Pperkerasan Jalan Ratu Agung
description
Transcript of Pperkerasan Jalan Ratu Agung
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Lalu lintas Harian Rata – rata (LHR)
Untuk menentukan perkembangan lalu lintas setiap tahunya selama umur
rencana, maka diperlukan data lalu lintas pada tahunnya selama umur rencana,
maka diperlukan data lalu lintas pembanding pada tahun sesudah awal umur
rencana yang mana data LHRnya sebagai berikut :
LHR0 = LHR x (1+i)n
LHR2012 = 17944 x (1+6 %)1
LHR2012 = 19020.64 = 19021
Tabel 5.1. Data lalu lintas jalan Ratu agung tahun 2011
Jenis Kendaraan LHR 2011
Gol 2 & 3 15000Gol 5b 1560Gol 6b 1234Gol 7a 150
5.2. Faktor Pertumbuhan lalu lintas
Besarnya pertumbuhan lalu lintas telah ditetapkan sebesar 6% untuk
semua jenis kendaraan selama umur rencana. Jumlah kendaraan dari tahun ke
tahun akan terus bertambah karena Faktor perkembangan daerah,kemampuan
masyarakat membeli kendaraan dan lain-lain faktor ini di nyatakan dalam persen
pertahun dengan persamaan :
Growth factor = (1+G)n−1
g
Growth factor = (1+0.06)10−1
0.06
Growth factor = 13,2
5.3. Tingkat Layanan
Nilai indeks pelayanan akhir (pt ) ditetapkan berdasar volume lalulintas
ADT = 2012 sebesar 3 (Tabel 3.2). Selanjutnya ∆PSI dapat dihitung dengan
perhitungan sebagai berikut:
∆𝑃𝑆𝐼 = 𝑝0 – 𝑝𝑡 ∆𝑃𝑆𝐼 = 4,2 – 3 = 1,2
5.4. Standar Deviasi
Standar deviasi keseluruhan (S0 ) adalah gabungan simpangan standar
dari perkiraan lalulintas dan pelayanan perkerasan. Besarnya nilai standar deviasi
keseluruhan pada AASHTO ini tergantung jenis perkerasan dan variasi
lalulintas. Kisaran standar deviasi (S0 ) yang disarankan untuk perkerasan lentur
adalah 0,35 – 0,45. Untuk perkerasan lentur dengan mempertimbangkan variasi
lalulintas digunakan standar deviasi keseluruhan (S0 ) sebesar 0,45.
5.5. Faktor ESAL
Fungsi logaritma dari perbandingan antara kehilangan tingkat pelayanan
dari p0 sampai pt dengan kehilangan tingkat pelayanan p0 = 4,2 dan pt = 3
dinyatakan sebagai nilai G. Untuk menentukan Faktor ESAL, nilai G dihitung
dengan nilai pt yang telah ditentukan sebelumnya yaitu sebesar 3. Nilai G dapat
dilihat pada perhitungan berikut:
G = log ( 4,2−Pt4.2−1.5 )
G = log ( 4,2−Pt4.2−1.5 )
G = log ( 4,2−34.2−1.5 )
G = -0,35218
Fungsi desain dan variasi beban sumbu kendaraan yang menyatakan
jumlah perkiraan banyaknya sumbu kendaraan yang akan diperlukan sehingga
permukaan perkerasan mencapai tingkat pelayanan = dinyatakan sebagai β. Nilai
SN yang telah disesuaikan dengan hasil perhitungan adalah 5,821 Nilai SN
digunakan untuk menghitung βx dan β18. Perhitungan βx dengan SN 5,821 untuk
kendaraan golongan 2 & 3 yang memiliki berat sumbu depan ( 1 ton = 2,2046
kips) :
βx = 0,40,081 x ( I x+ I 2)
3,23
(SN +1)5,19 x I 23,23
βx = 0,40,081x (2,2046+1 )3,23
(5,821+1 )5,19x13,23
= 0,400164
Hasil perhitungan nilai β18 dengan SN 5,821 adalah sebagai berikut :
βx = 0,40,081 x ( I 18+ I2 s)
3,23
(SN+1)5,19 x I 2 s3,23
βx = 0,40,081 x (18+1 )3,23
(5,821+1 )5,19x13,23
= 0,451427
Nilai faktor ESAL (LEF) dapat di hitung setelah Wx/W18 diketahui
W x
W 18
=[ L18+L2 s
Lx+L2 x]4,79[ 10
Gβx
10G
β 18] [L2 x ]4,33
W 2,2046
W 18
=[ 18+12,2046+1 ]
4,79[ 10−0,35210.400117
10−0,35210.436677
] [ 1 ]4,33
= 4005,13334
Nilai faktor ESAL (LEF) dapat di hitung setelah Wx/W18 diketahui
LEF = 1
WxW 18
LEF = 1
4005,1333=0,000250
Hasil perhitungan ESAL (LEF) untuk sumbu depan dapat dilihat pada tabel 5.2
dan untuk sumbu belakang dapat dilihat pada tabel 5.3 tabel
Tabel 5.2. Hasil Perhitungan Faktor ESAL (LEF) Sumbu Depan
JENIS KENDARAA
N
BEBAN DEPAN L
2β18 βx Wx/ W18 LEF
TON KIPS
Gol 2 & 3 12.2046
21
0.451427
0.400164 4005.133340 0.000250
Gol 5b 4.810.582
21
0.451427
0.410396 8.946919 0.111770
Gol 6b 5.111.243
61
0.451427
0.412438 6.924680 0.144411
Gol 7a 6.5 14.33 10.45142
70.425711 2.508130 0.398703
Tabel 5.3. Hasil Perhitungan Faktor ESAL (LEF) Sumbu Belakang
JENIS KENDARAA
N
BEBAN DEPANL2 β18 βx Wx/ W18 LEF
TON KIPS
Gol 2 & 3 1 2.20462 1 0.451427 0.400164 4005.133340 0.000250
Gol 5b 9.4 20.7235 1 0.451427 0.479267 0.584332 1.711357
Gol 6b 10 22.0462 1 0.451427 0.495943 0.466019 2.145837
Gol 7a 19.5 42.9901 2 0.451427 0.488727 0.474792 2.106184
Nilai faktor ESAL yang telah didapat sebelumnya kemudian di jumlah untuk
mendapat faktor ESAL total dari setiap jenis kendaraan. Perhitungan faktor ESAL
(LEF) sebagai berikut :
Total LEF = LEFDepan + LEFBelakang
Total LEF = 0,000250 +¿0,000250
= 0,000500
Hasil dari perhitungan total faktor ESAL (LEF) setiap jenis kendaraan dilihat
pada table 5.4 sebagai berikut :
Tabel 5.4 hasil dari perhitungan total faktor ESAL (LEF)
JENIS KENDARAAN GVW LEF TOTAL LEF
(TON) DEPAN BELAKANG
Gol 2 & 3 2 0.000250 0.000250 0.000500
Gol 5b 14.2 0.111770 1.711357 1.823127
Gol 6b 15.1 0.144411 2.145837 2.290248
Gol 7a 26 0.398703 2.106184 2.504887
5.6 Lalu lintas Rencana ESAL
Lalu lintas rencana merupakan perkalian antara lalu lintas harian rata –rata
dengan faktor pertuumbuhan lalu lintas dan jumlah hari dalam satu tahun.
Kemudian untuk mencari lalu lintas rencana ESAL, lalu lintas rancana di kali
dengan faktor ESAL. Dirumuskan dalam persamaan seperti berikut ini :
Lalu lintas rencana = LHR x GF x 365
= 15000 x 13,2 x 365
= 76.494.743,4
Lalu lintas rencana ESAL = Lalu lintas rencana x LEF
= 76.494.743,4 x 0,000500
= 38.198,35045
Hasil dari perhitungan total lalu lintas rencana ESAL dapat di lihat pada tabel 5.5
Hasil perhitungan lalu lintas rencana ESAL
Tabel 5.5 Hasil perhitungan lalu lintas rencana ESAL
JENIS KENDARAAN
LHR 2012 GFLALU LINTAS FAKTOR LALU LINTAS
RENCANA ESALRENCANA
ESAL
Gol 2 & 3 15900 13.2 76494743.4 0.000499 38198.35045
Gol 5b 1653.6 13.2 7955453.32 1.823127 14503800.75
Gol 6b 1308.04 13.2 6292967.56 2.290248 14412458.96
Gol 7a 159 13.2 764947.434 2.504887 1916106.967
TOTAL 30870565.02
Jumlah nilai lalulintas rencana ESAL selanjutnya dikali dengan faktor
distribusi arah dan lajur. Pembuktian telah menunjukan bahwa DD dapat
bervariasi dari 0,3 sampai 0,7 tergantung pada arah yang “terisi beban” dan yang
“tidak terisi beban”. Sedangkan DL ditentukan berdasarkan jumlah lajur.
Faktor distribusi arah rencana ditetapkan sebesar 0,5 dan faktor distribusi
lajur sebesar 1 untuk mendapatkan rencana kumulatif (W18)perhitungan sebagai
berikut :
W18 = DD x DL x pfc8
W18 = 0,5 x 1 x 30870565,02 = 15435282.51
5.7. Reliabilitas
Berdasarkan Tabel 3.8. untuk jalan kolektor pada daerah rural, maka nilai
Reliabilitas berkisar antara 75 – 95 %. Dengan pendekatan nilai rencana ESAL
antara 31642321.25 sesuai Tabel 3.8. nilai Reliabilitas dapat ditetapkan sebesar
95 %. Untuk nilai Reliabilitas 95% sesuai pada Tabel 3.9. maka nilai ZR sebesar
-1,645.
5.8. Modulus resilent tanah dasar
Karakteristik mutu tanah dasar pada perencanaan perkerasan lentur
ditentukan oleh nilai resilient modulus (MR ). Resilient Modulus adalah nilai
hubungan dinamis antara tegangan dan regangan yang mempunyai karakteristik
nonlinear. Dalam Perencanaan, CBR yang dipakai sebesar 6 %. Dengan
menggunakan persamaan dari Heukelom and Klomp (1962) korelasi antara nilai
CBR Corps of Engineer dan nilai resilient modulus (MR ) dihitung seperti
berikut:
𝑀𝑅 (𝑝𝑠𝑖) = 1500 × 𝐶𝐵𝑅𝑀𝑅 (𝑝𝑠𝑖) = 1500 x 6
= 9000 psi
Dengan :
MR = resilent modulus
CBR = California Bearing Ratio
5.9. Drainage coefficient
Dalam proses pendekatan faktor drainase terhadap struktur perkerasan
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Pheff=3 jam
24x
207 hari365
x 0,175 x100 = 1,245 % = 1-5%
Sehingga dengan dasar justifikasi teknis dan pendekatan tersebut diatas,
maka dapat digunakan angka persentasi struktur perkerasan dalam satu tahun
terkena air sampai tingkat saturated sebesar 1-5% dengan kualitas drainase baik
(good).
5.10. SN rencana
SN yang sebelumnya digunakan untuk menentukan faktor ESAL (LEF)
dimasukan pada persamaan dasar AASHTO untuk menentukan SN rencana.
Apabila tidak memenuhi maka nilai SN ditentukan ulang dari SN yang
digunakan untuk menentukan faktor ESAL (LEF). Pembuktian nilai SN
memenuhi persamaan dasar AASHTO dengan memasukan nilai dan asumsi
yang telah ditentukan sebelumnya adalah sebagai berikut:
logw18=Z R × S0+9,36 log (SN+1 )−0,2+log( ∆ PSI
4.2−1.5 )0.4+ 1094
(SN+1 )5.19
+2.32 log ( M R )−8.07
5.10.1 Lapisan pondasi B
log 15,43 x106=−1,645 ×0,45+9,36 log (5,821+1 )−0,2+log( 1,2
4.2−1.5 )0.4+ 1094
(5,821+1 )5.19
+2.32 log (9000 )−8.07
5,821 = 5,821
5.10.2 Lapisan Permukaan Atas
Perhitungan SN lapisan Surface course
A1 = 0,14
W18 = 15435282,51
R = 95
ZR = -1,645
S0 = 0,45
∆PSI = 1,2
MR = 450000 psi (AASHTO 93 hal II-17)
SN rencana = 1,1438
log 15435282,51=−1,645× 0,45+9,36 log (1,1438+1 )−0,2+log( 1,2
4.2−1.5 )0.4+ 1094
(1,1438+1 )5.19
+2.32 log (450000 )−8.07
7,188514583 = 7,188554299
Dari hasil perhitungan maka SN rencana memenuhi syarat sebagai SN pakai yaitu
sebesar 1,1438.
5.10.3 Lapisan Pondasi A
Perhitungan SN lapisan Base A
a2 = 0,14
m2 = 1,25
W18 = 15435282,51
R = 95
ZR = -1,645
S0 = 0,45
∆PSI = 1,2
MR = 45000 psi (AASHTO 93 hal II-17)
SN rencana = 3,075
log 15435282,51=−1,645× 0,45+9,36 log (3,075+1 )−0,2+log( 1,2
4.2−1.5 )0.4+ 1094
(3,075+1 )5.19
+2.32 log (45000 )−8.07
7,188514583 = 7,188552154
Dari hasil perhitungan maka SN rencana memenuhi syarat sebagai SN pakai yaitu
sebesar 3,075.
5.11. Tebal minimum masing – masing lapisan perkerasan
Menurut AASHTO 1993 nilai tebal minimum setiap lapis perkerasan
ditunjukan Tabel 3.10. maka tebal minimum lapis perkerasan untuk lapisan
surface adalah 4 inc atau 10,16 cm dan tebal minimum pondasi adalah 6 inc atau
15,24 cm.
5.12 Tebal masing – masing lapisan perkerasan
5.12.1 Tebal lapisan Surface
SN1 = a1 . D1
1,1438 = 0,42 . D1
D1 = 1,1438/ 0,42
= 2,7357 inc < Tebal minimum rencana
Karena perhitungan tebal lapisan permukaan kurang dari tebal minimum
maka tebal lapisan permukaan yang digunakan adalah 4 inch atau 10,16 cm.
5.12.2 Tebal Pondasi Base A
SN2 = a1 . D1 + a2 . m2 . D2
3,075 = 0,42 . 4 + 0,14 . 1,25 . D2
D2 = 7,971 inc
= 20,24 cm
5.12.3 Tebal Pondasi Base B
SN3 = a1 . D1 + a2 . m2 . D2 + a3 . m3 . D3
5,821 = 0,42 . 4 + 0,14 . 1,25 . 7,971 + 0,14 . 1,25 . D3
D3 = 15,6914 inc
= 39,5862 cm