ppk og

12
 GAWAT JANIN 1. Pengertian (Definisi) 1. Gawat jani n dapat dis ebab kan ole h berba gai mac am fakt or yang meny ebabkan penuru nan alir an darah utero plase nta sehing ga terjadi asfiksia intrauterin karena kegagalan transport oksigen  pada ruang intervilosa yang bila dibiarkan dapat menyebabkan kematian janin atau kerusakan jaringan yang permanen. 2. Keadaan hi poksia jani n. 3. Suat u keadaa n tergangg uny a kes ejah ter aan jani n. 2. Anamnesis eberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya gawat janin !aktor "aternal # $ipotensi sistemik %syok& Supine hipotensi 'enyakit pembuluh darah %ateroma& (nemia )a sospasme akibat hipertensi Kontraksi uterus yang berlebihan !aktor janin# (nemia 'enekanan tali pusat 'enurunan cardiac output Kelahiran kurang bulan !aktor plasenta # *nfark plasenta Solusio plasenta 'lasenta previa 3. Peme ri ksaan F is ik  'emantauan denyut jantung %  fetal heart rate+!$,& dengan auskul tasi menggu nakan stet oskop monoau ral+d optone secar a  berkala. (uskultasi berkala dengan menggunakan stetoskop monoaural+doptone sebaiknya dilakukan setiap 2 jam pada kala * selama 1 menit- set elah kontra ksi ute rus dengan ket uban masih intak. 'ada ketuban sudah pecah sebaiknya dilakukan tiap 1- jam. Kardiotokografi. (pa bil a men ggunaka n kardiotokografi dapat dil ihat ada nya gambaran abnormal yang menggambarkan gawat janin berupa# / 0eselerasi variabel. / 0eselerasi lambat / 'enurunan variabilitas / Ga bu ng an s al ah s at u da ri ke tiga diat as den ga n ta ki ka rdi atau bradikardi. "ekonium staining. (nalisa gas darah janin.

description

ppk og

Transcript of ppk og

GAWAT JANIN

1. Pengertian (Definisi)1. Gawat janin dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor yang menyebabkan penurunan aliran darah uteroplasenta sehingga terjadi asfiksia intrauterin karena kegagalan transport oksigen pada ruang intervilosa yang bila dibiarkan dapat menyebabkan kematian janin atau kerusakan jaringan yang permanen.

2. Keadaan hipoksia janin.

3. Suatu keadaan terganggunya kesejahteraan janin.

2. AnamnesisBeberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya gawat janin

Faktor Maternal : Hipotensi sistemik (syok)

Supine hipotensi

Penyakit pembuluh darah (ateroma)

Anemia

Vasospasme akibat hipertensi

Kontraksi uterus yang berlebihan

Faktor janin:

Anemia

Penekanan tali pusat

Penurunan cardiac output Kelahiran kurang bulan

Faktor plasenta :

Infark plasenta

Solusio plasenta

Plasenta previa

3. Pemeriksaan Fisik Pemantauan denyut jantung (fetal heart rate/FHR) dengan auskultasi menggunakan stetoskop monoaural/doptone secara berkala. Auskultasi berkala dengan menggunakan stetoskop monoaural/doptone sebaiknya dilakukan setiap 2 jam pada kala I selama 1 menit, setelah kontraksi uterus dengan ketuban masih intak. Pada ketuban sudah pecah sebaiknya dilakukan tiap 1,5 jam.

Kardiotokografi.

Apabila menggunakan kardiotokografi dapat dilihat adanya gambaran abnormal yang menggambarkan gawat janin berupa:

Deselerasi variabel.

Deselerasi lambat

Penurunan variabilitas

Gabungan salah satu dari ketiga diatas dengan takikardi atau bradikardi. Mekonium staining. Analisa gas darah janin.

Gambaran Kardiotokografi

Penilaian perubahan FHR ialah berdasarkan pada

1. Baseline Rate

Normal baseline ialah antara 120-160 beat per minute (bpm). Jika baseline FHR diatas 160 bpm disebut takikardi dan bila dibawah 120 bpm disebut bradikardi.

2. Variabilitas

Variabilitas merupakan aspek penting pada FHR dan terdiri dari 2 komponen: Long term dan short term variability. Short term variability mencerminkan perbedaan interval yang sesungguhnya (beat to beat (R-R)). Long term variability mencerminkan perubahan FHR dengan siklus 3-6 menit. Variabilitas digambarkan sebagai perubahan FHR serial dengan arah positif dan negatif.

3. Akselerasi

Akselerasi adalah peningkatan mendadak (didefinisikan sebagai awitan akselerasi yang mencapai puncak dalam waktu 10 menit

< 5 selama

< 90 menit

Deselerasi variabel atipik,

deselerasi lambat,

prolonged deselerasi > 3

menit

4. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan darah janin.

Indikasi :

1. Deselerasi lambat berulang

2. Deselerasi variabel memanjang

3. Mekonium pada presentasi kepala

4. Hipertensi ibu

5. Variabilitas yang menyempit

Interpretasi hasil pemeriksaan darah janin

1. pH : 7,25: Normal

2. pH : 7,25 - 7,10: Tersangka asidosis, ulangi 10 menit lagi

3. pH : < 7,10: Asidosis, lahirkan janin segera.

5. PenatalaksanaanResusitasi Intra Uterine

a. Meningkatkan arus darah uterus dengan cara:

Menghindari tidur terlentang

Menguragi kontraksi uterus

Pemberian infus cairan

b. Meningkatkan arus darah tali pusat dengan mengubah posisi tidur ibu miring ke kiri.

c. Meningkatkan pemberian oksigen

Tindakan definitif

a. Persalinan pervaginam

b. Seksio sesaria

c. Penanganan bayi baru lahir

6. KonsultasiKonsultasi ke bagian Ilmu Kesehatan Anak untuk persiapan penanganan bayi baru lahir

7. Perawatan Rumah SakitSesuai dengan tindakan pervaginam atau perabdominam

Sesuai protokol Ilmu Kesehatan Anak bila asfiksia

8. TerapiSesuai dengan penatalaksanaan

9. Izin tindakanSesuai dengan izin pengobatan

10. Lama PerawatanSesuai dengan kondisi bayi mengacu pada tindakan medis yang diambil dan kondisi lahir bayi.

11. Indikator klinisPenurunan angka kesakitan dan angka kematian bayi.

EKLAMSI

1. Pengertian (Definisi)Eklamsi adalah kelainan akut pada preeklamsi, dalam kehamilan, persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan kesadaraan (gangguan sistem saraf pusat).

Eclampsia sine eclampsia adalah eklamsi yang ditandai oleh penurunan kesadaran tanpa kejang

2. DiagnosisPenderita preeklamsi berat disertai kejang

3. Anamnesis1. Umur kehamilan > 20 minggu

2. Hipertensi

3. Kejang

4. Penurunan kesadaran

5. Penglihatan kabur

6. Nyeri kepala hebat

7. Nyeri ulu hati

4. Pemeriksaan Fisik1. Kesadaran: somnolen sampai koma

2. Tanda vital: Tekanan darah >160/110 mmHg3. Proteinuria (+3)-(+4)

4. Diagnosa Banding1. Epilepsi

2. Hipertensi menahun, kelainan ginjal dan epilepsi

5. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan Hb, Ht, Lekosit, Trombosit, urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal.

2. Pemeriksaan foto rontgen thoraks

3. Pemeriksaan CT scan bila ada dugaan perdarahan otak.

4. Punksi lumbal, bila ada indikasi.

5. Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl; kadar glukosa, Urea N, Kreatinin, SGOT, SGPT, analisa gas darah, asam urat untuk mencari penyebab kejang yang lain.

6. Pemeriksaan USG, KTG

Cara pemberian MgSO4 ada dua pilihan:

1. Pemberian melalui intravena secara kontinyu (infus dengan infusion pump):

Dosis awal: 4 gram (10 cc MgSO4 40%) dilarutkan kedalam 100 cc ringer lactat, diberikan selama 15-20 menit.

Dosis pemeliharaan: 10 gram dalam 500 cc cairan RL, diberikan dengan kecepatan 1-2 gram/jam ( 20-30 tetes per menit)

2.Pemberian melalui intramuskuler secara berkala :

Dosis awal: 4 gram MgSO4 (20 cc MgSO4 20%) diberikan secara IV. dengan kecepatan 1 gram/menit.

Dosis pemeliharaan: Selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram (10 cc MgSO4 40%) IM setiap 4 jam. Tambahkan 1cc lidokain 2% pada setiap pemberian IM untuk mengurangi perasaan nyeri dan panas.

Bila timbul kejang-kejang ulangan maka dapat diberikan 2g MgSO4 40% IV selama 2 menit, sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 g hanya diberikan sekali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/kg/bb/IV pelan-pelan

Syarat-syarat pemberian MgSO4 :

1.Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc) diberikan IV dalam waktu 3-5 menit.

