Presentasi kasus bronkiektasis

download Presentasi kasus bronkiektasis

of 32

Transcript of Presentasi kasus bronkiektasis

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    1/32

    Presentasi Kasus

    SEORANG LAKI-LAKI USIA 64 TAHUN DENGAN BRONKIEKTASIS DAN

    TUBERKULOSIS PARU

    Oleh:

    Ahmad Afiyyuddin N G99131011

    Arianto Adi Wibowo G99131021

    Siti Fatimah Risa G99131080

    Charismatika Syintia Dewi G99131027

    Faiz Yunanto G99131039

    Pembimbing:

    Dr,dr. RevionoSp. P(K)

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN PARU

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI

    S U R A K A R T A

    2014

    http://sirine.uns.ac.id/penelitian.php?act=profile&idp=1579&judul=Dr,dr.%20Reviono%20Sp.%20P%28K%29http://sirine.uns.ac.id/penelitian.php?act=profile&idp=1579&judul=Dr,dr.%20Reviono%20Sp.%20P%28K%29http://sirine.uns.ac.id/penelitian.php?act=profile&idp=1579&judul=Dr,dr.%20Reviono%20Sp.%20P%28K%29http://sirine.uns.ac.id/penelitian.php?act=profile&idp=1579&judul=Dr,dr.%20Reviono%20Sp.%20P%28K%29http://sirine.uns.ac.id/penelitian.php?act=profile&idp=1579&judul=Dr,dr.%20Reviono%20Sp.%20P%28K%29http://sirine.uns.ac.id/penelitian.php?act=profile&idp=1579&judul=Dr,dr.%20Reviono%20Sp.%20P%28K%29http://sirine.uns.ac.id/penelitian.php?act=profile&idp=1579&judul=Dr,dr.%20Reviono%20Sp.%20P%28K%29
  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    2/32

    BAB I

    STATUS PENDERITA

    I. ANAMNESIS

    A. IDENTITAS PENDERITA

    Nama : Tn.S

    Umur : 64 tahun

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Agama : Islam

    Pekerjaan : Swasta

    Alamat : Tegal Arum RT 1 RW 31 Jebres Surakarta

    No. RM : 01 01 46 16

    Masuk RS : 7 Februari 2014

    Tanggal pemeriksaan : 12 Februari 2014

    B. Keluhan Utama :

    Sesak napas

    C. Riwayat Penyakit Sekarang :

    Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 7 hari SMRS dan

    semakin memberat dengan aktivitas sejak 2 hari yang lalu. Sesak tidak

    dipengaruhi oleh cuaca dan tidak memiliki riwayat asma. Kebiasaan pasien

    saat tidur hanya menggunakan 1 bantal. Sesak disertai batuk memberat sejak 2

    hari SMRS, batuk berdahak (+), sehari sebanyak 2 gelas belimbing, warna

    kekuningan, kental, darah (+) satu kali, pada waktu malam 1 hari SMRS

    berupa bercak berwarna merah. Pasien belum meminum obat batuk.

    Nafsu makan pasien menurun sehingga badan menjadi lemas disertai

    penurunan berat badan, nyeri dada (-), mual (+), muntah (-). Pasien juga

    mengalami demam (+) tinggi 2 hari SMRS. Belum dibawa berobat

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    3/32

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    4/32

    G. Riwayat Sosial Ekonomi

    Pasien adalah seorang laki-laki berusia 64 tahun bekerja swasta.

    Pasien tinggal bersama seorang istri dengan rumah berlantai semen, sebagian

    tanah, minim ventilasi. Pasien merupakan pasien BPJS.

    H. Riwayat Gizi

    Seharihari pasien makan dengan nasi sayur tiga kali sehari dengan

    lauk tahu tempe, telur, atau ikan.

    II.

    PEMERIKSAAN FISIK

    Keadaan umam : Lemah, composmentis

    Berat badan : 45 kg

    Tinggi badan : 165 cm

    Vital Sign : Tekanan Darah : 110/70 mmHg

    Nadi : 98 x/menit, teraba lemah, reguler

    Pernapasan : 24 x/menit, teratur

    SiO2 : 99 % dalam O2 2 lpm

    Suhu : 38,3oC peraksila

    Mata : Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)

    Hidung : Napas cuping hidung (-/-), secret (-/-)

    Telinga : Sekret (-/-)

    Mulut : Sianosis (-), mukosa basah (+)

    Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar

    Thoraks : retraksi (-), normochest, simetris

    Jantung : I : ictus cordis tidak tampak

    P: ictus cordis tidak kuat angkat, thrill (-)

    P: batas jantung kesan tidak melebar

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    5/32

    A: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bunyi

    tambahan (-)

    Pulmo : Anterior

    I: pengembangan dada kiri=kanan, sela iga tidak melebar,

    retraksi (-)

    P: pengembangan dada kiri=kanan, fremitus raba kiri = kanan

    P: sonor/sonor

    A: SDV (+/+), RBK (+/+) di dada kanan kiri bawah

    Posterior

    I: pengembangan dada kiri=kanan

    P: pengembangan dada kiri=kanan, fremitus raba kiri = kanan

    P: sonor/sonor

    A: SDV (+/+), RBK (+/+) di dada kanan kiri bawah

    Abdomen : I: dinding perut // dinding dada, benjolan (-), sikatrik (-)

    A: BU (+) N

    P: tympani

    P: Supel, NT (-), hepar dan lien tidak teraba

    Ekstremitas : Akral dingin Oedem

    - - - -

    - - - -

    III.PEMERIKSAAN PENUNJANG

    1. Pemeriksaan Laboratorium Darah

    PEMERIKSAAN

    7 Februari 2014 SATUAN RUJUKAN

    HEMATOLOGI

    RUTIN

    Hb 11,4 g/dl 13,5-17,5

    HCT 36 33-45

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    6/32

    AL 12,8 103/l 4,5-11,0

    AT 270 103/l 150-450

    AE 4,03 106

    /l 4.50-5.90Gol.darah B

    INDEX

    ERITROSIT

    MCV 88,9 /um 80-96.0

    MCH 38,2 Pg 28.0-33.0

    MCHC 31,8 g/dl 33.0-36.0

    RDW 13,2 % 11.6-14.6

    MPV 7,1 Fl 7.2-11.1

    PDW 15 % 25-65

    HITUNG JENIS

    Granulosit 82,40 % 56,00-78,00

    Limfosit 9,10 % 22,00-44,00

    Mono, Eos, Bas 8,50 % 0,00-12,00

    KIMIA KLINIK

    GDS 147 mg/dL 80-140

    Kreatinin 0.7 mg/dL 0,7-1,3

    Ureum 29 mg/dL

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    7/32

    PCO2 30,8 mmHg 27.0-41.0

    PO2154,8

    mmHg 80-100

    HCO3 23,5 mmol/L 21-28

    Total CO2 19,3 mmol/L 19-24

    O2 saturasi 99,4 % 94-98

    Pembacaan Analisis Gas Darah:

    PaO2 : (713 x 0.24)(1.25 x 30,8)

    : 132,62PaO2 target : 132,62 x 90 / 154,8

    : 77,1

    FiO2 koreksi : 77,1 + (1.25 x 30,8)/713

    : 0,16 ~ O2 ruangan

    AaDO2 : 132,62154,8 = -22,18

    HS : 154,8 / 0,24

    : 645

    Kesan: alkalosis respiratorik tidak terkompensasi

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    8/32

    2. Foto thorax PA

    Pembacaan:Foto Thorak proyeksi PA/lateral Tn.S umur 64 tahun diambil tanggal 7 Februari

    2014 di RSUD Moewardi Solo.

