Praktum Biokim I
-
Upload
dimas-panji-prasetyo -
Category
Documents
-
view
11 -
download
2
Transcript of Praktum Biokim I
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kadar air merupakan salah satu karakteristik di dalam bahan pangan
yang sangat berpengaruh pada bahan pangan dalam segi tekstur,
penampakan, dan citarasa. Kadar air juga dapat menunjukkan banyaknya
kandungan air yang ada di dalam bahan pangan tersebut. Kadar air dalam
bahan pangan tentu perlu diukur untuk mengetahui daya simpan
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau
mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari
96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur
mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu
tersebut dapat menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan.
Bahan – bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi
komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu.
Kadar air dan kadar abu merupakan dua hal yang sangat penting
yang harus diketahui pada suatu bahan pangan untuk mengetahui baik
tidaknya bahan pangan tersebut untuk di konsumsi, baik atau tidaknya
bahan pangan tersebut untuk diolah, dan baik tidaknya bahan tersebut
untuk di konsumsi oleh masyarakat. Penjelasan tersebut dianggap penting
untuk dilakukannya praktikum mengenai kadar air dan abu suatu bahan
pangan agar kita dapat mengetahui kandungan kadarair dan kadar abu pada
suatu bahan pangan.
1.2. Tujuan
1) Menentukan kadar air pada rumput laut
2) Menentukan kadar abu pada rumput laut
1.3. Manfaat
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar dapat mengetahui dan
memperkirakan penanganganan yang sesuai untuk beberapa bahan pangan
dan juga untuk mengetahui bahan pangan yang baik atau tidak untuk
dikonsumsi, sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk
disesuaikan dengan asupan kebutuhan mineral pada tubuh.
II. Tujuan Pustaka
II.1. Sargassum Polyscystum
Morfologi Sargassum polycystum tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri
umum Phaeophyta. Talus silindris berduri-duri kecil merapat, holdfast
membentuk cakram kecil dan di atasnya terdapat perakaran/stolon yang
rimbun berekspansi ke segala arah. Thaluspendek dengan percabangan
utama tumbuh rimbun. Mempunyai gelembung udara (bladder) yang
umumnya soliter (berkelompok), panjangnya mencapai 7 meter,warna
talus umumnya coklat (Aslan, 1991).
Sargassum polycystum mengandung alginat, vit amin C, vit amin E
(α-tokoferol), mineral, karotenoid, klorofil, florotanin, polisakarida sulfat,
asam lemak, dan asam amino (Matanjun, 2008).
Sargassum polycystum memiliki potensial dalam penyembuhan
penyakit kantung kemih, gondok, kolesterol, digunakan sebagai kosmetik,
sumber alginat, antioksidan (Anggadiredja, 2009)
II.2. Kadar Air
II.2.1. Pengertian Air
Air adalah zat yang tudak mempunyai rasa, warna, dan bau yang
terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia H2O. Air
merupakan suatu larutan yang bersifat universal (Linsley, 1991).
Air merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan
bagi kehidupan Manusia, karena air diperlukan untuk bermacam
macam kegiatan seperti minum, pertanian, industri dan perikanan. Air
yang dapat diminum adalah air yang bebas dari bakteri berbahaya dan
ketidak murnian secara kimiawi. Air minum harus bersih dan jernih,
tidak berbau dan tidak berwarna, dan tidak mengandung bahan
tersuspensi atau kekeruhan (Adiono, 1987).
II.2.2. Metode Penentuan Kadar Air
Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya
penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam
oven pada suhu 105-110ºC selama 3 jam atau sampai didapat berat
yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan
adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang
tidak tahan panas, dilakukan pemanasan dalam oven vakum dengan
suhu yang lebih rendah. (Winarno, 2004).
Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar
air pada suatu bahan adalah dengan menggunakan metode
“Penetapan air dengan metode oven“, yaitu suatu metode yang
dapat digunakan untuk seluruh produk makanan, kecuali produk
tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah menguap
atau jika produk tersebut mengalami dekomposisi pada pemanasan
100oC–102oC sampai diperoleh berat yang konstan pada
penimbangan berkali-kali (Apriyantono, 1989).
II.2.3. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Kadar Air
Tanah bertekstur halus menahan air lebih banyak pada
seluruh selang energi dibandingkan dengan tanah bertekstur kasar.
Hal ini dimungkinkan karena tanah bertekstur halus mempunyai
bahan koloidal, ruang pori dan permukaan adsortif yang lebih
banyak (Nurhayati,1986).
Selain sifat tanah, faktor tumbuhan dan iklim sangat
mempengaruhi jumlah air yang dapat diabsorsikan tumbuhan tanah,
faktor-faktor tumbuhan antara lain, bentuk perakaran, daya tahan
terhadap kekeringan, tingkat dan stadia pertumbuhan. Faktor iklim
antara lain, temperatur, kelembaban dan kecepatan angin. Diantara
sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap jumlah air yang
tersedia adalah daya hisap (matrik dan osmotik), kedalaman tanah
dan pelapisan tanah (Nurhayati, 1986).
II.2.4. Standar Kadar Air yang Baik pada Rumput Laut
Rumput laut yang diperjualbelikan untuk tujuan sebagai
bahan makanan, setelah proses pengeringan dilanjutkan dengan
proses pemucatan caranya: rumput laut dicuci dengan air tawar
sampai bersih, kemudian direndam dengan air sebanyak 20 kali
berat rumput laut selama tiga hari. Pemucatan dilakukan dengan
cara merendam rumput laut dengan larutan kapor tohor (CaO) 5%
sambil diaduk selama 4-6 jam, setelah itu dicuci, kemudian
dikeringkan selama dua hari. Setelah kering dikemas dan siap
untuk dipasarkan (Indriani dan Sumiarsih, 1999).
II.3. Kadar Abu
II.3.1. Pengertian Abu
Kadar abu adalah banyaknya sisa pembakaran sempurna dari
suatu bahan. Suatu bahan apabila dibakar sempurna pada suhu
500o - 600ºC selama beberapa waktu, semua senyawa organiknya
akan terbakar menjadi CO2, H2O dan gas lain yang menguap.
Mineral dapat menguap sewaktu pembakaran, contohnya Na
(Natrium), Cl (Klor), F (Fosfor), dan S (Belerang), oleh karena itu
abu tidak dapat untuk menunjukan adanya zat anorganik didalam
pakan secara tepat baik secara kualitatif maupun kwantitatif
(Kamal, 1998).
Bahan yang mengandung kadar air tinggi perlu dioven
terlebih dahulu sebelum diabukan agar proses pengabuan tidak
berlangsung terlalu lama. Bahan yang berlemak banyak dan mudah
menguap harus diabukan menggunakan suhu mula-mula selama
beberapa saat lalu baru dinaikkan ke suhu pengabuan agar
komponen volatil bahan tidak cepat menguap dan lemak tidak
rusak karena teroksidasi. Sedangkan untuk bahan yang dapat
membuih perlu dikeringkan dalam oven terlebih dahulu dan
ditambahkan zat antibuih, seperti olive atau parafin lalu bisa mulai
diabukan. Hal ini dilakukan karena timbulnya banyak buih dapat
menimbulkan potensi ledakan yang cukup membahayakan
(Apriantono, 1989).
II.3.2. Metode Penentuan Kadar Abu
1) Pengabuan cara Langsung (Cara Kering)
Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan
mengoksidasi semua zat organic pada suhu tinggi, yaitu
sekitar 500 – 600oC dan kemudian melakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran
tersebut (Sudarmadji, 1989).
2) Pengabuan cara Tidak Langsung (Cara Basah)
Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu
memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum
dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan
adalah gliserol alcohol ataupun pasir bebas anorganik
selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tunggi.
Pemanasan mengakibatkan gliserol alcohol membentuk
kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan
menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan
pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat
permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin
luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat
proses penngabuan (Sudarmadji, 1989).
II.3.3. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Kadar Abu
Dalam pengeringan pangan umumnya diinginkan kecepatan
pengeringan yang maksimum. Terdapat faktor-faktor yang
memengaruhi proses pengeringan dalam menentukan kadar uji dan
kadar abu pada biskuit yakni luas permukaan, suhu, kecepatan
pergerakan udara,kelembaban udara, tekanan atmosfer, penguapan
air dan lama pengeringan (Dr. Teti Estiasih, S.TP.,M.P, 2009) .
II.3.4. Standar Kadar Abu yang Baik pada Rumput Laut
III. Materi dan Metode
III.1. Waktu dan Pelaksanaan
Hari/tanggal : Rabu / 2 April 2014
Tempat : Laboratorium Kimia Gedung E Lantai 1 Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro
Waktu : 15.30 – 18.00 WIB
III.2. Alat dan Bahan
III.2.1. Alat
No Nama Alat Gambar Fungsi
1. Desikator Alat untuk
mengeringkan suatu
padatan
2. Neraca Untuk menimbang
masa bahan yang akan
di gunakan dalam
praktikum
3. Cawan
Porselain
4. Aluminium
Foil
Sebagai pengganti
cawan untuk
menempatkan rumput
laut dalam melakukan
praktikum
5. Penjepit Alat yang digunakan
untuk mengambil
bahan praktikum dari
dalam oven atau
desicator
6. Oven Untuk mengurangi
kadar air rumput laut
yang digunakan dalam
praktikum
7. Gunting Untuk memotong
aluminium foil
8. Muffle furnace
III.2.2. Bahan
No Nama Bahan Gamabar Fungsi
1. Sargasum
Polycystum
sebagai bahan uji praktikum
III.3. Metode
III.3.1. Penentuan Kadar Air
1) Aluminium foil yang berfungsi sebagaipengganti cawan
dikeringkan dalam oven selama 15 menit.
2) Ambil aluminium foil demgan penjepit, dinginkan dalam
desikator selama 15 menit.
3) Timbang sampel rumput laut kering (Sargasum Polycystum) pada
neraca hingga menunjukkan angka 5 gram.
4) Pindah sampel pada aluminium foil.
5) Masukkan sampel kedalam oven dan panaskan selama 30 menit
dengan suhu 161 oC.
6) Dinginkan dalam desikator. Lakukan penimbangan.
7) Ulangi penimbangan hingga memperoleh bobot konstan.
III.3.2. Penentuan Kadar Abu
1) Oven cawan porselen selama 15 menit kemudian angkat dan
dinginkan selama 30 menit dalam desikator.
2) Timbang cawan kosong sebagai berat a gram.
3) Masukkan bahan uji sebanyak 5 gram kedalam cawan. Timbang
dan catat sebagai berat b gram.
4) Masukkan dalam tanur pengabuan dan panaskan pada suhu 600oC
selama 4 jam hingga putih keabu – abuan.
5) Biarkan abu yang terbentuk dalam muffle selama 1 hari. Oven
cawan porselen terlebih dahulu untuk mengeringkan air yang
mungkin, terserap saat disimpan dalam muffle, lalu masukkan
kedalam desikator.
6) Timbang cawan dan catat sebagai berat c gram.
III.4. Perhitungan
III.4.1. Perhitungan Penentuan Kadar Air
III.4.2. Perhitungan Penentuan Kadar Abu
IV. Hasil dan Pembahasan
IV.1. Hasil
IV.1.1. Hasil Kadar Air
IV.1.2. Hasil Kadar Abu
IV.2. Pembahasan
- Mengapa memakai metode saat praktikum
- Kenapa diperlukan pengeringan alat
- Kenapa hasilnya berbeda
- Hasil yang didapet memenuhi standart atau tidak
V. Penutup
V.1. Kesimpulan
V.2. Saran
Daftar Pustaka
Adiono, H. P., (1987), Ilmu Pangan, UI Press, Jakarta.
Anggadiredja, T. Jana. (2009). Rumput Laut ;Pembudidayaan, Pengolahan, &
Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Depok : Penebar Swadaya. Hal. 65.
Apriyantono, A. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas
Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Aslan, L.M 1991. Seri Budi Daya Rumput Laut. Kanisius.Yogyakarta
Astuti,2011. Kadar Abu. http://astutipage.wordpress.com/tag/kadar-abu/ . Diakses
Pada Tanggal 13 Oktober 2012 Makassar.
Indriani, H. dan Sumiarsih, E. (1999). Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran
Rumput laut. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 43.
Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I. Rangkuman. Lab. Makanan Ternak, jurusan
Linsley, RK. Franzini, JB. 1991. Teknik Sumber Daya Air, Edisi ke-3. Jilid 2.
Erlangga, Jakarta.
Matanjun P., S. Mohamed, N. M. Mustapha, dan K. Muhammad. 2008. Nutrient
content of tropical edible seaweeds , Eucheuma cottonii, Caulerpa lentillifera and
Sargassum polycystum. Springer Science .
Nurhayati, Hakim dkk. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas
Lampung. Lampung.
Sudarmadji,S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. PAU Pangan dan
Gizi UGM, Yogyakarta.
Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama..