Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)
-
Upload
asmalina-azizan -
Category
Documents
-
view
132 -
download
9
Transcript of Praktikum 3 Penglihatan Dan Waktu Reaksi (1)
PRAKTIKUM FISIOLOGI
Penglihatan dan Waktu Reaksi
Kelompok D8 :
Adnan Firdaus (102012105)
Ervina Fransiska (102012365)
Fransiskus Danny (102012252)
Grace Elizabeth Claudia (102012290)
Jovian Adinata (102012242)
Nur Asmalina Binti Azizan (102012511)
Ratih Ratnasari Putri (102012037)
Selvina (102012396)
Ummu Hanani Athirah Binti Mohd Kamaludin (102012507)
1
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
2013
Daftar Hadir
No. NIM Nama Paraf
1. 102012037 Ratih Ratnasari Putri
2. 102012105 Adnan Firdaus
3. 102012242 Jovian Adinata
4. 102012252 Fransiskus Danny
5. 102012290 Grace Elizabeth Claudia
6. 102012365 Ervina Fransiska
7. 102012396 Selvina
8. 102012507 Ummu Hanani Athirah Binti Mohd Kamaludin
9. 102012511 Nur Asmalina Binti Azizan
1. Model mata cenco-ingersoll
Tujuan:
1. Menyebutkan nama dan fungsi semua bagian model mata cenco-ingersoll yang
menirukan mata sebagai susunan optik.
2. Mendemonstrasikan berbagai keadaan di bawah ini dengan menggunakan model
mata cenco-ingersoll:
Peristiwa aberasi sferis serta tindakan koreksi
Mata emetrop tanpa atau dengan akomodasi
Mata miopi serta tindakan koreksi
Mata hipermetrop serta tindakan koreksi
Mata astigmat serta tindakan koreksi
Mata afakia serta tindakan koreksi
Alat yang diperlukan:
1. Model mata cenco-ingersoll dengan perlengkapannya
2. Optotip snellen
2
3. Seperangkat lensa
4. Mistar
5. Gambar kipas lancarster regan
6. Keratoskop placido
Cara kerja:
1. Mata sebagai sususan optik
Pelajari model mata cenco-ingersoll dengan perlengkapannya:
1. Sebuah bejana yang terisi air hampir penuh.
2. “kornea”
3. “retina” yang dapat diletakkan di 3 tempat yang berbeda
4. Benda yang bercahaya(lampu). Perhatikan arah anak panah
5. Kotak yang berisi
a. “iris”
b. 4 lensa sferis masing-masing berkekuatan: +2D, +7D, +20D, -1,75D.
c. 2 lensa silindris masing-masing berkekuatan: +1,75D dan -5,5D.
A. Percobaan Emetrop
Cara kerja :
1. Pasang lensa sferis +20D di tempat lensa kristalina (di L).
2. Pasang retina di R.
3. Arahkan model mata ke sebuah jendela yang jauhnya 25 cm.
Perhatikan bayangan jendela yang terjadi pada lempeng retina.
4. Tempatkan sekarang iris di G1 dan perhatikan perubahan bayangan yang terjadi.
Hasil Percobaan :
Ketika lensa sferis sebesar +20D di tempatkan di lensa kristalina (di L) serta
memasang retina di R dengan menggunakan jarak ke seubuah jendela sejauh 25 cm dan
meletakkan iris di G1 maka bayangan yang tampak sangat jelas.
3
Pembahasan
Gambar 1.1: Sinar cahaya pada mata emetrop di fokuskan pada retina.1
Ketika sinar cahaya paralel dari objek jauh jatuh pada fokus di retina dengan mata dalam
keadaan beristirahat (yaitu tidak berakomodasi) keadaan refraktif mata dikenal sebagai
emetropia (Gambar 1.1). Individu dengan mata emetrop dapat melihat jarak jauh dengan jelas
tanpa berakomodasi.
B. Hipermetropia
Cara Kerja
1. Arahkan model mata tetap ke jendela dan tetap gunakan sferis +20D sebagai
lensa kristlina.
2. Setelah diperoleh bayangan tegas (no A ad.4) pindahkan retina ke Rh.
Perhatikan bayangan menjadi kabur lagi.
3. Koreksi kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2
sebagai kaca mata sehingga bayangan menjadi tegas kembali.
4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara pasang di S1 atau S2.
4
Hasil Percobaan
Pembahasan
Penderita hipermetropi atau rabun dekat, hanya mampu melihat jelas benda
yang jaraknya jauh dan tidak dapat melihat benda-benda yang jaraknya dekat.2
Ukuran mata, atau lebarnya mata dari belakang sampai ke depan adalah pendek atau
kecil, sehingga lensa memfokuskan bayangan di belakang retina.3 Pasien yang rabun
dekat (hipermetropi) menggunakan lensa positif (konkaf, cekung) pada kacamatanya.
Rabun dekat disebabkan karena lensa mata terlalu pipih. Dengan lensa cembung, sinar
yang jatuh di belakang retina akan dikembalikan tepat pada retina.4
C. Miopia
Persiapan Alat:
1. Model mata Cenco-Ingersol dengan perlengkapannya.
2. Optotip snellen.
3. Seperangkat lensa.
4. Senter.
Cara Kerja:
1. Tingkat lensa sferis positif dari S1 tau S2. Kembalikan retina ke R. Perhatikan
bayangan yang tetap tegas.
2. Pindahkan retina ke Rm. Perhatikan bayangan menjadi kabur.
3. Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 sebagai
kaca mata sehingga bayangan menjadi tegas.
4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang Saudara pasang di S1 atau S2.
5
S1 S2
+2D jelas Jelas
+7D buram buram
Hasil Percobaan
Koreksi lensa -1,45 D pada S1 dan S2 tampak jelas.
Pembahasan
Sinar lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lain
misalnya air dan kaca. Ketika masuk ke suatu medium dengan densitas tinggi, berkas
cahaya melambat (yang sebaliknya berlaku). Arah berkas berubah jika cahaya
tersebut mengenai permukaan medium baru dalam sudut yang tidak tegak lurus.
Lensa dibentuk oleh sekitar 1000 lapisan sel yang menghancurkan nucleus dan
organelnya sewaktu dalam pembentukan, sehingga sel-sel tersebut benar-benar
transparan.
Karena tidak memiliki DNA dan perangkat pembentuk protein maka sel-sel
lensa mature tidak dapat memperbaiki diri atau menghasilkan sel baru. Tidak saja
berusia paling tua, sel-sel ini juga terletak paling jauh dari humor aquosus sumber
nutrisi lensa. Dengan bertambahnya usia, sel-sel di bagian tengah yang tidak dapat
diperbaharui ini mati dan menjadi kaku.
Dengan berkurangnya elastisitas, lensa tidak lagi dapat mengambil bentuk
sferis yang dibutuhkan untuk mengakomodasi bayangan benda dekat.5 Pada miopia
lensa terlalu kuat, maka sumber cahaya dekat dibawa ke fokus di retina tanpa
akomodasi (meskipun akomodasi dalam keadaan normal digunakan untuk melihat
benda dekat), sementara sumber cahaya jauh terfokus di depan retina dan tampak
kabur. Karena itu, orang dengan miopia memiliki penglihatan dekat yang lebih baik
daripada penglihatan jauh, suatu keadaan yang dapat diperbaiki dengan lensa konkaf.6
D. Astigmatisme
Cara kerja:
1. Angkat lensa sferis negative dari s1/s2 dan pindahkan retina ke R
2. Letakkan lensa silindris -5.5d di G2. Perhatikan sebahagian bayangan menjadi
kabur
3. Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa sesuai di s1 atau s2 dan mengatur
arah sumbunya hingga seluruh bayangan menjadi tegas.
6
4. Catat jenis, kekuatan dan arah sumbu lensa yang saudara pasang di S1/S2
Hasil percobaan
Ketika lensa sferis yang negatif dari S1 dan S2 diangkat, kemudian retina
dipindahkan ke R, lensa silindris -5,5 D di letakkan di G2 menyebabkan bayangan
menjadi buram. Hal ini disebabkan oleh lensa silindris yang menghasilkan efek
silindris pada lensa kristalina, dimana cahaya dibiaskan tersebar pada retina.
Gangguan silindris ini kemudian dikoreksi dengan lensa silindris dengan kekuatan
+1,75D dengan memutar sumbu lensa untuk menghasilkan bayangan yang paling
jelas.
Pembahasan
Percobaan ketiga adalah menentukan lensa yang paling sesuai untuk
mengoreksi kelainan pada mata astigmatisme. Pada kelainan ini, lensa silindris harus
digunakan untuk mendapatkan bayangan yang jelas karena cahayanya tidak jatuh
pada satu pusat saja.
Gangguan mata silinder disebut juga dengan astigmatisme. Idealnya, mata kita
berbentuk bulat seperti bola sepak, sehingga semua sinar yang dibiaskan dari suatu
objek yang masuk ke dalam mata kita akan bertemu di satu titik retina. Pada kelainan
mata astigmatisma, bola mata berbentuk ellips atau lonjong, seperti bola rugby,
sehingga sinar yang masuk ke dalam mata tidak akan bertemu di satu titik retina.
Sinar akan dibiaskan tersebar di retina. Hal ini akan menyebabkan pandangan menjadi
kabur, tidak jelas, berbayang, baik pada saat untuk melihat jarak jauh maupun dekat.
E. Akomodasi
Cara Kerja
1. Angkat kedua lensa slindris yang dipasang di G2 dan S1 atau S2
2. Tanpa mengubah keadaan model mata Cenco-Ingersoll tempatkan benda yang
bercahaya 25 cm di depan model mata tersebut. Perhatikan bayangannya kabur
7
3. Ganti lensa sferis +7D (lensa kristalina) dengan sebuah lensa sferis lainnya yang
memberikan bayangan yang tegas pada retina
4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara gunakan untuk mengganti lensa
kristalina (+7D)
Hasil Percobaan
Pada percobaan yang dilakukan didapatkan bahwa penggunaan kekuatan lensa
+20D memberikan hasil bayangan yang tampak jelas dan tegas pada retinanya.
Pembahasan
Akomodasi adalah kemampuan lensa mata untuk menambah daya bias lensa
dengan kontraksi otot siliar, yang menyebabkan penambahan tebal dan kecembungan
lensa sehingga bayangan benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus di retina.
Dikenal beberapa teori akomodasi seperti:
Teori akomodasi Helmholtz.7 Dimana zonula Zinnii mengendur akibat
kontraksi otot siliar sirkular, mengakibatkan lensa yang elastis mencembung. Ini
merupakan proses aktif. Teori akomodasi Tscherning.7 Dasarnya adalah bahwa
nucleus lensa tidak dapat berubah bentuk sedang yang dapat berubah bentuk adalah
bagian lensa superficial atau kortex lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan
pada zonula Zinn sehingga nucleus lensa terjepit dan bagian lensa superfisial menjadi
cembung. Ini merupakan proses pasif.
Pada mata jika terjadi akomodasi, muscllus aillator pupilae akan mengatur
lebarnya pupil geraknya disebut indriasi. Dan muscullus spinter papillae yaitu
mengatur mengecilnya pupil, gerakkan mengecilnya dari otot yang melingkarinya.
F. Mata afakia
Cara kerja:
1. Buat susunan seperti yang didapatkan pada A ad.4
2. Angkat lensa kristalina sehingga terjadi mata afakia yaitu mata tanpa lensa kristalina
8
3. Perbaiki mata afakia ini dengan salah satu lensa sferis positif yang dipasang di S1 atau
S2 sehingga terbentuk banyangan yang lebih tajam
4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara pasang di S1 dan S2.
Hasil percobaan
Setelah lensa kristalina diangkat, bayangan yang terbentuk menjadi tidak jelas, namun
setelah dipasangkan lensa sferis positif +7 dioptri baik di posisi S1 maupun S2, bayangan
yang terbentuk kembali tajam dan jelas.
Pembahasan
Afakia merupakan suatu kondisi dimana mata kehilangan lensa kristalina.8 Keadaan
seperti ini biasanya diakibatkan oleh operasi pengangkatan lensa mata, dan jarang sekali
merupakan suatu gangguan bawaan sejak lahir. Hilangnya lensa mata menyebabkan
Penderita afakia mengalami penurunan kemampuan penglihatan serta kehilangan
kemampuan daya akomodasi atau daya fokus karena lensa telah tiada. Penderita afakia
biasanya mengalami hipermetropi yang sangat parah sehingga dapat dikoreksi dengan
menggunakan lensa sferis positif. Selain menggunakan lensa kontak atau kacamata sferis
positif, afakia juga dapat dikoreksi dengan cara pemasangan lensa intraokular operatif.
Lensa intraokular memberikan hasil optik terbaik. Lensa ini menyerupai posisi lensa
alami. Namun karena lensa ini tidak dapat berubah bentuk, mata tidak dapat
berakomodasi. Mata dengan lensa intraokular disebut sebagai pseudofakia.9
1. Perimeter
Cara Kerja:
1. Orang percobaan duduk membelakangi cahaya menghadap alat perimeter.
2. Mata kiri orang percobaan ditutup dengan sapu tangan.
3. Orang percobaan meletakkan dagunya di tempat sandaran dagu yang telah diatur
ketinggiannya sehingga tepi bawah mata kanannya terletak setinggi bagian atas batang
vertikel sandaran dagu.
4. Orang percobaan memusatkan pandangan pada titik fiksasi ditengah perimeter dan selama
pemeriksaan, orang percobaan hanya memandang pada titik fiksasi tersebut.
9
5. Untuk pemeriksaan lapang pandang, lidi yang ada bulatan berwarna-warni dijadikan
objek untuk digeserkan sepanjang busur perimeter. Bulatan tersebut berwarna putih dan
berukuran diameter sedang (± 5 mm).
6. Bulatan putih itu digerakkan secara perlahan sepanjang busur perimeter dari tepi kiri
orang percobaan sehingga ke tengah. Pada saat orang percubaan dapat melihat benda
putih tersebut, penggeseran dihentikan.
7. Ukuran tempat penghentian itu dibaca dan dicatat di dalam formulir yang disediakan.
8. Tindakan no 6 dan 7 diulang pada sisi busur yang berlawanan tanpa mengubah posisi
busur perimeter.
9. Tindakan no 6, 7 dan 8 diulangi tiap kali busur diputar sebanyak 30° sesuai arah jarum
jam dari pemeriksa sehingga busur berada dalam keadaan vertikel.
10. Tindakan no 6, 7 dan 8 diulangi setelah busur diputar tiap kali 30° berlawanan arah jarum
jam dari pemeriksa sehingga tercapai posisi busur 60° dari bidang horizontal.
11. Lapang pandang orang percobaan juga diuji dengan berbagai warna lain seperti merah,
hijau, biru dan kuning dengan cara yang sama dari tindakan no 6 hingga 10.
12. Lapang pandang mata kiri juga diperiksa menggunakan metode yang sama dengan hanya
menggunakan bulatan putih sahaja.
Hasil Pemeriksaan Lapang Pandang
Tabel 1. Data (°) Tempat Penghentian Orang Percobaan dalam Pemeriksaan Perimetri untuk
Mata Kiri
Lapang Pandang Bacaan (°)
Temporal 60
Temporal bawah 75
Bawah 75
Nasal bawah 55
Nasal 50
Nasal atas 45
Atas 50
Temporal atas 52.5
Full field 462.5
10
Tabel 2. Bacaan (°) Tempat Penghentian Orang Percobaan dalam Pemeriksaan Perimetri
untuk Mata Kanan
Bacaan (°) Putih Merah Biru Hijau Kuning
Temporal 55 55 60 45 60
Temporal bawah 50 40 47.5 22.5 32.5
Bawah 60 35 45 20 40
Nasal bawah 47.5 27.5 27.5 15 32.5
Nasal 55 50 55 55 50
Nasal atas 45 30 37.5 25 32.5
Atas 40 25 35 25 25
Temporal atas 47.5 30 42.5 32.5 37.5
Full field 400 292.5 350 240 310
Pembahasan
Pemeriksaan lapang pandang dengan menggunakan perimeter adalah untuk
menentukan deria visual seseorang berfungsi secara normal. Terdapat dua jenis
lapang pandang yaitu lapang pandang monokuler dan lapang pandang binokuler.
Lapang pandang binokuler akan membantu dalam penglihatan stereoskopik yaitu
kemampuan untuk mata menentukan jarak sesuatu obyek. Hasil dari pemeriksaan
pada orang percobaan didapatkan lapang pandangnya berada dalam keadaan asimetris
dengan bentuk yang lebih sempit pada bagian nasal dan melebar di bagian temporal
dan bawah.
Pada bagian mata kanannya, pemeriksaan ini bukan saja melibatkan bulatan
putih namun juga bulatan berwarna merah, biru, hijau dan kuning ikut diperiksa. Hasil
dari pemeriksaan ini, didapatkan warna hijau mempunyai lapang pandang yang paling
kecil sedangkan warna putih mempunyai lapang pandang yang paling besar.
Pemeriksaan perimetri ini dapat membantu dalam memastikan retina dan sel-sel foto
reseptor pada mata berfungsi secara baik. Lapang pandang seseorang itu tidak
asimetris, dan dapat terjadi gangguan penglihatan selain dari tempat diskus optik,
maka mungkin terjadi kerusakan pada sel-sel foto reseptor pada individu tersebut. Jika
terdapat gangguan lapang pandang untuk objek putih, maka kemungkinan sel
11
batangnya yang mengalami kerusakan sedangkan gangguan lapang pandang terhadap
objek berwarna-warni menunjukkan sel keruncutnya tidak berfungsi secara normal.10
2. Pemeriksaan Buta Warna
Alat: buku pseudoisokromatik ishihara
Cara Kerja:
1. Suruh orang percobaan mengenaili angka atau gambar yang terdapat di dalam
buku pseudoisokromatik ishihara.
2. Catat hasil pemeriksaan saudara dalam formulir yang tersedia
Hasil Pemeriksaan
Semua angka yang terdapat pada buku pseudoisokromatik ishohara terjawab
dengan benar.
Pembahasan
Fungsi utama mata adalah memfokuskan berkas cahaya yang masuk dari
lingkungan ke sel batang atau sel kerucut yang merupakan sel fotoreseptor retina.
Pada bagian fotoreseptor yang terdapat pada retina sebenarnya bukan merupakan
suatu organ perifer yang terpisah melainkan merupakan kelanjutan dari sistem saraf
pusat. Pada retina terdapat tiga lapisan sel peka rangsangan, yaitu lapisan dalam yang
merupakan sel ganglion, akson-akson sel ganglion ini akan menyatu untuk
membentuk saraf optik.
Lapisan tengah dari retina ialah sel bipolar dan lapisan yang luar, mengandung
sel batang dan kerucut yang ujung peka cahayanya menghadap ke koroid, lapisan ini
juga merupakan lapisan yang paling dekat dengan koroid. Sel batang dan kerucut ini
akan mengubah berkas cahaya menjadi pesan listrik dan diinterpretasikan otak
sebagai penglihatan. 11
12
Fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) terdiri dari tiga bagian:12
1. Segmen luar, merupakan bagian yang terletak paling dekat dengan eksterior
mata(menghadap kekoroid). Bagian ini berfungsi untuk mendekteksi
rangsangan cahaya.
2. Segmen dalam, merupakan bagian yang terletak di bagian tengah dari
fotoreseptor. Bagian ini mengandung perangkat metabolik.
3. Terminal sinaps, merupakan bagian yang paling dekat dengan bagian interior
mata dan menghadap ke sel bipolar. Bagian ini menyalurkan sinyal yang
dihasilkan fotoresptor karena stimulasi cahaya ke sel-sel selanjutnya di jalur
penglihatan.
Setiap retina mengandung sekitar 150 juta fotoreseptor dan lebih dari satu
milyar molekul fotopigmen. Fotopigmen ini terdiri dari dua komponen yaitu opsin
yang merupakan protein dari bagian integral membran diskus, dan retinen, suatu
turunan vitamin A. Retinen ini merupakan bagian fotopigmen yang menyerap cahaya. 12
Terdapat empat fotopigmen yang berbeda yaitu satu pada sel batang dan
sisanya masing-masing satu di ketiga jenis sel kerucut. Keempat fotopigmen ini
berguna untuk menyerap panjang gelombang sinar yang berbeda-beda. Pada
fotopigmen yang terdapat pada sel batang, atau yang kita kenal dengan rodopsin, akan
menyerap semua panjang gelombang cahaya tampak. Dengan menggunakan masukan
visual dari sel batang, otak tidak dapat membedakan antara berbagai panjang
gelombang dalam spectrum sinar tampak. Karena itu, sel batang hanya memberikan
bayangan abu-abu dengan mendekteksi perbedaan intensitas, bukan perbedaan warna.
Sedangkan fotopigmen di sel kerucut yaitu sel kerucut merah, hijau dan biru akan
berespon terhadap panjang gelombang cahaya yang akhirnya menyebabkan kita dapat
melihat warna. Jadi pada sel kerucut yang diaktifkan paling efektif oleh panjang
gelombang tertentu dalam kisaran warna yang ditunjukkan oleh warna biru, hijau dan
merah. Walaupun demikian sel kerucut juga berespon terhadap panjang gelombang
lain dengan derajat bervariasi. Pada panjang gelombang yang terlihat sebagai warna
biru, tidak akan merangsang sel kerucut merah dan hijau, tetapi merangsang sel
kerucut biru secara maksimal.12
13
Pada penderita buta warna, biasanya mereka tidak memiliki sel kerucut jenis
tertentu sehingga penglihatan warna mereka berasal dari sensitivitas diferensial dua
jenis kerucut, yang menyebabkan gangguan penglihatan warna, mempersepsikan
warna yang berbeda dan tidak mampu membedakan warna yang beragam sebanyak
pada manusia normal lainnya. 12
3. Waktu Reaksi
Cara kerja:
1. Suruh orang percobaan duduk dan meletakkan lengan bawah dan tangan kanannya
ditepi meja dengan ibu jari dan telunjuk berjarak 1 cm siap untuk menjepit.
2. Pemeriksa memegang mistar pengukur waktu reaksi pada titik hitam dengan
menempatkan garis tebal diantara dan setinggi ibu jari dan telunjuk OP tanpa
menyentuh jari jari OP.
3. Dengan tiba tiba pemeriksa melepaskan mistar tersebut dan OP harus menangkapnya
selekas lekasnya.Ulangi pecobaan ini sebanyak 5kali
4. Tetapkan waktu reaksi orang percobaan(rata rata dari ke 5 hasil yang diperoleh).
Apa yang menentukan waktu reaksi seseorang?
Hasil percobaan
Rata-rata = (0,17+0,18+0,21+0,21+0,18) / 5
= 0,95 / 5
= 0,19
Pembahasan
Waktu reaksi adalah periode antara diterimanya rangsang (stimuli) dengan
permulaan munculnya jawaban (respon). Semua informasi yang diterima indera baik
dari dalam maupun dari luar disebut rangsang. Indera akan mengubah informasi
tersebut menjadi impuls-impuls saraf dengan bahasa yang dipahami oleh otak. Ketika
14
Percobaan 1 0,17
Percobaan 2 0,18
Percobaan 3 0,21
Percobaan 4 0,21
Percobaan 5 0,18
penggaris dijatuhkan mata bereaksi dan melihat kejadian itu, kemudian informasi itu
diteruskan sampai ke otak, otak kemudian akan merespon dengan memberi perintah
untuk menjepit penggaris yang jatuh. Perintah ini akan diteruskan sepanjang saraf
eferen untuk sampai ke efektor yaitu otot-otot tangan yang digunakan untuk menjepit
penggaris.
15
Daftar Pustaka
1. James B, Chew C, Bron A. Oftalmologi. Jakarta: EMS; 2008. Hal 34-5.
2. Utami, Hestty P. Mengenal cahaya dan optik. Bekasi: Ganeca Exact; 2007.
3. Pearce, EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama; 2009.
4. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta:
Erlangga; 2007.
5. Sherwood, L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Brahm U. Pendit, Penerjemah. Edisi 6.
Jakarta: EGC; 2012. hal. 215-218.
6. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury: oftalmologi umum. Brahm U. Pendit,
Penerjemah. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2010. hal. 393.
7. William F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 2008.
8. Elsevier’s health sciences rights department. Essentials of opthalmology. USA: Saunders/
Elsevier, 2007.h.228.
9. James B, Chew C, Bron A. Lecture notes: oftalmologi. Jakarta: Penerbit Erlangga,
2006.h.36.
10. Guyton A.C, Hall J.E. Textbook of medical physiology. 12th edition. Philadelphia:
Saunders Elsevier, 2011.h.627.
11. Corwin EJ. Buku saku patofiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.359.
12. L Sherwood. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Ed.6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009.p.218-26.
16