Praktikum Kimia Analitik~Cuka Perdagangan

download Praktikum Kimia Analitik~Cuka Perdagangan

If you can't read please download the document

description

Report of Chemistry

Transcript of Praktikum Kimia Analitik~Cuka Perdagangan

Judul Percobaan0Praktikum Analitik~Analisis Asam Cuka Perdagangan LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIKANALISIS ASAM CUKA DALAM CUKA PERDAGANGAN SECARA TITRIMETRI OLEH :MADE RAI RAHAYU, NIM. 0513031005I KOMANG SETIAWAN, NIM. 0513031012NI MADE ANDAYATI, NIM. 0513031030JURUSAN PENDIDIKAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN IPAUNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA2007ANALISIS ASAM CUKA DALAM CUKA PERDAGANGAN SECARA TITRIMETRI TUJUAN : Membuat prosedur percobaan sederhana mengenai titrasi asidi- alkalimetri Menentukan kadar asam cuka dalam cuka perdagangan secara titrasi asidi-alkalimetri Hari/ Tanggal : Jumat / 30 November 2007Jurusan/Fakultas: Pendidikan Kimia/ MIPANama Kelompok : 1. Made Rai Rahayu (NIM 0513031005)2. I Komang Setiawan (NIM 0513031012)3. Ni Made Andayati (NIM 0513031030)PENDAHULUAN Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7C.Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman (www.wikipedia.org). Pada penentuan asam cuka ini dilakukan titrasi alkalimetri di mana reaksi yang terjadi adalah reaksi netralisasi. Alat yang digunakan dalam titrasi adalah buret (Gambar 01). Sumber : www.chem-is-try.orgGambar 01. Buret yang Umum Digunakan dalam TitrasiNamun hidroksida digunakan standar pada titrasi alkalimetri didasarkan pada pertimbangan bahwa NaOH mudah diperoleh dan relatif lebih murah. Namun demikian, NaOH merupakan zat yang mudah terkontaminasi , bersifat higroskopis sehingga menarik uap air dari udara dan juga mudah bereaksi dengan CO2 dalam udara (Selamat, 2004). Kedua proses ini menyebabkan penimbangan sejumlah tertentu NaOH tidak akan memberikan kepastian berat yang sesungguhnya, karena jumlah air dan CO2 yang diserap oleh NaOH tidak diketahui dengan pasti. Hal ini mengakibatkan kensentrasi NaOH yang dihasilkan juga tidak tepat. Dengan demikian apabila menggunakan NaOH sebagai pereaksi dalam suatu titrasi maka zat tersebut harus distandarisasi sebelumnya. Indikator Asam BasaIndikator asam-basa adalah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Warna dalam keadaan asam atau basa dinamakan warna asam atau basa indikator. Setiap indikator memiliki trayek pH yang warba asam dan basanya sesuai dengan jenis indikator seperti terlihat pada Tabel 01. Tabel 01. Beberapa Indikator Asam BasaNoNama indikatorTrayek pHWarnaasambasa1Fenolftalein8,2-10Tidak berwarnaMerah2Metilorange3,1-4,4merahJingga(Selamat, dkk., 2002)Larutan Standar dan Berat EkivalenStandarisasi merupakan suatu cara menentukan konsentrasi yang tepat dari larutan standar. Standarisasi biasanya menggunakan larutan standar primer, di mana larutan standar primer dibuat secara langsung dengan menimbang sejumlah tertentu dalam volume tertentu (dibuat dengan mengencerkan volume tertentu) (Selamat, dkk., 2001). Adapun syarat-syarat zat yang bisa digunakan sebagai standar primer adalah sebagai berikut : tidak bersifat higroskopis dan ,mempunyai berat molekul besar. Untuk menstandarisasi suatu larutan dapat dilakukan dengan titrasi. Adapun persyaratan suatu reaksi yang dapat digunakan sebagai dasar titrasi adalah sebagai berikut : Reaksi harus berlangsung sesuai persamaan reaksi kimia tertentu, dalam hal ini harus tidak ada reaksi samping. Reaksi harus berlangsung sampai benar-benar lengkap pada titik ekivalen sehingga tetapan kesetimbangan reaksinya harus benar. Harus tersedia beberapa cara untuk menentukan titik ekivalen telah tercapai yang dapat berupa indikator atau instrumental. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titran harus bereaksi lengkap dalam beberapa menit. Larutan standar yang direaksikan dengan analit harus mudah didapat, mudah penggunaannya, dan harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah bila disimpan. Asam-asam yang sering digunakan untuk larutan standar adalah HCl dan H2SO4. asam nitrat tidak digunakan sebagai larutan standar, karena sifat dari asam nitrat yang tidak stabil, mudah terurai menghasilkan gas, serta dapat mengoksidasi indikator yang digunakan. Asam klorida lebih sering digunakan dibandingkan asam sulfat karena sifat dari kebanyakan garam klorida sebagai hasil titrasi netralisasi yang mudah larut dalam air. Penggunaan asam sulfat sebagai standar dalam titrasi netralisasi dengan basa alkali tanah akan menghasilkan senyawa garam yang mengendap, sehingga dapat mengganggu reaksi netralisasi secara keseluruhan (Selamat, 2004). Sistem satuan konsentrasi yang sering digunakan dalam titrasi adalah normalitas yang menyatakan jumlah ekivalen solut dalam 1 liter larutan. di mana Dengan ketentuan bahwa g adalah gram solut dan BE adalah berat ekivalen, maka berlaku persamaan berikut : (Selamat, dkk., 2001).Dalam analisis titrimetri analit direaksikan dengan suatu pereaksi yang konsentrasinya diketahui dengan tepat untuk bereaksi secara ekivalen. Pereaksi yang digunakan ini disebut larutan standar dan konsentrasinya ditentukan dengan suatu proses yang disebut standarisasi. Reaksi dalam suatu titrasi dilakukan dengan menambahkan suatu larutan dari buret secara perlahan lahan sampai jumlah zat yang direaksikan tepat ekivalen satu sama lain. Larutan yang ditambahkan dari buret disebut titran, sedangkan larutan yang ditambahkan titran disebut titrat. Pada saat titran yang ditambahkan tampak telah ekivalen ekivalen, maka penambahan titran harus dihentikan. Keadaan pada saat titrasi dihentikan disebut titik akhir titrasi. Dengan cara ini volume titran dapat diukur dengan teliti dan apabila konsentrasi titran diketahui, maka jumlah mol titran dapat dhitung. Berdasarkan persamaan reaksi dan koefisiennya maka jumlah mol titran dapat dihitung karena jumlah titrat ekivalen dengan titran. ALAT DAN BAHANNama alatKeteranganNama BahanKeteranganBuret 25 mLErlenmeyer 100 mLSpatulaKaca arloji Gelas kimia 100 mLCorong kecilPipet tetesLabu ukur 100 mLCawan PetriBatang pengadukStatif dan klem1 buah2 buah1 buah1 buah2 buah1 buah2 buah1 buah1 buah1 buah1 buah Cuka perdagangan 25%Larutan NaOHIndikator ppAquadesHCl 4 mL0,1 MsecukupnyasecukupnyaProsedur KerjaDitentukan konsentrasi asam cuka yang akan dititrasi dengan mengkonversi % asam cuka dari label botol kemasan kedalam normalitas (N). Apabila tidak sesuai dengan konsentrasi titran (konsentrasi asam cuka terlalu tinggi) bisa dilakukan pengenceran sehingga didapat