I. Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui pembuatan sediaan steril
2. Untuk mengevaluasi sediaan steril
II. Dasar Teori
Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat,bahan,media,
dan lain-lain) dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang
patogen maupun yang a patogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk
membebaskan suatu benda dari semua mikroorganisme, baik bentuk vegetative
maupun bentuk spora.
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Beberapa macam yang masuk ke dalam produk steril di
antaranya sediaan parentral, tetes mata, hidung, telinga, infus. Sediaan parenteral
merupakan sediaan sediaan yang unik di antara bentuk obat terbagi-bagi karena
sediaan ini di suntikkan melalui kulit atau membrane mukosa ke bagian dalam
tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang
paling efisien, yakni membran dan dari komponen toksik dan harus mempunyai
tingkat kemurnian tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat
dalam penyediaan produk ini harus di pilih dan di rancang untuk menghilangkan
semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi.
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntukkan dengan cara merobek jaringan
kedalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa
emulsi, larutan, atau serbuk steril yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu
sebelum digunakan. Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril
bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah
parenteral menunjukkan pemberian obat lewat suntikan. Kata ini berasal dari bahasa
Yunani, para dan enteron yang berarti diluar usus halus dan merupakan rute
pemberian lain dari rute oral. Adapun sayarat-syarat dari obat suntik yaitu:
a. Aman, tidak boleh memyebabkan iritasi jaringan atau efek toksis
1
b. Harus jernih, tidak terdapat partikel padat kecuali berbentuk suspensi
c. Tidak berwarna kecuali bila obatnya berwarna
d. Sedapat mungkin isohidri
e. Sedapat mungkin isotonis
f. Harus steril
g. Bebas pirogen
Jenis-jenis obat suntik resmi menurut USP, obat suntik dibagi dalam 5 jenis
yang secara umum didefinisikan sebagi berikut:
a. Obat larutan atau emulsi yang sesuai untuk obat suntik, memakai judul “___
Injection” (Contoh: Insulin Injection, USP)
b. Bubuk kering atau larutan pekat, tidak mengandung dapar, pengencer atau zat
tambahan lain dan bila ditambah pelarut lain yang sesuai memberikan larutan
yang memenuhi semua aspek persyaratan obat suntik, dan ini dibedakan dengan
judul: “Sterile ___” (Contoh: Sterile Ampicillin Sodium, USP)
c. Sediaan-sediaan seperti dijelaskan pada poin b kecuali bahwa mereka
mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau zat penambah lain, dan
dibedakan dengan judul berbentuk: “___ for Injection” (Contoh: Methicillin
Sodium for Injection, USP)
d. Padatan yang disuspensikan di dalam media cair yang sesuai dan dibedakan
dengan judul berbentuk: “Sterile ___Suspension” (Contoh: Sterile Cortisol
Suspension, USP)
e. Padatan kering, yang bila ditambahkan pembawa yang sesuai menghasilkan
sediaan yang memenuhi semua aspek persyaratan untuk Sterile Suspension dan
yang dibedakan dengan judul berbentuk “Sterile ___ for Suspension” (Contoh:
Sterile Ampicillin for Suspension, USP)
2
III. Formula
Natrii Thiosulfat 10%
Obat suntik dalam vial 10 ml no VII
IV. Spesifikasi
A. Bahan berkhasiat : Acidium Folicum
Pemerian : serbuk coklat kekuningan (FI III, 51)
Kelarutan : tidak larut dalam air (FI III), larut dalam basa lemah, alkali
hidroksida, alkali karbonat, NaOH, HCl (Martindale 28, 1947)
B. Dosis
Dosis lazim : im 15mg/hari (FI, III 959)
C. Daftar obat
Obat keras : sediaan injeksi (semua obat suntik termasuk obatkeras)
D. Sediaan Obat
Pemerian : Larutan
Stabilitas :
OTT : Terhadap oksidator, reduktor, logam berat (Martindale, 1647)
Ph : 8-11 (Martindale, 1647)
Antioksidan : dinatrium edetas 0,05%
Zat tambahan : NaOH 0,1 N
Stabilisator : Dinatrii edetas (Chelating Agent)
V. Formulasi Lengkap
Natrii tiosulfat 100mg
Natrii Dihydrogen Phosphas 0,4mg
Dinatrii hydrogen phosphas 9mg
Aqua pro injektionum ad 10mL
3
VI. Alat : Vial
Gelas kimia
Pipet
Batang pengaduk
Ph universal
Kertas saring
Spet
Corong
Gelas ukur
Bahan : Natrii tiosulfat
Natrii Dihydrogen Phosphas
Dinatrii hydrogen phosphas
Aqua pro injektionum
4
VII. Prosedur
5
Didihkan ± beberapa ml aqua pro injeksi dalam gelas kimia selama 10 menit
Buat pengenceran NaH2PO4 dalam a.p.i (M1)
Larutkan Na2HPO4 dalam larutan M1 (M2)
Larutkan natrii tiosulfat dalam sebagian a.p.i (M3)
Masukkan larutan M2 ke dalam larutanM3, aduk
sampai homogen
Larutan di tambahkan a.p.i ad sampai volume yang di inginkan
Larutan disaring dan filtrate pertama
dibuang
Larutan kemudian diisikan ke dalam 7 vial
@10,5 mL
Sterilisasi dalam otoklaf 115-116o C selama 30 menit
VIII. Data Hasil Pengamatan
Penimbangan
Bahan Satuan Dasar Volume Produksi
1mL 70mL
Natrii thiosulfate 50 mg 7 g
NaH2PO4 0,04 mg 2,8 mg
Na2HPO4 9 mg 630 mg
Tonisitas :
Kelengkapan : Lihat Merk Index
Dapar fosfat pH (FI III)
Zat ∆tb C
NaH2PO4 0,202 0,04
Na2HPO4 0,126 0,9
Na2S2O3 0,181 10
Perhitungan tonisitas
W = 0,52−(∆ tb .C)
0,576
W = 0,52−(0,202 X 0,04 )+(0,126 X 0,9 )+(0,181 X 10)
0,567
W = 0,52−(0,008+0,13+1,81)
0,576
W = 0,52−1.931
0,576
6
W = −1,4110,576
W = -2,449%
EVALUASI
No Jenis evaluasi Penilaian
1. Penampilan fisik wadah Seragam
2. Jumlah sediaan 7 vial
3. Kejernihan sediaan Larutan kuning jernih
4. Keseragaman volume Seragam
5. Brosur Rapih
6. Kesamaan Seragam
7. Etiket Rapih
IX. Pembahasan
Pada praktium kali ini membuat injeksi asam folat, asam folat terlebih
dahulu ditambahkan NaOH 0,1 N untuk melarutkan asam folat. Karena asam folat
larut dalam alkali hidroksida. Kemudian ditambahkan larutan NaCl ke dalam asam
folat yang sudah di campurkan dengan NaOH 0,1 N. Hal ini untuk membuat larutan
tersebut isotonis karena NaCl merupakan salah satu bahan pembantu untuk
tonisitas. Isotonis adalah kondisi dimana suatu larutan konsentrasinya sama besar
dengan konsentrasi dalam sel darah merah sehingga tidak terjadi pertukaran cairan
di antara keduanya. Penambahan NaCl sebanyak 0,8283 mg yang menunjukkan
larutan hipotonis. Kemudian adanya penambahan dinatrii edetas untuk mengubah
ph larutan menjadi 9, hal ini sesuai dengan aturan pada pembuatan injeksi asam
folat jika ph injeksi asam folat harus memiliki ph rentang 8-11. Adapun khasiat
asam folat yaitu untuk mengobati anemia megaloblastik pencegahan efek tabung
7
saraf, profilaksis pada status hemolitik kronik, propilaksis defisiensi folat pada
pasien cuci darah.