    Kekerasan cukup, inspirasi cukup, simetris, trakea di tengah

    Cor : Besar dan bentuk normal, tampak kalsifikasi aortic knob

    Pulmo : Tampak honey comb appearance di paracardial kanan kiri dengan

    infiltrat di sekitarnya

    Sinus costophrenicus kanan anterior posterior tajam, kiri anterior poterior tumpul

    Retrosternal dan retrocardiac space dalam batas normal

    Hemidiafragma kanan normal, bentuk kubah, licin, kiri tertutup perselubungan

    Trachea di tengah

    Sistema tulang baik

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    9/32

    Kesan :

    Suspect infected bronchiektasis

    Efusi pleura kiri

    Aortasclerosis

    3. Elektrokardiografi

    Kesan: sinus rhytm, HR 95 x/menit, normoaksis

    IV.DIAGNOSIS KERJA

    Bronkiektasis terinfeksi

    TB paru BTA (?) lesi luas kasus baru dalam terapi OAT kategori I bulan V

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    10/32

    V. TERAPI

    1. Oksigen 2 lpm

    2. Infus NaCl 0,9% 20 tpm

    3. Inj Ceftriaxone 2gram/24jam

    4. Rifampicin/INH 450gr/300 gr

    5. Injeksi Ranitidin 500 gram/12 jam

    6. Paracetamol 3x500mg

    7. N Asetyl cysteine 3x200gr

    VI.

    PLANNING

    1. Pemeriksaan sputum BTA 3x

    2. Laboratorium darah rutin, SGOT/SGPT, Ureum/Creatinin, elektrolit

    3. KUVS/ 8 jam

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    11/32

    BAB II

    PEMBAHASAN

    Pada kasus ini pasien didiagnosis sebagai Bronkiektasis terinfeksi dan TB

    paru BTA (?) lesi luas kasus baru dalam terapi OAT kategori I bulan V. Didapatkan

    dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, foto toraks, dan laboratorium

    Diagnosa bronkiektasis terinfeksi didapatkan dari anamnesis yaitu batuk

    kronis yang produktif (sputum mukoid, purulent dan bercak darah), dispnea sejak 7

    hari SMRS dan semakin memberat dengan aktivitas sejak 2 hari yang lalu. Sesak

    tidak dipengaruhi oleh cuaca dan tidak memiliki riwayat asma. Pasien juga

    mengalami demam (+) tinggi 2 hari SMRS. Riwayat penyakit dahulu, pasien

    menyangkal adanya riwayat DM, hipertensi, dan penyakit jantung. Riwayat

    pengobatan OAT (+) sejak 10 Oktober 2013 sampai sekarang, riwayat mondok (+)

    terakhir November 2013 di RSDM diagnose Bronkiektasis terinfeksi TB paru BTA

    (+). Riwayat kebiasaan merokok (+) sejak berusia 20 tahun, berhenti 5 tahun yang

    lalu. Habis 1 bungkus/ hari. Index brinkman 468 (perokok sedang).

    Pemeriksaan fisik : pasien terlihat lemas disertai penurunan berat badan. Suhutubuh pasien 38.3

    oC per aksila, pernafasan 24 x per menit. Pada auskultasi ditemukan

    ronki basah kasar pada dada kanan kiri bawah.

    Pemeriksaan penunjang foto thorax PA/lateral : Tampak honey comb

    appearance di paracardial kanan kiri dengan infiltrat di sekitarnya.

    Pasien diterapi dengan pemberian O2 2 lpm, IVFD NaCl 20 tpm, injeksi

    ceftriaxone 2 gr/24 jam, N asetyl cysteine 3 x 200 mg peroral, dan paracetamol 3 x

    500 mg peroral. Menurut PDPI penderita rawat inap diterapi dengan pemberian terapi

    oksigen; pemasangan infus untuk rehidrasi dan elektrolit; pemberian obat

    simptomatik antara lain antipiretik dan mukolitik; dan pemberian antibiotik.

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    12/32

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    13/32

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Anatomi dan Histologi Sistem Respirasi

    Trakea terdiri dari 16 sampai 20 cincin tulang rawan yang berbentuk

    setengah lingkaran atau bulan sabit (cresent-shaped). Tulang rawan yang bersifat

    elastis kuat ini, bersama-sama membentuk trakea dalam arah anterolateral

    sehingga trakea menjadi kaku. Bagian posterior trakea dibentuk oleh jaringan

    elastis bersama-sama dengan otot polos. Kedua jaringan ini membentuk suatu

    lapisan yang disebut pars membranasea dari trakea. Otot di daerah ini akan aktif

    berkontraksi pada saat ekspirasi dalam atau batuk sehingga lumen trakea

    menyempit. Pada bagian dalam lapisan otot dan tulang rawan ini didapatkan suatu

    lapisan jaringan ikat yang mengandung serabut saraf dan kelenjar mukus. Lebih

    dalam lagi ke arah lumen terdapat membran mukosa yang mengandung sel goblet,

    sel bersilia, dan terakhir sel-sel epitel. Bronkus dimulai dari bagian distal trakea

    yang membagi dua menjadi bronkus utama kanan dan kiri. Selanjutnya bronkus

    utama ini membagi diri menjadi bronkus generasi kedua yang disebut bronkus

    lobar dengan penampang 0,7 cm, setelah itu terbentuk pula bronkus segmental

    dengan penampang 0,5 cm. Generasi keempat merupakan bronkus terakhir diberi

    nama bronchus subsegmental, generasi kelima hingga kesepuluh disebut bronkus

    kecil dengan penampang 0,1 sampai 0,4 cm. Seperti halnya dengan trakea, tulang

    rawan pada bronki besar berbentuk ladam kuda dengan otot polos

    menghubungkan kedua ujungnya. Pada bronki yang lebih kecil tulang rawan

    berbentuk lempengan kecil, semakin kecil, bentuk tulang rawan juga berubah

    membentuk lempeng atau batang kecil, dan pada bronkiolus bentuk tulang rawan

    ini hilang sama sekali. Di bagian dalam setiap bronki dijumpai suatu jaringan

    yang terbentuk dari jaringan elastis, jaringan retikuler, otot polos, kapiler,

    jaringan limfatik, serta serabut saraf. Diantara jaringan tadi dapat dijumpai sel-sel

    radang PMN, sel limfosit dan sel mast. Lapisan lebih dalam lagi diapatkan

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    14/32

    membrane basalis dan lapisan epitel, yang terdiri dari sel bersilia dan sel goblet.

    Jumlah sel goblet paling banyak ditrakea dan bronki utama, jumlahnya makin

    menurun sesuai dengan makin kecilnya bronki. (Mukty, et.al., 2005)

    Bronkioli(-us), merupakan generasi ke-11 dengan penampang 0,15

    sampai 0,1 cm. Dinding bronkioli mengandung jaringan elastis yang berjalan

    secara longitudinal dan menutup serabut-serabut otot polos. Bronkioli yang lebih

    kecil membagi diri menjadi bronkioli terminalis dengan penampang alveolaris.

    Perubahan yang dilihat pada bronkioli antara lain tulang rawan tidak ada, epitel

    berbentuk kuboid dan tidak mempunyai silia. Makin ke perifer, jumlah sel goblet

    dan kelenjar mukus makin berkurang. Sekret mukus yang dihasilkan oleh sel

    goblet dan kelenjar mukus melapisi bagian luar sel silia. Otot polos merupakan

    suatu komponen yang penting di dalam saluran pernapasan. Otot polos terletak di

    bagian posterior dan menghubungkan kedua ujung tulang trakea dan bronkus

    utama. Pada bronki kecil, bronkioli generasi ke-5 dan seterusnya, serabut otot

    polos ini menyusun diri dalam bentuk spiral dan double helical. Bentuk spiral

    otot polos ini dapat dijumpai sampai ke alveoli(-us). Duktus alveolaris dan

    alveolus merupakan perluasan bronkioli respiratorius. Alveoli yang merupakan

    kantung-kantung berdinding tipis tersusun berkelompok pada duktus alveolaris

    sehingga struktur yang membentuk keduanya juga serupa. Pada seorang laki-laki

    dewasa diperkirakan terdapat 300x106 alveoli dan alveoli ini mengambil tempat

    55 sampai 60% dari seluruh volume paru. Dinding alveoli yang disebut juga

    alveolar-capillary membrane berperane berperan dalam pertukaran gas dari udara

    ke darah. Orang dewasa diperkirakan mempunyai luas alveoli sekitar 80 m2,

    begitu pula luas permukaan kapiler sama besarnya. Permukaan alveoli merupakan

    tempat biosintesis bahan surfaktan dan terdapat pula sel histiosit dan makrofag

    yang bersifat fagositosis. Tebal alveolar-capillary membrane 0,2 sampai 2,5

    mikron dan merupakan tempat pertukaran gas secara pasif. Lapisan alveolus dan

    endotel kapiler mempunyai hubungan yang sangat erat. Keduanya dihubungkan

    oleh jaringan interstitial yang terdiri dari jaringan elastis, retikuler dan kolagen.

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    15/32

    Serabut yang membentuk jaringan intersititial ini dapat mencegah terjadinya

    perluasan yang berlebihan dari alveoli serta memberi sifat elastis pada paru.

    Alveoli mempunyai ukuran 200 hingga 300 mikron, dan pada dinding alveolus

    terdapat suatu lubang yang berhubungan dengan alveolus lain, lubang ini disebut

    Porus dari Khon. Lobus paru terdiri dari primary lobules (asini) dan secondary

    lobules dari Miller yang terdiri dari 5 sampai 10 asini dengan diameter 1-2 cm.

    Terminal respiratory unit merupakan struktur paru yang terletak distal dari

    bronkioli terminalis atau disebut juga asinus. Sedangkan secondary lobules

    merupakan gabungan dari beberapa terminal respiratory unit. (Mukty, et.al.,

    2005)

    Selain hal-hal di atas, akan dibahas juga mengenai alveolar-capillary

    plexus secara lebih dalam. Arteri pulmonalis merupakan pembuluh darah yang

    menyertai saluran pernapasan dan berfungsi membawa darah vena dari ventrikel

    kanan ke paru. Setiap arteri pulmonalis memberi cabang kecil ke bronkioli

    respiratorius dan berakhir di sakus alveolaris dengan membentuk plexus

    capillary. Dengan adanya pleksus ini darah akan lebih efektif memperoleh udara

    (oksigen) dari alveoli. Selanjutnya darah yang meninggalkan alveolar- capillary

    plexus yang kaya oksigen menuju system vena pulmonalis dan berakhir di atrium

    kiri jantung. Pembuluh darah bronkial memberi vaskularisasi untuk paru. Arteri

    bronkial yang kaya oksigen juga menyertai saluran pernapasan. Arteri ini

    membawa makanan untuk saluran pernapasan sampai ke bronkioli terminalis.

    Darah yang berasal dari arteri bronkial ini mengalir ke kapiler dan selanjutnya

    menuju sistem pembuluh darah pulmonal atau sistem vena bronkial. Sistem saraf

    saluran napas dan paru dilakukan oleh sistem saraf otonom. Ada tiga tipe jalur

    yang ditempuh, yaitu aferen otonomik, eferen parasimpatik, eferen simpatik.

    Serabut aferen otonomik seperti serabut aferen lain ysng berasal dari stretch

    receptor di dalam alveol dan sama dengan reseptor iritan yang berada di bronki

    dan bronkioli bersama-sama menuju ke nervus vagus setelah melalui pleksus

    pulmonalis. Serabut saraf yang berasal dari reseptor iritan lain, seperti di trakea

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    16/32

    dan reseptor batuk yang berada di laring akan mencapai system saraf pusat

    melalui nervus vagus. Kemoreseptor yang berada di sinus karotikus dan arkus

    aorta juga akan bergabung dengan serabut aferen. Serabut saraf yang berasal dari

    sinus karotikus dan badan karotis melalui nervus glossopharyngeus, sedangkan

    reseptor lain yang terdapat di hidung dan sinus paranasalis, serabut aferennya

    bergabung di dalam n. trigeminus dan n. glossopharynge us. Semua serabut saraf

    eferan parasimpatis yang menuju ke saluran pernapasan bergabung di dalam n.

    vagus dan pleksus pulmonalis. Serabut eferen ini akan membawa semua impuls

    yang menuju otot polos dan kelenjar yang berada di saluran pernapasan. Impuls

    yang bersifat kolinergik menyebabkan kontraksi otot polos bronkial, pengeluaran

    sekresi kelenjar dan dilatasi pembuluh darah. Serabut saraf eferen

    postganglionikyang bersifat simpatik berasal dari trunkus simpatis langsung

    masuk ke toraks melalui ganglia toraksis. Serabut saraf ini, semuanya bersifat

    adrenergik dan akan mencapai paru setelah melalui pleksus pulmonalis.

    Rangsangan simpatis akan menyebabkan relaksasi otot polos bronkial,

    menghambat pengeluaran sekresi dari kelenjar serta menimbulkan vasokonstriksi

    pada pembuluh darah. (Mukty, et.al., 2005)

    Otot-otot skelet yang membungkus dinding toraks berfungsi untuk

    inspirasi dan ekspirasi. Otot inspirasi utama seperti m. intercostalis externus,

    yang mempunyai fungsi mengangkat iga (fungsi elevasi). Otot intercartilagineus

    parasternalis, merupakan otot elevasi yang menghubungkan bagian antar tulang

    rawan iga. Otot pernapasan yang paling penting ialah diafragma, berfungsi

    melebarkan rongga dada dalam dimensi longitudinal serta menyebabkan elevasi

    tulang iga bagian bawah. Otot inspirasi tambahan ialah m.

    sternocleidomastoideus mengangkat sternum ke bagian depan dan atas,

    sedangkan m. scalenus anterior, medius, dan posterior, mempunyai fungsi

    elevasi serta memfiksir tulang iga bagian atas. Pada saat bernapas biasa,

    bernapas normal atau quiet breahing, ekspirasi merupakan gerakan pasif sebagai

    hasil dari rekoil paru. Jika ekspirasi dilaksanakan secara pasif, maka otot-otot

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    17/32

    yang berperan adalah m. intercostalis internus kecuali m. intercartilagineus

    parasternalis. Kelompok otot ini berfungsi menekan iga ke arah dalam. Otot

    abdomen seperti m. rectus abdominis, m. abdominis externa obliqua, m. internal

    obliqua dan m. transversus abdominis akan melakukan penekanan pada iga

    bagian bawah serta kompresi isi perut. (Mukty, et.al., 2005).

    B. Fisiologi Sistem Respirasi

    Proses fisiologi pernapasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke

    dalam jaringan-jaringan, dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat dibagi

    menjasi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya

    campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru. Stadium kedua, transportasi, yang

    harus ditinjau dari beberapa aspek: (1) difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler

    paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan; (2)

    distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya dengan distribusi

    udara dalam alveoli; dan (3) reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan

    darah. Respirasi sel atau respirasi interna, merupakan stadium akhir respirasi,

    yaitu saat zat-zat dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk

    sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru. (Wilson,

    2007)

    Proses ventilasi adalah proses udara bergerak masuk dan keluar paru

    karena ada selisih tekanan yang tedapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja

    mekanik otot-otot. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena

    diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot. Otot

    sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus

    dan interkostalis eksternus mengankat iga-iga. Toraks membesar ke tiga arah:

    anteroposterior, lateral, dan vertikal. Peningkatan volume ini menybabkan

    penurunan tekanan intrapleura, dari sekitar -4 mmHg (relatif terhadap tekanan

    atmosfer) menjadi sekitar -8 mmHg bila paru mengembang pada waktu inspirasi.

    Pada saat yang sama tekanan intrapulmonal atau tekanan jalan napas menurun

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    18/32

    sampai sekitar -2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) dari 0 mmHg pada

    waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara jalan napas dan atmosfer

    menyebabkan udara mengalir ke dalam paru sampai tekanan jalan napas pada

    akhir inspirasi sama dengan tekanan atmosfer. Dan ekspirasi dapat terjadi ketika

    rongga toraks berkurang volumenya dan hal ini akan meningkatkan tekanan

    intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal sekarang

    meningkat dan mencapai sekitar 1 sampai 2 mmHg di atas tekanan atmosfer.

    Selisih tekanan antara jalan napas dan atmosfer menjadi terbalik, sehingga udara

    mengalir keluar dari paru sampai tekanan jalan napas dan tekanan atmosfer

    menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi. Dan perlu diingat bahwa tekanan

    intrapleura selalu di bawah tekanan atmosfer selama siklus pernapasan. (Wilson,

    2007)

    Proses transportasi erat hubungannya dengan proses difusi dan perfusi.

    Proses difusi adalah suatu proses di mana gas-gas dalam udara pernapasan

    melintasi dinding alveolus. Adanya perpindahan gas ini dapat terjadi oleh karena

    adanya kekuatan pendorong untuk pemindahan ini yang berupa tekanan parsial

    antara darah dan fase gas. Tekanan parsial O2 (PO2) dalam atmosfer pada

    permukaan laut besarnya sekitar 159 mmHg (21% dari 760 mmHg). Namun,

    pada waktu oksigen sampai di trakea, tekanan parsial ini akan mengalami

    penurunan sampai sekitar 149 mmHg karena dihangatkan dan dilembabkan oleh

    jalan napas (760-47 x 0,21) mmHg atau sekitar 149 mmHg. Tekanan uap air

    pada suhu tubuh adalah 47 mmHg. Tekanan oksigen kapiler (40 mmHg) lebih

    rendah daripada tekanan oksigen dalam alveolus (103 mmHg) sehingga oksigen

    lebih mudah berdifusi ke dalam aliran darah. Perbedaan tekanan antara CO2 di

    kapiler darah (46 mmHg) dan tekanan CO2 di alveolus (40 mmHg) yang jauh

    lebih rendah (6 mmHg) menyebabkan CO2 berdifusi je dalam alveolus. Dalam

    keadaan istirahat normal, difusi dan keseimbangan antara oksigen di kapiler

    darah paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak

    selama 0,75 detik. Pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    19/32

    paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru dan perfusi (aliran

    darah) dalam kapiler. Dengan perkataan lain, ventilasi dan perfusi unit pulmonar

    harus sesuai. Sirkulasi pulmonar dengan tekanan dan resistensi rendah

    mengakibatkan aliran darah di basis paru lebih besar daripada di apeks paru, hal

    ini disebabkan oleh karena gaya tarik bumi. Pada orang normal dengan posisi

    tegak dan dalam keadaan istirahat, ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali

    pada apeks paru. Rasio antara ventilasi dan perfusi dinilai sebesar V/Q = 0,8.

    Angka ini didapatkan dari rasio rata-rata laju ventilasi alveolar normal

    (4L/menit) dibagi dengan curah jantung normal (5L/menit). Menurut konsep

    V/Q, ada 3 macam kelainan akan ventilasi dan perfusi, yaitu suatu unit ruang

    mati, unit pirau, dan unit diam. Dikatakan sebagai unit ruang mati jika rasio V/Q

    tidak terhingga karena laju ventilasi normal tetapi laju perfusi tidak ada. Unit

    pirau adalah jika rasio V/Q adalah nol (0) karena laju ventilasi tidak tetapi

    perfusi normal sehingga perfusi terbuang sia-sia. Dan terdapat unit diam yaitu

    suatu keadaan saaat tidak terdapat ventilasi maupun perfusi. Hal tersebut

    merupakan kasus ekstrim, ada suatu gabungan dari kasus-kasus tersebut

    sehingga memberikan suatu keadaan ruang mati dengan rasio V/Q lebih dari 0,8

    dan suatu keadaan pirau dengan rasio V/Q kurang dari 0,8. (Wilson, 2007)

    Selain adanya ventilasi dan perfusi, penting diketahui pula adanya

    transpor oksigen dalam darah. Oksigen diangkut dari paru ke jaringan-jaringan

    melalui 2 cara, yaitu secara fisik larut dalam plasma atau secara kimia berikatan

    dengan Hb sebagai oksiHb (HbO2). Ikatan Hb dengan oksigen inilah

    memberikan kontribusi sebesar 99% dalam proses transportasi. Ikatan antara Hb

    dengan O2 bersifat reversibel dan jumlah sesungguhnya yang diangkut dalam

    HbO2 memiliki hubungan nonlinear dengan tekanan parsial O2 dalam darah

    arteri (PaO2), yang ditentukan oleh jumlah O2 yang secara fisik larut dalam

    plasma darah. Selanjutnya jumlah O2 yang larut dalam plasma mempunyai

    hubungan langsung dengan tekanan parsial oksigen dalam alveolus (PAO2).

    Jumlah O2 juga ditentukan oleh daya larutnya dalam plasma. Hanya sekitar 1%

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    20/32

    dari jumlah O2 total yang diangkut ke jaringan-jaringan ditranspor dengan cara

    ini. Satu gram Hb dapat mengikat 1,34 mL O2. Konsentrasi Hb rata-rata dalam

    darah laki-laki dewasa sekitar 15 g per 100 mL sehingga 100 mL darah dapat

    mengangkut (15 x 1,34) atau sekitar 20,1 mL O2 bila O2 jenuh (SaO2) adalah

    100%. Tetapi sedikit darah vena campuran dari sirkulasi bronkial ditambahkan

    ke darah yang meninggalkan kapiler paru dan sudah teroksigenasi. Proses

    pengenceran ini menjelaskan mengapa hanya kira-kira 97% darah yang

    meninggalkan paru menjadi jenuh sehingga hanya 19,5(0,97 x 20,1) vol% yang

    diangkut ke jaringan. Pada tingkat jaringan, oksigen akan melepaskan diri dari

    Hb ke dalam plasma dan berdifusi dari plasma ke sel-sel jaringan tubuh untuk

    memenuhi kebutuhan jaringan yang bersangkutan. Meskipun kebutuhan jaringan

    bervariasi, namun sekitar 75% Hb masih berikatan dengan oksigen pada waktu

    Hb kembali paru dalam bentuk darah vena campuran. Jadi hanya sekitar 25% O2

    dalam darah arteri yang digunakan untuk keperluan jaringan. Hb yang telah

    melepaskan O2 pada tingkat jaringan disebut Hb tereduksi. Hb tereduksi ini

    berwarna ungu dan menyebabkan warna kebiruan pada darah vena, seperti yang

    kita lihat pada vena superfisial, misalnya pada tangan, sedangkan HbO2

    berwarna merah terang dan menyebabkan warna kemerah-merahan pada darah

    arteri. (Wilson, 2007).

    C. Tanda dan Gejala Umum Penyakit pada Sistem Respirasi

    Tanda dan gejala yang paling umum yang terdapat pada penyakit-

    penyakit dalam sistem respirasi adalah batuk, pengeluaran sputum, hemoptisis,

    dispnea, dan nyeri dada. Walaupun masih ada banyak tanda khas lainnya pada

    penyakit system respirasi tetapi tanda-tanda tersebut merupakan tanda-tanda

    yang paling khas. Berikut akan sedikit dibicarakan mengenai tanda-tanda

    tersebut. Batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi

    percabangan trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme

    yang penting untuk membersihkan saluran napas bagian bawah, dan banyak

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    21/32

    orang dewasa normal yang batuk beberapa kali setelah bangun tidur pada pagi

    hari untuk membersihkan trakea dan faring dari sekret yang terkumpul selama

    tidur. Batuk juga merupakan gejala tersering penyakit pernapasan. Segala jenis

    batuk yang berlangsung lebih dari tiga minggu harus diselidiki untuk

    memastikan penyebabnya. Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk

    adalah rangsangan mekanik, kimia, dan peradangan. Inhalasi asap, debu, dan

    benda-benda asing kecil merupakan penyebab batuk yang paling sering. Perokok

    seringkali menderita batuk kronik karena terus menerus mengisap benda asing

    (asap), dan saluran napasnya sering mengalami peradangan kronik. Rangsangan

    mekanik dari tumor (ekstrinsik maupun intrinsik) terhadap saluran napas

    merupakan penyebab lain yang dapat menimbulkan batuk (tumor yang paling

    sering menimbulkan batuk adalah karsinoma bronkogenik). Setiap proses

    peradangan saluran napas dengan atau tanpa eksudat dapat mengakibatkan batuk.

    Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis, dan pneumonia merupakan penyakit yang

    secara tipikal memiliki batuk sebagai gejala yang mencolok. Batuk dapat bersifat

    produktif, pendek, dan tidak produktif, keras dan parau (seperti ada tekanan pada

    trakea), sering, jarang, atau paroksismal (serangan batuk yang intermiten).

    (Wilson, 2007)

    Orang dewasa normal menghasilkan mukus sekitar 100 mL dalam

    saluran napas setiap hari. Mukus ini diangkut menuju faring dengan gerakan

    pembersihan normal silia yang melapisi saluran pernapasan. Kalau terbentuk

    mukus yang berlebihan, proses normal pembersihan mungkin tidak efektif lagi

    sehingga akhirnya mucus tertimbun. Bila hal ini terjadi, membran mukosa akan

    terangsang dan mukus dibatukkan keluar sebagai sputum. Pembentukan mukus

    yang berlebihan mungkin disebabkan oleh gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi

    pada membran mukosa. Kapan saja seorang pasien membentuk sputum, perlu

    dievaluasi sumber, warna, volume, dan konsistensinya. Sputum yang dihasilkan

    sewaktu membersihkan tenggorokan kemungkinan besar berasal dari sinus atau

    saluran hidung, dan bukan dari saluran napas bagian bawah. Sputum yang

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    22/32

    banyak sekali dan purulen menyatakan adanya proses supuratif, seperti abses

    paru, sedangkan pembentukan sputum yang terus meningkat perlahan dalam

    waktu bertahun-tahun merupakan tanda bronkitis kronik atau bronkiektasis.

    Warna sputum juga penting. Sputum yang berwarna kekuning-kuningan

    menunjukkan infeksi. Sputum yang berwarna hijau merupakan petunjuk adanya

    penimbunan nanah. Warna hijau timbul karena adanya verdoperoksidase yang

    dihasilkan oleh leukosit polimorfonuklear (PMN) dalam sputum. Sputum yang

    berwarna hijau sering ditemukan pada bronkiektasis karena penimbunan sputum

    dalam bronkiolus yang melebar dan terinfeksi. Banyak penderita infeksi pada

    saluran napas bagian bawah mengeluarkan sputum berwarna hijau pada pagi hari

    tetapi semakin siang semakin menjadi kuning. Fenomena ini mungkin

    disebabkan karena penimbunan sputum yang purulen di malam hari, disertai

    pengeluaran verdoperoksidase. Sifat dan konsistensi sputum juga dapat

    memberikan informasi yang berguna. Sputum yang berwarna merah muda dan

    berbusa merupakan tanda edema paru akut. Sputum yang berlendir, pekat dan

    berwana abu-abu atau putih merupakan tanda bronkitis kronik. Sedangkan

    sputum yang berbau busuk merupakan anda abses paru akut atau bronkiektasis.

    (Wilson, 2007).

    Sputum dapat bercampur dengan darah atau dapat juga seluruh cairan

    yang dikeluarkan dari paru berupa darah. Hemoptisis adalah istilah yang

    digunakan untuk menyatakan batuk darah atau sputum yang berdarah. Setiap

    proses yang mengganggu kesinambungan pembuluh darah paru dapat

    mengakibatkan perdarahan. Batuk darah merupakan suatu gejala yang serius dan

    dapat merupakan manifestasi pertama dari tuberculosis aktif. Penyebab

    hemoptisis lain yang sering adalah karsinoma bronkogenik, infark paru,

    bronkiektasis, dan abses paru. Sputum yang mengandung darah (sehingga

    berwarna seperti karat) merupakan cirri khas yang dapat ditemukan pada

    pneumonia pneumokokus. Sputum yang terlihat seperti jelly buah kismis (merah

    bata) terdapat pada pneumonia Klebsiella. Jika darah atau sputum yang

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    23/32

    mengandung darah dibatukkan, perlu ditentukan apakah memang sumbernya

    berasal dari saluran napas bagian bawah dan bukan dari saluran hidung atau

    saluran cerna. Darah yang berasal dari saluran cerna (hematemesis) biasanya

    berwarna gelap (seperti warna kopi) dan disertai mual, muntah, dan anemia.

    Darah yang berasal dari saluran napas bawah (di bawah glotis) biasanya

    berwarna merah cerah, berbusa, dan terdapat riwayat batuk dengan atau tanpa

    anemia. Darah yang berasal dari saluran napas atas (misalnya, darah dari hidung

    setelah tonsilektomi) bila sering ditelan, dapat terlihat seperti darah dari bagian

    pencernaan ketika dimuntahkan. (Wilson, 2007).

    Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan

    gejala utama dari penyakit kardiopulmonar. Seorang yang mengalami dispnea

    sering mengeluh napasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Gejala objektif

    sesak napas termasuk juga penggunaan otot-otot pernapasan tambahan

    (sternokleidomastoideus, scalenus, trapezius, pectoralis mayor), pernapasan

    cuping hidung, takipnea, dan hiperventilasi. Sesak napas tidak selalu

    menunjukkan adanya penyakit; orang normal akan mengalami hal yang sama

    setelah melakukan kegiatan fisik dalam tingkat-tingkat yang berbeda. Pemeriksa

    harus dapat membedakan sesak napas dari gejala dan tanda lain yang mungkin

    memiliki perbedaan klinis yang mencolok. Takipnea adalah frekuensi

    pernapasan yang cepat, lebih cepat dari pernapasan normal (12 hingga 20 kali

    per menit) yang dapat muncul dengan atau tanpa dispnea. Hiperventilasi adalah

    ventilasi yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan untuk

    mempertahankan pengeluaran CO2 normal, hal ini dapat diidentifikasi dengan

    memantau tekanan parsial CO2 arteri, atau tegangannya (PaCO2), yaitu lebih

    rendah dari angka normal (40 mmHg). Dispnea sering dikeluhkan pada sindrom

    hiperventilasi yang sebenarnya merupakan seseorang yang sehat dengan stres

    emosional. Selanjutnya, gejala lelah yang berlebihan juga harus dibedakan

    dengan dispnea. Seseorang yang sehat mengalami lelah yang berlebihan setelah

    melakukan kegiatan fisik dalam tingkat yang berbeda-beda, dan gejala ini juga

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    24/32

    dapat dialami pada penyakit kardiovaskular, neuromuskular, dan penyakit lain

    selain paru. Sumber penyebab dispnea bisa bermacam-macam, misalnya: (1)

    reseptor-reseptor mekanik pada otot- otot pernapasan, paru, dan dinding dada;

    dalam teori tegangan panjang, elemen-elemen sensoris, gelondong otot pada

    khususnya, berperan penting dalam membandingkan tegangan dalam otot dengan

    derajat elastisitasnya; dispnea terjadi jika tegangan yang ada tidak cukup besar

    untuk satu panjang otot (volume napas tercapai); (2) kemoreseptor untuk

    tegangan CO2 dan O2 (PCO2 dan PO2) (teori hutang oksigen); (3) peningkatan

    kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya rasa sesak napas;

    dan (4) ketidakseimbangan antara kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi.

    Mekanisme tegangan panjang yang tidak sesuai adalah teori yang paling banyak

    diterima karena teori tersebut menjelaskan paling banyak kasus klinis dispnea.

    Besarnya tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dispnea bergantung

    pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat, jenis latihan fisik, dan terlibatnya

    emosi dalam melakukan hal tersebut. Selain itu, terdapat beberapa variasi gejala

    umum dispnea. Ortopnea adalah sesak napas pendek yang terjadi pada posisi

    berbaring dan biasanya keadaan diperjelas dengan penambahan sejumlah bantal

    atau penambahan elevasi sudut untuk mencegah perasaan tersebut. Penyebab

    tersering ortopnea adalah gagal jantung kongestif akibat peningkatan volume

    darah di vaskularisasi sentral pada posisi berbaring. Ortopnea juga merupakan

    gejala yang sering muncul pada banyak gangguan pernapasan. Ada juga bentuk

    lain berupa dispnea nokturnal paroksismal menyatakan timbulnya dispnea pada

    malam hari dan memerlukan posisi duduk dengan segera untuk bernapas.

    Membedakan dispnea nokturna paroksismal dengan ortopnea adalah aktu

    timbulnya gejala setelah beberapa jam dalam posisi tidur. Penyebabnya sama

    dengan penyebab ortopnea yaitu gagal jantung kongestif, dan waktu timbulnya

    yang terlambat itu karena mobilisasi cairan edema perifer dan penambahan

    volume intravascular pusat. Pasien dengan gejala utama dispnea biasanya

    memiliki satu dari keadaan ini, yaitu penyakit kardiovaskular, emboli paru,

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    25/32

    penyakit paru interstitial atau alveolar, gangguan dinding dada dan otot-otot,

    penyakit obstruktif paru, atau kecemasan. Dispnea adalah gejala utama edema

    paru, gagal jantung kongestif, dan penyakit katup jantung. Emboli paru ditandai

    dengan dispnea mendadak. Dispnea merupakan gejala paling nyata pada

    penyakit yang menyerang percabangan trakeobronkial, parenkim paru, dan

    rongga pleura. Dispnea biasanya dikaitkan dengan penyakit restriktif yaitu

    terdapat peningkatan kerja pernapasan akibat meningkatnya resistensi elastic

    paru (pneumonia, atelektasis, kongesti) atau dinding dada (obesitas,

    kifoskoliosis) atau pada penyakit jalan napas obstruktif dengan meningkatnya

    resistensi nonelastik bronchial (emfisema, bronkitis, asma). Tetapi jika beban

    kerja pernapasan meningkat secara kronik maka pasien yang bersangkutan dapat

    menyesuaikan diri dan tidak mengalami dispnea. Dispnea juga bisa terjadi jika

    otot pernapasan lemah, misalnya pada miastenia gravis, selain itu juga pada

    lumpuh (pada poliomielitis, sindrom Guillain-Barre), letih akibat meningkatnya

    kerja pernapasan, atau otot pernapasan kurang mampu melakukan kerja mekanis

    (contohnya, emfisema yang berat atau pada obesitas). (Wilson, 2007).

    Ada berbagai penyebab nyeri dada tetapi nyeri dada yang paling khas

    pada penyakit paru adalah nyeri akibat radang pleura (pleuritis). Hanya lapisan

    parietalis pleura yang merupakan sumber nyeri karena pleura viseralis dan

    parenkim paru dianggap sebagai organ yang tidak peka. Umumnya pleuritis

    terjadi mendadak tetapi juga dapat timbul secara bertahap. Nyeri terjadi pada

    tempat yang mengalami peradangan dan biasanya tempat peradangan dapat

    diketahui dengan tepat. Nyeri itu bagaikan teriris-iris dan tajam, diperberat

    dengan batuk, bersin dan napas yang dalam sehingga pasien sering bernapas

    cepat dan dangkal serta menghindri gerakan-gerakan yang tidak diperlukan.

