Praktikum Injeksi Natrium Tiosulfat

14
I. Tujuan Praktikum 1. Untuk mengetahui pembuatan sediaan steril 2. Untuk mengevaluasi sediaan steril II. Dasar Teori Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat,bahan,media, dan lain-lain) dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang patogen maupun yang a patogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk membebaskan suatu benda dari semua mikroorganisme, baik bentuk vegetative maupun bentuk spora. Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Beberapa macam yang masuk ke dalam produk steril di antaranya sediaan parentral, tetes mata, hidung, telinga, infus. Sediaan parenteral merupakan sediaan sediaan yang unik di antara bentuk obat terbagi-bagi karena sediaan ini di suntikkan melalui kulit atau membrane mukosa ke bagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran dan dari komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam 1

description

sediaan steril

Transcript of Praktikum Injeksi Natrium Tiosulfat

Page 1: Praktikum Injeksi Natrium Tiosulfat

I. Tujuan Praktikum

1. Untuk mengetahui pembuatan sediaan steril

2. Untuk mengevaluasi sediaan steril

II. Dasar Teori

Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat,bahan,media,

dan lain-lain) dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang

patogen maupun yang a patogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk

membebaskan suatu benda dari semua mikroorganisme, baik bentuk vegetative

maupun bentuk spora.

Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas

dari mikroorganisme hidup. Beberapa macam yang masuk ke dalam produk steril di

antaranya sediaan parentral, tetes mata, hidung, telinga, infus. Sediaan parenteral

merupakan sediaan sediaan yang unik di antara bentuk obat terbagi-bagi karena

sediaan ini di suntikkan melalui kulit atau membrane mukosa ke bagian dalam

tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang

paling efisien, yakni membran dan dari komponen toksik dan harus mempunyai

tingkat kemurnian tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat

dalam penyediaan produk ini harus di pilih dan di rancang untuk menghilangkan

semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi.

Injeksi adalah sediaan steril yang disuntukkan dengan cara merobek jaringan

kedalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa

emulsi, larutan, atau serbuk steril yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu

sebelum digunakan. Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril

bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah

parenteral menunjukkan pemberian obat lewat suntikan. Kata ini berasal dari bahasa

Yunani, para dan enteron yang berarti diluar usus halus dan merupakan rute

pemberian lain dari rute oral. Adapun sayarat-syarat dari obat suntik yaitu:

a. Aman, tidak boleh memyebabkan iritasi jaringan atau efek toksis

1

Page 2: Praktikum Injeksi Natrium Tiosulfat

b. Harus jernih, tidak terdapat partikel padat kecuali berbentuk suspensi

c. Tidak berwarna kecuali bila obatnya berwarna

d. Sedapat mungkin isohidri

e. Sedapat mungkin isotonis

f. Harus steril

g. Bebas pirogen

Jenis-jenis obat suntik resmi menurut USP, obat suntik dibagi dalam 5 jenis

yang secara umum didefinisikan sebagi berikut:

a. Obat larutan atau emulsi yang sesuai untuk obat suntik, memakai judul “___

Injection” (Contoh: Insulin Injection, USP)

b. Bubuk kering atau larutan pekat, tidak mengandung dapar, pengencer atau zat

tambahan lain dan bila ditambah pelarut lain yang sesuai memberikan larutan

yang memenuhi semua aspek persyaratan obat suntik, dan ini dibedakan dengan

judul: “Sterile ___” (Contoh: Sterile Ampicillin Sodium, USP)

c. Sediaan-sediaan seperti dijelaskan pada poin b kecuali bahwa mereka

mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau zat penambah lain, dan

dibedakan dengan judul berbentuk: “___ for Injection” (Contoh: Methicillin

Sodium for Injection, USP)

d. Padatan yang disuspensikan di dalam media cair yang sesuai dan dibedakan

dengan judul berbentuk: “Sterile ___Suspension” (Contoh: Sterile Cortisol

Suspension, USP)

e. Padatan kering, yang bila ditambahkan pembawa yang sesuai menghasilkan

sediaan yang memenuhi semua aspek persyaratan untuk Sterile Suspension dan

yang dibedakan dengan judul berbentuk “Sterile ___ for Suspension” (Contoh:

Sterile Ampicillin for Suspension, USP)

2

Page 3: Praktikum Injeksi Natrium Tiosulfat

III. Formula

Natrii Thiosulfat 10%

Obat suntik dalam vial 10 ml no VII

IV. Spesifikasi

A. Bahan berkhasiat : Acidium Folicum

Pemerian : serbuk coklat kekuningan (FI III, 51)

