Prescil Kolesistolitiasis Sabrina Dr Mamun Fix Fix

53
PRESENTASI KASUS KOLESISTOLITIASIS Disusun oleh : Sabrina Anggraini G1A212010 Marisa Rosa Bella G1A212011 M. Nur Hanief G1A212013 Pembimbing : dr. Ma’mun, Sp.PD SMF ILMU PENYAKIT DALAM

description

interna

Transcript of Prescil Kolesistolitiasis Sabrina Dr Mamun Fix Fix

PRESENTASI KASUS

KOLESISTOLITIASIS

Disusun oleh :Sabrina Anggraini

G1A212010Marisa Rosa Bella

G1A212011M. Nur Hanief

G1A212013Pembimbing :dr. Mamun, Sp.PDSMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2014LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :

KOLESISTOLITIASISPada tanggal, Maret 2014Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti

program profesi dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

Disusun oleh :Sabrina Anggraini

G1A212010

Marisa Rosa Bella

G1A212011

M. Nur Hanief

G1A212013

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Mamun, Sp.PDBAB I

PENDAHULUANKolesistolitiasis atau batu kandung empedu adalah suatu gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu dan duktus sistikus. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu ( De Jong, 2005 ).Insiden batu empedu di negara barat adalah 20 % dan banyak menyerang orang dewasa dan lanjut usia. Di negara barat, 80 % batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu pigmen meningkat akhir-akhir ini. Sementara ini didapat kesan bahwa meskipun batu kolesterol di Indonesia lebih umu, angka kejadian batu pigmen lebih tinggi dibandingkan angka yang terdapat di negara barat, dan ssuai dengan angka di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Muangthai, dan Filipina ( Jacobson, 2003 ).Pada banyak pasien kolesistolitiasis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ditambah dengan pemeriksaan laboratorium yang sederhana,diagnosis dapat ditegakkan. Namun tidak jarang diagnosis pasti masih sukarditetapkan, sehingga perlu dipikirkan berbagai pemeriksaan lanjutan. Diagnosis kolesisitolitiasis umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis lengkap,pemeriksaanfisikyangtelitisertateslaboratorium.Walaupundemikian,saranapenunjang imaging yang non-invasif seperti ultrasonografi (USG), CT scan abdomen dan pemeriksaan yang invasif sepertipercutaneoustranshepaticcholangiography (PTC), endoscopic retrograde cholangio pancreatography (ERCP) sering diperlukan untuk menentukan letak, kausa dan luas dari lesi obstruksinya ( Lambou, 2008 ). BAB IILAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama

: Ny. S Usia

: 37 tahun

Jenis kelamin : PerempuanStatus : MenikahAgama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah TanggaAlamat : Klirong RT 1/2Tanggal masuk : 24 Februari 2014Tanggal periksa : 25 Februari 2014No. CM

: 546386II. ANAMNESIS1. Keluhan UtamaMata kuning2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien Ny. S 37 tahun datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RSMS pada hari Senin , 24 Agustus 2013 pukul 11.00 WIB. Keluhan utama mata kuning dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, dirasakan semakin lama semakin berwarna kuning, perasaan kuning ini hanya dirasakan pada mata dan tidak ada pada anggota tubuh yang lain. Keluhan ini disertai dengan perasaan tidak enak pada perut kanan bagian atas dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, dirasakan nyeri seperi ditusuk, tidak menjalar, dan terasa hilang timbul. Keluhan nyeri perut ini bertambah berat dan menganggu aktifitas terutama saat pasien membungkuk, keluhan ini akan berkurang bila pasien berbaring lurus ditempat tidur. Pasien merasa mual, seperti bega namun tidak sampai muntah.

