PPn & PPnBM

31
1. Fasilitas Khusus Di Bidang PPN/PPnBM : Tidak Dipungut, Dibebaskan Fasilitas di bidang PPN dan PPnBM adalah PPN dan PPnBM yang terutang dibebaskan atau tidak dipungut, baik sebagian atau seluruhnya, sementara waktu atau selamanya. Fasilitas PPN dan PPn BM terutang tidak dipungut atau dibebaskan, diberikan terhadap : a. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean, seperti Kawasan Berikat, KAPET. b. Penyerahan BKP/JKP Tertentu. c. Impor BKP Tertentu. d. Pemanfaatan BKP tdk berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. e. Pemanfaatan JKP tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 2. PPN dan PPnBM Atas Penyerahan Kepada Pemungut Pajak A. Pemungut PPN Berdasarkan Pasal 16A UU PPN Jo Kep Pres Nomor 56 tahun 1988, Pemungut PPN adalah : 1. Instansi Pemerintah : a. Kantor Perbendaharaan Negara b. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah

Transcript of PPn & PPnBM

Page 1: PPn & PPnBM

1.      Fasilitas Khusus Di Bidang PPN/PPnBM : Tidak

Dipungut, Dibebaskan

Fasilitas di bidang PPN dan PPnBM adalah PPN dan PPnBM yang

terutang dibebaskan atau tidak dipungut, baik sebagian atau

seluruhnya, sementara waktu atau selamanya.

Fasilitas PPN dan PPn BM terutang tidak dipungut atau

dibebaskan, diberikan terhadap :

a. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di

dalam Daerah Pabean, seperti Kawasan Berikat, KAPET.

b. Penyerahan BKP/JKP Tertentu.

c. Impor BKP Tertentu.

d. Pemanfaatan BKP tdk berwujud tertentu dari luar Daerah

Pabean  di dalam Daerah Pabean.

e. Pemanfaatan JKP tertentu dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean.

2.      PPN dan PPnBM Atas Penyerahan Kepada

Pemungut Pajak

A.    Pemungut PPN

Berdasarkan Pasal 16A UU PPN Jo Kep Pres Nomor 56 tahun

1988, Pemungut PPN adalah :

1. Instansi Pemerintah :

a.       Kantor Perbendaharaan Negara

b.      Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah

2. Badan-badan tertentu :

a.       Pertamina

b.      Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya di

bidang Pertambangan

c.       Badan Usaha Milik Negara dan Daerah

d.      Bank Pemerintah dan Bank Pembangunan Daerah

Page 2: PPn & PPnBM

Berdasarkan Kepeutusan Menteri Keuangan Nomor

563/KMK.03/2003 mulai 1 Januari 2004 pemungut Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM adalah Bendaharawan

pemerintah dan kantor perbendaharaan dan kas negara.

B. Obyek Pemungutan Di Bidang PPN

Obyek pemungutan di bidang ppn

1. Setiap pembayaran yang dilakukan oleh Pemungut PPN,

kecuali :

a.       Pembayaran yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 500.000

termasuk PPN/PPnBM dan tidak merupakan jumlah yang

terpecah-pecah

b.      Pembayaran untuk pembebasan tanah

c.       Pembayaran atas penyerahan BKP yang PPNnya

ditanggung oleh Pemerintah

d.      Pembayaran BBM dan Non BBM yang penyerahannya

dilakukan oleh Pertamina

e.       Pembayaran atas jasa telekomunikasi yang diserahkan

oleh PT Telkom

f.       Pembayaran atas Jasa Angkutan Udara Dalam Negeri

g.      Pembayaran kepada perseorangan yang mnyewakan

ruangan atau rumah tinggal yang nilai sewa seluruhnya tidak

melebihi Rp 30.000.000 setahun

h.      Pembayaran untuk penyerahan bukan BKP dan bukan JKP

i.        Pembayaran untuk penyerahan JKP yang dilakukan oleh

Instansi Pemerintah yang menjalankan fungsi Pemerintah

j.        Pembayaran atas penyerahan JKP yang dilakukan oleh

Instansi Pemerintah kepada Instansi Pemerintah lainnya

sepanjang dananya berasal dari APBN/D dan Instansi

Page 3: PPn & PPnBM

Pemerintah yang menerima pembayaran memasukkannya

kedalam Mata Anggaran penerimaan instansi tersebut

k.      Pembayaran kepada Rekanan non PKP atau non NPWP

yang tidak didasarkan atas kontrak.

2. Pembayaran kepada Rekanan non PKP atau non NPWP yang

menyerahkan  BKP atau JKP berdasarkan kontrak /purchase

order.

B.     Obyek Pemungutan Di Bidang PPnBM

Dalam hal Pemungut PPN melakukan pembayaran kepada

Rekanan non Pabrikan atas penyerahan BKP yang Tergolong

Mewah, maka tidak perlu memungut PPnBM karena atas

penyerahan ini hanya terutang PPN, tidak terutang PPnBM.

C.    Mekanisme Pemungutan

1.      Saat pajak terutang adalah pada saat pembayaran.

Dalam pasal 30 PP nomor 50/ 1994 ditetapkan bahwa pajak

yang terutang dipungut pada saat pembayaran oleh Pemungut

PPN

2.      Pada saat PKP Rekanan memasukkan tagihan diwajibkan

membuat :

a.       Faktur Pajak yang sudah diisi lengkap

b.      SSP yang hanya diisi Identitas PKP Rekanan dan Jumlah

PPN terutang, sedangkan kolom Masa Pajak dan tanggal

pembuatan serta tanda tangan dikosongi

3.      Faktur Pajak dibuat rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan :

Lembar ke-1 : untuk Pemungut PPN

Lembar ke-2 : untuk PKP yang bersangkutan

Lembar ke-3 : untuk kepala KPP melalui Pemungut PPN

Page 4: PPn & PPnBM

4.      SSP dibuat rangkap 5 (lima) dengan peruntukan :

Lembar ke-1 : untuk PKP Rekanan

Lembar ke-2 : untuk KPP melalui KPKN

Lembar ke-3 : untuk PKP Rekanan guna dilampirkan pada SPT

Masa PPN

Lembar ke-4 : untuk Bank Persepsi / Kantor Pos dan Giro

Lembar ke-5 : untuk Pemungut PPN

5.      Dalam hal Bank Pemerintah atau Bank Pembangunan

Daerah bertindak sebagai Kasir dari Bendaharawan

Pemerintah, maka Faktur Pajak dan SSP yang diteruskan ke

Bank yang bersangkutan melalui Bendaharawan. Yang

diwajibkan memungut dan melapor adalah Bank yang

bersangkutan

6.      Saat Pelaporan

a.       Bagi Bendaharawan / KPKN selaku Pemungut PPN, pajak

yang telah dipungut dan telah disetor ke Kas Negara melalui

Bank Persepsi selambat-lambatnya tanggal 7 bulan berikutnya

dan dilaporkan ke KPP selambat-lambatnya tanggal 14 pada

bulan yang sama dengan bulan setoran

b.      Bagi badan-badan tertentu selaku Pemungut PPN, pajak

yang telah dipungut dan telah disetor ke Kas Negara selambat-

lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya, wajib dilaporkan

kepada KPP selambat-lambatnya tanggal 20 pada bulan yang

sama dengan bulan dilakukan setoran

c.       Atas pembayaran yang tidak wajib dipungut PPN/PPnBM,

tetap dilaporkan dengan cara mencantumkan sebagai catatan

pada halaman yang kosong yang terdapat pada formulir

Laporan Pemungutan PPN/PPnBM

Page 5: PPn & PPnBM

d.      Bagi PKP Rekanan, jumlah pembayaran yang telah

diterima dari Pemungut PPN dilaporkan dalam SPT Masa PPN

pada masa pajak diterima pembayaran, apabila pembayaran

diterima dari KPKN, dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada

masa pajak sesuai dengan tanggal mesin kas register.

E. Pengawasan Dan Sanksi

Pengawasan dan Sanksi yang dapat diterapkan terhadap

Pemungut PPN dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1.   Berdasarkan pasal 6 dan pasal 9 Keputusan Menteri

Keuangan nomor 1287/KMK.04/1988. Bagi Bendarawan selaku

Pemungut PPN yang tidak melaksanakan kewajibannya dengan

baik dapat dikenakan sanksi melalui :

a. Pengawasan yang dilakukan oleh KPKN dengan cara tidak

menyetujui permintaan pembayaran berikutnya yang diajukan

oleh Bendaharawan

b. Pengawasan dilakukan juga oleh Kepala KPP dengan cara

mengirim Surat Tegoran kepada Bendaharawan yang belum

menyampaikan laporan tentang pemungutan dan penyetoran

PPn/PPnBM yang telah dilakukan. Surat Tegoran ini

ditembuskan kepada Kepala KPKN yang bersangkutan

2.      Berdasarkan Surat Edaran Seri PPN-133 diberikan

penegasan lebih lanjut bahwa bagi KPKN dan Bendaharawan

yang tidak melaksanakan kewajibannya, dapat dikenakan

sanksi di bidang Kepegawaian atau bahkan apabila memenuhi

unsur pidana dapat dikenakan sanksi pidana.

F. Ketentuan Khusus

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 238/

Page 6: PPn & PPnBM

KMK.04/1996, dilakukan penunjukan perusahaan operator

telepon seluler sebagai Pemungut PPN atas Impor dan/atau

penyerahan pesawat telepon.

Sebagai petunjuk pelaksanaannya adalah Surat Edaran DirJen

Pajak nomor SE- 15/PJ.531/1996 yang menegaskan bahwa

Perusahaan Operator Telepon Seluler juga berkedudukan

sebagai PKP yang wajib memungut, menyetor dan melaporkan

PPN yang terutang atas penyerahan jasa pengaktifan dan

pulsa atas telepon seluler.

Kewajiban Perusahaan Operator Telepon Seluler sebagai PKP

adalah sebagai berikut :

1.      Besarnya PPN yang harus dipungut atas telepon seluler

yang akan diaktifkan adalah :

a.       Dalam hal merk ponsel tersebut terdaftar dan operator

adalah ATPM/Dealer dari ponsel tersebut, maka PPN yang

harus dipungut sebesar 10 % dari harga ponsel ditambah biaya

pengaktifan.

b.      Dalam hal ponsel tersebut terdaftar dan operatornya

bukan dealer dari ATPM dan ponsel tersebut didukung dengan

Faktur Pajak dari ATPM/Dealer, maka besarnya PPN yang

dipungut sebesar 10 % dari biaya pengaktifan

c.       Dalam hal ponsel tersebut merknya terdaftar dan

operatornya bukan dealer dari ATPM dan ponsel tersebut tidak

didukung oleh Faktur Pajak, maka besarnya PPN yang harus

dipungut adalah adalah 10 % dari (Rp 4.000.000 + biaya

pengaktifan)

d.      Dalam hal ponsel tersebut merknya terdaftar dan

operatornya bukan dealer dari ATPM dan ponssel didukung

Faktur Pajak yang bukan dari ATM/dealer, maka besarnya PPN

yang harus dipungut adalah 10 % dari (Rp 4.000.000 – DPP

yang tercantum dalam Faktur Pajak + biaya pengaktifan)

Page 7: PPn & PPnBM

e.       Dalam hal ponsel tersebut merknya tidak terdaftar dan

ponsel tersebut didukung dengan Faktur Pajak, besarnya PPN

yang dapat dipungut adalah 10 % dari (Rp 4.000.000 – DPP

yang tercantum dalam Faktur Pajak + biaya pengaktifan)

f.       Dalam hal ponsel tersebut merknya tidak terdaftar dan

tidak didukung dengan Faktur Pajak , besarnya PPN yang harus

dipungut adalah 10 % dari Rp 4.000.000 + biaya pengaktifan

2.      PPN wajib dipungut pada saat pengaktifan ponsel oleh

operator

3.      Pelaporan menggunakan SPT Masa PPN 1195

4.      Saat penyetoran dan pelaporan mengikuti mekanisme

yang sudah ada.

3.      Ketentuan Atas Transaksi/Industri Khusus:

a.      Pajak Properti ( Apartemen, Real Estate, Dan

Konstruksi)

Pajak Properti terdiri dari membeli property baik secara

perorangan maupun melalui developer/ pengembang property,

ada pajak-pajak yang dikenakan pemerintah kepada anda.

Biasanya pajak telah dimasukkan kedalam harga jual jika anda

membeli property melalui developer/pengembang property.

Besarnya pajak sangat tergantung jenis, luas, dan lokasi

property.

Berdasarkan UU No. 8 /1983 STDD No 42/2009

PPN atas property hanya dikenakan satu kali saat membeli

property baru, baik dari developer maupun perorangan.

Besarnya pajak 10 persen dari nilai transaksi. Properti yang

dipungut PPN nilainya diatas 36 juta. Jika membeli property

dari developer, untuk pembayaran dan pelaporan biasanya

dilakukan melalui developer. Tapi jika membeli dari

perorangan, pembayaran dilakukan sendiri setelah transaksi,

Page 8: PPn & PPnBM

selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya dan

dilaporkan ke kantor pajak setempat selambat-lambatnya

tanggal 20 bulan berikutnya.

b.      Pedagang Perhiasan (Emas)

Pengertian

·         Pengusaha Toko Emas Perhiasan adalah orang pribadi

yang melakukan kegiatan usaha di bidang penyerahan emas

perhiasan, berdasarkan pesanan maupun penjualan langsung,

baik produksi sendiri maupun pihak lain; yang memiliki

karakteristik pedagang eceran.

·         Emas Perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun

yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari emas dan atau

logam mulia lainnya, termasuk yang dilengkapi dengan batu

permata dan atau bahan lain yang melekat atau terkandung

dalam emas perhiasan tersebut;

·         Harga Jual Emas Perhiasan adalah nilai berupa uang,

termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta

oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan karena penyerahan

emas perhiasan, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam

Faktur Pajak.

·         Kegiatan yang dilakukan oleh Pengusaha Toko Emas

Perhiasan meliputi;

a. membuat dan atau menjual emas perhiasan;

b. membuat emas perhiasan berdasarkan pesanan;

c. menyuruh orang lain untuk membuat emas perhiasan yang

akan dijual;

d. jual beli emas perhiasan;

e. jual beli emas perhiasan dengan batu permata;

f. memperbaiki dan memodifikasi emas perhiasan;

g. jasa-jasa lain yang berkaitan dengan emas perhiasan.

Page 9: PPn & PPnBM

Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak

Penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Toko Emas

Perhiasan terutang PPN sebesar 10% dari harga jual emas

perhiasan. Yang Perlu Dilakukan Oleh Pengusaha Toko Emas

Perhiasan

·      Pengusaha Toko Emas Perhiasan wajib melaporkan

usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

·      Pengusaha Toko Emas Perhiasan yang melakukan

penyerahan emas perhiasan wajib membuat Faktur Pajak,

memungut, dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai yang

terutang, serta melaporkannya pada Surat Pemberitahuan

Masa PPN.

Penghitungan PPN yang Terutang

Penghitungan PPN yang terutang dilakukan dengan 2 (dua)

cara, yaitu:

·      Menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan PPN

dengan cara sebagai berikut:

a. PPN yang terutang atas penyerahan emas perhiasan oleh

Pengusaha Toko Emas Perhiasan adalah 10% X Harga Jual

Emas Perhiasan;

b. Jumlah PPN yang harus dibayar oleh Pengusaha Toko Emas

adalah 10% X 20% X Jumlah seluruh penyerahan emas

perhiasan.

·      Pajak Masukan berkenaan dengan penyerahan Emas

Perhiasan yang dilakukan oleh Pengusaha Toko Emas

Perhiasan yang menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar

Pengenaan Pajak tidak dapat dikreditkan;

·      Pengusaha Toko Emas Perhiasan yang memiliki lebih dari

satu tempat penjualan; dan salah satu tempat penjualan

tersebut menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan

Page 10: PPn & PPnBM

Pajak (DPP), maka semua tempat penjualan yang lain wajib

menggunakan Nilai Lain sebagai DPP; dan penyerahan emas

perhiasan antar tempat penjualan tidak terutang PPN.

Menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan (PM)

dan Pajak Keluaran (PK).

·      Untuk menghitung PPN yang terutang wajib menggunakan

mekanisme pengkreditan PM terhadap PK sesuai dengan

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak

Pertambahan Nilai dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000. - Wajib

memberitahukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

di tempat PKP dikukuhkan.

Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN)

·      Pengusaha Toko Emas Perhiasan yang menggunakan

mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran,

wajib menggunakan formulir SPT Masa PPN beserta lampiran-

lampirannya dan harus memberitahukan ke Kantor Pelayanan

Pajak tempat Pengusaha Toko Emas Perhiasan dikukuhkan.

·      Pengusaha Toko Emas Perhiasan yang memilih

menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak

diwajibkan mengisi SPT Masa PPN Pedagang Eceran dan tidak

diperkenankan menggunakan Pedoman Penghitungan

Pengkreditan Pajak Masukan.

c.       Transaksi Syariah

Untuk memberikan kepastian kegiatan usaha bank yang

terutang dan tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Page 11: PPn & PPnBM

Dirjen Pajak telah memberikan penegasan melalui Surat

Edaran (SE) Nomor 121/PJ/2010 tanggal 23 November 2010.

Perlakuan PPN lerhadap kegiatan usaha bank umum dapat

dibedakan menjadi sebagai berikut:

·      kegiatan usaha bank umum yang merupakan

penyerahan jasa keuangan yang tidak terulang PPN, yang

karakteristiknya sebagai berikut:

a.    jasa keuangan yang diserahkan berupa jasa pembiayaan

yang mendapatkan imbalan berupa bunga, atau

b.   jasa keuangan yang diserahkan secara langsung oleh bank

kepada nasabah, dalam hal jasa keuangan tersebut bukan jasa

pembiayaan; dan

·      kegialan usaha bank umum yang merupakan

penyerahan jasa yang terutang PPN.

Berikut ini disampaikan Kegiatan usaha Bank Umum yang

merupakan penyerahan jasa yang terutang PPN meliputi:

1.   memindahkan uang untuk kepentingan bukan nasabah;

2.   melakukan penempatan dana dari nasabah kepada

nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak

tercatat di bursa efek;

3.   menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga

dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;

4.   menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat

berharga;

5.   melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak

lain berdasarkan suatu kontrak;

6.   membeli, menjual atau menjamin untuk kepentingan dan

atas perintah nasabahnya:

o  surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh

bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada

kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

Page 12: PPn & PPnBM

o  surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang

masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam

perdagangan surat-surat dimaksud;

o  kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan

pemerintah;

o  Sertifikat Bank Indonesia (SBI);

o  obligasi;

o  surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu)

tahun;

o  instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai

dengan 1 (satu) tahun.

melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank

sepanjang tidak bertentangan dengan UU Perbankan dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di samping usaha di atas, bank umum juga dapat melakukan

kegiatan yang bukan merupakan penyerahan jasa, misalnya

berupa membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui

pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan

penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau

berdasarkan kuasa untuk menjual di luar Ielang dari pemilik

agunan dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi

kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang

dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya, sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 12A UU Perbankan. Dalam hal ini,

penjualan agunan, yang telah diambil alih oleh bank tersebut,

merupakan penyerahan Barang Kena Pajak yang terutang PPN.

Bank yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak yang

terutang PPN, kecuali pengusaha kecil yang batasannya

ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan

usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang

Page 13: PPn & PPnBM

terutang dan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap

penyerahan Jasa Kena Pajak.

Dalam hal Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Syariah

melakukan kegiatan usaha yang sama, perlakuan PPN atas

kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Syariah

tersebut adalah sama dengan perlakuan PPN atas kegiatan

usaha Bank Umum.

Perbedaan perlakuan antara transaksi konvensional dan

transaksi berbasis syariah juga disebutkan di penjelasan

Peraturan Pemerintah sebagai tindak lanjut Pasal 31D khusus

bidang usaha berbasis syariah yaitu Peraturan Pemerintah No.

25 Tahun 2009. Penjelasan dari Peraturan Pemerintah ini

diantaranya menyebutkan:

Perbedaan antara transaksi berdasarkan prinsip syariah

dengan transaksi berdasarkan sistem konvensional tersebut

akan mengakibatkan beberapa implikasi. Perbedaan tersebut

menyebabkan perlakuan perpajakan yang berbeda dalam

suatu industri yang sama, yaitu untuk kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syariah dan kegiatan usaha berdasarkan

sistem konvensional. Dengan perlakuan yang berbeda

tersebut, maka perlakuan perpajakan menjadi tidak netral bagi

para pihak yang terlibat untuk menentukan pilihan apakah

menggunakan transaksi berdasarkan prinsip syariah atau

berdasarkan sistem konvensional. Implikasi berikutnya terkait

dengan kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan bagi kegiatan

usaha berdasarkan prinsip syariah tertentu, apabila ketentuan

Pajak Penghasilan yang berlaku umum diterapkan atas

transaksi syariah yang mendasari kegiatan usaha tersebut.

Berikut ini adalah kutipan dari PP ini di anggap perlu :

Usaha Berbasis Syariah adalah setiap jenis usaha yang

menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang

Page 14: PPn & PPnBM

meliputi perbankan syariah, asuransi syariah, pegadaian

syariah, jasa keuangan syariah, dan kegiatan usaha berbasis

syariah lainnya.

Ketentuan mengenai penghasilan, biaya, dan pemotongan

pajak atau pemungutan pajak dari kegiatan Usaha Berbasis

Syariah berlaku mutatis mutandis ketentuan dalam

Undang-Undang Pajak Penghasilan bahwa ketentuan

perpajakan yang berlaku umum berlaku pula untuk kegiatan

Usaha Berbasis Syariah.

Pembiayaan murabahah menggunakan prinsip jual beli

sehingga memunculkan margin yang merupakan selisih antara

dana yang diberikan dengan total dana yang harus

dikembalikan oleh penerima dana. Karena terkait dengan

pembiayaan, bukan semata-mata transaksi jual beli. Maka

terhadap margin tersebut diperlakukan sebagai penghasilan

yang merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan.

Jika peraturan perpajakan merupakan satu kesatuan, tidak

dilihat secara parsial, maka Pertaturan Pemerintah ini

menegaskan bahwa pembiayaan bukan jual beli sehingga atas

transaksi pembiyaan murabahah tidak terutang PPN [bukan

objek PPN]. Disini, bank tidak ditempatkan sebagai penjual

atau pembeli, tapi dianggap sebagai lembaga keuangan.

d.      Pedagang Eceran (Retail)

Pengertian Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran (PKP PE)

terdiri dari:

·      Pedagang Eceran yang menggunakan Norma

Penghitungan Penghasilan Neto adalah Pengusaha Orang

Pribadi dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan

bruto selama 1 (satu) tahun buku tidak lebih dari Rp

600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah); dan

Page 15: PPn & PPnBM

·      Pedagang Eceran Selain Yang Menggunakan Norma

Penghitungan Penghasilan Neto adalah Pengusaha Orang

Pribadi dan atau Badan yang menyelenggarakan pembukuan,

Kegiatan usaha atau pekerjaan utama yang dilakukan oleh

Pedagang Eceran yaitu dengan cara:

a.    Menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) melalui suatu

tempat penjualan eceran seperti toko, kios, atau dengan cara

penjualan yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir,

atau dengan cara penjualan dari rumah ke rumah;

b.   Menyediakan BKP yang diserahkan di tempat penjualan

secara eceran tersebut; dan

c.   Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa

didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan

tertulis,kontrak atau lelang dan pada umumnya bersifat tunai,

dan pembeli pada umumnya datang ke tempat penjualan

tersebut langsung membawa sendiri BKP yang dibelinya.

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran

Pedagang Eceran yang telah memenuhi kriteria tersebut, wajib

melaporkan usahanya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

setempat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

paling lambat akhir bulan berikutnya setelah bulan

dilampauinyabatas nilai peredaran BKP. Batas nilai peredaran

bruto yaitu Jumlah peredaran BKP telah melebihi Rp

600.000.000,00 (enam ratus juta) setahun. Dalam hal

pengusaha tersebut tidak melaporkan usahanya untuk

dikukuhkan sebagai PKP, maka KPP yang bersangkutan dapat

menerbitkan keputusan pengukuhan secara jabatan.

Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai

Page 16: PPn & PPnBM

1.   Pedagang Eceran yang menggunakan Norma Penghitungan

Penghasilan Netto; dapat menggunakan Pedoman

Pengkreditan Pajak Masukan untuk menghitung besarnya

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dengan cara sebagai

berikut:

·      Pajak Keluaran (PK) = Nilai Peredaran Bruto dan atau

Penerimaan Bruto yang terutang PPN pada masa pajak yang

bersangkutan (tidak termasuk PPN) x Tarif PPN 10%.

·      Pajak Masukan (PM) yang dapat dikreditkan adalah: Untuk

penyerahan BKP oleh Pedagang Eceran dengan Norma

Penghitungan Penghasilan Netto adalah 80% x Pajak Keluaran.

Contoh:

Nilai Peredaran Bruto BKP masa Juli 2002 (tidak termasuk PPN)

= Rp 40.000.000,-

Catatan:

PKP wajib membuat catatan nilai peredaran bruto dan atau

penerimaan bruto yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak.

2.   PKP Pedagang Eceran selain yang menggunakan Norma

Penghitungan Penghasilan Netto wajib menggunakan

mekanisme pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak

Keluaran sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983

tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang PK 10% x Rp

40.000.000, Rp. 4.000.000, PM yang dapat dikreditkan

80%xRp 4.000.000, Rp. 3.200.000, PPN yang terhutang Rp.

800.000,dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000. PPN yang terutang =

Harga jual atas penyerahan barang dagangan x Tarif PPN 10%

Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT MASA PPN)

PKP Pedagang Eceran yang menggunakan Norma

Page 17: PPn & PPnBM

Penghitungan Penghasilan Neto dan selain yang menggunakan

Norma Penghitungan Penghasilan Netto yang melakukan

penyerahan BKP :

a.    Wajib mengisi SPT Masa PPN beserta lampirannya

(formulir 1107) dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak

(KPP) tempat PKP PE dikukuhkan; dan

b.   Wajib membuat Faktur Pajak, memungut dan menyetor

pajak yang terutang serta melaporkannya pada SPT Masa PPN.

o   Slip Cash Register atau Segi Cash Register yang dibuat

dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Sederhana.

o   Apabila harga jual BKP sudah termasuk PPN, Slip Cash

Register atau Segi Cash Register wajib diberi keterangan

“untuk BKP harga sudah termasuk PPN”.

o   Pencantuman alamat Pedagang Eceran pada Slip Cash

Register atau Segi Cash Register dapat disingkat.

e.       Leasing

Dirjen Pajak telah mengeluarkan penegasan baru mengenai

perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi sewa guna

usaha (leasing) dengan hak opsi dan transaksi penjualan dan

penyewagunausahaan kembali (sale and leaseback), sebagai

penegasan dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor

1169/KMK.01/1991 dengan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor

SE-129 /PJ/2010 sebagai pengganti dari SE-10/PJ.42/1994.

Kegiatan sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan

pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik

secara sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease)

maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease),

untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama

jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara

angsuran.

Page 18: PPn & PPnBM

Transaksi sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi

Dalam hal Barang Kena Pajak berupa barang modal yang

menjadi objek pembiayaan berasal dari pemasok (Supplier):

1. Barang Kena Pajak tersebut dianggap diserahkan secara

langsung oleh Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier)

kepada lessee;

2. Lessor tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena

Pajak karena dianggap hanya menyerahkan jasa

pembiayaan yang merupakan jenis jasa yang tidak

dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

3. Pengusaha Kena Pajak pemasok wajib menerbitkan

Faktur Pajak kepada lessee dengan menggunakan

identitas lessee sebagai pembeli Barang Kena

Pajak/penerima Jasa Kena Pajak (tidak menggunakan

metode qualitate qua (q.q.)).

4. Dasar Pengenaan Pajak yang dicantumkan dalam Faktur

Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 3 adalah

sebesar Harga Jual dari Pengusaha Kena pajak pemasok.

Dalam hal Barang Kena Pajak berupa barang modal yang

menjadi objek pembiayaan berasal dari dari persediaan yang

telah dimiliki oleh lessor:

• Lessor pada dasarnya melakukan dua jenis penyerahan,

yaitu:

◦ penyerahan jasa pembiayaan yang tidak dikenai Pajak

Pertambahan Nilai; dan

◦ penyerahan Barang Kena Pajak, yang merupakan objek

Pajak Pertambahan Nilai.

• Lessor harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan

harus menerbitkan Faktur Pajak atas penyerahan Barang

Kena Pajak tersebut kepada lessee. Pengukuhan lessor

Page 19: PPn & PPnBM

sebagai Pengusaha Kena Pajak ini dilakukan dengan

tetap memperhatikan batasan Pengusaha Kecil menu rut

ketentuan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

• Dasar Pengenaan Pajak yang dicantumkan dalam Faktur

Pajak adalah Harga Jual, tidak termasuk unsur bunga

yang diminta atau seharusnya diminta oleh lessor karena

jasa pembiayaan yang diserahkannya.

• Penggunaan qualitate qua (q.q.) pad a bagian nama dan/atau

NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa

Kena Pajak pada Faktur Pajak yang telah diterbitkan oleh

Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) sebelum

diberlakukannya Surat Edaran ini dapat dibenarkan dan

tidak menjadikan Faktur Pajak tersebut cacat.

Transaksi penjualan dan penyewagunausahaan kembali

(sale and leaseback)

Dalam hal penyewagunausahaan kembalinya merupakan sewa

guna usaha dengan hak opsi:

• penyerahan Barang Kena Pajak dari lessee kepada lessor

(sale) tidak termasuk dalam pengertian penyerahan

Barang Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai

karena:

◦ Barang Kena Pajak yang menjadi objek pembiayaan

berasal dari milik lessee, yang dijual oleh lessee

untuk kemudian dipergunakan kembali oleh lessee;

◦ lessor pad a dasarnya hanya melakukan penyerahan

jasa pembiayaan, tanpa bermaksud memiliki dan

menggunakan barang yang menjadi objek

pembiayaan tersebut;

◦ penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dari lessee

Page 20: PPn & PPnBM

kepada lessor pada dasarnya merupakan

penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan

utangpiutang;

• penyerahan jasa sewa guna usaha dengan hak opsi oleh

lessor kepada lessee (leaseback) merupakan jasa

pembiayaan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai,

Dalam hal penyewagunausahaan kembalinya merupakan sewa

guna usaha tanpa hak opsi:

• penyerahan Barang Kena Pajak dari lessee kepada lessor

(sale) dikenai Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

• penyerahan jasa sewa guna usaha tanpa hak opsi oleh lessor

kepada lessee (leaseback) dikenai Pajak .

f.       Kegiatan Membangun Sendiri (KMS)

Berdasarkan Pasal 16C UU No.8/1983 STDD 42/2009, Kegiatan

membangun sendiri dikenakan PPN apabila:

1.      Membangun sendiri tersebut dilakukan tidak dalam

kegiatan usaha atau pekerjaan oleh ornag pribadi atau badan,

yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak

lain, termasuk yang dilakukan melalui kontraktor atau

pemborong tetapi atas kegiatan membangun sendiri tersebut

tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.

2.      Bangunan adalah berupa satu atau lebih konstruksi

teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada satu

kesatuan tanah/ dan atau perairan dengan criteria:

a.       Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan

batu bara atau bahan sejenis dan/atau baja;

b.      Diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan

usaha;

Page 21: PPn & PPnBM

c.       Luas keseluruhan paling sedikit 300m2 (tiga ratus meter

persegi)

3.      Termasuk kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan

membangun bangunan yang dilakukan melalui kontraktor atau

pemborong tetapi atas kegiatan membangun tersebut tidak

dipungut Pajak Pertambahan Nilai, dan kontraktor atau

pemborong tersebut bukan merupakan Pengusaha Kena pajak.

Bangunan permanen adalah bangunan yang konstruksi

utamanya terdiri dari beton dan/atau  bahan lain yang umur

bangunannya lebih dari 25 (dua puluh lima tahun).

Tarif dan Pengenaan Pajak

1.      Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN sebesar 10

% (sepuluh persen) dari Dasar  Pengenaan Pajak.

2.      Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun

sendiri adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah biaya

yang dikeluarkan dan atau dibayarkan, tidak termasuk harga

perolehan tanah.

3.      Termasuk dalam pengertian jumlah biaya yang

dikeluarkan dan atau dibayarkan untuk membangun sendiri

adalah juga jumlah PPN yang dibayar atas perolehan bahan

dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut.

Saat dan tempat pajak terutang:

1.      Saat yang menentukan PPN terutang adalah saat

dimulainya secara fisik kegiatan membangun sendiri (menggali

fondasi, memasang tiang pancang dan lain-lain).

2.      Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara

bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan

sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut

tidak lebih dari 2 (dua) tahun.

3.      Tempat pajak terutang atas kegiatan pajak membangun

Page 22: PPn & PPnBM

sendiri adalah di temapt bangunan tersebut didirikan.

Penyetoran dan Pelaporan

1.      PPN yang terutang sebesar 10% x 40% dari seluruh biaya

yang dikeluarkan dan atau dibayarkan, harus disetorkan

seluruhnya dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)

atas nama orang pribadi atau badan yang melaksanakan

kegiatan membangun sendiri ke Kantor Pos atau Bank Persepsi

paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan

terjadinya pengeluaran biaya tersebut. Dalam hal kegiatan

membangun sendiri dilakukan oleh PKP, PPN yang tercantum

dalam SSP tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak

Keluaran, karena pembayaran PPN tersebut merupakan

pembayaran PPN untuk kegiatan tidak dalam kegiatan usaha

atau pekerjaan PKP yang bersangkutan.

2.      Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan

membangun sendiri wajib melaporkan pada KPP di tempat

bangunan tersebut berada dengan mempergunakan SSP

lembar ke tiga bukti setoran PPN paling lambat tanggal 20

pada bulan dilakukannya penyetoran.

Kegiatan Membangun Sendiri Di Kawasan Real Estat

1.      Membangun sendiri pada kawasan Real Estat di atas

tanah yang diperoleh sesudah 31 Desember 1994, tidak

dikategorikan sebagai membangun sendiri, tetapi dianggap

dibangun oleh Real Estat. Karena pada dasarnya Real Estat

tidak boleh menjual tanah. Dengan demikian kegiatan

membangun sendiri pada kawasan Real Estat di atas tanah

yang diperoleh sebelum 1 Januari 1995 masih dapat

dikategorikan sebagai kegiatan membangun sendiri. Dalam hal

ini perlakuan PPN-nya sama dengan kegiatan membangun

sendiri bukan di dalam kawasan Real Estat.

2.      Dalam hal perolehan tanah kavling pada kawasan Real

Page 23: PPn & PPnBM

Estat terjadi sesudah tanggal 1 Januari 1995, maka :

·         Kegiatan membangun sendiri oleh pemilik kavling,

dianggap dibangun oleh PKP Real Estat.

·         Dasar Pengenaan Pajak adalah sebesar nilai bangunan

(tidak termasuk harga tanah) yang dihitung oleh PKP Real

Estat seandainya rumah tersebut dibangun oleh PKP Real

Estat.

·         Seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kavling

sehubungan dengan pembangunan rumah tersebut, dilaporkan

kepada PKP Real Estat setiap bulan dan dianggap sebagai

pembayaran termin. Berdasarkan laporan pemilik kavling, PKP

Real Estat harus memungut PPN yang terutang kepada pemilik

kavling, kemudian menyetor dan melaporkannya dalam SPT

Masa PPN pada bulan yang bersangkutan.

·         Apabila rumah tersebut telah selesai dibangun, PKP Real

Estat harus menentukan nilai bangunan rumah tersebut sesuai

dengan patokan harga yang berlaku. Dalam hal nilai bangunan

yang dihitung oleh PKP Real Estat lebih besar dari jumlah biaya

yang telah dilaporkan oleh pemilik kavling, maka atas selisih

tersebut harus dipungut PPN, disetordan dilaporkan oleh PKP

Real Estat dalam SPT Masa PPN bulan yang bersangkutan.

Apabila patokan harga bangunan yang berlaku lebih kecil

daripada jumlah biaya yang dilaporkan maka DPP yang dipakai

adalah jumlah biaya yang dilaporkan oleh pemilik kavling

tersebut, dan atas selisih tersebut tidak dapat direstitusi.

·         Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau

Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk membangun rumah

tersebut tidak dapat dikreditkan