Praktum Biokim I

14
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kadar air merupakan salah satu karakteristik di dalam bahan pangan yang sangat berpengaruh pada bahan pangan dalam segi tekstur, penampakan, dan citarasa. Kadar air juga dapat menunjukkan banyaknya kandungan air yang ada di dalam bahan pangan tersebut. Kadar air dalam bahan pangan tentu perlu diukur untuk mengetahui daya simpan Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan – bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu. Kadar air dan kadar abu merupakan dua hal yang sangat penting yang harus diketahui pada suatu bahan pangan untuk mengetahui baik tidaknya bahan pangan tersebut untuk di konsumsi, baik atau tidaknya bahan pangan tersebut untuk diolah, dan baik tidaknya bahan tersebut untuk di konsumsi oleh masyarakat. Penjelasan tersebut dianggap

Transcript of Praktum Biokim I

Page 1: Praktum Biokim I

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kadar air  merupakan salah satu karakteristik di dalam bahan pangan

yang sangat berpengaruh pada bahan pangan dalam segi tekstur,

penampakan, dan citarasa. Kadar air juga dapat menunjukkan banyaknya

kandungan air yang ada di dalam bahan pangan tersebut. Kadar air dalam

bahan pangan tentu perlu diukur untuk mengetahui daya simpan

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau

mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari

96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur

mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu

tersebut dapat menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan.

Bahan – bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi

komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu.

Kadar air dan kadar abu merupakan dua hal yang sangat penting

yang harus diketahui pada suatu bahan pangan untuk mengetahui baik

tidaknya bahan pangan tersebut untuk di konsumsi, baik atau tidaknya

bahan pangan tersebut untuk diolah, dan baik tidaknya bahan  tersebut

untuk di konsumsi oleh masyarakat. Penjelasan tersebut dianggap penting

untuk dilakukannya praktikum mengenai kadar air dan abu suatu bahan

pangan agar kita dapat mengetahui kandungan kadarair dan kadar abu pada

suatu bahan pangan.

1.2. Tujuan

1) Menentukan kadar air pada rumput laut

2) Menentukan kadar abu pada rumput laut

1.3. Manfaat

Kegunaan dari praktikum ini adalah agar dapat mengetahui dan

memperkirakan penanganganan yang sesuai untuk beberapa bahan pangan

dan juga untuk mengetahui bahan pangan yang baik atau tidak untuk

dikonsumsi, sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk

disesuaikan dengan asupan kebutuhan mineral pada tubuh.

Page 2: Praktum Biokim I

II. Tujuan Pustaka

II.1. Sargassum Polyscystum

Morfologi Sargassum polycystum tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri

umum Phaeophyta. Talus silindris berduri-duri kecil merapat, holdfast

membentuk cakram kecil dan di atasnya terdapat perakaran/stolon yang

rimbun berekspansi ke segala arah. Thaluspendek dengan percabangan

utama tumbuh rimbun. Mempunyai gelembung udara (bladder) yang

umumnya soliter (berkelompok), panjangnya mencapai 7 meter,warna

talus umumnya coklat (Aslan, 1991).

Sargassum polycystum mengandung alginat, vit amin C, vit amin E

(α-tokoferol), mineral, karotenoid, klorofil, florotanin, polisakarida sulfat,

asam lemak, dan asam amino (Matanjun, 2008).

Sargassum polycystum memiliki potensial dalam penyembuhan

penyakit kantung kemih, gondok, kolesterol, digunakan sebagai kosmetik,

sumber alginat, antioksidan (Anggadiredja, 2009)

II.2. Kadar Air

II.2.1. Pengertian Air

Air adalah zat yang tudak mempunyai rasa, warna, dan bau yang

terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia H2O. Air

merupakan suatu larutan yang bersifat universal (Linsley, 1991).

Air merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan

bagi kehidupan Manusia, karena air diperlukan untuk bermacam

macam kegiatan seperti minum, pertanian, industri dan perikanan. Air

yang dapat diminum adalah air yang bebas dari bakteri berbahaya dan

ketidak murnian secara kimiawi. Air minum harus bersih dan jernih,

tidak berbau dan tidak berwarna, dan tidak mengandung bahan

tersuspensi atau kekeruhan (Adiono, 1987).

II.2.2. Metode Penentuan Kadar Air

Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa

cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya

penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam

oven pada suhu 105-110ºC selama 3 jam atau sampai didapat berat

Page 3: Praktum Biokim I

yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan

adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang

tidak tahan panas, dilakukan pemanasan dalam oven vakum dengan

suhu yang lebih rendah. (Winarno, 2004).

Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar

air pada suatu bahan adalah dengan menggunakan metode

“Penetapan air dengan metode oven“, yaitu suatu metode yang

dapat digunakan untuk seluruh produk makanan, kecuali produk

tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah menguap

atau jika produk tersebut mengalami dekomposisi pada pemanasan

100oC–102oC sampai diperoleh berat yang konstan pada

penimbangan berkali-kali (Apriyantono, 1989).

II.2.3. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Kadar Air

Tanah bertekstur halus menahan air lebih banyak pada

seluruh selang energi dibandingkan dengan tanah bertekstur kasar. 

Hal ini dimungkinkan karena tanah bertekstur halus mempunyai

bahan koloidal, ruang pori dan permukaan adsortif yang lebih

banyak (Nurhayati,1986).

Selain sifat tanah, faktor tumbuhan dan iklim sangat

mempengaruhi jumlah air yang dapat diabsorsikan tumbuhan tanah,

faktor-faktor tumbuhan antara lain, bentuk perakaran, daya tahan

terhadap kekeringan, tingkat dan stadia pertumbuhan.  Faktor iklim

antara lain, temperatur, kelembaban dan kecepatan angin.  Diantara

sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap jumlah air yang

tersedia adalah daya hisap (matrik dan osmotik), kedalaman tanah

dan pelapisan tanah (Nurhayati, 1986). 

II.2.4. Standar Kadar Air yang Baik pada Rumput Laut

Rumput laut yang diperjualbelikan untuk tujuan sebagai

bahan makanan, setelah proses pengeringan dilanjutkan dengan

proses pemucatan caranya: rumput laut dicuci dengan air tawar

sampai bersih, kemudian direndam dengan air sebanyak 20 kali

berat rumput laut selama tiga hari. Pemucatan dilakukan dengan

Page 4: Praktum Biokim I

cara merendam rumput laut dengan larutan kapor tohor (CaO) 5%

sambil diaduk selama 4-6 jam, setelah itu dicuci, kemudian

dikeringkan selama dua hari. Setelah kering dikemas dan siap

untuk dipasarkan (Indriani dan Sumiarsih, 1999).

II.3. Kadar Abu

II.3.1. Pengertian Abu

Kadar abu adalah banyaknya sisa pembakaran sempurna dari

suatu bahan. Suatu bahan apabila dibakar sempurna pada suhu

500o - 600ºC selama beberapa waktu, semua senyawa organiknya

akan terbakar menjadi CO2, H2O dan gas lain yang menguap. 

Mineral dapat menguap sewaktu pembakaran, contohnya Na

(Natrium), Cl (Klor), F (Fosfor), dan S (Belerang), oleh karena itu

abu tidak dapat untuk menunjukan adanya zat anorganik didalam

pakan secara tepat baik secara kualitatif maupun kwantitatif

(Kamal, 1998). 

Bahan yang mengandung kadar air tinggi perlu dioven

terlebih dahulu sebelum diabukan agar proses pengabuan tidak

berlangsung terlalu lama. Bahan yang berlemak banyak dan mudah

menguap harus diabukan menggunakan suhu mula-mula selama

beberapa saat lalu baru dinaikkan ke suhu pengabuan agar

komponen volatil bahan tidak cepat menguap dan lemak tidak

rusak karena teroksidasi. Sedangkan untuk bahan yang dapat

membuih perlu dikeringkan dalam oven terlebih dahulu dan

ditambahkan zat antibuih, seperti olive atau parafin lalu bisa mulai

diabukan. Hal ini dilakukan karena timbulnya banyak buih dapat

menimbulkan potensi ledakan yang cukup membahayakan

(Apriantono, 1989).

II.3.2. Metode Penentuan Kadar Abu

1) Pengabuan cara Langsung (Cara Kering)

Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan

mengoksidasi semua zat organic pada suhu tinggi, yaitu

sekitar 500 – 600oC dan kemudian melakukan

Page 5: Praktum Biokim I

penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran

tersebut (Sudarmadji, 1989).

2) Pengabuan cara Tidak Langsung (Cara Basah)

Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu

memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum

dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan

adalah gliserol alcohol ataupun pasir bebas anorganik

selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tunggi.

Pemanasan mengakibatkan gliserol alcohol membentuk

kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan

menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan

pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat

permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin

luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat

proses penngabuan (Sudarmadji, 1989).

II.3.3. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Kadar Abu

Dalam pengeringan pangan umumnya diinginkan kecepatan

pengeringan yang maksimum. Terdapat faktor-faktor yang

memengaruhi proses pengeringan dalam menentukan kadar uji dan

kadar abu pada biskuit yakni luas permukaan, suhu, kecepatan

pergerakan udara,kelembaban udara, tekanan atmosfer, penguapan

air dan lama pengeringan (Dr. Teti Estiasih, S.TP.,M.P, 2009) .

II.3.4. Standar Kadar Abu yang Baik pada Rumput Laut

III. Materi dan Metode

III.1. Waktu dan Pelaksanaan

Hari/tanggal : Rabu / 2 April 2014

Tempat : Laboratorium Kimia Gedung E Lantai 1 Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro

Waktu : 15.30 – 18.00 WIB

Page 6: Praktum Biokim I

III.2. Alat dan Bahan

III.2.1. Alat

No Nama Alat Gambar Fungsi

1. Desikator Alat untuk

mengeringkan suatu

padatan

2. Neraca Untuk menimbang

masa bahan yang akan

di gunakan dalam

praktikum

3. Cawan

Porselain

4. Aluminium

Foil

Sebagai pengganti

cawan untuk

menempatkan rumput

laut dalam melakukan

praktikum

5. Penjepit Alat yang digunakan

untuk mengambil

bahan praktikum dari

dalam oven atau

desicator

Page 7: Praktum Biokim I

6. Oven Untuk mengurangi

kadar air rumput laut

yang digunakan dalam

praktikum

7. Gunting Untuk memotong

aluminium foil

8. Muffle furnace

III.2.2. Bahan

No Nama Bahan Gamabar Fungsi

1. Sargasum

Polycystum

sebagai bahan uji praktikum

III.3. Metode

III.3.1. Penentuan Kadar Air

1) Aluminium foil yang berfungsi sebagaipengganti cawan

dikeringkan dalam oven selama 15 menit.

2) Ambil aluminium foil demgan penjepit, dinginkan dalam

desikator selama 15 menit.

3) Timbang sampel rumput laut kering (Sargasum Polycystum) pada

neraca hingga menunjukkan angka 5 gram.

Page 8: Praktum Biokim I

4) Pindah sampel pada aluminium foil.

5) Masukkan sampel kedalam oven dan panaskan selama 30 menit

dengan suhu 161 oC.

6) Dinginkan dalam desikator. Lakukan penimbangan.

7) Ulangi penimbangan hingga memperoleh bobot konstan.

III.3.2. Penentuan Kadar Abu

1) Oven cawan porselen selama 15 menit kemudian angkat dan

dinginkan selama 30 menit dalam desikator.

2) Timbang cawan kosong sebagai berat a gram.

3) Masukkan bahan uji sebanyak 5 gram kedalam cawan. Timbang

dan catat sebagai berat b gram.

4) Masukkan dalam tanur pengabuan dan panaskan pada suhu 600oC

selama 4 jam hingga putih keabu – abuan.

5) Biarkan abu yang terbentuk dalam muffle selama 1 hari. Oven

cawan porselen terlebih dahulu untuk mengeringkan air yang

mungkin, terserap saat disimpan dalam muffle, lalu masukkan

kedalam desikator.

6) Timbang cawan dan catat sebagai berat c gram.

III.4. Perhitungan

III.4.1. Perhitungan Penentuan Kadar Air

III.4.2. Perhitungan Penentuan Kadar Abu

IV. Hasil dan Pembahasan

IV.1. Hasil

IV.1.1. Hasil Kadar Air

IV.1.2. Hasil Kadar Abu

IV.2. Pembahasan

- Mengapa memakai metode saat praktikum

- Kenapa diperlukan pengeringan alat

- Kenapa hasilnya berbeda

- Hasil yang didapet memenuhi standart atau tidak

V. Penutup

Page 9: Praktum Biokim I

V.1. Kesimpulan

V.2. Saran

Daftar Pustaka

Adiono, H. P., (1987), Ilmu Pangan, UI Press, Jakarta.

Anggadiredja, T. Jana. (2009). Rumput Laut ;Pembudidayaan, Pengolahan, &

Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Depok : Penebar Swadaya. Hal. 65.

Apriyantono, A. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas

Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

Aslan, L.M 1991. Seri Budi Daya Rumput Laut. Kanisius.Yogyakarta

Astuti,2011. Kadar Abu. http://astutipage.wordpress.com/tag/kadar-abu/ . Diakses

Pada Tanggal 13 Oktober 2012 Makassar.

Indriani, H. dan Sumiarsih, E. (1999). Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran

Rumput laut. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 43.

Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I. Rangkuman. Lab. Makanan Ternak, jurusan

Linsley, RK. Franzini, JB. 1991. Teknik Sumber Daya Air, Edisi ke-3. Jilid 2.

Erlangga, Jakarta.

Matanjun P., S. Mohamed, N. M. Mustapha, dan K. Muhammad. 2008. Nutrient

content of tropical edible seaweeds , Eucheuma cottonii, Caulerpa lentillifera and

Sargassum polycystum. Springer Science .

Nurhayati, Hakim dkk. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas

Lampung. Lampung.

Sudarmadji,S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. PAU Pangan dan

Gizi UGM, Yogyakarta.

Winarno.  2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama..