Ppok

11
A. MANIFESTASI KLINIS PPOK memberikan gambaran manifestasi klinis dari aspek anamnesis dan pemeriksaan fisis, yaitu (PDPI, 2003): 1. Anamnesis a. Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan. b. Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja. c. Riwayat penyakit emfisema pada keluarga. d. Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara. e. Batuk berulang dengan atau tanpa dahak. f. Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi. 2. Pemeriksaan fisik PPOK dini umumnya tidak ada kelainan. a. Inspeksi 1.) Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu). 2.) Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding). 3.) Penggunaan otot bantu napas. 4.) Hipertropi otot bantu napas. 5.) Pelebaran sela iga.

description

j

Transcript of Ppok

Page 1: Ppok

A. MANIFESTASI KLINIS

PPOK memberikan gambaran manifestasi klinis dari aspek anamnesis dan

pemeriksaan fisis, yaitu (PDPI, 2003):

1. Anamnesis

a. Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala

pernapasan.

b. Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja.

c. Riwayat penyakit emfisema pada keluarga.

d. Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir

rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok

dan polusi udara.

e. Batuk berulang dengan atau tanpa dahak.

f. Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi.

2. Pemeriksaan fisik

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan.

a. Inspeksi

1.) Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu).

2.) Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding).

3.) Penggunaan otot bantu napas.

4.) Hipertropi otot bantu napas.

5.) Pelebaran sela iga.

6.) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di

leher dan edema tungkai.

7.) Penampilan pink puffer atau blue bloater.

b. Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.

c. Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma

rendah, hepar terdorong ke bawah.

d. Auskultasi

1.) Suara napas vesikuler normal, atau melemah.

Page 2: Ppok

2.) Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada

ekspirasi paksa.

3.) Ekspirasi memanjang.

4.) Bunyi jantung terdengar jauh.

Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan

pernapasan pursed-lips breathing.

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema

tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.

Pursed-lips breathing

Sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang

memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan

retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi

CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Faal paru

a. Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)

1.) Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau

VEP1/KVP (%). Obstruksi: % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%

VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %.

2.) VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai

beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

3.) Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE

meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan

memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.

b. Uji bronkodilator

1.) Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan

APE meter.

Page 3: Ppok

2.) Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20

menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan

VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.

3.) Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.

2. Darah rutin: Hb, Ht, leukosit.

3. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain,

seperti:

Pada emfisema terlihat gambaran:

a. Hiperinflasi

b. Hiperlusen

c. Ruang retrosternal melebar

d. Diafragma mendatar

e. Jantung menggantung (jantung pendulum/ tear drop/ eye drop appearance)

Pada bronkitis kronik terlihat gambaran:

a. Normal

b. Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

(PDPI, 2003)

C. DIAGNOSIS

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala

ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan

tanda inflasi paru. Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak

nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, serta adanya riwayat faktor

resiko. Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala (PDPI, 2003).

Diagnosa dapat ditegakkan yang pertama yakni dengan anamnesa.

Meliputi keluhan utama dan keluhan tambahan. Biasanya keluhan pasien adalah

batuk maupun sesak napas yang kronis dan berulang. Tipe emfisema paru sehari-

hari cenderung memiliki keluhan sesak napas yang biasanya diekspresikan berupa

pola napas yang terengah-engah. Pada tipe bronkitis kronis gejala batuk sebagai

keluhan yang menonjol, batuk disertai dahak yang banyak kadang kental dan

kalau berwarna kekuningan pertanda adanya super infeksi bakteriel. Gangguan

pernapasan kronik, PPOK secara progresif memperburuk fungsi paru dan

keterbatasan aliran udara khususnya saat ekspirasi, dan komplikasi dapat terjadi

Page 4: Ppok

gangguan pernapasan dan jantung. Perburukan penyakit menyebabkan

menurunnya kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari, bahkan sampai

kehilangan kualitas hidup (Suradi, 2007).

Adanya Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala

pernapasan. Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja juga sering

ditemukan. Kemudian adanya riwayat penyakit emfisema pada keluarga dan

terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah

(BBLR), infeksi saluran napas berulang dan lingkungan asap rokok dan polusi

udara. Kemudian adanya Batuk berulang dengan atau tanpa dahak dan sesak

dengan atau tanpa bunyi mengi (PDPI, 2003).

Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, pada inspeksi didapati pursed-lips

breathing atau sering dikatakan mulut setengah terkatup atau mulut mencucu. Lalu

adanya barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding). Pada

saat bernapas dapat ditemukan penggunaan otot bantu napas dan hipertropi otot

bantu napas. Pelebaran sela iga dan bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat

denyut vena jugularis leher dan edema tungkai. Dan adanya Penampilan pink

puffer atau blue bloater. Pada saat palpasi didapati stem fremitus yang lemah pada

penderita emfisema dan adanya pelebaran iga. Dan saat perkusi pada penderita

emfisema akan didapati hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma

rendah, hepar terdorong ke bawah. Auskultasi berguna untuk mendengar apakah

suara napas vesikuler normal, atau melemah, apakah terdapat ronki dan atau

mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang

dan bunyi jantung terdengar jauh (PDPI, 2003).

Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan untuk membantu

menegakkan diagnosa adalah Faal paru, dengan menggunakan Spirometri (VEP1,

VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP) Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak

mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, namun dapat dipakai

sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore. Lalu uji faal

paru lainnya dapat dilakukan Uji bronkodilator biasa untuk PPOK stabil. Selain

faal paru, yang rutin dilakukan adalah darah rutin (melihat leukosit, Hb dan

hematokrit). Dan pemeriksaan radiologi yakni foto toraks posisi PA untuk melihat

apakah ada gambaran emfisema atau bronkitis kronis.

Adapun pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah pemeriksaan faal

paru dengan pengukuran Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional

Page 5: Ppok

(KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, dll. Lalu lainnya adalah uji latih

kardiopulmoner, uji provokasi bronkus, uji coba kortikosteroid, analisis gas darah,

CT Scan resolusi tinggi, elektrokardiografi, ekokardiografi, bakteriologi dan kadar

alfa-1 antitripsin (PDPI, 2003).

D. KLASIFIKASI

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD) 2008, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dibagi atas 4 derajat

berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu:

1. Derajat 1 (PPOK ringan)

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan

aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat

ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

2. Derajat 2 (PPOK sedang)

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%;

50% < VEP1 < 80% prediksi), disertai dengan adanya pemendekan dalam

bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh

karena sesak nafas yang dialaminya.

3. Derajat 3 (PPOK berat)

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan6y aliran udara yang semakin

memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% <VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak

nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi

yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.

4. Derajat 4 (PPOK sangat berat)

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%;

VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya

gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan (GOLD, 2008).

A. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis PPOK harus didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang karena berbagai penyakit dapat memiliki gejala

dan tanda menyerupai PPOK.

Page 6: Ppok

Tabel 3. Diagnosis banding PPOK

Diagnosis Gejala

PPOK Onset pada pertengahan

Gejala progresif lambat

Lamanya riwayat merokok

Sesak saat aktivitas

Sebagian besar hambatan aliran udara

Irreversibel

Asma Onset awal sering pada anak

Gejala bervariasi dari hari ke hari

Gejala pada malam / menjelang pagi

Disertai atopi, rhinitis, atau eksim

Riwayat keluarga asma

Sebagian besar keterbatasan aliran udara

Reversibel

Gagal jantung kongestif Auskultasi terdengar ronki halus di bagian

basal.

Foto thoraks tampak jantung membesar, edema

paru

Uji faal paru menunjukkan restriksi bukan

obstruksi

Bronkiektasis Sputum produktif dan purulen

Umumnya terkait dengan infeksi bakteri.

Auskultasi terdengar ronki kasar

Foto thoraks / CT Scan thoraks menunjukkan

pelebaran dan penebalan bronkus.

Tuberkulosis Onset segala usia

Foto thoraks menunjukkan infiltart.

Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)

Page 7: Ppok

Prevalensi tuberkulosis tinggi di daerah

endemis.

Bronkiolitis obliterans Onset pada usia muda, bukan perokok.

Mungkin memiliki riwayat rheumatoid arthritis

atau pajanan asap.

CT Scan thoraks pada ekspirasi menunjukkan

daerah hipodens.

Panbronkiolitis difus Lebih banyak pada laki-laki bukan perokok.

Hampir semua menderita sinusitis kronik

Foto thoraks dan HRCT thoraks menunjukkan

nodul opak menyebar kecil di centrilobular dan

gambaran hiperinflansi.

(GOLD, 2010)

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Gloal strategy for

the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary

disease. National Institutes of Health. National Heart, Lung and Blood

Institute, Update 2010.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003). Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

Suradi (2007). Pengaruh Rokok pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK):

Tinjauan Patogenesis, Klinis dan Sosial. Solo: UNS Press.