Selain itu keluhan yang dirasakan adalah buang air besar berwarna putih seperti dempul, keluhan ini dirasakan satu minggu setelah keluhan mata kuning, buang air besar konsistensi normal dan sehari 1 kali. Pasien mengaku buang air kecil normal, berwarna kuning dan tidak nyeri saat buang air kecil. Pasien menyangkal adanya demam sejak 1 bulan yang lalu. 3. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat keluhan serupa: disangkalb. Riwayat mondok

: disangkalc. Riwayat hipertensi

: disangkald. Riwayat penyakit Hepatitis : disangkal4. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat keluhan serupa: disangkal

b. Riwayat mondok

: disangkal

c. Riwayat hipertensi

: disangkald. Riwayat penyakit Hepatitis: disangkal5. Riwayat Sosial Ekonomi

a. Community

Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan yang lain berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan keluarga dekat baik. b. Home

Pasien tinggal berempat dalam anggota keluarganya. Rumah pasien terdiri dari 2 kamar dengan ukuran kecil dan sedang. Kamar pasien berukuran 3 x 3 m. Rumah pasien berdinding tembok, terdapat jendela pada setiap kamar, lantai terbuat dari plester, dan atap plafon. Dalam satu rumah terdapat satu kamar mandi, didalamnya terdapat wc untuk buang air besar dan buang air kecil. Sumber air rumah pasien berasal dari sumur yang letaknya lebih dari 10 meter dari jarak septictank dan sungai.c. Occupational

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.d. Personal habit

Pasien mengaku gemar mengkonsumsi gorengan sejak muda, dalam sehari bisa mengkonsumsi 5 sampai 10 gorengan. Menu sehari-hari juga didominasi oleh goreng-gorengan, seperti mendoan, tahu dan tempe goreng. Selain itu pasien gemar mengkonsumsi makanan bersantan, seperti gulai. III. PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaan Umum : sedang

2. Kesadaran : compos mentis, GCS = 15 E4M6V53. BB: 55 kg

4. TB: 160 cm

5. Vital sign

a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg

b. Nadi : 80 x/menit

c. RR : 20x/menit

d. Suhu : 36, 3oC6. Status Generalis

a. Kepala

1) Bentuk

: mesochepal, simetris

2) Rambut

: warna hitam, tidak mudah dicabut,

distribusi merata, tidak rontokb. Mata

1) Palpebra

: edema (-/-) ptosis (-/-)

2) Konjungtiva

: anemis (-/-)

3) Sclera

: ikterik (+/+)

4) Pupil

: reflek cahaya (+/+), isokor

5) Exopthalmus : (-/-)

6) Lapang pandang : tidak ada kelainan

7) Lensa

: keruh (-/-)

8) Gerak mata

: normal

9) Tekanan bola mata : nomal

10) Nistagmus

: (-/-)c. Telinga

1) otore (-/-)2) deformitas (-/-)3) nyeri tekan (-/-)d. Hidung

1) nafas cuping hidung (-/-)2) deformitas (-/-)3) discharge (-/-)e. Mulut

1) bibir sianosis (-)2) bibir kering (-)3) lidah kotor (-)f. Leher

1) Trakhea

: deviasi trakhea (-/-)

2) Kelenjar lymphoid: tidak membesar, nyeri (-)

3) Kelenjar thyroid : tidak membesar

4) JVP

: Tidak meningkat (5+2 mmHg)g. Dada

1) Paru

a) Inspeksi : bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),

retraksi (-), jejas (-)b) Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri

ketinggalan gerak kanan= kiri

c) Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan redup pada lapang

paru kanan d) Auskultasi: Suara dasar vesikuler pada apex dan basal paru kanan sama dengan paru kiri, Wheezing(-), ronkhi basah halus (-), ronkhi basah kasar (-)2) Jantung

a) Inspeksi : ictus cordis tidak tampakb) Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V LMC sinistra, tidak kuat angkat

c) Perkusi : Batas jantung kanan atas : SIC II LPSDBatas jantung kiri atas : SIC II LPSSBatas jantung kanan bawah : SIC IV LPSDBatas jantung kiri bawah : SIC V 2 jari medial LMCSd) Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)

h. Abdomen

1) Inspeksi : cembung2) Auskultasi : bising usus (+) normal

3) Perkusi : timpani, pekak sisi (+), pekak beralih (+)

4) Palpasi : hepar teraba 2 jari BACD, permukaan rata, tepi tumpul konsistensi kenyal, dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+) regio hypochondriaca dekstra, undulasi (+)i. Ekstrimitas

Tabel 1. Pemeriksaan ekstremitasPemeriksaanEkstremitas superiorEkstremitas inferior

DextraSinistraDextraSinistra

Edema----

Sianosis----

Ikterik----

Akral dingin----

Reflek fisiologis

Bicep/tricep

Patela+

++

++

++

+

Reflek patologis----

SensorisD=SD=SD=SD=S

IV. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan darah lengkap (dilakukan di RSMS) 24 Februari 2014Darah lengkap (24 Februari 2014)Hemoglobin

: 12.1 g/dl

Leukosit

: 8280 uL

Hematokrit

: 35%

Eritrosit

: 4.2 10^6/uL

Trombosit

: 264.000/uL

MCV

: 81.8 fL

MCH

: 28.7 pgMCHC

: 35.1%

RDW

: 19.3%

MPV

: 10.8 fLHitung Jenis

Basofil

: 0.6%

Eosinofil

: 3.4%

Batang

: 0.8%Segmen

: 72.4%

Limfosit

: 36.9%

Monosit

: 5.9%

Kimia Klinik (24 Februari 2014)SGOT

: 41 U/L

SGPT

: 23 U/LKimia Klinik (25 Februari 2014)

Bilirubin Total: 39.4 mg/dLBilirubin Direk: 27,34 mg/dL

Bilirubin Indirek: 12.06 mg/Dl

Gamma GT

: 39 U/L

HbsAg

: Non reaktif

Anti HCV

: Non reaktif

2. Foto USG ( 26 Februari 2014 ) Hepatomegali disertai pelebaran duktus biliaris intra dan hepatal Splenomegali Hidrops Vesika Felea dengan sludge intra lumen dan multiple Cholesistolithiasis

V. RESUME

1. Anamnesis

Pasien Ny. S 37 tahun datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RSMS pada hari Senin , 24 Agustus 2013 pukul 11.00 WIB. Keluhan utama mata kuning dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, dirasakan semakin lama semakin berwarna kuning. Keluhan ini disertai dengan perasaan tidak enak pada perut kanan bagian atas dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, dirasakan nyeri seperi ditusuk, tidak menjalar, dan terasa hilang timbul. Keluhan nyeri perut ini bertambah berat dan menganggu aktifitas terutama saat pasien membungkuk, keluhan ini akan berkurang bila pasien berbaring lurus ditempat tidur. Pasien merasa mual, seperti bega namun tidak sampai muntah. Selain itu keluhan yang dirasakan adalah buang air besar berwarna putih seperti dempul. Pasien menyangkal adanya dema Riwayat penyakit dahulu dan keluarga disangkal untuk penyakit hepatitis. Pasien gemar mengkonsumsi gorengan.

2. Pemeriksaan Fisik

Mata: sclera ikterik (+/+)

Hepar : teraba 2 jari BACD, permukaan rata, tepi tumpul, konsistensi kenyal.3. Pemeriksaan penunjang

Kimia Klinik (24 Februari 2014)

SGOT

: 41 U/L

SGPT

: 23 U/L Kimia Klinik (25 Februari 2014)

Bilirubin Total: 39.4 mg/dL

Bilirubin Direk: 27,34 mg/dL

Bilirubin Indirek: 12.06 mg/dL

4. Foto USG ( 26 Februari 2014 ) Hepatomegali disertai pelebaran duktus biliaris intra dan hepatal Splenomegali Hidrops Vesika Felea dengan sludge intra lumen dan multiple CholesistolithiasisVI. DIAGNOSIS KLINISKolesistolitiasisVII. USULAN PENUNJANG

MRCP ( Magnetic Resonance Cholangio-Pancreaticography )Endoscopic Retrograde Cholangio-pancreatography (ERCP)VIII. PENATALAKSANAANa. Farmakologi

IVFD D5% + Aminofusin HeparInj Ceftriaxone 3x 1 gram iv

Inj Metilprednisolon 2x 1 amp iv

Po Papaverin 3x1 tab

b. Non Farmakologi

Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit kolesistolitiasis, penatalaksanaan, dan komplikasinya. Edukasi kepada pasien tentang faktor resiko terjadinya penyakit, dengan memperhatikan pola makan dan olahraga. c. Monitoring

1. Keadaan umum dan kesadaran

2. Tanda vital

3. Evaluasi klinis Pasien dievaluasi setiap hari hingga keadaan umum pasien membaik, setelah tidak ada keluhan, pasien dipersilahkan pulang dan disarankan untuk kontrol sebulan sekali. Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi Pasien disarankan untuk menjalani operasi pengambilan batu pada kandung empeduIX. PROGNOSISKeberhasilan kesembuhan penyakit kolesistolitiasisAd vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam: dubia ad bonam

Ad sanationam: dubia ad bonamBAB IIITINJAUAN PUSTAKAA. Definisi

Kolesistolitiasis yaitu adanya batu di dalam kandung empedu yang biasanya disertai proses inflamasi ( De Jong, 2005 ).B. Epidemiologi dan Insidensi

Epidemiologi batu empedu di Amerika Serikat cukup tinggi sekitar 10-20% orang dewasa ( 20 juta orang). Setiap tahunnya bertambah sekitar 13 % kasus baru dan sekitar 13% nya dari penderita kandung empedu menimbulkan komplikasi . Kira kira 500.000 orang yang menderita simptom batu empedu atau batu empedu dengan komplikasi dilakukan kolesistektomi. Batu empedu bertanggung jawab pada 10.000 kematian per tahun. Di Amerika Serikat, ditemukan pula sekitar 20003000 kematian disebabkan oleh kanker kandung empedu dan sekitar 80% dari kejadian penyakit batu empedu disertai dengan kolesistitis kronik. Sedangkan, epidemiologi di Indonesia belum dapat diketahui ( Nathanson, 2009 ).Dari hasil otopsi diperkirakan sekitar 12% laki-laki dan 24% perempuan dari segala umur memiliki batu empedu. Prevalensi kelainan ini di Amerika Utara mirip dengan keadaan di Inggris, dan diduga 10-30% batu empedu menjadi simptomatis. Terdapat prevalensi yang tinggi pada penduduk asli Amerika, yaitu 50% pada laki-laki dan 75% pada wanita dengan usia antara 25-44 tahun dengan peran faktor genetik yang jelas ( Nathanson, 2009 ).C. Anatomi Kandung Empedu dan Sistem Biliaris EkstrahepatikKandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat, panjangnya sekitar 4-6 cm cm dan berisi sekitar 30-60 ml empedu. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum dan kolum. Sebagian besar korpus menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati, dan sebagian besar tersusun atas otot polos dan jaringan elastik, merupakan tempat penampungan empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu, dan ujungnya akan membentuk leher (neck) dari kandung empedu. Infundibulum kandung empedu longgar, karena tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, maka bagian infundibulum menonjol seperti kantong dan disebut kantong Hartmann ( Oddsatir, 2007 ).

Gambar 3.1 Anatomi Saluran Empedu

Duktus sistikus menghubungkan kandung empedu ke duktus koledokus. Panjang duktus sistikus 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya berbentuk katup spiral disebut katup spiral Heister, yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk kedalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya ( Debas, 2004 ).Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika yang terbagi menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri hepatika kanan, tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus, duktus hepatikus komunis dan ujung hepar). Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya kedalam cabang kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung kedalam hati dan juga ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta. Persarafannya berasal dari nervus vagus dan cabang simpatik yang melewati pleksus seliakus (preganglionik T8-9). Impuls dari liver, kandung empedu, dan saluran bilier melewati aferen simpatetik melalui nervus splangnikus dan menyebabkan nyeri kolik. Saraf muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka ( Sherlock, 2002 ).D. Fisiologi Sistem BilierEmpedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari. Di luar waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu dengan kapasitas penyimpanan sebesar 40-50 ml dan mengalami pemeketan sekitar 50 % ( Toouli, 2006 ).Pengaliran cairan empedu dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu dan tahanan sfingter koledokus. Setelah makan kandung empedu akan berkontraksi, sfingter Oddi relaksasi dan empedu mengalir ke dalam duodenum. Dalam keadaan puasa empedu yang diproduksi akan dialirkan kedalam kandung empedu ( Norton, 2005 ).

3.2 Sekresi Liver dan Pengosongan Kandung Empedu

Salah satu yang merangsang pengosongan kandung empedu adalah hormon cholecystokinin (CCK) merupakan sel amine-precursor-uptake (APUD) dari selaput lendir usus halus duodenum. Kolesistokinin (CCK) dikeluarkan atas rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus duodenum. Ketika terjadi stimulasi makanan, maka kandung empedu akan mengosongkan isinya sekitar 50-70 persen dalam waktu 30-40 menit. Dengan demikian, CCK menyebabkan terjadinya kontraksi empedu setelah makan. Kandung empedu akan terisi kembali setelah 60-90 menit, hal ini berkorelasi dengan berkurangnya level CCK ( Fadden Mc, 2004 ).E. Faktor RisikoBatu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya batu empedu. Faktor resiko batu kolesterol antara lain ( Sarr, 1996 ) :1. Obesitas

Sindrom metabolik pada obesitas trunkal, resistensi insulin, diabetes melitus tipe 2, hipertensi, dan hiperlipidemia dapat meningkatkan sekresi kolesterol hepatik yang kemudian mengakibatkan kadar kolesterol dalam kandung empedu tinggi. Kadar kolesterol dalam kandung empedu yang tinggi dapat mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu sehingga meningkatkan resiko terjadinya kolelitiasis.

2. Obat-obatan

Penggunaan estrogen dapat meningkatkan sekresi kolesterol di dalam empedu. Obat-obat clofibrat dan fibrat dapat meningkatkan eliminasi kolesterol melalui sekresi empedu dan tampaknya meningkatkan resiko terjadinya batu kolesterol empedu. Sedangkan obat-obat dari analog somatostatin dapat dapat mengurangi pengosongan kandung empedu.3. Kehamilan

Faktor resiko meningkat pada wanita yang telah beberapa kali hamil. Kadar progesteron tinggi dapat mengurangi kontraktilitas kandung empedu yang mengakibatkan retensi memanjang dan konsentrasi tinggibiledalam kandung empedu.

4. Kandung empedu statis

Kandung empedu yang statis diakibatkan dari konsumsi obat-obatan dan terlalu lama puasa setelah pasca operasi dengan total nutrisi parenteral dan penurunan berat badan yang berlebihan.

5. Keturunan

Faktor genetik memegang peranan sekitar 25%. Batu empedu terjadi 1 sampai 2 kali lebih umum diantara orang-orang Skandinavia dan orang-orang Amerika keturunan Meksiko. Diantara orang-orang Amerika keturunan Indian, kelaziman batu empedu mencapai lebih dari 80%. Perbedaan-perbedaan ini mungkin dipertanggungjawabkan oleh faktor-faktor genetik (yang diturunkan).

F. Patogenesis Pembentukan Batu Kandung EmpeduBatu empedu dihasilkan dari endapan dari larutan yang terkandung dalam empedu. Larutan yang terkandung antara lain bilirubin, kolesterol dan kalsium. Batu empedu diklasifikasikan menjadi batu kolesterol atau batu pigmen. Batu pigmen selanjutnya diklasifikasikan menjadi batu coklat dan batu hitam. Di negara barat, sekitar 80% adalah batu kolesterol dan sekitar 15-20% adalah batu pigmen hitam. Batu coklat lebih sering ditemukan di Asia ( Lambou, 2008 ).1.Batu Kolesterol Batu kolestrol merupakan jenis batu yang paling banyak ditemukan dari semua kasus batu empedu. Tiga faktor utama yang menentukan terbentuknya batu kolesterol adalah supersaturasi kolesterol, nukleasi kristal kolesterol monohidrat, disfungsi kandung empedu.Supersaturasi kolesterolSecara normal, komposisi empedu terdiri atas 70 % garam empedu, 22% fosfolipid (terutama lesitin), 4% kolesterol, 3% protein, dan 0,3% bilirubin. Terbentuknya batu empedu tergantung dari keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan garam empedu, akan membuat kondisi di dalam kandung empedu jenuh akan kolesterol (supersaturasi kolesterol). Kolesterol disintesis dihati dan diekskresikan dalam bentuk garam empedu. Dengan meningkatnya sintesis dan sekresi kolesterol, resiko terbentuknya empedu juga meningkat. Penurunan berat badan yang terlalu cepat (karena hati mensintesis kolesterol lebih banyak), maka esterogen dan kontrasepsi (menurunkan sintesis garam empedu) menyebabkan supersaturasi kolesterol ( Lun-Tsay, 2005 ).Nukleasi kolesterolNampaknya faktor pembentukan inti kolesterol mempunyai peran lebih besar dalam proses pembentukan dibandingkan faktor supersaturasi. Kolesterol baru dapat dimetabolisme di dalam usus dalam bentuk terlarut air. Dan empedu memainkan peran tersebut. Kolesterol diangkut dalam bentuk misel dan vesikel. Misel merupakan agregat yang berisi fosfolipid (terutama lesitin), garam empedu dan kolesterol. Apabila saturasi kolesterol lebih tinggi, maka akan diangkut dalam bentuk vesikel. Vesikel ibarat sebuah lingkaran dua lapis. Apabila kosentrasi kolesterol sangat banyak, dan supaya kolesterol dapat terangkut, maka vesikel akan memperbanyak lapisan lingkarannya, sehingga disebut sebagai vesikel berlapis-lapis (vesicles multilamellar). Pada akhirnya, di dalam kandung empedu, pengangkut kolesterol, baik misel dan vesikel, akan bergabung menjadi vesikel multilapis. Vesikel ini dengan adanya protein musin akan membentuk Kristal kolesterol. Kristal kolesterol yang terfragmentasi pada akhirnya akan di lem (disatukan) oleh protein empedu membentuk batu kolesterol ( Shareef, 2009 ).Disfungsi kandung EmpeduMenurunnya kemampuan kontraksi dan kerusakan dinding kandung empedu, memudahkan seseorang menderita batu empedu. Kontraksi kandung empedu yang melemah akan menyebabkan stasis empedu. Stasis empedu akan membuat musin yang di produksi di kandung empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat sehingga semakin menyulitkan proses pengosongan cairan empedu. Bila daya kontraksi kandung empedu menurun dan di dalam kandung empedu tersebut sudah ada Kristal, maka Kristal tersebut tidak akan dapat dibuang keluar ke duodenum. Beberapa kondisi yang dapat menganggu daya kontraksi kandung empedu, yaitu hipomotilitas, parenteral total (menyebabkan aliran empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medulla spinalis dan diabetes mellitus ( Jarari, 2010 ).2.Batu Pigmen

Batu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan berwarna gelap karena adanya kalsium bilirubinat. Batu hitam biasanya kecil, rapuh, dan berduri. Mereka terbentuk dari supersaturasi dari kalsium bilirubinat, karbonat dan fosfat, biasanya sekunder dari kelainan hemolitik misalnya sferositosis herediter dan anemia sel sabit dan juga sirosis. Seperti batu kolesterol, tersering terbentuk pada kandung empedu. Batu ini terbanyak ditemukan di negara Asia seperti Jepang ( Debas, 2004 ).a. Batu pigmen hitamBatu pigmen hitam terbentuk dari kalsium bilirubinat yang sebagian besar berasal dari bilirubin yang tak terkonjugasi. Batu pigmen hitam sering terjadi pada kondisi hemolitik kronis dan sirosis hepatis. Pada sirosis hepatis terjadi peningkatanturnoversel darah merah akibat proses pemecahannya di limpa yang berlebihan ( Shareef, 2009 )b. Batu pigmen coklatBatu pigmen coklat dapat terbentuk di saluran empedu. Batu pigmen coklat mengandung asam lemak bebas yang cukup besar, terutama palmitat dan stearat. Batu pigmen coklat terjadi pada proses dismotilitas sistem bilier dan adanya proses infeksi kronis. Batu pigmen coklat dapat terbentuk sendiri pada saluran empedu tanpa didahului migrasi dari kandung empedu. Batu ini cukup banyak ditemukan pada pasien yang sudah dilakukan kolesistektomi yang mengalami disfungsi spingter oddi ( Chandran, 2007 )G. Manifestasi Klinis 1. Asimptomatik

Biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada saatmedical check upmelaluiplain radiograf,sonogram abdomen atauCT scan ( Brunicardi, 2005 ).2. Simptomatik ( Brunicardi, 2005 )a. Kolik Bilier

Terdapat nyeri kuadran kanan atas yang terjadi secara episodik, kadang menjalar ke daerah punggung kanan belakang. Kondisi ini terjadi akibat obstuksi batu di daerah leher kandung empedu, atau duktus kistikus. Kolik bilier biasanya dipengaruhi oleh makanan berlemak dan dapat hilang dengan perubahan posisi tubuh. Biasanya tidak didapatkan demam dan fungsi hati normal, kecuali bila disertai infeksi.

b. Kolesistitis akut

Kolesistitis merupakan suatu inflamasi akut pada kandung empedu. Hal ini disebabkan karena adanya obstruksi dari duktus sistikus. Keluhan nyeri sering dimulai secara progresif memberat. Nyeri sangat sering terjadi pada malam hari atau menjelang pagi. Nyeri ini biasanya terdapat pada kuadran kanan atas abdomen atau di epigastrium. Keluhan nyeri ini dapat disertai dengan demam. Pada kolesistitis akut dapat terjadi terjadi peningkatan sel darah putih danMurphySign(nyeri perut kanan atas yang diraba saat inspirasi).

c. Kolesistitis kronik

Kolisistitis akut yang berulang mengarah pada inflamasi kandung empedu kronik. Biasanya tidak terdapat demam atau peningkatan sel darah putih. Keluhannya bisa berupa seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium, dan nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang hilang setelah bersendawa.

d. Koledokolitiasis

Koledokolitiasis sebagian besar berasal dari migrasi batu kandung empedu. Sedangkan batu koledokus dapat terbentuk di saluran empedu itu sendiri disebut koledolitiasis primer, biasanya batu ini terbentuk akibat stasis empedu dan infeksi seperti pada kasus striktur akibat trauma, kolangitis sklerosing atau kelainan bilier kongenital.

e. Kolangitis

Kolangitis merupakan infeksi bakteri pada cairan empedu di dalam saluran empedu akibat obstruksi. Keluhan kolangitis digambarkan denganTriad Charcotyaitu nyeri kuadran kanan atas, ikterik dan demam. Kolangitis dapat mengarah pada syok septik.Berikut ini adalah tabel gejala klinik dan komplikasi dari batu empedu:

Gambaran KlinisKolik bilierKolesistitis akutKolesistitis kronikkolangitisPankreatitis

Letak NyeriEpigastriumKKAKKAKKAEpigastrik

Durasi Nyeri< 3 jam> 3 jamVariableVariableVariable

MassaTidak Ada MassaMassa di KKATidak Ada Massa

Demam

Peningkatan sel darah putih

Peningkatan Level AmilaseNormal+

KKA = Kuadran kanan atas ;

Sel darah putih; + = ada; = tidak ada ; = ada atau tidak ada

* Karakteristik ini mungkin tidak selalu ada.

H. Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simptomatis, pasien biasanya dating dengan keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium atau nyeri/kolik pada perut kanan atas atau perikondrium yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang beberapa jam. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Kadang pasien dengan mata dan tubuh menjadi kuning, badan gatal-gatal, kencing berwarna seperti teh, tinja berwarna seperti dempul dan penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, scapula, atau kepuncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam ( Shaheen, 2004 ).2. Pemeriksaan Fisik

Pasien dengan stadium litogenik atau batu asimptomatik tidak memiliki kelainan dalam pemeriksaan fisik. Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat kolelitiasis akut, pasien akan mengalami nyeri palpasi/nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Diketahui dengan adanya tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Riwayat ikterik maupun ikterik cutaneous dan sclera dan bisa teraba hepar ( Shaheen, 2004 ).3. Pemeriksaan Laboratorium a. Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi lekositosis. Apabila terjadi sindrom mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amylase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut.Melakukan USG perut dan CT scan dari hati untuk menyampingkan penyakit kantung empedu dan tumor hati.

b. Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica. Pemeriksaan ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatic maupun ekstra hepatic. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. Kolesistografi, untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relative murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Cara ini memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan ultrasonografi. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu. Penataan hati dengan HIDA, metode ini bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi di duktus sistikus misalnya karena batu. Juga dapat berguna untuk membedakan batu empedu dengan beberapa nyeri abdomen akut. HIDA normalnya akan diabsorpsi di hati dan kemudian akan di sekresi ke kantong empedu dan dapat dideteksi dengan kamera gamma. Kegagalan dalam mengisi kantong empedu menandakan adanya batu sementara HIDA terisi ke dalam duodenum. Computed Tomografi (CT) juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis. Walupun demikian, teknik ini jauh lebih mahal disbanding USG. Percutaneous Transhepatic Cholangiographi (PTC) dan Endoscopic Retrograde Cholangio-pancreatography (ERCP) merupakan metode kolangiografi direk yang amat bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi bilier dan penyebab obstruksinya seperti koledokolitiasis. Selain untuk diagnosis ERCP juga dapat digunakan untuk terapi dengan melakukan sfingterotomi ampula vateri diikuti ekstraksi batu. Tes invasive ini melibatkan opasifikasi lansung batang saluran empedu dengan kanulasi endoskopi ampula vateri dan suntikan retrograde zat kontras. Resiko ERCP pada hakekatnya dari endoskopi dan mecakup sedikit penambahan insidens kolangitis dalam saluran empedu yang tersumbat sebagian ( Shaheen, 2004).I. Penatalaksanaan

Tatalaksana secara umum dilakukan tergantung pada tingkatan penyakit. Idealnya, intervensi pada tingkat litogenik dapat mencegah pembentukan batu empedu. Terapi konseravatif dapat dipertimbangkan pada batu empedu yang asimptomatik sedangkan pada batu empedu simptomatik pembedahan merupakan terapi pilihan ( Jacobson, 2003 ).a.Terapi Non Bedah ( Jacobson, 2003 ).Terapi pengobatan untuk batu empedu, digunakan sendiri atau dikombinasikan, sebagai berikut :

Terapi garam empedu oral (Ursodeoxycholic acid)

Ursodeoxycholic aciddiindikasikan untuk batu empedu nonkalsifikasi radio lucent dengan diameter lebih kecil dari 5 mm ketika kolesistektomi tidak dapat dilakukan.Ursodeoxycholic acidbekerja sebagai penekan sintesis dan sekresi kolesterol hepatik serta penghambat absorpsi intestinal. Efek penghambat sintesis dan sekresi asam endogenous bile kedalam bile tidak mengganggu sekresi fosfolipid kedalam bile.Ursodeoxycholic acidjuga bekerja dengan mendispersi kolesterol menjadi cairan kristal di aquous media. Secara keseluruhan efek dari UDCA adalah untuk meningkatkan level konsentrasi pada saat saturasi kolesterol terjadi.

Litolisis dengan asam empedu peroral

Asam ursodeoksikolat (AUDK) telah digunakan untuk pelarutan batu empedu. Asam empedu ini menekan sintesis kolesterol di hati dengan menghambat hidroksimetil glutaril CoA (HMG-CoA) reduktase dan meningkatkan aktivitas dari 7a-hidroksilase sehingga meningkatkan sintesis empedu. AUDK juga menurunkan absorpsi/reabsorpsi kolesterol di usus dan memperpanjang waktu nukleasi dari empedu.

Extracorporeal shockwave lithotripsy(ESWL)

ESWL merupakan terapi non-invasif, karena tidak memerlukan pembedahan atau pemasukan alat kedalam tubuh pasien. Teknik ini dapat dilakukan untuk empedu batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3 batu.TabelTerapiMedikamentosa padaBatuEmpeduSimptomatikAgenPotensiCatatan

Disolusi Asam Bile Oral;Ursodeoxycholic acid(Actigall),8 - 10 mg/kg/hariStone clearance: 3090%Mortaliti : 0%Untuk batu kolesterol non kalsifikasi; optimal pada batu< 5 mm.

Contact solvents: methyl tert-butyl ether/ n-propyl acetateStone clearance: 5090%70 % batu yang kambuh; experimental, dengan data insufficient; duodenitis; hemolisis;nephrotoxicity; sedasi ringan

Extracorporeal shock-wave lithotripsy:Elektro hidraulik / Elektro magneticStone clearance:3090%Mortaliti < 0.1%70 % batu yang kambuh; tidak dibuktikan dengan FDA; hanya dilakukan pada expert; kriteria: tidak lebih dari satu batu radiolucent(diameter