    Nyeri dapat sedikit diredakan dengan menekan daerah yang terkena peradangan

    tersebut. Penyebab utama nyeri pleuritik ini adalah infeksi paru atau infark

    meskipun keadaan seperti itu juga dapat diderita tanpa timbulnya nyeri. Pasien

    dengan pneumotoraks atau ateletaksis yang berat kadang-kadang dapat

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    26/32

    mengalami nyeri dada yang diduga akibat tarikan pada pleura parietalis karena

    adanya perlekatan dengan pleura viseralis. Nyeri pleura harus dibedakan dari

    penyebab nyeri dada yang lain, seperti iskemia miokardial, perikarditis,

    kostokondrosis, dan herpes zoster (disebabkan terkenanya nervus interkostalis).

    (Wilson, 2007)

    D. Bronkhiektasis

    Bronkiektasis adalah pelebaran (dilatasi) yang ireversibel dari bagian

    saluran jalan nafas (bronkus) akibat kerusakan dari dinding jalan nafas.

    Penyebab tersering adalah infeksi saluran nafas berulang yang berat. Beberapa

    orang akan menunjukkan batuk kronik, dan beberapa biasanya muncul batuk

    berdarah dan memiliki nyeri dada, dan berulangnya episode pneumonia. Foto

    thorax biasanya akan selalu dilakukan untuk mencari kelainan yang ada dan

    beratnya kelainan. Biasanya banyak orang akan menggunakan antibiotik dan

    obat-obatan lain untuk menekan mucus (Hay, 2004)

    Bronkiektasis akan terjadi apabila kondisi kerusakan baik secara langsung

    maupun tidak langsung dari dinding bronkus tidak dapat dipertahankan secara

    normal. Pertahanan normal antara lain adalah cilia sepanjang dinding saluran

    nafas. Cilia ini akan bergerak dan menghalau balik kemudian menggerakkan

    cairan mukus yang dihasilkan secara normal dari saluran nafas. Mukus ini akan

    membawa partikel berbahaya dan bakteri yang terperangkap di dalam mukus

    dari dalam menuju keluar tenggorokkan dan akan dibatukkan ataupun

    dibersinkan (Bradley dan Nelson, 2004).

    Baik kerusakan jalan nafas langsung maupun tidak langsung, area bronkus

    telah terjadi kerusakan dan mengalami inflamasi kronik. Inflamasi ini akan

    menyebabkan bronkus menjadi tidak elastik, yang menyebabkan jalan nafas

    menjadi lebar dan dan menghasilkan kantong kecil seperti balon kecil.

    Peradangan juga menghasilkan sekresi mukus yang banyak. Karena sel-sel yang

    mengandung silia tersebut mengalami kerusakan atau hancur, sekresi mucus ini

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    27/32

    akan terkumulasi pada jalan nafas yang melebar dan menjadi tempat

    berkembangnya kuman-kuman bakteri (Bradley dan Nelson, 2004).

    Bakteri juga mengakibatkan kerusakan dinding bronkus yang lebih parah

    dan menyebabkan suatu lingkaran setan berupa infeksi berulang dan berlanjutnya

    kerusakan jalan nafas (Bradley dan Nelson, 2004).

    E. Etiologi

    Bronkiektasis sering mulai terjadi pada anak-anak namun dapat juga terjadi

    pada awal kehidupan dewasa. Yang paling sering menyebabkan kerusakan

    cabang-cabang bronkhial adalah kejadian pasca infeksi seperti tuberkulosis,

    pneumonia bakteri ataupun virus, komplikasi gondongan ataupun pertusis

    Bronkiektasis juga berhubungan dengan beberapa kelainan congenital-for

    instance, sindrom Kartagener (kondisi dextrokardia dan sinusitis) Sindrom

    Williams-Camnbell dan kelainan segmen paru. Obstruksi berupa karsinoma,

    stenosis tuberculus, inhalasi benda asing akan menyebabkan pulmo menjadi

    kolaps dan infeksi sekunder menyebabkan terjadi bronkiektasis. Infeksi sinus

    berulang juga bisa menyebabkan hal tersebut (Kadarac, 2004).

    Bronkiektasis dapat menyebabkan komplikasi yang lebih parah berupa

    fibrosis kistik atau defisiensi imun yang berat seperti hipo-gammaglobulinemia.

    Bronkiektasis yang terjadi pada bronkus proximal biasanya diakibatkan oleh

    penyakit alergi pada bronkopulmonari aspergilosis (Hay, 2003).

    F. Gejala dan Tanda

    Gejala bronkiektasis adalah batuk disertai produksi dahak. Kadang berupa

    hemoptisis dan gejala umum seperti bronchitis berupa wheezing dan dyspnoe.

    Kondisi umum pasien lemah dan memiliki jari tabuh. Biasanya terdengar

    krepitasi di atas area sekresi (Hay, 2003)

    Pada gambaran foto thorak akan tampak pada posisi posterior-anterior dan

    lateral berupa bayangan tubulus atau cincin, atau corakan bronkovaskular yang

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    28/32

    abnormal. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan bronkography, namun hal

    tersebut tidak nyaman dilakukan, sehingga hanya dilakukan pada pasien yang

    akan diterapi bedah saja (Kadarac, 2004).

    G. Tatalaksana

    Penatalaksanaan dapat dengan pengobatan maupun pembedahan. Bila

    pasien memiliki gejala sedang atau berat, dimana kondisi tubuh bagus,masih

    memiliki fungsi paru yang bagus dan hasil bronkografi jelas menyebutkan

    lokasi kelainannya maka pasien dapat dilakukan pembedahan untuk mereseksi

    lobus paru yang terkena. Jika fungsi paru pasien tersebut masih memungkinkan

    maka hanya disisakan satu lobus, lobus paru kiri dan lingula atau lobus kanan

    bawah dan lobus tengah.

    Pada kasus yang dipilih dengan hati-hati akan memberikan hasil yang

    baik, dan pengobatan secara medis seumur hidup dapat dihindarkan. Semua

    pasien ini harus mendapatakan pengobatan intensif sebelum dilakukan operasi

    (Kadarac, 2004).

    Beberapa kasus bronkiektasis tidak dapat dilakukan terapi pembedahan

    karena fungsi parunya sangat buruk atau bisa juga karena infeksi yang telah

    menyebar luas. Aspek penting dari pengobatan medis adalah drainase postural

    secara rutin pada segmen atau lobus paru yang terkena. Untuk mendrainase

    bronkus basal pasien harus meninggikan kaki di tempat tidur, tempat tidur

    khusus sangat membantu pada terapi ini. Di rumah pasien disarankan untuk

    menggunakan bantal yang tipis (Kadarac, 2004).

    Lobus tengah dan lingula didrainase dengan cara berbeda, yaitu pasien

    tiduran terlentang, kaki ditinggikan dan bantal diletakkan di bawah lapang paru

    yang terkena. Pasien harus mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit

    malam dan pagi dan selama waktu itu pasien harus mengambil nafas dalam dan

    batuk untuk mengeluarkan dahak.

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    29/32

    Jika memungkinkan, meminta bantuan orang lain untuk menepuk-nepuk

    dada supaya membantu melegakan dada. Drainase postural membutuhkan

    waktu lebih dan kesabaran pasien, kadang dia perlu ketekunan dengan rutinitas

    tersebut. Selama fisioterapi bila mendapatkan kondisi eksaserbasi akut maka

    terapi perlu ditingkatkan menjadi empat kali sehari (Kadarac, 2004)

    Tabel 1. Bagan Pemberian Antibiotik Berdasarkan Organisme Penyebab

    (menurut Hay, 2003)

    Bakteri Penyebab Obat Pilihan Obat Alternatif

    Haemophilus

    influenzae(banyak

    yang resisten terhadap

    Kotrimoksazole)

    Amoxycillin 500 mg 4

    kali sehari selama 10 hari

    Tetracyclin 500 mg 4 kali

    sehari

    Staphilococcus aureus Cloxacillin 500 mg 4 kali

    sehari

    Bakteri anaerob

    patogen

    Metronidazole 800 mg 3

    kali sehari

    Flora normal traktus

    respiratori dan

    Pseudomonas

    aeroginosa

    Antibiotik general secara

    intermiten

    Pasien di rumah

    dengan bronchiectasis

    Amoxycillin selama 10

    hari

    Kebanyakan kuman patogen di dalam sputum pasien dengan bronkiektasisadalah Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus dan Streptococcus

    pneumonia. Organisme anaerobik juga perlu diperhatikan. Semua pasien dengan

    bronkiektasis sebaiknya rutin melakukan pemeriksaan kultur sputum baik bakteri

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    30/32

    aerob maupun anaerob. Jika bakteri patogen ditemukan dalam kultur sputum

    maka antibiotik yang sesuai harus diberikan (Karadac et al, 2004)

    Pasien dengan volume sputum yang besar dimana terapi sederhana di

    rumah gagal, maka perlu dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan

    intensif. Mereka akan mendapatkan terpai yang intensif berupa fisioterapi dan

    antibiotic lain selama 4 hinga 6 kali perhari. Antibiotik yang diberikan adalah

    Benzylpenicillin 600 mg 4 kali per hari dan Streptomycin 0-5 gram dua kali per

    hari secara intra muscular untuk 10 hingga 14 hari, atau kloramfenikol 500 mg 4

    kali per hari selama 10 hari (Hay, 2003)

    Beberapa pasien yang terinfeksi Pseudomonas aeroginosa akan sangat

    membantu bila diberi Gentamicin 2 mg/kgBB 3 kali sehari dalam waktu sepuluh

    hari dan Carbenicillin 5 gram 4 kali sehari. Sputum akan banyak berkurang dan

    keadaan umum pasien akan meningkat, namun demikian organism di dalam

    sputum tidak semuanya tereliminasi (Bradley dan Nelson, 2004).

    Beberapa pasien dengan keadaan yang berat akan lebih menunjukkan

    perkembangan yang lebih baik dengan penggunaan kemoterapi jangka panjang.

    Tetracycline di sisi lain, yaitu 250 mg atau 500 mg 4 kali per hari untuk dua hari

    dapat juga diberikan. Pengobatan ini boleh diteruskan bila keadaan pasien benar-

    benar membaik. Pasien dengan penyakit alergi bronkopulmonari aspergilosis

    perlu diberikan steroid untuk mencegah kerusakan dinding bronchial di masa

    yang akan datang. Dan pada pasien dengan hipogamaglobulinemia bisa diberikan

    gamaglobulin (Hay, 2003)

    Semua pasien bronkiektasi harus disarankan untuk tidak merokok. Sepsis

    pada paranasal sinus dan gigi harus segera dieliminasi. Semua pasien juga harus

    diperiksa volume FEV1 (forced expiratory volume in one second) dan FVC

    (forced vital capacity) sebelum dan sesudah mendapat Salbutamol untuk melihat

    apakah mereka memiliki obstruksi jalan nafas yang reversible (Hay, 2003)

    Jika mereka menunjukkan peningkatan maka mereka harus mendapatkan

    terapi inhalasi salbutamol sebelum melakukan darinase postural. Mereka juga

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    31/32

    harus mendapatkan imunisasi Influenza pada musim gugur, dan mereka harus

    memiliki standar umum nutrisi dan perawatan di rumah yang adekuat.

    H. Komplikasi

    Komplikasi dari bronkiektasis meliputi gejala eksaserbasi akut dan

    pneumonia. Sinusitis kadang sering menyertai dan hal itu harus segera diobati.

    Hemoptisis juga biasanya terjadi dan dapat mengancam. Biasanya keadaan

    tersebut sangatlah berat dan biasanya dapat hilang hanya dengan pemberian

    antibiotik bagi penyakit infeksi yang mendasari, jika tidak dapat diatasi maka

    perlu dilakukan pembedahan (Karadac et al, 2004)

    Komplikasi yang jarang terjadi adalah empiema, abses otak, dan

    amiloidosis. Banyak pasien yang mengalami cor-pulmonale setelah beberapa

    tahun menderita sepsis dan hipoksemia arterial.

    I. Pencegahan

    Semua episode dari infeksi pulmo dan kolapnya pulmo harus segera

    diobati secara adekuat, terutama pada anak-anak. Anak-anak harus diberi

    imunisasi seperti pertusis. Seseorang yang dicurigai menghisap benda asing harus

    dilakukan bronkoskopi. Pasien dengan penyakit alergi bronkopulmonari

    aspergilosis harus dikoreksi secara rutin dan diobati secepatnya (Hodson, 1978;

    Hay, 2003)

  • 8/10/2019 Presentasi kasus bronkiektasis

    32/32

    DAFTAR PUSTAKA

    Karadag, B., Karakoc aF., Ersu aR., Kut aA., Bakac bS., & Dagli, aE. 2004. Non-

    Cystic-Fibrosis Bronchiektasis in Children : A Persisting Problem in Developing

    Countries.Respiration Edisi 72, dipublikasikan 22 April 2004. Istanbul : Divisi of

    Pediatric, Mamara University and Division of Pediatric Pulmonology; 233-8.

    Hodson, M.E. 1978. Bronchiectasis and Cystic Fibrosis. Disease of the Respiratory

    System. London : British Medical Journal 1; 971-8.

    Hay, W.W., Myron J., Lewis J.M. & Sondheimer R.R.D. 2003. Bronchiectasis.

    Curent Diagnosis & Treatment in Pedriatics 8thEdition. New York : Lange; 509-

    10.

    Bradley, J.S & Nelson, J.D. 2005. Nelsons Packet Book of Pedriatic Antimikrobial

    Therapy. New York : Lippincot Williams & Wilkins.

    Dorland, W. A. N. 2007. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Terjemahan H.

    Hartanto, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.

    Terjemahan Irawati, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Maitra, A., V. Kumar. 2007. Paru dan Saluran Napas Atas. Dalam: Kumar, V., R. S.

    Cortran, dan S. L. Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan

    B. U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 509-70.

    McFadden, E. R. 2007. Penyakit Asma. Dalam: Isselbacher, K. J., E. Braunwald, J.

    D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L. Kasper. 2007. Harrison, Prinsip-

    Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 3. Terjemahan Asdie, A. H., et.

    al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 1311-8.

    Tortora, G. J., N. P. Anagnostaskos. 2007. Principles of Anatomy and Physiology.

    Edisi 11. New York: Harper&Row, Publishers.