konsentrasi 0,1 N. Dibuat larutan NaOH dengan konsentrasi 0,1 N. Dibuat larutan standar Asam Oksalat (H2C2O4) dengan konsentrasi 0,1 N. Terlebih dahulu NaOH 0,1 N distandardisasi dengan H2C2O4 0,1 N. Asam oksalat sebagai titrat, sedangkan NaOH sebagai titran. Indikator yang digunakan dalam titrasi adalah indikator fenolftalein (PP). Konsentrasi NaOH hasil standarisasi dihitung. Dengan menggunakan pipet volume, dipipet 10 mL larutan asam cuka (yang telah dititrasi) dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer.Ditambahkan 2-3 tetes indikator fenolptalein.Dimasukkan larutan NaOH yang telah distandarisasi sebagai zat peniter (titran) ke dalam buret.Sambil menggoyang-goyangkan labu, diteteskan sedikit demi sedikit larutan NaOH ke dalam labu erlenmeyer dan diamati perubahan warna dari indikator.Titrasi dihentikan ketika titik akhir titrasi dicapai, yang ditandai dengan perubahan warna indikator dari tidak berwarna menjadi merah, pada keadaan netral atau kelebihan sedikit basa.Diulangi titrasi minimal sebanyak 3 kali.HASIL PENGAMATAN PEMBAHASAN9.1Pembuatan Larutan Standar NaOH dan H2C2O4Untuk mentitrasi asam cuka (CH3COOH) digunakan larutan NaOH 0,1 N sebagai titran. Larutan NaOH ini dibuat dengan melarutkan sebanyak 4 gram padatan NaOH menjadi 1000 mL larutan. Massa NaOH yang diperlukan untuk membuat larutan 0.1 N diketahui dari perhitungan berikut : Konsentrasi NaOH = 0,1 N = 0,1 M (karena NaOH merupakan basa valensi 1)Volume larutan yang dibuat = 1 LMassa molar NaOH = 40 gram/mol Massa NaOH = mol x massa molar = Volume x Molaritas x massa molar = 1 L x 0, 1 mol/L x 40 gram/mol= 4 gramSebelum digunakan untuk mentitrasi asam cuka, larutan NaOH ini distandarisasi terlebih dahulu karena NaOH merupakan zat yang mudah terkontaminasi, bersifat higroskopis sehingga mudah menarik uap air dari udara dan juga mudah bereaksi dengan CO2 dalam udara. Di mana pada kedua proses ini menyebabkan penimbangan sejumlah tertentu NaOH tidak akan memberikan kepastian massa yang sesungguhnya, karena jumlah air dan CO2 yang diserap oleh NaOH tidak diketahui dengan pasti. Hal ini mengakibatkan kensentrasi NaOH yang dihasilkan juga tidak tepat. Dengan demikian apabila menggunakan NaOH sebagai pereaksi dalam suatu titrasi maka zat tersebut harus distandarisasi sebelumnya.Untuk menstandarisasi larutan NaOH ini digunakan larutan asam oksalat 0,1N, larutan ini digunakan sebagai larutan standar primer karena larutan ini tidak bersifat higroskopis dan memiliki berat ekuivalen yang tinggi sehingga dapat mengurangi kesalahan dalam penimbangan zat.Pembuatan larutan standar H2C2O4 0,1 N dilakukan dengan melarutkan 0,6303 gram kristal H2C2O4 menjadi 100 mL. Penentuan massa H2C2O4 yang akan digunakan dalam pembuatan larutan H2C2O4 0,1 N sesuai perhitungan berikut : Konsentrasi H2C2O4 = 0,1 N = 0,05 M (karena H2C2O4 merupakan asam valensi 2)Volume larutan yang dibuat = 100 mLMassa molar H2C2O4= 126,07gram/mol Massa H2C2O4= mol x massa molar = Volume x Molaritas x massa molar = 0,1 L x 0, 05 mol/L x 126,07 gram/mol= 0,6303 gramStandarisasi larutan NaOH dilakukan dengan titrasi menggunakan indikator fenolftalein (trayek pHnya 8,2-10). Pemilihan indikator felnolftalein karena pada standarisasi ini merupakan titrasi asam lemah (H2C2O4) dan basa kuat (NaOH) sehingga titik ekivalennya diatas 7 dan berada pada trayek indikator fenolftalein. Pada standarisasi ini NaOH digunakan sebagai titran sementara asam oksalatnya sebagai titrat karena mengingat indikator yang digunakan adalah fenolftalein sehingga ketika PP ditambahkan pada asam oksalat, akan menunjukkan warna bening. Ketika pada titik ekivalen, akan terjadi perubahan dari bening menjadi merah muda. Jika asam oksalat yang digunakan sebagai titran dan NaOH sebagai titrat maka akan terjadi perubahan warna dari merah muda ke bening. Pada dasarnya, perubahan warna dari bening ke merah muda lebih mudah diamati daripada perubahan warna dari merah muda ke bening. Dan juga penggunaan asam oksalat sebagai titran kemungkinan besar akan menyebabkan kesalahan titrasi yang besar karena terjadi kelebihan penambahan titran hingga melewati titik ekivalen. Kelebihan titran ini disebabkan karena kesulitan mengamati perubahan warna dari merah muda ke bening.Asam oksalat kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan PP menghasilkan larutan bening. NaOH ditempatkan sebagai titran karena pada saat terjadi titk ekivalen lebih mudah diamati yaitu dengan berubahnya warna larutan dari bening menjadi merah muda. Jika asam oksalat ditempatkan sebagai titran maka kita akan sulit menentukan titik akhir titrasinya karena akan sangat sulit mengamati perubahan warna dari merah muda menjadi bening. Standarisasi NaOH dengan Menggunakan H2C2O4Berdasarkan data percobaan yang kami lakukan, data volume titran yang didapatkan pada proses standarisasi yaitu 10,20 mL, 10,35 mL, 10,22 mL, dimana rata-rata volume titran adalah 10,26 mL. Menurut kajian tipe kesalahan statistik, data yang kami dapatkan termasuk tidak tepat dan tidak teliti. Hal ini dikarenakan data volume titran yang didapatkan memiliki kedapatulangan rendah (kesalahan acak besar) hanya berkisar 10,20 mL sampai 10,35 mL sehingga data tersebut tidak tepat. Kemudian rata-rata yabg didapatkan adalah 10,067 mL berarti data tidak teliti karena nilai rata-rata percobaan jauh dengan nilai rata-rata teoritis yaitu 10,00 mL.Dari titrasi yang telah dilakukan diperoleh rata-rata volume NaOH yang digunakan dalam titrasi dengan 10 mL H2C2O4 0,1 N adalah 10,26 mL. Dengan demikian dapat dihitung konsentrasi NaOH sesuai perhitungan berikut : Volume NaOH (V1) = 10,26 mLVolume H2C2O4 (V2) = 10 mLNormalitas H2C2O4 (N2)= 0,1 N V1 x N1 = V2 x N2Pengkonversian Kadar Asam Cuka Menjadi NormalitasUntuk menganalisis asam cuka dalam cuka perdagangan dapat dilakukan dengan titrasi netralisasi. Titrasi ini merupakan titrasi alkalimetri, proses titrasi dengan larutan standar basa untuk mentitrasi asam bebas. Dalam titrasi ini digunakan buret yang berukuran 25 mL dengan tingkat ketelitian 0,05 mL. Set alat titrasi ditunjukkan pada Gambar 02. Gambar 02. Set Alat Titrasi Asidi-AlkalimetriTerlebih dahulu perlu ditentukan perkiraan konsentrasi asam cuka yang akan dititrasi tersebut. Pada label asam cuka yang digunakan tercantum kadar asam cuka 25%. Persen yang dimaksud adalah persen berat/volum (b/v). Dalam perhitunngan diasumsikan (massa jenis) asam cuka perdagangan tersebut = 1 gram/mL. Konsentrasi asam cuka dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut. M = = = = 4,17 mol/L = 4,17 MN = M x n = 4,71 M x 1 = 4,71 N Karena dalam titrasi ini, digunakan standar NaOH yang konsentrasinya + 0,1 N sehingga larutan asam cuka ini perlu diencerkan terlebih dahulu agar konsentrasinya menjadi + 0,1 N. Dalam percobaan ini dilakukan 40 kali pengenceran asam cuka (dari volume 25 mL menjadi 1000 mL). 9.3 Titrasi Asam Cuka Dengan NaOHTitrasi asam cuka ini dilakukan pada konsentrasi + 0,1 N. Hal ini bertujuan untuk mengefisienkan NaOH yang akan digunakan sebagai penitrasi. Sehingga larutan asam cuka perdagangan ini (yang konsentrasinya + 4,17 M) diencerkan terlebih dahulu. Pada pengenceran ini, dilakukan pengenceran sebanyak 40 kali, di mana sebanyak 25 mL larutan asam cuka perdagangan diencerkan menjadi 1000 mL. Pada proses titrasi ini digunakan indikator phenolptalein (PP) dengan trayek pH 8,2 10 dimana berwarna bening pada kondisi asam dan merah pada kondisi basa. Alasan digunakan indikator PP dapat dilihat dalam perhitungan berikut.Pada titik awal, larutan hanya mengandung asam lemah dan pH larutan diturunkan dari konstanta disosiasi asam (Ka) dan konsentrasinya. Ka = 1,75 x 105[H+] = pH = - log pH = - log Setelah penambahan titran sampai sebelum titik ekivalen, sistem larutan adalah buffer dan pH larutan dihitung dari konsentrasi asam sisa dan garam yang terbentuk.pH = pKa + log Misalkan telah ditambahkan 9,000 mL NaOH, sehingga konsentrasi asam lemah sisa dan garam yang terbentuk masing-masing adalah 0,1/19 M dan 9,9/19 M.pH = 4,76 + log 9/1 = 5,71Pada saat titik ekivalen, larutan yang terbentuk adalah suatu garam yang terhidrolisis, sehingga pH larutan dihitung dari garam yang terbentuk.pOH = pKw pKa log Cg Pada saat titik ekivalen telah ditambahkan 10,000 mL NaOH, sehingga konsentrasi garam yang terbentuk 1/20 mL. pH = 7 + 2,38 + (-0,65) = 8,73Setelah titik ekivalen, sistem larutan yang terbentuk menjadi basa kuat dan pH dihitung dari sisa basa kuat.pOH = - log [OH-]Misalkan telah ditambahkan 10,100 mL NaOH, sehingga konsentrasi NaOH sisa adalah 0,01/20,100 M.pOH = - log 0,01/20,100 = 3,30pH = 10,7Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa pH pada titik ekivalen adalah 8,73. Kelebihan penambahan 1 tetes titran hanya akan memberikan pH di bawah 10,7 berarti masih pada trayek pH PP. Oleh karena itu penggunaan indikator fenolftalein pada percobaan ini sudah tepat karena pada titik ekivalen terletak pada trayek pH PP>Dalam titrasi ini, titrasi dihentikan ketika warna titrat (pada labu erlenmeyer) menunjukkan perubahan warna dari bening menjadi merah, di mana warna merah tersebut tetap bertahan selama lebih dari 30 detik ataupun ketika dikocok. Warna titrat saat titrasi dihentikan ditunjukkan pada Gambar 03. Gambar 03. Titran pada Akhir Titrasi9.4 Penentuan Kadar Asam Cuka Berdasarkan data percobaan yang kami lakukan, data volume titran yang didapatkan yaitu 10,050 mL, 10,050 mL, dan 10,100 mL, di mana rata-rata volume titran yang digunakan adalah 10,067 mL. Menurut kajian tipe kesalahan statistik, data yang kami dapatkan termasuk tepat dan teliti. Hal ini dikarenakan data volume titran yang didapatkan memiliki kedapatulangan tinggi yaitu hanya berkisar antara 10,050 mL sampai 10,100 mL sehingga data tersebut dapat dikategorikan tepat. Kemudian rata-rata yang didapatkan adalah 10,067 mL berarti data teliti karena nilai rata-rata percobaan sangat dekat dengan nilai rata-rata teoritis yaitu 10,000 mL. Penentuan konsentrasi asam cuka perdagangan.V NaOH = 10,067 mLN NaOH = 0,097 NV = 10,067 mLN = .............?V NaOH . N NaOH = V CH3COOH . N CH3COOH10,067 mL x 0,097 N = 10,067 mL x N CH3COOHN CH3COOH = 0,0977 N = 0,0977 M.Molaritas CH3COOH = 40 x 0,0977 M = 3,9080 MGram CH3COOH = 3,9080 mmol/mL x 60 mg/mmol = 234,5 mg/mL = 0,234 gr/mLPersentase CH3COOH (b/v) = 0,234 x 100% = 23,4%.SIMPULANDari hasil percobaan yang dilakukan maka dapat ditarik kesmpulan sebagai berikut:Prosedur percobaan sederhana penentuan kadar asam cuka dalam cuka perdagangan adalah: Ditentukan konsentrasi asam cuka yang akan dititrasi dengan mengkonversi % asam cuka dari label botol kemasan kedalam normalitas (N). Apabila tidak sesuai dengan konsentrasi titran (konsentrasi asam cuka terlalu tinggi) bisa dilakukan pengenceran sehingga didapat konsentrasi 0,1 N. Dibuat larutan NaOH dengan konsentrasi 0,1 N. Dibuat larutan standar Asam Oksalat (H2C2O4) dengan konsentrasi 0,1 N. Terlebih dahulu NaOH 0,1 N distandardisasi dengan H2C2O4 0,1 N. Asam oksalat sebagai titrat, sedangkan NaOH sebagai titran. Indikator yang digunakan dalam titrasi adalah indikator fenolftalein (PP). Konsentrasi NaOH hasil standarisasi dihitung. Dengan menggunakan pipet volume, dipipet 10 mL larutan asam cuka (yang telah dititrasi) dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer.Ditambahkan 2-3 tetes indikator fenolptalein.Dimasukkan larutan NaOH yang telah distandarisasi sebagai zat peniter (titran) ke dalam buret.Sambil menggoyang-goyangkan labu, diteteskan sedikit demi sedikit larutan NaOH ke dalam labu erlenmeyer dan diamati perubahan warna dari indikator.Titrasi dihentikan ketika titik akhir titrasi dicapai, yang ditandai dengan perubahan warna indikator dari tidak berwarna menjadi merah, pada keadaan netral atau kelebihan sedikit basa.Diulangi titrasi minimal sebanyak 3 kali.2. Kadar asam cuka dalam cuka perdagangan yang didapatkan melalui percobaan adalah 23,4 %.JAWABAN PERTANYAANKami tidak yakin dengan kadar asam cuka yang tertera pada label cuka perdagangan. Oleh karena itu maka kami melakukan analisis asam cuka dalam cuka perdagangan secara titrimetri.Konsentrasi larutan standar basa yang perlu disiapkan jika kadar asam asetat pada cuka sekitar 10% adalah 0,1 N. Perhitungannya adalah sebagai berikut.M = = = = 1,17 mol/L = 1,17 MN = M x n = 1,17 M x 1 = 1,17 N Larutan kemudian diencerkan 20 kali sehingga diperoleh konsentrasi asam cuka + 0,1 N. Fungsi pengenceran ini adalah untuk meminimalisir jumlah titran yang akan digunakan dalam titrasi. DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2007. Burette. Diakses pada tanggal 2 Desember 2007 dari www.chem-is-try.org Anonim. 2007.Asam Asetat. Diakses pada tanggal 2 Desember 2007 dari www.wikipedia.orgDay, R.A. dan A. L. Underwood. 1983. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi 4. Jakarta : Erlangga. Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.Selamat, I Nyoman, dkk.2002. Kimia Analitik Kuantitatif. Singaraja : Jurdik Kimia, IKIP N Singaraja.Selamat, I Nyoman, I Gusti Lanang Wiratma. 2004. Penuntun Praktikum Kimia Analitik. Singaraja : Jurdik Kimia, IKIP N Singaraja.