PRESENTASI WEBINAR WOW MINISTRYrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/06/01...

7

Transcript of PRESENTASI WEBINAR WOW MINISTRYrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/06/01...

Page 1: PRESENTASI WEBINAR WOW MINISTRYrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/06/01  · dengan menggunakan tekhnologi kekinian, baik itu internet, tekhnologi komunikasi
Page 2: PRESENTASI WEBINAR WOW MINISTRYrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/06/01  · dengan menggunakan tekhnologi kekinian, baik itu internet, tekhnologi komunikasi
Page 3: PRESENTASI WEBINAR WOW MINISTRYrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/06/01  · dengan menggunakan tekhnologi kekinian, baik itu internet, tekhnologi komunikasi

PRESENTASI WEBINAR WOW MINISTRY

CATATAN MENGENAI KREATIVITAS LITURGIS DALAM MASA PANDEMIDAN MASA TRANSISI KETIKA RUANG IBADAH TELAH DAPAT DIGUNAKAN KEMBALI

1 Juni 2020

Pdt. Ester Pudjo Widiasih, Ph.D.

Presentasi saya ini saya dasarkan pada hasil pengamatan dan imajinasi saya pribadi sertahasil obrolan ibadah online yang secara rutin diselenggarakan oleh Bengkel Liturgi danMusik Gereja Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta pada setiap hari Senin, pkl. 19:00-21:00, yang dapat diikuti melalui kanal youtube STFT Jakarta dan zoom room. Saya akanmendahului setiap point dengan “saya belajar” dan “saya mengharapkan”, seperti dimensianamnesis dan prolepsis dalam ibadah.

1. Saya belajar bahwa, selama masa pandemi ini, banyak sekali gereja (paling tidak yangsaya amati) sangat serius mendampingi dan melayani warga jemaat dengan berbagaicara yang masih asing bagi mereka sebelum virus Covid-19 menyebar di Idonesia, yaitudengan menggunakan tekhnologi kekinian, baik itu internet, tekhnologi komunikasikekinian (misalnya WhatsApp dan berbagai media sosial), tekhnologi multimedia,tekhnologi rekaman, dsb.

2. Saya mengharapkan semangat melayani dengan sungguh, dengan adaptif, dan denganmenggandeng tekhnologi tetap dipertahankan di hari-hari mendatang. Ketika gedunggereja kita telah dapat dibuka kembali, namun ibadah perkumpulan bersama belum bisamemaksimalkan hal fisikal, tekhnologi yang menghadirkan dunia virtual harusbersinergi dengan ibadah perkumpulan bersama itu.

3. Saya belajar bahwa penggunaan tekhnologi canggih dapat meminggirkan sekelompokwarga jemaat. Hal ini terjadi pada masa pandemi, khususnya bagi mereka yang tidakbisa mengakses tekhnologi internet dan tekhnologi kekinian lainnya.

4. Saya mengharapkan gereja tetap mengarahkan pandangan dengan sangat serius padawarga jemaat yang tidak dapat mengakses tekhnologi canggih ini. Di berbagai daerahyang belum terjamah tekhnologi dengan basis internet, tekhnologi jadul masih dipakai,bahkan diperkuat, misalnya menggunakan TOA, radio, HT, bahkan mengirimkan tekstata ibadah dan khotbah melalui pos atau disampaikan langsung pada yangbersangkutan, sehingga mereka tetap dapat beribadah. Bagi mereka yang tidak dapatmembeli kuota internet, ada gereja yang melibatkan warga yang mampu untuk berbagipulsa/kuota.

5. Saya belajar bahwa banyak senior/lansia tidak dapat mengakses tekhnologi canggih.Melalui penelitian para ahli kesehatan, saya juga belajar bahwa, sayangnya, kelompoksenior/lansia dan orang-orang yang telah memiliki penyakit kronis sangat rentanterkena Covid-19, sehingga mereka belum dapat berkumpul untuk beribadah bersama,ketika pintu gereja telah dibuka.

