Presentasi Kasus Dm Ryan

40
BAB. I STATUS PASIEN 1. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. Komariah Jenis kelamin : perempuan Usia : 42 tahun Alamat : Jl. Kp Sawah RT /RW 01/04 No.14 Ciputat Jakarta Selatan Agama : Islam Status : Menikah Suku Bangsa : Indonesia MRS : 4 Agustus 2010 pukul 14.20 WIB No. CM : 27-88-32 2

description

Diabetes Melitus adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah.

Transcript of Presentasi Kasus Dm Ryan

Page 1: Presentasi Kasus Dm Ryan

BAB. I STATUS PASIEN

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. KomariahJenis kelamin : perempuanUsia : 42 tahunAlamat : Jl. Kp Sawah RT /RW 01/04 No.14 Ciputat Jakarta SelatanAgama : IslamStatus : MenikahSuku Bangsa : IndonesiaMRS : 4 Agustus 2010 pukul 14.20 WIBNo. CM : 27-88-32

2

Page 2: Presentasi Kasus Dm Ryan

2. DATA DASAR

a. ANAMNESIS

Autoanomnesis, Rabu tanggal 4 Agustus 2010 pukul 14.20 WIB Keluhan utama : Sesak napas sejak 10 hari SMRS

Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto

dengan keluhan sesak napas sejak sepuluh hari SMRS. Dan bengkak pada kedua kakinya. Pada awalnya pasien datang ke poliklinik paru sesuai jadwal dengan pengobatan paru namun pasien mengeluhkan Sesak napas yang terasa panas dan menjalar,juga terasa berat di pundak. Saat sesak pasien merasa lebih enak jika miring ke kiri atau kanan atau duduk, sesak yang dirasakan hilang timbul. Waktu istirahat atau saat aktivitas sesak pasien terkadang muncul. Pasien juga mengeluhkan kedua kakinya bengkak yang semakin membesar. Sesak napas dan pembengkakkan kakinya muncul bersamaan pada 10 hari SMRS. Sejak tahun 2003 pasien mengetahui mengidap Diabetes Militus dengan keluhan banyak makan, banyak minum, banyak buang air kecil terutama pada malam hari. Pada tahun yang sama pasien mengeluh pinggangnya sakit yang hilang timbul dan sering linu pada persendian bila terjadi serangan dia minum Tramadol. Pada tahun 2004 pasien pernah masuk Rumah Sakit dengan gula darah >300 dan mendapat insulin. Pada tahun 2008 pandangannya mulai terasa menurun. Pada tahun 2009 pasien mengetahui hipertensi dan mengkonsumsi Captopril 2 x 1, DM nya dengan Glibenklamid 25 mg. Pasien tidak kontrol rutin mengenai DM-nya. Selain itu pasien mengeluhkan mual, batuk berdahak, namun tidak ada mengi, tidak dikarenakan pemicu, rasa tidak nyaman di perut, badan terasa lemas, kaki terasa berat, nafsu makan berkurang, sakit kepala.

Setelah masuk Perawatan Umum RSPAD Gatot Soebroto Pasien direncanakan melakukan hemodialisa. Dan sampai hari ini sudah dilakukan samapai 4 kali yaitu pada tanggal 9,10,13 dan 17 Agustus 2010. Setelah itu keadaan pasien membaik namun keluhan pusing, lemas masih ada sedikit.

Riwayat penyakit dahulu :

( - ) Cacar

( - ) Cacar air

( - ) Difteri

( - ) Batuk Rejan Campak

( + ) Influenza

( - ) Tonsilitis

3

Page 3: Presentasi Kasus Dm Ryan

( - ) Kholerea

( - ) Demam Rematik Akut

( - ) Pneumonia

( - ) Pleuritis

( +) Tuberkulosis

( - ) Malaria

( - ) Disentri

( - ) Hepatitis

( - ) Tifus Abdominalis

( - ) Skirofula

( - ) Sifilis

( - ) Gonore

(+ ) Hipertensi

( - ) Ulkus Ventrikuli

( - ) Ulkus Duodeni

( - ) Gastritis

( - ) Batu Empedu

( -) Batu Ginjal

( - ) Burut (Hernia)