Dalam pembuatan suatu produk parenteral pelarut atau pembawanya harus
tepat dan mengikuti prosedur aseptic. Prosedur aseptic ini diperlukan jika bahan
produk parenteral yang akan di pakai harus bebas dari mikroorganisme, mulai dari
pelarut dan bahan-bahan zat aktif hingga bahan tambahan. Pada proses pembuatan
larutan parenteral, melarutkan bahan-bahan yang diperlukan sesuai farmakope atau
yang lainnya. Setelah mencampur beberapa zat aktif dengan bahan tambahan
menjadi bentuk larutan, kemudian kita menyaringnya sampai jernih dengan
menggunakan kertas saring. Hasil produk parenteral ini disterilkan kembali dengan
menggunakan autoklaf. Pemilihan metode sterilisasi perlu di perhatikan, harus
sesuai untuk mendapatkan produk akhir.
Selanjutnya larutan injeksi di sterilisasi akhir dengan autoklap pada suhu
121o C selama 15 menit. Tujuan sterilisasi adalah menjamin sterilitas produk
maupun karakteristik kualitasnya, termasuk stabilitas produk. Pada saat sterilitas
uap (autoklaf) terjadi pemaparan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan
suhu tertentu pada suatu objek sehingga terjadi pelepasan energy laten uap yang
mengakibatkan pembunuhan mikroorganisme secara irreversible akibat denaturasi
atau koagulasi protein sel. Metode sterilisasi ini merupakan metode yang paling
efektif karena uap merupakan pembawa energy termal paling efektif dan semua
lapisan pelindung luar mikroorganisme dapat dilunakan sehingga memungkinkan
terjadinya koagulasi, bersifat nontoksis dan relative mudah dikontrol.
Pada proses penimbangan bahan untuk sediaan parenteral, bahan yang di
gunakan harus di lebihkan sebanyak 5%. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah
terjadinya hilangnya volume bahan pada saat pembuatan sediaan tersebut. Hal ini di
lakukan karena di khawatirkan adanya penguapan yang terjadi pada waktu proses
sterilisasi yang mana mengguanakan sterilisasi uap panas,. Selain itu, hal ini juga
dimaksudkan untuk mengganti kehilangan bahan pada waktu proses pembuatan
8
yaitu apada waktu penyaringan atau adanya bahan yang tertinggal pada alat-alat
praktikum. Bahan pembawa yang di guanakan adalah aqua pro injection bebas CO2
karena CO2 dapat bereaksi dengan salah satu bahan oabt dalam seiaan, dan bisa
membentuk endapan.
Persyaratan utama dari larutan yang diberikan secara parenteral yaitu
kejernihan. Sediaan itu harus jernih dan bebas dari semua zat-zat khusus yaitu
semua yang bergerak, senyawa yang tidak larut. Termasuk pengotoran-pengotoran
seperti debu, serat-serat baju, dan mungkin lain-lain yang masuk kedalam produk
selama proses pembuatan, penyimpanan dan pemberian.
Kemudian pada pengemasan sediaan steril parenteral yang telah di buat,
digunakan penutup dari karet dan di atasnya dilapisi penutup alumunium, penutup
karet yang paling banyak di gunakan dalam penutup sediaan parenteral volume
kecil adalah butyl karet dengan silicon. Butyl karet lebih di sukai karena memiliki
sedikit bahan tambahan, mempunyai penyerapan uap air rendah. Silikonisasi
penutup karet di lakukan untuk mempasilitasi pergerakan karet melalui peralatan
sepanjang proses dan peletakan ke dalam vial. Akan tetapi, silicon tidak bercampur
dengan obat hidrofilik, khususnya protein.
X. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa % tonisitas dari
sediaan adalah 0,8283% , secara visual sediaan yang telah dibuat memenuhi syarat
kejernihan.
XI. Daftar Pustaka
Anief, Moh. 2004. Ilmu Meracik Obat . Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta
: UI-Press.
9
Department of Pharmaceutical Sciences. 1982. Martindale The Extra
Pharmacopoeia, twenty-eight edition. London : The Pharmaceutical Press.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Ed III. Jakarta.
Depkes RI. 1978. Formularium Nasional, Ed II. Jakarta.
Lachman, Lieberman . 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI-Press.
Taketomo, Carol K.Pediatric Dosage Handbook.Ed VIII.2001.USA; American
Pharmaceutical Association.
10
Top Related