6. Saya mengharapkan, ketika ibadah perkumpulan sudah dapat dilakukan, para pelayangereja perlu memberikan perhatian yang sangat serius pada kedua kelompok wargatersebut, misalnya dengan menciptakan kelompok pemerhati yang terdiri dari wargajemaat yang sehat yang secara rutin menyapa mereka dengan cara konvensional tetapitetap memerhatikan protokol kesehatan.

Page 4: PRESENTASI WEBINAR WOW MINISTRYrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/06/01  · dengan menggunakan tekhnologi kekinian, baik itu internet, tekhnologi komunikasi

7. Saya belajar bahwa banyak gereja (dan warga jemaat secara personal) semakinmenyadari pentingnya arti perwujudan iman melalui ritual dan diakonial, dan bahwakeduanya tidak dipertentangkan. Banyak gereja yang dengan sangat seriusmengupayakan ibadah online dan offline dan mengupayakan aksi karitatif untukmenolong mereka yang paling terpukul karena adanya pandemi ini. Ibadah di rumahsaja pun didukung sebagai upaya untuk menyatakan kasih kepada sesama dan kepadadiri sendiri.

8. Saya mengharapkan, ketika gereja sudah dibuka kembali, hal ritual dan diakonial lebihsaling bersinergi untuk mewujudkan ajaran Kristus: mengasihi Allah, diri sendiri, dansesama dengan segenap hati, dengan ekspresi manusiawi yang utuh (tidak harusmemilih saya harus berderma atau beribadah), dan dengan tetap memerhatikan protokolkesehatan sebagai penyataan kasih itu.

9. Saya belajar bahwa selama wabah ini, gereja tidak hanya menekankan ibadah hariMinggu, tetapi juga ibadah harian. Berbagai upaya untuk menyapa umat setiap haridiwujudkan dengan berbagai bentuk doa harian dan renungan harian.

10. Saya mengharapkan, ketika gereja telah dapat mengadakan ibadah hari Minggu, ibadahharian yang disediakan oleh gereja dengan melibatkan pelayanan warga jemaat, tidakdilupakan, tetapi dijadikan sebuah rutinitas ritual tatanan dunia baru. Misalnya, umatdilibatkan dalam pengadaan nyanyian yang mendampingi renungan, atau renungandibuat oleh umat berdasarkan pengalaman mereka sehari-hari, dll. Dengan demikian,ibadah Minggu, yang harus diperpendek selama masa transisi untuk alasan kesehatan,dapat dilengkapi dengan ibadah harian di rumah. Selain itu, ibadah harian yangdilakukan bersama seluruh anggota keluarga juga menjadikan perwujudan keluargasebagai basis berjemaat. Saya juga mengharapkan munculnya ritual komunal lainnya digereja untuk mendampingi umat. Misalnya, karena ibadah untuk menghantarkan orangyang sudah meninggal ke peristirahatan terakhir tidak dapat dilaksanakan sebagaimanabiasanya, setelah gereja dibuka kembali, mungkin perlu diadakan ibadah pengenangan(memorial service). Atau, sebuah ritus yang dikembangkan untuk memasuki kembaligedung gereja. Saya mengharapkan adanya perenungan teologis yang “baru” atas ritusatau ritual “baru” yang muncul di era tatanan kehidupan baru masa pandemi ini.Misalnya, mencuci tangan sebelum masuk ke gereja untuk beribadah dimengerti pulasebagai ingatan akan anugerah Allah dalam baptisan (khususnya anugerah penyuciandiri).

