Praktikum i Salep Ilres Dessy
-
Upload
dessy-noorlia -
Category
Documents
-
view
180 -
download
1
Transcript of Praktikum i Salep Ilres Dessy
PRAKTIKUM I
UNGUENTUM
A. Tujuan
Tujuan diadakannnya praktikum ini yaitu untuk mengetahui
permasalahan yang terdapat dalam resep dan untuk mengetahui secara jelas
cara pembuatan unguentum.
B. Dasar Teori
Menurut FI. IV, salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk
pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep tidak boleh berbau
tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang
mengandung obat keras atau narkotika adalah 10 %. Pengglongan Salep
Menurut Konsistensinya yaitu:
a. Unguenta : adalah salep yang memiliki konsistensi seperti mentega.
Tidak mencair pada suhu biasa tetapi mudah dioleskan tanpa
memakai tenaga.
b. Cream : adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap
kulit. Suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
c. Pasta : adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat
(serbuk). Suatu salep tebal karena merupakan penutup atau
pelindung bagian kulit yang diberi.
d. Cerata : adalah suatu salep berlemak yang mengandung presentase
tinggi lilin (waxes), sehingga konsistensinya lebih keras.
e. Gelones Spumae (Jelly) : adalah suatu salep yang lebih halus.
Umumnya cair dan mengandung sedikit atau tanpa lilin.
Penggolongan salep Menurut Efek Terapinya yaitu:
a. Salep Epidermic (Salep Penutup)
Digunakan pada permukaan kulit yang berfungsi hanya untuk
melindung kulit dan menghasilkan efek local, karena bahan obat
tidak diabsorbsi. Dasar salep yang terbaik adalah senyawa
hidrokarbon (vaselin).
b. Salep Endodermic
Salep dimana bahan obatnya menembus kadalam tetapi tidak melalui
kulit dan terabsorbsi sebagian. Dasar salep yang baik adalah minyak
lemak.
c. Salep Diadermic (Salep Serap)
Salep dimana bahan obatnya menembus ke dalam melalui kulit dan
mencapai efek yang diinginkan karena diabsorbsi seluruhnya. Dasar
salep yang baik adalah adeps lanae dan oleum cacao.
Penggolongan salep Menurut Dasar Salepnya yaitu :
a. Salep hydrophobic : yaitu salep-salep dengan bahan dasar berlemak,
misanya campuran dar lemak-lemak, minyak lemak, malam yang tak
tercuci dengan air.
b. Salep hydrophilic : yaitu salep yang kuat menarik air, biasanya dasar
salep tipe o/w atau seperti dasar salep hydrophobic tetapi
konsistensinya lebih lembek, kemungkinan juga tipe w/o antara lain
campuran sterol dan petrolatum (Nugraha, 2009).
Bila masa salep mengandung air dan obatnya dapat larut dalam air
yang tersedia maka obatnya dilarutkan dulu dalam air dan dicampur dengan
bagian dasar salep yang dapat menyerap air, setelah seluruh obat dalam air
terserap, baru ditambahkan bagian-bagian lain dasar salep, digerus dan
diaduk hingga homogen. Dasar salep yang dapat menyerap air antara lain
ialah Adeps Lanae, Unguentum Simplex, Hydrophilic ointment. Dan dasar
salep yang sudah mengandung air antara lain Lanoline (25% air),
Unguentum Leniens (25%), Unguentum Cetylicum hydrosum (40%)
( Anief, 2005 )
Salep terdiri dari bahan obat dan dasar salep. Bahan obat harus
dicampurkan ke dalam dasar salep menurut peraturan-peraturan salep. Ada 4
peraturan salep yaitu :
1. Bahan obat yang dapat larut dalam dasar salep (lemak atau
campuran lemak) dilarutkan ke dalam dasar salep, bila perlu dengan
pemanasan.
2. Bahan obat yang dapat larut dalam air, dilarutkan dulu dalam air,
baru dicampurkan dengan dasar salep, dengan ketentuan air yang
ditambahkan guna melarutkan obat tersebut harus dapat diserap
oleh dasar salep, dan banyaknya air yang ditambahkan dikurangi
dari dasar salep.
3. Bahan obat yang tidak larut dalam dasar salep dan air, dijadikan serbuk
100 (B40) kecuali dengan acidum boricum yang dijadikan serbuk
120 (B50), kemudian dicampur dulu dengan setengah sampai sama
banyak dengan dasar salepnya, jika perlu dasar salepnya dicairkan
terlebih dahulu, kemudian sisa dasar salep ditambahkan sedikit demi
sedikit dalam keadaan cair atau tidak.
4. Jika salep dibuat dengan peleburan, maka salep harus diaduk
dampai dingin.
(Nugraha, 2009).
Baik dalam ukuran besar maupun kecil, salep dibuat dengan dua
metode umum, yaitu :
Pencampuran
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur bersama-
sama dengan segala cara sampai sediaan yang rata tercapai.
Peleburan
Dengan metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep
dicampurkan dengan melebur bersama dan didinginkan dengan
pengadukan yang konstan sampai mengental. Komponen-komponen
yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada campuran yang sedang
mengental setelah didinginkan dan diaduk.
Cara pembuatan salep ditinjau dari zat khasiat utamanya
1. Zat padat
a. Zat padat dan larut dalam dasar salep
Camphorae
1. Dilarutkan dalam dasar salep yang sudah dicairkan
didalam pot salep tertutup (jika tidak dilampaui daya
larutnya).
2. Jika dalam resepnya terdapat minyak lemak (Ol. sesami),
camphorae dilarutkan lebih dahulu dalam minyak tersebut.
3. Jika dalam resep terdapat salol, menthol, atau zat lain
yang dapat mencair jika dicampur (karena penurunan titik
eutektik), camphorae dicampurkan supaya mencair, baru
ditambahkan dasar salepnya.
4. Jika camphorae itu berupa zat tunggal, camphorae ditetesi
lebih dahulu dengan eter atau alkohol 95%, kemudian
digerus dengan dasar salepnya.
Pellidol
1. Larut 3% dalam dasar salep, pellidol dilarutkan bersama-
sama dengan dasar salepnya yang dicairkan (jika dasar
salep disaring tetapi jangan lupa harus ditambahkan pada
penimbangannya sebanyak 20% ).
2. Jika pellidol yang ditambahkan melebihi daya larutnya,
maka digerus dengan dasar salep yang mudah dicairkan.
Iodum
1. Jika kelarutannya tidak dilampaui, kerjakan seperti pada
camphorae.
2. Larutkan dalam larutan pekat KI atau NaI (seperti pada
unguentum iodii dari Ph. Belanda V).
3. Ditetesi dengan etanol 95% sampai larut, baru
ditambahkan dasar salepnya
b. Zat padat larut dalam air
Protargol
1. Taburkan diatas air, diamkan ditempat gelap selama ¼ jam
sampai larut.
2. Jika dalam resep terdapat gliserin, tambahkan gliserin
tersebut, baru ditambahkan airnya dan tidak perlu
ditunggu ¼ jam lagi karena dengan adanya gliserin,
protargol atau mudah larut.
Colargol
Dikerjakan seperti protargol
Argentum nitrat (AgNO3)
1. Walaupun larut dalam air, zat ini tidak boleh dilarutkan
dalam air karena akan meninggalkan bekas noda hitam
pada kulit yang disebabkan oleh terbentuknya Ag2O,
kecuali pada resep obat wasir.
Fenol/fenol
1. Sebenarnya fenol mudah larut dalam air, tetapi dalam
salep tidak dilarutkan karena akan menimbulkan
rangsangan atau mengiritasi kulit dan juga tidak boleh
diganti dengan Phenol liquifactum (campuran fenol dan
air 77-81,5% FI ed.III).
c. Bahan obat yang larut dalam air tetapi tidak boleh dilarutkan dalam
air, yaitu :
Argentum nitrat : stibii et kalii tartars
Fenol : oleum iocoris aselli
Hydrargyri bichloridum : zink sulfat
Chrysarobin : antibiotik (misalnya penicilin)
Pirogalol : chloretum auripo natrico.
d. Bahan yang ditambahkan terakhir pada suatu massa salep :
Ichtyol
- Jika ditambahkan pada massa salep yang masih panas atau
digerus terlalu lama, akan terjadi pemisahan.
Balsem-balsem dan minyak yang mudah menguap.
- Balsem merupakan campuarn damar dan minyak mudah
menguap ; jika digerus terlalu lama, damarnya akan keluar.
Air
- Ditambahkan terakhir karena berfungsi sebagai pendingin;
disamping itu, untuk mencegah permukaan mortir menjadi
licin.
Gliserin
- Harus ditambahkan ke dalam dasar salep yang dingin,
karena tidak bisa bercampur dengan bahan dasar salep
yang sedang mencair dan harus ditambahkan sedikit demi
sedikit karena tidak mudah diserap oleh dasar salep.
Marmer album
- Dimasukkan terakhir karena dibutuhkan dalam bentuk kasar,
yang akan memberikan pengaruh percobaan pada kulit.
e. Zat padat tidak larut dalam air
Umumnya dibuat serbuk halus dahulu, misalnya :
- Belerang (tidak boleh diayak)
- Ac. Boricum (diambil bentuk yang pulveratum)
- Oxydum zincicum (diayak dengan ayakan No. 100/B40).
- Mamer album (diayak dengan ayakan No.25/B10)
- Veratrin (digerus dengan minyak, karena jika digerus tersendiri
akan menimbulkan bersin).
2. Zat cair
a. Sebagai pelarut bahan obat
Air
- Terjadi reaksi
Contohnya, jika aqua calcis bercampur dengan minyak
lemak akan terjadi penyabunan sehingga cara
penggunaannya adalah dengan diteteskan sedikit demi
sedikit kemudian dikocok dalam sebuah botol bersama
dengan minyak lemak, baru dicampur dengan bahan
lainnya.
- Tak terjadi reaksi
o Jumlah sedikit : teteskan terakhir sedikit demi
sedikit
o Jumlah banyak : diuapkan atau diambil bahan
berkhasiatnya saja dan berat airnya diganti dengan
dasar salepnya
Spiritus/etanol/alcohol
- Jumlah sedikit : teteskan terakhir sedikit demi sedikit
- Jumlah banyak :
o Tahan panas : Tinct. Ratanhiae, panaskan diatas
tangas air sampai sekental sirop atau sepertiga
bagian.
o Tak tahan panas :
- Diketahui pembandingnya, maka diambil bagian-
bagiannya saja, misalnya tinct. Iodii
- Tak diketahui pembandingnya, teteskan terakhir
sedikit demi sedikit
- Jika dasar salep lebih dari 1 macam, harus
diperhitungkan menurut perbandingan dasar
salepnya.
Cairan kental
Umumnya dimasukan sedikit demi sedikit. Contohnya :
gliserin, pix lithantratis, pix liquida, balsem peruvianum,
ichtyol, kreosot.
3.Bahan berupa ekstrak/extractum
Extractum sicccum /kering
Umumnya larut dalam air, maka dilarutkan dalam air, dan berat air
dapat dikurangkan dari dasar salepnya
Extractum spissum/kental
Diencerkan dahulu dengan air atau etanol
Extractum liquidum
Dikerjakan seperti pada cairan dengan spiritus.
4.Bahan-bahan lain
Hydrargyrum
Gerus dengan adeps lanae dalam lumpang dingin, sampai halus
(<20µg) atau gunakan resep standar, misalnya : Unguentum
Hydrargyri (Ph.Belanda V) yang mengandung 30% dan Unguentum
Hydrargyri Fortio (C.M.N) mengandung 50%
Naphtolum
Dapat larut dalam sapo kalicus, larutkan dalam sapo tersebut. Jika
tidak ada sapo, dikerjakan seperti Camphorae. Mempunyai D.M/T.M
untuk obat luar.
Bentonit
Serbuk halus yang dengan air akan membentuk massa seperti salep.
C. Resep
1. Resep Unguentum
1.1 Resep Standar
D. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum yaitu:
1. Batang pengaduk
2. Cawan porselen
3. Mortar dan stamper
4. Neraca analitik
5. Penangas
6. Pot salep
7. Sendok tanduk
8. Serbet
9. Sudip
10. Tisu
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum yaitu
1. Aquadest
2. Cera flava
3. Iodium
4. Kalium iodide
5. Oleum sesame
E. Penimbangan Bahan
Unguentum
Kalium iodida = 15
100 x 3 = 0,45 gram
Iodium = 15
100 x 2 =0,3 gram
Air = 15
100 x 5 = 0,75 gram
Unguentum simplex = 15
100 x 90 = 13,5 gram
o Cera flava = 30
100 x 13,5 gram = 4,05 gram
o Oleum sesami = 70
100 x 13,5 gram = 9,45 gram
F. Cara Kerja
1. Menimbang semua bahan.
2. Membuat ung. Simplex dengan mencampurkan cera flava dan oleum
sesame dicawan kemudian panaskan diatas waterbath.
3. Setelah meleleh kemudian memindahkannya ke dalam mortar yang
sebelumnya sudah dihangatkan.
4. Menggerusnya sampai dingin, kemudian ditambahkan dengan iodium
dan gerus lagi hingga homogen.
5. Setelah homogen kemudian tambahkan dengan kalium iodida yang
sudah ditambahkan dengan sedikit air kemudian lanjut digerus hingga
homogen.
6. Setelah semua homogen, salep tersebut dimasukkan dalam pot salep
dan diberi etiket biru dan diberi tanda untuk pemakaian luar.
G. Pembahasan
Salep adalah sediaan setengah padat ditunjukan untuk pemakaian
topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep tidak boleh berbau tengik.
Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat
keras atau narkotika adalah 10%. Cara pembuatan salep dari resep pada
praktikum kali ini yaitu dengan cara menimbang semua bahan. Membuat ung.
Simplex dengan mencampurkan cera flava dan oleum sesame dicawan
kemudian panaskan diatas waterbath, cera flava dilelehkan terlebih dahulu
agar mudah untuk digerus. Setelah meleleh kemudian memindahkannya ke
dalam mortar yang sebelumnya sudah dihangatkan ini bertujuan pada saat
penggerusan mudah dan cera flava tidak membeku cepat saat digerus.
Kemudian menggerusnya sampai dingin, kemudian ditambahkan dengan
iodium dan gerus lagi hingga homogen. Setelah homogen kemudian
tambahkan dengan kalium iodide yang sudah ditambahkan dengan sedikit air
kemudian lanjut digerus hingga homogen. Bila masa salep mengandung air
dan obatnya dapat larut dalam air yang tersedia maka obatnya dilarutkan dulu
dalam air dan dicampur dengan bagian dasar salep yang dapat menyerap air,
setelah seluruh obat dalam air terserap, baru ditambahkan bagian-bagian lain
dasar salep, digerus dan diaduk hingga homogen. Setelah semua homogen,
salep tersebut dimasukkan dalam pot salep dan diberi etiket biru dan diberi
tanda untuk pemakaian luar. Salep yang dibuat tersebut mengandung bahan
kalium iodide, iodium, dan unguentum simplex. Kalium idodida yang
berfungsi sebagai zat tambahan, iodium memiliki indikasi sebagai antiseptic
extern dan sebagai antifungi, sedangkan unguentum simplex sebagai basis
salep atau dasar salep yang mengandung cera flava dan oleum sesame,
berdasarkan pada itu tipe dari dasar salepnya yaitu dasar salep hidrokarbon.
Dasar salep hidrokarbon (dasar bersifat lemak) bebas air, preparat yang berair
mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja, bila lebih
minyak sukar bercampur. Dasar hidrokarbon dipakai terutama untuk efek
emolien. Dasar salep tersebut bertahan pada kulit untuk waktu yang lama dan
tidak memungkinkan larinya lembab ke udara dan sukar dicuci. Kerjanya
sebagai bahan penutup saja. Tidak mengering atau tidak ada perubahan
dengan berjalannya waktu. Salep ini dibuat mengacu pada peraturan salep
nomor empat yaitu salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan,
campurannya harus digerus sampai dingin” bahan-bahan yang ikut dilebur,
penimbangannya harus dilebihkan 10-20% untuk mencegah kekurangan
bobotnya.Berdasarkan dari indikasi bahan obat tersebut obat ini diberikan
pada penderita gatal-gatal yang disebabkan oleh jamur atau fungi.
H. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini yaitu:
1. Salep adalah sediaan setengah padat ditunjukan untuk pemakaian topikal
pada kulit atau selaput lender.
2. Indikasi dari salep yang dibuat yaitu sebagai antifungi.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 2004. Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia ed.III. Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. 1988. Farmakologi (Sinonim). Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia ed.IV. Depkes RI. Jakarta.
Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Penerbit ITB. Bandung.
Nugraha,L.S.A. 2009. Unguentum, Ophtalmic Ointments, Dan Suppositoria.Akademi Farmasi Theresiana. Semarang.
Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. EGC. Jakarta.