interna

Publishing. Jakarta. 2009. Hal: 2773-2782

6. World Health Organization. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome in the Context of the Integrated Management of Childhood Illness. USA. 2005. Hal: 1-40

7. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, Wardhani Wahyu I., Setiowulan

Wiwiek. Demam Dengue. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Media Aesculapius

FKUI. Jakarta. 2004. h: 428-433.

8. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. World Health

Organization, 2009. Diunduh dari

http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf. Diakses pada

14 September 2015.

9. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control. 2nd

edition.Geneva : World Health Organization. 1997. Diunduh dari

http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication/en/

print.html.

10. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. TataLaksana Demam Berdarah

Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan. Jakarta.2004.

39