11. Saya belajar bahwa, dalam masa pandemi ini, gereja menjadi kreatif dalammengadaptasi tradisi berliturgi yang selama ini seakan-akan tidak bisa diubah. Misalnya,liturgi Minggu yang selama ini berjangka waktu lebih dari satu jam dapat diperpendekmenjadi satu jam atau bahkan kurang dari satu jam, tanpa mengurangi bobot teologis-liturgis-pastoral yang hendak disampaikan. Mungkin, tanpa adanya pengumuman wartajemaat dan aksi persembahan, tanpa adanya banyak paduan suara atau VG ataukesaksian musikal lainnya, juga khotbah dan doa yang tidak bertele-tele, dapatmenjadikan ibadah lebih singkat. Teks-teks liturgis menjadi sangat penting untukdiperhatikan/ditulis/dirancang untuk menjadikan penggunaan waktu ibadah menjadiefektif dan efisien dan makna ibadah tetap mendalam. Contoh kreativitas lainnya yangsaya pelajari adalah, adanya jemaat yang menggunakan simbol-simbol tertentu yangdibuat sebelum atau pada saat ibadah berlangsung untuk dapat melibatkan anak-anak.Misalnya, ketika pembacaan Alkitab berlangsung dan selama khotbah didengarkan,anak-anak diajak untuk membuat gambar atau suatu prakarya sebagai bagian dari aksiliturgis.

Page 5: PRESENTASI WEBINAR WOW MINISTRYrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/06/01  · dengan menggunakan tekhnologi kekinian, baik itu internet, tekhnologi komunikasi

12. Saya mengharapkan kreativitas menggabungkan antara tradisi berliturgi masing-masinggereja dan inovasi liturgis dan teologis, yang dilakukan untuk merawat kehidupanbersama, tetap dapat berlangsung ketika gereja sudah mengadakan ibadah bersama digedung gereja. Misalnya, ketika menyanyi bersama menjadi sebuah ancaman bagikesehatan, umat yang beribadah dapat membacakan teks nyanyian tersebut secara lirih,atau ikut menyanyi dalam hati bersama dengan pemandu nyanyian jemaat (atau bahkanvideo nyanyian jemaat yang ditayangkan), atau bernyanyi dalam hati denganmenggunakan gerakan tubuh. Saya juga mengharapkan adanya kreativitas dalampelaksanaan sakramen yang mematuhi protokol kesehatan bersama. Misalnya, baptisantidak dilakukan dengan langsung menyentuh kepala, tetapi dengan menggunakanwadah/gayung kecil (misalnya dalam bentuk kerang atau sendok) untuk meneteskan air.Pelayan sakramen menggunakan sarung tangan dan masker, tentunya.Bagi gereja-gerejayang secara teologis tidak menganut paham transubstansiasi, makanan dan minumanperjamuan kudus mungkin dapat dibawa dari rumah masing-masing dan dimakansendiri, untuk menghindari makanan/minuman yang disentuh oleh orang lain. Gerejasetempat dapat menyepakati jenis makanan dan minuman yang harus dibawa darirumah. Ketika doa yang menandai perjamuan diucapkan sebelum makan/minum, umatdapat mengangkat makanan/minuman yang hendak disantap itu. Apa pun praktikpelayanan sakramen yang dipilih, gereja perlu menimbang hal-hal teologis yangmendasari praktik tersebut dengan mengacu pada tradisi Alkitabiah dan tradisiKekristenan yang dianut.

13. Saya belajar bahwa liturgi yang diadakan dalam masa pandemi ini dapat menolong kitamemahami arti teologis tertentu yang selama ini tidak bisa diungkapkan sebagaipengalaman ragawi, misalnya, ajaran mengenai persekutuan orang kudus di segalatempat dan masa. Sebelum pandemi, pengakuan akan persekutuan orang kudus hanyadipahami sebagai persekutuan komunitas jemaat yang sering berkumpul dalamperibadahan. Dengan adanya ibadah virtual dan aksi saling mendoakan, kita tetapmerasa disatukan dengan anggota jemaat lainnya, meskipun secara ragawi kita tidakberkumpul. Namun, di lain pihak, ibadah virtual yang diikuti juga dapat mengurangiketerlibatan aktif warga jemaat dalam beribadah. Liturgi hanya menjadi materi tontonanyang tidak menggeliatkan indera dan sikap kita dalam menghadap Allah.

14. Saya mengharapkan, karena ibadah virtual mungkin masih akan sering terjadi selamamasa transisi, ada upaya pembinaan bagi umat untuk mengikutinya. Selain itu,diperlukan juga saat ketika umat, khususnya sebagai sebagai keluarga dan/atauperkumpulan kecil, dapat beribadah hanya dengan tuntunan tertulis tanpa mengikutiibadah lengkap yang sudah disediakan oleh para pelayan. Umat perlu diberdayakanuntuk menyadari bahwa mereka memiliki potensi untuk menjadi pemimpin ibadah dandapat beribadah secara penuh dan aktif bahkan ketika mereka berada di rumah.

15. Saya belajar bahwa kita berada dalam dunia paradoks: virus yang mematikan ternyatajuga dapat mendatangkan berbagai hal yang baik, misalnya udara di sekitar kita menjadisemakin bersih; keluarga kita menjadi semakin akrab, meskipun ada juga kenyataankekerasan dalam rumah tangga menjadi meningkat; dan kreativitas dalam merancangdan melakukan ibadah juga meningkat, meskipun banyak tantangan untuk mengadakanibadah di rumah.

16. Saya mengharapkan kita dapat berdamai dengan berbagai kenyataan paradoksal ini dansemakin menyambut keterjalinan antara dunia nyata dan dunia maya, antara ekspresiragawi dan virtual, antara ritual dan diakonial, antara doa komunal dan doa keluargadan devosional pribadi, dan tentu saja antara relasi mencintai Allah, diri sendiri, sesamamanusia, juga ciptaan Allah lainnya. Saya mengharapkan kita mengembangkan berbagai

Page 6: PRESENTASI WEBINAR WOW MINISTRYrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/06/01  · dengan menggunakan tekhnologi kekinian, baik itu internet, tekhnologi komunikasi

potensi setiap hal tersebut sebagai sebuah kesempatan untuk berimajinasi dan berkreasisecara liturgis dan teologis sebagai manusia seutuhnya. Kita pun perlu bersabar dalammenghadapi masa transisi ini, sebab cara beribadah dalam tatanan kenormalan baruhanya dapat diketahui secara jelas efektivitasnya ketika kita melaksanakannya. Kitasambut cara beribadah sesuai dengan tatanan kebiasaan baru sebagai kesempatan untukmengembangkan imajinasi dan kreativitas dalam berliturgi dan berteologi. Mari, kitasambut kesempatan ini.

Page 7: PRESENTASI WEBINAR WOW MINISTRYrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/06/01  · dengan menggunakan tekhnologi kekinian, baik itu internet, tekhnologi komunikasi

Laporan Kegiatan sebagai Pembicara pada Live Webinar “Setelah Pandemi,Bagaimana?: Merajut Kembali Ibadah Gereja”

1. Wonders of Worship Ministry, sebuah organisasi non-profit yang bergerak dalampembinaan mengenai ibadah bagi warga gereja, mengadakan sebuah webinar yangdisiarkan langsung (livestreaming) di kanal Youtube Wow Ministry mengenai topikperibadahan selama masa pandemi Covid-19. Saya diundang menjadi salah satupembicara dari 7 orang panelis lainnya.

2. Saya menyampaikan beberapa catatan atas fenomena ibadah selama pandemi ini, yangsaya ramu sebagai makalah dengan judul “Catatan mengenai kreativitas liturgis dalammasa pandemi dan masa transisi ketika ruang ibadah telah dapat digunakan kembali.”Makalah tersebut saya dasarkan pada beberapa kali diskusi antar-penggiat liturgi danmusik gereja dalam program “Obrolan Ibadah Online” yang diselenggarakan olehBengkel Liturgi dan Musik Gereja STFT Jakarta. Program ini terjadi 8 kali dengan topik-topik yang berbeda di seputar ibadah dan musik gereja.

3. Webinar dilaksanakan dengan menggunakan platform Zoom bagi para pembicara danditayangkan secara langsung melalui Youtube. Interaksi dengan para peserta webinardilakukan melalui sarana chat live Youtube, di mana para peserta dapat menuliskanpertanyaannya bagi para pembicara.

4. Kegiatan webinar ini dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2020.5. Terlampir adalah undangan dan makalah.

Jakarta, 1 Juni 2020

Ester Pudjo Widiasih, Ph. D.