PPT KAYU

7
Jaminan Kualitas Kayu yang dirawat Spesifikasi dan Kondisi perawatan Spesifikasi pada pengobatan berbagai produk kayu dengan proses tekanan telah dikembangkan oleh AWPA. Spesifikasi ini membatasi tekanan, suhu, dan kondisi waktu serta perawatan untuk menghindari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan cedera serius pada kayu. Spesifikasi ini juga mengandung persyaratan minimum untuk penetrasi pengawet dan tingkat penyimpanan serta rekomendasi untuk penanganan kayu setelah perawatan guna menyediakan produk yang berkualitas Pemeriksaan terhadap Kualitas Perawatan Pemeriksaan Pengelolaan Kualitas standar AWPA menentukan bagaimana sebuah kayu diwajibkan harus diperiksa untuk memastikan kesesuaian dengan standar pengawetan. Informasi penting lainnya yang harus ditampilkan termasuk jenis bahan pengawet , penyimpanan bahan pengawet , dan kategori tujuan penggunaannya. Efek pada Lingkungan Pada kayu, mekanisme bahan pengawet dirancang untuk digunakan pada bagian terluar dari kayu yang ditujukan untuk menjaga bahan-bahan aktif dalam kayu dan mengurangi kerusakan pada kayu. Studi yang terlebih dahulu menunjukkan bahwa sebagian kecil bahan aktif dari semua jenis pengawet kayu dapat merusak kayu itu sendiri Oleh karena itu, Bahan pengawet semua berpotensi beracun bagi berbagai organisme pada konsentrasi tinggi, namun studi laboratorium menunjukkan bahwa tingkat bahan pengawet kehabisan dari kayu diperlakukan umumnya terlalu rendah untuk membuat bahaya biologis. Dalam beberapa tahun terakhir, Studi-studi terbaru dari dampak lingkungan dari kayu diperlukan untuk mengungkapkan beberapa permasalahan. Semua jenis kayu yang diberi pengawet diteliti dan dievaluasi. Bahan pengawet yang dimasukkan umumnya merupakan bahan-bahan beracun (toxic materials), agar jasad-jasad hidup perusak kayu tidak menyerang. Dengan kata lain, sebagian besar dari bahan pengawet ini adalah racun.

description

fgchcgjcgjjggh

Transcript of PPT KAYU

Page 1: PPT KAYU

Jaminan Kualitas Kayu yang dirawatSpesifikasi dan Kondisi perawatan

Spesifikasi pada pengobatan berbagai produk kayu denganproses tekanan telah dikembangkan oleh AWPA. Spesifikasi ini membatasi tekanan, suhu, dan kondisi waktu serta perawatan untuk menghindari kondisi-kondisi yang akan menyebabkancedera serius pada kayu. Spesifikasi ini juga mengandungpersyaratan minimum untuk penetrasi pengawet dantingkat penyimpanan serta rekomendasi untuk penanganan kayusetelah perawatan guna menyediakan produk yang berkualitas

Pemeriksaan terhadap Kualitas Perawatan

Pemeriksaan Pengelolaan Kualitas standar AWPA menentukan bagaimana sebuah kayu diwajibkan harus diperiksa untuk memastikan kesesuaian dengan standar pengawetan. Informasi penting lainnya yang harus ditampilkan termasuk jenis bahan pengawet , penyimpanan bahan pengawet , dan kategori tujuan penggunaannya.

Efek pada Lingkungan

Pada kayu, mekanisme bahan pengawet dirancang untuk digunakan pada bagian terluar dari kayu yang ditujukan untuk menjaga bahan-bahan aktif dalam kayu dan mengurangi kerusakan pada kayu.

Studi yang terlebih dahulu menunjukkan bahwa sebagian kecil bahan aktif dari semua jenis pengawet kayu dapat merusak kayu itu sendiri

Oleh karena itu, Bahan pengawet semua berpotensi beracun bagi berbagai organisme pada konsentrasi tinggi, namun studi laboratorium menunjukkan bahwa tingkatbahan pengawet kehabisan dari kayu diperlakukan umumnya terlalurendah untuk membuat bahaya biologis.

Dalam beberapa tahun terakhir, Studi-studi terbaru dari dampak lingkungan dari kayu diperlukan untuk mengungkapkan beberapa permasalahan. Semua jenis kayu yang diberi pengawet diteliti dan dievaluasi. Bahan pengawet yang dimasukkanumumnya merupakan bahan-bahan beracun (toxic materials), agar jasad-jasad hidup perusak kayu tidak menyerang. Dengan kata lain, sebagian besar dari bahan pengawet ini adalah racun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kayu yang diawetkan dengan bahan preservatif yang beracun berpotensi untuk menjadi bahan pencemar lingkungan hidup manusia dan lingkungan hidup umumnya

Dari hasil beberapa penelitian, kayu yang diawetkan melepaskan sejumlah kecil komponen pengawet tersebut ke lingkungan.

Untuk mengawetkan kayu di samping dengan cara-cara tradisional yang tidak menggunakan racun seperti perendaman dalam air dan pengeringan, sebagian besar dilakukan dengan cara memasukkan bahan pengawet (preservatif) ke dalam kayu. Bahan pengawet yang dimasukkan

Page 2: PPT KAYU

umumnya merupakan bahan-bahan beracun (toxic materials), agar jasad-jasad hidup perusak kayu tidak menyerang. Dengan kata lain, sebagian besar dari bahan pengawet ini adalah racun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kayu yang diawetkan dengan bahan preservatif yang beracun berpotensi untuk menjadi bahan pencemar lingkungan hidup manusia dan lingkungan hidup umumnya

Daur Ulang dan Aturan Pembuangan Kayu dirawat

Kayu diperlakukan tidak terdaftar sebagai limbah berbahaya berdasarkan hukum federal, dan dapat dibuang setiap fasilitas pengelolaan limbah resmi di bawah hukum negara bagian dan lokal untuk mengelola bahan tersebut

menggunakan kembali kayu diobati dapat menjadi alternatif untuk pembuangan . Dalam banyak situasi kayu diperlakukan dihapus dari aplikasi asli yang mempertahankan integritas daya tahan dan struktural yang cukup untuk digunakan kembali dalam aplikasi yang serupa .

Pembuangan sisa-sisa bahan pengawet setelah proses pengawetan (waste disposal) perlu dilakukan dengan saksama. Sisa-sisa bahan pengawet tidak boleh dibuang di sungai, selokan dsb. yang dapat mengakibatkan kematian biota air. Sebaiknya diusahakan agar bahan-bahan buangan ini dirembeskan ke dalam tanah yang jauh dari sumber air atau diusahakan agar diadakan perlakuan (treatment) tertentu yang dapat mengubah atau menguraikan bahan-bahan tersebut menjadi tidak beracun.

 

 

 

KERACUNAN DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH BAHAN PENGAWET KAYU 

(Poisoning and enironmental pollution by wood preservatives)

 Oleh:

 

Page 3: PPT KAYU

Rudy C Tarumingkeng 

 Untuk mengawetkan kayu di samping dengan cara-cara tradisional yang tidak menggunakan racun seperti perendaman dalam air dan pengeringan, sebagian besar dilakukan dengan cara memasukkan bahan pengawet (preservatif) ke dalam kayu. Bahan pengawet yang dimasukkanumumnya merupakan bahan-bahan beracun (toxic materials), agar jasad-jasad hidup perusak kayu tidak menyerang. Dengan kata lain, sebagian besar dari bahan pengawet ini adalah racun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kayu yang diawetkan dengan bahan preservatif yang beracun berpotensi untuk menjadi bahan pencemar lingkungan hidup manusia dan lingkungan hidup umumnya. Untuk mencegah akibat-akibat buruk yang dapat timbul terhadap manusia dan lingkungan oleh penggunaan bahan pengawet dan penggunaan kayu yang telah diawetkan, masyarakat perlu diberi pengertian mengenai masalah ini. Keracunan oleh bahan pengawet dapat terjadi karena hal-hal berikut: 

1.             Keracunan karena bahan pengawet yang tercecer disebabkan oleh kemasan dan penyimpanannya yang kurang baik.

2.             Keracunan karena pelakuan yang kurang hati-hati dalam proses pegawetan. Untuk mencegahnya ikutilah petunjuk-petunjuk pemakaian, misalnya menjaga agar bahan racun tidak mengenai kulit, dan bila bahan pengawet bersifat volatif (mudah menguap) agar menghindar untuk tidak menghirupnya melalui hidung (pakai masker).

3.             Keracunan yang timbul karena bersentuhan atau dalam lingkungan kayu yang telah diawetkan. Walaupun kebanyakan kayu yang telah diawetkan dianggap tidak membahayakan manusia dan lingkungannya, perlu diingat bahwa kayu yang diawetkan mengandung racun di dalamnya.

4.             Pembuangan sisa-sisa bahan pengawet setelah proses pengawetan (waste disposal) perlu dilakukan dengan saksama. Sisa-sisa bahan pengawet tidak boleh dibuang di sungai, selokan dsb. yang dapat mengakibatkan kematian biota air. Sebaiknya diusahakan agar bahan-bahan buangan ini dirembeskan ke dalam tanah yang jauh dari sumber air atau diusahakan agar diadakan perlakuan (treatment) tertentu yang dapat mengubah atau menguraikan bahan-bahan tersebut menjadi tidak beracun.

5.             Penggunaan wadah (kaleng, plastik dsb.) bekas kemasan dan alat dalam proses pengawetan untuk keperluan lain sebaiknya dihindari, apalagi bila digunakan untuk menaruh bahan makanan. Hal tersebut di atas perlu dihindari agar keracunan oleh bahan pengawet tidak terjadi. Mekanisme fisiologis keracunan Bahan-bahan racun seperti preservatif, pestisida dsb. masuk kedalam tubuh organisme (jasad hidup) melalui: 1. Kulit luar2. Mulut dan saluran makanan

Page 4: PPT KAYU

3. Saluran pernapasan Melalui kulit, bahan racun dapat memasuki pori-pori atau terserap langsung ke dalam sistem tubuh, terutama bahan yang larut minyak (polar). Melalui mulut, racun dapat terserap seperti halnya makanan, langsung masuk peredaran darah. Melalui saluran pernapasan racun dapat terserap ke dalam sistem tubuh dan dapat langsung mempengaruhi sistem pernapasan(pengambilan oksigen dan pembuangan CO2). Pengaruh racun dapat timbul segera setelah masuknya racun (acute toxicity), dalam hal ini racun tersebut racun akut. Gejala keracunan dapat pula terjadi lambat, setelah beberapa bulan atau beberapa tahun – dan di bahan racun penyebabnya disebut racun kronis (chronic toxicity). Racun jenis organofosfat seperti malathion yang biasa digunakan untuk pencegah serangan kumbang ambrosia (Scolytidae) dan kumbang bubuk (pinhole borers: Lyctus, Heterobostrychus, Dinoderus) merupakan racun akut. Racun jenis organokhlorin atau hidrokarboberkhlor seperti DDT, Chlordan, Lindane dll. merupakan racun kronis yang baru terasa efeknya setelah bertahun-tahun karena diperlukan waktu yang lamauntuk menumpuk (akumulasi) racun ini dalam lemak tubuh. Sebaliknya, racun akut yang sebagian besar terdiri dari senyawa-senyawa larut dalam air bekerja sangat cepat tapi tidak bersifat akumulatif dan mudah tercuci serta terurai menjadi komponen yang tidak beracun.Pada umumnya bahan pengawet yang beracun dapat digolongkan dalam tiga golongan besar yaitu: 1. Pengawet yang bersifat minyak,2. Pengawet larut minyak dan3. Pengawet larut air. Di antara pengawet minyak terdapat kreosost yang merupakan campuran bermacam-macam senyawa organik yang berasal dari residu destilasi minyak bumi. Bahan pengawet larut minyak biasanya terdiri atas senyawa-senyawa organik yang bersifat racun kronis, memliki afinitasterhadap lemak tubuh sehingga bersifat akumulatif dalam tubuh jasad hidup. Contoh racun yang larut dalam minyak adalah semua senyawa organokhlorin seperti DDT, endrin, Chlordane, lindane yang sampai kini sebagian masih digunakan untuk melindungi bangunan dari serangan rayap tanah. Senyawa bahan pengawet larut air adalah racun-racun dari golongan organofosfat(malathion dll.) serta garam-garam sulfat, arsenat, Cu, , Cr, dan boron.Bahan pengawet larut air sebagian besar merupakan racun akut. Racun kronis Racun kronis menimbulkan gejala keracunan setelah waktu yang relatif lama karena kemampuannya menumpuk (akumulasi) dalam lemak yang terkandung dalam tubuh. Racun ini juga apabila mencemari lingkungan (air, tanah) akan meninggalkan residu yang sangat sulit untuk dirombak atau dirubah menjadi zat yang tidak beracun, karena kuatnya ikatan kimianya.Ada di antara racun ini yang dapat dirombak oleh kondisi tanah tapi hasil rombakan masih juga merupakan racun. Demikian pula halnya, ada yang

