Prak 3 Farmako Anastesi

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anastesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang berarti tidak ada rasa sakit. Anastesi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anastesi lokal dan anastesi umum. Anastesi lokal menyebabkan hilangnya rasa sakit tanpa disertai kehilangan kesadaran, sedangkan anastesi umum menyebabkan hilangnya rasa sakit disertai hilang kesadaran. Sejak dahulu anastesi telah dilakukan untuk mempermudah tindakan operasi. Pada dasarnya, pemberian anastesi memang dilakukan untuk mengurangi bahkan menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Keadaan anestesi umum yang ideal harus mencakup analgesi, amnesia, hilangnya kesadaran, hambatan sensorik dan refleks otonom, serta relaksasi muskulus. Ini semuanya dapat dicapai dengan berbagai tingkat depresi sistem saraf pusat akibat kerja obat anestetik yang berbeda, sehingga masing-masing obat anestetik dapat menimbulkan efek yang berbeda. Klasifikasi obat anestesi umum dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Anestesi Inhalasi 1

description

farmako

Transcript of Prak 3 Farmako Anastesi

Page 1: Prak 3 Farmako Anastesi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anastesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang berarti tidak ada

rasa sakit. Anastesi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anastesi lokal dan anastesi

umum. Anastesi lokal menyebabkan hilangnya rasa sakit tanpa disertai kehilangan

kesadaran, sedangkan anastesi umum menyebabkan hilangnya rasa sakit disertai

hilang kesadaran. Sejak dahulu anastesi telah dilakukan untuk mempermudah

tindakan operasi.

Pada dasarnya, pemberian anastesi memang dilakukan untuk mengurangi

bahkan menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau tanpa disertai hilangnya

kesadaran. Keadaan anestesi umum yang ideal harus mencakup analgesi, amnesia,

hilangnya kesadaran, hambatan sensorik dan refleks otonom, serta relaksasi

muskulus. Ini semuanya dapat dicapai dengan berbagai tingkat depresi sistem saraf

pusat akibat kerja obat anestetik yang berbeda, sehingga masing-masing obat

anestetik dapat menimbulkan efek yang berbeda.

Klasifikasi obat anestesi umum dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Anestesi Inhalasi

Contoh dari anestetika inhalasi yaitu gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran

dan sevofluran. Obat-obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran nafas.

Keuntungannya adalah resorpsi yang cepat melalui paru-paru seperti juga ekspresinya

melalui gelembung paru (alveoli) yang biasanya dalam keadaan utuh. Pemberiannya

mudah dipantau dan bila perlu setiap waktu dapat dihentikan. Nitrogen oksida yang

stabil pada tekanan dan suhu kamar merupakan salah satu anestetik gas yang banyak

dipakai karena dapat digunakan dalam bentuk kombinasi dengan anestetik lainnya.

Anestetik inhalasi konvensional seperti eter, siklopropan, dan kloroform

pemakaiannya sudah dibatasi karena eter dan siklopropan mudah terbakar sedangkan

kloroform toksik terhadap hati.

1

Page 2: Prak 3 Farmako Anastesi

2. Anestesi Intravena

Beberapa obat anestetik diberikan secara intravena baik tersendiri maupun

dalam bentuk kombinasi dengan anestetik lainnya untuk mempercepat tercapainya

stadium anestesi ataupun sebagai obat penenang pada penderita gawat darurat yang

mendapat pernapasan buatan untuk waktu yang lama. Termasuk disini adalah: (1)

barbiturat (tiopental, metoheksital), (2) benzodiazepin (midazolam, diazepam), (3)

opioid analgesik dan neuroleptik, (4) obat-obat lain (profopol, etomidat), dan (5)

ketamin, arilheksolamin yang sering disebut disosiatif anestetik.

Pada praktikum ini, pemberian anestesi umum pada kelinci ini menggunakan

obat anestetik menguap yaitu eter. Anastetik yang menguap (volatile anesthetic)

mempunyai sifat dasar yang sama yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar

mempunyai sifat anestetik kuat pada kadar rendah dan relative mudah larut dalam

lemak darah dan jaringan. Semua zat anestesi umum bekerja dengan menghambat

SSP secara bertahap. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat

memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlewatinya induksi namun hal ini dapat

diatasi dengan memberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Eter

dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus dan mengiritasi saluran napas.

Pada induksi dan waktu pemulihan, eter menimbulkan salivasi. Tetapi pada

stadium yang lebih dalam, salivasi akan dihambat dan terjadi depresi

nafas. Eter juga menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah ginjal

sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dan produksi urine

secara berlebihan sedangkan pada pembuluh darah otak, eter menyebabkan

vasodilatasi. Eter menyebabkan mual dan muntah terutama pada waktu pemulihan,

tetapi dapat pula pada waktu induksi. Ini disebabkan oleh efek sentral eter atau akibat

iritasi lambung oleh eter yang tertelan. Aktifitas saluran cerna dihambat selama dan

sesudah anesthesia. Eter menekan kontraktilitas otot jantung, tetapi in vivo efek ini

dilawan oleh meningginya aktifitas simpatis sehingga curah jantung tidak berubah.

Pada praktikum ini, kami melihat pengaruh pemberian eter terhadap perubahan

2

Page 3: Prak 3 Farmako Anastesi

kondisi kesadaran kelinci yang dapat diamati dengan beberapa parameter penting,

yaitu respon nyeri, lebar pupil, jenis pernafasan, frekuansi jantung, dan tonus otot.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana melakukan anastesi umum dengan eter pada kelinci percobaan?

2. Bagaimana menentukan stadium anastesi yang terjadi melalui parameter–

parameter (respon nyeri, lebar pupil, jenis pernafasan, frekuansi jantung, dan

tonus otot)?

3. Apa yang membedakan masing- masing stadium pada anastesi?

1.3 Tujuan

1. Melakukan anastesi umum dengan eter pada kelinci percobaan.

2. Mengamati stadium anastesi yang terjadi melalui parameter–parameter antara

lain: respon nyeri, lebar pupil, jenis pernafasan, frekuansi jantung, dan tonus

otot.

3. Menjelaskan stadium- stadium anastesi.

1.4 Manfaat

1. Mampu melakukan anastesi umum dengan eter pada kelinci percobaan.

2. Mengetahui stadium anastesi yang terjadi melalui parameter – parameter

(respon nyeri, lebar pupil, jenis pernafasan, frekuansi jantung, dan tonus otot).

3. Mampu menjelaskan stadium- stadium anastesi.

3

Page 4: Prak 3 Farmako Anastesi

BAB 2

ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA

2.1 Alat

1. Corong anaestesi

2. Gunting

3. Penggaris

4. Klem

5. Stetoskop

6. Lampu Senter

a. Lampu Senter & gunting b. Stetoskop

2.2 Bahan

1. Kelinci

2. Eter

a. Kelinci b. Eter

2.3 Cara kerja

1. Alat dan bahan disiapkan.

2. Periksa dan catat keadaan pernapasan, keadaan mata, pergerakan

otot, keadaan saliva, rasa nyeri dan auskultasi pada kelinci.

3. Corong anaestesi dipasang pada moncong kelinci dengan baik

dan benar.

4. Eter diteteskan dengan kecepatan 60 tetes per menit.

5. Waktu dan hasil pemeriksaan dicatat ketika memulai percobaan, setiap adanya

tanda- tanda dari tiap- tiap stadium, dan keadaan dimana kelinci berada dalam

anaestesi yang diinginkan.

6. Percobaan dilakukan hingga tercapai stadium III plane 3.

7. Corong dilepaskan dari moncong kelinci dan kelinci dipijat agar sadar lagi.

4

Page 5: Prak 3 Farmako Anastesi

BAB 3

HASIL PRAKTIKUM

Catatan Waktu

1 Mulai meneteskan eter : 00:01.00

2 Tercapainya stadium I : 01:00.92

3 Tercapainya stadium II : 01:46.41

4 Tercapainya stadium III :

1) Plan 1 : 01:55.00

2) Plan 2 : 03:14.00

3) Plan 3 : 06:10.00

5 Kembali sadar : 16:28.28

Hasil Pemeriksaan

PERNAPASAN

KontrolStadium

I

Stadium

II

Stadium

IIISelesai

Frekuensi 96 84 68 56 52

Irama Teratur Teratur Teratur Teratur Teratur

Jenis Torakoabdominal AbdomenAbdome

nAbdomen Torax

Amplitudo Dangkal Dalam Dalam Dalam

Tidak

terlalu

dalam

MATA

Kontrol Stadium IStadium

II

Stadium

IIISelesai

5

Page 6: Prak 3 Farmako Anastesi

Lebar pupil 1 cm 0,8 cm 0.5 cm 0,8 cm 1 cm

Reflek

CahayaAda Ada Ada

Tidak

adaada

Reflek

KorneaAda Ada Ada

Tidak

adaAda

Pergerakan

mataAda Ada Ada

Tidak

adaAda

GERAKAN / OTOT

Kontrol Stadium IStadium

II

Stadium

IIISelesai

Tonus Otot Ada Tidak ada Tidak adaTidak

ada

Tidak

ada

Gerakan Ada Tidak ada Tidak adaTidak

ada

Tidak

ada

RASA NYERI

Rasa Nyeri

Kontrol Stadium IStadium

II

Stadium

IIISelesai

Ada AdaTidak

Ada

Tidak

AdaAda

SALIVASI

Kontrol Stadium IStadium

II

Stadium

IIISelesai

Hipersalivas

iTidak ada Tidak ada Tidak ada ada Ada

AUSKULTASI

6

Page 7: Prak 3 Farmako Anastesi

Kontrol Stadium IStadium

II

Stadium

IIISelesai

Ronchi Tidak ada Tidak ada Tidak adaTidak

ada

Tidak

ada

Catatan waktu perubahan keadaan kelinci:

00:52.61 : Bradicardi

01:00.92 : Nyeri hilang, Midriasis mulai masuk stadium I

01:46.41 : Midriasis, takikardi mulai masuk stadium II

01:55.00 : Bradikardi, Midriasis stadium III plane 1

03:14.00 : Tarikardi stadium III plane 2

06:10.00 : Takikardi stadium III plane 3

16:28.28 : Miosis (kembali normal)sadar

7

Page 8: Prak 3 Farmako Anastesi

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan

Praktikum pemberian anestesi umum pada kelinci ini menggunakan obat

anestetik menguap, yaitu eter. Anestetik yang menguap (volatile anesthetic)

mempunyai 3 sifat dasar yang sama, yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar,

mempunyai sifat anestetik kuat pada kadar rendah dan relative mudah larut dalam

lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat

memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlewatinya induksi. Namun hal ini

dapat diatasi dengan memberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan.

Semua zat anestesi umum menghambat susunan saraf secara bertahap, mula-

mula fungsi yang kompleks akan dihambat dan yang paling akhir adalah medula

oblongata yang mengandung pusat vasomotor dan pusat pernafasan yang vital.

Guedel membagi anestesi umum dengan eter menjadi 4 stadium: Stadium I

(analgesi), Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi, Stadium III (pembedahan),

Stadium IV (paralisis medulla oblongata).

Sebelum percobaan dimulai, dilakukan pengamatan pada keadaan kelinci

yang nantinya akan digunakan sebagai kontrol. Pada keadaan normal, frekuensi

pernapasan kelinci adalah 96 kali/menit, iramanya teratur, dan jenis pernapasan

adalah thorako-abdominal. Selain itu, masih terdapat gerakan reflek dari kelinci

ketika telinga kelinci disentuh menggunakan gunting penjepit. Hal ini juga

menunjukkan masih adanya rasa nyeri yang dapat dirasakan kelinci tersebut. Tonus

otot juga masih ada saat kaki kelinci dipegang dan kaki tersebut menghasilkan

tahanan otot. Keadaan mata kelinci saat keadaan normal menunjukkan lebar pupil 1

cm, terdapat refleks cahaya, refleks kornea dan pergerakan mata. Kelinci tidak

mengalami hipersalivasi dan ronchi pada auskultasi tidak ada.

Stadium I anestesi umum dicapai setelah satu menit (01:00.92). Tahap ini

dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Kesadaran

kelinci masih tampak namun ukuran pupil mengecil (awal 1 cm, pada stadium I

8

Page 9: Prak 3 Farmako Anastesi

menjadi 0,8 cm) dari keadaan awal. Pada tahap ini, reflek nyeri mulai menurun tapi

masih ada (efek analgesia mulai muncul). Pernafasan menggunakan abdomen,

frekwensi menurun dari keadaan awal tetapi irama masih teratur dengan amplitudo

dalam. Pada stadium I sudah tidak ada reflek gerakan otot namun belum muncul efek

hipersalivasi maupun ronchi.

Stadium II, yang disebut juga dengan stadium eksitasi atau delirium, dimulai

dari hilangnya kesadaran hingga permulaan stadium pembedahan. Pada hasil

praktikum didapatkan kelinci memasuki stadium ini pada 1 menit 46 detik. Kelinci

memasuki stadium II ditandai dengan adanya gerakan berlebihan dari kelinci, seperti

kejang-kejang dan memberontak. Pada stadium ini terlihat jelas adanya eksitasi dan

gerakan yang tidak menurut kehendak, seperti refleks bulu mata, pelebaran pupil

mata (midriasis), tonus muskulus skeletal meningkat, pernafasan thoracic dan

abdominal menjadi cepat dan tidak teratur, menurunnya pernafasan, serta takikardi.

Stadium II akan berakhir apabila hewan menunjukkan tanda relaksasi otot, respirasi

menurun, dan terjadi penurunan reflex

Eksitasi disebabkan karena adanya depresi atau hambatan pada pusat inhibisi.

Pernapasan torakal-abdominal yang cepat dan tidak teratur diakibatkan oleh depresi

pernapasan sehingga terjadi retensi CO dan menuju pada sympatho Adrenal

Discharged (SAD) yaitu pelepasan adrenalin dari kelenjar medula adrenalin dan

noradrenalin dari ujung saraf simpatis. Sedangkan bola matanya bergerak-gerak

karena terjadi paralisa otot ekstrinsik bola mata sehingga kontraksinya tidak

terkoodinir. Selain itu ditandai dengan gerakan tubuh yang tidak terkontrol, spasme

laring. Pada stadium ini terjadi induksi eter inhalasi yang memanjang (Boulton,

1994).

Stadium 3 (Anestesi bedah) adalah stadium pembedahan yang terjadi

sementara penderita tidak sadar dan tidak mampu menimbulkan refleks. Ini adalah

stadium anestesi yang telah menekan sistem pengaktifan retikular dan barangkali

secara selektif juga pada sinaps nyeri dari medula spinalis. Pusat medula secara

progresif menjadi tertekan. Penekanan ini mencakup pusat muntah (sehingga muntah

secara aktif tidak menjadi suatu bahaya lagi), pusat pemeliharaan otot tonus

9

Page 10: Prak 3 Farmako Anastesi

bercorak–termasuk pada dinding perut– dan pusat pernapasan. Respons otonom

seperti refleks percepatan dan perlambatan dari jantung, atau pernapasan karena

perangsangan visera tertekan secara komparatif sejak awal, tetapi dengan eter,

respirasi spontan tidak berhenti sampai anestesi yang dalam. Guedel mendefinisikan

anestesi bedah berada diantara titik respirasi tidak lagi dipengaruhi oleh perangsangan

refleks, dan menjadi teratur, dan titik respirasi berhenti karena penekanan medula

(Boulton, 1994). Stadium 3 biasanya menghasilkan keadaan operasi optimal dengan

pernapasan yang cukup baik dan hemodinamis yang stabil (Sabiston, 1992).

Stadium tiga anestesi dibagi menjadi empat plana sesuai dengan kebutuhan

eterisasi :

Plane 1. Kelinci memasuki plane ini setelah 1 menit 55 detik, ditandai dengan

pernafasan teratur, pernafasan abdominal, pupil mengecil lagi (miosis) dan refleks

tidak ada, tonus otot menurun.

Plana 2. Kelinci memasuki Stadium 3 Plana 2 ini setelah 3 menit 14 detik,

yang ditandai dengan pupil membesar atau midriasis, tidak ada eksitasi, tidak terdapat

reflek kornea, dan tidak terdapat rasa nyeri pada hewan coba kelinci tersebut.

Plana 3. Pada hewan coba akan terjadi pernapasan teratur oleh perut karena

otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral,

refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus

otot semakin menurun). Pada praktikum yang kami lakukan, kelinci memasuki tahap

stadium III plane 3 setelah 6 menit 10 detik. Stadium III plana 3 diawali dengan

kelinci yang mengalami takikardi, pernapasannya halus dan teratur dengan

menggunakan pernapasan abdomen, pupil mengalami midriasis, tidak ada reflek

apapun pada mata dan gerakan otot, tidak merasakan nyeri, dan terjadi hipersalivasi.

Praktikum dihentikan pada stadium 3 plana 3. Jika dilanjutkan sampai stadium

3 plana 4 atau sampai satdium 4 maka akan terjadi takikardi terus menerus dan pupil

akan mengalami midriasis yang berlebihan, tekanan darah juga semakin turun,

pernafasan juga semakin melemah, hal ini bisa membahayakan nyawa hewan coba

(kelinci).

10

Page 11: Prak 3 Farmako Anastesi

4.2 Pertanyaan

1. Apakah semua stadium pada amestesi umum dengan eter dapat terlihat

pada percobaan ini?

Iya, semua stadium pada anestesi umum dengan eter dapat terlihat pada

percobaan ini.

2. Bila dapat terlihat dengan jelas, apakah tanda-tanda pada tiap stadium

didapatkan?Tanda-tanda mana sajakah yang tidak didapatkan atau

tidak terlihat dengan jelas?

Semua tanda-tanda pada tiap stadium sudah terlihat dengan jelas.

Stadium 1 : Hewan masih sadar, pupil myosis, refleks cahaya dan

kornea masih terlihat, dan masih ada tahanan otot.

Stadium 2 : Terjadi ekstasi, kesadaran perlahan mulai hilang, refleks

cahaya dan kornea masih terlihat, namun mulai hilang. Pupil midriasis,

masih ada tahanan otot, terasa nyeri.

Stadium 3 :

Plane 1: Kesadaran hilang, pupil myosis, gerakan tahanan otot

melemah, refleks cahaya dan kornea melemah.

Plane 2: Kesadarannya mulai hilang, pupilnya midriasis, tahanan otot

hilang, refleks cahaya dan kornea tidak terlihat.

Plane 3: Kesadaran otot ada, nyeri dan gerakan otot tidak ada, pupil

midriasis, refleks cahaya dan kornea tidak ada.

3. Pada auskultasi, apakah yang didapatkan? Kenapa hal ini dapat terjadi?

Jelaskan!

Pada auskultasi didapatkan suara rochi. Suara ini didapatkan karena ether

menyebabkan iritasi saluran pernafasan dan merangsang sekresi kelenjar

bronchus sehingga terdengar suara seperti mengorok.

4. Pada stadium manakah rasa nyeri mulai hilang?

Rasa nyeri mulai hilang pada stadium 1.

5. Pada stadium manakah terdapat relaksai otot bergaris ?

Relaksasi otot bergaris terjadi pada stadium tiga, dimulai dari akhir stadium II.

11

Page 12: Prak 3 Farmako Anastesi

6. Bagaimanakah salivasinya ? Mengapa hal ini dapat terjadi ?

Salivasi terjadi karena penurunan reflek kelenjar ludah dan juga ether

merangsang kelenjar bronchus akibat iritasi pada saluran pernafasan sehingga

saliva keluar berlebihan.

7. Tanda-tanda apakah yang didapatkan pada waktu binatang coba dari

keadaan anastesi kembali ke keadaan bangun ?

a. Frekuensi nafas, frekuensinya menjadi lebih teratur.

b. Mata mulai kembali normal, ada reflek cahaya dan reflek kornea, dari

midriasis

menjadi miosis.

c. Reflek nyeri mulai ada.

8. Cara pemberian anestesi pada percobaan ini disebut cara apa? Cara-

cara

apa saja yang dapat digunakan pada pemberian anestesi umum?

Pemberian anestesi dalam percobaan ini dengan cara semi open drop. Adapun

cara-cara yang dapat digunakan pada pemberian anestesi umum adalah: open

drop, semi open drop, semi closed system, dan closed system.

9. Apa kerugian / keuntungan eter sebagai anestesi umum?

Keuntungan eter sebagai anestesi umum :

- Potensi anestesi moderat

- Efek analgesik cukup besar

- Batas keamanan besar

- Kadar yang menyebabkan pernafasan berhenti lebih kecil daripada

kadar yang menyebabkan jantung berhenti

- Tidak terdapat toksisitas pada jantung

- Stabil dalam sirkulasi

- Bronkodilatasi

- Relaksasi otot bergaris baik

Kerugian eter sebagai anestesi umum :

- Mudah terbakar, explosive (meledak)

12

Page 13: Prak 3 Farmako Anastesi

- Induksi dan pemulihan lambat

- Koefisien darah : gas > 10

- Iritasi saluran pernafasan → hipersalivasi

- Mual - muntah pasca bedah (iritan)

- Dapat berbahaya pada penderita Diabetes Melitus

- Glukosa darah ↑ akibat pelepasan adrenalin pada stadium II dan

stadium III anestesi

10. Dan bagaimana pula dengan kloroform, halotan, siklopropan, nitrus

oksida, dan

pentotal?

a. Kloroform :

- Keuntungan :

Non irritable, relaksasi otot baik, tidak mudah terbakar, tidak mudah

meledak (non explosive)

- Kerugian :

Depresi miokard, hepatotoksik

b. Halotan :

- Keuntungan :

Potensi anestesi : poten, non iritan, non explosive, induksi cepat,

pemulihan baik, mual muntah pasca bedah jarang

- Kerugian :

Batas keamanan tidak lebar, relaksasi otot bergaris kurang, depresi

miokard dan vasodilatasi, dapat terjadi hipotensi. Meningkatkan

sensitivitas miokard terhadap adrenalin (terjadi aritmia), depresi

pernafasan, aliran darah otak meningkat oleh karena resistasi vaskular

otak menurun, menimbulkan komplikasi seperti hepatitis pasca bedah.

c. Siklopropan :

- Keuntungan :

Bekerja, saturasi O2 hampir 100%, dapat diberikan dalam bermacam-

13

Page 14: Prak 3 Farmako Anastesi

macam konsentrasi tanpa mempengaruhi fungsi badan

- Kerugian :

Sangat eksplosif dan mudah terbakar, cenderung mempengaruhi dan

menekan

pernapasan

d. Nitrous oksida :

- Keuntungan :

Non irritable, non explosive, induksi dan pemulihan cepat, efek analgesia

besar, terjadi euforia, batas keamanan lebar, efek terhadap sistem

kardiovaskular dan pernafasan kecil, peningkatan aliran darah ke otak

paling kecil

- Kerugian:

Potensi anestesi lemah, relaksasi otot bergaris kurang baik, pada akhir

anestesi dapat terjadi hipoksia ringan.

e. Pentotal :

- Keuntungan:

Induksinya sangat cepat, pemulihan cepat kecuali bila diberikan secara

berulang-ulang, non iritan, tidak ada mual muntah pasca bedah, sensitisasi

epinefrin terhadap jantung tidak ada.

- Kerugian:

Efek analgesia kecil

11. Anestesi umum apa sajakah yang tidak boleh digunakan pada penderita

yang

baru menderita hepatitis infeksiosa?

Anestesi halotan, karena anestesi jenis ini dapat menghasilkan metabolit yang

dapat merusak hepar.

12. Anastesi manakah yang baik / dapat digunakan pada penderita dengan

tuberculosis paru dupleks ?

Anasthesi yang baik / dapat digunakan pada penderita dengan tuberculosis

paru dupleks adalah anasthesi yang tidak mengiritasi saluran napas dan tidak

14

Page 15: Prak 3 Farmako Anastesi

merangsang sekresi kelenjar bronkus, yaitu Ketamin, karena hanya

menganasthesia area spesifik saja di otak, dan tidak menyebabkan depresi

pernafasan, sehingga nafas tetap normal.

13. Apakah pemberian adrenalin dapat dilakukan pada semua anasthesi

diatas? Dengan anastesi apa yang tidak boleh? Jelaskan!

Tidak. Pada anasthesi menggunakan halotan tidak boleh diberikan adrenalin,

karena halotan memberikan efek kardiovaskular dengan meningkatkan

sensitifitas miokardium terhadap adrenalin, sehingga jika diberikan adrenalin,

bisa menyebabkan terjadinya aritmia. Pada anestesi menggunakan ketamin

juga tidak boleh dikombinasikan dengan adrenalin recovery-nya sudah lama

dan tekanan darahnya sudah bisa meningkat tanpa adrenalin.

BAB 5

PENUTUP

15

Page 16: Prak 3 Farmako Anastesi

5.1 Kesimpulan

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan obat anastesi menguap, yaitu eter,

karena eter memiliki sifat anastetik kuat pada kadar rendah dan mudah larut dalam

lemak, darah, dan jaringan sehingga dapat memperlambat terjadinya keseimbangan

dan terlewatinya induksi. Pemberian eter terus-menerus seiring berjalannya waktu

akan membawa kelinci pada tingkatan-tingkatan stadium, mulai dari stadium 1,

stadium 2, stadium 3 plane 1, stadium 3 plane 2, dan stadium 3 plane 3. Pada stadium

3 plane 3 pemberian eter harus dihentikan karena jika diteruskan dan kelinci

memasuki stadium 3 plane 4 dan stadium 4 akan menyebabkan kematian.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan pengamatan secara teliti pada kelinci percobaan

sehingga dapat diketahui dengan tepat kapan kelinci mulai memasuki stadium I, II,

III dan IV. Selain itu, pada saat melakukan praktikum perlu berhati-hati, terutama

ketika kelinci memasuki stadium 2 karena kelinci cenderung memberontak.

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 17: Prak 3 Farmako Anastesi

Boulton, Thomas B 1994. Anestethetic for Medical Students, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.Indonesia

Sabiston, David C. 1992. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC. halaman 135-136.

17