( - ) Penyakit prostat

( - ) wasir

( + ) Diabetes

( - ) Alergi

( - ) Tumor

( - ) Penyakit pembuluh

( - ) Perdarahan otak

( - ) Psikosis

( - ) Neurosis

Lain-lain : (- )Kecelakaan

4

Page 4: Presentasi Kasus Dm Ryan

Riwayat penyakit keluarga :Diabetes Militus : AyahHipertensi : Ayah dan Ibu

Riwayat sosial ekonomi : Makan jeroan (+), kopi (+), rokok (+), jamu-jamu pegel linu (+)

b. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal 14 Agustus 2010

1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Habitus : Atletikus

4. Keadaan gizi : obesitas Tinggi badan 154 cm, berat badan 80 kg, IMT = 33.7 kg/m2

5. Tanda vital : Tekanan darah = 160/110mmHg Nadi = 94 x/menit, equal, isi cukup, reguler Suhu Tubuh = 37 0C RR = 28 x/menit, tipe normal, jenis thorakoabdominal

TTV 04/8/2010 05/8/2010 12/8/2010 16/8/2010TD 160/110 mmHg 120/100 mmHg 140/100mmHg 130/100 mmHgN 94 x/mnt 84 x/mnt 98 x/mnt 104 x/mntP 28 x/mnt 24 x/mnt 24 x/mnt 20 x/mntS 37.0 C 36.6 C 36,5 C 37 C

6. Kulita. Warna kulit sawo matangb. hangat, kering, c. turgor normald. effloresensi tidak ada e. ikterik tidak adaf. edema pada tungkai bawahg. jaringan parut tidak ada

7. Kepala a. Normocephalb. rambut hitamc. distribusi merata

5

Page 5: Presentasi Kasus Dm Ryan

d. tidak mudah dicabut.

8. Wajah : Simetris, ekspresi wajar.

9. Mataa. Konjungtiva anemis +/+b. Sklera ikterik -/-c. Edema palpebra -/-d. Pupil bulat isokor +/+.

10.Telinga : Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-.

11.Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-.

12. Muluta. Mukosa bibir keringb. Faring tidak hiperemisc. Tonsil T1-T1 tenangd. Karies +

13. Lehera. Simetrisb. Deviasi trakhea tidak ada c. Pembesaran kelenjar tiroid tidak tampakd. Pembesaran KGB pada preauricularis, submandibulla, maupun

collilateralis dan supraclavicularis tidak teraba.

14.Thorak Pulmo : I = Normochest, retraksi -/-, sela iga tidak tampak

melebar Pa = Taktil fremitus sinistra = dextra

Pe = Sonor pada kedua lapang paru. Batas paru hati pada linea midclvavicula

dextra ICS VIA = Suara dasar vesikuler, Ronkhi -/- Wheezing

-/-, fokal fremitus sinistra = dextra.

Cor : I = Tidak tampak ictus cordis Pa = Iktus cordis teraba pada ICS VPe = Batas kanan ICS V linea stemalis dextra

Batas kiri ICS VI linea midklavicula sinistraPinggang jantung ICS III linea sternal sinistra

A = BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-

6

Page 6: Presentasi Kasus Dm Ryan

15. Abdomen I = Cekung, simetrisPa = Dinding perut supel, turgor kulit menurun

Hepar dan lien tidak teraba membesar. Nyeri tekan epigastrium (+). Ballotement (-)

Pe = Timpani, shiffting dullness -A = Bising usus (+) Normal

16. Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai bawah kiri kanan, arteri dorsalis pedis +/+

17. Neurologi : Refleks Bisep (+/+), Rekleks Trisep (+/+), Refleks

Achiles (+/+)

18. Pembuluh Darah : Arteri Temporalis : regulerArteri Karotis : regulerArteri Brakhialis : regulerArteri Radialis : reguler

Arteri Femoralis : reguler Arteri Poplitea : reguler Arteri Tibialis Posterior : reguler Arteri Dorsalis Pedis : reguler

c. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hematologi

Darah RutinTanggal Pemeriksaan

Nilai Rujukan04/08/10

5/8/10 26/7/10 5/8/10 13/8/10

Hb 7.5 8.0 9.9 9.3 9.8 12-16 g/dlHematokrit 25 26 29 30 30 37-47 %

Eritrosit 2.8 3.0 3.4 3.5 3.2 4.3-6 juta/uLLeukosit 6100 6000 4400 4800 11900 4800-10800 /uL

Trombosit 191000 204000 175000 170000 165000150000-400000

/uLMCV 87 88 86 87 92 80-96 flMCH 26 27 30 29 30 27-32 pg

MCHC 31 30 35 33 33 32-36 g/dl

7

Page 7: Presentasi Kasus Dm Ryan

Kimia Darah04/08/10 5/8/10 13/8/2010

Nilai Rujukan

Ureum 134 175 7120-50 mg/dl

Kreatinin 9.6 10.6 3,50.5-1.5 mg/dl

Natrium 139 147135-145

mEq/l

Kalium 3.6 3.83.5-5.3 mEq/l

Klorida 110 10797-107 mEq/l

Glukosa Sewaktu

184 <140 mg/dl

Aceton Darah -

Asam Urat3.5-7.4 mg/dl

AGDTanggal Pemeriksaan Nilai Rujukan

4/08/10 5/8/10 6/8/10 6/8/10 7/8/10pH 7.221 7.170 7.280 7.321 7.310 7.37 - 7.45

PCO2 29.4 30.0 36.9 34.6 39.4 32-46 mmHgPO2 41.1 100.5 94.0 94.2 70.8 71-104 mmHg

HCO3 11.8 10.7 17.8 17.5 19.4 21-29 mEq/lBase Exces

-14.4 -16.3 -8.9 -7.6 -6.3 -2 - +2 mEq/l

O2

Saturation67.5 96.1 96.4 96.7 92.9 94-98%

8

Page 8: Presentasi Kasus Dm Ryan

Kimia DarahTanggal Pemeriksaan

Nilai Rujukan05/08/10

Protein Total 5.8 6-8.5 g/dlAlbumin 3.3 3.5-5.0 g/dlGlobulin 2.5 2.5-3.5 g/dl

Kolesterol 105 < 200 mg/dlTrigliserida 54 < 160 mg/dl

Bilirubin Total 0.6 < 1.5 mg/dlBilirubin Direct < 0.3 mg/dl

Bilirubin Indirect < 1.1 mg/dlAlkali Fosfatase (Pria) 92 < 128 u/l

SGPT 80 < 40 u/lSGOT 29 < 35 u/l

Kadar Gula Darah Harian

KGDHTanggal Pemeriksaan Nilai

Rujukan13/8/10Glukosa Puasa 139 < 100 mg/dl

Glukosa jam 11.00

206 < 184 mg/dl

Glukosa jam 16.00

286 < 140 mg/dl

Pemeriksaan Urinalisa

Urin LengkapTanggal Pemeriksaan

Nilai Rujukan05/8/10

Protein ++ - negatifGlukosa - - negatifBilirubin - - negatifEritrosit 2-3-2 < 2 / LPBLeukosit 6-5-6 < 5 / LPBTorak - -negatifKristal - -negatifEpitel + +posLain-lain - _negatif

9

Page 9: Presentasi Kasus Dm Ryan

Foto thorax

Pulmo: kedua hilus normalCorakan bronhhovaskuler paru normalTak tampak infiltrat

USG ABDOMEN

- Diffuse Parenkimatosa kedua ginjal

3. RINGKASAN MASALAH

Ny. K (42 tahun) datang dengan keluhan sesak napas sejak 10 hari SMRS. Dan kedua kakinya bengkak dan semakin membesar. Batuk (+), dahak (+), namun tidak ada darah. Diabetes Militus (DM) dari 7 tahun yang lalu, tidak berobat teratur, sudah 3 bulan tidak minum obat DM nya, pasien tidak mengetahui obatnya apa. Hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, dan mengkontrol dengan minum Captopril 2x 1 25 mg. Sejak 2 bulan yang lalu pasisen didiagnosis Tubercolosis Paru, disuruh berobat 6 bulan, namun hanya berobat 1 bulan, sudah 20 hari tidak minum obat, obat yang di minum untuk TB parunya yaitu Etambutol,INH, Rifampicin 1000/600/450. Pasien masih sering buang air kecil terutama pada malam hari, banyak minum, dan banyak makan. Pasien juga mengeluhkan mual, rasa tidak nyaman di perut, badan terasa lemas, kaki terasa berat, nafsu makan berkurang.. Pasien memilki riwayat Diabetes sejak 7 tahun yang lalu. Hipertensi sejak 1 tahun yang lalu.

Pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit ringan dengan habitus athletikus, keadaan obesitas, tekanan darah 160/110 mmHg, tekanan nadi 94 kali/menit dan respiratory rate nya 28 kali per menit. Pada pemeriksaan mata konjungtiva pucat +/+, . Pemeriksaan thoraks paru dan jantung tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan abdomen didapatkan bentuk abdomen cembung, turgor kulit baik, terdapat nyeri pada daerah epigastrium, dan bising usus normal. Pada pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan hemoglobin 7.5 g/dl, hematokrit 25%, eritrosit 2.8 juta/uL,. Pemeriksaan penunjang kimia darah didapatkan dan ureum 134 mg/dL kreatinin 9.6 mg/dL , glukosa sewaktu 184 mg/dL, dan pemeriksaan Analisa Gas Darah didapatkan pH 7,221, pCO2 29,4, pO2 41,1, HCO3 11,8, o2 saturation 67,5 %.

4. DAFTAR MASALAH

1. CKD stage V on hemodialisis2. DM tipe 2 dengan gula darah tidak terkontrol3. Hipertensi grade 24. TB paru on OAT 1 bulan

10

Page 10: Presentasi Kasus Dm Ryan

5. PENGKAJIAN

1. CKD stage V Atas dasar: anamnesa, keluhan utama sejak 10 hari yang lalu.

Keluhan sesak napas disertai dengan bengkak pada kedua tungkai bawah .. Sesak napas pada CKD dapat diakibatkan karena adanya keadaan asidosis metabolik, atau overload dan terjadi edema corpulmonal. Edema yang timbul diakibatkan karena penimbunan cairan (hipoalbuninemia). Anoreksia, nausea dan vomitus dapat diakibatkan karena adanya gangguan metabolisme protein dalam usus sehingga terbentuk zat-zat toksik. Jumlah air kencing pasien dikatakan sedikit dan berwarna kuning. Pada pemeriksaan lab didapatkan anemia, peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dengan clearance creatinin 9,64 ml/mnt. Dari urinalisa didapatkan proteinuria. AGD Asidosis metabolik terkompensasi. Dipikirkan CKD stage V Rdx UMU BC/24 jam, Analisa gas darah/12 jam, CCT, USG ginjalRx terapi IVFD venflon saja, hemodialisa

2. DM tipe 2 dengan gula darah tidak terkontrolAtas Dasar : anamnesa , dimana pasien menyatakan tidak minum

obat diabetes dengan teratur dan dari hasil pemeriksaan penunjang kimia darah dimana didapatkan kadar glukosa darah sewaktu ketika masuk rumah sakit (tanggal 4/8/2010) yaitu 184 mg/dl, setelah dirawat (tanggal 5/8/2010) glukosa puasa menjadi 152 mg/dl, lalu masih tinggi 4 hari kemudian (tanggal 9/8/2010) glukosa puasa menjadi 142 mg/dl dan glukosa puasa masih tinggi hingga tanggal 12/8/2010 menjadi 139 mg/dl. Glukosa sewaktu hingga 286 mg/dL. Dipikirkan DM Tipe 2 dengan gula darah tidak terkontrolRdx KGDH, HBa1CRx terapi metformin 3x1 500 mg

3. Hipertensi grade 2Atas Dasar anamnesa ppasien menyatakan sejak satu tahun yang

lalu menderita hipertensi. Dari pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah hasilnya masuk kategori hipertensi.Dipikirkan Hipertensi grade 2

4. TB paru on OAT 1 bulanAtas dasar ,anamnesa : pasien dalam pengobatan ethambutol,INH,

Rifampicin dan hasil diagnosis pemeriksaan sebelumnya. Batuk(+), dahak(+).Dipikirkan TB paru on OAT 1 bulanRdx, periksa BTA, dan resistensi obatRx terapi , ethambutol, rimfampicin, isoniazid

11

Page 11: Presentasi Kasus Dm Ryan

6. RENCANA PENATALAKSANAAN

1. Rencana Terapi- IVFD RL 2 kolf/hari- Metformin 3x1 500 mg - Ondansentron 3x1 amp- R/H/Z 450/1000/1000- Captopril 2x 12,5mg- CaCO3 3x1/B12 3x1- Minum 2000cc/24 jam

7. KESAN UMUM

1. DeskripsiWanita, 42 th, dengan Diabetes Melitus tipe 2 sejak 7 tahun

yang lalu, gula darah tidak terkontrol dengan kompikasi mikroangiopati (chronic kidney disease) disertai TB paru.

2. Diagnosa AkhirPenyakit ginjal kronik dengan gula darah tidak terkontrol

disertai TB paru.

3. PrognosisQuo vitam = Dubia ad malamQou functionam = Dubia ad malamQou sanationam = Dubia ad malam

12

Page 12: Presentasi Kasus Dm Ryan

BAB.II TINJAUAN PUSTAKA

1. Penyakit Ginjal kronik

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dan etiologi

yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan

pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah

suatu keadaan klinis yang ditandai dengan adanya penurunan fungsi ginjal

yang irreversibel. Pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti

ginjal yang tepat, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

Kriteria penyakit ginjal kronik :

1. Kerusakan lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktur atau fungsional,

dengan atau tanpa penurunan LFG dengan manifestasi

- Kelainan patologis

- Terdapat tanda kelainan ginjal

2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1,72 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa

kerusakan ginjal.

Klasifikasi :

Derajat 1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau tinggi ( 90

ml/mn/1,73 m2)

Derajat 2 Kerusakan ginjal dengan LFG rendah ringan (60–89 ml/mn/1,73

m2 )

Derajat 3 Kerusakan ginjal dengan LFG rendah sedang (30-59 ml/mn/1,73

m2)

Derajat 4 Kerusakan ginjal dengan LFG rendah berat ( 15 – 29 ml/mn/1,73

m2)

Derajat 5 Gagal ginjal +dialisis

13

Page 13: Presentasi Kasus Dm Ryan

B. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung

pada penyakit yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya

proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal

mengakibatkan hipertropi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa

(surviving nephrosis) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh

molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan

terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan

aliran darah glomerolus. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi

nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.

Adanya peningkatan aktifitas aksis renin-angiotensin-aldosteron-intrarenal,

ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi. Sklerosis dan

progresifitas tersebut. Aktifitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-

aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming

growth factor (TGF ). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap

terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,

hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat varibialitas interindividual untuk

terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.

C. ETIOLOGI

Penyakit utama ginjal kronik :

- Diabetes mellitus tipe 1 & 2

- Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar

- Glomerulonefrosis

- Nefritis interstitials

- Kista dan penyakit bawaan lain

- Penyakit sistemik

- Neoplasma

14

Page 14: Presentasi Kasus Dm Ryan

D. PENDEKATAN DIAGNOSTIK

I. Gambaran Klinis

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi :

1. Sesuai penyakit yang mendasari, seperti : DM, Infeksi traktus urinarius,

batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus eritomatosus

sistemik (LES)

2. Sindrom uremia, seperti : lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,

nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,

pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

3. Gejala komplikasi seperti : hipertensi, anemia, osteodistrofirenal,

payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit

(sodium, kalium, khlorida).

II. Gambaran Laboratoris

Gambaran laboratoris penyakit ginjal kronik meliputi :

1. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.

2. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan

kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung menggunakan

rumus Kockcroft – Gault.

3. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,

peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,

hiper atau hipokloremia, hiperfostatemia, hipokalsemia, asidosis

metabolik.

4. Kelainan urinalis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,

isostenuria.

I. Gambaran Radiologis

Gambaran radiologi penyakit ginjal kronik meliputi :

1. Foto pdos abdomen bisa tampak batu radioopak

2. Pielografi intavena jarang dikerjakan

3. Pielografi antegrad atau retrograd

15

Page 15: Presentasi Kasus Dm Ryan

4. Ultrasonografi ginjal Bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang

mengecil, korteks yang menipis, adanya

hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,

kalsifikasi.

5. Pemeriksaan Pemindaian ginjal atau renografi dokerjakan bila ada

indikasi

6. Renogram Menilai fungsi ginjal kiri dan kanan, lokasi gangguan

(vaskular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.

II. Penatalaksanaan

1. Terapi Spesifik terjadap penyakit dasarnya

Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum

terjadinya penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak

terjadi. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi

terhadap penayakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan

LFG. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat

memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid antara lain,

gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol,

infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat

nefrotoksik, bahan radiokontras.

3. Mengahmbat Pemburukan Fungsi Ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya

hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi

hiperfiltrasi glomerulus adalah :

- Pembatasan asupan Protein pembatasan mulai dilakukan pada

LFG 60 ml/menit sedangkan diatas nilai tersebut, pemebatasan

asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6 –

0,8 /kg.bb/hari, yang 0,35 – 0,50 gr diantaranya merupakan protein

nilai biologi tinggi.

16

Page 16: Presentasi Kasus Dm Ryan

- Terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerolus.

Pemakaian obat anti hipertensi, disamping bermanfaat untuk

memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk

memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi

hipertensi intra glomerulus dan hipertropi glomerulus.

4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.

Pencegahan dan terapi ini merupakan hal yang penting, karena 40-

45% kematian penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit

kardiovaskular. Hal yang termasuk di dalamnya adalah, diabetes,

hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia,

hiperfospatemia dan terhadap kelebihan cairan dan gangguan

keseimbangan elektrolit.

5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

6. Mengatasi Hiperfosfatemia

- Pembatasan asupan fosfat

- Pemberian pengikat fosfat

- Pemberian bahan kalsium memetik

7. Pembatasan cairan dan elektrolit

8. Terapi pengganti ginjal

2. DIABETES MELITUS TIPE 2

a. LATAR BELAKANG

Saat ini diabetes melitus sudah merupakan penyakit global. Banyak penelitian dilakukan untuk mencoba mengatasinya. Ada berbagai penelitian yang bertujuan untuk memperbaiki kehidupan orang dengan diabetes, ada yang berusaha untuk mencari obat untuk menyembuhkannya dan ada pula yang mempelajari dampak diabetes pada beberapa populasi dunia.5

b. EPIDEMIOLOGI

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan data badan pusat statistik Indonesia (2003) diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural 7,2% maka

17

Page 17: Presentasi Kasus Dm Ryan

diperkirakan pada tahun 2003 terdapat diabetisi sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5juta di daerah rural. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta yang berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta diabetisi didaerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Suatu jumlah yang sangat besar,dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada. Mengingat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumberdaya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah sebaiknya ikut serta dalam usaha penaggulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan.6

c. DEFINISI

Menurut American Diabetes Association ( ADA ) 2003, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.5

d. KLASIFIKASI ETIOLOGI

1. Diabetes melitus tipe 1Terjadi destruksi sel β, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut. Terjadi melalui proses imunologik atau idiopatik. Gambaran klinik biasanya timbul pada masa kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil balig. Tetapi ada juga yang timbul pada masa dewasa.

2. Diabetes melitus tipe 2Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Timbul makin sering setelah umur 40 tahun.

3. Diabetes melitus tipe lain- Defek genetik fungsi sel β, - Defek genetik kerja insulin,- Penyakit eksokrin pankreas,- Endokrinopati,- Karena obat atau zat kimia,- Infeksi,- Sebab imunologi yang jarang,- Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM (Sindrom Down,

Sindrom Klinefelter, chorea Hungtinton, porfiria, dan lain-lain).

4. Diabetes melitus gestasional

Diabetes yang mulai timbul atau mulai diketahui selama kehamilan.7

18

Page 18: Presentasi Kasus Dm Ryan

e. ETIOLOGI

DM tipe 2 disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) disebabkan karena kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.8

f. PATOFISIOLOGI

Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak. Tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukora) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat.9

g. GEJALA KLINIS

Keluhan Klasik :- Banyak makan (polifagia)- Sering merasa haus (polidipsia)- Sering kencing (poliuria) terutama malam hari- Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya

Keluhan lain :- Lemah badan- Kesemutan pada jari tangan dan kaki- Gatal-gatal- Penglihatan kabur- Disfungsi ereksi pada pria- Pruritus vulvae pada wanita- Luka sukar sembuh- Melahirkan bayi dengan berat badan > 4 kg. 7

h. FAKTOR RISIKO DM

19

Page 19: Presentasi Kasus Dm Ryan

Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :- Riwayat keluarga dengan DM- Umur. Risiko untuk menderita prediabetes meningkat seiring dengan

meningkatnya usia.- Riwayat pernah menderita DM gestasional- Riwayat lahir dengan BB rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir

dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding bayi yang lahir dengan BB normal.

Faktor risiko yang bisa dimodifikasi :- Berat badan lebih- Kurang aktifitas fisik- Hipertensi- Dislipidemia- Diet tak sehat. Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan

risiko menderita prediabetes dan DM tipe 2.Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :- Penderita polycictic ovary syndrome (PCOS)- Penderita sindroma metabolik. 7

i. DIAGNOSIS

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood) vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui 3 cara, yaitu :1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu

≥200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan DM.2. Dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif

dan spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan darah puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang – ulang. Cara pelaksanaan TTGO :

3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

Diperiksa kadar glukosa darah puasa. Diberikan glukosa 75 gr (orang dewasa), atau 1,75 gr/kgBB (anak-

anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.

20

Page 20: Presentasi Kasus Dm Ryan

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.

Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

3. Dengan pemeriksaan glukosa darah puasa.6

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dL) :2

Bukan DM Belum pasti DM DMKadar glukosa darah sewaktu (mg/dL)

Plasma vena

Darah kapiler

< 100

< 90

100 – 199

90 – 199

≥ 200

≥ 200

Kadar glukosa darah puasa (mg/dL)

Plasma vena

Darah kapiler

< 100

< 90

100 – 125

90 – 99

≥ 126

≥ 100

j. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup diabetisi. Tujuan penatalaksanaan

A. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

B. Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroaniopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan maortalitas dini DM.

Pilar penatalaksanaan DM1. Edukasi2. Terapi gizi medis3. Latihan jasmani4. Intervensi farmakologisPengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama beberapa waktu ( 2 – 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis berat, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan pada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

21

Page 21: Presentasi Kasus Dm Ryan

1. EdukasiEdukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :

- Perjalanan penyakit DM- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM- Penyulit DM dan risikonya- Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan. - Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik oral

atau -insulin serta obat-obatan lain. - Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah

atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).

- Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia.

- Pentingnya latihan jasmani yang teratur.- Masalah khusus yang dihadapi (misalnya : hiperglikemia pada

kehamilan).- Pentingnya perawatan diri.- Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

2. Terapi gizi medis (TGM)Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan

kebutuhannya guna mencapai target terapi.Prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan

anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada diabetisi perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

3. Latihan Jasmani Manfaata. Menurunkan kadar glukosa darah (mengurangi

resistensi insulin, meningkatkan sensitivitas insulin).b. Menurunkan berat badan.c. Mencegah kegemukan.d. Mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik, gangguan

lipid darah, peningkatan tekanan darah, hiperkoagulasi darah.Prinsip : Continuous, Rhytmitic, Interval, Progressive, Endurance (CRIPE).a. Continuous

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama + 30 menit).

b. RythmicalLatihan olah raga dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur.

c. Interval

22

Page 22: Presentasi Kasus Dm Ryan

Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.d. Progressive

Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.

Sasaran Heart Rate = 75-85 % dari Maximum Heart RateMaximum Heart rate = 220 – umur

e. Endurance Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti jalan santai, bersepeda, jogging, dan berenang.

4. Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan TGM dan latihan jasmani.

Obat Hipoglikemik Oral (OHO)Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan : 1. Pemicu sekresi insulin (insuline secretagogue) : sulfonilurea dan

glinid.2. Penambah sensitifitas terhadap insulin : metformin, tiaolidindon.3. Penghambat glukoneogenesis : metformin4. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase α.

InsulinInsulin diperlukan pada keadaan :- Penurunan berat badan yang cepat- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis- Ketoasidosis diabetik- Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik- Hiperglikemia dengan asidos laktat.- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal.- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)- Diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan TGM.- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.6

k. PENYULIT DM

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.

I. Penyulit akut

1. Ketoasidosis diabetik2. Hiperosmoral nonketotik

23

Page 23: Presentasi Kasus Dm Ryan

3. Hipoglikemia

II. Penyulit menahun

1. Makroangiopati :Pembuluh darah jantungPembuluh darah tepiPembuluh darah otak

2. Mikroangiopati :Retinopati diabetikNefropati diabetik

3. Neuropati diabetik 4. Ulkus diabetikum. 6

3. Hemodialisis

1. Pengertian HaemodialisisHemodialisa berasal dari kata hemo=darah,dan dialisa=pemisahan atau filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisa menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi permeabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialysis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permeabel ( Pardede, 1996 ).Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Setyawan, 2001).

2. Tujuan HemodialisaSebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam uratb. Membuang kelebihan air.c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.e. Memperbaiki status kesehatan penderita.

3. Proses HemodialisaDalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut :a) Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi perbedaan kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang dipindahkan ke dalam dialisat.b) Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.c) Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat ( Lumenta, 1996 ).

24

Page 24: Presentasi Kasus Dm Ryan

4. Alasan dilakukannya HemodialisaHemodialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan :a) Kelainan fungsi otak ( ensefalopati uremik )b) Perikarditis ( peradangan kantong jantung )c) Asidosis ( peningkatan keasaman darah ) yang tidak memberikan responterhadap pengobatan lainnya.d) Gagal jantunge) Hiperkalemia ( kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah ).

5. Frekuensi Hemodialisa.Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :1 ) Penderita kembali menjalani hidup normal.2 ) Penderita kembali menjalani diet yang normal.3 ) Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.4 ) Tekanan darah normal.5 ) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif ( Medicastore.com, 2006 )Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.

6. Komplikasi pada HemodialisaKomplikasi dalam pelaksanaan hemodialisa yang sering terjadi pada saat dilakukan terapi adalah :a. Hipotensib. Kram ototc. Mual atau muntahd. Sakit kepalae. Sakit dadaf. Gatal-gatalg. Demam dan menggigilh. Kejang 

4. Tuberculosis paru

TBC atau dikenal juga dengan Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh basil tahan asam disingkat BTA nama lengkapnya  Mycobacterium Tuberculosis. Walaupun TBC dapat menyerang berbagai organ tubuh ,namaun kuman ini paling sering menyerang organ Paru. Infeksi Primer terjadi pada individu yang sebelumya belum  memiliki kekebalan tubuh terhadap  M Tuberculosis

25

Page 25: Presentasi Kasus Dm Ryan

 Basil TBC terhisap melalui saluran pernapasan masuk kedalam paru ,kemudian basil masuk lagi ke saluran limfe paru dan dari ini basil TBC menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.Melalui aliran darah inilah basil TBC menyebar keberbagai Organ tubuh. Bagaimana mengetahui kita terserang TBC ?TbC dapat kita diagnosa  melalui pengkajian dari gejala klinis ,pemeriksaan fisik ,gambaran radiologi atau Rontgen Paru  dan pemeriksaan laboratorium klinis maupun bakteriologis. Gejala klinis yang sering ditemui pada tuberculosis paru adalah batuk yang tidak spesifik  tetapi progresif.Pada pemeriksaan fisik kadang kita dapat menemukan suara yang khas tergantung seberapa luas dan dan seberapa jauh kerusakan jaringan paru yang terjadi. Pemeriksaan Rontgen dapat menunjukkan gambaran yang bermacam macam dan tidak dapat dijadikan gambaran diagnostik yang absolut dari Tuberculosis Paru. Pada pemeriksaan laboratorium  ,peningkatan  Laju Endap Darah dapat menunjukan  proses yang sedang aktif ,tapi laju endap darah yang normal bukan berarti menyingkirkan adanya proses Tuberculosis. Penemuan adanya BTA pada Dahak , bilasan bronkus ,bilasan lambung ,cairan pleura atau jaringan paru adalah sangat penting untuk mendiagnosa TBC Paru.Sering dianjurkan untuk pemeriksaan dahak sebanyak 3 kali  untuk dahak yang diambil pada pagi hari. Pengobatan TBC Paru :Pengobatan bertujuan untuk menyembuhkan ,mencegah kematian ,dan kekambuhan.Obat TBC yang utama adalah Isoniazid ,Rifampisin ,pirazinamid ,streptomisin dan etambutol.Sedangkan jenis obat tambahan yang biasa digunakan adalah kanamisin ,kuinolon ,makroloid dan amoksisilin di kombinasikan dengan klavulanat.Pengobatannya secara keseluruhannya dapat mencapai 12 bulan.

Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.

26

Page 26: Presentasi Kasus Dm Ryan

 

Pencegahan (profilaksis) primer

Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).

INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).

Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.

Pencegahan (profilaksis) sekunder

Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.

Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

 

Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.

Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.

Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin. 

 

Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat Dosis harian (mg/kgbb/hari)

Dosis 2x/minggu (mg/kgbb/hari)

Dosis 3x/minggu(mg/kgbb/hari)

INH 5-15 (maks 300 mg)15-40 (maks. 900 mg)

15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin10-20 (maks. 600 mg)

10-20 (maks. 600 mg)

15-20 (maks. 600 mg)

Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)

27

Page 27: Presentasi Kasus Dm Ryan

Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

 

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti Indonesia – WHO joint Evaluation dan National Tuberkulosis Program in Indonesia pada April 1994. Dalam program ini, prioritas ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan. 

Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari. 

Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat. 

Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).

 

Pengobatan TBC pada orang dewasa

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

28

Page 28: Presentasi Kasus Dm Ryan

Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).

Diberikan kepada:

Penderita baru TBC paru BTA positif.

Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3

Diberikan kepada:

Penderita kambuh.

Penderita gagal terapi.

Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada:

Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak

Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu: 

2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

 

Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:

29

Page 29: Presentasi Kasus Dm Ryan

 

TB tidak berat 

  INH  : 5 mg/kgbb/hari 

  Rifampisin  : 10 mg/kgbb/hari 

 

TB berat (milier dan meningitis TBC) 

  INH  : 10 mg/kgbb/hari 

  Rifampisin  : 15 mg/kgbb/hari 

  Dosis prednison  : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)  

DAFTAR PUSTAKA

1. Bell RA, Jones-Vessey K, Summerson JH. Hospitalizations and outcomes for diabetic gastroparesis in North Carolina. South Med J 2002;95:1297–9

2. Gustaviani R. dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi ke IV, 2006, Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2. PB. PERKENI, Jakarta 2006

30

Page 30: Presentasi Kasus Dm Ryan

4. Rani,Aziz dkk. Panduan Pelayanan Medik, PB PAPDI,Jakarta, Balai Penerbit FK UI, 2006

5. Mansjoer,Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi III, Jakarta, Media Aesculapius, 2001

6. Price,S. dan Lorraine MW. Patofisiologi, Konsep klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6, EGC, 2006

7. Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease : Evaluation, Classification and Stratification. Part 4. Definition and Classification of Stages of Chronic Kidney Disease. New York National Kidney Foundation, 2002. diunduh dari http/www. Kidney. Org/professionals/KDOQI/guidelines_ckd. Diakses tanggal 17 Agustus 2010

8. Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease : Evaluation, Classification and Stratification. Part 9.Approach To Chronic Kidney Disease. New York National Kidney Foundation, 2002. diunduh dari http/www.Kidney.Org/professionals/KDOQI/guidelines_ckd Diakses tanggal 17 Agustus 2010

31