Page 5: PPT KAYU

dapat terurai di dalam tubuh manusia atau hewan tapi menghasilkan metabolit yang juga masih beracun. Misalnya sejenis insektisidaorganoklorin, Dieldrin yang disemprotkan dipermukaan tanah untuk menghindari serangan rayap tidak akan berubah selama 50 tahun sehingga praktis tanah tersebut menjadi tercemar untuk berpuluh-puluh tahun. Dieldrin ini bisa diserap oleh tumbuhan yang tumbuh di tempat ini dan bilarumput ini dimakan oleh ternak misalnya sapi perah maka dieldrin dapat menumpuk dalam sapi tersebut yang kemudian dikeluarkan dalam susu perah. Manusia yang minum susu ini selanjutnya akan menumpuk dieldrin dalam lemak tubuhnya dan kemudian akan keracunan. Jadi dieldrin yang mencemari lingkungan ini tidak akan hilang dari lingkungan, mungkin untuk waktu yang sangat lama. Racun akut Racun akut kebanyakan ditimbulkan oleh bahan-bahan racun yang larut air dan dapat enimbulkan gejala keracunan tidak lama setelah racun terserap ke dalam tubuh jasad hidup. Contoh yang aling nyata dari racun akut adalah “Baygon” yang terdiri dari senyawa organofosfat (insektisida atau racun serangga) yang seringkali disalahgunakan untuk meracuni manusia, yang efeknya telah terlihat hanya beberapa menit setelah racun masuk ke dalam tubuh. Walaupun semua racun akut ini dapat menyebabkan gejala sakit atau kematian hanya dalam waktu beberapa saat setelah masuk ke dalam tubuh, namun sifatnya yang sangat mudah dirombak oleh suhu yang tinggi, pencucian oleh air hujan dan sungai serta faktor-faktor fisik dan biologis lainnya menyebabkan racun ini tidak memegang peranan penting dalam pencemaran lingkungan. Pestisida dan pencemaran lingkunganRacun kronis sangat berbahaya bagi lingkungan karena daya bertahannya (residual effects) yang sangat lama disebabkan sukar terurai sehingga sekali racun ini digunakan ia akan berada dalam lingkungan untuk waktu yang sangat lama sampai berpuluh-puluh tahun. Sebagai contoh, Ddttidak terurai oleh sinar matahari ataupun sinar ultraviolet. Tekanan uapnya 1.5 x 10 -7 mm Hg -- demikian rendahnya sehingga DDT merupakan racun yang sangat besar efek residunya. Salah satu sifat buruk DDT dan pestisidapestisida organokhlorin lainnya adalah kecenderungannya untuk menempel pada lemak (lipofilik), sebagaimana telah disinggung di atas. Pestisidagolongan organokhlorin dan senyawa-senyawa heterosiklin yang bersifat racun kronis kuat adalah: DDT, Rothane, Dilan, Kelthane, gamma BHC, Chlordane, Heptachlor, Aldrin, Endrin, Toxaphene, Strobane, Kepone dan Mirex. Daya larut bahan-bahan racun ini dalam air sangat rendah: DDT hanya 0,2 part per billion (ppb). Untuk menilai derajat pencemaran oleh pestisida digunakan jasadjasad indikator baik nabati (tumbuh-tumbuhan) maupun hewani. Jasadindikator ini cenderung menyerap bahan pestisida dari lingkungan hidupnya. Salah satu jasad indikator pencemaran adalah moluska (jenis-jenis kerang). Makin besar kandungan racun dalam air, makin besar pula kandungan pestisida dalam tubuh kerang. Ikan cenderung menumpuk pestisida dalam lemak tubuhnya dan bila ikan ini pindah ke perairan lain yang belum tercemar, racunpun ikut terbawa sehingga daerah

Page 6: PPT KAYU

pencemaran menjadi lebih luas lagi. Cacing tanah merupakan binatang indikator pencemaran untuk tanah-tanah yang tercemar karena cacing tanah menelan tanah dalam jumlah yang besar untuk menjaring sejumlah kecil jasad renik untuk makanannya, sebagaimana kerang menelan air dalam jumlah yang besar untuk menyaringmakannya. Literatur Tarumingkeng, Rudy C. 1992. Insektisida –sifat, mekanisme kerja dan

dampak penggunaannya. UKRIDA Press, 250 p.