Kelarutan : tidak larut dalam air (FI III), larut dalam basa lemah, alkali

hidroksida, alkali karbonat, NaOH, HCl (Martindale 28, 1947)

B. Dosis

Dosis lazim : im 15mg/hari (FI, III 959)

C. Daftar obat

Obat keras : sediaan injeksi (semua obat suntik termasuk obatkeras)

D. Sediaan Obat

Pemerian : Larutan

Stabilitas :

OTT : Terhadap oksidator, reduktor, logam berat (Martindale, 1647)

Ph : 8-11 (Martindale, 1647)

Antioksidan : dinatrium edetas 0,05%

Zat tambahan : NaOH 0,1 N

Stabilisator : Dinatrii edetas (Chelating Agent)

V. Formulasi Lengkap

Natrii tiosulfat 100mg

Natrii Dihydrogen Phosphas 0,4mg

Dinatrii hydrogen phosphas 9mg

Aqua pro injektionum ad 10mL

3

Page 4: Praktikum Injeksi Natrium Tiosulfat

VI. Alat : Vial

Gelas kimia

Pipet

Batang pengaduk

Ph universal

Kertas saring

Spet

Corong

Gelas ukur

Bahan : Natrii tiosulfat

Natrii Dihydrogen Phosphas

Dinatrii hydrogen phosphas

Aqua pro injektionum

4

Page 5: Praktikum Injeksi Natrium Tiosulfat

VII. Prosedur

5

Didihkan ± beberapa ml aqua pro injeksi dalam gelas kimia selama 10 menit

Buat pengenceran NaH2PO4 dalam a.p.i (M1)

Larutkan Na2HPO4 dalam larutan M1 (M2)

Larutkan natrii tiosulfat dalam sebagian a.p.i (M3)

Masukkan larutan M2 ke dalam larutanM3, aduk

sampai homogen

Larutan di tambahkan a.p.i ad sampai volume yang di inginkan

Larutan disaring dan filtrate pertama

dibuang

Larutan kemudian diisikan ke dalam 7 vial

@10,5 mL

Sterilisasi dalam otoklaf 115-116o C selama 30 menit

Page 6: Praktikum Injeksi Natrium Tiosulfat

VIII. Data Hasil Pengamatan

Penimbangan

Bahan Satuan Dasar Volume Produksi

1mL 70mL

Natrii thiosulfate 50 mg 7 g

NaH2PO4 0,04 mg 2,8 mg

Na2HPO4 9 mg 630 mg

Tonisitas :

Kelengkapan : Lihat Merk Index

Dapar fosfat pH (FI III)

Zat ∆tb C

NaH2PO4 0,202 0,04

Na2HPO4 0,126 0,9

Na2S2O3 0,181 10

Perhitungan tonisitas

W = 0,52−(∆ tb .C)

0,576

W = 0,52−(0,202 X 0,04 )+(0,126 X 0,9 )+(0,181 X 10)

0,567

W = 0,52−(0,008+0,13+1,81)

0,576

W = 0,52−1.931

0,576

6

Page 7: Praktikum Injeksi Natrium Tiosulfat

W = −1,4110,576

W = -2,449%

EVALUASI

No Jenis evaluasi Penilaian

1. Penampilan fisik wadah Seragam

2. Jumlah sediaan 7 vial

3. Kejernihan sediaan Larutan kuning jernih

4. Keseragaman volume Seragam

5. Brosur Rapih

6. Kesamaan Seragam

7. Etiket Rapih

IX. Pembahasan

Pada praktium kali ini membuat injeksi asam folat, asam folat terlebih

dahulu ditambahkan NaOH 0,1 N untuk melarutkan asam folat. Karena asam folat

larut dalam alkali hidroksida. Kemudian ditambahkan larutan NaCl ke dalam asam

folat yang sudah di campurkan dengan NaOH 0,1 N. Hal ini untuk membuat larutan

tersebut isotonis karena NaCl merupakan salah satu bahan pembantu untuk

tonisitas. Isotonis adalah kondisi dimana suatu larutan konsentrasinya sama besar

dengan konsentrasi dalam sel darah merah sehingga tidak terjadi pertukaran cairan

di antara keduanya. Penambahan NaCl sebanyak 0,8283 mg yang menunjukkan

larutan hipotonis. Kemudian adanya penambahan dinatrii edetas untuk mengubah

ph larutan menjadi 9, hal ini sesuai dengan aturan pada pembuatan injeksi asam

folat jika ph injeksi asam folat harus memiliki ph rentang 8-11. Adapun khasiat

asam folat yaitu untuk mengobati anemia megaloblastik pencegahan efek tabung

7

Page 8: Praktikum Injeksi Natrium Tiosulfat

saraf, profilaksis pada status hemolitik kronik, propilaksis defisiensi folat pada

pasien cuci darah.

Dalam pembuatan suatu produk parenteral pelarut atau pembawanya harus

tepat dan mengikuti prosedur aseptic. Prosedur aseptic ini diperlukan jika bahan

produk parenteral yang akan di pakai harus bebas dari mikroorganisme, mulai dari

pelarut dan bahan-bahan zat aktif hingga bahan tambahan. Pada proses pembuatan

larutan parenteral, melarutkan bahan-bahan yang diperlukan sesuai farmakope atau

yang lainnya. Setelah mencampur beberapa zat aktif dengan bahan tambahan

menjadi bentuk larutan, kemudian kita menyaringnya sampai jernih dengan

menggunakan kertas saring. Hasil produk parenteral ini disterilkan kembali dengan

menggunakan autoklaf. Pemilihan metode sterilisasi perlu di perhatikan, harus

sesuai untuk mendapatkan produk akhir.

Selanjutnya larutan injeksi di sterilisasi akhir dengan autoklap pada suhu

121o C selama 15 menit. Tujuan sterilisasi adalah menjamin sterilitas produk

maupun karakteristik kualitasnya, termasuk stabilitas produk. Pada saat sterilitas

uap (autoklaf) terjadi pemaparan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan

suhu tertentu pada suatu objek sehingga terjadi pelepasan energy laten uap yang

mengakibatkan pembunuhan mikroorganisme secara irreversible akibat denaturasi

atau koagulasi protein sel. Metode sterilisasi ini merupakan metode yang paling

efektif karena uap merupakan pembawa energy termal paling efektif dan semua

lapisan pelindung luar mikroorganisme dapat dilunakan sehingga memungkinkan

terjadinya koagulasi, bersifat nontoksis dan relative mudah dikontrol.

Pada proses penimbangan bahan untuk sediaan parenteral, bahan yang di

gunakan harus di lebihkan sebanyak 5%. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah

terjadinya hilangnya volume bahan pada saat pembuatan sediaan tersebut. Hal ini di

lakukan karena di khawatirkan adanya penguapan yang terjadi pada waktu proses

sterilisasi yang mana mengguanakan sterilisasi uap panas,. Selain itu, hal ini juga

dimaksudkan untuk mengganti kehilangan bahan pada waktu proses pembuatan

8

Page 9: Praktikum Injeksi Natrium Tiosulfat

yaitu apada waktu penyaringan atau adanya bahan yang tertinggal pada alat-alat

praktikum. Bahan pembawa yang di guanakan adalah aqua pro injection bebas CO2

karena CO2 dapat bereaksi dengan salah satu bahan oabt dalam seiaan, dan bisa

membentuk endapan.

Persyaratan utama dari larutan yang diberikan secara parenteral yaitu

kejernihan. Sediaan itu harus jernih dan bebas dari semua zat-zat khusus yaitu

semua yang bergerak, senyawa yang tidak larut. Termasuk pengotoran-pengotoran

seperti debu, serat-serat baju, dan mungkin lain-lain yang masuk kedalam produk

selama proses pembuatan, penyimpanan dan pemberian.

Kemudian pada pengemasan sediaan steril parenteral yang telah di buat,

digunakan penutup dari karet dan di atasnya dilapisi penutup alumunium, penutup

karet yang paling banyak di gunakan dalam penutup sediaan parenteral volume

kecil adalah butyl karet dengan silicon. Butyl karet lebih di sukai karena memiliki

sedikit bahan tambahan, mempunyai penyerapan uap air rendah. Silikonisasi

penutup karet di lakukan untuk mempasilitasi pergerakan karet melalui peralatan

sepanjang proses dan peletakan ke dalam vial. Akan tetapi, silicon tidak bercampur

dengan obat hidrofilik, khususnya protein.

X. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa % tonisitas dari

sediaan adalah 0,8283% , secara visual sediaan yang telah dibuat memenuhi syarat

kejernihan.

XI. Daftar Pustaka

Anief, Moh. 2004. Ilmu Meracik Obat .  Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta

: UI-Press.

9

Page 10: Praktikum Injeksi Natrium Tiosulfat

Department of Pharmaceutical Sciences. 1982. Martindale The Extra

Pharmacopoeia, twenty-eight edition. London : The Pharmaceutical Press.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Ed III. Jakarta.

Depkes RI. 1978. Formularium Nasional, Ed II. Jakarta.

Lachman, Lieberman . 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI-Press.

Taketomo, Carol K.Pediatric Dosage Handbook.Ed VIII.2001.USA; American

Pharmaceutical Association.

10