2.Refleks patella (+) kuat

3.Frekuensi pernafasan > 16 kali per menit

4.Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kg bb/jam)

Sulfas magnesikus dihentikan bila :

1.Ada tanda-tanda intoksikasi

2.Setelah 24 jam pasca salin

3. Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan darah (normotensif).

Perawatan pasien dengan serangan kejang :

Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.

Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.

Kepala direndahkan: daerah orofaring dihisap.

Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup longgar guna menghindari fraktur.

Pasien yang mengalami kejang-kejang secara berturutan (status konvulsivus), diberikan pengobatan sebagai berikut: Suntikan Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) IV perlahan-lahan.

Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulangan Benzodiazepin IV setiap 1/2 jam sampai 3 kali berturut-turut.

Selain Benzodiazepin, diberikan juga Phenitoin (untuk mencegah kejang ulangan) dengan dosis 3 x 300 mg (3 kapsul) hari pertama, 3 x 200 mg (2 kapsul) pada hari kedua dan 3 x 100 mg (1 kapsul) pada hari ketiga dan seterusnya.

Apabila setelah pemberian Benzodiazepin IV 3 kali berturut-turut, pasien masih tetap kejang, maka diberikan tetes valium (Diazepam 50 mg/5 ampul di dalam 250 cc NaCl 0,9%) dengan kecepatan 20-25 tetes/menit selama 2 hari.

Atas anjuran Bagian Saraf, dapat dilakukan :

Pemeriksaan CT scan untuk menentukan ada-tidaknya perdarahan otak.

Punksi lumbal, bila ada indikasi.

Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl, kadar glukosa, Urea N, Kreatinin, SGOT, SGPT, analisa gas darah, dll untuk mencari penyebab kejang yang lain.

Perawatan pasien dengan koma :

a. Atas konsultasi dengan bagian Saraf untuk perawatan pasien koma akibat edema otak:

Diberikan infus cairan Manitol 20% dengan cara: 200 cc (diguyur), 6 jam kemudian diberikan 150 cc (diguyur), 6 jam kemudian 150 cc lagi (diguyur) Total pemberian 500 cc dalam sehari. Pemberian dilakukan selama 5 hari.

Dapat juga diberikan cairan Gliserol 10% dengan kecepatan 30 tetes/menit selama 5 hari.

Dapat juga diberikan Dexamethason IV 4 x 2 ampul (8 mg) sehari, yang kemudian di tappering offb. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai"Glasgow-Pittsburgh-Coma Scale".

c.Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan pasien.

d.Pada koma yang lama, pemberian nutrisi dipertimbangkan dalam bentuk NGT (Naso Gastric Tube).

Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada :

a.edema paru

b.payah jantung kongestif

c. edema anasarka

Antihipertensi diberikan bila :

1.Tekanan darah :

Sistolik > 180 mmHg

Diastolik > 110 mmHg

2.Obat-obat antihipertensi yang diberikan :

Nifedipin 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit (maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan tekanan darah. Labetalol 10 mg IV. Apabila belum terjadi penurunan tekanan darah, maka dapat diulangi pemberian 20 mg setelah 10 menit, 40 mg pada 10 menit berikutnya, diulangi 40 mg setelah 10 menit kemudian, dan sampai 80 mg pada 10 menit berikutnya. Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau air untuk suntikan. Disuntikan mula-mula 5cc IV. perlahan-lahan selama 5 menit. Lima menit kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan lagi sisanya 5 cc IV selama 5 menit. Kemudian diikuti dengan pemberian secara tetes sebanyak 7 ampul dalam 500 cc Dextrose 5% atau Martos 10. Jumlah tetesan dititrasi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan, yaitu penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) sebanyak 20% dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10 menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian setiap jam sampai tekanan darah stabil.

Kardiotonika:

Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada tanda-tanda payah jantung. Jenis kardiotonika yang diberikan : Cedilanid-D

Perawatan dilakukan bersama dengan Bagian Penyakit Jantung

Lain-lain :

1.Obat-obat antipiretik

Diberikan bila suhu rektal di atas 38,5 C

Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol

2.Antibiotika

Diberikan atas indikasi

3.Anti nyeri

Bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat diberikan petidin HCl 50-75 mg sekali saja.

Pengobatan Obstetrik :

Sikap terhadap kehamilan

a. Sikap dasar :

Semua kehamilan dengan eklamsi dan impending eklamsi harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.

Gejala impending eklamsi, adalah :

a. Penglihatan kabur

b. Nyeri ulu hati

c. Nyeri kepala yang hebat

b.Saat pengakhiran kehamilan :

Terminasi kehamilanimpending eklamsi adalah dengan seksio sesarea. Persalinan pervaginam di pertimbangkan pada keadaan-keadaan sbb: Pasien inpartu, kala II.

Pasien yang sangat gawat (terminal state), yaitu dengan kriteria Eden yang berat.

HELLP syndrome

Komplikasi serebral (CVA, Stroke, dll)

Kontra indikasi operasi (ASA IV)

Perawatan rumah sakit :

Diperlukan perawatan di ruang rawat intensif, dan ruang HCU (High Care Unit).

Penyulit:

Gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan pembekuan darah, perdarahan otak, kematian

Prognosis: Dubia

Informed consent

Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat mengancam jiwa.Patologi anatomi: Tidak diperlukan

Otopsi: Dilakukan pada kasus kematian akibat eklamsi

Catatan medik: Mencakup keluhan utama, gejala klinis, riwayat obstetri, pemeriksaan fisik & penunjang, terapi, operasi, perawatan, tindak lanjut, konsultasi, prognosis

6. Pengobatan ObstetrikSikap terhadap kehamilan

a. Sikap dasar :

Semua kehamilan dengan eklamsi dan impending eklamsi harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.

Gejala impending eklamsi, adalah :

Penglihatan kabur

Nyeri ulu hati yang hebat

Nyeri kepala yang hebat

b. Saat pengakhiran kehamilan :

Terminasi kehamilan pasien eklamsi dan impending eklamsi adalah dengan seksio sesarea.

Persalinan pervaginam di pertimbangkan pada keadaan-keadaan sbb:

Pasien inpartu kala II.

Pasien yang sangat gawat (terminal state), yaitu dengan kriteria Eden yang berat.

Sindroma HELLP

Komplikasi serebral (CVA, Stroke, dll)

Kontra indikasi operasi (ASA IV)

Sindroma HELLP

Weinstein, 1982, yang mula-mula menggunakan istilah HELLP syndrome untuk kumpulan gejakla hemolysis, Elevated liver enzym dan Low Platelets yang merupakan gejala utama dari sindroma ini.

Diagnosis laboratorium:

Hemolisis:

adanya sel-sel spherocytes, schistocytes, triangular, dan sel Burr pada apus darah perifer

kadar bilirubin total > 1,2 mg%

Kenaikan kadar enzim hati

kadar SGOT > 70 IU/L

kadar LDH > 600 IU/L

Trombosit < 100 x 103/mm3Pengelolaaan :

Pada prinsipnya, pengelolaan terdiri dari:

1. Atasi hipertensi dengan pemberian obat antihipetensi (lihat pengelolaan preeklamsi berat).

2. Cegah terjadinya kejang dengan pemberian MgSO4.

3. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

4. Pemberian transfusi trombosit apabila kadar trombosit 100 cc/jam). Pemberian deksametason dipertahankan sampai pascasalin sebanyak 10 mg iv 2 kali sehari selama 2 hari, kemudian 5 mg iv 2 kali sehari selama 2 hari lagi.

7. Dianjurkan persalinan pervaginam, kecuali bila ditemukan indikasi seperti: serviks yang belum matang (skor Bishop < 6), bayi prematur, atau ada kontraindikasi persalinan pervaginam.8. Bila akan dilakukan operasi seksio sesarea, kadar trombosit < 50.000/mm3 merupakan indikasi untuk melakukan transfusi trombosit.

9. Pemasangan drain intraperitoneal dianjurkan untuk mengantisipasi adanya perdarahan intraabdominal. Bila ditemukan cairan asites yang berlebihan, perawatan pascabedah di ICU merupakan indikasi untuk mencegah komplikasi gagal jantung kongestif dan sindroma distres pernafasan.

Penyulit:Sindroma HELLP, gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan pembekuan darah, perdarahan otak.

Konsultasi:Disiplin ilmu terkait (UPF Ilmu Penyakit Dalam, ICU, UPF Syaraf, UPF Mata)

Perawatan Rumah Sakit : Lampiran protokol

Terapi: Lampiran protocolIzin Tindakan: Seksio sesarea, ekstraksi forseps, embryotomi

Lama Perawatan: Lampiran protokol

Unit Terkait: 1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam

2. Neurologi

3. ICU

4. Departemen Anestesi

5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak